imunologi persalinan normal dan prematur
DESCRIPTION
journal translationTRANSCRIPT
IMUNOLOGI PERSALINAN NORMAL DAN PREMATUR
Morgan R Peltier
ABSTRAK
Selama kehamilan terdapat perubahan imunitas maternal pada uterus dimana respon imun
bawaan proinflamasi diregulasi secara ketat untuk mencegah penolakan imunologis terhadap
allograf janin. Gangguan pada keseimbangan sitokin oleh karena bakteri atau faktor lain
meningkatkan produksi sitokin proinflamasi pada pertemuan antara jaringan ibu dan janin
dan mengaktivasi mekanisme persalinan secara prematur. Meskipun telah dilakukan
penelitian selama bertahun-tahun, strategi efektif untuk mencegah persalinan masih belum
tersedia dan kebanyakan terapi ditujukan untuk menghambat kontraksi myometrium dan
memperbaiki luaran neonatus.
DEFINISI, EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI PERSALINAN PREMATUR
Proses persalinan dan kelahiran prematur merupakan permasalahan utama pada era obstetrik
modern dan didefinisikan sebagai persalinan atau kelahiran sebelum masa kehamilan 37
minggu (relatif terhadap periode menstruasi terakhir). Sebesar 30% dari persalinan prematur
didahului oleh ketuban pecah dini prematur atau preterm, premature rupture of the
membrane (PPROM), yang didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum masa kehamilan
mencapai 37 minggu. Pada literatur lama, semua bayi yang dilahirkan dengan berat kurang
dari 2500 gram dianggap prematur. Pada penelitian-penelitian selanjutnya, yang
menggunakan metode penentuan tanggal kehamilan yang lebih baik, menemukan bahwa
kebanyakan dari bayi-bayi tersebut sebenarnya dilahirkan cukup bulan tetapi kecil karena
penurunan pertumbuhan janin (restriksi pertumbuhan dalam kandungan). Pada masa kini
dimana kurva pertumbuhan dan detil statistik untuk bayi pada usia kehamilan berapapun telah
tersedia, bayi cukup bulan pada persentil 10 terbawah disebut kecil masa kehamilan (KMK).
Meskipun data statistik bayi dengan berat lahir rendah (lahir dengan berat kurang dari 2500
gram tanpa melihat usia kehamilan) tidak dapat membedakan antara bayi-bayi KMK atau
oleh karena persalinan prematur, data tersebut masih digunakan oleh ahli epidemiologi
karena mudah didapatkan dan berguna untuk populasi yang susah mengakses pelayanan
prenatal atau fasilitas untuk mendokumentasikan umur kehamilan saat kelahiran.
Kelahiran prematur terjadi sekitar 11,9% dari total kehamilan pada tahun 2001 dan jumlah
bayi yang terlahir prematur meningkat secara terus-menerus selama dua dekade terakhir.
Meskipun telah banyak usaha yang dilakukan selama 40 tahun terakhir, hampir secara
keseluruhan perkembangan dalam terapi persalinan prematur dikarenakan kemajuan di
bidang neonatologi. Kemungkinan bertahan hidup bagi bayi yang lahir pada usia kehamilan
30 minggu mencapai >90% dan batasan kelangsungan hidup bayi diperpanjang menjadi 24
minggu. Sebesar 2% bayi yang dilahirkan sebelum 32 minggu, menyumbang sekitar 70% dari
angka mortalitas bayi dan bayi-bayi yang dapat bertahan hidup biasanya menderita kelainan-
kelainan respiratori dan neurologis jangka pendek maupun panjang, seperti displasia
bronkopulmoner, serebral palsi, perdarahan intraventrikular, patent ductus arteriosus, dan
prestasi sekolah yang buruk pada tahun-tahun berikutnya. Komplikasi-komplikasi kelahiran
prematur tersebut menghabiskan sekitar 10% dari biaya pelayanan kesehatan pediatri di
Amerika Serikat dan mencapai 5,5-6 milyar dolar/tahun untuk biaya kesehatan tambahhan,
pendidikan, dan perawatan anak.
Sebagian besar kesulitan dalam pencegahan persalinan dan kelahiran prematur bersumber
dari kemungkinan bahwa persalinan prematur merupakan hasil akhir dari sejumlah
komplikasi kehamilan termasuk kesehatan serviks, janin, selaput ketuban, plasenta, dan
myometrium. Penyebab persalinan prematur yang telah diketahui termasuk gizi buruk,
konsumsi alkohol, merokok, infeksi, ketuban pecah dini, kehamilan ganda, kelainan
pembekuan, dan gangguan plasenta. Komponen yang sama pada kebanyakan kondisi tersebut
yaitu inflamasi pada pertemuan antara jaringan ibu-janin yang dimediasi oleh sitokin
proinflamasi. Hasil akhirnya adalah janin kehilangan ketahanan imunnya dan menjadi target
pengrusakan oleh sistem imun bawaan. Imunitas adaptif (disebabkan oleh sel T klasik)
tampaknya tidak berperan penting dalam persalinan prematur meskipun kelahiran prematur
sebelumnya merupakan prediktor terkuat dalam memprediksi kejadian kelahiran prematur
berikutnya karena masa kehamilan tidak berkurang sesuai dengan jumlah persalinan
sebelumnya (sebagaimana yang terjadi pada penolakan tubuh terhadap transplantasi) dan
banyak wanita mempunyai kehamilan normal setelah riwayat kelahiran prematur
sebelumnya.
