gambaran pola asuh orangtua berdasarkan tingkat

66
GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT KEMANDIRIAN ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) ANAK RETARDASI MENTAL SEDANG DI SEKOLAH LUAR BIASA KABUPATEN BANDUNG SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan FRANSISCA JUNFLIANY SITANGGANG NPM.AK.1.15.016 PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG 2019

Upload: others

Post on 18-May-2022

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

KEMANDIRIAN ACTIVITY DAILY LIVING (ADL) ANAK

RETARDASI MENTAL SEDANG DI SEKOLAH

LUAR BIASA KABUPATEN BANDUNG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan

FRANSISCA JUNFLIANY SITANGGANG

NPM.AK.1.15.016

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

BANDUNG

2019

Page 2: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT
Page 3: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT
Page 4: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT
Page 5: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

ABSTRAK

Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar

terutama di negara-negara berkembang. Menurut World Health Organization,

terdapat sebanyak 15% dari penduduk dunia atau 785 juta orang mengalami

gangguan mental dan fisik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola asuh orangtua

berdasarkan tingkat kemandirian activity daily living pada anak retardasi mental

sedang di Sekolah Luar Biasa Kabupaten Bandung.

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode

deskriptif dengan menggunakan sampel teknik total sampling yaitu sebanyak 26

orangtua yang memiliki anak retardasi mental sedang berumur 12-21 tahun.

Instrumen dalam penelitian ini menggunakan kuesioner Pola Asuh Orangtua (Elza

Yusman, 2009) dan kuesioner Kemandirian Anak (Muliana, 2013). Analisa data

dalam penelitian ini adalah analisa univariat dengan analisis distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak yang memiliki tingkat kemandirian

berdasarkan pola asuh orangtua, anak retardasi mental sedang yang mendapatkan

pola asuh orang tua demokrasi ada 8 anak (34,8 %) tidak mandiri, 9 anak (39,1 %)

cukup mandiri dan 6 anak (26,1 %) mandiri. Yang menunjukkan bahwa anak

retardasi mental sedang yang mendapatkan pola asuh orang tua permisif ada 1 anak

(33,3 %) tidak mandiri, 2 anak (66,7 %) cukup mandiri dan tidak ada anak yang

mandiri. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan pihak orangtua dapat

meningkatkan pola asuh yang lebih baik khususnya pada anak retardasi mental

sedang sehingga meningkatkan kemandirian anak.

Kata Kunci : Pola Asuh Orangtua, Kemandirian Anak, Retardasi Mental

Sumber : Buku 10 (2010-2018)

Jurnal 7 (2012-2017)

Skripsi 2 (2013)

Page 6: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

ABSTRACT

Mental retardation is a world problem with big implications especially in

developing countries. According to the World Health Organization, there are as

many as 15% of the world's population or 785 million people experience mental

and physical disorders.

This study aims to determine the description of parenting based on the level of

independence of daily living activity in mentally retarded children at Bandung

Extraordinary School.

The design used in this research is descriptive method by using a total sampling

technique of 26 parents who have mentally retarded children aged 12-21 years. The

instruments in this study used the Parenting Parenting questionnaire (Elza Yusman,

2009) and the Children's Independence questionnaire (Muliana, 2013). Data

analysis in this research is univariate analysis with frequency distribution analysis.

The results showed that children who have a level of independence based on

parenting, mental retardation children who get parenting democracy are 8 children

(34.8%) not independent, 9 children (39.1%) are quite independent and 6 children

(26.1%) are independent. Which shows that moderate mental retardation children

who get parenting permissive parents there is 1 child (33.3%) is not independent,

2 children (66.7%) are quite independent and no children are independent. Based

on the results of this study parents are expected to be able to improve parenting

better, especially in children with moderate mental retardation, thereby increasing

children's independence.

Keywords: Parenting Parenting, Children's Independence, Mental Retardation

Source: Book 10 (2010-2018)

Journal 7 (2012-2017)

Thesis 2 (2013)

Page 7: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan begitu besar kasih dan karunianya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “GAMBARAN POLA ASUH

ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT KEMANDIRIAN ACTIVITY

DAILY LIVING (ADL) ANAK RETARDASI MENTAL SEDANG DI

SEKOLAH LUAR BIASA KABUPATEN BANDUNG”.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini

tidak lepas dari segala saran, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu

penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. H. Mulyana, S.H., M.Pd., MH.Kes., selaku ketua Yayasan Adhi Guna Kencana

Bandung.

2. Dr. Entris Sutrisno, MH.Kes., Apt., selaku Rektor Universitas Bhakti Kencana

Bandung.

3. R. Siti Jundiah, S.Kp., M.Kep., selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Bhakti Kencana Bandung.

4. Lia Nurlianawati, S.Kep., Ners., M. Kep., selaku ketua Program Studi Sarjana

Keperawatan Universitas Bhakti Kencana Bandung.

5. Yuyun Sarinengsih, S.Kep., Ners., M.Kep., selaku pembimbing I yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis dengan

penuh kesabaran serta memberikan saran yang sangat bermanfaat sehingga

proposal penelitian ini selesai tepat waktu.

Page 8: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

6. Sri Lestari Kartikawati, S.ST., M.Keb., selaku pembimbing II yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis dengan

penuh kesabaran serta memberikan saran yang sangat bermanfaat sehingga

proposal penelitian ini selesai tepat waktu.

7. Denni Fransiska S. Kp., M. Kep., selaku penguji I yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan masukan dan arahannya dengan penuh kesabaran dan

ketulusan.

8. Ani Rasiani, S. Kep., Ners., M. Kep., selaku penguji II yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan masukan dan arahannya dengan penuh kesabaran dan

ketulusan.

9. Kepada semua dosen dan staf Universitas Bhakti Kencana Bandung yang telah

banyak memberikan ilmu dan pengetahuan selama ini.

10. Bapak Andang Jumhawan, S. Pd selaku kepala sekolah Sekolah Luar Biasa

Sabilulungan yang telah banyak berpartisipasi dalam memberikan bantuan,

saran serta masukan kepada penulis.

11. Bapak H. Asep Hidayat, S. Pd selaku kepala sekolah Sekolah Luar Biasa

Roudhotul Zannah yang telah banyak berpartisipasi dalam memberikan

bantuan, saran serta masukan kepada penulis.

12. Kepada semua guru dan staf Sekolah Luar Biasa Sabilulungan Kabupaten

Bandung yang telah banyak memberikan bantuan, saran serta masukan.

13. Kepada semua guru dan staf Sekolah Luar Biasa Roudhotul Zannah Kabupaten

Bandung yang telah banyak memberikan bantuan, saran, serta masukan.

Page 9: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

14. Kepada orangtua tercinta, papah dan mamah terimakasih untuk segala

dukungan dan pengorbanan selama ini, terimakasih juga telah memberikan

dukungan moril maupun materil kepada peneliti selama mengikuti pendidikan.

15. Kepada seluruh mahasiswa dan mahasiswi angkatan 2015 yang telah

memberikan dukungan moril kepada peneliti selama mengikuti pendidikan.

16. Kepada seluruh orangtua Sekolah Luar Biasa Sabilulungan yang telah

membantu dalam pelaksanaan penelitian ini dan kepada seluruh orangtua

Sekolah Luar Biasa Roudhotul Zannah yang telah membantu dalam

pelaksanaan penelitian ini, terimakasih telah bersedia menerima Fransisca

untuk melakukan penelitian.

17. Kepada sahabat-sahabat tersayang (Siti Komala, Eris Ristina, Siti Solihat,

Anita Triana, Hany Vianie, Fanny Rafanda, dan Jesiawati) yang selalu

memberikan semangat.

18. Serta semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian ini

tepat waktu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah sempurna sehingga

dibutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk memperbaiki

kemajuan ilmu keperawatan dimasa yang akan mendatang.

Bandung, 21 Agustus 2019

Page 10: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ..................................................................................... i

ABSTRACT .................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ......................................................................... xi

DAFTAR BAGAN ......................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. xiii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 10

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 10

1.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 11

1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................... 11

Page 11: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................. 11

BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................... 12

2.1 Anak Retardasi Mental .............................................................. 12

2.1.1 Definisi Anak Retardasi Mental ....................................... 12

2.1.2 Klasifikasi Anak Retardasi Mental .................................. 13

2.1.3 Karakteristik Anak Retardasi Mental ............................... 17

2.1.4 Faktor-faktor Yang Menyebakan Retardasi Mental ......... 21

2.1.5 Batasan Usia Remaja ........................................................ 26

2.1.6 Bentuk-bentuk Retardasi Mental ...................................... 27

2.1.7 Ciri-ciri Retardasi Mental ................................................ 29

2.1.8 Dampak Anak Retardasi Mental ...................................... 30

2.1.9 Pencegahan Retardasi Mental .......................................... 31

2.1.10 Pengobatan Anak Retardasi Mental ............................... 31

2.2 Kemandirian .............................................................................. 33

2.2.1 Definisi Kemandirian ....................................................... 33

2.2.2 Kemandirian Anak Retardasi Mental ............................... 33

2.2.3 Ciri-ciri Kemandirian Anak Retardasi Mental ................. 35

2.2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian ........ 37

2.3 Activity Daily Living ................................................................. 39

2.3.1 Definisi Activity Daily Living ........................................... 39

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Activity Daily Living ........... 39

