identifikasi dan optimasi media tumbuh isolat mikroalga ... · heni hidajatiningtyas g353090011 ....
TRANSCRIPT
IDENTIFIKASI DAN OPTIMASI MEDIA TUMBUH ISOLAT MIKROALGA ASAL SUMBER AIR PANAS
CIPANAS JAWA BARAT YANG BERPOTENSI SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL
HENI HIDAJATININGTYAS
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Identifikasi dan Optimasi Media Tumbuh Isolat Mikroalga asal Sumber Air Panas Cipanas Jawa Barat yang Berpotensi sebagai Bahan Baku Biodiesel” merupakan gagasan dan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, November 2011
Heni Hidajatiningtyas G353090011
ABSTRACT
HENI HIDAJATININGTYAS. Identification and Optimization of Growth Media of Microalgae Originated from Cipanas Hot Spring Water West Java that is Potential for Biodiesel Source. Supervised by TATIK CHIKMAWATI and MIFTAHUDIN
The increasing use of fossil fuel leads to the depletion of fuel sources and increases CO2 emission level into the environment that affects global warming. Microalgae is an alternative biodiesel source that is renewable and environmentally friendly. The objective of the research was to identify and optimize the growth media of microalgae isolate originated from Cipanas hot spring water. Identification was done based on morphological and 18S rDNA gene sequence approaches. Growth media experiment was designed as a factorial randomized block design. First factor was water media composition containing aquades and hot spring water with five level of aquades:hot spring water ratio, which were 1:0, 0:1, 1:1, 2:1, and 1:2 (v/v). The second factor was P concentration, which were 40, 80 and 120 ppm. The result showed that the morphologically a microalgae isolate had similarity to Chroococcus sp prokaryotic, but molecular data indicated that the microalgae was similar to uncultured freshwater eukaryote clones. The highest cell density of microalgae culture was 2.19 and 2,21 which were achieved when microalgae was cultured in aquades:hot spring water medium 1:2 (v/v) and in P concentration 120 ppm, respectively. The highest dry weight average of biomass (175 mg) was obtained in aquades:hot spring water 1:0 (v/v) with P concentration 120 ppm. Hot spring water could be substituted by aquades to gain high lipid content microalgae. Growth media containing aquades:hot spring water 1:0 (v/v) with P concentration 40 ppm produced the highest average of lipid content (21%) and highest average of lipid productivity, 17 mg l-1 day-1.
Key words: microalgae, lipid, hot spring water, gen 18S rDNA, growth media.
RINGKASAN
HENI HIDAJATININGTYAS. Identifikasi dan Optimasi Media Tumbuh Isolat Mikroalga asal Sumber Air Panas Cipanas Jawa Barat yang Berpotensi sebagai Bahan Baku Biodiesel. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan MIFTAHUDIN.
Salah satu cara untuk mengatasi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil
adalah dengan menggunakan bahan bakar alternatif seperti biodiesel yang terbarukan dan ramah lingkungan. Mikroalga dapat dijadikan alternatif sumber bahan baku biodiesel yang lebih efisien dalam pemanfaatan lahan. Untuk dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan baku biodiesel, maka identitas isolat mikroalga harus diketahui dengan pasti, dan lingkungan tumbuh yang optimum juga harus tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi isolat mikroalga berdasarkan ciri morfologi dan molekuler menggunakan sekuen gen 18S rDNA serta optimasi media tumbuh melalui modifikasi komposisi air media tumbuh dan konsentrasi P untuk menghasilkan pertumbuhan dan kandungan lipid yang tinggi pada isolat mikroalga yang berasal dari sumber air panas Cipanas di Jawa Barat.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai bulan Juni 2011 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Laboratorium Terpadu, dan Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB Bogor. Identifikasi morfologi dilakukan berdasarkan buku identifikasi yang berjudul “The Freshwater Algae“ (Prescot 1978) dan buku “Introduction to the Algae Structure and Reproduction second edition” (Bold & Wyne 1985), sedangkan identifikasi molekuler dilakukan berdasarkan sekuen gen 18S rDNA.
Untuk mengetahui media tumbuh yang optimum untuk mikroalga, maka dilakukan percobaan laboratorium. Penelitian dilakukan dengan tahapan peremajaan isolat, verifikasi lipid, identifikasi morfologi, molekuler dan optimasi media tumbuh. Percobaan tersebut merupakan percobaan faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah komposisi air media terdiri dari lima taraf perbandingan aquades : air dari sumber air panas, yaitu 1:0, 0:1, 1:1, 2:1, dan 1:2 (v/v). Faktor kedua adalah konsentrasi P dengan tiga taraf, yaitu 40, 80 dan 120 ppm. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95% menggunakan program SPSS (Statistical Product Service Solution) dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).
Pengamatan dengan mikroskop flourescence menunjukkan isolat mikroalga yang berasal dari sumber air panas (SAP) Cipanas berpendar warna merah kekuningan yang menunjukkan bahwa isolat mikroalga ini memiliki kandungan lipid netral yang dapat dijadikan bahan baku biodiesel. Pengamatan dengan mikroskop cahaya terlihat bahwa hasil kultur peremajaan isolat ini mengalami kontaminasi dengan organisme lain. Identifikasi isolat mikroalga yang dominan dalam media tumbuh berdasarkan ciri morfologi memiliki kemiripan dengan Chroococcus sp. yang merupakan organisme prokariot, sedangkan mikroalga jenis lain yang ada memiliki kemiripan dengan golongan Chlorophyta yang eukariot. Sementara identifikasi berdasarkan sekuen gen 18S rDNA menunjukkan
kemiripan 84% dengan aksesi uncultured freshwater eukaryote clone LG11-03 18S ribosomal RNA gene (AY919722.1) yang merupakan golongan eukariot yang ditemukan dalam danau air tawar dan belum ada nama spesiesnya pada database.
Pola pertumbuhan fase lag atau adaptasi terjadi pada hari kedua. Perlakuan komposisi air media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 1:2 (v/v) masih mengalami pertambahan sel sampai hari ke-14, sedangkan perlakuan air media menggunakan aquades saja mulai mengalami fase stasioner lebih cepat pada hari ke-10. Pertumbuhan tertinggi isolat mikroalga terjadi pada komposisi aquades:SAP dengan perbandingan 1:2 (v/v) dengan nilai OD sebanyak 2,19 dan pada perlakuan konsentrasi P 120 ppm dengan nilai OD sebanyak 2,21. Pertumbuhan mikroalga meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi P yang ditambahkan ke media.
Interaksi antara komposisi media aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) dan konsentrasi P 120 ppm menghasilkan biomasa tertinggi sebanyak 175 gr per 100 ml isolat mikroalga yang dipanen. Peningkatan kandungan lipid isolat mikroalga tidak dipengaruhi oleh komposisi air media yang berarti penggunaan air media berupa aquades dapat digunakan dalam budidaya mikroalga asal ditambahkan hara essensial untuk pertumbuhan tanpa harus menggunakan air dari sumber air panas untuk media tumbuh mikroalga. Interaksi antara komposisi air media aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) dan konsentrasi P 40 ppm cenderung menghasilkan rata-rata bobot kering lipid yang paling tinggi dengan jumlah rata-rata 28 mg per 100 ml isolat mikroalga, kandungan lipid yang paling tinggi sebesar 21%, dan rata-rata produktivitas tertinggi sebesar 17 mg l-1 hari-1.
Peningkatan kandungan pati dipengaruhi peningkatan konsentrasi P. Rata-rata kandungan pati yang paling tinggi sebanyak 0,06 mg ml-1 diperoleh isolat yang media tumbuhnya mengandung P dengan konsentrasi 120 ppm, sedangkan rata-rata kandungan protein isolat yang paling tinggi (0,73 mg ml-1) dihasilkan pada perlakuan aquades:SAP dengan perbandingan 2:1 (v/v).
Kata kunci : mikroalga, lipid, sumber air panas, gen 18S rDNA, media tumbuh.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
IDENTIFIKASI DAN OPTIMASI MEDIA TUMBUH ISOLAT MIKROALGA ASAL SUMBER AIR PANAS
CIPANAS JAWA BARAT YANG BERPOTENSI SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL
HENI HIDAJATININGTYAS
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2011
Judul Tesis : Identifikasi dan Optimasi Media Tumbuh Isolat Mikroalga asal Sumber Air Panas Cipanas Jawa Barat yang Berpotensi sebagai Bahan Baku Biodiesel
Nama : Heni Hidajatiningtyas NIM : G353090011
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si. Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian : 6 Oktober2011 Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Identifikasi dan Optimasi Media Tumbuh Isolat Mikroalga asal Sumber Air Panas Cipanas Jawa Barat yang Berpotensi sebagai Bahan Baku Biodiesel“ ini didanai oleh Departemen Agama Republik Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si. dan Dr.Ir. Miftahudin, M.Si. selaku pembimbing atas kesabarannya dalam memberikan saran, bimbingan, dukungan serta kesempatan dalam pelaksanaan penelitian dan penyempurnaan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Dra. Nunik Sri Ariyanti, M.Si., atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi dengan memberikan saran dan bimbingan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah mengadakan program beasiswa Pascasarjana (S2) bagi guru madrasah utusan daerah, Institut Pertanian Bogor yang telah memberi kesempatan belajar dan menambah wawasan, para staf dosen, pegawai TU, laboran Departemen Biologi, teman-teman yang bekerja di Laboratorium Fisiologi dan Genetika Molekuler atas kesabarannya membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian di laboratorium. Bapak Parman, dan juga kepada teman-teman Biologi Tumbuhan serta teman-teman di IPB yang senantiasa siap membantu dan memberi semangat untuk senantiasa berjuang menjadi lebih baik, yang ke semuanya tidak dapat saya sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dan kebersamaannya.
Akhirnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Purwadi S.Pddan ananda Yusrina Azmi Hidayat, ananda M Najib Taufiqurrahman dan ananda Syakira Nikmah atas dukungan, kekuatan, kesabaran, pengorbanan, dan ketulusannya dalam memberi motivasi dan semangat. Kepada Bapak (alm.), Ibu (alm.) yang selama hidup beliau senantiasa menjadi inspirasi, semangat, dukungan dan do’a untuk penulis dalam menyelesaikan tugas belajar di Pascasarjana IPB. Semoga Allah mengampuni segala kekhilafan beliau berdua dan menempatkannya di tempat yang mulia disisi-Nya. Amin. Kepada adik-adikku serta seluruh keluarga atas dukungan, doa dan kasih sayangnya selama ini. Kepada seluruh keluarga besar MTsN Pare Kediri Jawa Timur atas doa dan dukungannya. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, amin.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, terutama dapat memberikan informasi untuk kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan manusia terutama masyarakat Indonesia.
.
Bogor, November 2011
Heni Hidajatiningtyas
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar propinsi Jawa Timur pada tanggal 7 Oktober
1969 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Moeksin Effendi (alm.) dan Ibu Hj. Moeslimah (alm.). Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kediri, dan pada tahun 1988 penulis diterima pada Diploma III Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Malang dan lulus pada tahun 1991. Selanjutnya pada tahun yang sama melanjutkan S1 Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Malang dan lulus tahun 1994.
Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Pare Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur. Tahun 2009 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Departemen Agama Republik Indonesia.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................ 1 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3 Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA Habitat dan Sebaran ................................................................................ 5 Jenis Mikroalga Sumber Air Panas ........................................................ 6 Identifikasi Mikroalga ............................................................................ 7 Pertumbuhan Mikroalga ......................................................................... 8 Biomasa Mikroalga ................................................................................. 10
1. Lipid Mikroalga ................................................................................. 11 2. Karbohidrat Mikroalga ....................................................................... 13 3. Protein Mikroalga .............................................................................. 13
Peranan Mikroalga .................................................................................. 13
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 15 Bahan Penelitian ..................................................................................... 15 Metode Penelitian ................................................................................... 15
1. Peremajaan Mikroalga ....................................................................... 15 2. Verifikasi Lipid Mikroalga ................................................................ 16 3. Identifikasi Mikroalga ........................................................................ 17 3.1 Identifikasi Morfologi .................................................................. 17 3.2 Identifikasi molekuler .................................................................. 17 Isolasi DNA ......................................................................... 17 Pemilihan Primer ................................................................. 18 Amplifikasi PCR .................................................................. 19 Pemurnian Hasil PCR .......................................................... 19 Sekuensing DNA ................................................................. 20
4. Perlakuan Media ................................................................................ 20 4.1 Rancangan penelitian ................................................................... 20 4.2 Persiapan Media Tumbuh ............................................................ 21 4.3 Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 21 4.4 Peubah yang Diamati ................................................................... 22 Pertumbuhan ........................................................................ 22 Biomassa .............................................................................. 22 Kandungan Lipid ................................................................. 22 Kandungan Pati .................................................................... 23 Kandungan Protein .............................................................. 24
5. Analisis Data ...................................................................................... 24
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ....................................................................................... 25
1. Identifikasi Mikroalga ...................................................................... 25 2. Pertumbuhan Mikroalga ................................................................... 29 3. Biomassa Mikroalga ......................................................................... 32 4. Kandungan dan Produktivitas Lipid Mikroalga ............................... 33 5. Kandungan Pati Mikroalga ............................................................... 33 6. Kandungan Protein Mikroalga .......................................................... 34 Pembahasan ............................................................................................ 35
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................. 43 Saran ....................................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 45
LAMPIRAN ..................................................................................................... 50
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi kimia protein, karbohidrat, lipid dan asam nukleat dalam % dari bobot kering mikroalga (Becker et al. 1994) ........................... 11
2 Kandungan lipid dari bobot kering pada beberapa mikroalga (%) (Chisti 2007) ................................................................................................... 12
3 Rata-rata produksi biodiesel yang dihasilkan oleh beberapa jenis tanaman per hektar (Chisti 2007) ................................................................... 14 4 Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen 18S rDNA mikroalga
(Harada et al. 2007) ........................................................................................ 18
5 Daftar organisme yang mempunyai kemiripan DNA dengan isolat mikroalga berdasarkan hasil BLAST dari koleksi
database Bank Gen ......................................................................................... 29
6 Rata-rata OD pada hari ke-16 pada komposisi air media yang berbeda ................................................................................................... 30
7 Rata-rata OD pada hari ke-16 pada 3 tingkat konsentrasi P (ppm) yang berbeda ................................................................................................... 31
8 Bobot kering biomassa (mg) isolat mikroalga pada berbagai media dan
komposisi air konsentrasi P (ppm) ................................................................. 32 9 Bobot kering lipid (mg) isolat mikroalga pada berbagai komposisi
air media dan konsentrasi P (ppm) ................................................................. 33
10 Kandungan lipid (%) isolat mikroalga pada berbagai komposisi air media dan konsentrasi P (ppm) ................................................................. 33 11 Produktivitas lipid (mg l-1 hari-1) isolat mikroalga pada berbagai komposisi air media dan konsentrasi P (ppm) ................................................ 33 12 Kandungan pati (mg ml-1)pada isolat mikroalga pada tiga konsentrasi P (ppm) yang berbeda ................................................................. 34
13 Kandungan protein (mg ml-1) isolat mikroalga pada Komposisi air media yang berbeda ................................................................ 34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram alir penelitian ............................................................................... 16
2 Posisi primer forward-reverse gabungan menggunakan primer SR1-SR5 dengan SR4-SR9 dan perkiraan hasil PCR yang diharapkan ...................... 19
3 Denah percobaan dalam penempatan botol perlakuan berupa komposisi
air media (A1) aquades:SAP (1:0)(v/v),(A2) Aquades:SAP (0:1)(v/v) (A3) aquades : SAP (1:1)(v/v),(A4) aquades:SAP (1:2)(v/v), (A5) aquades:SAP (2:1)(v/v) dan (P1) konsentrasi P 40 ppm,
(P2) konsentrasi 80 ppm, (P3) konsentrasi 120 ppm .................................. 22 4 (A) Pengamatan hasil verifikasi lipid dengan mikroskop fluorescence (B) Pengamatan morfologi isolat mikroalga dengan mikroskop cahaya ........................................................................... 25 5 Hasil isolasi DNA (1,2) pita DNA isolat mikroalga (3) marka molekuler yang digunakan 1 kb DNA Ladder ............................ 26 6 Hasil Amplifikasi DNA (PCR) gen 18S rDNA (1) pita DNA yang
dihasilkan menggunakan primer forward-reverse SR1-SR 5 dengan panjang produk 600 bp (2) marker yang digunakan 1000 bp DNA Ladder (3) pita yang dihasilkan dengan menggunakan primer
forward-reverse SR4-SR9 dengan panjang produk 750 bp ........................ 27 7 Hasil sekuen gen 18S rDNA isolat mikroalga yang berasal dari sumber
air panas Cipanas ......................................................................................... 28
8 Pola pertumbuhan mikroalga pada komposisi air media yang berbeda aquades:SAP (1:0)(v/v)( ), aquades: SAP (0:1)(v/v)( ),
aquades:SAP (1:1)(v/v)( ), aquades: SAP (1:2)(v/v)( ), aquades:SAP (2:1)(v/v)( ) ...................................................................... 30 9 Pola pertumbuhan isolat mikroalga pada berbagai konsentrasi
P 40 ppm ( ), 80 ppm ( ), 120 ppm ( ) ........................................... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Komposisi media BG 11 untuk media mikroalga ........................................ 51
2 Warna Isolat mikroalga yang mendapat perlakuan ...................................... 52
3 Analisis sidik ragam rata-rata OD ................................................................ 54
4 Analisis sidik ragam rata-rata bobot kering biomassa ................................. 54
5 Analisis sidik ragam rata-rata bobot kering lipid ........................................ 54
6 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan lipid ........................................... 55
7 Analisis sidik ragam rata-rata produktivitas lipid ........................................ 55
8 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan gula ............................................ 55
9 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan pati ............................................. 56
10 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan protein ........................................ 56 11 Rata-rata persentase penyusutan bobot biomassa hari ke-16 isolat mikroalga ..................................................................................................... 57 12 Kandungan unsur-unsur makro dan mikro dalam air dari sumber air Panas Cipanas Jawa Barat .......................................................... 57
PENDAHULUAN
Latar belakang
Persediaan bahan bakar berbasis fosil semakin menipis seiring dengan
meningkatnya pertambahan penduduk dunia, sedangkan masyarakat dunia
terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia memiliki ketergantungan
yang sangat tinggi terhadap bahan bakar fosil tersebut untuk memenuhi keperluan
hidupnya sehari-hari. Keadaan ini akan berdampak pada berbagai sektor terutama
transportasi, sektor industri, pertanian bahkan ketahanan energi nasional. Dampak
selanjutnya yang akan timbul dengan adanya penggunaan bahan bakar minyak
bumi yang terus menerus mendorong peningkatan kadar emisi CO2 di atmosfir
yang akan berpengaruh terhadap pemanasan global dan perubahan iklim (Chisti
2007; Handoko et al. 2008)
Salah satu cara untuk mengatasi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil
untuk pengadaan energi nasional antara lain dengan menggunakan bahan bakar
alternatif seperti biodiesel yang terbarukan dan ramah lingkungan (Mahyudin &
Kusnandar 2006). Ada banyak jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan biodiesel diantaranya tanaman jarak pagar dan kelapa sawit.
