hubungan sistem bagi hasil ahmad danu syaputra
TRANSCRIPT
Hubungan Sistem Bagi Hasil .................................................................. Ahmad Danu Syaputra
HUBUNGAN SISTEM BAGI HASIL DI LEMBAGA KEUANGAN
SYARI'AH DENGAN KEINGINAN NASABAH UNTUK
BERINVESTASI DI BPR SYARIAH BANGUN DRAJAT WARGA
YOGYAKARTA
Ahmad Danu Syaputra 1
1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) MURA Lubuklinggau
ABSTRAK
Bagi hasil menurut terminologi asing (Inggris) dikenal dengan profit sharing.
Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif
profit sharing diartikan distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai
dari suatu perusahaan. Bagi hasil dapat diartikan penentuan besarnya rasio atau
nisbah berdasar atas keuntungan yang diperoleh secara nyata. Dengan demikian
pelaksanaan bagi hasil hanya terjadi apabila adanya keuntungan dari usaha yang
dijalankan, sehingga pada perbankan syariah tidak dikenal dengan keuntungan
pasti akan tetapi bagi hasil ditentukan kepasitasnya setelah mendapat
keuntungan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adanya sistem bagi hasil yang
digunakan di BPR Syariah Bangun Drajat Warga dengan sikap nasabah dalam
berinvestasi dan untuk mengetahui ada tidaknya peluang perkembangan
perbankan Islam sehubungan dengan sistem bagi hasil dan sikap nasabah dalam
berinvestasi. Alat analisis statistik yang digunakan adalah korelasi Product
Moment Pearson dengan mengolah data-data yang didapat melalui penyebaran
angket kepada nasabah BPR Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara sistem bagi hasil
dengan keinginan berinvestasi. Hal ini ditunjukkan dari tingkat korelasi sebesar
(rhitung) 0,770 > 0,361 (rtabel pada taraf signifikan 5%) dan nilai p-value 0,000 <
0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti bahwa terdapat hubungan
antara sistem bagi hasil dengan keinginan berinvestasi nasabah.
Kata kunci: Sistem Bagi Hasil, Keinginan Berinvestasi, Bank Syariah.
Volume XVIII, No. 2, Juni 2017 : 21-40
22
ABSTRACT
SYSTEM RELATIONSHIP FOR RESULT IN SYARI'AH FINANCIAL
INSTITUTIONS WITH THE CUSTOMER'S DESIRE TO INVEST IN
BPR SYARIAH BANGUN DRAJAT YOGYAKARTA
Profit sharing by foreign terminology (English) is known as profit sharing.
Definitively profit sharing means the distribution of some portion of the profits
to employees of a company. Revenue sharing can be interpreted. Thus the
schedule for the results that happen to have advantages of the business run, so
the Islamic banking does not know with certainty will definitely result
entangled results kepasitasnya after a profit.
This study aims to analyze the existence of profit sharing system used in BPR
Syariah Bangun Drajat Warga with the attitude of customers in investing and to
determine whether there is an opportunity for development of Islamic banking
in relation with profit sharing system and customer attitude in investing.
Statistical analysis tool used is Product Moment Pearson correlation by
processing the data obtained through questionnaires to customers of BPR
Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta.
The results showed there is a relationship between profit sharing system with
the desire to invest. This is indicated from the correlation level of (rhitung)
0.770> 0.361 (rtabel at 5% significant level) and p-value 0,000 <0,05, then H0
is rejected and H1 is accepted which means that there is a relationship between
profit sharing system with the desire to invest Customers.
Keywords: Profit Sharing System, Investment Desire, Sharia Bank.
Hubungan Sistem Bagi Hasil .................................................................. Ahmad Danu Syaputra
23
PENDAHULUAN
perkembangan perbankan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
proses pembangunan ekonomi secara nasional. Peranan yang sangat penting
tersebut disebabkan oleh fungsi bank sebagai lembaga keuangan yang menjadi
perantara bagi orang yang memiliki kelebihan dana dan orang yang kekurangan
dana. Karena itulah perbankan mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pembangunan ekonomi, terutama dalam membiayai aktivitas yang berhubungan
dengan uang.
Pada awal bulan oktober 2008, krisis keuangan terutama dunia perbankan yang
hebat terjadi di Amerika Serikat dan negara Indonesia juga terkena dampaknya.
Pada tanggal 8 Oktober 2008, IHSG tertekan tajam turun 10,38 %, yang
membuat pemerintah panik dan terpaksa menghentikan (suspen) kegiatan pasar
modal beberapa hari. Krisis ekonomi global yang terjadi saat ini disebabkan
oleh sistem keuangan konvensional. Hal itu akibat bermainnya spekulasi.
(Republika edisi senin 13 Otober 2008)
Akan tetapi, konflik kepentingan semacam itu tidak kita jumpai pada lembaga
keuangan syariah. Kepentingan penyandang dana, pemilik bank dan pemakai
dana dapat diharmonisasikan. Kepentingan ketiga pihak tersebut paralel, yakni
memperoleh imbalan bagi hasil sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya
(Muhammad, 2005). Karena itu, pemerintah mendorong penerapan sistem
keuangan syariah yang diyakini bisa membawa situasi perekonomian dunia
menjadi lebih stabil. Para pakar ekonomi meyakini sistem keuangan syariah
bisa menjadi alternatif dalam menghadapi krisis keuangan ini.
