flavonoid dalam krokot

Upload: amelia-febriani

Post on 05-Jul-2018

240 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    1/140

     

    SKRIPSI

    IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN

     INDIGENOUS JAWA BARAT

    Oleh

    RATNA BATARI

    F24103120

    2007

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    2/140

     

    IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN

     INDIGENOUS JAWA BARAT

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

     pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

    Fakultas Teknologi PertanianInstitut Pertanian Bogor

    Oleh :

    RATNA BATARI

    F24103120

    2007

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    BOGOR

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    3/140

     

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN

     INDIGENOUS JAWA BARAT

    SKRIPSI

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

     pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

    Fakultas Teknologi Pertanian

    Institut Pertanian Bogor

    Oleh :

    RATNA BATARI

    F24103120

    Dilahirkan pada tanggal 9 Januari 1985

    Di Jakarta

    Tanggal lulus : Agustus 2007

    Menyetujui:

    Bogor, Agustus 2007

    Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr.

    Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

    Mengetahui,

    Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.

    Ketua Departemen ITP

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    4/140

     

    RIWAYAT HIDUP PENULIS

    Penulis dilahirkan di Jakarta, 9 Januari 1985 dan memiliki

    nama lengkap Ratna Batari. Penulis merupakan anak kedua

    dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikannya di TK

    Kristen 7 BPK Penabur, SD Kristen 3 BPK Penabur, SLTP

    Kristen 3 BPK Penabur, dan SMU Kristen 3 BPK Penabur,

    Jakarta. Melalui jalur masuk SPMB, penulis menempuh

     pendidikan terakhirnya di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas

    Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

    Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,

     penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Penulis pernahmenjabat sebagai sekretaris di Persekutuan PMK dan KEMAKI Fakultas

    Teknologi Pertanian pada masa jabatan 2004-2005, dan sebagai bendahara pada

    masa jabatan 2005-2006. Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam

    kegiatan Konferensi HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia),

    BAUR 2005, dan LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan) 2005. Pada tahun

    2005, penulis ikut ambil bagian dalam seminar dan pelatihan HACCP yang

    diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan BPOM-

    RI. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Analisis Pangan pada periode

    Januari-Juni 2007.

    Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana

    Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan

    melakukan penelitian yang berjudul ”Identifikasi Senyawa Flavonoid pada

    Sayuran Indigenous Jawa Barat”. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret 2007

    sampai dengan bulan Juli 2007. Penelitian ini bertempat di laboratorium ITP dan

    laboratorium Seafast Center, IPB.

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    5/140

     

    Ratna Batari. F24103120. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran

     Indigenous  Jawa Barat. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. 

    dan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. (2007) 

    RINGKASAN

    Indonesia memiliki tanaman lokal yang sangat berlimpah. Tanaman lokal

    di Indonesia banyak yang belum terjamah untuk dikonsumsi sebagai bahan

     pangan yang kaya akan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Jenis

    sayuran lokal tersebutlah yang dikenal dengan sayuran indigenous. Salah satu

    daerah di Indonesia yang merupakan penghasil sayuran indigenous  yang cukup

     berperan adalah daerah Jawa Barat. Komponen fenolik dalam bahan pangan

    memiliki peran yang sangat baik, yang salah satunya adalah sebagai antioksidan.

    Sayur-sayuran banyak mengandung senyawa fenolik yang berupa flavonoid.

    Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa flavonoid dapat

     berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Oleh karena

    itu, pemanfaatan sayuran indigenous  sebagai sumber flavonoid akan dapatmeningkatkan nilai tambah tanaman-tanaman tersebut.

    Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi senyawa flavonoid yang berupa

    flavonol dan flavone pada beberapa sayuran indigenous  daerah Jawa Barat.

    Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah kenikir (Cosmos caudatus 

    H.B.K.), beluntas (Pluchea indica Less.), mangkokan (Nothopanax scutellarium),

    kecombrang ( Nicolaia speciosa Horan), kemangi (Ocimum sanctum Linn.), katuk

    (Sauropus androgynus), kedondong cina (Polyscias pinnata), antanan (Centella

    asiatica), pohpohan (Pilea trinervia), daun ginseng (Talinum paniculatum), dan

    krokot (Portulaca oleracea). Pembuatan ekstrak flavonoid dari sayuran dilakukan

    dengan menggunakan campuran pelarut air dan metanol. Selain itu, dilakukan

     pula pembuatan kurva standar flavonoid yang digunakan sebagai acuan dalam

     penentuan komponen tersebut pada sampel. Standar yang digunakan adalah

    quercetin, kaempferol, myricetin, apigenin, dan luteolin. Analisis yang dilakukan

    yaitu analisis kadar air, analisis total fenol, dan deteksi flavonoid dengan

    menggunakan HPLC column C-18 phase; Develosil ODS-UG-3.

    Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa kadar air sayuran

    indigenous  berkisar antara 82%-93%. Total fenol (per 100 gram berat kering)

    yang terbesar terdapat pada daun kenikir (1225.88 mg) dan terkecil pada krokot

    (447.91 mg). Total flavonol dan flavone yang terdapat di dalam sayuran-sayuran

    yang digunakan sangatlah bervariasi. Jumlah flavonoid (per 100 gram berat

    kering) yang terbanyak ada pada daun katuk, yaitu sebesar 831.70 mg. Kandungan

    quercetin yang terbanyak ada pada kenikir (413.57 mg). Krokot merupakan

    senyawa yang paling sedikit mengandung quercetin (4.05 mg), dan hanyakomponen inilah yang terdeteksi dari krokot. Senyawa myricetin hanya terdapat

     pada sayuran beluntas (11.11 mg) dan antanan (1.66 mg), sedangkan senyawa

    luteolin hanya ada pada daun kemangi (20.49 mg) dan daun pohpohan (3.16 mg).

    Apigenin hanya terdeteksi pada daun kemangi, yaitu sebanyak 7.12 mg. Semua

    sampel, kecuali kecombrang dan krokot, mengandung senyawa kaempferol.

    Jumlah kaempferol terbesar ditemukan pada daun katuk (805.48 mg), yang

     jumlahnya sangat jauh lebih banyak dibandingkan sampel lainnya.

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    6/140

      i

    KATA PENGANTAR

    Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat-Nya lah

    skripsi ini dapat saya selesaikan. Selama mengerjakan tugas akhir ini, penulis

    dibantu oleh banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih

    kepada :

    1.  Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. selaku Dosen Pembimbing Akademik

    sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan,

    masukan, dorongan, dan saran Ibu selama ini.

    2.  Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. selaku Dosen Pembimbing II.

    Terima kasih atas bimbingan, masukan, dorongan, dan saran Ibu selama

    saya menyelesaikan tugas akhir saya.3.

     

    Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas

    kesediaan Ibu sebagai penguji.

    4.  My family : Mama, Ci Indra, Brian, dan Diana. Terima kasih telah

    memberikan doa, semangat, dan dukungannya.

    5.  Ci Ingrid, yang telah sangat banyak mengajariku banyak hal dalam

    mengerjakan dan menyelesaikan penelitianku.

    6.  Sahabat-sahabatku : 6 Sense (Albo, CK, Mercon, Dina, Titi), JSMP (Olla,

    Bebe, Nat2, Pau2, Indi, Dei, Betsy, Fani), terima kasih atas semangat dan

    dukungan kalian.

    7. 

    Teman-teman satu bimbingan Bu Nuri : Olla, Dion, dan Ade. Semangat

    yah buat jeruk-jeruknya. Terima kasih atas dukungan dan kesediaan kalian

    yang selalu mau mendengarkan keluh kesahku. Terima kasih juga buat

    Papang, atas pemberian sampel-sampelnya. Auu, Lia, Anca, dan teman-

    teman ITP 42, terima kasih atas dukungan dan semangatnya.

    8. 

    Teman-teman satu bimbingan Bu Hanny : Bebe, Eko, Dei, Tuti, teman-

    teman ITP 39, 41 dan 42. Terima kasih atas semangat dan dukungannya

    selama ini. Terima kasih untuk sebuah perkumpulan bimbingan yang

    menyenangkan.

    9.  Eko, HanSib, Nene, Prita, terima kasih karena kalian telah sangat banyak

    membantuku selama waktu-waktu menjelang dan setelah ujian skripsiku.

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    7/140

      ii

    10. Teman-teman ITP 40 : Jeng2 (terima kasih atas pinjaman laptopnya), Aji,

    Rika, Tya, Agnes, Anas, Meiko, Agus, Andal, Steph, Babe, Martin,

    Wayan, Rina, Tathan, Arie, Adiput, Adie MR, Mardi, Hendy, Nooi,

    Idham, Lasty, dan semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu

     persatu. Terima kasih untuk semua dukungan, semangat, dan persahabatan

    selama 4 tahun ini.

    11. Teman-teman ITP 39, ITP 41, dan ITP 42, serta Fajar, Yeye, dan Fiona.

    Terima kasih untuk semua dukungan dan semangatnya.

    12. Teman-teman di Perwira 52 : Chris, Echie, Ribka, Kezhia, Yola, Lele, dan

    yang lainnya. Terima kasih atas semangat, dukungan, dan kebersamaan

    yang indah.

    13. 

    Pak Soenar, Mba Nani, Mba Desi, Mba Nia, dan Mba Irin. Terima kasihtelah membantu saya dalam mengajari tentang HPLC.

    14. 

    Para teknisi di Laboratorium ITP : Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Rojak,

    Mba Darsih, dan teknisi lainnya yang telah membantu saya dalam

    menyelesaikan penelitian saya.

    15. Para pekerja di Seafast Center : Pak Ijul, Ibu Tri Susilowati, Ibu Tri

    Haryati, Pak Karna, Pak Denny, Ibu Ani, Pak Taufik, Mba Ari, dan

    lainnya. Terima kasih telah membantu saya dalam menyelesaikan

     penelitian saya.

    16. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu-

     persatu. 

    Semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap pembacanya. Penulis memohon

    maaf bila ada kata-kata dan hal-hal yang kurang berkenan.

