edisi 01/mei/2014edisi 01/mei/2014 edisi perdana historis makna sebuah nama esai novrianto h sihite...

27
Edisi 01/Mei/2014

Upload: others

Post on 30-Sep-2020

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Page 2: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Edisi Perdana

Historis

Makna Sebuah Nama

Esai

Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu

Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Arjuna Putra Aldino Restoran Versus Warung Makan

Suyatno Permainan Anak di Ambang Modernitas

Kendy Fralinang Membangkitkan Roh Budaya Gotong-Royong

Puisi

Novrianto H Sihite Titik Terang

Kendy Fralinang Balada Si Anak Kampang

Tri Handika Putra Senja

Nicko Mardiansyah Kamu Itu

Julio Hutabarat Puncak refleksi

Page 3: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Historis

Tepat tanggal 3 mei 2014, kami bertemu dalam sebuah kondisi objektif yang

menimbulkan kemandekan pemikiran, kebebalan merancang sebuah strategi untuk merubah

kenyataan yang kita hadapi. Kenyataan yang ada di depan mata sangat memprihatinkan kami

dimana manusia terjebak oleh kemudahan dan kecepatan yang merupakan janji agung

peradaban. Hingga akhirnya nalar kita hanya sekedar ingin mengetahui apa yang terjadi, namun

tak mau mencari mengapa hal itu terjadi. Semua cita-cita bahkan azaz tumbang dan tak mampu

berkata ketika ia di hadapkan pada fenomena yang memang penuh teka-teki itu.

Namun kenyataan tetap harus kita jawab, tanpa mengabaikan cita-cita, keyakinan dan

azaz yang ada dalam genggaman. Kenyataan itu harus kita jawab dengan cara yang tak lagi

jumud, karena kejumudan cara hanya menimbulkan kerumitan pada kenyataan yang hendak kita

rengkuh. Pikiran yang jumud dan konservatif, bukanlah pikiran yang mampu memandang masa

depan dengan cerah, tak mampu menangkap kebaruan aneka peristiwa. Ia tak mampu berkutik di

tengah kenyataan yang pelik. Ia hanya berkutat di dalam lorong-lorong yang gelap nan sempit.

Oleh karena itu, sebagai tanggapan terhadap keyataan yang terjadi itu, kami berkeyakinan

memilih seni sebagai senjata perjuangan. Seni bagi kami adalah tonggak, tonggak yang mampu

memecah kebekuan, kejumudan dan kemandekan.

Dengan segenap kesadaran, kami meyakini bahwa seni bukanlah hal yang terpisah dari

kehidupan, ia lahir dari kehidupan. Maka ia tak mampu diandaikan berjalan sendiri. Ia tetap

memuat nafas kehidupan dimana seni itu lahir. Namun bagi kami, seni tak bisa sekedar di

lahirkan dari kehidupan. Untuk itu, ia harus hadir untuk kehidupan, tentu untuk kehidupan yang

lebih baik. Kelahirannya untuk perubahan, perubahan menuju tata dunia baru, dunia yang adil

dan berperi kemanusiaan.

Page 4: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Makna Sebuah Nama

DIPANTARA, istilah ini diambil dari Kerajaan Singasari, untuk menunjuk menunjuk

wilayah yang berada di antara dua samudra. DIPANTARA pun dimaknai sebagai benteng

pertahanan yang dibangun oleh Singasari. Dalam era Majapahit nama DIPANTARA kemudian

dikenal dengan istilah Nusantara. Arti kedua istilah itu tidak berbeda. Nama DIPANTARA atau

Nusantara ini, menurut Pramoedya Ananta Toer, adalah nama yang seharusnya disandang untuk

negara ini—bukan Indonesia.

Akan tetapi, penggunaan nama DIPANTARA pada jurnal ini, terlepas dari persoalaan

“nama yang seharusnya untuk negara ini”. Nama DIPANTARA dipilih setelah melalui proses

diskursus yang cukup panjang mengenai kebudayaan Indonesia saat ini. Bagi kami, budaya

Indonesia setelah 1965 telah dipegang oleh ‘sekelompok’ intelektual dan budayawan yang justru

menjauhkan budaya dari realitas masyarakat itu sendiri. Kekerasan ’65 menyebabkan budayawan

yang berpihak pada kondisi masyarakat diberangus. Akhirnya, seni dan sastra—sebagai bentuk

paling riil dari kebudayaan—menjadi hanya sekedar soal keindahan saja, tapi terpotong dari

realitas masyarakat. Singkatnya, seni dan sastra menjauh dari bumi, dan berada hanya di langit.

Kondisi ini tentu saja berimplikasi langsung pada pola kebudayaan generasi negeri ini.

Generasi saat ini telah terbiasa mengenal kebudayaan hanyalah sekedar romansa kejayaan dan

nilai filosfis di dalamnya saja. Kebudayaan dipandang sebagai suatu bentuk gagasan yang

terpisah dari kenyataan. Akibatnya, di tengah pergunjingan makna filsofis dan kekaguman

terhadap kebudayaan, sumber kebudayaan itu sendiri telah rusak. Ketidaksadaran bahwa filosofi

kebudayaan tercipta dari pemikiran yang kritis dan sumber materil yang terjaga, membuat

budaya negeri ini menjadi tidak berkepribadian. Hanya kacung negara-negara maju.

Oleh karenanya, dengan melihat kondisi objektif kebudayaan Indonesia saat ini, pada

tanggal 3 Mei 2014 kami memutuskan mendirikan Jurnal Lembar Kebudayaan DIPANTARA.

Maksudnya, agar jurnal ini mampu menjadi suatu benteng terhadap arus yang merusak budaya

kepribadian nasional Indonesia, baik dari luar ataupun dalam negeri. Menjadi benteng di antara

dua himpitan musuh. Selain itu, Lembar Kebudayaan DIPANTARA ini diharapkan mampu

menjadi pionir yang menggalang kembali kekuatan-kekuatan kebudayaan rakyat yang telah lama

terbenam.

Page 5: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

ZAPIN: EKSISTENSI SENI TARI MELAYU

Novrianto H Sihite

“Tari zapin dikembangkan berdasarkan unsur sosial masyarakat dengan ungkapan ekspresi

dan wajah batiniahnya. Tarian ini lahir di lingkungan masyarakat Melayu Riau

yang sarat dengan berbagai tata nilai”

Seni Tari adalah gerak indah dan berirama yang mengandung dua unsur penting: gerak

dan irama. Gerak merupakan gejala primer dan juga bentuk spontan dari kehendak yang terdapat

di dalam jiwa; sementara irama adalah bunyi teratur yang mengiringi gerak tersebut. Gerak

tarian biasanya diinspirasikan dari pengalaman hidup sehari-hari.

Satu tari tradisional Melayu yang sangat mengakar dan populer adalah Tarian Zapin. Tari

ini merupakan satu dari beberapa jenis tarian Melayu yang masih eksis sampai sekarang. Tarian

ini diinspirasikan oleh keturunan Arab yang berasal dari Yaman.

Hal ini dapat dilihat dari perkembangan kreasi tari Zapin yang identik dengan budaya

Melayu maupun dalam hal berpantun. Seniman dan budayawannya mampu membuat seni

tradisinya, tidak mandek tapi penuh dinamika yang selalu dapat diterima dalam setiap keadaan.