Berawal dari kondisi itulah orang mulai melirik konsep ekonomi islam yang
selama ini dianggap teori kuno dan usang. Perbankan Syariah yang
berlandasakan pada sistem bagi hasil saat ini ternyata disambut antusias dan
diminati oleh masyarakat dengan berbondong-bondong datang dan
menginvestasikan dananya di perbankan syariah, dan sejumlah bank mulai
memberikan pelatihan dalam bidang perbankan syariah bagi para stafnya.
Sebagian bank tersebut ingin menjajaki untuk membuka divisi atau cabang
syariah dalam institusinya.
Sebagian lainnya bahkan berencana mengkonversi diri sepenuhnya menjadi
bank syariah. Angin segar itu sungguh terasa bagi perbankan syariah untuk
lebih leluasa dalam mengembangkan sayapnya. Hingga akhirnya dalam
perkembangannya diikuti oleh semaraknya lahir lembaga keuangan syariah
berupa asuransi syariah, koperasi syariah dan bisnis syariah lainnya.
Banyaknya masyarakat yang datang untuk menginvestasikan dananya di
Volume XVIII, No. 2, Juni 2017 : 21-40
24
perbankan syariah ini diduga kuat karena sistem yang digunakan pada
perbankan syariah, yaitu menggunakan sistem bagi hasil. Hal ini dibuktikan
dengan total dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah nasional pada akhir
tahun 2010 mencapai Rp. 76 triliun, tumbuh 45,31% dibandingkan akhir tahun
2009 dengan nilai Rp. 53,3 triliun. Jumlah nasabah diperkirakan sekitar 6 juta
nasabah. (http://bataviase.co.id/node/567657 diakses pada tanggal 16 maret
2011)
Pada sisi yang lain pangsa pasar bank syariah meningkat tajam dan semakin
membesar terhadap bank konvensional, pada tahun 2010 perbankan syariah
mencatatkan aseet sebesar Rp. 100,26 triliun yang terdiri dari bank umum
syariah dan unit usaha syariah sebesar Rp. 97,52 triliun. Bank pembiayaan
syariah (BPRS) sebesar 2,74 triliun atau mencapai pangsa pasar sebesar 3.1%
dari total industri perbankan di tanah air. (http://zonaekis.com, diakses tanggal
09 Maret 2011)
Sedangkan di Yogyakarta sendiri pada tahun 2010 mengalami perkembangan
yang sangat mengagumkan dengan tingkat pertumbuhan melebihi
perkembangan perbankan konvensional dengan total aset sebesar Rp. 1.532
triliun meningkat sebesar 19,04% dari tahun 2009. Perkembangan perbankan
syariah di Yogyakarta merupakan yang tertinggi di Indonesia dengan pangsa
pasar mencapai 5,78% di tahun 2010 dari total aset perbankan. Share tersebut
ternyata melebihi share perbankan syariah nasional.
(http://zonaekis.com/pertumbuhan-perbankan-syariah-di-yogya-lampaui-perban
kan-konvensional diakses pada tanggal 09 maret 2011)
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia sedemikian mengesankan
sehingga mendapat predikat “the biggest and the fastest growing Islamic
banking market in the world”. Namun demikian perkembangan perbankan
syariah tersebut merupakan tantangan dan sekaligus amanah bagi seluruh
stakeholder perbankan syariah untuk terus mengembangkan dan merumuskan
berbagai sistem ekonomi dan perbankan yang sesuai dengan prinsip syari’ah.
Upaya untuk mengembangkan sistem ekonomi dan perbankan syariah tersebut
perlu dilakukan secara terintegrasi baik pada tingkatan pembuat kebijakan,
praktisi, akademisi, alim ulama dan masyarakat.
Maka selaku akademisi dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi
yang berbasis syari’ah, maka menarik untuk dilakukan penyelidikan empiris
mengenai hubungan sistem bagi hasil di lembaga keuangan syari'ah dengan
keinginan nasabah untuk berinvestasi di perbankan syari'ah di BPR Syariah
Bangun Drajat Warga Yogyakarta.
Hubungan Sistem Bagi Hasil .................................................................. Ahmad Danu Syaputra
25
Berdasarkan uraian tersebut dirumuskan suatu permasalahan yaitu: Apakah
terdapat hubungan antara sistem bagi hasil dengan keinginan nasabah
berinvestasi di bank syari'ah?
LANDASAN TEORI
Bagi Hasil
Bagi hasil menurut terminologi asing (Inggris) dikenal dengan istilah Profit
Sharing, yang dalam kamus ekonomi diartikan sebagai pembagian laba. Secara
definisi, profit sharing diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba
pada para pegawai dari suatu perusahaan. Lebih lanjut, bagi hasil itu dapat
berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang
diperoleh tahun-tahun sebelumnya atau dapat berbentuk pembayaran mengguan
atau bulanan (muhammad, 2005 : 105)
Istilah bagi hasil merupakan kesepakatan antara pemberi dana dalam hal ini
ialah bank syariah dengan penerima dana atau disebut juga dengan nasabah
untuk saling memberi keuntungan yang diperoleh atas penggunaan dana
tersebut sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati bersama.
Menurut Sutan Remy Sjahdeini (1999;60), pengertian Bagi Hasil adalah Bagi
Hasil adalah pembagian keuntungan yang diperoleh atas usaha antara pihak
bank dan nasabah atas kesepakatan bersama dalam melakukan suatu kerjasama.
