Download - METOPEN GABUNGAN

Transcript
Page 1: METOPEN GABUNGAN

Ide : Energi

Tema : Pemanfaatan Tanaman Eceng Gondok dalam Pembuatan Biogas

Judul :

“PEMBUATAN BIOGAS DENGAN MENGGUNAKAN TANAMAN ECENG

GONDOK DENGAN KOTORAN SAPI SEBAGAI BIOSTARTER”

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Eceng gondok merupakan salah satu tanaman air yang banyak tersebar di berbagai

perairan di permukaan bumi, seperti sungai, danau, waduk, dll. Eceng gondok

merupakan tanaman gulma yang dapat mengganggu ekosistem biota air. Tanaman ini

tersebar luas di atas permukaan air sehingga dapat menyebabkan sinar matahari tidak

dapat masuk ke dalam air. Selain menghalangi sinar matahari, apabila persebaran eceng

gondok ini dibiarkan maka tanaman ini juga dapat menyebabkan berkurangnya

kapasitas tampung pada badan air.

Eceng gondok mengandung selulosa dan hemiselulosa pada kadar tinggi dan lignin

yang rendah sehingga berpotensi menjadikan tanaman ini bahan baku dalam pembuatan

biogas. Hemiselulosa merupakan polisakarida kompleks yang merupakan campuran

polimer yang jika dihidrolis akan menghasilkan dua senyawa campuran sederhan yaitu

metana dan karbon dioksida.

Pada penelitian Saputri, et al(2010) dalam perlakuan dengan hidrolisis asam pada eceng

gondok tanpa penggunaan biostarter menghasilkan o,1 kali. Sedangkan dengan

menggunakan kotoran sapi sebagai biostarter dapat menghasilkan 6,3 kali. Sehingga

bila dilakukan perlakuan tanpa menggunakan biostarter akan terkendala dalam

sedikitnya jumlah biogas yang dihasilkan dan juga waktu produksi yang lama.

Kemudian dilakukan perlakuan dengan menggunakan campuran kotoran sapi dan EM4

untuk meningkatkan jumlah biogas yang dihasilkan dan juga mempercepat waktu

produksi.

Page 2: METOPEN GABUNGAN

Dalam penelitian ini digunakan campuran eceng gondok dalam pembuatan biogas.

Sehingga eceng gondok tidak hanya dikenal sebagai tanaman pengganggu tapi juga

dapat menghasilkan energi yang dapat bermanfaat bagi masyarakat luas.

1.2 Rumusan Masalah

a. Berapa banyak biogas yang akan dihasilkan dalam penelitian ini

b. Berapa lama waktu yang dibutuhkan dalam pembentukan biogas ini dengan bantuan

biostarter

c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan biogas dengan campuaran

eceng gondok dan kotoran sapi.

1.3 Batasan Masalah

a. Penelitian ini hanya dalam skala laboratorium

b. Pengujian biogas ini dilakukan secara continue selama 10 minggu

c. Pengujian dilakukan satu kali dalam seminggu dengan menggunakan 1 liter bahan

baku dalam setiap pengujian.

1.4 Tujuan

Tujuan penelitian yang dirumuskan dalam bentuk uraian sebagai berikut :

a. Mengetahui banyaknya biogas yang akan dihasiklan dalam penelitian ini.

b. Mengetahui waktu yang dibutuhkan dalam pembentukan biogas dengan bantuan

biostarter

c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan biogas.

1.5 Manfaat Penelitian

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ilmu bagi masyarakat tentang

pembuatan energi alternatif biogas dengan menggunakan tanaman eceng gondok dan

kotoran sapi.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya

menemukan energi alternatif bagi kehidupan di masa kini dan yang akan datang..

Page 3: METOPEN GABUNGAN

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Biogas

2.1.1 Karakteristik Biogas

Biogas adalah campuran beberapa gas yang merupakan hasil fermentasi dari bahan

organik dalam kondisi anaerobik, dengan gas yang dominan adalah gas metana (CH4)

dan gas karbon dioksida (CO2).Komposisi biogas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 2.1. Komposisi biogas

No Komponen Biogas Rumus Persentase (%)

1 Metan CH4 55-65%

2 Karbondioksida CO2 36-45%

3 Nitrogen N2 0-3%

4 Hidrogen H2 0-1%

5 Oksigen O2 0-1%

6 Hidrogen Sulfida H2S 0-1%

Sumber : Energy Resources Development dalam Kadir (1987)

Biogas mempunyai sifat mudah terbakar dan dapat menyala dengan sendirinya pada

suhu 650750°C. Panas pembakaran yang dihasilkan berkisar antara 19,7 sampai dengan

23 Mega Joule (MJ)/m3. Energi yang dihasilkan setaraf dengan 21,5 MJ atau 563

Btu/ft3. Kerapatan relatif sekitar 80% dari kerapatan udara dan 120% kerapatan metan

(Yani dan Darwis, 1990).

