drowning dita.doc
DESCRIPTION
fsdggfhjTRANSCRIPT
MAKALAH
(TINJAUAN PUSTAKA)
PENANGANAN KASUS TENGGELAM
DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SYARAT
KEPANITERAAN KLINIK
BIDANG ANESTESIOLOGI DAN RAWAT INTENSIF
DI BLU RSUD SEMARANG
Oleh :
Andita Dwi Bahana
01.205.4931
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2010
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Andita Dwi Bahana
NIM : 01.205.4931
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Anestesiologi dan Terapi Intensif
Periode Kepaniteraan Klinik : 19 April-01 Mei 2010
Judul Makalah : Penanganan kasus Tenggelam
Diajukan : April 2010
Pembimbing : Dr. Wahyu Hendarto Sp. An
TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN TANGGAL : ………………………..
Mengetahui :
Ketua SMF Anestesiologi dan Rawat
Intensif
BLU RSUD Kota Semarang,
Dr. Purwito Nugroho, Sp. An
PEMBIMBING :
Dr. Wahyu Hendarto, Sp. An
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah
dengan Judul “Penanganan Kasus Tenggelam” ini dapat selesai dengan baik
dan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi syarat Kepaniteraan
Klinik Bidang Anestesiologi dan Rawat Intensif Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sultan Agung Semarang di BLU RSUD Kota Semarang
periode 19 April-01 Mei 2010.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas
bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan referat ini,
kepada :
1. Dr. Abi manyu, M.M., selaku direktur Rumah Sakit Umum daerah Kota
Semarang
2. Dr. Wahyu Hendarto, Sp. An., selaku Ka. Instalasi Anestesiologi dan
Pembimbing Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD
Kota Semarang.
3. Dr. Purwito Nugroho, Sp.An selaku Ka. SMF dan Pembimbing
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan terapi intensif RSUD Kota
Semarang.
4. Dr. Donni Indra Kusuma, Sp. An. Msi. Med, selaku Pembimbing
Kepaniteraan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUD Kota
Semarang.
5. Rekan-rekan Anggota Kepaniteraan Klinik di Bagian Anestesiologi dan
terapi Intensif RSUD Kota Semarang.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya
referat ini dapat menjadi lebih baik, dan berguna bagi semua yang
membacanya.
2
Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak
kesalahan maupun kekurangan dalam makalah ini.
Semarang, April 2010
Penulis
3
TENGGELAM DI AIR LAUT DAN PENANGANANNYA
Andita Dwi Bahana* , Wahyu Hendarto **
ABSTRACT:
Drowning is a situation where there asfiksia causing death by
atmospheric air can not enter into the respiratory tract, because some or all of
the body in the water so that air could not enter the respiratory tract.
Pulmonary heart resuscitation is any medical effort that aims to restore the
cardiovascular and respiratory function, which by some reason experiencing
cardiac arrest and stopped breathing suddenly. Management of patients the
most important sink is the heart lung resuscitation, and should never begin with
pulmonary drainage. In hospitals, therapy aimed at improving so that adequate
ventilation, improving circulation so that adequate, correction fluid and
electrolyte balance and overcome hipotermi.
ABSTRAK:
Tenggelam adalah suatu keadaan dimana terjadi asfiksia yang
menyebabkan kematian akibat udara atmosfer tidak dapat masuk ke dalam
saluran pernapasan, karena sebagian atau seluruh tubuh berada dalam air
sehingga udara tidak mungkin bisa memasuki saluran pernapasan. Resusitasi
Jantung Paru adalah segala bentuk usaha medis yang bertujuan untuk
mengembalikan fungsi kardiovaskuler dan respirasi, yang oleh suatu sebab
mengalami henti jantung dan henti nafas secara mendadak. Penatalaksanaan
pasien tenggelam yang paling penting adalah resusitasi jantung paru, dan
jangan sekali-kali dimulai dengan drainage paru. Di RS, terapi ditujukan untuk
memperbaiki ventilasi sehingga adekuat, memperbaiki sirkulasi sehingga
adekuat, koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit dan mengatasi hipotermi.