Page 12: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

2.4 Pola Asuh Orangtua .................................................................. 41

2.4.1 Definisi Pola Asuh Orangtua ........................................ 41

2.4.2 Klasifikasi Pola Asuh Orangtua ................................... 42

2.4.3 Ciri-ciri Pola Asuh Orangtua ........................................ 43

2.4.4 Hal-hal Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua ..... 45

2.5 Teori Model Keperawatan Dorothea Orem ............................... 46

2.5.1 Teori Perawatan Diri ........................................................ 46

2.5.2 Teori Defisit Perawatan Diri ............................................ 47

2.5.3 Teori Sistem Keperawatan ............................................... 47

2.6 Kerangka Konsep ...................................................................... 49

BAB III METODELOGI PENELITIAN .................................... 50

3.1 Rancangan Penelitian ................................................................ 50

3.2 Paradigma Penelitian ................................................................. 50

3.3. Hipotesa Penelitian .................................................................. 52

3.4 Definisi Konseptual dan Definisi Operasional .......................... 53

3.4.1 Definisi Konseptual ........................................................ 53

3.4.2 Definisi Operasional ....................................................... 54

3.5 Populasi dan Sampel ................................................................. 55

3.5.1 Populasi ........................................................................ 55

3.5.2 Sampel .......................................................................... 55

Page 13: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

3.6 Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 56

3.6.1 Instrumen Penelitian ........................................................ 56

3.6.2 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen .......................... 56

3.6.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................... 57

3.7 Langkah-langkah Penelitian ...................................................... 59

3.7.1 Tahap Persiapan ............................................................. 59

3.7.2 Tahap Pelaksanaan ............................................................. 59

3.7.3 Tahap Akhir ................................................................... 60

3.8 Pengolahan dan Analisis Data ................................................... 60

3.8.1 Pengolahan Data ............................................................. 60

3.8.2 Analisis Data .................................................................. 61

3.9 Etika Penelitian ......................................................................... 63

3.10 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 64

3.10.1 Lokasi Penelitian .......................................................... 64

3.10.2 Waktu Penelitian .......................................................... 64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................... 65

4.1 Hasil Penelitian Pada Analisa Univariat ................................... 65

4.2 Pembahasan ............................................................................... 66

4.2.1 Gambaran Tingkat Kemandirian Activity Daily Living

(ADL) Anak Retardasi Mental Sedang Berdasarkan

Page 14: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

Pola Asuh Orangtua Di Sekolah Luar Biasa Kabupaten

Bandung ........................................................................... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................ 69

5.1 Kesimpulan ............................................................................... 69

5.2 Saran .......................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 15: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi Retardasi Mental, Rentang IQ, Pendidikan, Klinis,

Estimasi dan Umur Mental .................................................... 16

Tabel 3.1 Definisi Operasional .............................................................. 54

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Gambaran Tingkat Kemandirian

Activity Daily Living (ADL) Anak Retardasi Mental Sedang

Berdasarkan Pola Asuh Orangtua Di Sekolah Luar Biasa

Kabupaten Bandung .............................................................. 65

Page 16: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Gambaran Pola Asuh Orangtua Berdasarkan Tingkat

Kemandirian Activity Daily Living (ADL) Anak

Retardasi Mental Sedang Di Sekolah Luar Biasa

Kabupaten Bandung .............................................................. 49

Bagan 3.1 Kerangka Penelitian .............................................................. 52

Page 17: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kesediaan Sebagai Pembimbing

Lampiran 2 : Surat Permohonan Ijin Studi Pendahuluan

Lampiran 3 : Surat Keterangan Penelitian Badan Kesatuan Bangsa Dan Politik

Lampiran 4 : Surat Ijin Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat

Lampiran 5 : Lembar Konsul Uji Content

Lampiran 6 : Permohonan Ijin Uji Validitas Dan Reliabilitas

Lampiran 7 : Surat Keterangan Uji Validitas Dari SLB SATRIA GALDIN

Lampiran 8 : Surat Keterangan Penelitian Dari SLB ROZA

Lampiran 9 : Surat Keterangan Penelitian Dari SLB SABILULUNGAN

Lampiran 10 : Surat Keterangan Layak Etik

Lampiran 11 : Lembar Oponen

Lampiran 12 : Lembar Bimbingan

Lampiran 13 : Dokumentasi

Lampiran 14 : Hasil Uji Validitas

Lampiran 15 : Hasil Pengolahan Data

Lampiran 16 : Lembar Informed Consent dan Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 17 : Daftar Riwayat Hidup

Page 18: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orangtua mendambakan anak yang sehat. Anak yang sehat jika pertumbuhan

dan perkembangannya sesuai dengan tahap umurnya, tidak mengalami gangguan

penyakit secara fisik maupun mental (Wahyu, 2010). Orangtua menginginkan

anaknya bertumbuh dan berkembang seperti anak normal lainnya. Pertumbuhan

yang diinginkan oleh orangtua seperti sehat fisik, mental, kognitif dan sosial. Anak

yang lambat dalam perkembangannya, baik perkembangan sosial maupun

kecerdasannya disebut dengan anak keterbelakangan mental atau retardasi mental

(Suyono, Ranuh & Soetjiningsih, 2016).

Menurut World Health Organization, terdapat sebanyak 15% dari penduduk

dunia atau 785 juta orang mengalami gangguan mental dan fisik. Retardasi mental

merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama di negara-negara

berkembang (Prasa, 2013). Berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa

Barat Tahun 2018 jumlah Sekolah Luar Biasa di Kabupaten Jawa Barat ada 43

Sekolah Luar Biasa dengan jumlah tuna netra sebanyak 50 orang, tuna runggu

sebanyak 381 orang, tunagrahita ringan sebanyak 918 orang, tunagrahita sedang

sebanyak 535 orang, tuna daksa ringan sebanyak 84 orang, tuna daksa sedang

sebanyak 40 orang, tuna laras sebanyak 3 orang, tuna wicara sebanyak 3 orang,

attention deficit hyperactivity disorder sebanyak 9 orang, down syndrome sebanyak

65 orang, dan autis sebanyak 260 orang.

Page 19: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

Retardasi mental adalah keterlambatan perkembangan dimulai pada masa

anak yang ditandai oleh intelegensi atau kemampuan kognitif di bawah normal dan

terdapat hambatan pada perilaku adaptif sosial. Retardasi mental terbagi beberapa

yaitu retardasi mental ringan, sedang, berat dan sangat berat. Anak dengan retardasi

mental tidak dapat mengikuti pendidikan di sekolah biasa karena cara berpikirnya

terlalu sederhana, daya tangkap dan daya ingatnya lemah, dan pengertian bahasa

dan berhitungnya pun sangat lemah. Sementara itu yang dimaksud dengan perilaku

adaptif adalah kemampuan seseorang untuk mandiri, menyesuaikan diri, dan

mempunyai tanggung jawab sosial sesuai dengan kelompok umur dan budayanya

(Soetjiningsih, 2013).

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa anak retardasi mental mengalami

hambatan dalam kecerdasannya maka dari itu target kemandiriannya harus

disesuaikan dengan potensi yang mereka miliki sehingga dapat dikatakan mandiri

bagi anak retardasi mental adanya kesesuaian antara kemampuan yang aktual

dengan potensi yang mereka miliki (Astati, 2011). Kemandirian adalah suatu

keadaan dapat mengurus diri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain (Friedman,

2010). Kemandirian bukanlah keterampilan yang muncul secara spontan tetapi

perlu diajarkan dan dilatih pada anak agar tidak menghambat tugas-tugas

perkembangan anak selanjutnya. Beberapa upaya untuk mencapai ciri kemandirian

yang sesuai dengan potensi yang dimiliki anak retardasi mental diantaranya

menumbuhkan rasa percaya diri, menumbuhkan rasa tanggung jawab,

menumbuhkan kemampuan menentukan pilihan dan mengambil keputusannya

sendiri, menumbuhkan kemampuan mengendalikan emosi (Astati, 2011).

Page 20: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

Ciri-ciri kemandirian anak retardasi mental sedang diantaranya dapat dilatih

merawat dirinya sendiri, walaupun koordinasi motorik masih sedikit terganggu,

bisa menghitung dan mengetahui macam-macam warna dan membaca beberapa

suku kata (Muliana, 2013). Kemandirian pada anak retardasi mental dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu intelegensi, kebudayaan, tingkat pendidikan orangtua,

jumlah anak dalam keluarga dan pola asuh orangtua, dimana di dalamnya terdapat

kebutuhan silih asah, silih asih, silih asuh sehingga kemandirian yang dimiliki

adalah kemandirian yang utuh (Turk et al, 2010). Menurut Ali & Asrori (2010) ada

beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan kemandirian yaitu diantaranya

gen atau keturunan orangtua, pola asuh orangtua, sistem pendidikan di sekolah dan

sistem kehidupan di masyarakat. Kemandirian pada anak retardasi mental yaitu

salah satunya melakukan aktivitas sehari-hari. Activity daily living (ADL) adalah

pengukuran kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas secara mandiri

(Jahidin, 2014).

Faktor-faktor yang mempengaruhi activity daily living diantaranya adalah

umur dan status perkembangan, fungsi kognitif, fungsi psikososial, tingkat stress,

ritme biologi dan status mental (Hardywinoto, 2007). Orangtua sangat berpengaruh

dalam membentuk kemandirian anak, kemandirian anak berawal dari keluarga serta

dipengaruhi oleh pola asuh orangtua (Jahidin, 2014). Kemandirian seperti halnya

dalam psikologi yang merupakan suatu perkembangan yang baik jika diberikan

terus-menerus yang dilakukan sejak dini. Latihan tersebut bisa berupa memberikan

tugas tanpa bantuan. Kemandirian pada anak akan memberikan dampak yang

positif bagi anak sebaiknya kemandirian diajarkan kepada anak sejak dini sesuai

Page 21: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

dengan kemampuannya. Keinginan anak untuk mandiri pada anak masih sering

mengalami hambatan-hambatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sehari-hari

karena masih tergantung oleh orang lain (Teguh, Rompas & Ransun, 2012).

Dampak dari masalah kemandirian pada anak retardasi mental adalah

gangguan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari secara mandiri termasuk

gangguan dalam perilaku adaptif yaitu hambatan untuk memenuhi standar perilaku

sesuai dengan usia dari lingkungan dan budayanya yang mencakup masalah

komunikasi, defisit perawatan diri (self care), keterampilan sosial dan interpersonal

sehingga membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhinya (Pleyte & Humris,

2010). Kemandirian pada anak berasal dari keluarga dan dipengaruhi oleh pola asuh

orangtua. Di dalam keluarga orangtualah yang berperan dalam mengasuh,

membimbing dan membantu mengarahkan anak untuk bisa mandiri.

