ektomikoriza shorea

Upload: artiz

Post on 06-Jul-2018

236 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    1/38

     

    EKTOMIKORIZA PADA Shorea 

    spp. DI KAWASAN HUTAN

    HAURBENTES JASINGA BOGOR

    FAJAR ISLAM SITANGGANG

    DEPARTEMEN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2014

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    2/38

     

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    3/38

     

    PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

    SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* 

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ektomikoriza padaShorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga Bogor adalah benar karya saya

    dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

    kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

    dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

    disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

    skripsi ini.

    Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

    Pertanian Bogor.

    Bogor, Juni 2014

     Fajar Islam Sitanggang NIM G34090019

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    4/38

     

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    5/38

     

    ABSTRAK

    FAJAR ISLAM SITANGGANG. Ektomikoriza pada Shorea spp. di

    Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga Bogor. Dibimbing oleh NAMPIAHSUKARNO dan SRI LISTIYOWATI.

    Shorea spp. merupakan anggota famili Dipterocarpaceae. Shorea spp.

    merupakan tanaman hutan hujan tropis yang bernilai ekonomi penting karena

    kualitas produk kayu dan non kayunya yang tinggi. Cendawan ektomikoriza

    digunakan sebagai pupuk hayati untuk Shorea spp. Penelitian ini bertujuan untuk

    mempelajari morfotipe akar ektomikoriza Shorea spp. dan mengisolasi serta

    mengidentifikasi cendawan ektomikorizanya. Sebanyak enam puluh sampel akar

    diambil dari tegakan Shorea saminis (plot 1) , Shorea palembanica (plot 2), dan

    Shorea stenoptera (plot 3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua tanaman

     berasosiasi dengan cendawan ektomikoriza dengan persentase kolonisasi sekitar60%. Kelimpahan akar ektomikoriza paling banyak ditemukan pada plot 2,

    kemudian diikuti plot 3, dan paling sedikit pada plot 1. Data analisis akar

    menunjukkan bahwa terdapat 5 macam morfotipe utama, yakni irregular pinnate

    cokelat, irregular pinnate hitam, irregular pinnate  perak, monopodial pinnate

    cokelat, dan monopodial pinnate hitam. Irregular pinnate cokelat ialah morfotipe

    dominan dengan persentase sebesar 60.9%. Sebanyak 15 isolat yang memiliki

    morfologi koloni berbeda berhasil diisolasi dari 3 macam morfotipe ektomikoriza,

    yaitu irregular pinnate cokelat, irregular pinnate hitam, dan monopodial pinnate

    cokelat. Seluruh isolat merupakan miselia sterilia. Beberapa cendawan memiliki

    karakteristik miselium khusus dengan membentuk anastomosis hifa dan

    menghasilkan percabangan miselium yang intensif.

    Kata kunci : Anastomosis, miselia sterilia, morfotipe akar ektomikoriza,

     percabangan miselium intensif, Shorea

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    6/38

     

    ABSTRACT

    FAJAR ISLAM SITANGGANG. Ectomycorrhiza of Shorea spp. in

    Haurbentes Research Forest Jasinga Bogor. Supervised by NAMPIAH

    SUKARNO and SRI LISTIYOWATI. 

    Shorea spp. are member of Dipterocarpaceae family. They are tropical

    rainforest plant which have high economic value due to high quality of their

    timber and non-timber products. Ectomycorrhizal fungi had been used as

     biofertilizer for Shorea spp. This research aimed to study the ectomycorrhizal root

    morphotypes, isolation and identification of ectomycorrhizal fungi associated with

    Shorea spp. Sixty ectomycorrhyzal root tip samples were taken from Shorea

     saminis (plot 1) , Shorea palembanica (plot 2), and Shorea stenoptera (plot 3). The

    results showed that all plants associated with ectomycorrhiza, with percentage of

    roots colonization around 60%. The highest abundance of associated root was

    found at plot 2, followed by plot 3, and the lowest was found at plot 1. Data of

    root morphotype analysis indicated that there were 5 major of root tip

    morphotypes. There were brown irregular pinnate, black irregular pinnate, silver

    irregular pinnate, brown monopodial pinnate, and black monopodial pinnate.

    Brown irregular pinnate was the dominant root tips morphotypes with the

    frequency was 60.9%. A total of 15 different isolates were isolated from 3

    ectomycorrhizal root tips morphotypes, e.g. brown irregular pinnate, black

    irregular pinnate, and brown monopodial pinnate. All of the isolates were mycelia

    sterilia. Some of the fungi had special mycelial characteristics by producing

    hyphal anastomosis and produce intensive branching mycelium.

    Keywords: Anastomosis, ectomycorrhyzal root tip morphotype, intensive

     branching mycelium, mycelia sterilia, Shorea. 

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    7/38

     

    Skripsi

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Sains

     padaDepartemen Biologi

    EKTOMIKORIZA PADA Shorea 

    spp. DI KAWASAN HUTANHAURBENTES JASINGA BOGOR

    FAJAR ISLAM SITANGGANG

    DEPARTEMEN BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

    2014

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    8/38

     

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    9/38

     

    Judul Skripsi : Ektomikoriza pada Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes

    Jasinga Bogor

     Nama : Fajar Islam Sitanggang

     NIM : G34090019

    Disetujui oleh

    Dr Ir Nampiah Sukarno

    Pembimbing I

    Dr Sri Listiyowati, MSi

    Pembimbing II

    Diketahui oleh

    Dr Ir Iman Rusmana, MSi

    Ketua Departemen

    Tanggal Lulus:

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    10/38

     

    PRAKATA

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

    dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul

    Ektomikoriza pada Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes. Jasinga Bogor.Kegiatan Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret-September 2013 di

    Laboratorium Mikologi Departemen Biologi IPB.

    Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Nampiah Sukarno selaku

     pembimbing I dan pemberi dana penelitian, Dr. Sri Listiyowati, MSi selaku

     pembimbing II atas bimbingan dan pengarahan yang telah diberikan, dan Hadi

    Sunarso, MSi selaku penguji atas saran dan masukannya. Terima kasih kepada

    Buya, Ibu, serta seluruh keluarga atas segala dukungan baik semangat, materi,

    serta doa selama penulis menempuh pendidikan hingga karya ilmiah ini

    terselesaikan. Ungkapan terima kasih juga ditujukan kepada Ibu Emi, Bapak

    Kusnadi, Bapak Adi, Kak Erwin, Ivan Permana Putra, Sepriyadi Rihi, Nicho

     Nurdebyandaru, Muhammad Ginanjar dan teman-teman Biologi 46 untuk bantuandan kerja samanya.

    Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu

     pengetahuan serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi kita semua.