Akan tetapi pemenuhan kebutuhan akan biodiesel yang dihasilkan tanaman
tersebut membutuhkan waktu yang lama dan lahan yang luas. Mikroalga dapat
dijadikan sumber bahan baku biodiesel untuk bahan bakar alternatif yang lebih
efisien dalam pemanfaatan lahan, karena budidaya mikroalga tidak membutuhkan
lahan luas dan waktu panennya lebih cepat, selain itu biomassanya mempunyai
kandungan lipid tinggi dan angka pertumbuhan sel yang cepat dengan
penggandaan sel terjadi setiap 3,5 jam (Chisti 2007) serta tidak menyebabkan
terjadinya kompetisi antara kebutuhan energi dan pangan.
Karakterisasi dan identifikasi mikroalga yang mempunyai potensi sebagai
bahan baku biodiesel perlu dilakukan baik secara morfologi maupun secara
molekuler dengan tujuan untuk mengetahui identitas jenis, karakter dan ciri-ciri
khusus dari mikroalga yang potensial tersebut. Informasi yang dihasilkan akan
sangat berguna sebagai bahan dasar penelitian selanjutnya.
Mikroalga merupakan organisme yang paling efektif dalam memanfaatkan
energi cahaya matahari dan menyerap CO2 dari lingkungannya untuk melakukan
2
proses fotosintesis. Selain itu, biomassa dari banyak mikroalga mempunyai
kandungan lipid tinggi. Organisme ini juga toleran terhadap perubahan kondisi
lingkungan yang ekstrim seperti tanah, danau, air limbah, salju, suhu tinggi seperti
sumber air panas dan kadar garam yang tinggi seperti laut (Agustini & Kabinawa
2010). Keunggulan mikroalga didukung dengan kondisi alam Indonesia
memberikan keuntungan bagi Indonesia karena memiliki potensi kekayaan alam
perairan yang dapat dikembangkan dimasa mendatang. Seperti diketahui
Indonesia merupakan perairan tropis dengan kelimpahan sinar matahari dan
memiliki 75% wilayahnya meliputi perairan dengan luas mencapai 5,8 juta km2.
Mikroalga berukuran mikro dapat ditemukan di berbagai macam habitat,
antara lain di perairan dan tanah yang lembab. Biomassa mikroalga mengandung
protein, lipid, dan karbohidrat, yang semuanya dapat dimanfaatkan. Lipid dapat
dijadikan bahan baku biodiesel dan gliserin, karbohidrat dapat menghasilkan
etanol melalui proses fermentasi, sedangkan protein dapat dijadikan bahan
makanan dan bahan industri.
Pertumbuhan dan produksi mikroalga sangat dipengaruhi kondisi
lingkungan. Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan
dan produktivitas lipid mikroalga antara lain intensitas cahaya, suhu, tekanan
osmosis, pH dan konsentrasi nutrien dalam media (Becker et al.1994). Nybakken
(1982) mengemukakan bahwa nutrisi anorganik utama yang diperlukan
fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah N dalam bentuk NO3- dan
P dalam bentuk PO43-.
Optimasi media tumbuh merupakan aspek yang sangat penting dalam
pengembangan teknologi budidaya mikroalga untuk menghasilkan lipid mikroalga
yang tinggi (Li et al. 2008). Pemberian kondisi media kultur yang tepat dengan
cara melakukan pengaturan kondisi kultur dapat meningkatkan kandungan lipid
mikroalga dengan rentangan 15-20% lipid di alam dapat ditingkatkan menjadi
60% di laboratorium dan menjadi 40% di ruang terbuka (Brown et al. 1994).
Griffiths dan Harrison (2009) melaporkan bahwa untuk Chlorophyta terjadi
perbedaan kandungan lipid dengan pengaturan konsentrasi N. Penggunaan N yang
cukup dapat menghasilkan kandungan lipid antara 20-30%, sedangkan adanya
pengurangan konsentrasi N dapat meningkatkan kandungan lipid antara 18-64%.
3
Selanjutnya Hidayat (2008) melaporkan bahwa mikroalga cenderung
menghasilkan lipid yang tinggi dengan penambahan KH2PO4 (sebagai sumber P)
pada konsentrasi 0.6 mM dan KNO3 (sebagai sumber N) pada konsentrasi 0,2 M
dalam media tumbuhnya.
Penelitian Gunawan (2010) menggunakan empat isolat mikroalga yang
berasal dari sumber air panas di Jawa Barat menunjukkan bahwa pada konsentrasi
N dan intensitas cahaya rendah seluruh mikroalga memiliki kandungan dan
produktivitas lipid yang tinggi, sebaliknya pada konsentrasi N dan intensitas
cahaya yang tinggi, kandungan dan produktivitas lipid rendah. Isolat mikroalga
yang berasal dari sumber air panas Cipanas mempunyai kandungan lipid tertinggi
sebanyak 30% dan produktivitas lipid tertinggi 20 g l-1 hari-1pada konsentrasi N
0.5 M dan intensitas cahaya 70 µmol foton (m2)-1 detik-1 (5000 lux). Penelitian
tersebut merupakan penelitian awal dalam usaha mengadaptasikan isolat
mikroalga ke lingkungan budidaya sehingga masih menggunakan air dari sumber
air panas tempat asal mikroalga dalam media tumbuhnya. Untuk memudahkan
dalam pengembangan selanjutnya dari isolat tersebut, maka sangat diperlukan
untuk mengganti air dari habitat asal dengan air biasa. Selain konsentrasi N,
penentuan konsentrasi P dalam media juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan
dan produktivitas lipid.
Pengaturan komposisi air media dan konsentrasi P yang digunakan untuk
media tumbuh isolat mikroalga yang menghasilkan lipid perlu dilakukan untuk
menentukan media yang tepat dalam meningkatkan kandungan dan produktivitas
lipid pada mikroalga potensial yang berasal dari sumber air panas. Oleh karena
itu, penentuan media yang tepat dengan pengaturan air media dan konsentrasi P
untuk budidaya mikroalga sebagai bahan baku biodiesel dikaji lebih lanjut.
Tujuan Penelitian
Penelitian tentang mikroalga ini bertujuan untuk:
1. Identifikasi isolat mikroalga yang berasal dari sumber air panas Cipanas
berdasarkan ciri morfologi dan molekuler menggunakan sekuen gen 18S rDNA
2. Optimasi media tumbuh melalui modifikasi komposisi air media tumbuh dan
konsentrasi P untuk menghasilkan pertumbuhan dan kandungan lipid yang
4
tinggi pada isolat mikroalga yang berasal dari sumber air panas Cipanas Jawa
Barat.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai landasan untuk
penelitian selanjutnya tentang identifikasi mikroalga yang potensial dan metode
budidaya mikroalga yang menghasilkan lipid tinggi untuk bahan baku biodiesel
dalam rangka mencari sumber bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan
terbarukan.
5
TINJAUAN PUSTAKA
Mikroalga merupakan kelompok organisme renik yang dapat berupa sel
tunggal maupun koloni yang tersebar luas di alam. Bentuk mikroalga bervariasi
meliputi filamen atau berbentuk bulat atau lonjong yang sepanjang hidupnya
dapat terapung bebas atau menetap di suatu tempat bahkan ada yang membentuk
alat perekat terapung dalam kumpulan di permukaan perairan. Jenis mikroalga
ditemukan ada lebih kurang 25.000 spesies (Bold et al. 1980; Wilson & Loomis
1962).
Bila dibandingkan dengan organisme fotosintetik lainnya, mikroalga
paling efisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi matahari dan CO2
untuk keperluan fotosintesis karena organisme ini mengandung klorofil serta
pigmen-pigmen lain untuk melangsungkan fotosintesis menjadi biomassa dan
akumulasi pati (Rodjaroen et al. 2007). Dengan demikian keberadaan mikroalga
sangat membantu menyerap CO2 dari atmosfer, sehingga dapat mengurangi
bahaya gas-gas rumah kaca yang merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya
global warming atau pemanasan global.
Habitat dan Sebaran
Mikroalga ditemukan diberbagai perairan baik air tawar maupun air laut
dan dijumpai hampir di semua lingkungan yang mengandung air, CO2 dan yang
terkena sinar matahari (Pelczar & Chan 1986). Pada umumnya mikroalga
penyebarannya sangat luas dan kebanyakan hidup pada perairan air tawar
terutama dari divisi Chrysophyta. Organisme ini dapat ditemukan pula pada
perairan ekstrim yaitu daerah gersang atau tanah yang miskin hara. Bahkan
terdapat jenis mikroalga yang mampu hidup di salju dan dapat tumbuh subur pada
sumber air panas, dengan suhu sampai 85°C yang merupakan batas suhu tertinggi
bagi kehidupan organisme dalam keadaan aktif dan mampu hidup pada pH antara
2-9 (Brown et al. 1994; Wilson & Loomis 1962).Mikroalga dapat bertahan hidup
pada kondisi lingkungan yang ekstrim salah satunya disebabkan adanya
musilagenous pada permukaan luar tubuhnya yang dapat melindungi organ sel
yang ada dalam tubuhnya dari pengaruh temperatur dan pH yang berbeda (Wehr
& Sheath 2003).
6
Jenis Mikroalga Sumber air Panas
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak lokasi sumber air
panas. Mikroalga yang mampu untuk beradaptasi pada sumber air panas dengan
suhu dan pH yang berbeda kemungkinan adalah jenis yang berbeda. Menurut
Stevenson et al. (1996) keanekaragaman spesies mikroalga di alam bertambah
pada rentangan suhu antara 0-25°C dan akan mengalami penurunan pada suhu
diatas 30°C. Peningkatan suhu perairan menunjukkan adanya perubahan dominasi
oleh beberapa kelas mikroalga, antara lain Bacillariophyceae pada suhu kurang
dari 20°C, pada suhu 15-30°C didominasi oleh Chlorophyceae, dan pada suhu
lebih dari 30°C banyak dijumpai Cyanophyceae. Namun demikian, hasil
penelitian Gunawan (2010) sedikit berbeda, yaitu pada empat sumber air panas
yang ada di propinsi Jawa Barat dengan rentangan suhu antara 45-53°C dan pH 2-
7,6. Chlorophyta merupakan divisi yang paling banyak ditemukan di empat lokasi
sumber air panas tersebut, diikuti oleh divisi Cyanophyta dan Bacillariophyta,
sedangkan Chrysophyta memiliki jumlah keragaman kelas yang paling sedikit.
Pada empat lokasi sumber air panas di Jawa Barat yang diteliti oleh
Gunawan (2010), yaitu Cipanas, Ciwalini, Ciater dan Gunung Pancar ditemukan
Chroococcus sp. dari divisi Cyanophyta. Jenis mikroalga ini mampu bertahan
hidup dalam kondisi laboratorium pada air media yang berasal dari keempat lokasi
penelitian tersebut. Cyanophyta umumnya hidup pada perairan netral atau
cenderung basa dan umumnya tidak ditemukan pada perairan dengan pH kurang
dari 4 (Prihantini et al. 2008) dengan warna hijau kebiruan, koloni berbentuk
spherical (bulat), yang didalam selnya terdapat klorofil a, karoten dan xantofil
(pada umumnya tidak dalam bentuk fikoeritrin, fikosianin) dan terdapat vakuola
(Prescott 1978). Pada Chroococcus sp. memiliki fikosianin yang merespon
sebagian besar energi yang diserap untuk fotosintesis yang hampir mendekati
efisiensi energi yang diserap oleh klorofil untuk proses fotosintesis. Dinding
selnya tipis dan mempunyai membran yang bagian luarnya dilapisi musilagenous
yang menghubungkan bagian dasar dari koloni. Musilagenous pada Cyanophyta
mengandung arabinosa, glukosa, galaktosa dan mannosa (Lewin 1962).