Masa anak-anak adalah masa yang sangat penting dalam proses

perkembangan kemandirian, maka pemahaman dan kesempatan yang diberikan

orangtua kepada anak-anaknya dalam meningkatkan kemandirian sangatlah wajar.

Walaupun pihak sekolah ikut terlibat dalam memandirikan anak, namun keluarga

adalah pilar yang paling utama dalam pembentukan anak untuk mandiri (Teguh,

2012). Pola asuh orangtua adalah bentuk perlakuan yang diterapkan oleh orangtua

dalam rangka memelihara, merawat, mengajar, membimbing dan melatih anak-

anak mereka dan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan.

Secara garis besar ada tiga pola asuh yang bisa diterapkan kepada anak yaitu pola

asuh otoriter, permisif dan demokratis (Sochib, 2010).

Page 22: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang kaku, diktator dan selalu memaksa

anak untuk selalu mengikuti perintah tanpa banyak alasan biasanya dalam pola asuh

ini ditemukan penerapan hukuman fisik dan aturan yang tanpa menjelaskan alasan

yang pasti kepada anak . Pola asuh permisif adalah pola asuh yang segala aturan

atau ketetapan keluarganya berada di tangan anak. Pola asuh demokratis adalah

pola asuh yang dipandang paling tepat untuk diterapkan pada anak dan anggota

keluarga lainnya karena suatu keputusan diambil secara bersama dengan

mempertimbangkan kedua belah pihak (Sochib, 2010).

Pola asuh dan kasih sayang dari orang-orang terkait juga dapat meningkatkan

kepercayaan diri bagi anak retardasi mental untuk terus belajar dan belajar

mengembangkan dirinya. Hal ini sesuai dengan teori Marmi & Margayati (2013)

yang menyatakan bahwa suatu sikap belum secara langsung terwujud dalam suatu

tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu tindakan yang nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan yaitu fasilitas dan faktor

dukungan (support) orang-orang terdekat khususnya orangtua. Dampak dari anak

retardasi mental yang mendapatkan pola asuh yang buruk dari orangtuanya akan

mengakibatkan gangguan psikologis, rendah diri serta hambatan dalam

melaksanakan fungsi sosial, kekerasan seks dan cenderung menjadi pemalu dan

suka menyendiri (Safrudin, 2014).

Dalam pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat sangat

mempengaruhi mutu asuhan keperawatan. Oleh karena itu untuk dapat memberikan

asuhan keperawatan yang berkualitas maka perawat harus memiliki ilmu dan

praktik keperawatan salah satunya dengan menggunakan model teori keperawatan.

Page 23: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

Salah satu teori yang dipakai dalam penelitian ini yaitu Self Care Defisit yang

dikemukakan oleh Dorothea Orem. Teori Orem menggambarkan pemenuhan

kebutuhan sendiri dan kemampuan klien dalam melakukan perawatan secara

mandiri (Achir Yani, 2017). Terdapat tiga kategori sistem keperawatan yang dapat

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri klien yaitu sistem bantuan

penuh (wholly compensatory system), sistem bantuan sebagian (partly

compensatory system) dan sistem dukungan pendidikan (supportif-education

system). Dalam penelitian ini sistem keperawatan yang digunakan yaitu sistem

sistem dukungan pendidikan (supportif-education system).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Sekolah Luar Biasa

Sabilulungan pada tanggal 20 Maret 2019 berdasarkan hasil wawancara singkat

peneliti dengan salah satu orangtua siswa yaitu ibu E yang memiliki anak retardasi

mental sedang yaitu An. S yang berumur 12 tahun, hasil menunjukkan bahwa

anaknya masih belum bisa mandiri contohnya seperti memakai busana yang

berkancing dibantu, tidak bisa menalikan sepatu yang bertali, kalau ngepel, nyapu,

nyuci piring kadang bisa sendiri tetapi mungkin kurang bersih maka dari itu selalu

diawasi karena ibu E mengaku khawatir tetapi ibu E terkadang memberikan

kebebasan kepada anaknya. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah

satu guru yaitu ibu H yang mengajar salah satu anak retardasi mental sedang yaitu

An. R yang berumur 13 tahun mengatakan bahwa siswanya tersebut memang

kemandiriannya belum berkembang baik contohnya keramas tidak bersih dan tidak

rutin dalam seminggu, kesekolah rambut acak-acakan, sepertinya juga jarang gosok

gigi karena ibu H lihat giginya kuning, baju tidak rapih.

Page 24: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan dua orangtua yang telah

dikunjungi rumahnya pada tanggal 19 April 2019 didapatkan hasil dari ibu M, ibu

dari An. K yang berumur 12 tahun dan bapak M, bapak dari An. I yang berumur 14

tahun yang masing-masing menyatakan bahwa anaknya kurang mandiri contohnya

seperti memakai baju masih dibantu, untuk menghias diri seperti menyisir rambut

dibantu, makan kadang harus disuapin. Untuk pekerjaan rumah seperti menyapu,

ngepel kalau disuruh kadang tidak bersih. Masing-masing orangtua juga

menyatakan bahwa anaknya memang jarang mengobrol kalau di rumah, tetapi tidak

tahu kalau di sekolah seperti apa. Hasil observasi yang telah dilakukan di sekolah

kepada An. K bahwa kata guru anaknya semaunya, kalau dia mau dia kerjakan

tetapi kalau tidak yah dia tidak mau menyelesaikan tugasnya, tidak selalu

membutuhkan bantuan secara total. Hasil observasi yang telah dilakukan di sekolah

kepada An. I saat belajar masih dibantu contohnya waktu melakukan praktek

kerajinan dibantu oleh guru untuk menyelesaikan tugasnya.

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Sekolah Luar Biasa

Roudhotul Zannah pada tanggal 20 Maret 2019 adalah berdasarkan hasil

wawancara peneliti dengan salah satu guru yaitu ibu. E yang mengajar anak

retardasi mental sedang menyatakan bahwa kemampuan anak berbeda-beda,

contohnya saja ketika dikelas ada salah satu anak yang tidak dapat membereskan

bukunya dan itu harus dibantu oleh guru. Ada juga anak yang tidak bisa

menggunakan sepatu yang bertali itupun masih dibantu dan ada juga anak yang

mengancingkan bajunya masih salah. Ibu. E juga menyatakan bahwa sebagian

orangtua belum bisa menerima keadaan anaknya yang berkebutuhan khusus dan

Page 25: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

sampai menekan anak dan memaksakan kehendaknya. Ada juga yang menerima

kemauan anaknya seperti apa.

Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan dua orangtua yang telah

dikunjungi rumahnya pada tanggal 19 April 2019 didapatkan hasil dari ibu A yang

memiliki An. J yang berumur 11 tahun dan ibu C yang memiliki An. R yang

berumur 8 tahun bahwa memang anaknya belum mandiri seperti mandi, makan,

BAB dan BAK, memakai baju harus dibantu secara total. Hasil observasi singkat

di sekolah bahwa An. J kesulitan memakai sepatu sendiri, jaket harus dipakaikan

oleh guru ketika waktu pulang sekolah, dan suka melemparkan tasnya karena tidak

mau belajar. Hasil observasi singkat di sekolah bahwa An. R bahwa belajar masih

dibantu sama guru, kesehariannya hanya main game di handphone dan sering

ditinggalkan di rumah sendiri.

Menurut Astati (2010) bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh anak retardasi

mental membawa pengaruh pada terhambatnya proses penyesuaian diri pada

lingkungan sosial serta memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri. Mereka

membutuhkan bantuan dari orang lain, terutama orangtuanya. Fakta diatas di

dukung oleh pernyataan Heward, 2003 (dalam Hendriani dkk, 2006) menyatakan

bahwa peningkatan kemampuan hidup anak retardasi mental akan sangat

tergantung pada pola asuh orangtua, sebab pada dasarnya keberhasilan bukan hanya

merupakan tanggung jawab dari lembaga pendidikan yang terkait saja tetapi juga

pola asuh orangtua serta penerimaan diri setiap anggota keluarga akan memberikan

energi dan kepercayaan dalam diri anak retardasi mental untuk lebih berusaha

meningkatakan setiap kemampuan yang dimiliki, sehingga hal ini akan

Page 26: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

membantunya untuk dapat hidup mandiri, lepas dari ketergantungan pada bantuan

orang lain. Sebaliknya pola asuh yang kurang baik, penolakan dari orang-orang

terdekat dalam keluarganya akan membuat mereka semakin rendah diri, menarik

diri, dari lingkungan, selalu diliputi oleh ketakutan ketika berhadapan dengan orang

lain maupun untuk melakukan sesuatu, dan pada akhirnya mereka benar-benar

menjadi orang yang tidak dapat berfungsi secara sosial serta tidak mandiri atau

selalau bergantung kepada orang lain, termasuk dalam merawat diri mereka sendiri.

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Vonny Khresna Dewi

(2016). Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji korelasi Spearman Rank

menunjukkan bahwa nilai p.value : 0,00 berarti ada hubungan yang bermakna

antara pola asuh orang tua dengan tingkat kemandirian anak retardasi mental ringan

di SDLB YPLB Banjarmasin Tahun 2016. Hasil pada penelitian ini didapatkan

bahwa orangtua yang memiliki pola asuh otoriter lebih banyak tidak memberikan

kebebasan pada anak yang sesuai dengan keinginannya, orangtua jarang

memberikan hadiah ataupun pujian atas prestasi yang telah diperoleh anak,

orangtua sering membatasi anak dalam melakukan apapun yang diinginkan.

Orangtua pun jarang merasa puas dengan apa yang anak telah lakukan. Hal

ini dikarenakan pada anak retardasi mental, orang tua lebih menerapkan aturan-

aturan atau larangan karena anak yang retardasi mental lebih membutuhkan

pengawasan dibandingkan anak normal lainnya. Sehingga orang tua membatasi

aktifitas-aktifitas yang dilakukan oleh anak. Selain itu umur orang tua sebagian

besar adalah umur 36-45 tahun (dewasa akhir).

