jurnal pkn

34
PENGARUH PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM PERSPEKTIF SOSIAL-BUDAYA TERHADAP PENGEMBANGAN NILAI MULTIKULTURAL (Studi Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa SMA Yos Sudarso di Jeruklegi Kabupaten Cilacap) SUPRIYONO 0808105 ABSTRACT The study was based on the researcher’s concern on the phenomenon of lack of appreciation towards ethnic and cultural differences in the association, which is feared widespread among high school students. In addition, the researcher alsos saw the reality of meaningless Civic Education learning because students have not been able to connect what they have learned with the realities of everyday life. Some of these factors raised in this study include concerns; substances, approaches and learning strategies that less support. These include; materials, learning activities, teaching and evaluating lessons of Civic Education, which are not optimal. Departing from the statement, the purpose of this research is to get a view of the influence of learning Civic Education in the socio- cultural perspectives on the development of multicultural values. The study was based on opinion (Lickona, 1992:6) that the concept and process of Civic Education is a deliberate process designed and conducted to develop the potential of individuals in interaction with the environment so as adults. Cultural diversity as something positive is good to be appreciated, accepted, and maintained in their community (Blum, 2001:20). This study uses a quasi experimental design with nonequivalent control-group design. The sampling technique used was purposive sampling. This technique was chosen

Upload: anon17089851

Post on 03-Jul-2015

988 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL PKn

PENGARUH PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM PERSPEKTIF

SOSIAL-BUDAYA TERHADAP PENGEMBANGANNILAI MULTIKULTURAL

(Studi Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa SMA Yos Sudarsodi Jeruklegi Kabupaten Cilacap)

SUPRIYONO0808105

ABSTRACT

The study was based on the researcher’s concern on the phenomenon of lack of appreciation towards ethnic and cultural differences in the association, which is feared widespread among high school students. In addition, the researcher alsos saw the reality of meaningless Civic Education learning because students have not been able to connect what they have learned with the realities of everyday life.

Some of these factors raised in this study include concerns; substances, approaches and learning strategies that less support. These include; materials, learning activities, teaching and evaluating lessons of Civic Education, which are not optimal. Departing from the statement, the purpose of this research is to get a view of the influence of learning Civic Education in the socio-cultural perspectives on the development of multicultural values.

The study was based on opinion (Lickona, 1992:6) that the concept and process of Civic Education is a deliberate process designed and conducted to develop the potential of individuals in interaction with the environment so as adults. Cultural diversity as something positive is good to be appreciated, accepted, and maintained in their community (Blum, 2001:20).

This study uses a quasi experimental design with nonequivalent control-group design. The sampling technique used was purposive sampling. This technique was chosen because the information about the characteristics of ethnic and cultural diversity in the school is needed in researching multicultural. Data collection was conducted with pretest and posttest, questionnaire, observation and documentation.

The results of this study indicate that the materials, learning and teaching activities, and evaluation of Civic Education lessons significantly influences the development of multicultural values. Effect of Civic Education learning materials for the development of multicultural values in terms of male students, r=0.61; women r=0.77 and parenting education, college students, r=0.925. Effect of teaching and learning of Civic Education on the development of multicultural values in terms of male students, r=0.63; women r=0.80 and parenting education, college students, r=0.988. Effect of evaluation of learning Civic Education reviewed the development of multicultural values of male students, r=0.50, women r=0.75 and female parent education college students, r=0.991.

Keywords: Civic Education, Social-Cultural, Multicultural.

Page 2: JURNAL PKn

Pendahuluan

1. Latar belakang masalah

Sebagai mahluk sosial, fitrah manusia menghajatkan hidup rukun

berdampingan tanpa adanya permusuhan yang terjalin dan terjamin dari rasa

kekeluargaan, persahabatan, tenggang rasa hormat-menghormati satu sama

lainnya. Sekarang ini gejolak ilmu pengetahuan dan teknologi yang kian ganas

melalui multi media elektronik berikut tuntutan materiilnya yang cukup tinggi

melahirkan pola kehidupan (life style) yang pada akhirnya membawa kearah

rasionalisme, sukulerisme, dan egoistik. Tidak adanya sikap solidaritas dan

toleransi diantara sesama mengakibatkan perselisihan dalam pergaulan. Sebagai

contoh terbentuknya kelompok-kelompok dalam pergaulan siswa di sekolah yang

didasarkan pada kesamaan etnis-budaya dan agama mengakibatkan siswa yang

tidak masuk dalam kelompok dikucilkan.

Banyaknya penyimpangan perilaku siswa di sekolah maupun masyarakat

disebabkan demi menjaga gengsi atau kehormatan masing-masing, maka

persahabatan, toleran dan norma-norma menjadi sirna yang terjadi malah

sebaliknya ingin menang sendiri dan pahamnyalah yang harus dianggap benar.

Masing-masing kelompok dengan latar belakang suku, budaya dan agama yang

sama berusaha melakukan indoktrinasi untuk memperkuat fanatik golongan.

Berkurangnya tokoh teladan di sekolah maupun di masyarakat juga

mengakibatkan siswa kehilangan seorang figur teladan bagi hidupnya. Sekarang

banyak guru yang bukan mendidik melainkan hanya sekedar mengajar.