    Bogor, Agustus 2007

    Penulis

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    8/140

      iii

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

    DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

    DAFTAR TABEL ................................................................................................... v

    DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii

    I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

    A. LATAR BELAKANG ................................................................................ 1

    B. TUJUAN ..................................................................................................... 3

    C. MANFAAT ................................................................................................. 3

    II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4A. SAYURAN INDIGENOUS  ........................................................................ 4 

    B. FLAVONOID ........................................................................................... 26

    C. IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID ........................................... 30

    III. BAHAN DAN METODE ............................................................................... 33

    A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................... 33

    1. Bahan .................................................................................................... 33

    2. Alat ........................................................................................................ 33

    B. METODE .................................................................................................. 34

    1. Persiapan Sampel .................................................................................. 34

    2. Analisis Kadar Air ................................................................................ 35

    3. Analisis Total Fenol .............................................................................. 36

    4. Ekstraksi Senyawa Flavonoid dari Sayuran Indigenous ....................... 37

    5. Analisis Flavonoid dengan HPLC ........................................................ 37

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 44

    A. STANDAR FLAVONOID DAN LIMIT DETEKSI ................................ 44

    1. Myricetin ............................................................................................... 44

    2. Luteolin ................................................................................................. 45

    3. Quercetin ............................................................................................... 46

    4. Apigenin ................................................................................................ 58

    5. Kaempferol ........................................................................................... 50

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    9/140

      iv

    6. Standar Campuran Senyawa Flavonoid ................................................ 52

    B. STANDAR ASAM GALAT ..................................................................... 55

    C. SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS  ............. 56

    1. Kenikir .................................................................................................. 62

    2. Beluntas ................................................................................................. 65

    3. Mangkokan ........................................................................................... 66

    4. Kecombrang .......................................................................................... 69

    5. Kemangi ................................................................................................ 70

    6. Katuk ..................................................................................................... 72

    7. Kedondong Cina ................................................................................... 78

    8. Antanan ................................................................................................. 79

    9. Pohpohan ............................................................................................... 8110. Daun Ginseng ...................................................................................... 85

    11. Krokot ................................................................................................. 89

    D. SENYAWA YANG BELUM TERIDENTIFIKASI PADA SAYURAN

     INDIGENOUS  ........................................................................................... 92

    V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 97

    A. KESIMPULAN ................................................................................................ 97

    B. SARAN ............................................................................................................ 97

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 98

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    10/140

      v

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Komposisi kimia daun kemangi per 100 gram bagian yang dapat

    dimakan ................................................................................................ 15

    Tabel 2. Komposisi kimia daun katuk per 100 gram bagian yang dapat

    dimakan ................................................................................................ 18

    Tabel 3. Spesifikasi HPLC ................................................................................... 34

    Tabel 4. Limit deteksi myricetin .......................................................................... 45

    Tabel 5. Limit deteksi luteolin ............................................................................. 48

    Tabel 6. Limit deteksi quercetin .......................................................................... 48

    Tabel 7. Limit deteksi apigenin ........................................................................... 50

    Tabel 8. Limit deteksi kaempferol ....................................................................... 52

    Tabel 9. Hasil perhitungan konsentrasi flavonoid pada sampel dengan

    menggunakan kurva standar ................................................................. 58

    Tabel 10.Hasil perhitungan konsentrasi flavonoid pada sampel dengan

    menggunakan eksternal standar ............................................................ 59

    Tabel 11.Rekapitulasi hasil kadar air, total flavonoid, dan total fenol pada

    sampel ................................................................................................... 60

    Tabel 12. Perbandingan hasil analisis flavonol dan flavone dengan perhitungan

    kurva standar campuran dan eksternal standar campuran .................... 61

    Tabel 13. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kenikir ...................... 65

    Tabel 14. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak beluntas .................... 66

    Tabel 15. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak mangkokan............... 69

    Tabel 16. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kecombrang ............. 70

    Tabel 17. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kemangi ................... 71

    Tabel 18. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak katuk ........................ 78

    Tabel 19. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kedondong cina ........ 79

    Tabel 20. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak antanan ..................... 81

    Tabel 21. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak pohpohan ................. 85

    Tabel 22. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak daun ginseng ............ 87

    Tabel 23. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak krokot ....................... 90

    Tabel 24. Rekapitulasi komponen yang terdeteksi pada sampel dengan

    menggunakan HPLC ........................................................................... 95

    Tabel 25. Kuantifikasi area komponen unknown pada waktu retensi tertentu..... 96

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    11/140

      vi

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K) ...................................................... 6

    Gambar 2. Beluntas (Pluchea indica Less.) ........................................................... 8

    Gambar 3. Mangkokan ( Notophanax scutellarium) ............................................ 10

    Gambar 4. Tanaman kecombrang ( Nicolaia speciosa Horan) ............................. 13

    Gambar 5. Bunga kecombrang ............................................................................ 13

    Gambar 6. Kemangi (Ocimum sanctum Linn.) .................................................... 16

    Gambar 7. Katuk (Sauropus androgynus) ........................................................... 18

    Gambar 8. Kedondong Cina (Polyscias pinnata) ................................................ 19

    Gambar 9. Antanan (Centella asiatica) ............................................................... 21

    Gambar 10. Pohpohan (Pilea trinervia) ............................................................... 22Gambar 11. Daun ginseng (Talinum paniculatum) .............................................. 24

    Gambar 12. Krokot (Portulaca oleracea) ............................................................ 26

    Gambar 13. Struktur kimia flavonol dan flavone yang diidentifikasi.................. 27

    Gambar 14. Persiapan sampel .............................................................................. 40

    Gambar 15. Prosedur analisis total fenol ............................................................. 41

    Gambar 16. Proses pembuatan ekstrak flavonoid dari sayuran indigenous ......... 42

    Gambar 17. Pembuatan larutan standar flavonoid ............................................... 43

    Gambar 18. Kromatogram standar myricetin ...................................................... 44

    Gambar 19. Kurva standar myricetin ................................................................... 45

    Gambar 20. Kromatogram standar luteolin.......................................................... 46

    Gambar 21. Kurva standar luteolin ...................................................................... 46

    Gambar 22. Kromatogram standar quercetin ....................................................... 47

    Gambar 23. Kurva standar quercetin ................................................................... 47

    Gambar 24. Kromatogram standar apigenin ........................................................ 49

    Gambar 25. Kurva standar apigenin .................................................................... 50

    Gambar 26. Kromatogram standar kaempferol.................................................... 51

    Gambar 27. Kurva standar kaempferol ................................................................ 51

    Gambar 28. Kromatogram standar campuran ...................................................... 53

    Gambar 29. Kurva standar campuran myricetin .................................................. 54

    Gambar 30. Kurva standar campuran luteolin ..................................................... 54

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    12/140

      vii

    Gambar 31. Kurva standar campuran quercetin................................................... 54

    Gambar 32. Kurva standar campuran apigenin .................................................... 54

    Gambar 33. Kurva standar campuran kaempferol ............................................... 55

    Gambar 34. Kurva standar asam galat (ulangan 1) .............................................. 55

    Gambar 35. Kurva standar asam galat (ulangan 2) .............................................. 56

    Gambar 36. Kurva standar asam galat (ulangan 3) .............................................. 56

    Gambar 37. Kromatogram ekstrak kenikir .......................................................... 64

    Gambar 38. Ko-kromatogram ekstrak kenikir dengan standar campuran ........... 64

    Gambar 39. Kromatogram ekstrak beluntas ........................................................ 68

    Gambar 40. Ko-kromatogram ekstrak beluntas dengan standar campuran ......... 68

    Gambar 41. Kromatogram ekstrak mangkokan ................................................... 73

    Gambar 42. Ko-kromatogram ekstrak mangkokan dengan standar campuran .... 73Gambar 43. Kromatogram ekstrak kecombrang .................................................. 74

    Gambar 44. Ko-kromatogram ekstrak kecombrang dengan standar campuran ... 74

    Gambar 45. Kromatogram ekstrak kemangi ........................................................ 75

    Gambar 46. Ko-kromatogram ekstrak kemangi dengan standar campuran ......... 75

    Gambar 47. Kromatogram ekstrak katuk ............................................................. 77

    Gambar 48. Ko-kromatogram ekstrak katuk dengan standar campuran .............. 77

    Gambar 49. Kromatogram ekstrak kedondong cina ............................................ 82

    Gambar 50. Ko-kromatogram ekstrak kedondong cina dengan standarcampuran ......................................................................................... 82

    Gambar 51. Kromatogram ekstrak antanan ......................................................... 83

    Gambar 52. Ko-kromatogram ekstrak antanan dengan standar campuran .......... 83

    Gambar 53. Kromatogram ekstrak pohpohan ...................................................... 86

    Gambar 54. Ko-kromatogram ekstrak pohpohan dengan standar campuran ....... 86

    Gambar 55. Kromatogram ekstrak daun ginseng................................................. 88

    Gambar 56. Ko-kromatogram ekstrak daun ginseng dengan standar

    campuran ......................................................................................... 88

    Gambar 57. Kromatogram ekstrak krokot ........................................................... 91

    Gambar 58. Ko-kromatogram ekstrak krokot dengan standar campuran ............ 91

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    13/140

      viii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Total fenol sayuran indigenous ...................................................... 104

    Lampiran 2. Kadar air sayuran indigenous ......................................................... 105

    Lampiran 3. Hasil perhitungan jumlah flavonol dan flavone pada sayuran

    indigenous dengan menggunakan kurva standar campuran .......... 106

    Lampiran 4. Hasil perhitungan jumlah flavonol dan flavone pada sayuran

    indigenous dengan menggunakan eksternal standar campuran .... 107

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    14/140

      1

    I. PENDAHULUAN

    A.  LATAR BELAKANG

    Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman-tanaman lokal

    yang memiliki potensi yang baik. Tanaman lokal di Indonesia banyak yang

     belum terjamah untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan yang kaya akan zat-

    zat yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Jenis sayuran lokal tersebut

    sering disebut dan dikenal dengan sayuran indigenous. Sayuran indigenous 

    adalah sejenis sayuran, yang walaupun tanaman sayuran itu bukan berasal dari

    Indonesia, namun tanaman tersebut sudah beradaptasi dan sudah dikultivasi

    atau dimanfaatkan oleh penduduk setempat dari dahulu, sehingga sudah

    dianggap sebagai tanaman turun-temurun (Anonim, 2006j).Sayuran sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, terutama

    masyarakat Jawa Barat. Oleh karena itulah, Jawa Barat menjadi salah satu

    daerah di Indonesia penghasil sayuran yang cukup berperan. Berbagai

    tanaman indigenous telah dikonsumsi dan secara tradisional ditanam oleh

    nenek moyang secara turun temurun, dengan khasiat yang baik bagi tubuh

    manusia (Anonim, 2006j). Jenis sayuran yang digunakan pada penelitian ini

    adalah sayuran yang telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan yang

     banyak terdapat di daerah Jawa Barat yaitu kenikir (Cosmos caudatus 

    H.B.K.), beluntas (Pluchea indica  Less.), mangkokan ( Nothopanax

    scutellarium), kecombrang ( Nicolaia speciosa  Horan), kemangi (Ocimum

    sanctum  Linn.), katuk (Sauropus androgynus), kedondong cina (Polyscias

     pinnata), antanan (Centella asiatica), pohpohan (Pilea trinervia), daun

    ginseng (Talinum paniculatum), dan krokot (Portulaca oleracea). Bagian

    yang dikonsumsi dari tanaman kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, katuk,

    kedondong cina, pohpohan, dan daun ginseng adalah bagian daunnya. Lain

    halnya dengan krokot, karena selain daunnya, batang tanamannya juga biasa

    dikonsumsi. Berbeda lagi dengan kecombrang, karena bagian yang

    dikonsumsi dari tanaman ini adalah bunganya. Seluruh bagian tanaman dari

    antanan merupakan bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini.