Penelitian Yani (2003) di daerah sumber air panas desa Air Putih
Kecamatan Lebong Utara Provinsi Bengkulu menemukan beberapa kelas
7
mikroalga yaitu Cyanophyceae, Chlorophyceae, Bacillariophyceae,
Chysophyceae, Cryptophyceae, Rhodophyceae, dan Xanthophyceae. Kandungan
unsur hara yang terkandung pada suatu perairan juga berpengaruh pada jenis
mikroalga yang mendominasi wilayah tersebut. Pada perairan yang memiliki
konsentrasi P yang rendah (0,00-0,02 mg l-1) akan didominasi oleh diatom, pada
perairan dengan konsentrasi P yang sedang (0,02-0,05 mg l-1) akan dijumpai
Chlorophyceae yang melimpah, dan pada perairan yang memiliki konsentrasi P
yang tinggi (>0,10mgl-1), maka Cyanophyceae menjadi dominan (Tambaru 2008).
Identifikasi Mikroalga
Identifikasi mikroalga dilakukan dengan pendekatan morfologi harus
dilengkapi dengan pendekatan molekuler (Berard et al. 2005) karena adanya
plastisitas morfologi mikroalga. Karakterisasi untuk mempelajari morfologi
mikroalga memerlukan identifikasi dari isolat dan kultur mikroalga (Kortikov et
al. 2001). Identifikasi morfologi mikroalga dapat dilakukan menggunakan buku
identifikasi antara lain buku dengan judul Introduction to the algae structure and
reproduction second edition (Bold & Wynne 1985) berdasarkan ciri-ciri yang
diamati dari spesies mikroalga. Identifikasi spesies secara morfologi memiliki
kelemahan karena dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, sedangkan
identifikasi secara molekuler akan menghasilkan informasi genetik yang lebih
akurat dan lebih cepat serta tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Umayah
& Purwantara 2006).
Identifikasi molekuler dilakukan dengan mengetahui urutan nukleotida gen
18S rDNA dan gen 16S rDNA. Gen 18S rDNA merupakan gen pengkode rRNA
18S pada organisme eukariotik, sedangkan gen 16S rDNA merupakan gen
pengkode rRNA 16S pada organisme prokariotik. Gen ini mempunyai beberapa
urutan nukleotida (basa) yang conserved (lestari) dan beberapa urutan yang
bervariasi pada organisme Eukariotik dan Prokariotik, sehingga urutan nukleotida
gen 18S rDNA dan gen 16S rDNA dapat digunakan untuk identifikasi mikroalga.
Pertumbuhan Mikroalga
Pertumbuhan mikroalga meliputi empat tahapan yaitu fase lag, fase
eksponensial, fase stasioner atau konstan dan diakhiri dengan fase kematian
8
(Sidabutar 1999). Fase lag merupakan fase adaptasi mikroalga terhadap media
tumbuhnya. Fase eksponensial merupakan fase pertumbuhan secara pesat. Fase
stasioner terjadi saat jumlah selnya relatif konstan dimana nutrisi dan jumlah
selnya tidak seimbang yang selanjutnya diikuti dengan fase kematian ditandai
dengan adanya penurunan jumlah sel.
Pertumbuhan mikroalga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara
makro, mikro dan kondisi lingkungan. Kebutuhan unsur hara makro dan unsur
hara mikro pada mikroalga yang hidup di perairan air tawar berbeda dengan yang
hidup di perairan laut. Pada umumnya unsur hara utama yang dibutuhkan oleh
mikroalga laut memiliki perbandingan rasio C:N:P:Si menurut Redfield berkisar
antara 106:16:1:15 (Tambaru 2008). Intensitas cahaya mempengaruhi
pertumbuhan dan kandungan lipid pada mikroalga. Penelitian yang dilakukan
Gunawan (2010) melaporkan bahwa pada intensitas cahaya 5000 lux
menunjukkan pertumbuhan yang optimal pada mikroalga.
Koleksi mikroalga di dalam laboratorium dapat menggunakan satu atau
lebih jenis mikroalga yang diberi nutrien khusus ke dalam kultur seperti NO3- atau
PO43- serta dilakukan penyinaran lampu (Bold & Wynne 1985). Media tumbuh
mikroalga yang digunakan harus mengandung unsur anorganik berupa N, P, Fe
dan Si (Chisti 2007). Kultur mikroalga membutuhkan nutrien anorganik berupa
unsur hara makro meliputi C, H, O, N, P, K, S, Mg, Si, dan Ca, sedangkan unsur
mikro meliputi Fe, Zn, Cu, Na,Mo, Co, B, Mn, Cl dan Ni (Agustini & Kabinawa
2010;Hamim 2007). Unsur hara makro yang utama berupa N dalam bentuk NO3ˉ
dan P dalam bentuk PO43- diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga, sehingga
kedua unsur tersebut merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan
mikroalga.Penelitian yang dilakukan oleh Griffiths dan Harrison (2009)
melaporkan bahwa pengurangan konsentrasi nitrogen pada media mikroalga hijau
dapat meningkatkan kandungan lipid dari 41% menjadi dua kali lipat.
Unsur P sangat dibutuhkan oleh mikroalga dalam pengaturan proses
pertumbuhan dan metabolisme yaitu digunakan untuk menyusun membran sel
(fosfolipid), sebagai bahan dasar ATP dan sintesa asam nukleat (Theodorou et al.
1991; Ferrao-Filho et al. 2003). Unsur P dalam larutan nutrien biasanya dalam
bentuk PO43- yang akan diserap oleh mikroalga dalam kondisi lingkungan banyak
9
menerima cahaya dan dalam pH antara 6-7 (Lewin 1962). Unsur hara makro
seperti P penting dalam pembentukan protein. Pembatasan unsur P pada
mikroalga hijau Selenastrum minutum menurunkan kandungan proteinnya
(Theodorou et al. 1991). Hidayat (2008) juga melaporkan bahwa mikroalga
menghasilkan kandungan lipid yang tinggi pada konsentrasi N sebanyak 0,2 M
dan konsentrasi P sebanyak 0,6 mM dalam medium BG 11. Unsur K berfungsi
dalam metabolisme karbohidrat, unsur Fe dan Na berperan dalam pembentukan
klorofil. Unsur Si dan Ca merupakan bahan dalam pembentukan dinding sel.
Unsur hara mikro diberikan dalam jumlah kecil dan harus tetap ada dengan
fungsi sebagai katalis selama proses biosintesis untuk menunjang pertumbuhan
organisme. Dalam media tumbuh mikroalga biasanya ditambahkan EDTA atau
sitrat untuk menstabilkan fungsi hara mikro dan juga berfungsi sebagai chelator
(Widianingsih et al. 2008). Selain itu penambahan garam-garam fosfat sebagai
larutan buffer atau larutan penyangga akan menyebabkan pH media tumbuh
menjadi stabil (Sidabutar 1999). Pengkulturan mikroalga biasanya pada rentangan
pH antara 7 sampai 9 dan pH yang optimum antara 8,2-8,7 yang akan
meningkatkan angka pertumbuhan mikroalga (Abdulazis 2010).
Media tumbuh yang digunakan dalam skala laboratorium atau skala
budidaya banyak variasinya dengan komposisi mineral yang berbeda sesuai
kebutuhan dan jenis mikroalga yang digunakan. Pengkulturan mikroalga dalam
kondisi fase ekponensial biasanya dilakukan dalam 4 sampai 7 hari inokulasi,
pada rentangan waktu tersebut sebaiknya mikroalga diberi kondisi media dengan
konsentrasi nutrien yang optimal bagi pertumbuhan mikroalga (Sutomo et al.
2007).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayat (2008) diketahui
bahwa medium BG 11 merupakan medium kultur yang terbaik bagi mikroalga.
Menurut Rippka et al. (1979) biasanya medium BG 11 digunakan untuk
mengisolasi Cyanophyta dan mikroalga air tawar. Medium BG 11 mengandung
NO3ˉ sebagai sumber N, sedangkan HPO4²ˉ dan H2PO4ˉ sebagai sumber P dan
sebagai agen buffer (Reine& Trono 2002).
10
Biomassa Mikroalga
Mikroalga merupakan organisme yang mampu memanfaatkan CO2 karena
memiliki enzim Rubisco (Ribulosa 1,5 carboxylic biphosphat) dalam siklus
Calvin. Hasil fotosintesis akan terakumulasi dalam bentuk biomassa. Biomassa
yang terbentuk menurut perkiraan Chisti (2007) untuk tiap 1 m3 media tumbuh
menghasilkan 1 kg bobot kering mikroalga. Berdasarkan perkiraan tersebut, maka
untuk lahan 1 ha dalam hal ini setara dengan 10.000 m3 akan menghasilkan
10.000 kg bobot kering mikroalga, sehingga dari 10.000 kg bobot kering akan
dihasilkan biodiesel 1.500 sampai 7.700 liter.
Biomassa yang terdapat dalam mikroalga mengandung karbohidrat, lemak
dan protein. Namun, mikroalga lebih efektif menghasilkan selulosa, pati dan lipid
(Sheehan et al. 1998). Menurut Becker et al. (1994) mikroalga mempunyai
struktur sel yang sederhana yang menghasilkan biomassa dan produksi lipid lebih
tinggi dibandingkan tanaman pertanian yang lain. Semua jenis alga memiliki
komposisi kimia sel yang terdiri dari lemak (fatty-acids), karbohidrat, protein,dan
asam nukleat. Namun masing-masing jenis mikroalga memiliki komposisi kimia
berupa protein, karbohidrat (pati) dan lemak yangberbeda (Tabel 1). Perbedaan ini
tergantung dari jenis dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan
mikroalga tersebut.
Sebagian besar mikroalga akan menghasilkan lipid dalam jumlah besar
dengan adanya keterbatasan N dalam media tumbuhnya tetapi kekurangan nutrisi
yang lain dalam media tumbuhnya dapat juga mengakibatkan peningkatan lipid
yang dihasilkan (Borowitzka& Borowitzka 1988). Kondisi lingkungan kultur dan
tempat yang berbeda juga akan mempengaruhi jumlah kandungan lipid,
karbohidrat dan protein yang berbeda pula (Sutomo 2005). Penelitian Griffiths
dan Harrison (2009) menyebutkan bahwa Chlorophyta dan Cyanophyta
menghasilkan kandungan lipid yang berbeda dengan perlakuan dibawah kondisi
medium yang mengandung N 100% dan penghilangan unsur N dari media
tumbuh. Kandungan lipid pada Cyanophyta menunjukkan hasil yang lebih rendah
dibandingkan dengan kandungan lipid pada Chlorophyta.
11
1. Lipid Mikroalga
Pada umumnya mikroalga memiliki kandungan lipid bervariasi dari yang
terendah sampai tertinggi, yaitu 1,9% sampai 40% (Tabel 1). Namun kondisi
kultur dan waktu yang berbeda dapat meningkatkan kandungan lipid terlihat
kandungan lipid mikroalga pada jenis mikroalga yang sama (Tabel 1 dan 2)
memiliki kandungan lipid berbeda. Pada kondisi pertumbuhan normal kandungan
lipid mikroalga 10-30% bobot kering (Schenk et al. 2008). Kandungan lipid
mikroalga dengan rata-rata sebesar 40%, melebihi kadar lipid tanaman darat
seperti kelapa, jarak pagar, dan kelapa sawit.
Tabel 1 Komposisi kimia protein, karbohidrat, lipid dan asam nukleatdalam% dari bobot kering mikroalga (Becker et al. 1994).
Komposisi kimia Protein Karbohidrat Lipid Asam nukleat
Scenedesmus obliquus 50-56 10-17 12-14 3-6
Scenedesmus quadricauda 47 - 1.9 -
Scenedesmus dimorphus 8-18 21-52 16-40 -
Chlamydomonas rheinhardii 48 17 21 -
Chlorella vulgaris 51-58 12-17 14-22 4-5
Chlorella pyrenoidosa 57 26 2 -
Spirogyra sp. 6-20 33-64 11-21 -
Dunaliella bioculata 49 4 8 -
Dunaliella salina 57 32 6 -
Euglena gracilis 39-61 14-18 14-20 -
Prymnesium parvum 28-45 25-33 22-38 1-2
Tetraselmis maculata 52 15 3 -
Porphyridium cruentum 28-39 40-57 9-14 -
Spirulina platensis 46-63 8-14 4–9 2-5
Spirulina maxima 60-71 13-16 6-7 3-4.5
Synechoccus sp. 63 15 11 5
Anabaena cylindrica 43-56 25-30 4-7 -
12
Lipid alami yang dihasilkan oleh mikroalga berupa triasilgliserol serupa
dengan lipid yang dihasilkan tumbuhan tinggi bahkan beberapa jenis mikroalga
dapat menghasilkan triasilgliserol hingga 60% dari berat tubuh mikroalga
(Sheehan et al.1998). Sintesis triasilgliserol (TAGSs) menurut Sheehan et al.
(1998) terjadi karena adanya reaksi enzimatik oleh enzim Carboxylic
Acetylcoenzyme A (ACCase) dalam biosintesis protein yang dapat mengkonversi
lipid menjadi asam lemak. Berdasarkan penelitian Pratoomyot et al. (2005)
menyebutkan bahwa asam lemak yang terdapat pada mikroalga mengandung
jumlah atom karbon C14, C16, C18 dan C20.
Tabel 2 Kandungan lipid dari bobot kering pada beberapa mikroalga (%) (Chisti 2007).
Mikroalga Kandungan lipid
Botryococcus braunii 25–75 Chlorella sp. 28–32
Crypthecodinium cohnii 20
Cylindrotheca sp. 16–37
Dunaliella primolecta 23
Isochrysis sp. 25–33
Monallanthus salina >20
Nannochloris sp. 20–35
Nannochloropsis sp. 31–68
Neochloris oleoabundans 35–54
Nitzschia sp. 45–47
Phaeodactylum tricornutum 20–30
Schizochytrium sp. 50–77
Tetraselmis sueica 15–23
Lipid mikroalga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel.
Griffiths dan Harrison (2009) melaporkan bahwa kelompok mikroalga yang bisa
dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel, yakni diatom (Bacillariophyceae),
mikroalga hijau (Chlorophyceae), dan mikroalga hijau biru (Cyanophyceae).
13
2. Karbohidrat Mikroalga
Karbohidrat merupakan salah satu komponen penting dalam metabolisme
yang mensuplai energi yang dibutuhkan dalam respirasi dan proses penting
lainnya. Kandungan karbohidrat pada beberapa makroalga bervariasi dan
diketahui pada Chlorophyta lebih tinggi dibandingkan dengan Phaeophyta dan
Rhodophyta (Kumar etal. 2010). Karbohidrat dalam mikroalga yang terlarut
dalam sitoplasma dalam bentuk glukosa, sedangkan yang tersimpan sebagai
cadangan makanan dalam bentuk pati. Pirenoid di dalam kloroplas merupakan
tempat pembentukan pati dan umumnya terdapat butiran lipid didalam atau diluar
kloroplas. Endapan pati banyak terdapat pada sel yang tumbuh pada lingkungan
yang miskin nutrien dimana ketersediaan N dan P rendah (Hoek et al.
1997;Wilson & Loomis 1962). Pati yang terdapat dalam mikroalga dapat
ditemukan dalam bentuk karbohidrat, glukosa dan polisakarida yang lain
(Rodjaroen et al. 2007).
