kajian ekonomi regional provinsi jawa tengah - … · 2.2.2. kelompok perumahan, air, listrik, gas,...

135
KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH TRIWULAN IV 2015

Upload: hacong

Post on 08-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN IV 2015

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya

”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini

menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian

daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang

selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan

informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan

data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja

sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan

datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan

kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak

yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta

kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan

ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.

KATA PENGANTAR

Semarang, Februari 2016KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI JAWA TENGAH

Ttd

Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya

”Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jawa Tengah Triwulan IV 2015” dapat dipublikasikan. Buku ini

menyajikan berbagai informasi mengenai perkembangan beberapa indikator perekonomian

daerah khususnya bidang moneter, perbankan, sistem pembayaran, dan keuangan daerah, yang

selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan internal Bank Indonesia juga sebagai bahan

informasi bagi pihak eksternal.

Selanjutnya, kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan

data dan informasi yang diperlukan bagi penyusunan buku ini. Harapan kami, hubungan kerja

sama yang baik selama ini dapat terus berlanjut dan ditingkatkan lagi pada masa yang akan

datang. Kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak guna lebih meningkatkan

kualitas buku kajian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi pihak-pihak

yang berkepentingan.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan berkah dan karunia-Nya serta

kemudahan kepada kita semua dalam upaya menyumbangkan pemikiran dalam pengembangan

ekonomi regional khususnya dan pengembangan ekonomi nasional pada umumnya.

KATA PENGANTAR

Semarang, Februari 2016KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI JAWA TENGAH

Ttd

Iskandar SimorangkirDirektur Eksekutif

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN IV

2015

PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BAB III

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

3.2.3. Penyaluran Kredit

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank

Umum

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa

Tengah

3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional

Bank Indonesia (SKNBI)

3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah

3.8. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing

PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH5.1. Ketenagakerjaan

5.2. Pengangguran

5.3. Nilai Tukar Petani

5.4. Tingkat Kemiskinan

5.5. Pembangunan Manusia

OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

BAB VI

6.1. Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1. Sisi Penggunaan

6.1.2. Sisi Lapangan Usaha

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan I 2016

6.2.2. Inflasi Januari 2016

6.2.3. Inflasi 2016

BAB V

PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH

BAB IV

4.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2015

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan IV 2015

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2015

4.2. APBD Tahun 2016.

4.2.1. Anggaran Pendapatan Tahun 2016

4.2.2. Anggaran Belanja Tahun 2016

iii

Daftar Isi

2.1. Inflasi Secara Umum

2.2.1. Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa

Keuangan

2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,

dan Bahan Bakar

2.2.3. Kelompok Bahan Makanan

2.2.4. Kelompok Lainnya

2.3.1. Kelompok Administered Prices

2.3.2. Kelompok Inti

2.3.3. Kelompok Volatile Food

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BAB II

ii

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Secara Umum

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran

1.2.1. Pengeluaran Konsumsi

1.2.2. Pengeluaran Investasi

1.2.3. Ekspor dan Impor

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha

1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi

Mobil-Sepeda Motor

1.3.2. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

1.3.3. Industri Pengolahan

1.3.4. Konstruksi

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB I

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Suplemen

Daftar Tabel

Daftar Grafik

Tabel Indikator

Ringkasan Eksekutif

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN IV

2015

PERKEMBANGANPERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BAB III

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

3.2.3. Penyaluran Kredit

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank

Umum

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa

Tengah

3.6. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional

Bank Indonesia (SKNBI)

