fisika statistik - universitas padjadjaran...fisika statistik diawali oleh daniel bernoulli...
TRANSCRIPT
FISIKA STATISTIKRustam E. Siregar
ISBN : 978-602-9238-69-3
FISIKA STATISTIK
Rustam E. Siregar
Departemen Fisika, FMIPA
UNIVERSITAS PADJADJARAN
i
KATA PENGANTAR
Fisika Statistik adalah cabang fisika yang menggunakan metoda-metoda
probabilitas dan statistik, dan khususnya matematika dalam memecahkan masalah-
masalah dengan jumlah partikel yang besar. Aplikasinya meliputi bidang-bidang
fisika dan kimia.
Isi buku ini dirancang untuk perkuliahan di tingkat sarjana (S1) dan tingkat
magister (S2). Mahasiswa yang mengikuti mata kuliah ini diharapkan telah
mengikuti kuliah-kuliah Fisika Matematika, Termodinamika dan Fisika Kuantum.
Semoga buku ini bermanfaat.
Jatinangor, Agustus 2012
Rustam E. Siregar
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
1. Pendahuluan 1
1.1 Sejarah 1
1.2 Dasar-dasar Termodinamik 1
1.3 Potensial Termodinamik 4
1.4 Proses-proses dengan Entropi 7
1.5 Kesetimbangan Termodinamik 11
1.6 Kesetimbangan Fasa 16
1.7 Kesetimbangan Kimia 21
Soal-soal 24
2. Statistik Maxwell-Boltzmann 27
2.1 Keadaan Mikro dan Makro 27
2.2 Entropi 29
2.3 Ensembel Mikrokanonik 32
2.4 Ensembel Kanonik; Distribusi Maxwell-Boltzmann 36
2.5 Ensembel Kanonik Besar 45
Soal-soal 49
3. Gas Ideal 51
3.1 Gas Ideal dalam Ensembel Kanonik 51
3.2 Gas Ideal dalam Ensembel Kanonik Besar 55
3.3 Batasan Klassik Gas ideal 57
3.4 Distribusi Energi dan Kecepatan Gas Ideal 59
3.5 Gas Ideal Diatomik 61
Soal-soal 66
4. Gas Non-Ideal 70
4.1 Sistem Partikel Berinteraksi 70
4.2 Ekspansi Virial 75
4.3 Persamaan Keadaan van der Waals 78
4.4 Campuran dan pemisahan fasa 81
4.5 Transisi Fasa Order Pertama 87
4.6 Transisi Fasa Order Kedua 90
Soal-soal 96
5. Statistik Fermi-Dirac 98
5.1 Pendahuluan 98
5.2 Distribusi Fermi-Dirac 99
5.3 Gas Elektron 101
5.4 Emisi Termionik 109
5.5 Energi Fermi dalam Semikonduktor 111
Soal-soal 117
iii
6. Sistem Spin dan Kemagnetan 120
6.1 Paramagnetisme 120
6.2 Paramagnetik Pauli 127
6.3 Fluktuasi magnetisasi 131
6.4 Diamagnetisme Landau 132
6.5 Sistem Spin berinteraksi; Model Ising 1-dimensi 135
6.6 Model Ising 2-Dimensi 145
6.7 Teori Mean-Field 148
6.8 Teori Landau tentang Transisi Fasa 152
Soal-soal 156
7. Statistik Bose-Einstein 158
7.1 Distribusi Bose-Einstein 158
7.2 Radiasi Planck 160
7.3 Gas Ideal Boson 162
7.4 Kapasitas Zat Padat 171
Soal-soal 175
8, Kondensasi Bose-Einstein 176
8.1 Kondensasi Boson 176
8.2 Fenomena Okupasi Makroskopik 178
8.3 Persamaan Gross-Pitaevskii 180
8.4 Helium 4He 181
8.5 Superfluid Helium 182
8.6 Penjebakan dan pendinginan atom=atom 184
8.7 Laser Atom 185
8.8 Helium 3He 186
Apendiks 1. Konstanta Fundamental 188
Apendiks 2. Turunan dari Persamaan Keadaan 190
Apendiks 3. Beberapa Integral 192
Apendiks 4. Rumus Stirling 194
Apendiks 5. Fungsi Gamma 196
Apendiks 6. Integral Fermi 197
Apendiks 7. Integral Bose 198
Apendiks 8. Tabel Periodik 199
Daftar Bacaan 200
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Sejarah Fisika Statistik
Termodinamika adalah teori yang dikembangkan secara fenomenologis untuk
sistem-sistem makroskopik. Teori ini berlaku pada keadaan setimbang termal, dan
untuk sistem-sistem yang berawal dari keadaan setimbang dan berakhir pada
keadaan setimbang. Termodinamika yang dikembangkan di abad 19, berkembang
pesat di abad selanjutnya karena berkaitan dengan fisika kuantum dan transisi-
transisi fasa. Termodinamika saat ini dirumuskan sebagai suatu sistem aksioma
dengan tiga buah hukum termodinamika. Konsep utamanya adalah energi dan
entropi, dan konsep itulah yang mendasari ketiga hukum tersebut.
Fisika Statistik diawali oleh Daniel Bernoulli (1700-1792), dilanjutkan oleh
Rudolf Clausius (1822–1888), James Clerk Maxwell (1831–1879) tentang teori
kinetik gas dan distribusi kecepatan. Ludwig Boltzmann (1844–1906)
menyumbangkan hubungan mendasar dalam kinetika dan memperkenalkan
rumusan entropi sedangkan Josiah Willard Gibbs (1839–1903) mengemukakan
perumusan modern tentang ensambel dalam mekanika statistik. Lars Onsager
(1903–1976) mengemukakan solusi eksak dari model Ising; dia membuktikan
bahwa kerangka sesungguhnya fisika statistik bisa mengatasi masalah transisi fasa.
Onsager memperoleh hadiah nobel kimia pada tahun 1968 untuk hasil kerjanya
dalam termodinamika irreversibel. Claude E. Shannon pada 1948 melakukan studi
tentang teori informasi yang berhubungan langsung dengan entropinya statistik
Boltzmann. Kontribusi terakhir adalah dari Kenneth G. Wilson (1936–), penerima
hadiah nobel pada 1982, tentang teori grup renormalisasi yang memungkinkan
orang menghitung scaling exponents pada transisi fasa.
1.2 Dasar-dasar Termodinamik
Termodinamika adalah teori makroskopik yang pada awalnya dikembangkan tanpa
asumsi-asumsi tentang sifat-sifat mikroskopik dari bahan atau radiasi. Dalam
termodinamika, sistem-sistem dikarakterisasi dengan nilai-nilai dari variabel-
variabel termodinamik yang bisa diklasifikasikan dalam dua jenis variable, ekstensif
dan intensif.
2
Variabel ekstensif adalah variabel yang sebanding dengan kandungan sistem
dan dipakai oleh keseluruhan sistem. Contoh variabel ekstensif adalah energi-
dalam U, entropi S, volume V, jumlah partikel N, dan kapasitas panas C. Untuk
memudahkan perhitungan sering sekali dalam fisika variabel-variabel itu
diungkapkan per partikel, misalnya u=U/N, s=S/N dan sebagainya. Variabel intensif
adalah variabel yang tidak bergantung pada ukuran sistem. Contohnya adalah
tekanan p, suhu T dan potensial kimiawi µ.
Dalam gas ideal, energi tersimpan yang biasa disebut energi-dalam,
merupakan penjumlahan energi-energi kinetik dari semua atom-atom (yang
dipandang sebagai mono atom)
i
i
m
pU
2
2
. (1.1)
di mana m adalah massa atom dan pi adalah momentum atom ke-i dalam gas.
Momentum atom-atom dalam gas ideal terdistribusi sesuai dengan distribusi
Maxwell. Dengan menggunakan distribusi itu diperoleh energi rata-rata satu atom
Tkm
pE B
ave
2
3
2
2
. (1.2)
sehingga energi-dalam gas ideal dengan N buah atom, adalah
TNkENU B2
3 . (1.3)
Dalam hal ini kB=1,3805x10-23
J/K adalah konstanta Boltzmann, dan T suhu dalam
satuan Kelvin.
Sifat lain dari gas ideal adalah
TNkpV B (1.4a)
konstan
pV untuk proses adiabatik. (1.4b)
3
di mana p adalah tekanan, V adalah volume, dan =Cp/CV adalah perbandingan
kapasitas panas pada tekan tetap dan volume tetap. NkB=nR dengan n=N/NA adalah
jumlah mol dari N atom dan NA=6,022×1023
/mol adalah bilangan Avogadro,
sedangkan R=NA kB =8,3134 JK/mol adalah konstanta gas universal.
Energi bisa mengalir ke dalam atau ke luar gas. Dalam Hukum Pertama
Termodinamika, perubahan energi gas dU dirumuskan seperti
dU=Q-W. (1.5)
di mana Q adalah kalor (panas) yang memasuki gas (jumlah kalor positif); W
adalah kerja yang dilakukan gas sehubungan dengan pembesaran volume (kerja
positif): W=pdV. Simbol diferensil menyatakan Q dan W bukan variabel
termodinamik. Kalor tersebut berkaitan dengan perubahan entropi S dari gas pada
suhu T. Hubungannya adalah
EQ=TdS. (1.6)
Selain perubahan energi-dalam karena adanya kerja dan kalor, gas bisa juga
mengalami perubahan energi-dalam karena perubahan jumlah atom dalam gas itu.
Jika perubahan itu terjadi dalam proses reversibel dengan entropi (S) dan volume (V)
yang konstan, maka perubahan energi
dU=µ dN. (1.7a)
di mana µ adalah potensial kimia yang didefenisikan seperti
VSN
U
,
. (1.7b)
Aliran partikel sangat penting dalam transisi fasa, reaksi kimia, dan masalah diffusi.
Dalam suatu proses berlaku hubungan diferensial
.dNpdVTdS
dNWQdU
(1.8)
4
Dalam bentuk yang lebih ril, gas memenuhi persamaan van der Waals
TNkNbVV
aNp B
)(
2
2
(1.9)
atau
aV
N
NbV
TNkp B
2
(1.10a)
atau
2v
a
bv
Tkp B
dengan NVv / adalah volume satu molekul. Perumusan itu cukup rumit sebagai
akibat dari interaksi antar molekul gas. Suku a/v2 muncul dari gaya tarik-menarik
antar molekul yang menyebabkan berkurangnya tekanan pada volume tetap,
sedangkan b menggambarkan pengurangan volume satu molekul sehubungan
dengan peningkatan tekanan. Persamaan van der Waals mempunyai batasan, dia
tidak memberikan jabaran kuantitatif yang cukup baik dari gas yang sebenarnya,
tetapi sebagai model cukup baik dalam hal transisi gas-cair.
1.3 Potensial Termodinamik
Sebagai akibat dari hukum termodinamika pertama, maka di dalam termodinamika
didefenisikan berbagai jenis potensial termodinamika seperti U (energi-dalam), H
(entalpi), F (energi bebas Helmholtz) dan G (energi bebas Gibbs). Potensial-
potensial termodinamika itu merupakan fungsi dari besaran-besaran makroskopik
sistem partikel: p (tekanan) , V (volume), T (suhu), S (entropi) dan N (jumlah
partikel).
Energi-dalam U:`
NpVTSU . (1.11a)
Jika T, p dan µ konstan,
dNpdVTdSdU . (1.11b)
Jika U, V, S, dan N konstan, sedangkan s=S/N dan v=V/N masing-masing adalah
entropi dan volume per molekul, maka diperoleh persamaan Gibbs-Duhem:
5
vdpdTsd . (1.11c)
Entalpi H:
pVUH . (1.12a)
Jika T,V dan µ konstan,
dNVdpTdSdH . (1.12b)
Energi bebas Helmholtz F:
TSUF . (1.13a)
Jika S, p dan µ konstan
dNpdVSdTdF . (1.13b)
Energi bebas Gibbs G:
NpVTSUpVFG . (1.14a)
Jika S, V dan µ konstan
dNVdpSdTdG . (1.14b)
Potensial besar :
NF . (1.15a)
Jika S, p dan N konstan
NdpdVSdTd (1.15b)
disebut juga potensial Landau.
Dalam persamaan-persamaan di atas µ adalah potensial kimia satu molekul.
Berdasarkan hubungan-hubungan di atas, diperoleh hubungan-hubungan sebagai
berikut.
,,, TNTNS VV
F
V
Up
(1.16)
NpNV S
H
S
UT
,,
(1.17)
,,, VNpNV TT
G
T
FS
(1.18)
6
pTVTpSVS N
G
N
F
N
H
N
U
,,,,
. (1.19)
Panas jenis pada volume konstan adalah
VVVV
T
ST
T
Q
T
UC
. (1.20)
Panas jenis pada tekanan tetap
pTVppp
T
Vp
V
U
T
U
T
ST
T
QC
(1.21)
Untuk gas ideal U tidak bergantung pada V, sehingga diperoleh
BVp NkCC . (1.22)
Tinjaulah potensial termodinamik A(X,Y) yang bergantung pada variabel
bebas X dan Y. Diferensial dapat dituliskan seperti
dYRdXRdA YX .
Karena berlaku
XY
A
YX
A
22
maka
Y
Y
X
X
X
R
Y
R
.
Contoh: dari dU=TdS-pdV (N konstan) maka diperoleh
VS S
p
V
T
.
7
Sebenarnya, dengan A(X,Y) berlaku
dYY
AdX
X
AdA
XY
.
Misalkan ada variabel ketiga, Z. Maka berlaku
Z
X
X
A
Z
A
YY
(1.23a)
dan
ZXYZ X
Y
Y
A
X
A
X
A
. (1.23b)
Kedua persamaan di atas disebut hubungan Maxwell.
Contoh: Dalam persamaan (1.13b), dengan N konstan maka dF=-SdT-pdV.
Selanjutnya diperoleh hubungan
VTVT T
TVp
V
F
TT
F
VV
S
),(
Dari persamaan (1.14a) dengan N konstan diperoleh dG=-SdT+Vdp dan selanjutnya
pTpTT
TpV
P
G
pT
G
pp
S
),(
dan dari persamaan (1.11b) dengan N konstan, dU=TdS-pdV sehingga
pT
TVpTp
V
TVST
V
U
VTT
),(),(
p
p
p T
VpC
T
U
).
1.4 Proses-proses dengan Entropi
Suatu proses yang berlangsung melalui keadaan-keadaan yang tidak setimbang dari
8
sistem disebut proses irreversibel (tidak dapat dibalik). Proses yang melalui
keadaan-keadaan setimbang dari sistem disebut proses reversibel (dapat dibalik).
Proses itu berlangsung secara bertahap, sedikit-demi-sedikit, sehingga keadaan
selalu setimbang.
Jika suatu sistem berubah dari keadaan 1 ke keadaan 2 melalui proses
reversibel, maka dari dS= Q/T :
2
1
12T
QSS
. (1.24)
Karena entropi hanya bergantung pada keadaan sistem saja, maka integral dari
keadaan 1 ke keadaan 2 di sebelah kanan tidak bergantung pada proses reversibel
yang diikuti. Dalam proses reversibel isotermal, suhu T konstan, sehingga
).(
1
12
2
1
12
SSTQ
T
TSS
(1.25)
Karena T selalu positif , maka selisih S2-S1 bisa positif atau negatif bergantung pada
apakah kalor Q diserap atau dilepaskan oleh sistem. Untuk proses reversibel
adiabatik, dQ=0, maka S2-S1=0 atau S konstan. Dari dS= đQ/T diperoleh:
2
1
TdSQ
yang menyatakan kalor yang diserap ketika sistem mengalami perubahan dari
keadaan A1 ke keadaan A2. Luas di bawah kurva proses dari keadaan A1 ke keadaan
A2 adalah kalor yang diserap (Q) ; lihat Gambar 1.1(a).
Jika proses itu berbentuk siklis seperti Gambar 1.1(b), maka tidak ada
perubahan entropi:
0 T
dQS . (1.26a)
Proses siklis ini disebut siklis reversibel. Kalor bersih yang diserap adalah
9
TdSQ (1.26b)
merupakan luas dalam siklis. Besarnya kalor itu sama dengan kerja yang dilakukan
sistem.
Gambar 1.1 (a) Proses reversibel, (b) proses siklis.
Suatu sistem yang terisolasi dari lingkungannya, dalam keadaan setimbang
memiliki entropi maksimum. Karena entropinya maksimum, maka proses-proses
yang mungkin dilakukan dalam sistem tersebut adalah proses-proses dengan dS=0
(yang tidak mengubah entropi). Proses-proses itu tentulah revesibel. Jika sistem itu
tidak dalam keadaan setimbang, maka sistem itu secara alami akan berevolusi dalam
arah di mana entropinya meningkat. Jadi, jika suatu sistem yang terisolasi tidak
dalam keadaan setimbang, maka proses yang paling mungkin terjadi adalah proses
dengan
0dS . (1.27)
Tanda sama dengan dipenuhi jika prosesnya reversibel, dan tanda > jika keadaan
awal sistem tidak setimbang; lihat Gambar 1.2.
Sehubungan dengan hal di atas, maka Hukum Kedua Termodinamika
diungkapkan sebagai berikut:
Proses-proses yang bisa terjadi dalam suatu sistem terisolasi adalah proses-
proses di mana entropi meningkat atau tetap.
Fenomena transpor seperti difusi molekul dan konduksi termal adalah contoh dari
proses irreverrsibel. Diffusi berlangsung dalam arah di mana konsentrasi menjadi
(b) A
B
T
S
(a)
T A2
A1
T2
T1
T
dS S1 S2 S
10
homogen (entropi maksimum). Proses sebaliknya, perubahan spontan dari keadaan
homogen ke keadaan tidak homogen (penurunan entropi), tidak mungkin terjadi.
Gambar 1.2 Perubahan entropi sistem terisolasi ketika berkembang menuju
kesetimbangan.
Jika suatu sistem tidak terisolasi, entropi sistem itu bisa turun dan entropi
sistem-sistem di sekitarnya juga berubah karena ada interaksi antara sistem dan
lingkungannya. Tetapi, jumlah perubahan entropi akan memenuhi 0dS . Sebagai
contoh, jika gabungan dua sistem terisolasi dan total entropi: S=S1+ S2, maka proses-
proses yang terjadi di dalam sistem gabungan akan memenuhi
021 dSdSdS (1.28)
Entropi salah satu sistem bisa menurun selama proses, namun total perubahan
entropi keseluruhan haruslah positif atau nol.
Siklis Carnot seperti Gambar 1.3 adalah siklus yang terdiri dari dua proses
isotermik (AB dan CD) dan dua proses adiabatik (DA dan BC).
Gambar 1.3 Siklis Carnot.
Perubahan entropi adalah:
SAB=Q1/T1 isotermik, Q1=kalor diserap.
T1
T2
S2 S1
D C
B A
T
S
S maksimum S
t
11
SBC=0 adiabatik.
SCD=-Q2/T2 isotermik, Q2=kalor dilepaskan.
SDA=0, diabatik.
Untuk satu siklis, perubahan entropi bersih Ssiklis=0, sehingga:
02
2
1
1 T
Q
T
Q
Kalor bersih adalah Q=Q1-Q2; ini sama dengan kerja yang dilakukan oleh sistem
dalam satu siklis. Jadi, W=Q=(T1-T2)(S2-S1). Efisiensi siklis Carnot adalah
perbanding kerja yang dilakukan dengan kalor yang diserap:
1Q
W (1.29)
Karena Q1=T1SAB=T1(S2-S1), maka
1
21
121
1221
)(
))((
T
TT
SST
SSTT
(1.30)
Jadi, efisiensi suatu mesin kalor yang beroperasi secara Carnot (reversibel) tidak
bergantung pada zat yang digunakan dan hanya bergantung pada kedua suhu
reservoir. Inilah yang disebut teori Carnot. Karena tidak bergantung pada zat yang
digunakan maka siklis Carnot adalah siklis yang mempunyai efisiensi paling tinggi.
Salah satu ungkapan dari Hukum Kedua Termodinakia adalah: Tidak mungkin
membuat suatu mesin kalor yang mempunyai efisiensi lebih besar atau sama dengan
efisiensi mesin Carnot.
1.5 Kesetimbangan Termodinamik
Kesetimbangan Sistem Tertutup
Tinjau dua sistem masing-masing dengan volume V1 dan V2 dan jumlah partikel N1
dan N2 pada suhu masing-masing T1 dan T2. Kedua sistem diberi kontak termal
dengan volume dan jumlah partikel masing-masing konstan. Berdasarkan hukum
termodinamika kedua, berlaku
12
011
1
21
2
22222
1
11111
21
dUTT
T
dNdVpdU
T
dNdVpdU
dSdSdStotal
(1.31)
di mana dV1= dV2=0 dan dU2=-dU1. Jelas, jika T1<T2 maka dU1>0 dan kalor
mengalir dari sistem kedua ke sistem pertama. Kesetimbangang tercapai jika T1=T2.
Misalkan volume masing-masing sistem konstant, dan suhu kedua sistem
sama, T1=T2=T. Kedua sistem diberi kontak agar terjadi perpindahan partikel
sehingga dN1= -dN2. Karena total energi konstan maka dU1+ dU2=0, maka
0)(1
112 dNT
dStotal (1.32)
Jadi jika 12 dan dN1>0, maka partikel mengalir dari sistem kedua ke sistem
pertama. Sebaliknya, jika 12 dan dN1<0, partikel mengalir dari12sistem
pertama ke sistem kedua. Berdasarkan itu maka berlaku
VUN
ST
,
(1.33)
Kesetimbangan Sistem Terbuka
Sudah diperlihatkan bahwa, untuk sistem-sistem yang terisolasi secara termal,
kesetimbangan termodinamik bisa didefenisikan sebagai keadaan dengan total
entropi maksimum. Tetapi untuk suatu sistem yang kontak dengan reservoir,
defenisi kesetimbangan termodinamik agak berbeda, yakni memaksimumkan total
entropi sistem dan reservoir terhadap keadaan sistem. Dengan memaksimumkan
total entropi itu maka besaran sistem yang disebut availabilitas:
A=U-TS +pV-µN
menjadi minimum terhadap keadaan sistem.
13
Tinjau suatu sistem dan reservoir yang bisa bertukar energi-dalam bentuk
kalor/kerja dan partikel. Menurut hukum kedua termodinamik, perubahan total
entropi adalah
0 Rtotal dSdSdS
dan perubahan availabilitas
0 totalRdSTdA
di mana dS adalah perubahan entropi sistem dan dSR adalah perubahan entropi
reservoir. Perubahan entropi reservoir adalah
R
RRRRRR
T
dNdVpdUdS
sehingga perubahan total entropi adalah
R
RRRRRRtotal
T
dNdVpdUdSTdS
(1.34)
Dengan hukum kekekalan, maka dU=-dUR , dV=-dVR dan dN=-dNR sehingga
R
RRRtotal
T
dNdVpdUdSTdS
(1.35)
Dengan itu maka perubahan availabilitas adalah
dNdVpdSTdUdA RRR (1.36)
Jika reservoir cukup besar, jauh lebih besar dari pada sistem maka TR, pR dan µR
konstan. Jadi availabilitas bergantung pada U, S, V dan N dari sistem dengan
rumusan
NVpSTUA RRR (1.37)
Saat menuju kesetimbangan total entropi meningkat dan availabilitas menurun. Pada
saat mencapai kesetimbangan yang stabil, maka dA=0. Untuk berbagai kendala yang
khas, minimum availabilitas menjadi identik dengan minimum potensial
termodinamik bersangkutan.
14
Kesetimbangan jika p, S, N konstan
Dari persamaan (1.33),
NSp
NSpRRRNSp
pVUd
dNdVpdSTdUdA
,,
,,,,
)(
dengan p=pR . Tetapi, karena entalpi H=U+pV, maka
NSpNSp HddA ,,,, )( (1.38)
Jadi, pada keadaan sistem dengan tekanan, entropi dan jumlah partikel konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan entalpi minimum.
Kesetimbangan pada T,V, N konstan
NVT
NVTRRRNVT
TSUd
dNdVpdSTdUdA
,,
,,,,
)(
dengan T=TR. Karena energi bebas Helmholtz F=U-TS maka
NVTNVT FddA ,,,, )( (1.39)
Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, volume dan jumlah partikel konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan energi bebas Helmholtz minimum.
Gambar 1.4 Dua gas yang awalnya bertekanan p1 dan p2 dipisahkan oleh pemisah
yang dapat bergerak. Suhu dibuat konstan, T.
Gambar 1.4 memperlihatkan dua sistem gas yang kontak satu sama lain dengan
suhu, volume dan jumlah partikel konstan. Total energi bebas Helmholtz
p1
p2
T
15
)()( 222111
21
STUSTU
FFF
Karena T1=T2=T dan dU=TdS-pdV maka
2211 dVpdVpdF
Tetapi, dV2=-dV1 sehingga
121 )( VdppdF
Jadi, keadaan setimbang tercapai jika dF=0 sehingga
21 pp
Kesetimbangan pada T, p, N konstan
NpT
NVTRRRNpT
pVTSUd
dNdVpdSTdUdA
,,
,,,,
)(
dengan TR=T, dan pR=p. Karena energi bebas Gibbs G=U-TS+pV maka
NpTNpT GddA ,,,, )( (1.40)
Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, tekanan dan jumlah partikel konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan energi bebas Gibbs minimum.
Contoh 4. Kesetimbangan jika T,p,µ konstan.
,,
,,,,
)( VT
VTRRRVT
NTSUd
dNdVpdSTdUdA
dengan TR=T, dan pR=p dan µR=µ. Karena potensial besar =U-TS-µN maka
,,,, )( VTVT ddA (1.41)
16
Jadi, pada keadaan sistem dengan suhu, tekanan dan potensial kimiawi konstan,
keadaan availabitas minimum ekivalen dengan potensial besar minimum.
1.6 Kesetimbangan Fasa
Tinjaulah suatu sistem dengan satu jenis partikel pada tekanan dan jumlah partikel
konstan. Jika suhu dinaikkan secara perlahan mulai dari suhu rendah ke suhu tinggi,
maka pada suatu suhu tertentu terjadi perubahan fasa dari fasa likuid ke fasa uap.
Misalkan Gc(T,p) adalah energi bebas Gibbs pada fasa likuid dan Gu(T,p) ) adalah
energi bebas Gibbs pada fasa uap.
Dalam Gambar 1.5 diperlihatkan kurva kedua energi-dalam diagram G-T.
Perpotongan kedua kurva menggambarkan transisi fasa. Di saat transisi fasa, kedua
fasa itu bercampur sehingga energi Gibbs adalah
uc GGG
Gambar 1.5 Diagram G-T suatu zat pada tekanan dan jumlah partikel konstan.
Dalam keadaan setimbang, dG=0 sehingga
uuuu
u
dNdpVdTSdNdpVdTS
dGdG
Di saat transisi fasa, suhu dan tekanan konstan, sehingga
uudNdN
Karena jumlah partikel konstan, maka udNNd sehingga pada T dan p konstan
T Tb
Gu
Gl
G
17
u (1.42)
Jadi, syarat kesetimbangan fasa adalah potensial kimiawi kedua fasa adalah sama.
Gas van der Waals
Gas vd Waals memenuhi persamaan
2v
a
bv
Tkp B
(1.43)
di mana v adalah volume satu molekul gas, a dan b konstanta. Kurva-kurva
isotermal dari gas van der Waals adalah seperti Gambar 1.6. Titik A dan titik E
adalah dua keadaan dengan fasa berbeda. Pada titik A, molekul-molekul berfasa
likuid dan di titik E berfasa gas (uap). Hubungan potensial kimia antara kedua titik
adalah
E
A T
cu dpp
AE
)()( (1.44a)
Berdasarkan persamaan Gibbs-Duhem (1.11c): vdpdTsd maka p
v
.
E
A
cu dpvAE )()( (1.44b)
Gambar 1.6 Kurva-kurva isotermik gas van der Waals dengan a=2,210-49
dan
b=510-29
.
0 1 2 3 4 5 6 7
x 10-28
0
2
4
6
8
10x 10
6
b v(m3)
p(Pa) 100K 94K 80K
A E C
18
Karena titik A dan titik E pada tekanan yang sama, dan jika luas arsiran di sebelah
kiri dan sebelah kanan dari titik C sama, maka integral dalam persamaan (1.44b)
sama dengan nol sehingga berlaku
)()( AE cu (1.45)
Persamaan Clausius-Clapeyron
Kalor laten adalah sama dengan perbedaan entalpi dari dua fasa pada suhu transisi.
Kalor laten dapat dihubungkan dengan kebergantungan suhu transisi terhadap
tekanan. Misalkan,
dpvdTsd 111
untuk fasa 1. Pada transisi fasa seperti persamaan (1.40) 21 dan 21 dd
sehingga
dpvdTsdpvdTs 2211
atau
21
21
vv
ss
dT
dp
(1.46)
Dengan menyatakan 21 sss dan 21 vvv sebagai perubahan entropi dan
volume per molekul, serta mendefenisikan kalor laten sTL maka diperoleh
vT
L
dT
dp
(1.47)
Gambar 1.7 Garis-garis transisi yang memisahkan dua fasa dari suatu zat.
uap
cair
padat
T
p
19
Inilah yang disebut persamaan Clausius-Clapeyron. Persamaan ini dapat
diterapkan pada garis transisi yang memisah dua fasa dari suatu zat di dalam
diagram p-T seperti Gambar 1.7.
Campuran Gas Ideal
Dalam suatu gas ideal molekul-molekul tidak berinteraksi satu sama lain. Demikian
juga dalam campuran gas-gas ideal. Oleh sebab itu, tekanan gas adalah jumlah dari
tekanan-tekanan parsial dari gas-gas tersebut,
i
ipp (1.48)
Berbeda halnya dengan entropi; entropi campuran lebih besar dari pada jumlah
entropi-entropi murni,
i
iBiii
p
pkNTpSS ln),( (1.49)
atau
i
iiB ccNkS ln (1.50)
di mana p
p
N
Nc ii
i adalah konsentrasi gas ke-i.
Variasi energi bebas Gibbs adalah dG=-SdT+Vdp sehingga untuk gas ideal
p
TNkV
p
G B
T
(1.51)
Tetapi potensial kimiawi µ=G/N, sehingga
p
Tk
p
B
T
(1.52)
Integrasi dari suatu tekanan p0 ke tekanan p menghasilkan
0
0 ln),(),(p
pTkpTpT B (1.53)
Selanjutnya, dalam campuran beberapa gas ideal berlaku energi bebas Gibbs
adalah jumlah energi bebas Gibbs parsial,
20
i
iGG (1.54)
Sesuai dengan persamaan (1.46), Vp
G
iNTi
i
,
maka
iBii
iBii
p
p
iii
cTkNpTG
p
pTkNpTG
VdppTGpTGi
ln),(
ln),(
),(),(
(1.55)
Dengan µi=Gi /Ni maka potensial kimiawi komponen ke-i
iBiii cTkpTpT ln),(),( 0 (1.56)
Artinya, potensial kimiawi gas ke-i di dalam campuran dengan konsentrasi ci
berbeda dengan potensial kimiawinya dalam keadaan murni dengan perbedaan
iB cTk ln .
Selanjutnya perubahan energi bebas Gibbs karena pencampuran adalah
i
iidNVdpSdTdG (1.57)
dan dengan itu, maka
ijNpTi
iN
G
,,
(1.58)
Untuk dua komponen i dan j berlak
iljlNpTi
i
ijNpTj
i
NNN
G
N
,,
2
,,
(1.59)
1.7 Kesetimbangan Kimia
Tinjaulauh reaksi kimia
nA AnB B+nC C.
21
Dalam kesetimbangan kimia berlaku syarat minimum dari availabilitas. Pada
tekanan dan suhu konstan berlaku
0
)(
,
dG
pVTSUd
pdVTdSdUdA pT
di mana i
ii
i
i NGG . Jadi, pada T dan p konstan variasi dG sekitar
kesetimbangan adalah
0i
iidNdG (1.60)
Artinya
0 CCBBAA dNdNdN (1.61a)
Dalam reaksi di atas berlaku i
i
n
dNkonstan, sehingga
C
C
B
B
A
A
n
dN
n
dN
n
dN .
Jadi, persamaan (1.57a) menjadi
0 CCBBAA nnn (1.61b)
Secara umum dituliskan
0i
iiv (1.62)
dengan CCBBAA nvnvnv ;; . Gabungan persamaan (1.56) dan (1.62)
menghasilkan
0ln0 i
iiB
i
ii cvTkv (1.63)
atau
0ln0
i
v
iB
i
iiicTkv (1.64)
22
Dari persamaan terakhir ini didefenisikan konstanta kesetimbangan untuk
konsentrasi c dan suhu T seperti
i
v
icicTK )( (1.65a)
dengan
i
ii
B
c pTvTk
TK ),(1
)(ln 0 (1.65b)
Untuk reaksi nA AnB B+nC C, konstanta kesetimbangan adalah
cB
A
n
C
n
B
n
Ac
cc
cTK )( (1.66)
1.8 Bahan Paramagnet dalam Medan Magnet
Bahan paramagnet mempunyai atom-atom yang terionisasi; misalkan satu ion
mempunyai momen dipol magnet
. Secara klasik, didalam medan medan magnet
B
dipol itu adalah
cos. BBE
(1.67)
Energi itu minimum jika vektor magnetisasi dan vektor medan magnet sejajar, dan
maksimum jika berlawanan arah.