Sebagaimana diingatkan oleh pedagog klasik kenamaan Langeveld

(Suparman, Wardani, Winataputra, 2002:18) mengatakan ”... men kan niet

onderwijsen wan men will, men kan niet onderwijsen wnt men weet, men kan

alleen onderwijsen wat men is”. Seseorang tidak bisa mendidik karena ia sekedar

mau, juga orang tidak bisa mendidik karena ia sekedar tahu, tetapi seseorang

hanya bisa mendidik dengan baik apabila ia mampu menampilkan dirinya secara

utuh sebagai pendidik yang tahu dan mau dan berdedikasi secara nyata. Sikap

saling menghargai dalam masyarakat multi etnik sangat diperlukan untuk

mencegah terjadinya konfik yang terjadi dalam pergaulan. Keanekaragaman etnik-

Page 3: JURNAL PKn

budaya Indonesia hendaknya bukan faktor penentu pemecah belahan kerukunan

antar sesama, melainkan diharapkan mampu menjadi ”bumbu kehidupan” bagi

perekat dalam pergaulan di masyarakat untuk saling melengkapi. Bertolak dari

suatu pengertian sederhana (Blum, 2001:16) mengemukakan bahwa pada

hakekatnya multikultural merupakan ”.... pemahaman, penghargaan, dan penilaian

atas budaya seseorang dan sebuah penghormatan dan keingintahuan tentang

budaya etnis orang lain. Ia meliputi penilaian terhadap kebudayaan-kebudayaan

orang lain, bukan berarti menyetujui seluruh aspek dari kebudayaan tersebut

melainkan mencoba melihat bagaimana kebudayaan tertentu dapat

mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri”.

Jika dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki basis

multikultural setidaknya dapat mereduksi konflik-konflik sosial-budaya. Pada

dasarnya program Pendidikan Kewarganegaraan berupaya membina dan

menggali potensi siswa yang berhubungan dengan pengembangan sikap afektif.

Menurut (Djahiri, 1995:27) dalam buku VCT mengatakan bahwa guru di sekolah

memiliki peranan penting dalam membina sikap efektif peserta didik. Oleh karena

itu program pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sangatlah tepat

mengarahkan siswa untuk membina dan mengembangkan potensi yang ada pada

diri siswa.

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki visi dan misi serta struktur

keilmuan. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional (2003:3) visi mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan adalah terwujudnya suatu mata pelajaran yang

berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (motion and character

building) dan pemberdayaan warganegara. Sedangkan misinya adalah menjadikan

warganegara yang baik yakni warganegara yang memiliki kesadaran politik dan

kesadaran moral. Untuk mencapai visi dan misi tersebut maka Pendidikan

Kewarganegaraan tampil dengan paradigma baru struktur keilmuan mencakup

dimensi pengetahuan (Civic Knowledge), keterampilan kewarganegaraan (Civic

Skill) dan watak atau karakter kewarganegaraan (Civic Disposition). Cakupan

dimensi dalam struktur keilmuan yang lain meliputi politik, hukum dan moral.

Page 4: JURNAL PKn

2. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian di atas, maka rumusan

masalah yang dapat penulis kemukakan adalah ”Bagaimana pengaruh

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dalam perspektif sosial-budaya

terhadap pengembangan nilai multikultural”.

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka diidentifikasi beberapa

permasalahan yang dijabarkan sebagai berikut:

a. Seberapa besar pengaruh materi Pendidikan Kewarganegaraan terhadap

pengembangan nilai multikultural ?

b. Seberapa besar pengaruh kegiatan belajar mengajar Pendidikan

Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai multikultural ?

c. Seberapa besar pengaruh evaluasi pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai multikultural ?

d. Seberapa besar pengaruh materi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai

multikultural ?

e. Seberapa besar pengaruh materi Pendidikan Kewarganegaraan ditinjau dari

jenis kelamin siswa terhadap pengembangan nilai multikultural ?

f. Seberapa besar pengaruh materi Pendidikan Kewarganegaraan ditinjau dari

pendidikan orang tua siswa terhadap pengembangan nilai multikultural ?

g. Seberapa besar pengaruh kegiatan belajar mengajar Pendidikan

Kewarganegaraan ditinjau dari jenis kelamin siswa terhadap pengembangan

nilai multikultural ?

h. Seberapa besar pengaruh kegiatan belajar mengajar Pendidikan

Kewarganegaraan ditinjau dari pendidikan orang tua siswa terhadap

pengembangan nilai multikultural ?

i. Seberapa besar pengaruh evaluasi pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan ditinjau dari jenis kelamin siswa terhadap pengembangan

nilai multikultural ?

Page 5: JURNAL PKn

j. Seberapa besar pengaruh evaluasi pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan ditinjau dari pendidikan orang tua siswa terhadap

pengembangan nilai multikultural ?

3. Kerangka pemikiran

Landasan Teori

1. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Pembelajaran di sekolah meliputi seluruh bidang kehidupan, salah satunya

adalah pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Kaitan dengan hal tersebut

(Djahiri, 2006:9) mengemukakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan

merupakan program pendidikan/pembelajaran yang secara programatik-prosedural

berupaya memanusiakan (humanizing) dan membudayakan (civilizing) serta

Keragaman Etnik dan Budaya

Keragaman Etnik dan Budaya

Hambatan dalam Pengembangan Nilai Multikultural di

Sekolah

Hambatan dalam Pengembangan Nilai Multikultural di

Sekolah

Kurangnya Sikap Menghargai

Perbedaan Etnik dan Budaya dalam

Pergaulan Siswa

Kurangnya Sikap Menghargai

Perbedaan Etnik dan Budaya dalam

Pergaulan Siswa

PROSES

PROSES

Pembinaan dan Pengembangan Nilai Multikultural Melalui

Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan

Pembinaan dan Pengembangan Nilai Multikultural Melalui

Pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan

OUTPUT

OUTPUT

Siswa lebih memahami Arti keanekaragama

n etnik dan budaya

Siswa lebih memahami Arti keanekaragama

n etnik dan budaya

Menghargai dan bangga dengan

etnik dan budaya yang berbeda

KESIMPULAN

REKOMENDASI

REKOMENDASI

INPUTINPUT

Page 6: JURNAL PKn

memberdayakan peserta didik/siswa (diri dan kehidupannya) supaya menjadi

warganegara yang baik sebagaimana tuntutan keharusan/yuridis konstitusional

bangsa/negara yang bersangkutan. Pendapat tersebut memposisikan pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana pokok dalam membentuk