Page 27: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Widyawati, Endang

Listyaningsih dan Agus Eka Nurma Y (2015) menunjukkan ada hubungan pola

asuh orangtua dengan personal hygiene saat menstruasi pada anak tunagrahita

dengan menunjukkan nilai p value : 0,007 dengan desain penelitian korelasi

pendekatan cross sectional. Hasil penelitian menunjukkan setiap responden (ibu)

menerapkan pola asuh yang berbeda, ada yang otoriter, permisif dan demokratif.

Berdasarkan pernyataan diatas bahwa pola asuh orangtua sangat

mempengaruhi kemandirian anak, maka peneliti tertarik untuk mengambil

penelitian dengan judul “Gambaran Pola Asuh Orangtua Berdasarkan Tingkat

Kemandirian Activity Daily Living (ADL) Anak Retardasi Mental Sedang Di

Sekolah Luar Biasa Kabupaten Bandung”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Gambaran Pola Asuh Orangtua

Berdasarkan Tingkat Kemandirian Activity Daily Living (ADL) Anak Retardasi

Mental Sedang Di Sekolah Luar Biasa Kabupaten Bandung?”

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola asuh

orangtua berdasarkan tingkat kemandirian activity daily living (ADL) anak retardasi

mental sedang di Sekolah Luar Biasa Kabupaten Bandung.

Page 28: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa-

mahasiswi tentang gambaran pola asuh orangtua berdasarkan tingkat

kemandirian activity daily living anak retardasi mental sedang di Sekolah

Luar Biasa Kabupaten Bandung.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi Orangtua

Penelitian ini agar lebih meningkatkan pola asuh orangtua dalam

melatih kemandirian anak retardasi mental sedang.

b. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan serta memahami pola asuh orangtua

yang baik pada anak retardasi mental sedang.

c. Bagi Perawat Anak

Diharapkan agar perawat anak lebih memahami tentang pola asuh

orangtua dalam memandirikan anak retardasi mental sedang.

Page 29: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Anak Retardasi Mental

2.1.1 Definisi Anak Retardasi Mental

Menurut Pieter, dkk (2011) keterbelakangan mental (mental

retardation) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan

yang berada dibawah rata-rata yang disertai dengan kurangnya kemampuan

menyesuaikan diri (perilaku maladaptif) yang mulai tampak pada awal

kelahiran. Pada mereka yang mengalami retardasi mental memiliki

keterbelakangan dalam kecerdasan, mengalami kesulitan belajar dan

adaptasi sosial. Menurut Soetjiningsih (2013) retardasi mental adalah

keterlambatan perkembangan yang dimulai pada masa anak, yang ditandai

oleh intelegensi atau kemampuan kognitif dibawah normal dan terdapat

kendala pada perilaku adaptif sosial.

Jadi dapat disimpulkan bahwa retardasi mental merupakan

keterlambatan perkembangan yang dimulai pada masa anak-anak yang

ditandai dengan penurunan intelegensi atau kemampuan kognitif yang di

bawah normal.

Page 30: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

2.1.2 Klasifikasi Anak Retardasi Mental

Pada umumnya anak retardasi mental dikelompokkan berdasarkan

pada taraf intelegensinya yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang,

berat dan sangat berat.

1) Anak Retardasi Mental Ringan

Retardasi mental ringan disebut juga moron atau debil. Retardasi

mental ringan ini memiliki IQ antara 52-68 pada skala Binet. Sedangkan

menurut Skala Weschler (WISC) anak retardasi mental ringan memiliki

IQ antara 55-69. Anak retardasi mental ringan masih dapat belajar

membaca, menulis dan berhitung secara sederhana. Berkat bimbingan

dan pendidikan yang baik anak retardasi mental ringan pada waktunya

akan dapat memperolah penghasilan untuk dirinya sendiri.

Anak retardasi mental ringan dapat di didik menjadi tenaga kerja

semi-skilled contohnya seperti pekerjaan laundry, pertanian,

peternakan, pekerjaan rumah tangga bahkan jika di didik dan dilatih

dengan baik anak retardasi mental ringan sedang dapat bekerja di pabrik

tetapi dengan sedikit pengawasan. Namun demikian anak retardasi

mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara

independen. Anak retardasi mental biasanya akan membelanjakan

uangnya, sulit merencanakan soal masa depan dan bahkan suka berbuat

kesalahan.

Umumnya anak retardasi mental ringan ini seperti tidak mengalami

gangguan fisik. Tetapi mereka secara fisik terlihat seperti anak normal.

Page 31: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

Oleh sebab itu sangat sulit untuk membedakan secara fisik antara anak

retardasi mental ringan dengan anak yang normal.

2) Anak Retardasi Mental Sedang

Anak retardasi mental sedang disebut juga imbesil. Anak retardasi

mental sedang memiliki IQ 36-51 pada skala Binet. Sedangkan menurut

skala Weschler (WISC). Anak retardasi mental sedang dapat mencapai

perkembangan mental age sampai kurang lebih di usia 7 tahun. Anak

retardasi mental sedang dapat di didik seperti mengurus dirinya sendiri,

melindungi dirinya sendiri dari ancaman bahaya seperti menghindari

bencana kebakaran, berjalan di jalan raya dan berlindung dari hujan.

Anak retardasi mental sedang sangat sulit bahkan tidak dapat

mengikuti pelajaran secara akademik seperti belajar cara menulis,

membaca dan berhitung walapun anak retardasi mental sedang masih

dapat menulis secara sosial misalnya seperti menulis namanya sendiri

alamat rumahnya dan lain-lain. Anak retardasi mental sedang masih

dapat di didik seperti mengurus dirinya yaitu diantaranya adalah mandi,

berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga

sederhana seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga dan

yang lainnya. Di dalam kehidupan sehari-hari anak retardasi mental

sedang sangat membutuhkan pengawasan yang terus-menerus. Anak

retardasi mental sedang masih dapat bekerja di tempat kerja yang

terlindung (sheltered workshop).

Page 32: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

3) Anak Retardasi Mental Berat

Anak retardasi mental berat juga disebut sebagai anak idiot. Anak

retardasi mental berat juga dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat

dan sangat berat. Anak retardasi mental berat (severe) memiliki IQ

antara 20-32 menurut skala Binet. Dan menurut skala Weschler (WISC)

25-39. Anak retardasi mental berat memerlukan bantuan perawatan

secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan dan lain-lain. Bahkan

anak retardasi mental berat memerlukan perlindungan dari bahaya

sepanjang hidupnya.

4) Anak Retardasi Mental Sangat Berat

Anak retardasi mental sangat berat (profound) memiliki IQ dibawah

19 menurut skala Binet. Sedangkan menurut skala Weschler (WISC) IQ

dibawah 24. Kemampuan mental age maksimal yang dapat dicapai

kurang dari tiga tahun.

Page 33: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

Tabel 2.1 Kalsifikasi Retardasi Mental, Rentang IQ, Pendidikan, Klinis,

Estimasi dan Umur Mental

Klasifikasi IQ Pendidikan Klinis Estimasi Umur Mental

Retardasi

Mental Ringan

50-55 s.d

69-70

Dapat didik Anak dapat belajar

terampil dan hidup

mandiri

85% dari anak

retardasi mental

Setara anak

normal umur

8-12 tahun

Retardasi

Mental Sedang

35-40 s.d

49-55

Dapat

dilatih

Anak dapat merawat

diri dan bersosialisasi

10% dari anak

retardasi mental

Setara anak

normal umur

3-7 tahun

Retardasi

Mental Berat

20-25 s.d

34-40

- Anak perlu pengawasan

dalam latihan khusus

untuk mempelajari

keterampilan diri

3-4% dari anak

retardasi mental

Setara anak

normal umur

1-3 tahun

Retardasi

Mental Sangat

Berat

Kurang dari

20-25

- Anak tidak dapat

merawat diri

1-2% dari anak

retardasi mental

-

Sumber : ICD-10 (WHO) dalam Marcdante, dkk (2014) ; DSM-IV dalam Wong

(2009) ; DSM-III dalam semium 2006 ; Muttaqin (2011)

Page 34: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

2.1.3 Karakteristik Anak Retardasi Mental

Menurut Apriyanto (2012) menguraikan karakteristik anak retardasi

mental sebagai berikut :

1) Karakteristik Umum

a. Kecerdasan

Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk hal-hal

yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan cara membeo

(rote-learning) bukan dengan pengertian.

b. Sosial

Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus, memelihara dan

memimpin diri. Ketika masih kanak-kanak mereka harus dibantu

terus-menerus, disingkirkan dari bahaya dan diawasi waktu bermain

dengan anak lain.

c. Intelegensi

Mengalami kesukaran dalam memusatkan perhatian, pelupa dan

sukar mengungkapkan kembali suatu ingatan. Mereka menghindari

berpikir, kurang mampu membuat asosiasi dan sukar membuat

kreasi baru.

d. Dorongan dan Emosi

Perkembangan dan dorongan emosi anak tunagrahita berbeda-

beda sesuai dengan tingkat ketungrahitaan masing-masing.

Kehidupan emosinya lemah, mereka jarang menghayati perasaan

bangga, tanggung jawab dan hak sosial.

Page 35: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

e. Organisme

Struktur dan fungsi organisme pada anak retardasi mental

umumnya kurang dari anak normal. Dapat berjalan dan berbicara di

usia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya kurang

indah, bahkan diantaranya banyak yang mengalami cacat bicara.