Energi dari sistem yang mengandung N buah ion adalah,
N
i
iBU1
cos (1.68)
Berdasarkan
BMU
. (1.69)
di mana M
adalah magnetisasi, maka
N
i
iM1
cos
(1.70)
23
Selanjutnya, sesuai dengan hukum termodinamika pertama dWQdU maka
BdMBMddU
.. (1.71)
di mana BdM
. dapat dipandang sebagai kerja oleh bahan karena perubahan energi
yang berasal dari pengaruh medanl, sedangkan - BMd
. dipandang sebagai
perubahan energi karena perubahan keadaan magnetisasi. Jadi
BMdTdS
. (1.72)
sehingga
BdMTdSdU
. (1.73)
Soal-soal
1. Tunjukkan bahwa untuk gas van der Waals, panas jenis pada volume konstan CV
memenuhi
.0
T
V
V
C
2. Gunakan hubungan Maxwell dan aturan rantai untuk menunjukkan bahwa untuk
suatu zat, laju perubahan suhu T terhadap tekanan p dalam suatu proses kom-
pressi adiabatik yang reversibel dirumuskan sebagai berikut
.ppS
T
V
C
T
p
T
3. Misalkan pada gas ideal berlaku kapasitas kalor CV=NkB dengan adalah suatu
konstanta. Tunjukkan bahwa CP=NkB(+1) dan
konstantaTNkN
VNkS BB
log
.log
Tunjukkan pula bahwa dalam proses adiabatic (dS=0), berlaku VT=konstan dan
pV=konstan dengan =CP/CV.
24
4. Turunkanlah persamaan keadaan gas
VT T
pT
V
Up
dan
dTCdVpT
pTdU V
V
5. Pada gas vd Waals, buktikan bahwa
).)(( bVapCC Vp
6. Persamaan keadaan gas Dietrici adalah
Tvk
a
bv
Tkp
B
B exp .
di mana v=V/N. Tentukanlah titik kritis dan hitunglah pv/kBT pada titik itu.
7. Suatu gas memiliki sifat-sifat berikut:
(i) Pada suhu konstan T0, kerja yang dilakukannya dalam ekspansi volume dari
V0 ke V adalah
0
0 lnV
VNRTW ,
(ii) Entropinya adalah
a
T
T
V
VNRS
0
0
di mana a adalah konstanta.
a. Tentukanlah energi bebas Helmholtz
b. Bagaimana persamaan gas itu?
c. Tentukanlah kerja yang dilakukan pada sebarang suhu konstant.
8. Dua buah balok logam dari bahan yang sama dan ukuran yang sama tetapi
berbeda suhu T1 dan T2. Kedua balok didekatkan satu sama lain dan dibiarkan
kontak sehingga suhu mencapai setimbang.
25
a. Tunjukkan bahwa perubahan entropi adalah
21
221
4
)(ln
TT
TTCS V
b. Bagaimana persamaan di atas menunjukkan bahwa perubahan itu adalah
spontan?
9. Tinjaulah sebuah kotak dengan suatu partisi yang memisahkan dua jenis gas
berbeda. Andaikan ada perbedaan jumlah dari masing-masing gas, gas-1
bervolume V1 dan gas kedua V2, dan volume kotak V= V1 + V2. Kotak itu kontak
termal dengan suatu reservoir sehingga sesuatu transformasi akan berlangsung
dengan suhu konstan.
a. Mula-mula, andaikanlah suatu proses memungkinkan gas-gas itu bercampur
secara perlahan-lahan, sehingga selama proses percampuran itu sistem selalu
setimbang. Ingat bahwa lingkungan harus melakukan kerja agar proses itu
berlangsung. Tentukanlah perubahan energi dan perubahan entropi masing-
masing gas antara sebelum bercampur dan setelah bercampur sepenuhnya.
b. Sekarang, andaikanlah partisi dicabut secara cepat sehingga gas-gas itu
bercampur secara cepat. Tentukanlah perubahan energi dan perubahan
entropi dari masing-masing gas.
c. Hitunglah total perubahan entropi yang meliputi gas-gas dan lingkungan baik
pada soal a maupun soal b.
10. Kapasitas panas logam dalam fasa superkonduktor dan fasa normal pada suhu
rendah dapat didekati dengan persamaan-persamaan berikut:
3VTCs , superkonduktor
VTVTCn 3, normal
di mana , dan adal;ah konstanta. Pada suhu rendah di bawah Tc fasa
superkonduktor adalah stabil dan di atas suhu Tc fasa normal yang stabil.
Tentukanlah rumusan untuk Tc .
26
STATISTIK MAXWELL -
BOLTZMANN
2.1 Keadaan Mikro dan Makro
Dalam suatu sistem seperti gas, suatu keadaan mikro berkaitan dengan sekumpulan
posisi dan momentum dari partikel-partikel gas. Biasanya, suatu sistem mempunyai
konstrain, misalnya volume tetap, sehingga orang cukup memperhatikan keadaan-
keadaan mikro pada volume tetap itu saja. Dalam sistem kuantum, keadaan mikro
adalah solusi dari persamaan Schrodinger seperti iii EH ˆ .
Keadaan makro adalah sekumpulan keadaan-keadaan mikro dengan energi
tertentu, U, yang memenuhi konstrain tertentu, misalnya energi U, volume V dan
jumlah partikel N yang konstan. Jumlah keadaan mikro dalam suatu keadaan makro
tertentu dinyatakan sebagai bobot statistik dari keadaan makro tersebut dan
dinyatakan dengan simbol (U,V,N). Pada keadaan setimbang statistik, orang tak
memerlukan rincian dari keadaan-keadaan mikro; yang diperlukan hanyalah jumlah
keadaan mikro dalam keadaan makro bersangkutan.
Bobot statistik suatu keadaan makro dapat ditentukan sebagai berikut.
Misalkan tiga buah patikel sejenis yang dapat dibedakan satu sama lain (sebutlah A,
B, C) akan ditempatkan pada tingkat-tingkat energi E1=, E2=2, dan E3=3.
Andaikan keadaan makro yang diinginkan mempunyai energi U=6. Artinya,
distribusi partikel adalah n1=1, n2=1 dan n3=1 sehingga U=n1E1+n2E2+n3E3=6. Jika
partikel-partikel itu identik yang dapat dibedakan maka susunan partikel pada
tingkat-tingkat energi adalah seperti berikut:
Keadaan-keadaan mikro
E3=3 C B C A A B
E2=2 B C A C B A
E1= A A B B C C
U 6 6 6 6 6 6
2
27
Terlihat, keadaan makro tersebut mempunyai enam buah keadaan mikro.
Selanjutnya, andaikan keadaan makro yang diinginkan mempunyai energi U=4.
Maka distribusi partikel adalah n1=2, n2=1 dan n3=0 sehingga U=n1E1+n2E2+
n3E3=4. Susunan partikel pada tingkat-tingkat energi adalah seperti berikut:
Keadaan-keadaan mikro
E3=3 - - -
E2=2 C B A
E1= AB AC BC
U 4 4 4
Terlihat, keadaan makro tersebut mempunyai tiga buah keadaan mikro. Untuk dua
contoh di atas, jumlah keadaan mikro dalam keadaan makro dapat dinyatakan
sebagai berikut:
N=3, n1=1, n2=1, n3=1, U=6,: 6!1!1!1
!3 .
N=3, n1=2, n2=1, n3=0, U=4: 32
6
!0!1!2
!3 .
Berdasarkan pengalaman di atas, maka untuk sistem N partikel identik yang
dapat dibedakan secara umum berlaku hal berikut. Andaikan suatu keadaan makro
mengandung m buah keadaan mikro dengan tingkat-tingkat energi E1, E2, ......,Em.
Jika distribusi partikel-partikel adalah n1, n2, ....,nm dengan keadaan makro yang
mempunyai konstrain
konstan
konstan
1
1
i
m
i
i
m
i
i
EnU
nN
(2.1)
maka jumlah keadaan mikro di dalam keadaan makro bersangkutan adalah
28
m
i im nN
nnn
NU
121 !
1!
!!.......!
!)( (2.2)
Jika sekiranya, tingkat-tingkat energi keadaan mikro mempunya degenerasi,
misalnya gi untuk tingkat energi ke-i, maka peluang penempatan ni buah partikel di
tingkat energi Ei adalah inig . Dengan demikian maka persamaan (2.2) harus
disempurnakan menjadi
m
i i
ni
n
gNU
i
1 !!)( (2.3)
Karena interaksi dan tumbukan, distribusi partikel-partikel pada tingkat-
tingkat energi keadaan mikro bisa berubah. Dapat diasumsikan bahwa pada setiap
keadaan makro dari suatu sistem, ada suatu distribusi yang lebih baik daripada
distribusi-distribusi lainnya. Artinya, secara fisis pada suatu sistem yang memiliki
sejumlah partikel dengan total energi tertentu, terdapat suatu distribusi paling
mungkin. Jika distribusi itu tercapai, sistem itu disebut dalam keadaan setimbang
statistik, dan dalam keadaan itu maksimum.
2.2 Entropi
Tinjaulah dua buah sistem partikel seperti dalam Gambar 2.1, yang kontak termal
satu sama lain sehingga mencapai kesetimbangan suhu. Kedua sistem terisolasi dari
lingkungannya. Misalkan energi masing-masing adalah U1 dan U2 sehingga energi
total kedua sistem adalah U= U1+ U2. Meskipun U konstan, tetapi masing-masing U1
dan U2 bisa berubah sampai tercapai keadaan setimbang suhu.
Gambar 2.1 Dua buah sistem yang kontak termal satu sama lain, terisolasi dengan
lingkungannya.
U1
U2
29
Misalkan 1(U1) dan 2(U2) adalah jumlah keadaan mikro masing-masing
dalam sistem pertama dan sistem kedua. Jumlah keadaan mikro gabungan adalah
(U, U1) =1(U1) 2(U2)
di mana U2=U-U1. Tentu ada suatu harga U1 di mana sistem gabungan dalam
keadaan setimbang sehingga (U, U1) mencapai harga maksimum. Misalkan 1U
adalah harga U1 pada keadaan setimbang sehingga
0)(
)ˆ()ˆ()(
1
2
ˆ2
221122
ˆ1
11
121
U
U
U
UUU
U
U
UUU
(2.4)
Karena U konstan maka 1
2
U
U
= -1, sehingga
21ˆ2
221122
ˆ1
11 )()ˆ()ˆ(
)(
UUU
UUU
U
U
21ˆ2
22
ˆ1
11 )(ln)(ln
UUU
U
U
U
(2.5)
Kesamaan di atas, terkait dengan kesetimbangan suhu mengindikasikan masing-
masing fihak dalam persamaan (2.5) sama dengan sehingga diperoleh
UUU
U
ˆ
)(ln
(2.6)
Dalam termodinamika dikenal hubungan suhu dan entropi seperti
VNU
S
T ,
1
(2.7)
Dari kedua persamaan (2.6) dan (2.7) dapat dinyatakan bahwa
TkB
1 (2.8)
di mana kB=1,38110-23
J/K adalah konstanta Boltzmann. Selanjunya entropi adalah
30
lnBkS (2.9)
Secara statistik inilah yang disebut entropi Boltzmann dalam kaitannya dengan
jumlah keadaan mikro maksimum dari suatu sistem
Untuk kedua sistem di atas, berlaku
21
2121 )lnln)ln(ln
SS
kkkkS BBBB
(2.10)
Jadi, entropi gabungan adalah jumlah dari entropi-entropi kedua sistem yang kontak
suhu satu sama lain. Ini adalah suatu tanda bahwa entropi adalah besaran yang
bersifat ekstensif, sedangkan suhu sebagai konjugasinya merupakan besaran yang
bersifat intensif.
Entropi Boltzmann sangat ideal bagi sistem dengan jumlah partikel yang
besar. Untuk sistem dengan jumlah partikel yang kecil diperkenalkan entropi Gibbs,
i
iiB ppkS ln (2.11)
dengan pi adalah probabilitas menemukan sistem pada keadaan mikro ke-i. Untuk
itu berlaku
i
ip 1 (2.12)
Meskipun demikian, untuk sistem dengan jumlah partikel yang besar rumusan di
atas tetap berlaku karena
1
ip untuk semua keadaan yang mungkin sehingga
ln1
ln1
ln B
i
B
i
iiB kkppkS
Kembali ke persamaan (2.2), maka dengan jumlah keadaan mikro itu entropi
Boltzmann adalah
i
BB nNkkS !ln!lnln
Untuk jumlah partikel yang besar dapat digunakan aproksimasi Sterling
31
XXXX ln!ln (2.13)
sehingga entropi dari N buah partikel yang dapat dibedakan menjadi
i
iiB
i
iiB
i
iiiB
N
n
N
nNk
nnN
NNk
nnnNNNkS
ln
ln1
ln
)ln(ln
(2.14a)
Untuk N buah partikel yang tak dapat dibedakan entropi adalah
1ln
!lnln
NNk
NkkS
B
BB
(2.14b)
Entropi per partikel dalam persamaan (2.14a) di atas jika dibandingkan dengan
persamaan (2.11) menegaskan bahwa probabilitas menemukan sistem pada keadaan
mikro ke-i dapat dikaitkan dengan jumlah partikel pada keadaan itu, yakni
N
np i
i (2.15)
2.3 Ensembel Mikrokanonik
Ensembel adalah sistem partikel dengan lingkungannya. Dalam Gambar 2.2
diperlihatkan tiga buah sistem dan lingkungannya.
.
(a) (b) (c)
Gambar 2.2 Sistem dan lingkungannya.
S S S
32
Dalam Gambar 2.2(a) sistem partikel terisolasi dari dunia luar. Dengan
demikian maka U, V, N konstan. Secara statistik, sistem partikel ini dipandang
sebagai ensemble mikrokanonik. Dalam Gambar 2.2(b) sistem partikel kontak
termal dengan reservoir suhu di sekitarnya. Sistem dan reservoir secara keseluruhan
terisolasi dari dunia luar. Dengan demikian maka T, V, N konstan, sedangkan energi
U berfluktuasi. Secara statistik, sistem partikel dan reservoir secara keseluruhan
dipandang sebagai ensemble kanonik. Dalam Gambar 2.2(c) sistem partikel kontak
termal dan kontak partikel dengan reservoir di sekitarnya. Sistem dan reservoir
secara keseluruhan terisolasi dari dunia luar. Dengan demikian maka T, V, µ
konstan, sedangkan energi U dan jumlah partikel N berfluktuasi sekaligus. Secara
statistik, gabungan sistem partikel dan reservoir secara keseluruhan dipandang
sebagai ensemble kanonik besar.
Dalam ensembel mikrokanonik seperti dalam Gambar 2.2(a), sistem partikel
terisolasi dengan lingkungannya. Yang konstan dari sistem adalah energi dalam U,
volume V dan jumlah partikel N. Dengan keadaan seperti itu maka semua keadaan
mikro yang mungkin dari sistem memiliki probabilitas yang sama. Oleh sebab itu
berlaku
)(U jumlah keadaan mikro berenergi U
sehingga probabilitas bahwa sistem ada pada keadaan mikro ke-i dengan energ U
adalah)(
1
Upi
, dan probabilitas sistem pada keadaan dengan energi U’≠U sama
dengan nol. Entropi sesuai dengan persamaan (2.9) adalah
)(ln UkS B (2.16)
Dalam fisika kuantum, tingkat-tingkat energi itu diskrit. Tetapi, jika jumlah
partikel cukup besar maka tingkat-tingkat energi itu menjadi rapat dan secara efektif
kontinu. Dalam keadaan itu, )(E adalah jumlah keadaan yang berenergi antara E
dan E+E dengan E adalah sangat kecil tetapi cukup besar dibandingkan dengan
spasi tingkat-tingkat energi.
33
Contoh 2.1 Sistem dua tingkat energi I
Tinjaulah suatu sistem terisolasi dengan N buah partikel identik yang dapat
dibedakan. Andaikan tidak ada interaksi antara partikel-partikel. Setiap partikel fix
pada posisinya dan bisa menempati salah satu tingkat energi E1=0 dan E2=.
Misalkan n2 adalah jumlah partikel yang menempati tingkat energi E2 dan n1=N-n2
menempati tingkat energi E1, maka energi total partikel adalah
2nU (2.17)
Karena sistem memiliki energi dalam U dan jumlah partikel N yang tetap, maka
jumlah keadaan mikro adalah
!!
!)(
21 nn
NU
Dengan itu maka entropi adalah
)]!ln!(ln![ln
)(ln
21 nnNk
UkS
B
B
Dengan menggunakan aproksimasi Sterling dalam persamaan (2.13) maka entropi di
atas menjadi
N
nn
N
nnk
nnnnNNk
nnnnnnNNNkS
B
B
B
22
11
2211
222111
lnln
)]lnln(ln[
)]lnln(ln[
Karena N
U
N
n2 dan
N
U
N
n11 maka
N
U
N
U
N
U
N
UkS B ln1ln1 (2.18)
Tampak bahwa, jika U=0 dan U=N maka entropi S=0, sedangkan jika U=N/2
entropi mencapai maksimum S=kB ln2.
34
Berdasarkan hubungan termodinamik: U
S
T
1, maka dapat diturunkan
bahwa suhu sistem adalah
1ln
1
U
Nk
T
B
(2.19)
Dari hubungan di atas, selanjutnya diperoleh
1
1/
2
TkBeN
n (2.20)
Tampak bahwa, jika suhu T0 maka n2=0 atau n1=N; artinya seluruh partikel
menempati tingkat energi E1. Sebaliknya, jika T∞ maka n2=½N.
Dari persamaan (2.17) dan (2.20) energi sistem adalah
1/
TkBeNU
(2.21)
Kapasitas kalor yang didefenisikan seperti T
UC
adalah
2/
/
2
2
1
Tk
Tk
BB
B
e
e
Tk
NC
(2.22)
C sebagai fungsi suhu T diperlihatkan dalam Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Kapasitas kalor C sebagai fungsi suhu T dalam persamaan (2.22).
T
C
35
2.4 Ensembel Kanonik; Distribusi Maxwell-Boltzmann
Dalam ensembel mikrokanonik telah dikemukakan bahwa karena sistem partikel
terisolasi dari lingkungannya, maka energi sistem partikel itu menjadi konstan.
Sekarang dengan membiarkan sistem partikel kontak termal dengan suatu reservoir
yang besar seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.2(b), maka terjadi pertukaran
energi sehingga suhu sistem sama dengan suhu reservoir.
Ensembel kanonik merupakan gabungan dari suatu sistem partikel dan suatu
reservoir panas yang besar. Dalam ensembel ini, karena terjadi kontak termal antara
sistem dan reservoir maka suhu sistem partikel menjadi tetap. Yang konstan dari
sistem partikel adalah suhu T, volume V dan jumlah partikel N. Misalkanlah sistem
menempati suatu keadaan mikro ke-i yang berenergi Ei ; energi ini jauh lebih kecil
dari pada energi reservoir sehingga jumlah keadaan mikro gabungan sama dengan
jumlah keadaan mikro dalam sistem partikel,
)()( i
igabresgab EUU
Dengan hubungan entropi Sres=kB ln , maka
i B
igabR
gabk
EUSU
)(exp)(
Dengan uraian Taylor,
B
i
gab
gabR
B
gabR
B
igabR
k
E
U
US
k
US
k
EUS
)()()(
dan mengingat gab
gabR
U
US
T
)(1 maka
i
TkEkUS
gabBiBgabR eeU
//)()(
Dari persamaan terakhir ini terungkap bahwa probabilitas sistem pada keadaan
mikro ke-i adalah
TkE
iBiep
/
36
Secara lengkap probabilitas di atas harus dinormalisasi; untuk itu
1
/
Z
ep
TkE
i
Bi
(2.23)
dengan
i
TkE BieZ/
1 (2.24)
disebut fungsi partisi untuk satu partikel.
Energi rata-rata satu partikel dirumuskan seperti
i
i
i EpE (2.24a)
Dengan menggunakan persamaan (2.23) dan (2.24) maka
1
11
1 Z
ZE
Z
eE
i
i
Ei
sehingga diperoleh
1ln Z
E (2.24b)
di mana =1/kBT.
Dengan persamaan (2.15) dan (2.23) diperoleh apa yang disebut distribusi
Maxwell-Boltzmann, yakni jumlah partikel yang menempati keadaan mikro ke-i:
iE
i eZ
Nn
1
(2.25a)
sedangkan
iE
i eEf
)( (2.25b)
disebut fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann.
Entropi Gibbs untuk satu partikel
37
1
1
1
ln
ln
lnln
ZkT
E
pZkEpk
Z
epkppkS
B
i i
iBiiB
i
E
iBi
i
iB
i
(2.26)
di mana telah digunakan sifat 1i
ip . Berdasarkan hubungan termodinamik,
energi bebas Helmholtz: F=U-TS, maka untuk satu partikel
11 ln ZTkF B (2.27)
Untuk N buah partikel identik, misalkan partikel-partikel itu dapat
dibedakandengan penomoran q=1, 2,……,N. Partikel-partikel ditempatkan pada
Tingkat-tingkat energi 1, 2,…… sehingga energi-energinya adalah
....................................................................
)(..............)3()2()1(
)(..............)3()2()1(
)(..............)3()2()1(
11213
11122
11111
NE
NE
NE
Fungsi partisi untuk N partikel identik yang dapat dibedakan adalah
..........)(..............)3()2()1(exp
)(..............)3()2()1(exp
)(..............)3()2()1(exp
)exp(......)exp()exp()exp()exp(
1121
1112
1111
4321
N
N
N
EEEEEZ NN
dengan =1/kBT. Persamaan di atas dapat dituliskan seperti
..........
)(exp..............)3(exp)2(exp)1(exp
)(exp..............)3(exp)2(exp)1(exp
)(exp..............)3(exp)2(exp)1(exp
1211
1121
1111
N
N
NZ N
yang selanjutnya dapat disusun sebagai berikut
38
)(exp.........)(exp)(exp)(exp
...................................................................................................................
)2(exp.........)2(exp)2(exp)2(exp
)1(exp..........)1(exp)1(exp)1(exp
321
321
321
NNNN
Z
N
N
NN
atau
qq i
q
N qZeZ i )(1
)( , q=1, 2,….N
dengan q adalah nomor partikel. Karena Z1(1)=Z1(2)=….= Z1(N), maka fungsi partisi
untuk N buah partikel identik yang dapat dibedakan adalah
NN ZZ 1 (2.28)
Sesuai dengan persamaan (2.26), energi bebas Helmholtz dari N buah
partikel identik yang dapat dibedakan adalah
1
1
ln
lnln
ZTNk
ZTkZTkF
B
NBNB
(2.29)
Dibandingkan dengan persamaan (2.26), terlihat bahwa F=NF1.
Selanjutnya, berdasarkan hubungan termodinamik F=U-TS, maka dF=-SdT-
pdV sehingga entropi N buah partikel identik yang dapat dibedakan adalah
T
Z
ZTNkZNk
T
ZTNkZNk
T
FS
BB
BB
V
1
1
1
11
1ln
lnln
Karena =1/kBT maka
1
2
11 1 Z
TkT
Z
T
Z
B
, maka
1
1
lnln
Z
T
NZNkS B
Dengan
1ln Z
E dalam persamaan (2.24b) maka
39
T
ENZNkS B 1ln
Karena energi total
ENZZ
NU N
lnln 1 (2.30)
maka entropi di atas adalah
T
UZNkS B 1ln (2.31)
Dibandingkan dengan persamaan (2.26) maka 1NSS .
Sekarang tinjaulah N buah partikel identik yang tidak dapat dibedakan.
Misalkan fungsi partisi adalah
NN ZmZ 1
dengan m adalah factor yang masih harus ditentukan. Misalkanlah N=2, maka
ji
ji eem
ZmZZ
)2()1(
112 )2()1(
sehingga diperoleh
i iji
jiii eemZ)2()1()]2()1([
2
Terlihat, pada suku kedua terjadi double counting, pada hal )2()1( ji =
)1()2( ji . Oleh sebab itu harus diberikan faktor ½, atau m=1/2. Jadi,
21112
2
1)2()1(
2
1ZZZZ
Dengan cara yang sama, dapat diturunkan bahwa untuk N=3, fungsi partisi itu
adalah
40
313
6
1ZZ
Dengan demikian maka secara umum fungsi partisi dari N buah partikel identik yang
tidak dapat dibedakan adalah
NN Z
NZ 1
!
1 (2.32)
Energi bebas Helmholtz dari N buah partikel identik yang tidak dapat
dibedakan adalah
1ln
)1(lnln
)ln(ln
!lnln!
1lnln
1
1
1
11
N
ZTNk
NTNkZTNk
NNNTkZTNk
NZTkZN
TkZTkF
B
BB
BB
N
B
N
BNB
(2.33)
Dibandingkan dengan persamaan (2.27), terlihat bahwa F NF1. Dengan
energi bebas di atas, entropi N buah partikel identik yang tidak dapat dibedakan
adalah
T
Z
ZTNk
N
ZNk
N
Z
TZ
NTNk
N
ZNk
N
Z
TTNk
N
ZNk
T
FS
BB
BB
BB
V
1
1
1
1
1
1
11
11ln
1ln
ln1ln
Karena =1/kBT maka
i B
ii
BB Tk
EEp
Tk
Z
ZTkT
Z
Z 22
1
12
1
1
1111
maka
41
T
EN
N
ZNk
EpT
N
N
ZNkS
B
i
iiB
1ln
1ln
1
1
Dengan energi total ENU maka entropi di atas menjadi
T
U
N
ZNkS B
1ln 1 (2.34)
Jadi, untuk partikel-partikel identik yang tidak dapat dibedakan 1NSS . Ini
merupakan akibat dari F NF1.
Contoh 2.2 Sistem dua tingkat energi II
Dalam contoh 2.1 telah dikemukakan sistem N partikel yang memiliki dua tingkat
energi E1=0 dan E2=. Pembahasan di sana dilakukan dengan menggunakan sifat-
sifat ensmbel mikrokanonik. Sekarang, misalkan sistem partikel memiliki suhu
konstan karena kontak termal dengan suatu reservoir.
Fungsi partisi satu partikel adalah
eeZ
i
Ei 11
Jika partikel-partikel identik tidak dapat dibedakan, maka fungsi partisi sistem
partikel adalah
!
1
!
11
N
eZ
NZ
N
N
N
(2.35)
Energi bebas Helmholtz adalah
11
ln
ln)1ln(ln
N
eTNk
NNNeNTkZTkF
B
BNB
(2.36)
sedangkan entropi adalah
42
e
TTNk
N
eNk
T
FS BB
V
1ln11
ln
11
1ln
eT
N
N
eNkS B
(2.37)
Energi dalam adalah U=F+TS,
1
eNU
Dengan itu maka jumlah partikel pada tingkat energi E2= adalah
1
12
eN
n
Terlihat bahwa baik U maupun n2 masing-masing sama dengan persamaan (2.20).
Contoh 2.3 Paramagnetisme
Dalam situasi yang paling sederhana, paramagnetisme dapat dipandang sebagai
sistem dua tingkat. Tinjaulah sistem dari N buah atom identik yang tak dapat
dibedakan, masing-masing dengan momen magnet m tidak berinteraksi satu sama
lain. Misalkan pula sistem itu kontak termal dengan suatu reservoir bersuhu T.
Dalam medan magnet B, setiap atom bisa menempati dua tingkat energi, E1= -mB
dan E2=mB.
Fungsi partisi satu atom adalah
)cosh(21 mBeeeZ mBmB
i
Ei
(2.38)
Fungsi partisi N buah atom adalah
NN
N mBN
ZN
Z cosh2!
1
!
11 (2.39)
Energi bebas Helmholtz dari N atom adalah
NNNmBNTkZTkF BNB lncosh2lnln (2.40)
43
Dari hubungan termodinamika F=U-TS+MB di mana M adalah total magnetisasi per
satuan volume, maka dF=-SdT-pdV+MdB sehingga
)tanh(
)cosh(2ln
mBmN
mBB
TNkB
FM B
atau
Tk
mBmNM
B
tanh (2.41)
Contoh 2.4 Molekul polar
Suatu sistem molekul polar di tempatkan dalam medan listrik uniform, tetapi
terisolasi dari gangguan luar. Turunkanlah polarisasi sistem sebagai fungsi suhu.
Misalkan momen dipol listrik setiap molekul: op
. Energi suatu molekul yang
dipolnya berorientasi dengan sudut θ terhadap medan listrik E adalah
E(θ)= -po E cos.
Jika sudut itu bervariasi dari 0- maka energi bukannya diskrit tapi kontinu. Oleh
sebab itu, peluang penempatan di tingkat energi harus dinyatakan dengan sudut
ruang yang dibentuk antara θ dan θ +d θ, yakni dΩ=2π sin θ dθ. Maka fungsi partisi
satu molekul
0
/cos
1 )/sinh(4sin2 Tkpp
TkdeZ Bo
o
BTkp Bo EE
E (2.42)
Dipol rata-rata adalah
E
E
E
o
B
B
o
Tkpoave
p
Tk
Tk
pp
depZ
p B
coth
sin2)cos(1
0
0
/cos
1
0
(2.43)
44
Hasil ini disebut rumus Langevin. Untuk medan E sangat besar atau T sangat
rendah, coth (poE /kT)=1, kT/poE =0 sehingga pave=po; artinya semua molekul
terorientasi sejajar medan listrik. Untuk po E <<kT , pave=po2E /3kBT (Ingat: coth
x=1/x+x/3+…. sehingga jika x<<1, coth x=x/3); jika ada n buah molekul, polarisasi
zat adalah:
Tk
pnP
B3
2
0E (2.44)
Sedangkan permittivitas medium yang mengandung molekul-molekul polar adalah
Tk
pn
B3
20 (2.45)
2.5 Ensembel Kanonik Besar
Dalam ensembel kanonik, sistem partikel dibiarkan kontak termal dengan reservoir
panas sehingga terjadi pertukaran energi dan suhu sistem menjadi konstan. Jika
selain pertukaran energi, terjadi pula pertukaran partikel maka sistem dan reservoir
disebut membentuk ensembel kanonik besar. Besaran-besaran yang konstan dari
sistem adalah suhu T, volume V dan potensial kimia per partikel µ. Dalam situasi
seperti itu, probabilitas menemukan sistem partikel pada keadaan-i bergantung pada
tingkat energi Ei dan jumlah partikel ni yang menempati keadaan-i itu, seperti
ii nEi ep
)(
Untuk normalisasi, maka
ii nE
i
ep
)(
(2.46)
dengan
i n
nE
i
iie)(
(2.47)
45
disebut fungsi partisi kanonik besar dari keseluruhan partikel. Dengan demikian
tetap berlaku 1i
ip .
Berdasarkan entropi Gibbs i
iiB ppkS ln maka
i i
iBi
i
iiii
i
nE
iB
pknpT
EnpT
epkS
ii
ln1
ln)(
Hasil di atas dapat dinyatakan seperti
lnBkT
N
T
US
(2.48)
di mana
i
iii EnpU (2.49)
i
iinpN (2.50)
Untuk merumuskan fungsi partisi besar dari keadaan-i misalkan tingkat-
tingkat energi E1, E2, ...... secara serentak diduduki oleh jumlah partikel n1, n2, ......
maka fungsi partisi kanonik besar total adalah
........
1 2
2211 )()(
)(
n n
nEnE
i n
nE
ee
e
i
ii
(2.51a)
atau
i
i.......21 (2.51b)
dengan
46
i
ii
n
nEi e
)( (2.52)
Persamaan (2.51b) menunjukkan bahwa fungsi partisi besar suatu sistem partikel
merupakan hasil perkalian dari fungsi-fungsi partisi besar dari tingkat-tingkat energi
individual. Hal itu menunjukkan bahwa tingkat-tingkat energi itu bebas dan tak
dapat dibedakan, masing-masing kontak dengan reservoir pada suhu T dan potensial
kimiawi µ.
Dengan fungsi partisi besar, potensial kanonik besar dari keseluruhan
partikel adalah
i
iB
i
iBB
Tk
TkTk
ln
lnln
(2.53)
Itu menunjukkan bahwa
i
i (2.54)
dan potensial kanonik besar dari keadaan ke-i adalah
iBi Tk ln (2.55)
dengan i seperti persamaan (2.52).
Selanjutnya, berdasarkan NdSdTpdVd maka entropi bisa
diturunkan dengan menggunakan hubungan: T
S
, yaitu
ln1ln
lnln
Tk
TTkkS
B
BB
Untuk itu,
47
i
iii
i
nE
ii
nEp
enE
ii
)(
)(1ln
)(
atau
NU
ln (2.56)
Jadi, entropi adalah
T
N
T
UkS B
ln (2.57)
yang sama dengan persamaan (2.48). Jika persamaan (2.57) dibandingkan dengan
persamaan (2.34), jelas tampak perbedaan antara ensemble kanonik dan ensemble
kanonik besar dengan kehadiran potensial kimia sehubungan dengan terjadinya
pertukaran partikel.