warganegara Indonesia yang baik dan cerdas. Hal tersebut dapat terwujud apabila

dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan siswa dibekali

pengetahuan untuk menjadi warganegara yang melek politik dan hukum serta

dilatih untuk menciptakan suasana kehidupan yang teratur serta mencerminkan

kehidupan warganegara Indonesia yang melek politik dan hukum sehingga dapat

melaksanakan hak dan keawjibannya sebagai warganegara.

Sekaitan dengan hal di atas, (Djahiri, 2006:10) mengemukakan tentang

karakteristik pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yaitu secara pragmatik

memuat bahan ajar yang kafah/utuh berupa bekal pengetahuan untuk melek

politik dan hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Secara prosedural target sasaran pembelajarannya ialah menyampaikan

bahan ajar pilihan fungsional untuk membina, mengembangkan dan membentuk

potensi diri secara kafah serta kehidupan siswa dan lingkungannya yang humanis

dan fungsional. Dengan demikian bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah

program pendidikan yang bertujuan membentuk warganegara yang bersikap dan

berpikir cerdas, kritis serta serta berpartisipasi dan bertanggung jawab terhadap

diri, masyarakat dan negaranya. Fokus dan target utama dari pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan adalah pembekalan pengetahuan dan membina

sikap dan perilaku serta keterampilan sebagai warganegara demokratis, taat

hukum dan taat asas dalam kehidupan masyarakat.

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan proses belajar

siswa yang direkayasa oleh seluruh komponen belajar yang meliputi guru, materi,

metoda media, sumber belajar, dan evaluasi pembelajaran.

a. Materi pembelajaran

Materi pembelajaran merupakan komponen penting dalam semua proses

pembelajaran termasuk proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.

Materi pembelajaran dapat berupa fakta, konsep, prinsip maupun prosedur

Page 7: JURNAL PKn

(Sadirman, 2003:162). Pemilihan materi harus spesifik agar lebih mudah

membatasi ruang lingkup dan agar lebih jalas dan mudah dibandingkan dan

dipisahkan dengan pokok bahasan lainnya. Konsep dan proses pembelajaran

pendidikan kewarganegaraan merupakan proses yang disengaja dirancang dan

dilakukan untuk mengembangkan potensi individu dalam interaksi dengan

lingkungan sehingga menjadi dewasa (Lickona, 1992:6). Hal ini sejalan dengan

pendapat (Collins, 1977:17) bahwa materi pendidikan memiliki suatu keunikan,

disuatu sisi merupakan bagian penanaman nilai kebudayaan, namun disisi lain

merupakan bentuk proses pembudayaan (enculturation) yang sifatnya spesifik

yang berbeda antara satu masyarakat dengan yang lainnya.

b. Metode pembelajaran

Dalam kegiatan pembelajaran metode diperlukan oleh guru dan

penggunaanya bervariasi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai setelah

kegiatan pembelajaran berakhir (Djamarah, 2001:72). Pemilihan metode yang

tepat dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan akan sangat membentu

guru maupun siswa untuk mencapai keberhasilan pembelajaran yang

dilaksanakan. Hal ini menguatkan pendapat (Gerlach dan Ely, 1971:25) bahwa

untuk menciptakan susana yang menumbuhkan gairah dalam belajar,

meningkatkan prestasi siswa maka diperlukan pengorganisasian proses belajar

yang baik yang meliputi; tujuan pengajaran, pengaturan waktu, pengaturan ruang,

perlengkapan pelajaran di kelas dan pengelompokan siswa dalam belajar.

Berkaitan dengan hal tersebut (Nurhadi, 2004:102) mengemukakan

bahwa metode yang relevan untuk diterapkan dalam pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan adalah yang berkarakteristik sebagai berikut:

1) menekankan pada pemecahan masalah;

2) dapat dijalankan dalam berbagai konteks;

3) dapat memberikan kemudahan dalam memahami pelajaran;

4) mengarahkan siswa menjadi pembelajar mandiri;

5) mengaitkan materi pelajaran dengan konteks kehidupan siswa yang

berbeda;

6) mendorong siswa untuk merancang dan melakukan kegiatan ilmiah;

Page 8: JURNAL PKn

7) menumbuhkan kemampuan siswa berpikir ilmiah;

8) memotivasi siswa untuk menerapkan materi yang telah dipelajari;

9) Memberikan pengalaman baru dalam belajar;

10) menerapkan penilaian otentil;

11) merangsang siswa untuk berpikir kritis;

12) menyenangkan dan

13) berkesinambungan

c. Media pembelajaran

Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai

penyalur pesan untuk mencapai tujuan pembelajaran (Djamarah dan Zain,

2002:139). Kerumitan materi yang akan disampaikan pada siswa dapat

disederhanakan dengan menggunakan media. Bahkan keabstrakan materi

pembelajaran dapat dapat dikonkritkan dengan kehadiran media. Media dapat

mewakili apa yang tidak dapat guru sampaikan dengan kalimat. Namun perlu

diingat, bahwa peranan media pembelajaran tidak akan terlihat apabila

penggunaanya tidak sejalan dengan tujuan pembelajaran yang dirumuskan.

