hak suami sebagai ahli waris dalam kompilasi...
TRANSCRIPT
HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
(Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon
Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy)
Oleh:
Mohamad Apip Firmansyah
NIM : 107044102095
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
2 0 1 4
i
HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM
(Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi Salah
Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy)
Oleh
Mohamad Apip Firmansyah NIM : 107044102095
Dibawah bimbingan
Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag, M. Ag. NIP. 197304242002121007
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A
2013 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul berjudul HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM
KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di
Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.). telah diujikan
dalam sidang Munaqasah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy) pada Konsentrasi Peradilan Agama,
Program Studi Hukum Keluarga Islam.
Jakarta, Mengesahkan, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H. M.A. M.M. NIP. 195505051982031012
PANITIA UJIAN
. 1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A (_________________)
NIP. 195003061976031001
2. Sekertaris : Hj. Rosdiana, MA (_________________) NIP. 196906102003122001
3. Pembimbing : Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag. M. Ag (_________________) NIP. 197304242002121007
4. Penguji I : Ali Mansur, M. A (_________________)
5. Penguji II : Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lcs., MA (_________________) NIP. 195507061992031001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Srata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti saya bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Jakarta (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 1 November 2013
Mohamad Apip Firmansyah
iv
ABSTRAK
Mohamad Apip Firmansyah, NIM : 107044102095, HAK SUAMI SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)
Program Studi Hukum Keluarga Islam, Konsentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Dalam penelitian ini, penulis mengangkat suatu permasalahan yaitu Bagaimana Deskripsi pada perkara Gugat Waris Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn., Bagaimana prosedur pengajuan gugatan waris, Bagaimana konsep Kompilasi Hukum Islam tentang penyelesaian kewarisan, serta apa yang mendasari pertimbangandan putusan Majelis Hakim dalam memutuskan perkara waris.
Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui deskripsiPerkara Gugat Waris Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn, untuk mengetahui lebih rinci mekanisme pengajuan gugatan waris, untuk mengetahui secara jelas konsep Kompilasi Hukum Islam tentang masalah penyelesaian kewarisan, serta untuk mengetahui dan memahamidasar dari pertimbangandan putusan Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara waris Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriftif, dibantu dengan bahan-bahan sekunder berupa hasil karya ilmiah, pendapat para pakar, buku-buku rujukan, dan sebagainya. Bahan-bahan penelitian tersebut kemudian disusun secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah yang diteliti.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Berdasarkan hasil temuan peneliti dilapangan, gugatan yang diajukan tidak memenuhi syarat formil, karena tidak sesuai dengan kriteria-kriteria gugatan sebagai berikut: Jelas, tegas (eminuratif), memiliki dasar hukum yang jelas dan semua tuntutan memiliki keterkaitan keterkaitan yang terdapat di posita, Menunjukan bahwa dalam menentukan bagian-bagian ahli waris, dasar pertimbagan Mjajelis Hakim adalah ayat 11 surat an-Nisa dan pasal 176 Kompilasi Hukum Islam. Namun demikian ada yang kurang dalam dasar hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim yaitu bagian untuk suami yang seharusnya mengacu kepada pasal 179 KHI, karena dalam pasal 176 itu hanya mencakup bagian anak laki-laki dan anak perempuan saja.
Kata kunci : Waris, Kompilasi Hukum Islam, Gugat Waris Pembimbing : Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag, M. Ag. Daftar Pustaka : Tahun 1981 sampai Tahun 2013
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan Rahmat dan Hidayah kepada kita semua khusisnya kepada
penulis. Shalawat beserta salam semoga selalu terlimpah curahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai teladan bagi kita semua.
Semasa perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini banyak
pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. Sebagai
tanda syukur atas terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul HAK SUAMI
SEBAGAI AHLI WARIS DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (Analisis
Putusan Perkara Gugat Waris Di Pengadilan Agama Kota Cirebon Nomor :
753/Pdt.G/2011/PA.Cn.). Maka pnulis ingin mengucapkan terimakasih yang
setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH. MA. MM., Sebagai Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Unifersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA., sebagai Ketua Program Studi Hukum
Keluarga Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum Unifersitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Moh. Ali Wafa, S. Ag, M. Ag., sebagai Dosen Pembimbing yang
selalu sabar membimbing penulis dalam penulisan skripsi.
4. Bapak Ali Mansur, M. A sebagai penguji I, yang sudah memberikan arahan
dan masukan-masukan pada saat menguji skripsi ini
vi
5. Bapak Dr. KH. A. Juaini Syukri, Lcs., MA sebagai Pengujui II, yang dengan
sabar memberikan nasihat-nasihat yang sangat berharga untuk menatap masa
depan yang lebih indah.
6. Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Fakulas Fakultas Syari’ah dan Hukum
Unifersitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Yang telah memberikan
bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi.
7. Secara khusus Kepada orang tua penulis (nenek, mamah, bapa) yang selalu
sabar dalam memotivasi serta dukungan moril maupun materil dari awal
masuk kuliah sampai selesainya perkuliahan, serta selalu mendo’akan penulis
agar penulis sukses.
8. Adik-adik tercinta yang selalu memberikan motivasi dan selalu menghibur
disaat penulis sedang jenuh dalam manulis skripsi.
9. Sodara tercinta Wisnu Ahmad Maulana dan Liha Fathiatusholihah yang selalu
memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis, semoga kalian bahagia
dan menjadi keluarga sakinah, mawadah warohmah.
10. Fitriah Rospari, S. Ked, yang telah memberikan motivasi, dukungan,
kepercayaan, do’a, dan selalu sabar dalam mengingatkan penulis agar segera
menyelesaikan skripsi. Terimakasih atas bawelnya yang selalu membuat
penulis tertawa dan terhibur.
11. Kepada para senior dan teman-teman seperjuangan Ikatan Pemuda Pelajar dan
Mahasiswa Kuningan, yang telah memberikan masukan-masukan dan selalu
menghibur sehingga penulis dapat berkonsentrasi kembali dalam
menyelesaikan skripsi.
vii
12. Kepada tim tempur Imam Hamzah Nasrullah, Tantowi el-Hazmi, Tubagus
Adam Ma’rifat S.kom, terimakasih atas dukungann dan motivasiya, terutama
untuk Tubagus Adam Ma’rifat S. Kom, terimakasih atas sindirannya agar
cepat dalam menyelesaikan skripsi. Salam hangat untuk kalian semua semoga
kita bisa sukses dengan keinginan kita masing-masing.
13. Terimakasih juga kepada Edah, Sofiyah, Winda, Dinar, yang selalu membuat
dan mengantar makanan dan minuman ketika penulis sedang mengerjakan
skripsi. Terutama dinar terimakasih kopi buantannya mantap.
14. Tak lupa terimakasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam
kelancaran penulisan skripsi ini yang penulis tidak bisa sebutkan.
Semoga semua kebaikan, dukungan dan motivasi yang diberikan kepada
penulis dibalas oleh Allah SWT dengan kebaikan yang jauh lebih besar.
Kesempurnaan hanya milik Alah SWT, mudah-mudahan semua yang penulis
lakukan diridhoi oleh Allah SWT, dan semoga Skripsi ini dapat bermanfaat.
Amin.
Jakarta, 1 November 2013 Penulis
Mohamad Apip Firmansyah
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .......................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ...................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... iii
ABSRAK ................................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................... viii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................... 7
D. Review Studi...................................................................................................... 8
E. Kerangka Teori .................................................................................................. 9
F. Metode Penelitian .............................................................................................. 15
G. Sistematika Penulisan ........................................................................................ 16
BAB II : KEWARISAN, KHI DAN EKSEPSI
A. Pengertian Kewarisan ........................................................................................ 18
B. Tinjauan Teoritis Tentang Kewarisan ................................................................. 19
C. Penyelesaian Kewarisan Menurut Kompilasi Hukum Islam ................................ 28
D. Prosedur Pengajuan Gugatan atau Permohonan Waris ........................................ 32
E. Pengertian Eksepsi ............................................................................................ 38
BAB III : PROFIL PENGADILAN AGAMA CIREBON
A. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon.................................... 43
B. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon ............................................. 43
C. Visi Dan Misi..................................................................................................... 45
ix
D. Mekanisme Pengaduan Masyarakat Pencari Keadilan Di Kantor Pengadilan
Agama Cirebon ................................................................................................. 46
E. Struktur Pengadilan Agama Cirebon .................................................................. 48
F. Tugas Pokok Dan Fungsi Peradilan Agama ........................................................ 59
BAB IV : GUGATAN, KHI, DAN PUTUSAN MAJELIS HAKIM
A. Prosedur Gugatan Waris..................................................................................... 61
B. KHI dan Kewarisan ............................................................................................ 64
C. Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim ......................................................... 66
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 72
B. Saran-Saran ....................................................................................................... 73
DAFTAR PUSAKA ............................................................................................... 75
LAMPIRAN
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan Pembimbing
Lampiran 2 : Surat Permpohonan Data / Wawancara
Lampiran 3 : Pedoman Wawancara dan Hasil Wawancara
Lampiran 4 : Putusan Pengadilan Agama Perkara Gugat Waris Nomor :
753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
Lampiran 5 : Foto-Foto Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Segi kehidupan manusia yang diatur Allah tersebut dapat dikelompokan
kepada dua kelompok, pertama, hal-hal penciptaannya. Aturan tentang hal
ini disebut “hukum ibadat”. Tujuannya untuk menjaga hubungan atau tali
antara Allah dengan hamba-Nya yang disebut juga hablun min Allah. Kedua,
berkaitan dengan hubungan antar manusia dengan alam sekitar,aturan ini
disebut juga “hukum muamalat”. Tujuannya menjaga hubungan antar
manusia dan alamnya atau disebut juga “hablun min al-Naas”. Kedua
hubungan ini harus tetap terpelihara agar manusia terlepas dari kehinaan,
kemiskinan, dan kemarahan Allah.1
Dalam hidup, sejak proses bayi, anak-anak, tamyiz, usia baligh dan usia
selanjutnya, manusia sebagai penanggung hak dan kewajiban. Baik selaku
pribadi, anggota keluarga, warga negara, dan pemeluk agama yang harus
tunduk, taat dan patuh pada ketentuan syari’at dalam seluruh totalitas
kehidupannya.Demikian juga kematian seseorang membawa pengaruh dan
akibat hukum kepada dirinya, keluarga, masyarakat dan lingkungan
sekitarnya. Selain itu kematian tersebut, menimbulkan kewajiban orang lain
bagi dirinya (si mayit) yang berhubungan dengan pengurusan jenazah (fardu
1 Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 3.
2
kifayah). Dengan kematian itulah timbul pula akibat hukum lain secara
otomatis. Yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para
keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.2
Adanya kematian seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu
hukum yang menyangkut bagaimana cara peralihan atau penyelesaian harta
kepada keluarga (ahli waris) – nya, yang dikenal dengan nama : Hukum
Waris. Dalam syari’at islam dikenal dengan : Ilmu Mawaris, Fiqh Mawaris,
atau Faraid. Waris atau pusaka merupakan salah satu masalah dalam
keluarga yang mana apabila dalam pembagiannya tidak ada kemaslahatan
akan berakibat pecahnya keharmonisan keluarga.
Dalam pandangan Islam, pembagian harta peninggalan kepada yang
berhak mewarisi harta tersebut akan mewujudkan hubungan yang harmonis
dan saling tolong-menolong antara sesama keluarga.
Pada masa jahiliyyah (sebelum islam), bangsa Arab telah mengenal
sistem waris yang menjadi sebab berpindahnya hak kepemilikan atas harta
benda atau atas harta benda atau hak-hak material lainnya.3 Matinya
muwarits (pewaris) mutlak harus dipenuhi. Seseorang baru disebut muwarits
jika dia telah meninggal dunia. Itu berarti bahwa, jika seseorang memberikan
2 Suparman Usman, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Gaya Medika
Pratama cet-II.), h. 1.
3 Komite Fakultas Syari’ah ar-Risalah ad-Dauliyah. “Ahkamaul-mawarits fil-fiqhil-mawarits-islami”. Mesir. Tahun 2000-2001. Diterjemahkan oleh H. Addys Aldizar, Lc. dan H. Fathurohman, Lc. “Hukum Waris”. (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), h. 1.
3
harta kepada ahli warisnya ketika dia masih hidup, maka itu bukan
waris.Kematian muwaris menurut ulama, dibedakan kedalam 3 macam,
yaitu:4
a. Mati haqiqy (sejati)
b. Mati hukmy (menurut putusan hakim)
c. Mati taqdiry (menurut dugaan)
Bagi ummat Islam melaksanakan hukum – hukum islam, terutama
masalah kewarisan adalah suatu keharusan, selama belum adanya nash-nash
yang menunjukan ketidakwajibannya. Namun, dalam masalah waris, nash –
nash yang berkaitan dengan hukum membagi kewarisan tidak disebut, dan
yang disebut adalah keharusan menerapkan besar kecilnya masing – masing
bagian. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa kewajiban disini adalah
ketika seseorang menyerahkan masalah kewarisan secara (menurut) Faraidh
atau ilmu waris.5
Dalam praktiknya, banyak masyarakat yang masih bingung dalam
masalah waris, bahkan banyak yang menjadi sengketa dalam warisan. Seperti
halnya terjadi di Pengadilan Agama Cirebon, pada putusan Pengadilan
4 H. R Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika
Aditama cet-II, 2006), h. 5.
5 Ahmad Ferry Firdaus, Status Hukum Ahli Waris Pengganti menurut perspektif KHI dan Fikih, (skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal asy-Syakhsiyyah Konsentrasi Peradilan Agama, 2010), h. 5.
4
Agama Cirebon terdapat sengketa waris dalam putusan Nomor :
753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
Dalam hal ini penulis perlu meyampaikan beberapa hal mengenai hal-
hal yang terdapat dalam putusan tersebut.
Dalam putusan tersebut, penggugat mengajukan gugatannya kepada
Pengadilan Agama Cirebon dengan alasan ingkar janji terhadap surat
Keterangan dan pernyataan para ahli waris pada tanggal 1 Januari 2003.
Keterangan dan pernyataan para tergugat yang telah disepakati itu belum ada
pelaksanaan pembagiannya, meskipun penggugat telah sering memintanya.
Maka dari itu penggugat mengajukan gugatanya ke Pengadilan Agama
Cirebon untuk dibaginya harta warisan tersebut disebabkan penggugat ingin
nikah lagi.
Para tergugat menyatakan dalam eksepsinya bahwa, hal tersebut
tidaklah benar justru inisiasi membagikan harta waris itu sebelum penggugat
menikah kembali maka dari itu penggugat dan para tergugat melakukan
kesepakatan bahwa pembagian harta waris itu dilakukan sebelum
pernikahannya dengan istri baru nya seperti yang tertuang dalam surat
keterangan dan pernyataan ahli waris tanggal 1 Januari 2003. Para tergugat
juga menerangkan dalam eksepsinya bahwa prihal pengajuan gugatan itu
adalah gugatan pembagian waris, namun penggugat mendalihkan bahwa
tergugat melakukan perbuatan ingkar janji. Hal ini lah para tergugat
menyatakan materi gugatan tersebut menjadi simpang siur (Obscuur Libel).
5
Petitum bisa juga disebut tuntutan atau permintaan penggugat kepeda
Hakim untuk dikabulkan dan diputuskan.
Rumusan petitum harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 6
a. Jelas dan Tegas (eminuratif);
b. Memiliki dasar hukum yang jelas
c. Semua tuntutan memiliki keterkaitan keterkaitan yang terdapat di posita.
Menurut penulis dalam Pertimbangan Majelis Hakim juga terdapat
ketidaktepatan dalam menetapkan landasan hukum acaranya. Dan dalam
putusan tersebut penulis menilai tidak dijalankannya pasal 119 HIR yaitu :
ketua pengadilan negri berkuasa memberikan nasihat dan pertolongan
kepada penggugat atau wakilnya tentang hal memasukan surat gugatan.”7.
sehingga Surat Gugatan tersebut menjadi simpang siur.
Berdasarkan uraian penulis di atas, maka penulis mengangkat
permasalahan dalam skripsi yang berjudul : Hak Suami Sebagai Ahli Waris
Dalam Kompilasi Hukum Islam (Analisis Putusan Perkara Gugat Waris
Di Pengadilan Agama Cirebon Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.)
6 Saifuddin Arief, Notariat Syari’ah Dalam Praktik Jilid 1 Hukum Keluarga Islam,
(Jakarta : Datunnajah Publishing, 2011), h. 265.
7Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelik Wetbook) & RIB/HIR (Citra media Wacana: tt), h. 556.
6
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini tidak menyimpang dan melebar
jauh dari inti atau pokok kajian masalah yang diangkat, maka penulis disini
akan membatasinya yakni pada persoalan yang berkaitan dengan kewarisan
yang diatur dalam Fiqh dan kewarisan yang diatur dalam Kompilasi Hukum
Islam. Dalam hal ini, penulis akan lebih fokus menyoroti dan menganalisis
putusan Perkara Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn., antara lain:
a. Pembagian waris dibatasi pengertian dan dasar hukum waris, sehingga
pembaca dapat mengerti tentang bagian-bagian yang harus diterima oleh
ahli waris.
b. Pertimbangan Majelis Hakim dibatasi pada dasar hakim dalam
pertimbangan hukumnya sehingga pembaca dapat mengetahui dan
mengerti tentang cara mempertimbangan suatu gugatan.
c. Putusan Majelis hakim dibatasi pada landasan hakim dalam memutus
suatu perkara sehingga pembaca dapat mengerti dan mengetahui tentang
landasan hakim dalam memutus suatu perkara waris.