Kata kunci : Tenggelam, Resusitasi Jantung Paru
*Co assisten FK Universitas Islam Sultan Agung Semarang
**Dokter Spesialis Anestesiologi BLU RSUD Kota Semarang
4
PENDAHULUAN
Tenggelam adalah suatu keadaan dimana terjadi asfiksia yang
menyebabkan kematian akibat udara atmosfer tidak dapat masuk ke dalam
saluran pernapasan, karena sebagian atau seluruh tubuh berada dalam air
sehingga udara tidak mungkin bisa memasuki saluran pernapasan. Tenggelam
sendiri dapat terjadi pada air tawar maupun air laut Tenggelam merupakan
salah satu kecelakaan yang dapat berujung pada kematian jika terlambat
mendapat pertolongan. Badan Kesehatan Dunia (WHO), mencatat, tahun 2000
di seluruh dunia ada 400.000 kejadian tenggelam tidak sengaja. Artinya, angka
ini menempati urutan kedua setelah kecelakaan lalu lintas. Bahkan Global
Burden of Disease (GBD) menyatakan bahwa angka tersebut sebenarnya lebih
kecil dibanding seluruh kematian akibat tenggelam yang disebabkan oleh
banjir, kecelakaan angkutan air dan bencana lainnya. Ditaksir. selama tahun
2000, 10 persen kematian di seluruh dunia adalah akibat kecelakaan, dan 8
persen akibat tenggelam tidak disengaja (unintentional) yang sebagian besar
terjadi di negara-negara berkembang. 1
Tenggelam merupakan salah satu penyebab kematian paling sering.
Pada dasarnya kematian pada korban yang tenggelam terjadi karena korban
mengalami sumbatan jalan nafas dan hipoksia (kekurangan oksigen) yang
mengakibatkan henti jantung. Karena itu penderita yang tenggelam sedapat
mungkin harus segera dibawa ke permukaan untuk dilakukan Resusitasi
Jantung Paru (RJP). 2
Kita sering melihat di televisi, ketika ada orang yang tenggelam atau
kecelakaan atau mengalami serangan jantung, tiba-tiba orang lain yang melihat
langsung menggenjot dada dan memberikan nafas buatan mulut ke mulut. Hal
ini mungkin tidak ada di Indonesia, orang yang tenggelam bukan malah
diberikan nafas buatan akan tetapi malah memukul perut untuk dikeluarkan
airnya. Tindakan seperti diatas, diluar negeri adalah hal yang umum dan sering
dilakukan, karena sebagian besar penduduk disana sudah diberi pendidikan
untuk melakukan tindakan nafas buatan serta indikasi kapan tindakan tersebut
5
dibutuhkan. Nafas Buatan disebut juga Resusitasi Jantung Paru atau Bantuan
Hidup Dasar atau CPR (CardioPulmonary Resuscitation), merupakan suatu
tindakan kegawatan sederhana tanpa menggunakan alat bertujuan
menyelamatkan nyawa seseorang dalam waktu yang sangat singkat (Rahmad,
2009). 2
TENGGELAM
1. Definisi
Tenggelam adalah kematian yang disebabkan mati lemas
(kekurangan napas) ketika cairan menghalangi kemampuan tubuh untuk
menyerap oksigen dari udara hingga menyebabkan asfiksia. Penyebab
utama kematian adalah hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan henti
jantung. 2
Nyaris tenggelam adalah kondisi bertahan hidup dari peristiwa
tenggelam hingga menyebabkan ketidaksadaran atau paru-paru terisi air
yang bisa mengakibatkan komplikasi sekunder yang serius, termasuk
kematian setelah terjadinya insiden. Kasus hampir tenggelam umumnya
ditangani oleh profesional di bidang kedokteran. 2
Tenggelam sekunder (secondary drowning) adalah kematian akibat
perubahan kimiawi dan biologi pada paru-paru setelah insiden nyaris
tenggelam.2
Berdasarkan jenis air dimana peristiwa tenggelam terjadi, tenggelam
dibagi menjadi:
1. Tenggelam dalam air tawar.
2. Tenggelam dalam air laut. 2
6
.2. Prevalensi
Diseluruh dunia, kasus tenggelam adalah kasus kematian terbanyak
no. 2 dan no. 3 yang menimpa anak-anak dan remaja.Pada umumnya kasus
tenggelam ini sering terjadi di negara-negara yang beriklim panas dan
negara dunia ketiga.Insiden terjadinya kasus tenggelam pada anak-anak ini
berbeda-beda tingkatan pada tiap-tiap negara. Dibandingkan dengan
negara-negara berkembang yang lain reputasi Australia kurang baik, karena
kasus tenggelam di negara ini masuk dalam urutan terbanyak. Tenggelam
merupakan salah satu kecelakaan yang dapat berujung pada kematian jika
terlambat mendapat pertolongan. 3
Badan Kesehatan Dunia (WHO), mencatat, tahun 2000 di seluruh
dunia ada 400.000 kejadian tenggelam tidak sengaja. Artinya, angka ini
menempati urutan kedua setelah kecelakaan lalu lintas. Bahkan Global
Burden of Disease (GBD) menyatakan bahwa angka tersebut sebenarnya
lebih kecil dibanding seluruh kematian akibat tenggelam yang disebabkan
oleh banjir, kecelakaan angkutan air dan bencana lainnya. Ditaksir. selama
tahun 2000, 10 persen kematian di seluruh dunia adalah akibat kecelakaan,
dan 8 persen akibat tenggelam tidak disengaja (unintentional) yang
sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang. 4
Dari catatan itu, Afrika menempati posisi terbanyak kasus
tenggelam di dunia. Dan lebih dari sepertiga kasus terjadi di kawasan
Pasifik. Sementara, Amerika merupakan kawasan yang mengalami kasus
tenggelam terendah. Kejadian di negara berkembang lebih tinggi dibanding
negara maju. Tapi di negara berkembang, seperti Indonesia angka
kejadiannya belum dapat diketahui. 4
3. Patofisiologi
Pada tenggelam di air tawar sejumlah besar air masuk ke dalam
saluran pernapasan hingga ke paru-paru, mengakibatkan perpindahan air
secara cepat melalui dinding alveoli karena tekanan osmotik yang besar dari
7
plasma darah yang hipertonis. Kemudian diabsorbsi ke dalam sirkulasi
dalam waktu yang sangat singkat dan menyebabkan peningkatan volume
darah hingga 30% dalam menit pertama. Akibatnya sangat besar dan
menyebabkan gagal jantung akut karena :Jantung tidak dapat
berkompensasi dengan cepat terhadap volume darah yang sangat besar
(untuk meningkatkan “cardiac output” dengan cukup).Akibat hipotonisitas
plasma darah yang mengalami dilusi, ruptur sel darah merah (hemolisis),
pengeluaran kalium ke dalam plasma (menyebabkan anoksia miokardium
yang hebat). Mekanisme dasar kematian: kematian yang berlangsung cepat
diakibatkan oleh serangan jantung yang seringkali berlangsung dalam 2-3
menit. Pada kasus tenggelam di air laut, cairan yang memasuki paru-paru
memiliki kelarutan sekitar 3% dan bersifat hipertonis. Walaupun terjadi
perpindahan garam-garam, khususnya natrium dan magnesium melalui
membran pulmonum, tetapi tidak terjadi perpindahan cairan yang masif
Kematian timbul umumnya lebih lambat, faktor asfiksia memegang peranan
lebih penting, dengan waktu survival yang lebih panjang.2
Mekanisme tenggelam :
Tanpa aspirasi cairan (atypical atau dry drowning)
Dengan aspirasi cairan (typical atau wet drowning)
Near drowning = kematian terjadi akibat hipoksia ensefalopati atau
perubahan sekunder pada paru.6
1. Tenggelam kering (Dry drowning)
15-20% kematian akibat tenggelam merupakan dry drowning,
yang mana tidak disertai dengan aspirasi cairan. Kematian ini biasanya
terjadi dengan sangat mendadak dan tidak tampak adanya tanda-tanda
perlawanan. Mekanisme kematian yang pasti masih tetap spekulatif. Pada
waktu korban terbenam air, dengan spontan akan berusaha
menyelamatkan diri secara panik dengan disertai berhentinya pernapasan
8
(breath holding) yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba pada
penderita. Ketika air masuk laring, maka terjadi reflek spasme laring
yang kemudian diikuti asfiksia, hipoksia, penurunan kesadaran sehingga
kemudian terjadi cardiac arrest yang kemudian dapat terjadi kematian.