IMUNOMODULATOR PADA PERTEMUAN ANTARA JARINGAN IBU-JANIN
Sebuah mekanisme dimana janin dapat memelihara ketahanannya terhadap sistem imun
maternal dalam rahim adalah dengan meregulasi dengan ketat level sitokin pada pertemuan
antara jaringan ibu-janin. Meskipun beberapa peran fisiologis sitokin proinflamasi pada
pertemuan antara jaringan ibu-janin telah ditunjukkan berkaitan dengan pertumbuhan
plasenta dan desidua, banyak literatur mendukung konsep bahwa produksi berlebihan atau
menyimpang dari sitokin proinflamasi seperti interleukin (IL)-1β, Tumor necrosis factor
(TNF)-α, dan Interferon (IFN)-γ pada pertemuan antara jaringan ibu-janin berbahaya bagi
kehamilan. IL-10 juga mungkin merupakan sitokin penting karena menekan produksi sitokin
proinflamasi oleh sel lain dan banyak penelitian telah mendokumentasikan produksinya pada
pertemuan antara jaringan ibu-janin. Kehamilan tidak tergantung pada produksi IL-10,
namun, karena IL-10 (-/-) tikus masih subur, menunjukkan bahwa immunomodulator lainnya
juga dapat berkontribusi terhadap kelangsungan hidup allograf janin.
Imunomodulator yang diteliti paling baik pada pertemuan antara jaringan ibu-janin adalah
progesteron (P4), yang jelas memiliki peran dalam kelangsungan hidup allograf janin.
Banyak percobaan telah menunjukkan bahwa progesteron memblok proliferasi limfosit yang
distimulasi oleh mitogen, meningkatkan waktu kelangsungan hidup allograft, memodulasi
produksi antibodi, menurunkan ledakan oksidatif monosit, mengurangi produksi sitokin
proinflamasi oleh makrofag sebagai respon terhadap produk bakteri dan mengubah sekresi
sitokin oleh klon T-sel untuk mendukung produksi IL-10. Mekanisme dimana progesteron
memunculkan aksi imunomodulatornya pada jaringan reproduktif masih belum jelas tetapi
mungkin melibatkan baik aksi langsung dan tidak langsung pada sel-sel imun. Konsentrasi
progesteron yang diperlukan untuk menghambat proliferasi limfosit in vitro yang jauh di atas
KD untuk reseptornya dan tidak dapat diblokir oleh RU486, menunjukkan bahwa efeknya
dimediasi melalui berbagai jenis reseptor seperti reseptor glukokortikoid. Konsentrasi
progesteron pada pertemuan antara jaringan ibu-janin pada akhir kehamilan berada dalam
kisaran dari 1-5 g/mg protein. Oleh karena itu, efek langsung progesteron pada fungsi
kekebalan tubuh yang ditunjukkan dalam percobaan in vitro tersebut adalah fisiologis.
Protein dengan aktivitas imunosupresif yang dihasilkan di bawah pengaruh progesteron telah
teridentifikasi untuk endometrium hewan pemamah biak dan leukosit manusia. Protein
tersebut dapat mengubah proliferasi, aktivasi dan fungsi efektor dari sel-sel kekebalan di
pertemuan antara jaringan ibu-janin dan dapat memberikan mekanisme alternatif tidak
langsung untuk imunosupresi yang dimediasi P4.
IMUNOMODULATOR SAAT PERSALINAN
Proses persalinan melibatkan tiga proses fisiologis yang saling bergantungan: remodeling
serviks sehingga memungkinkan terjadinya peregangan terbuka saluran reproduksi,
melemahnya dan pecahnya ketuban di wilayah yang menutupi serviks dan inisiasi kontraksi
ritmis dengan amplitudo dan frekuensi meningkat yang pada akhirnya memaksa janin dan
plasenta dari rahim. Beberapa dari proses ini tampaknya dimediasi oleh sitokin proinflamasi,
menunjukkan bahwa ketahanan terhadap sistem imun yang dimiliki oleh unit janin-plasenta
dicabut pada saat persalinan. Sebuah respon inflamasi selama persalinan juga dapat
melepaskan fragmen plasenta dan mempersiapkan rahim untuk patogen yang tidak diragukan
lagi akan ditemui selama periode postpartum.