Dari hasil kajian skripsi ini di harapkan akan dapat menjelaskan
tetang cara hakim menyelesaikan perkara di persidangan.
2. Perumusan Masalah
Dalam Herzien Inlandsch Reglement (HIR) dalam proses pengajuan
surat gugatan, surat gugatan itu harus jelas dan tegas juga mempunyai dasar
hukum yang jelas. Kenyataannya dalam surat gugatan (Petitum) yang di
7
ajukan oleh penggugat bercampur baur atau tidak jelas (Obscuur Libel)
antara gugatan pembagian waris atau gugatan perbuatan ingkar janji.
Dari latar belakang masalah tersebut di atas, perumuan masalah yang
akan diangkat penyusun dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Deskripsi pada perkara Gugat Waris Nomor :
753/Pdt.G/2011/PA.Cn.?
2. Bagaimana prosedur pengajuan gugatan waris?
3. Bagaimana konsep Kompilasi Hukum Islam tentang penyelesaian
kewarisan?
4. Apayang mendasari pertimbangan dan putusan Majelis Hakim dalam
memutuskan perkara waris?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui deskripsi Perkara Gugat Waris Nomor :
753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
2. Untuk mengetahui lebih rinci mekanisme pengajuan gugatan waris.
3. Untuk mengetahui secara jelas konsep Kompilasi Hukum Islam tentang
masalah penyelesaian kewarisan.
4. Untuk mengetahui dan memahami dasar dari pertimbangan dan putusan
Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara waris Nomor :
753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
8
Adapun manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis menambah wawasan tentang mekanisme pengajuan dan
proses penyelesaian perkawa waris.
2. Bagi akademisi sebagai sumbangsih khasanah keilmuan kewarisan,
mekanisme pengajuan dan proses penyelesaian perkawa waris.
3. Dapat memberikan pengetahuan lebih jauh dalam pembahasan
kewarisan dengan studi putusan Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
D. Review Studi
1. Milki Barokah: Disparitas Putusan Perkara Waris (Studi Putus Pengadilan
Agama Nomor. 1397/Pdt. G/2008/PA.JT) dan putusan Pengadilan Ttnggi
Agama Nomor 50/Pdt. G/2009/PTA.JK)
Dalam skripsi ini menguraikan sistem kewarisan secara jelas secara
fiqih dan letak keadilannya. Juga menguraikan secara jelas tentang kewarisan
menurut perspektif undang-undang.
2. Dodi Darwin : Kasus Penetapan Ahli Waris Pengganti Di Pengadilan
Agama Jakarta Timur
Dalam skripsi ini menguraikan pengertian tentang waris dan ahli
waris pengganti yang cukup untuk dipahami. Juga mengerangkan tentang
rukun, syarat, sebab kewarisan dan asa-asas kewarisan.
Perbedaan antara skripsi yang sudah ada di fakultas syari’ah dengan
skripsi yang ditulis oleh penulis adalah:
a. Dalam skripsi terdahulu, tentang Disparitas Putusan Perkara Waris
(Studi Putus Pengadilan Agama Nomor. 1397/Pdt. G/2008/PA.JT) dan
9
putusan Pengadilan Ttnggi Agama Nomor 50/Pdt. G/2009/PTA.JK).
membahas tentang efektifitas penerapan kaidah-kaidah dan dasar-dasar
hukum yang digunakan oleh Hakim.
Persamaannya dengan skripsi yang ditulis oleh penulis adalah sama-
sama membahas tentang putusan hakim terhadap perkara waris.
b. Persamaan dalam skripsi “Kasus Penetapan Ahli Waris Pengganti Di
Pengadilan Agama Jakarta Timur” ini dengan yang ditulis oleh penulis
adalah sama-sama membahas tentang putusan hakim terhadap perkara
waris.
Perbedaannya adalah penulis lebih mengulas bagaimana hakim
menetapkan dan bagaimana cara pengajuan gugatan kepada Pengadilan
Agama. Dan membahas perkara waris dengan adanya gugatan waris
disebabkan adanya perbuatan ingkar janji oleh penerima waris lain.
E. Kerangka Teori
Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup, dan mati.
Semua tahap itu mempunyai pengaruh dan akibat hukum dalam setiap fase
nya. Segi kehidupan manusia yang diatur Allah tersebut dapat dikelompokan
kepada dua kelompok, pertama, hal-hal penciptaan nya. Aturan tentang hal
ini disebut “hukum ibadat”. Tujuannya untuk menjaga hubungan atau tali
antara Allah dengan hamba-Nya yang disebut juga hablun min Allah. Kedua,
berkaitan dengan hubungan antar manusia dengan alam sekitar. Aturan ini
disebut juga “hukum muamalat”. Tujuannya menjaga hubungan antar
manusia dan alamnya atau disebut juga “hablun min al-Naas”. Kedua
10
hubungan ini harus tetap terpelihara agar manusia terlepas dari kehinaan,
kemiskinan, dan kemarahan Allah. 8
Dalam hidup, sejak proses bayi, anak-anak, tamyiz, usia baligh dan
usia selanjutnya, manusia sebagai penanggung hak dan kewajiban. Baik
selaku pribadi, anggota keluarga, warga negara, dan pemeluk agama yang
harus tunduk, taat dan patuh pada ketentuan syari’at dalam seluruh totalitas
kehidupannya.
Demikian juga kematian seseorang membawa pengaruh dan akibat
hukum kepada dirinya, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
Selain itu kematian tersebut, menimbulkan kewajiban orang lain bagi dirinya
(si mayit) yang berhubungan dengan pengurusan jenazah (fardu
kifayah).Dengan kematian itulah timbul pula akibat hukum lain secara
otomatis. Yaitu adanya hubungan ilmu hukum yang menyangkut hak para
keluarganya (ahli waris) terhadap seluruh harta peninggalannya.9
Waris hanya berlangsung karena kematian.10 Adaanya kematian
seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum yang menyangkut
bagaimana cara peralihan atau penyelesaian harta kepada keluarga (ahli
waris) – nya, yang dikenal dengan nama : Hukum Waris. Dalam syari’at
Islam dikenal dengan : Ilmu Mawaris, Fiqh Mawaris, atau Faraid. Hukum
8 Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, h. 3.
9 Suparman Usman, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam, h. 1.
10 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUHPerdata / Burgelijk Wetboek dengan tambahan: UU Pokok Agraria dan UU perkawinan, cet. 39 (Jakarta: Pradya Paramita, 2008), h. 221.
11
kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan
harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa bagian masing-masing.11
Islam sebagai agama samawi mengajarkan hukum kewarisan,
disamping hukum-hukum lainnya untuk menjadi pedoman bagi umat
manusia agar terjamin adanya kerukunan, ketertiban, perlindungan dan
ketentraman dalam kehidupan di bawah naungan dan ridha Allah SWT.12
Hukum yang merupakan bagian dari hukum keluarga, dewasa ini mempunyai
peranan yang sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem
kekeluargaan yang berlaku di masyarakat. Hazairin menyatakan bahwa,
“Dari seluruh hukum, maka hukum perkawinan dan kewarisanlah yang
menentukan dan mencerminkan sistem hukum kekeluargaan yang berlaku di
masyarakat.”13
Hukum kewarisan dan hukum perkawinan masing – masing
mempunyai sub sistem hukum, yaitu hukum keluarga. Oleh karena itu kedua
hukum tersebut mempunyai asas, sifat dan gaya yang sama sehingga dapat
dilaksanakan dengan baik dan selaras dalam tata kehidupan keluarga.
Demikian pula dalam Hukum kewarisan islam sebagai sub sistem hukum
11 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : Radar Jaya Ofset, 2007, cet-5), h.
155.
12 Al-‘Utsmain dan syaikh muhamad bin shalih, panduan praktis hukum waris: menurut al-Qur’an dan sunnah yang sohih, (Bogor: pustaka Ibnu Katsir, 2006), h. 2.
13 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadist, (Jakarta: Tana Mas, 1981), cet 5, h. 1.
12
keluarga harus memiliki sifat, asas, dan gaya yang sama dengan hukum
perkawinan. Sebagaimana hak kewarisan berlaku atas dasar hubungan
kekerabatan, dan berlaku atas dasar perkawinan, dengan arti bahwa suami
ahli waris bagi istrinya yang meninggal dan istri ahli waris bagi suaminya
yang meninggal, begitu juga keturunan dan anak-anaknya.
Berlakunya hubungan kewarisan antara suami dengan istri
didasarkan pada ketentuan tertentu. Yaitu antara keduanya telah berlangsung
akad nikah yang sah.14 Tentang akad nikah yang sah ditetapkan dalam UU
No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat 1 yaitu perkawinan sah
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya.15
Menurut undang-undang yang berhak untuk menjadi ahli waris
adalah, para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau
istri yang hidup terlama.
Dalam hal ini penulis akan membahas khusus mengenai hak suami
dalam kewarisan menurut fiqh dan KHI. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid
disebutkan sebagai berikut:
14 Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, h. 188.
15 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, KUHPerdata / Burgelijk Wetboek dengan tambahan : UU Pokok Agraria dan UU perkawinan, h. 538.
13
ن ب ا د ل و ال ا و د ل و ك ر تـ تـ ا مل ذ ا ه ت أ ر م ا ن م ل ج ر ال ث ري ى م ل ع اء م ل ع ال ع مج وأ
16.ا ذكرناعن جا هد . وأ�ا ان تركت ولدا فله الربعم ال . ا ف ص الن
Artinya : “Fuqaha berpendapat bahwa warisan suami dari istrinya jika istrinya tidak meninggalkan anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki, maka bagiannya separuh harta. Kecuali pendapat yang kami sebut dari mujahid, jika istri tersebut meninggalkan anak, maka bagian suami adalah seperempat.”17
Dalam kitab Bajuri disebutkan:
18س ف النـ ج ر خم ني نـ ثـ ا ا ه نـ أل , د اح و ف ص ن ال ج و لز ل ف
Artinya : “Seorang suami baginya setengah jika sendiri, suami adalah salah satu orang yang mendapat bagian pasti dalam urutan kedua.”
د ل و ن هل ان ك ن إ ف لى : (ع تـ ه ل و ق ل ي ) ا ن ب ال ا د ل و و د أ ل لو ا ع م ج و لز : ( ا ه ل و قـ
19.) ع ب لر ا م ك ل فـ
Arttinya : “Berkata (syekh khotib) : suami seserta anak atau cucu laki-laki, sesuai dengan firman Allah SWT: seseungguhnya bila ada anak bagi kalian (para suami) maka baginya adalah seperempat.
Dalam syarah Fathul Qarib diterangkan :
) ن ب ال ا ت ن ا (ب ه يـ ان ) ث (و ة د اح و ل ) ا ت ن ا (الب ه د ح ) ا ة س مخ ض ر فـ ف ص ان ( ف
) ) (و ب أل ◌ ن م ت خ ال ا (ا ه ع اب ) ر ) (و م ال ا و ب ال ا ن م ت خ أل ا (ا ه ثـ ال ) ث (و
16 Asyahir Abdul Wahid Muhammad bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyh, Bidayatul
Mujtahid wa Nihayatul Muqtasyid, (Surabaya: Toko Kitab al-Hidayah, tt), h 256.
17 Imam Ghazali Said dan Ahmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), Jilid 3, cet III, h.388
18 Ibrohim al-Bajuri, syarahal-Bajuri (Hisyah Fathul Qarib). h. 110
19 Ibrohim al-Bajuri, syarahal-Bajuri, h. 110
14
نب لا د ل و و ا د ل و ال ع ) م ني نـ ثـ ا ض ر فـ عب ر ل ا(و دل و ه ع م ) ن ك ي امل ذ ا ج و ز ل ا (ا ه س مخ
20
Artinya :”Yang mendapatkan bagian setenmgah itu ada 5 (lima) kelompok, yaitu : pertama anak perempuan, kedua cucu perempuan, ketiga saudara perempuan seayah seibu, keempat saudara perempuan seayah, dan kelima suami apabila tidak ada anak. Dan bagian kedua, suami dapat seperempat bagian apabila bersama dengan anak atau cucu laki-laki.”
Jika melihat dari pandangan ulama – ulama di atas semua ulama
sepakat bahwa bagian suami adalah setengah bagian apabila pewaris tidak
mempunyai anak atau cucu laki-laki, dan mendapatkan seperempat bagian
apabila pewaris mempunyai anak atau cucu laki-laki.
Dalam putusan tersebut, penggugat mengajukan gugatannya kepada
Pengadilan Agama Cirebon dengan alasan ingkar janji terhadap surat
Keterangan dan pernyataan para ahli waris pada tanggal 1 Januari 2003.
Keterangan dan pernyataan para tergugat yang telah disepakati itu belum ada
pelaksanaan pembagiannya, meskipun penggugat telah sering memintanya.
Maka dari itu penggugat mengajukan gugatannya ke Pengadilan Agama
Cirebon untuk pembagian harta warisan tersebut disebabkan penggugat ingin
nikah lagi. Para tergugat menyatakan dalam eksepsinya bahwa, hal tersebut
tidaklah benar justru inisiasi membagikan harta waris itu sebelum penggugat
menikah kembali itu berasal dari para tergugat. Maka dari itu penggugat dan
para tergugat melakukan kesepakatan bahwa pembagian harta waris itu
dilakukan sebelum melaksanakan pernikahan dengan istri barunya. Seperti
20 Syeik an-Nawawi bin Umar al-Jawi, Tasyeh ‘ala Ibnu Qosim, (Syarah Fathul Qarib),
(ma’had islami al-salafi), h. 42
15
yang tertuang dalam surat keterangan dan pernyataan ahli waris tanggal 1
Januari 2003.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode kualitatif, yaitu
penelitian yang menghasilkan data deskriftif, berupa kata-kata tertulis atau
lisan orang-orang atau prilaku yang diamati.21 Adapun jenis penelitian,
sumberdata dan jenis data adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah:
a. Penelitian pustaka (Library research). Dalam penelitian ini penulis
menelaah data tertulis yang berhubungan dengan topik permasalahan
penelitian baik dalam bentuk buku, makalah, brosur, dan lain-lain.
Untuk menemukan kajian teoritis.
b. Penelitian lapangan (Field research). Untuk mendapatkan data-data
secara langsung dari objek penelitian maka, penulis melakukan
wawancara dengan pihak-pihak terkait guna mendapatkan data yang
sesuai dengan kebutuhan penulis.
2. Sumber data
Yang dimaksud sumber data adalah subyek dari mana data dapat
diperoleh.22 Dalam penelitian ini yang menjadikan sumber data adalah
sebagai berikut:
21 Lexy J. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 3.
22 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, (Jakarta: PT. Rineka Utama, 2002), h. 107.
16
a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari Pengadilan Agama
Cirebon.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kajian pustaka, jurnal-jurnal
terkait dan wawancara hakim-hakim di Pengadilan Agama Cirebon.
3. Jenis data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini data kualitatif, yaitu
penelitian yang menghasilkan data deskriftif, berupa kata-kata tertulis atau
lisan orang-orang atau prilaku yang diamati. Selain kualitatif penulis juga
menggunakan metode interview/wawancara untuk mendapatkan data, yaitu
proses tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih, bertatap muka,
mendengarkan secara langsung mengenai informasi atau keterangan-
keterangan.23 Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normative yakni dengan kajian perundang-undangan
(statute approach). Dengan pendekatan ini, dilakukan kajian tentang
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tema sentral
penelitian ini.24
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam menganalisis materi pembahasan
penulis memberikan sitematika penulisan sebagai berikut:
23 Cholid dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), h. 83
24 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukuk Normatif, (Jakarta: Bayumedia, 2008), h. 295 dan 302.
17
Bab pertama adalah PendahuluanmeliputiLatar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian,
Review Studi, Kerangka Teori, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.
Bab kedua adalah Kewarisan, KHI dan Eksepsi meliputi Pengertian
Kewarisan, Tinjauan Teoritis Tentang Kewarisan, Penyelesaian Kewarisan
Menurut Kompilasi Hukum Islam, Prosedur Pengajuan Gugatan atau
Permohonan Waris, Pengertian Eksepsi.
Bab ketiga adalah Profil Pengadilan Agama Cirebon meliputi Dasar
Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon, Sejarah Pembentukan
Pengadilan Agama Cirebon, Visi Dan Misi, Mekanisme Pengaduan
Masyarakat Pencari Keadilan Di Kantor Pengadilan Agama Cirebon,
Struktur Pengadilan Agama Cirebon, Tugas Pokok Dan Fungsi Peradilan
Agama.
Bab keempat adalah Waris, Gugatan, KHI danPutusan Hakim
meliputi Deskripsi Gugatan Waris, Prosedur Gugatan Waris, KHI dan
Kewarisan, Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim.
Bab Kelima adalah Penutup yang meliputi : kesimpulan dan saran-
saran.
18
BAB II
KEWARISAN, KHI, GUGATAN DAN EKSEPSI
A. Pengertian Kewarisan
Hukum waris merupakan bagian dari hukum perdata, dimana dari
dahulu sampai sekarang ini hukum waris di Indonesia sangat beraneka ragam
sekali. Adapun garis besarnya terbagi menjadi tiga bagian:
1. Hukum waris yang terdapat pada undang-undang perdata (KUH Perdata/BW)
2. Hukum waris yang terdapat pada Kompilasi Hukum Islam (KHI)
3. Hukum waris yang terdapat pada kitab-kitab fiqh yang tersusun dalam fiqh
mawaris atau ilmu Faraidh.