Jumlah partikel dapat diperoleh dari hubungan termodinamik
N ;
dengan persamaan potensial kanonik besar dalam persamaan (2.53) maka
lnTkN B . (2.58)
Dalam kuantum ada dua kelompak partikel, kelompok fermion dan
kelompok boson. Fermion adalah partikel-partikel yang memiliki spin parohan:
s=1/2, 3/2, …… dan boson yang memiliki spin s=0, 1, 2, ……Jumlah partikel yang
bisa ditempatkan pada suatu keadaan ke-i hanya bisa ni=0 dan 1 untuk fermion, dan
n=0 sampai ∞. Jadi, fungsi partisi besar keadaan ke-i adalah
boson1
fermion1
...)(2)(
)(
)(
ii
i
i
ii
EE
E
n
nEi
ee
e
e (2.59)
48
Soal-soal
1. Suatu sistem dari 4000 partikel memiliki tiga tingkat energi 0, dan 2 .
(a) Bandingkanlah peluang-peluang relatif dari partisi di mana 2000 partikel
menempati tingkat energi paling rendah, 1700 pada tingkat energi sedang
dan yang 300 pada tingkat energi tertinggi, dengan partisi yang dihasilkan
oleh perpindahan satu partikel dari tingkat energi teratas dan satu partikel
dari tingkat energi terendah ke tingkat energi sedang.
(b) Tentukanlah partisi keadaan setimbang.
(c) Dalam keadaan setimbang, dengan =0,02 eV, hitunglah suhunya.
2. Tunjukkanlah bahwa energi bebas Gibbs G dalam kaitannya dengan fungsi patisi
adalah
V
Z
VTVkG B
ln2 .
3. Tunjukkanlah bahwa entalpi H dalam kaitannya dengan fungsi patisi adalah
Z
V
ZVH
lnln1.
dengan =1/kBT.
4. Energi-energi yang mungkin dari suatu sistem partikel adalah ), 0, , 2,…..
(a) Tunjukkan bahwa fungsi partisi sistem itu adalah:
1)]/exp(1[ kTZ .
(b) Hitunglah energi rata-rata.
(c) Tentukanlah harga batas energi rata-rata jika <<kT.
49
5. Energi bebas Hemholtz didefenisikan sebagai: F=U-TS. Tunjukkan bahwa:
F=-NkBT[ln(Z/N)+1]. Tentukanlah F untuk gas ideal. Tunjukkan bahwa
parameter dalam hukum distribusi:
)exp( ii En
adalah:=-(F/kBNT)+1
6. Jika potensial besar adalah =-kBTln, turunkanlah rumusan entropi (S),
tekanan (p), dan jumlah partikel (N).
7. Tunjukkanlah bahwa
lnln Tkk
TBB
di mana =1/kBT.
8. Untuk keadaan ke-i dari N buah partikel, kerja adalah Wi=-E/x dan kerja
keseluruhan adalah
dxx
Tkdxx
E
Tk
ENW B
i
i
B
i
lnexp
1
Buktikanlah bahwa rata-rata jumlah partikel adalah
lnTkN B
9. Suatu gas ideal tertutup dalam kontainer volume V dan bisa bertukar energi dan
molekul dengan reservoir bersuhu T dan potensial kimia µ. Buktikan bahwa
jumlah rata-rata molekul di dalam kontainer N berhubungan dengan potensial
besar melalui persamaan TkN B/ .
50
GAS IDEAL
Energi suatu molekul adalah jumlah kinetik dan potensial: E=Ekin+Epot. Gas ideal
dipandang sebagai sekumpulan molekul dengan jarak antara molekul-molekul cukup
jauh sehingga tidak ada interaksi antar molekul, Epot=0. Oleh sebab itu, energi suatu
molekul gas ideal hanya berbentuk kinetik. Jika gas ideal itu dari molekul-molekul
monoatom, energi kinetiknya hanya dari gerak translasi saja: mpEkin 2/2 . Tetapi
jika gas ideal itu adalah molekul-molekul diatomik, maka energi kinetiknya selain
berasal dari gerak translasi juga dari gerak rotasi dan vibrasi. Agar energi molekul
gas ideal hanya berbentuk kinetik, maka gas itu memerlukan volume yang cukup
besar sehingga tidak ada interaksi antara molekul-molekul. Karena volume cukup
besar maka energi menjadi kontinu.
3.1 Gas Ideal dalam Ensembel Kanonik
Tinjaulah suatu sistem gas ideal dari molekul-molekul monoatom dalam
volume tetap V yang mengalami kontak termal dengan suatu reservoir bersuhu tetap,
T. Dengan demikioan maka sistem gas ideal dan reservoir dapat dipandang sebagai
ensembel kanonik. Dalam Bab 2 persamaan (2.24) dikemukakan fungsi partisi satu
partikel adalah
i
EieZ
1
Karena energi kontinu, maka fungsi partisi itu harus diungkapkan dalam bentuk integral
seperti
)(1 EdeZ E (3.1a)
di mana d(E) adalah jumlah tingkat energi antara E dan E+dE. Persamaan (3.1a)
bisa juga dituliskan seperti
3
51
dEEgeZ E )(1
(3.1b)
dengan g(E) adalah kerapatan tingkat energi antara E dan E+dE.
Untuk menentukan kerapatan tingkat energi, tinjaulah sebuah molekul gas
ideal didalam kubus bersisi a. Komponen-komponen momentum liniernya adalah
a
hnp
a
hnp
a
hnp zzyyxx
2,
2,
2 (3.2a)
di mana nx, ny, nz adalah bilangan-bilangan bulat positif. Dengan
2222zyx nnn (3.2b)
maka energi kinetik molekul itu adalah:
2
2
22
82
ma
h
m
pE (3.3)
Jelas terlihat bahwa untuk kubus yang besar (a>>), tingkat-tingkat energi sangat
dekat (rapat) yang secara praktis membentuk spektrum kontinu.
Untuk memahami kerapatan energi tinjaulah sebuah bola dengan jari-jari
2
28
h
Ema (3.4)
Jumlah keadaan energi (E) dalam rentang energi antara 0 dan E untuk suatu oktan
(1/8 bola) adalah:
2/3
2/3
2
2/3
2
3
2
3
4
8
63
4
8
1)(
Eh
mV
h
mEVE
(3.5)
dengan V =a3 adalah volume kubus. Selanjutnya, dengan dEEdEg /)()(
diperoleh kerapatan tingkat energi
52
2/12/3
2
22)( E
h
mVEg
. (3.6)
Kembali ke fungsi partisi dalam persamaan (3.1b), maka
2/3
2
/
0
2/1
2/3
21
2
22
h
TmkV
dEeEh
mVZ
B
TkE B
(3.7)
Inilah fungsi partisi satu molekul atom-tunggal dari gas ideal sebagai fungsi suhu
dan volume. Fungsi partisi di atas dapat dituliskan seperti
31
VZ (3.8)
dengan
2/12
2
Tmk
h
B (3.9)
disebut panjang gelombang termal dari suatu atom-tunggal. Ini adalah analogi dari
panjang gelombang de Broglie dari suatu partikel.
Energi rata-rata satu partikel dihitung berdasarkan persamaan (2.24b)
T
Z
ZTk
Z
Z
ZE
B
1
1
2
1
1
1
1
1ln
(3.10a)
Dengan Z1 dalam persamaan (3.7) akan diperoleh
TkE B2
3 (3.10b)
53
Sekarang andaikan suatu sistem gas ideal mengandung N buah molekul
atom-tunggal yang identik dan tidak dapat dibedakan. Dari persamaan (2.32), (3.7)
dan (3.8) maka fungsi partisi N molekul-tunggal adalah
N
B
N
N
V
Nh
TmkV
N
ZN
Z
3
3
3
2/3
1
!
1)2(
!
1
!
1
(3.11)
Energi dalam dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.30),
T
ZTNk
Z
ZN
ZN
NZNZ
U
B
N
12
1
1
1
1
1ln
!lnlnln
Jadi, energi dalam adalah
TNkU B2
3 (3.12)
Dengan persamaan (3.10) jelas bahwa ENU .
Kapasitas kalor gas ideal adalah
B
V
V NkT
UC
2
3
(3.13)
Dari persamaan (2.31) energi bebas Helmholzt adalah
1ln
1lnln
3
1
N
VTNk
N
ZTNkZTkF
B
BNB
(3.14)
Dari energi bebas tersebut, entropi gas ideal adalah
54
2
5ln
1ln
3
1
N
VNk
T
U
N
ZNk
T
FS
B
B
V
(3.15)
Persamaan entropi di atas disebut persamaan Sackur-Tetrode. Tampak bahwa
entropi itu tidak saja peka terhadap sifat tidak terbedakannya molekul-molekul, tapi
juga bergantung pada . Tekanan gas ideal adalah
V
TNk
N
V
VTNk
V
Fp B
B
T
1ln
3 (3.16)
Persamaan pV=NkBT dikenal sebagai persamaan keadaan gas ideal.
3.2 Gas Ideal dalam Ensembel Kanonik Besar
Misalkan partikel-partikel gas ideal selain bisa bertukar energi, bisa juga bertukar
partikel dengan reservoir diluarnya. Fungsi partisi besar dalam persamaan (2.47)
dapat dituliskan sebagai berikut
1
1
exp Ze
Zeeei
i
i
ii
n
n
n i
En
(3.17)
di mana iii nE dan
i
ieZ
1 . Dengan Z1 dalam persamaan (3.8) maka
fungsi partisi besar untuk gas ideal atom-tunggal adalah
3exp
Ve (3.18)
Potensial kanonik besar dari gas ideal atom-tunggal adalah
3ln
VeTkTk BB (3.19)
55
Jumlah partikel dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.58):
N ,
2/3
2
/
3
3
2
ln
h
TmkeV
eV
VeTkTkN
BTk
BB
B
(3.20)
Berbeda dengan gas ideal dalam ensambel kanonik, maka dalam ensembel kanonik
besar jelas terlihat bahwa jumlah molekul dalam sistem gas idel bergantung pada
volume V, dan suhu T dari gas itu. Dengan persamaan (3.20) potensial kanonik besar
dalam persamaan (3.19) dapat dituliskan seperti
TNkTkeV
BB
3 (3.21)
Potensial kimiawi yang diturunkan dari persamaan (3.20) adalah
V
NTkB
3
ln
(3.22)
Entropi ditentukan dengan NVT
S,
. Dari dari persamaan (3.21)
entropi itu adalah
T
NTkNk
TS BB
V
,
(3.23a)
Dari persamaan (3.20) maka
TkNk
TkNkNkS
b
B
b
BB
2
5
2
3 (3.23b)
Substitusi persamaan (3.22) ke dalam persamaan (3.23b) akan menghasilkan
rumusan entropi
56
2
5ln
3N
VNkS B (3.24)
yang sesungguhnya adalah persamaan Sackur-Tetrode dalam persamaan (3.15),
sebagai hasil penurunan dalam ensamble kanonik.
Dalam kaitannya dengan potensial kanonik besar, tekanan gas adalah
3
,
eTk
V
NTkTNk
VVp BBB
T
Karena VNe // 3 seperti dalam persamaan (3.20) maka persamaan tekanan
adalah
V
TNkp B (3.25)
Jadi, kedua persamaan (3.16) dan (3.25) memperlihatkan bahwa kedua jenis
ensembel menghasilkan persamaan gas ideal yang sama sebagaimana seharusnya.
Dari persamaan-persamaan (3.23), (3.25) dengan U=TS-pV+Nµ jelas bahwa
energi dalam adalah
nRTTNkU B2
3
2
3 (3.26)
Hal ini diperoleh juga dari persamaan (2.56) di mana
NU
ln (3.27)
3.3 Batasan Klassik Gas ideal
Terlihat dari persamaan (3.22) bahwa jika 3<V/N maka potensial kimiawi itu
negatif. Seperti telah dikemukakan, adalah panjang gelombang termal dari setiap
atom-tunggal dalam gas ideal, sementara V/N adalah volume rata-rata yang diisi oleh
setiap atom-tunggal tersebut. Jika panjang gelombang termal itu mendekati jarak
antar atom maka 3~V/N. Dalam kondisi seperti itu efek kuantum akan muncul dan
57
sifat gas ideal akan hilang. Dengan perkataan lain, syarat untuk molekul-molekul
atom-tunggal dapat memenuhi gas ideal adalah
Gas ideal:
3/1
N
V (3.28)
Hal itu sesuai dengan yang telah dikemukakan pada awal bab ini, bahwa gas bersifat
ideal kalau molekul-molekulnya cukup berjauhan sehingga tidak terjadi interaksi,
atau energi potensialnya sama dengan nol. Artinya: 3/1
/ NV .
Syarat untuk gas ideal kuantum adalah
Kuantum:
3/1
N
V (3.29)
Tinjaulah suatu wadah tertutup bervolume 10 cm3 berisi gas dari 10
20 atom.
Massa satu atom 510-26
kg. Pada suhu 300K, panjang gelombang termal adalah
m1084,13001038,11052
10624,6
2
11
2326
342/1
2
Tmk
h
B
.
m1073,410
1010 9
3/1
20
63/1
N
V
Jadi 3/1
/ NV , sehingga gas masih bersifat ideal.
Jika wadah tersebut diisi dengan 1028
, maka
m1003,110
1010 11
3/1
28
63/1
N
V
sehingga 3/1
/ NV ; artinya gas bersifat kuantum.
Dalam table berikut ditampilkan beberapa jenis bahan beserta karakteristiknya.
58
Bahan m(kg) T(K) (m) (V/N)1/3
Jenis Statistik
Udara 4,810-26
300 1,910-11
3,410-9
Klassik
N2 (likuid) 4,710-26
77 3,810-11
3,910-10
Klassik
4He (likuid) 6,610
-27 4.2 4.410
-10 3,710
-10 Kuantum
Elektron dalam Cu 9,110-31
300 4.310-9
2,310-10
Kuantum
3.4 Distribusi Energi dan Kecepatan Gas Ideal
Dari persamaan (2.15) dan (2.23), untuk sistem pertikel dalam ensembel kanonik
diperoleh distribusi Maxwell-Boltzmann:
TkE
iBie
Z
Nn
/
1
(3.30)
sebagai jumlah molekul di tingkat energi Ei. Untuk gas ideal, jumlah molekul
dengan energi
di antara E dan E+dE, adalah
dEEgeZ
Ndn
TkE B )(/
1
Dengan fungsi partisi satu partikel gas ideal dalam persamaan (3.7) maka diperoleh
TkE
B
BeETk
N
dE
dn /2/1
3)(
2
(3.31)
Ini merupakan rumus Maxwell untuk distribusi energi molekul dalam suatu gas
ideal. Untuk dua harga suhu, distribusi di atas digambarkan seperti Gambar 3.1.
Tampak lebih banyak molekul yang ada pada suhu lebih tinggi. Dengan perhitungan
yang baik, dapat diramalkan pengaruh dari tambahan molekul-molekul itu, dan
ramalan teoretis bisa dibandingkan dengan data eksperimen. Hasil eksperimen
sangat sesuai dengan rumusan dn/dE di atas; hal ini menunjukkan termanfaatkannya
statistik Maxwell-Boltzmann untuk gas.
59
Gambar 3.1 Distribusi energi molekul gas ideal.
Berdasarkan rumusan Maxwell tentang distribusi energi molekul dalam gas
ideal, maka rumusan Maxwell tentang distribusi kecepatan molekul bersangkutan
(dn/dv) dapat diturunkan mengingat energi kinetik E=1/2mv2, sehinggai dengan
dv
dE
dE
dn
dv
dn
akan diperoleh
Tkmv
B
BevTk
mN
dv
dn 2/2
2/32
24
(3.32)
Gambaran dn/dv sebagai fungsi v diperlihatkan dalam Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Distribusi kecepatan molekul gas ideal.
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
5000
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 100
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
5000
100K
300K
E
dE
dn
v
100K
800 K
dE
dn
60
3.5 Gas Ideal Diatomik
Jika molekul-molekul gas ideal bukan atom-tunggal tapi poliatom, maka energi
internal molekul harus diperhitungkan. Energi internal itu berasal dari gerak rotasi
dan vibrasi. Oleh sebab itu, energi suatu molekul poliatom merupakan penjumlahan
dari energi-energi kinetik translasi, rotasi dan vibrasi:
.. vibrottrmolekul EEEE ( 3.33)
di mana TkE Btr2
3 adalah energy translasi satu molekul, dan TNkU Btr
2
3
adalah nenergi dalam dari translasi N molekul.
Untuk gas ideal dengan molekul diatomik, energi rotasi satu molekul secara
klassik adalah:
I
LErot
2
2
(3.34a)
di mana L adalah momentum rotasi dan I adalah momen inersia molekul. Karena
alasan eksperimen, maka energi rotasi di atas diungkapkan secara kuantum, yakni
IEErot
2
)1(2
(3.34b)
dimana L2 dinyatakan sebagai harga rata-rata: )1(22 L dan ℓ adalah bilangan
kuantum orbital.
Untuk menerapkan persamaan distribusi (3.30) harus diingat bahwa dengan
bilangan kuantum orbital ℓ ada 2ℓ+1 buah orientasi berbeda dengan energi yang
sama (berdegenerasi); ingat bilangan kuantum magnetik orbital, mℓ= - ℓ, ℓ+1,....,0,
...... ℓ-1, ℓ. Dengan demikian, maka probabilitas suatu molekul menempati tingkat
energi E adalah
rot
IkT
Z
ep
1
2/)1(2
)12(
(3.35)
di mana
61
kT
IkTrot
re
eZ
/)1(
2/)1(
1
)12(
)12(2
(3.36)
dengan
B
rotIk2
2 (3.37)
rot disebut suhu karakteristik rotasi. Suhu karakteristik untuk berbagai molekul
diperlihat-kan dalam table di bawah ini. Terlihat suhu-suhu itu jauh di bawah suhu
kamar (300 K).
Suhu karakteristik rotasi berbagai molekul.
Zat rot (K)
Hidrogen
Karbon monoksida
Oksigen
Klorin
Bromin
Sodium (natrium)
Potassium (kalium)
85,5
2,77
2,09
0,347
0,117
0,224
0,081
Jika rot/T dipilih sangat kecil maka banyak keadaan rotasi yang diduduki
dan spasi tingkat-tingkat rotasi menjadi kecil dibandingkan dengan energi termal,
sehingga boleh dipandang kontinu. Selain itu 2ℓ>>1. Oleh sebab itu, fungsi partisi
dalam persamaan (3.36) boleh diungkapkan dalam bentuk integral sebagai berikut.
r
Trot TdeZ r
0
/
1
2
2 (3.38)
Untuk N molekul identik yang tidak dapat dibedakan, fungsi partisi itu
adalah
62
Nrotrot
N ZN
Z 1!
1 (3.39)
Dengan itu maka energi dalam terkait rotasi dari gas ideal diatomik adalah
TNk
T
TNTk
T
ZTNk
ZU
B
r
BBN
rot
ln
lnln 212
(3.40)
Sekarang akan ditinjau vibrasi molekul diatomik. Secara kuantum, vibrasi
pada satu molekul diatomik dapat dipandang sebagai gerak harmonik sederhana
dengan energi vibrasi:
,....2,1,0;)( 21 vE (3.41)
Dengan demikian maka fungsi partisi satu molekul karena vibrasi adalah
TT
Tvib
vvib
v
ee
eZ
/2/
/)2/1(1
(3.42a)
di mana
B
vibk
(3.42b)
disebut suhu karakteristik vibrasi. Suhu karakteristik untuk berbagai molekul
diperlihatkan dalam tabel di bawah ini.
Suhu karakteristik vibrasi berbagai molekul.
Zat vib (K)
Hidrogen
Karbon monoksida
Oksigen
6140
3120
2260
63
Secara umum tampak bahwa v cukup tinggi, sehingga jika dipilih v/T>>1
maka boleh dilakukan pendekatan:
T
T
vib
vib
ee
/
/
1
1 (3.43)
sehingga
T
Tvib
vib
vib
e
eZ
/
2/
11
(3.44)
Fungsi partisi untuk N molekul diatomik adalah
Nvibvibrasi
N ZN
Z 1!
1 (3.45)
Dengan itu maka energi vibrasi N molekul diatomik adalah
1
1
/
2
)(ln
/21
/
2
2
22
T
vBvB
T
vvB
vib
NBvib
v
v
e
NkNk
e
T
TTNk
T
ZTkU
(3.46)
Mengingat 21 atau vibBk 2
1 adalah energi vibrasi keadaan dasar suatu molekul,
maka vibBNk 21 adalah total energi vibrasi keadaan dasar dari gas. Penyebut di
dalam suku kedua persamaan (3.46) dapat diuraikan sebagai berikut
.........1.........11/
TTe vibvibTv
sehingga persamaan (3.46) menjadi
Klorin
Bromin
Sodium (natrium)
Potassium (kalium)
810
470
230
140
64
TTNkNTkNkU v
BBvBvib2
121 (3.47)
Jadi, pada suhu yang relatif tinggi, 12/ Tv ,
TNkU Bvib (3.48)
Energi total adalah
vibrottr UUUU
Dengan Utr=3/2 NkBT, Urot seperti persamaan (3.40) dan Uvib seperti persamaan
(3.48) maka energi dalam gas diatom pada suhu relatif tinggi adalah:
nRTTNk
TNkTNkTNkU
B
BBB
27
27
23
(3.49)
Kapasitas panas pada volume tetap adalah
RT
U
nC
V
V2
71
(3.50)
65
Soal-soal
1. Rumuskanlah kecepatan rata-rata (vave) dan kecepatan rms (vrms) dari molekul-
molekul gas ideal. Ingat, defenisi kecepatan rata-rata:
N
ave dnvN
v0
1
dan, defenisi kecepatan rms:
N
averms dnvN
vv0
22 1)(
2. Tentukanlah energi dan kecepatan paling mungkin dari molekul-molekul gas
pada suatu suhu tertentu; harga-harga ini berkaitan dengan harga maksimum
dn/dE dan dn/dv.
3. Dua kontainer yang dibatasi pemisah masing-masing bervolume V1 dan V2.
Kontainer-1 berisi N1 molekul dan kontainer-2 berisi N2 molekul, masing-masing
bersuhu T. Jika pemisah dicabut, kedua jenis gas akan bercampur dan menempati
volume V1+V2. Tunjukkan bahwa (a) suhu gas tetap sama denga semula; (b)
perubahan entropi S=kBN1(1+V2/V1)+ kBN2(1+V1/V2) dan itu positip.
4. Suatu sistem mengandung partikel-partikel yang bisa menduduki dua keadaan
dengan energi masing-masing - dan sebagai tambahan terhadap energi kinetik
partikel-partikel. Tentukanlah entropi dari sistem. Plot entropi itu sebagai fungsi
suhu absolut.
5. Suatu sistem mengandung N molekul memiliki dua keadaan dengan energi
masing-masing - dan . Partikel-partikel tidak memiliki energi kinetik. Misalkan
energi totalnya U, tunjukkan bahwa suhu absolutnya adalah:
66
/
/ln
2
1
UN
UNk
T
B
Buktikan bahwa suhu itu positif jika U negatif; keadaan ini berlaku bagi
sekumpulan elektron (spin ½) bila ditempatkan dalam medan magnet dan hanya
interaksi spin-magnet saja yang ditinjau. Mula-mula tunjukkan:
)/(ln)/()/(ln)/(2lnln 21
21
21
21 εUNεUNεUNεUNNP
kemudian plot ln P sebagai fungsi U. Ingat harga -N<U< N.
6. Rapat energi E dari radiasi benda hitam adalah suatu fungsi suhu saja. Tekanan
yang disebabkan oleh radiasi isotropik pada permukaan penyerap sempurna
adalah ½ E . Dengan bantuan dU=TdS – pdV, tunjukkan bahwa E sebanding
dengan T4; ini disebut hukum Stefan-Boltzmann. Ingatlah: U= EV.
7. Dengan menggunakan gas ril: 22 /)(/ VaRTbnVnRTp hitunglah kerja
oleh gas bilamana gas itu mengembang dari volume V1 ke volume V2.
Bandingkan dengan kerja oleh gas ideal.
8. Menurut van der Waals, persamaan gas ril adalah:
nRTnbVVanp ))(/( 22
.
Tuliskanlah persamaan dalam bentuk virial dan bandingkan dengan
22 /)(/ VaRTbnVnRTp .
9. Suhu Boyle suatu gas ril adalah suhu di mana koefisien virial kedua sama
dengan nol. Tunjukkan bahwa suhu Boyle sama dengan a/Rb.
10. Koefisien ekspansi kubik suatu zat pada tekanan tetap adalah pT
V
V
1 dan
modulus bulk pada suhu tetap adalah: T
p
V
V
1 .
67
Tentukanlah kedua parameter itu untuk (a0 gas ideal, dan (b) gas ril-nya van der
Waals.
11. Menurut Dieterici, persamaan keadaan gas ril secara empirik adalah:
nRTenbVpTVkNa B
/)( .
Tuliskanlah persamaan dalam bentuk virial dan bandingkan dengan
22 /)(/ VaRTbnVnRTp .
12. (a) Hitunglah persentase molekul-molekul gas diatom pada keadaan dasar rotasi
(ℓ=0) dan keadaan tereksitasi rotasi pertama (ℓ=1) jika T=r dan T=2r.
(b) Bandingkanlah jumlah molekul hidrogen/mole pada keadaan tereksitasi
rotasi (ℓ=2) dengan jumlah molekul klorin/mole untuk keadaan tereksitasi yang
sama jika suhu 300K.
(c) Bandingkanlah jumlah molekul hidrogen/mole pada keadaan tereksitasi
vibrasi (v=2) dengan jumlah molekul klorin/mole untuk keadaan tereksitasi yang
sama jika suhu 300K.
13. Tunjukkan bahwa kapasitas kalor vibrasi suatu gas pada volume tetap adalah
2/
/2
,
1
Tk
Tk
B
vibVB
B
e
e
TkRC
Hitunglah kapasitas tersebut untuk T<<v dan T>>v.
14. Tunjukkan bahwa entropi suatu gas diatom karena rotasi molekul adalah:
)]/ln(1[ rBrot TNkS
dan, karena vibrasi molekul:
)]1ln()1)(/[(// TT
vBvibvv eeTNkS
68
Tunjukkan bahwa untuk suhu rendah Svib menuju nol, dan pada suhu tinggi Svib
menuju )]/ln(1[ vB TNk .
Ingat: !
lnN
Zk
T
US
N
B ; Urot=kB NT=nRT.
TnRTNTkNkU v
BvBvib2
121
69
GAS NON-IDEAL
Dalam bab-bab sebelumnya dibicaran sistem partikel yang tidak berinteraksi satu
sama lain. Dalam bab ini akan dibahas gas tak-sempurna melalui interaksi dengan
potensial antar-atom yang sentral. Persamaan keadaan akan diungkapkan dengan
menggunakan statistik Maxwell-Boltzmann.
4.1 Sistem Partikel Berinteraksi
Tinjaulah suatu sistem dari N partikel masing-masing bermomentum ip
dan
posisi ir
. Partikel-partikel itu berinteraksi satu sama lain melalui potensial )(r ,
yang dalam hal ini diandaikan bergantung hanya pada jarak separasi partikel-
partikel. Salah satu contoh dari potensial antara dua partikel adalah potensial
Lennard-Jones
6
0
12
04)(r
r
r
rr (4.1)
Potensial ini terdiri dari potensial jangkauan dekat yang repulsif (1/r12
) dan
jangkauan panjang dari van der Waals yang atraktif (1/r6). Potensial di atas
diperlihatkan dalam Gambar 4.1
Gambar 4.1 Potensial Lennard-Jones.
Hamiltonian sistem adalah
m
pE
rEH
ii
i ij
ij
i
i
2
)(
2
(4.2)
r
r0
(r)
4
70
Dengan Hamiltonian tersebut fungsi partisi besar adalah
n
n
nZe (4.3a)
di mana
i ij
rEE
nijjie
nZ
)()(
!
1 (4.3b)
Jika diuraikan dengan n=0,1,2,......, maka fungsi partisi di atas adalah
i
r
ij
EE
i
E ijjii eeeeee .......2
11
)(
)(
2 (4.3c)
Potensial besar adalah =-kBT ln . Ingat bahwa jika <<1 maka ln(1+) -1/22.
Jadi, jika eβµ
<<1 maka potensial besar menjadi
.....1
2
1 )(2
i
r
j
EE
i
EB
ijjii eeeeeeTk
(4.4)
Seperti dalam Bab 3, ungkapan kontinu dari
i
Eie
adalah
3)(
VdEEge E ,
dengan V adalah volume sistem dan
2/12
2
Tmk
h
B
adalah panjang gelombang termal partikel. Potensial besar adalah
........12
11
)(
33
ijr
B edvee
TVk
g(4.5)
Sekarang misalkan
)(1
2
1)( ijr
edvTB
(4.6)
maka
71
........)(1
33TB
eVeTkB
(4.7)
Dari potensial besar, dengan /N diperoleh
........)(21
33TB
eVeN
(4.8)
dan tekanan Vp /
)(21
)(1
........)(133
TBV
N
TBV
N
V
TNkTB
eeTkp B
B
(4.9a)
atau
.....)(1 TB
V
N
V
TNkp B (4.9b)
Dalam persamaan (4.9a) telah digunakan persamaan (4.8), dan pendekatan dapat
dilakukan karena NB(T)/V<<1.
Energi total partikel diturunkan sebagai berikut,
....)(2
3
ln
2
TBTkV
NTNk
U
BB
(4.10)
Dalam suatu sistem partikel identik yang rapat, partikel-partikel berinteraksi
melalui potensial pasangan (r). Fungsi partisi kanonik sistem merupakan produk
dari fungsi partisi yang berasal energi kinetik dan fungsi partisi yang berasal energi
potensial:
ZZZ K (4.11a)
Fungsi partisi yang berasal energi kinetik adalah
72
NN
EN
K
V
NdEeEg
NZ
NZ
31!
1)(
!
1
!
1
(4.11b)
dan fungsi partisi yang berasal dari energi potensial adalah
N
r
dvdvdveZ ji
ij
........21
)(
(4.11c)
Probabilitas menemukan suatu partikel di r1
N
r
dvdvdveZ
NrP ji
ij
......)( 32
)(
1
(4.12)
dan probabilitas menemukan suatu partikel di r1 dan yang lain di r2 secara serentak
adalah
.......)1(
),( 43
)(
21 N
r
dvddveZ
NNrrP ji
ij
(4.13)
Persamaan di atas disebut fungsi distribusi dua partikel atau fungsi korelasi
pasangan. Untuk likuid atau gas di mana tidak ada perusakan simetri seperti dalam
kisi kristalin, P(r1,r2) hanya bergantung pada jarak r12 21 rr
. Untuk itu
didefenisikan fungsi distribusi radial
),()( 212
2
12 rrPN
Vrg (4.14)
Energi dalam ditentukan sebagai berikut;
ZTNk
ZZZU
B
K
ln
2
3
lnlnln
(4.15)
Dari persamaan (4.11c)
N
r
ijij
N
r
dvdvdverZ
dvdvdveZ
Z
ij
ij
ij
ij
........)(1
........1ln
21
)(
21
)(
73
Tetapi dengan pendekatan
)()1(2
1)( 12rNNr
ijij
maka
N
r
ij dvdvdverZ
NNZij
ij
........)(2
)1(ln21
)(
Dengan persamaan (4.13) selanjutnya diperoleh
212112 ),()(
2
1lndvdvrrPr
Z
dan dengan persamaan (4.14)
2112122
2
)()(2
lndvdvrgr
V
NZ
Tetapi
drrrgrVdvdvrgr 2
211212 4)()()()(
sehingga
drrrgr
V
NZ2
2
4)()(2
ln
Jadi, energi dalam pada persamaan (4.15) adalah
0
22
4)()(22
3drrrgr
V
NTNkU B (4.16)
Tekanan V
Fp
; energi bebas )ln(lnln ZZTkZTkF KBB sehingga
V
Z
V
ZTkp K
B
lnln
Dapat diturunkan bahwa
V
N
V
Z K
ln
74
0
2
2
2
4)()(
6
lndrrrg
dr
rdr
V
N
V
Z
sehingga
0
2
2
2
4)()(
6drrrg
dr
rdr
V
N
V
TNkp B
(4.17)
4.2 Ekspansi Virial
Fungsi distribusi radial dapat dinyatakan sebagai berikut.
.....)()()()( 2210 nrgnrgrgrg (4.18)
Seiring dengan itu maka persamaan (4.17) dapat pula dituliskan seperti
.....)()( 33
22 nTBnTBn
Tk
p
B
(4.19)
denganV
Nn . Untuk menghitung B2(T) diperlukan fungsi distribusi radial yang
sesuai. Untuk itu persamaan (4.13) dituliskan sebagai berikut.
.
......
......'