Pada mekanisme bank syari’ah, pendapatan bagi hasil ini berlaku untuk
produk–produk penyertaan, baik penyertaan menyeluruh maupun
sebagian–sebagian, atau bentuk korporasi (kerjasama). Inti mekanisme investasi
bagi hasil pada dasarnya adalah terletak pada kerjasama yang baik antara
Shahibul Maal yang bertindak sebagai penyedia dana dan Mudharib sebagai
pengelola dana.
Jadi yang dimaksud dengan bagi hasil dapat diartikan penentuan besarnya rasio
atau nisbah berdasar atas keuntungan yang diperoleh secara nyata. Dengan
demikian pelaksanaan bagi hasil hanya terjadi apabila adanya keuntungan dari
usaha yang dijalankan, sehingga pada perbankan syariah tidak dikenal dengan
keuntungan pasti akan tetapi bagi hasil ditentukan kepasitasnya setelah
mendapat keuntungan.
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Bagi hasil
Tujuan utama dari kontrak pembiayaan yang berprinsipka syirkah atau bagi
hasil adalah memperoleh hasil investasi. Besar kecilnya hasil investasi
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor pengaruh tersebut ada yang berdampak
Volume XVIII, No. 2, Juni 2017 : 21-40
26
langsung dan ada yang tidak langsung.
1. Faktor langsung
Diantara faktor – faktor langsung ( direct factors ) yang mempengaruhi
perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia,
dan nisbah bagi hasil ( profit sharing ratio )
a. Investment rate merupakan presentase aktual dana yang
diinvestasikan dari total dana. Jika bank menetukan investment rate
sebesar 80 persen, hal ini berarti 20 persen dari total dana
dialokasikan untuk memenuhi likuiditas.
b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah
dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk diinvestasikan.
Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu
metode :
1) Rata – rata saldo minimum bulanan.
2) Rata – rata saldo minimum harian.
c. Nisbah (profit sharing ratio)
1) salah satu ciri dari pembiayaan syirkah adalah nisbah yang
harus ditentukan dan disetujui pada awal perjanjian.
2) Nisbah antara satu bank dengan bank lainnya dapat berbeda.
3) Nisbah juga dapat berbeda dari waktu ke waktu dalam satu
bank.
4) Nisbah juga dapat berbeda antara satu account dengan account
lainnya sesuai dengan besarnya dana dan jatuh temponya.
2. Faktor Tidak langsung
Faktor tidak langsung yang mempengaruhi bagi hasil, adalah :
a. Penentuan butir – butir pendapatan dan biaya.
1) Bank dan nasabah melakukan Share dalam pendapatan dan
biaya. Pendapatan yang “dibagi – hasilkan” merupakan
pendapatan yang diterima dikurangi biaya – biaya.
2) Jika semua biaya ditanggung pihak bank, maka hal ini disebut
dengan revenue sharing
b. Kebijakan akunting (prinsip dan metode akuntansi)
Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya
aktivitas yang diterapkan terutama sehubungan dengan pengakuan
pendapatan dan biaya.
Hubungan Sistem Bagi Hasil .................................................................. Ahmad Danu Syaputra
27
Perbedaan Sistem Bunga dan Sistem Bagi Hasil
Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan konvesional dan
lembaga keuangan syari’ah adalah terletak pada pengembalian dan pembagian
keuntungan yang diberikan nasabah kepada lembaga keuangan dan/atau yang
diberikan lembaga keuangan kepada nasabah.
Perbedaan sistem bunga dan sistem bagi hasil pada lembaga keuangan
konvensonal dan lembaga keuangan syari’ah terdapat pada tabel dibawah ini.
Perbedaan Sistem Bunga dan Sistem Bagi
Karakteristik Sistem Bunga Sistem Bagi hasil
Penentuan besarnya
hasil
Sebelumnya Sesudah berusaha,
sesudah ada
untungnya
Yang ditentukan
sebelumnya
Bunga, besarnya
nilai rupiah
Menyepakati
proporsi pembagian
untung untuk
masing–masing
pihak.
Jika terjadi kerugian Ditanggung nasabah
saja
Ditanggung kedua
belah pihak, nasabah
dan lembaga
Dihitung dari mana? Dari dana yang
dipinjamkan, fixed,
tetap
Dari untung yang
bakal diperoleh,
belum tentu besarnya
Titik perhatian
proyek/usaha
Besarnya bunga yang
harus dibayar
nasabah/pasti
diterima bank
Keberhasilan proyek
/ usaha jadi perhatian
bersama : nasabah
dan lembaga
Berapa besarnya? Pasti. (%) kali jumlah
pinjaman yang telah
pasti diketahui
Proporsi (%) kali
jumlah untung yang
belum diketahui =
belum diketahui
Status hukum Berlawanan dengan
QS. Luqman : 34
Melaksanakan QS.
Luqman : 34
Sumber : M. Syafi’i Antonio, Bank Islam Teori dan Praktek, Jakarta : Tazkia
Institute bekerja sama dengan Gema Insani Press, 2001
Perhitungan Bagi Hasil
Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai
kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin)
Volume XVIII, No. 2, Juni 2017 : 21-40
28
di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan.