Hukum Waris Islam (HWI) atau dikenal juga ilmu Faraid
dikembangkan berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah, dan Ijtihad. HWI di Indonesia
berkembang dengan pesat ditandai dengan munculnya ijtihad yang dimunculkan
dengan berbagai peraturan dan pendapat dari berbagai ahli.1
Undang-undang tentang Peradilan Agama yang mengatur kewenangan
dan tatacara pemeriksaan perkara orang Islam bertambah ketika keluarnya
peraturan Nomor 28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, terutama pasal
12 yang berbunyi: “Penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut
persoalan perwakafan tanah, disalurkan melalui Pengadilan Agama setempat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Bahkan
pada tahun 1989, kewenangan peradilan agama mendapatkan perluasan bukan
1 Saifuddin Arief, Notariat Syari’ah Dalam Praktik Jilid 1 Hukum Keluarga Islam, h. 159.
19
hanya sebatas masalah perkawinan, namun juga masalah, kewarisan, wasiat,
hibah, wakaf, dan shadaqah.2 Ketentuan tersebut dinyatakan dalam UU No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang Mengatur tentang perkawinan, waris
dan wakaf. Lembaga perkawinan dan wakaf sudah diangkat menjadi undang-
undang, sedangkan waris belum diundang-undangkan. Undang-undang dan
INPRES tersebut merupakan hukum positif di Indonesia, artinya HWI adalah
undang-undang yang berlaku dan dilaksanakan oleh negara melalui Peradilan
Agama. Para Hakim telah mengacu pada KHI dalam menyelesaikannya.
B. Tinjauan Teoritis Tentang Kewarisan
a. Pengertian Hukum Kewarisan Islam
Hukum kewarisan dalam Islam dikenal dengan Fiqh al-Mawaris. Prof.
T.M Hasby as-Syiddiqi dalam bukunya Fiqh al-Mawaris telah memberikan
pemahaman tentang pengertian hukum waris (fiqh mawaris). Fiqh mawaris ialah:3
ع ي ز و لتـ ا ة ي ف ي ك و ث ار و ل ك ار د ق م و ومن ال يرث ث ر ي ن م ه ب ف ر ع يـ م ل ع
Artinya : “Ilmu yang dengan dia dapat diketahuin orang-orang yang mewarisi, orang-orang yang tidak dapat mewarisi, kadar yang diterima oleh masing-masing ahli waris serta cara pengambilannya.”
2 Jaenal Arifin, Peradilan Islam dalam bingkai reformasi hukum di indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2008), h. 429.
3 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahib, Hukum Kewarisan Islam (Sebagai Pembaruan Hukum Positif), (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.7.
20
Waris berasal dari kata یرس – ورس dan kata masdarnya مرس.
Dan dalam pengertian etimologis kata موارس adalah bentuk jamak dari kata
yang artinya adalah harta pusaka atau warisan.4 Sedangkan menurut مرس
terminologi warisan adalah adalah pindahnya hak milik orang lain yang
meninggal, peninggalan itu berupa benda bergerak maupun tidak bergerak atau
berupa hak-hak syara’.5
Namun banyak dalam literatur kitab fiqh yang tidak menggunakan kata
mawaris karena yang digunakan sinonimnya yaitu Faraid. Menurut sejarah
menggunakan kata Faraid lebih dahuli daripada waris. Rasulullah SAW
menggunakan kata Faraid dan tidak menggunakan kata mawaris. Hadits riwayat
Ibnu Mas’ud berbunyi:
ا و م ل ع تـ ة ر يـ ر ا ه ب ا أ : ي م ل س و ه ي ل ع اهللا لى ص اهللا ل و س ر ال : ق ة ر يـ ر ه يب ا ن ع
ىت م ا ن م ع ز ن يـ ئ ي ش ل و ا و ه ى و س ن يـ و ه و م ل ع ال ف ص ن ه ن ا ا ف ه و م ل ع و ض ائ ر ف ل ا
Artinya : “Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah SAW pernah bersabda : wahai Abu Hurairah pelajarilah Ilmu Faraid dan ajarilah kepada yang lain, sesungguhya ia merupakan sebagian dari Ilmu dan hal yang paling pertama yang akan dilupakan oleh umatku.”6
4 Mahud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/penafsir al-Qur’an cet. Ke-1, 1973), hal. 496.
5 Muhamad Ali ash-Sabuni, Hukum warisan dalam syariat islam (terjemah), (Bandung: CV Diponegoro, 1988), h. 40.
6 Elfid Nurfitra M, Penyelesaian Gugatan Kewarisan Anak Perempuan Dengan Saudara Kandung (Studi Analisis Pada Putusan Peradilan Agama), (skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal asy-Syakhsiyyah Konsentrasi Peradilan Agama, 2008), h. 15.
21
Kemudian al-Qurtubiy berkata: “Apabila hal ini diakui kebenarannya,
maka ketahuilah bahwa Faraid adalah merupakan ilmu yang besar bagi para
sahabat dan sangat hebat teori-teori mereka, tetapi sayang banyak orang yang
menyia-nyiakan ilmu ini.(tafsir al-Qurtubiy : juz 5 halaman : 56).7
Adapun yang dimaksud dengan Faraid adalah masalah-masalah
pembagian harta warisan, yakni :
اه ق ح ت س م لى ع ة ك ر لتـ ة ا م س ق ة ي ف ي ك ه ب ف ر ع يـ م ل ع
Artinya: “Ilmu untuk mengetahui cara membagi harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang berhak menerimanya.”8
Kata al-Faraid adalah bentuk jamak dari al-Faridhah yang bermakna
al-Mafrudhah atau sesuatu yang diwajibkan. Artinya, pembagian yang telah
ditentukan kadarnya.9
Seperti yang dicontohkan dalam surat an-Nisa ayat 12:
7 Muhammad Ali ash-Shabuniy, alih bahasa: Sarmin Syukur, Hukum Waris Islam,
(Surabaya: al-Ikhlas, 1995) h. 22.
8 Moh. Muhibbin dan Abdul Wahib, Hukum Kewarisan Islam, h. 7.
9 Komite Fakultas Syari’ah ar-Risalah ad-Dauliyah. “Ahkamaul-mawarits fil-fiqhil-mawarits-islami”. Mesir. Tahun 2000-2001. Diterjemahkan oleh H. Addys Aldizar, Lc. dan H. Fathurohman, Lc. “Hukum Waris”. (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2004), h. 11.
22
Artinya : “Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)10. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.(Q. S. An-Nisa : 12)
Ayat di atas menunjukan bahwa ilmu Faraid adalah ilmu yang sudah
pasti hitungannya dan sudah ditentukan kadarnya. Fiqh Mawaris adalah ilmu
yang mempelajari siapa-siapa ahli waris yang berhak menerima, serta bagian-
bagian tertentu yang diterimanya.11 Berdasarkan para ahli di atas, maka penulis
menyimpulkan bahwa hukum waris adalah adalah hukum yang mengatur
10 Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a. Mewasiatkan
lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.
11 Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT Raja Grafindo cet. II, 1995), h. 1.
23
mengenai apa yang harus terjadi terhadap harta kekayaan seseorang yang
meninggal dunia, dan menurut hukum Faraidh, bagian waris yang harus diterima
itu sudah ditentukan atau tertentu, dan besar atau kecilnya bagian tergantung
kepada keberadaan ahli waris lain yang secara bersama-sama mempunyai hak
waris sehingga bagian hak waris satu samalain dapat berbeda.
Namun meskipun demikian hak waris adalah hak individu yang tidak
boleh diganggu haknya oleh orang lain. Dengan demikian ada beberapa point
penting dalam sistem waris Islam, yaitu:
a. Waris adalah pindahnya hak milik orang lain yang meninggal, baik yang
ditinggalkannya itu benda bergerak maupun tidak bergerak atau berupa hak-
hak syara’
b. Warisan hanya terbatas pada lingkungan keluarga dengan adanya hubungan
perkawinan dan hubungan nasab.
c. Hukum waris Islam membagikan harta warisan dengan bagian tertentu kepada
ahli warisnya.
Semua penjelasan di atas mengenai pengertian dan dasar-dasar Faraid
menjelaskan bahwa ilmu kewarisan atau Faraid adalah ilmu untuk membagi harta
peninggalan yang wajib dibagikan kepada ahli waris. Mengingat pentingnya
Faraidh, maka setiap muslim tidak hanya diperintahkan untuk mempelajari ilmu
Faraidh saja, namun sekaligus diperintahkan untuk mengajarkan ilmu Faraidh
kepada orang lain.
24
b. Pengertian Hukum Kewarisan Menurut Undang-Undang
Pengaturan mengenai hukum waris tersebut dapat ditemukan dalam
pasal 830 sampai dengan pasal 1130 KUH Perdata. Meski demikian, pengertian
mengenai hukum waris itu sendiri tidak dapat ditemukan pada bunyi pasal-pasal
yang mengatur dalam KUH Perdata tersebut. Untuk mengetahui pengertian
mengenai hukum waris selanjutnya kita akan coba melihat beberapa pengertian
mengenai hukum waris yang diberikan oleh para ahli, sebagai berikut:
Hukum waris menurut Vollmar merupakan perpindahan harta kekayaan
secara utuh, yang berarti peralihan seluruh hak dan kewajiban orang yang
memberikan warisan atau yang mewariskan kepada orang yang menerima warisan
atau ahli waris. Pengertian hukum kewarisan dalam KUH Perdata menurut
Hartono Suryopratikno hukum waris adalah keseluruhan peraturan yang mengatur
akibat hukum dari meninggalnya seseorang terhadap harta kekayaannya,
perpindahan kepada ahli waris dan hubungannya dengan pihak ketiga. 12
Menurut Mr. B. Ter Haar Bzn Hukum waris adalah aturan-aturan
hukum menegnai cara bagaimana penerusan dan peralihan harta kekayaan baik
yang berujud maupun yang tidak berujud dari turunan ke keturunan.
Menurut Prof. Mr. A. Pitlo Hukum waris adalah kumpulan peraturan
yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena wafatnya seseorang.13
12 Suparman Usman, Ikhtisat Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (BW), (Serang: Darul Ulum Press cet. 2, 1993), h. 50.
13https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&ved=0CDsQFjAC&url=http%3A%2F%2Ffile.upi.edu%2FDirektori%2FFPIPS%2FJUR._PEND._KEWARGANEGARAAN%2FDrs._H._Dadang_Sundawa%2C_M.Pd%2FH.PERDATA%2FHUKUM_WARIS.ppt&ei=uuxCUaSWN4b9rAfhp4DgDQ&usg=AFQjCNFfjQ-yGgSt3CzkRPztZSwAqMLSIA&sig2=S5_2_JX_M7rCjzYH-tf3RQ&bvm=bv.43828540,d.bmk.
25
Menurut Wirjono Prodjodikoro, mantan ketua Mahkamah Agung
Indonesia, mengatakan:14 Bahwa hukum waris adalah hukum atau peraturan-
peraturan yang mengatur tentang apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan
kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggalkan dunia akan
beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Sedangkan menurut Subekti dalam Pokok-Pokok Hukum Perdata
tidak menyebutkan definisi hukum kewarisan, hanya beliau mengatakan asas
hukum waris, menurut Subekti : Dalam hukum waris Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata berlaku sesuatu asa, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-
kewajiban dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat
diwariskan.
Dengan kata lain hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang. Namun menurut Subekti ada juga satu atau dua
pengecualian, misalnya hak seorang bapak untuk menyangkal sahnya anaknya dan
di pihak lain hak seorang anak untuk menuntut supaya ia dinyatakan sebagai anak
yang sah dari bapak dan ibunya.15
Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) hukum kewarisan adalah
hukum yang mengatur pengalihan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)
14 Mohd. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata
Barat (Burgelik Watboek), (Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996), h. 43.
15 Mohd. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Burgelik Watboek), h. 44.
26
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya masing-masing.16
Secara umum dapat dikatakan bahwa hukum waris adalah hukum yang
mengatur mengenai kedudukan harta dan kekayaan seseorang setelah meninggal
dunia dan mengatur mengenai cara-cara berpindahnya harta kekayaan tersebut
kepada orang lain.
Jadi menurut KUH Perdata maupun Hukum Islam pengertian tentang
hukum kewarisan hampir sama walaupun tidak persis sama. Namun untuk lebih
jelasnya Pokok-pokok hukum kewarisan dalam KHI adalah sebagai berikut:
a. Secara garis besar tetap berpedoman pada garis-garis hukum Faraidh.
b. Tetap menempatkan status anak angkat diluar ahli waris dengan modifikasi
melalui wasiat wajibah.
c. Porsi anak perempuan bagiannya tetap dan tidak mengalami reaktualisasi,
bagian anak laki-laki dua banding satu (2:1) dengan bagian anak perempuan,
tetapi melalui perdamaian dapat disepakati oleh para ahli waris jumlah
pembagian yag menyimpang dari ketentuan pasal 171 KHI.
c. Rukun dan Syarat Waris
Sebab-sebab terjadinya kewarisan adalah adanya hubungan darah dan
adanya perkawinan.
16 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : Radar Jaya Ofset, 2007, cet-5), h.
155.
27
Rukun waris ada tiga yakni :
1. Adanya Pewaris
Adalah seorang yang meninggal dunia setelah memastikan wafatnya, dan
meninggalkan harta kekayaan.17 Wafatnya seseorang menurut ulama terbagi
menjadi tiga bagian yaitu wafat haqiqi (sejati), wafat hukmi (dengan putusan
hakim), mati taqdiri (secara dugaan).
2. Ahli waris
Adalah orang yang bernisbah kepada mayit karena mempunyai hubungan
perkawinan ataupun hubungan nasab. Yakni orang yang akan mewarisi/menerima
harta warisan18.
3. Harta warisan
Adalah sejumlah harta peninggalan serta segala hak dari yang meninggal
dunia dalam keadaan bersih (setelah dikurangi oleh hutang-hutang si mayit,
pengurusan jenazah, dan keperluan-keperluan lainya yang menyangkut keperluan
si mayit).
Kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris itu merupakan suatu
kumpulan aktiva dan pasiva, yang dinamakan harta peninggalan atau warisan.19
17 MR. A. Pilto (Alih Bahasa: M. Isa Arief), Hukum Waris menurut Kitab Undang-
Undang Perdata Belanda Jilid 1, (Jakarta: PT Intermasa cet-2, 1986), h. 1
18 H. R Otje Salman dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, (Bandung: PT Refika Aditama cet-II, 2006), h. 4.
19 MR. A. Pilto (Alih Bahasa: M. Isa Arief), Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Perdata Belanda Jilid 1, h. 1
28
Menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro, SH, memberikan batasan-
batasan mengenai kewarisan, antara lain:20
1. Seseorang yang meninggalkan warisan (elflater) pada saat orang tersebut
meninggal dunia.
2. Seseorang atau beberapa orang ahli waris (elfenaam), yang mempunyai hak
menerima kekayaan yang ditinggalkannya itu.
3. Harta warisan (nalaten schap), yaitu wujud kekayaan yang ditinggalkan dan
selalu beralih kepada para ahli waris tersebut.
Syarat – Sayarat waris antara lain:21
1. Meninggalnya seseorang (pewaris)
2. Adanya ahli waris yang hidup secara hakiki pada saat warisan terbuka
(pewaris meninggal)
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti dan mengetahui jumlah bagian
masing-masing.
C. Penyelesaian Kewarisan Menurut Kompilasi Hukum Islam
Dasar hukum positif pelaksanaan hukum waris Islam di Indonesia adalah
dalam intruksi presiden (inpres) No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum
Islam (KHI). INPRES ini salah satu bab nya mengatur masalah kewarisan.
peraturan ini menjadi acuan seluruh Peradilan Agma di Indonesia untuk
menangani masalah kewarisan. Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
20 Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006),
h. 4.
21 media.isnet.org/islam/waris/syarat.html
29
mengenai kewarisan terdapat pada BUKU II HUKUM KEWARISAN Bab 1
Ketentuan Umum, yaitu : 22
Pasal 171 a) hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang
pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-
siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Dalam kewarisan ada yang berhak menerima warisan namun menjadi
terhalang haknya dalam menerima warisan dikarenakan perbuatan yang
dilakukan oleh ahli waris kepada pewaris. Misal ahli waris membunuh atau
percobaan pembunuhan kepada pewaris. Hal ini dijelaskan dalam pasal 173 KHI
yang mana dalam huruf a dan b. Kewajiban ahli waris sebelum membagikan harta
warisan dalam pasal 175 KHI adalah wajib menyelesaikan hutang-hutang pewaris.
a. Menentukan ahli waris
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam pasal 174 menegaskan bahwa sanya
kelompok-kelompok hali waris adalah:
1. Menurut hubungan darah, yaitu : a) golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak
laki-laki, saudara laki-laki, paman, kakek. b) golongan perempuan terdiri dari
ibu, anak perempuan, sadara perempuan dan nenek.
2. Menurut hubungan perkawinan yaitu: Duda atau Janda.
3. Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan
adalah, anak, ayah, ibu, janda atau duda.
22 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, h. 155-160
30
b. Menentukan bagian masing-masing ahli waris
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separuh
bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua
pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak
laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan
anak perempuan (KHI Pasal 176). Ayah mendapat sepertiga bagian bila
pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat
seperenam bagian (KHI Pasal 177).Ibu mendapat seperenam bagian bila ada
anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orangsaudara
atau lebih,maka ia mendapat sepertiga bagian (KHI pasal 178 (1)).Ibu mendapat
sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila
bersama-sama dengan ayah (KHI pasal 178 (2)).
