jurnal luh putu mahardani wiparnaningrum
TRANSCRIPT
5/17/2018 Jurnal Luh Putu Mahardani Wiparnaningrum - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-luh-putu-mahardani-wiparnaningrum 1/8
UJI POTENSIAL BAKTERI
SELULOLITIK DARI KUMBANG
TINJA ( Dung beetles) SEBAGAI BIO-
TOILET
Luh Putu Mahardani Wiparnaningrum, TriNurhariyati, dan Drs. Salamun, Prodi S-1
Biologi, Departemen Biologi, Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas
Airlangga, Surabaya
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi
konsorsium bakteri selulolitik kumbangtinja ( Dung beetles) sebagai bio-toilet pada
konsentrasi, lama waktu inkubasi, dan
kombinasi keduanya terhadap degradasi
feces sapi. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah rancangan faktorial 4x4
dengan 3 ulangan, yang terdiri dari 4 level
konsentrasi konsorsium bakteri selulolitik
kumbang tinja ( Dung beetles) (0%, 10%,
20%, 30%), serta 4 level waktu inkubasi
(1, 2, 3, dan 4 minggu). Variabel yang
diukur adalah kadar C-organik dengan
metode pengabuan dan nilai Total
Suspended Solid (TSS) dengan metode
gravimetric. Data yang diperoleh dianalisis
menggunakan uji ANAVA dua arah dan
Brown Forsythe pada taraf 5%. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi
konsorsium bakteri selulolitik kumbang
tinja ( Dung beetles), waktu inkubasi dan
kombinasi keduanya berpengaruh terhadap
kadar C-organik dan nilai TSS, sertaadanya peningkatan jumlah pertumbuhan
bakteri selama waktu inkubasi pada
pemberian konsentrasi konsorsium
dibandingkan dengan tanpa pemberian
konsentrasi konsorsium bakteri selulolitik
kumang tinja ( Dung beetles). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa
perbandingan konsentrasi konsorsium
berpengaruh dalam menurunkan kadar C-
organik, namun tidak berpengaruh
terhadap nilai TSS. Lama waktu inkubasitidak berpengaruh terhadap kadar C-
organik, namun berpengaruh menurunkan
nilai TSS. Kombinasi keduanya
berpengaruh dalam menurunkan kadar C-
organik, namun tidak berpengaruh
terhadap nilai TSS.
Kata Kunci : Bakteri selulolitik, dung
beetles, bio-toilet, feces
sapi, c-organik, total
suspended solid
ABSTRACT
This research was aimed to know
determine the influence of consortium of
cellulolytic bacteria from the dung beetle
as a bio-toilet at a concentration, long time
of incubation and combination of both on
the cow dung degradation. Experimental
design used was a 4x4 factorial design
with three replication, which consist of
four levels of concentration of consortium
of cellulolytic bacteria from the dung
beetle (0%, 10%, 20%, 30%) and four
levels of incubation time (1, 2,3, and 4
weeks). Variable measured is the value of
C-organic by ash method and TSS (Total
Suspended Solid) by gravimetric method.The data obtained were analyzed using the
test of two way ANAVA and Brown
Forsythe at 5% level. Result showed that
the concentration of consortium of
cellulolytic bacteria from the dung beetle,
incubation time, and combination of both
has effect on levels of C-organic and TSS
values, as well as an increase in the
amount of bacterial growth during
incubation at a concentration of the
consortium compared to bacterial growthduring incubation at concentration of the
consortium compared to no provision of
the concentration of cellulolytic bacteria
consortium from dung beetle. The result
showed that comparison consortium
concentration of the cows feces influential
for in decrease of the C-organic levels and
didn’t influential for the values of TSS.
Long time of incubation of degradation
process in the cow feces didn’t influential
for the C-organic levels, but wasinfluential for in decrease the values of
5/17/2018 Jurnal Luh Putu Mahardani Wiparnaningrum - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-luh-putu-mahardani-wiparnaningrum 2/8
TSS. The combination of both factorials
didn’t influential for in decrease the levels,
but was influential for the values of TSS.