d. Sumber pembelajaran

Sumber belajar merupakan suatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat

terdapatnya materi pembelajaran atau sumber belajar untuk seseorang

(Winataputra dan Ardiniwata, 1991:165). Dengan demikian, sumber belajar itu

merupakan bahan/materi untuk menambah ilmu pengetahuan yang mengandung

hal-hal baru bagi siswa selaku peserta didik. Pemanfaatan sumber-sumebr belajar

tersebut tergantung pada kreativitas guru, waktu, biaya, serta kebijakan-kebajikan

lainnya (Sadirman, 2003:25). Setidaknya terdapat lima macam sumber belajar

yaitu manusia, buku, media masa, lingkungan (lingkungan alam, lingkungan

sejarah dan lingkungan masyarakat) dan media pendidikan.

e. Evaluasi pembelajaran

Menurut (Djahiri, 2005:2) evaluasi pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan merupakan momentum/instrument untuk mengukur/menilai

tingkat keberhasilan, kegagalan, kelebihan atau kekurangan proses dan hasil

belajar serta momentum untuk melakukan relearning yang bersifat kontinyu,

Page 9: JURNAL PKn

multidimensional dan terbuka. Dengan kata lain evaluasi merupakan media untuk

mengukur ketercapaian kompetensi pembelajaran yang telah ditetapkan. Evaluasi

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus bersifat utuh, artinya evaluasi

pembelajaran dilakukan baik dalam proses maupun hasil belajar yang menyangkut

aspek kognitif, afektif maupun psikomotor (Al Muchtar, 2001:373). Lebih lanjut

(Cronbach, 1987:21) menjelaskan bahwa tujuan evaluasi ini adalah untuk

memperoleh informasi umum mengenai belajar siswa dan pembelajaran yang

telah di lakukan oleh guru, baik menggunakan penelitian data dengan cara

(pengamatan, penganalisaan data, penilaian penampilan atau proyek).

2. Landasan Perspektif Sosial-Budaya

Setiap orang mempunyai kedudukan yang berbeda antara satu dengan

yang lainya, serta mempunyai peran sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Sehingga akan menggolongkan orang tersebut kedalam kelas dan tingkatan yang

berbeda yang akhirnya akan membentuk masyarakat dengan tingkat kelas yang

berbeda. Dalam hal ini (Nimmo, 1989:161-162) mengatakan bahwa banyak cara

untuk menentukan kedalam kelas sosial, tetapi pada umumnya kelas merupakan

fungsi dari pekerjaan, pendapatan dan pendidikan seseorang. Anggota kelas atas

dan kelas menengah adalah orang dari pekerjaan professional managerial dengan

pendapatan tinggi dan pendidikan pendidikan akademis; anggota kelas menengah

bias pegawai administrasi atau pegawai keahlian (skilled) yang pendapatannya

relatif baik tetapi tidak selalu memiliki gelar akademis; kelas rendah mencakup

buruh kasar dengan pendidikan sekolah menengah atau yang lebih rendah,

pengangguran atau orang miskin.

Kriteria yang dapat mempengaruhi status sosial seseorang dalam

masyarakat adalah:

a. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap kemajuan dan

perkembangan dalam hidupnya. Sebagaimana termuat dalam UU RI No. 20

Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 Ayat 1 tentang “sistem pendidikan nasional” yang

menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

Page 10: JURNAL PKn

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekauatan spiritual

keagamaan, pengendaliaan diri, kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta

keperluan yang diperlukan pada dirinya, masyarakat bangsa dan negaranya.

Dengan memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi maka akan

mempengaruhi tingkat status seseorang dalam masyarakatnya.

b. Jenis Pekerjaan

Pekerjaan yang dimiliki seseorang dapat memberikan gambaran dalam

menentukan kedalam strata/tingkatan, dimana seseorang dapat digolongkan

(rendah, sedang dan tinggi). Fungsi seseorang dalam pekerjaanya akan

memberikan kedudukan yang dipegang oleh orang tersebut dan hal tersebut juga

akan mempengaruhi terhadap status ekonominya dalam masyarakat. Pekerjaan

professional berbeda dengan buruh kasar, baik dari segi pendidikan maupun dari

besarnya pendapatan. Menurut (Nordohlt, 1992:133) bahwa daya guna fungsional

orang perorangan dalam hal pekerjaan, sebagai eksekutif, guru dan ilmuwan,

semuanya itu akan mempengari status sosial dalam masyarakat.

c. Tingkat pendapatan

Tingkat pendapan yang diterima seseorang dapat mempengaruhi status

sosial ekonomi, karena pendapatan berkaitan dengan kekayaan yang dimiliki.

Pendapatan adalah hasil pencaharian, perolehan, sesuatu yang didapatkan (kamus

bahasa Indonesia, 1999:209). Seseorang dipandang tinggi tingkat status

ekonominya dengan melihat jumlah pendapatan dan kekayaan, padahal pada

dasarnya harga diri, tatanan moral, etika dalam pergaulan dan partisipasi dan

partisipasi dalam keagamaan lebih penting daripada harta.

3. Pengembangan Nilai Multikultural

Istialah multikultural (multikulturalism) belumlah berumur lama, istilah ini

mulai berkembang sejak awal tahun 1970-an di negara liberal Barat. Dua negara

yang paling menonjol dalam mengembangkan multikultural adalah Kanada dan

Australia. Kini multikultural juga digunakan oleh banyak negara berkembang

Page 11: JURNAL PKn

sebagai salah satu wacana politik atau kebijakan. Multikultural dikembangkan

dari konsep pluralisme budaya (cultural pluralism) dengan menekankan

pentingnya kebudayaan yang ada dalam sebuah masyarakat (Suparlan, 2005:98).