2) Karakteristik Khusus

Menurut Apriyanto (2012) mengemukakan karakteristik anak

retardasi mental menurut tingkat ketunagrahitannya sebagai berikut :

a. Karakteristik Retardasi Mental Ringan

Meskipun tidak dapat menyamai anak normal dan yang seusia

dengannya, mereka masih masih dapat membaca, menulis, dan

berhitung sederhana. Kecerdasannya berkembang dengan kecepatan

antara setengahdan tiga perempat kecepatan anak normal dan

berhenti pada usia muda. Mereka dapat bergaul dan mempelajari

pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Pada usia dewasa

kecerdasannya mencapai tingkat usia normal 9 dan 12 tahun.

b. Karakteristik Retardasi Mental Sedang

Anak retardasi mental sedang hampir tidak bisa mempelajari

pelajaran-pelajaran akademik. Namun mereka masih memiliki

potensi untuk mengurus diri sendiri dan dilatih untuk mengerjakan

sesuatu secara rutin , dapat dilatih berteman, mengikuti kegiatan dan

menghargai hak milik orang lain. Sampai batas tertentu mereka

selalu membutuhkan pengawasan, pemeliharaan dan bantuan orang

Page 36: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

lain. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari anak normal

usia 7 tahun.

c. Karakteristik Retardasi Mental Berat dan Sangat Berat

Anak retardai mental berat dan sangat berat sepanjang hidupnya

akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain.

Mereka tidak memelihara diri sendiri dan tidak dapat membedakan

mana bahaya dan mana bukan bahaya. Mereka juga tidak dapat

bicara kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata atau

tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usia

dewasa berkisar seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun.

3) Karakteristik Masa Perkembangan

a. Masa Bayi

Pada masa ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para

ahli mengemukakan bahwa ciri-ciri bayi tunagrahita adalah tampak

mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang menangis, kalau

menangis terus-menerus, terlambat duduk, bicara dan berjalan.

b. Masa Kanak-kanak

Pada masa ini anak retardasi mental sedang lebih mudah

dikenal daripada anak retardasi mental ringan. Karena anak retrdasi

mental sedang mulai memperhatikan ciri-ciri klinis seperti

mongoloid, kepala besar, kepala kecil dan lain-lain. Tetapi anak

retardasi mental ringan (yang lambat) memperlihatkan ciri-ciri yaitu

sulit memulai dan melanjutkan sesuatu, mengerjakan seseuatu

Page 37: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

berulang-ulang tetapi tidak ada variasi, penglihatannya tampak

kosong, melamun, ekspresi muka tanpa ada pengertian. Selanjutnya

retardasi mental ringan (yang cepat) memperlihatkan ciri-ciri :

mereaksi cepat tetapi tidak tepat, tampak aktif sehingga memberi

kesan anak ini pintar, pemusatan perhatian sedikit, hiperaktif,

bermain dengan tangannya sendiri, cepat bergeraktanpa dipikirkan

terlebih dahulu.

c. Masa Sekolah

Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena

biasanya anak retardasi mental langsung masuk sekolah dan ada

dikelas-kelas SD biasa. Ciri-ciri yang mereka munculkan adalah

sebagai berikut :

1) Adanya kesulitan belajar hampir pada semua mata pelajaran

(membaca, menulis, dan berhitung)

2) Prestasi yang berkurang

3) Kebiasaan kerja tidak baik

4) Perhatian yang mudah beralih

5) Kemampuan motorik yang kurang

6) Perkembangan bahasa yang jelek

7) Kesulitan menyesuaikan diri

Pada masa ini anak sangat perlu perhatian yang khusus

karena terbentuknya anak pada masa mendatang.

Page 38: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

d. Masa Pubertas

Masa ini perubahan yang dimiliki remaja anak retardasi mental

sama halnya dengan remaja normal atau biasa. Pertumbuhan fisik

anak berkembang normal, tetapi perkembangan pada berpikir dan

kepribadiannya berada dibawah usianya atau tidak normal.

Akhirnya anak akan mengalami kesulitan dalam pergaulan dan

mengendalikan diri. Beberapa karkteristik dari anak tunagrahita

antara lain lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru.

Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi mental

berat, cacat fisik dan perkembangan gerak, kurang dalam

kemampuan menolong diri sendiri, tingkah laku dan interaksi yang

tidak normal serta tingkah laku yang kurang wajar dan terus-

menerus.

2.1.4 Faktor-faktor Yang Menjadi Penyebab Retardasi Mental

Menurut Soetjiningsih (2014), faktor penyebab retardasi mental adalah:

1. Pranatal

a. Chromosomal Aberrastion

1) Down Sindrom

Dari 95% kasus down sindrom disebabkan trisomy 21,

sisanya disebabkan oleh translokasi dan mosaic.

Page 39: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

2) Delesi

Contoh sindrom cri-du-chat disebabkan dilesi pada

kromosom 5p3.

3) Sindrom Malformasi Akibat Mikrodilesi

Contoh sindrom prader-willi (paternal origin) dan angelman

(maternal origin) terjadi mikrodelesi pada kromosom 15q 11-

12, terdapat perbedaan fenotip karena mekanisme imprinting.

b. Disorders With Autosomal-Dominant Inberitance

Contoh adalah tuberous sclerosis yang disebabkan oleh mitasi

gen pada pembentukan lapisan ectodermal dari fetus. Bila diagnosis

tuberous sclerosis ditegakkan, kedua orangtuanya harus diperiksa

karena beresiko kejadian dan dapat berulang 50% pada setiap

kehamilan.

c. Disorder With Autosomal-Recessive Inberitance

Sebagian besar penyakit metabolik mengikuti kategori ini,

contohnya adalah phenylketonuria (PKU) penyakit metabolik yang

banyak diketahui. Gangguan ini pertama kali diketahui pada tahun

1934 oleh folling pada anak dengan retardasi mental.

d. X-Linked Mental Retardation

Fragile X syndrome merupakan penyebab kedua retardasi

mental setelah down syndrome. Kelainan kromosom terjadi pada

lokasi Xq27,3.

Page 40: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

1) Infeksi sitomegalovirus kongenital dapat menyebabkan

mikrosefali gangguan pendengaran sensorineural dan retardasi

psikomotor.

2) Toksoplasmosis congenital mengakibatkan 20% bayi yang

terinfeksi mengalami kelainan hidrosefalus, mikrosefalus,

gangguan perkembangan psikomotor, mata dan pendengaran.

3) HIV congenital dapat menyebabkan ensefalopati, yang ditandai

oleh mikrosefali, kelainan neurologi progresif, retardasi mental

dan gangguan perilaku.

e. Zat-zat Racun

Zat teratogen yang terpenting pada ibu hamil adalah etanol,

yang dapat menyebabkan fetal alcohol syndrome (FAS). Alkohol

menyebabkan tiga kelainan yaitu : 1. Gambaran dismorfik (bila

terpajan pada tahap organogenesis), 2. Retardasi pertumbuhan

prenatal dan pascanatal, 3. Disfungsi susunan saraf pusat (SSP)

termasuk retardasi mental ringan atau sedang, perkembangan

motorik lambat, hiperaktivitas. Beratnya kelainan tergantung pada

jumlah akohol yang dikonsumsi.

f. Toksemia Kehamilan dan Insufiensi Plasenta

Intrauterine growth retardation (IUGR) banyak penyebabnya.

Penyebab yang penting adalah toksemia kehamilan yang dapat

mengakibatkan kelainan pada SSP, prematuritas dan terutama

IUGR merupakan predisposisi komplikasi perinatal yang bisa

Page 41: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

mempengaruhi SSP dan menimbulkan masalah perkembangan

lainnya.

2. Perinatal

a. Infeksi

Infeksi pada periode neonatal dapat menyebabkan gangguan

perkembangan misalnya herpes simpleks tipe 2 yang dapat

menyebabkan ensefalitis dan sekuelenya. Infeksi bakteri yang

menyebabkan sepsis dan meningitis dapat mengakibatkan

hidrosephalus.

b. Masalah Kelahiran

Asfiksia berat, prematuritas, trauma lahir, dan gejala-gejala

neurologis pada masa bayi harus diwaspadai sebagai faktor

resiko retardasi mental.

c. Masalah Perinatal Lainnya

Misalnya pada retinopathy of prematurity (fibroplasias

retrolental) karena pemakaian oksigen 100% pada bayi

permatur, selain itu mengakibatkan kebutaan juga dapat

mengakibatkan kerusakan sistem saraf pusatdan retardasi

mental. Demikian juga hiperbilirubinemia dapat menyebabkan

ikterus dan retardasi mental.

Page 42: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

3. Pascanatal

a. Infeksi misalnya ensefalitis dan meningitis

b. Zat racun misalnya keracunan zat yang mengandung logam-

logam berat

c. Misalnya tumor ganas pada otak, trauma kepala pada

kecelakaan, hampir tenggelam (near-drowning)

d. Masalah psikososial misalnya deprivasi maternal, kurang

stimulasi, kemiskinan.

e. Penyebab Yang Tidak Diketahui

Sekitar 30% penyebab retardasi mental sedang dan berat

dan 50% retardasi mental ringan tidak diketahui. Kebanyakan

anak yang menderita retardasi mental ini berasal dari golongan

sosial dan ekonomi yang rendah karena kurangnya stimulasi

dari lingkungannya yang secara bertahap menurunkan IQ

bersamaan dengn terjadinya maturasi (kematangan). Demikian

pula keadaan sosial ekonomi rendahdapat menjadi penyebab

organik retardasi mental, misalnya logam berat yang subklinik

dalam jangka waktu lama dapt mempengaruhi kemampuan

kognitif.

Page 43: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

2.1.5 Batasan Usia Remaja

Menurut Kartono batasan usia remaja dibagi tiga yaitu :

1. Remaja Awal (12-15 tahun)

Pada masa ini, remaja sedang mengalami perubahan jasmani yang

sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif

sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini

remaja tidak ingin dianggap anak-anak lagi sebelum bisa meninggalkan

pola kekanak-kanakannya. Pada masa ini juga remaja merasa sunyi,

ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan sering merasa kecewa.

2. Remaja Pertengahan (15-18 tahun)

Pada masa ini kepribadian remaja masih bersifat kekanak-kanakan

tetapi pada masa remaja ini timbul unsur baru yaitu kesadaran akan

kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menentukan

nilai-nilai tertentu dan melakukan pemikiran filosofi dan etis. Maka dari

itu perasaan yang penuh keraguan pada masa remaja awal maka rentan

pada usia ini mulai timbul kemantapan pada diri sendiri. Rasa percaya

diri yang dimiliki pada remaja ini menimbulkan kesanggupan pada

dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang

dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja menemukan diri sendiri

atau jati dirinya.