    Bogor, Juni 2014

     Fajar Islam Sitanggang

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    11/38

     

    DAFTAR ISI 

    DAFTAR ISI ix 

    DAFTAR TABEL x 

    DAFTAR GAMBAR x 

    DAFTAR LAMPIRAN x 

    PENDAHULUAN 1 

    Latar Belakang 1 

    Tujuan Penelitian 2 

    Manfaat Penelitian 2 

    Ruang Lingkup Penelitian 2 

    METODE 2 

    Bahan dan Alat 2

    Pengukuran Kondisi Lingkungan 3

    Koleksi Ektomikoriza dari Kawasan Hutan Haurbentes 3

    Pembersihan Sampel Akar 3

    Identifikasi Morfotipe Ektomikoriza dan Analisis Data 3

    Isolasi Cendawan Ektomikoriza 3

    Pemurnian Isolat Cendawan 4

    Analisis Morfologi 4 

    HASIL DAN PEMBAHASAN 4 

    Hasil 4 

    Kondisi Lingkungan Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga 4

    Analisis Morfotipe Ektomikoriza 5

    Isolasi Ektomikoriza, Pemurnian, dan Analisis Morfologi Isolat Cendawan 6 

    Pembahasan 9 

    SIMPULAN DAN SARAN 12 

    Simpulan 12 

    Saran 12 

    DAFTAR PUSTAKA 13 

    LAMPIRAN 15 

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    12/38

     

    DAFTAR TABEL

    1 Jenis pohon dan kondisi lingkungan pengambilan sampel

    ektomikoriza dari Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes .................... 4 

    2 Persentase kolonisasi ektomikoriza Shorea spp. di Kawasan HutanHaurbentes ....................................................................................................6 

    3 Kelimpahan relatif morfotipe ektomikoriza Shorea spp. di Kawasan

    Hutan Haurbentes (Lampiran 1-5) ................................................................7 

    4 Analisis morfologi mikroskopis dan makroskopis isolat cendawan

    ektomikoriza Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes............................8 

    DAFTAR GAMBAR

    1 Morfotipe ektomikoriza yang berasal dari Kawasan Hutan Haurbentes

    Jasinga: (a)  Irregular pinnate cokelat (b)  Irregular pinnate hitam (c) Irregular pinnate  perak (d)  Monopodial pinnate cokelat (e)

     Monopodial pinnate hitam .............................................................................5 

    2 Ciri mikroskopis isolat cendawan ektomikoriza hasil isolasi: (A)

    P14118a (B) P13211 (C) P14118a (D) P14118a (E dan F) P23157.

    Anastomosis (a), struktur hifa gelap (b), sekat hifa (c), klamidospora

    (d), dan percabangan hifa intensif (e dan f) ..................................................9 

    DAFTAR LAMPIRAN

    1 Jumlah akar irregular pinnate cokelat per plot 15

    2 Jumlah akar irregular pinnate hitam per plot 163 Jumlah akar irregular pinnate perak per plot 17

    4 Jumlah akar monopidial pinnate cokelat per plot 18

    5 Jumlah akar monopodial pinnate hitam per plot 19

    6 Ciri-ciri morfologi koloni isolat cendawan 20

    7 Mikroskopis dan makroskopis isolat cendawan hasil isolasi .................... 1121

    http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827http://e/RESEARCH/Naskah%20Seminar%20&%20Draft%20Skripsi/Draft%20Skripsi%20Masrukhin.docx%23_Toc357122827

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    13/38

     

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Genus Shorea merupakan anggota dari famili Dipterocarpaceae. Anggota

    famili Dipterocarpaceae berjumlah kurang lebih 512 jenis yang termasuk ke

    dalam 16 genus dan 3 subfamili, yakni Dipterocarpaceae, Pakaraimoideae dan

    Monotoideae. Jenis Dipterocarpaceae umumnya berupa pohon menjulang

    (emergent trees) yang pertumbuhannya lambat. Kebanyakan jenis tersebut berupa

     pohon-pohon besar dengan tajuk yang sangat dominan (Al Rasyid et al . 1991).

    Sebagian besar dari jenis Dipterocarpaceae terdapat pada daerah beriklim

     basah, memiliki kelembapan tinggi, memiliki ketinggian tempat 0  –   800 m dpl,

    serta curah hujan di atas 2.000 mm/th dengan rentang musim kemarau yang

     pendek. Jenis yang mampu tumbuh di ketinggian tempat di atas 800 m dpl sangat

    sedikit, di antaranya adalah anggota dari genus Shorea, Dipterocarpus dan Vatica. 

    (Al Rasyid et al. 1991).Sebagian besar Dipterocarpaceae menyukai hidup di tanah yang kering,

    masam, dan liat, meskipun sebagian kecil di antaranya dapat tumbuh di tanah

    dengan kondisi berkapur, berpasir, dan gambut. Pada kondisi tanah asam,

    Dipterocarpaceae seringkali berasosiasi dengan cendawan membentuk

    ektomikoriza sebagai cara bertahan hidup di lingkungan cekaman asam (Fajri

    2008)

    Ektomikoriza merupakan simbiosis mutualisme antara cendawan

    ektomikoriza dengan akar tumbuhan (Brundrett 2004). Simbiosis ektomikoriza

    dicirikan dengan terbentuk struktur tubuh buah jamur di luar akar, jalinan hifa

    yang menyelubungi akar tanaman (mantel), hifa eksternal untuk mengeksplorasi

    tanah yang berfungsi sebagai perpanjangan akar, dan jaringan hartig padaepidermis maupun korteks akar (Olsson et al . 2000). Pembentukan struktur ini

    menyebabkan bentuk akar menjadi khas, yakni pendek, menebal, dan memiliki

    warna yang berbeda karena diselubungi hifa atau mantel cendawan (Brundrett et

    al . 1996).

    Ektomikoriza berperan penting dalam memacu pertumbuhan inang, di

    antaranya karena hifa eksternal berfungsi meningkatkan penyerapan unsur hara

    dan air untuk tanaman sehingga meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan

    defisiensi hara. Selain itu, jaringan hifa mantel meningkatkan ketahanan tanaman

    terhadap serangan patogen (Smith dan Read 1997). Cendawan ektomikoriza

    memperoleh unsur karbon hasil fotosintesis tumbuhan inang dari proses

     pertukaran nutrisi antara cendawan dan tumbuhan inang di jaringan hartig (Smithdan Read 1997).

    Ektomikoriza pada Shorea spp. ditemukan di hutan-hutan tropis di banyak

    negara. Amornpitak et al (2006) melaporkan keberadaan asiosiasi Theleporaceae 

    sp. pada Shorea farinosa, Tomentella  sp. pada Shorea roxburghii  dan  Shorea

     guiso, Scleroderma bovista  pada S. roxburghii,  dan  Lepiota sp.  pada Shorea

    obtusa  di hutan Thailand. Sedangkan Nuhamara (1987) melaporkan keberadaan

    cendawan ektomikoriza pada Shorea javanica  yaitu  Amanita hemibapha,

    Cantharellus cibarius, Russula sp. , Lactarius spp. , dan Scleroderma sp.

    Identifikasi cendawan ektomikoriza dapat dilakukan melalui pendekatan

    morfologi. Ektomikoriza menghasilkan struktur yang bersifat khas sebagai hasil

     perkembangan dan adaptasi cendawan ektomikoriza dengan tumbuhan inangnya,

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    14/38

     

    sehingga struktur ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi morfotipenya

    (Agerer 1996).

    Ektomikoriza dapat digunakan sebagai pupuk hayati. Penelitian

    Martiningsih (2000) menunjukkan perlakuan ektomikoriza  Pisolitus sp. terhadap

    Shorea sp. memiliki perbedaan positif yang signifikan terhadap parameter pertumbuhan, seperti tinggi tajuk, diameter batang, berat basah, dan nisbah pucuk

    akar. Namun, penggunaan ektomikoriza sebagai pupuk hayati untuk tanaman

    Shorea di Indonesia belum maksimal. Hal ini karena biologi ektomikoriza

    termasuk keragaman jenis cendawan ektomikoriza, dan keragaman morfotipe

     pada tanaman Dipeterocarpaceae belum dipelajari dengan baik, termasuk di

    Kawasan Hutan Haurbentes. Oleh karena itu biologi ektomikoriza

    Dipterocarpaceae di Kawasan Hutan Haurbentes perlu dipelajari.

    Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang penelitian, rumusan masalah yang akan

    digunakan pada penelitian ini yaitu masih sedikit penelitian yang melaporkantentang data biologi ektomikoriza termasuk keragaman jenis cendawan

    ektomikoriza, dan keragaman morfotipe ektomikoriza pada tanaman

    Dipeterocarpaceae terutama di Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga Bogor.

    Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfotipe ektomikoriza pada

    Dipterocarpaceae  khususnya Shorea,  mengisolasi dan mengkarakterisasi

    cendawan ektomikoriza melalui analisis morfologi.

    Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data mengenai keragamancendawan ektomikoriza dan keragaman morfotipe ektomikoriza pada tanaman

    Dipeterocarpaceae. Data tersebut dapat digunakan sebagai bahan untuk penelitianlanjutan mengenai ektomikoriza pada Dipterocarpaceae di Kawasan Hutan

    Haurbentes.

    Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup penelitian ini mencakup analisis morfotipe ektomikoriza,

     persentase kolonisasi masing-masing morfotipe pada setiap plot dan kelimpahan

    relatif morfotipe pada setiap plot. Adapun cakupan yang lain yaitu mengisolasi

    cendawan ektomikoriza dan mengkarakterisasinya secara makroskopis maupun

    mikroskopis.

    METODE

    Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan adalah sampel akar Shorea yang bersimbiosis dan

    yang tidak bersimbiosis dengan cendawan ektomikoriza yang diperoleh dari

    Kawasan Hutan Haurbentes, dan medium  Modified Merlin Nokrans (MMN).

    Alat – alat yang digunakan ialah autoklaf, inkubator,  Laminar Air Flow Cabinet ,

    mikroskop stereo, mikroskop cahaya, tabung 1.5 mL, dan peralatan laboratorium

    lain yang umum digunakan.

    2

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    15/38

     

    Pengukuran Kondisi Lingkungan

    Parameter yang diukur pada lokasi pengambilan sampel meliputi suhu,

    kelembapan, dan intensitas cahaya.

    Koleksi Ektomikoriza dari Kawasan Hutan Haurbentes JasingaPengambilan sampel dilakukan dengan membuat plot berukuran 20 m x 20

    m sebanyak 3 ulangan. Sebanyak 5 pohon Dipterocarpaceae dipilih secara acak

    dari setiap plot, kemudian pada masing-masing pohon ditentukan 4 titik

     pengambilan akar. Pengambilan akar dilakukan dengan metode perunutan akar.

    Sampel akar diambil dengan menggali akar utama sampai mendapat akar yang

    memiliki struktur ektomikoriza. Sampel akar yang diambil kemudian dimasukkan

    ke dalam wadah plastik dan diberi keterangan tiap plot pengambilan dan

    ulangannya sebagai identitas sampel.

    Pembersihan Sampel Akar

    Sampel akar diletakkan pada saringan plastik dan dicuci menggunakan airmengalir. Akar dipisahkan dari tanah dan dibersihkan dengan menggunakan kuas.

    Akar yang sudah dicuci dibagi ke dalam dua bagian, yaitu untuk analisis

    morfotipe dan isolasi cendawan.

    Identifikasi Morfotipe Ektomikoriza dan Analisis Data

    Analisis data morfotipe dihitung dengan metode grid line berukuran 1x1 cm,

    yaitu akar dipotong dengan ukuran 1 cm kemudian disebar secara acak ke dalam

    cawan  grid line. Selanjutnya potongan akar yang sudah tersebar secara acak

    tersebut diamati dengan mikroskop stereo dan mikroskop cahaya, kemudian difoto

    dan dicatat. Sampel akar yang diketahui memiliki struktur ektomikoriza kemudian

    sebagian disimpan dalam formaldehid: asam asetat: alkohol= 1: 0.5: 5 (FAA).

    Masing-masing  morfotipe kemudian dihitung. Persentase kolonisasi (K) dan

    kelimpahan relatif (KR) dihitung dengan menggunakan rumus:

    K = 

     x 100%

    KR = 

       x 100%

    Isolasi Cendawan Ektomikoriza

    Isolasi cendawan ektomikoriza merujuk pada metode  Brundrett et al. (1996). Akar tumbuhan Dipterocarpaceae yang terkolonisasi cendawan

    ektomikoriza dipotong-potong dengan ukuran sekitar 0.5 cm sebanyak sepuluh

     potong untuk tiap morfotipe pada masing-masing sampel. Potongan akar

    kemudian disterilisasi permukaannya dengan diawali perendaman dalam air steril

    selama 15 menit sebanyak tiga kali. Akar kemudian direndam dalam etanol 75%

    selama 10 menit, direndam kembali dalam air steril selama 10 menit, direndam

    dalam larutan natrium hipoklorit (NaOCl) 1% selama 30 detik. Selanjutnya akar

    direndam kembali dengan air steril selama 5 menit dan dikeringkan dengan kertas

    tisu steril. Potongan akar kemudian diletakkan pada cawan berisi medium MMN

    steril yang mengandung antibiotik chloramphenicol (500 mg/liter), selanjutnya

    cawan diinkubasi pada suhu ruang hingga tumbuh hifa cendawan.

    3

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    16/38

     

    Pemurnian Isolat Cendawan

    Hifa cendawan yang tumbuh dari akar Dipterocarpaceae, dimurnikan pada

    medium MMN yang mengandung antibiotik chloramphenicol   hingga diperoleh

    kultur murni cendawan.

    Analisis Morfologi

    Pengamatan morfologi terhadap cendawan dilakukan menggunakan

    metode Riddle (1950), yaitu menumbuhkan cendawan pada potongan MMN yang

    diletakkan pada bagian tengah kaca objek steril. Kaca objek yang telah diberi kaca

     penutup dimasukkan ke dalam cawan petri steril yang mengandung kertas saring

    steril yang lembap dan diinkubasi selama 15-30 hari. Kaca penutup yang

    ditumbuhi cendawan dipindahkan ke kaca objek steril yang telah ditetesi larutan

     shears. Morfologi cendawan diamati dengan mikroskop cahaya pada perbesaran

    400 dan 1000 kali.

    HASIL DAN PEMBAHASAN 

    Hasil

    Kondisi Lingkungan Kawasan Hutan Haurbentes JasingaSuhu rata-rata seluruh plot pada saat pengambilan sampel adalah 29.7oC

    dengan suhu terendah adalah 28.4oC dan suhu tertinggi 31.2oC (Tabel 1).

    Tabel 1 Jenis pohon dan kondisi lingkungan pengambilan sampel ektomikoriza

    dari Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes

    Plot  Jenis Pohon  Intensitas Cahaya (Lux) Kelembapan 

    (%) 

    Suhu 

    (o

     C)  p1.1  Shorea saminis  352  65.2  29.6 

     p1.2  S.saminis  412  66.3  29.6 

     p1.3  S.saminis  355  69.1  29.6 

     p1.4  S.saminis  374  67.3  29.3 

     p1.5  S.saminis  360  66.2  29.1 

    Rentang  352-412  65.2-69.1  29.1-29.6 

     p2.1  Shorea palembanica  286  66.3  30.2 

     p2.2  S. palembanica  325  66.2  29.9 

     p2.3  S. palembanica  238  67.9  29.3 

     p2.4  S. palembanica  283  67.6  29.7  p2.5  S. palembanica  257  65.3  29.4 

    Rentang  238-325  65.3-67.9  29.3-30.2 

     p3.1  Shorea stenoptera  752  70.9  28.4 

     p3.2  S. stenoptera  850  72.2  28.4 

     p3.3  S. stenoptera  519  66.1  30.5 

     p3.4  S. stenoptera  461  67.3  31.1 

     p3.5  S. stenoptera  720  67.5  31.2 

    Rentang  461-850  66.1-72.2  28.4-31.2 

    4

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    17/38

     

    Pemilihan pohon dilakukan secara acak sesuai pemilihan tempat plot.