Peran progesteron dalam persalinan
Pada model kehamilan hewan pengerat dan pemamah biak, persalinan didahului oleh
penurunan cepat dalam konsentrasi P4 perifer. Akan tetapi pada primata dan marmut,
konsentrasi P4 tetap tinggi sampai melahirkan plasenta. Namun, blokade reseptor progesteron
dengan RU486 adalah cara yang sangat efisien untuk merangsang persalinan pada primata.
Hal ini menunjukkan bahwa penghapusan progesteron menyebabkan persalinan tetapi bahwa
mekanisme ini mungkin tidak diperlukan untuk memulai proses kelahiran. Perbedaan dalam
mekanisme proses kelahiran pada primata dan hewan pengerat tetapi produksi estradiol
dipertahankan pada spesies mamalia telah menyebabkan hipotesis bahwa rasio estrogen:
progesteron lebih penting dari tingkat absolut hormon ini dan bahwa peningkatan estradiol
menghilangkan efek biologis dari progesteron. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
mungkin ada " penarikan fungsional" dari P4 di sejumlah jaringan kehamilan pada primata
oleh karena modulasi reseptor progesteron. Reseptor P4 tersebut telah diketahui penting
untuk menekan sifat inflamasi dari estradiol pada tikus. Blokade atau pencabutan fungsi
reseptor P4 bisa memungkinkan terjadinya kaskade proinflamasi dalam rahim dalam
hubungannya dengan peningkatan tingkat estradiol. Pada desidua terdapat kehilangan yang
signifikan pada ikatan reseptor P4 terhadap elemen responnya dalam sampel yang
dikumpulkan setelah melahirkan. Selama persalinan, ada pergeseran yang signifikan dari
jenis reseptor P4 dalam miometrium dari bentuk B ke bentuk A dan terdapat kurangnya
ekspresi yang signifikan dari kedua reseptor pada amnion. Reseptor P4 bentuk A tampaknya
menghambat transduksi sinyal dari bentuk B karena sel miometrium yang tertransfeksi
dengan kedua reseptor gagal untuk memulai ekspresi gen, sedangkan yang tertransfeksi
dengan bentuk-B saja berhasil. Pada stroma serviks manusia, pergeseran reseptor P4 dari
bentuk B ke bentuk A dengan tidak ada perubahan dalam total reseptor P4 juga telah
teridentifikasi.
Perubahan imunologi pada serviks selama persalinan
Dengan ketiadaan pengaruh P4, produksi IL-8, IL-1β, IL-6 dan TNF-α meningkat dalam
leher rahim manusia selama pematangan serviks dan persalinan. Analisis imunohistokimia
dari biopsi serviks telah menunjukkan bahwa IL-1β diproduksi terutama oleh leukosit, IL-6
oleh leukosit, kelenjar epitel dan sel epitel permukaan, dan IL-8 diproduksi terutama oleh
leukosit, sel epitel kelenjar, sel-sel epitel permukaan dan sel stroma. Selama persalinan ada
masukan dalam jumlah leukosit di leher rahim yang disebabkan terutama oleh peningkatan
jumlah neutrofil (neutrofil elastase + sel) dan makrofag (CD68 + sel) tetapi tidak T (CD3 +
sel) atau sel-sel B (CD20 + sel). Sitokin proinflamasi dapat menginduksi pematangan leher
rahim dalam beberapa cara. IL-1β dan TNF-α meningkatkan produksi matriks
metalloproteinase (MMP) -1, MMP-3, MMP-9, dan cathepsin S. Selain itu, IL-1β
menurunkan ekspresi inhibitor jaringan metaloproteinase (TIMP) -2, suatu inhibitor endogen
MMP-2. Proteinase tersebut dapat mencerna serat kolagen dan elastin dalam matriks
ekstraselular dari leher rahim untuk lebih meningkatkan kepatuhan serviks. IL-1β dapat
bertindak pada sejumlah jenis sel untuk meningkatkan produksi siklooksigenase (COX) -2
dan prostaglandin E2 (PGE2), komponen kimia yang paling efektif untuk menginduksi
dilatasi serviks pada wanita. IL-1α, yang menggunakan reseptor yang sama seperti IL-1β,
telah terbukti secara eksperimen dalam meningkatkan produksi COX-2 dan PGE2 oleh sel
otot polos serviks kelinci. Prostaglandin E2 kemudian dapat lebih merangsang persalinan
dengan meningkatkan produksi proteinase atau mungkin memainkan peran tidak langsung,
dengan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah terhadap perpindahan leukosit. Nitrat
oksida (NO), mediator proinflamasi lainnya yang meningkat pada waktu tersebut, juga dapat
berkontribusi dalam vasodilasi dalam rangka memfasilitasi perpindahan leukosit.