Duda mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan
anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat
bagian (KHI pasal 179). Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris
tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda
mendapat seperdelapan bagian (KHI pasal 180).Bila seorang meninggal tanpa
meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara
perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila
mereka itu dua orang ataulebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga
bagian (KHI pasal 181). Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak
dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau
31
seayah, maka ua mendapat separuh bagian. Bila saudara perempuan
tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah
dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga
bagian.Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara
laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding
satu dengan saudara perempuan (KHI pasal 182).
Bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu
melaksanakan hak dankewajibannya, maka baginya diangkat wali
berdasarkan keputusan Hakim atas usul anggota keluarga (KHI pasal 184).
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling
mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya (KHI pasal 186). Ahli
waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya
dapat (KHI pasal 185 (1)). Digantikan oleh anaknya, kecuali mereka
yangtersebutdalam Pasal 173. (KHI pasal 185 (2)). Bagian ahli waris pengganti
tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan
yangdiganti (KHI pasal 185 (3)).
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan
saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya (KHI pasal 186).
Bagi pewaris yang beristeri lebih dari seorang, maka masing-masing
isteri berhak mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan
suaminya, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli
warisnya (KHI pasal 190). Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama
32
sekali atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta
tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya
kepada Baitul Mal untuk kepentingan Agama Islam dan kesejahteraan
umum (KHI pasal 191).
c. AUL dan RAAD
Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli
warisnya Dzawilfurud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar
dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka
pembilang, dan baru sesudah itu harta warisnya dibagi secara aul menurut
angka pembilang (KHI pasal 192).
Apabila dalam pembarian harta warisan di antara para ahli waris
Dzawilfurud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka
penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah,maka pembagian harta
warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing
ahli waris sedang sisanya dibagiberimbang diantara mereka (KHI pasal 193)
D. Prosedur Pengajuan Gugatan atau Permohonan
Gugatan adalah suatu hal yang mana dilakukan oleh seseorang atau lebih
yang merasa haknya atau hak mereka telah dilanggar. Gugatan dimana terdapat
pihak penggugat dan pihak tergugat.23 Gugatan diajukan secara tertulis atau tidak
tertulis. Gugatan tertulis terdapat dalam pasal 118 HIR, dalam pasal ini ditentukan
23 Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam
Teori Dan Prektek, (Bandung: CV. Mandar Maju, Cet 5, 2009), h. 10
33
bahwa gugatan ini harus diajukan secara tertulis dan ditujukan kepada ketua
pengadilan yang berwenang dan harus ditandatangani oleh penggugat atau kuasa
hukumnya. Adapun yang bertandatangan kuasa hukumnya sesuai yang diatur
dalam pasal 123 ayat (1) HIR. Gugatan yang tidak tertulis diatur dalam pasal 120
yang mana bilamana penggugat itu buta huruf, maka gugatannya bisa dimasukan
secara lisan kepada ketua pengadilan yang berwenang.
Surat gugatan yang dibuat harus jelas yaitu, bertanggal, nama penggugat
dan tergugat jelas dan lengkap, umur, agama, alamat tempat tinggal.24
Surat gugatan atau permohonan yang telah dibuat dan ditandatangani
diajukan ke panitera Pengadilan Agama (surat gugatan diajukan kepada sub
kepanitraan gugatan sedangkan permohonan diajukan kepada sub panitra
permohonan). Sebelum perkara terdaftar, panitera melakukan penelitian terlebih
dahulu terhadap kelengkapan berkas perkara (penelitian terhadap bentuk dari isi
gugatan atau permohonan). Apabila terjadi kesalahan dalam gugatan atau
permohonan, maka tidak boleh didaftarkan sebelum petitum dan posita jelas.25
Jika terjadi kesalahan maka gugatan tersebut harus diperbaiki, panitera sebagai
pihak yang mempunyai otoritas dalam meneliti berkas gugatan atau permohonan
sebaiknya melakukan penelitian tersebut disertai dengan membuat resume
24 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama
(Jakarta: Kencana, 2005, cet. 3, 2005), h.27
25 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Jakarta: Pustaka Pelajar, cet. 4, 2003), h. 76
34
tersebut diarahkan kepada ketua Pengadilan Agama dengan disertai saran,
misalnya berbunyi “syarat-syarat cukup siap untuk disidangkan.”26
Setelah semua persyaratan lengkap maka penggugat atau pemohon
membayar panjar biaya perkara sesuai yang tertera pada skum kepada kasir.
Kemidian kasir menerima panjar biaya perkara dan membukukan,
menandatangani, memberi nomor perkara, dan tandatangan lunas dari skum. Surat
gugatan atau permohonan yang telah diterima oleh Pengadilan Agama kemudian
diberi nomor dan didaftar pada buku register, dalam waktu 3 (tiga) hari kerja,
harus diserahkan kepada ketua Pengadilan Agama untuk ditetapkan Majelis
Hakimnya yang akan memeriksa dan memutus perkara tersebut.27
Berikut adalah langkah-langkah mengajukan guigatan atau permohonan di
Pengadilan Agama:
a. Di tingkat pertama
1. Pihak berperkara datang ke pengadilan agama dengan membawa surat gugatan
atau permohononan
2. Pihak berperkara menghadap petugas meja I dan menyerahkan surat gugatan
atau permohonan, minimal 2 (dua) rangkap. Untuk surat gugatan ditambah
sejumlah Tergugat
3. Petugas meja pertama (dapat) memberikan penjelasan yang dianggap perlu
berkenaan dengan perkara yang diajukan dan menaksir panjar biaya perkara
26 Raihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
ed. 2, cet. 8, 2001), h. 129
27Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syari’ah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010, cet. 2, 2010), h. 83
35
kemudian ditulis dalam skum (surat kuasa untuk membayar). Besarnya biaya
perkara diperkirakan harus telah mencukupi untuk menyelesaikan perkara
teersebut. ( pasal 182 ayat (1) hir. Jo. Psl. 90 undang undang ri no. 3 tahun
2006 tentang perubahan atas undang undang no. 7 tahun 1989 tentang
peradilan agama).
4. Petugas meja I menyerahkan kembali surat gugatan atau permohonan kepada
pihak berperkara disertai dengan skum (surat kuasa untuk menbayar) dalam
rangkap 3 (tiga)
5. Pihak berperkara datang ke loket layanan bank yang ditunjuk dan mengisi slip
penyetoran panjar biaya perkara. Pengisian data dalam slip bank tersebut
sesuai dengan skum (surat kuasa untuk membayar), seperti nomor urut, dan
besarnya biaya penyetoran. Kemudian pihak berperkara menyerahkan slip
bank yang telah diisi dan menyetorkan uang sebesar yang tertera dalam slip
bank tersebut
6. Setelah pihak berperkara menerima slip bank yang telah divalidsi dari petugas
layanan bank, pihak berperkara meyerahkan slip bank tersebut dan
menyerahkan (skum) surat kuasa untuk membayar kepada pemegang kas
(kasir)
7. Pemegang kas (kasir) mencatat panjar biaya tersebut kedalam jurnal keuangan
perkara serta menandatangani skum (surat kuasa untuk membayar),
membubuhkan nomor perkara dan tanggal penerimaan perkara dalam skum
(surat kusasa untuk membayar) dan dalam surat gugatan / permohonan sesuai
dengan nomor dan tanggal saat pencatatan dalam jurnal keuangan perkara.
36
8. Pemegang kas kemudian memberi tanda lunas dalam skum (surat kuasa untuk
membayar), dan meyerahkan kembali kepada pihak berperkara asli skum
(surat kuasa untuk membayar) serta satu salinan surat gugatan atau
permohonan yang telah diberi nomor perkara dan tanggal pendaftaran.
b. Pendaftaran selesai
1. Para pihak berperkara akan dipanggil oleh jurusita/jurusita pengganti untuk
menghadap ke persidangan setelah ditetapkan susunan Majelis Hakim dan hari
sidang pemeriksaan perkaranya. Hari sidang pertama, paling lambat 30 hari
sejak pendaftaran. Pemanggilan pihak pihak dilakukan paling lambat tiga hari
sebelum persidangan (hari waktu manggil tidak dihitung).
2. Pihak pihak hadir dipersidangan sesuai dengan panggilan sidang
3. Setelah Majelis Hakim membacakan putusan dalam sidang yang terbuka
untuk umum, ketua majelis memberitahukan pada Penggugat atau pemohon
untuk menghadap kasir guna mengecek panjar biaya perkara yang
bersangkutan (dengan menggunakan instrumen) para pihak meyampaikan
bukti bukti yang diperlukan dalam meneguhkan dalil gugatannya atau
bantahannya
4. Pemohon atau Penggugat selanjutnya menghadap kepada pemegang kas untuk
menayakan perincian penggunaan panjar biaya yang telah ia bayarkan, dengan
memberikan informasi nomor perkaranya.
5. Pemegang kas berdasarkan buku jurnal keuangan perkara memberi penjelasan
mengenai rincia penggunaan biaya perkara kepada pemohon atau Penggugat
37
Catatan: Apabila terdapat sisa panjar biaya perkaranya, maka pemegang
kas membuatkan kwitansi pengembalian sisa panjar biaya perkara dengan
menuliskan jumlah uang sesuai dengan sisa yang ada dalam buku jurnal dan
diserahkan kepada pemohon atau Penggugat untuk ditanda tangani. Kwitansi
pengembalian sisa panjar biaya perkara terdiri dari 3 (tiga) lembar :
a) Lembar pertama untuk pemegang kas
b) Lembar kedua untuk Pemohon dan Penggugat
c) Lembar ketiga dimasukkan kedalam berkas perkara
6. Pemohon atau Penggugat setelah menerima kwitansi pengembalian sisa panjar
biaya perkara dan menanda tanganinya, kemudian meyerahkan kembali
kwitansi tersebut kepada pemegang kas.
7. Pemegang kas menyerahkan uang sejumlah yang tertera dalam kwitansi
tersebut beserta tindasan pertama kwitansi kepada pihak pemohon/Penggugat.
Catatan: Apabila pemohon/Penggugat tidak hadir dalam sidang
pembacaan putusan atau tidak mengambil sisa panjarnya pada hari itu, maka oleh
panitera melalui surat akan diberitahukan adanya sisa panjar biaya perkara yang
belum ia ambil. Dalam pemberitahuan tersebut diterangkan bahwa apabila
Pemohon Penggugat tidak mengambil dalam waktu 6 (enam) bulan, maka uang
sisa panjar biaya perkara tersebut akan dikeluarkan dari buku jurnal keuangan
yang bersangkutan dan dicatat dalam buku tersendiri sebagai uang tak bertuan
(psl. 1948 kuhp), yang selanjutnya uang tak bertuan tersebut akan disetorkan ke
kas negara
38
8. Para pihak dapat mengajukan banding dalam tempo 14 hari setelah putusan
dijatuhkan atau 14 hari setelah pemberitahuan amar putusan apabila pihak
tidak hadir saat putusan diucapkan. Para pihak dapat meminta salinan
putusan/penetapan pada panitera.
E. Pengertian Eksepsi
Exceptie (Belanda), exception (Inggris) secara umum berarti pengecualian.
Akan tetapi, dalam konteks Hukum Acara bermakna tangkisan atau bantahan.
Namun tangkisan atau bantahan yang diajukan dalam bentuk eksepsi : 28
a) Ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut syarat-syarat formil atau
formalitas gugatan.
b) Dengan demikian bantahan tersebut tidak menyinggung terhadap pokok
perkara.
Jadi eksepsi adalah sanggahan terhadap sesuatu gugatan yang tidak
mengenai pokok perkara dengan maksud untuk menghindari gugatan dengan
suatu cara agar Hakim menetapkan gugatan tersebut tidak diterima atau ditolak.
gugatan yang diajukan mengandung cacat atau pelanggaran formil yang
mengakibatkan gugatan tidak sah yang karenanya gugatan tidak dapat diterima
(inadmissible), dengan demikian keberatan yang diajukan dalam bentuk eksepsi
tidak ditujukan dan tidak menyinggung bantahan terhadap pokok perkara. Dalam
Hukum Acara eksepsi atau tangkisan terbagi dalam dua, yaitu: 29
28 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012, cet. 12), h. 418
29 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 218
39
a. Eksepsi formal atau prossessual exeptie
Eksepsi ini disebut juga dengan eksepsi tolak, tangkisan atau eksepsi yang
termasuk kedalam kelompok ini adalah sebagai berikut:
1. Eksepsi absolut
Eksepsi ini adalah eksepsi agar hakim menyatakan bahwa dirinya tidak
berwenang memeriksa dan memutus perkara tersebut, karena perkara tersebut
bukan menjadi kewenangan pengadilan yang bersangkutan. Tangkisan ini dapat
diajukan setiap saat sepanjang pemeriksaan perkara (pasal 134 HIR)
2. Eksepsi relatif
Eksepsi ini bertujuan agar hakim menyatakan bahwa dirinya tidak
berwenang memeriksa perkara a quo karena perkara tersebut menjadi kewenangan
pengadilan lain dalam satu lingkunagn pengadilan. Eksepsi ini diajukan pada saat
permulaan sidang pertama atau pada kesempatan pertama sesuai dengan ketentuan
pasal 125 HIR ayat (2).
3. Eksepsi van gewedjsde zaak
Eksepsi ini bertujuan agar Hakim menyatakan bahwa gugatan tersebut
tidak dapat diterima, karena perkara tersebut sudah pernah diputus, diperiksa, dan
diputus lagi untuk kedua kalinya (nebis in idem).
4. Eksepsi gemis aan hoedanigheid
Eksepsi ini bertujuan untuk menggagalkan suatu gugatan karena
penggugat atau tergugat tidak punya permasalahan atau gugatan salah alamat, bisa
juga tergugat bukan orangyang seharusnya digugat.
40
b. Eksepsi materiil atau material exeptie
1. Dilatoir eksepsi
Eksepsi ini bertujuan untuk menggagalkan suatu gugatan, karena gugatan
yang diajukan belum tiba saatnya. Eksepsi ini disebut juga dengan esceptie van
braad. Misalnya masalah perjanjian yang belum jatuh tempo jadi belum ada
wanprestasi.
2. Eksepsi aan hanging beding
Adalah eksepsi yang menyatakan bahwa perkara yang diajukan sekarang
masih bergantung, dan masih dalam proses pengadilan lain, dan belum ada
putusan yang berkekuatan hukum tetap.
3. Eksepsi van connenxiteit
Eksepsi ini sama halnya dengan eksepsi aan hanging beding, bedanya
adalah perkara yang sedang berproses sekarang ada hubungannya dengan perkara
yang sedang diperiksa di pengadilan yang lain. Dan belum ada keputusan yang
pasti.
4. Eksepsi plurium litis consortium
Tangkisan yang menyatakan bahwa seharusnya digugat pula tergugat-
tergugat yang lainnya, tidak hanya tergugat itu sendiri, sehingga subjek gugatan
menjadi tidak lengkap.
5. Eksepsi non adipleti contractus
Eksepsi ini mengemukakan bahwa penggugat juga tidak melaksanakan isi
dari perjanjian, maka tergugat juga tidak mau memenuhi persetujuan.
6. Eksepsi karena Gugatan yang kadaluarsa atau Paremtoire exceptie
41
Eksepsi ini bertujuan agar hakim memutus agar gugatan yang diajukan
tidak dapat diterima, oleh karena itu persoalan yang diajukan telah lampau jauh.
7. Kerugian tidak rinci
Eksepsi ini yang diajukan oleh tergugat yang meminta kepada Majlis
Hakim agar dihentikan pemeriksaan gugatan tersebut tidak rinci dengan jelas
berapa kerugian yang harus dibayar oleh tergugat.
Dalam praktik hukum acara di Pengadilan Agama, selain eksepsi yang
sudah dikemukakan di atas terdapat pula jenis eksepsi lain yaitu:
1. Eksepsi obscuur libel
Eksepsi ini adalah eksepsi yang diajukan bertujuan agar hakim
memutuskan bahwa gugatan penggugat itu tidak jelas, gugatan kabur, tidak dapat
dipahami, atau bertentangan.30
2. Posita dan petitum berbeda
Tangkisan ini berupa permintaan Majelis Hakim agar menghentikan
pemeriksaan perkaranya, karena gugatan penggugat tidak di dasari oleh posita.
c. Bantahan Mengenai Pokok Perkara (Eksepsi Prematoir)
Tangkisan yang mengenai masalah pokok, atau meskipun tergugat
mengakui dalil gugatan tersebut tetapi tergugat mengemukakan dalil yang sangat
prinsipal. Oleh karenanya gugatan tersebut agar tidak diteruskan
pemeriksaannya.misalnya hutang yang telah dibayar oleh penggugat.
Bantahan terhadap pokok perkara ini merupakan bantahan langsung
terhadap dalil gugatan, keadaan, fakta kejadian, pembuktian, dan sebagainya.
30 Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syari’ah, h. 86
42
Setelah tergugat mengajukan bantahan baik berupa eksepsi maupun bantahann
terhadap pokok perkara tersebut, maka majelis hakim memberi kesempatan
kepada penggugat untuk menjawab bantahan atau eksepsi tersebut hal ini sama
seperti Replik yang berarti menjwab kembali, dan setelah penggugat menjawab
kembali (Replik) lalu majelis hakim memberikan kesempatan kembali kepada
tergugat untuk menjawab replik dari penggugat, hal ini disebut Duplik. Mengenai
hal Replik dan Duplik dalam HIR tidak diatur, ketentuan ini diatur dalam Rv, Stb.
