ikhtisar penanaman modal

561
 PENANAMAN MODAL Dilengkapi dengan dasar peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal IKHTISAR KETENTUAN

Upload: dwinanto-perakoso

Post on 14-Jul-2015

642 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

IKHTISAR KETENTUANPENANAMAN MODALDilengkapi dengan dasar peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal

Penerbit The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program (NLRP) Setiabudi Building 2, 2nd floor, Suite 207D Jl. H.R. Rasuna Said Kav 62, Jakarta 12920

IKHTISAR KETENTUAN PENANAMAN MODALPenyusun Prof.Dr. IBR Supancana, SH, MH. Dr. I B Wyasa Putra, SH., MHum. Frida Sugondo, SE.Ak. Maman Usman R, SH. Susy Sulistyani, BA Editor: Sebastian Pompe Gregory Churchill Mardjono Reksodiputro Binziad Kadafi Fritz Edward Siregar Design & Setting: Fruit Indonesia PT Buah Karya Gemilang [email protected]

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang. Diterbitkan pertama kali oleh Nasional Legal Reform Program , Jakarta, 2010

Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun (seperti cetak, fotokopi, mikrofilm, VCD, CD-ROM, dan rekaman suara) tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan

KATAPEN GANTARDengan hormat, National Legal Reform Program (NLRP) dibentuk dengan tujuan mendukung pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam upaya memperkokoh Indonesia sebagai negara hukum, terutama upaya meningkatkan kepastian hukum dan memajukan lembaga-lembaga hukum. Peningkatan kepastian hukum serta kinerja, keterbukaan, dan akuntabilitas lembaga-lembaga hukum diharapkan menyumbang langsung kepada upaya pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk mencapai pengentasan kemiskinan, perbaikan iklim usaha, dan pertumbuhan ekonomi. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, NLRP bekerja sama dengan berbagai pihak, baik kalangan lembaga negara/pemerintah, maupun universitas dan masyarakat sipil, telah menyelenggarakan dan membantu kegiatan pembaruan hukum di Indonesia. Salah satu keluaran dari kegiatan tersebut merupakan suatu seri dokumen regulatory manual atau ikhtisar ketentuan pada bidang hukum tertentu yang memiliki dampak pada investasi dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Untuk tahap pertama NLRP bersama dengan Hukumonline, Pusat Kajian Regulasi dan Indonesia Working Group for Forestry Finance berhasil menyusun Ikhtisar Ketentuan Penanaman Modal, Ikhtisar Ketentuan Pasar Modal, Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha dan Ikhtisar Ketentuan Pencegahan & Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ikhtisar ketentuan dirancang sebagai suatu dokumen yang dapat dijadikan acuan untuk memperoleh informasi pokok terkait dengan peraturan perundang-undangan baik yang berupa undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan presiden, maupun peraturan menteri, peraturan komisi atau lembaga, petunjuk teknis, peraturan pelaksanaan serta surat pada bidang yang bersangkutan. Agar ikhtisar ketentuan ini mudah dimanfaatkan oleh siapa saja, maka tidak disusun berdasarkan alfabetis, namun disusun secara sistematis berdasarkan proses. Ikhtisar ketentuan tentu saja tidak dimaksudkan untuk menjadi landasan bagi pemberlakuan suatu peraturan atau sebagai rujukan penafsiran, tetapi lebih merupakan cara penerbitan yang memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam memahami ketentuan hukum. Untuk mempermudah proses penelusuran, ikhtisar ketentuan ini juga dilengkapin dengan CD e-regulatory manual software berisi semua ketentuan yang diikhtisarkan serta perangkat lunak penemuan kembali yang dapat dipasang pada komputer atau notebook. NLRP mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan serta seluruh jajaran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan (BAPEPAMLK) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia yang secara proaktif mendukung terwujudnya Ikhtisar Ketentuan ini. Kami anggap bahwa penerbitan peraturan perundang-undangan dengan cara ikhtisar ketentuan merupakan terobosan besar dalam upaya penyediaan informasi hukum kepada publik dan kami berharap agar Ikhtisar Ketentuan serupa dapat disusun di lembaga Negara lainnya. Kami persembahkan karya ini kepada Ibu Pertiwi Indonesia.

Hormat kami,

Sebastiaan Pompe Program Manager

PENGANTAR

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengamanatkan bahwa penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan perekonomian nasional sebagai upaya untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi nasional yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdaya saing. Indonesia sebagai salah satu negara tujuan penanaman modal menghadapi tantangan berat dalam menarik penanaman modal, mengingat semakin ketatnya persaingan negara-negara tujuan penanaman modal, terutama akibat krisis ekonomi dan keuangan global yang berdampak pada turunnya aliran penanaman modal asing. Berdasarkan data dari United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), akibat krisis keuangan negara-negara maju maka total modal global turun dari US$ 1,7 Triliun pada tahun 2008 menjadi di bawah US$ 1,2 Triliun pada tahun 2009. Namun diperkirakan aliran modal global pada tahun 2010 ini akan secara perlahan meningkat kembali mencapai nilai US$ 1,4 triliun dan berlanjut hingga mencapai US$ 1,8 Triliun pada tahun 2011. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebagai lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi mengoordinasikan kebijakan penanaman modal, harus dapat meningkatkan daya saing Indonesia di antara negara-negara tujuan penanaman modal lainnya. Berbagai kebijakan umum di bidang penanaman modal telah ditempuh untuk menarik kegiatan penanaman modal, antara lain berupa pemberian insentif penanaman modal, penataan regulasi serta memberikan pelayanan prima di bidang penanaman modal, pengembangan berbagai kawasan ekonomi beserta berbagai fasilitasnya, mendorong partisipasi Usaha Mikro Kecil Menengah dan Koperasi (UMKMK), mendorong penanaman modal dalam pembangunan infrastruktur dengan pola kemitraan antara Pemerintah dan Badan Usaha (public-private partnership). Penataan peraturan perundang-undangan dilakukan secara sistematis melalui agenda reformasi peraturan perundang-undangan yang diarahkan kepada pembenahan peraturan perundangundangan guna mengatasi hambatan-hambatan dalam kegiatan penanaman modal. Harmonisasi dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan baik vertikal maupun horizontal, serta penyederhanaan peraturan perundang-undangan (deregulasi) dilakukan agar dapat mengurangi rantai birokrasi yang terlalu panjang. Upaya pemberian pelayanan prima di bidang penanaman modal diwujudkan dengan penerapan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Bidang Penanaman Modal yang didukung dengan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) serta penerapan reformasi birokrasi, akan meningkatkan kualitas pelayanan perizinan dan nonperizinan di bidang penanaman modal dan diharapkan dapat mengurangi biaya dalam memulai usaha. Untuk menciptakan kenyamanan dan keamanan dalam penanaman modal, dalam UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pemerintah memberikan jaminan dan perlindungan penanaman modal, dalam bentuk kebebasan berusaha, repatriasi modal dan

v

keuntungan dalam mata uang asing, perlakuan yang sama, tidak akan ada nasionalisasi atau ekspropriasi (kecuali atas kepentingan nasional dan berdasarkan Undang-Undang), termasuk perlindungan hak kekayaan intelektual. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka disusunlah buku Ikhtisar Ketentuan Umum di Bidang Penanaman Modal, yang disusun dari proses penelitian yang mendalam atas berbagai peraturan perundang-undangan yang tersebar dan lintas sektor. Inti dari Ikhtisar Ketentuan Umum di Bidang Penanaman Modal ini adalah informasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kegiatan penanaman modal yang disusun secara sistematis dan tematis atas segala aspek kegiatan penanaman modal pada setiap tahapan kegiatannya. Dalam Ikhtisar Ketentuan Umum ini terdapat informasi tentang : istilah dan pengertian terkait penanaman modal; asas dan tujuan; kebijakan umum penanaman modal; koordinasi dan pelaksanaan kebijakan penanamna modal; pembentukan badan usaha; tata cara dan persyaratan penanaman modal; fasilitas penanaman modal; pengembangan kawasan untuk menarik penanaman modal; penanaman modal pada sektor-sektor tertentu; perjanjian penanaman modal; jaminan dan perlindungan penananaman modal; serta penyelesaian sengketa penanaman modal. Ikhtisar Ketentuan Umum ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada semua pihak yang membutuhkan informasi mengenai ketentuan penanaman modal, baik para perumus kebijakan, pembuat peraturan perundang-undangan, pelaksana, penanam modal atau calon penanam modal, konsultan penanaman modal, peneliti, maupun pihak terkait lainnya. Ketentuan yang terdapat dalam Ihktisar Ketentuan Umum di Bidang Penanaman Modal ini mencakup peraturan perundang-undangan yang masih berlaku hingga saat ini. Secara khusus kami mengucapkan terima kasih kepada National Legal Reform Program (NLRP) yang telah membiayai dan kepada Center for Regulatory Research (Pusat Kajian Regulasi) sebagai pelaksana penyusunan Ikhtisar Ketentuan Penanaman Modal.

Jakarta, Agustus 2010

Gita Wirjawan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal

vi

PEDOMAN PENGGUNA (USERS GUIDE)Ikhtisar Ketentuan Penanaman Modal dirancang sebagai suatu dokumen yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk memperoleh informasi pokok terkait dengan peraturan perundang-undangan di bidang Penanaman Modal. Agar Ikhtisar Ketentuan Penanaman Modal ini mudah dimanfaatkan oleh siapa saja, tidak terbatas pada BKPM serta Instansi Pemerintah Lainnya, namun juga berbagai kalangan lain seperti dunia usaha, perseorangan, konsultan dan bahkan peneliti, maka susunan Ikhtisar Ketentuan dirancang tidak berdasarkan alfabetis, namun didasarkan atas tahapan-tahapan kegiatan penanaman modal, sejak pra penanaman modal, selama kegiatan penanaman modal sampai dengan pasca kegiatan penanaman modal. Lebih jauh, Ikhtisar Ketentuan Penanaman Modal juga dilengkapi dengan informasi lain seperti: berbagai istilah dan pengertian pokok; kebijakan umum di bidang penanaman modal; fasilitas penanaman modal; pengaturan penanaman modal pada sektor-sektor tertentu; perjanjian penanaman modal; dan bahkan mekanisme penyelesaian sengketa. Meskipun dipahamai bahwa spektrum kegiatan dan pengaturan penanaman modal sangat luas dan menjangkau multi sektor, namun tim penyusun melalui konsultasi dengan BKPM dan NLRP mengupayakan penyusunan Ikhtisar ini secara Concise (singkat namun padat dan komprehensif). Bagi pengguna yang ingin memahami berbagai istilah, singkatan, akronim dan pengertian terkait dengan penanaman modal,maka akan secara mudah memperolehnya pada: daftar singkatan dan akronim;pada Bab I tentang Istilah dan Pengertian; serta pada lampiran tentang Glosarium (Glossary). Selain itu, Azas dan Tujuan dalam pengaturan kegiatan penanaman modal dapat dibaca pada Bab II. Informasi tentang Kebijakan Umum Penanaman Modal dapat ditemukan pada Bab III. Di samping Kebijakan Dasar Penanaman Modal, Bab III juga memuat informasi tentang kebijakan lain, seperti: peningkatan iklim investasi dan iklim usaha; pengembangan bidang usaha; upaya mendorong partisipasi UMKM; jaminan dan perlindungan penanaman modal; kebijakan mendorong pembangunan infrastruktur dengan pola kemitraan; pemberian fasilitas penanaman modal, baik fiskal maupun non-fiskal; pengembangan kawasan ekonomi beserta berbagai fasilitasnya; serta bentuk-bentuk pembatasan pengendalian dan pengawasan penanaman modal. Aspek koordinasi, baik dalam hal kebijakan maupun pelaksanaan serta pelayanan penanaman modal, dapat ditemukan pada Bab IV. Aspek koordinasi yang dicakup tidak terbatas yang bersifat horisontal, namun juga yang bersifat vertikal, seperti antara Pemerintah dengan Pemerintah Propinsi, maupun Kabupaten/Kota. Mengingat kegiatan penanaman modal melekat erat dengan keterlibatan badan usaha, maka hal-hal yang terkait dengan bentuk usaha, prosedur pendirian badan usaha, perizinan yang diperlukan, pengakuan sampai dengan pengakhiran badan usaha, dapat ditemukan pada Bab V. Demikian pula tata cara dan persyaratan penanaman modal, sejak pendaftaran, izin prinsip, izin usaha, perluasan, perubahan dan pengakhiran, semuanya dirumuskan secara rinci pada Bab VI.