IL-8 menyebabkan neutrofil dari pinggiran bermigrasi menuju leher rahim dan dapat
mengaktifkan mereka untuk melepaskan MMP-8 (neutrofil kolagenase) dan elastase neutrofil
yang dapat mencerna matriks ekstraselular yang dihasilkan oleh fibroblast serviks.
Peningkatan konsentrasi granulocyte-CSF (G-CSF) dalam leher rahim selama persalinan juga
dapat menstimulasi proliferasi dari subset neutrofil. Peran IL-6 di leher rahim selama
persalinan tidak jelas pada kehamilan normal tetapi sitokin ini telah digunakan sebagai
biomarker yang efektif untuk memprediksi persalinan. Peran yang mungkin yaitu untuk
merangsang neutrofil, makrofag atau sel lain di jaringan lokal untuk memproduksi sitokin
proinflamasi tambahan yang membantu proses pematangan serviks seperti PGE2 atau NO.
Perubahan imunologi pada selaput ketuban selama proses kelahiran
Dalam membran, sebuah proses proinflamasi yang sama seperti yang dijelaskan di atas
terjadi dalam leher rahim. Selama persalinan, produksi IL-8, TNF-α, IL-6 dan IL-1β
meningkat dalam membran. Juga ada peningkatan jumlah MMP-9 tetapi tidak MMP-2 dan
penurunan tingkat dari TIMPs. Sebuah polimorfisme promotor dari gen MMP-9 yang terkait
dengan peningkatan produksi enzim ini dikaitkan dengan peningkatan risiko PPROM di
Afrika-Amerika. TNF-α dan IL-1β meningkatkan produksi MMP-9 oleh amnion, tetapi tidak
korion, eksplan in vitro. Pemberian infus IL-1β intra-ketuban ke dalamkateter yg dipasang
pada monyet rhesus meningkatkan aktivitas MMP-9 tapi tidak MMP-2. Peningkatan aktivitas
kolagenase dapat kemudian melemahkan kekuatan tensil dari selaput ketuban dan
menurunkan ambang batas mereka hingga pecah. Sitokin proinflamasi juga dapat
meningkatkan produksi prostaglandin dalam selaput ketuban. Stimulasi amnion dan korion
sel dengan IL-1β dan TNF-α juga meningkatkan produksi PGE2 melalui COX-2. PGE2
kemudian mungkin dapat menyebabkan peningkatan produksi MMP-9 atau bisa melewati
selaput ketuban untuk merangsang pematangan serviks atau merangsang kontraksi
miometrium. Meskipun amnion menghasilkan jumlah PGE2 yang signifikan selama
kehamilan, terdapat sedikit pengaruh hormon ini pada rahim atau serviks karena korion dan
trofoblas menghasilkan enzim, 15-hydroxyprostaglandin dehidrogenase (PGDH), yang
mengubah PGE2 dan PGF2α untuk metabolit aktif. Hormon dan sitokin yang terkait dengan
proses persalinan seperti kortisol, TNF-α dan IL-1β telah terbukti dapat menghambat
produksi PGDH, yang dapat berkontribusi untuk peningkatan produksi prostaglandin selama
persalinan.
Perubahan imunologi dalam miometrium selama proses kelahiran
Pola perubahan yang disebabkan oleh sitokin seperti dijelaskan di atas tampaknya juga terjadi
di miometrium dimana peningkatan protein dan/atau konsentrasi mRNA IL-1β, TNF-α dan
IL-6 berhubungan dengan persalinan. Sitokin proinflamasi ini telah diimunolikalisasi ke
leukosit dalam miometrium, yang meningkat selama persalinan. Peningkatan konsentrasi
leukosit dalam miometrium selama persalinan bisa disebabkan oleh meningkatnya ekspresi
kemokin seperti MCP-1 dan IL-8 yang juga meningkat selama persalinan dan dapat merekrut
makrofag dan neutrofil ke miometrium. IL-1β dan TNF-α merangsang pelepasan asam
arakidonat, mengaktivasi metabolisme fosfolipid dan meningkatkan produksi prostaglandin
oleh miometrium. IL-1β mengaktifkan sistem sinyal transduksi yang melibatkan NF-kB
untuk meningkatkan ekspresi COX-2 [62], yang meningkat dalam miometrium selama
persalinan, dan merangsang produksi PGE2 oleh sel miometrium. Efek dari IL-1β pada sel
miometrium ini mirip dengan efek dari oksitosin yang juga meregulasi COX-2 dan produksi
PGE2 oleh sel-sel miometrium. Oksitosin dan PGE2 keduanya meningkatkan konsentrasi
kalsium intraseluler dalam sel miometrium, yang diperlukan untuk kontraksi uterus.