1847 Nomor 52 dan Stb. Nomor 63 pasal 142:31
Dalam tenggang waktu yang sama para pihak dapat saling menyampaikan surat jawaban (Replik) dan jawaban balik (duplik) yang dengan cara yang sama bersama-sama dengan surat-surat yang bersangkutan diserahkan kepada panitera.
HIR tidak menyebutkan tentang tatacara dan persyaratan mengajukan
jawaban hanya dalam pasal 113 Rv diisayaratkan agar jawaban tergugat yang
diiringi dengan bantahan terhadap pokok perkara harus disertai alasan-alasan
rasional.32
31 Ropaun Rambe, Hukum acara Perdata Lengkap, (Jakarta: Sinar Grafika, cet. 6, 2010),
h.36
32 Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 226
43
BAB III
PROFIL PENGADILAN AGAMA CIREBON1
A. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon
Pengadilan Agama Cirebon dibentuk semula berlokasi di Jalan
Kartini disamping Masjid Agung At-Taqwa Cirebon, kemudian terjadi
perubahan wilayah hukum serta lokasi Pengadilan Agama Cirebon pada
tahun 1986 yang meliputi Kota Cirebon dan menempati gedung baru yang
beralamat di Jalan Dr.Ciptomangunkusumo No.42 Cirebon, sedangkan untuk
Kabupaten Cirebon wilayah hukumnya oleh Pengadilan Agama Sumber yang
berlokasi di Jalan Sunan Malik Ibrahim Nomor 11 Sumber, Kabupaten Cirebon.
B. Sejarah Pembentukan Pengadilan Agama Cirebon
Hukum Islam sudah ada di Indonesia sejak Agama Islam masuk ke
Bumi Nusantara ini yaitu sejak abad ke tujuh Masehi atau bertepatan dengan
abad ke satu Hijriyah. Pada saat itu Wilayah Nusantara dikuasai oleh para Sultan,
antara lain di Cirebon. Hukum Islam diberlakukan di dalam Wilayah
kekuasaannya masing-masing. Sultan sebagai penanggung jawabnya dan
untuk urusan yang berkenaan dengan hukum Islam seperti hukum keluarga,
perkawinan, waris dan wakaf maka diangkatlah penghulu sebagai qadhi
syari’ah dan pemberi fatwafatwa Agama.
1 http://www.pa-cirebon.go.id/
44
Pada saat VOC datang ke Indonesia kebijaksanaan yang telah
dilaksanakan oleh para Sultan tersebut tetap dipertahankan, dan keberadaan
Peradilan Agama di Jawa dan Madura dikukuhkan dengan Staatsblad 1882
Nomor 152 juncto Staatsblad 1937 Nomor 116 dan 610.
Setelah Indonesia merdeka keberadaan Pengadilan Agama
dikuatkan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 29), Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Perubahan Keempat/10 Agustus
2002), Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951, Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 1957, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004, dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun
2006. Pada tahun 1986 wilayah hukum Pengadilan Agama Cirebon dimekarkan
menjadi dua wilayah hukum, yaitu Pengadilan Agama Cirebon (Kota
Cirebon) dan Pengadilan Agama Sumber (Kabupaten Cirebon). Pengadilan
Agama Cirebon menempati gedung yang terletak di Jalan Dr.
Ciptomangunkusumo Nomor 42 Cirebon dan Pengadilan Agama Sumber
menempati gedung yang terletak di Jalan Sunan Malik Ibrahim Nomor 11 Sumber
Kabupaten Cirebon.
45
C. Visi Dan Misi
a. Visi
"Mewujudkan peradilan yang agung"
b. Misi
1. Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan Undang - Undang dan Peraturan
serta keadilan masyarakat.
2. Mewujudkan Peradilan yang mandiri dan independen dari campur tangan
pihak lain;
3. Memperbaiki akses pelayanan di bidang Peradilan kepada masyarakat;
4. Memperbaiki kualitas input internal pada proses Peradilan;
5. Mewujudkan Institusi Peradilan yang efektif, efisien, bermartabat, dan
dihormati;
6. Melaksanakan kekuasaan kehakiman yang mandiri, tidak memihak dan
transparan.
c. Visi Badan Peradilan
" Terwujudnya Badan Peradilan Indonesia Yang Agung"
d. Misi Badan Peradilan 2010-2035
1. Menjaga Kemandirian Badan Peradilan
2. Memberikan Pelayanan Hukum yang berkeadilan Kepada Pencari Keadilan
3. Meningkatkan Kualitas kepemimpinan Badan Peradilan
4. Meningkatkan Kredibilitas dan Transpransi Badan Peradilan
46
e. Komitmen Aparat Pengadilan Agama Cirebon
1. Komitmen Nilai
a) Bertanggung Jawab Kepada Tuhan YME
b) Bekerja dengan semangat dan komitmen kolektif dengan mengutamakan
keteladanan kepemimpinan yang jujur dan profesional
2. Komitmen Moral
a) Senantiasa Jujur dalam kata dan perbuatan
b) Senantiasa terbuka dalam menerima dan menyanpaikan pendapat
c) Senantiasa menjaga kebersihan hati, pikiran dan sumber rizki
d) Seantiasa sabar dalam melaksanakan segala proses pelaksanaan kewenangan
dan tugas.
e) senantiasa amanah dalam menjalankan setiap tanggung jawab profesional dan
individu
f) Senantiasa berani menyuarakan dan menegakkan kebenaran.
g) Senantiasa menghargai perbedaan pendapat baik di kalangan internal maupun
interaksi dengan pihak luar.
D. Mekanisme Pengaduan Masyarakat Pencari Keadilan Di Kantor
Pengadilan Agama Cirebon
Dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat pencari
keadilan, Pengadilan Agama Cirebon telah menyiapkan beberapa jalur mekanisme
pengaduan bilamana ada masyarakat yang kurang puas terhadap keadilan yang
didapatnya dengan menyampaikan laporan pengaduan baik lisan maupun tertulis .
47
a. Cara menyampaikan pengaduan ke Pengadilan Agama Cirebon
1. Secara lisan
a) Melalui telepon (0231) 205100, yakni pada saat jam kerja mulai pukul
08.00 s/d 16.00 WIB
b) Datang langsung ke kantor Pengadilan Agama Cirebon Jl. Dr.
Ciptomangunkusumo No. 42 Cirebon.
2. Secara tertulis
a) Menyampaikan surat resmi yang ditujukan kepada pimpinan dalam hal ini
Ketua Pengadilan Agama Cirebon, dengan cara diantar langsung, dikirim
melalui facsimile, atau melalui pos ke alamat kantor di Jl. Dr.
Ciptomangunkusumo No. 42 Cirebon Kode Pos 45131
b) Melalui e-mail : [email protected]
c) Pengaduan secara tertulis wajib dilengkapi fotokopi identitas dan
dokumen pendukung lainnya seperti dokumen lainnya yang berkaitan
dengan pengaduan yang akan disampaikan.
b. Penerimaan Pengaduan oleh Pengadilan Agama Cirebon
1. Pengadilan Agama Cirebon akan menerima setiap pengaduan yang
diajukan oleh masyarakat baik secara lisan maupun tertulis.
48
2. Pengadilan Agama Cirebon akan memberikan penjelasan mengenai
kebijakan dan prosedur penyelesaian pengaduan pada saat masyarakat
mengajukan pengaduan.
3. Pengadilan Agama Cirebon akan memberikan tanda terima, jika
pengaduan diajukan secara tertulis.
4. Pengadilan Agama Cirebon hanya akan menindaklanjuti pengaduan yang
mencantumkan identitas pelapor.
E. Struktur Pengadilan Agama Cirebon
Drs. Dudung, SH.MH. NIP 19661130-199203-1-003 tempat tanggal
lahir Ciamis, 30 November 1966. Jabatan Ketua Pengadilan Agama sejak 30
July 2012, Hakim Utama Muda (IV/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1979,
MTs tahun 1982, PGAN tahun 1985, S1 Fak. Syari’ah tahun 1989, S1 Fak.
Hukum tahun 1998, S2 Fak. Hukum tahun 2004. Riwayat jabatan Majelis
Hakim Pengadilan Agama. Medan tahun 1995, Wakil Ketua Pengadilan
Agama. Tanjung Balai tahun 2002, Ketua PENGADILAN AGAMA.
Pematang Siantar tahun 2006, Ketua Pengadilan Agama. Bukit Tinggi tahun
2010, Ketua Pengadilan Agama. Cirebon Tahun 2012.
Drs. Lanjarto, MH. NIP. 19581009-198803-1-001, Temat tanggal lahir
Seragen, 09 Oktober 1958. Jabatan Wakil Ketua Pengadilan Agam sejak 17
Januari 2012 Hakim Madya Muda (IV/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1971,
Madrasah KMI 6Th tahun 1978, S1 Fak Syariah tahun 1986, S2 Ilmu
Hukum Majelis Hakim tahun 2009. Riwayat jabatan Majelis Hakim
49
Pengadilan Agama. Majene tahun 1990, Majelis Hakim Pengadilan Agama.
Wates tahun 1995, Majelis Hakim Pengadilan Agama. Sleman tahun
2005,Wakil Ketua Pengadilan Agama. Magelang tahun 2010, Wakil Ketua
Pengadilan Agama. Cirebon tahun 2012.
Drs. H. Saluki, SH.MH. NIP. 19621007-199203-1-002, Tempat tanggal
lahir Cirebon, 07 Oktober 1962. Jabatan Hakim sejak 19 Maret 2010, Hakim
Madya Muda (IV/b). Riwayat Pendidikan SDN tahun 1974, MTSN tahun
1977, MAN tahun 1981, S1 Fak Syariah tahun 1987, S1 Fak Hukum tahun
2003, PMIH. UNTAN tahun 2006. PLH Wasek tahun 1993, Majlis Hakim
Pengadilan Agama Pontianak tahun 1995, Wakil Ketua Pengadilan Agama
Bengkayang tahun 2005, Wakil Ketua Pengadilan Agama Sanggau 2007,
Majlis Hakim Pengadilan Agama. Cirebon 2010,
Drs. Muchammadun Nip. 19670302.199403.1.009. Tempat tanggal
lahir Cirebon, 02 Maret 1967, Hakim Sejak 25 September 2012 Hakim Madya
Pratama (IV/a). Riwayat pendidikan SDN tahun 1981, MTsN tahun 1984,
MAN tahun 1987, S1 Fak Syariah tahun 1993. Sub kepaniteraan Hukum
Pengadilan Agama Martapura tahun 1994, Riwayat jabatan Majelis Hakim
Pengadilan Agama Barabai tahun 1999, Majelis Hakim Pengadilan Agama
Banggai tahun 2006, Majelis Hakim Pengadilan Agama Kraksaan tahun 2008,
Majelis Hakim Pengadilan Agama Cirebon tahun 2012.
Drs. Syaifulloh NIP 19630407.199203.1.003. Tempat tanggal lahir
Indramayu, 07 April 1963. Jabatan Hakim sejak 19 September 2011 Hakim
50
Madya Pratama (IV/a). Riwayat pendidikan SD tahun 1975, MTS tahun 1979,
MAN tahun 1982, D III tahun 1986, S1 Fak Syariah 1989. Riwayat jabatan
Majelis Hakim Pengadilan Agama Sintang, Majelis Hakim Pengadilan Agama
Gunung Sugih tahun 2010, Majelis Hakim Pengadilan Agama Cirebon tahun
2011.
Drs. Tauhid, SH.MH. NIP. 19640315-199103-1-002. Tempat tanggal
lahir Dukuhpuntang 15 Maret 1964. Jabatan Hakim sejak 16 September 2010
Hakim Madya Pratama (IV/a). Riwayat pendidikan SDN tahun 1977, MTSN
tahun 1981, MAN tahun 1984, S1 Fak Syariah tahun 1990, S1 Fak
Hukum tahun 2004, S2 Fak Hukum. Riwayat jabatan Wakil Sekretaris
Pengadilan Agama Labuha tahun 1993, Panitera Pengganti Pengadilan Agama
Labuha Tahun 1995, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Tigaraksa tahun
2000, Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Tigaraksa tahun 2001,
Majelis Hakim Pengadilan Agama Kalianda Tahun 2006, Majelis Hakim
Pengadilan Agama Cirebon tahun 2010.
Drs. H. Ebor S. Nip 19550412.198101.1.001. Tempat tanggal lahir
Kuningan. 12 April 1955. Panitera/Sekretaris Sejak 11 Oktober 2012 Pembina
(IV/a). Riwayat pendidikan SDN tahun 1968 SMP tahun 1973, SMA tahun
1980, S1 Fak Syariah tahun 1991. Riwayat jabatan Kepala Sub Bagian
Keuangan Pengadilan Agama. Kuningan Tahun 1982, Jurusita Pengganti
Pengadilan Agama. Kuningan tahun 1990, Panitera Pengganti Pengadilan
Agama. Kuningan tahun 1991, Panitera Muda Permohonan Pengadilan
51
Agama. Kuningan Tahun 1999, Wakil Panitera Pengadilan Agama. Kuningan
Tahun 2001, Wakil Panitera Pengadilan Agama. Indramayu Tahun 2006,
Panitera / Sekretaris Pengadilan Agama. Cibadak Tahun 2008, Panitera /
Sekretaris Pengadilan Agama. Cirebon tahun 2012,
Syahrul Effendy NIP 19560620.199003.1.003. tempat tanggal lahir
Kotabumi, 20 Juni 1956, Jabatan Wakil Panitera sejak 07 Oktober 2012
Penata TK. I (III/d). Riwayat pendidikan SD tahun 1967, SLTP tahun 1974,
SLTA tahun 1982, S1 IAIN tahun 1987. Riwayat jabatan Panitera pengganti
Pengadilan Agama Indramayu tahun 1995, Pamud Hukum Pengadilan Agama
Indramyu tahun 2003, Wakil Panitera Pengadilan Agama Cirebon tahun 2012.
Mochamad Drajat NIP. 19720505.199402.1.002 Tegal, 05 Mei 1972,
Jabatan Wakil Sekretaris sejak 05 Maret 2012 Penata TK. I (III/d). Riwayat
pendidikan SD tahun 1985, SMP tahun 1988, SMA tahun 1991, SI Fak.
Syariah tahun 2000. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti Pengadilan Agama.
Indramayu tahun 1996, Kepala Sub Bagian Pengadilan Agama. Indramayu
Kepegawaian Tahun 2000, Panitera Pengganti Pengadilan Agama. Indramayu
tahun 2005, Kepala Sub Bagian umum Pengadilan Agama. indramayu tahun
2005, wakil sekretaris Pengadilan Agama. cirebon tahun 2012.
Masyhuri K., S.Ag. NIP. 19540501-197603-1-002. Tempat tanggal
Lahir Cirebon, 01 Mei 1954, Jabatan Pamud Permohonan sejak 07 Oktober
2011 Penata TK. I (III/d). Riwayat Pendidikan SD tahun 1967, MTs tahun
1973, MA tahun 1975, S1 Fak Syariah tahun 1999. Riwayat Jabatan Kepala
52
Sub Bagian Kepegawaian Pengadilan Agama Cirebon tahun 1986, Panitera
Pengganti Pengadilan Agama. Cirebon tahun 1987, Panitera Muda Hukum
Pengadilan Agama Cirebon tahun 2002, Panitera Muda Permohonan
Pengadilan Agama. Cirebon tahun 2011.
H. Agus Wahib, S.Ag. 19570315-198203-1-004. Brebes, 15 Mei 1957.
Jabatan Pamud Gugatan sejak 07 Oktober 2011 Penata TK. I (III/d). Riwayat
pendidikan SD tahun 1969, SMP tahun 1972, SMA tahun 1975, S1 Fak
Syariah tahun 1996. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti Pengadilan Agama
Cirebon tahun 1990, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cirebon Tahun
1987, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Cirebon Tahun 2000,
Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Cirebon Tahun 2002, Panitera
Muda Gugatan Pengadilan Agama Cirebon Tahun 2011.
Moch. Jalaluddin, S.Ag. NIP 19650110-199203-1-004. Tempat tanggal
lahir Pekalongan, 10 Januari 1965. Jabatan Pamud Hukum sejak 07 Oktober
2011 Penata TK. I (III/d). Riwayat Pendidikan SD tahun 1976, SMP tahun
1980, SMA tahun 1983, S1 Fak Syariah tahun 1990, Panitera Pengganti
Pengadilan Agama Sumber Tahun 1996, Panitera Muda Gugatan Pengadilan
Agama Cirebon Tahun 2007, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama
Cirebon tahun 2011
Ahmad Sudianto, SH. NIP 19700219-200112-1-001. Cirebon, 19
Oktober 1970. Jabatan Kaur Umum sejak 30 Juli 2010, Penata Muda (III/a).
Riwayat pendidikan SD tahun 1984, SMP tahun 1987, SMA tahun 1990, S1
53
Fak Hukum tahun 2005. Riwayat Jabatan jurusita pengganti Pengadilan
Agama cirebon tahun 1997, Kaur Umum Pengadilan Agama Cirebon tahun
2010.
Makhasin, SHI., NIP 19670706-199003-1-001, Tempat tanggal lahir
Kebumen, 06/07/1967 jabatan Kaur Keuangan sejak 15 Mei 2006 Penata
Muda TK. I (III/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1981, SMP tahun
1984, SMA tahun 1987, S1 Fak Syariah tahun 2003. Riwayat jabatan Jurusita
Penggantin PENGADILAN AGAMA. Cirebon tahun 1995, Kaur Umum
Pengadilan Agama. Cirebon Tahun 2004, Panitera Pengganti Pengadilan
Agama. Cirebon tahun 2005, Kaur Keuangan Pengadilan Agama. Cirebon
Tahun 2006.