3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah

3.8. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing

PERKEMBANGANKETENAGAKERJAANDAERAH5.1. Ketenagakerjaan

5.2. Pengangguran

5.3. Nilai Tukar Petani

5.4. Tingkat Kemiskinan

5.5. Pembangunan Manusia

OUTLOOKPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DAERAH

BAB VI

6.1. Pertumbuhan Ekonomi

6.1.1. Sisi Penggunaan

6.1.2. Sisi Lapangan Usaha

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan I 2016

6.2.2. Inflasi Januari 2016

6.2.3. Inflasi 2016

BAB V

PERKEMBANGANKEUANGANDAERAH

BAB IV

4.1. Realisasi APBD Triwulan IV 2015

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan IV 2015

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2015

4.2. APBD Tahun 2016.

4.2.1. Anggaran Pendapatan Tahun 2016

4.2.2. Anggaran Belanja Tahun 2016

iii

Daftar Isi

2.1. Inflasi Secara Umum

2.2.1. Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa

Keuangan

2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas,

dan Bahan Bakar

2.2.3. Kelompok Bahan Makanan

2.2.4. Kelompok Lainnya

2.3.1. Kelompok Administered Prices

2.3.2. Kelompok Inti

2.3.3. Kelompok Volatile Food

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BAB II

ii

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Secara Umum

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran

1.2.1. Pengeluaran Konsumsi

1.2.2. Pengeluaran Investasi

1.2.3. Ekspor dan Impor

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha

1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi

Mobil-Sepeda Motor

1.3.2. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

1.3.3. Industri Pengolahan

1.3.4. Konstruksi

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB I

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Suplemen

Daftar Tabel

Daftar Grafik

Tabel Indikator

Ringkasan Eksekutif

Tabel 1.1 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut

Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)

Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah

menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)

Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut

Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah menurut Lapangan Usaha

Tabel 3.1Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status

Kepemilikan di Jawa Tengah

Tabel 3.2 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya

Tabel 3.3 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis

Kegiatan Utama (juta orang)

Tabel 5 2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

Tabel 5 3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus

2015 (juta orang)

Tabel 5 4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Tabel 5 5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta

orang)

Tabel 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2014-2015

dan Proyeksi Triwulan I 2016

Tabel 6.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran & Proyeksi Triwulan

I 2016 (%, yoy)

Tabel 6.3 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi

Triwulan I 2016 (%, yoy)

Tabel 6.4 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara

Mitra Utama Tahun 2017-2020

v

Suplemen

SUPLEMEN 1

Peranan Kereta Api Dalam Sistem Logistik Pangan

Jawa Tengah

SUPLEMEN 2

Implementasi Modern Farming Sebagai Upaya

Peningkatan Produktivitas Pertanian

SUPLEMEN 3

Pengembangan Ekonomi Daerah Melalui

Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren

SUPLEMEN 4

Pembangunan Infrastruktur Pertanian Pemerintah

2015-2019

SUPLEMEN 5

perkembangan Komoditas Bawang Merah

SUPLEMEN 6

Success Story Pengendalian Inflasi Daerah

SUPLEMEN 7

Perkembangan Dan Tantangan Penyaluran Dana

Desa Di Jawa Tengah

SUPLEMEN 8

Menyelaraskan Pengupahan Dengan Pertumbuhan

Ekonomi Dan Inflasi

iv

Tabel

Tabel 1.1 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut

Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)

Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah

menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)

Tabel 1.3 PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut

Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)

Tabel 1.4 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah menurut Lapangan Usaha

Tabel 3.1Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status

Kepemilikan di Jawa Tengah

Tabel 3.2 Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya

Tabel 3.3 Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis

Kegiatan Utama (juta orang)

Tabel 5 2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

Tabel 5 3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus

2015 (juta orang)

Tabel 5 4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Tabel 5 5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang

Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta

orang)

Tabel 6.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2014-2015

dan Proyeksi Triwulan I 2016

Tabel 6.2 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran & Proyeksi Triwulan

I 2016 (%, yoy)

Tabel 6.3 Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa

Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi

Triwulan I 2016 (%, yoy)

Tabel 6.4 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara

Mitra Utama Tahun 2017-2020

v

Suplemen

SUPLEMEN 1

Peranan Kereta Api Dalam Sistem Logistik Pangan

Jawa Tengah

SUPLEMEN 2

Implementasi Modern Farming Sebagai Upaya

Peningkatan Produktivitas Pertanian

SUPLEMEN 3

Pengembangan Ekonomi Daerah Melalui

Kemandirian Ekonomi Pondok Pesantren

SUPLEMEN 4

Pembangunan Infrastruktur Pertanian Pemerintah

2015-2019

SUPLEMEN 5

perkembangan Komoditas Bawang Merah

SUPLEMEN 6

Success Story Pengendalian Inflasi Daerah

SUPLEMEN 7

Perkembangan Dan Tantangan Penyaluran Dana

Desa Di Jawa Tengah

SUPLEMEN 8

Menyelaraskan Pengupahan Dengan Pertumbuhan

Ekonomi Dan Inflasi

iv

Tabel

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN IV

2015

Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama (HS

2 Digit)

Grafik 1.31 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Lainnya

(HS 2 Digit)

Grafik 1.32 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan

Negara Tujuan Triwulan III-VI 2015

Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.34 Penjualan Ritel dan Tingkat Pengangguran Jepang