Tarian tradisional ini bersifat edukatif dan sekaligus menghibur, digunakan sebagai media

dakwah Islamiyah melalui syair lagu-lagu zapin yang didendangkan.

HISTORISITAS ZAPIN

Zapin merupakan tarian yang dilakukan oleh para mubaligh timur tengah yang datang ke

Nusantara sekitar abad ke-15. Kebanyakan mubaligh arab ini berasal dari Tanah Arab dan Persia.

Tarian Zapin ini berasal dari dialek Yaman yang pada awalnya dikenal dengan nama Zaffana.

Menurut sejarah, tarian Zapin pada mulanya merupakan tarian hiburan di kalangan raja-raja di

istana setelah dibawa dari Yaman oleh para pedagang-pedagang di awal abad ke-16.

Page 6: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Masyarakat Melayu termasuk seniman dan budayawannya memiliki daya kreasi yang

tinggi. Kata “tari” merupakan adaptasi dari bahasa arab yang bermula “tar”, yaitu sebuah nama

alat musik dari timur tengah. Dahulu buku “ Kitab Al-Raqsh Wa’l-zafn” yang bercerita tentang

tarian Islam pertama kali yang memengaruhi kesenian tari Indonesia di daerah Riau. Al-zafn

yang berarti tari zapin tumbuh subur di daerah Riau dan berkembang dimana-mana. Serampang

Dua Belas adalah tarian populer sebagai peninggalan Kerajaan Islam di Riau.

Bentuk tari zapin biasanya bergerak mengikuti alunan musik tradisional yang bergenre

Samrah. Instrumen musik ini bisa pula berupa Biola, Gambus dan Marwas/Marawis. Penari

biasanya menggerakkan kaki ke arah depan dan belakang. Jumlah penarinya tidak ditentukan,

namun biasanya penari dibuat berpasang-pasangan. Satu pasangan terdiri dari dua penari yang

saling berinteraksi melalui gerak tubuh yang berbeda namun berirama dan saling melengkapi.

Sebutan zapin umumnya dijumpai di Sumatera Utara dan Riau, sedangkan di Jambi,

Sumatera Selatan dan Bengkulu menyebutnya dana. Julukan bedana terdapat di Lampung,

sedangkan di Jawa umumnya menyebut zafin. Masyarakat Kalimantan cenderung memberi nama

jepin, di Sulawesi disebut jippeng, dan di Maluku lebih akrab mengenal dengan nama jepen.

Sementara di Nusatenggara dikenal dengan julukan dana-dani.

Zapin adalah khazanah tarian rumpun Melayu yang menghibur sekaligus sarat pesan

agama dan pendidikan. Tari ini memiliki kaidah dan aturan yang tidak boleh diubah namun dari

masa ke masa namun keindahannya tak lekang begitu saja. Nikmati dendang musik dan syairnya

yang legit. Tari zapin dikembangkan berdasarkan unsur sosial masyarakat dengan ungkapan

ekspresi dan wajah batiniahnya. Tarian ini lahir di lingkungan masyarakat Melayu Riau yang

sarat dengan berbagai tata nilai. Tarian indah dengan kekayaan ragam gerak ini awalnya lahir

dari bentuk permainan menggunakan kaki yang dimainkan laki-laki bangsa Arab dan Persia. Tari

Zapin berkembang di Nusantara bersamaan dengan penyebaran agama Islam yang dibawa

pedagang Arab dari Hadramaut.

Tari zapin tertua di Indonesia tercatat ada di Flores, Nusa Tenggara Timur, Ternate dan

Ambon, serta rupanya juga berkembang di Pontianak, Kalimantan dengan sebutan Japin. Di

Indonesia bagian Barat, tari zapin awalnya dikenal di Jambi baru kemudian tumbuh di Riau dan

kepulauan sekitarnya. Awalnya tari zapin hanya ditarikan penari lelaki tetapi namun penari

perempuan juga ditampilkan. Kadang juga tampil penari campuran laki-laki dengan perempuan.

Dahulu tari zapin ditarikan di atas tikar madani dan tikar tersebut tidak boleh bergoyang atau

bergeser sedikitpun sewaktu menarikan tari zapin tersebut.

Page 7: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Gerak dan ritme tari zapin merupakan media utama untuk mengungkapkan ekspresi

penarinya. Darinya Anda dapat meresapi pengalaman kehidupan, peristiwa sejarah, dan keadaan

alam yang menjadi sumber gerak dalam tari zapin.

Di Riau tari zapin awalnya hanya dilakukan penari lelaki dapat mengangkat status

sosialnya di masyarakat. Saat itu penarinya akan menjadi incaran para orang tua untuk

dijodohkan kepada anak perempuannya. Zapin mempertontonkan gerak kaki cepat mengikuti

hentakan pukulan pada gendang kecil yang disebut marwas. Harmoni ritmik instrumennya

semakin merdu dengan alat musik petik gambus. Karena mendapat pengaruh dari Arab, tarian ini

memang terasa bersifat edukatif tanpa menghilangkan sisi hiburan.

Ada sisipan pesan agama dalam syair lagunya. Biasanya dalam tariannya dikisahkan

keseharian hidup masyarakat melayu seperti gerak meniti batang, pinang kotai, pusar belanak

dan lainnya. Anda akan melihat gerak pembuka tariannya berupa gerak membentuk huruf alif

(huruf bahasa Arab) yang melambangkan keagungan Tuhan.

Kostum dan tata rias para penari zapin lelaki mengenakan baju kurung cekak musang dan

seluar, songket, plekat, kopiah, dan bros. Sementara untuk penari perempuan berupa baju kurung

labuh, kain songket, kain samping, selendang tudung manto, anting-anting, kembang goyang,

kalung, serta riasan sanggul lipat pandan dan conget. Tarian zapin merupakan tarian yang

memiliki banyak ragam dan variasi tergantung daerahnya masing-masing.

Zapin Melayu Johor

Tarian ini merupakan sebuah kesenian yang disaring dari kesenian Arab dan ditujukan

sebagai media/ alat dakwah. Tari Zapin Melayu Johor ini tidak hanya dilakukan di rumah-rumah

namun juga di sekitaran Mesjid atau Surau saat merayakan Maulid Nabi. Beberapa jenis Tari

Zapin Johor diantaranya Zapin Pekajang, Zapin Tengelu, Zapin Lenga dan lain-lain.

Zapin Tenglu

Zapin yang satu ini berasal dari Mersing. Tarian ini tercipta dari gerakan para nelayan

yang sering turun ke laut dan menari di atas kapal mengikuti arus ombak. Gerakannya sendiri

mirip orang terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Setelah itu pinggang, tangan, kaki dan bahu

digerakkan secara stop motion dan kembali melanjutkan gerakan kejut.

Zapin Betawi

Merupakan tari zafin yang berkembang di masyarakat betawi yang bukan kalangan

ulama. Tarian ini berlatar lagu-lagu yang tak harus lagu Arab, tariannya pun dipengaruhi oleh

tarian melayu. Tarian ini sering memperlihatkan pola berpasangan, seperti pria dan wanita.

Page 8: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Zapin Melayu

Zapin yang satu ini sangat dipengaruhi oleh budaya Arab. Sifat tariannya yang

menghibur dan edukatif cukup disenangi berbagai kalangan masyarakat melayu, baik dari anak

kecil sampai orang tua, bahkan kakek dan nenek pun senang untuk ikut menggoyangkan badan

bersama. Jenis Tarian ini lebih murni nuansa Arabnya karena menggunakan lagu-lagu yang

berbahasa Arab.