vii

Berbagai fasilitas penanaman modal, baik fiskal dan non-fiskal diuraikan secara rinci pada Bab VII. Selanjutnya pada Bab VIII disajikan informasi tentang pengaturan kegiatan penanaman modal pada berbagai kawasan beserta berbagai fasilitasnya, seperti pada: kawasan ekonomi khusus; kawasan pengembangan ekonomi terpadu; kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; kawasan industri; kawasan berikat serta kawasan Timur Indonesia. Guna memperoleh informasi tentang pengaturan kegiatan penanaman modal pada sektorsektor tertentu, dapat dibaca pada Bab IX, baik pada sektor infrastruktur yang menjadi prioritas dalam pembangunan, maupun pada sektor-sektor strategis lainnya seperti: pangan; kehutanan; kepariwisataan; minyak dan gas bumi; mineral dan batubara; serta perdagangan. Sangat dipahami bahwa kegiatan penanaman modal selalu terkait dengan perjanjian/ kontrak, yang meliputi perjanjian antar negara; negara dengan subjek hukum bukan negara; maupun subyek hukum bukan negara satu sama lain. Dari sisi pihaknya, perjanjian juga dapat bersifat bilateral, multilateral dan regional. Di samping itu menurut sifatnya perjanjian dapat bersifat publik, privat maupun komersial berdimensi publik. Hal-hal dan pengaturan mengenai perjanjian/kontrak di bidang penanaman modal disajikan secara ringkas tapi lengkap dalam Bab X. Bagi investor, adanya jaminan dan perlindungan penanaman modal akan memberikan rasa aman dan nyaman dalam kegiatan penanaman modal. Lebih jauh, kepastian tentang jaminan dan perlindungan penanaman modal akan membawa kontribusi terhadap kepastian berusaha, karena segala sesuatunya menjadi lebih predictable. Hal-hal tentang jaminan dan perlindungan penanaman modal, baik jenisnya maupun jangka waktunya dapat ditemukan pada Bab XI. Adanya suatu kejelasan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif, efisien, singkat dan dapat ditegakkan pelaksanaannya, merupakan kebutuhan bagi kegiatan penanaman modal. Hal mana disajikan pada Bab XII. Semua informasi yang diperlukan, seperti sumber, jenis, para pihak, dasar hukum, tata cara penyelesaian sengketa sampai dengan penegakannya digambarkan secara rinci pada Bab XII. Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam Ikhitisar Ketentuan Penanaman Modal ini, dapat ditemukan pada lampiran tentang daftar peraturan yang disajikan secara sistematis, hirarkhis dan kronologis. Sementara itu lampiran tentang index akan mempermudah pembaca untuk menelusuri pada halaman mana saja pada Ikhtisar Ketentuan ini kata-kata atau istilah tertentu dapat ditemukan. Akhirnya, kami ucapkan selamat menggunakan Ikhtisar ketentuan Penanaman Modal ini, semoga membawa manfaat bagi kita semua dan terutama bagi upaya meningkatkan transparansi dalam rangka meningkatkan iklim penanaman modal di Indonesia.

viii

DAFTAR SINGKATAN DAN AKRONIMACIA ADR AIA AMDAL APBN API API-P APIT API-U ASEAN ASKRINDO BAPEPAM-LK : : : : : : : : : : : : ASEAN Comprehensive Investment Agreement Alternative Dispute Resolution ASEAN Investment Agreement Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Angka Pengenal Importir Angka Pengenal Importir Produsen Angka Pengenal Importir Terbatas AngkaPengenal Importir Umum Association of SouthEast Asian Nations Asosiasi Kredit Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Barang Kena Cukai Barang Kena Pajak Badan Koordinasi Penanaman Modal Badan Layanan Umum Bea Masuk Badan Pengatur Jalan Tol Badan Pertanahan Nasional Buku Tarif BeaMasuk Indonesia BUMD BUMN CSR CV DB DIPER DPIL DSU EOI EPTE ESDM ETP Fa FLA GB HAM HGB HGU HKI HO ICC ICSID : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : Badan Usaha Milik Daerah Badan Usaha Milik Negara Corporate Social Responsibility Commanditaire Vennootschap Dispute Board Data Induk Perusahaan Daerah Pabean Indonesia Lainnya Dispute Settlement Understanding Exchange of Information Entreport Produksi Tujuan Ekspor Energi dan Sumber Daya Mineral Entreport Tujuan Pameran Firma Finance Lease Agreement Gudang Berikat Hak Asasi Manusia Hak Guna Bangunan Hak Guna Usaha Hak atas Kekayaan Intelektual Hinder Ordonantie International Chamber of Commerce International Center for Settlement of Investment Disputes

BKC BKP BKPM BLU BM BPJT BPN BTBMI

: : : : : : : :

ix

IMB IMTA INPRES IP IPR IT IUI IUKU

: : : : : : : :

Izin Mendirikan Bangunan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing Instruksi Presiden Importir Produsen Izin Pertambangan Rakyat Importir Terdaftar Izin Usaha Industri Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum Izin Usaha Pertambangan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu - Hutan Tanaman Industri Izin Usaha Pertambangan Khusus Japan-Indonesia Economic Partnership Agreement Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Kawasan Berikat Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Keputusan Presiden Kawasan Ekonomi Khusus Kawasan Industri Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Kontrak Karya Kesehatan, NSW PBB PDKB PDKPM : : : : NIPER NPWP : : KP KPKER : :

Keselamatan, Pertahanan dan Keamanan, Lingkungan Hidup, Moral/Budaya Kuasa Pertambangan Kantor Pelayanan Kemudahan Ekspor Regional Kantor Perwakilan Perusahaan Asing Kawasan Timur Indonesia Kartu Tanda Pengenal Laporan Hasil Pemeriksaan Proyek Laporan Kegiatan Penanaman Modal Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia Lembaga Pemerintah Non-Departemen Lembaga Pemeriksaan Surveyor-Ekspor Menteri Koordinator Multilateral Investment Guarantee Agency NIK : Nomor Induk Kepabeanan Nomor Induk Perusahaan Nomor Pokok Wajib Pajak National Single Window Pajak Bumi dan Bangunan Pengusaha di Kawasan Berikat Perangkat Daerah Kabupaten/Kota

KPPA KTI KTP LHP LKPM LPEI LPND LPS-E MENKO MIGA

: : : : : : : : : :

IUP IUPHHK-HTI

: :

IUPK JIEPA

: :

KAPET

:

KB KBLI

: :

KEPPRES KEK KI KITE KK K3LM

: : : : : :

x

bidang Penanaman Modal PDPPM : Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal Pemberitahuan Ekspor Barang Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu Peraturan Presiden Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang Pemberitahuan Impor Barang Pengusaha Kawasan Berikat Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara Penanaman Modal Asing Penanaman Modal Dalam Negeri Kelompok Kerja Peningkatan Ekspor dan Peningkatan Investasi Peraturan Pemerintah Power Purchase Agreement Pejabat Pembuat Akte tanah Pajak Penghasilan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Pajak Pertambahan Nilai Pajak Penjualan

Barang Mewah P3B : Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda Perseroan Terbatas Pelayanan Terpadu Satu Pintu RIB RIBP RKL RPL RPTKA RUPS SITU SIUP SKB SPIPISE : : : : : : : : : : Rencana Impor Barang Rencana Impor Barang Perubahan Rencana Pengelolaan Lingkungan Rencana Pemantauan Lingkungan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing Rapat Umum Pemegang Saham Surat Izin Tempat Usaha Surat Izin Usaha Perdagangan Surat Keterangan Bebas Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik Surat Perintah Membayar Surat Pernyataan Pelepasan Hak Surat Pemberitahuan Tahunan Surat Sanggup Bayar Terbuka Tanda Daftar Perusahaan Tenaga Kerja Asing Tenaga Kerja

PT PTSP

: :

PEB PEBT PERPRES PERPPU

: : : :

PIB PKB PKP2B

: : :

PMA PMDN POKJA PEPI

: : :

PP PPA PPAT PPh PPK-BLU

: : : : :

SPM SPPH SPT SSB Tbk TDP TKA TKI

: : : : : : : :

PPN PPnBM

: :

xi

Indonesia TKWNAP : Tenaga Kerja Warganegara Asing Pendatang Tempat Penimbunan Sementara Tekstil dan Produk Tekstil Tanda Pendaftaran Tipe Trade Related Aspects of Investment Measures Upaya Pengelolaan Lingkungan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi Upaya Pemantauan Lingkungan Undang-Undang Undang-Undang Gangguan Warganegara Indonesia Wajib Pajak Wilayah Pertambangan Wilayah Usaha Pertambangan Wilayah Pencadangan Negara Wilayah Pertambangan Rakyat World Trade Organization

TPS TPT TPT TRIMS

: : : :

UKL UMKMK

: :

UPL UU UUG WNI WP WP WUP WPN WPR WTO

: : : : : : : : : :

xii

BAB I ISTILAH DAN PENGERTIANI.1 I.1.1 I.1.2 I.2 I.2.1 I.2.2 I.3 I.3.1 I.3.2 I.4 I.5 I.5.1 I.5.2 I.5.3 I.5.4 I.5.5 I.5.6 I.5.7 I.5.8 I.5.9 I.5.10 I.5.11 I.5.12 I.5.13 Modal Modal dalam negeri Modal aing Penanaman Modal Penanaman modal dalam negeri Penanaman modal asing Penanam Modal Penanam modal dalam negeri Penanam modal asing Divestasi Perizinan dan Non-Perizinan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Sistem Pelayanan Informasi Dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE) Pendaftaran Penanaman Modal Perluasan Penanaman Modal Pendaftaran Perluasan Penanaman Modal Izin Prinsip Penanaman Modal Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal. Izin Usaha. Izin Usaha Perluasan Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (Merger) Izin Usaha Perubahan Angka Pengenal Importir (API) I.5.13.1 I.5.13.2 I.5.14 I.5.15 I.5.16 Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) Angka Pengenal Importir Umum (API-U) 3 3 3 4 5 6 6 7 7 7 7 8 8 8 9 9 9 9 9 9 10 10 10 10 10 11 11 11 12

Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) Hak AtasTanah.