3. Protein Mikroalga
Protein mempunyai fungsi penting sebagai katalis enzim, sistem transport
dan penyimpanan, mengontrol diferensiasi sel. Protein mikroalga meliputi
glutamat, asam aspartat, valin, leusin, alanin, arginin, lysin dan phenyl alanin
terdapat dalam konsentrasi tinggi, sedangkan sistein dan histidin dalam
konsentrasi rendah (El-Sarraf & El-Shaarawy 1994). Menurut Chrismadha et al.
(2006) kandungan protein dipengaruhi oleh konsentrasi N dan P yang terdapat
dalam media tumbuh mikroalga sehingga apabila konsentrasi N dan P dalam
media menurun akan menyebabkan kandungan protein menurun yang diikuti
degradasi komponen sel yang berkaitan dengan proses sintesa protein termasuk
klorofil a dan pigmen lainnya. Kandungan protein pada makroalga hijau dan
merah rata-rata 21-35% dari berat basah lebih tinggi dibandingkan kandungan
protein makroalga coklat pada umumnya dengan rata-rata: 10-17% dari berat
basah (Kumar et al. 2010)
Peranan Mikroalga
Mikroalga telah sejak lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan,
terutama sebagai sumber vitamin, anti oksidan, pewarna atau bahan aditif yang
14
aman, serta digunakan pula dalam industri farmakologi dalam skala besar. Di
alam, mikroalga mengambil peranan yang penting sebagai akumulator logam
berat (adsorben logam berat), yaitu mempunyai kemampuan yang cukup tinggi
untuk mengadsorpsi ion-ion logam, baik dalam keadaan hidup maupun dalam
bentuk sel mati (biomassa). Peranan mikroalga yang lain adalah sebagai penyerap
CO2, dan juga berasosiasi dengan bakteri untuk mengikat N (Sheehan et al.1998).
Biodiesel mikroalga merupakan bahan bakar bersifat dapat diperbaharui
dan paling ramah serta tidak beracun terhadap lingkungan dibanding minyak
tanah yang biasa digunakan sebagai bahan dasar minyak diesel, karena biodiesel
dari mikroalga netral dari unsur karbon (tidak terikat dengan karbon) sehingga
hanya menyisakan uap air dan energi panas, selain itu dapat terdekomposisi oleh
dekomposer (Mahyudin & Kusnandar 2006; Widjaya 2009).
Mikroalga dapat menghasilkan 150-200 kali lipid lebih banyak dibanding
tumbuhan penghasil lipid (kelapa sawit, jarak pagar) pada kondisi terbaiknya per
akre per tahun (Tabel 3). Mikroalga memiliki potensi yang paling besar sebagai
penghasil bahan baku biodiesel dibandingkan dengan tumbuhan lainnya. Berbeda
dengan tumbuhan lain, mikroalga mampu menghasilkan lipid sangat tinggi untuk
bahan baku pembuatan biodiesel dengan waktu panen cepat (Chisti 2007).
Tabel 3 Rata-rata produksi biodiesel yang dihasilkan oleh beberapa jenis tanaman per hektar (Chisti 2007).
No Jenis tanaman Produksi biodiesel(l ha-1) Luas lahan (ha)
1 Jagung 172 1540
2 Kedelai 446 594
3 Canola 1190 223
4 Jarak 1892 140
5 Kelapa 2689 99
6 Kelapa Sawit 5950 45
7 Mikroalga 136900 2
15
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai bulan Juni 2011 di
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Laboratorium Terpadu, dan Laboratorium
Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB Bogor.
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat mikroalga asal
sumber air panas Cipanas (koleksi dari Laboratorium Taksonomi Tumbuhan
Departemen Biologi FMIPA IPB).
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tahapan peremajaan isolat, verifikasi lipid,
identifikasi morfologi dan molekuler serta optimasi media tumbuh isolat
mikroalga (Gambar 1).
1. Peremajaan Mikroalga
Tahapan peremajaan ini dilakukan untuk mendapatkan jumlah dan masa
sel isolat mikroalga yang cukup untuk digunakan pada tahapan uji selanjutnya.
Tahapan ini dilakukan dengan menumbuhkan masing-masing isolat mikroalga
pada media yang berisi air dari sumber air panas (SAP) ditambah media BG 11
(Lampiran 1) dan isolat mikroalga dalam botol volume 500 ml, dengan
perbandingan secara berurutan SAP: media BG 11: mikroalga = 346,4 ml: 3,6 ml:
50 ml. Selanjutnya diberi aerasi dan pencahayaan 5000 lux selama 16-21
harisampai mencapai Optical Density (OD) diatas 1 untuk mendapatkan
mikroalga yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan penelitian.
16
Gambar 1 Diagram alir penelitian
2. Verifikasi Lipid Mikroalga
Mikroalga yang dapat dijadikan sebagai bahan baku biodiesel harus
diketahui memiliki kandungan lipid. Pengujian ada tidaknya lipid dilakukan
dengan menggunakan larutan nile red (NR) (Cooksey et al. 1987). Larutan stok
NR berupa 1 mg NR yang dilarutkan dalam 1 ml aceton. Isolat mikroalga
sebanyak 1 ml ditetesi larutan stok NR sebanyak 10 µl dan dibiarkan selama 20-
30 menit. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop fluorescence
Media optimum
Isolat mikroalga
Peremajaan isolat mikroalga
Identifikasi
Percobaan media tumbuh
1. Identifikasi lipid
Pengamatan parameter : 1. Pertumbuhan 2. Bobot kering biomassa 3. Bobot kering lipid 4. Kandungan pati 5. Kandungan protein
2. Identifikasi morfologi
3. Identifikasi molekuler
4. Sekuensing DNA
5. Analisis bioinformatika (BLAST)
Spesies mikroalga
17
dengan filter biru pada panjang gelombang 450-490 nm. Jika sel mikroalga
berpendar warna kuning maka mikroalga tersebut mengandung lipid netral
sebagai bahan baku biodiesel.
3. Identifikasi Mikroalga
3.1 Identifikasi Morfologi
Identifikasi morfologi isolat mikroalga dilakukan dengan pengamatan
menggunakan mikroskop cahaya dengan beracuan pada buku identifikasi yang
berjudul “The Freshwater Algae“ (Prescot 1978) dan buku “Introduction to the
Algae Structure and Reproduction second edition” (Bold & Wyne 1985).
3.2 Identifikasi Molekuler
Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dengan metode Sambrook et al. (1989) yang telah
dimodifikasi yaitu dengan menyiapkan 500 µl isolat mikroalga ke dalam tabung
eppendorf ukuran 2 ml steril lalu disentrifus dengan kecepatan 13000 rpm selama
5 menit. Pelet yang dihasilkan dipindahkan ke tabung baru dan ditambah 650 µl
buffer lysis SDS. Bahan yang sudah disiapkan disentrifus dengan kecepatan
13000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil dan ditambah dengan 1 volume
FCIAA (25:24:1), kemudian dicampur dengan cara dibolak-balik selama 5 menit
dengan perlahan. Langkah selanjutnya larutan disentrifus dengan kecepatan 13000
rpm selama 10 menit. Hasilnya ditambahkan lagi dengan 1 volume CIAA (24:1)
dan dicampur lagi dengan dibolak-balik selama 5 menit, kemudian disentrifus
dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan
dipindahkan ke dalam eppendorf baru ukuran 1,5 ml steril lalu ditambahkan
dengan 1 volume isopropanol dan dicampur perlahan selama 5 menit kemudian
disentrifus dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit.
Pelet DNA yang diperoleh ditambah dengan etanol 70%, dicampur dengan
dibolak-balik dan disentrifus lagi dengan kecepatan 4000 rpm selama 1 menit.
Selanjutnya pelet dipisahkan dari supernatan dan diinkubasi dalam suhu 37°C.
Setelah kering ditambahkan dengan TE (50 µl) dan disimpan dalam suhu 4°C.
18
Pengecekan ada tidaknya DNA dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel
agarose 1% dalam buffer Tris-Borate-EDTA (TBE), dengan daya 65 volt selama 1
jam. Hasil elektroforesis diamati dengan penyinaran lampu UV.
Pemilihan Primer
Penentuan primer untuk amplifikasi harus disiapkan sesuai dengan tujuan
penelitian. Persiapan untuk tahapan amplifikasi DNA dimulai dengan pengecekan
primer yang akan digunakan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam melakukan identifikasi molekuler. Primer yang digunakan adalah
pasangan primer forward SR1 dan SR4, primer reverse SR5 dan SR9 yang
dikombinasi seperti pada Tabel 4 yang dikembangkan dari sekuen gen 18S rDNA
dari organisme eukariotik (Harada et al. 2007). Posisi primer forward-reverse
yang digunakan pada DNA cetakan ditunjukkan pada Gambar 2 .
Tabel 4 Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen 18S rDNA mikroalga (Harada et al. 2007)
Fragmen Primer Posisi basa Hasil yang diharapkan
1
SR1( Forward) 5’-TACCTGGTTGATCCTGCCAG-3’
1–10
SR5(Reverse) 5’-ACTACGAGCTTTTTAACTGC-3’
630–611 600 bp
2 SR4(Forward) 5’-AGGGCAAGTCTGGTGCCAG-3’
548–566
SR9( Reverse) 5’AACTAAGAACGGCCATGCAC-3’
1286–1267 750 bp
19
Gambar 2 Posisi primer forward-reverse gabungan menggunakan primer SR1-
SR5 dan primer SR4-SR9 dan perkiraan hasil PCR yang diharapkan.
Amplifikasi PCR
Amplifikasi gen 18S rDNA dari isolat mikroalga untuk 50 µl reaksi
mengandung 0,5 µl Taq Polimerase 0.5v; 5 µlbuffer PCR (10x);1 µl Primer
Forward 10 µM;1 µl Primer Reverse10 µM; 2,5 µl dNTPs 2 mM; 37,5 µl
aqudestilata steril; 2,5 µl DNA template (DNA cetakan). Amplifikasi gen 18S
rDNA dilakukan dengan PCR menggunakan kondisi PCR sebagai berikut: pra
denaturasi 94oC selama 3 menit, kemudian dilanjutkan dengan denaturasi 94oC
selama 1 menit, annealing 55oC selama 1 menit, elongasi 72oC selama 2 menit
sebanyak 35 siklus, dan diakhiri dengan final extention 72oC selama 10 menit, dan
pasca PCR 15°C selama 59 menit. Setelah dilakukan amplifikasi dilanjutkan
pengecekan hasil PCR dengan menggunakan elektroforesis menggunakan agarose
1% dengan daya 65 volt selama 1 jam. Hasil elektroforesis diamati menggunakan
lampu UV.
Pemurnian Hasil PCR
Hasil PCR dipurifikasi mengikuti protokol Promega dengan metode
sentrifus sebelum dilakukan sequensing. Tahapan purifikasi diawali dengan
melakukan elektroforesis sebanyak ±50 µl dari hasil PCR pada gel agarose 1%.
Pita pada gel yang terdapat DNA dipotong diatas meja lampu UV. Masing-
masing potongan gel dari hasil reaksi PCR ditempatkan ke dalam satu minikolum
SV tabung koleksi. Campuran gel yang mencair dipindahkan ke minikolum SV
dan diinkubasi selama 1 menit pada suhu ruang. Sampel dalam rakitan minikolum
Produk 600 bp
Produk 750 bp
SR1 SR5
SR4 SR9
20
SV disentrifus dalam mikrosentrifugasi pada kecepatan 14.000 rpm selama 1
menit. Minikolom SV dipindahkan dari rakitan kolom putar dan cairan
dikeluarkan dari tabung koleksi. Minikolom dalam tabung koleksi dicuci dengan
menambahkan 700 µl larutan pencuci membran yang sebelumnya dilarutkan
dengan etanol 95%.
Cairan dalam rakitan minikolom SV disentrifus dengan kecepatan 14.000
rpm selama 1 menit. Pencucian diulangi dengan 500 µl larutan pencuci membran
dan disentrifusi dengan kecepatan 14.000 rpm selama 5 menit. Rakitan minikolom
SV dari sentrifus dipindahkan secara hati-hati. Tabung koleksi dikosongkan dan
dilakukan sentrifus ulang dari kolom rakitan selama 1 menit dengan
mikrosentrifus yang tutupnya terbuka agar residu etanol terevaporasi sebanyak-
banyaknya. Selanjutnya minikolom SV dipindahkan secara hati-hati ke tabung
mikrosentrifus 1,5 ml. Air bebas ion-nuklease sebanyak 50 µl ditambahkan pada
minikolom SV secara langsung ke tengah kolom tanpa menyentuh membran
dengan ujung pipet dan diinkubasi pada suhu ruang selama 1 menit. Minikolom
SV tersebut disentrifus dengan kecepatan 14.000 rpm selama 1 menit dan tabung
mikrosentrifus yang mengandung DNA disimpan pada suhu 4°C atau -20°C.
Pengecekan hasil purifikasi dilakukan dengan elektroforesis menggunakan
agarose 1% dengan daya 65 volt selama 1 jam. Hasil elektroforesis diamati
menggunakan lampu UV.
Sekuensing DNA
Hasil pemurnian disekuen dengan metode Sanger menggunakan alat ABI
3730XL (Sambrook et al. 1989). Data yang diperoleh digunakan untuk analisis
bioinformatika (BLAST) berdasarkan aksesi data base dari Bank Gen (http: //
www.ncbi.nlm.nih.gov [10 Juli 2011]).
4. Perlakuan Media Tumbuh
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan dua faktor yaitu
faktor pertama komposisi air untuk media yang terdiri dari lima taraf yaitu
aquades:SAP dengan perbandingan 1:0, 0:1, 1:1, 2:1, dan 1:2 (v/v). Faktor kedua
21
konsentrasi P yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40, 80 dan 120 ppm. Masing-
masingkombinasi perlakuan dilakukan tiga ulangan, sehingga secara keseluruhan
ada 45 satuan percobaan. Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak
kelompok (RAK).
4.2. Persiapan Media Tumbuh
Isolat mikroalga ditumbuhkan pada media BG 11 (Lampiran 1) yang
mengandung berbagai macam hara makro dan hara mikro yang dibutuhkan oleh
mikroalga. Pembuatan stok bahan berupa K2HPO4, NaNO3,MgSO4.7H2O,
CaCl2.2H2O,Citric Acid,Fe- Amonium Citrat, Na2EDTA,Na2CO3, trace element
untuk pembuatan media BG11 (komposisi pada Lampiran 1) disiapkan dengan
menggunakan botol yang berbeda untuk masing-masing bahan dalam keadaan
steril. Persiapan media untuk perlakuan harus dilakukan dalam keadaan segar
(dibuat segera sebelum dipakai). Tahapan perlakuan untuk unsur P menggunakan
K2HPO4sebagai sumber P dari media BG 11 diberikan bervariasi dengan
konsentrasi P 40, 80 dan 120 ppm sesuai dengan perlakuan yang akan diberikan
sebanyak 1 ml untuk 1 liter air media.
4.3. Pelaksanaan Penelitian
Botol media ukuran 500 ml yang steril diisi dengan air media yang
berbeda sesuai dengan perlakuan air media yang akan diberikan dengan
perbandingan secara berurutan air media: media BG11, yaitu 346,4 ml: 3,6 mldan
dilakukan dalam ruang laminar. Masing-masing botol media diberi media BG 11
yang sudah disiapkan dalam keadaan segar sebanyak 1 ml dalam 1 l air media
untuk setiap stok bahan. Media BG 11 yang dipakai mengandung N 0,5 M dan
konsentrasi P 40, 80 dan 120 ppm. Botol media yang telah siap segera diisi
dengan isolat mikroalga yang telah memiliki Optical density (OD) >1 sebanyak
50 ml dan ditutup dengan penutup botol yang telah dimodifikasi dalam kondisi
steril, lalu diberi selang aerator dan lubang pengeluaran udara.