Secara eksplisit, (Blum, 2001:16) merumuskan multikulturalisme sebagai

berikut multikulturalisme meliputi sebuah pemahaman, penghargaan dan

penilaian atas budaya seseorang dan sebuah penghormatan dan keingintahuan

tentang budaya etnis orang lain. Ia meliputi penilaian terhadap kebudayaan-

kebudayaan orang lain, bukan berarti menyetujui seluruh aspek dari kebudayaan-

kebudayaan tersebut., melainkan mencoba melihat bagaimana kebudayaan

tertentu dapat mengekspresikan nilai bagi anggota-anggotanya sendiri. Dalam

pendekatan multikulturalisme tidak sesungguhnya berlandasan pada pemilikan

yang mengisyaratkan pada memiliki atau dimiliki budaya tertentu, tetapi

berlandasan pada kesadaran untuk menghargai dan menghormati yang mampu

bernegoisasi tentang rumusan-rumusan yang ada. Dalam multikulturalisme, setiap

orang tidak hanya dituntut untuk respek terhadap diferensiasi, tetapi meyakini

bahwa diferensisi tersebut diperlukan untuk membentuk masyarakat yang sehat.

Fenomena masyarakat yang kompleks kebudayaan yang masing-masing

plural (jamak) dan sekaligus heterogen itu tergambar dalam prinsip ”Bhinneka

Tunggal Ika”, yang berarti bercorak ragam kehidupan dan penghidupan, tetapi

terintegrasi dalam kesatuan (Kusumohamidjojo, 2000:45). Dalam pandangan

Geertz (Hardiman, 2002:4) menyatakan bahwa negeri ini bukan hanya multi etnis,

tetapi juga menjadi arena pengaruh multimental. Indonesia adalah sebuah bangsa

dengan ukuran dengan ukuran makna dan karakter yang berbeda-beda melalaui

narasi agung yang bersifat historis, ideologis, religius disambung menjadi struktur

ekonomis dan politis bersama. Menjadi berkah jika keragaman yang ada bergerak

menuju Indonesia yang satu tanpa menghilangkan karakter dan identitas masing-

masing. Namun, manakala keragaman itu bergerak tanpa arah dalam pengertian

tidak maju Indonesia yang satu karena lebih menonjolkan identitas masing-

masing (communitarian culture) dari keragaman itu niscaya akan mendatangkan

musibah yang besar. Pluralitas dan heterogenitas Indonesia dapat dipahami

sebagai suatu kekayaan dalam konteks keanekaragaman membentuk mozaik ke-

Page 12: JURNAL PKn

Indonesaan yang sangat indah dan mempesona (Supardan, 2008:133). Tetapi

dalam banyak urusan selebinya keanekaragaman itu lebih potensial untuk menjadi

batu sandungan, apalagi jika kenyataan itu dieksploitasikan secara sengaja dan

dengan demikian juga secara struktural. Ketidakmampuan dalam mengelola

keanekaragaman dpat mendorong terjadinya gejolak sosial politik yang bernuansa

suku, agama, dan ras antar golongan yang memperlemah proses nation building

(Supardan, 2008:133; Kusumohamidjojo, 2000:48).

Dalam dimensi terakhir, masyarakat dan kebudayaan Indonesia tidak

pernah berada dalam keadaan yang statis, tetapi selalu dalam proses yang dinamis.

Hal ini disebabkan dalam masyarakat selalu bekerja dua macam kekuatan, yaitu

kekuatan yang ingin menerima perubahan dan kekuatan yang menolak perubahan

(Harsojo, 1988:154). Kekuatan dalam masyarakat yang cenderung menerima

perubahan sering disebut sebagai kaum progresif dan mereka yang cenderung

menolak perubahan dan mempertahankan keadaan yang ada sering disebut kaum

konservatif (Kusumohamidjojo, 2000:51). Terlepas dari proses kebudayaan yang

melibatkan adu kekuatan, baik secara argumentatif, maupun secara fisik yang

mengiringi perubahan-perubahan masyarakat, perubahan masyarakat yang

mengiringi perubahan kebudayaan sebenarnya mempunyai satu anotomi tertentu

yaitu melalui proses discovery dan invention, difusi kebudayaan, inkulturasi yang

menyertainya, akulturasi dan asimilasi. Bhinneka Tunggal Ika secara hakiki

mengungkapkan kebenaran historis yang tidak dapat disangkal sejak zaman

kerajaan dahulu (Darmodihardjo, 1985; Supardan, 2008:135).

Metode Penelitian

penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang datanya

berupa angka-angka dan analisisnya menggunakan statistik. Ada beberapa istilah

tentang pendekatan kuantitatif, Borg and Gall (Sugiyono, 2006:7-8) menyatakan

sebagai berikut Many labels have been used to distinguish between traditional

research methods and these new methods: positivistik versus postpostivistic

researc;, scientivic versus artistic research; confirmatory versus discovery-

oriented research;, quantitative versus interpretive researc;, quntitative versus

Page 13: JURNAL PKn

qualitativ research. The quantitative-qualitative distinction seem most widely

used. Both quantitative researchers and qualitative researcher go about inquiry in

different ways. Penelitian ini menggunakan metode kuasi eksperimen.

