epidemiologi adhd
DESCRIPTION
corat coretTRANSCRIPT
Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang
menetap dalam beberapa tahun atau sepanjang hidup. ADHD dikharakteristikkan dengan pola
persisten dari anak yang tidak mampu memperhatikan dan/atau hiperaktif yang berlebihan dan
lebih parah dibandingkan anak lainnya (Menezes, 2014).
EPIDEMIOLOGI
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan di kota-kota dan negara-negara berbeda, didapatkan
perbedaaan hasil survey berkisar 5-22%. National Institute for Clinical Excellent di Inggris
memperkirakan 1% anak atau sekitar 69.000 anak usia 6-16 tahun memenuhi criteria ADHD
yang parah. Adapun di Indonesia belum ada data nasional terkait prevalensi dari ADHD.
Menurut Kiswarjanu (1998) dalam Rohmah (2010), prevalensi ADHD di Kotamadya
Yogyakarta sebesar 0,39%.
ADHD merupakan suatu kondisi ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatian.
Berdasarkan hasil Konferensi Nasional Neurodevelopmental II tahun 2006. Menurut penelitian
oleh dr. Kristianti Tsoegondo bersama dr. Purboyo Solek, prevalensi kasus ADHD di daerah
Bandung pada tahun 2005 adalah 3,5% (Handojo, nd).
Prevalensi dari ADHD di dunia adalah 5,3% pada usia sekolah dan 2,5% pada usia dewasa
(Chen, 2015).
Berdasarkan jenis kelamin, ADHD lebih banyak terjadi pada anak laki-laki dibandingkan dengan
anak perempuan. Adapun kasus anak perempuan yang mengalami ADHD lebih mungkin
berstatus sebagai anak adopsi.
TERAPI
Obat-obatan yang bersifat stimulant, terutama methylphenidate (MPH) merupakan tatalaksana
lini pertama pada pasien yang didiagnosis ADHD. Di Spain, terdapat 2 preparat MPH yang
bersifat extended-release MPH (MPH-ER), yaitu osmotic-controlled release oral delivery system
(OROS-MPH) dan dauble action microspheres atau modified release MPH (MR-MPH).
farmakokinetik dari obat ini dapat mempengaruhi appetein pada saat makan dalam sehari,
sehingga dapat menyebabkan hyporexia. Oleh karena itu, status nutrisi pasieen perlu
diperhatikan selama pemberian MPH-ER (Dura-Trave, 2014).
GEJALA KLINIS
Gejala dari ADHD yang seringkali dikeluhkan oleh orangtua adalah anak tidak dapat
berkonsentrasi dalam mengerjakan tugas-tugasnya, prestasi sekolah buruk, sering mengganggu
anak-anak lain, seolah-olah tidak mendengar, tidak dapat diam, dan tidak pernah bisa duduk
tenang (Rohmah, 2010).
Manifestasi klinis pasien ADHD pada onset anak-anak adalah gangguan pada kebiasaan (seperti
hiperaktif, impulsivitas, dan tidak memperhatikan), serta deficit pada fungsi eksekutif (seperti
control gangguan, fleksibelitas kognitif, memori, planning, dan kemampuan organisasi) yang
dapat mengganggu akademik dan kemampuan vocal dari pasien. Pada pasien dewasa,
manifestasi dari ADHD bisa lebih komplit karena terkait interaksi dari banyak faktor pada saat
maturasi saraf (Chen, 2015).
Berdasarkan Flanagen (2005) dalam Rohmah (2010), dijelaskan tentang sifat khas atau
kharakteristik dari ADHD. ADHD merupakan suatu kelainan medis yang dapat dikenali dan
memiliki kharakteristik yang cenderung terjadi pada pasien yang memiliki riwayat keturunan.
Secara umum terdapat tiga jenis perilaku yang dikaitkan dengan gangguan ini, yaitu sikap kurang
memperhatikan situasi sekitar (inattenty eness), mudah terganggu atau teralihkan
(distractibility), sikap menurutkan kata hati (impulse eness) dan hiperaktivitas.
PATOFISIOLOGI
Neuroimaging merupakan metode yang dapat digunakan untuk eksplorasi patofisiologi ADHD.
Pada makrostruktural MRI didapatkan abnormalitas dari struktur pada substansia grisea otak,
seperti ganglia basalis, lobus prefrontal, korteks temporal dan parietal. Pada fMRI didapatkan
adanya abnormalitas dari pola aktivasi pada region frontostrial, frontotemporal, dan
frontoparietal. Berdasarkan gambaran tersebut, diterangkan bahwa ADHD mengacu pada
abnormalitas dari sirkuit large-scale otak, yang dibuktikan dengan adanya gangguan pada sistem
limbic dan visualnya. Adanya deficit pada substansia grisea juga dibuktikan dengan adanya
volume reduksi otak dan volume lobus dengan substansia alba yang lebih besar (0.30-0.64) dari
pada substansia grisea (0.27-0.35) (Chen, 2015).