Gas metana (CH4) yang merupakan komponen utama biogas merupakan bahan bakar

yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi (Tabel 2).Karena nilai

kalor yang cukup tinggi itulah biogas dapat dipergunakan untuk keperluan penerangan,

memasak, menggerakkan mesin dan sebagainya (Abdullah, 1991; GTZ, 1997; UN,

1980 dalam Nurhasanah dkk, 2006).Sistem produksi biogas juga mempunyai beberapa

keuntungan seperti (a) mengurangi pengaruh gas rumah kaca, (b) mengurangi polusi

Page 4: METOPEN GABUNGAN

bau yang tidak sedap, (c) sebagai pupuk dan (d) produksi daya dan panas (Koopmans,

1998; UN, 1980; Yapp et al., 2005 dalam Nurhasanah dkk, 2006).

Tabel 2.2. Nilai Kalori Biogas dan Bahan Bakar Lain

Bahan Bakar Nilai Kalori

(KJ/Kg)

Bio Gas 15.000

Kayu 2.400

Arang 7.000

Minyak Tanah 8.000

(Ginting, 2007).

Proses pembentukan biogas dipengaruhi oleh keberadaan jenis mikroba dan

kondisi fermentasi anaerobik. Jenis mikroba yang digunakan dalam proses fermentasi

anaerobik ini adalah bakteri methanogen. Pertumbuhan bakteri methanogen ini akan

terhambat dalam konsentrasi oksigen terlarut 0,01 mg/L, sehingga kondisi proses tidak

memperbolehkan adanya oksigen. Bakteri ini banyak ditemukan di dalam feses sapi,

dasar danau, dan perairan payau (Yani dan Darwis, 1990).

Selama ini pembakaran bahan bakar fosil akan menghasilkan gas karbon dioksida

(CO2) yang secara tidak langsung mengakibatkan efek rumah kaca (green house effect)

dan bermuara pada pemanasan global (global warming). Namun, penggunaan biogas

akan memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca karena biogas akan

mensubstitusi penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi. Selain itu, gas

metana yang dihasilkan secara alami oleh feses yang menumpuk merupakan gas

penyumbang terbesar pada efek rumah kaca.Pembakaran metana pada biogas

mengubahnya menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah metan di udara (Dahuri,

2007).

Proses fermentasi anaerobik tidak hanya menghasilkan gas metana, tetapi juga

menghasilkan buangan (sludge). Sludge dapat dimanfaatkan sebagai pupuk yang dapat

memperbaiki struktur tanah dan memberikan kandungan unsur hara yang diperlukan

Page 5: METOPEN GABUNGAN

oleh tanaman dan hasil metabolisme cacing tanah dimanfaatkan untuk menyuburkan

tanah (Sahidu, 1983).

2.1.2 Bahan Baku dalam Pembuatan Biogas

Menurut Hambali et al., bahwa ada tiga jenis bahan baku yang prospektif untuk

dikembangkan sebagai bahan baku biogas, diantaranya kotoran hewan dan manusia,

sampah organik dan limbah cair.

1. Kotoran Hewan dan Manusia

Pemanfaatan kotoran ternak dan manusia sebagai bahan baku biogas akan

mengatasi beberapa permasalahan yang timbul akibat kotoran tersebut bila

dibandingkan limbah lain yang menumpuk tanpa pengolahan. Kotoran hewan yang

menumpuk akan mencemari lingkungan. Jika kotoran tersebut terbawa air masuk

kedalam tanah atau sungai. Sebagai bahan baku biogas, ketersediaan kotoran

hewan sangat melimpah. Hewan-hewan tersebut diperlihara baik dalam jumlah

besar di peternakan maupun dipelihara secara individu dalam jumlah kecil oleh

rumah tangga. Berdasarkan hasil estimasi, seekor sapi dalam satu hari dapat

menghasilkan kotoran sebanyak 10 - 30 kg, seekor ayam menghasilkan kotoran 25

gram per hari dan seekor babi dewasa menghasilkan kotoran 4,5 – 5,3 kg per hari.

Berdasarkan hasil riset yang pernah ada diketahui bahwa setiap 10 kg kotoran

ternak sapi berpotensi menghasilkan 360 liter biogas dan 20 kg kotoran babi

menghasilkan 1,379 liter biogas.

2. Sampah Organik Padat

Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu anorganik, organik

dan khusus.Sampah organik berasal dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan

hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan,

kegiatan rumah tangga, industri dan kegiatan lainnya. Sampah organik ini dengan

mudah dapat diuraikan dalam proses alami. Potensi sampah di Indonesia sangat

besar. Khususnya untuk rumah tangga, jumlah yang dihasilkan pada tahun 2020

diperkirakan akan meningkat 5 kali lipat. Diprediksi peningkatan tersebut bukan

saja karena pertambahan penduduk, tetapi juga karena meningkatnya timbunan

sampah perkapita yang disebabkan oleh perbaikan tingkat ekonomi dan

Page 6: METOPEN GABUNGAN

kesejahteraan. Berdasarkan hasil penelitian, pembuatan biogas dari sampah organik

menghasilkan biogas dengan komposisi metan 51,33 – 58,18% dan gas CO2 41,82 –

48,67% campuran sampah organik tersebut dengan kotoran dapat meningkatkan

komposisi metan dalam biogas.

3. Limbah Organik Cair

Limbah cair merupakan sisa pembuangan yang dihasilkan dari suatu proses yang

sudah tidak dipergunakan. Kegiatan-kegiatan yang berpotensi sebagai penghasil

limbah cair antara lain kegiatan industri, rumah tangga, peternakan, dan pertanian.