Penggunaan metode eksperimen tersebut dicirikan dengan memisahkan kelompok

perlakuan (treatment) dan kontrol untuk kemudian diuji melalui Pretest maupun

Posttest. Disain kuasi eksperimen yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah disain Nonequivalent Control-Group Design. Pada desain ini kelompok

eksperimen maupun kontrol tidak dipilih secara rondom (Sugiyono, 2009:79).

Populasi penelitian ini adalah siswa SMA Yos Sudarso di Jeruklegi

Kabupaten Cilacap. SMA Yos Sudarso merupakan sekolah unggulan yang

dikelola oleh Yayasan Kristen. Dalam penelitian ini, peniliti mengambil 120

sampel, kelas X SMU Yos Sudarso di Jeruklegi. Teknik sampling yang digunakan

adalah purposive sampling. Alasan pertimbangnnya bahwa dalam penelitian

multikultural, yang diperlukan informasi bagi peneliti adalah karakteristik

kemajemukan etnis dan budaya di sekolah itu.

Instrumen penelitian yang digunakan adalah angket sekala Semantic

Defferential Scale dari Osgood yang sudah diadakan penyesuaian dengan

lingkungan budaya Indonesia untuk mengukur variabel pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan. Sedangkan untuk mengukur variabel kontrol digunakan

pengambilan data dari siswa dan orang tuanya. Pengukur variabel perkembangan

nilai multicultural digunakan Skala Sikap dari Likert. Selain itu teknik

pengumpulan data juga dilakukan dengan Tes Awal dan Tes Akhir (Pretest and

Posttest), observasi dan dokumentasi

Teknik analisis data yang digunakan meliputi analisis korelasi sederhana

dan ganda untuk mengetahui hubungan antar variabel X1 dengan Y, X2 dengan

Y, dan X3 dengan Y dan pada variabel control digunakan untuk mengetahui

hubungan Z1 dengan Y dan Z2 dengan Y. Analisis korelasi yang digunakan

adalah pearson product moment. Menguji dengan analisis jalur digunakan dalam

menguji besarnya konstribusi yang ditunjukan oleh koefisien jalur pada setiap

diagram jalur dari hubungan klausal antar variabel.

Page 14: JURNAL PKn

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Hasil penelitian

Berdasarkan hasil perhitungan, besar nilai koefisien terstandarisasi untuk

variabel materi pembelajaran PKn dan kegiatan belajar mengajar PKn serta

variabel evaluasi pembelajaran PKn terhadap variabel pengembangan nilai

multikultural dapat dilihat seperti pada tabel berikut ini.

TabelBesar koefisien jalur dan signifikansinya

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.B Std. Error Beta

1 (Constant) 44.598 9.360 4.765 .000

Materi pembelajaran PKn

1.069 .241 .394 4.441 .000

Kegiatan belajar mengajar PKn

.662 .286 .222 2.311 .023

Evaluasi pembelajaran PKn

.221 .273 .075 .811 .419

a. Dependent Variabel: Pengembangan nilai multikultural

Dari tabel di atas terlihat bahwa koefisien jalur terstandarisasi untuk pengaruh

materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1), kegiatan belajar

mengajar Pendidikan Kewarganegaraan (X2) dan evaluasi pembelajaan

Pendidikan Kewarganegaraan (X3) terhadap pengembangan nilai multikultural (Y)

berturut-turut sebesar 0,394, 0,222 dan 0,075. Dengan demikian dapat ditafsirkan

bahwa materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai pengaruh

yang cukup besar terhadap pengembangan nilai multikultural, disusul kemudian

dengan pengaruh kegiatan belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan.

Sedangkan pengaruh evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

terhadap pengembangan nilai multikultural masih terlalu kecil.

Dilihat dari variabel kontrol yaitu berdasarkan siswa laki-laki dan

perempuan serta dilihat dari tingkat pendidikan orang tua siswa maka pengaruh

untuk materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (X1) yaitu laki-laki

Page 15: JURNAL PKn

r=0,61, perempuan r=0,77, tingkat pendidikan orang tua siswa perguruan tinggi

r=0,925. Kegiatan belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan (X2) yaitu laki-

laki r=0,63, perempuan r=0,80, tingkat pendidikan orang tua siswa perguruan

tinggi r=0,988. Pengaruh evaluasi pembelajaan Pendidikan Kewarganegaraan (X3)

terhadap pengembangan nilai multikultural (Y) yaitu laki-laki r=0,50, perempuan

r=0,75, tingkat pendidikan orang tua siswa perguruan tinggi r=0,991. Dengan

demikian dapat ditafsirkan bahwa materi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan mempunyai pengaruh yang besar

terhadap pengembangan nilai multikultural jika ditinjau dari anak perempuan dan

dari siswa yang orang tuanya tingkat pendidikannya perguruan tinggi.

2. Pembahasan Hasil Penelitian

Hasil penelitian tersebut dapat dianalisis sebagai berikut: Pertama,

Pengaruh materi pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan terhadap

pengembangan nilai multikultural begitu besar karena kemampuan guru dalam

mengemas penya Materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang

muatanya begitu banyak harus dikemas menarik dengan penyampaian materi

dikaitkan dengan kehidupan siswa sehingga siswa tidak merasa bosan. Hal ini

sesuai dengan teori Osgood terutama dengan pengenalan budaya antar etnis

melalui identifikasi nilai-nilai Favourable and Unfavourable Evaluations disertai

humor-humor kecil, umumnya siswa merasa tertarik dan penuh antusias

mengikuti pembelajaran multikultural tersebut (Cadzen, 1986: 444; Walker, 1977:

208; Woods, 1976: 178). Siswa secara umum juga menyadari bahwa pengenalan

dan pengembangan budaya bangsa merupakan suatu aktivitas positif khususnya

dalam pergaulan lintas etnis. Hal ini sejalan dengan pendapat (Collins, 1977:17)

bahwa materi pendidikan memiliki suatu keunikan, disuatu sisi merupakan bagian

penanaman nilai kebudayaan, namun disisi lain merupakan bentuk proses

pembudayaan (enculturation) yang sifatnya spesifik yang berbeda antara satu

masyarakat dengan yang lainnya.