3. Remaja Akhir (18-21 tahun)

Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah

mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan

Page 44: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

sendiri olehnya dengan keberanian. Remaja sudah mulai memahami

arah hidupnya dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah

mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang

baru saja ditemukannya.

2.1.6 Bentuk-bentuk Retardasi Mental

Ada beberapa bentuk retardasi mental menurut Pieter, dkk (2011)

yaitu diantaranya adalah :

1) Alcohol Syndrome

Alcohol syndrome yaitu retardasi mental yang diakibatkan bahan

kimia dan obat-obatan, seperti penylalanin.

2) Lesch-Nyham Syndrome

Lesch-nyham syndrome adalah retardasi mental yang diakibatkan

gangguan cerebral palsy (pengencangan otot). Ciri-ciri Lesh-Nyham

Syndrome ditandai dengan perilaku mencederai diri sendiri seperti

menggigit jari atau bibir. Gangguan ini hanya diderita oleh anak laki-

laki karena yang bertanggungjawab adalah gen resesif, yakni ketika gen

berada di kromososm X pada laki-laki tidak memiliki gen yang normal

untuk menyeimbangi dan karena laki-laki tidak memiliki kromosom X

yang kedua.

3) Down Syndrome

Down syndrome adalah bentuk retardasi mental akibat adanya

abnormalitas kromosom 21 yang memberikan penampilan fisik yang

khas seperti wajah mongoloid. Ciri-ciri khas down syndrome adalah

Page 45: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

mata sipit dan mengarah ke atas, hidung rata, mulut kecil dengan langit-

langit datar sehingga lidah menjulur keluar, ada malformasi

jantungbawaan mengarah demensia Alzheimer. Gangguan otak pada

down syndrome menyebabkan kurang ingatan dan gangguan kognitif

lainnya. Selain akibat penyimpangan kromosom, faktor pendukung lain

yang dapat menyebabkan down syndrome adalah akobat usia ibu yang

terlalu tua atau terlalu muda untuk mengandung.

4) Fragile X

Fragile X adalah bentuk retardasi mental akibat penyimpangan

pada kromosom X yang berkaitan dengan masalah-masalah belajar,

hiperaktif, menghindar tatapan mata, perseperative speech dan ciri-ciri

fisik yang tidak lazim seperti telinga, buah zakar, lingkaran kepala yang

besar. Estimasi gangguan ini diperkirakan satu diantara dua ribu laki-

laki.

5) Cultural Familial Retardation

Cultural familial retardation yaitu bentuk retardasi mental yang

ringan dan disebakan oleh pengaruh lingkungan dan kombinasi

pengaruh biologis dan psikososial seperti akibat penganiayaan fisik,

penelantaran dan deprivasi sosial. Ciri-ciri yang memiliki familial

retardation adalah yang memiliki skor IQ 50-70 memiliki keterampilan

adaptif yang cukup baik namun tidak berpotensi untuk

mengembangkan keterampilannya memiliki keterlambatan dalam

perkembangan.

Page 46: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

2.1.7 Ciri-ciri Anak Retardasi Mental

1) Psikis

Kondisi psikis anak retardasi mental cenderung sulit untuk

memusatkan perhatian, cepat lupa, sukar membuat kreasi baru serta

rentang perhatiaanya pendek, mudah bosan, mengantuk, kurangnya

minat belajar dalam waaktu yang lama, mudah frustasi yaitu

menghentikan aktifitas atau pekerjaan jika tidak berhasil, mudah marah

atau tersinggung dan tidak kooperatif, menarik diri karena malu dan

tidak memiliki keberanian untuk berkomunikasi dengan orang lain

(Kemis & Rosmawati, 2013).

2) Sosial

Perilaku sosial adalah aktivitas dalam berhubungan dengan orang

lain yang meliputi suatu prses berfikir, beremosi dan mengambil

keputusan (Jahja, 2011). Dalam pergaulan, anak retardasi mental tidak

dapat mengurus dirinya senidri, mereka bergantung kepada orang lain.

Karena kemampuan intelektualnya terbatas, anak retardassi mental

sering kali bermain bersama dengan anak yang lebih muda darinya.

Anak retardasi mental mempunyai kepribadian yang dinamis,

mudah goyah dan tidak memiliki pandangan yang luas. Anak retardasi

mental mengalami kesulitan dalam memahami norma lingkungan

sekitar, sehingga anak retardasi mental sering dianggap aneh oleh

masyarakat karena tidakannya yang tidak sesuai dengan tingkat

umurnya (Kemis & Rosmawati, 2013).

Page 47: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

2.1.8 Dampak Anak Retardasi Mental

Menurut Efendi (2009), dampak yang dapat ditimbulkan pada anak

retardasi mental ada empat tahap yaitu :

1) Tahap Pertama

Pada tahap satu akan diketahui kelainan atau ketunaan pada salah

satu organnya atau lebih. Dalam hal ini akan berkurang dalam

kemampuannya untuk memfungsikan secara maksimum organ atau

instrumen anggota tubuh yang akan mengalami kelainan.

2) Tahap Kedua

Pada tahap ini dua alat motorik dan sensori yang tidak berfungsi

akan berdampak pada anak retardasi mental yang melakukan eksplorasi

sehingga akan mengalami hambatan dalam melakukan aktivitas.

3) Tahap Ketiga

Pada tahap tiga anak retardasi mental akan mengalami hambatan

pada saat melakukan aktivitas dan akan menimbulkan reaksi

emosisonal akibat ketidakberdayaannya.

4) Tahap Keempat

Pada tahap empat reaksi emosional yang ditimbulkan terus

menumpuk dan intensitasnya semakin meningkat, maka reaksi

emosionalnya yang muncul tidak akan menguntungkan bagi

perkembangan kepribadiannya

Page 48: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

2.1.9 Pencegahan Retardasi Mental

Menurut Judarwanto (2009) pencegahan anak retardasi mental yaitu :

1) Pencegahan Primer

Dapat dikatakan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat,

perbaikan keadaan sosio ekonomi, konseling genetik dan tindakan

kedokteran (umpamanya perawatan prenatal yang baik, pertolongan

persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40

tahun dikurangi dan pencegahan peradangan otak pada anak-anak).

2) Pencegahan Sekunder

Meliputi diagnosa dan pengobatan dini peradangan otak,

perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu

cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi ; pada mikro sevali yang

kongenital, operasi tidak menolong).

3) Pencegahan Tersier

Merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya

disekolah luar biasa. Dapat diberi neuroleptika kepada yang gelisah,

hiperaktif atau dektrukstif.

2.1.10 Pengobatan Anak Retardasi Mental

Menurut Lumbantobing (2001) dalam Muhit, 2015) menyatakan

bahwa pengobatan anak retardasi mental yaitu :

1) Konseling

Kepada orangtua dilakukan secara fleksibel dengan tujuan untuk

membantu mereka dalam mengatasi frustasi oleh karena mempunyai

Page 49: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

anak dengan retardasi mental. Orangtua sering menghendaki anak diberi

obat, oleh karena itu dapat diberi penerangan bahwa smapai sekarang

belum ada obat yang dapat membat anak menjadi pandai, hanya ada obat

yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak.

2) Latihan dan Pendidikan

Menurut American Occupational Therapy Association (2003)

dalam Armatas (2009), latihan dan pendidikan yang dapat diberikan

pada anak retardasi mental yaitu :

a. Occupational Therapy (Terapi Gerak)

Terapi ini memberikan kepada anak retardasi mental untuk

melatih gerak fungsional anggota tubuh (gerak kasar dan halus).

b. Play therapy (Terapi Bermain)

Terapi ini merupakan terapi yang diberikan kepada anak

retardasi mental dengan cara bermain misalnya berhitung, bermain

sosial drama dan bermain jual dan beli.

c. Activity Daily Living (Aktifitas Sehari-hari)

Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian anak

sehingga mereka dapat merawat dirinya dan tidak bergantung

kepada orang lain.

1. Live Skill (Keterampilan Hidup)

Anak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak

dengan IQ dibawah rata-rata biasanya tidak diharapkan dapat

hidup mandiri. Untuk bekal hidupnya mereka diberikan

Page 50: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

keterampilan dengan harapan kelak dapat hidup di lingkungan

keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri

dan usaha.

2. Vocational Therapy (Terapi Bekerja)

Selain diberikan keterampilan anak dengan retardasi mental

juga diberikan latihan kerja. Dengan bekal latihan yang telah

dimilikinya, anak retardasi mental diharapkan dapat bekerja di

lingkungan sesuai dengan kemampuannya.

2.2 Kemandirian

2.2.1 Definisi Kemandirian

Kemandirian adalah suatu keadaan dapat mengurus diri sendiri tanpa

bergantung kepada orang lain (Friedman, 2010). Kemandirian merupakan

suatu sikap individu yang diperoleh secara kumulatif selama

perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri

dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan sehingga individu mampu

berpikir dan bertindak sendiri (Mutadin, 2002 dalam Mukaromah, 2012).

2.2.2 Kemandirian Anak Retardasi Mental

Kemandirian anak retardasi mental adalah keseimbangan antara

merawat diri dan mempunyai kemampuan untuk mengurusnya dirinya

sendiri akan kebutuhan dasarnya dan mereka senantiasa memerlukan

bantuan dan pengawasan. Pada anak retardasi mental sedang mereka lambat

dalam pengembangan pemahaman dan penggunaan bahasa, keterampilan

Page 51: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

merawat diri dan keterampilan motorik terlambat. Anak retardasi mental

sedang juga memerlukan pengawasan seumur hidup dan program

pendidikan khusus demi mengembangkan potensi mereka yang terbatas

agar memperoleh beberapa keterampilan dasar (Soemantri, 2006). Menurut

Parker (2002) tahap-tahap kemandirian bisa digambarkan sebagai berikut :

1) Tahap Pertama

Mengatur kehidupan dan diri mereka sendiri. Misalnya : makan, ke

kamar mandi, mencuci, membersihkan gigi, memakai pakaian dan lain

sebagainya.