KLASIFIKASI
Adapun klasifikasi dari ADHD berdasarkan symptom-simptom yang bervariasi (DSM IV-TR),
yaitu:
a. Tipe predominan inantentif (anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya
konsentrasi)
b. Tipe predominan hiperaktif-hiperimpulsif (anak-anak yang masalah utamanya
diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-hiperimpulsif)
c. Tipe kombinas (anak-anak yang mengalami masalah konsentrasi dan hiperaktif-
hiperimpulsif)
Berdasarkan Melnick & Hinshaw (1996) dalam Davison (2010) dijelaskan, pada pengamatan
terhadap anak-anak yang bermain football meja menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami
ADHD memiliki tujuan sosial yang berbeda dengan anak-anak normal. Anak-anak ADHD yang
agresif bermain dengan tujuan mencari sensasi, seperti membuat keributan, berusaha
mendoinasi, dan pamer, sedangkan anak-anak normal bermain dengan tujuan sportif.
Berdasarkan Whalen & Henker (1985,1999) dalam Davison (2010) dijelaskan, anak-anak dengan
ADHD dapat mengetahui tindakan yang dibenarkan secarasosial dalam berbagai situasi
hipotesis, namun tidak mampu mempraktikkan pengetahuan tersebut ke dalam perilakuu yang
sesuai dalam interaksi sosial.
TEORI
Faktor-faktor yang diketahui mendukung kejadian ADHD adalah:
a. Faktor genetic
Penelitian menunjukkan bahwa predisposisi genetic terhadap ADHD kemungkinan berperan.
Pasien dengan riwayat orangtua ADHD memiliki risiko yang lebih besar menderita ADHD.
b. Faktor perinatal dan prenatal
Kejadian ADHD juga dikaitkan dengan komplikasi pada masa perinatal dan prenatal,
contohnya berat lahir rendah, ibu konsumsi tembakau dan alcohol.
c. Racun lingkungan
Sebuah teori biokimia yang dikemukakan Feingold (1973) mengemukakan bahwa zat-zat
aditif pada makanan mempengaruhi kerja sistem saraf pusat pada anak.
d. Teori psikologis
Psikoanalis anak Bruno Battelheim (1973) yang mengemukakan teori diathesis-stres
mengenai ADHD, menyatakan bahwa hiperaktivitas terjadi bila suatu predisposisi terhadap
gangguan tersebut dipasangkan dengan pola asuh orang tua yang otoritarian. Jika seorang
anak yang memiliki disposisi aktivitas yang berlebihan dan mudah berubah moodnya
mengalami stress karena orang tua yang mudah menjadi tidak sabar dan marah, maka anak
akan sangat sulit untuk menjadi patuh. Seiring orang tua menjadi semakin negative dan tidak
suka, hubungan orang tua-anak menjadi suatu medan perang. Dengan terbentuknya pola
perilaku mengganggu dan tidak patuh, perilaku anak akan menjadi bertentangan dengan
aturan.
Davison, GC, John MN, & Ann MK., 2010. Psikologi Abormal Ed . PT Raja Gravindo
Persada: Jakarta. Pp677-685, 717-733.
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan perkembangan dalam
peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak
lazim dan cenderung berlebihan. Hal ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah,
tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap
seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah
suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan.
Tanda-tanda adanya gangguan ADHD sebenarnya sudah dapat dideteksi sejak anak masa pra
sekolah. Kurangnya atensi, hiperaktif dan kompulsif merupakan tanda-tanda yang langsung
dapat ditangkap adanya gangguan pada anak, misalnya saja anak tidak suka atau kehilangan
minat untuk bermain, berlari kesana-kemari dan tidak dapat mengontrol keinginannya untuk
menyentuh benda-benda disekitarnya. Bila orangtua menangkap gejala tersebut seharusnya
segeralah membawa anaknya ke dokter anak atau psikolog. Penangan secara dini akan
memberikan kontribusi perilaku yang lebih baik ketika anak memasuki tahap perkembangan
selanjutnya.
Gangguan hiperaktif-kompulsif mungkin secara langsung bisa terlihat pada perilaku anak,
namun tidak pada tipe gangguan atensi, anak terlihat dapat bekerjasama dengan orang sekitarnya,
sehingga tipe ini kadang terabaikan secara kasat mata.
Beberapa test lainnya dapat diberikan oleh terapis berupa tes kemampuan membaca, pemecahan
matematika, atau beberapa papan permainan. Tenaga profesional kadang juga perlu melakukan
obervasi secara langsung dalam kehidupan sang anak. Bila ditemukan adanya gangguan ADHD
secara pasti, tenaga ahli akan membicarakan masalah ini kepada gurunya di sekolah, guru juga
akan dilibatkan dalam mendiagnosa gangguan tersebut, biasanya guru akan diberikan sebuah
form evaluasi (behavior rating scales) perilaku anak untuk diisi oleh guru yang bersangkutan.
Gangguan yang berupa kurangnya perhatian dan hiperaktivitas atau yang lebih dikenal dengan
Attention Deficits Hiperactivity Disorder (ADHD) dapat kita temui dalam banyak bentuk dan
perilaku yang tampak. Sampai saat ini ADHD masih merupakan persoalan yang kontroversial
dan banyak dipersoalkan di dunia pendidikan. Beberapa bentuk perilaku yang mungkin pernah
kita lihat seperti: seorang anak yang tidak pernah bisa duduk di dalam kelas, dia selalu bergerak
atau anak yang melamun saja di kelas, tidak dapat memusatkan perhatian kepada proses belajar
dan cenderung tidak bertahan lama untuk menyelesaikan tugas atau seorang anak yang selalu
bosan dengan tugas yang dihadapi dan selalu bergerak ke hal lain.