I.5.17 I.5.18 I.5.19 I.6 I.7 I.8 I.8.1 I.8.2 I.9 I.9.1 I.9.2 I.9.3 I.10 I.11 I.12 I.13 I.14 I.15 I.16 I.17 I.18

Hak Guna Usaha Hak Guna Bangunan Hak Pakai Kerjasama Pemerintah dan Swasta Otonomi Daerah Pemerintah Pemerintah Pemerintah Daerah Koordinasi Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal Perangkat Daerah Provinsi Bidang Penanaman Modal (PDPPM Perangkat Daerah Kabupaten/Kota Bidang Penanaman Modal (PDKPM) Pendelegasian Wewenang Pelimpahan Wewenang Penugasan Penghubung Pengendalian Pemantauan Pembinaan Pengawasan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LPKM)

12 12 12 12 13 13 13 14 14 14 15 15 15 16 16 16 17 17 17 17 18

xiv

BAB II ASAS DAN TUJUAN

II.1 II.1.1 II.1.2 II.1.3 II.1.4 II.1.5 II.1.6 II.1.7 II.1.8 II.1.9 II.1.10

Asas Kepastian Hukum Keterbukaan Akuntabilitas Perlakuan Yang Sama dan Tidak Membedakan Asal Negara Kebersamaan Efisiensi Berkeadilan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan Kemandirian Keseimbangan Kemajuan dan Kesatuan Ekonomi Nasional

21 21 21 21 21 21 22 22 22 22 23

II.2 II.2.1 II.2.2 II.2.3 II.2.4 II.2.5 II.2.6 II.2.7

Tujuan Penyelenggaraan Penanaman Modal Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Nasional Menciptakan Lapangan Kerja Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan Meningkatkan Kemampuan Daya Saing Dunia Usaha Nasional Meningkatkan Kapasitas dan Kemampuan Teknologi Nasional Mendorong Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Mengolah Ekonomi Potensial Menjadi Kekuatan Ekonomi Riil dengan Menggunakan Dana yang Berasal, Baik Dari Dalam Negeri Maupun Dari Luar Negeri Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

23 23 23 23 24 24 24

25 25

II.2.8

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENANAMAN MODAL

III.1. III.2 III.2.1. III.2.1.1 III.2.1.2 III.2.1.3 III.2.1.4 III.2.2. III.3 III.4 III.4.1 III.4.1.1 III.4.1.2 III.4.1.3 III.5 III.6 III.6.1 III.6.2 III.6.3 III.6.4 III.6.5 III.6.6 III.6.7 III.7. III.7.1. III.7.2. III.7.2.1 III.7.2.2 III.7.2.3 III.7.2.4 III.7.2.5

Kebijakan Dasar Penanaman Modal Peningkatan Iklim Investasi dan Iklim Usaha Memperkuat Kelembagaan Pelayanan Investasi Penyusunan Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan Penanaman Modal Percepatan Pendirian Perusahaan dan Izin Usaha Peningkatan Ekspor dan Investasi Peningkatan Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara On-line Sinkronisasi Peraturan Pusat dan Daerah Pengembangan Bidang Usaha (DNI) Pembatasan Pembatasan Pembatasan Bidang Usaha yang Tertutup bagi Penanam Modal Asing Pembatasan Kepemilikan Saham Asing Kewajiban Divestasi Mendorong Partisipasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Koperasi Memberikan Jaminan dan Perlindungan Penanaman Modal Jaminan untuk Memperoleh Perlakuan yang Sama dan Adil Jaminan untuk Melakukan Transfer dan Repatriasi dalam Valuta Asing Jaminan untuk Tidak Melakukan Nasionalisasi, Eksproriasi dan Konfiskasi Perlindungan Atas Hak yang Diperoleh Perlindungan Atas Harta Benda, termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan Investor Asing Atas Keadaan-keadaan Tertentu Perlindungan Atas Resiko Non-Komersial Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus Beserta Berbagai Fasilitasnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Kawasan Berikat (Bonded Zone) dan Tempat Penimbunan Berikat Pengertian Kawasan Berikat (KB) Penetapan Kawasan Berikat (KB) Persyaratan Fisik KB Harus Memenuhi Pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPBm) Peraturan-peraturan Terkait dengan KB

29 29 29 29 31 32 32 32 34 35 35 35 36 36 37 38 38 38 39 40 40 40 40 41 41 43 43 44 44 45 45

III.7.3. III.7.4. III.7.4.1 III.7.4.2 III.7.4.3 III.7.5. III.7.6 III.8 III.8.1 III.8.2 III.8.3 III.8.4 III.8.5 III.8.6 III.9 III.9.1 III.9.1.1 III.9.1.2 III.9.2 III.9.2.1 III.9.2.2 III.9.2.3 III.9.2.4 III.9.3. III.9.4. III.9.5. III.9.6. III.10 III.10.1. III.10.2. III.10.2.1.

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Kawasan Timur Indonesia Kebijakan dan Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia Fungsi Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Kawasan Industri Mendorong Pembangunan Infrastruktur Kerjasama Pemerintah dan Swasta Dalam Penyediaan Infrastruktur Percepatan Penyediaan Infrastruktur Dana Pembangunan Infrastruktur Penyertaan Modal Negara Bagi Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur Jaminan dan Perlindungan Bagi Penanaman Modal di Bidang Infrastruktur Pengelolaan Oleh Badan Layanan Umum Pemberian Fasilitas Fiskal Ketentuan Umum Insentif Perpajakan/Fiskal di Bidang Penanaman Modal Yang berhak memperoleh fasilitas perpajakan Kriteria minimal penanaman modal yang memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Beberapa Pengertian Dasar Bidang-bidang Usaha Tertentu yang Memperoleh Fasilitas PPh Fasilitas PPh yang Diberikan Ketentuan-ketentuan tentang Fasilitas PPh yang terkait dengan Penanaman Modal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pembebasan atau Keringanan Bea Impor Barang Modal dan Bahan Baku Penyusutan atau Amortisasi Dipercepat

45 46 46 46 47 47 50 50 50 52 53 54 55 56 57 57 58 58 58 58 59 59 60 60 61 61 61 62 62 64 64 64 64 64 65

Pemberian Insentif Non-Fiskal Fasilitas Hak-hak Atas Tanah Fasilitas Pelayanan Imigrasi Fasilitas Pelayanan Keimigrasian bagi Penanam Modal Asing Dapat Berbentuk III.10.2.2. Peraturan Lain Terkait III.10.3. Fasilitas Perizinan Impor III.10.3.1 Kemudahan Pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas perizinan impor dapat diberikan untuk impor III.10.3.2 Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru

xvii

III.10.3.3 III.10.3.4 III.10.4 III.10.5 III.10.5.1 III.10.5.1.1 III.10.5.1.2 III.10.5.1.3 III.10.5.1.4 III.10.5.2 III.10.5.3 III.10.5.4 III.10.5.5 III.10.5.6 III.10.5.7 III.10.5.7.1 III.10.5.7.2 III.10.5.7.3 III.10.5.7.4 III.10.5.7.5 III.10.5.7.6 III.10.6 III.10.6.1 III.10.6.2 III.10.6.3 III.10.6.4 III.10.7 III.10.8 III.10.8.1 III.10.8.2 III.10.8.3 III.11 III.11.1 III.11.1.1 III.11.1.2 III.11.1.3 III.11.1.4 III.11.1.5 III.11.2 III.11.2.1 III.11.2.2 III.11.2.3

Yang Berhak Mengimpor Barang Modal Bukan Baru Peraturan Lain yang Terkait Fasilitas Percepatan Memulai Usaha Fasilitas Percepatan Pelayanan Investasi Pelayanan Terpadu Stau Pintu di Bidang Penanaman Modal Pengertian Tujuan Lembaga/Instansi yang Berwenang Ruang Lingkup Pengertian Perizinan Pengertian Non-perizinan Pengertian Pendelegasian Wewenang Pengertian Pelimpahan Wewenang Pengertian Penugasan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi (SPIPISE) Pengertian SPIPISE Pengertian Portal SPIPISE Maksud Peraturan Tentang SPIPISE Tujuan SPIPISE Ruang Lingkup SPIPISE Peraturan Lain terkait Kemudahan Dalam Penggunaan Tenaga Kerja Asing Hak Perusahaan Penanaman Modal Kemudahan Pelayanan dan/atau Perizinan atas Fasilitas Keimigrasian Fasilitas Keimigrasian bagi Penanam Modal Asing Peraturan Lain Terkait Kepemilikan Saham Asing yang Lebih Besar Bidang Usaha yang Lebih Terbuka Pengertian Kriteria Peraturan Lain yang Terkait Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pengendalian Pengertian Maksud Tujuan Sasaran Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Pengawasan Pengertian Pelaksanaan Lingkungan

65 65 66 67 67 67 67 67 68 68 68 68 68 69 69 69 69 69 70 70 70 71 71 71 71 72 72 73 73 73 73 73 73 73 74 74 74 74 75 75 75 75

xviii

BAB IV KOORDINASI DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN PENANAMAN MODAL

IV.1 IV.2 IV.2.1 IV.2.2 IV.2.2.1 IV.2.2.2 IV.2.2.3 IV.2.2.4 IV.2.3 IV.3 IV.3.1 IV.3.1.1 IV.3.1.2 IV.3.2 IV.4 IV.4.1 IV.4.2 IV.5 IV.5.1 IV.5.1.1 IV.5.1.2 IV.5.2 IV.6

Uraian Singkat Koordinasi Kebijakan Penanaman Modal Mekanisme Koordinasi Pada Tingkat Kementerian Teknis/LPND Bentuk-Bentuk Kegiatan Penanaman Modal Yang Merupakan Kewenangan Pemerintah Mekanisme Koordinasi Antara BKPM dengan Menteri Teknis/Kepala LPND Pendelegasian atau Pelimpahan Wewenang Penunjukan Penghubung Rekomendasi Koordinasi Bentuk-bentuk Koordinasi antara BKPM dengan Menteri Teknis/Kepala LPND Mekanisme Koordinasi pada Tingkat Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) Bentuk-Bentuk Kegiatan Penanaman Modal Yang Merupakan Kewenangan Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota Penyelenggaraan Penanaman Modal yang Ruang Lingkupnya Lintas Kabupaten/Kota menjadi Urusan Pemerintah Provinsi Penyelenggaraan Penanaman Modal yang Ruang Lingkupnya Berada Dalam Satu Kabupaten/Kota menjadi Urusan Pemerintah Kabupaten/Kota Mekanisme Koordinasi antara BKPM dengan PDPPM dan PDKPM Promosi Investasi Pejabat Promosi Investasi di Luar Negeri Tugas dan Fungsi Mekanisme Pelayanan Jenis-jenis Pelayanan Penanaman Modal Pelayanan Perizinan Pelayanan Non-Perizinan Mekanisme Pelayanan Penanaman Modal Pemanfaatan Teknologi untuk Pelayanan Informasi dan Perizinan

79 81 81 82 82 83 83 83 84

85 85 86 87 88 89 89 89 90 90 90 91 91 92

IV.6.1 IV.6.1.1 IV.6.1.2 IV.6.2 IV.6.2.1 IV.6.2.2 IV.6.2.3 IV.6.3 IV.6.3.1 IV.6.3.2 IV.6.3.3 IV.6.3.4 IV.6.4

Maksud dan Tujuan Penyelenggaraan SPIPISE Maksud Penyelenggaraan SPIPISE Tujuan Penyelenggaraan SPIPISE Bentuk-bentuk SPIPISE Subsistem Informasi Penanaman Modal Subsistem Pelayanan Penanaman Modal Subsistem Pendukung Hak Akses Informasi yang dapat Diakses Syarat-syarat Untuk Memperoleh Hak Akses Persetujuan Hak Akses Kerahasiaan Hak Akses Koordinasi Penyelenggaraan SPIPISE.