Zapin Bertali

Tarian ini dimainkan di Sanggar Elang Tetak Sedanau, di Kabupaten Natuna, Kepulauan

Riau. Tarian ini dimainkan oleh sepuluh orang dan menghasilkan tarian bersimpul. Butuh

keuletan dan juga ingatan yang tajam untuk mengingat setiap gerakan tarian ini. Sebab, simpulan

tali akan kusut jika gerakan tidak kompak atau para penari lupa akan gerakan yang sudah

terlatih. Tali yang digunakan biasanya akan membentuk sarang laba-laba atau anyaman tikar.

Tari zapin meski sempat diklaim menjadi bagian dari hak milik salah satu negara

tetangga tetapi nyatanya tarian ini telah berkembang sejak dahulu di banyak daerah di Nusantara

dan salah satunya di Riau. Tarian ini tumbuh dalam sejarahnya di beberapa tempat

seperti Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat (Minang Kabau), Lampung,

Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Bengkulu, dan Jakarta (Betawi).

Jenis-jenis tari zapin dikenal banyak sebagai hasil modifikasi seniman tari. Selama tidak

merusak konsep awalnya, inovasi itu tidaklah merusak sebuah karya tari. Jenis-jenis tari yang

dipaparkan disini hanyalah gambaran sebagian besar saja, karena masih banyak lagi,jenis-jenis

tarian zapin yang telah dimodifikasi oleh para seniman tari yang juga tidak kalah indah dan

menawannya.

Page 9: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

OKSIDENTALISME HASAN HANAFI

Bimo Raka Sephano

“Takkan ada gerakan yang revolusioner tanpa teori yang revolusioner dan takkan ada paraktek

yang bersifat saintifik tanpa adanya teori saintifik sebelumnya” (Marxisme-Leninisme dalam

Louis Althusser. 2007:259)

Sebelum beranjak memahami lebih lanjut apa itu Oksidentalisme Hasan Hanafi, alangkah

baiknya kita mengetahui terlebih dahulu latar belakang sosio-kultural beliau. Hasan Hanafi di

lahirkan pada tanggal 13 Februari 1935 di Kairo, Mesir, merupakan salah satu dari sekian doktor

di bidang filsafat kontemporer terkemuka di belahan dunia bagian Timur. Tempaan pendidikan

di Departemen Filsafat Universitas Kairo pada tahun 1952 telah mengantarkan dirinya sebagai

seorang sarjana di bidang filsafat. Kemudian Hanafi melanjutkan pendidikannya ke jenjang post-

graduate di Universitas Sorbonne, Prancis, kurang lebih selama 10 tahun, yaitu 1956-1966.

Disertasi doktornya yang berjudul, “L’Exegess de la Phenomenologue, L’etat Actuel de

la Methode Phenomenologue et son Application au Phenomene Religieux” merupakan karya

yang sangat monumental. Karya setebal 900 halaman itu mendapatkan penghargaan sebagai

penulisan karya ilmiah terbaik di Mesir pada tahun 1961. Inilah sedikit penjelasan tentang

background Hasan Hanafi (Listiyono Santoso, 2010:268).

Latar belakang pemikirannya dimuai ketika Hanafi melihat suatu realitas benturan suatu

peradaban antara peradaban Barat dan Timur yang cukup memeriahkan ‘rimba’ intelektual

khususnya di Negara kita. Mengedepannya tema ini tidak saja berkisar pada tataran politik-

ideologis, melainkan pada tataran yang lebih mendasar lagi yaitu problem epistemologi sebagai

basis pembentukkan peradaban. Selama ini tema tersebut hanya didominasi dengan sebuah

kecurigaan yang bersifat politik-ideologis dimana Barat selalu memposisikan dirinya sebagi

superior dan Timur tidak lebih dari inferior.

Dalam perspektif sejarah terdapat dua alasan munculya kecurigaan Timur atas Barat,

setidak-tidaknya ada dua alasan yang menguatkan munculnya kecurigaan tersebut. Pertama,

tampilnya negara atau bangsa yang berpengaruh di Barat sebagai negara kolonial (penjajah) atas

negara Timur. Eksploitasi fisik, manusia dan alam yang di lakukan secara besar-besaran yang

berlangsung berabad-abad lamanya yang menelorkan sejumlah problem kemanusiaan berupa

perbudakan dan penindasan yang tentu saja tidak cukup mudah untuk dilenyapkan dari sejarah.

Page 10: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Kedua, kolonialisasi tersebut juga memunculkan problem epistemologi yang berbeda

dengan spirit peradaban Timur, yaitu berupa dominasi kesadaran kognitif oleh Barat melalui

penciptaan citra Timur secara negatif.

Secara epistemologi, kolonialisasi adalah suatu ‘proyek’ masyarakat Barat untuk

menciptakan sebuah peradaban yang lebih maju dari pada sebelumnya. Bagi masyarakat Barat

peradaban Timur dianggap sebagai masyarakat yang tak berperadaban, primitif dan masih

didominasi oleh mitos dan takhayul, yang harus diubah melalui semangat modernisasi. Pada

perkembangan selanjutnya, proyek modernisasi tersebut merubah tatanan masyarakat di belahan

dunia bagian Timur yang cenderung terpola dalam bentuk dominasi baru, yaitu bentuk dominasi

kesadaran Eropa atas Timur. Kesadaran yang ditanamkan pada masyarakat Timur secara ekstrim

adalah kesadaran masyarakat modern dengan representasi masyarakat Eropa modern.

Kemudian proyek inilah yang dianggap oleh Hanafi secara politis sebagi bentuk

Westernisasi, sebuah cerminan dari Bratsentrisme atau Europosentrisme yang dipaksakan secara

ideologis dalam ruang kesadaran masyarakat dunia Timur. Pada awalnya westernisasi ditebarkan

melalui kolonialisme fisik, tetapi seiring berkembangnya zaman fenomena westernisasi

ditebarkan dalam bidang ekonomi, politik, pendidikan, dan kebudayaan. Hal ini menurut Edward

Said (dalam Listiyono Santoso 2010:264), terjadi karena Barat menggulirkan ego suprematf

kulturnya melalui Orientalisme yang dibungkus sedemikian rupa secara ilmiah. Orientalisme

merupakan seperangkat kajian ilmiah Barat atas Timur. Sayangnya, hal ini tidak dijadikan

sebagai penentuan pengembangan paradigma dunia Timur, tetapi malah justru menjadikan dunia

Timur sebagai ‘ruang’ eksploitatif bagi kepentingan Barat.

Melalui orientalisme Barat menciptakan sejumlah istilah-istilah yang cenderung stigmatik

atas Timur. Citra negatif dunia Timur dengan terminologi ‘terbelakang’, ‘dunia ketiga’, dan

sebagainya yang terus menerus direproduksi agar ruang kesadaran masyarakat Timur terbebani

dengan citra itu.

Tulisan ini pada dasarnya lebih difokuskan pada karya monumental Hanafi tentang

Oksidentalisme. Terminologi Oksidentalisme yang memiliki kata dasar oksident bararti Barat,

disadari merupakan istilah (ilmu) yang digulirkan oleh Hanafi yang berhadapan dengan

Orientalisme. Oksidentalisme ini terlahir dari realita historis berupa tampilnya superioritas Barat

melalui alat pandangnya atas dunia Timur yang lazim dsebut Orientalisme.