Mekanisme perhitungan bagi hasil yang diterapkan di dalam perbankan syari’ah
terdiri dari dua sistem, yaitu: profit sharing, revenue sharing.
1. Pengertian Profit Sharing
Profit sharing menurut etimologi Indonesia adalah bagi keuntungan. Dalam
kamus ekonomi diartikan pembagian laba (Muhammad, 2002: 101). Profit
secara istilah adalah perbedaan yang timbul ketika total pendapatan (total
revenue) suatu perusahaan lebih besar dari biaya total (total cost).
(Cristopher dan Bryan Lowes, 1994: 534)
Di dalam istilah lain profit sharing adalah perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan setelah dikurangi
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan
tersebut (TPPS IBI, 2001: 264). Pada perbankan syariah istilah yang sering
dipakai adalah profit and loss sharing, di mana hal ini dapat diartikan
sebagai pembagian antara untung dan rugi dari pendapatan yang diterima
atas hasil usaha yang telah dilakukan.
Sistem profit and loss sharing dalam pelaksanaannya merupakan bentuk
dari perjanjian kerjasama antara pemodal (Investor) dan pengelola modal
(enterpreneur) dalam menjalankan kegiatan usaha ekonomi, dimana di
antara keduanya akan terikat kontrak bahwa di dalam usaha tersebut jika
mendapat keuntungan akan dibagi kedua pihak sesuai nisbah kesepakatan
di awal perjanjian, dan begitu pula bila usaha mengalami kerugian akan
ditanggung bersama sesuai porsi masing-masing.
Kerugian bagi pemodal tidak mendapatkan kembali modal investasinya
secara utuh ataupun keseluruhan, dan bagi pengelola modal tidak
mendapatkan upah/hasil dari jerih payahnya atas kerja yang telah
dilakukannya.
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan
pembagian setelah dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya
yang telah dikeluarkan selama proses usaha. Keuntungan usaha dalam
dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi, positif berarti ada angka
lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya antara
pendapatan dan biaya menjadi balance. Keuntungan yang dibagikan adalah
keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas
pengurangan total cost terhadap total revenue.
Hubungan Sistem Bagi Hasil .................................................................. Ahmad Danu Syaputra
29
2. Pengertian Revenue Sharing
Revenue Sharing berasal dari bahasa Inggris yang terdiri dari dua kata yaitu,
revenue yang berarti; hasil, penghasilan, pendapatan. Sharing adalah
bentuk kata kerja dari share yang berarti bagi atau bagian. Revenue sharing
berarti pembagian hasil, penghasilan atau pendapatan. (Muhammad, 2002:
101)
Revenue (pendapatan) dalam kamus ekonomi adalah hasil uang yang
diterima oleh suatu perusahaan dari penjualan barang-barang (goods) dan
jasa-jasa (services) yang dihasilkannya dari pendapatan penjualan (sales
revenue). (Cristopher dan Bryan Lowes, 1994: 583)
Dalam arti lain revenue merupakan besaran yang mengacu pada perkalian
antara jumlah out put yang dihasilkan dari kagiatan produksi dikalikan
dengan harga barang atau jasa dari suatu produksi tersebut. Di dalam
revenue terdapat unsur-unsur yang terdiri dari total biaya (total cost) dan
laba (profit). Laba bersih (net profit) merupakan laba kotor (gross profit)
dikurangi biaya distribusi penjualan, administrasi dan keuangan (Cristopher
dan Bryan Lowes, 1994: 473).
Berdasarkan devinisi di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa arti revenue
pada prinsip ekonomi dapat diartikan sebagai total penerimaan dari hasil
usaha dalam kegiatan produksi, yang merupakan jumlah dari total
pengeluaran atas barang ataupun jasa dikalikan dengan harga barang
tersebut. Unsur yang terdapat di dalam revenue meliputi total harga pokok
penjualan ditambah dengan total selisih dari hasil pendapatan penjualan
tersebut. Tentunya di dalamnya meliputi modal (capital) ditambah dengan
keuntungannya (profit).
Berbeda dengan revenue di dalam arti perbankan. Yang dimaksud dengan
revenue bagi bank adalah jumlah dari penghasilan bunga bank yang
diterima dari penyaluran dananya atau jasa atas pinjaman maupun titipan
yang diberikan oleh bank.
Reveneu pada perbankan syari’ah adalah hasil yang diterima oleh bank dari
penyaluran dana kedalam bentuk aktiva produktif, yaitu penempatan dana
bank pada pihak lain. Hal ini merupakan selisih atau angka lebih dari aktiva
produktif dengan hasil penerimaan bank (Muhammad, 2002:120). Akan
tetapi perbankan syari’ah memperkenalkan kepada masyarakat dengan
istilah reveneu sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total
pendapatan pengelola dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.
Volume XVIII, No. 2, Juni 2017 : 21-40
30
Perbankan Syari'ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan
istilah Revenue Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total
pendapatan pengelolaan dana tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan
dana.
Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan
bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima
sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut. Sistem revenue sharing berlaku pada
pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung berdasarkan pendapatan
kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi hasil untuk
produk pendanaan bank.