Grafik 1.35 Pertumbuhan Ekonomi AS

Grafik 1.36 Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok

Grafik 1.37 Pertumbuhan Pertumbuhan Total Ekspor (Luar

Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.38 Pertumbuhan Total Impor (Luar Negeri &

Antardaerah) Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.39 Perkembangan Impor Jawa Tengah

Grafik 1.40 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah

Grafik 1.41 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah

Grafik 1.42 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.43 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa

Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan

grafik 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa

Tengah

grafik 1.45 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi

Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

grafik 1.46 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa

Tengah Berdasarkan Negara Asal

Grafik 1.47 Pertumbuhan Pertumbuhan Total Impor (Luar

Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.48 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran

dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Triwulan I 2013 – Triwulan

IV 2015

Grafik 1.49 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHR dan

Pertumbuhan PDRB Perdagangan

Grafik 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Perdagangan Besar

dan Eceran

Grafik 1.51 Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama

Grafik 1.52 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok

Komoditas

Grafik 1.53 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran

dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.54 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.55 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan

Pertumbuhan PDRB Pertanian

Grafik 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian

Grafik 1.57 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di

Jawa Tengah

Grafik 1.58 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah

Grafik 1.59 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan Triwulan I

2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan

Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan

vii

Grafik

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan I

2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.2 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan

Pertumbuhan Ekonomi

Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Nilai Rata-Rata

Perputaran Kliring dan Pertumbuhan Ekonomi

Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit

Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi

Grafik 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa,

dan Nasional

Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Tahun

2011 - 2015

Grafik 1.7 Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap

Kawasan Jawa

Grafik 1.8 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga

Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan PDRB

Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Grafik 1.11 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi

Saat Ini (IKE)

Grafik 1.12 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi

Nonmigas dan Nilai Tukar

Grafik 1.13 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Tahun

2011 - 2015

Grafik 1.14 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Triwulan I

2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.15 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Tahun 2011 -

2015

Grafik 1.16 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintah dan

PDRB Konsumsi Pemerintah

Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun

2011 - 2015

Grafik 1.18 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.19 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun

2011 - 2015

Grafik 1.20 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto

Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi

(SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi

Grafik 1.22 Perkembangan SBT Realisasi Investasi

Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)

Grafik 1.23 Pertumbuhan Konsumsi Semen, PDRB

Lapangan Usaha Konstruksi, dan PDRB Investasi

Grafik 1.24 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor

Barang Modal & Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah

Grafik 1.25 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal

Asing di Jawa Tengah

Grafik 1.26 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal

Dalam Negeri di Jawa Tengah

Grafik 1.27 Pertumbuhan Realisasi Penanaman Modal

Dalam Negeri dan Asing di Jawa Tengah

Grafik 1.28 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto

Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.29 Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri &

Antardaerah) Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

vi

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN IV

2015

Grafik 1.30 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama (HS

2 Digit)

Grafik 1.31 Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Lainnya

(HS 2 Digit)

Grafik 1.32 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa Tengah Berdasarkan

Negara Tujuan Triwulan III-VI 2015

Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa Tengah

Berdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.34 Penjualan Ritel dan Tingkat Pengangguran Jepang

Grafik 1.35 Pertumbuhan Ekonomi AS

Grafik 1.36 Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok

Grafik 1.37 Pertumbuhan Pertumbuhan Total Ekspor (Luar

Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.38 Pertumbuhan Total Impor (Luar Negeri &

Antardaerah) Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.39 Perkembangan Impor Jawa Tengah

Grafik 1.40 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah

Grafik 1.41 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah

Grafik 1.42 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.43 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa

Tengah Berdasarkan Jenis Penggunaan

grafik 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa

Tengah

grafik 1.45 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi

Jawa Tengah Berdasarkan Negara Asal

grafik 1.46 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa

Tengah Berdasarkan Negara Asal

Grafik 1.47 Pertumbuhan Pertumbuhan Total Impor (Luar

Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.48 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran

dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Triwulan I 2013 – Triwulan

IV 2015

Grafik 1.49 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHR dan

Pertumbuhan PDRB Perdagangan

Grafik 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Perdagangan Besar

dan Eceran

Grafik 1.51 Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama

Grafik 1.52 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok

Komoditas

Grafik 1.53 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran

dan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.54 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.55 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan

Pertumbuhan PDRB Pertanian

Grafik 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian

Grafik 1.57 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di

Jawa Tengah

Grafik 1.58 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah

Grafik 1.59 Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan, dan

Perikanan Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan Triwulan I

2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) dan

Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan

vii

Grafik

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan I

2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.2 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan

Pertumbuhan Ekonomi

Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Nilai Rata-Rata

Perputaran Kliring dan Pertumbuhan Ekonomi

Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit

Perbankan dan Pertumbuhan Ekonomi

Grafik 1.5 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa,

dan Nasional

Grafik 1.6 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Tahun

2011 - 2015

Grafik 1.7 Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap

Kawasan Jawa

Grafik 1.8 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga

Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan PDRB

Konsumsi Rumah Tangga

Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

Grafik 1.11 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi

Saat Ini (IKE)

Grafik 1.12 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi

Nonmigas dan Nilai Tukar

Grafik 1.13 Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Tahun

2011 - 2015

Grafik 1.14 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Triwulan I

2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.15 Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Tahun 2011 -

2015

Grafik 1.16 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintah dan

PDRB Konsumsi Pemerintah

Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun

2011 - 2015

Grafik 1.18 Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.19 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun

2011 - 2015

Grafik 1.20 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto

Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi

(SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi

Grafik 1.22 Perkembangan SBT Realisasi Investasi

Berdasarkan Sektor Usaha (SKDU)

Grafik 1.23 Pertumbuhan Konsumsi Semen, PDRB

Lapangan Usaha Konstruksi, dan PDRB Investasi

Grafik 1.24 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor

Barang Modal & Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah

Grafik 1.25 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal

Asing di Jawa Tengah

Grafik 1.26 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal

Dalam Negeri di Jawa Tengah

Grafik 1.27 Pertumbuhan Realisasi Penanaman Modal

Dalam Negeri dan Asing di Jawa Tengah

Grafik 1.28 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto

Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.29 Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri &

Antardaerah) Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

vi

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN IV

2015

Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko

Sektor Industri Pengolahan

Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko

Sektor Perdagangan

Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko

Sektor Konstruksi

Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko

Sektor Pertanian

Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan

Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau

Jawa

Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan

Perbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau

Jawa

Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM

Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar

Sektor

Grafik 3.30 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasar Sektor

Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan

Penggunaan

Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa

Tengah

Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa

Tengah

Grafik 3.35 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian

di Jawa Tengah

Grafik 3.36 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring

dan SBT SKDU

Grafik 3.37 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan

Daerah Pengiriman

Grafik 3.38 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan

Daerah Pengiriman

Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet

Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.40 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang

Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah

Grafik 3.41 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang

Kartal Berdasarkan Wilayah

Grafik 3.42 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang

Tidak Layak Edar 109

Grafik 3.43 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan

Wisatawan Asing di Jawa Tengah

Grafik 3.44 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui

KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah

Grafik 5.1 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan

Saat Ini

Grafik 5.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan

Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.3 Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangan

dalam 4 Tahun Terakhir

ix

Grafik

Grafik 1.62 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku

Jawa Tengah

Grafik 1.63 Likert Scale Biaya Energi

Grafik 1.64 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri

Pengolahan

Grafik 1.65 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur

Berdasarkan Skala Usaha

Grafik 1.66 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur

Besar dan Sedang berdasarkan Sektor (%, yoy)

Grafik 1.67 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur

Mikro dan Kecil berdasarkan Sektor (%, yoy)

Grafik 1.68 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan

Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.69 Perkembangan Konsumsi Semen

Grafik 1.70 Perkembangan Konsumsi Semen

Grafik 1.71 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi

Grafik 1.72 Perkembangan Jumlah Rumah yang Dibangun

(SHPR)

Grafik 1.73 Pertumbuhan PDRB Konstruksi Tahun 2011 -

2015

Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa

Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umum di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum

di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

viii

62

63

63

63

63

64

64

64

66

66

66

50

50

73

73

KAJIAN EKONOMI REGIONALPROVINSI JAWA TENGAH

TRIWULAN IV

2015

Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko

Sektor Industri Pengolahan

Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko

Sektor Perdagangan

Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko

Sektor Konstruksi

Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko

Sektor Pertanian

Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan

Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau

Jawa

Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan

Perbankan Syariah di Pulau Jawa

Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau

Jawa

Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM

Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasar

Sektor

Grafik 3.30 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasar Sektor

Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan

Penggunaan

Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

Berdasarkan Penggunaan

Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa

Tengah

Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa

Tengah

Grafik 3.35 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian

di Jawa Tengah

Grafik 3.36 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring

dan SBT SKDU

Grafik 3.37 Pangsa Volume Transaksi SKNBI Berdasarkan

Daerah Pengiriman

Grafik 3.38 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI Berdasarkan

Daerah Pengiriman

Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cek dan Bilyet

Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

Grafik 3.40 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang

Kartal melalui Bank Indonesia di Jawa Tengah

Grafik 3.41 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang

Kartal Berdasarkan Wilayah

Grafik 3.42 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan Uang

Tidak Layak Edar 109

Grafik 3.43 Transaksi Penukaran Valuta Asing dan Kunjungan

Wisatawan Asing di Jawa Tengah

Grafik 3.44 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui

KUPVA Bukan Bank di Jawa Tengah

Grafik 5.1 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan

Saat Ini

Grafik 5.2 Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan, dan

Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.3 Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangan

dalam 4 Tahun Terakhir

ix

Grafik

Grafik 1.62 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku

Jawa Tengah

Grafik 1.63 Likert Scale Biaya Energi

Grafik 1.64 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri

Pengolahan

Grafik 1.65 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur

Berdasarkan Skala Usaha

Grafik 1.66 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur

Besar dan Sedang berdasarkan Sektor (%, yoy)

Grafik 1.67 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur

Mikro dan Kecil berdasarkan Sektor (%, yoy)

Grafik 1.68 Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan

Tahun 2011 - 2015

Grafik 1.69 Perkembangan Konsumsi Semen

Grafik 1.70 Perkembangan Konsumsi Semen

Grafik 1.71 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi

Grafik 1.72 Perkembangan Jumlah Rumah yang Dibangun

(SHPR)

Grafik 1.73 Pertumbuhan PDRB Konstruksi Tahun 2011 -

2015

Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit

Perbankan Beberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa

Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankan di Provinsi

Jawa Tengah

Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umum di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum

di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan

Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank

Umum di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utama di

Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan

Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

viii

62

63

63

63

63

64

64

64

66

66

66

50

50

73

73

A. PDRB & Inflasi

INDIKATOR

*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH

20132014

I II III IV2014

Ekonomi Makro Regional *)

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Berdasarkan Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi LNPRT

Konsumsi Pemerintah

Investasi

Total Ekspor

Total Impor

Ekspor

-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)

-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)

Impor

-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)

-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)

Indeks Harga Konsumen

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

5.1

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

5,658

3,144

5,554

4,045

142.68

145.46

134.81

145.29

142.05

-

-

7.98

8.50

8.32

8.19

5.80

-

-

5.7

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

4.1

22.4

1.1

3.1

(3.2)

(8.8)

1,500

741

1,398

871

111.32

111.37

110.11

110.96

108.69

116.87

113.36

7.08

7.30

6.61

6.43

6.07

10.50

9.69

4.2

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.0

16.3

(9.7)

6.4

(1.5)

(10.9)

1,604

681

1,559

1,086

112.27

111.90

110.78

112.15

108.95

117.48

114.85

7.26

6.42

6.63

7.13

5.68

9.54

9.65

5.7

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

1,451

696

1,478

882

113.84

113.03

112.06

113.77

110.64

119.09

117.07

5.00

4.18

4.65

4.84

3.78

6.31

7.67

6.2

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

4.0

(5.3)

9.9

1.5

(4.1)

(9.5)

1,541

658

1,685

1,006

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

5.4

-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

4.2

8.6

2.7

4.2

(2.0)

(7.3)

6,096

2,776

6,120

3,845

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

2015

5.5

1.4

1.2

6.6

-7.3

2.0

4.2

3.3

12.0

8.4

11.6

5.3

6.7

11.6

4.1

10.1

9.4

8.3

4.2

(9.7)

3.2

6.3

20.1

12.6

1,547

585

1,554

1,209

117.65

116.48

115.69

117.66

114.42

116.87

120.74

5.68

4.59

5.07

6.04

5.27

5.42

6.51

I

xi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

4.8

6.4

2.2

3.7

-0.9

3.1

5.3

2.7

9.7

6.3

8.5

1.5

7.0

10.4

8.0

9.2

4.4

-1.1

4.2

(12.3)

3.7

3.4

8.3

3.1

1,642

774

1,230

1,159

119.18

117.88

117.15

119.26

116.17

117.48

121.85

6.15

5.34

5.75

6.34

6.63

6.17

6.09

II

Grafik

Grafik 5.4 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Grafik 5.5 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.6 Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor

Tanaman Pangan dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian

Grafik 5.7 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.8 . Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa

Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)

Grafik 5.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 6.1. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 6.2. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran

Grafik 6.3. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran

Grafik 6.4 Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015

Grafik 6.5 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Konsumen

Grafik 6.6 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Pedagang Eceran

Grafik 6.7 Inflasi Bensin (mtm)

Grafik 6.8 Inflasi Angkutan Udara (mtm)

Grafik 6.9. Inflasi Tarif Listrik (mtm)

Grafik 6.10. Inflasi Rokok Kretek Filter (mtm)

Grafik 6.11. Inflasi Daging Ayam Ras (mtm)

Grafik 6.12.. Inflasi Telur Ayam Ras (mtm)

Grafik 6.13. Inflasi Bawang Merah (mtm)

Grafik 6.14. Inflasi Bawang Putih (mtm)

x

III

5.0

4.6

6.0

4.3

-5.1

-0.2

7.1

2.2

6.7

6.3

9.5

9.0

8.8

10.9

6.2

6.9

7.0

1.6

4.3

3.0

5.2

4.0

14.1

5.9

1,484

797

1,156

930

120.42

119.00

117.97

120.46

117.53

126.93

123.42

5.78

5.28

5.27

5.88

6.23

6.58

5.42

IV

6.1

6.9

4.7

4.6

-0.6

1.7

7.4

8.2

3.9

7.0

8.6

13.7

7.8

6.2

3.4

2.8

7.5

4.1

4.8

8.1

3.6

7.0

-1.9

-7.8

1,533

702

1,339

1,191

121.84

120.32

119.83

121.77

119.26

128.23

124.37

2.73

2.52

2.56

2.56

3.95

3.28

2.63

2015

5.4

5.6

3.6

4.6

-3.3

1.6

6.0

4.2

7.9

7.1

9.5

8.1

7.6

9.7

5.3

7.1

7.1

3.2

4.5

-3.1

3.7

5.2

11.1

3.7

6,206

2,858

5,476

4,488

121.84

120.32

119.83

121.77

119.26

128.23

124.37

2.73

2.52

2.56

2.56

3.95

3.28

2.63

A. PDRB & Inflasi

INDIKATOR

*Mulai tahun 2014 perhitungan IHK menggunakan SBH 2012Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

TABEL INDIKATOR EKONOMI PROVINSI JAWA TENGAH

20132014

I II III IV2014

Ekonomi Makro Regional *)

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)

Berdasarkan Lapangan Usaha

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

Berdasarkan Pengeluaran

Konsumsi Rumah Tangga

Konsumsi LNPRT

Konsumsi Pemerintah

Investasi

Total Ekspor

Total Impor

Ekspor

-Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta)

-Volume Ekspor Non Migas (Ribu Ton)

Impor

-Nilai Impor Non Migas (USD Juta)

-Volume Impor Non Migas (Ribu Ton)

Indeks Harga Konsumen

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy)

Provinsi Jawa Tengah

Kota Purwokerto

Kota Surakarta

Kota Semarang

Kota Tegal

Kota Kudus

Kota Cilacap

5.1

2.5

6.2

5.4

8.5

0.2

4.9

4.6

9.3

4.5

8.0

4.3

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

4.3

7.2

5.4

4.4

11.4

2.2

5,658

3,144

5,554

4,045

142.68

145.46

134.81

145.29

142.05

-

-

7.98

8.50

8.32

8.19

5.80

-

-

5.7

-2.8

7.0

8.4

0.7

6.1

5.7

6.3

6.2

5.3

10.5

2.9

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

4.1

22.4

1.1

3.1

(3.2)

(8.8)

1,500

741

1,398

871

111.32

111.37

110.11

110.96

108.69

116.87

113.36

7.08

7.30

6.61

6.43

6.07

10.50

9.69

4.2

-3.8

4.6

7.3

7.6

3.2

4.2

1.8

5.0

6.4

11.0

3.2

7.9

6.8

-2.9

11.4

13.5

8.6

4.0

16.3

(9.7)

6.4

(1.5)

(10.9)

1,604

681

1,559

1,086

112.27

111.90

110.78

112.15

108.95

117.48

114.85

7.26

6.42

6.63

7.13

5.68

9.54

9.65

5.7

-3.0

6.0

9.7

4.9

3.0

2.8

4.6

7.9

9.7

12.4

3.7

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

4.5

3.4

4.8

5.7

0.6

0.6

1,451

696

1,478

882

113.84

113.03

112.06

113.77

110.64

119.09

117.07

5.00

4.18

4.65

4.84

3.78

6.31

7.67

6.2

-1.9

8.4

6.8

-2.2

1.6

5.0

4.9

16.5

9.1

18.1

7.1

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

4.0

(5.3)