Key word : celluloytic bacteria, dung
beetle, bio-toilet, cow dung, c-organic, total suspended solid
PENDAHULUAN
Meningkatnya populasi manusia di
Indonesia dan padatnya penduduk
membuat limbah-limbah sulit untuk
ditangani sehingga seringkali mencemari
lingkungan yang akan berdampak pada
kesehatan dan terjadi penumpukan limbah
domestik. Limbah domestik yang
menumpuk contohnya limbah kotoran
manusia atau tinja ( feces) (Wendrawan,
2008). Sebagian besar penduduk Indonesia
masih menggunakan pengolahan tinja
rumah tangga setempat (on site system)
yang berupa tangki septik atau Septic tank
(Sudarno dan Ekawati, 2006). Septic tank
merupakan tempat penampungan limbah
padat kotoran manusia ( feces) yang akan
cepat penuh bila di dalamnya tidak terjadi
proses penguraian sempurna oleh bakteripengurai. Jumlah bakteri pengurai dalam
septic tank pada umumnya sangat kurang
dibandingkan dengan kecepatan
penumpukan feces, sehingga diperlukan
tindakan penambahan bakteri pengurai
secara khusus dari luar(Anonimus, 2009).
Untuk itu perlu dilakukan suatu metode
yang dinamakan bio-toilet.
Bio-toilet merupakan bio activator
dengan mikroba pengurai limbah organik
untuk mengatasi sanitasi seperti WC/ septictank yang penuh dan bau tanpa mengalami
pengurasan dengan penyedotan yang
mempunyai manfaat praktis, ekonomis dan
ramah lingkungan (Setiarjo, 2008).
Penggunaan bio-toilet ini bertujuan untuk
menguraikan komponen unsur C-organik
dalam substrat feces menjadi gas CO2 dan
CH4, selain itu juga melarutkan material
tersuspensi organik tak terlarut menjadi
material tersuspensi organik terlarut.
feces sapi memiliki kandungan22,59% selulosa, 18,32% hemi-selulosa,
10,20% lignin, 34,72% total karbon
organik, 1,26% total nitrogen, 27,56:1
ratio C:N, 0,73% P dan 0,68% K (Lingaiah
dan Rajasekaran, 1986 dalam Faradita,
2008). Kandungan air pada feces sapi yaitu
73-78% (Bondi, 1987). Pada feces manusiamemiliki kandungan air 66-80%, bahan
organik (dari berat kering) 88-97% yang di
mana di dalamnya tekandung serat tidak
larut yang merupakan sisa sel tanaman dari
aneka sayur-mayur yang dikonsumsi. Serat
tidak larut terdiri dari karbohidrat yang
mengandung selulosa, hemiselulosa, dan
non karbohidrat yang mengandung lignin
(Anonim, 2010). Feces manusia juga
mengandung nitrogen(dari berat kering)
5,0-7,0%, Fosfor (sebagai P2O5) (dari beratkering) 1,0-2,5%, karbon (dari berat
kering) 40-55%, kalsium (sebagai CaO)
(dari berat kering) 4-5%, C/N (dari berat
kering) 5-10% (Gotaas, 1956 dalam
Soeparman, 2002). Enzim selulase tidak
dimiliki oleh manusia, karena itu manusia
tidak dapat menguraikan selulosa
(Anonim, 2010). Dari kesamaan
komponen serat, kadungan air dan estetika
penelitian antara feces sapi dan feces
manusia, maka penggunaan feces manusia
dapat dikonversi dengan menggunakan
feces sapi. Dekomposisi selulosa oleh
bakteri merupakan hasil kerja sekelompok
enzim selulolitik (Howard, et al.,2003)
yang bekerja secara sinergis.
Bakteri selulolitik adalah bakteri
yang tepat untuk mendegradasi selulosa.