)1(),(
21
)(
43
)(
)(21
12
N
r
N
r
r
dvddve
dvddveeNNrrP
ji
ij
ji
ij
(4.20)
di mana tanda 'dalam pembilang menyatakan )( 12r
e
telah dikeluarkan. Jika
kerapatan partikel sangat rendah seperti dalam gas, jarak partikel-partikel cukup
jauh, demikian juga terhadap partikel 1 dan 2, sehingga seluruh (rij)0 di dalam
integral. Demikian juga (rij) dalam pembilang. Jadi, integral dalam pembilang sama
dengan VN-2
dan dalam penyebut VN . Dengan demikian maka untuk gas, berlaku
)(
22112
)1(),(
re
V
NNrrP
(4.21)
75
Tampak bahwa untuk N>>1, berdasarkan persamaan (4.14) dan (4.21) diperoleh
)(0 )( rerg (4.22)
Jika g0 disubstitusikan ke persamaan (4.17) diperoleh
0
3)(2
4)(
6drre
dr
rd
Tk
nn
Tk
p r
BB
Dengan integral parsil, penyelesaian persamaan di atas adalah
0
2)(
0
)(32
1246
drreern
nTk
p rr
B
Karena suku pertama di dalam kurung sama dengan , maka persamaan itu tidak
salah kalau dituliskan sebagai berikut
0
2)(2
0
2)(
0
22
)1(2
12126
drrenn
drredrrn
nTk
p
r
r
B
(4.23)
Berdasarkan persamaan (4.19), maka diperoleh
0
2)(
2 )1(2)( drreTB r (4.24)
Gambar 4.2 adalah hasil komputasi yang memperlihatkan B2(T) dengan
menggunakan potensial Lennard-Jones. Ternyata gas seperti Ar, N2, Ne dan CH4
memenuhi kurva tersebut sedangkan He bergeser sedikit ke kiri pada kBT/ <10.
Hal itu diperkirakan sebagai effek kuantum.
76
Gambar 4.2 Hasil komputasi B2(T) dengan potensial Lennard-Jones.
Pada kurva di mana B2=0 berlaku hukum Boyle p/kBT=n. Artinya tidak ada
potensial antar molekul. Pada suhu di mana kBT/ >10 harga B2>0 dan konstan.
Artinya, B2 didominasi oleh potensial repulsif (1/r12
). Pada suhu rendah di mana
harga B2<0, B2 didominasi oleh potensial atraktif (1/r6) dan sepertinya sebanding
dengan 1/T.
Energi potensial rata-rata sistem N partikel dengan menghitung interaksi
pasangan-pasangan dapat ditentukan sebagai berikut. Energi potenial rata-rata satu
partikel adalah
dvrV
)(1
Jumlah pasangan berinteraksi adalah 2/2N , sehingga energi potenial rata-rata N
partikel adalah
22
2
1)(
2
1
)(
NdvrV
N
rUji
ijpasangan
(4.29)
Jika 1)( r , maka persamaan (4.24) dapat didekati sebagai berikut
V
dvrdrreTB r
2
1
)(2
1)1(2)(
0
2)(
2
Untuk kondisi ini, maka energi potensial rata-rata N partikel dalam persamaan (4.29)
menjadi
)(2
2
TTBkV
NU Bpasangan (4.30)
1
0
-1
-2
3
0
2
r
B
2 5 10 20 50 kBT/
77
Jika dinyatakan VUu / sebagai energi potensial rata-rata pasangan dan VNn /
sebagai kerapatan partikel maka 2nu . Persamaan (4.30) di atas merupakan
pendekatan yang agak kasar terhadap suku kedua dalam persamaan (4.16).
4.3 Persamaan Keadaan van der Waals
Potensial antar molekul dapat dinyatakan sebagai perjumlahan komponen jangkauan
dekat yang repulsif, )(rr , dan jangkauan jauh yang atraktif, )(ra , seperti
)()()( rrr ar (4.31)
Fungsi partisi kanonik N molekul adalah
N
rrN
dvdvdveN
Z ijijaijr
.....1
!
121
)]()([
3
(4.32)
Karena setiap molekul merasakan potensial jangkauan jauh yang attraktif dari
molekul-molekul lain maka
V
aNdvr
V
NN
rr
a
ij i
ija
ij
ija
2
)(1
2
)1(
)(2
1)(
(4.33)
di mana
dvra a )(2
1 (4.34)
Di fihak lain, pengaruh potensial jangkauan dekat yang repulsif adalah
mengecualikan molekul-molekul lain dari volume di sekitar suatu molekul, sehingga
NN
r
NbVdvdvdve ijijr
)(.....21
)(
(4.35)
78
Jadi, fungsi partisi dalam persamaan (4.32) menjadi lebih sederhana seperti
VaNN
eNbV
NZ /
3
2
!
1
(4.36)
Sekarang bisa ditentukan energy bebas Helmholtz: ZTkF B ln ,
V
aN
N
NbVTNkTNkF BB
2
3
)(ln
(4.37)
Tekanan adalah TV
Fp
, sehingga
2
2
V
aN
NbV
TNkp B
(4.38a)
atau
2v
a
bv
Tkp B
(4.38b)
di mana v=V/N. Persamaan di atas adalah persamaan keadaan gas van der Waals.
Karena b/v<<1 maka persamaan di atas dapat didekati menjadi
22
)1( nTk
abn
Tk
annbn
Tk
p
BBB
(4.39)
dengan n=N/V. Dibandingkan dengan persamaan (4.19) maka koefisien virial kedua
dari persamaan van der Waals adalah
Tk
abTB
B
)(2 (4.40)
Hukum Boyle p/kBT=n dipenuhi jika B2=0, atau
79
b
aTkB (4.41)
Berdasarkan energi bebas dalam persamaan (4.37), entropi T
FS
,
3
3
)(ln
2
5
)ln(ln2
51ln
N
NbVNkNk
NbVNkNNkNkNkS
BB
BBBB
(4.42)
Energi dalam adalah /ln ZU . Dari persamaan (4.36) diperoleh
V
aNTNk
V
aN
h
m
h
m
h
mNU
B
2
2
22
2/1
22/3
2
2
3
22
2
1
2
3
(4.43)
Gambar 4.3 memperlihatkan kurva-kurva isothermal dari gas vander Waals
yang diperoleh dari persamaan (4.38b). Terlihat kurva-kurva itu memiliki bentuk
yang berbeda, bergantung pada suhunya. Yang paling atas adalah kurva isothermal
dengan suhu tinggi. Jelas bahwa pada suhu tinggi suku -a/v2 di abaikan. Harga v
tidak bisa lebih kecil dari b. Kurva itu merupakan fungsi yang monoton menurun
sama halnya gas ideal. Bilamana suhu diturunkan cukup jauh, terlihat dalam
persamaan (4.38) suku kedua berkompetisi dengan suku pertama. Pada suhu tersebut
kurva isothermal terlihat berosilasi. Pada suhu sedang, osilasi itu jadi mendatar; ini
terjadi karena bagian maksimum dan bagian minimum bertemu membentuk titik
belok. Di sana berlaku dp/dv=d2p/dv
2=0. Suhu di mana itu terpenuhi disebut suhu
kritis TC. pada suhu itu dipenuhi hubungan
b
aTk CB
27
8 (4.44)
Pada suhu T<TC terlihat adanya tiga harga v untuk suatu tekanan p. Itu menandakan
bahwa di sana terjadi pencampuran fasa gas dan fasa likuid.
80
Gambar 4.3 Beberapa kurva isotermal van der Waals dalam diagram p-v di mana
v=V/N.
4.4 Campuran dan pemisahan fasa
Transisi fasa adalah perubahan sifat-sifat fisis suatu sistem ketika variabel
termodinamika seperti suhu atau tekanan berubah sedikit. Sebagai contoh, zat murni
memiliki tiga fasa yakni gas, cair dan padat. Dalam keadaan campuran dua jenis zat,
entropi adalah
)1ln()1(lnln 1111 ccccNkccNkS B
i
iiBcamp (4.45)
di mana konsentrasi adalah ci=Ni/N dan c1+c2=1. Harga maksimum entropi
campuran tercapai jika c1=c2=1/2. Jika partikel-partikel sistem itu berinteraksi, maka
energi rata-rata dalam suku-suku ekspansi virial dapat ditentukan. Seperti telah
dikemukakan dalam persamaan (4.30), kontribusi koefisien virial B2 ke harga rata
energi potensial campuran adalah
)(
)(2
)(
)22(2
22
22
)12(2
2112
)11(2
21
11
TTBkV
NU
TTBkV
NNU
TTBkV
NU
B
B
B
(4.46)
T=TC
T<TC
p
b v
T>TC
81
di mana indeks atas pada B2 menyatakan interaksi dalam zat yang sama atau antara
kedua zat.
Misalkan v0=V/N , dan
)()(2
0
TBv
Tk ijBij (4.47)
maka jumlah energi potensial interaksi partikel-partikel campuran kedua zat adalah
21122222
2111
122211(camp)intr
2 ccccN
UUUU
atau
)1(2)1( 11122
1222111
(camp)intr ccccNU (4.48)
Jika kedua zat tidak tercampur maka 012 U dan
Karena N
V
N
V
N
Vv
2
2
1
10 maka energi potensial interaksi dua zat yang tak
tercampur adalah
)1( 222111
2211camp)(tak
intr
ccN
UUU
(4.49)
Selisih persamaan (4.48)dan (4.49) adalah energi pencampuran
)1(
)1()(2
11
112211112
camp)(tak
intr
(camp)
intrcamp
ccTNk
cccN
UUU
B
(4.50)
di mana
)22(2
2
22
22)11(
2
1
21
11 ; TBkV
NUTBk
V
NU BB
82
)(21
2211112 cTkB
(4.51)
Berdasarkan energi bebas Helmholtz, F=U-TS, energi bebas zat-1 dalam campuran
dapat dihitung dengan persamaan (4.45) dan (4.50), dan hasilnya
)1()1ln()1(lncamp ccccccTNkF B (4.52)
di mana c=c1.
Tekanan Osmosis
Tekanan osmosis zat-1 diungkapkan sebagai berikut.
Nv
F
V
Fp
0
campcamp
1
Karena c=c1=N1/N maka cNcN /)/(/ , sehingga dengan persamaan (4.52)
diperoleh
211
0
1 )1ln( ccv
Tkp B (4.53)
Pada konsentrasi rendah, c1<<1, ln[1/(1-c)]c+c2/2 maka p1 dapat didekati seperti
2
0
1 )21(2
1cc
v
Tkp B (4.54a)
Karena v0=V/N, c=N1/N atau c/v0=N1/V=n1 maka persamaan (4.54a) menjadi
211
1 )21(2
1nn
Tk
p
B
(4.54b)
Persamaan (4.54b) di atas mirip dengan persamaan (4.19):
83
.....)()( 33
22 nTBnTBn
Tk
p
B
Jadi, suku pertama dalam persamaan (4.54b) adalah persamaan gas ideal untuk zat-
1: p1V=N1kBT. Suku kedua adalah koefisien virial kedua sebagai koreksi terhadap
gas ideal. Jadi, (1-2)/2 adalah harga efektif koefisien virial kedua dari zat-1 di
dalam campuran. Jika koefisien itu positif, atau 2/1/)(2 2211112 Tkc B ,
itu diartikan sebagai kontribusi potensial repulsif yang meningkatkan tekanan. Jika
=0, seperti dalam Gambar 4.4, campuran memiliki entropi maksimum dengan
c1=c2=1/2. Koefisien <1/2 diartikan sebagai kontribusi potensial attraktif.
Gambar 4.4 Energi bebas campuran Fcamp sebagai fungsi konsentrasi zat-1, untuk
berbagai harga parameter χ.
Gambar 4.4 memperlihatkan energi bebas Fcamp dalam persamaan (4.52)
sebagai fungsi konsentrasi zat-1. Harga minimum dari Fcamp dicapai ketika
terpenuhi
01
ln)21(
c
cc
c
Fcamp (4.55)
atau
c
c
cb
1ln
21
1 (4.56)
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
-0.25
-0.2
-0.15
-0.1
-0.05
0
0.05
0.1
c=N1/N
TNk
F
B
camp
=3.125
=2.90
=2.77
=2.60
=2.31
=2
=1
=0
=-0.5
84
Artinya, Fcamp mencapai harga minimum pada konsentrasi c=1/2 untuk b2
termasuk b negatif. Untuk b>2 ada tiga harga c, satu di antaranya c=1/2 memberi
Fcamp harga yang maksimum dan dua lainnya minimum. Itu berarti, untuk b>2
peningkatan konsentrasi ke harga Fcamp yang sama harus melalui penghalang energi
(energy barrier). Garis yang menggambarkan b(c) seperti persamaan (4.56) dimana
Fcamp berharga minimum disebut garis binodal; lihat Gambar 4.5.
Pada suatu harga konsentrasi c, stabilitas terhadap suatu fluktuasi kecil
diperlihatkan oleh tanda dari turunan kedua dari Fcamp, yakni
2)1(
12
2
ccc
Fcamp (4.57)
Gambar 4.5 Garis binodal (persamaan (4.46)) dan garis spinodal (persamaan (4.58))
dari (c).
Jika 0/ 22 cFcamp maka campuran tidak stabil dan jika 0/ 22 cFcamp
campuran stabil. Jadi, garis yang diperoleh dari hubungan
)1(2
1
ccsp
(4.58)
di mana 0/ 22 cFcamp merupakan batas antara keadaan stabil dan tak stabil; itu
χ
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
spinodal
binodal tidak stabil
metastabil
TK
stabil
c
85
disebut garis spinodal. Garis itu diperlihatkan dalam Gambar 4.5. Jadi, garis
spinodal yang diperoleh dari )]1(2/[1 ccsp di mana 0/ 22 cFcamp
merupakan batas stabilitas. Untuk semua harga c, area di bawah garis binodal adalah
stabil, sedangkan area di atas garis spinodal adalah tidak stabil. Dalam campuran
yang tidak stabil zat-zat cepat akan terpisah.
Daerah di antara garis binodal dan spinodal adalah daerah metastabil; di sana
salah satu fasa, tercampur atau terpisah, memiliki energi bebas lebih tinggi. Jika
harga di tingkatkan misalnya mulai dari 2 hingga 3,5 pada konsentrasi tetap
misalnya c=0,2 maka terjadi peralihan dari keadaan stabil ke metastabil di =2.31,
lalu peralihan metastabil ke tidak stabil di =3.125; lihat Gambar 4.5.
Titik TK adalah titik di mana daerah metastabil menghilang karena kedua
garis berimpit. Titik itu disebut titik kritis. Di titik itu berlaku )]1(2/[1 ccsp
sehingga
0)1(2
1222
cc
c
c
sp (4.59)
Dari persamaan ini diperoleh titik TK dengan cTK=1/2 dan χTK=2. Harga efektif
koefisien virial kedua dari zat-1 di titik itu adalah (1-2)/2 =-3/2. Berdasarkan
persamaan (4.47) maka tekanan osmosis p1 di titik kritis lebih rendah dari pada
tekanan gas ideal.
Gambar 4.6 Diagram fasa T(c) dari campuran yang memperlihatkan garis binodal
dan garis spinodal.
T
c
spinodal
binodal A
A’
TK
86
Sebenarnya, jauh lebih fisis jika garis binodal dan garis spinodal
digambarkan dalam T(c). Untuk itu, sesuai dengan persamaan (4.51) di mana suhu
T~1/ maka Gambar 4.5 dapat diganti dengan dengan Gambar 4.6 yang biasa
disebut diagram fasa. Misalkanlah campuran disiapkan dengan konsentrasi cA pada
suhu TA. Melalui proses pendinginan, campuran itu bisa terpisah pada suhu TA’. Pada
suhu itu kedua zat terpisah, yang satu kaya dengan zat-1, dan yang kedua kaya
dengan zat-2.
4.5 Transisi Fasa Order Pertama
Misalkanlah cA adalah konsentrasi zat-1 dari suatu campuran setimbang dan
Fcamp(cA) adalah energi bebas campuran tersebut. Andaikan konsentrasi bergeser
sedikit menjadi Acc , maka perubahan energi bebas adalah
)()()( Acampcampcamp cFcFF . Dengan menggunakan persamaan (4.52) dan
melakukan pendekatan untuk sangat kecil, diperoleh
.....)1(12
331
)1(6
21
)1(2
)1(21)( 4
33
23
22
2
AA
AA
AA
A
AA
AA
B
camp
cc
cc
cc
c
cc
cc
TNk
F (4.60)
Persamaan ini dapat disederhanakan menjadi
.....)()( 432 cbTTaF spcamp (4. 61)
dengan
sp
B
T
Nka (4.62a)
)21(3
2 2AspB cTNkb (4.62b)
)331(3
2 23AAspB ccTNkc (4. 62c)
Dalam persamaan-persamaan (4.62) di atas
87
)1(2
1
AA
spcc
(4. 62d)
merupakan harga χsp untuk konsentrasi cA, seperti telah dikemukakan dalam
persamaan (4.56). Berdasarkan persamaan (4.56) untuk garis binodal dan persamaan
(4.51) untuk garis spinodal, seperti terlihat dalam Gambar 4.5, pada konsentrasi
cA=0.2 diperoleh b=2,31 pada garis binodal dan sp=3,125 pada garis spinodal.
Untuk cA=0.2 itu, daerah ≤2,31 adalah stabil, daerah 2,31<<3,125 adalah
metastabil dan daerah 3,125 tidak stabil.
Gambar 4.7 memperlihatkan kurva-kurva )(campF untuk berbagai harga
2,31≤ ≤3,20; lihat Gambar 4.5. Mulai dari =2,76 terlihat munculnya harga
minimum min . Harga-harga itu berkaitan dengan pemotongan garis binodal. Pada
=2,76 perubahan energi itu minimum pada min =0,175. Tetapi, di sana ada energi
penghalang yang memisahkan keadaan baru dengan kenaikan konsentrasi dari cA ke
c. Penghalang itu malah bertahan ketika keadaan yang kaya zat-1 itu mempunyai
kecenderungan energi bebas yang signifikan untuk mencegah pemisahan. Hanya
pada suatu harga yang besar akhirnya penghalang itu menghilang dan keadaan
dengan min =0 (c=cA) menjadi tidak stabil secara absolute; ini berkaitan dengan
pemotongan garis spinodal. Pada yang besar (suhu rendah) campuran segera
terpisah menjadi keadaan yang kaya zat-1. Ketika itu terjadi, konsentrasi berubah
diskontinu, dengan suatu lompatan dari 0 ke min . Penjelasan ini
merupakan hakikat dari transisi fasa order pertama.
Pada titik minimum min dipenuhi
0432)( 2
cbTTa
Fsp
camp ( 4.63)
00 dan dari 0432 2 cbTTa sp didapat
spTTacbcc
b 2163
8
1
8
3 2 .
88
Gambar 4.7 (a) Perubahan energi bebas sebagai fungsi Acc dengan cA=0.2
untuk berbagai harga ; (b) Perubahan energi bebas pada min sebagai fungsi .
Jelas, solusi-solusi min adalah garis binodal. Solusi-solusi itu ada jika terpenuhi
spTTacb 329 2
sehingga untuk garis binodal berlaku
ac
bTT spb
32
9 2
(4.64)
00 adalah keadaan tercampur (biasa disebut disordered state); keadaan itu stabil
jika garis spinodal dilalui, yakni pada suhu T=Tsp. Secara termodinamik, transisi
(b)
3,125 2,76 2,6
spinodal binodal
)( mincampF
T
(a)
=2,31 2,6 2,76 2.9 3.0
min
3.125
3.2
)(campF
(a)
89
terjadi di suhu T=Tsp dimana energi bebas dari keadaan terpisah (disebut ordered
state) menjadi lebih rendah atau 0F .
Selanjutnya tinjau konsentrasi cA=0,5. Jika campuran didinginkan, artinya
parameter ditingkatkan maka titik kritis TK akan dilalui. Persamaan (4.60)
menjadi sederhana seperti
42
3
4)2(
)(
TNk
F
B
camp (4.65)
Dengan 0/ campF diperoleh
)2(8
3min ( 4.66)
Selain transisi fasa antara keadaan campuran homogen dua zat dan keadaan
terpisah, ada berbagai contoh transisi fasa lain seperti kondensasi Bose-Einstein,
feromagnet-paramagnet dalam material magnet, dan superkonduktor dalam logam.
Dalam hal transisi, fasa dibedakan dengan suatu parameter order; transisi fasa
ditandai dengan perubahan mendadak dari suatu besaran makroskopik.
Dalam campuran dua zat, energi bebas pada kesetimbangan fasa mempunyai
diskontinuitas pada turunan pertama. Hubungan termodinamik antara energi bebas
Gibbs dan entropi adalah
ST
G
p
Artinya, pada transisi fasa entropi itu diskontinu sehingga didefenisikan kalor laten
sebagai perkalian antara perubahan entropi dan suhu di saat transisi fasa,
STL (4.67)
Menurut klassifikasi Ehrenfest, transisi fasa ditandai dengan turunan energi bebas
paling rendah yang diskontinu pada saat transisi. Dengan klassifikasi itu maka
transisi disebut transisi order pertama seperti dalam Gambar 4.7.
4.7 Transisi Fasa Order Kedua
Transisi order kedua merupakan diskontinuitas pada turunan kedua dari energi
bebas, misalnya pemisahan fasa cair-uap pada titik kritis. Transisi fasa oder kedua
tersebut dikarakterisasi dengan
90
0)/( pTG
dan
0)/( 22 pTG
pada suhu kritis Tc. Untuk itu dalam Gambar 4.8 diperlihatkan potensial Gibbs G0(T)
pada tekanan konstan untuk T>Tc yang secara kontinu berubah menjadi G(T) untuk
T<Tc.
ST
G
p
Gambar 4.8 Transisi fasa order kedua dalam diagram G-T; lingkaran besar
menyatakan kelengkungan dari G0(T) dan lingkaran kecil menyatakan kelengkungan
dari G(T).
Ketika suhu diturunkan, berlaku
G0(Tc)= G(Tc) di saat T=Tc.
Pada T< Tc berlaku hubungan
)()()( TGTGTG c
Dengan penguraian Taylor di sekitar T=Tc diperoleh
...........)(2
1)()()( 2
2
2
c
TT
c TTT
GTGTGTG
c
(4.68)
Tc T
G
G
G0
91
Dalam hal ini,
0
S
T
G
sehingga suku order-1 dalam persamaan (4.68) tidak muncul. Lebih jauh, koefisien
c
c
TTp
TT
CT
G
2
2
(4.69)
merupakan perubahan kapasitas panas Cp yang diskontinu pada suhu Tc. Dalam
persamaan (4.68) diasumsikan bahwa suku order-kedua tidak sama dengan nol,
sedangkan suku-suku lebih tinggi hanya merupakan konsekuensi matematik saja.
Transisi fasa order-kedua biasa disebut sebagai fenomena order-disorder di
mana energi bebas Gibbs G dinyatakan sebagai fungsi dari variabel yang dikenal
sebagai parameter order. Menurut Landau, masalah termodinamika dari transisi fasa
dapat dirumuskan dalam sistem-sistem biner di mana energi bebas G() adalah
invariant terhadap inversi parameter order -,
)()( GG (4.70)
Menurut Landau, energi bebas Gibbs dapat dirumuskan seperti
....6
1
4
1
2
1)( 642
0 CBAGG (4.71)
di mana )()0(0 cTGGG . Koefisien-koefisien A, B, ….adalah fungsi-fungsi yang
bergantung secara mulus pada suhu. Persamaan (4.71) itu jelas merupakan ekspansi
dari G() dengan pangkat genap, sehingga memenuhi persamaan (4.70).
Pada suhu yang dekat dengan Tc harga sangat kecil sehingga persamaan
(4.71) bisa dipangkas menjadi
420
4
1
2
1)( BAGG (4.72)
92
Dengan itu maka harga parameter order pada kesetimbangan suhu bisa ditentukan
sebagai berikut,
0)( 23
BABA
G
Jelas ada dua harga , yakni
0 (4.73a)
dan
2/1
B
A (4.73b)
Terlihat bahwa,
1. Jika A>0 dan B>0, maka persamaan (4.73b) menjadi imajiner sehingga
persamaan (4.73a) adalah satu-satunya solusi. Jadi, solusi 0 merupakan
keadaan disorder pada suhu T>Tc.
2. Jika A<0 dan B>0 maka selain 0 diperoleh dua harga yang lain dari
persamaan (4.73b). Ini merupakan fasa order pada suhu T<Tc. Dalam hal ini,
transisi fasa ditandai oleh perubahan tanda dari koefisien A. Menurut Landau
dapat dituliskan
)(' cTTAA dengan 0'A (4.74)
Dengan persamaan (4.74) maka solusi dalam persamaan (4.73b) untuk suhu T<Tc
menjadi
2/1
)('
TT
B
Ac (4.75)
Dalam Gambar 4.9 diperlihatkan kurva )(G dengan asumsi G0=0. Parabola
2
21)( AG dengan A>0 pada suhu T>Tc mempunyai minimum di 0 .
4
412
21)( BAG dengan A<0 dan B>0 pada suhu T<Tc. mempunyai dua
minimum di 2/1min )/( BA ; ini memperlihatkan sifat inversi. Kedua minimum
itu muncul pada saat suhu diturunkan melalui Tc , bergeser menjauh posisinya secara
93
simetrik dari 0 . Terlihat dalam persamaan (4.74) parameter order
memperlihatkan kebergantungan pada suhu secara parabolik pada suhu yang dekat
dengan Tc..
Gambar 4.9 Energi bebas Gibbs )(G pada suhu dektak Tc. Terjadi peralihan G
dari bentuk parabol di atas suhu Tc ke bentuk sumur-rangkap pada suhu di bawah Tc.
Kesetimbangan di bawah suhu Tc ditunjukkan oleh fluktuasi antara -min dan +min.
Berdasarkan teori Landau tersebut di atas, perumusan entropi dan kapasitas panas
bisa diperoleh pada suhu TTc. Sesuai dengan
pT
GS
maka diperoleh
ccc TTTTB
ATSTS
;
2
')()(
2
(4.76)
Kapasitas panas dirumuskan dengan
p
pT
STC
Sebutlah panas jenis adalah C0 jika Tc didekati dari atas, maka panas jenis jika Tc
didekati dari bawah adalah
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
-1 -0.5 0 0.5 1
T>Tc
Tc
T<Tc
G
94
cTTp TB
ACC
c 2
'2
0
(4.77)
Oleh sebab itu ada diskontinuitas
ccp TTTB
AC di
2
'2 (4.78)
Itu konsistent dengan persamaan (4.68) dan (4.69). Menurut Landau, perbedaan
kapasitas panas itu mengindikasikan transisi fasa order kedua. Kurva Cp sebagai
fungsi suhu diperlihatkan dalam Gambar 4.10. Karena bentuknya, kurva itu disebut
sebagai kurva- dan suhu kritis dituliskan seperti T.
Gambar 4.10 Kapasitas panas sebagai fung suhu di sekitar suhu Tc.
Tc T
Cp
95
Soal-soal
1. Perhatikan gambar potensial Lenard-Jones di bawah ini, di mana
612
4)(rr
r
Tunjukkan bahwa harga minimum potensial Lenard-Jones adalah 6/10 2r dan
.)( 0 r
2. Untuk menentukan B2 perlu dilakukan integrasi anguler. Tunjukkan bahwa
karena (r) bergantung pada r, B2 dapat dituliskan seperti
0
2)(2 1(2 drreB r
di mana (r) seperti gambar dalam soal nomor 1. Tunjukkan bahwa
32
3
2
B .
3. Gambarlah fungsi f-Mayer: )(1 ref untuk
a) Potensial interaksi bola padat di mana
r
rr
0)(
b) Potensial Lenard-Jones seperti gambar dalam soal nomor 1.
4. Untuk suhu rendah di mana kBT<<, kontribusi dominan terhadap integral
ditentukan oleh kontribusi-kontribusi dari integran untuk r>r0. Tunjukkan bahwa
untuk batasan ini, Tk
aB
B
2 di mana
r
96
0
2)(2 drrra .
Dengan itu maka selanjutnya tunjukkanlah bahwa secara pendekatan berlaku
Tk
abB
B
2
di mana 30
3
2rb
.
5. Tinjaulah gas partikel 1-dimensi yang berada dalam boks sepanjang L. Andaikan
interaksi antar partikel memenuhi potensial
ar
arx
0)(
Sistem seperti ini disebut gas Tonk.
a) Evaluasi koefisien B2.
b) Bentuk interaksi di atas mencegah partikel untuk bertukar tempat. Berapakah
volume partikel yang mungkin agar partikel bisa bergerak?
c) Tentukanlah fungsi partisi dan persamaan keadaan dan tunjukkan bahwa
hasilnya konsisten dengan soal a).
97
STATISTIK FERMI-DIRAC
5.1 Pendahuluan
Secara kuantum, fungsi keadaan sistem dengan banyak partikel diungkap-
kan dalam bentuk simetrik atau antisimetri terhadap pertukaran partikel. Misalnya,
untuk sistem dua partikel yang diberi nomori 1 dan 2, dengan fungsi basis 1 dan 2
bisa diperoleh dua macam fungsi keadaan,
)1()2()2()1( 2121 (5.1a)
)1()2()2()1( 2121 (5.1b)
Pada fungsi keadaan pertama, pertukaran partikel tidak mengubah fungsi keadaan.
Artinya fungsi keadaan itu bersifat simetrik terhadap pertukaran partikel. Pada
fungsi keadaan kedua, pertukaran pertikel menyebabkan fungsi keadaan berubah
tanda. Artinya, fungsi keadaan itu bersifat antisimetrik terhadap pertukaran partikel.
Dalam statistik Maxwell-Boltzmann, masalah simetri ini tidak diperhitung-
kan. Dalam statistik kuantum masalah simetri menjadi penting karena terkait dengan
cara pendistribusian partikel di tingkat-tingkat energi. Ada dua jenis statistik
kuantum. Yang pertama membahas partikel-partikel yang mengikuti prinsip eksklusi
Pauli. Jumlah partikel yang bisa menempati suatu keadaan k (disebut keadaan
mikro) hanyalah 0 atau 1. Hal itu menyebabkan fungsi keadaan bersifat
antisimetrik terhadap pertukaran partikel seperti persamaan (5.1b). Fisika statistik
untuk itu disebut statistik Fermi-Dirac dan partikel yang memenuhinya disebut
fermion. Suatu partikel fermion memiliki spin pecahan. Elektron misalnya,
mempunyai spin s=1/2, demikian juga proton dan inti-inti 13
C dan 3He.
Jenis kedua memperhatikan partikel-partikel yang tidak mengikuti prinsip
eksklusi Pauli. Jumlah partikel yang bisa menempati suatu keadaan tidak terbatas: 0,
1, 2, 3,….. Oleh sebab itu fungsi keadaannya, bersifat simetrik terhadap
pertukaran partikel. Statistik untuk itu disebut statistik Bose-Einstein, dan partikel
5
98
yang memenuhinya disebut boson. Suatu partikel boson memiliki spin bulat: 0, 1,
2,..... Contohnya fonon, foton dan inti 4He masing-masing berspin s=0..
Dalam sistem partikel kuantum dimungkinkan pertukaran energi dan partikel
sekaligus, sehingga sistem partikel kuantum dipandang sebagai ensembel kanonik
besar. Fungsi partisi besar untuk sistem ini telah dikemukakan dalam Bab 2
paragraf 2.3.
5.2 Distribusi Fermi-Dirac
Dalam persamaan (2.47) dan (2.51), fungsi partisi besar sistem partikel adalah
i
i
n i
nE
i
iie)(
(5.2a)
dengan
i
ii
n
nE
i e)(
(5.2b)
adalah fungsi partisi besar keadaan mikro ke-i.
Karena ni=0 dan 1 untuk fermion, maka fungsi partisi besar untuk keadaan
mikro -i adalah
)()(1
i
i
EinEee
n
ii (5.2c)
Dengan menggunakan persamaan (2.58), potensial kanonik besar keadaan mikro ke-
i adalah
)(1ln
ln
iB
iBi
EeTk
Tk
(5.3)
Jumlah partikel di keadaan mikro ke-i adalah
99
)(1ln)(
i
Bi
i
EeTkEn
Karena TkB/1 maka akan diperoleh
1
1)(
)(
ii E
eEn (5.4)
Inilah yang disebut fungsi distribusi Fermi, yang merupakan jumlah fermion
berenergi Ei pada suhu T. Fungsi di atas sering juga dituliskan seperti f(Ei). Fungsi
distribusi diperlihatkan dalam Gambar 5.1. Terlihat bahwa pada suhu T=0, semua
keadaan mikro diisi fermion hingga energi . Energi pada T=0 disebut energi
Fermi,
(T=0) = EF. (5.5)
Tampak dalam Gambar 5.1 bahwa jika suhu T→0: untuk energi dalam daerah E<EF,
0/)(
TkEE
BFe , sehingga n(E)=1, sedangkan untuk energi dalam daerah E>EF,
TkEE
BFe/)(
, sehingga n(E)=0.
Gambar 5.1. Bilangan okupasi sebagai fungsi energi.
Keadaan itu sangat berbeda dengan distribusi Boltzmann dalam persamaan
(2.25): )/exp( TkEn Bii di mana dengan T→0 semua partikel berada di tingkat
dasar. Dalam distribusi Fermi-Dirac, akumulasi pada tingkat dasar dicegah oleh
prinsip eksklusi Pauli, dan pada T→0 partikel-partikel menempati tingkat-tingkat
EF E
n
1 T=0
T=0.05 TF
T=0.2 TF
T=0.5 TF
100
energi E ≤EF saja. Jadi, energi EF memberikan indikasi sebagai energi maksimum
dari sistem fermion pada T→0. Pada suhu tinggi sebagian partikel berpindah dan
mengisi keadaan-keadaan dengan energi yang lebih tinggi dari pada EF seperti
diperlihatkan dalam Gambar 5.1.