Kedua, Kegiatan belajar mengajar yang didalamnya memuat penggunaan

metode, media dan sumber belajar yang tepat membuat siswa termotivasi dalam

Page 16: JURNAL PKn

belajar dan mudah memahami materi pelajaran. Hal ini menguatkan pendapat

(Gerlach dan Ely, 1971:25) bahwa untuk menciptakan susana yang menumbuhkan

gairah dalam belajar, meningkatkan prestasi siswa maka diperlukan

pengorganisasian proses belajar yang baik yang meliputi; tujuan pengajaran,

pengaturan waktu, pengaturan ruang, perlengkapan pelajaran di kelas dan

pengelompokan siswa dalam belajar.

Ketiga, Pengaruh evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

yang masih terlalalu kecil terhadap pengembangan nilai multikultural diakibatkan

oleh evaluasi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dilakukan oleh

guru belum optimal. Guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan hanya berpusat pada peserta didiknya saja. Disisi lain, evaluasi

terhadap proses pembelajaran yang dilakukan guru dan komponen penunjang

pembelajaran di kelas belum tersentuh dalam evaluasi pembelajaran pendidikan

kewarganegaran. Padahal menurut pendapat (Cronbach, 1987:21) bahwa tujuan

evaluasi ini adalah untuk memperoleh informasi umum mengenai belajar siswa

dan pembelajaran yang telah di lakukan oleh guru serta komponen penunjang

pembelajaran lainnya, baik menggunakan penelitian data dengan cara

(pengamatan, penganalisaan data, penilaian penampilan atau proyek).

Keempat, Pengaruh materi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai

multikultural ditinjau dari anak perempuan ternyata pengaruhnya lebih besar dari

pada anak laki-laki. Sikap dan perilaku seseorang dalam pergaulan sering kali

dipengaruhi oleh budayanya. Menurut (Koentjaraningrat, 1984:26) bahwa sikap

dan perilaku perempuan lebih peka sehingga mudah memahami konsep dan nilai-

nilai soaial-budaya ketika belajar. Sejalan dengan pendapat tersebut (Capra,

1998:415) menjelaskan bahwa jiwa perempuan dapat menciptakan dunia batin

yang mencerminkan realitas lahir tetapi mempunyai eksistensi sendiri yang dapat

menggerakan untuk bertindak dalam dunia lahir. Lebih lanjut (Capra, 1998:415)

menjelaskan bahwa fenomena jiwa itu mencakup kesadaran diri, pemikiran

konseptual, bahasa simbolis, kreasi budaya, rasa nilai, minat terhadap masa

lampau dan perhatian terhadap masa depan. Prilaku manusia merupakan prodek

Page 17: JURNAL PKn

warisan sosial budaya, dan bukan produk faktor-faktor biologis yang diturunkan

lewat keturuan. Lingkungan sosial budaya merupakan faktor yang menentukan

sikap dan perilaku manusia yang dipengaruhi kebiasaan dan kepercayaan

budayanya.

Kelima, Pengaruh materi, kegiatan belajar mengajar dan evaluasi

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terhadap pengembangan nilai

multikultural ditinjau dari tingkat pendidikan orang tua siswa maka siswa yang

orang tuanya pendidikannya perguruan tinggi pengaruhnya lebih besar. Makin

tinggi tingkat pendidikan seseorang maka maka wawasan dan pengalamanya

makin banyak sehingga orang tersebut dapat besikap lebih dewasa. Tingkat

pendidikan seseorang sangat berpengaruh terhadap kemajuan dan perkembangan

dalam hidupnya. Sebagaimana termuat dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1

Pasal 1 Ayat 1 tentang “Sistem Pendidikan Nasional” yang menjelaskan bahwa

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekauatan spiritual keagamaan, pengendaliaan diri,

kepribadian kecerdasan, akhlak mulia, serta keperluan yang diperlukan pada

dirinya, masyarakat bangsa dan negaranya. Dengan demikan orang yang tingkat

pendidikanya tinggi dapat menghindari konflik dalam masyarakat karena orang

tersebut dapat menempatkan dirinya sebagai mana mestinya dan mampu

menganalisis dapat dari setiap tindakan yang akan dilakukannya. Tingkat

pendidikan orang tua yang tinggi akan menumbuhkan motivasi bagi anaknya

untuk meniru prestasi dari orang tuanya. Hal ini sejalan dengan teori imitasi dari

(Bandura, 1941:43) dalam bukunya Social larning and imitation dikatakan bahwa

banyak peristiwa belajar yang penting terjadi dengan perantaraan orang lain.

Artinya, sambil mengamati tingkah laku orang lain, individu-individu belajar

mengimitasi atau meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan

orang lain model bagi dirinya.

Page 18: JURNAL PKn

Kesimpulan dan Rekomendasi

1. Kesimpulan

Atas dasar hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dirumuskan

sebagai berikut:

Pertama, Materi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan memiliki

pengaruh terbesar terhadap pengembangan nilai multikultural. Hal ini karena

kemampuan guru dalam mengemas materi begitu menarik siswa. Materi

disampaikan dengan mengaitkan langsung terhadap kehidupan sehari-hari siswa

dan disertai humor-humor kecil, yang menyentuh akar sosial-budaya di

lingkungannya sehingga siswa merasa tertarik dan penuh antusias mengikuti

pembelajaran.