ADHD sendiri sebenarnya adalah kondisi neurologis yang menimbulkan masalah dalam
pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, dimana tidak sejalan dengan perkembangan
usia anak. ADHD lebih kepada kegagalan perkembangan dalam fungsi sirkuit otak yang bekerja
dalam menghambat monitoring dan kontrol diri, bukan semata-mata gangguan perhatian seperti
asumsi selama ini. Hilangnya regulasi diri ini mengganggu fungsi otak yang lain dalam
memelihara perhatian, termasuk dalam kemampuan membedakan reward segera dengan
keuntungan yang akan diperoleh di waktu yang akan datang.
Pada anak aktif, otaknya normal tanpa gangguan. Hanya saja energi yang terkumpul berlimpah
dan si kecil berkeinginan untuk selalu bergerak sehingga ia mempunyai mobilitas yang cukup
tinggi dibandingkan anak lain. Sementara itu, hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang tidak
normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak mampu memusatkan
perhatian. Hiperaktif merupakan turunan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD).
Gangguan itu disebabkan kerusakan kecil pada sistem saraf pusat dan otak sehingga rentang
konsentrasi penderita menjadi sangat pendek dan sulit dikendalikan. Ada juga penyebab lainnya
seperti temperamen bawaan, pengaruh lingkungan, malfungsi otak serta epilepsi. Bisa juga
kondisi gangguan di kepala, seperti gegar otak, trauma kepala karena persalinan sulit atau pernah
terbentur, infeksi, keracunan, gizi buruk, dan alergi makanan.
ketika anak mengalami gangguan hiperaktif ini, para ibu biasanya menjadi gugup dan
kebingungan. Sering kali mencoba menutup diri dan tidak mau mengakui apa yang dialami
anaknya. Padahal, sebetulnya, tidak perlu gugup atau kuatir yang terlalu tinggi. Ini yang sering
kali dilupakan bahkan tidak diperhatikan. Para ibu cenderung bergulat dan berkutat pada
kesedihan dan kekecewaan terhadap putra/putrinya. Tapi tidak mau melihat, bahwa anak-anak
dengan gangguan hiperaktif ternyata memiliki kecerdasan yang luar biasa. Tugas ibulah yang
mencari dan menggali kecerdasan ini.
Penyebab pasti dan patologi ADHD masih belum terungkap secara jelas. Seperti halnya
gangguan autism, ADHD merupakan statu kelainan yang bersifat multi faktorial. Banyak factor
yang dianggap sebagai peneyebab gangguan ini, diantaranya adalah faktor genetik,
perkembangan otak saat kehamilan, perkembangan otak saat perinatal, tingkat kecerdasan (IQ),
terjadinya disfungsi metabolisme, ketidak teraturan hormonal, lingkungan fisik, sosial dan pola
pengasuhan anak oleh orang tua, guru dan orang-orang yang berpengaruh di sekitarnya.
Banyak penelitian menunjukkan efektifitas pengobatan dengan psychostimulants, yang
memfasilitasi pengeluaran dopamine dan noradrenergic tricyclics. Kondisi ini mengungatkan
sepukalsi adanya gangguan area otak yang dikaitkan dengan kekuirangan neurotransmitter.
Sehingga neurotransmitters dopamine and norepinephrine sering diokaitkan dengan ADHD..
Faktor genetik tampaknya memegang peranan terbesar terjadinya gangguan perilaku
ADHD. Beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa hiperaktifitas yang terjadi pada
seorang anak selalu disertai adanya riwayat gangguan yang sama dalam keluarga setidaknya satu
orang dalam keluarga dekat. Didapatkan juga sepertiga ayah penderita hiperaktif juga menderita
gangguan yang sama pada masa kanak mereka. Orang tua dan saudara penderita ADHD
mengalami resiko 2-8 kali lebih mudah terjadi ADHD, kembar monozygotic lebih mudah terjadi
ADHD dibandingkan kembar dizygotic juga menunjukkan keterlibatan fator genetic di dalam
gangguan ADHD. Keterlibatan genetik dan kromosom memang masih belum diketahui secara
pasti. Beberapa gen yang berkaitan dengan kode reseptor dopamine dan produksi serotonin,
termasuk DRD4, DRD5, DAT, DBH, 5-HTT, dan 5-HTR1B, banyak dikaitkan dengan ADHD.
Penelitian neuropsikologi menunjukkkan kortek frontal dan sirkuit yang menghubungkan
fungsi eksekutif bangsal ganglia. Katekolamin adalah fungsi neurotransmitter utama yang
berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis. Dopaminergic dan noradrenergic
neurotransmission tampaknya merupakan target utama dalam pengobatan ADHD.
Teori lain menyebutkan kemungkinan adanya disfungsi sirkuit neuron di otak yang
dipengaruhi oleh dopamin sebagai neurotransmitter pencetus gerakan dan sebagai kontrol
aktifitas diri. Akibat gangguan otak yang minimal, yang menyebabkan terjadinya hambatan pada
sistem kontrol perilaku anak. Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan MRI didapatkan gambaran disfungsi otak di daerah mesial kanan prefrontal dan
striae subcortical yang mengimplikasikan terjadinya hambatan terhadap respon-respon yang
tidak relefan dan fungsi-fungsi tertentu. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan aktifitas otak
bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan pengaruh
keterlambatan waktu terhadap respon motorik terhadap rangsangan sensoris.