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    15/140

      2

    Seperti telah diketahui, komponen fenolik dalam bahan pangan

    memiliki peran yang sangat baik, yang salah satunya adalah sebagai

    antioksidan. Menurut Markham (1989) yang dikutip oleh Hertog et al. (a)

    (1992), sayur-sayuran memiliki potensi yang baik dalam kontribusi terhadap

    kandungan flavonoidnya. Tumbuh-tumbuhan banyak mengandung senyawa

    fenolik yang berupa flavonoid, yang terdistribusi secara luas pada bagian-

     bagiannya. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa

    flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, dan

    antikarsinogenik (Hertog et al. (b), 1992). Oleh karena itu, dengan

    diketahuinya kandungan flavonoid pada tanaman-tanaman indigenous 

    tersebut, diharapkan dapat tercipta peluang untuk meningkatkan nilai tambah

    dalam pemanfaatannya.Flavonoid terutama terdiri atas antosianidin, flavonol, flavone,

    flavanol, flavanone, dan isoflavon (Spencer et al., 2003). Komponen flavonoid

    yang dianalisis pada penelitian kali ini adalah golongan flavonol dan flavone.

    Senyawa yang dianalisis dari golongan flavonol terdiri atas quercetin,

    kaempferol, dan myricetin, sedangkan dari golongan flavone terdiri atas

    apigenin dan luteolin. Pengidentifikasian dibatasi hanya pada kedua golongan

    ini, dikarenakan kedua golongan senyawa ini merupakan komponen flavonoid

    yang mayoritas (secara kualitatif) terdapat dalam sayuran (Lee, 2000). Selain

    itu, kedua golongan senyawa ini merupakan flavonoid yang paling banyak

    diteliti dalam studi antikarsinogenesis (Hertog et al. (b), 1992).

    Analisis komponen fenolik pada bahan pangan dapat menggunakan

     berbagai macam cara, mulai dari cara yang sederhana; seperti uji kolorimetri,

    hingga penggunaan instrumen yang canggih dan mutakhir; untuk pemisahan,

     penghitungan kuantitas, dan pengkarakterisasian masing-masing komponen.

    Berbagai metode kromatografi cair (kromatografi kertas, kromatografi lapis

    tipis, kromatografi kolom, dan  High Performance Liquid Chromatography)

    dapat digunakan untuk menganalisis komponen fenolik (Lee, 2000).

    Deteksi komponen-komponen flavonol dan flavone yang terdapat pada

     beberapa sayuran indigenous  daerah Jawa Barat yang dilakukan pada

     penelitian ini adalah dengan menggunakan metode  High Performance Liquid

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    16/140

      3

    Chromatography  (HPLC). Dibandingkan dengan metode kromatografi cair

    lainnya, HPLC merupakan metode yang paling mendekati untuk dapat

    menyediakan dan memberikan respon yang tepat, baik dalam hal sensitivitas

    yang tinggi maupun dalam hal efisiensi pemisahan karena menggunakan

    kolom berpartikel kecil yang terbungkus dengan ketat. Selain itu, deteksi

    komponen dengan penggunaan metode kromatografi lapis tipis dan

    kromatografi kertas, bila dibandingkan dengan menggunakan HPLC,

    membutuhkan konsentrasi yang lebih besar. Pada analisis dengan metode

    HPLC, tidak ada pembatasan dalam hal volatilitas sampel maupun

    derivatisasi, seperti yang diperlukan dalam kromatografi gas (Lee, 2000).

    Komponen flavonoid bukan merupakan komponen volatil, oleh karena itu,

    analisis yang tepat adalah dengan menggunakan metode HPLC.

    B. TUJUAN

    Penelitian ini bertujuan mendeteksi kandungan komponen-komponen

    flavonoid (flavonol dan flavone) pada beberapa sayuran indigenous  daerah

    Jawa Barat.

    C. MANFAAT

    Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan data mengenai komposisi

    komponen flavonoid (flavonol dan flavone) pada beberapa sayuran indigenous 

    daerah Jawa Barat sehingga tercipta peluang untuk pemanfaatan lebih lanjut.

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    17/140

      4

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. SAYURAN INDIGENOUS

    Indonesia terkenal dengan keragaman hayatinya. Keragaman hayati

    yang dimiliki Indonesia, seperti banyaknya jenis sayuran-sayuran lokal yang

    memiliki khasiat tertentu, sangat potensial untuk pengembangan

     penganekaragaman pangan yang bernilai tinggi. Sayuran lokal di Indonesia ini

    memiliki potensi yang cukup baik dalam kontribusi terhadap kandungan

    flavonoidnya. Jenis sayuran lokal tersebut sering disebut dan dikenal dengan

    sayuran indigenous. Sayuran indigenous  adalah sejenis sayuran, yang

    walaupun tanaman sayuran itu bukan berasal dari Indonesia, namun tanaman

    tersebut sudah beradaptasi dan sudah dikultivasi atau dimanfaatkan oleh penduduk setempat dari dahulu, sehingga sudah dianggap sebagai tanaman

    turun-temurun (Anonim, 2006j). Bagian dari sayuran-sayuran indigenous yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah bagian yang biasa dikonsumsi (dapat

     berupa batang, daun, bunga, atau seluruh bagian tanaman).

    Jenis-jenis sayuran indigenous yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah sayur-sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat daerah dan

     banyak ditemukan tumbuh di daerah Jawa Barat. Sayuran tersebut diantaranya

    adalah kenikir, beluntas, mangkokan, kecombrang, kemangi, katuk,

    kedondong cina, antanan, pohpohan, daun ginseng, dan krokot.

    1.  Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K)

    Klasifikasi dari kenikir adalah :

    Kingdom : Plantae

    Division : Spermatophyta

    Sub Division : Angiospermae

    Class : Dicotyledone

    Order : Asterales

    Family : Asteraceae

    Genus : Cosmos

    Species : Cosmos caudatus H.B.K

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    18/140

      5

    Kenikir merupakan tumbuhan tropika asal Amerika Latin, namun

    telah tumbuh menyebar dan mudah didapati di Florida, Amerika Serikat,

    Malaysia, serta negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia

    (Anonim, 2007i). Kenikir merupakan tanaman perdu dengan tinggi sekitar

    75-100 cm. Tanaman kenikir dapat dilihat seperti pada Gambar 1.

    Ciri-ciri daunnya adalah majemuk, bersilang berhadapan, berbagi

    menyirip, ujung runcing, tepi rata, panjang 15-25 cm, dan berwarna hijau.

    Bagian tanaman yang biasa dikonsumsi adalah daun mudanya. Daun

    sayuran kenikir memiliki kandungan saponin, flavonoid, dan polifenol.

    Khasiat daunnya adalah sebagai penambah nafsu makan, obat lemah

    lambung, dan untuk mengusir serangga (Anonim, 2006b). Kenikir telah

    digunakan secara tradisional untuk meningkatkan sirkulasi darah(Shui et al., 2005).

    Hasil penelitian Ragasa et al. (1997), menunjukkan bahwa daun

    kenikir yang diekstrak dengan kloroform memiliki aktivitas antimikroba

    yang baik terhadap penghambatan Staphylococcus aureus, Saccharomyces

    cereviseae, dan Candida albicans. Pada penelitian yang dilakukan oleh

    Shui et al. (2005), dengan menggunakan uji “ free radical spiking” (dengan

    menggunakan instrumen HPLC/MS), diketahui bahwa kenikir memiliki

    aktivitas antioksidan yang sangat tinggi, yaitu setara dengan sekitar 2400

    mg asam askorbat per 100 gram sampel segar. Komponen antioksidan

    utama yang diidentifikasikan merupakan senyawa polar, yaitu golongan

    dari proantosianidin yang berbentuk sebagai dimer hingga heksamer,

    quercetin glikosida, klorogenik, neo-klorogenik, dan asam kripto-

    klorogenik.

    Penelitian mengenai kandungan komponen-komponen quercetin

    dan quercetin glikosida pada ekstrak kenikir dengan metanol, juga

    dilakukan di Malaysia pada bulan Juli 2000. Hasil uji komponen-

    komponen tersebut menunjukkan adanya aktivitas antioksidan setelah

    dilakukan pengujian dengan uji feri tiosianat, uji asam tiobarbiturat, dan

    uji DPPH (Israf et al., 2003).

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    19/140

      6

     

    Gambar 1. Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K.)

    2.  Beluntas ( Pluchea indica Less.)

    Klasifikasi dari beluntas adalah :

    Kingdom : Plantae

    Division : Spermatophyta

    Sub Division : Angiospermae

    Class : Dicotyledone

    Order : Asterales

    Family : Asteraceae

    Genus : Pluchea

    Species : Pluchea indica Less.

    Beluntas merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak, sering

     bercabang banyak, dan memiliki tinggi sekitar 1-2 meter. Tanaman ini

     banyak tumbuh di daerah Jawa bagian pantai Utara. Hingga ketinggian

    kurang lebih 800 meter di atas permukaan laut, tumbuhan ini dapatdigunakan sebagai pagar hidup (Heyne, 1987). Ciri-ciri daunnya adalah

     berbentuk bulat telur, tepi runcing, pangkal tumpul, berbulu halus, panjang

    3.8-6.4 cm, lebar 2-4 cm, pertulangan menyirip, dan memiliki warna hijau

    muda atau hijau (Anonim, 2006i). Tanaman beluntas dapat dilihat seperti

     pada Gambar 2.

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    20/140

      7

    Sayuran beluntas memiliki kandungan saponin, flavonoid,

     polifenol, tanin, asam klorogenik, natrium, kalium, aluminium, kalsium,

    magnesium, dan fosfor (Anonim, 2005a). Anonim (2003b) menambahkan

     bahwa daun dan bunga beluntas mengandung alkali yang bertindak

    sebagai antiseptik. Asam amino (leusin, isoleusin, triptofan, treonin),

    lemak, besi, vitamin A, dan vitamin C, juga terdapat dalam tanaman ini.

    Bagian tanaman beluntas yang biasa dikonsumsi adalah daun

    mudanya. Daun dari tanaman ini memiliki khasiat sebagai obat penurun

     panas, obat batuk, dan penghilang bau keringat (Anonim, 2006 i). Daun

     beluntas juga berguna untuk menambah nafsu makan (stomakik) dan

    membantu pencernaan (Anonim, 2005 b).

    Selain fungsi-fungsi yang telah disebutkan di atas, daun beluntas juga memiliki kemampuan menghilangkan bau mulut, sebagai obat radang

    (inflamasi), sebagai obat oles yang baik untuk mengobati rasa lemas akibat

    diare, dan sebagai bahan ramuan yang berbentuk oles dan bubur. Cairan

    dari daun yang ditumbuk dan dicampur dengan ramuan lain-lain (adas-

     pulasari, bawang merah, kunyit, temulawak, dan kemenyan) merupakan

    obat yang baik untuk penderita diare berdarah (Heyne, 1987). Khasiat

    daun beluntas sebagai obat radang (inflamasi) dan obat diare disebabkan

    karena kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri

    Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Ardiansyah, 2005).