Sehubungan dengan energi Fermi EF, momentum partikel fermion tersebut
adalah FF mEk 2 . Momentum ini disebut momentum Fermi. Partikel-partikel
fermion bisa mengisi keadaan-keadaan dengan bilangan gelombang Fkk
sehingga membentuk bola berjari-jari kF. Bola itu disebut bola Fermi dan keadaan-
keadaan dengan Fkk
terletak tepat dipermukaan bola. Permukaan bola itu
disebut permukaan Fermi. Konsep permukaan Fermi sangat penting dalam fisika zat
padat.
5.3 Gas elektron
Gas elektron adalah sekumpulan elektron-elektron yang tidak berinteraksi satu sama
lain mirip gas ideal sehingga energinya kontinu. Di dalam logam, elektron-elektron
mempunyai dua kelompok energi, yakni pita valensi dan pita konduksi seperti dalam
Gambar.5.2. Pada suhu T=0 seluruh elektron mengisi penuh pita valensi, yakni
energi EEF di mana energi Fermi EF adalah potensial kimia µ pada T=0. Pada suhu
T>0 pita konduksi terisi secara parsial dengan energi E>EF hingga tingkat energi
tertentu. Tetapi, meskipun demikian jumlah keseluruhan partikel adalah konstan.
Gambar 5.2 Struktur pita energi logam pada T>0.
Pita konduksi
Pita valensi
n(E)
EF
E
101
Jumlah partikel dalam pita valensi
dEEge
dEEgEnEnN
TkE B
k
k
0
0
)(1
1
)()()(
/)(
(5.6)
Dalam persamaan (3.6) telah dikemukakan rapat keadaan perselang energi untuk
gas ideal: 2/12/32/24)( EhmVEg . Dalam kasus gas elektron, kerapatan itu
adalah
2/1
2/3
2
24)( E
h
mVEg
(5.7)
di mana faktor 2 diberikan untuk menyatakan adanya degenerasi 2s+1 dari spin s=½
dari elektron.
Gas elektron pada T=0
Pada suhu T=0 seluruh elektron mengisi tingkat-tingkat energi FEE di mana
energi Fermi EF adalah potensial kimia µ pada T=0. dan exp[(E-EF)/kBT=0. Jumlah
elektron N dalam volume V adalah
2/3
2/3
2
0
2/1
2/3
2
0
2
3
8
24)(
F
E
Eh
mV
dEEh
mVdEEgN
F
(5.8)
Dengan itu maka energi Fermi adalah
3/22 3
8
V
N
m
hEF
(5.9a)
Dalam kaitannya dengan kesetaraan suhu, energi Fermi dapat disetarakan dengan
suhu
102
B
FF
k
ET (5.9b)
yang disebut suhu Fermi.
Dalam tabel di bawah ini diperlihatkan jumlah elektron per satuan volume,
energi Fermi, dan suhu Fermi untuk berbagai jenis logam.
Suhu Fermi dari berbagai jenis logam
Logam N/V (cm3) EF (eV) TF (K)=EF/kB
Li 4,71022
4,72 5,5 104
Na 2,541022
3,12 3,7 104
K 1,41022
2,14 2,4 104
Cu 8,41022
7,04 8,2 104
Ag 5,21022
5,51 6,4 104
Au 5,91022
5,54 6,4 104
Untuk memperoleh gambaran lebih ril, tinjaulah logam Na. Setiap atom Na
menyumbangkan satu elektron valensi. Jumlah elektron per satuan volume, N/V,
sama dengan jumlah atom Na per volume dalam logam itu. Lihat tabel di atas.
322233
cm1054,2gram/mol23
atom/mol1002,6gram/cm971,0
M
N
V
N A
Dengan persamaan (5.9), energi Fermi logam Na adalah
eV12,3cm1054,23
kg101,98
)Js1063,6(3/2
322
31
234
FE
Energi total elektron-elektron pada T=0 adalah
103
F
F
E
NE
Eh
mV
dEEh
mVdEEgEEnU
F
5
3
2
5
8
24)()(
2/5
2/3
2
0
2/3
2/3
20
(5.10)
Tekanan gas elektron adalah
2/5
2/3
2
,
2
5
8F
NS
Eh
m
V
Up
(5.11)
Tampak bahwa meskipun suhu T=0 gas elektron masih mempunyai tekanan.
Gas elektron pada T>0
Jumlah elektron N dipandang konstan, atau dN/dT=0. Untuk memeriksa hal itu,
gunakan persamaan (5.6).
00 1
1)()()(
/)(dE
edT
dEgdEEgEn
dT
d
dT
dNTkE B
Jika kBT<<EF maka perubahan distribusi Fermi hanya berarti di sekitar EF seperti
terlihat dalam Gambar 5.1. Oleh sebab itu persamaan di atas dapat didekati sebagai
berikut
dE
e
e
Tk
EEEg
dEeT
EgdT
dN
TkEE
TkEE
TkEE
B
B
B
F
F
B
FF
FF
02
0
1
)()(
1
1)(
/)(
/)(
/)(
02/)(cosh4
1)()(
0
2
dETkEETk
EEEg
BFB
FF
104
Di sekitar EF, fungsi 2cosh TkEE BF 2/)( )( FEE adalah fungsi genap
sedangkan )( FEE adalah fungsi ganjil. Oleh sebab itu dN/dT=0 atau N konstan.
Jumlah elektron yang tereksitasi di atas EF karena energi kBT, bisa didekati seperti
F
B
F
BFeksT
TNTk
E
NTkEgN
2
3
2
3)( (5.12)
Untuk tembaga (Cu) suhu TF=8,2104 K sehingga pada suhu 300 K elektron
tembaga yang tereksitasi sekitar 0,37 % saja.
Pada T>0 tapi T<<TF jumlah elektron ditentukan sebagi berikut:
)(2
1
24)()(
2
33
01
2/12/3
2
0/
zIV
dEez
E
h
mVdEEgEnN
TkE B
(5.13)
di mana )2/(2 Tmkh B adalah panjang gelombang termal dari elektron, dan
TkBez/
. Dalam persamaan (5.13) I3/2(z) merupakan hasil ekspansi Sommerfeld ,
yakni
.....ln
)1(
61
)1(
ln
1)(
1)(
2
2
0
1
1
z
nn
n
z
ez
x
nzf
n
x
n
n
(5.14)
Untuk n=3/2, 2/1
43)2/5( diperoleh
.....
/
4/3
61
/
3
4)(
2
2
2/1
2/3
2/3Tk
Tkzf
B
B
sehingga persamaan (5.13) menjadi
.....
81
2
3
822
2/32/3
2
Tk
h
mVN B (5.15)
105
Tampak, pada suhu T=0 di mana µ=EF, jumlah elektron sesuai dengan persamaan
(5.8). Karena N konstan, maka potensial kimiawi harus bergantung suhu. Dengan
cara pendekatan diperoleh potensial kimiawi pada suhu terbatas sebagai berikut:
22
3/2223/22
121
.....8
13
8
F
F
B
T
TE
Tk
V
N
m
h
(5.16)
Tampak bahwa energi Fermi adalah potensial kimia maksimum, yakni pada suhu
T=0 seperti telah dikemukakan di atas. Potensial kimiawi lebih kecil untuk suhu
yang lebih tinggi.
Energi total elektron gas adalah
)(3
1
24)()(
253
0
/)(
2/32/3
2
zITkV
dEe
E
h
mVdEEgEEnU
B
E
TkEE
F
BF
(5.17)
di mana, dengan pendekatan seperti persamaan (5.14) diperoleh
....
/
1
8
51
88/15
/)(
2
2
2/1
2/5
2/5Tk
Tkzf
B
B
Dengan hasil itu maka
222/5
2/3
2 8
51
2
5
8
Tk
h
mVU B (5.18)
Tampak bahwa pada T=0, energi total elektron sesuai dengan persamaan (5.10).
Dari energi di atas diperoleh tekanan gas elektron seperti
22
0
, 8
51
FNS T
T
V
U
V
Up
(5.19)
106
Kapasitas panas gas elektron adalah sebagai berikut
F
B
V
VT
TNk
T
UC
4
3 2
(5.20)
Persamaan (5.3) adalah potensial kanonik besar fermion di keadaan-i.
Potensial besar keseluruhan keadaan adalah
)1ln(/)(
k
BkB
i
i
TkEeTk
(5.21)
Untuk gas elektron, potensial besar itu harus diintegral karena energinya kontinu.
Dengan FE maka
dEEeTkh
mV
dEEgeTk
F
F
E
BFB
E
BFB
TkEE
TkEE
2/1
0
2/3
2
0
)1ln(2
4
)()1ln(
/)(
/)(
Hasil integral parsil dalam persamaan di atas adalah
2
2
0
2/12
3
2/332/5
2/3
2
13
2
)()2(
3
22
15
16
F
B
FBF
E
TkU
ETkh
mVE
h
mV
(5.22a)
atau
2
2
0 13
2
FT
TU (5.22a)
Selanjutnya entropi dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan ,VT
S
dan hasilnya adalah
107
20
2
3
4
FT
TUS (5.23)
Dari persamaan (5.6), distribusi fermion dapat diturunkan seperti
1
24
/)(
2/12/3
2
TkEEe BF
E
h
mV
dE
dN (5.24)
Ini merupakan distribusi energi gas elektron menurut statistik Fermi-Dirac. Kurva
dN/dE sebagai fungsi E diperlihatkan dalam Gambar 5.3.
Gambar 5.3 dN/dE sebagai fungsi E.
Kecepatan rata-rata gas elektron adalah
dEdE
dNv
NvdN
Nv
11
Karena elektron dipandang sebagai gas maka E=1/2mv2, v=(2E/m)
1/2, sedangkan
dN/dE bisa dilihat pada persamaan (5.24). Maka kecepatan rata-rata adalah
dEe
E
Nh
VmdEE
dE
dN
N
mv
F
F
E
kTEE
0
/)(3
2/12/1
1
16)/2(
Dengan pendekatan seperti persamaan (5.14) diperoleh
22
2
0
)(62
1
1/)(
TkEdEe
EBF
EF
TkEE BFk
E
dE
dN
EF
T=0
T >0
108
sehingga
22
0 61
FT
Tvv
(5.25)
di mana
2
30
8FE
Nh
Vmv
(5.26)
adalah kecepatan rata-rata partikel fermion pada suhu T=0. Jadi, meskipun suhu
T=0, partikel masih mempunyai kecepatan.
5.4 Emisi Termionik
Energi potensial sebuah elektron di dalam logam adalah seperti Gambar 5.4(a). Pada
suhu normal, pita konduksi diisi oleh elektron-elektron hingga batas energi Fermi EF
seperti kurva distribusi dalam Gambar 5.4(b). Energi e disebut fungsi kerja yakni
energi minimum yang diperlukan untuk melepaskan sebuah elektron dari logam.
Dalam kasus efek fotolistrik, elektron dilepaskan jika foton h>e. Besaran
disebut fungsi kerja dari logam. Pada suhu tinggi, beberapa elektron menempati
keadaan di atas energi EF seperti terlihat dalam Gambar 5.3(b) di atas. Pada suhu
yang cukup tinggi beberapa elektron memperoleh energi sebesar E=EF+e sehingga
lepas dari logam.
Gambar 5.4 (a) Energi potensial sebuah elektron di dalam logam dan di permukaan,
(b) distribusi elektron.
T tinggi
T=0
E
dn/dE
EF
e
a) b)
109
Proses ini disebut emisi termionik, dan merupakan dasar bagi tabung
elektron. Besarnya rapat arus termolistrik dihitung sebagai berikut:
dEdE
dNE
mV
e
V
evdNj
2/1
2/12
(5.27)
dimana e adalah muatan elektron, kecepatan
2/12
m
Ev . Dengan menggunakan
dN/dE dalam persamaan (5.24) maka
eekT
h
me
dEe
E
h
mej
eE
E
kTEE
F
F
F
2
3
/)(3
)(4
1
16
(5.28)
Persamaan rapat arus di atas disebut persamaan Richardson-Dushman. Fungsi kerja
e bergantung pada jenis logam seperti diperlihatkan dalam table di bawah ini.
Fungsi kerja berbagai jenis logam.
Elemen e (eV) Elemen e (eV)
Aluminum 4.08 Besi 4.5
Berillium 5.0 Timah 4.14
Kadmium 4.07 Magnesium 3.68
Kalsium 2.9 Merkuri 4.5
Kobalt 5.0 Nikel 5.01
Tembaga 4.7 Perak 4.73
Emas 5.1 Natrium 2.28
110
5.5 Energi Fermi dalam Semikonduktor
Dalam teori pita, semikonduktor mempunyai pita valensi dan pita konduksi. Setiap
pita merupakan kumpulan dari energi-energi keadaan, dan masing-masing energi
keadaan itu merupakan solusi unik dari persamaan Schrödinger untuk fungsi
potensial yang periodik dari bahan semikonduktor. Setiap energi keadaan hanya bisa
diduduki maksimum oleh satu elektron. Rapat keadaan elektron di pita konduksi,
sebutlah Dc(E), dan rapat keadaan hole di pita valensi , sebutlah Dv(E), adalah
vvppv
ccnnc
EEEEmmh
ED
EEEEmmh
ED
;)(28
)(
;)(28
)(
3
3
(5.29)
di mana mn dan mp adalah massa effektif elektron dan hole. Massa effektif elektron
dan hole dalam beberapa bahan semikonduktor diperlihatkan dalam table berikut, di
mana m0 adalah massa diam elektron.
Si Ge GaAs InAs AlAs
mn/m0 0,26 0,12 0,068 0,023 2,0
mp/m0 0,39 0,30 0,50 0,30 0,30
Persamaan (5.29) dapat dilukiskan seperti Gambar 5.5.
Gambar 5.5 Pita energi dan rapat keadaan dalam semikonduktor.
E
Ec
Ev
Pita
konduksi
Pita valensi
Ec
Ev
Dc
Dv
D
111
Probabilitas suatu keadaan berenergi E bisa diduduki oleh sebuah elektron
dinyatakan oleh fungsi distribusi Fermi-Dirac
1
1)(
/)(
TkEE BFe
Ef (5.30)
Pada pita konduksi di mana energi E cukup tinggi atau (E-EF)>>kBT , probabilitas
penempatan sebuah elektron dapat didekati seperti
TkEE BFeEf/)(
)(
(5.31)
yang merupakan fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann.
Pada pita valensi di mana energi E cukup rendah atau (E-EF)<<-kBT
probabilitas penempatan sebuah elektron dapat didekati seperti
TkEE BFeEf/)(
1)(
(5.32)
Dengan demikian, probabilitas untuk hole di pita valensi itu tentulah 1-f(E), yakni
TkEE BFeEf/)(
)(1
(5.33)
Sekarang dapat ditentukan jumlah elektron di pita valensi dan jumlah hole di
pita valensi. Jumlah keadaan dalam pita konduksi dan pita valensi untuk selang
energi antara E dan E+dE masing-masing adalah Dc(E)dE dan Dv(E)dE. Dengan
menggunakan persamaan (5.31) dan Dc(E) dalam persamaan (5.29) jumlah elektron
di dalam pita konduksi adalah
s
cTkEE
FTkEEnn
s
E
TkEEF
nn
E
c
EEdeEEeh
mm
dEeEEh
mm
dEEDEfn
BcBFc
c
BF
c
0
/)(/)(
3
/)(
3
)(28
28
)()(
(5.34)
Misalkan x=(E-Ec)/kBT, maka integral di atas merupakan fungsi Gamma, yakni
112
2/3
0
2/3
2TkdxexTk B
sx
B
sehingga persamaan (5.34) menjadi
TkEEc
BFceNn/)(
(5.35)
dengan
2/3
2
22
h
TkmN Bn
c
(5.36)
Nc disebut rapat effektif elektron dalam pita konduksi.
Rumusan untuk hole dapat diturunkan dengan cara yang sama. Dengan
menggunakan persamaan (5.33) dan Dv(E) dalam persamaan (5.29) jumlah hole di
dalam pita valesi adalah
TkEEv
BvFeNp/)(
(5.37)
dengan
2/3
2
22
h
TkmN
Bp
v
(5.38)
Nv disebut rapat effektif hole dalam pita valensi.
Harga-harga Nc dan Nv untu Ge, Si dan GaAs adalah sebagai berikut.
Ge Si GaAs
Nc (cm-3
) 1,041019
2,81019
4,71017
Nv( cm-3
) 6,01018
1,041019
7,01018
Sebenarnya, elektron di dalam pita konduksi berasal dari atom-atom donor
yang di-dop pada semikonduktor, sedangkan hole dalam pita valensi berasal dari
atom-atom akseptor yang di-dop pada semikonduktor. Kehadiran atom donor dan
113
atom akseptor menggeser energi Fermi dari semikonduktor. Persamaan (5.35) dan
(5.37) bisa dipakai untuk menentukan energi Fermi sebagai fungsi dari banyaknya
elektron (n) yang diberikan oleh donor dan banyaknya hole (p) yang ditimbulkan
oleh akseptor. Hasilnya adalah
n
NTkEE c
BcF ln ; doping donor (5.39)
p
NTkEE v
BvF ln ; doping akseptor (5.40)
Terlihat bahwa semakin kecil konsentrasi donor semakin jauh energi Fermi di
bawah Ec. Tetapi, semakin kecil konsentrasi akseptor semakin jauh energi Fermi di
atas Ev. Kedua persamaan (5.39) dan (5.40) dilukiskan seperti Gambar 5.6.
Gambar 5.6 Energi Fermi semikonduktor yang didop dengan (a) donor dan (b)
akseptor.
Sebagai contoh, semikonduktor silicon (Si) di-dop dengan atom-atom donor
dengan n=1017
cm-3
pada suhu 300 K. Untuk silikon Nc=2,81019
cm-3
. Dengan
menggunakan persamaan (5.39) diperoleh
eV146,0
10
102,8ln300KJ/K ,3805x101
ln
17
19 23-
n
NTkEE c
BFc
Artinya, energi Fermi 0,146 eV di bawah Ec.
n
NTk c
B ln
(a)
Ec
EF
Ev
p
NTk v
B ln
(b)
Ec
EF
Ev
114
Misalkan semikonduktor yang sama didop dengan atom-atom akseptor
dengan p=1014
cm-3
pada suhu yang sama. Untuk silicon Nv=1,041019
cm-3
. Dengan
persamaan (5.40), maka diperoleh
eV31,0
10
1004,1ln300KJ/K ,3805x101
ln
14
19 23-
p
NTkEE v
BvF
Artinya, energi Fermi 0,31 eV di atas Ev.
Dari persamaan (5.39) dan (5.40), perkalian konsentrasi elektron dan
konsentrasi hole adalah
TkE
pc
TkEEpc
Bg
BFc
eNN
eNNnp
/
/)(
(5.41)
di mana Eg=Ec-EF adalah energi gap. Sebutlah
2innp maka
TkE
pciBgeNNn
2/ (5.42)
Terlihat bahwa di dalam semikonduktor selalu ada beberapa elektron dan hole,
apakah semikonduktor di-dop atau tidak. Jika di dalam semikonduktor tidak ada
dopan, semikonduktor dikatakan intrinsik. Di dalam semikonduktor intrinsik, n dan
p yang tak sama dengan nol merupakan akibat dari eksitasi termal. Dalam hal ini,
tentulah n=p adalah cirri dari semikonduktor intrinsik. Jadi, inpn ; ni disebut
konsentrasi pembawa yang intrinsik dan itu adalah persamaan (5.42). Terlihat bahwa
konsentrasi pembawa yang intrinsik dari suatu bahan semikonduktor bergantung
pada energi gap dan suhu. Di bawah ini diperlihatkan energi gap dari beberapa
bahan semikonduktor.
InSb Ge Si GaAs GaP ZnS Intan
Eg(eV) 0,18 0,67 1,12 1,42 2,25 2,7 6
Untuk silikon pada suhu 300 K, konsentrasi pembawa intrinsik itu adalah
115
310
23-
-1919 cm10
300KJ/K ,3805x1012
J/eV101,6eV12,1exp04,128,210
in .
Dengan itu maka untuk silikon, 620 cm10 np . Ini adalah konstan pada suhu 300
K. Jika semikonduktor silikon tipe-n mempunyai konsentrasi elektron n=1015
cm-3
,
maka konsentrasi hole adalah p=1020
/1015
=105cm
-3. Sebaliknya, jika semikonduktor
silikon tipe-p mempunyai konsentrasi hole p=1017
cm-3
, maka konsentrasi hole
adalah p=1020
/1017
=103cm
-3.
Dari persamaan (5.42) dapat dikemukakan bahwa pada semikonduktor
intrinsik di mana n=p , energi Fermi adalah
v
c
Bgc
cBiBC
i
F
N
NTkEE
NTknTkEE
ln2
1
2
1
lnln)(
(5.43)
Jadi, energi Fermi dari semikonduktor intrinsik dekat sekali dengan pertengahan
gap.
116
Soal-soal
1 Tinjaulah suatu sistem elektron pada permukaan yang luasnya A. Tunjukkan
bahwa jumlah rata-rata elektron dapat dituliskan seperti
0
/)(21
TkE Be
dEmAN
Gunakan rumus integral
konstanta1
ln1
1
bx
bx
bx ae
e
bae
dx
2. Hitunglah suhu di mana potensial kimia suatu gas elektron menjadi nol.
3. Hitunglah tekanan gas elektron yang berdegenerasi, dan tentukanlah hubungan
antara tekanan dan rapat energi U/V. Hitunglah tekanan gas elektron dalam
aluminium.
4. Tunjukkan secara langsung dari fungsi partisi bahwa rata-rata energi gas
fermion bisa dituliskan dengan menggunakan harga rata-rata bilangan okupasi:
k
kk EnU .
5. Energi Fermi sebagai fungsi suhu dapat diturunkan sebagai berikut:
......
121)0()(
22
F
FF
TETE
di mana EF(0) adalah energi Fermi pada T=0. Tunjukkan bahwa suku koreksi 1%
dari energi Fermi berkaitan dengan suhu
FT 5
3.
6. Tunjukkan bahwa jumlah fermion dengan kecepatan di antara v dan v+dv pada
suhu T adalah
117
dve
v
h
VmdN
kTEmv F 1
8
/])2/[(
2
3
3
2
7. Berdasarkan statistik Fermi-Dirac,
1
1)(
/)(
kTEEi
FieEn .
Tentukanlah energi Ei yang lebih besar dari EF agar
kTEE
iFieEn
/)()(
ada dalam penyimpangan 10%.
8. Buktikan bahwa distribusi pembawa muatan di dalam pita konduksi dan pita
valensi memuncak pada energi-energi dekat dengan pinggir pita.
9.
Selanjutnya, dengan menggunakan aproksimasi Boltzmann, tunjukkan bahwa
energi di mana distribusi pembawa muatan itu memuncak masing-masing pada
Ec+kBT/2 dan Ev-kBT/2.
10. Pada semikonduktor tertentu, rapat keadaan di dalam pita konduksi dan pita
valensi adalah konstan, masing-masing adalah A dan B. Misalkan energi Fermi
EF tidak dekat dengan Ev dan Ec.
a) Rumuskanlah konsentrasi p dan n.
b) Jika A=2B, tentukanlah lokasi energi Fermi intrinsik relative terhadap
pertengahan gap pada suhu 300K.
hole elektron
Ev Ec E
Distribusi
pembawa
118
11. Untuk semikonduktor tertentu, rapat keadaan dalam pita konduksi dan pita
valensi masing-masing adalah: Dc(E)=A(E-Ec).u(E-Ec) dan Dv(E)=B(Ev-E). u(Ev-
E) di mana u(x)=0 jika x<0 dan u(x)=1 jika x>0. Misalkan doping tidak tinggi.
a) Rumuskan konsentrasi n dan p sebagai fungsi energi Fermi.
b) Jika A=2B, hitunglah energi Fermi intrinsic pada suhu 300K.
Gunakan sifat
0
1dxex x .
12. Fungsi distribusi Boltzmann ]/)(exp[)( TkEEEf BF sering dipakai
sebagai pendekatan terhadap fungsi distribusi Fermi-Dirac. Gunakanlah
pendekatan itu dan misalkan Dc(E)=A(E-Ec)1/2
untuk menentukan
a) Energi di mana ditemukan paling banyak elektron.
b) Konsentrasi elektron pada pita konduksi (n).
c) Energi kinetik rata-rata elektron , E-Ec. Gunakan fungsi Gamma.
119
SISTEM SPIN DAN
KEMAGNETAN
6.1. Paramagnetisme
Bahan paramagnet mengandung atom-atom yang memiliki momen dipol magnet.
Tinjaulah sistem dengan momen-momen dipol yang tidak berinteraksi satu sama
lain. Energi sebuah momen dipol (sebutlah
) di dalam medan magnet B
adalah
cos. BBE
.
Energi dari N buah momen dipol adalah
N
i
iBU1
cos .
dengan i adalah sudut antara B
dan momen dipol ke-i. Fungsi partisi sistem
adalah
NB
NNN
BB
edd
eddeddZ
cos
2
0 0
cos
2
0 0
222
cos
2
0 0
111
sin
......sinsin 21
(6.1)
Karena setiap faktor dalam persamaan di atas adalah sama, maka persamaan itu
menjadi
N
N
B ZeddZ 1
cos
2
0 0
sin
(6.2)
Z1 adalah fungsi partisi sebuah dipol, yakni
6
120
BBB
ee
eddZ
BB
B
sinh4
2
sin cos2
0 0
1
(6.3)
Dengan demikian maka fungsi partisi sistem adalah
N
BB
Z
)sinh(
4
(6.4)
Dari fungsi partisi di atas, energi sistem adalah
)(
1)coth(
ln
BBN
BBBN
ZU
L
(6.5)
di mana
xxx
1)coth()( L (6.6)
disebut fungsi Langevin. Dari hubungan antara energi U dan magnetisasi M : U=-
MB maka magnetisasi adalah
)(ln1
BNB
ZM
L
(6.7)
Entropi sistem diturunkan dari rumusan energi bebas Helmholtz
ZTkF B ln , adalah
)coth(1)sinh(4
ln
)sinh(4
lnln.
,
BBBB
Nk
BB
TNkT
ZTkTT
FS
B
BNBB
NB
(6.8)
Jika suhu cukup tinggi atau 1B bisa dilakukan pendekatan
121
3
1)coth(
B
BB
(6.9)
Dengan demikian fungsi Langevin menjadi
3)(
BB
L . (6.10)
Dengan itu maka energi sistem menjadi
Tk
BNU
B3
22 ; 1/ TkB B (6.11)
sedangkan magnetisasi menjadi
BTk
NM
B3
2 ; 1/ TkB B (6.12)
Berdasarkan MB di mana adalah suseptibilitas magnet maka
Tk
N
B3
2 ; 1/ TkB B (6.13)
Persamaan (6.11), (6.12) dan (6.13) disebut hukum Curie. Dalam persamaan (6.12),
M=0 jika B=0 yang merupakan ciri dari bahan paramagnet.
Sesungguhnya sifat paramagnetik atom atau molekul ditimbulkan oleh spin
elektron yang tak berpasangan di dalamnya. Karena spin elektron adalah s=1/2,
maka di dalam medan magnet B spin itu memiliki dua tingkat energi, E1=-µBB
sehubungan dengan spin sejajar medan, dan E2=µBB sehubungan dengan spin
berlawanan arah medan; µB =9,273210-24
J/T adalah magneton Bohr elektron.
Fungsi partisi suatu sistem paramagnetik dari N buah spin elektron adalah
N
NBBB BBBeeeZ
,.......,, 21
21 ....... (6.14)
di mana i=+1 menyatakan spin mengarah ke atas dan i=-1 menyatakan spin
mengarah ke maka. Persamaan di atas dapat diubah menjadi
122
NB
NBB
B
eeZ BB
)cosh(2
. (6.15)
Energi sistem diturunkan dengan menggunakan fungsi parti si di atas,
)tanh(ln
BBNZ
U BB
(6.16)
Magnetisasi diperoleh dengan menggunakan hubungan U=-MB,
)tanh(ln1
BNB
ZM BB
(6.17)
Magnetisasi sebagai fungsi BB diperlihatkan dalam Gambar 6.1. Terlihat bahwa
pada medan magnet rendah ada hubungan linier antara magnetisasi dan medan
magnet. Ini juga merupakan ciri dari sifat paramagnetisme.
Gambar 6.1 Magnetisasi M sebagai fungsi BB .
Pada medan magnet yang rendah BB BB )tanh( , sehingga diperoleh
Tk
BNM
B
B2
; TkB BB / <<1 (6.18)
Karena M=B di mana adalah suseptibilitas magnet, maka
Tk
N
B
B
2 ; TkB BB / <<1 (6.19)
Rumusan magnetisasi dan suseptiblitas magnet yang diturunkan secara klassik
M
µBB
-NµB
NµB
123
seperti dalam persamaan (6.12) dan (6.13) hanya berbeda faktor 1/3 dengan
persamaan (6.18) dan (6.19) .
Hukum termodinamika pertama untuk kemagnetan adalah MdBQdU ;
jika medan magnet konstan maka QdU sehingga panas jenis adalah
B
BT
U
NC
1
Karena
BTk
BNUk
U
dT
d
T
U
BBB
B
BB
22
222
cosh
maka diperoleh
TkBTk
BC
BBB
BB
/cosh222
22
(6.20)
Gambar 6.2 memperlihatkan panas jenis CB sebagai fungsi kBT/µB.
Gambar 6.2 Panas jenis CB sebagai fungsi kBT/µB.
Terlihat bahwa harga maksimum CB tercapai pada kBT0.8 µB. Telah dikemukakan
pada awal paragraf ini bahwa sebuah dipol magnet yang searah medan magnet
memiliki energi: E1=-µB. Jadi, suhu rendah dengan energi termal kBT<<µB tidak
B
B
k
C
B
Tk
B
B
124
mampu untuk membalik arah dipol. Hanya dengan energi termal kBT=2µBB dipol itu
bisa membalik arah dan energinya menjadi E2=µB.
Ada bahan paramagnet dengan atom-atom berspin lebih besar daripada
setengah, J>1/2, misalnya 3/2, 5/2.... Spin yang demikian memiliki tingkat energi
lebih daripada dua buah. Misalnya, dengan spin J ada 2J+1 buah tingkat energi,
yakni
iBi BgE (6.21)
dengan JJJJi 2,12,........,12,2 dan g adalah faktor Lande g=2,0023 untuk
spin elektron bebas, dan mc
eB
2
adalah magneton Bohr dari elektron. Fungsi
partisi mirip dengan persamaan (6.14) yakni
N
q
qJJqN
J
J
q
e
eeeZ
i
i
1
)1(2
2
2/
(6.22a)
di mana
Bgq B (6.22b)
Tetapi
)2/sinh(
])2/1sinh[(
1 2/2/
)2/1()2/1()1(
q
qJ
ee
ee
e
eeqq
JgqJq
q
qJJq
sehingga persamaan (6.22a) menjadi
N
q
qJZ
)2/sinh(
])2/1sinh[( (6.23)
Magnetisasi adalah
.2
1coth
2
1
2
1coth
2
1
ln1
qqJJNg
B
ZM
B
125
Mengingat fungsi Brillouin
qqJJ
Jq
2
1coth
2
1
2
1coth
2
11)(JB (6.24)
maka rumusan magnetisasi menjadi
).(qJNgM B JB (6.25)
Fungsi Brillouin di atas adalah fungsi ganjil. Oleh sebab itu dalam
penggambarannya cukup ditinjau q 0. Untuk q, )(qJB 1. Ini memberikan
harga jenuh bagi magnetisasi, yakni
JgNM B . (6.26)
Untuk q0, fungsi )(qJB harus diekspansi dengan cara sebagai berikut.
....3/2
.....2coth
3
2
xx
x
ee
eex
xx
xx
Jika x<<1 maka
3
1
)6/1)(2/1(1
)6/1(
2/1coth 22
2
2
x
x
xxxxx
xx
.
Jadi, untuk q0,
qJ
JJ
q
qJqJ
JJ
q
)1(3
1
12
1)2/1(
3
1
6
12
2
1)2/1(
3
1
)2/1(
1)2/1(
1)(
2
JB
(6.27)
Dari persamaan (6.25 ) dan (6.27) maka
126
BJJNgM B )1(3
1 2 (6.28)
Untuk memperoleh pemahaman yang baik, perlu diperiksa harga )(qJB dalam
daerah 0<q<. Untuk itu diferensialnya JB dari persamaan (6.24) adalah,
])2/1[(sinh
)2/1(
2/sinh4
12
2
2 qJJ
J
qJdq
d
JB (6.29)
Ternyata diferensial di atas selalu positif, sehingga fungsi )(qJB adalah fungsi yang
monoton naik. Gambar 6.3 memperlihatkan BM / sebagai fungsi Bg B untuk
berbagai harga J.
Gambar 6.3 BM / sebagai fungsi Bg B untuk berbagai harga J.