Saat ini kegiatan rumah tangga mendominasi jumlah limbah cair dengan persentase

sekitar 40 % dan diikuti oleh limbah industri 30% dan sisanya limbah rumah sakit,

pertanian, peternakan, atau limbah lainnya. Komponen utama limbah cair adalah air

(99%) sisanya yaitu bahan padat yang bergantung pada asal buangan tersebut.

Tidak semua limbah cair dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas, hanya

limbah cair organik yang dapat digunakan sebagai bahan baku biogas. Limbah

tersebut diantaranya urin hewan, limbah cair rumah tangga, dan limbah cair

industriseperti, industri tahu, tempe, tapioka, brem dan rumah potong hewan.

Pengolahan limbah cair untuk biogas dilakukan dengan mengumpulkan limbah cair

dengan digester anaerob yang diisi dengan media penyangga yang berfungsi

sebagai tempat hidup bakteri anaerob.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Terbentuknya Biogas

Menurut Wahyuni (2009), proses fermentasi mengacu pada berbagai reaksi dan

interaksi yang terjadi diantara bakteri metanogen dan non-metanogen serta bahan yang

diumpankan ke dalam digester sebagai input. Hal ini adalah phisiko-kimia yang

kompleks dan proses biologis yang melibatkan berbagai faktor dan tahapan bentuk dan

dinamakan sebagai faktor abiotis. Faktor-faktor yang memengaruhi proses fermentasi

bahan organik menjadi biogas meliputi:

1. Temperatur

Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60°C dan suhu dijaga konstan.Bakteri

akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum. Semakin

tinggi temperatur reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin

berkurang. Beberapa jenis bakteri dapat bertahan pada rentang temperatur

Page 7: METOPEN GABUNGAN

tertentu dapat dillihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3. Jenis Bakteri Berdasarkan Temperatur Hidup

Jenis Bakteri Rentang temperatur

( oC)

Temperatur

Optimum(oC)

Cryophilic 2 - 20 12 - 18

Mesophilic 20 - 45 30 - 40

Thermophilic 45 - 75 50 - 60

Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup bakteri (Harold, 1981).

Suhu berpengaruh terhadap proses pencernaan anaerobik bahan organik

dan produksi gas. Pencernaan berlangsung baik pada suhu 30 - 40 ºC untuk

kondisi mesofilik dan pada suhu 45 - 55ºC, suhu 50 - 60ºC untuk kondisi

termofilik. Kecepatan fermentasi menurun pada suhu di bawah 20ºC.Suhu

optimal kebanyakan bakteri mesofilik dicapai pada 35ºC, tetapi utuk bakteri

termofilik pada suhu 55ºC. Suhu optimal untuk berbagai desain tabung pencerna

termasuk Indonesia adalah 35ºC (Sahirman, 1994).Keasaman (pH)

2. Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) pada proses perombakan anaerob biasa berlangsung antara

6,6-7,6; bakteri metanogen tidak dapat toleran pada pH di luar 6,7-7,4; sedangkan

bakteri non metanogen mampu hidup pada pH 5-8,5 (NAS, 1981). Praperlakuan

kimia umumnya diperlukan pada limbah cair dengan derajat keasaman tinggi (< pH

5) dan umumnya penambahan Ca(OH)2 dan NaOH digunakan untuk meningkatkan

pH limbah cair menjadi netral (Bitton, 1999).

3. Substrat

Sel mikroorganisme mengandung Carbon, Nitrogen, Posfor dan Sulfur

dengan perbandingan 100 : 10 : 1 : 1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-

unsur di atas harus ada pada sumber makanannya (substrat). Konsentrasi substrat

dapat mempengaruhi proses kerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum

dicapai jika jumlah mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi substrat

Page 8: METOPEN GABUNGAN

(Manurung, 2004).

Kandungan air dalam substart dan homogenitas sistem juga mempengaruhi

proses kerja mikroorganisme. Karena kandungan air yang tinggi akan

memudahkan proses penguraian, sedangkan homogenitas sistem membuat kontak

antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih intim (Manurung, 2004).

Starter diperlukan untuk mempercepat proses perombakan bahan organik menjadi

biogas, bisa digunakan lumpur aktif organik atau cairan isi rumen (Ginting,

2007). Sahirman (1994) mengungkapkan bahwa pengaturan pH awal dengan

(CaCO3) bersama pengadukan kontinyu 100 rpm (tekanan 1 atm, suhu kamar)

sangat berpengaruh terhadap total biogas yang dihasilkan selama 4 minggu

fermentasi. Hal ini dikarenakan adanya intensitas kontak antara mikroorganisme

dan substrat jauh lebih baik dan menghindari akumulasi padatan terbang ataupun

padatan mengendap yang akan mengurangi volume keefektifan digester.

Volatile Solid (VS) merupakan bagian padatan (Total Solid-TS) yang berubah

menjadi fase gas pada tahapan asidifikasi dan metanogenesis sebagaimana

dalam proses fermentasi limbah organik. Dalam pengujian skala laboratorium,

berat saat bagian padatan bahan organik yang hilang terbakar (menguap dan

mengalami proses gasifikasi) dengan pembakaran pada suhu 538oC, disebut sebagai

volatile solid.