Page 11: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Ikhtiar dasar yang dikembangkan dalam oksidentalisme adalah perlunya melakukan

pembacaan ulang atas berbagai terminologi yang sudah sering digunakan, baik dalam tradisi

klasik maupun modern Barat. Pembacaan ulang ini dapat meruntuhkan otoritas yang selama ini

membelenggu ‘peluang’ pilihan pengetahuan manusia melalui dominasi epistemologi Barat

modern. Dominasi epistemologi Barat pada dasarnya merupakan suatu bentuk ‘pemerkosaan’

atas realitas penulisan sejarah yang mana selalu menguntungkan pihak Barat dan menindas pihak

Timur. Hanafi mejelaskan (2000:37, dalam Listiyono Santoso 2010:292),

“Tugas oksidentalisme disini adalah mengembalikan keseimbangan kebudayaan umat

manusia, menggantikan timbangan yang tidak seimbang yang hanya menguntungkan

kesadaran Eropa dan merugikan kesadaran non-Eropa. Ia bersikap seolah-olah hanya

pihak Baratlah satu-satunya tipe produsen. Ketidakadilan sejarah ini akan tetap

menimpa kebudayaan yang tidak istimewa dalam perjalanannya menuju istimewa.”

Bahkan Hanafi menjelaskan (2000:39, dalam Listiyono Santoso 2010:292-293),

“Oksidentalisme ditugaskan untuk meluruskan istilah-istilah yang mengisyaratkan

eropasentrisme, untuk kemudian dilakukan penulisan ulang atas sejarah dunia dengan

kacamata yang lebih objektif dan netral serta lebih bersikap adil terhadap seluruh

peradaban manusia dalam sejarah dunia.”

Melalui penegasan dan tujuan dari oksidentaisme, Hanafi berusaha untuk mengakhiri

mitos Barat sebagai representasi umat manusia dan sebagai pusat kekuatan. Mitos ini perlu

diakhiri agar dunia Timur mampu melakukan suatu pembebasan yang tidak di hantui oleh

superioritas Barat, suatu pembebasan yang bertumpu pada eksplorasi dan inovasi tradisi sendiri

demi pengungkapan dimensi revolusioner.

Demitologisasi tersebut akan semakin membuka cakrawala kesadaran universal,

bahwasanya sejarah tidak identik dengan sejarah Barat, sejarah manusia bukan sejarah manusia

Barat, dan filsafat tidak hanya filsafat Barat.

Melalui pembacaan ulang atas tradisi inilah oksidentalisme Hanafi menemukan identitas

dirinya sebagai alat untuk membebaskan diri dari semua belenggu dan dominasi Barat atas

Timur. Endingnya adalah, setiap bentuk tradisi akan dipahami sebagai kesetaraan yang berhak

mengakui dirinya sebagai bagian integral dari peradaban universal.

Page 12: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

RESTORAN VERSUS WARUNG MAKAN

Arjuna Putra Aldino

“Eksistensi Restoran dan Warung Makan beserta manusia yang terlibat di dalamnya

adalah eksistensi ideologis atau habitus tertentu. Walaupun persoalan makanan adalah

persoalan selera. Namun selera merupakan bentuk pernyataan serta penegasan

seseorang mengenai posisinya di dalam tatanan sosial”

Jika dilihat secara sepintas antara Restoran dan Warung Makan (bisa Warteg, Warung

Penyetan pinggir jalan, Burjo, dll) sama-sama tempat orang hendak mengisi perutnya dari

gangguan kelaparan, ia sama-sama tempat orang makan. Namun ketika kita membahas Restoran

dan Warung Makan sebagai objek dan produk kebudayaan, maka kedua hal tersebut merupakan

hal yang eksis yang mempunyai makna yang lebih dari sekedar tempat makan. Berawal dari

wujud ruang atau bangunan antara Restoran dan Warung Makan maka kita akan menemukan

perbedaan yang mendasar.

Restoran yang selalu identik dengan bangunan yang megah, menjulang tinggi dan luas

sedangkan Warung Makan yang identik dengan bangunan yang “seadanya”, seperti beratapkan

terpal atau besi seng, dengan tirai bertuliskan nama warung tersebut dan sederet menu bahkan

ada yang menggunakan bekas spanduk caleg, partai, iklan motor dll. Jika kita hendak berkunjung

ke sebuah restoran yang megah nan mewah maka tak mungkin kita hanya mengenakan celana

kolor, kaos oblong dan sandal jepit apalagi bersarung dan mengenakan peci/kopyah. Pastilah kita

harus berpakaian rapi, dan mengenakan parfum.

Restoran dengan gaya bangunan yang megah, dengan segera ia akan mempengaruhi kita

dalam memilih pakaian. Berbeda ketika kita hendak pergi ke Warung Makan, maka tak perlu

ambil pusing perkara fashion. Cukup dengan celana pendek dan baju apapun. Artinya ia

menyeleksi dengan seolah-olah bangunan itu berkata “siapa yang layak masuk”. Karena

bangunan walaupun objek mati namun ia eksis, eksis sebagai simbol kebudayaan tertentu.

Begitu pula dengan isi perabotan yang ada di Restoran dan Warung Makan. Restoran

dengan isi perabotan mewah seperti kursi yang mulus, meja yang mengkilat, hiasan yang seba

kemilau. Sedangkan di Warung Makan, isi perabotan dengan kursi yang hanya dengan

lempengan kayu yang memanjang bahkan ada pula yang hanya lesehan di emperan toko, meja

yang kadangkala membuat sikut bertabrakan dengan sikut orang lain, dan taplak meja yang

lusuh.

Page 13: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Bahkan di Warung Makan, makanan sudah di sajikan di dalam etalase, kita tinggal tunjuk

jari untuk memesan. Tanpa perlu menuliskan menu di sobekan kertas di barengi dengan sapaan

halus pelayan seperti yang terjadi di restoran mewah. Kita bisa memilih makanan secara

langsung dan bersamaan saat pedagang melayani pesanan kita. Tanpa medium dan kekeliruan

pun dapat segera di konfirmasi. Tidak hanya sampai disitu, di dalam Restoran dan Warung

Makan kita akan melihat perbedaan sikap seperti cara makan sampai cara duduk. Di restoran kita

akan melihat orang dengan cara makan dengan sendok/garpu dengan pisau kecil, kunyahan

mulut yang halus serta cara makan yang tertata lainnya dan posisi duduk yang sopan.

Namun ketika kita berada di warung makan, makan dengan tangan kosong atau hanya

dengan satu sendok dan posisi duduk dengan kaki di atas kursi menjadi hal yang lazim. Soal cara

memasak dan cara penyajian pun berbeda antara Restoran dan Warung Makan. Sampai pada cara

pelayanan bahkan apa yang di kenakan oleh si pelayan/pedagang dari fashion sampai cara bicara.

Hal ini menandakan kedua tempat tersebut mempunyai nilai-nilai yang berbeda, yang di yakini

oleh manusia yang terlibat di dalamnya. Semua itu terjadi karena kedua tempat tersebut

mewakili “habitus” yang berbeda pula. Habitus inilah yang membentuk nilai etis dan estetis yang

berlaku di kedua tempat tersebut. Habitus di tentukan oleh posisi sekelompok orang di dalam

kehidupan sosial. Singkat kata ia di tentukan oleh kelas sosial atau basis ekonominya.