6.2 Paramagnetik Pauli
Tinjaulah elektron-elektron dalam logam lengkap dengan spinnya. Karena spinnya
s=1/2 maka bilangan kuantum magnetiknya ms=±1/2. Dalam medan magnet B, suatu
spin elektron bisa menempati salah satu dari dua keadaan kuantum spin, masing-
masing dengan energi
Bmedanarahberlawanan
Bmedansearah
2/1
2/1
BE
BE
B
B
(6.30)
J=1/2
J=3/2
J=5/2
gµBB
M/µB
127
Pada B=1 Tesla, E1/20,5 10-4
eV<< EF (3,12 eV untuk logam Na). Meskipun
medan magnet cukup besar, beda energi antara kedua keadaan kuantum spin sangat
kecil. Inilah alasannya mengapa kedua keadaan kuantum spin itu dipandang
berdegenerasi dengan energi yang dekat dengan energi dasarnya.
Sekarang misalkan suhu T>0; sesuai dengan persamaan (5.13) maka jumlah
elektron dengan spin searah B adalah
Tk
TkETkB
B
BB
B
FF
zefV
dEeez
E
h
mVdEEgEnTN
E
B
E
/
3
01
2/12/3
2
0
)(
23
1
22)()()(
//
(6.31)
Jumlah elektron dengan spin berlawanan arah B adalah
Tk
TkETkB
B
BB
B
FF
zefV
dEeez
E
h
mVdEEgEnTN
E
B
E
/
3
01
2/12/3
2
0
)(
23
1
22)()()(
//
(6.32)
Dengan demikian maka magnetisasi adalah
TkBTkBB
B
BBBB zefzefV
NNM
//
3
)()(
23
23
(6.33)
Pada suhu tinggi dan medan magnet yang kecil,
TkBTkB BBBB zezef//
23
dan
TkBTkB BBBB zezef//
23
Jadi, magnetisasi pada suhu rendah adalah
128
TkBVz
M BBB /sinh
23
(6.34)
Jumlah elektron adalah
TkTk BBBB zezeV
NNN//
3
)()(
atau
TkVz
N BB /cosh23
(6.35)
Oleh sebab itu magnetisasi bisa dinyatakan seperti
TkBNM BBB /tanh (6.36)
Hasil ini sama dengan persamaan (6.17). Pada medan magnet yang kecil
suseptibilitas magnet adalah
Tk
N
B
M
B
B
2
(6.37)
Hasil ini sama dengan persamaan (6.19).
Pada suhu rendah, dengan menggunakan pendekatan dalam persamaan (5.14)
maka magnetisasi dalam persamaan (6.33) menjadi
2/32/3
2/3
2
2/32/3
2/13
)()(2
3
4
)(3
4)(
3
4
BEBEh
mV
BBV
M
BFBFB
BBB
Karena BE BF , bisa dilakukan pendekatan
F
BFBF
E
BEBE
2
31)( 2/32/3
sehingga diperoleh apa yang disebut magnetisasi Pauli,
129
BEg
BEh
mVM
FB
FBp
)(
24
2
2/1
2/3
2
2
(6.38)
Rumusan magnetisasi di atas mengungkapkan bahwa pada suhu rendah, elektron-
elektron berada jauh di bawah permukaan Fermi dan prinsip Pauli mencegah mereka
untuk membalikkan arah spinnya ketika merespon medan magnet, kecuali elektron-
elektron yang berada pada permukaan Fermi. Di sekitar energi EF terjadi perubahan
arah spin-spin seperti diperlihatkan dalam Gambar 6.4(b).
Gambar 6.4 Penempatan spin-spin pada keadaan-keadaan yang berdegenerasi-2; (a)
T=0, B=0; (b) T=0, B0.
Untuk setiap spin perubahan arah itu memerlukan energi E=2BB. Prinsip
larangan Pauli memaksa spin up harus naik ke atas energi Fermi EF karena di
bawahnya sudah penuh. Elektron-elektron itulah yang selanjutnya menjadi elektron
penghantar. Sebenarnya pergeseran energi itu sangat kecil dibandingkan dengan EF,
sehingga kerapatan spin-down hampir sama dengan kerapatan spin-up. Karena setiap
elektron yang tergeser memperoleh tambahan energi 2µBB, maka jumlah
magnetisasi dalam persamaan (6.38) bisa dituliskan seperti
Bsp nM 2 (6.39)
dengan ns adalah jumlah elektron yang mengalami pergeseran. Inilah yang disebut
magnetisasi Pauli. Jadi, jumlah elektron yang tergeser oleh medan magnet adalah
BEgn BFs )(21 (6.40)
(a) (b)
EF
130
Akhirnya, suseptibilitas magnet dapat diturunkan seperti
)(2
FBp EgB
M
(6.41)
adalah konstan. Material dengan suseptibilitas magnet >0 disebut paramagnet dan
effek medan magnet pada suhu rendah itu disebut paramagnetik Pauli.
6.3 Fluktuasi magnetisasi
Nilai rata-rata momen magnet dari suatu bahan paramagnet pada keadaan setimbang
suhu dengan suatu reservoir bersuhu T adalah
B
Z
ZB
ZeM
ZM
i
E
ii
1ln11 (6.42)
di mana Mi adalah magnetisasi pada keadaan mikro ke-i dengan energi Ei.
Magnetisasi itu berubah terhadap medan magnet B. Jadi, M itu berubah terhadap
B. Turunannya terhadap B adalah suseptibilitas, yakni
B
M
(6.43)
Sesungguhnya, suseptibilitas adalah respons dari bahan paramagnet terhadap medan
magtnet luar. Jika suseptibilitas bahan paramagnetik itu besar, maka perubahan kecil
dari medan magnet menyebabkan perubahan besar dari magnetisasi bahan tersebut.
Jadi, dapat dikatakan bahwa distribusi M di sekitar harga rata-ratanya tentulah agak
besar. Dengan kata lain, keadaan- keadaan dengan harga-harga M yang berbeda
memiliki probabilitas- probabilitas yang cukup signifikan. Oleh sebab itu, dapat
diharapkan bahwa deviasi-deviasi di sekitar harga rata-rata akan signifikan. Jadi, ada
suatu hubungan antara suseptibilitas dan lebar distribusi M di sekitar M . Untuk
mengungkapkan itu, misalkan energi keadaan mikroskopik ke-i adalah Ei.=-BMi ;
maka
131
22
2
2 1
1
MM
eMB
Z
ZeM
Z
eMZBB
M
i
E
i
i
E
i
i
BM
i
ii
i
(6.44)
Inilah yang disebut suseptibilitas tanpa medan magnet luar. Dapat pula dituliskan,
Tk
MM
B
22 (6.45)
M disebut fluktuasi dari M; dalam matematik disebut deviasi standar dari
distribusi M, sedangkan 2M disebut variansinya.
6.4 Diamagnetisme Landau
Fermion bermuatan listrik seperti elektron, di dalam medan magnet B
mempunyai
hamiltonian seperti
2
)(2
1ˆ
rA
c
ep
mH
(6.46)
di mana )(rA
vektor potensial yang ditimbulkan medan, yakni AB
. Misal-
kan medan itu konstan dan pada sumbu-z: ),0,0( BB
, dan misalkan pula dengan
medan itu ditimbulkan vektror potensial )0,0,( ByA
. Andaikan partikel berada
dalam kubus bersisi a. Dengan hamiltonian dan vektor potensial di atas, maka solusi
persamaan Schrödinger adalah
)()()(
yferzkxki zx
(6.47)
Fungsi f(y) memenuhi persamaan
)()()(2
1
2
'2
2
22
yfEyfByc
ek
mymx
(6.48)
132
Dengan menyatakan
mc
eBc (6.49)
yang tak lain adalah frekuensi siklotron, maka persamaan (6.48) dapat dituliskan
seperti
)()()(2
1
20
2
2
22
yEfyfyymym
c
(6.50)
di mana
eB
cky x
0 (6.51)
Jadi, persamaan (6.50) itu adalah persamaan osilator harmonis dengan c adalah
frekuensi sudut gerak osilasi di sekitar y0.
Solusi energi dari persamaan (6.50) adalah
,.....2,1,0;)2/1(2
1 2 czk
mE (6.52)
Terlihat, bahwa fermion memiliki tingkat-tingkat energi. Ini yang disebut tingkat-
tingkat Landau. Dengan demikian maka fungsi partisi besar untuk keadaan-v adalah
czk
meeeE
)2/1(2
1 2
11)(
(6.53)
di mana =1/kBT. Mengingat fungsi partisi besar sistem adalah
maka diperoleh
czk
meeg
)2/1(
2
1 2
1ln)(ln (6.54)
133
di mana g(v) adalah rapat keadaan dari tingkat ke-v. Kerapatan itu ditentukan
sebagai berikut. Misalkan kx dikuantisasi dengan kx=2/a sehingga osilator akan
terlokalisasi di setiap )/(0 eBahcy . Dengan begitu maka jumlah osilator yang
bisa masuk dalam kubus adalah 0/ ya . Jumlah ini merupakan rapat keadaan
ehc
Bag
/2
2
(6.55)
di mana faktor 2 adalah degenerasi spin.
Dari persamaan (6.54) untuk elektron-elektron yang tidak berinteraksi di
dalam medan magnet berlaku
))2/1((/
2
1ln/
2ln
2
)2/1(2
12 2
c
km
hehc
Ba
eeehc
Ba cz
(6.56)
Misalkanlah
xk
mz
z
eedka
xh
2
2
1
1ln2
)(
6.57)
dengan cx )2/1( . Selanjutnya, berlaku penjumlahan Euler sebagai berikut
)0('24
1)()2/1(
00
hdxxhh
(6.58)
Dengan demikian maka persamaan (6.56) menjadi
.....124
1)(
2
......)(
24)(ln
)2/(
2
22
0
22 mk
c
c
edk
mc
eBdyyh
mV
d
dh
hc
VBedxxh
hc
VBe
(6.59)
Dari persamaan (6.54), magnetisasi M ditentukan dengan
134
BM
ln1
Terlihat dalam persamaan (6.59) bahwa yang mengan medan magnet B adalah suku
kedua dan seterusnya. Untuk medan magnet yang kecil, persamaan (6.59) cukup
sampai suku kedua saja. Pada suhu T=0, integran dalam suku itu adalah 1 untuk
Fkk dan sama dengan nol untuk lainnya. Mengingat magneton Bohr
mcehB 2/ dan
2/1
2/3
2
24)( FF E
h
mVEg
maka magnetisasi adalah
BEgM FBd )(3
1 2 ( 6.60)
dan suseptibilas magnet adalah
)(3
1 2
FBd Eg (6.61)
Dibandingkan dengan paramagnetik Pauli dalam persamaan (6.38), jelas terlihat
bahwa magnetisasi di atas adalah negatif. Zat yang magnetisasinya berlawanan
tanda dengan medan magnet (suseptibilitasnya negatif) disebut diamagnetik dan
efek di atas disebut diamagnetik Landau.
6.5 Sistem Spin berinteraksi; Model Ising 1-dimensi
Ernst Ising memodelkan N buah spin yang tersusun dalam kisi 1-, 2 -, atau 3-
dimensi dengan masing-masing spin bisa mengarah ke atas atau ke bawah. Dalam
model ini diandaikan ada interaksi antara dua buah spin bertetangga terdekat.
Tinjaulah model Ising dalam kisi satu-dimensi seperti Gambar 6.5. Dengan
menggunakan syarat batas bebas, energi sistem spin dalam kisi 1-dimensi adalah
1
1
N
i
iissJU (6.62)
135
di mana 1is . Harga J <0 jika kedua spin sejajar dan J >0 jika kedua spin
berlawanan arah. Dalam persamaan (6.62) interaksi hanya antara dua spin
bertetangga terdekat saja. Selain itu belum disertakan energi interaksi dengan medan
magnet luar.
Gambar 6.5 Model Ising dalam kisi satu-dimensi.
Tinjaulah sistem dengan dua spin. Ada empat keadaan mikro yang mungkin,
yakni
-J -J J J
Fungsi partisi untuk sistem dua spin itu adalah
JeeZ JJ cosh4222 (6.63)
di mana TkB/1 .
Tinjaulah sistem dengan tiga spin. Ada delapan keadaan mikro yang
mungkin, yakni
-2J -2J 0 2 J 0 0 2J 0
Fungsi partisi untuk sistem tiga spin itu adalah
22
2
2223
cosh22cosh2
2422
JZJ
ZeeeeeeZ JJJJJJ
(6.64)
Secara umum dapat dinyatakan bahwa
1)cosh2(2 NN JZ (6.65)
Energi bebas Helmholtz sistem spin adalah NB ZTkF ln
)cosh2ln()1(2ln JNTkF B
136
sehingga untuk N>>,
)cosh2ln( JTNkF B (6.66)
Entropi sistem spin yang berasal dari interaksi spin-spin adalah,
JT
NJJNk
J
T
NJNk
T
JTNkJNk
T
FS
B
B
BB
NV
tanhcosh2ln
)cosh2ln(cosh2ln
cosh2lncosh2ln
,
atau
J
JB
e
JeNkS
2
2
1
21ln (6.67)
Energi sistem spin yang berasal dari interaksi spin-spin adalah
JNJZ
Z
ZU N
N
N
tanh1ln
(6.68)
dan panas jenis
22 )(sech)(1
JJkT
U
NC B
(6.69)
Panas jenis sebagai fungsi suhu diperlihatkan oleh Gambar 6.6. Panas jenis
maksimum tercapai pada suhu J/kBT=1,2.
Gambar 6.6 Panas jenis rantai Ising sebagai fungsi suhu, tanpa medan magnet.
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0 1 2 3 4 5 6
Bk
C
J/kBT
137
Fungsi korelasi spin-spin
Sebuah spin pada suatu tempat dapat dinyatakan berkorelasi dengan sebuah spin di
tempat lain. Korelasi itu diungkapkan dengan fungsi korelasi spin-spin G(r) di mana
r adalah jarak antara kedua spin. Jika spin-spin tidak berkorelasi maka G(r)=0. Pada
suhu tinggi, interaksi spin-spin tidak penting sehingga tanpa medan magnet spin-
spin itu terorientasi secara acak. Jadi, pada kBT>>J maka G(r)0 untuk suatu jarak
r. Untuk T dan B yang tetap, jika spin ke-i mengarah ke atas maka kedua spin
tetangganya memiliki peluang besar mengarah ke bawah. Jika digeser sejauh r dari
spin ke-k, peluang spin ke- k+r mengarah ke atas semakin kecil. Jadi, G(r)0 jika
r∞.
Sekarang misalkan sk adalah spin ke-k, maka fungsi korelasi didefenisikan
seperti
rkkrkk ssssrG )( (6.70a)
Harga ks =m=M/N pada setiap tempat, sehingga
2)( mssrG rkk (6.70b)
Jika r=0, maka 22)( mmrG seperti telah dikemukakan dalam persamaan
(6.45). Pada suhu T>0, m=0 sehingga
rkk ssrG )( (6.70c)
Persamaan (6.62) dapat dituliskan secara umum seperti
1
1
N
i
iii ssJU (6.71)
dengan Ji adalah energi interaksi antara spin ke-i dan spin ke-i+1. Berdasarkan
defenisi harga rata-rata maka secara umum
1 1
1
1
1
1
exp......1
s s
N
i
iiirkk
N
rkk
N
ssJssZ
ss (6.72)
dengan fungsi partisi (6.65)
138
1
1
cosh22N
i
iN JZ
(6.73)
Untuk r=1 persamaan (6.72) adalah
1 1
1
1
1
1 1
1
1
111
1
1
exp......11
exp......1
s s
N
i
iii
kN
s s
N
i
iiikk
N
kk
N
N
ssJJZ
ssJssZ
ss
sehingga
JJ
JJZ
Zss
JJk
NN
N
kk
k
tanh),.....,(11 11
1
Untuk r=2, 2112 kkkkkk ssssss dengan 12
1 ks
1 1
1
1
12112
1
exp......1
s s
N
i
iiikkkk
N
kk
N
ssJssssZ
ss
21
112
1 1
1
1
1
1
2
2
tanh
),.....,(11
exp......11
1
1
J
JJ
JJZ
Z
ssJJJZ
ss
JJJkk
NN
N
s s
N
i
iii
kkN
kk
kk
N
Jadi, pada suhu T>0, fungsi korelasi spin-spin untuk model Ising 1-dimensi secara
umum berlaku
rrkk JssrG tanh)( (6.74)
Dengan mendefeniskan sebagai panjang korelasi, maka fungsi korelasi
boleh dinyatakan seperti
/)( rerG (6.75)
139
Jika dibandingkan dengan persamaan (6.74), maka untuk model Ising 1-dimensi,
panjang korelasi itu adalah
)ln(tanh
1
J (6.76)
Panjang korelasi sebagai fungsi J/kBT diperlihatkan dalam Gambar 6.7. Terlihat
bahwa pada suhu rendah, )2exp(21tanh JJ sehingga
)2exp(2)ln(tanh JJ . Jadi, pada suhu rendah berlaku
1;2
1 2 Je J (6.77)
Persamaan di atas menunjukkan bahwa panjang korelasi menjadi besar pada suhu
rendah. Panjang korelasi memberikan skala panjang untuk peluruhan korelasi antara
spi-spin.
Gambar 6.7 Panjang korelasi sebagai fungsi J/kBT.
Pengaruh Medan Magnet
Model Ising 1-dimensi yang telah dibicarakan tidak mengandung medan magnet
luar. Persamaan (6.71) hanya memperlihatkan energi interaksi spin-spin tanpa
medan magnet. Sekarang, misalkan sistem spin ditempatkan dalam medan magnet
luar B. Dengan menggunakan syarat batas toroida energi total interaksi adalah
0
5
10
15
20
25
30
0 1 2 3
J/kBT
140
N
i
iiB
N
i
ii ssBssJU1
1
1
12
1 (6.78)
di mana sN+1=s1; lihat Gambar 7.8.
Gambar 7.8 Susunan spin dalam model Ising 1-dimensi dengan syarat batas toroida.
Fungsi partisi spin-spin adalah
132
1 2
21 ,,, .............. ssss
s s s
ssN N
N
TTTZ (6.79)
di mana Ts,s’ adalah elemen-elemen matriks transfer T~
. Elemen-elemen matriks ini
adalah sebagai berikut
)]'('[
'2
1 ssBJss
ssBeT
(6.80)
dengan JBJBJeTTeTeT BB
,,)()(
sehingga matriks transfer
adalah
)(
)(~
BJJ
JBJ
B
B
ee
ee
TT
TTT
(6.81)
Sifat-sifat matriks transfer adalah sebagai berikut.
2
322131,,,
2~
s
ssssss TTT (6.82)
2
1
3
322111,,,, .............
~
s
ss
s s
ssssssN
NN
N
NTTTT (6.83)
Dengan sN+1=s1, maka
N
s s
ss
s s
ssss
s
ssN ZTTTT
N
N
1 2
1
3
3221
1
11,,,, .............
~
141
Jadi, ZN adalah trace (jumlah elemen diagonal) dari matriks NT
~:
NN TZ
~trace (6.84)
Karena trace suatu matriks invariant terhadap representasi matriks tersebut, maka
matriks T~
boleh dituliskan seperti
0
0~T (6.85a)
di mana adalah harga eigen dari matriks T~
dalam persamaan (6.76). Dengan
matriks di atas maka
N
NNT
0
0~ (6.85b)
dan
NNNN TZ
~trace (6.86)
Harga-harga eigen ditentukan seperti berikut. Dari persamaan (6.81) berlaku
0)(
)(
BJJ
JBJ
B
B
ee
ee
dengan mana diperoleh
2/1222 sinhcosh BeeBe BJJ
BJ
(6.87)
Jelas terlihat bahwa untuk semua harga B dan .
Energi bebas Helmholtz per spin adalah
N
BNB TkZTkN
BTFN
1lnlnln
1),(
1
Untuk N yang besar, 0/ N
, sehingga
142
2/1222 sinhcoshln
ln),(1
BeeBeTk
TkBTFN
BJJ
BJ
B
B
(6.88)
Berdasarkan B
FM
maka magnetisasi sistem spin dengan model Ising 1-dimensi
adalah
2/142sinh
sinh
JB
BB
eB
BNM
(6.89)
Perdefenisi: 0M untuk 0B adalah ciri paramagnet, dan 0M untuk 0B
adalah ciri feromagnet. Dari persamaan (6.89) terlihat 0M untuk 0B . Ini
menunjukkan bahwa model Ising 1-dimensi adalah paramagnet. Tetapi, pada T0,
04 Je dan BNM yang merupakan ciri dari feromagnet. Artinya, pada T=0
model Ising 1-dimensi mengalami transisi dari keadaan paramagnet ke keadaan
ferromagnet.
Pada suhu rendah, J >>1 dan BB
>>1, BBBB
BeeB
2
2
1sinh
dan magnetisasi per spin BNMm / untuk 0B . Jadi, pada suhu rendah
keadaan saturasi, Bm , bisa tercapai hanya dengan medan magnet luar yang
kecil saja.
Dinding domain dalam model Ising 1-dimensi
Gambar 6.9 adalah model Ising 1-dimensi dengan N=7, tanpa medan luar, (a)
keadaan dasar, (b) keadaan dengan sebuah dinding domain dan (c) keadaan dengan
dua buah dinding domain. Sebuah dinding domain adalah batas antara dua kelompok
spin yang arahnya berlawanan. Seperti telah dikemukakan, dua spin searah
berinteraksi dengan energi –J dan yang berlawanan arah berinteraksi dengan energi
J. Dengan syarat batas bebas, maka keadaan dasar (a) berenergi U=-6J. Keadaan (b)
yang mengandung dinding domain memiliki energi U=-4J, dan keadaan (c) dengan
143
dua buah dinding domain memiliki energi U=-2J . Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa pembentukan suatu dinding domain memerlukan energi 2J.
Gambar 6.9 Model Ising 1-dimensi, (a) keadaan dasar, (b) dan (c) keadaan dengan
dinding domain.
Berdasarkan syarat batas bebas seperti pada persamaan (6.67) dan (6.68),
pada T=0 entropi S=0 dan U=-(N-1)J. Andaikan pada T>0 terjadi eksitasi dengan
pembalikan semua spin di sebelah kanan suatu garis dinding domain seperti Gambar
6.9. Energi yang diperlukan untuk menciptakan sebuah dinding domain adalah 2J.
Karena ada (N-1) buah tempat di mana bisa ditempatkan dinding domain maka
entropi meningkat dengan
)1ln( NkS B . (6.90)
Dengan demikian maka peningkatan energi bebas karena pembentukan sebuah
dinding domain adalah
)1ln(2 NTkJF B (6.91)
Jelas bahwa untuk T>0 dan N, penciptaan sebuah dinding domain akan
mengurangi energi bebas. Jadi, penciptaan lebih banyak dinding domain sampai
spin-spin menjadi acak secara bebas mengakibatkan magnetisasi menjadi nol.
Kesimpulannya adalah, M=0 untuk T>0 pada N.
dinding domain
U=-6J
U=-4J
U=-2J
(a)
(b)
(c)
dinding domain
144
6.6 Model Ising 2-Dimensi
Suatu contoh model Ising dua-dimensi diperlihatkan dalam Gambar 6.10.
Gambar 6.10 Contoh dinding domain dalam model Ising 2-dimensi.
Total magnetisasi sebanding dengan luas daerah dengan domain positif
dikurang daerah dengan domain negatif. Pada T=0 seluruh spin berarah sama,
misalnya potif, sehingga tidak ada garis-garis batas. Pada T>0, ada cukup energi
untuk menciptakan garis-garis batas dan memunculkan domain negatif. Jika panjang
garis batas suatu domain negatif adalah b maka energi untuk membentuknya adalah
2Jb. Oleh sebab itu, probabilitas adanya suatu domain negatif adalah exp(-2Jb).
Dengan demikian maka daerah-daerah negatif yang luasnya besar tidak terjadi pada
suhu rendah, sehingga kebanyakan spin tetap positif dan magnetisasi tetap positif.
Oleh sebab itu M>0 untuk T>0, sehingga sistem adalah ferromagnetik. Magnetisasi
M akan menjadi nol pada suatu suhu kritis Tc>0.
Lars Onsager (1944) melakukan perhitungan secara eksak untuk model Ising
2-dimensi dari kisi berbentuk persegi tanpa medan magnet luar (B=0). Dengan
menggunakan interaksi berjangkauan pendek, perhitungan itu memperlihatkan suatu
transisi fasa. Hasil-hasil perhitungan itu adalah sebagai berikut.
12
sinh cBTk
J (6.92)
atau
269,2)21ln(
1
J
Tk cB (6.93)
145
Solusi eksak energy U adalah
1)(
2
2cosh2sinh
12sinh2tanh2 1
2
K
JJ
JNJJNJU (6.94)
dengan
2/
022
1
sin1)(
dK (6.95)
adalah integral elliptik lengkap jenis pertama di mana
2)2(cosh
2sinh2
J
J
(6.96)
Gambar 6.11 Parameter sebagai fungsi J; =1/kBT.
Gambar 6.11 memperlihatkan parameter sebagai fungsi J. Terlihat bahwa
harga maksimum =1 adalah pada J =0,44 atau T=Tc=2,269J/kB seperti persamaan
(6.89). Harga =0 terjadi pada suhu rendah dan suhu tinggi
Suku pertama dari energi dalam persamaan (6.94) sama dengan dua kali
energi untuk model Ising 1-dimensi dalam persamaan (6.68). Suku kedua dalam
persamaan itu sama dengan nol pada suhu rendah dan suhu tinggi karena
2/)0(1 K . Pada T=Tc atau =1 suku kedua itu juga nol karena
1)/2sinh( cBTkJ . Tetapi, K1() mempunyai singularitas logaritmik di T=Tc di
mana =1, sehingga keseluruhan suku kedua itu berkelakuan sepeperti
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 1 2 3J
146
cc TTTT ln)( di dekat Tc. Jadi, energy U(T) adalah kontinu di T=Tc dan di semua
suhu lainnya.
Kapasitas panas yang diturunkan dengan T
UTC
)( adalah
))()12tanh2()(2tanh1(
)()(2coth4
)(
12
212
112
KJJ
EKJJNkTC B
(6.97)
di mana
2/
0
221 sin1)(
dE (6.98)
adalah integral eliptik lengkap jenis kedua. Pada suhu dekat Tc, kapasitas panas itu
adalah
konstanta1ln22
2
ccB
BT
T
Tk
JNkC
(6.99)
Terlihat bahwa kapasitas panas secara logaritma divergen pada pada T=Tc, yakni
cT
TC 1ln~ (6.100)
T=TC dikaitkan dengan transisi fasa. Untuk itu perlu diketahui apakah pada
suhu itu ada magnetisasi spontan, yakni pada T>0 apakah M0 untuk B=0. Tetapi
solusi Onsager terbatas pada medan magnet B=0. Untuk menentukan magnetisasi
spontan harus digunakan rumusan B
F
untuk B terbatas, lalu dibuatlah B=0.
Sayangnya tidak diketahui solusi eksak dari model Ising 2-dimensi sebagai fungsi
medan magnet B.
Menurut Yang (1952) magnetisasi untuk T<TC dan suseptibilitas untuk B=0,
solusi eksak untuk magnetisasi per spin adalah
147
C
CB
TT
TTJTm
0
]2[sinh1)(
8/14 (6.101)
Magnetisasi per spin sebagai fungsi suhu diperlihatkan dalam Gambar 6.12.
Gambar 6.12 Magnetisasi per spin sebagai fungsi suhu.
Terlihat bahwa pada suhu dekat dengan TC magnetisasi 8/1/1 CB TTm ; harga
ini dikaitkan dengan keadaan teratur (order). Pada suhu T>TC, m=0, dikaitkan dengan
keadaan disorder. Suseptibilitas pada B=0, ketika TTC adalah
4/7
1~
CT
T (6.102)
6.7 Teori Mean-Field
Di atas telah dikemukakan bahwa solusi eksak model Ising 2-dimensi terbatas pada
medan magnet luar B=0. Untuk mengatasi hal tersebut berkembanglah teori mean-
field atau teori medan molekuler dari Weiss. Dalam bentuknya yang paling
sederhana, diasumsikan bahwa setiap spin berinteraksi dengan medan magnet efektif
yang sama,
BsJBq
j
jef 1
(6.103)
TC T
m
148
Untuk suatu spin, sebutlah spin ke- i, somasi dijalankan pada q buah spin
tetangganya. Karena orientasi spin-spin tetangga itu bergantung pada orientasi spin
ke-i, maka efB berfluktuasi dari harga rata-ratanya
BqJmBsJBq
j
jef 1
(6.104)
di mana ms j untuk semua j. Tetapi, dalam aproksimasi mean-field, deviasi efB
dari efB di abaikan sehingga setiap spin dipandang memperoleh medan efB .
Dengan asumsi dan aproksimasi tersebut, maka fungsi partisi sebuah spin adalah
)cosh(21
1
1
1 BqJmeZs
Bs ef
(6.105)
Dengan fungsi partisi di atas, maka energy bebas Helmholtz sebuah spin adalah
)]cosh(2ln[ln1
11 BqJmTkZF B
(6.106)
sehingga magnetisasi per spin adalah
)]([tanh1 BqJmB
Fm
(6.107)
Persamaan di atas adalah self-consistent yang solusinya m.
Gambar 6.17 memperlihatkan harga m pada B=0 masing-masing dengan
qJ 0,5; 1; 1,5; dan 2. Perpotongan kurva magnetisasi dengan garis diagonal pada
1qJ di mana m0 adalah keadaan stabil, sedangkan m=0 untuk semua harga
qJ adalah keadaan yang tak-stabil. Dari Gambar 6.17 terlihat bahwa solusi
0)(tanh qJmm hanya jika 1qJ . Jadi, suhu kritis TC adalah pada 1qJ
atau
B
Ck
JqT (6.108)
Jelas bahwa untuk 1qJ atau T<TC magnetisasi m0, tetapi dengan 1qJ atau
T>TC magnetisasi m=0.
149
Gambar 6.17 Harga magnetisasi m pada medan magnet B=0 untuk qJ 0,5; 1; 1,5; 2.
Di dekat TC magnetisasi sangat kecil sehingga persamaan (6.107) dapat
diekspansi menjadi
..........3
1 3 JqmJqmm (6.109)
Persamaan ini mempunyai dua solusi, yakni
0m (6.110a)
dan
2/1
2/3)1(
)(
3 Jq
Jqm
(6.110b)
Solusi pertama, m=0 berkaitan dengan suhu tinggi, di mana sistem spin berada pada
keadaan paramagnet tak teratur (disorder), sedangkan solusi kedua berkaitan dengan
suhu rendah di mana sistem spin berada pada keadaan ferromagnetik teratur (order).
Solusi mana yang benar ditentukan oleh energi bebas Helmholtz paling kecil.
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5 2
stabil
stabil
tak-stabil
m
m
Jq=2
1.5
1
0.5
tanh(Jqm)
150
Mengingat JqTk CB dalam persamaan (6.108) maka persamaan (6.110b)
dapat dituliskan seperti
2/1
2/13)(
C
C
C T
TT
T
TTm
(6.111)
Jelas terlihat bahwa jika suhu T digeser dari bawah menuju TC , magnetisasi m
menuju nol. Magnetisasi m disebut sebagai parameter order dari sistem spin, karena
m0 menunjukkan keadaan order sedangkan m=0 menunjukkan keadaan disorder
dari sistem spin.
Suseptibilitas per spin pada B=0 di sekitar suhu TC adalah
)tanh1(1
)tanh1(lim 2
2
0 JqmJq
Jqm
B
m
B
(6.112)
Terlihat, untuk suhu yang tinggi, J0, suseptibilitas per spin menuju hukum Curie (lihat
persamaan 6.13)) untuk spin-spin tak berinteraksi. Untuk T sedikit di atas TC berlaku
CTT
T
~
(6.113)
Inilah yang disebut hukum Curie-Weiss.
Magnetisasi pada suhu TC sebagai fungsi medan magnet luar B bisa
ditentukan dengan mengekspansi persamaan (6.107) seperti
......
3
13
Tk
Bm
Tk
Bmm
BB (6.114)
Untuk m dan B sangat kecil, bisa diasumsikan B/kBT<<m sehingga diperoleh
.;3
3/1
C
CB
TTTk
Bm
(6.115)
Energi per spin dalam aproksimasi mean-field merupakan nilai rata-rata
dibagi dua untuk menghindari penghitungan dua kali. Energi itu adalah
151
2
2
2
1
))(tanh(2
1
Jqm
BJqmJqE
(6.116)
Karena m=0 pada T>TC maka energi dan kapasitas panas sama dengan nol untuk
semua suhu T>TC. Pada suhu TTC kapasitas panas C3kB/2. Ini menunjukkan
adanya lompatan kapasitas panas pada T=TC.