    Sampel akar diambil dari 3 jenis Shorea, yakni S. saminis, S. palembanica, dan S.

     stenoptera Burck . Masing-masing plot memiliki faktor kondisi lingkungan yang

     berbeda. Plot 3 memiliki intensitas paparan cahaya yang paling tinggi, sedangkan

     plot 2 memiliki intensitas paparan cahaya paling rendah. Kelembapan tertinggiterdapat pada plot 3, sedangkan kelembapan terendah pada plot 1.

    Analisis Morfotipe EktomikorizaMorfologi ektomikoriza berdasarkan Colour Atlas of Ectomycorrhizae 

    (Agerer 1996), menunjukkan bahwa potongan akar yang berasal dari tiga plot

     pengamatan tergolong ke dalam 5 tipe percabangan morfotipe utama, yaitu

    irregular pinnate hitam , irregular pinnate cokelat, irregular pinnate  perak,

    monopodial   pinnate cokelat , dan monopodial   pinnate hitam (Gambar 1).

    Gambar 1 Morfotipe ektomikoriza yang berasal dari Kawasan Hutan Haurbentes

    Jasinga: (a) Irregular pinnate cokelat (b) Irregular pinnate hitam, (c)

     Irregular pinnate  perak, (d)  Monopodial    pinnate cokelat, (e)

     Monopodial   pinnate hitam.

    Persentase kolonisasi cendawan ektomikoriza pada seluruh sampel

    ditemukan kurang dari 60%, sehingga akar yang tidak terkolonisasi memiliki

     porsi yang lebih kecil pada perakaran. Masing-masing plot memiliki persentasekolonisasi yang berbeda. Persentase kolonisasi tertinggi ditemukan pada plot 3

    (59,5%), diikuti plot 2 (53,7%), dan plot 1 (49,4%).

    Persentase kolonisasi pada masing-masing plot menunjukkan komposisi

    morfotipe yang berbeda. Persentase kolonisasi morfotipe pada plot 1 dan 2

    memiliki pola urutan yang serupa, yakni irregular pinnate cokelat sebagai

    morfotipe dengan persentase kolonisasi tertinggi (37,5% dan 36,6%), diikuti

    dengan irregular pinnate hitam, monopodial pinnate cokelat, dan irregular

     pinnate perak. Morfotipe monopodial pinnate hitam tidak ditemukan pada plot 1

    dan 2, hanya ditemukan pada plot 3 (Tabel 2)

    5

    a  b

    ed

    c

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    18/38

     

    Tabel 2 Persentase kolonisasi ektomikoriza Shorea spp. di Kawasan Hutan

    Haurbentes

    Sebanyak 2211 potong akar ektomikoriza berhasil diamati dari 60 sampel

    yang berasal dari tiga plot pengamatan. Jumlah akar ektomikoriza paling banyak

    terdapat pada plot pengamatan 2 dan jumlah ektomikoriza yang paling sedikit

    terdapat pada plot 1 (Tabel 3). Morfotipe  Irregular pinnate cokelat memilikikelimpahan relatif tertinggi yaitu sebesar 60.9% (1347 potong akar). Sedangkan

    morfotipe dengan kelimpahan relatif terendah yaitu monopodial   hitam sebesar

    0.7% (16 potong akar) (Tabel 3). Kelimpahan relatif morfotipe pada masing-

    masing plot memiliki pola yang serupa dengan persentase kolonisasinya.

    Tabel 3 Kelimpahan relatif morfotipe ektomikoriza Shorea spp. di Kawasan

    Hutan Haurbentes (Lampiran 1-5)

    MorfotipeJumlah (potong)  Kelimpahan

    Relatif (%)Plot 1 Plot 2 Plot 3 Total

     Irregular pinnate

    cokelat 423 489 435 1347 60.9 Irregular pinnate

    hitam108 329 206 643 29.0

     Irregular pinnate

     perak19 2 8 29 1.3

     Monopodial  cokelat 49 29 98 176 7.9

     Monopodial  hitam 0 0 16 16 0.7

    Total 599 849 763 2211 100

    Isolasi Ektomikoriza, Pemurnian, dan Analisis Morfologi Isolat Cendawan

    Tingkat pertumbuhan hifa cendawan ektomikoriza dari akar yangterkolonisasi pada medium sintetis sangat rendah (3.5%), begitu pula tingkat

    keberhasilan pemurniannya, sehingga hanya diperoleh 15 isolat cendawan

    (Lampiran 7). Hasil pengamatan menunjukkan, cendawan yang diperoleh

    memiliki ciri-ciri makroskopis yang berbeda, namun keseluruhan isolat

    merupakan cendawan yang tidak bersporulasi (mycelia sterilia)  (Tabel 4).

    Karakterisasi koloni cendawan mengacu pada Lampiran 6.

    Pengamatan mikroskopis menunjukkan masing-masing isolat memiliki ciri

    yang berbeda, namun sebagian besar memiliki hifa gelap, septat (bersekat),

    membentuk klamidospora dan membentuk jembatan antar hifa (anastomosis).

    Beberapa di antara isolat cendawan memiliki struktur percabangan hifa intensif

    (Tabel 4, Gambar 2, Lampiran 7).

    MorfotipePersentase Kolonisasi Per plot (%)

    1 2 3 Irregular pinnate cokelat 37.5 36.6 29.3

     Irregular pinnate hitam 7.4 14.8 21.3

     Irregular pinnate perak 0.9 0.3 0.3

     Monopodial  cokelat 3.7 2.0 6.4

     Monopodial  hitam 0 0 2.2

    Total 49.5 53.7 59.5

    6

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    19/38

     

    KodeIsolat

    MorfotipeAkar

    Diameter30 hari

    (mm)

    BentukKoloni

    WarnaKoloni Elevasi

    KoloniTeksturKoloni

    MiseliumTepianKoloni

    Efek padaMedium

    Ciri-ciriMikroskopis

    HifaPermukaan

    Medium

    Bawah

    Medium

    P113(22)

     Irregular Pinnate

    Hitam

    20  Rhizoid Cream Cream Flat Felty Immersed Filiform - 

    Bersekat,

    membentukanastomosis dan

    klamidospora

    P123

    (27)

     Irregular

     Pinnatecokelat

    16 CircularHijau

    kecokelatan

    Hijau

    Kecokelatan Raised Cottony Aerial Filiform -

    Gelap bersekat,

    membentukanastomosis

    P123

    (28)

     Monopodial  

     PinnateCokelat

    30  IrregularPutih

    kecokelatan

    Putih dengan

    lingkaranCokelat

     Flat

     Felty 

    denganstruktur

    gumpalanhifa

    menyerupaitubuh buah

     Immersed Undulate -

    Bersekat,

    membentukanastomosis

    P123(29)

     Irregular

     Pinnatecokelat

    12  Irregular

    Cokelatkejinggaan

    dengangumpalan

    hifa putih

    Cokelatkejinggaan

     Flat Velvety

     Aerial  

    dan Immersed  

     FiliformBerwarna

    Jingga

    Bersekat,membentuk

    anastomosis, danstruktur hifa gelap

     bulat bertumpuk

    P132

    (11)

     Monopodial  

     PinnateCokelat

    15 Circular Hijau-cokelat Hijau-cokelat Raised – convex

    Cottony Aerial Filiform -

    Gelap bersekat,

    membentukanastomosis

    P133(24)

     Irregular

     Pinnate

    Hitam

    13  Filamentous Hijau-cokelat Hijau-cokelat  Raised Cottony Aerial Filiform -

    Gelap bersekat,

    membentukanastomosis dan

    struktur gumpalan.