Jadi habitus akan berbeda-beda, bergantung pada posisi seseorang dalam kehidupan

sosial. Secara dialektik, jelas struktur kelaslah yang membentuk habitus. Namun seseorang yang

mempunyai posisi yang sama dalam kehidupan sosial cenderung mempunyai kebiasaan yang

sama. Inilah yang selanjutnya disebut Bourdieu sebagai “Logika Ranah”, yakni setiap individu

mempunyai skema mental yang berbeda-beda yang mereka gunakan untuk merasakan,

memahami, dan menilai berdasarkan habitusnya.

Itulah mengapa di dalam Restoran dan Warung Makan mempunyai standar etis (norma)

dan estetis yang berbeda. Habitus berfungsi di bawah tingkat kesadaran dan bahasa, di luar

kemauan subjektif. Meski cara kerja habitus tak di sadari oleh subjek, namun ia terwujud dalam

aktivitas yang paling praktis dalam kehidupan sehari-hari. Atau di dalam bahasa Althusser,

subjek dalam kesehariannya selalu terus menerus mempraktekan tindakan yang bersifat

ideologis, karena inilah yang menjamin bahwa ia lah subjek yang kongkret dan individual.

Ideologi bersifat praksis material, maka ia tercermin dalam laku tindakan.

Page 14: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Bahkan ideologi lah yang menjadikan individu menjadi subjek. Dengan kata lain,

ideologi merupakan pelaksanaan fungsi yang membentuk individu-individu kongkret menjadi

subjek-subjek. Eksistensi Restoran dan Warung Makan beserta manusia yang terlibat di

dalamnya adalah eksistensi ideologis atau habitus tertentu. Walaupun persoalan makanan adalah

persoalan selera. Namun selera merupakan bentuk pernyataan serta penegasan seseorang

mengenai posisinya di dalam tatanan sosial. Melalui selera lah seseorang menggolong-golongkan

objek kultural dan menggolongkan diri mereka sendiri sembari membedakan dirinya dengan

orang lain. Habitus kelas sosial berpengaruh besar dalam membentuk selera. Sehingga Restoran

dan Warung Makan sebagai simbol habitus kelas sosial tertentu cenderung “menempa kesatuan

kelas tanpa sengaja”. Dengan kata lain, kedua tempat tersebut cenderung menjadi tempat

bertemunya subjek-subjek dari habitus yang sama.

Hal yang kerapkali muncul dati pertentangan dua kutub habitus kelas sosial ini, yang

tercermin dalam selera makan (Restoran versus Warung Makan), niscaya akan memunculkan

oposisi biner antara mana yang di anggap budaya tinggi dan budaya rendah. Oposisi biner ini

muncul di karenakan penghuni posisi yang kuat dalam kehidupan sosial akan mempertahankan

dan melindungi kedudukannya atau posisinya dengan cara memberikan derajat yang lebih tinggi

terhadap produk kulturalnya. Mereka mencitrakan dirinya sedemikian rupa, dengan mencitrakan

selera kelasnya sebagai satu-satunya selera yang absah baik dan universal.

Hal ini terjadi di karenakan kelas yang menguasai sumber daya material masyarakat

sekaligus menjadi kekuatan intelektual yang berkuasa. Mereka memiliki kesadaran yang lebih,

sehingga mereka mampu berfikir lebih. Mereka aktif membentuk ilusi-ilusi tentang dirinya dan

kelas sosialnya sebagai sumber utama kehidupan. Seperti berkuasanya Hollywood sebagai

simbol budaya yang banyak di tiru, karena Amerika sebagai penguasa ekonomi dunia. Sementara

kelas yang tidak memiliki atau sedikit memiliki sumber daya material, cenderung bersifat pasif

di karenakan mereka mempunyai sedikit waktu untuk membuat ilusi dan pemikiran tentang diri

mereka sendiri. Waktunya telah di renggut habis oleh kerja materialnya. Pembagian kerja lah

yang memainkan peranan penting dalam hal ini (pembagian kerja mental dan material) serta

faktor hubungan produksi lainnya. Kelas yang berkuasa pastilah akan mempertahankan selera

kelasnya dan menentang selera orang yang berada di kelas yang lebih rendah.

Page 15: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

PERMAINAN ANAK DI AMBANG MODERNITAS

Suyatno

“Permainan modern menjadikan manusia terbius oleh perkembangan teknologi yang

dapat menumpulkan daya kritisnya. Seseorang yang sudah terbius oleh permainan tersebut

akan tenggelam akibat ketidaksadarannya. Maka kemajuan teknologi seperti itu merupakan

sarana penindasan melalui sebuah sistem yang sedang berjalan”

Setiap orang pasti membutuhkan hiburan untuk sekedar refreshing ataupun untuk

melepas kejenuhan. Hiburan yang ada didunia ini telah berbagai macam jenisnya, salah satunya

adalah pemainan (game). Bahkan permainan pun sangat beragam jenisnya, namun hal itu

merupakan suatu aktivitas bagi setiap orang yang dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun

mereka berada. Namun, permainan seringkali dilakukan oleh anak-anak, sehingga banyak orang

yang mengatakan bahwa bermain adalah dunia anak-anak. Waktu yang dimiliki anak-anak

seringkali mereka gunakan untuk bermain.

Menurut Piaget (1962) dalam teori kognitif memandang bahwa saat bermain, anak tidak

belajar sesuatu yang baru, melainkan belajar untuk mempraktekkan keterampilan yang baru

diperoleh. Dengan bermain, seorang anak akan mendapatkan peran yang sangat penting, yaitu

mengembangkan aspek perkembangannya, seperti aspek fisik atau motorik, melalui permainan

motorik kasar dan halus, kemampuan mengontrol anggota tubuh, belajar keseimbangan,

kelincahan, koordinasi mata dan tangan, dan juga aspek sosial emosional dan kognitif. Ini

merupakan suatu manfaat yang dapat diambil dari bermain. Permainan yang dapat melatih

perkembangan anak dapat kita jumpai dalam permainan tradisional.

Pada umumnya permainan tradisional merupakan bentuk warisan dari leluhur yang perlu

kita jaga dan lestarikan. Banyak jenis permainan tradisional yang dulu pernah kita temukan

dalam masyarakat kita (khususnya jawa), salah satunya adalah Benthik, Cublak-Cublak Suweng,

Gatheng, Sunda Manda, egrang, Petak Umpat. Peralatan yang dibutuhkan untuk permainan

tradisional mudah di dapat dan tidak harus mengeluarkan uang untuk membelinya. Peralatan

untuk menunjang jenis-jenis permainan tradisional tersebut dapat ditemukan atau mengambil

dari alam. Sebagai contoh, permainan benthik hanya cukup membutuhkan dua buah batang kayu

silinder dengan panjang yang berbeda.

Satu potong kayu panjangnya sekitar 30 cm dan yang satunya sekitar 7-10 cm.

Sedangkan diameternya sama besar, yaitu sekitar 2-3 cm. Ranting pohon tersebut bisa diambil

Page 16: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

disekitar halaman pekarangan rumah. Cara memainkannya pun mudah, biasanya dilakukan

secara berkelompok dan bersifat kompetitif dengan mengumpulkan poin sebanyak mungkin.