Beberapa peneliti lainnya mengungkapkan teori maturation lack atau suatu kelambanan
dalam proses perkembangan anak-anak dengan ADHD. Menurut teori ini, penderita akhirnya
dapat mengejar keterlambatannya dan keadaan ini dipostulasikan akan terjadi sekitar usia
pubertas. Sehingga gejala ini tidak menetap tetapi hanya sementara sebelum keterlambatan yang
terjadi dapat dikejar.
Beberapa peneliti mengungkapkan penderita ADHD dengan gangguan saluran cerna
sering berkaitan dengan penerimaan reaksi makanan tertentu. Teori tentang alergi terhadap
makanan, teori feingold yang menduga bahwa salisilat mempunyai efek kurang baik terhadap
tingkah laku anak, serta teori bahwa gula merupakan substansi yang merangsang hiperaktifitas
pada anak. Disebutkan antara lain tentang teori megavitamin dan ortomolecular sebagai
terapinya
Kerusakan jaringan otak atau 'brain damage yang diakibatkan oleh trauma primer dan
trauma yang berulang pada tempat yang sama. Kedua teori ini layak dipertimbangkan sebagai
penyebab terjadinya syndrome hiperaktifitas yang oleh penulis dibagi dalam tiga kelompok.
Dalam gangguan ini terjadinya penyimpangan struktural dari bentuk normal oleh karena sebab
yang bermacam-macam selain oleh karena trauma. Gangguan lain berupa kerusakan susunan
saraf pusat (SSP) secara anatomis seperti halnya yang disebabkan oleh infeksi, perdarahan dan
hipoksia.
Perubahan lainnya terjadi gangguan fungsi otak tanpa disertai perubahan struktur dan
anatomis yang jelas. Penyimpangan ini menyebabkan terjadinya hambatan stimulus atau justru
timbulnya stimulus yang berlebihan yang menyebabkan penyimpangan yang signifikan dalam
perkembangan hubungan anak dengan orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Penelitian dengan membandingkan gambaran MRI antara anak dengan ADHD dan anak
normal, ternyata menghasilkan gambaran yang berbeda, dimana pada anak dengan ADHD
memiliki gambaran otak yang lebih simetris dibandingkan anak normal yang pada umumnya
otak kanan lebih besar dibandingkan otak kiri.
Dengan pemeriksaan radiologis otak PET (positron emission tomography) didapatkan
gambaran bahwa pada anak penderita ADHD dengan gangguan hiperaktif yang lebih dominan
didapatkan aktifitas otak yang berlebihan dibandingkan anak yang normal dengan mengukur
kadar gula (sebagai sumber energi utama aktifitas otak) yang didapatkan perbedaan yang
signifikan antara penderita hiperaktif dan anak normal.
FAKTOR RESIKO
Dalam melakukan deteksi dini gangguan perilaku ini maka perlu diketahui faktor resiko
yang bisa mengakibatkan gangguan ADHD. Banyak bukti penelitian yang menunjukkan peranan
disfungsi Susunan saraf pusat (SSP). Sehingga beberapa kelainan dan gangguan yang terjadi
sejak kehamilan, persalinan dan masa kanak-kanak harus dicermati sebagai faktor resiko.
Selama periode kehamilan, disfungsi SSP disebabkan oleh gangguan metabolik, genetik,
infeksi, intoksikasi, obat-obatan terlarang, perokok, alkohol dan faktor psikogenik. Penyakit
diabetes dan penyakit preeklamsia juga harus dicermati.
Pada masa persalinan, disebabkan oleh: prematuritas, post date, hambatan persalinan,
induksi persalinan, kelainan letak (presentasi bayi), efek samping terapi, depresi sistem immun
dan trauma saat kelahiran normal. Sedangkan periode kanak-kanak haruss dicermati gangguan
infeksi, trauma, terapi medikasi, keracunan, gangguan metabolik, gangguan vaskuler, faktor
kejiwaan, keganasan dan terjadinya kejang. Riwayat kecelakaan hingga harus dirawat di rumah
sakit,kekerasan secara fisik, verbal, emosi atau merasa diterlantarkan. Trauma yang serius,
menerima perlakuan kasar atau merasa kehilangan sesuatu selama masa kanak-kanak, tidak
sadar diri atau pingsan.
1. Faktor lingkungan/psikososial, seperti:
Konflik keluarga.
Sosial ekonomi keluarga yang tidak memadai.
Jumlah keluarga yang terlalu besar.
Orang tua terkena kasus kriminal.
Orang tua dengan gangguan jiwa (psikopat).
Anak yang diasuh di penitipan anak.
Riwayat kehamilan dengan eklampsia, perdarahan antepartum, fetal distress, bayi
lahir dengan berat badan lahir rendah, ibu merokok saat hamil, dan alkohol.
2. Faktor genetic
Terdapat mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor dopamin (D2 dan D4) pada
kromosom 11p.
3. Gangguan otak dan metabolism
Trauma lahir atau hipoksia yang berdampak injury pada lobus frontalis di otak
Pengurangan volume serebrum
Gangguan fungsi astrosit dalam pembentukan dan penyediaan laktat serta gangguan
fungsi oligodendrosit.