Penempatan botol dilakukan dalam rak yang dilengkapi lampu TL yang
mempunyai intensitas cahaya 70 µmol foton (m2)-1 detik-1 (5000 lux) dengan
rentangan suhu 24-28°C, penyinaran dilakukan selama 24 jam hari-1, dan rak
22
ditutup dengan kain hitam untuk mengurangi pengaruh dari lingkungan luar
(Gambar 3). Pengamatan dilakukan selama 16 hari.
Gambar 3 Denah percobaan dalam penempatan botol perlakuan berupa komposisiair media (A1) aquades: SAP (1:0)(v/v),
(A2) Aquades:SAP (0:1)(v/v) (A3) aquades:SAP (1:1)(v/v), (A4) aquades:SAP (1:2)(v/v), (A5) aquades:SAP (2:1)(v/v) dan (P1) konsentrasi P 40 ppm, (P2) konsentrasi P 80 ppm, (P3) konsentrasi P 120 ppm.
4.4 Peubah yang diamati
Pertumbuhan
Pengukuran pertumbuhan sel mikroalga dilakukan dengan mengukur OD
kultur mikroalga yang dilakukan setiap 2 hari sekali selama 16 hari pengamatan.
OD diukur dengan cara sampel tiap perlakuan diambil sebanyak 8 ml dan
dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 680 nm
(Lee et al. 1998).
Biomassa
Pengukuran bobot basah dan bobot kering dilakukan pada hari ke-16.
Pengukuran dilakukan dengan cara mengambil 100 ml kultur mikroalga,
kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan diambil
peletnya sebagai bobot basah. Selanjutnya pelet di oven pada suhu 80°C selama
24 jam. Biomassa yang telah kering kemudian ditimbang sebagai bobot kering.
Kandungan Lipid
Pengukuran kandungan lipid dilakukan pada hari ke-16 dengan proses
ekstraksi. Lipid mikroalga diukur dengan mengikuti metode yang dilakukan oleh
23
Bligh dan Dyer (1959) yang telah dimodifikasi dalam hal kecepatan sentrifus
diubah menjadi 3000 rpm selama 10 menit. Metode ini menggunakan pelarut
metanol dan kloroform. Pengujian kandungan lipid mikroalga dilakukan dengan
cara biomassa mikroalga yang telah kering ditambah dengan 2 ml air murni, 5 ml
metanol dan 2,5 ml kloroform, selanjutnya digoyang dengan shaker selama 1
malam. Setelah selesai ditambah kembali dengan 2,5 ml air murni dan 2,5 ml
kloroform.
Tahap berikutnya larutan disentrifus kembali pada kecepatan 3000 rpm
selama 10 menit dan diambil endapan lipid (pelet) dan diletakkan di dalam tabung
reaksi, kemudian dipanaskan pada waterbath suhu 200°C untuk menghilangkan
campuran larutan kimia yang ditambahkan sebelumnya. Kandungan lipid
mikroalga yang sudah ditumbuhkan pada medium yang sesuai dianalisa dengan
rumus yang digunakan oleh Weldy dan Huesemann (2007) sehingga didapatkan
berat lipid. Perhitungan % total lipid mikroalga adalah:
%
Keterangan : Lw = Bobot lipid (g)
Bw = Bobot kering mikroalga (g)
Produktivitas lipid mikroalga dihitung menggunakan rumus
/ /
Kandungan Pati
Kandungan pati diukur berdasarkan kandungan gula total mengikuti
metode Cleg-Anthrone (Apriyantono et al. 1989) dengan cara 1 g sampel kering
atau 2,5 g sampel basah ditambahkan 10 ml air dan dilarutkan dengan 13 ml asam
perklorat 52%. Hasil yang diperoleh diencerkan menjadi 100 ml lalu dilakukan
penyaringan. Ekstrak yang dihasilkan diencerkan lagi sampai volume 250 ml.
Ekstrak tadi diambil 10 ml dan diencerkan dengan air menjadi volume 100 ml
larutan. Sebanyak 1 ml larutan tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing
tabung reaksi dan ditambah 5 ml pereaksi Anthrone dengan cepat. Setelah itu
dipanaskan dalam penangas air 100°C selama 12 menit. Pengukuran
24
absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm. Hasilnya dibandingkan dengan
larutan standar glukosa pada konsentrasi 10, 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm.
Kandungan pati dapat dihitung dengan rumus dari Goni et al. (1997) sebagai
berikut
Kandungan pati = kandungan gula 0,9
Kandungan Protein
Metode yang digunakan untuk menetapkan kandungan protein adalah
metode Biuret (Apriyantono et al. 1989) yang telah dimodifikasi. Pengujian ini
dilakukan dengan cara menyiapkan sampel dengan volume total masing-masing 1
ml pada tabung corning ukuran 15 ml. Ke dalam masing-masing tabung corning
tersebut ditambahkan 1 ml Trichloro-acetic acid (TCA) 10% sehingga protein
akan terdenaturasi. Selanjutnya tabung disentrifus pada kecepatan 3000 rpm
selama 10 menit sampai protein yang terdenaturasi mengendap dan supernatan
dibuang dengan cara dekantasi. Ke dalam endapan ditambah dengan 2 ml etil eter
dan dicampur merata lalu disentrifus kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama
10 menit untuk menghilangkan residu TCA.
Sampel yang sudah siap dibiarkan kering pada suhu kamar dalam ruang
asam. Ke dalam endapan kering ditambahkan 4 ml air dan dicampur merata. Pada
saat dilakukan pengukuran protein ditambahkan 6 ml pereaksi biuret. Setelah itu
diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm.
Hasil absorbansinya dibandingkan dengan nilai absorban dengan larutan BSA
pada konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, 100 ppm.
4. Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam pada tingkat
kepercayaan 95% menggunakan program SPSS (Statistical Product Service
Solution) dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).
25
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
1. Identifikasi Mikroalga
Penentuan keseragaman jenis merupakan tahap awal yang harus dilakukan
pada mikroalga yang akan dijadikan sebagai bahan baku biodiesel untuk
memastikan bahwa isolat yang digunakan benar-benar jenis yang diharapkan dan
dalam kultur yang dibiakkan terdapat satu jenis mikroalga (monokultur). Akan
tetapi pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya
dengan perbesaran 1000 x menunjukkan bahwa kultur sel-sel isolat mikroalga
mengalami kontaminasi, sehingga di dalam kultur ditemukan beberapa jenis
mikroalga (Gambar 4B). Adapun pengecekan kandungan lipid menunjukkan isolat
mikroalga berpendar merah kekuningan yang berarti isolat mikroalga
mengandung lipid polar dan lipid netral (Gambar 4A).
(A) (B)
Gambar 4 (A) Pengamatan hasil verifikasi lipid dengan mikroskop fluorescence. (B) Pengamatan morfologi isolat mikroalga dengan mikroskop cahaya.
Identifikasi secara morfologi dari jenis mikroalga yang dominan
menunjukkan isolat mikroalga membentuk koloni yang tersusun atas 2, 4, 8 sel
atau kelipatannya dan berbentuk seperti bola kubus, sel dilindungi oleh adanya
lapisan musilagenus yang melapisi setiap sel seperti amplop, warna selnya biru
kehijauan (Gambar 4B) diduga termasuk dalam genus Chroococcus sp. dan
dikelompokkan dalam divisi Cyanophyta, sedangkan golongan yang lain termasuk
10 μm
26
spesies dari Chlorophyta.Warna isolat yang mengalami perlakuan berbagai air
media dan konsentrasi P mulai hari ke-0 sampai hari ke-16 cenderung memiliki
warna yang sama yaitu berwarna hijau (Lampiran 2), tetapi berbeda nilai OD-nya.
Identifikasi secara morfologi hanya berhasil sampai pada tingkat genus untuk
jenis yang dominan dalam kultur.
Identifikasi molekuler dilakukan untuk mendukung identifikasi secara
morfologi. Pengecekan fragmen hasil isolasi DNA mikroalga (Gambar 5) melalui
elektroforesis menunjukkan hasil yang bagus dan terlihat adanya pita DNA yang
tajam, jelas dan tidak terdegradasi dengan ukuran sesuai dengan yang diharapkan.
Gambar 5 Hasil isolasi DNA (1,2) pita DNA isolat mikroalga (3) marka molekuler yang digunakan 1 kb DNA Ladder.
Pengecekan hasil PCR melalui elektroforesis menunjukkan panjang
produk PCR sesuai dengan yang diharapkan yaitu 600 bp untuk fragmen 1 yang
menggunakan primer SR1-SR5 dan 750 bp untuk fragmen 2 dengan primer SR4-
SR9 (Gambar 6). Tahap selanjutnya adalah purifikasi fragmen DNA hasil
amplifikasi PCR menggunakan protokol yang tersedia pada kit (Promega, USA)
untuk mendapatkan DNA secara murni untuk dilakukan sekuensing dan analisis
BLAST pada database Bank gen.
- 1
- 10
- 2 - 3
- 0,5
- 1,5
2 1 3 kb
27
Gambar 6 Hasil Amplifikasi DNA (PCR) gen 18S rDNA (1) pita DNA yang
dihasilkan menggunakan primer forward-reverse SR1-SR5 dengan panjang produk 600 bp (2) marker yang digunakan 1000 bp DNA Ladder (3) pita yang dihasilkan dengan menggunakan primer forward-reverse SR4-SR9 dengan panjang produk 750 bp.
Hasil sekuen gen 18S rDNA dari fargmen 1 dan fragmen 2 yang diperoleh
dengan menggunakan primer forward-reverse SR1-SR5 dan SR4-SR9 disajikan
pada Gambar 7. Berdasarkan hasil analisis sekuen gen 18S rDNA dengan
menggunakan program BLAST terhadap sekuen DNA menunjukkan bahwa 50%
dari sekuen DNA mikroalga mempunyai kemiripan (similaritas) 84% (E value 0,0
dan skor maksimum 645) dengan sekuen DNA aksesi Uncultured freshwater
eukaryote clone LG11-03 18S ribosomal RNA gene (AY919722.1), sedangkan
daftar beberapa organisme yang urutan nukleotidanya mempunyai kemiripan
DNA dengan isolat mikroalga dengan max identity 79-84% berdasarkan hasil
analisis BLAST ditampilkan dalam Tabel 5.
750 bp 600 bp
1 2 3
28
GGACTGCTGT CTCAAGATAA GCCATGCATG TCTAAGTATA AACAATTTAT 50
ACCGGTAAAA CCGCCAAGGG CTCTATAATA CATTTATTTT TTATTTTATT 100
GCACCCACAA TTTATATAAC TGCGTAATTT CTAGAGATAA TATACGTGAA 150
AAATCCCCAG TCTTTGGAAG GGATGTATTT ATTAAATAAA AAACCAATCC 200
ATCTCTCCGT TCGCTCCTTG GTGAATCATA ATAACTTTCC GGATCAAACG 250
GCCGCGTGTC TGCTACGCTT CATTCAAATT TCTGCCCGAT CAACTTTCTA 300
TGGACGGATA GAGGCCTAAC ATCCTTTTAA CGGGCGACGG ACAATTAAGG 350
ATCGATTCCT TACAGAGAGC CTGCCAGATC AATACCACTT CCAAGGAAGG 400
AAAGTAGCCC GCACATTACC CAATCCTTAC TCACACAGGT AGTGACTATC 450
AATAACTATG CAGTCCCCGA ACAGGCCGGT GTAATTGGAA TGAGAACAAT 500
TTAAATCCCT TATCGAGGAA CAATTAGAGG GCAAGTCTGG TGCCAGCAGC 550
CGCGGTAATT CCAGCTCCAA TAGCGTATAT TAAAGTTGCT GCAGTTAAAA 600
AGCTCGTAGT TGAATTTCTG GAGCGTATAT TAAAGTTGCT GCAGTTAAAA 650
AGCTCGTAGT TGAATTTCTG GCCCGGGNCG CCTGGCCGCC CAGCGTTGGC 700
CCGTGGCGTG GAGGCTCCCT CCCGCTGTAC GACTGGGGAT CATCTTTTCC 750
GTTTGTTGGC CCGCGTCCGC CATTGTGATC TGTTAAAATT AAAAAGCGCA 800
AGCGTCGCTC TTGCGCTCTT GCTTTGAATA CATTGAAATG GTAAAACCGC 850
GCTTTACTTT CGTTTGTTTT TGAAGGTGAC AAAAAGTAAA ATAAGTTGGG 900
AGGGGGGTTG TTGGGCTGTC GGGTGTTCAG TGCTGGTCTT TGTTGACCAC 950
AAGCTGAACA GAAACCAACG CCCAGNCGGA ATCATTTCTT TAATAAAAAA 1000
GTAAAGTTAT AGGAGAGAAT AAGATAACCT CCCGCCCTTG TTCATACAAT 1050
AAGCCTTCCC ACCTGTCTTT GACTGCGGTT TGACTCTGTC TCATCTGGCG 1100
GATCTCTAGA AACTTAAGGT TCCGGGTTCC CGGGGGGTAT GGTTGGAATN 1150
CTGAAACTTT TGACAAANAC CGCCAGTCNC CCGAGNAGCG GAGCCTGTGG 1200
CCTAACTCTG ACTCACAAAA CGAAACCTCA CTCGACCACG ACACTTTTGA 1250
CATATAGAGA GGGATT 1266
Gambar 7 Hasil sekuen gen 18S rDNA isolat mikroalga yang berasal dari
sumber air panas Cipanas.
29
Tabel 5 Daftar organisme yang mempunyai kemiripan DNA dengan isolat mikroalga berdasarkan hasil BLAST dari koleksi database Bank Gen
Accecion Description Max score
Total score
Query coverage
E value Max indentity
AY919722.1 Uncultured freshwater eukaryote clone LG11-03 18S ribosomal RNA gene, partial sequence 645 645 50% 0,0 84%
AJ130863.1 Unidentified eukaryote 18S ribosomal RNA, clone LKM74, partial 636 636 50% 1,00E-178 83%
AY919786.1 Uncultured freshwater eukaryote clone LG30-03 18S ribosomal RNA gene, partial sequence 630 630 50% 6,00E-177 83%
GQ995317.1 Uncultured Chytridiomycota clone T5P1AeC12 18S ribosomal RNA gene, partial sequence 531 531 50% 4,00E-147 80%
AB586075.1 Spizellomyces sp. NBRC 105423 gene for 18S ribosomal RNA, partial sequence 524 524 50% 6,00E-145 79%
2. Pertumbuhan Mikroalga
Pertumbuhan mikroalga diukur berdasarkan nilai OD. Isolat mikroalga
sampai hari ke-16 mengalami pertumbuhan berbeda pada perlakuan air media dan
konsentrasi P, tetapi secara umum menghasilkan pola pertumbuhan yang sama,
meliputi fase lag, fase eksponensial, dan fase stasioner. Fase lag atau adaptasi
berlangsung selama hari pertama perlakuan, diikuti fase eksponensial pada semua
perlakuan air media terjadi sampai hari ke-14. Selanjutnya mengalami fase
stasioner (Gambar 8).