Contoh Perhitungan Bagi Hasil
Muhammad (2005: 113), bapak A memiliki deposito Rp. 10 juta, jangka
waktu satu bulan (1 Desember 1995 s/d 1 Januari 1996), dan nisbah bagi
hasil antara nasabah dan bank 57% : 43%. Jika keuntungan bank yang di
peroleh untuk deposito satu bulan per 31 Desember 1996 adalah Rp20
juta dan rata-rata deposisto jangka waktu 1 bulan adalah Rp950 juta, berapa
keuntungan yang diperoleh Bapak A?
Jawab :
Keuntungan yang diperoleh Bapak A adalah :
(Rp10 juta / Rp950 juta) x Rp20 juta x 57% = Rp120.000
Pada tanggal1 Desember 1994, Bapak B membuka deposito sebesar Rp10
juta di Bank Non Syariah, jangka waktu satu bulan, dengan tingkat buga
9% p.a berapa bunga yang diperoleh pada saat jatuh tempo?
Jawab :
Bunga yang di perolh Bapak B adalah :
(Rp10 juta x 31 hari x 9%)/365 hari =Rp76.438
Dari contoh di atas dapat di simpulkan bahwa pada dasarnya, bank bagi
hasil memberi keuntungan kepada deposan dengan pendekatan Financing
to Deposito Rate (FDR), sedangkan bank konvensional dengan pendekata
biaya. Artinya, dalam menghitung pendapatan, bank bagi hasil menimbang
rasio antara dana pihak ketiga dan pembiayaan yang di berikan, serta
pendapatan yang dihasilkan dari perpaduan dua factor tersebut. Sedangkan
bank konvensional langsung menganggap semua bunga yang diberikan
adalah biaya, tanpa memperhitungkan berapa pendapatan yang dapat
Hubungan Sistem Bagi Hasil .................................................................. Ahmad Danu Syaputra
31
dihasilkan dari dana yang dihimpun tersebut. (Muhammad, 2005: 114)
Investasi
Menurut Jogiyanto (2000 : 2)investasi adalah penundaan konsumsi sekarang
untuk komsumsi di masa yang akan datang. Investasi juga diartikan sebagai
penundaan konsumsi sekarang untuk digunakan di dalam produksi yang efisien
selama waktu tertentu.
Menurut Sunariyah (2003 : 4), investasi adalah penanaman modal untuk satu
atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan
harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.
Pada perbankan syariah dapat berupa tabungan dengan menggunakan akad
mudharabah dan wadi'ah (titipan). Khusus untuk akad mudharabah yang
dipraktikan dalam perbankan syariah adalah bank syariah sebagai pihak kedua
atau pihak pertama. Dengan demikian, bank menjalankan dua fungsi dalam satu
institusi. Pada transaksi pertama bank bertindak sebagai mudharib yang
menerima amanah dalam bentuk sumber dana investasi mudharabah dari
investor atau nasabah, baik dalam bentuk tabungan maupun deposito.
Sedangkan fungsi kedua bank dapat bertindak sebagai pemilik dana atau
shahibul maal yaitu dengan cara melakukan pembiayaan mudharabah kepada
mudharib atau pelaku usaha.
Investasi sendiri digolongkan menjadi dua jenis yaitu real assets dan financial
assets. Real assets sendiri berupa barang seperti kendaraan, bangunan, tanah
dan lainnya. Sedangkan financial assets berupa surat-surat berharga. Dalam
prakteknya orang lebih cenderung memilihi financial assests karena lebih liquid
ketimbang real assets. Tujuan dari menginvestasikan dana atau modal itu
sendiri tidak lain adalah untuk mendatangkan keuntungan dimasa yang akan
datang.
Investasi bank syariah tidak seperti bank konvensional, bank syariah menjamin
pembayaran kembali nilai nominal dari investasi mudharabah. Bank syariah
juga tidak menjamin keuntungan atas investasi mudharabah. Berbeda dengan
bank konvensional yang menjamin keuntungan atas deposito berdasarkan
tingkat bunga tertentu dengan perbaikan performance-nya (Muhammad, 2005:
268).
Perbedaan Menabung dan Membungakan Uang
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang.
Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing
Volume XVIII, No. 2, Juni 2017 : 21-40
32
(Antonio, 2001: 59).
1. Investasi adalah yang mengandung resiko karena berhadapan dengan unsur
ketidak pastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya(return) tidak
pasti dan tidak tetap.
2. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung
risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan
tetap.
Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam
mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang
membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank
Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya
(return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya
perolehan kembali itu bergantung pada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan
dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.
Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank
Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investmen
sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana
(Antonio, 2001: 60).
Perbedaan Antara Menabung di Bank syariah dan di Bank Konvensional .
Sepintas, secara teknis fisik, menabung di bank syariah dengan yang berlaku di
bank konvensional hampir tidak ada perbedaan. Hal ini karena baik bank
syariah maupun bank konvensional di haruskan mengikuti aturan teknis
perbankan secara umum. Akan tetapi, jika diamati secara mendalam, terdapat
perbedaan besar di antara keduanya (Antonio, 2001: 157).
Perbedaan pertama terletak pada akad. Pada bank syariah, semua transaksi
harus berdasarkan akad yang di benarkan oleh syariah. Dengan demikian,
semua transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada
akad-akad mu’amalah syari’ah. Pada bank konvensional, transaksi pembukaan
rekening, baik giro, tabungan, maupun deposito, berdasarkan perjanjian titipan,
namun perjanjian titipan ini tidak mengikuti prinsip manapun dalam
mua’amalah syari’ah, misalnya wadi’ah. karena, salah satu penyimpangan
diantaranya menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang
yang disetor.