2) Tahap Kedua

Melaksanakan gagasan-gagasan mereka sendiri dan menentukan

arah permainan mereka sendiri.

3) Tahap Ketiga

Mengurus hal-hal di dalam rumah dan bertanggung jawab terhadap

diantaranya :

a. Sejumlah pekerjaan rumah tangga, misalnya menjaga kamarnya

tetap rapih, meletakkan pakaian kotor di tempat pakaian kotor dan

menata meja.

b. Mengatur bagaimana menyenangkan dan menghibur dirinya sendiri

dalam alur yang diperkenankan.

c. Mengelola uang saku sendiri pada masa kini, anak-anak harus diberi

kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan yang

mempengaruhi kehidupannya, misalnya membelanjakan uang sku

Page 52: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

seperti yang diinginkan, kegiatan ekstra apa yang ingin diikuti,

kesempatan adanya hadiah tertentu yang diberikan karena tanggung

jawab dan komitmen tambahan.

4) Tahap Keempat

Mengatur diri sendiri di luar rumah, misalnya di sekolah,

menyelesaikan pekerjaan rumah, menyiapkan segala keperluan,

kehidupan sosial, aktivitas ekstra dan lain sebagainya.

5) Tahap Kelima

Mengurus orang lain baik di dalam maupun di luar rumah, misalnya

menjaga saudara ketika orangtua sedang mengerjakan sesuatu yang lain.

2.2.3 Ciri-ciri Kemandirian Anak Retardasi Mental

Ciri-ciri kemandirian anak retardasi mental dilihat dari tingkatan IQ

atau standar intelegensinya :

1) Retardasi mental taraf perbatasan atau subnormal (IQ 68-85) umur

mental 12-16 tahun. Ciri-cirinya :

a. Dapat di didik di sekolah biasa, meskipun tiap kelas dicapai dalam 2

tahun

b. Dapat berfikir secara abstrak

c. Dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk

2) Retardasi mental ringan atau debil (IQ 52-68) umur mental 8-11 tahun.

Ciri-cirinya dapat dilatih dan di didik :

a. Dapat dilatih merawat dirinya sendiri dan melakukan semua

pekerjaan rumah

Page 53: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

b. Tidak dapat di didik di sekolah biasa tetapi harus di lembaga atau

sekolah luar biasa

c. Koordinasi motorik tidak mengalami gangguan

3) Retardasi mental sedang atau imbecile (IQ 35-50) umur mental 4-8

tahun. Ciri-cirinya dapat dilatih dan dapat di didik sampai ke taraf II-III

SD :

a. Dapat dilatih merawat dirinya sendiri seperti makan, mandi,

berpakaian, berhias sendiri.

b. Koordinasi motorik biasanya masih sedikit terganggu

c. Bisa menghitung 1-20 mengetahui macam-macam warna dan

membaca beberapa suku kata.

4) Retardasi mental berat (IQ 20-35) umur mental 2-4 tahun. Ciri-cirinya

dapat dilatih dan tidak dapat di didik :

a. Dapat dilatih merawat dirinya sendiri

b. Perkembangan fisik dan berbicara masih terlambat

c. Masih mudah terserang penyakit

5) Retardasi mental sangat berat atau idiot (IQ 0-19) umur mental kurang

dari 2 tahun. Ciri-cirinya tidak dapat dilatih dan di didik :

a. Tidak dapat merawat dirinya sendiri

b. Perkembangan fisik seperti duduk, jalan, bicara terlambat. Sering tak

dapat diajak berbicara, berbicara hanya satu suku kata saja (maa,

paa).

c. Mudah terserang penyakit lain misalnya TBC dan infeksi lain.

Page 54: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Anak Retardasi

Mental

Menurut Ali dan Asrori (2010) ada faktor-faktor yang mempengaruhi

perkembangan kemandirian yaitu sebagai berikut :

1) Gen atau Keturunan Orangtua

Orangtua yang memiliki sifat kemandirian yang tinggi seringkali

menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun faktor

keturunan ini masih jadi perdebatan karna ada yang berpendapat bahwa

sesungguhnya bukan sifat kemandirian kepada anaknya melainkan sifat

orangtuanya yang mucul berdasarkan cara orangtua mendidik anaknya.

2) Pola Asuh Orangtua

Cara orangtua mengasuh atau mendidik anaknya akan

mempengaruhi perkembangan kemandirian anak, orangtua yang

menciptakan suasana aman dalam interaksi keluarganya akan dapat

mendorong kelancaran perkembangan anak. Namun orangtua yang

sering mengeluarkan kata-kata “jangan” tanpa disertai dengan

penjelasan yang rasional (masuk akal) akan menghambat

perkembangan anak.

3) Jenis Kelamin

Anak laki-laki biasanya lebih banyak waktunya untuk mandiri dari

pada anak perempuan, karena anak laki-laki memiliki sifat yang agresif

dominan dan maskulin dibandingkan anak perempuan yang sifatnya

pasif, lemah lembut dan feminim.

Page 55: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

4) Urutan Posisi Anak

Anak pertama sangat diharapkan sebagai pengganti orangtua

dituntut untuk bertanggung jawab, sedangkan anak tengah memiliki

peluang untuk mandiri, anak bungsu yang memperoleh perhatian

berlebihan dari orangtua dan kakak-kakaknya lebih banyak bergantung

dan tidak mandiri.

5) Usia Anak

Semenjak kecil anak melihat dan mengeksplorasi lingkungannya

atas kemampuannya sendiri dan melakukan apa yang menjadi

kemauannya sendiri. Semakin bertambah usia anak, maka semakin

tinggi tingkat kemandirian anak, karena anak belajar dan berproses dari

lingkungan dan dirinya sendiri.

6) Sistem Pendidikan Di Sekolah

Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan

demokratisasi tanpa argumentasi serta adanya tekanan punishment akan

menghambat kemandirian seorang anak. Sebaliknya adanya

penghargaan terhadap potensi anak, pemberian rewards dan penciptaan

kompetitif yang positif akan memperlancar perkembangan kemandirian

anak.

7) Intelegensi

Anak yang memiliki intelegensi yang tinggi akan lebih cepat

menangkap sesuatu yang membutuhkan kemampuan berpikir, sehingga

anak yang cerdas cenderung cepat dalam membuat keputusan untuk

Page 56: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

bertindak dibarengi dengan kemampuan analisi yang baik terhadap

suatu resiko yang akan dihadapinya. Intelegensi berhubungan dengan

tingkat kemandirian anak yang artinya semakin tinggi intelegensi

seorang anak maka semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya.

2.3 Activity Daily Living

2.3.1 Definisi Activity Daily Living

Activity daily living (ADL) merupakan pengukuran kemampuan

seseorang dalam melakukan aktivitas secara mandiri. Orangtua sangat

berpengaruh dalam membentuk kemandirian anak. Kemandirian anak

berawal dari keluarga serta dipengaruhi oleh pola asuh orangtua (Jahidin,

2014).

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Activity Daily Living

Menurut Hardywinoto (2007) kemauan dan kemampuan dalam

melakukan activity daily living tergantung dalm beberapa faktor antara lain:

1) Umur dan Status Perkembangan

Merupakan suatu tanda kemauan dan kemampuan klien bereaksi

terhadap ketidakmampuan dalam melakukan activity daily living. Pada

saat perkembangan mulai bayi sampai dewasa, perlahan-lahan

perubahan akan bergantung menjadi mandiri dalam melakukan activity

daily living.

2) Fungsi Kognitif

Tingkatan kognitif akan dapat mempengaruhi kemampuan dalam

melakukan activity daily living. Fungsi kognitif merupakan proses yang

Page 57: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

menunjukkan proses penerimaan, mengorganisasikan dan

menginprestasikan suatu stresor stimulus dalam berfikir dan dalam

menyelesaikan masalah. Proses mental akan dapat memberikan

kontribusi dalam fungsi kognitif dalam mengganggu proses berfikir

logis dan akan menghambat kemandiannya dalam melakukan activity

daily living.

3) Fungsi Psikososial

Fungsi psikososial akan menunjukkan kemampuan seseorang dalam

mengingat sesuatu hal yang lalu dalam menginformasikan suatu cara

yang realistik. Fungsi psikososial yaitu meliputi interaksi yang

kompleks antara suatu perilaku intrapersonal dan interpersonal.

Gangguan pada intrapersonal yaitu pada gangguan konsep diri atau

ketidakstabilan emosi. Gangguan interpersonal akan mengakibatkan

pada masalah komunikasi, gangguan interaksi sosial atau dalam

disfungsi penampilan peran dan dapat mempengaruhi activity daily

living.

4) Tingkat Stres

Stress merupakan suatu respon fisik nonspesifik terhadap berbagai

macam kebutuhan manusia. Stres dapat timbul dari tubuh atau

lingkungan atau akan mengganggu keseimbangan tubuh. Stressor

tersebut dapat berupa injuri atau psikologi seperti kehilangan.

Page 58: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

5) Ritme Biologi

Ritme biologi akan dapat membantu makhluk hidup dalam mengatur

lingkungan fisik dan akan membatu homeostasis internal

(keseimbangan dalam tubuh dan lingkungan). Salah satu irama biologi

yaitu irama sirkadian yang akan berjalan dalam waktu 24 jam. Beberapa

faktor akan ikut berperan pada irama sirkardian yaitu faktor lingkungan

seperti hari terang dan gelap, seperti cuaca yang mempengaruhi activity

daily living.

6) Status Mental

Status mental akan menunjukkan keadaan intelektual seseorang dan

keadaan mental akan memberikan suatu implikasi pada pemenuhan

kebutuhan dasar individu.