Pemakaian bakteri selulolitik memiliki
banyak keuntungan antara lain yaitu hemat
biaya, tidak menimbulkan pencemaranlingkungan, mudah di temukan. Bakteri
selulolitik biasanya hidup dalam saluran
pencernaan. Hasil isolasi dari saluran
pencernaan kumbang tinja ( Dung beetles)
pada penelitian sebelumnya mendapatkan
bakteri selulolitik yaitu Cellulomonas,
Pseudomonas, dan Cellvibrio (Mahardani,
2010). Kumbang tinja adalah kumbang
yang menjadikan tinja sebagai makanan
dan atau menggunakannya sebagai tempat
untuk peletakkan telurnya( Anonimus2008b; Hanski dan Cambefor, 1992 ; Resh
5/17/2018 Jurnal Luh Putu Mahardani Wiparnaningrum - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-luh-putu-mahardani-wiparnaningrum 3/8
dan Carde, 2003). Kumbang tinja dalam
mencerna jenis makanan yang kaya bahan-
bahan karbohidrat kompleks seperti
selulosa di dalam saluran pencernaannya
tentunya membutuhkan suatu jenis enzim
tertentu. Menurut Salle (1973) bahwa padahewan-hewan invertebrata yang
mengkonsumsi tumbuhan atau bagian
tumbuhan khususnya hewan-hewan yang
bersifat herbivora ditemukan bakteri yang
dapat mendegradasi selulosa dalam saluran
pencernaannya. Sehingga kumbang tinja
ini memerlukan bakteri yang bersimbiosis
dalam saluran pencernaan makanannya
untuk saling mendukung keperluan
masing-masing. Komponen feces sapi
terdapat selulosa, maka diharapkan isolatbakteri selulolitik ini dapat mendegradasi
feces sapi secara optimal.
Degradasi anaerob adalah
rangkaian proses dimana mikroorganisme
menguraikan material yang bersifat
biodegradable ( bisa teruraikan) dalam
kondisi tanpa oksigen. Terdapat empat
proses utama dalam degradasi anaerob
yaitu proses hirdolisis, proses asidogenik,
proses asetogenik dan proses
metanogenesa(Chaerul dan Laksana,
2009). Faktor biotik yang mempengaruhi
proses degradasi meliputi konsentrasi
inokulum dan jenis mikroba yang
digunakan. Sedangkan faktor abiotik
meliputi rasio C:N, Ukuran partikel,
aerasi, Porositas, Kelembaban, temperatur
atau suhu, pH, kandungan hara, kandungan
bahan berbahaya, lama waktu degradasi
(Siregar, 2005 dalam Yustanti, 2009).
Ada beberapa cara untuk mengetahui laju degradasi bahan organik,
antara lain: (1) menghitung CO2 yang
dibebaskan atau O2 yang digunakan, (2)
menghitung penurunan bahan organik atau
berat yang hilang, (3) mengamati
penurunan kandungan senyawa tertentu
antara lain selulosa (Alexander dalam
Yustanti, 2009). Dengan demikian
dipandang perlu untuk melakukan
penelitian guna mengetahui peranan dan
potensi suatu konsorsium bakteriselulolitik dari kumbang tinja dalam
mendegradasi feces sapi sebagai agen bio-
toilet.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan diLaboratorium Mikrobiologi Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Airlangga
untuk persiapan dan pembuatan stater
konsorsium bakteri, di ruang Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Sains dan
Teknologi untuk tempat inkubasi dan di
Laboratorium Tanah Pusat Penelitian Gula
PT. Perkebunan Nusantara X, Kediri untuk
analisa kadar C-organik dan nilai Total
Suspended Solid (TSS). Waktu penelitian
dilaksanakan selama 5 bulan. Penelitian inimerupakan penelitian eksperimental
laboratoris dengan rancangan faktorial
4x4. Perlakuan yang terdiri dari 2 faktor.
Faktor pertama (M) adalah waktu inkubasi
yang terdiri dari 4 taraf, yaitu inkubasi 1,
2, 3, dan 4 minggu. Faktor kedua (K)
adalah konsentrasi konsorsium bakteri
yang terdiri dari 4 taraf yaitu 0%, 10%,
20%, 30% sehingga ada 16 kombinasi
perlakuan. Pada setiap perlakuan
dilakukan 3 kali ulangan.Prosedur penelitian terdiri dari
beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut :
1. Tahap peremajaan dan perbanyakan
isolat murni Masing-masing isolat murni bakteri
selulolitik yang terdiri atas Cellulomonas
sp., Cellvibrio dan Pseudomonas sp.
ditanam secara aseptik ke beberapa tabung
reaksi yang berisi media Nutrient Agar
(NA) miring, kemudian diinkubasi pada
suhu ruang selama 24 jam. Isolat bakteri
selulolitik tersebut lalu diinokulasikan
dengan menggunakan jarum ose secara
aseptik ke dalam masing-masing botol
kultur 500 mL yang telah berisi 100 mL
media Nutrient Broth (NB). Starter bakteri
ini diinkubasikan dengan menggunakan
shaker (reciprocal shaking incubator )
dengan agitasi 120 rpm selama 24 jam
pada suhu ruangan.