Kedua, Kegiatan belajar mengajar Pendidikan Kewarganegaraan yang

didalamnya memuat penggunaan metode, media dan sumber belajar yang tepat

membuat siswa termotivasi dalam belajar dan mudah memahami materi pelajaran.

Ketiga, Pengaruh evaluasi yang kecil dapat ditafsirkan bahwa evaluasi

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang dilakukan oleh guru belum

optimal. Guru dalam melakukan evaluasi pembelajaran Pendidikan

Kewarganegaraan hanya berpusat pada peserta didiknya saja.

Keempat, Anak perempuan lebih besar pengaruhnya terhadap

pengembangan nilai multikultural karena sikap dan perilaku perempuan lebih

peka perasaannya sehingga mudah memahami nilai-nilai sosial-budaya dalam

materi Pendidikan Kewarganegaraan.

Kelima, Siswa yang orang tuanya berpendidikan perguruan tinggi

pengaruhnya lebih besar terhadap pengembangan nilai multikultural. Hal ini

dikarenakan Hal ini terjadi karena anak akan mencontoh prestasi yang telah diraih

oleh orang tuanya sebagai motivasi dalam belajar bagi dirinya.

Page 19: JURNAL PKn

2. Rekomendasi

Merujuk kepada kesimpulan penelitian, rekomendasi ini dirumuskan dan

disampaikan kepada pihak-pihak yang dianggap memiliki kepentingan dengan

hasil penelitian ini.

Pertama, Pihak sekolah; kebijakan di lingkungan SMA khususnya, dalam

pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dapat mengakomodasi

pengembangan nilai-nilai pluralitas etnis dan budaya yang diperlukan untuk

kepentingan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sarana dan prasana

penunjang pembelajaran di sekolah perlu diperhatikan untuk dapat mencapai

tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Program pelatihan peningkatan

mutu kompetensi guru perlu dilakukan agar tenaga pendidik memiliki

kemampuan yang professional dibidang pengajaran.

Kedua, Guru Pendidikan Kewarganegaraan; guru hendaknya dalam

menunaikan tugas-tugas profesinya untuk tidak bosan-bosannya meningkatkan

pengetahuan melalui belajar. Keterampilan dalam mengajar harus dimiliki oleh

semua guru agar penyampaian materi pembelajaan dapat dikemas dengan menarik

sehingga siswa tidak merasa bosan dengan pelajaran pendidikan kewarganegaran.

Guru harus memiliki kemampuan dalam penggunaan metode, media dan sumber

belajar yang relefan agar siswa memiliki kemampuan pengetahuan yang luas.

Ketiga, Kepada lembaga UPI; Para akademisi khsususnya staf pengajar

Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dituntut untuk benar-benar peduli dan

memiliki kemampuan memberikan pencerahan alternatif-alternatif pemikiran

baru sebagai bagian integral solusi pemecahannya kepada mahasiswanya sebagai

bekal pengetahuan dan keterampilan bagi calon guru.

Page 20: JURNAL PKn

Daftar Pustaka

Al Muchtar, S. (2001) Pendidikan dan Masalah Sosial Budaya. Bandung: Gelar Pustaka Mandiri

Blum, L.A. (2001) Antirasisme, Multikultural dan komunitas antar ras ; tiga nilai yang bersifat mendidik bagi sebuah masyarakat multicultural. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

Budimansyah, D. dan Karim Suryadi. (2008) Pkn dan masyarakat multikultural. Bandung: Program Studi PKn SPs UPI.

Budimansyah, D. Syaifullah Syam. (2006) Pendidikan Nilai Moral dalam Dimensi Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung: Laboratorium Pkn FPIPS-UPI

Bandura, A. (1977) Social Learning Theory. Amerika: Psychological Association.

Capra. F. (1998) Titik Balik Peradaban; Sains Masyarakat dan kebangkitan kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Collins, Randall. (1977) Some comperative Principls of Educational Stratification. Harvard Educational Review.

Departemen Pendidikan Nasional (2003), “Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional”, Jakarta: Depdiknas.

Djamarah, S.B dan Zain, A. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Giroux, M. (1981) Ideology, Cultur and the Process of Schooling. London: Falmer Press.

Kusumohamidjojo, B. (2000) Kebhinekaan Masyarakat Indonesia Suatu Problematik Filsafat Kebudayaan. Jakarta: Grasido.

Koncoroningrat. (1980) Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Lickona, Thomas (1992). ”Educating For Character How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility”, New York-Toronto-London-Sydney-Auckland: Bantam Books.

Ridwan. (2005) Skala Pengukuran Fariabel-Fariabel Penelitian. Bandung: Al-Fabeta.

Page 21: JURNAL PKn

Supardan, Dadang (2008) Peluang Pendidikan dan Hubungan Antar Etnik Perspektif Pendidikan Kritis Poskolonialis. Laporan Kegiatan Dialog Multikultural Untuk Membina Kerukunan Antar Umat Beragama. Bandung: Program Studi PKn Pascasarjana UPI.

Supardan, Dadang. (2008) Pengantar Ilmu Sosial: Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Sugiyono. (2009) Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Afabeta.

Tilaar, H.A.R. (2004) Multikultural; Tantangan-tantangan GlobalMasa Drepan Dalam Reformasi Pendidikan Nasional. Jakarta Grasindo.

Winataputra dan Dasim Budimansyah. (2007) Civic Education; Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi PKn SPs UPI.