MANIFESTASI KLINIS
Untuk dapat disebut memiliki gangguan hiperaktif, harus ada tiga gejala utama yang
nampak dalam perilaku seorang anak, yaitu inatensi, hiperaktif, dan impulsif. Inatensi atau
pemusatan perhatian yang kurang dapat dilihat dari kegagalan seorang anak dalam memberikan
perhatian secara utuh terhadap sesuatu. Anak tidak mampu mempertahankan konsentrasinya
terhadap sesuatu, sehingga mudah sekali beralih perhatian dari satu hal ke hal yang lain.
Gejala hiperaktif dapat dilihat dari perilaku anak yang tidak bisa diam. Duduk dengan
tenang merupakan sesuatu yang sulit dilakukan. Ia akan bangkit dan berlari-lari, berjalan ke sana
kemari, bahkan memanjat-manjat. Di samping itu, ia cenderung banyak bicara dan menimbulkan
suara berisik.
Gejala impulsif ditandai dengan kesulitan anak untuk menunda respon. Ada semacam
dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak terkendali. Dorongan tersebut
mendesak untuk diekspresikan dengan segera dan tanpa pertimbangan. Contoh nyata dari gejala
impulsif adalah perilaku tidak sabar. Anak tidak akan sabar untuk menunggu orang
menyelesaikan pembicaraan. Anak akan menyela pembicaraan atau buru-buru menjawab
sebelum pertanyaan selesai diajukan. Anak juga tidak bisa untuk menunggu giliran, seperti antri
misalnya. Sisi lain dari impulsivitas adalah anak berpotensi tinggi untuk melakukan aktivitas
yang membahayakan, baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain.
Selain ketiga gejala di atas, untuk dapat diberikan diagnosis hiperaktif masih ada
beberapa syarat lain. Gangguan di atas sudah menetap minimal 6 bulan, dan terjadi sebelum anak
berusia 7 tahun. Gejala-gejala tersebut muncul setidaknya dalam 2 situasi, misalnya di rumah
dan di sekolah.
Manifestasi klinis yang terjadi sangat luas, mulai dari yang ringan hingga berat atau bisa
terjadi dengan jumlah gejala minimal hingga lebih banyak gejala. Tampilan klinis ADHD
tampaknuya sudah bisa dideteksi sejak dini Sejas usia bayi. Gejala yang harus lebih dicermati
pada usia bayi adalah bayi yang sangat sensitive terhadap suara dan cahaya, menangis, menjerit,
sulit untuk diam, waktu tidur sangat kurang dan sering terbangun, kolik, sulit makan atau minum
susu baik ASI atau susu botol., tidak bisa ditenangkan atau digendong, menolak untuk disayang,
berlebihan air liur, kadang seperti kehausan sering minta minum, Head banging (membenturkan
kepala, memukul kepala, menjatuhkan kepala kebelakang) dan sering marah berlebihan.
Keluhan lain pada anak besar adalah anak tampak Clumsy (canggung), impulsif, sering
mengalami kecelakaan atau jatuh, perilaku aneh/berubah-ubah yang mengganggu, gerakan
konstan atau monoton, lebih ribut dibandingkan anak lainnya. Agresif, Intelektual (IQ) normal
atau tinggi tapi pretasi di sekolah buruk, Bila di sekolah kurang konsentrasi, aktifitas berlebihan
dan tidak bisa diam, mudah marah dan meledak kemarahannya, nafsu makan buruk. Koordinasi
mata dan tangan jelek., sulit bekerjasama, suka menentang dan tidak menurut, suka menyakiti
diri sendiri (menarik rambut, menyakiti kulit, membentur kepala dll) dan gangguan tidur.
Tanda dan gejala pada anak yang lebih besar adalah tindakan yang hanya terfokus pada satu
hal saja dan cenderung bertindak ceroboh, mudah bingung, lupa pelajaran sekolah dan tugas di
rumah, kesulitan mengerjakan tugas di sekolah maupun di rumah, kesulitan dalam menyimak,
kesulitan dalam menjalankan beberapa perintah, sering keceplosan bicara, tidak sabaran, gaduh
dan bicara berbelit-belit, gelisah dan bertindak berlebihan, terburu-buru, banyak omong dan suka
membuat keributan, dan suka memotong pembicaraan dan ikut campur pembicaraan orang lain
Gejala-gejala diatas biasanya timbul sebelum umur 7 tahun, dialami pada 2 atau lebih
suasana yang berbeda (di sekolah, di rumah atau di klinik dll), disertai adanya hambatan yang
secara signifikan dalam kehidupan sosial, prestasi akademik dan sering salah dalam
menempatkan sesuatu, serta dapat pula timbul bersamaan dengan terjadinya kelainan
perkembangan, skizofrenia atau kelainan psikotik lainnya.
Tampilan lainnya pada anak dengan hiperaktif terjadi disorganisasi afektif, penurunan
kontrol diri dan aktifitas yang berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan
impulsif, kurang sopan, dan suka menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain.
Sering kurang memperhatikan, tidak mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam
mengerjakan sesuatu serta berusaha menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi
tinggi, tidak menghiraukan mainan atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering
tidak disukai teman sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya
gangguan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik.
Pada umumnya prestasi akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering
menunjukkan tidakan anti sosial dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan
lingkungannya memperlakukan dengan tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.