5/17/2018 Jurnal Luh Putu Mahardani Wiparnaningrum - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-luh-putu-mahardani-wiparnaningrum 4/8
2. Tahap pembuatan starter
konsorsium bakteri selulolitik dan
pengukuran Optical Density (OD)
Nilai Optical Density (OD)
masing-masing starter bakteri selulolitik
yang telah diperbanyak diukur terlebihdulu pada panjang gelombang 540 nm
hingga didapatkan nilai absorbansi
suspensi 0,5 selanjutnya, dilakukan
penghitungan jumlah sel bakteri
menggunakan metode Total Plate Count
(TPC) setelah diinkubasi selama 24 jam
pada suhu ruang. Pada starter tiap bakteri
diambil masing-masing 75 mL dituang ke
dalam 2700 mL media NB sehingga
didapatkan starter konsorsium bakteri
selulolitik sebanyak 3000 mL, kemudianstarter konsorsium bakteri tersebut
diinkubasi menggunakan shaker
(reciprocal shaking incubator ) dengan
agitasi 120 rpm selama 24 jam.
Konsorsium bakteri tersebut selanjutnya,
diukur nilai absorbansinya pada panjang
gelombang 540 nm setelah itu dilakukan
penghitungan jumlah sel bakteri
menggunakan metode TPC, kemudian
diinkubasi pada suhu ruang selama 24 jam.
Konsentrasi konsorsium bakteri selulolitik
yang digunakan adalah sebesar 10%
dengan total substrat tinja sapi sebanyak
400 gr/mL.
3. Preparasi feces sapi
Sampel feces sapi yang digunakan
dalam penelitian ini sebanyak 24 kg.
Sampel feces sapi ditimbang sebanyak 500
g untuk dimasukkan ke dalam masing-
masing reaktor pada setiap perlakuan.Setelah itu, diencerkan dengan 500 mL
aquades steril dan homogenkan dengan
mengaduknya hingga merata.
4. Tahap pemberian starter konsorsium
bakteri substrat
Pemberian stater konsorsium
bakteri pada setiap sampel perlakuan
menggunakan konsentrasi 0% (kontrol),
10%, 20%, 30% dari 500 g berat sampel
tinja sapi yang digunakan. Pada perlakuansampel dengan konsentrasi konsorsium
10% diberikan 50 mL stater konsorsium.
Perlakuan sampel dengan konsentrasi
konsorsium 20% diberikan 100 mL starter
konsorsium bakteri. Sedangkan, perlakuan
sampel dengan konsentrasi konsorsium
30% diberikan 150 mL starter konsorsium.
Setiap perlakuan pada sampel feces
sapi dilakukan tiga kali pengulangan
dengan kombinasi setiap waktu inkubasi
(1, 2, 3, dan 4 minggu). Setelah itu
diinkubasi selama 28 hari pada masing-
masing reaktor dan menganalisis kadar C-
organik, nilai Total Suspended Solid
(TSS), dan Total Plate Count (TPC) tiap
minggu yang ditentukan. Perhitungan nilaiC-organik, Total Solid Suspended (TSS),
Total Plate Count (TPC) pada perlakuan
dengan konsentrasi 0% (kontrol) dilakukan
pada saat sebelum diinkubasi sebagai nilai
kontrol awal.
5. Penentuan kadar C-organik
- Memasukkan cawan porselen ke dalam
oven, tunggu hingga kering
- Menimbang cawan porselen lalu catat
beratnya (A)- Memasukkan sampel 1 g pada cawan
porselen lalu catat beratnya (B)
- Memasukkan cawan ke dalam oven
selama ≥4 jam pada suhu 105oC
- Mendinginkan cawan dalam desikator
selama ± 15 menit
- Menimbang cawan lalu catat beratnya
(C)
- Memasukkan cawan ke dalam furnace
selama 4 jam pada suhu 600oC
- Mendinginkan cawan dalam desikatorselama ± 15 menit
- Menimbang cawan lalu catat beratnya
(D)
6. Penentuan nilai Total Suspended
Solid (TSS)
- Memanaskan filter kertas di dalam
oven pada suhu ± 105°C selama 1 jam
lalu didinginkan dalam desikator
selama 15 menit dan kemudian
ditimbang dengan cepat.