Perbedaan kedua terdapat pada imbalan yang di berikan. Pada bank
konvensional menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung
Hubungan Sistem Bagi Hasil .................................................................. Ahmad Danu Syaputra
33
keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka kepada nasabah penabung
merupakan ongkos yang harus dibayar olah bank. Karena itu, bank harus
menjual kepada nasabah lainnya (peminjam) dengan biaya (bunga) yang lebih
tinggi. Perbedaan keduanya disebut spread. Jika bunga yang dibebankan kepada
yang dibebanan kepada peminjam lebih tinggi dari bunga yang harus di bayar
kepada nasabah penabung, bank mendapatkan spread postif. Jika bunga yang
diterima dari si peminjam lebih rendah, terjadi spread negatif bagi bank. Bank
harus menutupnya dengan keuntungan yang dimiliki sebelumnya. Jika tidak ada,
ia harus menanggulanginya dengan modal.
Bank syari’ah menggunakan profit sharing artinya dana yang diterima bank
disalurkan kepada pembiayaan. Keuntungan yang didapatkan dari pembiayaan
tersebut dibagi dua, untuk bank dan untuk nasabah, berdasarkan perjanjian
pembagian keuntungan dimuka (biasanya terdapat dalam formulir pembukaan
rekening yang berdasarkan mudhorobah).
Perbedaan ketiga adalah sasaran kredit/pembiayaan. Para penabung di bank
konvensional tidak sadar bahwa uang yang ditabungnya diputarkan kepada
semua bisnis, tanpa memandang halal-haram bisnis tersebut, bahkan sering
terjadi dana tersebut digunakan untuk membiayai proyek-proyek grup
perusahaan tersebut. Celakanya, kredit itu diberikan tanpa memandang apakah
jumlahnya melebihi batas maksimum pemberian kredit (BMPK) ataukah tidak.
Akibatnya, ketika krisis datang dan kredi-kreit itu bermasalah, bank sulit
mendapatkan pengembalian dana darinya.
Adapun dalam bank syari’ah, penyaluran dana simpanan dari masyarakat
dibatasi oleh dua prinsip dasar, yaitu prinsip syari’ah dan prinsip keuntungan.
Artinya, pembiayaan yang mau diberikan harus mengikuti kriteria-kriteria
syari’ah, disamping pertimbangan-pertimbangan keuntungan. Misalnya,
pembiayaan-pembiayaan (kredit) harus kepada bisnis yang halal, tidak
bolehkepada perusahaan atau bisnis yang memproduksi makanan atau minuman
yang diharamkan, perjudian, pornografi dan bisnis lain yang tidak sesuai
dengan syari’ah. Karena itu menabung di bank syari’ah relatif lebih aman
ditinjau dari perspektip Islam karena akan mendapatkan keuntungan yang
didapat dari bisnis yang halal.
Faktor yang Mempengaruhi Investasi
1. Suku Bunga
Suku bunga dapat dipandang sebagai pendapatan yang diperoleh dari
melakukan tabungan. Suatu rumah tangga akan membuat lebih banyak
Volume XVIII, No. 2, Juni 2017 : 21-40
34
tabungan apabila suku bunga tinggi karena lebih banyak pendapatan dari
penabung akan diperoleh. Pada suku bunga rendah orang tidak begitu suka
membuat tabungan karena mereka merasa lebih baik melakukan
pengeluaran
konsumsi atu berinvestasi daripada menabung. Dengan demikian apabila
suku bunga rendah masyarakat cenderung menambah pengeluaran
konsumsinya atau pengeluaran untuk berinvestasi (Sadono, 2006).
Pengaruh dari suku bunga kredit terhadap investasi dijelaskan oleh
pemikiran ahli-ahli ekonomi Klasik yang menyatakan bahwa investasi
adalah fungsi dari tingkat bunga. Pada investasi, semakin tinggi tingkat
bunga maka keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil.
Alasannya, seorang investor akan menambah pengeluaran investasinya
apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat
bunga yang harus dia bayarkan untuk dana investasi tersebut yang
merupakan ongkos dari penggunaan dana (cost of capital). Semakin rendah
tingkat bunga, maka investor akan lebih terdorong untuk melakukan
investasi, sebab biaya penggunaan dana juga semakin kecil (Nopirin,
1992).
2. Tingkat Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan kenaikkan harga secara umum dan terus-
menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut
sebagai inflasi, kecuali apabila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian
besar dari barang-barang lainnya. Dalam perekonomian besarnya tingkat
inflasi di bawah 10% per tahun, inflasi ini tergolong inflasi ringan.
Besarnya tingkat berkisar antara 10 sampai 30 persen per tahun
dikategorikan inflasi sedang. Dan apabila tingkat inflasi berada dikisaran
30 sampai 100 persen per tahun dikategorikan inflasi berat. Dalam kisaran
tertentu inflasi juga dapat mencapai ratusan bahkan ribuan persen per
tahun, sebagai akibat dari resesi ekonomi maupun sebab-sebab lain, inflasi
ini tergolong dalam hiperinflasi (Boediono, 1989).