Titi Suwarti. NIP. 19620131-198503-2-001. Tempat tanggal lahir
Cirebon, 31 Januari 1962. Jabatan Kaur Kepegawaian sejak 21 Pebruari 2003
Penata Muda TK. I (III/b). Riwayat Pendidikan SD tahun 1974, SMP tahun
1979, SMA tahun 1982. Riwayat jabatan Kaur Kepegawaian Pengadilan
Agama. Cirebon tahun 2003.
Syatibi, S.Ag., NIP 19541110.198003.1.010, Tempat tanggal lahir
Indramayu, 10 November 1954 Jabatan Panitera Pengganti sejak 10 Agustus
2000 Penata Tk. I (III/d). Riwayat pendidikan SD tahun 1968, SMP tahun
1973, SMA tahun 1977, SM Tarbiyah Tahun 1985, S1 Fak Syariah Tahun
1999, Jurusita Pengganti Pengadilan Agama. Cirebon tahun 1990, Panitera
Pengganti Pengadilan Agama. Cirebon tahun 1985, Panitera Muda Gugatan
54
tahun 1982, PJS Kepala Kepaniteraan Perkara Pengadilan Agama. Cirebon
Tahun 1988.
Hj. Churotul Aenijah, BA., NIP 19540919.197903.2.001, Brebes, 19
September 1954. Jabatan Panitera Pengganti sejak 01 Pebruari 2006 Penata
(III/c). Rirayat pendidikan SD tahun 1963 PGA 4 tahun 1976, SMA tahun
1977, Diploma Syariah tahun 1997. Riwayat jabatan Panitera Pengganti
Pengadilan Agama Purwakarta tahun 1994, Panitera Muda Permohonan
Pengadilan Agama Cirebon tahun 2000, Panitera Pengganti Pengadilan
Agama. Cirebon Tahun 1994, Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama
Cirebon tahun 2004, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cirebon Tahun
2006.
Endang S., S.Ag., NIP 19620204.198303.2.004. Tempat tanggal lahir
Ponorogo, 04 Februari 1962. Jabatan Panitera Pengganti 02 Januari 2004
Penata TK. I (III/d). Riwayat Pendidikan SD tahun 1973, SMP tahun 1977,
SMA tahun 1982, S1 Fak Syariah tahun 1999. Riwayat jabatan Panitera
Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 1994, PJS PAMUD Permohonan
Pengadilan Agama Cirebon 1995, Panitera Pengganti Pengadilan Agama
Cirebon 2004.
Dra. N. Imas. NIP 19650425.199303.2.003. Tempat tanggal lahir
Bandung, 25 April 1965. Jabatan Panitera Pengganti sejak 08 Juli 2004 Penata
TK. I (III/d). Riwayat pendidikan SD tahun 1977, MTsN tahun 1981, SMA
55
tahun 1984, S1 Fak Syariah tahun 1991. Riwayat jabatan Panitera Pengganti
Pengadilan Agama Cirebon tahun 2006.
Drs. Bisri. NIP 19660424.199403.1.003. Tempat tanggal lahir Cirebon,
24 April 1966, Jabatan Panitera Pengganti sejak 28 Juni 2011 Penata TK. I
(III/d). Riwayat pendidikan SD tahun 1980, MTsN tahun 1983, SMA tahun
1986, S1 Fak Syariah tahun 1991. Riwayat Jabatan Wakil Sekretaris
Pengadilan Agama Cirebon tahun 1996, Jurusita Pengganti Pengadilan Agama
Cirebon Tahun 1998, Panitera Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun
2001.
Atikah Komariah, S.Ag. 19681212.200003.2.003. Tempat tanggal lahir
Cirebon, 12 Desember 1967, Jabatan Panitera Pengganti sejak 02 Mei 2005
Penata (III/c). Riwayat pendidikan SD tahun 1981, MTs tahun 1984, MA
tahun 1987, S1 Fak Syariah tahun 1994. Riwayat jabatan Kaur Keuangan
PENGADILAN AGAMA. Cirebon Tahun 2005, Panitera Pengganti
Pengadilan Agama Cirebon tahun 2005.
Arief Rakhman. NIP 19790609 200604 1 001. Tempat tanggal lahir
Jakarta, 09 Juni 1979 Panitera Pengganti sejak 03 April 2012 Penata (III/a).
Riwayat pendidikan SD tahun 1991, SMPN tahun 1994, SMAN tahun 1997,
Diploma 3 ALTRI tahun 2002, S1 Fak Hukum tahun 2007. Riwayat Jabatan
Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Cikarang, Panitera Pengganti
Pengadilan Agama Cirebon.
56
Arief Rakhman. NIP 19790609 200604 1 001. Tempat tanggal lahir
Jakarta, 09 juni 1979. Jabatan Panitera Pengganti sejak 03 April 2012 Penata
(III/a). Riwayat pendidikan SD tahun 1991, SMPN tahun 1994, SMAN tahun
1997, Diploma 3 ALTRI tahun 2002, S1 Fak Hukum tahun 2007. Riwayat
jabatan Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Cikarang, Panitera Pengganti
Pengadilan Agama Cirebon.
Dedi Supriadi. NIP. 19570806-198203-1-00. Kuningan, 06 Agustus
1957. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 15 Mei 2006 Penata Muda TK. I
(III/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1969, SMP tahun 1973, SLTA/SP IAIN
tahun 1975. Riwayat jabatan Kepala Urusan Umum Pengadilan Agama
Cirebon tahun 1992, Kepala Urusan Kepegawaian Pengadilan Agama Cirebon
tahun 1988, Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 2006.
M. Nurul Huda. Tempat tanggal lahir Nganjuk, 14 Agustus 1958.
Jabatan Jurusita Pengganti 10 Juli 1992 Penata Muda Tk I (III/b). Riwayat
penddidikan SD tahun 1969, SMP tahun 1976, SMA tahun 1991. Jurusita
Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun 1992.
Sri Andarwati. NIP. 19690403-199403-2-004. Tempat tanggal lahir
Sitanggal, 03 April 1969. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 25 Pebruari 2004
Penata Muda (III/a). Riwayat pendidikan SD tahun 1982, SMP tahun 1985,
SMA tahun 1988. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti Pengadilan Agama
Cirebon tahun 2004.
57
Erizal. NIP. 19630720-198703-1-002. Tempat tanggal lahir Agam, 20
Juli 1963. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 30 Juli 2010 Penata Muda (III/a).
Riwayat pendidikan SD tahun 1977, SMP tahun 1984, SMA tahun 1984.
Riwayat jabatan Kaur Umum Pengadilan Agama Ruteng tahun 1988, Jurusita
Pengganti Pengadilan Agama Ruteng Tahun 1990, Jurusita Pengadilan Agama
Bukit Tinggi tahun 2002, Jurusita Pengganti Pengadilan Agama Cirebon tahun
2005.
Siti Suaedah. NIP 19641121-198503-2-002. Tempat tanggal lahir
Cirebon, 21 November 1964. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 01 April 2004
Penata Muda Tk I (III/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1977. SMP tahun
1981. SMA tahun 1984. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti Pengadilan
Agama cirebon tahun 2004.
Oom Maryamah. NIP. 19641003-198503-2-002. Tempat tanggal lahir
Cirebon, 04 Oktober 1964. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 08 Juli 2004
Penata Muda TK. I (III/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1975, MTs tahun
1980, SMA tahun 1983. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti PENGADILAN
AGAMA. Cirebon tahun 2004.
Achmad Busyaeri, S. Pdi. NIP. 220002343. Tempat tanggal lahir
Cirebon, 04 April 1981. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 09 April 2010 Penata
muda TK. I (III/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1992, SMP tahun 1995,
SMA tahun 1998, S1 Fak Tarbiyah tahun 2004. Riwayat jabatan Jurusita
Pengganti Pengadilan Agama. Cirebon Tahun 2010.
58
Mukholik. 19861010-200604-1-001. Tempat tanggal lahir Cilacap, 10
Oktober 1986. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 09 April 2010 Pengatur Muda
TK. I (II/b). Riwayat pendidkkan SD tahun 1999, SMP tahun 2002, SMA
tahun 2005. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti PENGADILAN AGAMA.
Cirebon tahun 2010.
Imbar Priyatna. NIP. 19860609-200604-1-003. Tempat tanggal lahir
Bandung, 09 juni 1986. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 09 April 2010
Pengatur Muda TK. I (II/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1998, SMP tahun
2001, SMA tahun 2005. Riwayat jabatan. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti
PENGADILAN AGAMA. Cirebon tahun 2010.
Pety Patria Sandi. NIP. 19840709-200604-2-001. Tempat tanggal lahir
Cirebon, 09/07/1984. Jabatan Jurusita Pengganti sejak 2011Pengatur Muda
TK. I (II/b). Riwayat pendidikan SD tahun 1995, SMP tahun 1998, SMA
tahun 2001, S1 Fak Tekstil 2005. Riwayat jabatan Jurusita Pengganti
PENGADILAN AGAMA. Cirebon tahun 2011.
Moch. Suyana, SEI. NIP. 19801104-200904-1-002. Tempat tanggal
lahir Cirebon, 04 November 1980. Jabatan CPP/Staf Pamud Hukum sejak 07
September 2009 Penata Muda (III/a). riwayat pendidikan SD tahun 1993,
SMP tahun 1996, SMA tahun 1999, S1 Fak Syariah tahun 2004. Riwayat
jabatan Staf Pamud Hukum Pengadilan Agama Cirebon Tahun 2009.
59
Asep Jeri M. Kusumah, SHI., NIP. 19850505-201101-1-008. Tempat
tanggal lahir Ciamis, 05 Mei 1985. Jabatan Staf Pamud Permohonan Sejak 09
Mei 2011 CPNS/CPP (III/a). Riwayat pendidikan SD tahun 1998, MTsN
tahun 2001, MAN tahun 2004, S1 Fak Syariah tahun 2009. Riwayat jabatan
Staf Pamud Permohonan Pengadilan Agama Cirebon tahun 2011.
F. Tugas Pokok Dan Fungsi Peradilan Agama
a. Pengadilan Agama
Pengadilan Agama, yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-
perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang
perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum
Islam, serta wakaf dan shadaqah, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 Undang-
undang Nomor 50 Tahun 2010 tentang Peradilan Agama.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Pengadilan Agama
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Memberikan pelayanan teknis yustisial dan administrasi kepaniteraan
bagi perkara tingkat pertama serta penyitaan dan eksekusi;
2. Memberikan pelayanan dibidang administrasi perkara banding, kasasi dan
peninjauan kembali serta administrasi peradilan lainnya;
60
3. Memberikan pelayanan administrasi umum kepada semua unsur di
lingkungan Pengadilan Agama (umum, kepegawaian dan keuangan
kecuali biaya perkara);
4. Memberikan Keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang Hukum
Islam pada Instansi Pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta
sebagaimana diatur dalam Pasal 52 Undang-Undang Nomor 50 Tahun
2010 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun
1989 tentang Peradilan Agama;
5. Memberikan pelayanan penyelesaian permohonan pertolongan
pembagian harta peninggalan diluar sengketa antara orang-orang yang
beragama Islam yang dilakukan berdasarkan hukum Islam sebagaimana
diatur dalam Pasal 107 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang
Peradilan Agama;
6. Waarmerking Akta Keahliwarisan di bawah tangan untuk pengambilan
deposito/ tabungan, pensiunan dan sebagainya;
7. Pelaksanakan tugas-tugas pelayanan lainnya seperti penyuluhan hukum,
pelaksanaan hisab rukyat, pelayanan riset atau penelitian dan sebagainya.
61
BAB IV
GUGATAN, KHI, DAN PUTUSAN MAJELIS HAKIM
A. Prosedur Gugatan Waris
Seorang Penggugat adalah suami dari pewaris yang meninggal pada
tanggal 8 September 2001. Pewaris meninggalkan harta warisan dan 6 (enam)
ahli waris yaitu, suami, 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Setelah
beberapa lama suami mempunyai keinginan untuk menikah lagi. Namun
sebelum pembagian harta warisan, para ahli waris melakukan perjanjian tertulis
di bawah tangan pada tanggal 1 Januari 2003. Karena harta warisan itu tidak
kunjung di bagikan padahal sang suami ini telah sering memintanya, maka suami
mengajukan gugatan waris kepada Pengadian Agama Cirebon pada 28 Desember
2010.
Majelis Hakim telah melakukan upaya perdamaian namun tidak berhasil
mendamaikan Penggugat dan para Tergugat, hingga mediasi pun tidak dapat
mendamaikan. Setelah mediasi gagal mendamaikan maka sidang dilanjutkan
kepada pembacaan gugatan. Berdasarkan surat perjanjian tanggal 1 Januari 2003
itu maka Penggugat dalam Petitum (gugatan) memohon kepada Majelis Hakim
mengabulkan seluruh gugatannya, menyatakan Penggugat, tergugar I, Tergugat
II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V sebagai ahli waris, dan menyatakan
62
para Tergugat secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama melakukan
perbuatan ingkar janji.
Meninjau prosedur pembuatan gugatan waris pada putusan Perkara
Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn. Penulis menilai tidak di jalankannya pasal 119
HIR sehingga Surat Gugatan tersebut menjadi simpang siur antara gugatan
pembagian waris dengan gugatan perbuatan ingkar janji.
Pada prinsipnya ketika Surat Gugatan atau Permohonan yang telah
dibuat dan di tandatangani diajukan ke Panitera Pengadilan Agama (Surat
Gugatan diajukan kepada Sub Kepanitraan Gugatan sedangkan permohonan
diajukan kepada Sub Panitra Permohonan). Sebelum perkara terdaftar, Panitera
melakukan penelitian terlebih dahulu terhadap kelengkapan berkas perkara
(penelitian terhadap bentuk dari isi gugatan atau permohonan). Apabila terjadi
kesalahan dalam gugatan atau permohonan, maka tidak boleh di daftarkan
sebelum petitum dan posita jelas.1 Jika terjadi kesalahan maka gugatan tersebut
harus diperbaiki, Panitera sebagai pihak yang mempunyai otoritas dalam
meneliti berkas gugatan atau permohonan sebaiknya melakukan penelitian
tersebut disertai dengan membuat resume tersebut diarahkan kepada Ketua
Pengadilan Agama dengan disertai saran, misalnya berbunyi “syarat-syarat
1 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, h. 76.
63
cukup siap untuk di sidangkan.”2 Setelah gugatan itu ketua Pengadilan harus
memeriksa ulang isi gugatan tersebut apakah gugatan tersebut itu sudah benar
atau tidak. Dan kemudian Ketua Pengadilan berkuasa untuk memberikan arahan
jika ada kekurangan dalam surat gugatan tersebut atau surat gugatan tersebut
tidak lengkap syarat formil. sesuai pasal 119 HIR yaitu : Ketua pengadilan
berkuasa memberikan nasihat dan pertolongan kepada Penggugat atau wakilnya
tentang hal memasukan surat gugatan.”3. karena menurut Wakil Ketua
Pengadilan Agama, gugatan dikabulkan apabila gugatan itu memenuhi syarat
formil.4 Sesuai yang pernah di jelaskan dalam bab satu di latar belakang bahwa
rumusan petitum harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 5
a. Jelas dan Tegas (eminuratif);
b. Memiliki dasar hukum yang jelas
c. Semua tuntutan memiliki keterkaitan keterkaitan yang terdapat di posita.
Jadi menurut penulis ada kekeliruan dalam gugatan yang diajukan oleh
Penggugat. Penulis menilai surat gugatan tersebut sudah sepatutnya ditolak
karena dalam gugatan tersebut penggugat memohon kepada Majelis Hakim
untuk menyatakan dan menghukum para tergugat telah melakukan ingkar janji.
2 Raihan A Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, h. 129.
3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelik Wetbook) & RIB/HIR, h. 556.
4 Wawancara dengan wakil ketua Pengadilan Agama, Cirebon , 26 September 2013.
5 Saifuddin Arief, Notariat Syari’ah Dalam Praktik Jilid 1 Hukum Keluarga Islam, h. 265.
64
Dengan demikian gugatan Penggugat tersebut menjadi simpang siur antara
gugatan pembaguan waris dan gugatan ingkar janji dan gugatan tersebut tidak
jelas (obsuur libel).
B. KHI dan Kewarisan
Dalam Pertimbangan Hukum pada putusan disebutkan: Menimbang
berdasarkan dalil Penggugat yang diakui Terguigat serta bukti T.1 s.d T.4 dan
saksi-saksi terbukti bahwa harta sebagaimana tertuang pada halaman 2 dan 3 surat
gugatan Penggugat merupakan harta Penggugat dan almarhumah (pewaris) oleh
karena itu Penggugat dan almarhumah mendapatkan masing-masing berhak
mendapatkan setengah bagian. Hal sejalan dalam Kompilasi Hukum Islam yang
menyatakan bahwa “Apabila terjadi cerai mati maka separoh harta bersama
menjadi hak milik pasangan hidup yang lebih lama.” Menimbang bahwa
berdasarkan dalil Penggugat yang diakui Tergugat maka yang berhak menerima
harta warisan almarhumah berikut pembagiannya dengan ketentuan bagian anak
laki-laki mendapat dua kali bagian anak perempuan hal ini sejalan dengan al-
Qur’an surat an-Nisaa ayat 11 dan pasal 176 Kompilasi Hukum Islam adalah
sebagai berikut;6
1. Suami mendapatkan 8/32 atau 25%
2. Anak laki-laki 1 mendapatkan 6/32 atau 18,750%
3. Anak perempuan 1 mendapatkan 3/32 atau 9,375 %
6 Putusan Perkara Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn., h. 35.
65
4. Anak laki-laki 2 mendapatkan 6/32 atau 18,750%
5. Anak perempuan 2 mendapatkan 3/32 atau 9,376%
6. Anak laki-laki 3 mendapatkan 6/32 atau 18,750%
Pada putusan Perkara Nomor : 753/Pdt.G/2011/PA.Cn. Dalam menentukan
bagian-bagian ahli waris, dasar pertimbagan Mjajelis Hakim adalah ayat 11 surat
an-Nisa dan pasal 176 Kompilasi Hukum Islam. Menurut penulis dasar hukum ini
sudah tepat dalam menentukan bagian anak laki-laki dan anak perempuan. Namun
ada yang kurang dalam dasar hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim yaitu
bagian untuk suami yang seharusnya mengacu kepada pasal 179 KHI, karena
dalam pasal 176 itu hanya mencakup bagian anak laki-laki dan anak perempuan
saja.