5/17/2018 Jurnal Luh Putu Mahardani Wiparnaningrum - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-luh-putu-mahardani-wiparnaningrum 5/8
- Sampel yang sudah dikocok merata
diambil sebanyak 100 g/mL kemudian
disaring hingga kering menggunakan
kertas filter.
- Kertas filter diambil lalu dimasukkan
dalam oven untuk dipanas keringkanpada suhu 105°C selama 1 jam
kemudian didinginkan dalam
desikator selama 15 menit dan
ditimbang dengan cepat.
7. Uji TPC (Total Plate Count)
Untuk menghitung nilai TPC (Total
Plate Count ) (CFU/ml) pada sampel
kontrol dan sampel perlakuan dengan
waktu inkubasi yang sudah dilakukan seri
pengenceran dengan cara sebagai berikut :1. Mengambil 10 mL sampel dan
mencampur dengan 90 mL air
fisiologis (10-1
) dan
homogenkan
2. Setelah itu, mengambil 1 mL
dari seri pengenceran 10-1
ke
dalam tabung reaksi yang berisi
9 mL air fisiologis (10-2
) dan
homogenkan. Selanjutnya,
melakukan hal yang samasampai seri pengenceran
tertentu.
3. Memasukkan 1 mL sampel dari
3 seri pengenceran terakhir ke
dalam masing-masing cawan
petri.
4. Menambahkan media CMC
(Carboxy Methyl Cellulose)
sebanyak 15 mL untuk di pour plate, kemudian homogenkan
dengan cara memutar-mutar
cawan seperti angka delapan.
5. Menginkunbasi dengan
inkubator pada suhu 37°C
selama 24 jam
6. Menghitung jumlah koloni
bakteri menggunakan Colony
Counter dengan persyaratan
jumlah koloni bakteri yang
tumbuh 30-300 koloni/cawan.
8. Analisis Data
Data yang didapat dari penelitian ini
adalah kadar C-organik (%), nilai TotalSuspended Solid (mg/L) dan jumlah sel
bakteri (CFU/mL). Data yang berupa nilai
TPC (Total Plate Count ) dianalisis secara
deskriptif sebagai data sekunder. Data nilai
TPC merupakan jumlah koloni bakteri/mL
(CFU/mL) yang didapatkan dari hasil
perkalian jumlah koloni yang tampak
dengan 1/faktor pengenceran.
Data kadar C-organik dan nilai Total
Suspended Solid (TSS) dianalisis secara
statistik menggunakan Two Way Analysisof Varians (ANAVA) dan Brown Forsythe
(derajat signifikasi 5%, α = 0,05). Uji
ANAVA dilakukan atas dasar asumsi
bahwa data berdistribusi normal yang
dapat diuji dengan One sample
Kolmogorov-Smirnov dan varians data
homogen yang dapat diuji dengan Test of
Homogeneity of Variances. Jika p<0,05
(ada beda nyata) pada uji ANAVA, maka
analisis dilajutkan dengan uji Duncan. Uji
Brown Forsythe dilakukan atas dasarasumsi bahwa data berdistirbusi normal
dan varians data tidak homogen. Jika
p<0,05 (ada beda nyata) pada uji Brown
Forsythe maka analisis dilanjutkan dengan
uji Games-Howell. Cara pengambilan
keputusan data dari uji ANAVA dan
Brown Forsythe adalah :
Jika diperoleh p>α maka H0 diterima
dan H1 ditolak
Jika diperoleh p<α maka H0
ditolak dan
H1 diterima
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh konsentrasi konsorsium
bakteri selulolitik kumang tinja
Pengatuh perbandingan konsentrasi
konsorsium pada proses degradasi feces
sapi dapat diketahui dari penurunan kadar
C-organik dan nilai TSS. Data tersebut
dapat dilihat pada gambar 1 dan 2 berikut.