Meskipun IL-6 tidak berpengaruh pada produksi prostaglandin oleh sel miometrium dan tidak
mampu untuk merangsang kontraksi miometrium, sitokin ini dapat memainkan peran dalam
persalinan dengan meningkatkan ekspresi reseptor oksitosin pada sel miometrium untuk
meningkatkan respon mereka terhadap oxytocin. Seperti IL-1β, IL-6 juga dapat
meningkatkan sekresi oksitosin oleh sel miometrium. IL-1β dan TNF-α dapat juga
meningkatkan produksi MMP-9 oleh sel miometrium, yang mungkin penting untuk pelepasan
plasenta
INFEKSI DAN INFLAMASI SEBAGAI PENYEBAB PERSALINAN PREMATUR
Infeksi merupakan penyebab paling sering PPROM dan persalinan prematur dan jelas
diidentifikasi di lebih dari 30% kasus. Organisme paling sering dikaitkan dengan persalinan
prematur meliputi: Ureaplasma urealyticum, Mycoplasma hominis, Streptococcus agalactae,
dan Escherichia coli. Postulat Koch untuk organisme ini sebagai patogen di persalinan
prematur telah dipenuhi dalam sejumlah studi menggunakan model kehamilan primata,
kelinci atau tikus. Studi klinis juga telah menunjukkan bahwa infeksi intra-amnion terkait
dengan persalinan prematur, PPROM dan hasil kehamilan yang buruk.
Infeksi dapat menyebabkan PPROM dan persalinan prematur dengan menyebabkan aktivasi
prematur kaskade sitokin, yang pada gilirannya, mengaktifkan mekanisme partus seperti
dijelaskan di atas. Konsentrasi cairan ketuban untuk sejumlah besar mediator proinflamasi
seperti IL-1β, TNF-α, IL-6, MMP-9, dan IL-8 telah dibandingkan antara wanita dengan
infeksi intra-amnion dan mereka dengan cairan ketuban steril. Mayoritas dari studi ini
menunjukkan bahwa produksi sitokin proinflamasi ini dan lainnya meningkat selama infeksi
intra-amniotik, persalinan prematur atau PPROM. Penelitian serupa yang dilakukan
menggunakan sampel yang dikumpulkan dari jaringan kehamilan lainnya (misalnya cairan
leher rahim/vagina, plasenta atau selaput ketuban) juga mendukung konsep bahwa aktivasi
dini sitokin oleh organisme menular dapat menyebabkan persalinan prematur atau PPROM.
Administrasi bakteri atau produk bakteri pada tikus atau primata selama kehamilan akhir
menyebabkan persalinan prematur yang didahului oleh peningkatan produksi sitokin
proinflamasi TNF-α termasuk IL-1β dan. Administrasi IL-1β mampu meniru efek dari bakteri
dengan menyebabkan persalinan prematur, menunjukkan peran kausal sitokin ini dalam
persalinan prematur yang diinduksi infeksi. TNF-α tidak menyebabkan kelahiran prematur
tetapi menyebabkan kematian janin intrauterin. Sumber sitokin ini masih belum jelas tetapi
mungkin berasal dari sel-sel trofoblas serta makrofag janin atau ibu. Pemeriksaan kultur
amnion, korion, dan sel desidua menghasilkan sitokin proinflamasi sebagai respon terhadap
bakteri atau produk bakteri. Sekarang juga mungkin bahwa sitokin turunan dari makrofag
dapat bertindak pada reseptor pada sel plasenta, yang, pada gilirannya, meningkatkan
produksi sitokin proinflamasi pada pertemuan jaringan ibu-janin.
Efek lain sitokin proinflamasi kemungkinan meliputi: peningkatan produksi radikal bebas
seperti NO, peningkatan produksi prostaglandin, dan meningkatkan apoptosis plasenta.
Peningkatan konsentrasi NO dan PGE2 dalam cairan ketuban berhubungan dengan infeksi
intrauterine. COX-2 dan iNOS keduanya diregulasi dalam jaringan kehamilan murine dalam
menanggapi LPS. Selain itu, penghambat cyclooxygenases dan nitrat oksida synthases
(iNOS) memblok persalinan prematur yang diinduksi LPS pada tikus.
INTERAKSI PEJAMU-PATOGEN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN
PERADANGAN PADA PERTEMUAN JARINGAN IBU-JANIN.