93 93 93 93 93 94 95 96 96 96 97 98 99

xx

BAB V PEMBENTUKAN BADAN USAHA

V.1 V.1.1 V.1.1.1 V.1.1.2 V.1.2 V.1.2.1 V.1.2.2 V.1.3. V.1.3.1 V.1.3.2 V.1.4 V.1.4.1 V.1.4.2 V.1.5

Bentuk-bentuk Badan Usaha Perorangan Pengusaha dan Pembantu-pembantunya (Pekerja) Pengusaha dengan Pihak Ketiga Perserikatan Firma Persekutuan Komanditer/CV Perseroan Terbatas Tertutup Terbuka Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perseroan Perusahaan Umum (Perum) Kantor Cabang, Kantor Perwakilan dan Agen dari Perusahaan Asing

103 103 103 103 104 104 106 107 107 107 108 108 109 111

V.2 V.2.1 V.2.1.1 V.2.1.2 V.2.1.3 V.2.2 V.2.3 V.3 V.3.1 V.3.2 V.3.3 V.3.4 V.3.5 V.3.6

Prosedur dan Syarat Pendirian Perseroan Terbatas Perusahaan penanaman modal asing Permohonan kepada BKPM Bentuk Badan Usaha yang ditetapkan Fasilitas Perusahaan penanaman modal dalam negeri Syarat-syarat Pendirian Perseroan Terbatas Perizinan yang Diperlukan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Surat Keterangan Domisili Pendaftaran Izin Prinsip Izin Usaha

114 114 114 114 115 115 116 122 122 124 126 126 126 127

V.4 V.5 V.6 V.6.1 V.6.2 V.6.3 V.6.4

Jangka Waktu Pengakuan Terbentuknya Badan Usaha Pengakhiran Badan Usaha Karena Merger/Penggabungan Karena Konsolidasi/Peleburan Karena Kepailitan yang Diikuti Pembubaran Badan Usaha Karena Likuidasi

127 127 129 129 130 131 131

xxii

BAB VI TATA CARA DAN PERSYARATAN PENANAMAN MODALVI.1 Memulai Usaha Penanaman Modal VI.1.1 Pendaftaran Penanaman Modal VI.1.1 1 Penanaman modal dalam negeri (PMDN) VI.1.1.1.1 Bentuk Badan Usaha VI.1.1.1.2 Prosedur dan Tata Cara VI.1.1.2 Penanaman modal asing (PMA) VI.1.1.2.1 Bentuk Badan Usaha VI.1.1.2.2 Prosedur dan Tata Cara VI.1.2 Bidang-bidang Usaha Penanaman Modal VI.1.2.1 Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) VI.1.2.2 Tujuan, Prinsip Dasar, Persyaratan VI.1.2.3 Publikasi VI.1.2.4 Daftar Bidang Usaha yang Tertutup VI.1.2.5 Daftar Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan VI.1.3 Izin Prinsip VI.1.3.1 Izin Prinsip bagi Perusahaan PMA VI.1.3.2 Izin Prinsip bagi Perusahaan PMDN VI.1.3.3 Pengembangan Usaha VI.1.3.3.1 Izin Prinsip Perluasan VI.1.3.3.2 Izin Prinsip Perubahan VI.1.3.4 Pengalihan Kepemilikan Saham Asing VI.1.4 Persyaratan Penanaman Modal VI.1.4.1 Penggunaan Tenaga Kerja VI.1.4.1.1 Tenaga Kerja Indonesia VI.1.4.1.2 Tenaga Kerja Asing VI.1.4.2 Penggunaan Tanah VI.1.4.3 Penolakan Penanaman Modal dan Kemungkinan Solusi 135 135 135 135 135 137 137 137 138 138 139 139 140 140 143 144 146 149 150 152 155 157 157 157 158 163 165

VI.2 VI.2.1 VI.2.2 VI.2.2.1 VI.2.2.2 VI.2.2.3

Tahapan Komersial Kegiatan Penanaman Modal Pengertian Izin Usaha Jenis-jenis Izin Usaha dan Formulir Permohanan yang Digunakan Izin Usaha untuk dapat Memulai Pelaksanaan Kegiatan Operasi/Produksi Izin Usaha Perluasan Izin Usaha Bagi Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri yang Tidak Memerlukan Fasilitas dan Tidak Memiliki Pendaftaran Penanaman Modal VI.2.2.4 Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penananaman Modal (Merger) VI.2.2.5 Izin Usaha Perubahan VI.2.3 Persyaratan Izin Usaha

165 165 166 166 166 167 167 168 168

VI.2.3.1

Syarat Untuk Izin Usaha, Izin Usaha Perluasan dan Izin Usaha bagi Perusahaan penanaman modal dalam negeri yang Tidak Memerlukan Fasilitas dan Tidak Memiliki Pendaftaran Penanaman Modal Izin Usaha Penggabungan Penanaman Modal (Merger) Persetujuan Izin Usaha Jangka Waktu Penerbitan Izin Usaha Bentuk-bentuk Izin Usaha Jangka Waktu Izin Usaha Ketentuan Perpajakan Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Pajak Penghasilan (PPh) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Bea Meterai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pembatasan Penanaman Modal Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan untuk Kegiatan Penanaman Modal Keharusan untuk Membentuk Perusahaan Patungan di Bidang penanaman modal asing Keharusan Divestasi Pembatasan Terhadap Hak Atas Tanah

169 170 171 171 171 172 172 172 174 176 179 180 183 184 184 185 186 187

VI.2.3.2 VI.2.4 VI.2.4.1 VI.2.4.2 VI.2.5 VI.2.6 VI.2.6.1 VI.2.6.2 VI.2.6.3 VI.2.6.4 VI.2.6.5 VI.2.6.6 VI.2.7 VI.2.7.1 VI.2.7.2 VI.2.7.3 VI.2.7.4

VI.3 Perluasan Penanaman Modal VI.3.1 Tata Cara Perluasan Penanaman Modal VI.3.1.1 Pengertian VI.3.1.2 Pendaftaran VI.3.1.3 Permohonan Izin Prinsip Perluasan VI.3.1.4 Permohonan Izin Usaha Perluasan VI.3.2 Syarat Perluasan VI.3.2.1 Izin Prinsip Perluasan VI.3.2.1.1 Syarat VI.3.2.1.2 Ketentuan Lain VI.3.2.2 Izin Usaha Perluasan VI.3.2.2.1 Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi pada Mengajukan Permohonan Usaha Perluasan VI.3.2.2.2 Ketentuan VI.3.3 Persetujuan Perluasan VI.3.3.1 Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal VI.3.3.2 Izin Usaha Perluasan Penanaman Modal VI.3.4 Insentif Bagi Perluasan

188 188 188 189 189 189 189 189 190 191 191 Izin 191 193 193 194 195 195

xxiv

VI.4 VI.4.1 VI.4.1.1 VI.4.1.2

Perubahan Penanaman Modal Permohonan Perubahan Penanaman Modal Mengajukan Pendaftaran Penanaman Modal Mengajukan Izin Prinsip Perubahan

195 195 196 196

VI.4.1.3 Mengajukan Izin Usaha Perubahan VI.4.2 Jenis-jenis Perubahan Penanaman Modal VI.4.2.1 Terkait dengan Perubahan Izin Prinsip VI.4.2.1.1 Perubahan Ketentuan Bidang Usaha termasuk Jenis dan Kapasitas Produksi VI.4.2.1.2 Perubahan Penyertaan Modal dalam Perseroan VI.4.2.1.3 Perubahan Jangka Waktu Penyelesaian Proyek VI.4.2.1.4 Perubahan Lain-lain Terkait Izin Prinsip VI.4.2.2 Terkait dengan Perubahan Izin Usaha VI.4.2.2.1 Perubahan Lokasi Proyek VI.4.2.2.2 Perubahan Jenis/Diversifikasi Produksi VI.4.2.2.3 Perubahan Penyertaan dalam Modal Perseroan VI.4.2.2.4 Perpanjangan Izin Usaha VI.4.2.2.5 Perubahan Lain-lain Terkait Izin Usaha VI.4.2.3 Pengalihan Kepemilikan Saham Asing VI.4.2.4 Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (Merger) VI.4.2.5 Perubahan Terkait Fasilitas Fiskal dan Non-Fiskal VI.4.2.5.1 Fasilitas Bea Masuk Atas Impor Mesin VI.4.2.5.2 Fasilitas Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan VI.4.2.5.3 Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) VI.4.2.5.4 Rencana PenggunaanTenaga Kerja Asing (RPTKA) VI.4.3 Syarat Umum Perubahan Penanaman Modal VI.4.3.1 Perubahan Izin Prinsip, Syarat VI.4.3.2 Perubahan Izin Usaha, Syarat VI.4.3.3 Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (Merger), Syarat VI.4.3.4 Perubahan Terkait Fasilitas Fiskal dan Non-Fiskal VI.4.3.4.1 Fasilitas Bea Masuk atas Impor Mesin, Syarat VI.4.3.4.2 Fasilitas Bea Masuk Atas Impor Barang dan Bahan, Syarat VI.4.3.4.3 Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), Syarat VI.4.3.4.4 Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Syarat VI.4.4 Persetujuan Perubahan Penanaman Modal VI.4.4.1 Perubahan Izin Prinsip VI.4.4.2 Perubahan Izin Usaha VI.4.4.3 Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (Merger) VI.4.4.4 Perubahan Fasilitas Fiskal dan Non-Fiskal VI.4.4.4.1 Fasilitas Bea Masuk Atas Impor Mesin VI.4.4.4.2 Fasilitas Bea Masuk Atas Impor Barang Dan Bahan

196 197 197 197 197 198 198 199 199 199 199 201 201 201 202 203 204 204 204 204 205 205 206 208 208 208 210 210 211 212 212 213 214 214 214 215

xxv

VI.4.4.4.3 Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) VI.4.4.4.4 Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) VI.4.5 Penolakan Terhadap Perubahan Penanaman Modal VI.5 VI.5.1 VI.5.2 VI.5.3 VI.5.4 VI.5.5 VI.5.6 VI.5.7 VI.5.7.1 VI.5.7.2 VI.5.8 VI.5.8.1 VI.5.8.2 VI.5.8.3 VI.5.9 Pengakhiran Kegiatan Penanaman Modal Karena Habisnya Cadangan Karena Berakhirnya Jangka Waktu Karena Pencabutan Izin Karena Penghentian Sementara Karena Pembekuan Kegiatan Usaha Karena Sanksi Administrasi Karena Pailit Diusulkan oleh Perusahaan Diajukan oleh Pihak Ketiga Karena Akuisisi, Merger dan Konsolidasi Akuisisi Merger Konsolidasi Karena Tercapainya Tujuan Penanaman Modal