4. Ukuran Bahan

Laju produksi biogas dapat ditingkatkan melalui pemberian

pretreatmentsubstrat.Maksudnya yaitu menghancurkan struktur organik kompleks

menjadi molekul sederhana sehingga mikroorganisme lebih mudah mendegradasi

bahan tersebut. Bahan dengan ukuran lebih kecil akan lebih cepat terdekomposisi

daripada bahan dengan ukuran yang lebih besar. Hal tersebut dikarenakan bahan

dengan ukuran lebih kecil memiliki luas kontak permukaan yang lebih besar

dibandingkan bahan berukuran besar.Menguatkan bahwa degradasi dan potensi

Page 9: METOPEN GABUNGAN

produksi biogas dari limbah berserat dapat secara signifikan meningkat dengan

perlakuan awal yaitu memperkecil ukuran partikel.

5. Rasio C/N

Nitrogen amonia pada konsentrasi yang tinggi dapat menghambat proses fermentasi

anaerob. Konsentrasi yang baik berkisar antara 200 – 1500 mg/L. Pada konsentrasi

1500 – 3000 mg/L proses akan terhambat pada pH 7,4 sedang konsentrasi di atas

3000 mg/L akan bersifat toksik pada pH manapun (Udiharto, 1982).

Selain itu, mikroorganisme membutuhkan nitrogen dan karbon untuk proses

asimilasi. Karbon digunakan sebagai energi sedangkan nitrogen digunakan untuk

membangun struktur sel. Bakteri penghasil metana menggunakan karbon 30 kali

lebih cepat daripada nitrogen. Proses anaerobik akan optimal bila diberikan bahan

makanan yang mengandung karbon dan nitrogen secara bersamaan. C/N ratio

menunjukkan perbandingan jumlah dari kedua elemen tersebut. Pada bahan yang

memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah nitrogen akan memiliki C/N ratio 15

berbanding 1.

C/N ratio dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30 kali dari jumlah nitrogen)

akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimum, bila kondisi yang

lain juga mendukung. Bila terlalu banyak karbon, nitrogen akan habis terlebih

dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses berjalan dengan lambat. Bila nitrogen

terlalu banyak (CN ratio rendah; misalnya 30/15), maka karbon habis lebih dulu

dan proses fermentasi berhenti (Fry, 1974).

6. Waktu Tinggal (Retention Time)

Jumlah gas yang dihasilkan tergantung pada volume slurry dalam digester (Fulford,

1988 dalam Kumar, 2012).Volume digester juga berhubungan dengan waktu retensi

yang diukur dalam satuan hari dan tingkat pembebanan, dalam bentuk padatan

bahan per satuan volume cairan (San Mu et al., 2003dalam Kumar, 2012). Menurut

hasil penelitian di Cina, 97% dari total hasil gas dari fermentasi kotoran sapi akan

diproduksi dalam jangka waktu 50 hari pada suhu 35 C. Waktu retensi hidrolik

Page 10: METOPEN GABUNGAN

(HRT) di digester anaerobik ditentukan dengan menghitung jumlah hari yang

dibutuhkan untuk perpindahan volume bahan. Pada tingkat beban organik yang

diberikan, HRT lebih rendah bila menggunakan air yang tinggi dibanding bila yang

mengandung sedikit air (Fannin dan Biljetina, 1987).

Umumnya waktu retensi terjadi antara 30 dan 45 hari dan dalam beberapa kasus 60

hari sudah cukup untuk memproduksi gas yang cukup besar (Clanton et al, 1985;.

Carcelon dan Clark, 2002).Dalam sebuah studi oleh Hill (1982) menemukan bahwa

waktu penahanan pada digester yang dirancang untuk menghasilkan volume

maksimum harian metana, bervariasi dari 7,9 hari untuk limbah susu untuk 14,8

hari untuk kotoran unggas, dan berbagai variasi lainnya yang sejenis.

7. Senyawa Toksik

Senyawa dan ion tertentu dalam substrat dapat bersifat racun bagi pertumbuhan

mikroorganisme pembentuk gas metan, misalnya senyawa dengan konsentrasi

berlebihan ion Na+ dan Ca+> 8000 mg/l; K+>12000; Mg++ dan NH4+> 3000,

sedangkan Cu, Cr, Ni dan Zn dalam konsentrasi rendah dapat menjadi racun bagi

kehidupan bakteri anaerob (Bitton, 1999).

2.2 Eceng Gondok

Eceng gondok adalah sejenis tumbuhan air yang hidup terapung di permukaan air. Akan

berkembang biak manakala dipenuhi limbah pertanian dan pabrik. Eceng gondong

merupakan sejenis tanaman hidrofit. Tumbuhan ini tidak dapat dimakan, bahkan tanaman

gulma ini menjadi tanaman pengganggu bagi tumbuhan lain dan hewan sekitarnya.

Meskipun memiliki sifat pengganggu, eceng gondok ternyata berperan penting dalam

mengurangi kadar logam berat di perairan waduk seperti Fe, Zn, Cu, dan Hg. Selulosa

inilah yang biasa digunakan sebagai bahan bakar alternatif.