Bagaimana patogen berinteraksi dengan sel-sel kekebalan tubuh untuk merangsang proses
inflamasi pada saluran reproduksi yang belum dipahami dengan baik. Kemajuan terbaru
dalam biologi perkembangan dan genomik fungsional, bagaimanapun, telah menyebabkan
penemuan dari keluarga reseptor, toll-like receptors (TLRs), yang memiliki domain
intraseluler dengan homologi tinggi ke reseptor IL-1. Protein ini disajikan pada permukaan
sel imun dan non-imun dan domain ekstraseluler protein ini berfungsi sebagai molekul
penjaga untuk biomolekul pada patogen kelas yang berbeda. Misalnya, TLR-2 mengenali di-
dan tripalmitoylated peptida, TLR-4 mengenali lipid komponen A LPS. TLR-3 mengenali
RNA double stranded yang dapat dilepaskan oleh sel yang terinfeksi virus. TLR-5 mengenali
flagellar protein dari E. coli pilliated dan sel ragi. TLR-9 memungkinkan sel kekebalan untuk
menanggapi CpG DNA, yang lebih sering terjadi pada bakteri. Data yang bertentangan pada
pengenalan asam lipoteichoic yang diproduksi oleh organisme Gram-positif dengan beberapa
studi melibatkan peran TLR-2 dan lainnya yaitu peran TLR-4 untuk efeknya pada sel. TLR-1
dan TLR-6 dimerize dengan TLR-2 untuk mendeteksi perbedaan baik dalam struktur molekul
dengan TLR-6 sehingga memungkinkan deteksi dipalmitoylated lipid seperti MALP-2 dari
Mycoplasma dan TLR-1 memungkinkan deteksi lipid tripalmitoylated seperti yang dari
Borrellia. Fungsi TLRs lainnya tidak diketahui, tetapi mereka dapat melakukan beberapa
fungsi aksesori atau mereka dapat mengenali mediator inflamasi lainnya yang belum
ditemukan..
Selain mendeteksi patogen, TLRs juga dapat berperan dalam menanggapi mediator endogen
kerusakan atau cedera jaringan. TLR-4 dapat diaktifkan dengan stress-induced fibronektin
yang mengusung domain tambahan A untuk meningkatkan produksi MMP-9 oleh sel THP-1.
Surfaktan protein A memiliki efek yang sama pada sel THP-1 tetapi ini dimediasi melalui
TLR-2. Heat Shock Protein-70 (Hsp 70), gp96 dan hsp 60 meningkatkan produksi sitokin
proinflamasi melalui TLR-2 dan TLR-4. Fibrinogen ekstravaskuler juga dapat memodulasi
produksi kemokin oleh makrofag melalui TLR-4. Kemampuan untuk sel untuk merespon
mediator inflamasi endogen konsisten dengan model sistem imun "Danger". Model ini
memprediksi bahwa kekebalan bukan karena hanya untuk keasingan antigen tetapi juga untuk
kemampuan mereka untuk melakukan kerusakan dan didasarkan pada banyak pengamatan
bahwa cedera jaringan atau nekrosis dikaitkan dengan respon imun yang lebih besar (seperti
kebutuhan untuk adjuvant untuk mendapatkan respon imun yang efektif). Toll-like receptor
tampaknya menjadi rantai yang hilang antara sistem imun bawaan dan adaptif karena reseptor
berbeda mengikat ligan yang lebih lazim di berbagai kelas patogen dan mungkin dapat
mengarahkan sistem imun adaptif untuk menanggapi patogen kelompok tertentu. Studi
terbaru menunjukkan bahwa TLR-2 dan TLR-9 agonis merangsang subset dari gen yang
biasanya diinduksi oleh TLR-4. Sebagai contoh, sitokin dan kemokin proinflamasi IL-1β,
MIP-1α, MIP-2, IL-6, TNF-α dan IFN-γ diinduksi oleh makrofag murine di respon terhadap
TLR-2 dan TLR-4 agonis, bagaimanapun, iNOS, IL-12p40, IP-10 dan MCP-5 diproduksi
terutama dalam menanggapi TLR-4 agonis. Dalam dendritik sel manusia, TLR-2 agonis lebih
efisien meningkatkan produksi IL-8 dan IL-23 daripada TLR-4 agonis. Salah satu gen yang
diinduksi oleh TLR-4 tetapi tidak TLR-2 agonis adalah IFN-β yang berfungsi sebagai faktor
penting antara jajaran gen yang diproduksi oleh TLR-2 dan TLR-4 agonis. Stimulasi
makrofag dengan TLR-2 agonis dan IFN-β menghasilkan pola sitokin yang mirip dengan
yang diinduksi oleh ligan TLR-4.
Bagaimana TLRs memediasi inflamasi pada pertemuan antara jaringan ibu-janin baru mulai
dipelajari. Pemahaman yang lebih baik mengenai protein dan kaskade sinyal transduksi yang
mereka mediasi mungkin menjelaskan mengapa beberapa kehamilan terjadi komplikasi
persalinan prematur dan PPROM sedangkan lain hanya dipengaruhi oleh PPROM.