215 216 216 216 216 217 217 218 219 219 220 220 220 221 221 221 222 222

xxvi

BAB VII FASILITAS PENANAMAN MODAL

VII.1 Fasilitas Fiskal VII.1.1 Kriteria Bidang Usaha yang Memperoleh Fasilitas VII.1.2 Tata Cara Memperoleh Fasilitas VII.1.3 Pajak Penghasilan (PPh) VII.1.3.1 Bidang Usaha Tertentu yang Memperoleh Fasilitas VII.1.3.2 Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu yang Memperoleh Fasilitas VII.1.3.3 Bentuk Fasilitas yang Diberikan kepada Penanaman Modal VII.1.3.3.1 Fasilitas Bagi Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu VII.1.3.3.2 Fasilitas bagi WP Badan Dalam Negeri yang Berbentuk PT VII.1.3.3.3 Fasilitas Bagi Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan VII.1.4 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) VII.1.4.1 Jenis Barang dan Jasa yang Tidak Dikenai PPN VII.1.4.2 Bentuk Fasilitas VII.1.4.2.1 Fasilitas Atas Impor dan Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis VII.1.4.2.2 Fasilitas Bagi Kegiatan Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan VII.1.4.2.3 Fasilitas Atas Impor Barang yang Dipergunakan Untuk Kegiatan Usaha Hulu Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi serta Kegiatan Usaha Eksplorasi Panas Bumi VII.1.4.2.4 Fasilitas di Kawasan Bebas VII.1.4.2.5 Fasilitas Dalam Rangka Program Restrukturisasi Mesin Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) VII.1.5 VII.1.6 VII.1.7 Pajak Bumi dan Bangunan Masa Pembebasan Pajak (Tax Holiday) Prevention of Double Taxation Agreement (Persetu- juan Penghindaran Pajak Berganda) dan Prevention of Tax Avoid- ance Agreement (Perjanjian Pencegahan Pengelakan Pajak) Pembebasan Impor Barang Modal dan Bahan Baku Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

227 227 228 230 230 231 231 232 234 235 238 238 239 239 241

241 244 245 245 246 247

VII.1.8 VII.1.9

248 260 262 262 265 268 270 271 273 276

VII.2 Fasilitas Non-Fiskal VII.2.1 Fasilitas Hak atas Tanah VII.2.2 Fasilitas Pelayanan Keimigrasian VII.2.3 Angka Pengenal Impor (API) VII.2.4 Adanya Entreport Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) VII.2.5 Fasilitas Kredit dan Asuransi Ekspor VII.2.6 Draw-Back Facilities (Fasilitas Pengem- balian Bea Masuk) VII.2.7 Fasilitas Perizinan Impor

VII.2.8

Fasilitas Percepatan Memulai Usaha

276 278 280 282

VII.2.9 Fasilitas Percepatan Pelayanan Investasi VII.2.10 Kepemilikan Saham VII.2.11 Bidang Usaha yang Lebih Luas

xxviii

BAB VIII PENGEMBANGAN KAWASAN UNTUK MENARIK INVESTASI

VIII.1. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) VIII.1.1 Fungsi, Bentuk dan Kriteria KEK VIII.1.1.1 Fungsi VIII.1.1.2 Bentuk VIII.1.1.3 Kriteria VIII.1.2 Pembentukan KEK VIII.1.2.1 Pengusulan VIII.1.2.2 Proses Penetapan VIII.1.2.3 Pembangunan dan Pengoperasian VIII.1.3 Kelembagaan KEK VIII.1.3.1 Dewan Nasional VIII.1.3.1.1 Pembentukan, Kedudukan, dan Tugas VIII.1.3.1.2 Susunan Organisasi VIII.1.3.1.3 Sekretariat VIII.1.3.1.4 Tata Kerja VIII.1.3.2 Dewan Kawasan VIII.1.3.2.2 Susunan Organisasi VIII.1.3.2.3 Sekretariat VIII.1.3.2.4 Tim Ahli VIII.1.3.2.5 Tata Kerja VIII.1.3.3 Administrator VIII.1.3.4 Pembiayaan VIII.1.3.5 Badan Usaha Pengelola VIII.1.3.6 Peraturan Terkait Lainnya VIII.1.4 Lalu Lintas Barang, Karantina, dan Devisa VIII.1.4.1 Lalu Lintas Barang VIII.1.4.2 Karantina VIII.1.4.3 Devisa VIII.1.5 Fasilitas dan Kemudahan VIII.1.5.1 Perpajakan, Kepabeanan dan Cukai VIII.1.5.2 Pajak Daerah dan Distribusi Daerah VIII.1.5.3 Pertanahan. Perizinan, Keimigrasian, dan Investasi VIII.1.5.4 Fasilitas dan Kemudahan Lain VIII.1.5.5 Ketenagakerjaan

285 285 285 285 286 286 286 287 287 289 289 289 290 291 293 294 295 295 296 296 297 299 299 299 299 299 300 300 300 300 302 302 302 303

VIII.2 VIII.2.1 VIII.2.2 VIII.2.3

Kawasan Berikat (Bonded Zones) Pembentukan Kawasan Berikat (KB) dan Persetujuan Penyelenggara Kawasan Berikat (PKB) dan Pengusaha di Kawasan Berikat (PDKB) Kewajiban, Larangan dan Tanggung Jawab PKB dan PDKB Perpajakan, Kepabeanan dan Cukai

304 304 310 314

VIII.2.4 VIII.2.5 VIII.2.6 VIII.2.7 VIII.2.8

Pemasukan Barang Pengeluaran Barang Ketentuan Lainnya Pekerjaan Subkontrak Audit, Pembekuan dan Pencabutan Persetujuan PKB/PDKB

320 323 328 332 335

VIII.3 VIII.3.1 VIII.3.2 VIII.3.2.1 VIII.3.2.2 VIII.3.3 VIII.3.4

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) Kriteria KAPET Kelembagaan Kapet Badan Pengembangan Badan Pengelola Penetapan KAPET sebagai Kawasan Berikat Fasilitas Perpajakan dan Kepabeanan

341 341 341 341 342 343 343

VIII.4 VIII.4.1 VIII.4.2 VIII.4.3

Kawasan Timur Indonesia Kelembagaan Cakupan Kawasan Timur Indonesia Peraturan Terkait Lainnya

351 351 353 353

VIII.5 VIII.5.1 VIII.5.2 VIII.5.2.1 VIII.5.2.2 VIII.5.2.3 VIII.5.2.4 VIII.5.3 VIII.5.4 VIII.5.5 VIII.5.6 VIII.5.6.1 VIII.5.6.2 VIII.5.6.3 VIII.5.6.4 VIII.5.6.5 VIII.5.7

Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Dasar Hukum Batas, Kegiatan, Kedudukan Hukum, Jangka Waktu Batas Kegiatan Kedudukan Hukum Jangka Waktu Kelembagaan Fungsi Perizinan Lalu Lintas Barang, Karantina, Devisa, Keimigrasian, Pelayaran dan Penerbangan Lalu Lintas Barang Karantina Devisa Keimigrasian Pelayaran dan Penerbangan Peraturan Terkait Lainnya

353 353 354 354 354 354 355 355 356 357 357 357 358 358 359 359 359

VIII.6 VIII.6.1

Kawasan Industri (Industrial Estates) Pembangunan Kawasan Industri

362 362

xxx

VIII.6.2 VIII.6.3 VIII.6.4 VIII.6.5 VIII.6.5.1 VIII.6.5.2 VIII.6.5.3 VIII.6.5.4 VIII.6.5.5 VIII.6.6

Fasilitas/Kemudahan Kewajiban Lokasi Kegiatan dan Luas Lahan Perizinan Izin Usaha Kawasan Industri Izin Lokasi Kawasan Industri Izin Perluasan Kawasan Industri Izin Tetap Parsial Hak Penggunaan Atas Tanah Kewajiban Kawasan Industri dan Perusahaan Industri, Tata Tertib Kawasan Industri VIII.6.6.1 Kewajiban Kawasan Industri VIII.6.6.2 Kewajiban Perusahaan Industri VIII.6.6.3 Tata Tertib Kawasan Industri VIII.6.7 Tim Nasional Kawasan Industri

363 363 364 364 364 366 366 366 368 368 368 369 370 371

xxxi

BAB IX PENANAMAN MODAL PADA SEKTOR-SEKTOR TERTENTUIX.1. IX.1.1. IX.1.1.1 IX.1.1.1.1 IX.1.1.1.2 IX.1.1.1.3 IX.1.1.1.4 IX.1.1.1.5 IX.1.1.1.6 IX.1.1.1.7 IX.1.1.1.8 IX.1.1.1.9 IX.1.1.2 IX.1.1.2.1 IX.1.1.2.2 IX.1.1.2.3 IX.1.1.2.4 IX.1.1.3 IX.1.1.3.1 IX.1.1.3.2 IX.1.1.3.3 IX.1.1.3.4 IX.1.1.4 Penanaman Modal Pembangunan Infrastruktur Transportasi Jalan Tol Ketentuan Umum Penyelenggaraan Jalan Tol Pengaturan Jalan Tol Pembinaan Jalan Tol Pengusahaan Jalan Tol Saham yang Dapat Dimiliki Asing Pengawasan Jalan Tol Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Hak dan Kewajiban Badan Usaha Jalan Tol Pelabuhan Pengertian Pelabuhan Jenis Pelabuhan Tatanan Kepelabuhanan Nasional Penyelenggara Pelabuhan Bandar Udara Batasan/Pengertian Tatanan Kebandarudaraan Kegiatan Pengusahaan di Bandar Udara Kepemilikan Saham Asing pada Pembangunan dan Pengoperasian Bandar Udara Kereta Api 375 375 375 375 375 375 376 376 376 377 377 377 377 378 378 379 379 380 380 380 380 381 381 382 382 382 382 382 383 383 383 383 383 384

IX.1.1.1.10 Peraturan-peraturan Terkait dengan Penanaman Modal di Jalan Tol

IX.1.1.4.1 Batasan/Pengertian IX.1.1.4.2 Jaringan Pelayanan Perkeretaapian IX.1.1.4.3 Angkutan Kereta Api IX.1.1.4.4 Peraturan yang Terkait IX.1.2. IX.1.2.1 IX.1.2.2 IX.1.2.3 IX.1.2.4 Energi (Pembangkit Listrik) Pengertian Ketenagalistrikan Kebijakan di Bidang Ketenagalistrikan Tujuan Pengusahaan

IX.1.2.5 Usaha Ketenagalistrikan

IX.1.2.6 Perizinan IX.1.2.7 Fasilitas Bagi Penanaman Modal di Bidang Ketenagalistrikan IX.1.2.8 Jaminan Bagi Penanaman Modal di Bidang Ketenagalistrikan IX.1.2.9 IX.1.3. IX.1.3.1 IX.1.3.2 IX.1.3.3 Percepatan Pembangunan Ketenagalistrikan Komunikasi dan Informasi Kebijakan Batasan dan Pengertian Asas dan Tujuan IX.1.2.10 Peraturan-peraturan Terkait

384 384 385 386 387 387 387 387 387 388 388 389 390

IX.1.3.4 Penyelenggaraan Telekomunikasi IX.1.3.5 Perizinan IX.1.3.6 Hak dan Kewajiban Penyelenggara IX.1.3.7 Peraturan-peraturan yang Terkait

IX.2. IX.2.1 IX.2.2 IX.2.3 IX.2.4 IX.2.5 IX.2.6 IX.2.7 IX.2.8 IX.2.9

Pangan Kebijakan Istilah dan Pengertian Maksud Pengaturan Usaha Budi Daya Tanaman Pelaku Usaha Budi Daya Tanaman Syarat Permohonan Perizinan Kewajiban Kerjasama bagi Penanam Modal Asing Pembinaan Sanksi Administratif Peraturan Lain yang Terkait

390 390 390 391 391 391 392 393 393 393

IX.3.