9.9

1.5

(4.1)

(9.5)

1,541

658

1,685

1,006

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

5.4

-2.9

6.5

8.0

2.7

3.4

4.4

4.4

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

4.2

8.6

2.7

4.2

(2.0)

(7.3)

6,096

2,776

6,120

3,845

118.60

117.36

116.84

118.73

114.73

124.16

121.18

8.22

7.09

8.01

8.53

7.40

8.59

8.19

2015

5.5

1.4

1.2

6.6

-7.3

2.0

4.2

3.3

12.0

8.4

11.6

5.3

6.7

11.6

4.1

10.1

9.4

8.3

4.2

(9.7)

3.2

6.3

20.1

12.6

1,547

585

1,554

1,209

117.65

116.48

115.69

117.66

114.42

116.87

120.74

5.68

4.59

5.07

6.04

5.27

5.42

6.51

I

xi

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

4.8

6.4

2.2

3.7

-0.9

3.1

5.3

2.7

9.7

6.3

8.5

1.5

7.0

10.4

8.0

9.2

4.4

-1.1

4.2

(12.3)

3.7

3.4

8.3

3.1

1,642

774

1,230

1,159

119.18

117.88

117.15

119.26

116.17

117.48

121.85

6.15

5.34

5.75

6.34

6.63

6.17

6.09

II

Grafik

Grafik 5.4 NTP Jawa Tengah dan Komponen Penyusunnya

Grafik 5.5 NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.6 Plotting Indeks yang Diterima Petani Subsektor

Tanaman Pangan dengan PDRB Lapangan usaha Pertanian

Grafik 5.7 Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.8 . Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa Tengah

Grafik 5.9 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa

Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang)

Grafik 5.10 Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

Grafik 6.1. Realisasi dan Perkiraan Kegiatan Dunia Usaha

Grafik 6.2. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran

Grafik 6.3. Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran

Grafik 6.4 Proyeks Inflasi Triwulan IV 2015

Grafik 6.5 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Konsumen

Grafik 6.6 Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei

Pedagang Eceran

Grafik 6.7 Inflasi Bensin (mtm)

Grafik 6.8 Inflasi Angkutan Udara (mtm)

Grafik 6.9. Inflasi Tarif Listrik (mtm)

Grafik 6.10. Inflasi Rokok Kretek Filter (mtm)

Grafik 6.11. Inflasi Daging Ayam Ras (mtm)

Grafik 6.12.. Inflasi Telur Ayam Ras (mtm)

Grafik 6.13. Inflasi Bawang Merah (mtm)

Grafik 6.14. Inflasi Bawang Putih (mtm)

x

III

5.0

4.6

6.0

4.3

-5.1

-0.2

7.1

2.2

6.7

6.3

9.5

9.0

8.8

10.9

6.2

6.9

7.0

1.6

4.3

3.0

5.2

4.0

14.1

5.9

1,484

797

1,156

930

120.42

119.00

117.97

120.46

117.53

126.93

123.42

5.78

5.28

5.27

5.88

6.23

6.58

5.42

IV

6.1

6.9

4.7

4.6

-0.6

1.7

7.4

8.2

3.9

7.0

8.6

13.7

7.8

6.2

3.4

2.8

7.5

4.1

4.8

8.1

3.6

7.0

-1.9

-7.8

1,533

702

1,339

1,191

121.84

120.32

119.83

121.77

119.26

128.23

124.37

2.73

2.52

2.56

2.56

3.95

3.28

2.63

2015

5.4

5.6

3.6

4.6

-3.3

1.6

6.0

4.2

7.9

7.1

9.5

8.1

7.6

9.7

5.3

7.1

7.1

3.2

4.5

-3.1

3.7

5.2

11.1

3.7

6,206

2,858

5,476

4,488

121.84

120.32

119.83

121.77

119.26

128.23

124.37

2.73

2.52

2.56

2.56

3.95

3.28

2.63

INDIKATOR

Perbankan **)

B. Perbankan dan Sistem Pembayaran

*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)

- Giro

- Tabungan

- Deposito

Kredit (Rp Triliun)

- Modal Kerja

- Konsumsi

- Investasi

Loan to Deposit ratio (%)

NPL Gross (%)

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kliring

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kas (Rp Triliun)

-Inflow

-Outflow

xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

RINGKASAN UMUMPerekonomian Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik pada triwulan IV 2015, didorong oleh peningkatan pesat kinerja investasi dan konsumsi rumah tangga. Sementara dari sisi lapangan usaha peningkatan pertumbuhan terutama berasal dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Perbaikan ekonomi juga didukung oleh terjaganya stabilitas harga, yang dicerminkan dengan turunnya tingkat inflasi pada periode tersebut.