    Ardiansyah (2005), melakukan penelitian terhadap pengujian

    ekstrak etanol daun beluntas sebagai zat antibakteri dan antioksidan.

    Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa daun beluntas

    mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai ekstrak yang berfungsi

    sebagai pengawet makanan, karena kemampuannya untuk menghambat

     pertumbuhan bakteri-bakteri penyebab keracunan makanan dan bakteri

     penyebab kerusakan makanan. Disamping itu juga kemampuannya sebagai

    radical scavenging dapat digunakan sebagai senyawa antioksidan.

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    21/140

      8

    Beluntas memiliki kemampuan lain, yaitu termasuk dalam salah

    satu tanaman yang tergolong dalam kelompok obat kontrasepsi.

    Komponen flavonoid yang terdapat di dalamnya akan menghambat enzim

    aromatase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis konversi androgen

    menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron. Tingginya

    konsentrasi testosteron akan berefek umpan balik negatif ke hipofisis,

    yaitu tidak melepaskan hormon FSH (Folikel Stimulating Hormone) dan

    LH ( Luteinizing Hormone), sehingga akan menghambat spermatogenesis.

    Selain itu, senyawa tanin yang terkandung di dalamnya akan bekerja

    dalam menggumpalkan sperma (Susetyarini dan Wahyuni, 2003).

    Gambar 2. Beluntas (Pluchea indica Less.)

    3.  Mangkokan ( Nothopanax scutellarium)

    Klasifikasi dari mangkokan adalah (Anonim, 2007j) :

    Kingdom : Plantae

    Division : Magnoliophyta

    Class : Magnoliopsida

    Order : Apiales

    Family : Araliaceae

    Genus : Nothopanax

    Species : Nothopanax scutellarium

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    22/140

      9

    Tumbuhan ini sering ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman

     pagar, walaupun dapat ditemukan tumbuh liar di ladang dan tepi sungai.

    Mangkokan menyukai tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau

    sedikit terlindung, dan dapat tumbuh pada ketinggian 1 - 200 meter di atas

     permukaan laut. Tanaman ini merupakan perdu tahunan yang tumbuh

    tegak dengan tinggi 1- 3 m. Batang berkayu, bercabang, bentuknya bulat,

     panjang, dan lurus. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini adalah

     bagian daunnya, yang memiliki ciri-ciri yaitu berdaun tunggal, bertangkai,

    agak tebal, bentuknya bulat berlekuk seperti mangkok, pangkal berbentuk

     jantung, tepi bergerigi, diameter 6-12 cm, pertulangan menyirip, dan

     berwarna hijau tua (Anonim, 2005d). Gambar 3 menunjukkan gambar

    daun mangkokan.Batang dan daun mangkokan mengandung kalsium-oksalat,

     peroksidase, amygdalin, fosfor, besi, lemak, protein, serta vitamin A, B1,

    dan C (Anonim, 2005d). Anonim (2005e) menambahkan bahwa daun

    mangkokan mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol. Pada

    zaman dahulu, daun mangkokan digunakan sebagai tempat darurat

     pengganti mangkok atau piring untuk makan bubur sagu, sehingga

    dinamakan daun mangkok (Heyne, 1987). Daun muda dari tanaman ini

    dapat dimakan sebagai lalap, urapan mentah, atau direbus dan dibuat sayur

    (Anonim, 2005d).

    Di daerah Jawa, bubur daun mangkokan digunakan untuk melumas

    kulit kepala terhadap kerontokan rambut. Di daerah Ternate, daun

    mudanya dimakan dengan cara direbus. Sedangkan daun tuanya oleh para

    wanita Ternate digunakan untuk menyembuhkan payudara yang bernanah

    (daun diremas dengan minyak kelapa dan sedikit curcuma, dipanaskan

    diatas api, lalu dioleskan pada payudara yang bernanah untuk

    menyusutkan pembengkakan dan mengalirkan habis air susu yang

    membusuk) (Heyne, 1987).

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Triguspita et al.

    (2000), daun mangkokan mengandung tanin, polifenol, dan saponin.

    Penelitian ini juga menguji efek analgetika ekstrak metanol dari daun

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    23/140

      10

    mangkokan. Hasil analisis yang diperoleh yaitu pemberian ekstrak dengan

    dosis 400 dan 800 mg/kg BB mencit, menunjukkan efek yang bermakna

    terhadap kontrol. Diduga bahwa senyawa tanin, polifenol, dan flavonoid

    merupakan senyawa aktif analgetika.

    Gambar 3. Mangkokan ( Nothopanax scutellarium)

    4.  Kecombrang ( Nicolaia speciosa Horan)

    Klasifikasi dari kecombrang adalah :

    Kingdom : Plantae

    Division : Spermatophyta

    Sub Division : Angiospermae

    Class : Monocotyledonae

    Order : Zingiberales

    Family : Zingiberaceae

    Genus : Nicolaia

    Species : Nicolaia speciosa Horan

    Kecombrang merupakan tanaman tahunan, berupa semak, dan

    tinggi 1-3 meter. Batangnya semu, tegak, berpelepah, membentuk

    rimpang, dan berwarna hijau. Daun tanaman ini merupakan daun tunggal,

    lanset, memiliki ujung dan pangkal runcing, bertepi rata, pertulangan

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    24/140

      11

    menyirip, panjang 20-30 cm, lebar 5-15 cm, dan berwarna hijau. Bunga

    kecombrang berbentuk bongkol, majemuk, mahkota bertaju, berbulu

     jarang, berwarna merah jambu, dan panjang tangkai bunganya 80-220 cm.

    Bunga ini sering dipakai sebagai penganti buah asam (tamarin) dan

    kadang-kadang dibuat sebagai manisan (Anonim, 2006h). Gambar 4

    menunjukkan tanaman kecombrang, sedangkan Gambar 5 adalah bunga

    kecombrang.

    Kecombrang dapat dimanfaatkan dengan memasak daun muda dan

     bunganya dimakan sebagai teman makan nasi. Di daerah tertentu,

    kecombrang biasa dimasak sebagai sayur lodeh (Anonim, 2003b). Di

    Jawa, bunga kecombrang digunakan sebagai campuran untuk makan urap

    dan pecal. Bunga kecombrang juga sering dimanfaatkan sebagai lalapandan teman sambal (Djuki, 2005). Orang-orang Sunda di daerah Bogor,

    memanfaatkan rimpangnya untuk mendapatkan warna kuning (Heyne,

    1987).

    Bagian tanaman kecombrang yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah bagian bunganya. Bunga kecombrang memiliki kadar air sebesar

    90.23%, dan nilai pH bunga kecombrang adalah 3.89 (Anggraeni, 2007).

    Khasiat dari bunga kecombrang adalah sebagai obat penghilang bau badan

    (sebanyak 100 gram bunga segar, dicuci dan dikukus sampai matang, lalu

    dimakan sebagai sayuran), untuk memperbanyak air susu ibu, dan sebagai

     pembersih darah (Anonim, 2006h). Zat aktif yang terkandung di dalamnya

    yang dapat menghilangkan bau badan adalah saponin, flavonoid, dan

     polifenol (Anonim, 2003b). Kecombrang juga kaya akan vitamin dan

    mineral (Djuki, 2005).

    Kecombrang telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri dan

    antikapang. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang telah

    dilakukan oleh Naufalin (2005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan

     bahwa ekstrak bunga kecombrang dengan etil asetat dan etanol mampu

    menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang pada makanan terutama

     bakteri patogen penyebab penyakit. Sedangkan ekstraksi bunga

    kecombang dari pelarut heksana tidak mampu menghambat mikroba

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    25/140

      12

    makanan. Antibakteri kedua ekstrak ini lebih kuat dibanding anti

    kapangnya. Bila dibandingkan, aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat lebih

    tinggi dari ektraksi etanol. Bunga kecombang hasil ektraksi etil asetat dan

    etanol mampu menekan pertumbuhan Stapyllococcus aures,  Listeria

    monocytogenes,  Bacillus cereus, Salmonella typhimurium,  Escherichia

    coli,  Aeromonas hydrophila, dan Pseudomonas aeruginosa. Diantara

    semua bakteri itu, yang paling sensitif terhadap ekstrak etil asetat dan

    etanol ialah Pseudomonas aeruginosa. Stapyllococcus aureus merupakan

     bakteri yang paling resisten terhadap kedua ekstrak tersebut.

    Aktivitas antibakteri ekstrak bunga kecombrang dipengaruhi oleh

    faktor-faktor seperti pH, NaCl (garam), dan pemanasan. Pada pH asam

    aktivitas anti bakteri ekstrak etil asetat dan etanol bunga kecombrang lebihtinggi dibanding pH basa (8-9). Penambahan NaCl hingga 4% ekstrak etil

    asetat menyebabkan peningkatan aktivitas antibakteri. Namun pada

    konsentrasi NaCl 5% aktivitas antibakteri cenderung menurun. Aktivitas

    antibakteri ini pun masih bertahan pada pemanasan suhu 80°C dan 100°C

    selama 10, 20, 30 menit, serta 121°C selama 10 menit (Naufalin, 2005).

    Ekstrak etil asetat dan etanol bunga kecombrang dapat

    menghambat pertumbuhan miselia kapang Penicillium funiculosum,

     Aspergillus flavus, dan  Rhizopus oligosporus. Kapang  Aspergillus flavus 

    dan Penicillium funiculosum  lebih sensitif terhadap ekstrak etil asetat.

    Sedangkan kapang  Rhizopus oligosporus  lebih resisten terhadap ekstrak

    etil asetat (Naufalin, 2005).

    Ekstrak bunga kecombrang dapat berpotensi sebagai pengawet

     pada mie basah. Penambahan ekstrak kecombrang rebus pada mie mentah

    mampu meningkatkan umur simpan secara nyata sampei 46 jam dan pada

    mie matang sampai 41 jam (lebih lama dari kontrol). Penambahan ekstrak

    kecombrang pada mie matang juga terbukti mampu mengurangi

     pertumbuhan mikroba. Mie matang kontrol dapat memenuhi SNI sampai

     jam ke-40, sedangkan mie matang ekstrak segar sampai jam ke-48, dan

    mie matang ekstrak rebus sampai jam ke-52 (Anggraeni, 2007).

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    26/140

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    27/140

      14

    5.  Kemangi (Ocimum sanctum Linn.)

    Klasifikasi dari kemangi adalah :

    Kingdom : Plantae

    Division : Magnoliophyta

    Class : Magnoliopsida

    Order : Lamiales

    Family : Lamiaceae

    Genus : Ocimum

    Species : Ocimum sanctum Linn. 