Kehutanan

394 394 394 394 395 395 396 397 397 398 399 399

IX.3.1. Kebijakan IX.3.2. Batasan dan Pengertian IX.3.3. Asas dan Tujuan IX.3.4. Fungsi Hutan IX.3.5. Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan IX.3.6. Pihak yang Dapat Memperoleh Izin Usaha IX.3.7. Hak dan Kewajiban Pemegang Izin Usaha IX.3.8. Pendanaan dan Prasarana IX.3.9. Peraturan-peraturan yang Terkait IX.4. Kepariwisataan

IX.4.1. Kebijakan

xxxiii

IX.4.2. Istilah dan Pengertian IX.4.3. Asas dan Tujuan IX.4.4. Ruang Lingkup Pembangunan Kepariwisataan IX.4.5. Ruang lingkup Usaha Kepariwisataan IX.4.6. Hak dan Kewajiban Pengusaha Pariwisata IX.4.7. Gabungan Industri Pariwisata IX.4.8. Tenaga Kerja Ahli WNA IX.4.9. Insentif bagi Pengusaha dalam Pembangunan Pariwisata

399 399 400 400 401 402 402 403

IX.5. IX.5.1. IX.5.2. IX.5.3. IX.5.4. IX.5.5. IX.5.6. IX.5.7. IX.5.8. IX.5.9. IX.6. IX.6.1. IX.6.2. IX.6.3. IX.6.4. IX.6.5. IX.6.6. IX.6.7. IX.6.8. IX.6.9. IX.6.10 IX.6.11 IX.6.12 IX.6.13 IX.7. IX.7.1.

Minyak Dan Gas Bumi Kebijakan Batasan dan Pengertian Asas dan Tujuan Pengusahaan Kontrak Kerjasama Izin Usaha Hilir Kaitan dengan Hak Atas Tanah Ketentuan Peralihan bagi Kontraktor bagi Hasil yang Ada pada Saat UU ini Berlaku Ketentuan-ketentuan Terkait Mineral dan Batubara Kebijakan Batasan dan Pengertian Asas dan Tujuan Wilayah Pertambangan Usaha Pertambangan Izin Usaha Pertambangan Pihak yang Dapat Memperoleh Izin Usaha Pertambangan Persyaratan Perizinan Hak Pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUPK Jaminan Bagi Pemegang Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Khusus (IUPK) Berakhirnya Izin Usaha Usaha Jasa Pertambangan Penggunaan Tanah untuk Kegiatan Usaha Pertambangan Perdagangan Penerbitan Usaha Izin Perdagangan (SIUP)

403 403 403 404 405 406 407 407 408 408 409 409 409 410 410 410 411 411 411 411 412 412 412 413 413 413

xxxiv

IX.7.1.1 IX.7.1.2 IX.7.1.3 IX.7.2. IX.7.2.1 IX.7.2.2 IX.7.2.3 IX.7.2.4 IX.7.2.5 IX.7.3. IX.7.3.1 IX.7.3.2 IX.7.3.3 IX.7.3.4 IX.7.3.5

Kebijakan Istilah dan Pengertian Jenis-jenis SIUP Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan Kebijakan Istilah dan Pengertian Kewajiban, Waktu dan Tempat Pendaftaran Perubahan, Pembatalan dan Penghapusan Pelayanan Informasi Perusahaan Percepatan Pelayanan Perizinan dan Non-perizinan untuk Memulai Usaha Kebijakan Istilah dan Pengertian Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan dan Non-Perizinan Standar Waktu Pelayanan dalam Rangka Percepatan Pelayanan Perizinan dan Non-Perizinan Pembinaan dan Pengawasan

413 414 414 415 415 415 416 416 417 417 417 418 418 419 419

xxxv

BAB X PERJANJIAN PENANAMAN MODALX.1. X.1.1. X.1.1.1 Menurut Pihaknya Bilateral Perjanjian Bilateral Tentang Promosi dan Perlindungan Penanaman Modal X.1.1. 2 Perjanian Tentang Pencegahan Pajak Berganda dan Penghindaran Pajak X.1.2. Multilateral. X.1.2.1 Perjanjian Tentang Pengakuan dan Pelaksanaan Putusan Arbitrase Asing (New York Convention on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards of 1958 X.1.2.2 Perjanjian Tentang Penyelesaian Sengketa Antara Negara dengan Subyek Hukum bukan Negara di Bidang Penanaman Modal (Convention on the Settlement of Investment Disputes between States and National of Other States of 1966 X.1.2.3 Perjanjian Pembentukan MIGA (Convention on Multilateral Investment Guaranteen Agency of 1985 X.1.2.4 Trade Related of Aspect of Investment (TRIMS) of the WTO Agreement of 1994 X.1.3. Regional X.1.3.1 Asean Comprehensive Invesment Agreement of 2009 X.1.3.2 Agreement on Establishing the ASEAN- Australia-New Zealand Free Trade Area : Investment Chapter X.1.3.3 Agreement on Investment of the Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the ASEAN and the Peoples Republic of China X.1.3.4 Agreement on Investment Under the Framework Agreement on Comprhensive Economic Cooperation Among The Goverments of the Member countries of the ASEAN and the Republic of Korea X.2. X.2.1. X.2.1.1 X.2.1.2 X.2.2. X.2.2.1 X.2.2.2. X.2.3. X.2.3.1 X.2.3.2 X.2.3.3 X.3. X.3.1. X.3.1.1 X.3.1.2 X.3.2. Menurut Sifatnya Publik Jaminan dan Perlindungan Penanaman Modal Pencegahan Pajak Berganda dan Penghasilan Pajak Privat Energy Sales Contract/Power Purchase Agreement Joint Venture Agreement Kontrak Komersial Berdimensi Publik Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol Kontrak Karya Bidang Mineral dan Batubara Production Sharing Contract Menurut Bidang/Obyeknya Perdagangan dan Investasi Perjanjian Kemitraan di Bidang Ekonomi (Economic Partnership Agreement) Perjanjian Bantuan Teknis (Technical Assistance Agreement ) Perbankan 423 423 423 424 425

425

426 426 427 427 427 428 429

429

430 430 430 430 430 430 430 431 431 432 433 435 435 435 435 435

X.3.2.1 X.3.2.2 X.3.3. X.3.4. X.3.4.1 X.3.4.2 X.3.5. X.3.5.1 X.3.5.2 X.3.6. X.4.

Syndicated Loan Agreement Loan Agreement with Pledge of Shares Perpajakan Pertambangan Production Sharing Contract (Oil and Gas) Contract of Works (Energy and Mineral Resources) Ketenagakerjaan Perjanjian Kerja Bersama Perjanjian Alih Daya (Outsourcing) Bantuan Teknis Akibat Perjanjian/Kontrak Privat

435 435 436 436 436 436 436 436 437 437 437

xxxvii

BAB XI JAMINAN DAN PERLINDUNGAN PENANAMAN MODALXI.1. Jenis-Jenis Jaminan 441 441 441 441 442 442 443 443 443 445 445

XI.1.1. Jaminan atas Kebebasan Melakukan Transfer dan Repatriasi XI.1.2. Jaminan Kebebasan Bertransaksi/Mengalihkan Aset yang Dimiliki XI.1.3. Jaminan Atas Perlakuan yang Sama XI.1.4. Jaminan Kepastian Hukum, Kepastian Berusaha dan Keamanan Berusaha XI.1.5. Jaminan Pengadaan Tanah XI.1.6. Jaminan atas Kerugian yang Mungkin Timbul XI.1.6.1 Revenue Shortfall Guarantee XI.1.6.2 Dana Penjamin Infrastruktur XI.1.6.3 Surat Jaminan/Dukungan Pemerintah XI.1.6.4 Alokasi Resiko (Risk Sharing)

XI.2. XI.2.1. XI.2.2. XI.2.3. XI.2.4. XI.2.5.

Jenis-Jenis Perlindungan Perlindungan Terhadap Nasionalisasi dan Pengambilalihan Hak Kepemilikan Perlindungan atas Hak-Hak yang Diperoleh (Acquired Rights) Perlindungan atas Resiko Non-Komersial Perlindungan dan Penegakan atas Hak-Hak Kekayaan Intelektual Perlindungan Hukum

445 446 446 446 447 447

XI.3.

Jangka Waktu Jaminan dan Perlindungan Penanaman Modal

448

BAB XII PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODALXII.1. Sumber Sengketa Penanaman Modal XII.1.1. Kebijakan dari Host-Country XII.1.2. Pelanggaran Kewajiban yang Dilakukan Host-Country XII.1.3. XII.1.4. XII.1.5. XII.1.6. XII.1.7. XII.2. XII.2.1 XII.2.2 XII.2.3 XII.3. XII.3.1. XII.3.2. XII.3.3. XII.3.4. Pelanggaran Kewajiban oleh Home Country Pelanggaran Kewajiban Counter-Part dari Host-Country Pelanggaran Kewajiban oleh Investor Pelanggaran oleh Masyarakat Lemahnya Penegakan Hukum Jenis-Jenis Sengketa Penanaman Modal Sengketa Administratif Sengketa Hukum Sengketa Teknis Para Pihak Dalam Sengketa Penanaman Modal Antar Negara Negara dengan Subyek Hukum Bukan Negara Subyek Hukum Bukan Negara Satu Sama Lain Investor dengan Masyarakat Setempat 451 451 451 453 453 453 454 454 454 454 455 455 455 455 455 456 456 456 456 457 458 458 458 458 458 458 458 459 459 459 460 460 460 460 460 461

XII.4. Sumber Hukum Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal XII.4.1. Hukum Internasional XII.4.2. Hukum Nasional XII.5. Tata Cara Umum Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal XII.5.1. Penyelesaian melalui Proses Ajudikasi XII.5.1.1 Penyelesaian melalui Litigasi XII.5.1.2 Penyelesaian melalui Arbitrase XII.5.2. Penyelesaian melalui Proses Non-Ajudikasi XII.5.2.1 Penyelesaian melalui Proses Negosiasi XII.5.2.2 Penyelesaian melalui Proses Mediasi XII.5.2.3 Penyelesaian melalui Proses Konsiliasi XII.5.2.4 Penyelesaian melalui Proses Jasa Baik (Good Offices) XII.5.2.5 Penyelesaian melalui Proses Komisi Pencari Fakta (Commision of Inquiry) XII.5.2.6 Penyelesaian melalui Proses Board Rules XII.5.3. Penyelesaian melalui Proses Gabungan Ajudikasi dan Non-Ajudikasi XII.5.3.1 Court-Annexed Mediation XII.5.3.2 Mediation-Arnitration XII.5.3.3 Concilliation-Arbitration XII.6. Tata Cara Penyelesaian Sengketa Antar Negara Di Bidang Penanaman Modal