Berdasarkan faktor-faktor yang menimbulkannya, inflasi dapat dibedakan
menjadi dua jenis (Sadono, 2006) yaitu : a) Inflasi Tarikan Permintaan
(Demand Pull Inflation) b) Inflasi Desakan Biaya (Cosh Pull Inflation)
3. Tenaga Kerja
Sumber daya manusia (SDM) atau Human Resources mengandung dua
pengertian yaitu pertama, sumber daya manusia mengandung pengertian
Hubungan Sistem Bagi Hasil .................................................................. Ahmad Danu Syaputra
35
usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi. Dalam
hal ini sumber daya manusia mencerminkan kualitas usaha yang diberikan
oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa.
Kedua, Sumber daya manusia menyangkut manusia yang mampu bekerja
untuk memberikan jasa atau usaha kerja. Mampu bekerja berarti mampu
melakukan kegiatan yang mempunyai nilai ekonomis, yaitu bahwa kegiatan
tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Secara fisik kemampuan bekerja diukur dengan usia. Dengan
kata lain, orang dalam usia kerja dianggap mampu bekerja. Kelompok
penduduk dalam usia kerja tersebut dinamakan tenaga kerja atau Man
power. Secara singkat tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk dalam
usia kerja (Payaman J. Simanjuntak, 2001).
4. Nilai Tukar (Kurs)
Nilai tukar atau kurs merupakan harga mata uang satu negara terhadap
harga mata uang negara lain. Menurut Krugman (2000) mengartikan nilai
tukar adalah harga sebuah mata uang dari sebuah Negara yang diukur dan
dinyatakan dengan mata uang lain. Nilai tukar mata uang dapat
didefinisikan sebagai harga relatif dari mata uang terhadap mata uang
Negara lainnya. Pergerakan nilai tukar di pasar dapat dipengaruhi oleh
faktor fundamental dan non fundamental. Faktor fundamental ini tercermin
dari variable-variabel ekonomi makro.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini digolongkan pada penelitian kuantitatif dengan menggunakan dua
variabel yaitu variabel bebas (bagi hasil) dan variabel terikat (minat nasabah).
Penelitian dilakukan pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Bangun
Drajat Warga Yogyakarta
Dalam penelitian ini, populasi adalah seluruh nasabah BPR Syariah Bangun
Drajat Warga. Sedangkan sampel diperoleh menggunakan Technigue
Convenience Sampling yaitu pengambilan sampel dengan memilih nasabah
yang mudah ditemui atau dimintai informasi, jumlah sampel pada penelitian ini
sebanyak 30 responden.
Penelitian ini menggunakan uji instrument kepada 20 responden dalam rangka
menguji tingkat validitas untuk menguji kevalidan atau kesahihan suatu
instrumen dan reabilitas instrument bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan.
Volume XVIII, No. 2, Juni 2017 : 21-40
36
Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui survey dengan mendistribusikan kuesioner yang berisi
pernyataan-pernyataan mengenai keinginan berinvestsi nasabah di perbankan
syariah kepada responden. Analisis menggunakan analisis Correlations Product
Moment Pearson untuk mengetahui hubungan bagi hasil terhadap minat
nasabah berinvestasi dengan bantuan SPSS (Statistik Package for Social
Science).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Validitas
Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan analisis korelasi Pearson’s
Correlation Product Moment. Data diolah dengan bantuan program SPSS for
windows Release 17.0.
Hasil pengolahan data dengan menggunakan program SPSS diperoleh hasil
seperti dalam tabel berikut.
Uji Validitas
Butir Sig Keterangan
1 0,000 Valid
2 0,000 Valid
3 0,000 Valid
4 0,000 Valid
5 0,000 Valid
6 0,000 Valid
7 0,000 Valid
8 0,000 Valid
9 0,000 Valid
10 0,011 Valid
11 0,014 Valid
12 0,004 Valid
13 0,002 Valid
14 0,001 Valid
15 0,000 Valid
16 0,022 Valid
17 0,018 Valid
Hubungan Sistem Bagi Hasil .................................................................. Ahmad Danu Syaputra
37
18 0,000 Valid
19 0,000 Valid
20 0,000 Valid
Sumber data diolah
Tabel di atas menunjukkan nilai signifikansi yang diperoleh pada
masing-masing butir pertanyaan variabel minat nasabah lebih kecil dari 0,05
(Sugiyono, 2010 : 231).Hal ini berarti seluruh butir pertanyaan pada variabel
sistem bagi hasil adalah valid dan dinyatakan layak dipakai dalam penelitian.
Uji Reabilitas
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui tingkat keandalan (reliabilitas)
angket untuk menjadi alat pengukur. Pengujian reliabilitas menggunakan rumus
Cronbach Alpha. Adapun secara ringkas hasil uji reliabilitas ditunjukkan. Hasil
reliabilitas untuk item-item pertanyaan untuk setiap variabel yaitu sistem bagi
hasil dan keinginan berinvestasi dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut:
Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Koefisien Alpha Keterangan
Sistem Bagi Hasil 0,904 Reliabel/ Andal
Keinginan Berinvestasi 0,675 Reliabel/ Andal
Sumber: data diolah
Hasil perhitungan uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach menghasilkan
nilai Alpha variabel sistem bagi hasil sebesar 0,904 dan variabel keinginan
berinvestasi sebesar 0,675. Nilai Alpha tersebut lebih besar dari 0,60 sehingga
kedua variabel dinyatakan sandal/reliabel dengan harga koefisien reliabelitas
tinggi (antara 0,600 sampai dengan 0,800).