Perlakuan komposisi air media dan konsentrasi P secara tunggal
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan mikroalga, tetapi interaksi antara kedua
faktor tidak mempengaruhi secara nyata (Lampiran 5). Penggunaan komposisi air
media yang mengandung SAP Cipanas pada media tumbuh mikroalga
menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan air
media yang mengandung aquades (Tabel 6). Komposisi air media yang
mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 1:2 (v/v) memiliki nilai rata-rata
30
pertumbuhan yang paling tinggi dengan nilai absorbansi yaitu 2,19. Isolat
mikroalga pada media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 1:0
(v/v) memiliki nilai rata-rata pertumbuhan paling rendah dan lebih lambat
peningkatan pertumbuhannya selama fase kriptik pada hari ke-10 sampai harike-
14, sehingga lebih cepat mengalami fase kematian dibandingkan dengan
perlakuan yang lain (Gambar 8).
Tabel 6 Rata-rata OD pada hari ke-16 pada komposisi air media yang berbeda
Air media Rata-rata OD
Aquades:SAP (1:0) 1,83a Aquades:SAP (0:1) 2,17b Aquades:SAP (1:1) 2,16b Aquades:SAP (2:1) 2,11ab Aquades:SAP (1:2) 2,19b
Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 berdasarkan uji DMRT.
Gambar 8 Pola pertumbuhan isolat mikroalga pada komposisi air media yang
berbeda aquades:SAP (1:0)(v/v) ( ), aquades:SAP (0:1) (v/v)( ), aquades:SAP (1:1) (v/v) ( ), aquades:SAP (2:1) (v/v) ( ),
aquades:SAP (1:2) (v/v)( ).
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Nil
ai O
D p
ada λ
680
nm
Pertumbuhan (hari)
31
Perlakuan konsentrasi P yang semakin tinggi menyebabkan peningkatan
pertumbuhan isolat mikroalga (Tabel 7). Hasil yang diperoleh terlihat bahwa
konsentrasi P 120 ppm menunjukkan rata-rata pertumbuhan isolat mikroalga
paling tinggi(2,21) bila dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi P 40 ppm dan
P 80 ppm sampai pada hari ke-14. Selanjutnya pertumbuhan isolat mikroalga pada
semua perlakuan mulai mengalami penurunan pertumbuhan yang menandakan
awal fase stasioner (Gambar 9).
Tabel 7 Rata-rata OD isolat mikroalga pada hari ke-16 pada tiga
tingkat konsentrasi P (ppm)berbeda
Konsentrasi P Rata-rata OD
40 1,95a 80 2,11ab 120 2,21b
Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 berdasarkan uji DMRT.
Gambar 9 Pola pertumbuhan isolat mikroalga pada berbagai konsentrasi P 40 ppm ( ), 80 ppm ( ), 120 ppm ( ).
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Nil
ai O
D p
ada λ
680
nm
Pertumbuhan (hari)
32
3. Biomassa Mikroalga
Biomassa diukur berdasarkan bobot kering biomassa mikroalga untuk
menentukan kandungan lipid yang dihasilkan. Interaksi antara komposisi media
dan konsentrasi P mempengaruhi secara nyata bobot kering biomassa isolat (Tabel
8). Rata-rata bobot kering biomassa yang tertinggi (175 mg dalam 100 ml isolat
mikroalga) diperoleh pada media tumbuh dengan komposisi aquades:SAP dengan
perbandingan 1:0 (v/v) dan konsentrasi P 120 ppm.
Tabel 8 Pengaruh interaksi antara komposisi air media dengan konsentrasi P (ppm)terhadap bobot kering biomassa (mg)isolat mikroalga
Interaksi Aquades:SAP
(1:0) (0:1) (1:1) (2:1) (1:2)
Konsentrasi P
40 135ab 153ab 133a 137ab 157ab 80 171ab 1406ab 170ab 171ab 132a
120 175b 165ab 140ab 155ab 167ab Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom dan baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf 0,05 berdasarkan uji DMRT.
4. Kandungan dan Produktivitas Lipid Mikroalga
Komposisi air media, konsentrasi P yang ditambahkan dan interaksi
keduanya tidak mempengaruhi secara nyata kandungan lipid dan produktivitas
lipid mikroalga pada pengamatan hari ke-16. Namun demikian, media tumbuh
dengan komposisi air media aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) dan
konsentrasi P 40 ppm cenderung menghasilkan rata-rata bobot kering lipid
tertinggi (28 mg dalam 100 ml isolat mikroalga) yang disajikan pada Tabel 9,
kandungan lipid tertinggi, yaitu sebesar 21% (Tabel 10), dan produktivitas lipid
tertinggi, yaitu sebesar 17mg l-1hari-1 (Tabel 11).
33
Tabel 9 Bobot kering lipid (mg) isolat mikroalga pada berbagai komposisi air media dan konsentrasi P (ppm)
Komposisi air media Konsentrasi P
40 80 120
Aquades:SAP (1:0) 28 21 20 Aquades:SAP (0:1) 22 21 18 Aquades:SAP (1:1) 14 23 18 Aquades:SAP (2:1) 25 18 20 Aquades:SAP (1:2) 16 14 24
Tabel 10 Kandungan lipid (%) isolat mikroalga pada berbagai komposisi air media dengan konsentrasi P (ppm)
Komposisi air media Konsentrasi P
40 80 120
Aquades:SAP (1:0) 21 12 12 Aquades:SAP (0:1) 14 18 11 Aquades:SAP (1:1) 10 15 14 Aquades:SAP (2:1) 19 11 13 Aquades:SAP (1:2) 10 10 14
Tabel 11 Produktivitas lipid (mgl-1 hari-1) isolat mikroalga pada berbagai komposisi air media dengan konsentrasi P (ppm)
Komposisi air media Konsentrasi P
40 80 120
Aquades:SAP (1:0) 17 13 13 Aquades:SAP (0:1) 14 13 11 Aquades:SAP (1:1) 9 14 11 Aquades:SAP (2:1) 16 11 13 Aquades:SAP (1:2) 10 8 15
5. Kandungan Pati Mikroalga
Pada hari ke-16 perlakuan konsentrasi P yang berbeda dalam media
tumbuh mempengaruhi kandungan pati isolat mikroalga, sedangkan perlakuan
komposisi air media dan interaksi antara komposisi air media dan konsentrasi P
34
tidak mempengaruhi kandungan pati isolat mikroalga. Kandungan pati isolat
mikroalga pada media dengan konsentrasi P 120 ppm lebih tinggi daripada
kandungan pati mikroalga pada media dengan konsentrasi P 80 dan 40 ppm
(Tabel 12).
Tabel 12 Kandungan pati (mg ml-1) pada isolat mikroalga pada tiga
konsentrasi P (ppm) yang berbeda
Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang
sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 berdasarkan uji DMRT.
6. Kandungan Protein Mikroalga
Komposisi air media yang berbeda mempengaruhi kandungan protein
isolat mikroalga, sedangkan konsentrasi P dan interaksi antara komposisi air
media dan konsentrasi P tidak mempengaruhi kandungan protein mikroalga. Rata-
rata kandungan protein tertinggi (0,73 mg ml-1) dihasilkan isolat mikroalga yang
ditumbuhkan pada media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan
2:1 (v/v),meskipun nilai ini tidak berbeda nyata dari perlakuan media dengan
komposisi SAP yang lain. Semua isolat mikroalga yang diberi perlakuan
komposisi air media yang mengandung SAP cenderung memiliki kandungan
protein lebih tinggi dibandingkan dengan media yang hanya berupa aquades
(Tabel 13).
Tabel 13 Kandungan protein (mg ml-1)isolat mikroalga pada komposisi
air media berbeda
Komposisi air media Rata-rata protein Aquades:SAP (1:0) 0,51a Aquades:SAP (0:1) 0,72b Aquades:SAP (1:1) 0,71b Aquades:SAP (2:1) 0,73b Aquades:SAP (1:2) 0,72b
Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 berdasarkan uji DMRT.
Konsentrasi P Rata-rata kandungan pati
40 0,03a
80 0,03a
120 0,06b
35
Pembahasan
Isolat mikroalga koleksi Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen
Biologi FMIPA IPB berpendar dengan warna merah kekuningan dibawah
mikroskop flourescence. Menurut Matsumoto et al. (2010) dan Elumalai et al.
(2011) warna merah menunjukkan adanya lipid polar atau klorofil dan warna
kuning menunjukkan adanya lipid netral yang mengandung hidrokarbon dan
triasilgliserol pada isolat mikroalga. Lipid netral yang dikandung biomassa
mikroalga merupakan bahan dasar biodiesel (Matsumoto et al.2010). Hal ini
menunjukkan bahwa isolat mikroalga ini memiliki kandungan lipid yang dapat
dijadikan bahan baku biodiesel.
Kultur mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini masih mengandung
beberapa jenis mikroalga yang hidup dalam kultur peremajaan, yang berarti kultur
yang digunakan belum monokultur. Penentuan nama jenis mikroalga berdasarkan
hasil pengamatan mikroskop cahaya memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam
melakukan identifikasi secara tepatkarena mikroalga memiliki plastisitas yang
tinggi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan hidupnya. Pada kondisi
lingkungan yang tidak menguntungkan akan memiliki bentuk yang berbeda
dengan pada kondisi lingkungan yang normal. Identifikasi morfologi memiliki
kelemahan yaitu hasil pengamatan dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
(Umayah & Purwantara 2006).
Adapun mikroalga yang dominan memiliki ciri-ciri yaitu berwarna hijau
kebiruan, koloni berbentuk seperti bola (spherical), mempunyai dinding sel yang
dilindungi oleh lapisan polisakarida dalam bentuk musilagenus yang
menghubungkan bagian dasar dari koloni. Sel yang dilindungi oleh musilagenous
yang melingkupi sekitar sel dan biasanya menyalin bentuk sel. Setiap sel biasanya
membelah diri berbentuk seperti setengah bola dengan jumlah sel ganda 2, 4, 8
dan seterusnya dan tetap dalam bentuk koloni, sehingga berbentuk
kubus.Identifikasi morfologi isolat mikroalga yang dominan berdasarkan buku
The Freshwater Algae (Prescot 1978) dan buku Introduction to the AlgaeStructure
and Reproduction. second edition (Bold & Wyne 1985) menunjukkan kesamaan
ciri-ciri yang dimiliki Chroococcus sp. golongan Cyanophyta (prokariot) yang
didalam selnya terdapat klorofil a, karoten dan xantofil (pada umumnya tidak
36
dalam bentuk fikoeritrin, fikosianin) dan terdapat vakuola semu yang disebut
gelembung udara (Prescott 1978). Selain itu terdapat jenis mikroalga yang tidak
dominan dan diduga memiliki kemiripan dengan golongan Chlorophyta.
Bold dan Wyne (1985) menuliskan dalam bukunya bahwa pada umumnya
Cyanophyta mendominasi habitat yang mempunyai rentangan pH netral. Media
tumbuh dalam penelitian ini setelah diberikan media BG 11 memiliki pH sekitar
7-8. Aquades yang digunakan mempunyai pH sekitar 6, sedangkan pH air sumber
air panas Cipanas sekitar 7,6. Isolat ini dalam penelitian Gunawan (2010)
ditemukan pada sumber air panas Cipanas, Ciater, Gunung Pancar dan Ciwalini
yang habitat asalnya memiliki pH dan suhu yang berbeda. Namun dalam kondisi
laboratorium ternyata Chroococcus sp. mendominasi semua air yang berasal dari
keempat sumber air panas tersebut.
Dalam identifikasi molekuler, isolasi DNA dan pemilihan primer yang
benarserta prosedur amplifikasi fragmen target yang benar dan akurat perlu
diperhatikan untuk meminimalkan kemungkinan kesalahan dalam mendapatkan
sekuen DNA yang diharapkan. Isolasi DNA dilakukan untuk mendapatkan DNA
yang murni, sehingga dapat diamplifikasi dengan baik. Akan tetapi untuk
mendapatkan DNA yang murni perlu dilakukan tehnik isolasi yang tepat.
Beberapa masalah timbul pada saat isolasi DNA.Pertama, isolat mikroalga
terkontaminasi dengan organisme lain yang dapat mengganggu dalam
mendapatkan DNA yang diharapkan. Hal ini dapat diatasi dengan menyediakan
isolat mikroalga yang berasal dari kultur yang steril dan monokultur. Kultur yang
steril dan monokultur diharapkan bebas dari organisme yang lain seperti jenis
mikroalga lain, rotifera, protozoa dan fungi yang eukariotik.
Masalah kedua adalah adanya senyawa polifenol dan polisakarida yang
tinggi dari isolat mikroalga. Adanya polifenol dan polisakarida yang tinggi
mempengaruhi kemurnian DNA dan juga mempengaruhi enzim-enzim yang
digunakan dalam teknik molekuler seperti polymerase dan ligase (Barnwell et al.
1998). Isolat mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai lapisan
musilagenus yang mengandung polisakarida yang tinggi. Isolasi DNA pada
tanaman yang banyak mengandung polisakarida dan senyawa polifenol umumnya
menggunakan CTAB (Ardiana 2009). Perlakuan konsentrasi CTAB berfungsi
37
untuk proses lisis dinding sel. Oleh karena itu dalam pelaksanaaan isolasi DNA
dari sampel pada organisme yang memiliki musilagenus seharusnya menggunakan
konsentrasi CTAB bertingkat seperti yang dilakukan oleh Barnwell et al. (1998).
Penggunaan CTAB bertingkat dilakukan untuk melisis dinding sel mikroalga
secara bertahap, sehingga didapatkan DNA murni yang bebas dari polisakarida
dan senyawa polifenol.
Hasil analisis BLAST dari sekuen DNA mikroalga menunjukkan 50% dari
sekuen DNA mikroalga pada penelitian ini mempunyai kemiripan 84% dengan
aksesi AY919722.1 Uncultured freshwater eukaryote clone LG11-03 18S
ribosomal RNA gene. Aksesi AY919722.1 merupakan golongan eukariotik yang
ditemukan dalam danau air tawar dan belum teridentifikasi nama jenisnya. Oleh
karena isolat mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini merupakan isolat
lokal Indonesia, sementara data dalam database umumnya berupa mikroalga yang
berasal dari luar negeri, maka belum dimungkinkan untuk memberi nama spesies
pada mikroalga yang ditemukan pada sumber air panas Cipanas dan untuk itu
perlu dikaji lebih lanjut.
Tahap peremajaan isolat mikroalga dilakukan untuk mendapatkan
mikroalga dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan siap diberi perlakuan,
karena isolat ini awalnya dalam kondisi dorman selama dalam laboratorium.
Peremajaan dilakukan pada volume 50, 100, 200sampai 400 ml masing-masing
selama 3 minggu sampai isolat mencapai OD >1 untuk mendapatkan isolat yang
aktif tumbuh. Pengambilan bahan penelitian dilakukan pada saat isolat mengalami
fase eksponensial yaitu dalam keadaan aktif tumbuh, sehingga fase lag atau
adaptasi cepat terjadi (Isnansetyo & Kurniastuty 1995). Hasil yang diperoleh pada
komposisi air media yang berbeda mempunyai laju pertumbuhan yang berbeda.
Hal ini berarti dengan komposisi air media yang berbeda dalam media tumbuh
dapat mempengaruhi pertumbuhan sel mikroalga (P<0,05).
Pola pertumbuhan mikroalga pada umumnya meliputi 3 fase pertumbuhan
yaitu fase lag, fase log atau eksponensial, dan fase stasioner (Pelczar & Chan
1986). Pola pertumbuhan pada fase lag atau adaptasi berlangsung sangat cepat.