    P141

    (18A)

     Irregular Pinnate

    Cokelat

    21  Filamentous Putih-Cream  Putih  Flat Felty Immersed Filiform -

    Gelap bersekat,membentuk

    anastomosis,

    klamidospora

    P141(18B)

     Irregular

     PinnateCokelat

    23  Irregular

    Putih dengan

    lingkaranabu-abu

    terang

    Putih  Flat Felty Immersed Undulate -

    Gelap bersekat,

    membentukklamidospora

    Tabel 4 Analisis morfologi mikroskopis dan makroskopis isolat cendawan ektomikoriza Shorea spp. Kawasan Hutan Haurbentes

     7  

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    20/38

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    21/38

     

    Kode

    IsolatMorfotipe

    Akar

    Diameter

    30 hari(mm)

    BentukKoloni

    WarnaKoloni Elevasi

    KoloniTeksturKoloni

    MiseliumTepianKoloni

    Efek

     padaMedium

    Ciri-ciri MikroskopisHifaPermukaan

    Medium

    Bawah

    Medium

    P141(18C)

     Irregular

     PinnateCokelat

    16Circular- Rhizoid

    Putih

    dengan hifacokelat

    Putih-hijau

     Flat Felty Immersed Filiform -

    Gelap bersekat,

    membentukklamidospora

    P223(7)

     Monopodial  

     PinnateCokelat

    15 Circular Hijau-cokelat Hijau-cokelat  Raised-convex Cottony Aerial Filiform -

    Gelap bersekat,

    membentukanastomosis

    P223

    (87)

     Irregular Pinnate

    Cokelat

    12 Circular

    Kuningkehijauan

    dengantepian putih

    Putih Crateriform Felty Immersed Entire -Bersekat, membentuk

    anastomosis dan

    klamidospora

    P231(57)

     Irregular Pinnate

    Hitam

    13  Irregular

    Hitam-hijau

    dengan bintik

    cokelat

    Hitam  Flat Felty Immersed Undulate -

    Gelap bersekat,membentuk

    anastomosis,klamidospora, dan

    struktur percabanganhifa intensif

    P312

    (62)

     Irregular Pinnate

    Cokelat

    18  Irregular

    Abu-abu

    gelapdengan

    gumpalanhifa putih

    Hitam  Flat Velvety Immersed

    dan

     Aerial

    Undulate -

    Bersekat, membentuk

    struktur hifa gelapmemanjang,

    anastomosis, danklamidospora

    P312

    (63)

     Monopodial   Pinnate

    Cokelat

    25  Filamentous Putih Putih  Flat Felty Immersed Filiform -Bersekat, membentuk

    anastomosis dan

    klamidospora

    P353

    (105)

     Irregular

     Pinnate

    Cokelat

    17  Irregular

    Hitam-hijau

    dengan

     bintikcokelat

    Hitam  Flat Felty Immersed Undulate -

    Gelap bersekat,membentuk

    anastomosis,

    klamidospora, danstruktur percabangan

    hifa intensif

    Tabel 4 Lanjutan Analisis morfologi mikroskopis dan makroskopis isolat cendawan ektomikoriza Shorea spp. Kawasan Hutan Haurbentes

     8  

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    22/38

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    23/38

     

    Pembahasan

    Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga merupakan hutan hujan tropis dataran

    rendah (250 m dpl). Kawasan ini memiliki curah hujan rata-rata sebesar 4276 mm

     per tahun. Jenis tanah yang mendominasi ialah podsolik merah kuning, regosol,

    dan acid brown forest soil. Sebanyak 13 jenis Shorea,  5 jenis  Hopea, 2 jenis

     Dipterocarpus, dan 1 jenis Anisoptera telah ditanam di Haurbentes sampai dengan

    tahun 1997, seluruhnya telah beradaptasi yang ditandai dengan telah terjadinya

    regenerasi secara alami (Balitbanghut 2007). Pohon-pohon S. stenoptera diHaurbentes tumbuh dari benih yang berasal dari Pontianak, Kalimantan Barat

    sekitar 40 tahun yang lalu (Suzuki dan Gadrinab 1989).

    Hasil karakterisasi morfologi ektomikoriza berdasarkan Colour Atlas of

     Ectomycorrhizae  (Agerer 1996), menunjukkan bahwa ke-2211 potong akar

    tergolong ke dalam 5 tipe ramifikasi morfotipe utama, yaitu irregular pinnate

    hitam , irregular pinnate cokelat, irregular pinnate  perak, monopodial   pinnate

    cokelat , dan monopodial   pinnate hitam dengan persentase yang berbeda pada tiap

     plot sampel (Gambar 1).

    Persentase kolonisasi per plot menunjukkan bahwa kolonisasi oleh

    cendawan ektomikoriza pada akar relatif cukup besar, yakni mendekati 60%. Hal

    ini terjadi karena kondisi lingkungan Haurbentes cocok untuk pertumbuhan

    9

    Gambar 2 Ciri mikroskopis isolat cendawan ektomikoriza hasil isolasi: (A)

    P14118a, (B) P13211, (C) P14118a, (D) P14118a, (E) dan (F)

    P23157. Anastomosis (a), struktur hifa gelap (b), sekat hifa (c),klamidospora (d), dan percabangan hifa intensif (e dan f)

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    24/38

     

    optimal ektomikoriza. Faktor yang mempengaruhi perkembangan cendawan

    ektomikoriza pada rizosfer di antaranya faktor suhu dan kondisi tanah. Cendawan

    ektomikoriza berkembang dengan baik dalam kondisi tanah yang masam dan

    lembap. Faktor suhu juga berperan penting dalam perkembangan cendawan

    ektomikoriza. Cendawan ektomikoriza memiliki suhu optimum yang berbeda tiap jenisnya, namun 80% Pisolithus sp. mampu berkembang pada suhu 34 oC (Hadi

    1999).

    Isolat cendawan yang berhasil dimurnikan hanya berasal dari potongan akar

    ektomikoriza dengan morfotipe irreguler pinnate cokelat, irregular pinnate hitam

    dan monopodial   pinnate cokelat. Masing-masing potongan akar bermorfotipe

    sama menghasilkan isolat cendawan dengan karakteristik morfologi yang berbeda,

     baik secara makroskopis maupun mikroskopis.

    Perbedaan karakteristik isolat cendawan yang tumbuh dari potongan akar

     bermorfotipe utama yang sama dapat terjadi karena perbedaan ciri-ciri dalam taraf

    khusus yakni bentuk ujung akar, bentuk khas permukaan mantel, dan bentuk

    rhizomorf atau hifa yang berada di sekitar akar ektomikoriza. Struktur yang berbeda pada akar ektomikoriza dapat saja menunjukkan bahwa cendawan yang

     bersimbiosis dengan akar tersebut berbeda (Agerer1996). Kondisi lingkungan

    abiotik seperti suhu, intensitas cahaya dan kelembapan mempengaruhi ramifikasi,

     persentase ramifikasi akar, dan struktur khusus ektomikoriza (Santoso 1997).

    Identifikasi morfotipe akar ektomikoriza merupakan metode estimasi

    langsung mengenai kekayaan dan keragaman spesies cendawan ektomikoriza

    yang bersimbiosis tanpa bergantung pada tubuh buah yang ditemukan. Tubuh

     buah cendawan ektomikoriza biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat

    sedikit sehingga tidak efektif dalam penelitian mengenai kekayaan dan diversitas

    cendawan ektomikoriza (Moser et al. 2005).