    Kemangi merupakan tumbuhan perdu yang bercabang banyak dan

    memiliki tinggi 0.3-1.5 meter. Tanaman kemangi adalah sejenis tumbuhantropis yang terdapat di Malaysia dan Asia lainnya. Kemangi merupakan

    sejenis tanaman herba dan sering ditanam di kawasan sekitar rumah

    (Anonim, 2007f). Tanaman ini tersebar di seluruh Jawa dari dataran

    rendah hingga kurang lebih 600 meter di atas permukaan laut, terutama di

    daerah-daerah dengan musim kemarau yang kuat (Heyne, 1987).

    Bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini adalah daunnya. Daun

    kemangi memiliki ciri-ciri yaitu merupakan daun tunggal, berbentuk bulat

    telur, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, panjang 14-16

    mm, lebar 3-6 mm, memiliki tangkai daun yang panjang (sekitar 1 cm),

    dan berwarna hijau (Anonim, 2005 f). Bentuk daun kemangi dapat dilihat

    seperti pada Gambar 6. Daun kemangi memiliki bau yang sangat khas.

    Menurut Novary (1999) yang dikutip oleh Kharisma (2002), daun kemangi

     banyak mengandung vitamin A dan C, serta mineral P, Ca, dan Fe.

    Komposisi kimia daun kemangi dapat dilihat pada Tabel 1.

    Biasanya tanaman ini digunakan untuk lalapan atau sayuran urap,

    dan merupakan salah satu bahan dan bumbu untuk membuat pepes

    (Anonim, 2007e). Daun kemangi memiliki khasiat sebagai obat penurun

     panas dan memperbaiki pencernaan (Anonim, 2005f). Selain itu, daunnya

     juga bermanfaat untuk melancarkan keluarnya air susu pada wanita

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    28/140

      15

    menyusui. Jika daun kemangi diremas dengan cuka dapat pula berkhasiat

    sebagai obat gosok untuk mengobati encok (Heyne, 1987).

    Daun Ocimum sanctum mengandung saponin, flavonoid, dan tanin.

    Sedangkan bijinya mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol

    (Anonim, 2005f). Zat aktif yang terkandung dalam daun kemangi juga

     berfungsi sebagai antiseptik. Selain itu, daun kemangi juga dapat

     berkhasiat untuk menghilangkan bau badan dan dapat meningkatkan selera

    makan (Anonim, 2003b).

    Tabel 1. Komposisi kimia daun kemangi per 100 gram bagian

    yang dapat dimakan

    Nilai gizi Jumlah

    Kalori (kal) 43

    Protein (g) 3.3

    Lemak (g) 1.2

    Karbohidrat (g) 7.0

    Kalsium (g) 320

    Fosfor (g) 38

    Besi (mg) 4.8

    β-karoten (μg) 4500

    Thiamin (mg) 0.08

    Riboflavin (mg) 0.35

     Niasin (mg) 0.08

    Asam askorbat (mg) 27

    Air (%) 86.5

    Sumber : Leung et al. (1972) yang dikutip oleh Kharisma (2002)

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    29/140

      16

     

    Gambar 6. Kemangi (Ocimum sanctum Linn.)

    6.  Katuk (Sauropus androgynus)

    Klasifikasi dari katuk adalah :

    Kingdom : Plantae

    Division : Magnoliophyta

    Class : Magnoliopsida

    Order : Malpighiales

    Family : Phyllanthaceae

    Tribe : Phyllantheae

    Sub Tribe : Flueggeinae

    Genus : Sauropus

    Species : Sauropus androgynous 

    Katuk merupakan sayuran berdaun yang paling populer di daerah

    Asia Selatan dan Asia Tenggara (Anonim, 2007p). Penyebaran tanaman

    ini berasal dari pulau Jawa (Anonim, 2005i). Tanaman katuk merupakantanaman perdu yang tingginya dapat mencapai hingga 3.5 meter, dengan

    cabang-cabang yang agak lemah dan agak terbagi. Tanaman ini tumbuh

    liar di hutan-hutan dan ladang-ladang. Kondisi tumbuh terbaik untuk

    tanaman katuk adalah di daerah dengan ketinggian 1300 di atas permukaan

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    30/140

      17

    laut (Anonim, 2006f). Di daerah Jawa, tanaman katuk sering ditanam dan

    terdapat di sepanjang jalan pada pagar-pagar (Heyne, 1987).

    Bagian tanaman yang biasa dikonsumsi adalah daunnya. Ciri-ciri

    dari daun katuk adalah daunnya majemuk, bulat telut, ujung runcing,

     pangkal tumpul, tepi rata, panjang 5-6 cm, pertulangan menyirip, dan

     berwarna hijau tua (Anonim, 2007p). Gambar 7 menunjukkan tanaman

    katuk.

    Daun katuk memiliki kandungan kimia yaitu zat protein, lemak,

    kalsium, fosfor, besi, serta vitamin A, B1, dan C (Anonim, 2006f). Selain

    itu, Soedibyo (1998) menambahkan bahwa dalam daun katuk juga

    mengandung senyawa steroid dan polifenol. Komposisi kimia daun katuk

    dapat dilihat pada Tabel 2. Penelitian-penelitian terdahulu telahmembuktikan bahwa khasiat dari daun katuk salah satunya adalah dapat

    meningkatkan produksi ASI (Soedibyo, 1998). Peningkatan produksi ASI

    ini diduga karena adanya efek hormonal dari kandungan kimia sterol pada

    daun katuk yang bersifat estrogenik (Anonim, 2004).

    Anonim (2006 f) dan Soedibyo (1998) menyebutkan bahwa khasiat

    daun katuk selain untuk meningkatkan produksi ASI adalah dapat

     berkhasiat juga sebagai antipiretik atau obat penurun demam. Fungsi lain

    dari daun katuk adalah sebagai pewarna. Bila daunnya diremas-remas

    dengan tangan dapat memberikan warna hijau pada beberapa makanan

    (Heyne, 1987).

    Hasil analisis GC-MS pada ekstrak heksana daun katuk

    menunjukkan adanya beberapa senyawa alifatik. Pada ekstrak eter terdapat

    komponen utama yang meliputi : monometil suksinat, asam benzoat dan

    asam 2-fenilmalonat; serta komponen minor meliputi : terbutol, 2-

     propagiloksan, 4H-piran-4-on, 2-metoksi-6-metil, 3-peten-2-on,

    3-(2-furanil), dan asam palmitat. Pada ekstrak etil asetat terdapat

    komponen utama yang meliputi: sis-2-metil-siklopentanol asetat.

    Kandungan daun katuk meliputi protein, lemak, kalsium, fosfor, besi,

    vitamin A, B, dan C. Pirolidinon, dan metil piroglutamat serta

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    31/140

      18

     p-dodesilfenol sebagai komponen minor. Pada penelitian terdahulu telah

    disebutkan bahwa daun katuk juga mengandung efedrin (Anonim, 2004).

    Tabel 2. Komposisi kimia daun katuk per 100 gram bagian yang

    dapat dimakan

    Nilai gizi Jumlah

    Kalori (kal) 59

    Protein (g) 4.8

    Lemak (g) 1.0

    Karbohidrat (g) 11.0

    Kalsium (g) 204

    Fosfor (g) 83

    Besi (mg) 2.7

    β-karoten (μg) 10370

    Thiamin (mg) 0.10

    Asam askorbat (mg) 239

    Air (%) 81.0

    Sumber : Departemen Kesehatan RI (1981) yang dikutip oleh

    Muchtadi (2000)

    Gambar 7. Katuk (Sauropus androgynus)

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    32/140

      19

    7.  Kedondong Cina ( Polyscias pinnata)

    Klasifikasi dari kedondong cina adalah (Anonim, 2007l):

    Kingdom : Plantae

    Division : Magnoliophyta

    Class : Magnoliopsida

    Order : Apiales

    Family : Araliaceae

    Sub Family : Aralioideae

    Genus : Polyscias

    Species : Polyscias pinnata

    Genus tanaman Polyscias merupakan tanaman semak dan pohonyang merupakan tanaman asli dari kawasan tropis Asia, Selandia Baru,

    dan Kepulauan Pasifik. Tumbuhan ini banyak digunakan sebagai tanaman

    hias di rumah pada daerah yang beriklim dingin, dan sebagai tanaman

     pagar di daerah yang beriklim tropis, seperti Indonesia (Anonim, 2007m).

    Tanaman kedondong cina merupakan tanaman yang tumbuh secara

     berkelompok. Tinggi tanamannya sekitar 90 cm. Ciri-ciri daunnya (seperti

    dapat dilihat pada Gambar 8) antara lain, ujung runcing, pangkal tumpul,

    tepinya bergerigi, dan berwarna hijau muda. Penyebaran tanaman

    kedondong cina berasal dari pulau Jawa (Anonim, 2005i).

    Gambar 8. Kedondong cina (Polyscias pinnata)

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    33/140

      20

    8.  Antanan (Centella asiatica)

    Klasifikasi dari antanan adalah :

    Kingdom : Plantae

    Division : Magnoliophyta

    Class : Magnoliopsida

    Order : Apiales

    Family : Apiaceae

    Genus : Centella

    Species : Centella asiatica

    Antanan adalah tanaman herba tahunan yang kecil dari famili

    Apiaceae. Tanaman ini merupakan tanaman asli dari Australia, kepulauanPasifik, New Guinea, Malanesia, Malesia, dan Asia. Jenis-jenis antanan

    yang terdapat di Malaysia adalah antanan Cina atau antanan nyonya yang

     berdaun kecil, antanan daun lebar, antanan kelantan, antanan renek,

    antanan salad, antanan gajah, dan antanan Brunei. Di Indonesia, jenis-jenis

    antanan yang ada adalah antanan, antanan daun kaki kuda, antanan

    tikusan, dan antanan pani gowang (Anonim, 2007k).

    Antanan adalah tanaman kosmopolit di negara tropis. Di Jawa,

    terutama di bagian barat dari pulau ini, antanan dapat tumbuh dari dataran

    rendah hingga kurang lebih 2500 meter di atas permukaan laut. Tanaman

    ini seringkali tumbuh secara berkelompok dalam jumlah yang besar dan

     pada tempat-tempat yang agak rindang dan lembab (Heyne, 1987).

    Tanaman antanan dapat dilihat seperti pada Gambar 9.

    Tanaman antanan kaya akan berbagai zat makanan, seperti protein,

    zat besi, vitanim A, dan vitamin C. Antanan digunakan sebagai tanaman

    obat-obatan dalam pengobatan tradisional Cina (Anonim, 2007a). Bagian

    yang dikonsumsi dari tanaman antanan adalah seluruh bagiannya. Daun

    Centella asiatica mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol

    (Anonim, 2005c). Antanan merupakan herba menjalar, dengan ciri-ciri

    daun tunggal, tersusun dalam roset akar, dua sampai sepuluh, berbentuk

    ginjal, tepi bergerigi, dan berwarna hijau. Batang antanan memiliki ciri-

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    34/140

      21

    ciri kecil, tipis, berupa stolon, berwarna hijau sampai hijau kemerah-

    merahan, dan saling terkait antar tanaman (Soedibyo, 1998).