Untuk menghasilkan biogas, eceng gondok difermentasikan terlebih dahulu agar

terbentuk gas metan. Eceng gondok yang digunakan harus dirajang atau ditumbuk halus

Page 11: METOPEN GABUNGAN

terlebih dahulu agar hasil gas metan lebih optimum. Sebelum dimasukkan ke dalam

digester, eceng gondok yang telah ditumbuk dan dirajang halus ditambah air dengan

perbandingan 1 : 1, lalu diaduk. Setiap satu kilogram rajangan eceng gondok, dapat

dipakai selama 7 hari dan setiap harinya dapat dipakai selama 90 detik. Untuk

menghasilkan biogas setara dengan 2 liter minyak tanah per hari maka eceng gondok

yang harus difermentasi sebanyak 150 kg per hari. Eceng gondok sebanyak 150 kg per

hari dapat menghasilkan biogas yang dapat dipakai 4-5 jam setiap hari selama 7 hari (Sri

Wahyuni, 2013).

2.3 Limbah Isi Rumen

Limbah isi rumen merupakan salah satu limbah rumah potong hewan yang belum

dimanfaatkan secara optimal bahkan ada yang dibuang begitu saja sehingga

menimbulkan pencemaran lingkungan (Darsono, 2011).

 

Isi rumen adalah limbah padat Rumah Pemotongan Hewan (RPH) diperkaya oleh

kandungan protein yang berasal dari protein mikroba dan protein pakan,vitamin B dan

vitamin K yang dapat disintesis sendiri oleh mikroba rumen dan mineral

(Abbas,1987 Dalam : Teda, 2012).  Di dalam rumen ternak ruminansia (sapi, kerbau,

kambing dan domba) terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya. Cairan

rumen mengandung bakteri dan protozoa. Konsentrasi bakteri sekitar 10 pangkat 9

setiap cc isi rumen, sedangkan protozoa bervariasi sekitar 10 pangkat 5 - 10 pangkat 6

setiap cc isi rumen (Tillman, 1991).

Komposisi kimia isi rumen (%BK) adalah : abu 11%,protein kasar 17.6%, lemak kasar

2.1%, serat kasar 28%, Beta-N 41.40%, Ca0.79% dan P0.67% .

Menurut Suhermiyati (1984) dalam  Darsono (2011), kandungan zat makanan yang

terdapat pada isi rumen sapi meliputi: air (8,8%), protein kasar (9,63%), lemak (1,81%),

serat kasar (24,60%), BETN (38,40%), Abu (16,76%), kalsium (1,22%) dan posfor

(0,29%) dan pada domba meliputi: air (8,28%), protein kasar (14,41%), lemak (3,59%),

serat kasar (24,38%), Abu (16,37%), kalsium (0,68%) dan posfor (1,08%).

Page 12: METOPEN GABUNGAN

Pada sistem pencernaan ruminansia terdapat suatu proses yang disebut memamah biak

(ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang dimakan ditahan untuk sementara di dalam

rumen. Pada saat hewan beristirahat, pakan yang telah berada dalam rumen

dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi), untuk dikunyah kembali (proses

remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali (proses redeglutasi). Selanjutnya pakan

tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim mikroba rumen (Saputra, 2011).

Di dalam rumen terdapat populasi mikroba yang cukup banyak jumlahnya.Mikroba

rumen dapat dibagi dalam tiga kelompok utama yaitu fungi, bakteri, dan protozoa.

(Saputra, 2011).

Yokoyama dan Johnson (1988) dalam Suwandi (1997), mengklasifikasikan bakteri

menjadi 8 kelompok didasarkan pada jenis bahan yang digunakan dan hasil akhir

fermentasi:

1. Bakteri Selulolitik

2. Bakteri Proteolitik

3. Bakteri Methanogenik.

4. Bakteri Amilolitik

5. Bakteri yang memfermentasikan gula

6. Bakteri Lipolitik

7. Bakteri pemanfaat Asam

8. Bakteri Hemiselulotitik

Serta ditambah beberapa contoh spesies protozoa dan jamur diantaranya :lsotricha

intestinalis (memfermentasi gula, pati dan pektin), Sedangkan jamur Neocalimastik sp

(Winugroho dkk., 1997 dalam Suwandi, 1997) .

Page 13: METOPEN GABUNGAN

BAB III

KEGIATAN RISET

3.1Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian kurang lebih dalam 3 bulan. Lokasi perancangan dan

pembuatan digester, serta kegiatan penelitian di Laboratorium Rekayasa

Lingkungan Fakultas Teknik. Sedangkan pengujian sampel bahan isian digester

dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman

Samarinda.

3.2Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan untuk membuat digester antara lain:

tang,

gunting,

gergaji besi,

alat ukur meteran,

pisau,

kunci inggris,

lem silikon,

lem pipa,

amplas.

Sedangkan alat yang digunakan dalam pengujian adalah;

gelas ukur 1.000 ml,

pipet, cawan,

oven,

tanur,

Page 14: METOPEN GABUNGAN

termometer infra merah,

pH meter,

timbangan/ neraca,

manometer U,

kompor biogas.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain;

eceng gondok

limbah isi rumen sapi,

aquadest,

pipa pvc tipe aw diameter 8 inchi panjang 3 meter,

dop pipa pvc diameter 8 inchi 6 buah,

outlet dan inlet pipa pvc tipe aw 1,5 inchi,

pipa pvc tipe aw diameter 0,5 inchi panjang 2 meter sebagai saluran gas,

katup pvc diameter 0,5 inchi 12 buah,

elbow pvc 0,5 inchi,

sambungan pvc 0,5 inchi

papan 0,5 x 1 m,

kertas berpetak ukuran 0,5 x 1 m,

selang plastik ¾ inchi,

selang silikon diameter 1 cm untuk mengalirkan gas sepanjang 1 m sebanyak 3

buah.