    Becerra et al.  (2005) melaporkan beberapa genus cendawan berdasarkan

    morfotipenya pada tanah asam. Morfotipe irregular pinnate  yang ditemukan

    merupakan hasil simbiosis akar  Alnus acuminata  dengan cendawan Tomentella

    sp.,  Russula sp., dan  Alnirhiza sp. Morfotipe monopodial pinnate merupakan

    simbiosis dengan cendawan Naucoria sp. dan Lactarius sp. Selanjutnya morfotipe

    yang menyerupai irregular pinnate-monopodial pinnate ditemukan pada

    simbiosis cendawan Gyrodon sp. dan Tomentella sp. dengan akar Quercus

     garryana. Tomentella sp. memiliki morfotipe monopodial pinnate berwarna hitam

    dengan ujung putih (Moser et al. 2009).

    Informasi mengenai simbiosis ektomikoriza pada akar Shorea spp. di

    Kawasan Hutan Haurbentes dilaporkan oleh Sukarno et  al . (2013). Berdasarkananalisis morfotipe dan molekuler diperoleh 50 morfotipe ektomikoriza yang terdiri

    dari 43 cluster   cendawan. Beberapa morfotipe tersebut di antaranya unramified  

    hitam dikolonisasi oleh  Pleurotus ostreatus, dan  Russula  sp. Morfotipe

    monopodial   pinnate coklat, irregular pinnate cokelat, dan irregular pinnate hitam 

    dikolonisasi oleh Russula sp.

    Sebanyak sepuluh isolat cendawan yang berhasil diisolasi yaitu P113(22),

    P123(27), P123(29), P141(18A), P141(18B), P141(18C), P223(87), P231(57),

    P312(62), dan P353(105) diduga memiliki kesamaan morfotipe akar dengan akar

    terkolonisasi yang ditemukan oleh Sukarno et al . (2013). Hasil analisis molekuler

    akar terkolonisasi tersebut menunjukkan adanya kolonisasi oleh  Russula  sp.,

    yakni uncultured Russula type OTU LH88. Hal ini diperkuat dengan laporan Nara

    10

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    25/38

     

    (2006) yang menyebutkan bahwa ektomikoriza yang umum ditemukan pada

    hutan-hutan tua merupakan jenis dari genus  Russula, Amanita, dan Cortinarius.

     Namun demikian, dugaan perbandingan tersebut diperlukan analisis lanjutan

     berupa analisis molekuler terhadap akar-akar yang terkolonisasi tersebut.

    Isolat cendawan yang berhasil dimurnikan sebagian besar berasal dari plot 1,yakni 9 isolat. Isolat cendawan yang berhasil dimurnikan yang berasal dari plot 2

    dan plot 3 masing-masing 3 isolat cendawan. Hal ini mungkin terjadi akibat lama

     penyimpanan yang berbeda sebelum diisolasi. Pengerjaan sampel dilakukan

    secara berurut, sehingga identifikasi morfotipe akar dan isolasi akar pada plot 1

    dilakukan dalam kondisi akar yang lebih segar daripada plot 2 dan plot 3.

    Lama waktu penyimpanan sampel akar sebelum diisolasi memungkinkan

    cendawan ektomikoriza menjadi rusak atau cendawan tidak mampu tumbuh

    secara optimal (Smith dan Read 1997). Selain itu, cendawan non ektomikoriza

    yang tumbuh di sekitar ektorizosfer diduga memiliki kemampuan saprofitik lebih

    tinggi sehingga dapat bersaing dengan cendawan ektomikoriza ketika

    ditumbuhkan pada medium MMN, walaupun telah dilakukan sterilisasi permukaan (Marx dan Kenny 1982). Hal ini diduga menjadi penyebab tingkat

    keberhasilan isolasi yang rendah.

    Sebagian besar ciri mikroskopis isolat cendawan yang berhasil diisolasi

    ialah hifa bersekat, tidak memiliki sambungan apit, membentuk jembatan antar

    hifa (anastomosis) dan membentuk klamidospora. Beberapa di antara isolat

    cendawan memiliki hifa gelap berwarna cokelat kehitaman. Nurhayat (2012)

     berhasil mengisolasi dan mengidentifikasi cendawan ektomikoriza pada pohon

     pinus secara morfologi dan molekuler yakni Cenococcum. Karakteristik morfologi

     baik secara mikroskopis maupun makroskopis cendawan Cenococcum memiliki

    kesamaan dengan beberapa isolat cendawan yang berhasil diisolasi pada

     penelitian ini, yakni isolat dengan kode P132(11) dan P223(7), meskipun

    morfotipe akarnya berbeda. Karakteristik Cenococcum yakni miselium berwarna

    hitam, memiliki diameter pertumbuhan miselium yang relatif lambat, hifa

     berwarna cokelat kehitaman, hifa septat, tidak memiliki sambungan apit (clamp

    connection), dan terdapat fusi antar hifa atau anastomosis. Berdasarkan kesamaan

    morfologi ini, terdapat kemungkinan bahwa isolat cendawan tersebut memiliki

    genus yang sama yakni Cenococcum, namun masih membutuhkan identifikasi

    molekuler untuk memastikannya.

    Cendawan ektomikoriza termasuk cendawan yang sulit ditumbuhkan diluar

    habitat aslinya. Banyak cendawan ektomikoriza memiliki pertumbuhan yang

    sangat rendah pada medium buatan. Medium MMN merupakan medium khususyang digunakan untuk mengisolasi cendawan yang sulit ditumbuhkan di luar

    habitat alamiahnya seperti cendawan ektomikoriza (Brundrett et. al. 1996).

    Medium MMN merupakan medium kaya nutrisi yang menunjang pertumbuhan

    cendawan ektomikoriza.

    11

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    26/38

     

    SIMPULAN DAN SARAN

    Simpulan

    Sebanyak 2211 potong akar ektomikoriza berhasil diamati dari 60 sampel

    yang berasal dari tiga plot pengamatan. Jumlah akar ektomikoriza paling banyak

    terdapat pada plot pengamatan 2 dan jumlah ektomikoriza yang paling sedikit

    terdapat pada plot 1. Hasil karakterisasi morfologi ektomikoriza menunjukkan

     bahwa terdapat 5 ramifikasi morfotipe utama ektomikoriza pada Shorea spp. di

    Kawasan Hutan Haurbentes yaitu  Irregular pinnate cokelat,  Irregular pinnate

    hitam,  Irregular pinnate  perak, monopodial   pinnate cokelat, dan monopodial  

     pinnate hitam. Morfotipe irregular pinnate cokelat merupakan tipe yang

    mendominasi sampel akar ektomikoriza pada setiap plot dengan persentase

    sebesar 60.9 % Sebanyak 15 isolat berbeda diisolasi dari morfotipe ektomikoriza.

    Seluruh isolat tersebut tidak bersporulasi. Beberapa cendawan memiliki

    karakteristik miselium khusus dengan memproduksi anastomosis dan

    menghasilkan percabangan miselium intensif.

    Saran

    Diperlukan metode sampling dan pengerjaan sampel yang tepat agar

     penyimpanan sampel tidak terlalu lama sehingga menyebabkan akar dan

    cendawan rusak. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengidentifikasi isolat

    cendawan hasil isolasi pada penelitian ini secara molekuler untuk mengetahui jenis cendawan tersebut. Selain itu diperlukannya uji sintesis simbiosis untuk

    memastikan isolat cendawan yang berhasil diisolasi ialah cendawan ektomikoriza.