    Antanan jika dikonsumsi sebagai salad, dapat membantu menjaga

    supaya terlihat lebih awet muda. Jika antanan dibuat jus, dapat mengurangi

    tekanan darah tinggi dan dapat juga digunakan sebagai minuman tonikum

    untuk menjaga kesehatan agar tetap prima. Antanan juga memiliki khasiat

    untuk menyembuhkan luka yang terbuka (Anonim, 2007a). Tanaman ini

     juga mengandung tanin yang kemungkinan dapat membantu mengatasi

    radang usus dan sakit perut. Selain itu antanan bersifat manis,

    mendinginkan, membersihkan darah, dan melancarkan peredaran darah

    (Anonim, 2005g).

    Menurut Heyne (1987), seduhan antanan memiliki khasiat sebagaiobat pembersih darah, hermoroida, penyakit hati, batuk kering, radang

    cabang tenggorok, asma, radang usus, batu ginjal, dan sebagai obat kumur

     pada penyakit seperti sariawan. Antanan yang diremas-remas jika

    dioleskan pada radang kulit yang basah akan memberikan pengobatan

    yang cukup baik.

    Gambar 9. Antanan (Centella asiatica)

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    35/140

      22

    9.  Pohpohan ( Pilea trinervia)

    Klasifikasi dari pohpohan adalah (Anonim, 2007h):

    Kingdom : Plantae

    Division : Magnoliophyta

    Class : Magnoliopsida

    Order : Rosales

    Family : Urticaceae

    Genus : Pilea

    Species : Pilea trinervia

    Pohpohan merupakan salah satu tumbuhan yang penyebarannya

     berasal dari Jawa (Anonim, 2005i). Tanaman ini tumbuh secara umum di pegunungan dengan tinggi pohonnya sekitar dua meter. Bagian yang

    dikonsumsi dari pohpohan adalah daunnya. Daun tanaman pohpohan

    memiliki tekstur yang sangat lunak, berbau harum, dan dimakan sebagai

    lalap (Heyne, 1987). Gambar 10 menunjukkan tanaman pohpohan.

    Gambar 10. Pohpohan (Pilea trinervia)

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    36/140

      23

    10. Daun ginseng (Talinum paniculatum)

    Klasifikasi dari daun ginseng adalah :

    Kingdom : Plantae

    Division : Magnoliophyta

    Class : Magnoliopsida

    Order : Caryophyllales

    Family : Portulacaceae

    Genus : Talinum

    Species : Talinum paniculatum

    Daun ginseng (Talinum paniculatum) dikenal juga dengan nama

    kolesom Jawa. Daun ginseng merupakan tanaman herba menahun yangtumbuhnya semi menjalar dengan tinggi sekitar 30 - 60 cm, dengan batang

     bercabang di bagian bawah dan pangkalnya mengeras. Tumbuhan ini

     berasal dari Amerika tropis. Di Jawa tumbuh pada ketinggian 5 - 1250

    meter di atas permukaan laut (Anonim, 2003a). Di Jawa Barat, tanaman ini

     banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias (Heyne, 1987).

    Tanaman ini sangat mudah dikembangbiakan, baik dengan biji

    maupun setek batang. Kolesom Jawa ditanam sebagai tanaman hias atau

    tanaman obat, kadang ditemukan tumbuh liar. Akarnya berdaging tebal,

     biasa digunakan sebagai pengganti kolesom. Daun dari tanaman ini

    merupakan daun tunggal, letaknya berhadapan, bertangkai pendek,

     berbentuk bulat telur sungsang, tepi rata, ujung dan pangkalnya runcing,

     panjang 3 - 10 cm, lebar 1,5 - 5 cm, dan berwarna hijau mengkilat.

    Bunganya majemuk dengan kelopak berwarna pink (Sutomo, 2006 dan

    Anonim, 2003a). Daun dan bunga kolesom jawa dapat dilihat seperti pada

    Gambar 11.

    Semua bagian tanaman ini bisa dimakan, mulai dari akar hingga

    daunnya. Biasanya akarnya yang menggembung menyerupai akar ginseng

    di keringkan sebagai ramuan obat. Daunnya biasa dijual sebagai sayuran.

    Daun kolesom/ginseng sangat cocok ditumis, dibuat cah (dimasak dengan

    sedikit air) atau sebagai campuran sayur bening atau sup. Rasanya lezat

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    37/140

      24

    dengan tekstur lembut dan sedikit berlendir. Mengolah sayuran ini harus

    menggunakan api besar dan cepat karena warnanya akan berubah menjadi

    kehitaman jika terlalu lama dimasak (Sutomo, 2006).

    Belum ada penelitian tentang manfaat kolesom, namun secara

    turun temurun akar dan daunnya dipercaya dapat meningkatkan stamina

    tubuh. Sejauh ini baru diketahui bahwa di dalam akar kolesom

    mengandung zat aktif seperti saponin, flavonoid dan tanin. Bagian

    daunnya mengandung vitamin A yang cukup tinggi, serat dan beragam

    mineral penting lainnya (Sutomo, 2006).

    Gambar 11. Daun ginseng (Talinum paniculatum)

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    38/140

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    39/140

      26

    mengandung vitamin (terutama vitamin C dan beberapa vitamin B, serta

    karotenoid) dan mineral yang dibutuhkan tubuh, seperti magnesium,

    kalsium, kalium, dan besi. Selain itu, di dalam tanaman ini juga terdapat

    dua tipe pigmen betalain alkaloid, yaitu pigmen betasianin yang kemerah-

    merahan (dapat terlihat pada warna batangnya) dan pigmen kuning

     betasantin (terlihat jelas pada bunganya dan tersamar pada daunnya).

    Kedua pigmen ini memiliki potensi sebagai antioksidan dan antimutagenik

    (Anonim, 2007n). Tanaman krokot juga mengandung saponin dan

    flavonoid (Anonim, 2005h).

    Gambar 12. Krokot (Portulaca oleracea)

    B. FLAVONOID

    Flavonoid terdistribusi secara luas pada tanaman, yang memiliki

     berbagai fungsi, termasuk berperan dalam memproduksi pigmen berwarna

    kuning, merah, atau biru pada bunga, dan sebagai penangkal terhadap

    mikroba dan insekta (Anonim, 2007b). Flavonoid memiliki kontribusi yang penting dalam kesehatan manusia. Menurut Markham (1989) yang dikutip

    oleh Hertog et al. (a) (1992), disarankan agar setiap harinya manusia

    mengkonsumsi beberapa gram flavonoid. Flavonoid memiliki ikatan

    difenilpropana (C6-C3-C6) yang diketahui sebagai antimutagenik dan

    antikarsinogenik. Selain itu, senyawa ini juga memiliki sifat sebagai

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    40/140

      27

    antioksidan, anti-peradangan, anti-alergi, dan dapat menghambat oksidasi dari

    LDL ( Low Density Lipoprotein) (Anonim, 2006d).

    Berdasarkan tatanama menurut IUPAC, flavonoid dapat

    diklasifikasikan kedalam (Anonim, 2007b):

    1. 

    Flavonoids, merupakan turunan dari struktur 2-phenylchromen-4-one

    (2-phenyl-1,4-benzopyrone);

    2. 

     Isoflavonoids, merupakan turunan dari struktur 3-phenylchromen-4-one

    (3-phenyl-1,4-benzopyrone);

    3.   Neoflavonoids, merupakan turunan dari struktur 4-phenylcoumarine

    (4-phenyl-1,2-benzopyrone).

    Jenis utama flavonoid adalah antosianidin, flavonol, flavone,

    flavanol, flavonone, dan isoflavon (Spencer et al., 2003). Flavonol dan flavonemerupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua pigmen tumbuhan

    kuning (Robinson, 1995). Flavonol dan flavone yang terdapat dalam tanaman,

     biasanya dalam bentuk O-glikosida. Perbedaan yang paling utama antara

    flavonol dan flavone yaitu pada flavonol terdapat gugus hidroksi pada C3.

    Kedua senyawa ini banyak terdapat pada bagian daun dan bagian luar dari

    tanaman, dan hanya sedikit sekali yang ditemukan pada bagian tanaman yang

     berada di bawah permukaan tanah (Hertog et al. (a), 1992). Perbedaan antara

    kedua senyawa ini dapat dilihat secara lebih jelas pada Gambar 13.

    Gambar 13. Struktur kimia flavonol dan flavone yang diidentifikasi

    Senyawa R1 R2 R3

    Flavonol yang diidentifikasi

    Myricetin OH OH OH

    Quercetin OH OH H

    Kaempferol OH H H

    Flavone yang diidentifikasi

    Luteolin H OH H

    Apigenin H H H

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    41/140

      28

    Dibandingkan dengan jenis flavonoid lain, jenis flavonol dan flavone

    merupakan dua dari jenis flavonoid yang paling banyak terdapat dalam

    tanaman sayur-sayuran (Robinson, 1995). Oleh karena itulah, pada penelitian

    ini, dilakukan identifikasi pada kedua jenis flavonoid tersebut. Selain karena

    alasan jumlah yang mayoritas, berdasarkan penelitian-penelitian yang telah

    dilakukan, kedua jenis flavonoid ini memiliki kemampuan yang baik,antara

    lain sebagai antioksidan.

    Flavonol terdiri atas quercetin; yang umumnya merupakan

    komponen terbanyak dalam tanaman, kaempferol, dan myricetin. Flavone;

    yang terdiri atas apigenin dan luteolin, hanya ditemukan pada bahan pangan

    tertentu, contohnya seledri, lada (hanya luteolin), dan peterseli (hanya

    apigenin) (Lee, 2000). Dalam sayuran, quercertin glikosida merupakankomponen yang paling menonjol. Namun, terdapat pula glikosida dari

    kaempferol, luteolin, dan apigenin (Hertog et al. (a), 1992).

    Flavonoid memiliki efek biologis dalam sistem sel mamalia yang

     berperan dalam kesehatan manusia. Beberapa flavonoid, terutama quercetin,

    merupakan antioksidan yang kuat. Sifat antioksidan dari quercetin

    meningkatkan kemungkinan untuk mengkonsumsi senyawa ini dan substansi

    yang terkait di dalamnya dapat mengurangi risiko kanker, penyakit jantung,

    dan stroke  pada manusia (Anonim, 2006c). Senyawa quercetin merupakan

    golongan flavonol yang paling banyak terdapat dalam tanaman dan

    merupakan senyawa yang paling aktif dibandingkan senyawa lain dari

    golongan flavonol (Fuhrman dan Aviram, 2002). Banyak tanaman obat

    menunjukkan khasiatnya yang baik seiring dengan tingginya kandungan

    quercetin. Quercetin juga telah terbukti memiliki aktivitas sebagai anti

     peradangan, karena langsung menghambat penyebab utama dari proses

     peradangan tersebut (Anonim, 2007o).