3.3Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Bebas

Variabel bebas terdiri dari:

1. Campuran Substrat Eceng Gondok dan Limbah Isi Rumen Sapi, 100% : 0%

2. Campuran Substrat Eceng Gondok dan Limbah Isi Rumen Sapi, 75% : 25%

3. Campuran Substrat Eceng Gondok dan Limbah Isi Rumen Sapi, 50% :50%

Page 15: METOPEN GABUNGAN

Penelitian terdiri dari tiga digester, perbandingan bahan dan air adalah 1 : 2 (berat

padatan : volume air).

3.3.2 Variabel Terikat

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini akan mempengaruhi variabel terikat

yaitu:

1. Volume Produksi biogas

Pengukuran volume produksi biogas diukur setiap hari selama 24 jam dengan alat

manometer U yang dirancang secara manual yang terdiri dari selang silikon

berukuran diameter 1 cm. Perubahan kenaikan dalam manometer U tersebut

merupakan banyaknya gas yang dihasilkan setiap hari.

2. Nilai VS (vollatile solids)campuran

Pengukuran nilai VS (vollatile solids) dilakukan setiap 7 hari sekali dengan

mengambil sampel bahan isian biogas pada outlet digester yang kemudian dianalisa

di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian

3. Nilai C/N

Pengukuran nilai C/N dilakukan setiap 7 hari sekali dengan mengambil sampel

bahan isian biogas pada outlet digester yang kemudian dianalisa di Laboratorium

Tanah Fakultas Pertanian

4. Suhu/ temperatur

Pemantauan suhu digester dilakukan satu kali dalam 7 hari selama penelitian secara

langsung dari sampel yang diambil dengan alat termometer inframerah

5. pH

Pemantauan pH selama proses anaerobik dilakukan dengan mengambil sedikit

sampel bahan isian pada outlet digester dengan alat pH meter digital setiap 7 hari

sekali selama 3 bulan penelitian.

6. Uji Nyala Api

Pemantauan uji nyala api bertujuan untuk mengetahui kandungan biogas secara umum

dan kemampuan dari produksi biogas setiap digester terhadap kegunaan untuk

memasak. Pemantauan ini dilakukan selama 7 hari sekali

3.3.3 Variabel Kontrol

Page 16: METOPEN GABUNGAN

Variabel kontrol merupakan faktor yang perlakuannya secara tetap dan dikontrol, adapun

variabel kontrol dalam penelitian ini adalah perbandingan eceng gondok dengan kotoran

sapi yaitu 100% : 0%, 75% : 25%, 50% : 50%.

3.4Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam riset ini adalah :

1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil analisis di laboratorium

2. Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan dari studi pustaka yang

berkaitandengan permasalahan penelitian yang diperoleh dari penelitian

sebelumnya.

3.5 Metode Penelitian

3.5.1 Penelitian Pendahuluan

1. Pengukuran Kadar Karbon (C) Eceng Gondok dan Limbah Isi Rumen

Sapi

Eceng gondok dan rumen sapi masing-masing dioven dengan suhu 110oC selama 8

jam. Kemudian eceng gondok dan rumen sapi kering dihaluskan, dan ditimbang

masing-masing sebanyak 0,10 gr. Setelah itu masing-masing dimasukkan ke dalam

Labu Erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan larutan H2SO4 sebanyak 7 ml dan KCr

sebanyak 5 ml. Larutan tersebut dimasukkan ke ruang asam selama 30 menit, setelah itu

ditambahkan aquadest mencapai 100 ml. Kemudian larutan tersebut disaring

menggunakan paper filter diameter 110 mm, lalu dihitung.

2. Pengukuran Kadar Nitrogen (N) Eceng Gondok dan Limbah Isi

Rumen Sapi

Eceng gondok dan rumen sapi masing-masing dioven dengan suhu 110oC selama

8jam. Kemudian eceng gondok dan rumen sapi kering dihaluskan, dan ditimbang

masing-masing sebanyak 0,10 gr. Setelah itu dimasukkan ke dalam abu Khjedal dan

ditambahkan katalis sebanyak 0,50 gr. Setelah itu dibakar, kemudian didestilasi.

Page 17: METOPEN GABUNGAN

Kemudian larutan dititrasi dengan larutan HCl 0,02 sampai berubah warna kemerahan.

Setelah itu dihitung menggunakan persamaan.