Kurang lebih 10 - 20% dari kasus tenggelam adalah termasuk dalam
golongan ini. Pada waktu otopsi paru-paru, hanya sedikit sekali atau
bahkan tidak ditemukannya air.
Beberapa faktor predisposisi kematian akibat dry drowning :
1. intoksikasi alcohol (mendepresi aktivitas kortikal)
2. penyakit yang telah ada, misal atherosclerosis
3. kejadian tenggelam/terbenam secara tak terduga/mendadak
4. ketakutan atau aktivitas fisik berlebih (peningkatan sirkulasi
katekolamin, disertai kekurangan oksigen, dapat menyebabkan cardiac
arrest.6
2. Tenggelam basah (Wet drowning)
Pada wet drowning mula-mula terjadi spasme laring yang diikuti
asfiksia dan penurunan kesadaran dan secara pasif air masuk kedalam
jalan nafas dan paru-paru sehingga kemudian terjadi cardiac arrest. Pada
waktu otopsi ditemukan air di dalam paru-parunya. Wet drowning juga
terjadi karena aspirasi air sewaktu penderita dalam keadaan megap-
megap dan dengan masuknya air ke dalam paru-paru akan terjadi
kerusakan organ-organ tubuh tersebut. Jika terbenam di sungai dan rawa
yang mengandung tanah, lumpur, dan kotoran lainnya akan memperberat
keadaan. Selain masuk ke dalam paru-paru, air dan kotoran dapat masuk
ke lambung sehingga penderita tersedak dan muntah. Muntahan yang
mengandung asam lambung dapat masuk kembali ke dalam paru-paru
9
sehingga semakin memperberat kerusakan jaringan paru.7 Pada keadaan
hampir tenggelam, sejumlah besar air masuk ke dalam alveoli dan
kemudian akan masuk ke dalam sirkulasi. Terjadilah hemodilusi,
hemolisis, penurunan hematokrit dan volume darah akan bertambah.
Karena terjadi hemolisis,maka kalium darah akan meningkat
(hiperkalemi). Hiperkalemi ditambah beban sirkulasi dan hipoksia
menyebabkan fibrilasi ventrikel yang berakhir dengan kematian. Bila air
yang di aspirasi sangat banyak, maka akan terjadi hemodilusi hebat
sehingga venous return meningkat dan terjadi oedem paru dan seluruh
tubuh.8 Pada korban tenggelam di air dapat menyebabkan surfaktan
menjadi rusak, sehingga tegangan tegangan permukaan alveoli
meningkat dan terjadilah atelektasis. Gangguan keseimbangan ventilasi
dan perfusi akan terjadi, demikian pula comlpliance paru-paru akan
menurun. Tenggelam di air yang dingin dapat menyebabkan komplikasi
hipotermia yang akut.9
3. Near drowning
Korban mengalami hipovolemik akibat perpindahan cairan ke
paru dan jaringan seluruh tubuh. Gejala sisa yang lain, seperti disrimia,
defisit neurologis dan renal, dipercaya merupakan akibat langsung dari
hipoksia dibanding akibat tenggelam.6
4. Komplikasi
Komplikasi utama dari tenggelam adalah tenggelam kedua atau
secondary drowning (tenggelam sekunder adalah kematian akibat
perubahan kimiawi dan biologi pada paru-paru setelah insiden nyaris
tenggelam), yang merupakan Respiratory Distress Syndrome yang sering
terlihat pada penderita tenggelam pada air laut atau tenggelam di air yang
terkena polusi hebat. Biasanya akan diikuti dengan infeksi sekunder, untuk
10
itu sebaiknya semua penderita tenggelam yang mengalami aspirasi dan
hilang kesadaran segera dikirim ke RS yang memiliki peralatan yang
lengkap untuk melakukan pengawasan penderita minimal 24 jam. Penderita
akan dimonitor tanda-tanda vital, analisa gas darah, foto thoraks, serta
terapi yang semestinya. Keadaan ini akan menaikkan survival rate penderita
dibandingkan jika tidak segera dikirim ke RS.5
5. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, penatalaksanaan ditujukan untuk membersihkan
jalan nafas dan memperbaiki ventilasi agar adekuat, mengoreksi
keseimbangan asam basa, dan mengatasi hipotermia. Secara garis besar
dapat dibagi menjadi penatalaksanaan di tempat kejadian dan
penatalaksanaan di RS. 1
1. Penatalaksanaan di tempat kejadian
Pada dasarnya Penatalaksanaan di tempat kejadian yang paling
penting adalah resusitasi kardiopulmoner yang dilakukan dengan benar
pada keadaan yang mendesak tersebut sebagai petolongan pertama.