Sebelum permainan dimulai anak-anak membuat lubang di tanah dengan kedalaman 3-4 cm

dengan panjang 7-10 cm.

Dulu di daerah-daerah pedesaan secara khusus masih banyak orang (khususnya anak-

anak) yang memainkan salah satu jenis permainan tradisional. Kini permainan tersebut sudah

mulai tergeser oleh kemajuan teknologi, sehingga semakin sedikit anak-anak yang melakukan

permainan tradisional. Bahkan beberapa anak sudah mulai tidak mengenal jenis-jenis permainan

tradisional, dan lebih mengenal permainan dalam bentuk modern yang semakin ter-difusi.

Hal itu dikarenakan, permainan modern dianggap lebih menarik ketimbang permainan

tradisional, sehingga permainan tradisional pun telah dianggap usang. Salah satu contohnya

adalah Play station (PS), dan Game online. Permainan modern tersebut kini telah diadopsi oleh

masyarakat kita baik itu oleh kalangan anak-anak, remaja maupun dewasa. Dapat kita lihat

dalam kehidupan sehari-hari, tidak sedikit orang yang memainkan permainan modern tersebut.

Hal itu dikarenakan kedua permainan tersebut lebih variatif dan menarik, bahkan dapat membuat

seseorang terlena dan terhipnotis terhadap permainan modern tersebut.

Kalau kita kritisi, bahwa permainan modern itu pada dasarnya tidak melatih

perkembangan anak, seperti konsep bermain yang dikemukakan oleh Piaget. Bahkan permainan

modern tersebut menjadikan manusia terbius oleh teknologi yang dapat menumpulkan daya

kritisnya. Permainan PS maupun game on line secara tidak langsung telah menindas masyarakat

kita, dan menjadikan seseorang individualis dan konsumtif. Selain itu, seseorang yang sudah

terbius oleh permainan tersebut akan tenggelam akibat ketidaksadarannya. Maka kemajuan

teknologi seperti itu merupakan sarana penindasan oleh sebuah sistem yang sedang berjalan.

Walaupun dunia teknologi tidak dapat terelakan perkembangannya, namun pemerintah

perlu bekerjasama dengan pihak industri permainan untuk menciptakan jenis permainan modern

yang bersifat edukatif namun menarik bagi anak-anak. Selain itu, peran orang tua merupakan hal

yang paling penting. Artinya, setiap orang tua harus mengetahui, mengarahkan dan memfasilitasi

setiap jenis permaianan modern yang bersifat edukatif dan menarik.

Page 17: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Permainan modern yang bersifat edukatif ini dapat menunjang perkembangan anak

secara kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sehingga, dunia bermain tetap dapat dinikmati oleh

setiap anak tanpa harus khawatir akan dampak negatif dari kemajuan teknologi. Walaupun,

terdapat berbagai jenis permainan modern yang bersifat edukatif, namun permainan tradisional

pun harus patut kita jaga dan lestarikan. Hal itu disebabkan, karena permainan tradisional

merupakan warisan dari nenek moyang kita.

Untuk menjaga dan melestarikan permainan tradisional perlu adanya proses sosialisasi

dan motivasi dalam ranah pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan yang didapatkan oleh setiap

orang tidak hanya melalui proses pendidikan formal saja, namun harus juga bersifat informal dan

non formal. Kesemua hal tersebut akan terus digali sepanjang hayat hidupnya. Artinya,

sepanjang manusia masih hidup didunia akan terus mengalami proses pembelajaran. Dalam

proses tersebut setiap orang tidak hanya menjadi objek saja, namun juga menjadi subjek.

Selain itu, seorang yang menjadi pendidik harus memposisikan dirinya sebagai fasilitator

dengan menggunakan konsep ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri

handayani. Proses pendidikan tersebut harus mensosialisasikan mengenai budaya permainan

tradisional yang merupakan warisan nenek moyang kita. Dengan menggunakan metode

semenarik mungkin, proses pendidikan tersebut harus memotivasi akan pentingnya pelestarian

permainan tradisional. Baik sosialisasi maupun motivasi, dalam proses pembelajaran setiap

orang diajak secara langsung untuk mempraktekan permainan tradisional tersebut. Dengan

mempraktekan secara langsung lebih mudah dalam memahami cara-cara permainan tradisional.

Page 18: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Membangkitkan Roh Budaya Gotong-Royong

Kendy Fralinang

“Gotong Royong menjadi Roh yang memberi semangat Nasionalisme Indonesia dan menjadi

Jiwa rakyat Indonesia dalam kehidupannya bermasyarakat maupun bernegara. Budaya yang

mengedepankan dan menjunjung tinggi “dipikul dan memikul alam” yang menjadikan

kemufakatan tidak hanya didapatkan manusia tetapi juga selaras dengan alam”

Dari judul yang saya angkat pasti kita bertanya-tanya apa sih pentingnya nasionalisme

bagi kita? Mengapa kita harus membahas nasionalisme? Kenapa kita harus membangkitkan roh

gotong royong? Apalagi dengan kondisi sosial pada zaman sekarang yang sangat apatis, cukup

kerja, cukup makan, bisa memperkaya pikiran agar dapat berbicara lebih dari orang lain mungkin

jauh lebih penting. Ditambah isu yang sangat gencar tentang desentralisasi dan referendum

karena kegagalan fungsi pemerintahan oleh oknum-oknum dipusat.

Pertama kita harus menelaah apa itu nasionalisme, nasionalisme adalah suatu ajaran atau

paham tentang kebangsaan “nation”. Menurut Ernest Renan (1882) bangsa adalah suatu nyawa,

azas-akal yang dahulunya bersama-sama menjalani satu nasib atau satu sejarah dan mempunyai

kemauan, keinginan hidup untuk hidup menjadi satu, bukannya jenis (ras), bukan agama,

bukannya persamaan tubuh bukannya pula batas-batas negeri yang menjadikan “bangsa” itu.1

Sedangkan Otto Bauer bangsa itu adalah persatuan perangai yang terjadi dari persatuan

hal ihwal yang telah dijalani oleh rakyat itu.2

Dari dua tokoh diatas kita lalu mengerti lah apa itu kebangsaan secara umum, terus

Indonesia sendiri memiliki kekhususan sendiri atau tidak? Jawabnya ya. Nasionalisme Indonesia

berbeda dengan nasionalisme Barat, seperti nasionalisme jermania yang dengan “ras aria” yang

menganggap bangsa arya lebih sempurna dari bangsa yang lain dan manganggap bangsa lain

tidak ada, membuat nasionalisme jermania menjadi supra-nasionalisme atau jenggo nasionalisme

atau menjadi chauvinism. Nasionalisme Indonesia itu tidak sama. Ir.Soekarno dalam pidato 1

juni 1945 mengamini perkataan karamchand Ghandi “My Nasionalism Is Humanity”

(nasionalisme saya adalah rasa kemanusiaan).