5/17/2018 Jurnal Luh Putu Mahardani Wiparnaningrum - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-luh-putu-mahardani-wiparnaningrum 6/8
Gambar 1. Diagram pengaruh
perbandingan konsentrasi konsorsium
bakteri selulolitik terhadap kadar C-
organik
Gambar 2. Diagram pengaruh
perbandingan konsentrasi konsorsium
bakteri selulolitik terhadap nilai TSS
Berdasarkan analisis statistik, konsorsium
bakteri selulolitik berpengaruh terhadap
kadar C-organik. Pada gambar 1 dapat
dilihat pola diagram batang yang
menunjukkan penurunan kadar C-organik
dari konsentrasi konsorsium 0% hingga
konsentrasi konsorsium 30%. Kadar C-
organik yang terendah pada konsentrasi
konsorsium 30% sebesar 4,28%/
Sementara itu, nilai Totalsuspended solid (TSS) setelah diuji
statistic menunjukkan bahwa perbandingan
konsentrasi konsorium tidak berpengaruh
terhadap nilai TSS. Pada gambar 2 dapat
dilihat pola diagram batang yang
menunjukkan penurunan nilai TSS, namun
penurunan tersebut tidak beda nyata. Hasil
rata-rata nilai TSS yang terendah terdapat
pada konsentrasi 30% sebesar 4,2 mg/L.
Pengaruh lama waktu inkubasi Pengaruh lama waktu inkubasi
pada proses degradasi feces sapi dapat
diketahui dari penurunan kadar C-organik
dan nilai TSS pada gambar 3 dan 4
berikut.
Gambar 3. Diagram pengaruh lama waktuinkubasi terhadap kadar C-organik
Gambar 4. Diagram pengaruh lama waktu
inkubasi terhadap nilai TSS
Berdasarkan analisis statisitik,
lama waktu inkubasi degradasi feces sapi
tidak berpengaruh terhadap kadar C-
organik. Pada gamabr 3 terlihat pola
diagram batang yang menurun namun
tidak beda nyata. Kadar C-organik
terendah sebesar 4,77 % dengan lamawaktu inkubasi selama 3 minggu.
Sementara itu, lama waktu inkubasi
degradasi feces sapi berpengaruh terhadap
nilai TSS. Pada gambar 4 terlihat pola
diagram batang menurun signifikan. Nilai
TSS terendah sebesar 3,84 mg/L dengan
lama waktu inkubasi selama 4 minggu.
Pola penurunan TSS tersebut dikarenakan
pertumbuhan bakteri yang masih
meningkat dan masih aktif membelah
karena nutrisi dalam substrat masihmemenuhi bakteri untuk tumbuh sehingga
5/17/2018 Jurnal Luh Putu Mahardani Wiparnaningrum - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-luh-putu-mahardani-wiparnaningrum 7/8
menyebabkan nilai TSS atau residu
menurun oleh proses degradasi bakteri
selulolitik tersebut. Seperti yang
dikemukakan oleh Judoamidjojo dkk.,
(1989), bahwa tersedianya nutrien
merupakan faktor tumbuh yang perludiperhatikan sebagai sumber karbon,
nitrogen, energi dan faktor pertumbuhan
(vitamin dan mineral) untuk menopang
pertumbuhan bakteri.
Pengaruh kombinasi antara konsentrasi
konsorsium bakteri selulolitik kumbang
tinja ( Dung beetles) dan lama waktu
inkubasi terhadap kadar C-organik dan
nilai TSS (Total suspended solid )
Pengaruh kombinasi antaraperbandingan konsentrasi konsrosium
bakteri selulolitik dan lama waktu inkubasi
proses degradasi feces sapi dapat diketahui
dari penurunan kadar C-organik dan nilai
TSS pada gambar 6 dan 7 berikut.
Gambar 6. Diagram pengaruh lama waktu
inkubasi terhadap kadar C-organik
Gambar 7. Diagram pengaruh lama waktu
inkubasi terhadap nilai TSS
Berdasarkan analisis statistik,kombinasi antara pengaruh konsentrasi
konsorsium bakteri selulolitik dengan lama
waktu inkubasi berpengaruh terhadap
kadar C-organik. Pada Gambar 6 di atas
kadar C-organik terendah terdapat pada
kombinasi konsentrasi konsorsium 20%
dengan lama waktu inkubasi selama 4minggu diperoleh nilai rata-rata kadar C-
organik sebesar 3,89%. Kadar C-organik
tertinggi terdapat pada konsentrasi
konsorsium bakteri selulolitik 0% dengan
lama waktu inkubasi selama 2 minggu
diperoleh rata-rata kadar C-organik
sebesar 6,56%.