Bila dijumpai korban tenggelam maka urutan tindakan yang dapat
dilakukan adalah :
Segera pindahkan korban ke daerah yang aman. Hati-hati pada saat
melakukan pertolongan kepada korban, ada kemungkinan korban dapat
menarik penolong karena panik. Selalu usahakan agar kepala, leher dan
punggung korban berada dalam satu garis lurus. Jika mungkin,
letakkan papan pada punggung korban untuk menarik korban ke tepi
atau ke daratan.
Bebaskan jalan nafas (Airway). Pada setiap korban selalu pertama kali
kita lihat apakah ada sumbatan pada saluran jalan napas. Jika ada
tanda-tanda sumbatan segera kita bebaskan dengan menggunakan jari
11
kita (suara mendengkur, atau tidak ada napas sama sekali). Hati-hati
pada korban yang kita curigai patah tulang leher. Pada korban seperti
ini kita dapat membuka jalan napas dengan Jaw Thrust manuver yaitu
dengan mendorong mandibula maju tanpa menggerakkan kepala,
diusahakan kepala, leher, punggung dipertahankan dalam satu garis
lurus. Jika tersedia, segera pasang cervical collar.
Pernapasan buatan dari mulut ke mulut harus segera dilakukan tanpa
menunda waktu, meskipun penderita masih berada di dalam air. Pada
keadaan tempat yang dalam, diusahakan agar kepala penderita berada
di permukaan air agar dapat dilakukan pernapasan dari mulut ke mulut,
sambil menarik penderita ke tempat yang lebih dangkal atau ke darat.
Hal ini dilakukan dengan cara, satu tangan mengangkat kepala dan
tangan korban, tangan yang satunya melingkari dada menarik tubuh ke
atas. Segera setelah korban dibawa ke darat, pernapasan buatan dari
mulut ke mulut harus tetap dilakukan.
Bila nadi tidak teraba atau jantung idak berdenyut dapat segera
dilaksanakan pijat jantung luar. Resusitasi kardiopulmoner ini haru
tetap dilakukan sampai penderita tiba di RS untuk penatalaksanaan
yang lebih sempurna.
Lepaskan baju penderita yang basah, ganti dengan baju yang kering
untuk menghangatkan tubuh korban.
Posisikan penderita dalam posisi mantap, yaitu posisi korban
dimiringkan ke samping dengan tujuan untuk mencegah aspirasi,
dimana muntah biasa terjadi pada ±50% korban yang diresusitasi.