Uji Korelasi
Untuk mengetahui hubungan antara sistem bagi hasil di lembaga keuangan
syariah terhadap keinginan berinvestasi nasabah di perbankan syariah. Berikut
ini adalah hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji korelasi dengan
Product Moment Pearson.
Hasil Pengujian Hipotesis dengan Uji Korelasi Pearson
Keterangan Pearson
Correlation (rhitung) rtabel p-value Kesimpulan
Sistem Bagi Hasil
Keinginan Berinvestasi
0,770 0,361 0,000 H1 diterima
Volume XVIII, No. 2, Juni 2017 : 21-40
38
Sumber: data diolah
Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan Product Moment Pearson
menunjukkan bahwa koefisien korelasi (rhitung) sistem bagi hasil dengan
keinginan berinvestasi dengan nilai positif 0,770 berarti lebih besar dari rtabel
(0,361) dan nilai p-value 0,000 < 0,05 (level of significant (α) yang digunakan).
Hal ini menunjukkan bahwa H1 diterima, artinya terdapat hubungan antara
sistem bagi hasil dengan keinginan berinvestasi nasabah di BPR Syariah
Bangun Drajad Warga Yogyakarta.
Sistem bagi hasil adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara
bank dan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha, atau
kegiatan lainnya yang sesuai syari’ah. Bagi hasil merupakan presentase
keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya atas investasinya sesuai
dengan perjanjian. Nasabah mempunyai keinginan untuk berinvestasi pada
sebuah bank dengan berbagai alasan, salah satunya adalah sistem bagi hasil
yang diterapkan oleh perbankan syari’ah.
Berdasarkan alat analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan sistem
bagi hasil dengan keinginan nasabah untuk berinvestasi pada bank syari’ah
pada penelitian ini yaitu korelasi Product Moment Pearson. Berdasarkan hasil
pengujian tersebut nampak bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem
bagi hasil dengan keinginan nasabah untuk berinvestasi di BPR syariah Bangun
Drajat Warga.
Pada BRP Syariah Bangun Drajat Warga sendiri dari hasil wawancaara tak
terstruktur dengan nasabah, bahwa nasabah menginvestasikan atau menabung
dananya atau uangnya di BPR Syariah Bangun Drajar Warga Yogyakarta
sebagian besar memang karena faktor sistem bagi hasil yang digunakan, karena
ingin menjalankan syariah agama, bukan semata-mata karena keuntungan yang
diperoleh. Sedangkan wawancara tak terstruktur peneliti kepada pihak
pengelola BPR Syariah Bangun Drajat Warga Yogyakarta bahwa nisbah bagi
hasil yang didistribusikan kepada nasabah sebesar 38%, nisbah bagi hasil dapat
berubah sesuai dengan kesepakatan antara pemilik modal dan BPR Syariah
Bangun Drajat Warga Yogyakarta.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data, penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara sistem bagi hasil dengan keinginan berinvestasi. Hal ini
ditunjukkan dari tingkat korelasi sebesar 0,770 dengan signifikansi sebesar
0,000. Apabila signifikansi di bawah atau sama dengan 0,05 maka H1 diterima,
Hubungan Sistem Bagi Hasil .................................................................. Ahmad Danu Syaputra
39
yang berarti bahwa terdapat hubungan antara sistem bagi hasil dengan
keinginan berinvestasi nasabah di perbankan syariah. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan dengan digunakannya sistem bagi hasil di lembaga keuangan
syariah dapat mempengaruhi minat para nasabah untuk menanamkan
investasinya di perbankan syari’ah seperti pada BPR Syariah Bangun Drajat
Warga Yogyakarta
Volume XVIII, No. 2, Juni 2017 : 21-40
40
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi'i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta
: Gema Insani Press.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta : Rineka Cipta.
Boediono. 1989. Pengantar Ilmu Ekonomi. Yogyakarta : BPFE.
Bungin, Burhan. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi,
Ekonomi dan Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta:
Kencana.
Jogiyanto. 2000. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Yogyakarta: BPFE.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Metode Kuantitatif teori dan Aplikasi untuk Bisnis
dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Krugman. 2000. Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan. Terjemahan
DR. Faisal H. Basri, SE MSc. Jakarta : PT Indeks Kelompok Gramedia
Muhammad. 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
__________. 2005. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
__________. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta : UPP
AMP YKPN.
Nopirin. 1992. Ekonomi Moneter Edisi I. Yogyakarta : BPFE – UGM
Simanjuntak, Payaman J. 2001. Pengantar Sumber Daya Manusia. Jakarta :
LPFE UI.
Sukirno, Sadono. 2000. Makroekonomi Modern Perkembangan Pemikiran Dari
Klasik Hingga Keynesian Baru. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
______________. 2006. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Sudarso, Heri. 2008. Bank dan Lmbaga Keuangan Syariah Deskripsi dan
Ilustrasi. Yogyakarta: EKONISI UII
Sugiyono. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung :
Alfabeta.
Cristopher Pass dan Bryan Lowes.1994. Kamus Lengkap Ekonomi.Edisi Ke 2.
Jakarta : Erlangga
Tim Pengembangan Perbankan Syariah IBI. 2001. Konsep, Produk dan
Implementasi Operasional Bank Syari’ah. Jakarta : Djambatan