Yang membuat sebuah perbedaan antara nasionalisme yang hadir di India dan Indonesia,

nasionalisme India karena keinginan mereka bersatu agar kebutuhan mereka tercukupi sendiri

maka dari itu munculah istilah Swadhesi, namun lahirnya nasionalisme di Indonesia yang kaum

kelas atasnya sangat sedikit dan bersifat lokal. Oleh karena itu, nasionalisme Indonesia berbeda

1 Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, hal.3

2 Ibid, hal 3

Page 19: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

dengan nasionalisme India. Nasionalisme Indonesia lahir dari penindasan, Kelaparan,dan

pembodohan yang ditanamkan oleh penjajah. Rakyat Indonesia telah menderita sekian lama

dengan kucuran keringat, darah dan airmata. Oleh karena itu Soekarno menyebutnya bukan

seperti Swadhesinya Mahatma Ghandi di India, tetapi Perjuangan Rakyat Jelata semesta.

Oleh sebab itu dalam pidato 1 juni 1945 Soekarno untuk hasil rapat PPKI tentang dasar

negara Indonesia beliau mengutarakan sebagai negara yang merdeka Indonesia nanti nya

haruslah dibangun diatas sebuah dasar, yang mana dasar itu harus lah lebih besar dari negara ini,

agar setiap suku, setiap faham, setiap agama dapat berdiri diatas nya. Maka beliau mengutarakan

dalam 5 azas atau dasar yang disebut pancasila. Pancasila menjadi filosofi gronslagh bagi setiap

rakyat Indonesia.

Hal pertama yang menjadi dasar yang dikemukakan beliau adalah kebangsaan Indonesia.

Setelah itu yang kedua bahwa kebangsaan kita itu tidak boleh menjadi kebangsaan yang jenggo

maka perlulah adanya perikemanusiaan didalamnya. Kemudian didalam negara ini haruslah

melakukan mekanisme Permusyawaratan. Permusyawaratan tersebut adalah sebuah keputusan

politik maka harus lah untuk rakyat maka keadilan sosial itu harus lah ada dalam dasar ini, yang

kelima negara ini mestilah bertuhan karena beliau bertuhan maka disusunlah Ketuhanan Yang

Maha Esa.

Beliau juga memeras dari 5 sila tersebut menjadi 3 sila yang sebenarnya sama,

kebangsaan dan perikemanusiaan menjadi sosio-nasionalisme, permusyawaratan dan keadilan

sosial menjadi sosio-demokrasi, dan ketuhanan Yang Maha Esa. Ketuhanan disini hendaklah kita

laksanakan dengan berbudaya .

Selain dari Indonesia dijajah senyatanya dari zaman dahulu hingga sekarang ada sebuah

budaya yang merupakan akar kemanusiaaan Indonesia yang lahir dari rahim Ibu pertiwi kita, hal

itu yang mendasari kenapa Soekarno mengamini pendapat mahatma Ghandi, dan hal tersebut

yang membuat Soekarno menolak dengan tegas bahwa dia adalah penemu Pancasila, ”saya

bukan sekali lagi bukan penemu pancasila, saya hanya menggali yang sudah ada yakni Gotong

Royong”.3

Gotong Royong menjadi Roh yang memberi semangat Nasionalisme Indonesia, menjadi

jiwa rakyat Indonesia dalam kehidupannya bermasyarakat mau pun bernegara. Yang menjadi

catatan tebal kita adalah Gotong Royong, jika kita melihat budaya individual yang telah

merasuk ke sebagian besar rakyat Indonesia maka tepatlah kita jikalau harus mencetak tebal kata

gotong royong disetiap bagian hidup kita. Bagaimana bisa kebudayaan yang telah mengakar dan

3 Ir.Soekarno,Dibawah Bendera Revolusi II,

Page 20: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

menjadi tuntunan dalam berkegiatan rakyat Indonesia itu tergusur oleh budaya lain. Budaya yang

mengedepankan dan menjunjung tinggi “dipikul dan memikul alam” yang menjadikan

kemufakatan tidak hanya didapatkan manusia tetapi juga selaras dengan alam.

Dalam bergotong royong kita tidak bahu membahu menaklukkan alam seperti halnya

masyarakat yang hidup dalam empat musim, mereka harus bertahan hidup dalam musim-musim

yang ekstrim oleh sebab itu pada musim yang memungkinkan memperoleh bahan makanan yang

banyak mereka cenderung untuk menaklukkan alam, tidak hanya itu mereka juga harus

berkompetisi dengan sesama manusia dalam upaya untuk mengumpulkan bahan makanan itu.

Sekarang kita melihat ke bangsa kita yang terdiri dari banyak pulau dan kesemua pulau itu dalam

rentang garis khatulistiwa dimana alam sangat bersahabat, panas selalu ada sepanjang tahun,

dengan hasil alam daratan maupun lautan kaya melimpah.

Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal istilah “duduk sama rendah berdiri sama

tinggi” adapun pepatah “ringan sama dijinjing berat sama dipikul” ini merupakan pepatah yang

lahir dalam kehidupan kita, yang mengartikan kehidupan sama rasa sama bahagia. Gotong

royong jika dalam hal pekejaan tercermin dalam cara kerja koperasi. Kita menghimpun modal

secara bersama dan menggarap modal itu secara bersama-sama pula serta hasilnya akan

dibagikan secara adil.

Maka jika Otto Bauer mengatakan kesatuan perangai hal ihwal, hal ihwal itulah gotong

royong. Nasionalisme Indonesia tidak bisa lepas dari jiwanya gotong royong dari sebelum

kemerdekaan hingga saat ini masih relevan untuk digunakan. Jika individualisme dan

kesenjangan sosial yang sangat hebat jurang pemisahnya antara si miskin dan si kaya kita

benturkan dengan gotong royong maka jawabannya pasti hal itu akan hilang dan musnah,

kemudian keadilan sosial yang kita cita-citakan akan menjadi suatu kenyataan. Oleh sebab itu

mari kita hidupkan roh gotong royong bersama-sama front nasional

Page 21: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

TITIK TERANG

Novri Sihite

Sore menjelang petang Aroma senja mulai terasa Gadis-gadis desa menyulut obor Mencipta suasana malam agar benderang Malam telah datang Hening kesunyian mulai meredam Anak-anak mulai bersuci Beristirahat untuk menyambut pagi Fajar mulai menyingsing Diiringi ayam jantan yang mulai berkokok Ketika itu pula mereka terjaga dari lelapnya Diburu oleh ketidakpastian mimpi-mimpi dan harapan Ibu kakak dan adik bersiap-siap untuk berjuang Menyambut hari-hari baru yang selalu datang Terus berjuang ditengah kerumunan Untuk hidup yang kian menyengsarakan Merajut asa demi menyongsong masa depan Bertahan…. Tetap bertahan di tiap tekanan Walau jiwa dan raganya dikorbankan Demi mencapai titik terang untuk penuhi kebutuhan

Page 22: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

BALADA SI ANAK KAMPANG

Kendy Fralinang

Kelaparan dalam harmoni kekenyangan Kelaparan terbuai oleh alunan Aku melihat sahabat ku si abu-abu Berkipas-kipas dengan rupiah Rupiah merah muda 4 angka Ya 4 angka seperti dalam mimpi dan rumusan Kelaparan pikiran dalam simponi kemegahan Kelaparan si anak kampang syair Duduk diatas kursi empuk Terbuai, terbuai, nan terbuai Dahulu kakinya terbenam dalam lumpur Keringat nya bersama kuning bulir padi Ya sahabat ku tak memiliki lagi tanah Tanah telah menjadi sekoper merah 6 angka Satu dua Sembilan sepuluh Sikuning berani kasih 10 angka Sahabatku yang abu-abu tertawa Tak pernah pegang segitu Untuk mekkah untuk roda empat Cukup ya cukup Tong ceng tong ceng sebuah musik Kelaparan sudah lewat Si kuning mandi emas dari dulu Sampai keturunan ketujuh tak akan makan bubur