Banyak penulis yang menganjurkan untuk tidak melakukan usaha
pengeluaran air dari paru atau drainage paru, karena justru akan
membuang waktu, tidak efektif, dan membuat muntah, karena ±50%
dari korban-korban tenggelam muntah selama resusitasi.6
12
2. Penatalaksanaan di rumah sakit
Sangat penting untuk mengetahui waktu dan tempat terjadinya
kecelakaan, tindakan-tindakan resusitasi yang telah dilakukan termasuk
lamanya apneu atau asistole, derajat kesadaran, dan apakah bagian kepala
atau leher terkena trauma atau tidak. Tindakan-tindakan yang dilakukan
di RS terutama dilakukan untuk memperbaiki sirkulasi, asidosis,
hipotermia, perlindungan terhadap otak dan terapi yang lain.6
a. Memperbaiki ventilasi
Dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut 6 :
Bebaskan jalan napas : jika korban masih bernapas spontan maka
berikanlah O2 dengan cup masker yang semi rigid. Pada keadaan
13
koma, dapat dilakukan intubasi endotrakheal kemudian dilakukan
ventilasi buatan. Perhatikan pada keadaan yang dicurigai terjadi
patah tulang leher, terlebih dulu pertahankan posisi leher, kepala,
punggung dalam satu garis lurus (diharapkan sudah terpasang
cervical collar). Jika dengan keadaan diatas airway masih terganggu,
pertimbangkan pembebasan jalan napas dengan teknik
cricotoroidostomi atao trakheostomi. 6
Ventilasi mekanik terutama dilakukan untuk pasien dengan
hipoksemia berat dan oedem paru. Teknik ventilasi buatan secara
PEEP (Positive End Expiratory Pressure) akan memperbaiki oedem
paru dan ventilasi, sehingga perfusi diharapkan akan lebih baik. Jika
korban sudah dapat bertoleransi dengan ventilasi mekanik, maka
dapat digunakan gabungan IMV (Intermitten Mandatory
Ventilation) dan PEEP. Pasien yang sadar jarang memerlukan
intubasi, jika dipandang kurang adekuat pernapasannya dapat
dibantu dengan tekanan positif dengan air viva. Pemberian oksigen
lewat PEEP bertujuan untuk meningkatkan PaO2 mencapai 60-80
mmHg. 6
Jika terjadi bronkospasme, dapat diberikan aminofilin 250 mg intra
vena selama 5-15 menit dan obat-obat ß2 adrenergik. 1
b. Memperbaiki sirkulasi
Jika terdapat cardiac output yang rendah, dapat diberikan zat
vasoaktif seperti isoproterenol 0,05-0,1 mg/KgBB/menit atau Dopamin
2-20 mcg/KgBB/menit, sedangkan epinefrin terutama ditujukan untuk
mengatasi keadaan henti jantung. Gangguan kardiovaskuler berupa
aritmia/disritmia terutama disebabkan karena asidosis, hipoksia, dan
gangguan keseimbangan elektrolit, maka dari itu penanggulangan
ditujukan pada koreksi penyebabnya.7
14
Hipoksia diatasi dengan pemberian oksigen, hipotermi diatasi
dengan penghangatan korban. Gangguan elektrolit bermakna jarang
terjadi, maka kita tidak perlu secara rutin memberikan NaCl pada
penderita tenggelam di air tawar. Elektrolit baru diberikan jika terdapat
kelainan elektrolit yang berarti. Penggantian cairan yang tepat dapat
diberikan jika ada fasilitas pengukuran CVP. Transfusi plasma dan
darah dapat diberikan jika hemolisis sangat banyak. 7
c. Memperbaiki asidosis
Jika asidosis yang terjadi sangat berarti, maka dapat diberikan
sodium bikarbonat 50-100 mmol. 8
d. Memperbaiki hipotermi
Jika temperatur dibawah 28°C,mungkin dapat menyebabkan
fibrilasi ventrikel yang spontan dan dapat terjadi koma. Penghangatan
kembali pasien dapat dicapai dengan selimut hangat, humidifikasi gas
yang diinspirasi dan cairan intra vanous yang dipanaskan. Tindakan
yang lebih agresif misalnya dengan lavage peritoneal dengan air
hangat dan kardiopulmoner by pass. 8
e. Perlindungan terhadap otak
Tindakan disini termasuk monitoring ICP, hiperventilasi untuk
mengatur Pa CO2 sampai kira-kira 30 mmHg atau 4 Kpa, perbaiki
hipotermi sampai menjadi normotermi (30 ±1°C), restriksi cairan,
terapi steroid, terapi barbiturat. 8
f. Terapi lain
Secara umum antibiotika tidak perlu diberikan, tetapi jika
didapat tanda-tanda infeksi dapat diberikan antibiotika spektrum luas,
misalnya amoksisilin dan sefalosporin. Antibiotika yang poten
15
terhadap gram negatif dan anaerob misalnya gentamisin dan
metronidazol. 9
Steroid diberikan pada insufisiensi pulmonum dengan dosis 30
mg/KgBB, tapi efektifitasnya belum dibuktikan. Dosis kecil methyl
prednisolon 5 mg/KgBB/24 jam yang terbagi dalam 6 kali sehari,
dapat diberikan untuk mengatasi oedem pulmonum dan oedem cerebri
yang disebabkan akibat hipoksia. 9
g. Pemeriksaan dan Monitoring 9
- X Foto Thorax
Kelainan yang mungkin terdapat yaitu infiltrat dan oedem
pulmonum. Pasien yang masuk rumah sakit dengan foto thorax yang
normal, biasanya dapat hidup dengan terapi yang cukup.