Sementara itu, kombinasi antara
pengaruh konsentrasi konsorsium bakteri
selulolitik dengan lama waktu inkubasi
tidak berpengaruh terhadap nilai TSS.Pada gambar di atas terlihat kombinasi
pada konsentrasi konsorsium 20% dengan
lama waktu inkubasi selama 2 minggu
memiliki nilai TSS terendah diperoleh
nilai rata-rata sebesar 3,38 mg/L. Nilai
TSS tertinggi terdapat pada kombinasi
konsentrasi konsorsium 30% dengan lama
waktu inkubasi selama 4 minggu diperoleh
nilai rata-rata sebesar 4,85 mg/L.
Jumlah koloni bakteri selulolitik
kumbang tinja ( Dung beetles) selama
proses degradasi
Jumlah koloni bakteri selulolitik
kumbang tinja dati uji TPC, dapat dilihat
pada gambar 8 berikut.
Gambar 8. Grafik Total Plate Count
(TPC) jumlah sel bakteri (CFU/mL)
Pada gambar 8. tampak bahwa perlakuan
dengan konsentrasi konsorsium bakteriselulolitik kumbang tinja ( Dung beetles)
5/17/2018 Jurnal Luh Putu Mahardani Wiparnaningrum - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/jurnal-luh-putu-mahardani-wiparnaningrum 8/8
dan waktu inkubasi tertentu menunjukkan
respon yang berbeda untuk tiap perlakuan.
Rata-rata log TPC tertinggi dari semua
perlakuan terdapat pada konsentrasi 10%
dengan lama waktu inkubasi 4 minggu,
yaitu sebesar 9,91 CFU/mL. Sedangkan,rata-rata log TPC terendah dari semua
perlakuan terdapat pada konsentrasi 10%
dengan lama waktu inkubasi 1 minggu,
yaitu sebesar 5,91 CFU/mL. pada
penelitian ini terdapat 2 fase yaitu fase
eksponesial dan fase stasioner.
KESIMPULAN DAN SARAN
Perbandingan konsentrasi
konsorsium bakteri selulolitik tidak
berpengaruh dalam menurunkan kadar C-organik, namun berpengaruh dalam
menurunkan nilai TSS. Lama waktu
inkubasi berpengaruh dalam menurunkan
kadar C-organik, namun tidak berpengaruh
dalam menurunkan nilai TSS. Kombinasi
keduanya berpengaruh dalam menurunkan
kadar C-organik namun tidak berpengaruh
dalam menurunkan nilai TSS.
Dari hasil penelitian ini maka
diharapkan adanya penelitian lebih lanjut
untuk membandingkan dengan produk bio-
toilet yang sudah dipasarkan, sehingga
penggunaan konsorsium pada penelitian
ini dapat diaplikasikan sebagai formula
bio-toilet.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts, G. dan S.S Santika. 1987. Metoda
Penelitian Air . Penerbit Usaha
Nasional. Surabaya. Halaman 141-
143.
Borror,Dj., Triplehorn, C.A., Johnson.
1989. Pengenalan Serangga.
Terjemahan oleh Mukayat
Djarubito. 1992. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Cambefort I. 1991. From saprophagy to
coprophagy. In: Hanski I,
Cambefort Y, editor. Dung Beetle
Ecology. Princeton University
Press, pp. 23 – 35.
Darmosuwito, S.,Dkk.,.1990. Optimasi
dan Pengomosan. Laporan
Penelitian pengembangan
Inokulum untuk Kompos. PAU
Bioteknologi UGM : Yogyakarta
Fessenden, R.J,.Fessenden, J.S,.1986.
Kimia Organik. Edisi ketiga.
Erlangga : Jakarta
Hanski, I. and Y. Cambefort (eds.). 1991.
Dung Beetle Ecology. Princeton:
Princeton University Press.
Isroi. 2008. Karakteristik Lignoselulosa
Sebagai Bahan Baku Bioetanol,
bagian2.http://images.google.co.id/ imgres?imgurl=http://isroi.files.wor
dpress.com/2008/05/lignoselulosa0
03d/. diakses 4 Desember 2010.