6.8 Teori Landau Tentang Transisi Fasa
Telah dikemukakan bahwa ide teori mean-field adalah pengabaian korelasi antara
spin-spin. Untuk model Ising dapat dituliskan spin di titik kisi r sebagai
)()( rmrm
dan interaksi bisa dinyatakan seperti
)'()()'()(
)'()()'()(
2 rrrrmm
rmrmrmrm
(6.117)
Jika disumsikan ,)( mr
suku terakhir bisa diabaikan sehingga
2
2
2
)'()(
'2)'()(
)'()(
)'()()'()(
mrmrmm
mrmrmmm
rrmm
rmrmrmrm
(6.118)
Dengan pendekatan itu, total energi adalah
r
B
r
B
rr
r
B
rr
rmBJmNJm
rmBmrmrmmJ
rmBrmrmJU
)(2
1
)(])'()([
)()'()(
2
2
',
',
(6.119)
Dengan itu maka fungsi partisi adalah
152
NB
JmN
BJmeZ )(cosh22
2
1
(6.120)
Dan energy bebas untuk suatu harga m tertentu adalah
)(coshln2
1
ln
2 BJMNNJm
ZTkF
B
B
(6.121)
Dalam keadaan setimbang energy bebas itu minimum untuk harga T dan B tertentu.
Dengan demikian maka harga m bisa diperoleh dengan meminimumkan F. Hasilnya
adalah
)(tanh BJmm BB (6.122)
Landau menyadari bahwa ungkapan kualitatif dari teori mean-field bisa
disederhana- kan melalui rumusan energi bebas. Karena m sangat kecil di suhu
kritis, beralasan untuk mengasumsikan kerapatan energi bebas f=F/V bisa dituliskan
seperti
BmcmbmaTmf 42
4
1
2
1),( (6.123)
di mana a, b, c bergantung pada T. Asumsi untuk persamaan (6.123) di atas adalah
bahwa f bisa diekspansi dengan deret ukur dalam m di sekitar m=0 dekat dengan
suhu kritis. Seperti teori mean-field, meskipun asumsinya kurang tepat, namun teori
Landau ini secara umum sangat berguna. mUntuk model Ising, Landau
mengasumsikan bahwa f(m) simetris terhadap m=0, sehingga m3
dilupakan. Besaran
m disebut parameter order karena harganya nol jika T>TC tidak sama dengan nol
jika T<TC. Jadi, m itu mengkarakterisasikan sifat transisi.
Harga setimbang dari m adalah harga yang meminimumkan energi bebas.
Dalam Gambar 6.18 diperlihatkan dua buah kurva f sebagai fungsi m dengan a=1.
Kurva pertama dengan b=c=2, sedangkan yang kedua –b=c=2. Terlihat, jika b>0 dan
153
c>0, harga minimum f di m=0. Tetapi jika b<0 dan c>0, harga minimum f di m0.
Untuk B=0,
03
cmbm
m
f (6.124)
Jika diasumsikan )(0 CTTbb dan c>0, maka dari persamaan (6.122) diperoleh
TTc
bm C 0 (6.125)
Gambar 6.18 Kerapatan energy bebas f sebagai fungsi m.
Dari kerapatan energy bebas f entropi adalah
T
mc
T
mbm
T
b
T
a
T
fs
)(
4
)(
22
1 422 (6.126)
Selanjutnya, panas jenis adalah
2
422
2
2 )(
4
)(
T
mcT
T
m
T
bT
T
aT
T
sTC
(6.127)
f
0
2
4
6
8
10
12
14
0 0.5 1 1.5 2 2.5 m
b=c=2
-b=c=2
154
di mana 0/ 22 Tb , dan telah diasumsikan c tidak bergantung pada T. Karena
m=0 untuk T>TC maka 2
2
T
aTC
untuk TTC dari atas. Untuk TTC dari
bawah, diperoleh ,)( 0
2
c
b
T
m
0b
T
b
dan
2
0
2
22
2)(
c
b
T
m. Jadi, diperoleh
bawahdari2
atasdari
20
2
2
2
2
C
C
TTc
bT
T
aT
TTT
aT
C (6.128)
Terlihat bahwa parameter order m dan panas jenis C memi;liki ke;lakuan yang sama
didekat TC seperti yang telah diperoleh sebelumnya dengan teori mean-field dari
model Ising.
155
Soal-soal
1. Tentukanlah perbandingan jumlah elektron yang memiliki spin paralel dan
antiparalel terhadap medan magnet sebagai fungsi suhu. Lakukanlah pada T=10,
300 dan 1000 K. Ingat, momen magnet spin suatu elektron:
SM BS
2 ,
di mana B adalah magneton Bohr elektron
.
2. (a) Tunjukkan bahwa fungsi partisi suatu gas elektron dalam suatu medan
magnet B adalah
Z= 2 cosh(µBB/kBT),
di mana µB adalah magneton Bohr.
(b) Hitunglah energi magnetik suatu elektron gas dalam medan magnet, lalu
tunjukkan bahwa paramagnetisme elektron-elektron bebas berkaitan dengan
magnetisasi
M=nµB tanh(µBB/kBT),
n adalah jumlah elektron per satuan volume.
3. Momen magnetik atom-atom (juga molekul) yang memiliki momentum sudut J
adalah JgM BJ
.
(a) Temukanlah suatu rumusan yang memberikan jumlah atom-atom dengan
nilai Jz=mħ, jika atom-atom ditempatkan dalam medan magnet B yang sejajar
sumbu-z.
(b) Tunjukkan bahwa fungsi partisi sistem itu adalah:
)/sinh(
]/)sinh[(
21
21
kTgBμ
kTgBμjZ
B
B
.
(c) Buktikan bahwa untuk j=1/2, fungsi partisi itu berubah menjadi fungsi partisi
untuk elektron.
4. Tinjaulah sistem dengan empat spin dari suatu rantai Ising 1-dimensi.
Tentukanlah keadaan-keadaan mikronya, lalu buktikan bahwa fungsi partisinya
adalah
156
34 )cosh2(2 JZ
5. Tunjukkan bahwa untuk harga J terbatas, fungsi korelasi spin-spin G(r) akan
meluruh jika r membesar.
6. Tunjukkanlah bahwa energi konfigurasi suatu rantai Ising 1-dimensi dengan satu
domain tidak bergantung pada jumlah spin dalam domain.
7. Tentukanlah m(T) dari solusinumeriknya persamaan (6.107) untuk B=1, dan
abndingkanlah hasilnya dengan solusi eksak dari persamaan (6.89).
157
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
Dalam Bab 5 telah dikemukakan bahwa partikel-partikel yang memiliki spin 0, 1,
2,..... tidak mengikuti prinsip eksklusi Pauli. Jumlah partikel yang bisa menempati
suatu fungsi keadaan tidak terbatas: 0, 1, 2, 3,….. Oleh sebab itu fungsi keadaannya,
bersifat simetrik terhadap pertukaran partikel. Statistik untuk itu disebut Bose-
Einstein, dan partikel disebut boson. Partikel-partikel yang termasuk boson memiliki
spin bulat: 0, 1, 2,..... Contohnya fonon dan foton, demikian juga inti 4He berspin 0.
Dalam Bab 5 sudah dikemukakan bahwa sistem partikel kuantum dapat dipandang
sebagai ensembel kanonik besar.
7.1 Distribusi Bose-Einstein
Dalam persamaan (2.47) dan (2.51), fungsi partisi besar sistem partikel adalah
i
i
i
nE iie)(
(7.1)
dengan
i
ii
n
nE
i e)(
(7.2)
adalah fungsi partisi besar keadaan mikro ke-i dan =1/kBT.
Karena ni=0, 1, 2, ..... untuk boson, maka fungsi partisi besar untuk keadaan
mikro -i adalah
)
)(3)(2)(
)(
(1
1
.......1
i
n
ii
E
EEE
inE
e
eee
e
iii
i
(7.3)
Dengan fungsi partisi besar di atas, potensial kanonik besar pada keadaan mikro ke-i
adalah
7
158
)(1
1lnln
i
BiBi Ee
TkTk (7.4)
dan potensial kanonik besar adalah
i
iB
i iB
i
iBB
E
E
eTk
eTk
TkTk
)
)
(
(
1ln
1
1ln
lnln
(7.5)
Berdasarkan rumusan jumlah partikel /)( iiEn , maka dari
persamaan (7.4) jumlah partikel pada keadaan mikro ke-i adalah
1
1
1)(
)(
i
i
i
Bi
Ee
TkEn
(7.6)
Persamaan (7.6) di atas disebut distribusi Bose-Einstein. Persamaan yang sama
dikenal sebagai bilangan okupasi Bose yang merupakan jumlah boson berenergi
Ei pada suhu T. Distribusi itu konvergen hanya jika (Ei-µ)>0 untuk semua keadaan-
i. Andaikan E0=0 maka distribusi itu mempunyai makna jika potensial kimiawi
0 . (7.7)
Dengan demikian maka nilai z=eµ
adalah 0<z<1.
Dalam Gambar 7.1 diperlihatkan kurva bilangan okupasi n sebagai fungsi
(E-). Untuk E> maka exp[(E-)]=1, dan n→; artinya keadaan E> harus
selalu dipenuhi.
159
Gambar 7.1 Bilangan okupasi sebagai fungsi (E-) untuk Bose-Einstein (BE) dan
Fermi-Dirac (FD).
7.2 Radiasi Planck
Dalam fisika benda hitam dikemukakan bahwa atom-atom di dalam dinding benda
itu mampu menyerap radiasi dan mengemisikannya kembali secara sempurna.
Penyerapan dan pengemisian radiasi berlangsung secara kontinu hingga tercapai
keadaan setimbang. Dalam keadaan setimbang, laju penyerapan sama dengan laju
pengemisisan. Spektrum emisi itu diungkapkan dengan intensitas sebagai fungsi
panjang gelombang. Ternyata kebergantungan intensitas terhadap panjang
gelombang bergantung pada suhu dinding.
Dalam interaksinya dengan material, radiasi dipandang sebagai partikel yang
disebut foton; momentumnya dirumuskan seperti h/ dan energi hv, di mana dan v
masing-masing adalah panjang gelombang dan frekuensi radiasi tersebut. Radiasi
benda hitam dapat diasumsikan sebagai gas foton. Antar foton tidak ada interaksi,
interaksi hanya dengan atom dinding saja.
Masalahnya adalah, jumlah foton tidak konstan, karena foton-foton itu bisa
diserap dan diemisikan oleh atom-atom dalam dinding. Oleh sebab itu syarat
i
idn 0 tidak terpakai; artinya parametr tidaklah penting, sehingga untuk foton
=0 dan distribusi Bose-Einstein untuk kasus ini menjadi
1
1)(
/
Tkhvk
BeEn . (7.8)
Selain itu, karena spektrumnya kontinu, maka benda hitam berukuran jauh
lebih besar dari pada panjang gelombang rata-rata radiasi, maka rumusan itu berubah
menjadi
BE
FD
n(E)
0 (E-)
1
160
1
)(/
kThve
dEEgdn (7.9)
di mana,
dEEh
mVdEEg 2/1
3
2/13 )2(4)(
.
Dari segi momentum, E=p2/2m, g(p)=g(E)dE/dp,
2
3
2/12
3
2/13 4
2
)2(4
)()(
ph
V
m
p
m
p
h
mV
dp
dEEgpg
(7.10a)
Selanjutnya, dengan p=h/=hv/c, maka g(v)=g(p)dp/dv. Jadi
2
3
2
3
44)( v
c
V
c
h
c
hv
h
Vg
(7.10b)
Dengan demikian maka
dve
v
c
Vdn
kThv 1
8/
2
3
(7.11)
di mana faktor 2 telah dimasukkan mengingat foton sebagai gelombang menjalar
secara transversal.
Distribusi kerapatan energi foton dalam selang frekuensi dv, yakni energi
yang berkaitan dengan dn buah foton persatuan volume adalah
dnV
hvdvv )( (7.12)
Jadi, kerapatan energi foton adalah
1
18
1
18)(
/3/3
3
kThckThv e
h
ec
hvv
(7.13)
161
Apa yang telah dilakukan di atas merupakan penurunan persamaan radiasi benda
hitam, yang telah dikemukakan Planck sebelumnya. Dalam Gambar 7.2
diperlihatkan kurva )( pada berbagai suhu.
Gambar 7.2 Spektrum radiasi benda hitam pada suhu T1<T2<T3.
Energi total per satuan volume adalah
44
33
0
/3
3
0
4
1
18)(
TTkhc
dvec
hvdvv
V
U
B
Tkhv B
(7.14)
di mana
4
33
4Bk
hc
(7.15)
dikenal sebagai konstanta Stefan-Boltzmann.
7.3 Gas Ideal Boson
Suhu Rendah
Energi suatu partikel gas ideal boson adalah energi kinetik (translasi) saja, yakni
mkE 2/22 . Kerapatan keadaan gas boson adalah sama dengan gas ideal
T1
T2
T3
162
2/1
2/3
2
22)( E
h
mVEg
Jumlah partikel boson
i i iii E
eEnN
1
1)(
)( .
Karena tingkat-tingkat energinya kontinu maka
dEe
Eg
dEEgEnN
E
0 1
)(
)()(
)(
(7.16)
Jelas bahwa jumlah partikel boson dalam volume V bergantung pada potensial
kimiawi µ dan suhu T: N=N(µ,T). Dalam kebanyakan eksperimen, N itu tetap, dan
analisa dilakukan dengan menggunakan ensembel kanonik besar. Karena N tetap
maka potensial kimiawi harus bergantung pada suhu: µ=µ(T).
Jumlah partikel dalam persamaan (7.16),
dxez
x
h
mV
dEe
E
h
mVN
x
E
01
2/12/3
2
0
2/12/3
2
1
22
1
22
)(
(7.17a)
Nyatakanlah
)(2
33zq
VN
(7.17b)
di mana
dxez
x
nzq
x
n
n
0
1
1
1)(
1)( (7.18)
disebut fungsi polilogaritma.
163
Sekarang, jika T0, µ0 atau z1, )(2
3 zq ditentukan sebagai berikut.
dxze
xze
ndx
ez
x
nzq
x
nx
x
n
n
0
1
0
1
1
1)(
1
1)(
1)(
Nyatakanlah
m
mxm
xez
ze1
1
sehingga
0
1
1
0
1
1
0 0
1
)(
1
)(
1
)()(
nu
mn
m
nmx
m
m
m
mxmnxn
uedum
z
n
xedxzn
ezxdxen
zzq
di mana u=mx. Ingat bahwa defenisi fungsi gamma adalah )(
0
1 nuedu nu
. Jadi,
1
)(m
n
m
nm
zzq
Untuk z=1
)()1( nqn (7.19)
adalah fungsi zeta dari Riemann. Untuk n=3/2, 612,2)2/3()1(2/3 q . Dengan
demikian maka persamaan (7.17b) menjadi
eks.maxCB N
h
TmkV
VN
2/3
23
2612,2)2/3(
(7.20)
di mana TC adalah suhu kritis di mana z=1 (maksimum) atau potensial kimiawi µ=0
164
(maksimum). Jumlah partikel N dalam persamaan (7.20) adalah sama dengan jumlah
maksimum partikel tereksitasi, eks.maxN . Suhu kritis itu dapat dinyatakan seperti
3/22
612,22
V
N
mk
hT
B
C
(7.21)
Sebagai gambaran tentang suhu TC, misalkan volume 1cm3 berisi 10
23 atom
hidrogen yang massanya 1,710-27
kg. Dengan persamaan (7.21) diperoleh TC=7K.
Untuk atom yang massanya dua kali lebih besar, suhu kritis itu 3,5K.
Untuk suhu 0TTC potensial kimiawi µ=0. Jika suhu dinaikkan, T>TC,
jumlah partikel tereksitasi tidak bertambah karena µ<0. Pada suhu T<TC jumlah
partikel tereksitasi adalah
C
C
eks TTT
TNN
;
2/3
(7.22)
Partikel-partikel boson yang tidak tereksitasi berada pada keadaan dasar E=0. Sesuai
dengan persamaan (7.5) jumlah partikel itu adalah
z
z
enN
11
1)0(0
(7.23)
dengan
ez . Jika T→0, µ=0, z→1 maka n(0)N. Artinya, pada suhu T<TC ,
jumlah partikel pada keadaan dasar adalah
C
C
eks TTT
TNNNN
;1
2/3
0 (7.24)
Persamaan (7.24) menunjukkan bahwa jika suhu diturunkan mulai dari TC, partikel
boson mulai terkondensasi di keadaan dasar, dan jumlah partikel di keadaan dasar
itu terus bertambah jika T0K. Ketika semua atau hampir semua partikel
bertumpuk di keadaan dasar, maka keseluruhan partikel itu berbagi fungsi keadaan
dasar dan oleh sebab itu berkelakuan sebagai suatu partikel tunggal. Inilah yang
disebut kondensasi Bose-Einstein. Peristiwa kondensasi itu merupakan gejala
kuantum makroskopik.
165
Suhu Tinggi
Tinjaulah gas boson pada suhu tinggi, z=eµ
<<1. Dari persamaan (7.16) jumlah
partikel
dEe
eE
h
mVdE
e
E
h
mVN
E
E
E
0
2/12/3
2
0
2/12/3
2 )(
)(
)(1
22
1
22
Misalkan x=E maka
dxze
exz
h
mVN
x
x
0
2/1
2/3
2/3
2 1
22
Karena 1 ez , maka dapat dilakukan ekspansi
dxzeexz
h
mVN xx ).........1(
22
0
2/1
2/3
2/3
2
duzeeuz
h
mV uu ).........1(2
22
0
2
2/3
2/3
2
22
dengan x=u2. Tampak bahwa integral di atas adalah integral Gauss, di mana
12
0
2
2!
)!12(/2
n
n a
n
ndueu au
Akhirnya diperoleh
.........
221
3
zzVN
(7.25)
dengan
2/12
2/12
22
Tmk
h
m
h
B
adalah panjang gelombang termal partikel boson.
166
Persamaan (7.25) merupakan ekspansi yang dapat dilakukan karena
1/3 VN ; artinya, jarak antar partikel jauh lebih kecil dari pada panjang
gelombang termal. Hal itu terpenuhi pada suhu tinggi atau z=eµ
<<1. Ketika T
atau 0 apakah z1? Itu tidak terjadi, karena N konstan. Maka µ harus
bergantung suhu, seperti telah dikemukakan dalam penjelasan bagi persamaan
(7.16). Jadi, pada peningkatan suhu T, µ-∞ lebih cepat daripada 0.
Energi gas ideal boson adalah
dEe
EEg
dEEgEEnU
E
0 1
)(
)()(
)(
(7.26)
merupakan energi gas boson sebagai fungsi suhu dan potensial kimiawi. sedangkan
tekanan gas boson
dEeEg
pV
E
0
)(1ln)(1
ln1
Mengingat 2/1
2/3
2
22)( E
h
mVEg
, maka integral parsil akan menghasilkan
UdEe
EgEpV
E 3
2
1
)(
3
2
0
)(
(7.27)
Persamaan di atas secara implicit merupakan persamaan gas boson.
Sehubungan dengan energi, dari persamaan (7.26)
0
2/3
2/5
2/3
2
0
2/32/3
20
1
22
1
22
1
)()()(
dxze
exz
h
mV
dEe
E
h
mVdE
e
EEgU
x
x
EE
167
atau
0
2/3
2/5
2/3
2......)1(
22 dxzeex
z
h
mVU xx
(7.28)
dengan x=βE. Ekspansi boleh dilakukan karena 1 ez . Selanjutnya, dengan
menggunakan integral Gauss diperoleh
........
241
2
33
zzVU
(7.29)
Mengingat z<<1 pada suhu tinggi dan 1/3 VN , maka dapat dilakukan
pendekatan,
...
22
11
33
V
N
V
Nz
Substitusi ke persamaan (7.29) akan menghasilkan
.......
24
11
2
3 3
V
NTNkU B
(7.30)
Tampak bahwa energi itu sama dengan energi gas ideal klassik pada suhu yang
tinggi, yakni TNkU B2
3 . Berdasarkan persamaan (7.27), tekanan adalah
.......
24
11
3
V
NTNkpV B
(7.31)
Sudah disadari bahwa nilai potensial kimiawi untuk suhu 0TTC adalah
µ=0. Bagaimana jika suhu T>TC? Dalam persamaan (7.20) max,eksN adalah hasil
integral dalam persamaan (7.24a) di mana µ=0. Selisih antara max,eksN dan N adalah
0
)(max, )(1
1
1
1dEEg
eeNN
EEeks
Persamaan di atas dapat dituliskan menjadi
168
0
)(
2/12/3
2max,11
12
2 dEee
Eee
h
mVNN
EE
E
eks
Karena µ cukup kecil maka integral itu didominasi oleh E yang kecil, sehingga
fungsi-fungsi eksponensial di atas dapat dilinierisasi. Dengan pendekatan itu maka
0
2/1
2/3
2max,)(
122 dE
EEh
mVNNeks
Misalkan E=x2 maka
0
1
0
2
0
2/1tan
22
)(
1 x
x
dxdE
EE
Jadi,
Tk
h
mVNN Beks
2/3
2
2max,
22
sehingga diperoleh
CBC
B
eks
TTTkT
T
TkV
NN
m
h
;1621.24
1
1
32
22/3
22
max,
34
6
(7.32)
Dalam Gambar 7.3(a) diperlihatkan µ sebagai fungsi T dan dalam Gambar 7.3(b) N0
dan Neks sebagai fungsi T.
Jika jumlah partikel N lebih besar dari pada jumlah maksimum partikel
terseksitasi Neks,maks, maka tidak ada tingkat eksitasi lebih yang bisa ditempati
partikel. Hal itu menyebabkan jumlah partikel tersisa (N-Neks,maks) akan menempati
keadaan dasar. Jumlah partikel tersisa yang menempati keadaan dasar merefleksikan
hilangnya potensial kimia, dan penambahan suatu partikel tidak akan menambah
energi sistem. Gas boson di keadaan seperti itu disebut gas Bose yang berdegenerasi.
169
Gamar 7.3 (a) Kurva µ sebagai fungsi T, dan (b) jumlah partikel boson di keadaan
dasar dan keadaan tereksitasi sebagai fungsi T.
Energi total partikel boson untuk suhu tinggi T>TC diperoleh dari persamaan
(7.29). Energi total pada T<TC adalah
)2/5(1
1
22
3
0
)(
2/12/3
2
VdE
e
E
h
mVU
E
Berdasarkan persamaan (7.19), 612,2// 3eksNV , sedangkan )2/5( =2,011,
maka
C
C
C
BBeks
TTT
TnRT
T
TTNkTkNU
;77,0
07777,0
2/3
2/3
(7.33)
Kalor jenis molar adalah
C
CV
V TTT
TR
T
U
nC
;952,1
12/3
(7.34)
N
Neks
0 1 T/TC
1
N
N0
(b)
(a)
0 1 T/TC
170
Gambar 7.4 memperlihatkan kapasitas kalor molar sebagai fungsi suhu. Terlihat
bahwa sebagai akibat dari sifat potensial kimiawi µ, terjadi transisi kalor jenis molar
CV di T=TC. Pada T yang tinggi sekali CV menuju ke harga gas ideal klassik.
Gambar 7.4 Kalor jenis molar gas boson ideal.
Ramalan tentang kondensasi Bose-Einstein dikemukakan pada tahun 1924.
Tetapi ramalan itu baru menjadi kenyataan pada tahun 1955, ketika E. Cornell dan
C. Wieman berhasil mendemonstrasikan fenomena itu dengan gas atom 87
Rb.
7.4 Kapasitas zat padat
Zat padat adalah sistem dari sejumlah besar atom atau molekul yang posisinya
masing-masing dalam keadaan setimbang karena gaya-gaya kohesi yang kuat hasil
dari interaksi listrik. Gerakan yang ada adalah gerak individu dalam bentuk vibrasi
kecil di sekitar kedudukan setimbangnya. Karena gaya kohesi yang kuat, vibrasi satu
atom berdampak terhadap atom tetangganya. Oleh sebab itu vibrasi berlangsung
secara kolektif. Vibrasi kolektif itu membentuk gelombang berdiri dalam zat padat;
frekuensinya membentuk spektrum diskrit dengan spasi yang sangat kecil sehingga
dapat dipandang kontinu. Karena vibrasi itu berkaitan dengan sifat elastik bahan,
maka gelombangnya menjalar dengan kecepatan bunyi. Gelombang demikian
dinyatakan sebagai partikel yang disebut fonon.
Dua bentuk penjalaran gelombang elastik dalam zat padat adalah
longitudinal dan transversal. Misalkan kecepatannya masing-masing vl dan vt;
misalkan pula g(v)dv sebagai jumlah modus-modus berbagai vibrasi dalam daerah
CV
3/2 R
0 1 T/TC
Gas ideal klassik
171
frekuensi antara v dan v+dv. Untuk gelombang transversal berlaku rumusan untuk
fonon,
dvvV
dvvgt
t
2
3v
8)(
(7.35a)
dan untuk gelombang longitudinal:
dvvV
dvvgl
t
2
3v
4)(
(7.35b)
Jumlah keseluruhan modus dalam daerah frekuensi antara v dan v+dv adalah
dvvVdvvgtl
2
33 v
2
v
14)(
(7.36)
Jika N adalah jumlah atom dalam zat padat, maka modus vibrasi harus digambarkan
dalam 3N buah posisi koordinat atom. Jadi, jumlah modus vibrasi adalah 3N,
sehingga
oo
dvvVdvvgNtl
v
0
2
33
0v
2
v
14)(3
atau
3v
2
v
143
3
0
33
vVN
tl
(7.37)
di mana v0 disebut frekuensi cut-off. Selanjutnya persamaan jumlah keseluruhan
modus dalam daerah frekuensi antara v dan v+dv dapat dituliskan seperti:
dvvv
Ndvvg
o
2
3
9)( (7.38)
Dalam pembahasan radiasi benda hitam modus-modus vibrasi elektromagnet
telah dipandang sebagai gas foton. Di sini juga, modus-modus vibrasi elastik dalam
zat padat dapat dipandang sebagai gas fonon. Energi sebuah fonon adalag hv di
mana v adalah frekuensi vibrasi elastik. Karena semua fonon identik, dan karena
jumlahnya dengan energi sama tidak terbatas, maka dalam keadaan setimbang suhu
fonon memenuhi statistik Bose-Einstein. Jadi jumlah fonon berenergi hv dalam
daerah frekuensi antara v dan v+dv dalam kesetimbangan suhu pada T adalah
1
9
1
)(/
2
3/
kThv
o
kThv e
dvv
v
N
e
dvvgdn (7.39)
172
Total energi vibrasi dalam daerah frekuensi itu adalah
1
9/
3
3
kThv
o e
dvv
v
NhdnhvdU (7.40)
sehingga total energi vibrasi seluruh modus adalah
ov
kThv
o e
dvv
v
NhU
0
/
3
3 1
9 (7.41)
Selanjutnya dapat ditentukan kapasitas kalor zat padat pada volume tetap
adalah:
de
e
kT
hN
T
U
nC
o
kTh
kTh
o
A
V
V
0
/
/4
23
2
1
91 (7.42)
di mana n menyatakan jumlah mole dan n=N/NA,, NA adalah bilangan Avogadro.
Dengan menyatakan D=hvo/kB sebagai suhu Debey, kNA=R, dan x=hv/kBT maka
dxe
exTRC
T
x
x
D
V
D
/
0
43
19 (7.43)
Kurva CV sebagai fungsi T/D diperlihatkan dalam Gambar 7.6. Ternyata kurva di
atas dipenuhi oleh padatan-padatan Ag, Al, C(grafit), Al2O3 dan KCl. Suhu Debey
untuk padatan-padatan ini adalah seperti tabel di bawah ini.
Gambar 7.6 CV sebagai fungsi suhu.
Tabel suhu Debey dari beberapa jenis padatan
CV/R
3
0 0.5 1.0 1.5 2.0 T/D
173
Jenis padatan D(K) Jenis padatan D(K)
Ag 225 Ge 366
Au 165 Na 159
C(grafit) 1860 Ni 456
Cu 339 Pt 229
Dari kurva di atas terlihat bahwa pada suhu D atau di atasnya, kapasitas kalor
semua zat adalah 3R ; hal ini sesuai denga hukum Dulong-Petit yang dikemukakan
pada abad 19. Hal ini juga sesuai dengan prinsip ekipartisi energi, karena
kBT>>hvo=kBD, maka energi vibrasi per derajat kebebasan adalah 2(½kBT)=kBT,
dan untuk 3 derajat kebebasan dari setiap atom adalah 3kBT. Oleh sebab itu, energi
dalam adalah
nRTTkNU B 3)3( (7.44)
yang berkaitan dengan CV=3R.
174
Soal-soal
1. Berdasarkan hubungan entropi S dan potensial kanonik besar :
,VTS
Turunkanlah rumusan untuk entropi.
13. Tunjukkan secara langsung dari fungsi partisi bahwa rata-rata energi gas boson
bias dituliskan dengan menggunakan harga rata-rata bilangan okupasi:
k
kk EnU .
14. Hitunglah tekanan suatu gas boson dibawah suhu kondensasi TC , dan jelaskan
mengapa itu tidak bergantung pada volume.
15. Periksalah kalau fenomena kondensasi Bose-Einstein dalam gas boson terjadi
dua dimensi.
16. Andaikan foton-foton sebagai osilator klasik dengan energi rata-rata kBT.
Tentukanlah distribusi rapat energi; ini adalah rumus radiasi benda hitam dari
Rayleigh-Jeans. Mengapa asumsi ini memberikan distribusi yang sama untuk
frekuensi rendah pada rumus radiasi Planck?
17. Asumsikan foton mengikuti statistik Maxwell-Boltzmann. Tentukanlah
distribusi kerapatan energi; ini adalah rumus radiasi benda hitam dari Wien.
Mengapa asumsi ini memberikan distribusi yang sama untuk frekuensi tinggi
pada rumus radiasi Planck?
175
KONDENSASI BOSE-EINSTEIN
Perlu diulangi apa yang telah dikemukakan dalam Bab7, yakni sifat gas ideal boson
pada suhu rendah. Jika suhu diturunkan ke suhu rendah, potensial kimia meningkat
dari nilai negatif menjadi nol tepat pada suhu kritis. Jika suhu terus diturunkan
potensial kimia itu bertahan nol dan partikel-partikel boson mulai terkondensasi di
keadaan dasar partikel-tunggal. Semakin rendah suhu, semakin banyak partikel
boson yang bertumpuk di keadaan dasar itu. Secara keseluruhan partikel-partikel
boson itu berbagi fungsi keadaan dasar sehingga berkelakuan sebagai suatu partikel
besar. Fenomena itulah yang disebut kondensasi Bose-Einstein.
8.1 Kondensasi Boson
Dalam persamaan (7.17a) jumlah partikel boson dalam sistem adalah
konstan1
22
0
2/12/3
2 )(
dE
e
E
h
mVN
E (8.1)
di mana jumlah partikel boson itu dipandang konstant.
Gambar 8.1 Integran 1/)(2/1
EeE sebagai fungsi E/kB.
0 5 10 15 20 25 300
0.5
1
1.5
2
2.5x 10
12
T=5K, /kB=-0,001
T=5K, /kB=-1 1
)(
2/1
Ee
E
T=10K,/kB= -12
E/kB T=1K,/kB= -0.0001
8
176
Dalam Gambar 8.1 diperlihatkan integran 1
)(
2/1
E
e
E sebagai fungsi E/kB
untuk berbagai harga T dan /kB. Integral dari fungsi merupakan luas dibawah
masing-masing kurva, dan itu sebanding dengan jumlah partikel. Terlihat dalam
gambar, Semakin rendah suhu semakin kecil luas dibawah kurva. Itu berarti,
semakin rendah suhu semakin kecil jumlah partikel. Tetapi dari semula telah
diandaikan jumlah partikel adalah konstan. Jika demikian maka pertanyaannya
adalah: dimana partikel-partikel itu pada suhu rendah ???
Menurut Einstein, partikel-partikel bukannya menghilang, tetapi bertumpuk
di keadaan dasar partikel tunggal. Maka, pada suhu rendah keadaan dasar partikel
boson diduduki oleh sejumlah boson, seperti Gambar 8.2. Dikatakan bahwa keadaan
kuantum seperti itu adalah kuantum yang makroskopik. Inilah yang disebut
kondensasi Bose-Einstein.
Gambar 8.2 Keadaan dasar 0 dengan sejumlah boson.
Pertanyaannya adalah pda kondisi fisis seperti apakah sifat seperti itu bisa
dicapai? Besaran pertama yang perlu ditinjau adalah suhu kritis Tc seperti telah
diperlihatkan pada persamaan (7.21).
3/22
612,22
V
N
mk
hT
B
C
(8.2)
Untuk memperoleh perkiraan suhu kritis misalkan jumlah atom 1022
dalam volume 1
cm3. Untuk atom hidrogen, massa atom adalah 1.710
-24 gram diperoleh Tc=7 K.
Untuk atom yang lebih berat akan diperoleh suhu kritis yang lebih rendah.
0
177
Pengetahuan sebelumnya menunjukkan bahwa pada tekanan atmosfer, semua
zat pada suhu rendah seperti itu berfasa padat atau likuid. Titik beku paling rendah
dimiliki oleh: nitrogen pada 63 K, neon pada 25 K, hidrogen 14 K. 4He adalah
pengecualian, yang mencair pada 4,2 K dan tidak bisa membeku walau suhu terus
diturunkan. Itu menunjukkan bahwa gaya-gaya antar-atom sangat lemah.