Sekitar 50-60% penderita ADHD didapatkan sedkitnya satu gangguan perilaku penyerta
lainnya. Gangguan perilaku tersebut adalah gangguan belajar, restless-legs syndrome,
ophthalmic convergence insufficiency, depresi, gangguan kecemasan, kepribadian antisosial,
substance abuse, gangguan konduksi dan perilaku obsesif-kompulsif.
Penderita ADHD terjadi disorganisasi afektif, penurunan kontrol diri dan aktifitas yang
berlebihan secara nyata. Mereka biasanya bertindak 'nekat' dan impulsif, kurang sopan, dan suka
menyela pembicaraan serta mencampuri urusan orang lain. Sering kurang memperhatikan, tidak
mampu berkonsentrasi dan sering tidak tuntas dalam mengerjakan sesuatu serta berusaha
menghindari pekerjaan yang membutuhkan daya konsentrasi tinggi, tidak menghiraukan mainan
atau sesuatu miliknya, mudah marah, sulit bergaul dan sering tidak disukai teman
sebayanya. Tidak jarang mereka dengan kelainan ini disertai adanya gangguan pertumbuhan dan
perkembangan, tetapi tidak didapatkan kelainan otak yang spesifik. Pada umumnya prestasi
akademik mereka tergolong rendah dan minder. Mereka sering menunjukkan tidakan anti sosial
dengan berbagai alasan sehingga orangtua, guru dan lingkungannya memperlakukan dengan
tidak tepat dan tidak menyelesaikan masalah.
Resiko terjadi ADHD semakin meningkat bila salah satu saudara atau orang tua
mengalami ADHD atau gangguan psikologis lainnya. Gangguan posikologis dan perilaku
tersebut meliputi gangguan bipolar, gangguan konduksi, depresi, gangguan disosiatif, gangguan
kecemasan, gangguan belajar, gangguan mood, gangguan panic, obsesif-kompulsif, gangguan
panic disertai goraphobia. Juga kelainan perilaku lainnnya seperti gangguan perkembangan
perfasif termasuk gangguan Asperger, Posttraumatic stress disorder (PTSD), Psychotic, Social
phobia, ganggguan tidur, sindrom Tourette dan ticks.
Gejala Utama ADHD
Inatensi
Kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian. Seperti,:
Jarang menyelesaikan perintah sampai tuntas.
Mainan, dll sering tertinggal.
Sering membuat kesalahan
Mudah beralih perhatian (terutama oleh [[rangsang]] suara).
Hiperaktif
Perilaku yang tidak bisa diam. Seperti,:
Banyak bicara
Tidak dapat tenang/diam, mempunyai kebutuhan untuk selalu bergerak.
Sering membuat gaduh suasana.
Selalu memegang apa yang dilihat.
Sulit untuk duduk diam.
Gejala-gejala Lain
Sikap menentang
Seperti:
Sering melanggar peraturan.
Bermasalah dengan orang-orang yang memiliki otoritas
Lebih mudah merasa terganggu, mudah marah (dibandingkan dengan mereka yang seus
Cemas
Seperti:
Banyak mengalami rasa khawatir dan takut.
Cenderung emosional
Sangat sensitive terhadap kritikan
Mengalami kecemasan pada situasi yang baru atau yang tidak biasa
Terlihat sangat pemalu dan menarik diri.
PENANGANAN
Melihat penyebab ADHD yang belum pasti terungkap dan adanya beberapa teori
penyebabnya, maka tentunya terdapat banyak terapi atau cara dalam penanganannya sesuai
dengan landasan teori penyebabnya.
Terapi medikasi atau farmakologi adalah penanganan dengan menggunakan obat-obatan.
Terapi ini hendaknya hanya sebagai penunjang dan sebagai kontrol terhadap kemungkinan
timbulnya impuls-impuls hiperaktif yang tidak terkendali. Sebelum digunakannya obat-obat ini,
diagnosa ADHD haruslah ditegakkan lebih dulu dan pendekatan terapi okupasi lainnya secara
simultan juga harus dilaksanakan, sebab bila hanya mengandalkan obat ini tidak akan efektif.
Beberapa obat yang dipergunakan. Menurut beberapa penelitian dan pengalaman klinis
banyak obat yang telah diberikan pada penderita ADHD, diantaranya adalah :
antidepresan, Ritalin (Methylphenidate HCL), Dexedrine (Dextroamphetamine
saccharate/Dextroamphetamine sulfate), Desoxyn (Methamphetamine HCL), Adderall
(Amphetamine/Dextroamphetamine), Cylert (Pemoline), Busiprone (BuSpar), Clonidine
(Catapres).
Methylphenidate, merupakan obat yang paling sering dipergunakan, meskipun sebenarnya obat
ini termasuk golongan stimulan, tetapi pada ksus hiperaktif sering kali justru menyebabkan
ketenangan bagi pemakainanya. Selain methylphenidate juga dipakai Ritalin dalam bentuk tablet,
memilki efek terapi yang cepat, setidaknya untuk 3-4 jam dan diberikan 2 atau 3 kali dalam
sehari. Methylphenidate juga tersedia dalam bentuk dosis tunggal.