Lalu mengenai pembagian harta bersama dasar pertimbangan dalam
pertimbanan hukumnya Majelis Hakim menyatakan bahwa separo harta bersama
menjadi milik suami dan yang separo lagi menjadi boedel waris. Kemudian yang
menjadi dasar hukumnya Majelis Hakim menggunakan pasal 96 KHI. Menurut
analisis penulis dasar hukum tersebut sudah tepat karena KHI salah satu sumber
hukum yang dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan hukum dalam
permasalahan Hukum Keluarga Islam khususnya di Pengadilan Agama.
66
C. Pertimbangan dan Putusan Majelis Hakim
a) Pertimbangan Majelis Hakim
Pada pertimbangan hukum Majelis menyebutkan: Menimbang, bahwa,
Tergugat atas gugatanya tersebut mengajukan eksepsi yang pada pokoknya
menyatakan bahwa di dalam surat gugatan bertanggal 28 Desember 2010,
khususnya pada halaman 1 sangat jelas disebutkan bahwa perihal surat gugatan
adalah “Gugatan Pembagian Waris”. Namun di dalam Posita alenia kelima
halaman 4 berlanjut ke halaman 5 surat gugatannya, ternyata Penggugat
mendalihkan bahwa para Tergugat telah melakukan “Perbuatan Ingkar Janji”.
Demikian pula di dalam petitum butir 5 halaman 7 Surat Gugatan, ternyata
Penggugat memohon kepada Pengadilan Agama Cirebon Untuk Menyatakan
Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV dan Tergugat V secara
bersama-sama atau secara sendiri-sendiri telah melakukan “Perbuatan Ingkar
Janji”, materi gugatan tersebut menjadi simpang siur, tidak jelas atau kabur
(Obscuur libel), apakah gugatan dimaksud adalah gugatan mengenai “Pembagian
Waris” ataukah gugatan mengenai “Perbuatan Ingkar Janji”? hal ini tersebut
berakibat membingungkan dan menyulitkan para Tergugat untuk
menanggapinya. Terhadap gugatan yang demikian tersebut sudah seharusnya
ditolak atau setidak-tidaknya dunyatakan tidak dapat diterima. Menimbang,
bahwa terhadap eksepsi Tergugat tersebut, Majelis menilai eksepsi Tergugat
tersebut dalam penilaian Majelis Hakim sudah menyangkut pokok perkara, oleh
67
karenanya sejalan dengan Pasal 125 ayat (2) HIR, eksepsi Tergugat tersebut
ditolak.7
Mengenai pertimbangan Majelis Hakim dalam menolak eksepsi para
tergugat di atas, menurut penulis jika dicermati lebih dalam lagi pertimbangan
Majelis tersebut tidak tepat dan seharusnya gugatan Penggugat itu ditolak karena
materi gugatan tersebut kabur atau tidak jelas (obscuur libel). Tergugat
mempermasalahkan pokok gugatan yang terdapat pada Surat Gugatan, apakah
gugatan tersebut gugatan Pembagian Waris ataukah gugatan mengenai Perbuatan
ingkar janji, yang mana dasar Penggugat mengajukan gugatan sesuai dengan
perjanjian dibawah tangan yang telah disepakati oleh pihak-pihak ahli waris
yaitu “Surat Keterangan dan Pernyataan Ahli Waris tanggal 1 Januari 2003.”
Ditolaknya eksepsi tergugat oleh Majelis Hakim karena “menyangkut pokok
perkara” menurut penulis hal tersebut sah-sah saja diajukan oleh para Tergugat.
Karena dalil Penggugat adalah “Bahwa para tergugat secara bersama-sama atau
sendiri-sendiri telah melakukan ingkar janji”.8 Jadi penulis berpendapat bahwa
gugatan Penggugat tersebut sudah seharusnya ditolak oleh Majelis Hakim sejalan
dengan pasal 134 HIR. Karena dalam kekuasaan absolut, Pengadilan Agama
tidak dapat memeriksa perkara Perbuatan Ingkar Janji. Eksepsi tersebut
disebutkan dalam hukum formil eksepsi yaitu eksepsi tidak berwenang secara
7 Putusan Perkara, h. 31.
8 Putusan perkara. h. 7
68
absolute.9 Jadi menurut penulis Majelis Hakim harusnya mengabulkan eksepsi
para tergugat dan menyatakan gugatan Penggugat sebagai gugatan yang obscuur
libel (tidak jelas atau kabur).
Pertimbangan hukum menyebutkan: Menimbang bahwa terhadap harta
tersebut Penggugat dan para Tergugat telah membuat kesepakatan sebagaimana
tertuang dalam surat keterangan dan pernyataan ahli waris tanggal 1 Januari
2003, namun demikian dengan diajukannya gugatan terkait dengan harta
tersebut, maka majelis menilai bahwa antara Penggugat dan para Tergugat telah
tidak ada kesepakatan lagi oleh karena itu terhadap harta-harta tersebut Majelis
harus memutuskan dengan demikian maka Surat Keterangan dan Pernyataan
Ahli Waris tanggal 1 Januari 2003 dinyatakan tidak berlaku.10
Mengenai pertimbangan Majelis Hakim yang menyatakan tidak berlakunya
“Surat Keterangan dan Pernyataan Ahli Waris tanggal 1 Januari 2003” di atas ,
menurut penulis ditidak berlakukannya surat kesepaklatan ahli waris tersebut
sudah tepat. karena menurut penulis memang seharusnya surat kesepakatan ahli
waris tersebut dinyatakan tidak berlaku oleh Majelis Hakim agar semua ahli
waris tidak ada dualisme peraturan dalam pengurusan boedel waris yang
disengketakan. Yang berlaku adalah putusan pengadilan tersebut. Secara intristik
pembatalan hukum hanya dapat dilakukan oleh pembentuknya, sebuah hukum
9 Kama Rusdiana, Hukum Acara Peradilan Agama, 2013. h.111.
10 Putusan, h. 34.
69
yang baru dapat menggantikan atau menghapus hukum yang lama atau hukum
yang telah ada sebelumnya hanya jika:11
a. Hukum yang baru tersebut dengan tegas tentang penggantian tersebut,
b. Hukum yang baru itu secara langsung menentang (bersifat kontraris) dengan
hukum yang lama,
c. Hukum yang baru menggelarkan pengaturan yang diperbaharui tentang
keseluruhan materi pengaturan hukum yang lama, maka hukum yang lama
tidak dapat dijadikan sebagai ukuran. Dalam hal keraguan ini sedapat
mungkin hukum yang baru menyesuaikan diri dengan hukum yang lama.
d. Jika hanya hanya pada bagian tertentu saja dari hukum yang baru bersifat
kontraris dengan hukum yang lama, maka pembatalan atau penggantian
hukum yang hanya sekitar bagian yang sesuai dengan ketentuan yang baru itu.
Pada pertimbangan hukum menyebutkan: Menimbamg, bahwa
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka gugatan Penggugat dapat
dikabulkan.12
Mengenai pertimbangan Majelis Hakim di atas, maka menurut penulis
ini tidak bisa dijalankan karena dalam Surat Gugatan poin 5 bahwa Penggugat
meminta Majelis Hakim untuk agar menyatakan Tergugat I, II, III, IV, V secara
11 E. Sumaryono, Etika profesi hukum, (Yogyakarta, Kanisius, cet ke-7, 2012), h. 103.
12 Putusan, h. 36.
70
bersama-sama atau sendiri-sendiri telah melakukan Perbuatan Ingkar Janji. Jika
kita mencermati lebih pada redaksinya bahwa mengartikan seluruh gugatan
Pengugat itu di kabulkan. Padahal salah satu gugatan Penggugat, Majelis Hakim
Tidak berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan gugatan tersebut. Jadi
menurut pendapat penulis sudah seharusnya gugatan dari Penggugat dinyatakan
obscuur libel (tidak jelas/kabur) karena adanya campur aduk gugatan yaitu
gugatan pembagian waris dan gugatan ingkar janji. Hal ini di sebutkan juga oleh
hakim dalam wawancara dengan penulis, bahwa yang dinamakan Obscuur Libel
adalah gugatan yang tidak jelas, baik dari segi identitas, posita ataupun tuntutan.
Akibat gugatan Obscuur Libel adalah gugatan tersebut tidak dapat diterima.13
b) Putusan Majelis Hakim
Dalam putusan Majelis Hakim, poin 1 (satu) Majelis Hakim memutuskan
atau mengabulkan Gugatan Penggugat sebagian.14 Menurut analisis penulis
putusan ini tidak berbanding lurus dengan pertimbangan Majelis Hakim yang
sebelumnya dikemukakan dalam pertimbangan Majelis Hakim. Dalam
pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa, berdasarkan pertimbangan
tersebut, maka Gugatan Penggugat dapat dikabulkan15. Putusan Majelis Hakim
ini tentunya bertolak belakang dengan pertimbangan Majelis Hakim sebelumnya.
13 Wawancara dengan hakim, Cirebon , 25 September 2013.
14 Putusan, h. 38.
15 Putusan, h. 36.
71
Dan selanjutnya menurut analisis penilis mengenai putusan ini bisa dikatakan
Cacat Hukum karena tidak sejalan dengan pertimbangan Majelis Hakim. Jika
memang dalam putusan Majelis Hakim memutuskan untuk untuk mengabulkan
gugatan sebagian, maka tentunya di dalam pertimbangan hukum nya juga
mengemukakan dapat dikabulkan sebagian.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dari bab satu sampai bab empat pada
akhirnya penulis menyimpulkan bahwa:
1. Seorang Penggugat adalah suami dari pewaris yang meninggal pada tanggal 8
September 2001. Pewaris meninggalkan harta warisan dan 6 (enam) ahli waris
yaitu, suami, 3 anak laki-laki dan 2 anak perempuan. Setelah beberapa lama
suami mempunyai keinginan untuk menikah lagi. Lalu suami ini mengajukan
gugatan waris kepada Pengadilan Agama. Berdasarkan surat perjanjian
tanggal 1 Januari 2003 itu maka Penggugat mengajukan gugatannya kepada
Pengadilan Agama Cirebon Majelis Hakim telah melakukan upaya
perdamaian namun tidak berhasil mendamaikan Penggugat dan para
Tergugat. Setelah mediasi gagal mendamaikan maka sidang dilanjutkan
kepada pembacaan gugatan.
2. Berdasarkan hasil temuan peneliti dilapangan, gugatan yang diajukan tidak
memenuhi syarat formil, karena tidak sesuai dengan kriteria-kriteria gugatan
sebagai berikut: Jelas, tegas (eminuratif), memiliki dasar hukum yang jelas
dan semua tuntutan memiliki keterkaitan keterkaitan yang terdapat di posita.
73
3. Menurut temuan dilapangan, menunjukan bahwa dalam menentukan bagian-
bagian ahli waris, dasar pertimbagan Mjajelis Hakim adalah ayat 11 surat an-
Nisa dan pasal 176 Kompilasi Hukum Islam. Menurut penulis dasar hukum
ini sudah tepat dalam menentukan bagian anak laki-laki dan anak perempuan.
Namun demikian ada yang kurang dalam dasar hukum yang digunakan oleh
Majelis Hakim yaitu bagian untuk suami yang seharusnya mengacu kepada
pasal 179 KHI, karena dalam pasal 176 itu hanya mencakup bagian anak laki-
laki dan anak perempuan saja. Selanjutnya Majelis Hakim menyatakan bahwa
separuh harta bersama menjadi milik suami dan yang separuh lagi menjadi
boedel waris. Kemudian yang menjadi dasar hukumnya Majelis Hakim
menggunakan pasal 96 KHI.
4. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan
perkara gugat waris adalah pasal 125 ayat 2, sehingga hakim dalam
putusannya menolak eksepsi para Tergugat.
B. Saran-Saran
1. Kepada setiap orang yang ingin mengajukan gugatan, diharapkan sebelum
mengajukan surat gugatan kepada pengadilan diharapkan berkonsultasi
terlebih dahulu kepada orang yang lebih mengerti dalam permasalahan hukum
dan cara membuat surat gugatan yang baik dan benar disekitar tempat tinggal
anda.
2. Dan apabila belum mengerti tentang cara membuat surat gugatan yang baik
dan benar, sebaiknya datanglah kepada Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM)
74
yang selalu siap membantu dan melayani masyarakat yang kesulitan dalam
mencari keadilan sesuai Sureat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor:
10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Hukum.
3. Untuk Panitera, wakil panitera, panitera muda dan panitera pengganti,
diharapkan dapat lebih teliti dalam pemeriksaan berkas-berkas perkara yang
masuk, berkas-berkas yang sudah diputus, berkas-berkas yang akan di
laporkan dan berkas-berkas yang akan diarsipkan.
4. Untuk Hakim-hakim yang terhormat, agar lebih jelas dan lebih tepat dalam
menggunakan dasar hukum, bijaksana dalam mempertimbangkan suatu
perkara dan arif dalam mengambil keputusan supaya dapat menjadi panutan
bagi semua calon-calon hakim selanjutnya.
5. Untuk Ketua Pengadilan Agama agar lebih memperhatikan pasal 119 HIR
supaya masyarakat yang berperkara tidak lagi ada kesimpangsiuran dalam
mengajukan surat gugatan.
75
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam, Jakarta : Radar Jaya Ofset 2007.
A Rasyid Raihan, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada, ed. 2, cet. 8, 2001.
Al-‘Utsmain dan syaikh muhamad bin shalih, panduan praktis hukum waris: menurut al-Qur’an dan sunnah yang sohih, Bogor: pustaka Ibnu Katsir, 2006.
An-Nawawi bin Umar al-Jawi, Tasyeh ‘ala Ibnu Qosim (Syarah Fathul Qarib), ma’had islami al-salafi, tt.
Arief Safiudin, Notariat Syari’ah Dalam Praktik Jilid 1 Hukum Keluarga Islam, Jakarta : Datunnajah Publishing, 2011.
Arifin Jaenal, Peradilan Islam dalam bingkai reformasi hukum di indonesia, Jakarta: Kencana, 2008.
Arikunto Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V, Jakarta: PT. Rineka Utama, 2002.
Arto Mukti, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Jakarta: Pustaka Pelajar, cet. 4, 2003.
Ash-Shabuniy Muhammad Ali, alih bahasa: Sarmin Syukur, Hukum Waris Islam, Surabaya: al-Ikhlas, 1995.
Ash-Sabuni Muhamad ali, Hukum warisan dalam syariat islam (terjemah), Bandung: CV Diponegoro, 1988,
Cholid dan Abu Ahmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1999.
Firdaus Ahmad Ferry, Status Hukum Ahli Waris Pengganti menurut perspektif KHI dan Fikih, skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal asy-Syakhsiyyah Konsentrasi Peradilan Agama, 2010.
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut al-Qur’an dan Hadist, (Jakarta: tana mas, 1981.
Harahap Yahya, Hukum Acara Perdata, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, cet. 12.
Ibrohim al-Bajuri, syarah al-Bajuri (Hisyah Fathul Qari).
76
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Bayumedia, 2008.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelik Wetbook) & RIB/HIR, Citra media Wacana: tt.
Komite Fakultas Syari’ah ar-Risalah ad-Dauliyah. “Ahkamaul-mawarits fil-fiqhil-mawarits-islami”. Mesir. Tahun 2000-2001. Diterjemahkan oleh H. Addys Aldizar, Lc. dan H. Fathurohman, Lc. “Hukum Waris”. Senayan Abadi Publishing. Jakarta. 2004.
Moeleong Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Muhammad Asyahir Abdul Wahid bin Achmad bin Muhammad Ibnu Rusyh, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasyid, Surabaya: Toko Kitab al-Hidayah, tt.
Manan Abdul, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama Jakarta: Kencana, 2005, cet. 3, 2005.
Mardani, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama Dan Mahkamah Syari’ah, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, cet. 2, 2010.
Muhibbin Moh. dan Abdul Wahib, Hukum Kewarisan Islam (Sebagai Pembaruan Hukum Positif), Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Nurfitra Elfid M, Penyelesaian Gugatan Kewarisan Anak Perempuan Dengan Saudara Kandung (Studi Analisis Pada Putusan Peradilan Agama), skripsi Mahasiswa Prodi Ahwal asy-Syakhsiyyah Konsentrasi Peradilan Agama, 2008.
Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Pilto MR. A. (Alih Bahasa: M. Isa Arief), Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Perdata Belanda Jilid 1, Jakarta: PT Intermasa cet-2, 1986.
Said Imam Ghazali dan Ahmad Zaidun, Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid, Jakarta: Pustaka Amani, 2007, Jilid 3, cet III.