2.4 Pola Asuh Orangtua

2.4.1 Definisi Pola Asuh Orangtua

Pola asuh orangtua adalah bentuk perlakuan yang diterapkan oleh

orangtua dalam rangka memelihara, merawat, mengajar, membimbing dan

melatih anak-anak mereka dan memberikan pengaruh terhadap

pertumbuhan dan perkembangan (Sochib, 2010). Pola asuh orangtua

berfungsi memberikan kelekatan dan ikatan emosional atau kasih sayang

anatar orangtua dan anakanya juga adanya penerimaan dan tuntutan dari

orangtua dan melihat bagaimana orangtua menerapkan disiplin (Hurlock

dalam Septriatri, 2012). Secara garis besar ada tiga pola asuh yang bisa

Page 59: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

diterapkan kepada anak yaitu pola asuh otoriter, permisif dan demokratis

(Sochib, 2010).

2.4.2 Klasifikasi Pola Asuh Orangtua

1) Pola Asuh Authotarian (Otoriter)

Pola asuh otoriter adalah pengasuhan yang kaku, diktator, dan

memaksa anak unuk selalu mengikuti perintah pengasuh tanpa banyak

alasan. Dalam pola asuh ini biasa ditemukan penerapan hukuman fisik

dan aturan-aturan tanpa merasa perlu menjelaskan kepada anak apa

guna dan alasan dibalik aturan tersebut.

2) Pola Asuh Permisif

Sifat dari pola asuh ini yakni segala ketetapan dan aturan keluarga

ditangan anak. Pola asuh permisif adalah salah satu pola asuh yang

paling banyak diterapkan di tengah-tengah keluarga. Alasan yang

paling sering dikemukakan oleh pengasuh yang menerapkan pola asuh

permisif terhadap anak-anak remaja mereka adalah kurangnya waktu

untuk mengawasi anak-anak mereka karena kesibukan sehari-hari dan

berbagai alasan lainnya.

3) Pola Asuh Demokrasi

Pola asuh demokrasi dipandang paling memadai untuk diterapkan

pada anak dan anggota keluarga lainnya, kedudukan antara pengasuh

dan anak sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan

mempertimbangkan kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang

bertanggungjawab yang artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap

Page 60: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

harus dibawah pengawasan orangtua dan dapat dipertanggungjawabkan

secara moral.

2.4.3 Ciri-ciri Pola Asuh Orangtua

Menurut Syamsu Yusuf (2008) terdapat beberapa ciri-ciri pola asuh

orangtua diantaranya yaitu :

1) Pola Asuh Demokratis

a. Bersikap bersahabat

b. Percaya kepada diri sendiri

c. Mampu mengendalikan diri

d. Memiliki rasa sopan

e. Mau bekerja sama

f. Memiliki rasa ingin tahu yang tinggi

g. Mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas

h. Berorientasi terhadap prestasi

Pola asuh secara demokratis sangatlah positif pengaruhnya

pada masa depan anak, anak akan selalu optimis dalam melangkah

untuk meraih apa yang diimpikan dan dicita-citakannya.

2) Pola Asuh Otoriter

a. Hukuman yang keras

b. Suka menghukum secara fisik

c. Bersikap mengomando

d. Bersikap kaku (keras)

e. Cenderung emosional dalam bersikap menolak

Page 61: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

f. Harus mematuhi peraturan-peraturan orangtua dan tidak boleh

membantah

Akibatnya anak cenderung memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Mudah tersinggung

b. Penakut

c. Pemurung tidak bahagia

d. Mudah terpengaruh dan mudah stress

e. Tidak memiliki masa depan yang jelas

f. Tidak bersahabat

g. Gagap (rendah hati)

3) Pola Asuh Permisif

a. Kontrol orangtua terhadap anak sangat lemah

b. Memberikan kebebasan kepada anak untuk dorongan atau

keinginannya

c. Anak diperbolehkan melakukan sesuatu yang dianggap benar

oleh anak

d. Hukuman tidak diberikan karena tidak ada aturan yang

mengikat

e. Kurang membimbing

f. Anak lebih berperan daripada orangtua

g. Kurang tegas dan kurang komunikasi

Akibatnya anak cenderung memiliki ciri-ciri kepribadian :

a. Agresif

Page 62: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

b. Menentang atau tidak dapat bekerja sama dengan orang lain

c. Emosi kurang stabil

d. Selalu berekspresi bebas

e. Selalu mengalami kegagalan karena tidak ada bimbingan

2.4.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Orangtua

Gunarsa (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh

orangtua terhadap anaknya adalah :

1. Karakter orangtua dan anak

2. Kepribadian orangtua dan anak

3. Tempramen orangtua dan anak

4. Kemauan dan kemampuan anak untuk menerima perubahan

5. Asal-usul dan latar belakang orangtua

6. Pendidikan orangtua

7. Budaya yang diterapkan di keluarga

8. Demografi dan domisili keluarga

9. Sistem religi yang dianut oleh keluarga

10. Tekanan dan dukungan dari keluarga dan masyarakat

11. Pekerjaan dan karier atau jabatan orangtua

12. Kemampuan penalaran anggota keluarga

Page 63: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

2.5 Teori Model Keperawatan Dorothea Orem

Teori defisit perawatan diri (Deficit Self Care) Orem dibentuk menjadi 3 teori

yang saling berhubungan :

2.5.1 Teori perawatan diri (self care theory)

Menggambarkan dan menjelaskan tujuan dan cara individu melakukan

perawatan dirinya. Teori perawatan diri (self care theory) berdasarkan Orem

terdiri dari :

a. Perawatan diri adalah tindakan yang diprakarsai oleh individu dan

diselenggarakan berdasarkan adanya kepentingan untuk

mempertahankan hidup, fungsi tubuh yang sehat, perkembangan dan

kesejahteraan.

b. Agen perawatan diri (self care agency) adalah kemampuan yang

kompleks dari individu atau orang-orang dewasa (matur) untuk

mengetahui dan memenuhi kebutuhannya yang ditujukan untuk

melakukan fungsi dan perkembangan tubuh. Self Care Agency ini

dipengaruhi oleh tingkat perkembangan usia, pengalaman hidup,

orientasi sosial kultural tentang kesehatan dan sumber-sumber lain yang

ada pada dirinya.

c. Kebutuhan perawatan diri terapeutik (therapeutic self care demands)

adalah tindakan perawatan diri secara total yang dilakukan dalam

jangka waktu tertentu untuk memenuhi seluruh kebutuhan perawatan

diri individu melalui cara-cara tertentu seperti, pengaturan nilai-nilai

terkait dengan keadekuatan pemenuhan udara, cairan serta pemenuhan

Page 64: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

elemen-elemen aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan

tersebut (upaya promosi, pencegahan, pemeliharaan dan penyediaan

kebutuhan).

2.5.2 Teori defisit perawatan diri (deficit self care theory)

Menggambarkan dan menjelaskan keadaan individu yang

membutuhkan bantuan dalam melakukan perawatan diri, salah satunya

adalah dari tenaga keperawatan. Setiap orang memiliki kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan perawatan diri secara mandiri, tetapi ketika seseorang

tersebut mengalami ketidakmampuan untuk melakukan perawatan diri

secara mandiri, disebut sebagai Self Care Deficit. Defisit perawatan diri

menjelaskan hubungan antara kemampuan seseorang dalam bertindak atau

beraktivitas dengan tuntunan kebutuhan tentang perawatan diri, sehingga

ketika tuntutan lebih besar dari kemampuan, maka seseorang akan

mengalami penurunan atau defisit perawatan diri.

Orem memiliki metode untuk proses penyelesaian masalah tersebut,

yaitu bertindak atau berbuat sesuatu untuk orang lain, sebagai pembimbing

orang lain, sebagai pendidik, memberikan support fisik, memberikan

support psikologis dan meningkatkan pengembangan lingkungan untuk

pengembangan pribadi serta mengajarkan atau mendidik orang lain.

2.5.3 Teori sistem keperawatan (nursing system theory)

Menggambarkan dan menjelaskan hubungan interpersonal yang harus

dilakukan dan dipertahankan oleh seorang perawat agar dapat melakukan

Page 65: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

sesuatu secara produktif. Terdapat tiga kategori sistem keperawatan yang

dilakukan untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri klien sebagai berikut:

a. Sistem Bantuan Penuh (Wholly Compensatory System)

Tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien yang dalam

keadaan tidak mampu secara fisik dalam melakukan pengontrolan

pergerakan serta memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi yang

termasuk dalam kategori ini adalah pasien koma yang tidak mampu

memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, tidak mampu melakukan

pergerakan dan tidak mampu mengambil keputusan yang tepat bagi

dirinya.

b. Sistem Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System)

Tindakan keperawatan yang sebagian dapat dilakukan oleh klien

atau individu dan sebagian dilakukan oleh perawat. Perawat membantu

dalam memenuhi kebutuhan self care akibat keterbatasan gerak yang

dialami oleh klien atau individu.

c. Sistem Dukungan Pendidikan (Supportif-Education System)

Merupakan sistem bantuan yang diberikan pada klien atau individu

yang membutuhkan edukasi dalam rangka mencapai derajat kesehatan

setinggi-tingginya agar pasien mampu melakukan tindakan

keperawatan setelah dilakukan edukasi.

Page 66: GAMBARAN POLA ASUH ORANGTUA BERDASARKAN TINGKAT

2.6 Kerangka Konsep

Bagan 2.1

Gambaran Pola Asuh Orangtua Berdasarkan Tingkat Kemandirian Activity Daily

Living (ADL) Anak Retardasi Mental

Sedang Di Sekolah Luar Biasa Kabupaten Bandung

Sumber : Hardywinoto (2007), Ali & Asrori (2010), Friedman (2010), Soetjiningsih (2013)

Faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan

kemandirian :

- Gen atau Keturunan

Orangtua

- Jenis Kelamin

- Pola Asuh Orangtua

- Urutan Posisi Anak

- Usia Anak

- Sistem Pendidikan Di

Sekolah

- Intelegensi

Klasifikasi Anak Retardasi

Mental :

- Retardasi Mental

Ringan

- Retardasi Mental

Sedang

- Retardasi Mental Berat

- Retardasi Mental Sangat

Berat

Kemandirian Activity

Daily Living (ADL)