Ritalin atau methylphenidate, obat stimulan yang biasa diberikan pada anak penyandang
ADHD ternyata dapat menyebabkan perubahan struktur sel otak untuk jangka waktu lama,
ilmuwan melaporkan. Joan Baizer profesor fisiologi dan biofisika dari University of Buffalo
mengungkapkan pemberian Ritalin setiap hari selama bertahun tahun pada sel otak tikus terlihat
sama seperti yang diakibatkan oleh amphetamin atau kokain. Para ilmuwan tersebut melakukan
penelitian pada tikus yang diberikan susu dicampur dengan Ritalin dengan dosis yang sama
diberikan pada anak anak. Para ilmuwan mendapatkan gen c-fos menjadi aktif setelah diberikan
Ritalin. Hal yang sama terjadi pada tikus yang diberikan amphetamin dan kokain.
Ketika dosis Ritalin yang diberikan selesai bekerja dalam tubuh, dianggap Ritalin dapat
hilang dengan sendirinya. Tetapi dalam sebuah penelitian dengan menggunakan model ekspresi
gen pada binatang menunjukkan Ritalin punya potensi menyebabkan perubahan pada struktur
dan fungsi otak untuk jangka waktu yang lama. Ritalin tidak bersifat adiktif atau dapat
menyebabkan ketagihan jika pemberian dosis digunakan secara benar. Efek dari pemberian dosis
tinggi amphetamin dan kokain yang mirip ritalin tersebut telah mengaktifkan salah satu gen yang
disebut gen c-fos dalam sel otak. Jika c-fos aktif pada bagian tertentu otak maka gen tersebut
diketahui berhubungan dengan gejala adiktif. Perubahan pada sel otak untuk jangka waktu lama
pada manusia perlu penelitian lebih lanjut. Mungkin menggunakan sejenis gen mikrochip untuk
mengetahui gen gen mana saja yang menjadi aktif jika diberikan Ritalin. Bila dengan
penggunaan obat tunggal dibilai kurang efektif perlu dipertimbangkan pemberian obat secara
kombinasi. Bila penatalaksanaan terhadap penderita ADHD mengalami kegagalan (tidak
menunjukkan progresifitas), harus segera dilakukan reevaluasi tentang penegakan diagnosis,
perencanaan terapi dan berbagai kondisi yang berpengaruh.
Terapi nutrisi dan diet banyak dilakukan dalam penanganan penderita. Diantaranya
adalah keseimbangan diet karbohidrat, penanganan gangguan pencernaan (Intestinal
Permeability or "Leaky Gut Syndrome"), penanganan alergi makanan atau reaksi simpang
makanan lainnya. Feingold Diet dapat dipakai sebagai terapi alternatif yang dilaporkan cukup
efektif. Suatu substansi asam amino (protein), L-Tyrosine, telah diuji-cobakan dengan hasil
yang cukup memuaskan pada beberapa kasus, karena kemampuan L-Tyrosine mampu mensitesa
(memproduksi) norepinephrin (neurotransmitter) yang juga dapat ditingkatkan produksinya
dengan menggunakan golongan amphetamine.
Beberapa terapi biomedis dilakukan dengan pemberian suplemen nutrisi, defisiensi
mineral, essential Fatty Acids, gangguan metabolisme asam amino dan toksisitas Logam berat.
Terapi inovatif yang pernah diberikan terhadap penderita ADHD adalah terapi EEG Biofeed
back, terapi herbal, pengobatan homeopatik dan pengobatan tradisional Cina seperti akupuntur.
Terapi yang diterapkan terhadap penderita ADHD haruslah bersifat holistik dan
menyeluruh. Penanganan ini harus melibatkan multi disiplin ilmu yang dikoordinasikan antara
dokter, orangtua, guru dan lingkungan yang berpengaruh terhadap penderita. Untuk mengatasi
gejala gangguan perkembangan dan perilaku pada penderita ADHD yang sudah ada dapat
dilakukan dengan terapi okupasi. Ada beberapa terapi okupasi untuk memperbaiki gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak yang mulai dikenalkan oleh beberapa ahli perkembangan
dan perilaku anak di dunia, diantaranya adalah sensory Integration (AYRES), snoezelen,
neurodevelopment Treatment (BOBATH), modifukasi Perilaku, terapi bermain dan terapi
okupasi lainnya
Kebutuhan dasar anak dengan gangguan perkembangan adalah sensori. Pada anak dengan
gangguan perkembangan sensorinya mengalami gangguan dan tidak terintegrasi sensorinya.
Sehingga pada anak dengan gangguan perkembangan perlu mendapatkan pengintegrasian sensori
tersebut. Dengan terapi sensori integration.
Sensori integration adalah pengorganisasian informasi melalui beberapa jenis sensori di
anataranya adalah sentuhan, gerakan, kesadaran tubuh dan grafitasi, penglihatan, pendengaran,
pengecapan, dan penciuman yang sangat berguna untuk menghasilkan respon yang bermakna.
Beberapa jenis terapi sensori integration adalah memberikan stimulus vestibular, propioseptif
dan taktil input. Menurunkan tactile defensivenes dan meningkatkan tactile discrimanation.