3. Pengukuran Nilai Volatile Solid Eceng Gondok dan Limbah Isi Rumen

Sapi

Cawan porselen yang telah dibersihkan disiapkan kemudian dikeringkan di dalam oven

dengan suhu 105oC selama 1 jam.Cawan porselen tersebut lalu dimasukkan ke dalam

desikator.Setelah beberapa saat, cawan porselen ditimbang dan didapatkan bobot

porselen yang dilambangkan dengan (B). Kemudian ditimbang eceng gondok dan

rumen sapi yang sudah dikeringkan masing-masing sebanyak 1,00 gram dan

dimasukkan ke dalam cawan porselen dilambangkan dengan (A). kemudian eceng

gondok dan rumen sapi dipanaskan dalam tanur dengan suhu 550oC selama satu jam

hingga seluruh bahan organik menjadi abu. Setelah itu, eceng gondok dan rumen sapi

yang sudah menjadi abu didinginkan menggunakan desikator hingga mencapai suhu dan

bobot seimbang.Bobot ini dilambangkan dengan (C).Setelah itu dilakukan perhitungan

menggunakan persamaan.

3.5.2 Pembuatan Biodigester Anaerobik

Pada penelitian ini tipe digester yang digunakan adalah tipe batch dengan bahan unit

digesteranaerobik berupa pipa pvc diameter 8 inchi (r = 10,8 cm) panjang 100 cm

dengan total volume 36.625 mL. Pada digester anaerobik terdapat lubang inlet, oulet,

dan keluaran gas.Bahan isian maksimum adalah 29.300 ml yaitu 80% dari volume

digester anaerobik. Hal ini dimaksudkan agar gas yangdihasilkan dapat tertampung

di dalam digester anaerobik.

Perhitungan volume total digester :

Keterangan ;

= volumetotal ( = ml)

Page 18: METOPEN GABUNGAN

= konstanta pi (3,14)

r = jari – jari (cm)

= tinggi / panjang digester (cm)

Gambar 3.1 Rancangan Alat Penelitian

Keterangan:

1 = Digester Anaerobik volume total 36.625 ml

2 = Selang Silikon

3 = Manometer U

4 = Penampung Gas

3.5.3 Persiapan Bahan

Bahan baku yang digunakan adalah eceng gondok yang diambil langsung dari Anak

Sungai Karang Mumus, Kompleks Universitas Mulawarman Samarinda. Kemudian

eceng gondok dicacah kecil-kecil hingga berukuran sekitar 2 - 4 cm. Proses pencacahan

menjadi lebih kecil ini dimaksudkan untuk memudahkan proses degradasi oleh bakteri

sehingga proses anaerobik dapat berlangsung lebih cepat dan lebih sempurna.

Limbah isi rumen sapi yang digunakan diambil langsung dari rumah pemotongan

hewan yang berada di kelurahan Lempake, Samarinda.

Komposisi isian dalam digester sebanyak 30.000 ml yang merupakan campuran

dari bahan-bahan yang digunakan. Bahan baku yang digunakan sebelumnya

diukur berat per volume sehingga diperoleh berat eceng gondok sebesar 250 gr/L

Page 19: METOPEN GABUNGAN

dan Limbah isi rumen 600 gr/L, kemudian diukurrasio C/N dan nilai % VS.

Tabel 3.1 Komposisi bahan yang digunakan tiap – tiap digester

Digester Eceng Gondok Limbah isi

rumen

Air

R1 (100%:0%) 10 L 0 20 L

R2 (75%:25%) 7,5 L 2,5 L 20 L

R3 (50%:50%) 5 L 5 L 20 L

*Rasio bahan dan air 1 : 2.

3.5.4 Persiapan Alat

1. Digester anaerobikmengunakan digestertipe batch dengan kapasitas 30.000 ml,

yang pada masing – masing sisinya terdapat pipa berukuran 1,5 inchi sebagai inlet

dan outlet.

2. Digester berupa pipa pvc diameter 8 inchi panjang 1 meter yang ditutup dan

dihubungkan dengan sambunganT dengan selang silikon yang ditempelkan pada

papan berukuran 1 x 1,5 m yang sudah dilapisi kertas millimeter block yang

berfungsi sebagai indikator dan pengukur produksi biogas setiap harinya, dan

kantung penampung gas (gas holder)yang terbuat dari bahan plastik dengan panjang

0,5 meter yang berfungsi menampung gas yang dihasilkan setiap harinya setelah

dihitung volume produksinya.

3. Pada sisi U selang silikon diberi air berwarna agar terlihat gas yang dihasilkan

sehingga bisa ditandai di kertas millimeter block.

4. Pada sisi lain gas holderdipasang keran untuk mengontrol keluaran gas yang

disambungkan pada kompor gas yang telah dimodifikasi untuk penggunaan uji

nyalaapi.

3.5.5 Cara Pembuatan Biogas

1. Masing-masing substrat yang sudah ditentukan berat dan jumlahnya dicampur dan

diaduk sehingga terbentuk campuran yang homogen dan merata.

2. Dimasukkan isian ke dalam masing-masing digester, sebelumnya lubang yang

Page 20: METOPEN GABUNGAN

berada di sisi digester ditutup.

3. Setelah sekitar beberapa hari, gas mulai terbentuk ditandai berubahnya ketinggian

air yang berada di selang U dan dicatat kenaikan ketinggian air setiap harinya sampai

pada 60 hari pengoperasian.

4. Produksi biogas yang terbentuk tiap harinya ditandai pada kertas millimeter

block yang sudah ditempel pada papan dan dibuat grafik. Dari grafik tersebut

dapat dilihat produksi biogas yang dihasilkan tiap digester dan digester yang

menghasilkan biogas paling optimum.