Isolat ini yang berada dalam fase eksponensial menunjukkan isolat mikroalga
38
mampu tumbuh dengan cepat pada media baru yang berbeda dengan media
peremajaan.
Pada kondisi media tumbuh yang terbatas mikroalga seperti halnya
tumbuhan hijau masih mampu melakukan fotosintesis dan respirasi seluler untuk
menghasilkan energi yang dibutuhkan dalam berbagai proses antara lain proses
metabolisme untuk mempertahankan hidupnya. Akan tetapi hasil proses
metabolisme yang terjadi pada kondisi kurang menguntungkan berbeda dengan
pada kondisi lingkungan optimum karena media baru memiliki kandungan nutrien
yang berbeda dengan media sebelumnya sehingga mempengaruhi metabolisme
mikroalga (Pelczar & Chan 1986).
Komposisi air media yang mengandung air yang berasal dari SAP
mempunyai kecenderungan meningkatkan pertumbuhan yang lebih tinggi
dibandingkan air media berupa aquades. Kondisi diatas menunjukkan bahwa air
media yang mengandung SAP memiliki kandungan nutrisi baik hara makro
maupun hara mikro yang lebih baik dibandingkan dengan media tumbuh yang
hanya mengandung aquades. Media tumbuh yang banyak mengandung nutrien
dan memiliki pH yang sesuai kebutuhan dalam proses fisiologi isolat mikroalga
akan memberikan peluang bagi sel-sel isolat untuk tumbuh dan berkembang
dengan cepat (Suantika & Hendrawandi 2009).
Air media berupa aquades dapat digunakan untuk air media isolat
mikroalga, tetapi menghasilkan rata-rata pertumbuhan paling rendah dan fase
kriptik pada hari ke-10 lebih lama dibandingkan dengan perlakuan komposisi air
media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 1:2 (v/v). Hal ini
karena konsentrasi hara makro dan hara mikro yang terdapat dalam air media
berupa aquades tidak cukup untuk pertumbuhan isolat mikroalga. Akibatnya
banyak sel yang mati dan mengalami lisis.Sel yang lisis dapat menjadi nutrisi baru
bagi isolat. Pola pertumbuhan isolat mikroalga pada media tumbuh yang berupa
aquades menghasilkan fase stasioner lebih cepat, sehingga lebih cepat menuju fase
kematian bila dibandingkan dengan komposisi air media yang mengandung SAP.
Pada awal fase ini terjadi pengurangan pertumbuhan, dimana penambahan jumlah
individu mulai berkurang atau menurun yang disebabkan oleh berkurangnya
39
sumber nutrisi di dalam media, sehingga tidak seimbang dengan jumlah mikroalga
yang membutuhkan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang.
Perlakuan berbagai komposisi air media tidak mempengaruhi kandungan
lipid dan produktivitas lipid. Lipid merupakan cadangan yang penting bagi
organisme yang berada dalam lingkungan yang kurang mengguntungkan untuk
pertahanan diri (Taiz & Zeiger 2002). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam
kultivasi mikroalga untuk mendapatkan kandungan lipid dan produktivitas lipid
yang relatif tinggi dapat digunakan komposisi air media berupa aquades saja.
Penggunaan aquades dapat mengurangi biaya produksi dan tidak mengganggu
kelestarian lingkungan sekitar sumber air panas yang merupakan daerah potensi
wisata yang dilindungi.
Air media merupakan habitat mikroalga untuk melangsungkan
kehidupanya. Hal ini berarti perubahan kondisi air media sangat mempengaruhi
kelansungan hidup mikroalga. Sebagian besar sel mengandung air dengan kisaran
60-85% dari biomassa sel. Air mempunyai peran penting sebagai senyawa utama
penyusun protoplasma, pelarut hara mineral yang dibutuhkan bagi kehidupan
mikroalga, sebagai medium reaksi metabolisme, berperan dalam reaksi terang
fotosintesis dalam hal ini air sebagai sumber elektron, berperan penting dalam
mempertahankan turgiditas sel, pertumbuhan sel dan pergerakan sel (Hamim
2007)
Pemberian konsentrasi P yang semakin tinggi menunjukkan nilai OD yang
semakin meningkat. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Syahri (2009) yang
melaporkan bahwa dengan peningkatan konsentrasi P yang terdapat dalam media
tumbuh mikroalga dapat meningkatkan OD selnya. Unsur P yang terkandung
dalam media tumbuh sangat dibutuhkan oleh mikroalga dalam pengaturan proses
pertumbuhan dan metabolisme yaitu digunakan untuk menyusun membran sel
(fosfolipid), bahan dasar energi (ATP, ADP dan AMP) dan sintesis asam nukleat
(Theodorou et.al. 1991; Ferrao-Filho et al. 2003).
Menurut Ferrao-Filho et al.(2003) unsur P yang terlarut dalam air media
berperan penting dalam metabolisme antara lain respirasi seluler. Dalam proses
respirasi seluler dihasilkan energi bagi mikroalga untuk pertumbuhan, pembelahan
dan fungsi yang lain, sehingga unsur P sebagai penyusun energi ATP dan zat yang
40
terlarut dalam air media sangat dibutuhkan dalam proses ini oleh mikroalga. Hal
ini memungkinkan terjadi pemanfaatan sebanyak-banyaknya nutrisi maupun hasil
metabolisme yang tersimpan untuk pertumbuhan dan pembentukan sel anak
sebelum koloni mengalami kematian sel.
Unsur P dalam larutan nutrisi biasanya dalam bentuk fosfat yang akan
diserap oleh mikroalga dalam kondisi lingkungan yang banyak menerima cahaya
dan dalam pH antara 6-7 (Lewin 1962). Sidabutar (1999) melaporkan bahwa
penambahan garam-garam fosfat sebagai larutan buffer atau larutan penyangga
akan menyebabkan pH media tumbuh menjadi stabil. Penambahan konsentrasi P
menyebabkan peningkatan bobot kering biomassa. Seiring dengan peningkatan
pertumbuhan, maka akumulasi biomassa semakin meningkat. Biomassa yang
tersimpan merupakan cadangan energi yang dihasilkan melalui fotosintesis dan
digunakan isolat mikroalga dalam proses-proses metabolisme lainnya (Taiz &
Zeiger 2002). Kondisi ini berkaitan dengan ketersedian unsur hara yang cukup
dalam air media tumbuhnya dan jumlah energi yang diperoleh mikroalga selama
dalam melakukan proses metabolisme.
Media tumbuh dengan berbagai komposisi air media dan konsentrasi P
pada penelitian ini belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan
lipid mikroalga, sehingga kondisi media tumbuh yang digunakan dalam penelitian
ini dapat dikatakan masih belum optimum dalam menghasilkan kandungan lipid
tinggi. Hasil yang diperoleh berbeda dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan Gunawan (2010) dapat menghasilkan kandungan lipid tertinggi sampai
30% dan produktivitas lipid tertinggi sebesar 20 g l-1 hari-1. Hal ini berarti
perlakuan dengan menggunakan komposisi media yang berbeda dengan
konsentrasi P yang berbeda dalam pelitian ini belum menimbulkan stress
lingkungan bagi isolat mikroalga, sehingga kandungan lipid yang dihasilkan lebih
rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya (Gunawan 2010)
karena pada umumnya mikroalga mengakumulasikan lipid dalam jumlah tinggi di
dalam selnya bila berada dalam lingkungan yang kurang menguntungkan.
Ketersediaan unsur hara dalam suatu lingkungan mempengaruhi proses biokimia
yang terjadi didalam sel mikroalga yang selanjutnya mempengaruhi laju
pertumbuhan dan produksi lipidnya. Oleh karena itu, disarankan menggunakan
41
konsentrasi P yang lebih rendah untuk memberikan stress lingkungan pada media
mikroalga.
Konsentrasi P yang semakin tinggi mempengaruhi peningkatan kandungan
pati. Rata-rata kandungan pati tertinggi diperoleh isolat yang tumbuh pada media
yang mengandung P dengan konsentrasi 120 ppm. Menurut Hoek et al. (1997)
Cyanophyta mampu menangkap dengan cepat dan menyimpan N dan P dalam
bentuk pati (disebut cyanophycin) yang menyerupai glikogen dan amilopektin
pada tumbuhan tinggi dan granula poliphosphat.
Kandungan protein mikroalga tidak dipengaruhi oleh konsentrasi P, tetapi
dipengaruhi oleh perlakuan komposisi air media karena media tumbuh yang
mengandung SAP mempunyai unsur hara makro maupun mikro yang lebih
tinggi(Lampiran 12) dibandingkan dengan perlakuan air media yang hanya
mengandung aquades. Ketersediaan hara makro dan mikro yang ada
mempengaruhi proses metabolisme yang terjadi dalam sel mikroalga untuk
mempertahankan hidupnya.
Chrismadha et al. (2006) melaporkan dalam penelitiannya bahwa
kandungan N dan P dalam media tumbuh yang rendah dapat menyebabkan
kandungan protein lebih banyak mengalami penurunan sekitar 24-30% dari
biomassanya dibandingkan dengan penurunan kandungan karbohidrat yang hanya
berkisar 8-19% dari biomassanya, sehingga kandungan protein mikroalga
cenderung mengalami penurunan pada media yang mengandung konsentrasi N
dan P rendah. Hal ini disebabkan oleh adanya cekaman nutrisi di lingkungan isolat
menyebabkan unsur P yang terlarut banyak digunakan untuk pembentukan
fosfolipid dari membran sel yang fungsinya melindungi mikroalga.
Pada umumnya organisme banyak mengakumulasikan asam amino
(protein) sebagai salah satu cara agar dapat bertahan hidup dalam lingkungan yang
mengalami cekaman. Protein mempunyai peranan penting sebagai osmoprotektan
bila mengalami cekaman pada lingkungannya, katalis enzim, sistem transport dan
penyimpanan, mengontrol diferensiasi sel (El-Sarraf & El-Shaarawy 1994).
Pada kondisi lingkungan yang memiliki kandungan nutrisi rendah,
intensitas cahaya rendah atau tinggi, suhu rendah atau tinggi, sel mikroalga masih
mampu memfiksasi CO2 dan mengakumulasikan hasil fotosintesis dalam bentuk
42
pati (karbohidrat) atau lipid sebagai cadangan makanannya. (Schenk et al. 2008).
Dengan adanya peningkatan pertumbuhannya, nutrisi dalam media akan
mengalami penurunan, sehingga cadangan makanan yang ada akan dirombak
menjadi energi melalui proses respirasi seluler. Energi tersebut antara lain
digunakan untuk biosintesis senyawa protein dan lipid untuk pertahanan diri (Taiz
& Zeiger 2002). Kecenderungan mikroalga dalam pembentukan lipid untuk
pertahanan diri terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan sebagai
akibat adanya peningkatan kerja enzim Asetil ko-A karboksilase (Schenk et al.
2008; Sheehan et al. 1998). Asetil ko-A karboksilase adalah enzim yang
mengontrol biosintesis lipid pada beberapa organisme (Brown et al. 1994).
43
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kultur mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini masih mengalami
kontaminasi dengan organisme lain. Hasil identifikasi secara morfologi
mengindikasikan bahwa isolat mikroalga yang dominan diduga termasuk dalam
Chroococcus sp. dari golongan Cyanophytadan beberapa jenis mikroalga lain
yang hidup dalam kultur yang tergolong dalam Chlorophyta,sedangkan
identifikasi molekuler berdasarkan gen 18S rDNA menunjukkan bahwa kultur
mengandung isolat mikroalga eukariot.
Komposisi air media mempengaruhi pertumbuhan dan kandungan protein
mikroalga. Konsentrasi P mempengaruhi pertumbuhan dan kandungan pati isolat
mikroalga. Interaksi antara komposisi air media dan konsentrasi P mempengaruhi
biomassa isolat mikroalga.Pertumbuhan mikroalga yang tertinggi berturut-turut
dicapai pada media aquades:SAP dengan perbandingan 1:2 (v/v) (dengan nilai OD
2,19) dan pada konsentrasi P 120 ppm (dengan nilai OD 2,21).
Biomassa isolat mikroalga mengandung lipid, pati dan protein, sehingga
isolat ini mempunyai potensi sebagai bahan baku biodiesel maupun produk yang
lain. Biomassa isolat tertinggi (175 mg) dicapai pada mikroalga yang
ditumbuhkan pada media aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) dan
konsentrasi P 120 ppm. Kandungan lipid dan produktivitas lipid tertinggi berturut-
turut sebanyak 21% dan 17 mg l-1 hari-1, cenderung dihasilkan pada media yang
mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) dengan konsentrasi P
40 ppm.
Kandungan pati tertinggi (0,06 mg) diperoleh pada konsentrasi P 120 ppm,
sedangkan kandungan protein tertinggi (0,73 mg ml-1) dicapai pada media
aquades:SAP dengan perbandingan 2:1 (v/v). Aquades dapat digunakan dalam
kultur mikroalga untuk budidaya mikroalga sebagai bahan baku biodiesel
menggantikan peran SAP sebagai media tumbuh dengan diperkaya unsur hara
essensial tertentu.
44
Saran
Mikroalga yang digunakan sebagai bahan penelitian selanjutnya perlu diuji
kemurniannya dan bebas dari organism lain yang mengganggu dengan
menggunakan metode yang tepat. Identifikasi morfologi dan identifikasi
molekuler berdasarkan sekuen gen 16S rDNA perlu dikaji lebih lanjut dengan
metode yang tepat agar mendapatkan deskripsi jenis yang tepat. Optimasi
perlakuan antara konsentrasi N dengan P dan juga perlu optimasi media tumbuh
menggunakan aquades atau air bersih biasa yang dilengkapi dengan hara essensial
yang diperlukan oleh mikroalga untuk mendapatkan mikroalga yang mengandung
lipid tinggi.
45
DAFTAR PUSTAKA
Abdulazis SNB. 2010. A cultivation of Chlorella vulgaris under heterotrophic condition for growth and lipid production in various waste. [tesis].Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia.
Agustini NWS, Kabinawa INK. 2010. Pengaruh Konsentrasi Nitrat sebagai
Sumber Nitrogen dalam Media Kultur terhadap Pembentukan Asam Arakidonat dari Mikroalga Porphyridium cruentum. Bogor: Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI.
Apriyantono A, Ferdiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati,Budiyanto S. 1989.
Analisis Pangan. Bogor: Penerbit IPB Press. Ardiana DW. 2009. Teknik isolasi DNA genom tanaman pepaya dan jeruk dengan
menggunakan modifikasi buffer CTAB. Buletin Teknik Pertanian 1: 12-16.
Barnwell P, Blanchard AN, Bryant JA, Smirnoff N, Weir AF. 1998. Isolation of
DNA from the highly mucilaginous succulent plant Sedum telephium. Plant Mol. Biol. Rep 16: 133-138.
Becker EW, Baddiley SJ, Carey NH, Higgins IJ, Potter WG. 1994. Microalgae
Biotechnology and Microbiology. New York: Cambridge University Press. Berard A, Dorigo U, Humbert JF, Martin-Laurent F. 2005. Microalgae
community structure analysis based on 18S rDNA amplification extracted directly from soil as a potential soil bioindicator. Agronomie 25: 1-7.