XII.6.1. XII.6.2. XII.6.3. XII.6.4. XII.7. XII.7.1. XII.7.2. XII.7.3. XII.7.4. XII.8. XII.8.1. XII.8.2. XII.8.3. XII.8.3.1 XII.8.3.2 XII.8.4. XII.8.5. XII.8.5.1

Penyelesaian melalui Jalur Diplomatik Penyelesaian melalui Mahkamah Arbitrase Permanen Penyelesaian melalui Mahkamah Internasional Penyelesaian melalui Dispute Settlement Body dari WTO Tata Cara Penyelesaian Sengketa Antara Negara Dengan Subyek Hukum Bukan Negara di Bidang Penanaman Modal Penyelesaian melalui ICSID Penyelesaian melalui MIGA Penyelesaian Secara Damai (Amicable) di Luar Pengadilan Penyelesaian melalui Pengadilan Tata Cara Penyelesaian Sengketa Antara Subyek Hukum Bukan Negara Satu Sama Lain di Bidang Penanaman Modal Penyelesaian Secara Damai (Amicable) secara Musyawarah (ADR) Penyelesaian melalui Arbitrase Internasional Penyelesaian melalui Arbitrase Nasional Pengertian Arbitrase Tata Cara Arbitrase Penyelesaian melalui Dispute Board Rules Penyelesaian melalui Lembaga Peradilan Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Gugatan Perdata, yang pada tingkat pertama masuk kekuasaan pengadilan negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut Pasal 123, kepada Ketua Pengadilan Negeri di daerah hukum siapa Tergugat bertempat diam atau tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebetulnya. Wewenang mengadili

461 461 461 461 462 462 463 464 464

464 464 465 465 465 465 466 466 466

XII.8.5.2

466

XII.8.5.3

467

XII.9. XII.9.1. XII.9.2. XII.9.3. XII.10. XII.10.1. XII.10.1.1 XII.10.1.2 XII.10.1.3 XII.10.2. XII.10.2.1

Tata Cara Penyelesaian Sengketa Antara Investor Dengan Masyarakat Setempat Di Bidang Penanaman Modal Penyelesaian Secara Damai (Amicable), Secara Musyawarah (ADR) Penyelesaian Melalui Lembaga Arbitrase Ad-Hoc Penyelesaian melalui Lembaga Peradilan Penegakan Hukum Atas Penyelesaian Sengketa Penanaman Modal Tata Cara Pelaksanaan Putusan Atas Putusan Lembaga Peradilan Atas Putusan Arbitrase Asing Atas Putusan Arbitrase Dalam Negeri Syarat-syarat Bagi Pelaksanaan Putusan Atas Putusan Lembaga Peradilan

468 468 468 468 469 469 469 471 471 472 472

xl

XII.10.2.2 Atas Putusan Arbitrase Asing XII.10.2.3 XII.10.3. XII.10.3.1 XII.10.3.2 Atas Putusan Arbitrase Nasional Pembatalan Putusan Putusan Lembaga Peradilan Putusan Arbitrase

473 474 474 474 475

DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG DIGUNAKAN DALAM IKHTISAR KETENTUAN BIDANG PENANAMAN MODAL

Undang-Undang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Peraturan Pemerintah Peraturan Presiden Keputusan Presiden Instruksi Presiden Peraturan Menteri Keputusan Menteri Peraturan Kepala BKPM Peraturan Lain Instrumen Internasional

479 481 482 485 486 486 487 491 492 493 494

xlii

ISTILAH DAN PENGERTIAN

I.11. Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 2. Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal

MODAL Adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis.

I.1.11. Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 2. Pasal 1 angka 9 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007

Modal dalam negeri

Adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.

I.1.21. Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 2. Pasal 1 angka 8 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007

Modal asing

Adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.

3

I.21. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 2. Pasal 1 angka 7 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah 3. Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal; 4. Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 5. Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Perdagangan No. 45/M-DAG/PER/ 9/2009 tentang Angka Pengenal Importir (API) 6. Pasal 1 angka 1 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal

PENANAMAN MODAL Adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

4

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2007 jo. No. 62 Tahun 2008 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-bidang Usaha Tertentu dan/atau di DaerahDaerah Tertentu

Adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, baik untuk penanaman modal baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada.

I.2.11. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 2. Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 3. Pasal 1 angka 9 Peraturan Menteri Perdagangan No. 45/M-DAG/PER/ 9/2009 4. Pasal 1 angka 3 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Penanaman modal dalam negeri

Adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.

5

I.2.21. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 2. Pasal 1 angka 2 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 3. Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 4. Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Perdagangan No. 45/M-DAG/PER/ 9/2009) 5. Pasal 1 angka 2 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Penanaman modal asing

Adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

I.31. Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 2. Pasal 1 angka 8 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 3. Pasal 1 angka 3 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 4. Pasal 1 angka 4 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007 5. Pasal 1 angka 4 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

PENANAM MODAL Adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing.

6

I.3.11. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 2. Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007

Penanam modal dalam negeri

Adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

I.3.21. Pasal 1 angka 6 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 2. Pasal 1 angka 6 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007

Penanam modal asing

Adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik Indonesia.

I.4Pasal 1 angka 8, Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Minerba

DIVESTASI Divestasi (saham) adalah jumlah saham asing yang harus ditawarkan untuk dijual kepada peserta Indonesia.

I.51. Pasal 1 angka 5 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal 2. Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

PERIZINAN DAN NON-PERIZINAN Perizinan adalah segala bentuk persetujuan untuk rnelakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7

1. Pasal 1 angka 6 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 2. Pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Non-perizinan adalah segala bentuk kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jenis-jenis Perizinan dan Non-Perizinan I.5.11. Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 2. Pasal 1 angka 4 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 3. Pasal 1 angka 5 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)

Adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan non-perizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.

I.5.2

Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik (SPIPISE)

1. Pasal 1 angka 16 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 2. Pasal 1 angka 51 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah Sistem Elektronik pelayanan Perizinan dan Non-perizinan yang terintegrasi antara BKPM dengan Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang memiliki kewenangan perizinan dan non-perizinan, Perangkat Daerah Provinsi Bidang Penanaman Modal dan Perangkat Daerah Kabupaten/ Kota bidang Penanaman Modal DKPM.

I.5.3Pasal 1 angka 10 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Pendaftaran Penanaman Modal

Adalah bentuk persetujuan awal Pemerintah sebagai dasar memulai rencana penanaman modal.

8

I.5.4Pasal 1 angka 8 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Perluasan Penanaman Modal

Adalah penambahan kapasitas produksi melebihi kapasitas produksi yang telah diizinkan.

I.5.5Pasal 1 angka 12 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Pendaftaran Perluasan Penanaman Modal

Adalah bentuk persetujuan awal Pemerintah sebagai dasar memulai rencana perluasan penanaman modal.

I.5.6Pasal 1 angka 14 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Izin Prinsip Penanaman Modal

Adalah izin untuk memulai kegiatan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasllitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal. I.5.7 Izin Prinsip Perluasan Penanaman Modal

Pasal 1 angka 16 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah izin untuk memulai rencana perluasan penanaman modal di bidang usaha yang dapat memperoleh fasilitas fiskal dan dalam pelaksanaan penanaman modalnya memerlukan fasilitas fiskal. I.5.8 Izin Prinsip Perubahan Penanaman Modal

Pasal 1 angka 18 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah izin untuk melakukan perubahan atas ketentuan yang telah ditetapkan dalam Izin Prinsip/lzin Prinsip Perluasan sebelumnya. I.5.9 Izin Usaha

Pasal 1 angka 22 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah izin yang wajib dimiliki perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial baik produksi barang maupun jasa sebagai pelaksanaan atas Pendaftaran/Izin Prinsip/Persetujuan penanaman modalnya, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral.

9

I.5.10Pasal 1 angka 24 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Izin Usaha Perluasan

Adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melaksanakan kegiatan produksi/operasi komersial atas penambahan kapasitas produksi melebihi kapasitas produksi yang telah diizinkan, sebagai pelaksanaan atas Izin Prinsip Perluasan/Persetujuan Perluasan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan sektoral. I.5.11 Izin Usaha Penggabungan Perusahaan Penanaman Modal (Merger)

Pasal 1 angka 26 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan yang meneruskan kegiatan usaha (surviving company) setelah terjadinya merger untuk melaksanakan kegiatan produksi/ , operasi komersial perusahaan merger. I.5.12 Izin Usaha Perubahan

Pasal 1 angka 29 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah izin yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk melakukan perubahan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Izin Usaha/Izin Usaha Perluasan sebelumnya sebagai akibat dari perubahan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan penanaman modal. I.5.13 Angka Pengenal Impor (API)

Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Perdagangan No. 45/M-DAG/ PER/9/2009 tentang Angka Pengenal Importir (API)

Angka Pengenal Impor selanjutnya disingkat API adalah tanda pengenal sebagai importir

I.5.13.1 Angka Pengenal Importir Produsen (API-P)Pasal 3 ayat 3 Peraturan Menteri Perdagangan No. 45/M-DAG/ PER/9/2009

Adalah tanda pengenal yang diberikan kepada importir yang melakukan impor barang untuk dipergunakan sendiri dan/ atau untuk mendukung proses produksi dan tidak diperbolehkan untuk memperdagangkan atau memindahtangankan kepada pihak lain.

10

Pasal 1 angka 3 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah angka pengenal yang dipergunakan sebagai izin untuk memasukkan (impor) mesin/peralatan dan barang dan bahan untuk dipergunakan sendiri dalam proses produksi perusahaan penanaman modal yang bersangkutan. I.5.13.2 Angka Pengenal Importir Umum (API-U)

Pasal 3 ayat 2 Peraturan Menteri Perdagangan No. 45/M-DAG/ PER/9/2009

Adalah tanda pengenal yang diberikan kepada importir yang melakukan impor barang untuk keperluan kegiatan usaha dengan memperdagangkan atau memindahtangankan barang kepada pihak lain. I.5.14 Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)

Pasal 1 angka 37 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah pengesahan rencana jumlah, jabatan dan lama penggunaan tenaga kerja asing yang diperlukan sebagai dasar untuk persetujuan pemasukan tenaga kerja asing dan penerbitan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). I.5.15 Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)

Pasal 1 angka 39 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah izin bagi perusahaan untuk mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing dalam jumlah, jabatan dan periode tertentu.

I.5.16Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah

Hak Atas Tanah

Adalah hak sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

11

I.5.17Pasal 28 ayat 1 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria

Hak Guna Usaha

Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.

I.5.18 Hak Guna BangunanPasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

Adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun. I.5.19 Hak Pakai

Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

Adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini. I.6 KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA Proyek Kerjasama adalah Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan melalui Perjanjian Kerjasama atau pemberian Izin Pengusahaan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha. Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis untuk Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/ Kepala Lembaga/ Kepala Daerah dengan Badan Usaha yang ditetapkan melalui pelelangan umum.