5. Setiap minggunya dilakukan pengukuran Suhu, pH, dan nilai volatile solid, pada

slurryoutlet tersebut untuk mengetahui jumlah bahan organik yang sudah

didegradasi olehbakteri.

3.6Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan studi literatur yang kemudian diaplikasikan

ke dalam sebuah pengolahan.Dalam penelitian ini dilakukan analisis laboratorium yang

kemudian dilanjutkan dengan analisis deskriptif yang merupakan uraian penalaran guna

mengkaitkan berbagai data dalam mencari kejelasan masalah yang sedang

diamati.Analisis deskriptif adalah suatu cara menggambarkan persoalan berdasarkan

data yang dimiliki yakni dengan cara menata data tersebut sedemikian rupa sehingga

dengan mudah dapat dipahami tentang karakteristik data, dijelaskan dan berguna

untuk keperluan selanjutnya. Jadi dalam hal ini terdapat aktivitas atau proses

pengumpulan data, dan pengolahan data berdasarkan tujuannya. Secara rinci

kerangka kerja dari statistika deskriptif adalah sebagai berikut:

3.6.1 Metode Pengumpulan Data

Metode Pengambilan datanya adalah sebagai berikut.

1. Volume Produksi Biogas

Dalam penelitian ini volume biogas di ukur dengan menggunakan selang

silikon.Pengukuran volume biogas dilakukan dengan cara mengamati kenaikan

tinggi air pada manometer setiap harinya dan selanjutnya produksi biogas dapat

dihitung dengan menggunakan rumus volume tabung.

Page 21: METOPEN GABUNGAN

V = π r² h

Dimana : V = Volume biogas, (mm³)

π = 3,14

r = Jari - jari selang, (mm)

h= Tinggi pipa dalam di atas permukaan air, (mm)

2. Kadar %VS, C, N, pH, dan suhu

Pengukuran %VS, pH, dan suhu dilakukan setiap minggu dengan cara slurry dari

outletmasing-masing digester diambil sebanyak 10 ml untuk kemudian dilakukan

Pengukuran pH dan suhu dilakukan sebelum slurrydianalisa untuk pengukuran %VS,

C, dan N. Pengukuran % VS dilakukan di Laboratorium TanahFakultas Pertanian dengan

cara slurry masing-masing digester dimasukkan ke dalam cawan yang sebelumnya sudah

ditimbang (berat cawan) lalu masing-masing slurry dioven selama 8 jam hingga kering

lalu ditimbang (berat kering), setelah itu dipanaskan dalam tanur dengan suhu 550oC

selama satu jam hingga seluruh bahan organik menjadi abu dan dimasukkan ke dalam

desikator lalu ditimbang (berat abu). Kadar %VS dihitung dengan menggunakan

persamaan.

Nilai C diperoleh dari analisa slurry masing-masing digester yang dioven dengan suhu

110oC selama 8 jam. Kemudian dihaluskan, dan ditimbang masing-masing

sebanyak 0,10 gr. Setelah itu masing-masing dimasukkan ke dalam Labu

Erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan larutan H2SO4 sebanyak 7 ml dan KCr

sebanyak 5 ml. Larutan tersebut dimasukkan ke ruang asam selama 30 menit, setelah itu

ditambahkan aquadest mencapai 100 ml. Kemudian larutan tersebut disaring

menggunakan paper filter diameter 110 mm, lalu dihitung menggunakan persamaan.

Pengukuran nilai N yakni slurry masing-masing digester dioven dengan suhu 110oC

selama 8 jam. Kemudian eceng gondok dan rumen sapi kering dihaluskan, dan

ditimbang masing-masing sebanyak 0,10 gr. Setelah itu dimasukkan ke dalam abu

Khjedal dan ditambahkan katalis sebanyak 0,50 gr. Setelah itu dibakar, kemudian

Page 22: METOPEN GABUNGAN

didestilasi. Kemudian larutan dititrasi dengan larutan HCl 0,02 sampai berubah warna

kemerahan. Setelah itu dihitung menggunakan persamaan.Rasio C/N adalah hasil

perbandingan Nilai C dan N dari masing-masing slurry yang dianalisa

3. Uji Nyala Api

Uji nyala api digunakan untuk mengetahui apakah kandungan biogas yang dihasilkan

oleh masing-masing digester dapat terbakar atau tidak sehingga dapat digunakan untuk

mengasumsikan kadar metana dalam kandungan biogas tersebut serta indikator

bahwa produksi biogas dapat diaplikasikan untuk kegiatan memasak. Uji nyala api

dilakukan setiap minggu dengan cara menggunakan kompor gas yang telah

dimodifikasi dan tersambung dengan kantung penampung gas (gas holder), bila gas

yang ditampung tersebut terbakar berarti biogas sudah mengandung lebih dari 50%

metana dan sebaliknya.

Page 23: METOPEN GABUNGAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Ginting, Perdana. 2007. Sistem Pengelolaan Lingkungan dan Limbah Industri.

Yrama Widya. Bandung.

2. Manurung, R. 2004. Proses Anaerobik Sebagai Alternatif Untuk Mengolah

Limbah Sawit. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas

SumateraUtara.

3. Wahyuni, S. 2011. Menghasilkan Biogas dari Aneka Limbah. Agromedia

Pustaka. Jakarta.


Top Related