    Kemampuan quercetin sebagai zat anti tumor juga luar biasa. Selain

    itu, quercetin juga memiliki pengaruh yang positif dalam membantu untuk

    mencegah kanker, prostatitis, gangguan jantung, katarak, dan gangguan

     pernafasan, seperti bronkitis dan asma (Anonim, 2007o). Quercetin mampu

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    42/140

      29

    menghambat oksidasi LDL dengan cara mengkelat ion tembaga, yang dapat

    menginduksi oksidasi dari LDL (Aviram dan Fuhrman, 2003).

    Senyawa lain dari golongan flavonol yang memiliki peran penting

     pula adalah kaempferol. Senyawa kaempferol berbentuk padatan berwarna

    kuning, dengan titik leleh 276-278°C. Senyawa ini hanya sedikit larut dalam

    air, namun larut dalam etanol panas, metanol, dan dietil eter. Konsumsi

    kaempferol dalam teh dan brokoli menunjukkan adanya hubungan dengan

     penurunan risiko terhadap kanker dan gangguan jantung (Anonim, 2007d).

    Selain itu, kaempferol juga mampu menghambat oksidasi LDL dengan cara

    mengkelat ion tembaga, yang dapat menginduksi oksidasi dari LDL. Namun

    aktivitas dari kaempferol ini tidak seefektif seperti pada luteolin dan quercetin

    (Aviram dan Fuhrman, 2003).Myricetin merupakan senyawa yang paling sedikit dijumpai di

    tanaman dibandingkan senyawa lain dari golongan flavonol. Namun demikian,

    myricetin juga memiliki khasiat sebagai antioksidan. Menurut Knekt et al.

    (2002) yang dikutip oleh Anonim (2006g), hasil studi in vitro menunjukkan

     bahwa dengan konsentrasi myricetin yang tinggi dapat memodifikasi

     penyerapan kolesterol LDL oleh sel darah putih menjadi lebih cepat. Selain

    itu, studi dari Finlandia juga menyatakan bahwa dengan tingginya konsumsi

    myricetin dapat menurunkan kemungkinan terkena kanker prostat.

    Salah satu senyawa golongan flavone yang diteliti pada penelitian ini

    adalah luteolin. Senyawa luteolin memiliki peran yang penting dalam tubuh

    manusia sebagai antioksidan, penangkap radikal bebas, zat pencegah terhadap

     peradangan, promotor dalam metabolisme karbohidrat, dan sebagai pengatur

    sistem imun. Berdasarkan karakteristik-karakteristik tersebut, luteolin juga

    dipercaya dapat memainkan peran yang penting dalam pencegahan terhadap

    kanker. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa luteolin sebagai zat

     biokimia dapat secara drastis menurunkan gejala infeksi dan peradangan

    (Anonim, 2007g). Selain itu, luteolin juga mampu menghambat oksidasi LDL

    dengan cara mengkelat ion tembaga, yang dapat menginduksi oksidasi dari

    LDL (Aviram dan Fuhrman, 2003).

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    43/140

      30

    Apigenin adalah senyawa lainnya dari golongan flavone yang akan

    diidentifikasi pada penelitian ini. Apigenin merupakan aglikon dari apiin,

    yang diisolasi dari daun tanaman peterseli dan seledri. Senyawa ini berbentuk

     padatan dan berwarna kuning, dan sering digunakan untuk pencelupan bulu

    domba (Anonim, 2006a). Senyawa apigenin memiliki kemampuan antara lain

    sebagai zat anti peradangan, antibakteri, dan untuk mengatasi permasalahan

    lambung (Cadenas dan Packer, 2002).

    C. IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID

     High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan alat

    yang penting dalam kimia analitik. HPLC memiliki kemampuan untuk

    memisahkan, mengidentifikasi, dan menghitung jumlah komponen yangterdapat dalam sampel apapun yang dapat dilarutkan dalam air. Dengan

    kemampuannya yang seperti ini, maka jumlah suatu komponen yang sangat

    sedikit pun (dalam  part per trillion) dapat ditentukan secara mudah. HPLC

    dapat diaplikasikan untuk sampel apapun, seperti dalam bidang farmasi,

     pangan, nutraceuticals, kosmetik, lingkungan, forensik, dan industri kimia

    (Anonim, 2006e).

    Komponen utama dari sistem HPLC adalah pompa (tekanan tetap

    dan volume tetap), penginjeksi, kolom (eksternal dan internal), detektor, dan

    rekorder atau sistem data yang terintegrasi (Rounds dan Gregor, 2003).

    Parameter-parameter yang akan mempengaruhi sistem kerja pada HPLC

    antara lain adalah diameter dalam dari kolom HPLC, ukuran partikel, ukuran

    lubang pada fase diam, dan tekanan pompa (Anonim, 2007c).

    Menurut (Rounds dan Gregor, 2003), terdapat lima tipe HPLC yaitu

     Normal phase chromatography, reversed phase chromatography, Ion-

    exchange chromatography, size-exclusion chromatography, dan  affinity

    chromatography. Pada penelitian ini, tipe HPLC yang digunakan adalah

    reversed phase chromatography  (RP-HPLC). Fase diam dari HPLC jenis ini

    adalah senyawa nonpolar, sedangkan fase geraknya polar. Karena hal

    tersebutlah maka komponen yang akan keluar terlebih dahulu adalah

    komponen yang polar dibandingkan yang nonpolar.

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    44/140

      31

    Lebih dari 70% teknik pemisahan dengan metode HPLC

    menggunakan tipe reversed phase. Beberapa contoh teknik pemisahan yang

    menggunakan metode RP-HPLC adalah analisis protein dari tanaman, protein

    dari biji-bijian, analisis vitamin larut air dan larut lemak, pemisahan

    karbohidrat, dan penentuan unsur-unsur pokok dari minuman ringan. Reversed

     phase HPLC dengan metode deteksi yang sangat bervariasi, digunakan untuk

    menganalisis lemak (Rounds dan Gregor, 2003).

    Antioksidan, seperti butylated hydroxyanisole  (BHA) dan butylated

    hydroxytoluene  (BHT), dapat diekstrak dari bahan pangan kering dan

    dianalisis dengan menggunakan detektor UV dan fluoresens secara

     bersamaan. Bahan pangan basah, pigmen (seperti klorofil, karotenoid, dan

    antosianin), dan komponen fenolik (seperti vanili), dapat pula dianalisisdengan mengunakan metode RP-HPLC (Rounds dan Gregor, 2003).

    Kolom reversed phase chromatography  lebih sulit untuk rusak

    dibandingkan dengan kolom silika normal. Hal ini dikarenakan kolom RP-

    HPLC terdiri atas alkil turunan silika dan tidak pernah digunakan dengan

    larutan basa (karena larutan basa akan menghancurkan ikatan silika). Kolom

    RP-HPLC dapat digunakan dengan larutan asam tetapi tidak boleh kontak

    terlalu lama karena asam dapat menimbulkan korosi pada logam yang ada

    dalam peralatan HPLC. Kandungan logam pada kolom HPLC harus dijaga

    agar tetap rendah supaya dapat memberikan hasil terbaik pada pemisahan

    komponen. Salah satu cara untuk mengetahui kandungan logam di dalam

    kolom HPLC adalah dengan menginjeksikan campuran dari 2,2’- dan

    4,4’-bipiridin. Bila terdapat ion logam di permukaan silika, maka senyawa

    2,2’-bipiridin akan mengkelat logam tersebut dan  peak   dari senyawa yang

    akan diidentifikasi menjadi tidak teratur sehingga dapat memberikan hasil

    yang tidak sesuai (Anonim, 2007c).

    Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendeteksi komponen

    fenolik dalam bahan pangan dengan menggunakan metode HPLC. Komponen

    fenolik merupakan senyawa aromatik, oleh karena itu, senyawa tersebut akan

    memberikan penyerapan yang baik pada panjang gelombang sinar UV.

    Flavonoid, yang merupakan bagian sari senyawa fenolik, memiliki serapan

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    45/140

      32

     pada panjang gelombang antara 240 dan 270 nm, dan antara 320 dan 380 nm.

    Untuk itulah, pada deteksi komponen fenolik, detektor yang digunakan pada

    komponen HPLC adalah detektor UV atau UV-Vis (Lee, 2000).

    Fase gerak yang biasa digunakan dalam identifikasi senyawa fenolik

    dengan HPLC adalah metanol, acetonitril, dan tetrahidrofuran. Penggunaan

    tetrahidrofuran sebagai fase gerak dalam sistem HPLC, memberikan hasil

     pemisahan yang terbaik; diikuti oleh acetonitril, dan yang terakhir metanol.

     Namun, pada identifikasi senyawa flavonoid, fase gerak yang biasa digunakan

    adalah metanol dan acetonitril. Tetrahidrofuran akan memberikan hasil yang

    sangat signifikan berbeda bila digunakan untuk mengidentifikasi asam sinamat

    dalam jus jeruk (Lee, 2000).

    Analisis flavonoid pada buah berry  (raspberry  merah, blueberry,cranberry, dan blackberry) telah banyak dilakukan (Rommel dan Wrolstad,

    1993 dan Tandjung et al., 1994 yang dikutip oleh Lee, 2000). Senyawa

    flavonol aglikon (quercetin, myricetin, dan kaempferol) dapat dipisahkan

    dengan menggunakan fase gerak campuran antara acetonitril dan 1% asam

    asetat dalam air. Kolom yang digunakan adalah Partisil 5 ODS-3 column (250

    x 4.6-mm ID), dengan laju aliran 1ml/menit. Deteksi flavonol dilakukan pada

     panjang gelombang UV 360 nm.

    Analisis flavonoid pada sayuran seperti yang dikemukakan oleh

    Hertog et al. (a) (1992) banyak diadopsi oleh para peneliti-peneliti lain (Lee,

    2000). Identifikasi flavonoid pada sayuran dilakukan dengan menggunakan

    fase gerak 25% acetonitril dalam buffer fosfat 0.025 M. Laju alirannya adalah

    0.9 ml/menit. Sampel yang akan diidentifikasi akan melewati kolom Nova-

    Pak C18, yang memiliki dimensi (150 x 3.9-mm ID). Detektor yang

    digunakan yaitu Linear Model 204 UV-Vis detector  (Hertog et al. (a) (1992).

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    46/140

      33

     III. BAHAN DAN METODE

    A.  BAHAN DAN ALAT

    1.  Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan

    untuk membuat larutan standar, bahan untuk membuat ekstrak sayuran dan

     bahan untuk analisis. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan

    larutan standar adalah standar myricetin, luteolin, quercetin, apigenin, dan

    kaempferol; yang diperoleh dari Sigma Aldrich, melalui perantara PT.