Dari bayi dalam ayunan emas Emas emas emas bukan mas mas Tak kenal kelaparan dalam suara alam Alam memberi saudara dan sahabat makan Saudara si abu-abu adalah alam Si saudara adalah raja dan anak alam Menjalin sahabat bersama kuning didalam alam Kuning mencari emas dalam perut alam Sahabat bertemu dalam belantara dengan kuning Makan binatang merah jambu karena tak ada kata haram Sahabat si kuning dan saudara si abu- abu beda kenyataan di kota Kota si kuning menjadi raja sahabat pun hanya kuli angkut Kelaparan dalam nyanyian kenyataan Raja di Raja adalah emas Emas warna nya kuning duduk diatas singasana Dibawah singasana adala si abu-abu dan saudaranya Penyangga kaki kaki singasana Tapi tenang saja mereka tertawa Tertawa dalam kelaparan

Page 23: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

SENJA

Tri Handika Putra

Oh…Senja

Dikala mentari meredup

Memudar menunjukan semburatnya

Dengan gagah sinar mu

Menusuk tajam keujung retina

Disaat itulah kegelapan

Datang merambat menyelimuti bumi

Disitulah tercipta keindahan sesaat

Lewat mentari yang bersinar memerah

Diiringi kicau merdu burung-burung

Berterbangan diudara

Dan cahaya rembulan

Mulai tampak sinarnya diiringi menghitamnya langit

Daun-daun pun berterbangan

Tatkala tertiup angin senja

Oh…senja

Disetiap insan yang memandang

Terbuai akan keindahan mu

Dahi mengkerut menggambarkan

Betapa tajam sinar mentari senja

Disela kelelahan jiwa

Menjalani hari-hari yang penuh aktivitas

Demi terwujudnya cita –cita

Dan cinta dimasa depan

Dalam ketidakpastian

Sampai kapan dapat terwujud

Ku tak tahu sungguh aku tak pernah tahu

Dan semoga cahaya senja

Akan dapat mendamaikan jiwanya

Oh… Senja

Jiwa ini tak sanggup tanpa percik sinarmu

Akan gundah hari yang kulalui

Tanpa memandang indahnya sinar mu

Oh…mentari senja

Page 24: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Kamu Itu

Nicko Mardiansyah

Haaa…..

Aku itu…..

Tak tau…..

Tak juga mau

Haaa…..

Tapi kamu…..

Kamu itu…..

Tak mengerti aku

Haaa…..

Siapa kamu…..

Kumau kamu…..

Pandangi aku

Haaa…..

Tapi kamu…..

Kamu itu…..

Haaa….. Ku tak tau

Page 25: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Puncak refleksi

Julio Hutabarat

Aku telah sampai Pada titik puncak ketidakteraruran Refleksi kelelahan Dari sekian banyak penindasan Apa yang sedang dicari? Beristirahat sejenak? Hinggap dalam mimpi Yang menggantung anggun Harapan sirna Termakan terik mentari yang meraja Hilang sembari mentup asa Ada alas di ujung lara Tempat bersandar dari duri tajam Kelam dan buram menyambut pagi Sanggupkah dia menjawab? Terkadang termenung di persimpangan Acuh tak acuh laksana duka Selaksa asa dalam benak Tak urung membuat goyah hati Hinggap lelap disela amarah Turunkan jiwa potensi lepas Sanggup kah dia berlari? Seberkas sinar menyambut teduh Rangkaian lagu kemenangan terlantun Dari terompet kayu ala belanda Berpaling sejenak melambai peradaban Melirik sedikit kearah seberang

Menolak penindasan dan kemunafikan Berkata tegas walau tutur lembut Hanya untuk sebuah anomali? Bersitegang dengan waktu Mencoba mentup ruang ketuaan Yang satu pasti itu tidak mungkin Menindas sungguh haram Lebih jijik dari borok luka yang bernanah Menjanjikan tapi makian di ambang Di pucuk tumpuan andalan Menghindar dari debu yang beterbangan Dari apa untuk apa? Dari siapa untuk siapa? Dari mana? Jadilah yang terjadi Sampai akhirnya nanti pada suatu titik Desir angin diterang rembulan Tak puas hati terkukung jiwa Memaksa tangan memungut kembali Bimbang itu sudah pasti Akhirnya sampai pada konsep terakhir Leher pun jadi imbalan.

Page 26: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

Para Penyumbang Edisi ini

Novrianto H Sihite Adalah Peminat kajian seni melayu, kini aktif dalam

Study Club “DINAMIS” Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

Bimo Raka Sephano Adalah Peminat kajian Komunikasi dan Kebudayaan,

sedang menempuh study di Ilmu Komunikasi Universitas Muhamadiyah

Yogyakarta.

Arjuna Putra Aldino Adalah Peminat kajian sastra dan kebudayaan

kontemporer, sekarang sedang belajar di Universitas Negeri Yogyakarta.

Suyatno Adalah Pengamat Budaya politik dan kajian budaya Nusantara,

sedang menempuh study di Universitas Negeri Yogyakarta.

Kendy Fralinang Adalah Penggiat sastra dan kajian etno-culture, pelopor

komunitas mahasiswa kota singkawang (KOMASI) Yogyakarta.

Tri Handika Putra Adalah Peminat kajian HAM dan Kebudayaan, serta

sastra melayu modern. Kini aktif di Study Club “DINAMIS” Fakultas Hukum

Universitas Islam Indonesia.

Nicko Mardiansyah Adalah Anggota Komunitas Bawah Pohon Filsafat dan

peminat kajian sastra Surealise.

Julio Hutabarat Adalah Peminat kajian Local Wisdom dan aktivis Senat

Mahasiswa UGM.

Page 27: Edisi 01/Mei/2014Edisi 01/Mei/2014 Edisi Perdana Historis Makna Sebuah Nama Esai Novrianto H Sihite Zapin : Eksistensi Seni Tari Melayu Bimo Raka Sephano Oksidentalisme Hassan Hanafi

Edisi 01/Mei/2014

FORUM DISKUSI LKD

Tunggu Kehadirannya..

Info lebih lanjut via Sosial Media

Kontak Redaksi

Kami mengundang anda untuk menulis tentang Kebudayaan, kirimkan

tulisan anda ke alamat redaksi kami ;

Email Redaksi : [email protected]

Sertakan juga riwayat singkat hidup anda. Kami juga menerima karya

dalam bentuk non-tulis seperti Karikatur, Sketsa, Komik Strip atau Ilustrasi

bergambar lainnya.

Kami menerima berbagai pokok bahasan terkait Kebudayaan dalam

berbagai sudut pandang dan aliran. Kami tidak membatasi diri dengan

pokok dan aliran tertentu. Kami sangat terbuka dan menghargai anda

dalam melakukan penciptaan dan eksperimen pemikiran. Untuk mengikuti

aktivitas kami secara On-line, silahkan akses situs website dan media sosial

kami;

Website : www.jurnaldipantara.wordpress.com

Facebook : Lembar Kebudayaan Dipantara

Twitter : @LK_DIPANTARA