Pasal 1 angka 5 & 6 Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 Tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur

12

I.71. Pasal 1 angka 11 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 2. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 jo. No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah- an Daerah

OTONOMI DAERAH Adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

I.8

PEMERINTAH I.8.1 Pemerintah

1. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 jo. No. 12 Tahun 2008 2. Pasal 1 angka 12 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 3. Pasal 1 angka 13 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 4. Pasal 1 angka 48 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

13

I.8.21. Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 jo. No. 12 Tahun 2008 2. Pasal 1 angka 13 Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 3. Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2008 4. Pasal 1 angka 14 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 5. Pasal 1 angka 49 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Pemerintah Daerah

Adalah Gubernur, Bupati atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

I.9

KOORDINASI PENANAMAN MODAL 1.9.1 Badan Koordinasi Penanaman Modal

Pasal 1 angka 15 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009

Adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab di bidang Penanaman Modal, yang dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bertanggung jawab di bidang penanaman modal, yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Pasal 1 angka 50 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

14

I.9.2

Perangkat Daerah Provinsi Bidang Penanaman Modal (PDPPM)

1. Pasal 1 angka 7 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 2. Pasal 1 angka 42 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masingmasing pemerintah provinsi, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah provinsi.

I.9.3

Perangkat Daerah Kabupaten/Kota Bidang Penanaman Modal (PDKPM)

1. Pasal 1 angka 8 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 2. Pasal 1 angka 43 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

Adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/ kota, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah kabupaten/ kota, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang Penanaman Modal di pemerintah kabupaten/kota.

I.101.Pasal 1 angka 9 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 2. Pasal 1 angka 44 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

PENDELEGASIAN WEWENANG Adalah penyerahan tugas, hak, kewajiban, dan pertanggungjawaban perizinan dan nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama pemberi wewenang, oleh: a. Menteri Teknis/Kepala LPND kepada Kepala BKPM sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; Gubernur kepada Kepala PDPPM; Bupati/Walikota kepada KepaIa PDKPM, yang ditetapkan dengan uraian yang jelas.

b. c.

15

I.111. Pasal 1 angka 10 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 2. Pasal 1 angka 45 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

PELIMPAHAN WEWENANG Adalah penyerahan tugas, hak, kewajiban, dan pertanggungjawaban perizinan dan non-perizinan, termasuk penandatanganannya atas nama penerima wewenang, oleh: a. Menteri Teknis/Kepala LPND kepada Kepala BKPM sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2) UndangUndang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, atau Kepala BKPM kepada gubernur sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (8) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,yang ditetapkan dengan uraian yang jelas.

b.

I.121. Pasal 1 angka 11 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 2. Pasal 1 angka 46 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

PENUGASAN Adalah penyerahan tugas, hak, wewenang, kewajiban, dan pertanggungjawaban, termasuk penandatanganannya atas nama penerima wewenang, dari Kepala BKPM kepada pemerintah kabupaten/ kota untuk melaksanakan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan Pemerintah berdasarkan hak substitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (8) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang ditetapkan dengan uraian yang jelas.

I.131. Pasal 1 angka 12 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 2. Pasal 1 angka 47 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009

PENGHUBUNG Adalah pejabat pada kementerian/LPND, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota yang ditunjuk untuk membantu penyelesaian perizinan dan non-perizinan, memberi informasi, fasilitasi, dan kemudahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan Menteri Teknis/Kepala LPND, gubernur atau bupati/walikota dengan uraian tugas, hak, wewenang, kewajiban, dan pertanggungjawaban yang jelas.

16

I.14Pasal 1 angka 3, Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala BKPM No. 7 Tahun 2010

PENGENDALIAN Adalah kegiatan untuk melakukan pemantauan, pembinaan dan pengawasan agar pelaksanaan kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

I.15Pasal 1 angka 4, Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala BKPM No. 7 Tahun 2010

PEMANTAUAN Adalah kegiatan yang dilakukan untuk memantau perkembangan pelaksanaan kegiatan penanaman modal yang telah mendapat penanaman modal dan/atau izin prinsip penanaman modal dan/ atau surat persetujuan penanaman modal dan/ atau izin usaha dan melakukan evaluasi atas pelaksanaannya.

I.16Pasal 1 angka 5, Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala BKPM No. 7 Tahun 2010

PEMBINAAN Adalah kegiatan bimbingan kepada penanam modal untuk merealisasikan penanaman modalnya dan fasilitas penyelesaian masalah/hambatan atas pelaksanaan kegiatan penanaman modal

I.17Pasal 1 angka 6, Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala BKPM No. 7 Tahun 2010

PENGAWASAN Adalah upaya atau kegiatan yang dilakukan guna mencegah dan mengurangi terjadinya penyimpangan atas pelaksanaan penanaman modal serta pengenaan sanksi terhadap pelanggaran/penyimpangan atas ketentuan peraturan perundang-undangan.

17

I.18Pasal 1 angka 40 Peraturan Kepala BKPM No. 12 Tahun 2009 Pasal 1 angka 16 Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 jo. No. 7 Tahun 2010

LAPORAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL (LKPM) Adalah laporan berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan dan kendala yang dihadapi penanam modal. Adalah laporan secara berkala mengenai perkembangan kegiatan perusahaan dan kendala yang dihadapi penanam modal dalam bentuk dan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan ini.

18

ASAS DAN TUJUAN

II.1

ASAS II.1.1 Kepastian Hukum

Pasal 3 Ayat {1} huruf a, UndangUndang No. 25 Tahun 2007

Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan tindakan dalam bidang penanaman modal. II.1.2 Keterbukaan

Pasal 3 Ayat {1} huruf b, UndangUndang No. 25 Tahun 2007 Pasal 2 ayat (3), Undang-Undang No. 14 Tahun 2008

Asas keterbukaan adalah asas yang terbuka terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kegiatan penanaman modal. Setiap Informasi Publik harus dapat diperoleh setiap Pemohon Informasi Publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. II.1.3 Akuntabilitas

Pasal 3 Ayat {1} huruf c, UndangUndang No. 25 Tahun 2007

Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari penyelenggaraan penananam modal harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. II.1.4 Perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara

Pasal 3 Ayat {1} huruf d, UndangUndang No. 25 Tahun 2007

Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara adalah asas perlakuan pelayanan non diskriminasi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, baik antara penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing maupun antara penanam modal dari satu negara asing dan penanam modal dari negara asing lainnya. II.1.5 Kebersamaan

Pasal 3 Ayat {1} huruf e, UndangUndang No. 25 Tahun 2007

Asas kebersamaan adalah asas yang mendorong peran seluruh penanam modal secara bersamasama dalam kegiatan usahanya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

21

II.1.6Pasal 3 Ayat {1} huruf f, UndangUndang No. 25 Tahun 2007

Efisiensi Berkeadilan

Asas efisiensi berkeadilan adalah asas yang mendasari pelaksanaan penanaman modal dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif, dan berdaya saing. II.1.7 Berkelanjutan

Pasal 3 Ayat {1} huruf f, UndangUndang No. 25 Tahun 2007

Asas berkelanjutan adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui penanaman modal untuk menjamin kesejahteraan dan kemajuan dalam segala aspek kehidupan, baik untuk masa kini maupun yang akan datang. Asas berkelanjutan juga dapat ditemui dalam Undang-Undang mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menekankan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. II.1.8 Berwawasan lingkungan

Pasal 1 angka 3, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009

Pasal 3 Ayat {1} huruf f, UndangUndang No. 25 Tahun 2007 Pasal 45 huruf b Undang-Undang No. 32 Tahun 2009

Asas berwawasan lingkungan adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap memerhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia serta pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah wajib mengalokasikan anggaran yang memadai untuk membiayai: program pembangunan yang berwawasan lingkungan hidup. II.1.9 Kemandirian

Pasal 3 Ayat {1} huruf i, UndangUndang No. 25 Tahun 2007

Asas kemandirian adalah asas penanaman modal yang dilakukan dengan tetap mengedepankan potensi bangsa dan negara dengan tidak menutup diri pada masuknya modal asing demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi.

22

II.1.10

Keseimbangan Kemajuan Ekonomi Nasional

dan

Kesatuan

Pasal 3 Ayat {1} huruf j, UndangUndang No. 25 Tahun 2007

Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional adalah asas yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional. II.2 TUJUAN PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL II.2.1 Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Pasal 13 UndangUndang No. 25 Tahun 2007

Salah satu kebijakan pemerintah khususnya dibidang penanaman modal yang ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional adalah ditetapkan dan dikembangkannya kawasan ekonomi khusus yang dimaksudkan untuk pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan suatu daerah. Dalam hal ini, pemerintah berwenang menetapkan kebijakan penanaman modal tersendiri. II.2.2 Menciptakan Lapangan Kerja

Pasal 10, UndangUndang No. 25 Tahun 2007

Tujuan ini tercermin pada salah satu ketetapan yang mengharuskan perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia dan diwajibkan meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga negara Indonesia melalui pelatihan kerja serta mewajibkan bagi perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja asing untuk menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. II.2.3 Meningkatkan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

Pasal 15 huruf b, Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

Kebijakan yang terkait secara langsung dengan konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan antara lain tercermin dalam ketetapan yang mewajibkan penanam modal untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Social Responsibility/CSR).

23

Pasal 16 huruf b, c, dan d, Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

Kebijakan lain yang juga terkait hal ini adalah mengenai tanggung jawab penanam modal untuk menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak, ikut serta untuk menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, serta menjaga kelestarian lingkungan hidup II.2.4 Meningkatkan Kemampuan Daya Saing Dunia Usaha Nasional

Paragraph 10 Penjelasan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

Hal ini sejalan dengan upaya untuk mendorong perekonomian Indonesia menuju perekonomian global serta untuk mengantisipasi berbagai konsekuensi yang harus dihadapi terkait keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional yang terkait dengan penanaman modal, baik secara bilateral, regional maupun multilateral (World Trade Organization/WTO). II.2.5 Meningkatkan Kapasitas dan Kemampuan Teknologi Nasional

Pasal 10 ayat (4), Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

Tujuan ini tercermin secara kongkrit dalam rumusan kebijakan di bidang penanaman modal, khususnya mengenai kewajiban perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing untuk menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. II.2.6 Mendorong Pengembangan Ekonomi Kerakyatan

Pasal 13 UndangUndang No. 25 Tahun 2007

Tujuan ini tercermin pada kebijakan yang memberikan perlindungan terhadap pelaku usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, dimana pemerintah diwajibkan menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Di samping itu, pemerintah diwajibkan pula untuk melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi melalui program

24

kemitraan, peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang seluas-luasnya. II.2.7 Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeriKonsiderans menimbang huruf c, Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

Hal ini tercermin pada konsideran menimbang yang menyebutkan bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri II.2.8 Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

Tujuan ini tercermin dalam Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat.

25

26

KEBIJAKAN UMUM PENANAMAN MODAL

27

III.1Pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL a. Pemerintah menetapkan penanaman modal untuk: kebijakan dasar

1. Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan 2. Mempercepat peningkatan penanaman modal. b. Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah: 1. Memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional; 2. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan 3. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal.

c.

III.2Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Percepatan Pengembang-an Sektor Riil dan Pember- dayaan UKM

PENINGKATAN IKLIM INVESTASI DAN IKLIM USAHA III.2.1 Memperkuat Kelembagaan Pelayanan Investasi

III.2.1.1 Penyusunan peraturan perundang- undangan yang terkait dengan Penanaman Modal:

29

Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 Peraturan Presiden No. 76 Tahun 2007

a. b.

Undang-Undang tentang Penanaman Modal Peraturan Presiden tentang Tata Cara Pelaksanaan dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Peraturan Presiden tentang persyaratan bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan sebagai dasar penetapan daftar bidang usaha yang tertutup dan yang terbuka dengan persyaratan Peraturan Presiden t