Salman R Otje dan Mustofa Haffas, Hukum Waris Islam, Bandung: PT Refika Aditama cet-II, 2006.
Subekti R. dan R. Tjitrosudibio, KUHPerdata / Burgelijk wetboek dengan tambahan : UU Pokok Agraria dan UU perkawinan, cet. 39 Jakarta: Pradya Paramita, 2008.
77
Syarifudin Amir, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kencana, 2004.
Sumaryono E., Etika profesi hukum, Yogyakarta, Kanisius, cet ke-7, 2012.
Usman Suparman, Fiqih Mawaris Hukum Kewarisan Islam Jakarta, Gaya Medika Pratama cet-II.
Rambe Ropaun, Hukum acara Perdata Lengkap, Jakarta: Sinar Grafika, cet. 6, 2010.
Ramulyo Mohd. Idris, Beberapa Masalah Pelaksanaan Hukum Kewarisan Perdata Barat (Burgelik Watboek), Jakarta: Sinar Grafika Offset, 1996.
Rofiq Ahmad, Fiqh Mawaris, Jakarta: PT Raja Grafindo cet. II, 1995.
Sutantio Retno Wulan dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Prektek, Bandung: CV. Mandar Maju, Cet 5, 2009.
http://www.pa-cirebon.go.id/
Yunus Mahud, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/penafsir al-Qur’an cet. Ke-1, 1973.
Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara yang penulis gunakan untuk mengungkap data secara
kualitatif. Data kualitatif bersifat lebih luas dan dalam mengingat data ini digali oleh
peneliti merasa cukup.
Pedoman wawancara ini digunakan oleh peneliti sebagai pemandu, dengan
demikian,
1. Proses wawancara berjalan di atas rel yang telah ditentukan
2. Informan dapat memberi jawaban seperti yang dikehendaki peneliti
3. Peneliti tidak terlalu sulit membedakan antara data yang digunakan atau tidak
4. Peneliti dapat lebih berkonsentrasi
Adapun beberapa pedoman dalam melakukan wawancara. Pertama, setiap
pertemuan, batasi pertanyaan sehingga tidak terlalu banyak. Pertanyaan kurang lebih
10-15 butir. Kedua, lihat kembali masalah riset (tujuan riset) untuk memastikan
bahwa semua pertanyaan telah disampaikan. Apabila ada pertanyaan yang terlewat,
peneliti bisa menanyakan aspek yang terlupakan meskipun tidak urut sesuai dengan
pedoman wawancara. Ketiga, usahakan semua pertanyaan mengandung unsur-unsur
factual (fakta) dan opini responden. Dengan fakta dan opini, hasil wawancara akan
semakin variatif dan terkesan lebih kaya. Keempat, pastikan bagaimana data
wawancara tersebut akan direkam (video-tape, audio-tape, buku catatan). Proses
perekaman akan membantu peneliti mengingat kembali hasil wawancara yang telah
dilakukan. Kelima, wawancara dapat digunakan untuk mengungkap aspek sikap,
tergantung pada kualitas pertanyaan. Keenam, usahakan jelas (strive for clarity)
praktikan dengan teman terlebih dahulu. Apabila langkah ini bisa dilakukan, maka
tidak ada kesan canggung atau kurang percaya diri. Dengan demikian informan akan
semakin baik dalam memberi jawaban. Ketujuh, usahakan singkat (strive for brevity)
jangan terlalu lama jangan lebih dari 40 menit. Kedelapan, beri kesempatan informan
memberi penjelasan lengkap. Ketika informan berbicara jangan sekali-sekali dipotong
atau tidak diperhatikan. Akan tetapi apabila informan keluar dari alur pembicaraan
maka diarahkan kembali ke alur pembicaraan dan usahakan tidak menyinggungnya.
Dalam Melakukan wawancara harus melakukan triangulasi. Ada tiga manfaat
kegiatan triangulasi, yaitu
1. Memperbaiki ketidaksempurnaan instrument koleksi data
2. Meningkatkan kepercayaan hasil riset
3. Meningkatkan pengembangan pertanyaan-pertanyaan lanjutan
Hasil Wawancara
I. Indentitas Responden
Nama : Informan
Jabatan : Wakil Ketua Pengadilan Agama & Hakim Peradilan Agama
II. Tujuan
Untuk mengetahui deskripsi Perkara Gugat Waris Nomor:
753/Pdt.G/2011/PA.Cn., Untuk mengetahui lebih rinci mekanisme pengajuan
gugatan waris, Untuk mengetahui secara jelas konsep Kompilasi Hukum Islam
tentang masalah penyelesaian kewarisan, Untuk mengetahui dan memahami dasar
dari pertimbangandan putusan Majelis Hakim dalam menyelesaikan perkara waris
Nomor: 753/Pdt.G/2011/PA.Cn.
III. Keterangan
Penulis melakukan wawancara penelitian ini dengan dua Informan.
a. Informan Pertama : Wakil Ketua Pengadilan Agama
b. Informan Kedua : Hakim Pengadilan Agama
IV. Daftar Pertanyaan dan Jawaban
Informan Pertama : Wakil Ketua Pengadilan Agama
Tanggal : 26 September 2013
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Kewarisan?
Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
2. Apa yang dimaksud dengan gugatan dan permohonan?
Gugatan: tuntutan hak yang mengandung sengketa dimana terdapat sekurang-
kurangnya dua pihak (Penggugat x Tergugat) diajukan ke Pengadilan (bersifat
contentius).
Permohonan : tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa, dimana terdapat
satu fihak saja (bersifat volunteir).
3. Apa tugas panitera?
Secara umum tugas panitera, sebagai berikut:
a. Dibidang administrasi.
b. Mengikuti dan mencatat jalannya persidangan.
c. Dalam pelaksanaan/eksekusi perkara perdata.
4. Bagaimana biasanya masyarakat dalam mengajukan Gugatan atau
Permohonan perkara waris di Pengadilan Agama ini?
Perkara Kewarisan di Pengadilan Agama didasarkan pada Pasal 49
UU No. 7 Tahun 1989 jo. UU No. 3 Tahun 2006 jo. Penjelasannya, dapat
dibedakan :
a. Permohonan Penetapan Ahli Waris; seorang atau beberapa orang mengajukan
permohonan ke Pengadilan Agama agar ia atau mereka ditetapkan sebagai
Ahli Waris dari seorang Pewaris (orang yang telah meninggal dengan pasti
secara riil maupun secara hukum).
b. Permohonan Penetapan AhliWaris dan sekaligus ditetapkan bagian masing-
masing ahli waris; seorang atau beberapa orang secara bersama-sama
(sepakat) mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama agar ia atau mereka
ditetapkan sebagai Ahli Waris dari seorang Pewaris dan sekaligus mohon
ditetapkan bagian masing-masing Ahli Waris;
c. Gugatan Kewarisan / Harta Waris; seorang atau beberapa orang mengajukan
gugatan ke Pengadilan Agama menggugat kepada orang lain/Pihak lain agar
Penggugat/Para Penggugat ditetapkan sebagai Ahli Waris dari seorang
Pewaris dan berhak atas bagian dari harta peninggalan (tirkah) Pewaris yang
sedang dalam penguasaan Tergugat dan sekaligus mohon ditetapkan bagian
masing-masing Ahli Waris atas tirkah Pewaris tersebut.
5. Biasanya apa yang menjadi landasan Bapak/Ibu dalam pertimbangan
hukum dan putusan Perkara waris?
Yang dijadikan landasan hakim Pengadilan Agama dalam
pertimbangan hukum perkara waris, adalah :
a. Perundang-undangan;
b. Hukum Syar’i
c. Alat bukti tertulis maupun saksi;
d. Rasa keadilan (kearifan dan kebijakan hakim).
6. Biasanya gugatan seperti apa yang di terima atau di tolak oleh Pengadilan
Agama?
Suatu perkara gugatan atau permohonan dapat dikabulkan atau ditolak,
adalah :
Dikabulkan, apabila terpenuhi :
a. Gugatan memenuhi syarat formil;
b. Gugatan diajukan oleh orang atau pihak yang berhak dan berkepentingan yang
mempunyai legal standing;
c. Gugatan berdasar atas hukum (mempunyai alas hukum);
d. Gugatan beralasan hukum;
e. Gugatan didukung oleh alat bukti tertulis maupun saksi;
Ditolak, apabila tidak terpenuhi syarat-syarat tersebut di atas.
7. Jika tergugat mengajukan eksepsi, apa landasan hukum yang mebuat
eksepsi itu diterima atau ditolak?
Eksepsi kompetensi Relatif , yaitu eksepsi yang didasarkan pada
kewenangan Pengadilan berdasarkan wilayah yurisdiksi;
a. Eksepsi diterima apabila Pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang
untuk memeriksa dan mengadili perkara aquo berdasar kewenangan wilayah
yurisdiksinya;
b. Eksepsi tidak dapat diterima karena ternyata Pengadilan yang bersangkutan
berwenang memeriksa dan mengadili perkara aquo berdasar wilayah
yurisdiksinya;
Eksepsi Kompetensi Absolut, yaitu eksepsi yang didasarkan pada
kewenangan Pengadilan berdasar jenis perkara;
a. Eksepsi dikabulkan, apabila Pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang
memeriksa dan mengadili perkarea aquo karena jenis perkaranya;
Misalnya : Gugatan cerai diajukan Penggugat yang sekarang beragama Islam
ke Pengadilan Agama, sedangkan pernikahannya dahulu secara agama
Kristen, maka perkara tersebut menjadi kewenangan absolut Pengadilan
Negeri;
b. Eksepsi ditolak, apabila Pengadilan yang bersangkutan berwenang
memeriksa dan mengadili jenis perkara tersebut;
Misalnya : Gugatan cerai diajukan Penggugat yang sekarang beragama
Kristen ke Pengadilan Agama, sedangkan pernikahannya dahulu secara agama
Islam, maka perkara tersebut menjadi kewenangan absolut Pengadilan
Agama;
b. Eksepsi Subyektif, yaitu eksepsi terhadap personal prinsipal, baik pihak
Penggugat maupun pihak Tergugat yang tidak tepat, antara lain Pihak
Penggugat adalah orang yang tidak berhak mengajukan gugatan atau pihak
Tergugat bukanlah yang seharusnya digugat;
c. Eksepsi Obyekjtif, yaitu obyek yang dituntut salah atau bukan yang
seharusnya dituntut;
8. Menurut Bapak/Ibu apa yang di maksud dengan gugatan Obscuur Libel?
Maksud gugatan yang Obscuur Libel adalah suatu gugatan yang cacat hukum,
karena ketidakjelasan atau kekaburan Para Pihak berperkara atau
posita/dalil/alasan atau petitum/tuntutan dalam gugatannya;
9. Dalam pertimbangan Majelis Hakim sering di jumpai bahwa Hakim perlu
mengemukakan dalil Syar’i, apa alasannya?
Dalil-dalil syar’i atau Hujjah Fiqhiyah biasa dikemukakan dalam pertimbangan
hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama adalah untuk memperjelas dan
memperkuat pendapat Majelis Hakim dalam suatu perkara/kasus, yang terkadang
tidak teradopsi oleh Perundang-undangan terkait. Disamping itu sebagai
model/spesifikasi Putusan Pengadilan Agama yang mencerminkan khazanah
Hukum Islam/Syar’i;
10. Jika dalam putusan disebutkan “mengabulkan gugatan sebagian” apa yang
menyebabkan gugatannya dikabulkan sebagian?
Mengabulkan gugatan sebagian, apabila dalam suatu gugatan ada beberapa
tuntutan, sedangkan diantaranya/sebagian tuntutan tersebut tidak terbukti atau
tidak berdasar atas hukum;
InformanKedua : Hakim Pengadilan Agama
Tanggal : 25 September 2013
1. Apa yang dimaksud dengan Hukum Kewarisan?
Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak harta peninggalan (tirkah) yang
meliputi, Harta Peninggalan, Siapa-siapa ahli waris ? dan berapa bagian masing-
masing ahli waris?
2. Apa yang dimaksud dengan gugatan dan permohonan?
Gugatan: tuntutan hak yang mengandung sengketa dimana terdapat sekurang-
kurangnya dua pihak.
Permohonan : tuntutan hak yang tidak mengandung sengketa dimana terdapat
satu pihak saja. Namun pada Pengadilan Agama ada permohonan yang
perkaranya mengandung sengketa, sehingga di dalamnya ada dua pihak yang
disebut Pemohon dan Termohon
3. Apa tugas panitera?
a. Tugas panitera adalah menerima dan mencatat setiap gugatan yang masuk ke
Pengadilan.
b. Membantu Pimpinan Pengadilan dalam membuat program kerja,
pelaksanaanya serta pengorganisasiannya.
c. Mengatur pembagian tugas kepaniteraan.
d. Menyelenggarakan administrasi perkara.
e. Membantu Hakim dengan mengikuti dan mencatat jalannya sidang pengadilan.
Untuk memeriksa dan menilai gugatan atau permohonan adalah tugas dari
hakim.
4. Bagaimana biasanya masyarakat dalam mengajukan Gugatan atau
Permohonan perkara waris di Pengadilan Agama ini?
Prosedur mengajukan gugatan atau permohonan :
a. Pihak Penggugat atau Pemohon mengajukan surat gugatan atau surat
permohonan;
b. melengkapi Poto copy KTP dan siapkan alat bukti;
c. membayar panjar biaya perkara.
Surat Gugatan / Permohonan harus memuat beberapa hal inti yaitu :
a. Identitas Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon ( nama, umur, agama,
pekerjaan dan tempat tinggal).
b. Posita yaitu penjelasan tentang keadaan/kenyataan dan penjelasan yang
berkenaan dengan hukum.:
1. Alasan yang berkenaan dengan hukum/peristiwa hukum.
2. Alasan yang berdasarkan hukum.
c. Petitum yaitu apa yang digugat atau dimohon oleh Penggugat/Pemohon.
5. Biasanya apa yang menjadi landasan Bapak/Ibu dalam pertimbangan
hukum dan putusan Perkara waris?
a. Hukum formil
b. Hukum Materiil
Dalam pertimbangan hukum, hakim mengurai tentang fakta-fakta hukum di
persidangan dengan mengkualifisir, Mengkonstatir, dan menkontstitutir.
Dan harus dipegang Prinsip Pembuktian :
a. Siapa yang mendalilkan sesuatu wajib membuktikan kebenaran dengan
resiko:
1. Tidak mampu membuktikan, dianggap hal itu tidak ada/tidak benar
2. Yang mengemukakan dalil dianggap mampu membuktikan
3. Karena itu dipikulkan, wajib bukti;
b. Perlunya Pembuktian:
1. Sepanjang apa yang dibantah
2. Yang diakui di anggap terbukti
3. Ada yang dibantah wajib dibuktikan
Hukum Pembuktian tersebut terdapat dalam KUH Perdata, HIR, RBg dan lain-
lain. KUH Perdata dalam Buku IV pada bab ke satu tentang Pembuktian pada
umunya pasal pertama yaitu pasal 1865 menyebutkan “ Setiap orang yang
mendalilkan bahwaa ia mempunyai hak atau guna meneguhkan haknya sendiri
maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa,
diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.
6. Biasanya gugatan seperti apa yang di terima atau di tolak oleh Pengadilan
Agama?
Perkara yang diterima adalah perkara yang memenuhi syarat formal sebuah
gugatan;
Perkara yang ditolak adalah perkara yang tidak memenuhi kebenaran materiil
(tidak terbukti);
Lihat point 4 tentang Prinsip Pembuktian
7. Jika tergugat mengajukan eksepsi, apa landasan hukum yang membuat
eksepsi itu diterima atau ditolak?
Diterima atau tidak diterima Eksepsi tergantung kepada, apakah eksepsi tersebut
berlandasan hukum atau tidak
8. Menurut Bapak/Ibu apa yang di maksud dengan gugatan Obscuur Libel?
Maksud gugatan yang Obscuur Libel adalah gugatan yang tidak jelas, baik dari
segi identitas, posita ataupun tuntutan. Akibat gugatan Obscuur Libel adalah
gugatan tersebut tidak dapat diterima (NO)
9. Dalam pertimbangan Majelis Hakim sering di jumpai bahwa Hakim perlu
mengemukakan dalil Syar’i, apa alasannya?
Dalil-dalil syar’i dikemukakan dalam putusan untuk memperkuat hakim dalam
pertimbangan-pertimbangan hukum..
10. Jika dalam putusan disebutkan “mengabulkan gugatan sebagian” apa yang
menyebabkan gugatannya dikabulkan sebagian?
Yang menyebabkan gugatannya dikabulkan sebagian adalah karena dalil-dalil
gugatan yang dapat dibuktikan di persidangan hanya sebagian, sedangkan yang
ditolak karena pihak yang menuntut tidak dapat membuktikan di persidangan;
FOTO-FOTO PENELITIAN
Suasana gedung Pengadilan Agama Cirebon dari tampak depan
Foto peneliti dengan Bpk. Moch. Jalaludin S. Ag. Sebagai Panitera Muda Hukum
Pengadilan Agama Cirebon
\
Foto peneliti dengan Ibu Atikah Komariah, S.Ag. Panitera Pengganti saat membawa
pedoman wawancara dan mempersilahkan untuk bertemu dengan Hakim.
Foto penelit dengan Bpk. Drs. Tauhid. SH. MH (duduk) Hakim Pengadilan Agama
yang sedangdan memeriksa pedoman wawancara dan Moch. Jalaludin S. Ag (berdiri)
yang sedang menjelaskan maksud dan tujuan peneliti