Investigasi lebih lanjut ke dalam aktivator endogen dari TLRs juga dapat menjelaskan
bagaimana persalinan prematur dan PPROM dapat terjadi tanpa adanya infeksi (misalnya
preeklamsia, kehamilan ganda, kehamilan remaja, atau karena merokok berlebihan dan
konsumsi alkohol). Molekul-molekul ini mungkin merupakan sasaran yang sangat baik untuk
strategi terapi karena mereka adalah mediator awal dari kaskade proinflamasi yang pada
akhirnya berakhir pada persalinan prematur. Messenger RNA untuk semua TLRs ada pada
plasenta manusia dan studi pada tikus hamil mengungkapkan bahwa ekspresi TLR-2 dan
TLR-4 ada sepanjang paruh kedua kehamilan. Plasenta manusia yang cukup bulan juga
mengekspresi TLR-2 dan TLR-4 di sinsitiotrofoblas, yang akan berada dalam kontak
langsung dengan patogen yang menyerang. Meskipun tingkat ekspresi TLR-2 dan TLR-4
tidak meningkat dalam plasenta manusia selama persalinan atau sebagai respons terhadap
TNF-α, reseptor tersebut tampaknya menjadi fungsional karena IL-8 dan sekresi TNF-α oleh
eksplan plasenta meningkat setelah inkubasi dengan Zymosan (agonis TLR-2) atau LPS (a
TLR-4 agonis). Satu polimorfisme genetik untuk TLR-4, Asp299Gly, hasil dalam fungsi
reseptor menurun dan terkait dengan disposisi pra-ke persalinan prematur pada populasi
Finlandia. Hasil ini cukup mengejutkan, karena C3H/HeJ tikus, yang yang tidak memiliki
TLR4 fungsional, tahan terhadap persalinan prematur diinduksi oleh E. coli.
PENGOBATAN IMUNOMODULATOR PARU UNTUK PERSALINAN PREMATUR
Strategi klasik untuk mengobati dan mencegah persalinan prematur berfokus pada memblokir
kontraksi miometrium dengan β-mimetics, antagonis oksitosin, siklooksigenase inhibitordan
magnesium sulfat. Meskipun ada banyak studi klinis mengevaluasi perawatan ini, hasilnya
bertentangan, menunjukkan bahwa tidak ada pengobatan tunggal tokolitik mungkin efektif
untuk semua wanita dengan persalinan prematur. Selain itu, kemungkinan ada risiko
signifikan dengan perawatan ini termasuk masalah jantung dan patent ductus arteriosus.
Menggunakan asumsi bahwa persalinan prematur kebanyakan disebabkan oleh infeksi
intrauterine, beberapa uji klinis acak telah dilakukan untuk menentukan apakah antibiotik
bisa meningkatkan hasil kehamilan. Percobaan ini telah menghasilkan hasil yang
bertentangan karena perbedaan dalam kriteria inklusi, desain studi, organisme dipelajari dan
aktivitas statis vs sidal pada banyak antibiotik.
Karena peran korelatif inflamasi pada persalinan prematur, beberapa dari strategi baru sedang
diselidiki difokuskan pada efek antiinflamasi IL-10 dan progesteron. Administrasi LPS
kepada tikus hamil antara kehamilan 14 dan 17 hari menyebabkan hambatan pertumbuhan
intrauterin yang luas, kematian janin dan berat badan lahir rendah. Ini terkait dengan
peningkatan produksi TNF-α dan NO dalam plasenta dan peningkatan jumlah sel apoptosis.
Ko-administrasi IL-10 ke hewan percobaan dengan perlakuan LPS meningkatkan luaran janin
dengan mengembalikan berat badan lahir, meningkatnya ukuran liter dan penurunan TNF-α,
NO dan apoptosis pada plasenta. Administrasi IL-10 intravena juga mencegah kelahiran
prematur disebabkan oleh infus LPS intrauterine pada tikus. IL-10 juga mengalami
penurunan produksi sitokin proinflamasi dalam otak anak anjing yang lahir kandungan yang
menerima 107 CFU E. coli melalui injeksi intrauterine selama kehamilan. Peningkatan
produksi sitokin pro inflamasi dalam otak janin atau neonatus terkait dengan Leukomalacia
periventricular, faktor risiko utama untuk cerebral palsy. Hasil ini menunjukkan bahwa IL-10
mungkin dapat membantu dalam mengurangi kejadian persalinan prematur dan morbiditas
neonatal yang dihasilkan.
IL-10 dapat berfungsi dengan menurunkan IL-1β yang distimulasi LPS yang dapat mencegah
induksi COX-2 dan akhirnya menyebabkan penurunan PGE2 dalam jaringan kehamilan.