Bligh EG, Dyer WJ. 1959. A rapid method for total lipid extraction and
purification. J Biochem Physiol 37: 911-917. Bold HC, Alexopoulus CJ,Delevoryas T. 1980. Morphology of Plants and
Fungi.Fourth edition. New York : Harper & Row, Publ. Bold HC, Wynne MJ. 1985. Introduction to the Algae Structure and
Reproduction. Second edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Borowitzka MA, Borowitzka LJ. 1988. Microalgal Biotechnology. New York:
Cambridge University Press. Brown LM, Sprague S, Jarviss EE, Roessler PG, Zeiler KG. 1994. Biodiesel from
aquatic species. Project report: FY 1993.Colorado: NREL TP-422-5726. UC category: 244. DE94000275.http://www.nrel.gov/docs/legosti/old/ 5726.pdf [1 November 2011].
Chisti Y. 2007. Biodiesel from microalgae. J Biotech. Advances 25: 294–306.
46
Chrismadha T, Panggabean LM, Mardiyati Y. 2006. Pengaruh konsentrasi nitrogen dan fosfor terhadap pertumbuhan, kandungan protein, karbohidrat dan fikosianin pada kultur Spirulina fusiformis. Berita Bio. 8: 163-169.
Cooksey KE, Gukert JB, Williams SA, Collis PR. 1987. Fluorometric determinant
of the neutral lipid content of microalgal cells using nile red. J. Microbiol Methods 6: 333-345.
El-Sarraf WM, El-Shaarawy G. 1994. Chemichal composition of some marine
algae from the mediterranean sea of Alexandria Egypt. Bull. H.I.P.H 24: 523-534.
Elumalai S, Baskaran S, Prakasam V, KumarNS. 2011. Ultra structural analysis
and lipid staining of biodiesel producing microalgae Chlorella vulgaris collected from various ponds in Tamil Nadu, India. J. Ecobiotech. 3: 05-07.
Ferrao-Filho AS, Fileto C, Lopez NP, Arcifa NS. 2003. Effects of essensial fatty
acids and N and P-limited algae on the growth rate of tropical Cladocerans. FreshwaterBiol. 48: 759-767.
Griffiths MJ, Harrison STL. 2009. Lipid productivity as a key characteristic for
choosing algal species for biodesel production. J. Appl. Phycol. 21: 493-507.
Goni I, Garcia-Alonzo A, Saura-Calixto F. 1997. A starch hydrolisys procedure to
estimate glycemic index. Nutri. Research 3: 423-433. Gunawan. 2010. Keragaman dan karakterisasi mikroalga dari sumber air panas di
Jawa Barat yang berpotensi sebagai sumber biodiesel [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hamim. 2007. Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Handoko, Sugiarto Y, Syaukat Y. 2008. Keterkaitan Perubahan Iklim dan
Produksi Pangan Strategis: Telaah Kebijakan Independen dalam Bidang Perdagangan dan Pembangunan. Bogor : SEAMEO BIOTROP.
Harada A, Ohtsuka S, Horiguchi T. 2007. Species of the Parasitic Genus
Duboscquella are Members of the Enigmatic Marine Alveolate GroupI. Protist 158: 337-347
Hidayat S. 2008. Exploration of Indonesia’s Biodiesel Producting Microalgae as
Sustainable Energy Source. Bogor: Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB).
Hoek C van Den, Mann DG, Johns HM. 1997. Algae: An Introduction to
Phycology. United Kingdom: Cambridge University Press.
47
Isnansetyo A, Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplnkton dan ZooplanktonYogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kortikov I,Romanenko PO, Demchenko EM, Darienko TM, Mikhayljuk TI,
Rybchnnskiy OV, Solonenko AM. 2001. Soil Algae of Ukraine. Kyviv: Phythosotsiologichniy Center.
Kumar NJI, Kumar RN, Amb MK, Bora A, Chakraborty S. 2010. Variation of
biochemical composition of eighteen marine macroalgae collected from Okha Coast, Gulf Of Kutch, India. EJEAF Chemistry 9: 404-410.
Lewin RA. 1962. Physiology and Biochemistry of Algae. New York: Academic
Press. Lee SJ, Yoon BD, Oh HM. 1998. Rapid method for determination of lipid from
the green Botryococcus braunii. Biotechnol. Techniques 12:553-556. Li Y, Horsman M, Wu N, Land CQ, Dubois-Calero N. 2008. Biofuels from
microalgae articles : biocatalysts and bioreactor design . Biotechnol. Prog. 24: 815-820.
Mahyudin AR, Koesnandar. 2006. Biohydrogen production: prospects and
limitations to practical application. Akta KimiaIndonesia1: 73-78. Matsumoto M, Sugiyama H, Maeda Y, Sato R, Tanaka T, Matsunaga T. 2010.
Marine Diatom, Navicula sp. Strain JPCC DA0580 and marine green alga, Chlorella sp. Strain NKG400014 as potential sources for biodiesel production. Appl Biochem Biotechnol 161: 483–490.
Nybakken JW. 1982. Marine Biology. An Ecologycal Approach. New York:
Harper and Row Publisher. Pelczar MJJr, Chan ECS. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Volume ke-I.
Hadioetomo RS, Ima T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah; Jakarta: Universitas Indonesia Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.
PratoomyotJ, Srivilas P, Noiraksar T. 2005.Fatty acids composition of 10
microalgal species. Songklanakarin J. Sci. Technol 27: 1179-1187. Prescott GW. 1978. How to Know the Freshwater Algae. Thirdedition. USA: Wm.
C. Brown Company Publishers. Prihantini NB, Wardhana W, Hendrayanti D, Widyawan A, Ariyani Y, Rianto R.
2008. Biodiversitas Cyanobacteria dari beberapa situ/danau di kawasan Jakarta-Depok-Bogor, Indonesia. Makara Sains12: 44-54.
Reine WFP van, Trono Jr. GC, editor. 2002. (1) Cryptograms: Algae. Bogor:
Prosea Foundation.
48
Rippka R, Deruelles J, Waterburry JB, Herdman M, Stainer RY. 1979. Genetic assigments strain histories and properties of pure cultures of Cyanobacteria. J. Gen Microbiol 111: 1-61.
Rodjaroen S, Juntawong N, Mahakhant A, Miyamoto K. 2007. High biomass
production and starch accumulation in native green algal strains and cyanobacterial strains of Thailand. Kasetsart J (Nat Sci) 41: 570-575.
Sambrook J, Frtsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory
Manualsecond edition. New York: Cold Spring Harbor Lab. Press. Schenk PM, Thomas-Hall SR, Stephens E, Marx UC, Mussgnug JH, Posten C,
Kruse O, Hankamer B. 2008. Second generation biofuel : high-efficiency microalgae for biodiesel production. Bioenerg. Res. 1: 20-43.
Sheehan J, Dunahay T, Benneman J, Roessler P. 1998. A look back at the
department of energy’s aquatic species program-biodiesel from algae. Colorado: National Renewable Energy Laboratory.
Sidabutar EA. 1999. Pengaruh jenis medium pertumbuhan mikroalga chlorella sp.
terhadap senyawa pemacu pertumbuhan yang dihasilkan. [skripsi].S Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Stevenson RJ, Bothwell ML, Lowe RL. 1996. Algal Ecology: Freshwater Benthic
Ecosystem. NewYork: Elsevier Academic Press. Suantika G, Hendrawandi D. 2009. Efektivitas tehnik kultur menggunakan system
kultur statis, semi kontinyu dan kontinyu terhadap produktivitas dan kualitas kultur Spirulina sp.. J Matematika dan Sains 2: 41-50.
Sutomo. 2005. Kultur tiga jenis mikroalga (Tetraselmis sp., Chlorella sp.dan Chaetoceros gracilis) dan pengaruh kepadatan awal terhadap pertumbuhan C. Gracilis di laboratorium. Oseano.& Limnology37: 43-58.
Sutomo, Komala R, Wahyuni ET, Panggabean MGL. 2007. Pengaruh jenis pakan mikroalga yang berbeda terhadap pertumbuhan populasi rotifer Brachionus rotundiformis. Oseano.& Limnology 33: 159-176.
Syahri FY. 2009. Isolasi, seleksi dan optimasi pertumbuhan ganggang mikro yang
potensial sebagai penghasil bahan bakar nabati [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Taiz L, Zeiger E. 2002.Plant Physiology. Third edition. Massachusetts: Sinauer
Associates.
49
Tambaru R. 2008. Dinamika komunitas fitoplankton dalam kaitannya dengan produktivitas perairan di perairan pesisir Maros Sulawesi Selatan [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
Theodorou ME, Elrifi IR, Turpin DH, Plaxton WC. 1991. Effects of phosphorus
limitation on respiratory metabolism in the green alga Selenastrum minutum. Plant Physiol. 95: 1089-1095.
Umayah A, Purwantara A. 2006. Identifikasi isolat Phytophthora asal kakao.
Menara Perkebunan 74: 76-85. Wehr JD, Sheath RG. 2003. Freshwater of North America. Ecology and
Classification. USA: Elsevier Science. Weldy CS, Huesemann M. 2007. Lipid production by Dunaliella salina in batch
culture: effects of nitrogen limitation and light intensity. J of Undergraduate Res. U.S. D E101:86-92.
Widianingsih, Ridho A, Hartati R, Harmoko. 2008. Kandungan nutrisi Spirulina
platensis yang dikultur pada media yang berbeda. IlmuKelautan 3: 167-170.
Widjaja A. 2009. Lipid production from microalgae as a promising candidate for
biodiesel production. Makara Teknol. 13: 47-51. Wilson CL, Loomis WE. 1962. Botany. Third edition. New York: Holt, Rinehart
and Winston, Inc. Yani AP. 2003. Identifikasi jenis-jenis mikroalga di sumber air panas sungai air
putih zona penyanggah Taman Nasional Kerinci Seblat di Kecamatan Lebong Utara Propinsi Bengkulu. J. PenelitianUNIB 9:42-44.
51
Lampiran 1 Komposisi media BG 11 untuk media mikroalga
Jenis bahan kimia Konsentrasi (mg l-1) Volume
NaNO3 1500,0 -
K2HPO4 40,0 -
MgSO4.7H2O 75,0 -
CaCl2.2H2O 36,0 -
Citric Acid 6,0 -
Fe- Amonium Citrate 6,0 -
Na2EDTA 4,0 -
Na2CO3 20,0 -
Trace Element: - 1 ml
H3BO3 2860,0
MnCl2.4H2O 1810,0
ZnSO4.7H2O 222,0
Na2MoO4.2H2O 390,0
CuSO4.5H2O 79,0
Co (NO3)2.6H2O 49,4
52
Lampiran 2 Warna isolat mikroalga yang mendapat perlakuan
A. Pada perlakuan komposisi air media yang berbeda
P3P2P1P3P2P1 P3 P2 P1
A3A2A1
P1 P2P2 P3 P3P1
A4 A5
53
B. Pada perlakuan konsentrasi P berbeda
P1
P2
P3
Keterangan:
A1 = Aquades:SAP (1:0) A2 = Aquades:SAP (0:1) A3 = Aquades:SAP (1:1) A4 = Aquades:SAP (1:2) A5 = Aquades:SAP (2:1)
A5A4A3A2A1
A1 A2 A3 A4 A5
A3A2A1 A4 A5
P1 = Konsentrasi P 40 ppm P2 = Konsentrasi P 80 ppm P3 = Konsentrasi P 120 ppm
54
Lampiran 3 Analisis sidik ragam rata-rata OD
Sumber db JK KT F Hitung P value
Ulangan 2 6,383 3,192 32,561 0,000* air media 4 0,922 0,231 2,353 0,078* Fosfat 2 0,573 0,286 2,921 0,070* Interaksi 8 0,448 0,056 0,571 0,792 Galat 30 2,745 0,098 Total 44 11,071
Keterangan :*Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05 Lampiran 4 Analisis sidik ragam rata-rata bobot kering biomassa Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 0,159 0,079 137,511 0,000* Air media 2 0,000 0,00008759 0,152 0,961 Fosfat 4 0,002 0,001 1,784 0,190 Interaksi 8 0,006 0,001 1,360 0,256 Galat 28 0,016 0,001 Total 44 0,184
Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05 Lampiran 5 Analisis sidik ragam rata-rata bobot kering lipid Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 0,002 0,001 1,770 0,189 Air media 2 0,0000908 0,0000227 0,036 0,997 Fosfat 4 0,006 0,0030 4,754 0,017* Interaksi 8 0,001 0,000 0,230 0,982 Galat 28 0,018 0,002 Total 44 0,027
Keterangan :*Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05
55
Lampiran 6 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan lipid Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 900.392 450,196 13,063 0,000* Air media 2 117,516 58,758 1,705 0,589 Fosfat 4 98,46 24,615 0,714 0,200 Interaksi 8 301,347 37,668 1,093 0,397 Galat 28 964,978 34,463 Total 44 2382,693
Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05 Lampiran 7 Analisis sidik ragam rata-rata produktivitas lipid Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 0,001 0,000 4,169 0,026* Air media 2 0,001 0,000 1,604 0,201 Phosphat 4 0,002 0,001 6,893 0,004* Interaksi 8 0,001 0,00007448 0,621 0,753 Galat 28 0,003 0,000 Total 44 0,007
Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05 Lampiran 8 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan gula
Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 0,02 0,010 12,018 0,000* Air media 2 0,003 0,001 0,882 0,487 Fosfat 4 0,006 0,003 3,606 0,040* Interaksi 8 0,003 0,000 0,514 0,836 Galat 28 0,023 0,001 Total 44 0,054
Keterangan :*Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05
56
Lampiran 9 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan pati
Sumber db JK KT F Hitung P value
Ulangan 2 0,016 0,008 12,072 0,000* Air media 2 0,002 0,001 3,650 0,482 Fosfat 4 0,005 0,002 0,891 0,039* Interaksi 8 0,003 0,000 0,514 0,836 Galat 28 0,018 0,001 Total 44 0,044
Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05 Lampiran 10 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan protein Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 3,693 1,820 61,261 0,000* Air media 2 0,310 0,078 0,635 0,057* Fosfat 4 0,038 0,019 2,610 0,537 Interaksi 8 0,216 0,027 0,911 0,522 Galat 28 0,832 0,030 Total 44 5,035
Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05
57
Lampiran 11 Rata-rata persentase penyusutan bobot biomassa hari ke-16 isolat mikroalga
Kode Bobot Persen
penyusutan basah kering
AIPI 1,708 0,143 8,348
AIP2 1,823 0,125 6,872
A1P3 1,827 0,165 9,030
A2P1 1,459 0,124 8,515
A2P2 1,610 0,129 8,013
A2P3 2,258 0,182 8,059
A3P1 2,150 0,156 7,242
A3P2 2,347 0,167 7,129
A3P3 1,842 0,180 9,758
A4P1 1,543 0,163 10,558
A4P2 2,055 0,166 8,064
A4P3 1,514 0,164 10,855
A5P1 2,116 0,154 7,287
A5P2 2,227 0,176 7,922
A5P3 1,924 0,179 9,298
Keterangan : A1 = Aquades:SAP (1:0) P1 = konsentrasi P 40 ppm A2 = Aquades:SAP (0:1) P2 = konsentrasi P 80 ppm A3 = Aquades:SAP (1:1) P3 = konsentrasi P 120 ppm A4 = Aquades:SAP (1:2) A5 = Aquades:SAP (2:1)
Lampiran 12 Kandungan unsur-unsur makro dan mikro (ppm) dalam air dari sumber air panas Cipanas Jawa Barat Lokasi C N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn
Cipanas 942 69,38 0,93 5,06 0,09 Tr 0,22 Tr Tr tr Keterangan : Tr = Tidak terukur