Kerapatannya hanya 0,14 gram/cm3 dan viskositasnya 40 P; ini berarti bahwa sifat-
sifatnya lebih dekat pada gas kental daripada likuid. Pada suhu kamar, viskositas air
0.01 P, dan nitrogen dan helium mempunyai viskositas 210-4
P. Karena viskositas
sebanding dengan T1/2
, viskositas gas-gas itu pada 4 K akan berorder 10-5
P.
8.2 Fenomena Okupasi Makroskopik
Apakah artinya jika keadaan dasar diduduki oleh sejumlah partikel. Untuk itu
misalkan keadaan dasar itu adalah
ie0 (8.3)
dengan 0 sebagai amplitudo dan fasa. Fungsi di atas dinormalisasi sebagai
berikut
NdV * (8.4)
di mana N adalah jumlah partikel boson yang menduduki keadaan dasar.
Pengertian dari V* bergantung jumlah partikel. Gambar memperlihatlan
suatu boks bervolume V dengan sejumlah tertentu partikel. Periksalah dari waktu
ke waktu berapa banyak partikel di dalam boks.
Dapat dibedakan tiga kasus berikut:
Gambar 8.3. Tiga keadaan partikel dalam boks bervolume V
.
V
178
1. Di sana hanya ada satu partikel. Dalam banyak waktu boks itu kosong. Tetapi,
ada peluang untuk menemukan partikel di dalam boks seperti V* . Jadi
peluang itu sebanding dengan V . Faktor * disebut rapat peluang.
2. Jika jumlah partikel sedikit lebih banyak maka beberapa partikel ada di dalam
boks. Suatu harga rata-rata bisa didefenisikan, tapi jumlah partikel yang
sebenarnya di dalam boks mempunyai fluktuasi yang relatif besar di sekitar rata-
rata itu.
3. Dalam kasus sangat banyak partikel, selalu terdapat banyak partikel dalam boks.
Jumlah itu berfluktuasi tetapi fluktuasi di sekitar harga rata-rata relatif kecil.
Harga rata-rata itu sebanding dengan V dan * sekarang disebut kerapatan
partikel.
Kerapatan aliran probabilitas partikel Jp (jumlah partikel/s/m2) adalah
ccAqim
J p *)(2
1
(8.5)
di mana q adalah muatan partikel dan A
potensial vektor. Dengan persamaan (8.3)
)(2
2
0 Aqm
J p
(8.6)
Jika fungsi gelombang diduduki secara makroskopi, kerapatan aliran probabilitas
partikel menjadi suatu kerapatan aliran partikel.Misalkan kecepatan partikel vs maka
ssp vJm
(8.7)
Kerapatan (massa/m3) adalah
sm 2
0 (8.8)
sehingga diperoleh kecepatan
Aqm
vs
1 (8.9)
179
Persamaan (8.9) penting sekali, karena memperlihatkan hubungan antara kecepatan
kondensat, yakni konsep klassik, dengan fasa fungsi gelombang, suatu konsep
kuantum.
8.3 Persamaan Gross–Pitaevskii
Misalkan adalah fungsi gelombang keadaan dasar dari sistem N boson.
Berdasarkan aproksimasi Hartree-Fock fungsi itu dapat diungkapkan sebagai
perkalian fungsi-fungsi partikel tunggal ,
)().........()(),.......,,( 2121 NN rrrrrr (8.10)
di mana ri adalah koordinat boson ke-i. Hamiltonian sistem boson itu adalah
N
i ji
jis
i
i
rrm
arV
rmH
1
2
2
22
)(4
)(2
(8.11)
di mana V adalah potensial luar. Suku kedua merupakan interaksi antara partikel-
partikel dengan as adalah panjang hamburan boson-boson. Fungsi gelombang
partikel tunggal memenuhi persamaan Schrödinger
)()()(4
)(2
22
2
22
rrrm
arV
rm
s
(8.12)
Persamaan ini disebut persamaan Gross–Pitaevskii; persamaan ini bersifat nonlinier
dan mirip dengan persamaan Ginzburg–Landau. Fungsi partikel-tunggal itu
memenuhi syarat normalisasi
NdVr 2
)(
(8.13)
Suatu kondensat Bose-Einstein (BEC) adalah gas boson yang atom-atomnya berada
pada suatu keadaan kuantum yaitu persamaan Schrodinger partikel-tunggal. Sebuah
partikel kuantum bebas digambarkan oleh persamaan Schrodinger partikel-tunggal.
Interaksi antara partikel-partikel dalam suatu gas ril harus diperhitungkan dengan
suatu persamaan Schrodinger yang berkaitan dengan banyak-benda. Jika rata-rata
spasi antara partikel-partikel di dalam gas lebih besar daripada panjang hamburan
180
(disebut batas encer), maka orang dapat mengaproksimasikan potensial interaksi
yang sesungguhnya dalam persamaan itu dengan suatu pseudopotensial.
Nonlinieritas dari persamaan Gross-Pitaevskii berawal dari interaksi antara partikel-
partikel, di mana persamaan Schrodinger partikel tunggal menggambarkan satu
partikel di dalam potensial perangkap.
8.4 Helium 4He
Teori kondensasi di atas diturunkan untuk gas boson ideal. Dalam keadaan normal
tidak ada gas yang dapat didinginkan hingga mencapai sihu TC. Pada umumnya
bahan-bahan ada dalam keadaan padat, tidak mengalami kondensasi Bose-Einstein.
Pengecualian adalah atom 4He; atom ini termasuk boson karena spinnya 0.
Pada tekanan normal, bahan ini tidak berbentuk padat meskipun suhunya rendah.
Tetapi bahan ini bukan gas, melainkan berupa cairan pada suhu 4,2 K dengan
kerapatan 0,178 gram/cm3. Meskipun demikian interaksi antar atom cukup lemah.
Jika dinyatakan sebagai gas maka suhu kritisnya TC=3.2 K. Dalam eksperimen
ditemukan transisi fasa pada suhu T=2.17 K di mana gas 4He
I berubah menjadi
cairan 4He
II seperti Gambar 8.3.
Gambar 8.3 Kalor jenis molar likuid 4He yang besama-sama dengan uapnya.
Karena bentuk kurva mirip huruf , maka kurva itu disebut kurva lamda dan suhu
transisi disebut T.
Bentuk kurva dalam Gambar 8.5 itu mirip dengan Gambar 7.4 untuk gas
boson ideal. Artinya, telah terjadi kondensasi Bose-Einstein. Pergeseran TC bisa
dijelaskan karena 4He adalah likuid bukan gas. Pada suhu suhu di bawah 2.172 K
CV
0 2 T T(K)
181
helium dinamakan 4He
II dan di atas suhu 2.172K dinamakan
4He
I.
4He
I
memperlihatkan kelakuan yang aneh, tidak mempunyai kalor jenis. Hal itu diperlihat
oleh penurunan CV pada suhu sedikit di atas 2,172 K. Sifat menonjol dari 4He
II
adalah tidak memiliki viskositas. Bahan likuid tanpa viskositas disebut superfluid.
Karena tidak memiliki viskositas, aliran bahan superfluid tidak mengalami gesekan.
Superfluiditas untuk pertama kalinya ditemukan dalam likuid 4He pada tahun 1938
oleh Pyotr Kapitsa, John Allen dan Don Misener.
8.5 Superfluid Helium
Di bawah suhu kritis (T) helium memperlihatkan sifat yang unik yakni superfluid.
Sebagian liquid yang membentuk komponen superfluid adalah suatu fluida kuantum
makroskopik. Atom helium adalah netral, q=0. Massa partikel m=m4 sehingga
persamaan (8.9) menjadi
4
1
mvs (8.14)
Untuk sembarang loop di dalam liquid persamaan di atas memberikan
sdm
sdvs
..
4
(8.15)
Karena sifat single-valued fungsi gelombang berlaku
nsd 2.
(8.16)
dengan n adalah bilangan bulat. Jadi persamaan (8.15) menjadi
4
2.m
nsdvs
(8.17)
Untuk helium, besaran
4
2m
=1,010
-7 m
2/s (8.18)
adalah kuantum sirkulasi. Untuk gerak melingkar dengan jari-jari r,
182
rvsdv ss 2.
(8.19)
Dalam kasus single kuantum, n=1,
r
vs2
1 (8.20)
Bilaman superfluid helium dibuat bergerak rotasi, persamaan (8.19) tidak
akan terpenuhi untuk semua loop di dalam likuid kecuali jika rotasi terorganisasi di
sekitar garis vortex seperti dalam Gambar 8.4.
Gambar 8.4 Bagian bawah: sayatan vertikal dari suatu kolom superfluid helium yang
berotasi sekitar suatu sumbu vertikal. Bagian atas: pandang atas permukaan yang
memperlihatkan pola ters-teras vortex. Dari kiri ke kanan laju rotasi ditingkatkan
untuk menghasilkan kerapatan garis-vortex.
Garis-garis ini mempunyai teras hampa dengan suatu diameter sekitar 1 Å
(yang lebih kecil daripada jarak rata-rata partikel. Superfluid helium berotasi sekitar
teras dengan kecepatan sangat tinggi. Persis di luar teras kecepatan itu sebesar 160
m/s. Teras-teras dari garis-garis vortex dan kontainer berotasi layaknya suatu benda
padat di sekitar sumbu-sumbu rotasi dengan kecepatan sudut yang sama. Jumlah
garis-garis vortex meningkat dengan kecepatan sudut seperti diperlihatkan dalam
Gambar 8.4 bagian atas. Baca: E.J. Yarmchuk and R.E. Packard, J. Low Temp.
Phys. Vol. 46 (1982) p. 479
183
8.6 Penjebakan dan pendinginan atom-atom
Kondensat Bose-Einstein memerlukan kondisi yang sangat khusus. Boson-boson
yang telah dimurnikan dari elemen-elemen lain ditempatkan dalam ruang vakum.
Pilihan yang populer adalah boson dari atom-atom helium, natrium, rubidium dan
hidrogen.
Perkembangan laser membuka jalan untuk pengembangan metoda baru
untuk memanipulasi dan pendinginan atom-atom yang diekploitasi untuk
merealisasikan kondensasi Bose-Einstein dalam uap atom-atom alkali. Untuk itu
perhatikan Gambar 8.5.
Gambar 8.5 Penjebakan dan pendinginan atom-atom.
Suatu berkas natrium keluar dari suatu oven bersuhu 600 K, sesuai dengan
kecepatan 800 m/s. Berkas itu dilewatkan melalui apa yang disebut pelambat
Zeeman, di mana kecepatan atom-atom diturunkan hingga sekitar 30 m/s yang setara
dengan suhu 1 K.
Di dalam pelambat Zeeman, suatu berkas laser menjalar dalam arah
berlawanan dengan berkas atom, sehingga gaya radiasi yang dihasilkan melalui
absorpsi foton memperlambat atom-atom. Karena effek Doppler, frekuensi transisi
atom dalam kerangka laboratorium pada umunya tidak konstan. Tetapi, dengan
menggunakan suatu medan magnet tak-homogen yang dirancang sedemikian maka
effek Doppler dan effek Zeeman saling meniadakan dan frekuensi transisi atom bisa
dibuat fix. Keluar dari pelambat Zeeman atom-atom itu cukup lambat untuk siap
ditangkap oleh penjebak magneto-optiks, di mana atom-atom itu selanjutnya
didinginkan melalui interaksi dengan sinar laser ke suhu 100 µK. Cara lain
pengkompensasian untuk mengubah geseran Doppler adalah dengan meningkatkan
frekuensi laser (disebut chirping).
Oven Pelambat Zeeman Penjebak magneto-optiks
184
Dalam eksperimen lain, penjebak magneto-optiks diisi dengan mentransfer atom-
atom dari penjebak magneto-optiks kedua di mana atom-atom ditangkap langsung
dari uapnya. Setelah jumlah atom-atom terakumulasi cukup banyak (~1010
) di dalam
penjebak magneto-optiks, suatu perangkap magnet dinyalakan dan berkas laser
dipadamkan sehingga atom-atom terkurung oleh perangkap magnet murni. Pada
tingkat ini, kerapatan atom-atom relatif rendah, dan gas masih sangat tak-
berdegenerasi dengan kerapatan ruang-fasa beroder 10-6
.
Langkah terakhir untuk mencapai kondensasi Bose-Einstein adalah
pendinginan evaporatif, di mana atom-atom berenergi lebih tinggi akan
meninggalkan sistem. Sederhananya, pendinginan evaporatif memungkinkan atom-
atom yang lebih berenergi (lebih cepat) melepaskan diri dari perangkap
meninggalkan atom-atom lain yang lebih lambat, lebih dingin, kurang berenergi.
Dari semuah jenis atom, rubidium adalah yang termudah untuk dikondensasi-BEC-
kan karena atomnya paling besar; atom ini mencapai kecepatan rendah pada suhu
lebih tinggi karena hubungan massa energi; lihat persamaan (8.18)-(8.20). Ketika
atom-atom mencapai suhu di mana hanya atom-atom pada keadaan dasar yang
tersisa, mereke bergabung menjadi kondensat Bose-Einstein, yang bersifat layaknya
suatu super-atom.
8.7 Laser Atom
Laser atom analog dengan laser optik. Laser atom mengemisikan gelombang materi
sebagaimana laser optik mengemisikan gelombang elektromagnet. Outputnya adalah
gelombang materi yang koheren, suatu berkas atom-atom yang bisa difokuskan pada
suatu titik atau dikolimasi untuk bergerak jarak jauh tanpa menyebar. Berkas itu
koheren, artinya berkas atom itu luar biasa terang.
Laser atom memerlukan resonator (kavitas) yang dalam hal ini berupa bahan
aktif, dan kopler output. Resonator itu adalah suatu jebakan magnet di mana atom-
atom itu dikurung oleh “cermin-cermin magnet”. Bahan aktif adalah suatu awan
termal dari atom-atom ultra-dingin, dan kopler output adalah suatu pulsa rf yang
mengkontrol “reflektifits” cermin-cermin magnet.
Analogi dari emisi spontan dalam laser optik adalah hamburan spontan atom-
atom yakni tumbukan-tumbukan yang mirip dengan tumbkan antara bola-bola
billiard. Di dalam laser optik, emisi stimulat foton-foton menyebabkan medan
185
radiasi terbentuk di dalam modus tunggal. Di dalam laser atom, adanya kondensat
Bose-Einstein (atom-atom yang menempati suatu “modus tunggal” sistem yakni
keadaan dasar) menyebabkan hamburan terstimulasi oleh atom-atom ke dalam
modus itu. Tepatnya, adanya suatu kondensat dengan N atom meningkatkan
probabilitas suatu atom akan terhambur ke dalam kondensat dengan N+1 atom.
Dalam suatu gas normal, atom-atom terhambur di antara banyak modus dari
sistem. Tetapi ketika suhu kritis untuk kondensasi Bose-Einstein tercapai, mereka
terhambur terutama ke dalam energi keadaan terendah dari sistem, satu dari ribuan
keadaan kuantum yang mungkin. Proses yang mendadak ini merupakan analogi
yang sangat dekat dengan ambang pengoperasian suatu laser, ketika laser mendadak
hidup saat suplai atom-atom radiasi ditingkatkan.
Dalam laser atom, eksitasi medium aktif dilakukan dengan pendinginan
evaporasi- proses evaporasi menciptakan suatu awan yang tidak setimbang termal
dan relaks menuju suhu lebih dingin. Ini menghasilkan pertumbuhan kondensat.
Setelah setimbang, gain bersih dari laser atom adalah nol, artinya, fraksi kondensat
jadi konstant hingga pendinginan lebih jauh dilakukan.
Tak sama dengan laser optik yang kadang-kadang meradiasikan beberapa
modus, laser gelombang materi selalu beroperasi dalam modus tunggal.
Pembentukan kondensat Bose-Einstein sebenarnya melibatkan kompetisi modus:
keadaan eksitasi pertama tidak bisa terpopulasi secara makroskopik karena semua
boson lebih mudah menempati keadaan dasar. Output laser optik adalah berkas
cahaya terkolimasi. Untuk laser atom, output adalah suatu berkas atom. Laser optik
dan laser atom bisa berbentuk kontinu dan pulsa, tetapi sejauh ini laser atom yang
telah direalisasi baru dalam bentuk pulsa. Baca: Wolfgang Ketterle (2002), Nobel
lecture: When atoms behave as waves: Bose-Einstein condensation and the atom
laser, Rev. Mod. Phys, 74,1131-1151
8.8 Helium 3He
Pada tahun 1972 fenomena yang sama dalam 3He ditemukan oleh Douglas
D. Osheroff, David M. Lee, and Robert C. Richardson. Sebenarnya atom 3He
termasuk fermion. Pada tekanan atmosfer, gas 3He mencair pada suhu 3,2K
sedangkan 4He mencair pada 4,2K. Kedua isotop tidak membeku pada suhu 0K
186
sekalipun. Kerapatan 3He adalah 0,07 gram/cm
3 sedangkan
4He adalah 0,14
gram/cm3. Viskositas
3He adalah 25 µP sedangkan
4He adalah 50 µP. Berdasarkan
persamaan (4.9), suhu Fermi 3He adalah 4,5 K.
Maka agar 3He berdegenerasi, suhunya harus jauh di bawah 4.5 K. Pada suhu
di bawah 1mK, dua atom 3He yang berpasangan membentuk molekul diatomik yang
dapat dipandang sebagai sebuah boson, sehingga bersifat superfluid. Elektron-
elektron adalah juga fermion, sehingga sifat superfluid dalam 3He merupakan
analogi dengan elektron. Analogi elektronik dari superfluid 3He dikenal sebagai
superkonduktivitas yang ditemukan oleh Komerlingh-Onnes pada tahun 1911.
Teori superkonduktivitas baru muncul pada tahun 1957 oleh Bardeen,
Cooper dan Schrieffer (BCS). Superkonduktivitas diartikan sebagai superfluiditas
fermion dari elektron. Persis sama dengan 3He, di bawah suhu transisi ada suatu
mekanisme yang menciptakan gaya tarik netto antara pasangan-pasangan elektron
dengan energi sekitar energi Fermi. Muatan listrik suatu elektron menginduksikan
suatu kerapatan muatan di sekitarnya, dan kerapatan muatan itu akan menarik
elektron lain sehingga terbentuk pasangan elektron yang disebut pasangan Cooper.
Elektron-elektron dalam pasangan itu bergerak dengan cara terkorelasi,
bahkan jika jarak antara keduanya cukup besar sekalipun dan diantaranya ada
elektron-elektron lain. Karena gerakan yang terkorelasi itu, maka pada keadaan
dasar elektron-elektron itu sulit untuk bisa tereksitasi sehingga pasangan-pasangan
elektron bergerak tanpa gesekan sebagaimana superfluid boson. Karena muatan satu
pasangan Cooper adalah 2e, maka gerakan pasangan itu merupakan arus listrik, dan
aliran superfluidnya adalah suatu arus listrik tanpa resistivitas (superkonduktor).
187
Apendiks 1
KONSTANTA FUNDAMENTAL
Besaran Simbol Nilai numerik Unit
Konstanta Boltzmann kB 1,3806503 10-23 JK
-1
8,617342 10-23
eVK-1
Konstanta Stefan-
Boltzmann
σ 5,6703 x 10-8 W/m2K
4
Bilangan Avogadro
NA 6,022 x 1023
1/mole
Konstanta gas universal
Kecapatan cahaya
R= NA kB
c
8,314
2,99792458 108
J/mole K
ms-1
Permeabiltas ruang hampa µ0 4 107 NA
-2
Permittivitas ruang hampa 0=1/ µ0c2
8,854187817 10-12
Fm-1
Konstanta Planck h 6,62606876 10-34
Js
Konstanta Planck/2 2/h 1,054571596 10-34
Js
Muatan elementer e 1,602176462 C
Massa diam elektron me 9,10938188 kg
mec2 0,510998902 MeV
Massa diam proton mp 1,67262158 Kg
mpc2 938,271998 MeV
Massa diam neutron
mn
mnc2
1,675 x 10-27
939,57
kg
MeV
Satuan massa atom mu=m(12
C)/12 1,66053873 kg
muc2 931,494013 MeV
8,617342 10-23
eVK-1
Inversi struktur halus -1
137,03599976
Jari-jari Bohr a0 0,5291770282 10-10
0,529
m
Å
Unit energi atom e2/40a0 27,2113834 eV
188
Magneton Bohr µB 9,27400899 10-24
JT-1
Magneton inti µN 5,05078317 10-27
JT-1
Nilai-g elektron
ge 2,002319
Nilai-g proton
gN 5,585695
Elektron volt
eV 1,6022 x 10-19
J
Angstrom
Å 10-10
m
189
Apendiks 2
TURUNAN DARI PERSAMAAN KEADAAN
Tinjaulah tiga besaran X, Y, Z dalam suatu persamaan keadaan F(X, Y, Z)=konstan.
Misalkan X, Y sebagai variabel- variabel bebas sementara Z=Z(X, Y). Maka
dYY
ZdX
X
ZdZ
XY
(A2.1)
Jika Y, Z dinyatakan sebagai variabel- variabel bebas, maka
dZZ
XdY
Y
XdX
YZ
(A2.2)
Jika persamaan (A2.1) dikali ZY
X
dan persamaan (A2.2) dikali
XY
Z
lalu
diperkurangkan, hasilnya adalah
dZY
Z
Z
X
Y
XdX
Y
Z
Y
X
X
Z
XYZXZY
`Karena dX dan dY bebas satu sama lain, persamaan di atas kompatibel jika
0
XZY Y
Z
Y
X
X
Z
0
XYZ Y
Z
Z
X
Y
X
atau
1
ZZXXYY X
Y
Y
X
Y
Z
Z
Y
X
Z
Z
X (A2.3)
1
YXZ X
Z
Z
Y
Y
X (A2.4)
Sekarang tinjau besaran R(X, Y); diferensialnya adalah
dYY
RdX
X
RdR
XY
Jika Y=konstan, dY=0, maka
190
YYY Z
X
X
R
Z
R
(A2.5)
Selain itu diperoleh juga hubungan
ZXYZ X
Y
Y
R
X
R
X
R
(A2.6)
Persamaan (A2.5), (A2.6) bersama dengan (A2.3) dan (A2.4) dan hbungan Maxwell
biasa digunakan untuk transformasi dan komputasi turunan-turunan dari persamaan
keadaan.
191
Apendiks 3
BEBERAPA INTEGRAL
1. bxb
xbx
bdxbxx cossin
1sin
2
2. )2sin(4
1
2sin 2 bx
b
xdxbx
3. )2cos(8
1)2sin(
44sin
2
22 bx
bbx
b
xxdxbxx
4. )2cos(4
)2sin(8
1
46sin
23
322 bx
b
xbx
bb
xxdxbxx
5. )1(1
2 bxe
bdxxe bxbx
6.
32
22 22
bb
x
b
xedxex bxbx
7. 0;!
1
0
aa
ndxxe
n
nax
8. 2
1
0
2
dxex x
9. a
dxe ax
2
1
0
2
10. ,...3,2,1,0,0;2
!1
0
12
0
12 22
naa
ndxex
a
ndxex
n
axnaxn
11. ...3,21,0,0;2!
)!2(
2
121212
0
)1(2
0
2 22
naan
ndxex
a
ndxex
nn
axnaxn
12. 61
2
0
dxe
xx
192
13. 40,2)3(21
0
2
dxe
xx
14.
0 )1(
1)(
knk
n disebut fungsi zeta Riemann
15. 151
4
0
3
dxe
xx
16.
Gammafungsi);(0
1 2
zdxex axz
193
Apendiks 4
RUMUS STIRLING
Karena N!=1 2 3 ......... N, maka
1ln
lnln
ln........3ln2ln1ln!ln
1
1
NNN
xxxdxx
NN
NN
(A4.1)
Jika N>>1, maka
NNNN ln!ln (A4.2)
Pendekatan yang lebih teliti untuk N! Bisa dperoleh dari ungkapan integral
xNexdxN
0
! (A4.3)
Dalam integran xNexxf )( , xN adalah fungsi yang cepat bertambah untuk N besar,
dan e-x
adalah fungsi yang menurun terhadap x. Maka f(x) memperlihatkan suatu
maksimum yang tajam untuk beberapa nilai x. Untuk itu misalkan z=x/N, zN=e
Nlnz
sehingga
)ln( zzNNzNNxN eNezNexf (A4.4)
Karena maksimu z-ln z adalah di z=1, maka tuliskan z=1+t dan
))1ln(())1ln(1( ttNNNttNN eeNeNf (A4.5)
Karena ln(t+1)t-t2/2 maka
2/2NtNN eeNf (A4.6)
Jadi untuk N besar fungsi f mempunyai harga maksimum di t=0, sehingga
194
2/1
2/1
1
2/
0
2
!
2
2
NeN
edteN
eNdteNfdxN
NN
NtNN
NtNN
(A4.7)
dan akhirnya,
)2ln(2
1ln!ln NNNNN . (A4.8)
Ini adalah bentuk lebih kuat dari aproksimasi Stirling.
195
Apendiks 5
FUNGSI GAMMA
Fungsi Gamma didefenisikan seperti
0
1)( dxxen nx
(A5.1)
dan berlaku
!)()1( nnnn ; n bulat positif (A5.2)
1!0!1 dan 1)2()1( . (A5.3)
Untuk pecahan
2/)1(2
!)!2()2/(
n
nn
(A5.4)
di mana
24.....)2(!! nnn ; jika n genap (A5.5)
13.....)2(!! nnn ; jika n ganjil (A5.6)
dan berlaku
1!!0!!1 dan 2
)2/3()2/1(
. (A5.7)
196
Apendiks 6
INTEGRAL FERMI
Integral yang sering terjadi dalam kaitannya dengan gas ideal Fermi mempunyai
bentuk
)()21(!
1
1
02
nndxxe
eI nn
x
x
n
(A6.1)
di mana fungsi zeta Riemann didefenisikan sepert
0 )1(
1)(
knk
n (A6.2)
Harga-harga beberapa fungsi itu adalah
612,2)2/3(
645,16
)2(2
341,1)2/5(
202,1)3(
082,190
)4(4
014,1945
)6(6
197
Apendiks 7
INTEGRAL BOSE
Dalam gas ideal boson ditemukan integral sebagai berikut.
001
0 0
)1(
0 0
)1(
0 0
)1(
1
11
1)(
dyyek
dxxe
dxxe
dxxe
edxx
enI
ny
kn
n
k
xk
n
k
xk
n
x
xn
xB
(A7.1)
Jika digunakan defenisi fungsi zeta Riemann
0 )1(
1)(
knk
n (A7.2)
dan defenisi funghsi gamma
0
1)( dxxen nx (A7.3)
maka diperoleh
)1()1()( nnnI B (A7.4)
Jika n adalah suatu bilangan bulat maka berlaku
)1(!)( nnnI B
(A7.5)
199
Daftar Bacaan
1. R. Feynman, R. Leighton, and M. Sands, The Feynman Lectures on Physics, Volume I,
Addison Wesley 1963
2. C. Kittel, Elementary Statistical Physics, John Wiley & Son 1967
3. M. Alonso and E. J. Finn, Fundamental Unversity Physics, Volume III, Quantum and
Statistical Physics, Addison Wesley 1968
4. L. D. Landau and E. M. Lifshitz, Statistical Physics, Pergamon Press, 1971
5. K. Huang, Statistical Mechanics, John Wiley & Son 1987
6. D. J. Amit and Y. Verbin, Statistical Physics, World Scientific 2006
200
INDEKS
aproksimasi Hartree-Fock, 180
aproksimasi mean-field, 149, 151
aproksimasi Sterling, 31, 34
atom 4He, 181
availabilitas, 12, 13, 21
bahan paramagnet, 122, 125, 131
benda hitam, 67, 160, 162, 172, 175
Bobot statistik, 27
boson, 48, 99, 158, 159, 162, 163,
165, 166, 167, 169, 170, 171, 175,
176, 177, 178, 180, 181, 184, 186,
187, 198
Diamagnetisme Landau, 132
dinding domain, 143, 144, 145
distribusi Bose-Einstein, 159, 160
distribusi energi molekul, 59, 60
distribusi Fermi, 100, 104
distribusi Maxwell-Boltzmann, 37, 59,
112
doping akseptor, 114
doping donor, 114
efek kuantum, 57
effek Doppler, 184
effek Zeeman, 184
Ekspansi Virial, 75
emisi termionik, 110
energi bebas Gibbs, 4, 15, 16, 19, 20,
49, 90, 92
energi bebas Helmholtz, 4, 14, 24, 38,
39, 83, 121, 150
energi dalam, 2, 3, 4, 13, 16, 33, 34,
54, 57, 63, 65, 74, 100, 146, 174
energi Fermi, 100, 101, 102, 103, 106,
109, 114, 115, 116, 117, 118, 119,
130, 187
energi internal molekul, 61
ensembel kanonik besar, 45, 56, 99,
158, 163
ensemble kanonik, 33, 48
ensemble mikrokanonik, 33
entalpi, 4, 14, 18, 49
entropi, 1, 2, 3, 4, 8, 9, 10, 11, 12, 13,
14, 18, 19, 25, 30, 31, 32, 34, 36,
39, 40, 41, 42, 46, 47, 48, 50, 54,
55, 56, 66, 68, 80, 81, 84, 90, 94,
107, 144, 154, 175
fermion, 48, 98, 99, 100, 101, 107,
108, 109, 117, 133, 186, 187
feromagnet, 90, 143
frekuensi siklotron, 133
fungsi distribusi dua partikel, 73
fungsi distribusi Fermi, 112, 119
fungsi distribusi radial, 73, 75
fungsi gamma, 164
fungsi korelasi, 73, 138, 139, 157
fungsi korelasi pasangan, 73
fungsi Langevin, 121, 122
fungsi partisi, 37, 39, 40, 41, 42, 44,
46, 47, 48, 49, 51, 53, 54, 55, 59,
62, 63, 71, 72, 73, 79, 99, 117, 120,
201
121, 133, 138, 149, 152, 156, 158,
175
fungsi zeta dari Riemann, 164
garis binodal, 85, 86, 87, 88, 89
garis spinodal, 85, 86, 87, 88, 89
garis-garis vortex, 183
gas 3He, 186
gas ideal, 2, 6, 19, 20, 50, 51, 52, 53,
54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 63,
66, 67, 68, 80, 84, 86, 101, 102,
162, 167, 168, 171, 176, 197, 198
gas van der Waals, 17, 24, 79
harga efektif koefisien virial kedua, 84
hubungan Maxwell, 7, 24
Hukum Boyle, 79
hukum Curie, 122, 151
integral eliptik lengkap jenis kedua,
147
Keadaan makro, 27
keadaan mikro, 27, 28, 29, 30, 31, 32,
33, 34, 36, 37, 98, 99, 100, 131,
136, 158, 159
kondensasi Bose-Einstein, 90, 165,
171, 175, 176, 177, 181, 184, 185,
186
kondensat Bose-Einstein, 180, 185,
186
laser atom, 185, 186
magnetisasi, 22, 23, 44, 121, 122, 123,
126, 128, 129, 130, 131, 134, 135,
143, 144, 145, 147, 148, 149, 150,
151, 156
model Ising dalam kisi satu-dimensi,
135
model Ising dua-dimensi, 145
momen dipol magnet, 22, 120
momentum Fermi, 101
panjang gelombang de Broglie, 53
panjang gelombang termal, 53, 57, 58,
71, 105, 166, 167
panjang korelasi, 139, 140
Paramagnetik Pauli, 127
parameter order, 90, 92, 93, 94, 151,
153, 155
pelambat Zeeman, 184
pendinginan atom-atom, 184
penjebak magneto-optiks, 184, 185
penjumlahan Euler sebagai, 134
permukaan Fermi, 101, 130
persamaan Clausius-Clapeyron, 19
persamaan Gibbs-Duhem, 4, 17
persamaan Ginzburg–Landau, 180
persamaan Gross–Pitaevskii, 180
persamaan Richardson-Dushman, 110
persamaan Sackur-Tetrode, 55, 57
Potensial besar, 5, 71, 107
potensial kimia, 3, 5, 17, 45, 48, 50,
101, 102, 106, 117, 169, 176
potensial kimiawi, 2, 16, 17, 19, 20,
47, 57, 106, 159, 163, 164, 165,
167, 168, 171
potensial Lennard-Jones, 70
potensial pasangan, 72
potensial termodinamika, 4
prinsip eksklusi Pauli, 98
rapat effektif elektron, 113
202
rapat effektif hole, 113
semikonduktor, 111, 113, 114, 115,
116, 118, 119
semikonduktor intrinsik, 115
silikon tipe-n, 116
Sistem Partikel Berinteraksi, 70
statistik Bose-Einstein, 98, 172
statistik Fermi-Dirac, 98, 108, 118
Suhu Debey, 173
suhu Fermi, 103, 187
suhu karakteristik rotasi, 62
suhu karakteristik vibrasi, 63
suhu kritis, 80, 91, 95, 145, 149, 153,
164, 165, 176, 177, 182, 186
superfluid, 182, 183, 187
superkonduktivitas, 187
suseptibilitas magnet, 122, 123, 129,
131
Tekanan osmosis, 83
teori Landau, 94, 153
Transisi Fasa Order Kedua, 90
Transisi Fasa Order Pertama, 87
vibrasi pada satu molekul diatomik,
63