    Intralab Ekatama, Bogor; metanol 62.5%, HCl 6M, dan TBHQ (Tertiary

     Butyl Hydroquinone). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan

    ekstrak sayuran adalah daun kenikir (Cosmos caudatus  H.B.K.), daun beluntas (Pluchea indica  Less.), daun mangkokan ( Nothopanax

    scutellarium), bunga kecombrang ( Nicolaia speciosa  Horan), daun

    kemangi (Ocimum sanctum), daun katuk (Sauropus androgynus), daun

    kedondong Cina (Polyscias pinnata), seluruh bagian antanan (Centella

    asiatica), daun pohpohan (Pilea trinervia), daun dari tanaman daun

    ginseng (Talinum paniculatum) , dan daun dan batang krokot (Portulaca

    oleracea); yang diperoleh dari pasar lokal yang berada di daerah Bogor;

    metanol 62.5%, HCl 6M, dan TBHQ. Bahan-bahan yang digunakan untuk

    analisis adalah acetonitril, KH2PO4, water chromatography, Folin

    Ciocalteu, Na2CO3, dan etanol 95%.

    2.  Alat

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk

    membuat larutan standar, alat untuk membuat ekstrak sayuran, dan alat

    untuk analisis. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan larutan standar

    adalah labu takar, gelas ukur, pipet mohr, pipet tetes, dan spatula. Alat-alat

    yang digunakan dalam pembuatan ekstrak sayuran adalah  freezer, freeze

    dryer , alat refluks, neraca analitik, blender kering, labu takar, gelas piala,

    gelas ukur, pipet mohr, pipet tetes, spatula, baskom, dan pisau. Alat-alat

    yang digunakan untuk analisis adalah  High Performance Liquid

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    47/140

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    48/140

      35

    diindikasikan dari warna daun yang lebih hijau muda bila dibandingkan

    dengan daun pada bagian yang lainnya. Bagian tanaman krokot yang

    digunakan adalah daun dan batangnya, sedangkan bagian tanaman antanan

    yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh bagiannya. Bunga

    kecombrang yang digunakan adalah bunga kecombrang yang telah mekar.

    Pemilihan bagian-bagian tanaman tersebut didasarkan pada bagian-bagian

    yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat.

    Sayuran-sayuran indigenous  tersebut yang diperoleh dari pasar

    lokal yang berada di daerah Bogor, pertama-tama dicuci sampai bersih,

    kemudian ditiriskan. Setelah itu sayuran dibekukan di dalam  freezer  

    selama satu malam untuk memudahkan proses pengeringan vakum. Waktu

     pengeringan dengan  freeze  dryer   dapat berlangsung selama satu sampaidua hari tergantung dari banyaknya sampel. Setelah sampel kering,

    dilakukan penghancuran menggunakan blender kering untuk mendapatkan

     bubuk sampel berukuran kurang lebih 30 mesh. Sampel yang telah

    diblender kemudian disimpan dalam  freezer   dan siap untuk digunakan

    dalam ekstraksi. Tahap persiapan sampel secara ringkas dapat dilihat pada

    Gambar 14.

    2.  Analisis Kadar Air (AOAC, 1984)

    Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya

    air yang terdapat di dalam suatu bahan pangan. Analisis kadar air

    dilakukan pada sampel sayuran segar (awal) dan pada sampel sayuran

    setelah  freeze drying. Penentuan kadar air ini dilakukan dengan

    menggunakan metode pengeringan dengan oven biasa. Prinsip dari metode

    ini adalah air dikeluarkan dari sampel dengan cara menguapkan air yang

    terdapat dalam bahan pangan.

    Persiapan yang perlu dilakukan adalah cawan aluminium yang

    akan digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C

    selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit.

    Lalu cawan ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Sampel

    ditimbang sebanyak kurang lebih 5 gram kemudian dikeringkan dalam

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    49/140

      36

    oven selama kurang lebih 6 jam. Setelah itu, didinginkan dalam desikator

    kemudian ditimbang. Contoh kembali dikeringkan dalam oven selama 30

    menit lalu ditimbang kembali. Perlakuan terakhir ini diulangi terus hingga

    diperoleh berat sampel kering yang relatif konstan (berat dianggap konstan

     jika selisih berat sampel kering yang ditimbang ≤0,0003 gram).

    W – ( W1 – W2 )

    Kadar air (%) = x 100 %

    W

    W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)

    W1 = bobot (contoh + cawan) sesudah dikeringkan (g)

    W2 = bobot cawan kosong (g)

    3.  Analisis Total Fenol (Shetty et al., 1995 yang dikutip oleh Ishartani,

    2004)

    Penentuan total fenol bertujuan mengetahui kandungan senyawa

    fenol pada sampel. Sampel kering beku bubuk mula-mula diambil

    sebanyak 50.0 mg dan dilarutkan dalam 2.5 ml etanol 95%, kemudian

    divorteks. Setelah itu dilakukan sentrifuse terhadap campuran tersebut

    selama 5 menit dengan kecepatan putaran 4000 rpm. Supernatan diambil

    sebanyak 0.5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian

    ditambahkan 0.50 ml etanol 95%, 2.5 ml aquadest, dan 2.5 ml reagen

    Folin Ciocalteu 50%. Campuran tersebut didiamkan dahulu selama

    5 menit, lalu ditambahkan 0.5 ml Na2CO3 5% dan divorteks. Setelah itu,

    sampel disimpan dalam ruang gelap selama satu jam, lalu dilakukan

     pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm.

    Prosedur penetuan total fenol dapat dilihat secara ringkas pada Gambar 15.

    Standar yang digunakan dalam penentuan total fenol adalah asam

    galat. Standar asam galat dibuat dengan variasi konsentrasi antara

    50-250 mg/L.

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    50/140

      37

    4.  Ekstraksi Senyawa Flavonoid dari Sayuran Indigenous (Hertog et al.

    (a), 1992)

    Tahap ekstraksi sampel diawali dengan pelarutan sebanyak 0.500

    atau 1.000 gram sampel kering beku ke dalam 40 ml metanol 62,5% dan

    2 g/L TBHQ sebagai antioksidan. Kemudian ditambahkan 10 ml HCl 6M

    lalu direfluks selama satu jam pada suhu 50°C. Tujuan penambahan asam

    ini adalah untuk menjaga komponen agar tidak terdegradasi dan

     perefluksan untuk hidrolisis asam guna memotong gula. Gula yang

    menempel pada flavonoid dapat mengganggu pemisahan komponen,

    sehingga ikatan tersebut perlu dipotong. Setelah didinginkan ditambahkan

    kembali metanol sampai volume larutan menjadi 100 ml. Sebanyak dua

    mililiter larutan disaring dengan  filter   syringe  berdiameter 0.45 µm, dansampel tersebut telah siap untuk diinjeksikan ke kolom HPLC. Gambar 16

    menunjukkan secara ringkas proses pembuatan ekstrak sampel.

    5.  Analisis Flavonoid dengan HPLC

    a. 

    Pembuatan larutan standar (Hertog et al. (a), 1992)

    Sebanyak 1.5 mg standar yang tersedia dilarutkan dalam 3 ml

    metanol 62.5%, sehingga diperoleh standar stock   dengan konsentrasi

    500 µg/ml. Setelah itu, 2.5 ml dari standar stock  dilarutkan dalam 20

    ml metanol 62.5% dan 2 g/L TBHQ. Kemudian dicampurkan dengan 5

    ml HCl 6M untuk menjaga kondisi asamnya supaya komponen

    flavonoid tersebut tidak terdegradasi. Penambahan metanol dilakukan

    hingga volume mencapai 50 ml, sehingga konsentrasi yang diperoleh

    adalah 25 µg/ml. Larutan standar yang digunakan dalam penelitian ini

    terdiri atas lima konsentrasi, yaitu 0.5, 2.5, 10, 20, dan 25 µg/ml.

    Pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 0.5, 2.5, 10, dan 20

    µg/ml dilakukan dengan melakukan pengenceran dari larutan standar

    yang memiliki konsentrasi 25µg/ml. Proses pembuatan larutan standar

    yang dibutuhkan pada penelitian ini dapat dilihat secara ringkas pada

    Gambar 17. Larutan standar campuran dibuat dengan mencampur

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    51/140

      38

    kelima standar yang ada, dimana konsentrasi apigenin dibuat menjadi

    dua kali konsentrasi standar lainnya.

     b.  Injeksi larutan standar ke kolom HPLC (Hertog et al. (a), 1992)

    Larutan standar dengan berbagai konsentrasi tersebut

    diinjeksikan ke kolom HPLC C-18  phase; Develosil ODS-UG-3 yang

    memiliki dimensi panjang 75 mm dan diameter dalam 4.6 mm. Fase

    gerak yang digunakan adalah 25 % acetonitril di dalam KH2PO4 

    0.025 M, dengan laju aliran 0,9 ml/menit. Diinjeksikan pula larutan

    standar campuran pada berbagai konsentrasi.

    c.  Pembuatan kurva standar

    Hasil dari kromatogram standar pada berbagai konsentrasi

    tersebut kemudian dimasukkan ke dalam satu grafik. Dari data-datamasing-masing, dibuat persamaan garis yang akan digunakan pada

     perhitungan Limit of Detection masing-masing standar. Dari data-data

    kromatogram standar campuran, dibuat persamaan garis yang

    digunakan pada perhitungan kandungan komponen flavonoid pada

    sampel.

    d. 

    Perhitungan limit deteksi (Rounds dan Nielsen, 2000)

     Limit of Detection  (LOD) atau limit deteksi diperoleh

    dengan cara menginjeksikan masing-masing standar sebanyak sepuluh

    kali. Konsentrasi yang digunakan untuk menentukan LOD adalah

    konsentrasi yang terndah. Setelah diperoleh kesepuluh area tersebut,

    dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar masing-masing,

    sehingga diperoleh konsentrasi dan standar deviasinya. Besarnya LOD

    adalah tiga kali dari nilai standar deviasi.

    e. 

    Injeksi ekstrak sampel ke kolom HPLC (Hertog et al. (a), 1992)

    Ekstrak sampel yang telah disaring dengan syringe filter  

    0.45µm, diinjeksikan ke kolom HPLC C-18  phase; Develosil

    ODS-UG-3 yang memiliki dimensi panjang 75 mm dan diameter

    dalam 4.6 mm. Fase gerak yang digunakan adalah 25 % acetonitril di

    dalam KH2PO4 0.025 M, dengan laju aliran 0,9 ml/menit.

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    52/140

      39

    f.  Identifikasi flavonoid pada sampel

    Hasil dari kromatogram sampel kemudian dibandingkan

    dengan kromatogram standar. Penentuan komponen yang terdapat

     pada sampel dilihat berdasarkan waktu retensi masing-masing standar.

    Dari area yang diperoleh, dihitung konsentrasinya dengan

    menggunakan persamaan garis dari kurva standar campuran yang

    sudah diperoleh. Selain itu dilakukan pula perhitungan dengan

    menggunakan eksternal standar, yaitu dengan membandingkan luas

    area komponen pada sampel dengan luas area pada standar campuran.

    Standar campuran yang digunakan sebagai eksternal standar adalah

    standar campuran dengan konsentrasi yang tertinggi.

  • 8/16/2019 flavonoid dalam krokot

    53/140

      40

     

    Gambar 14. Persiapan sampel

    Sampel

    Pe