    12

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    27/38

     

    DAFTAR PUSTAKA

    Agerer R. 1996. Colour Atlas of Ectomycorrhizae. Schwabish Gmund (DE):

    Einhorn-Verlag.Al Rasyid H, Marfuah H, Wijayakusuma, Hendarsyah D. 1991. Vademikum

     Dipterocarpaceae. Jakarta (ID):  Badan Penelitian dan Pengembangan

    Departemen Kehutanan.

    Amornpitak TW, Vichitsoonthonkul T, Tanticharoen M, Cheevadhanarak S,

    Ratchadawong S. 2006. Diversity of Ectomycorrhyzal Fungi of

    Dipterocarpaceae in Thailand. J. Bio. Sci 6 (6): 1059-1064.

    Ashton PS. 1982. Dipterocarpaceae. In: Van Steenis, C.G.G.J (ed.) Flora

     Malesiana (9): 237-552.

    [Balitbanghut] Badan Penelitan dan Pengembangan Kehutanan. 2007.  Kawasan

     Hutan dengan Tujuan Khusus Haurbentes. [internet]. Bogor: [diunduh 2013

    Des 7]. Tersedia pada: http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/951.Becerra A et al. 2005. Ectomycorrhizal colonization of Alnus acumiata Kunth in

    northwestern Argentina in relation to season and soil parameters.  Ann. For.

    Sci 65: 325-332.

    Brundrett M. 2004. Diversity and Classification of Mycorrhizal Associations.

     Biol.Rev 79:473 – 495.

    Brundrett M, Bougher N, Dell B, Grove T, Malajczuk N. 1996. Working With

     Mycorrhizae in Forestry and Agriculture. Canberra (AU): Monograph

    ACIAR.

    Fajri M. 2008. Pengenalan Umum Dipterocarpaceae, Kelompok Jenis Bernilai

    Ekonomi Tinggi. Inf. Tek. Dipter 2(1): 9-21.

    Hadi S. 1999. Status ektomikoriza pada tanaman hutan di Indonesia.  ProsidingSeminar Nasional Mikoriza I ; [Bogor 15-16 Nov 1999] Bogor (ID):

    Asosiasi Mikoriza Indonesia.

    Martiningsih SH. 2000. Pengaruh  Bio-Stimulant dan Inokulasi Cendawa

    Ektomikoriza Pisolithus tinctorius Coker and Couch Terhadap Pertumbuhan

    Semai Shorea leprosula Miq [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

    Marx DH, Kenney DS. 1982. Production of ectomycorrhizal fungus inoculum.

    Schenk NC, editor. Minnesota (US): The American Phytopathological.

    Moser AM, Petersen CA, D’Allura JA, Southworth D.  2005 Comparison of

    ectomycorrhyzas of Quercus garryana (Fagaceae) on serpentine and non-

    serpentine soils in southwestern Oregon. Am. Jour. Bot 92 (2): 224-230.

    Moser AM, Frank JL, D’Allura JA, Southworth D. 2009. Ectomycorrhizal

    communities of Quercus garryana are similar on serpentine and

    nonserpentine soils. Plant Soil 305: 185-194.

     Nara K. 2006. Ectomycorrhizal network and seedling establishment during early

     primary succesion. New Phyt 169: 169-78. 

     Nuhamara ST. 1987. Mycorrhizae in Agroforestry: A Case Study. Biotropia 1(1):

    53-57.

     Nurhayat OD. 2012. Ektomikoriza Pinus merkusii di Bagian Kesatuan Pemangku

    Hutan (BKPH) Lembang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

    Olsson PA, Munzenberger B, Mahmood S, Erland S. 2000. Molecular and

    anatomical evidence for three way association between  Pinus sylvestris and

    13

    http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/951.%20(08http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/951.%20(08http://www.dephut.go.id/index.php/news/details/951.%20(08

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    28/38

     

    the ectomycorrhizal fungi Suillus bovinus and Gomphidius roseus. J. Mycol

    16 (1): 8-9.

    Riddle RW. 1950. Permanent stained mycological preparation obtained by slide

    culture. Mycol Res 42:265-270.

    Santoso E. 1997. Hubungan Perkembangan Ektomikoriza dengan Populasi JasadRenik dalam Rizosfer dan Pengaruhnya Terhadap Pertumbuhan  Eucalyptus

     pellita dan  Eucalyptus urophylla [tesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana

    Institut Pertanian Bogor.

    Smith SE, Read DJ. 1997. Mychorrhizal symbiosis. Second edition. London (GB):

    Academic Press.

    Sukarno N, Listiyowati S, Nurcahyo OD, Retnowati A, Nara K 2013. Diversity of

    Shorea ectomycorrhyza.  Proceeding of International Conference on

     Mycorrhiza; [Sendai 16 Nov 2013] Sendai,(JP): Tohoku University.

    Suzuki E, Gadrinab LU. 1989. Fruit Production of A Six Year Old Shorea

     stenoptera Plantation at Haurbentes Bogor, Indonesia. Biotropia 2: 1-7.

    14

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    29/38

     

    LAMPIRAN

    Lampiran 1 Jumlah Akar irregular pinnate cokelat per plot

    PLOT 1JUMLAH

    AKARPLOT 2

    JUMLAH

    AKARPLOT 3

    JUMLAH

    AKAR

    P111 15 P211 6 P311 10

    P112 0 P212 12 P312 0

    P113 32 P213 38 P313 16

    P114 34 P214 10 P314 32

    Subtotal  81 Subtotal  66 Subtotal  58

    P121 21 P221 9 P321 12

    P122 20 P222 0 P322 33

    P123 34 P223 23 P323 35P124 28 P224 11 P324 34

    Subtotal  103 Subtotal  43 Subtotal  114

    P131 12 P231 28 P331 27

    P132 23 P232 0 P332 22

    P133 40 P233 42 P333 17

    P134 17 P234 9 P334 15

    Subtotal  92 Subtotal  79 Subtotal  81

    P141 25 P241 29 P341 21

    P142 26 P242 36 P342 27

    P143 9 P243 26 P343 48

    P144 24 P244 17 P344 0

    Subtotal  84 Subtotal  108 Subtotal  96

    P151 12 P251 39 P351 16

    P152 25 P252 20 P352 24

    P153 22 P253 63 P353 34

    P154 4 P254 71 P354 12

    Subtotal  63 Subtotal  193 Subtotal  86

    Total 423 Total 489 Total 435

    15

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    30/38

     

    Lampiran 2 Jumlah akar irregular pinnate hitam per plot

    PLOT 1 JUMLAHAKAR

    PLOT 2 JUMLAHAKAR

    PLOT 3 JUMLAHAKAR

    P111 15 P211 0 P311 0

    P112 13 P212 5 P312 28

    P113 18 P213 20 P313 0

    P114 9 P214 0 P314 12

    Subtotal  55 Subtotal  25 Subtotal  40

    P121 0 P221 0 P321 7

    P122 0 P222 21 P322 17

    P123 0 P223 10 P323 31

    P124 0 P224 0 P324 20Subtotal  0 Subtotal  31 Subtotal  75

    P131 0 P231 29 P331 0

    P132 13 P232 38 P332 0

    P133 16 P233 17 P333 13

    P134 0 P234 0 P334 21

    Subtotal  29 Subtotal  84 Subtotal  34

    P141 0 P241 49 P341 13

    P142 10 P242 15 P342 0

    P143 0 P243 51 P343 0

    P144 0 P244 31 P344 29

    Subtotal  10 Subtotal  146 Subtotal  42

    P151 0 P251 5 P351 0

    P152 9 P252 5 P352 15

    P153 5 P253 29 P353 0

    P154 0 P254 4 P354 0

    Subtotal  14 Subtotal  43 Subtotal  15

    Total 108 Total 329 Total 206

    16

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    31/38

     