Atau, IL-10 dapat meningkatkan katabolisme prostaglandin oleh selaput ketuban. IL-10
memblok penurunan ekspresi PGDH korion yang diinduksi oleh TNF-α dan IL-1β. Selain itu,
IL-10 memblok persalinan prematur yang diinduksi IL-1β pada monyet rhesus, menunjukkan
bahwa IL-10 dapat berfungsi pada langkah hilir dari IL-1β in vivo.
Progestin juga telah terbukti efektif dalam mencegah persalinan dan kelahiran prematur.
Administrasi progesteron dalam level farmakologi, bukannya fisiologis untuk tikus dapat
menunda persalinan prematur dalam menanggapi injeksi E. coli intrauterine. Pada wanita
dengan riwayat kelahiran prematur, sintetis progestin, 17α-OH progesteron-caproate secara
signifikan mengurangi angka kelahiran pada 30, 32, atau 37 minggu kehamilan. Meskipun
hasilnya sangat signifikan, penelitian ini rumit oleh karena angka kekambuhan persalinan
prematur sangat tinggi pada kelompok kontrol (> 50%), menunjukkan bahwa efek tersebut
terbatas hanya subset dari perempuan yang sangat rentan terhadap persalinan prematur.
Sebuah studi yang sama, menunjukkan bahwa 100 mg P4 melalui supositoria vagina
diberikan setiap hari secara signifikan menurunkan tingkat persalinan prematur (menjadi
13,8%) dan ditandai dengan tingkat persalinan prematur lebih masuk akal pada kelompok
plasebo (28,5%). Namun progesteron harus diberikan dengan hati-hati kepada perempuan
karena penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa progesteron membuat rahim lebih
rentan terhadap infeksi bakteri. Meluasnya perlakuan P4 tanpa terapi antibiotik profilaksis
simultan dapat menyebabkan peningkatan pertumbuhan bakteri di dalam rahim dan
menyebabkan lebih banyak bayi yang lahir dengan sepsis bakteri. Tidak ada dari penelitian
tersebut di atas dirancang untuk memiliki cukup kekuatan untuk mendeteksi penurunan dari
sebagian metode pengukuran morbiditas dan mortalitas perinatal dan meta-analisis dari
penelitian sebelumnya menunjukkan ada perbaikan dalam luaran neonatal bagi perempuan
yang menerima 17α-hidroksiprogesteron caproate. Namun, penurunan risiko relatif untuk
perdarahan intraventrikular dan kebutuhan untuk tambahan oksigen diamati dalam studi oleh
jaringan dari unit kedokteran ibu-janin. Namun demikian, studi-studi telah menyebabkan
kebingungan pada penelitian yang sekarang sedang dilakukan untuk menentukan apakah
suplementasi progestin efektif pada wanita dengan kehamilan kembar, dan apakah rute
administrasi lainnya dan jenis progestin sintetis lainnya efektif. Semoga terapi baru ini, baik
tunggal atau dikombinasikan dengan terapi lain, akan mengurangi beban besar morbiditas
bayi dan kematian yang disebabkan oleh persalinan prematur dan PPROM yang ditempatkan
pada keluarga dan masyarakat.
Gambar 1.
Model untuk kaskade biokimia yang terlibat dengan persalinan prematur. Toll-like receptor
mengenali motif bakteri atau protein yang merupakan indikasi dari kerusakan sel untuk
meningkatkan produksi susunan sitokin proinflamasi yang mungkin berbeda antara TLRs.
Sitokin dan kemokin dapat saling meningkatkan satu sama lain untuk meningkatkan produksi
mereka, merekrut neutrofil (NΦ) dan makrofag (MΦ) pada pertemuan jaringan ibu-janin, dan
meningkatkan produksi mediator inflamasi downstream yang paling penting yang tampaknya
menjadi prostaglandin dan metaloproteinase matriks. Mediator downstream ini memiliki
berbagai efek pada jaringan yang berbeda. Dalam miometrium, prostaglandin berkontribusi
terhadap peningkatan kontraksi rahim dan matriks metaloproteinase dapat menyebabkan
pelepasan plasenta. Di leher rahim, mediator ini menyebabkan degradasi matriks ekstraseluler
mengakibatkan penipisan dan pelebaran. Peningkatan aktivitas matriks metaloproteinase
dalam selaput ketuban mengurangi tekanan yang dibutuhkan untuk ketuban pecah. Selama
kebanyakan kehamilan, imunosupresif seperti progesteron (P4) dan IL-10 ini menekan
kaskade proinflamasi dan regulator downstream seperti TIMPs dan PGDH juga mungkin
memainkan peran dalam memperpanjang kehamilan. Literatur saat ini menunjukkan bahwa
tingkat stres protein berlebihan atau organisme menular dapat mengesampingkan efek
protektif dari molekul tersebut menyebabkan persalinan prematur dan/atau PPROM