- Elektrolit serum
Secara teoritis, terbenam di air akan menyebabkan elektrolit serum
akan menurun atau hemodilusi. Tapi pada kenyataan perubahan ini
jarang terjadi pada korban tenggelam, karena harus diperlukan
jumlah yang sangat besar yang diaspirasi untuk menimbulkan
perubahan pada konsentrasi elektrolit serum.
- Hemoglobin dan Hematokrit.
Hemokonsentrasi sering mengaburkan adanya anemia.
- Tes hemolisis
Hemoglobin bebas dalam urin
Hemoglobin bebas dalam plasma
16
Kenaikan methemoglobin
- Analisa gas darah
- Elektrokardiogram
- CVP kateter
- Swan-Ganz kateter untuk memonitor tekanan kapiler pulmo
- Monitor tekanan darah 9
6. Prognosis
Pasien yang sadar atau sadar secara ringan pada presentasi mempunyai
kesempatan yang baik untuk bisa pulih sempurna dapat terjadi jika
resusitasi yang baik segera dimulai pada waktu kejadian.
Pasien yang komatose, mereka yang telah jelas dan dilatasi pupil dan tidak
adanya respirasi spontan mempunyai prognosis yang buruk. 9
KESIMPULAN
Telah dibicarakan tentang patofisiologi, penatalaksanaan dan
monitoring serta prognosis dari korban tenggelam. Aspirasi air
menyebabkan hemodilusi, dengan problem-problem patofisiologi yang
menyertai berupa hipoksemia, oedem pulmonum, dan kegagalan sirkulasi.
Penatalaksanaan di tempat kejadian yang paling penting adalah
resusitasi kardiopulmoner, dan jangan sekali-sekali dimulai dengan
drainage paru. Di rumah sakit, terapi ditujukan untuk memperbaiki ventilasi
sehingga adekuat, memperbaiki sirkulasi sehingga adekuat, koreksi
ketidakseimbangan asam basa dan mengatasi hipotermi.
17
Resusitasi harus segera dimulai dan jangan ditunda-tunda, segera
setelah mendapat laporan tentang kecelakaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Safar, P. Resusitasi Jantung Paru Pada Kegawatdaruratan Kardiovaskuler. Juni 2009. Available at http://medlinux.blogspot.com/2009/02/resusitasi-jantung-paru-pada-kegawatan
2. Wikipedia. Tenggelam. Maret 2009. Available at http://id.wikipedia.org/wiki/Tenggelam
3. Sunaryo, Sudirman Syarif. Tenggelam dan cara pertolongannya. Dalam kumpulan nazca lengkap Konas I PCCMI 1982; 261-279.
4. Ap, Bs, H. Ilmu Kedokteran Forensik. FKUI. 1981; 48-50.
5. Ery, dkk. Tenggelam. 2009. Available at http://www.freewebs.com/tenggelam.htm
6. Hoff B. H. Multisystem failure: A review with special reference to drowning. Crit care med. 1979; 7:210.
7. Shoemaker, William C. Drowning and near drowning. In Atext book of critical care W. B Saunder company, Phyladelphia. 1984;39-43.
8. Siregar, Erwin. Tenggelam. Dalam Konas PCCMI 1982; 517-520.
9. Oh. T. E. Near drowning. In Intensive care manual. Butter worths, Sydneys. 1985; 282-285.
18