    Lampiran 3 Jumlah akar irregular pinnate perak per plot

    PLOT 1JUMLAH

    AKAR PLOT 2JUMLAH

    AKAR PLOT 3JUMLAH

    AKAR

    P111 0 P211 0 P311 0

    P112 0 P212 2 P312 0

    P113 12 P213 0 P313 0

    P114 0 P214 0 P314 0

    Subtotal  12 Subtotal  2 Subtotal  0

    P121 0 P221 0 P321 0

    P122 0 P222 0 P322 8

    P123 0 P223 0 P323 0

    P124 0 P224 0 P324 0Subtotal  0 Subtotal  0 Subtotal  8

    P131 0 P231 0 P331 0

    P132 0 P232 0 P332 0

    P133 7 P233 0 P333 0

    P134 0 P234 0 P334 0

    Subtotal  7 Subtotal  0 Subtotal  0

    P141 0 P241 0 P341 0

    P142 0 P242 0 P342 0

    P143 0 P243 0 P343 0

    P144 0 P244 0 P344 0Subtotal  0 Subtotal  0 Subtotal  0

    P151 0 P251 0 P351 0

    P152 0 P252 0 P352 0

    P153 0 P253 0 P353 0

    P154 0 P254 0 P354 0

    Subtotal  0 Subtotal  0 Subtotal  0

    Total 19 Total 2 Total 8

    17

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    32/38

     

    Lampiran 4 Jumlah akar monopodial pinnate cokelat

    PLOT 1JUMLAH

    AKARPLOT 2

    JUMLAH

    AKARPLOT 3

    JUMLAH

    AKAR

    P111 0 P211 0 P311 0

    P112 0 P212 0 P312 9

    P113 0 P213 0 P313 0

    P114 0 P214 0 P314 0

    Subtotal  0 Subtotal  0 Subtotal  9

    P121 10 P221 0 P321 6

    P122 0 P222 3 P322 0

    P123 16 P223 7 P323 8P124 0 P224 0 P324 0

    Subtotal  26 Subtotal  10 Subtotal  14

    P131 0 P231 0 P331 4

    P132 9 P232 10 P332 4

    P133 0 P233 0 P333 0

    P134 4 P234 0 P334 12

    Subtotal  13 Subtotal  10 Subtotal  20

    P141 0 P241 0 P341 24

    P142 0 P242 8 P342 0

    P143 0 P243 0 P343 15

    P144 10 P244 0 P344 10

    Subtotal  10 Subtotal  8 Subtotal  49

    P151 0 P251 0 P351 0

    P152 0 P252 1 P352 6

    P153 0 P253 0 P353 0

    P154 0 P254 0 P354 0

    Subtotal  0 Subtotal  1 Subtotal  6

    Total 49 Total 29 Total 98

    18

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    33/38

     

    Lampiran 5 Jumlah akar monopodial pinnate hitam

    PLOT 1JUMLAH

    AKARPLOT 2

    JUMLAH

    AKARPLOT 3

    JUMLAH

    AKAR

    P111 0 P211 0 P311 0

    P112 0 P212 0 P312 0

    P113 0 P213 0 P313 0

    P114 0 P214 0 P314 0

    Subtotal  0 Subtotal  0 Subtotal  0

    P121 0 P221 0 P321 0

    P122 0 P222 0 P322 0

    P123 0 P223 0 P323 6P124 0 P224 0 P324 9

    Subtotal  0 Subtotal  0 Subtotal  15

    P131 0 P231 0 P331 1

    P132 0 P232 0 P332 0

    P133 0 P233 0 P333 0

    P134 0 P234 0 P334 0

    Subtotal  0 Subtotal  0 Subtotal  16

    P141 0 P241 0 P341 0

    P142 0 P242 0 P342 0

    P143 0 P243 0 P343 0

    P144 0 P244 0 P344 0

    Subtotal  0 Subtotal  0 Subtotal  0

    P151 0 P251 0 P351 0

    P152 0 P252 0 P352 0

    P153 0 P253 0 P353 0

    P154 0 P254 0 P354 0

    Subtotal  0 Subtotal  0 Subtotal  0

    Total 0 Total 0 Total 16

    19

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    34/38

     

    Lampiran 6 Ciri-ciri morfologi koloni isolat cendawan

    20

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    35/38

     

    Lampiran 7 Mikroskopis dan makroskopis isolat hasil isolasi

    Kode

    IsolatMorfotipe Mikroskopis Makroskopis

    P113

    (22)

     Irregular

     pinnate

    cokelat

    P123

    (27)

     Irregular

     Pinnate

    cokelat

    P123(28)

     Monopodial   Pinnate

    Cokelat

    P123

    (29)

     Irregular

     Pinnate

    cokelat

    P132

    (11)

     Monopodial

     pinnate

    Cokelat

    21

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    36/38

     

    Lampiran 7 Lanjutan Mikroskopis dan makroskopis isolat hasil isolasi

    Kode

    IsolatMorfotipe Mikroskopis Makroskopis

    P134 (24)

     Irregular

     Pinnate

    hitam

    P141

    (18A)

     Irregular

     Pinnate

    Cokelat

    P141

    (18B)

     Irregular Pinnate

    Cokelat

    P141

    (18C)

     Irregular

     Pinnate

    Cokelat

    P223 (7)

    onopodial  

     Pinntae

    Cokelat

    22

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    37/38

     

    Lampiran 7 Lanjutan Mikroskopis dan makroskopis isolat hasil isolasi

    Kode

    IsolatMorfotipe Mikroskopis Makroskopis

    P223 (87)

     Irregular

     Pinnate

    Cokelat

    P231 (57)

     Irregular

     Pinnate

    Hitam

    P312 (62)

     Irregular

     PinnateCokelat

    P312 (63)

     Irregular

     Pinnate

    Cokelat

    P353

    (105)

     Irregular

     Pinnate

    Cokelat

    23

  • 8/17/2019 ektomikoriza shorea

    38/38

     

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Deli Serdang pada tanggal 16 April

    1991 dari ayah Dr Ir. H Masri Sitanggang dan ibu Dra.Khairita

    Thamrin. Penulis merupakan anak ke 4 dari 10 bersaudara.Penulis menyelesaikan pendidikannya di SDN 101764 Tembung

    2003, SMPN 1 P.S. Tuan pada tahun 2006, SMAN 11 Medan

     pada tahun 2009. Tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk

    Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi

    Masuk IPB (USMI) di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam.

    Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum

    mata kuliah Biologi Cendawan pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis aktif di

     beberapa organisasi, di antaranya sebagai Kepala Departemen Pendidikan Bina

    Desa FMIPA pada tahun 20010-2011 dan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa

    Biologi pada tahun 2011-2012.Tahun 2010, penulis melakukan Studi Lapang di Hutan Pendidikan Gunung

    Walat Sukabumi Jawa Barat dengan judul laporan “Ekologi Goa Kapur Hutan

    Pendidikan Gunung Walat”. Tahun 2012, penulis melakukan Praktik Kerja

    Lapang di PT. Sinar Pusaka Lestari dari bulan Juli sampai bulan Agustus dengan

     judul laporan “Pemantauan Kualitas Air Kolam Tambak Udang Vaname

    ( Litopenaeus vannamei) di PT. Sinar Pusaka Lestari ”.

    Sebagai salah satu syarat kelulusan studi di Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Ektomikoriza

     pada Shorea spp. di Kawasan Hutan Haurbentes Jasinga Bogor ” di bawah

     bimbingan Ibu Dr Ir Nampiah Sukarno dan Ibu Dr Sri Listiyowati, MSi.

    24