Meningkatkan body awareness berhubungan dengan propioseptik dan kinestetik. Selain sensory
integration terapi sensori lain yang dikenbal dalam terapi gangguan perkembangan dan perilaku
adalah Snoezelen. Snoezelen adalah sebuah aktifitas yang dirancang mempengaruhi system
Susunan Saraf pusat melalui pemberian stimuli yang cukup pada system sensori primer seperti
penglihatan, pendengaran, peraba, perasa lidah dan pembau. Disamping itu juga melibatkan
sensori internal seperti vestibular dan propioseptof untuk mencapai relaksasi atau aktivasi
seseorang untuk memperbaiki kualitas hidupnya
Neurodevelopment treatment (NDT) atau Bobath adalah terapi sensorimotor dalam
menangani gangguan sensoris motor. Terapi NDT dipakai bertujuan untuk meningkatkan
kualitas motorik penderita. Tehnik dalam terapi ini adalah untuk memfokuskan pada fungsi
motorik utama dan kegiatan secara langsung.
Terapi modifikasi perilaku harus melalui pendekatan perilaku secara langsung, dengan
lebih memfokuskan pada perunahan secara spesifik. Pendekatan ini cukup berhasil dalam
mengajarkan perilaku yang diinginkan, berupa interaksi sosial, bahasa dan perawatan diri sendiri.
Selain itu juga akan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan, seperti agrsif, emosi labil, self
injury dan sebagainya. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif
dengan pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan
berkecil hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.
Terapi bermain sangat penting untuk mengembangkan ketrampilan, kemampuan gerak,
minat dan terbiasa dalam suasana kompetitif dan kooperatif dalam melakukan kegiatan
kelompok. Bermain juga dapat dipakai untuk sarana persiapan untuk beraktifitas dan bekerja saat
usia dewasa. Terapi bermain digunakan sebagai sarana pengobatan atau terapitik dimana sarana
tersebut dipakai untuk mencapai aktifitas baru dan ketrampilan sesuai dengan kebutuhan terapi.
Dengan bertambahnya umur pada seorang anak akan tumbuh rasa tanggung jawab dan
kita harus memberikan dorongan yang cukup untuk mereka agar mau belajar mengontrol diri dan
mengendalikan aktifitasnya serta kemampuan untuk memperhatikan segala sesuatu yang harus
dikuasai, dengan menyuruh mereka untuk membuat daftar tugas dan perencanaan kegiatan yang
akan dilakukan sangat membantu dalam upaya mendisiplinkan diri, termasuk didalamnya
kegiatan yang cukup menguras tenaga (olah raga dll) agar dalam dirinya tidak tertimbun
kelebihan tenaga yang dapat mengacaukan seluruh kegiatan yang harus dilakukan. Nasehat untuk
orangtua, sebaiknya orang tua selalu mendampingi dan mengarahkan kegiatan yang seharusnya
dilakukan si-anak dengan melakukan modifikasi bentuk kegiatan yang menarik minat, sehingga
lambat laun dapat mengubah perilaku anak yang menyimpang. Pola pengasuhan di rumah, anak
diajarkan dengan benar dan diberikan pengertian yang benar tentang segala sesuatu yang harus ia
kerjakan dan segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan serta memberi kesempatan mereka
untuk secara psikis menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan.
Umpan balik, dorongan semangat, dan disiplin, hal ini merupakan pokok dari upaya
perbaikan perilaku anak dengan memberikan umpan balik agar anak bersedia melakukan sesuatu
dengan benar disertai dengan dorongan semangat dan keyakinan bahwa dia mampu
mengerjakan, pada akhirnya bila ia mampu mengerjakannya dengan baik maka harus diberikan
penghargaan yang tulus baik berupa pujian atupun hadiah tertentu yang bersifat konstruktif.
Bila hal ini tidak berhasil dan anak menunjukkan tanda-tanda emosi yang tidak terkendali harus
segera dihentikan atau dialihkan pada kegiatan lainnya yang lebih ia sukai. Strategi di tempat
umum, terkadang anak justru akan terpicu perlaku distruktifnya di tempat-tempat umum, dalam
hal ini berbagai rangsangan yang diterima baik berupa suasana ataupun suatu benda tertantu
yang dapat membangkitkan perilaku hiperaktif / destruktif haruslah dihindarkan dan dicegah,
untuk itu orang tua dan guru harus mengetahui hal-hal apa yang yang dapat memicu perilaku
tersebut. Modifikasi perilaku, merupakan pola penanganan yang paling efektif dengan
pendekatan positif dan dapat menghindarkan anak dari perasaan frustrasi, marah, dan berkecil
hati menjadi suatu perasaan yang penuh percaya diri.
AUTISME
Gangguan autisme berawal di masa kanak-kanak awal dan dapat terlihat pada bulan-bulan
awal usia anak. Gangguan ini jarang terjadi dalam populasi umum, pada 2-5 bayi dalam
10.000 atau 0,05% dari jumlah kelahiran.
MANIFESTASI KLINIS
gangguan sosial dan emosional
Autism bukan menarik diri dari masyarakat, namun tidak pernah menjadi bagian dari
masyarakat tersebut sejak awal. Normalnya bayi menunjukkan tanda-tanda kelekatan pada
ibunya sejak usia 3 bulan. Pada anak-anak dengan autism, kelekatan dini tersebut kurang
terlihat. Anak-anak autism jarang melibatkan orang tua mereka dalam bermain, serta tidak
menunjuk, menunjukkan dan berbagi objek mainan dengan orang lain. Anak-anak autism
memiliki masalah keterampilan sosial yang berat. Mereka tampak tidak mengenali 1 orang
dengan orang yang lain, tetapi memiliki ketertarikan terhadap benda mati.
Kekurangan komunikasi
Pada usia 2 tahun, anak-anak normal menunjukkan kemampuan dalam