Secara akumulasi, perekonomian Jawa Tengah tahun 2015 tumbuh lebih tinggi dibandingkan

tahun 2014. Peningkatan kinerja ekonomi tersebut didorong oleh perbaikan kinerja pada

lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan; serta lapangan usaha konstruksi.

Sementara itu, pada sisi perkembangan harga, inflasi Jawa Tengah pada tahun 2015 jauh lebih

rendah dibandingkan tahun 2014 di mana terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pada triwulan I 2016, sesuai pola musimannya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat

dibandingkan triwulan IV 2015. Perlambatan tersebut disebabkan kinerja belanja pemerintah

yang umumnya belum optimal di awal tahun sehingga konsumsi dan investasi pemerintah

mengalami kinerja yang melambat. Sedangkan pada sisi perkembangan harga, tekanan inflasi

diperkirakan meningkat. Tekanan inflasi diperkirakan terutama berasal dari berkurangnya

produksi komoditas pangan pada triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen tahun 2015

sebagai dampak dari El-Nino.

2013 2014

I II III IV2014

167.40

23.73

90.60

53.07

176.61

92.35

25.60

58.66

105.51

1.98

3,260

2,490

530

14,547

57.35

37.21

168.74

25.09

85.30

58.34

178.54

93.34

26.91

58.29

105.81

2.17

3,435

2,307

530

14,275

15.47

6.27

178.42

30.20

86.95

61.27

187.36

99.04

28.06

60.26

105.01

2.19

3,687

2,492

573

15,156

14.31

8.95

185.79

30.94

90.47

64.38

191.87

103.87

27.70

60.30

103.27

2.22

3,297

2,397

579

14,225

20.52

14.69

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,734

2,321

583

14,203

12.02

9.20

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,540

2,378

567

14,459

62.32

39.11

2015

I

193.01

30.53

92.25

70.32

198.84

106.81

28.76

63.27

102.97

2.47

3,938

1,623

551

13,963

18.18

5.58

II

201.05

33.56

93.21

74.28

205.20

111.00

29.70

64.49

102.06

2.90

4,814

1,658

559

14,053

14.91

12.62

III

213.68

34.55

99.31

79.81

209.81

112.60

31.54

65.67

98.19

2.96

4,360

1,583

595

14,179

25.55

16.95

IV

216.17

29.69

109.04

77.44

216.71

115.80

34.31

66.60

100.25

3.02

721

16.254

12.59

11.69

INDIKATOR

Perbankan **)

B. Perbankan dan Sistem Pembayaran

*Data Perbankan merupakan data bank umum yang ada di Jawa Tengah (Lokasi Bank Pelapor)

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun)

- Giro

- Tabungan

- Deposito

Kredit (Rp Triliun)

- Modal Kerja

- Konsumsi

- Investasi

Loan to Deposit ratio (%)

NPL Gross (%)

Sistem Pembayaran

Transaksi RTGS

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kliring

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Miliar)

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (Lembar)

Transaksi Kas (Rp Triliun)

-Inflow

-Outflow

xii TABEL INDIKATORPROVINSI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

RINGKASAN UMUMPerekonomian Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik pada triwulan IV 2015, didorong oleh peningkatan pesat kinerja investasi dan konsumsi rumah tangga. Sementara dari sisi lapangan usaha peningkatan pertumbuhan terutama berasal dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Perbaikan ekonomi juga didukung oleh terjaganya stabilitas harga, yang dicerminkan dengan turunnya tingkat inflasi pada periode tersebut.

Secara akumulasi, perekonomian Jawa Tengah tahun 2015 tumbuh lebih tinggi dibandingkan

tahun 2014. Peningkatan kinerja ekonomi tersebut didorong oleh perbaikan kinerja pada

lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan; serta lapangan usaha konstruksi.

Sementara itu, pada sisi perkembangan harga, inflasi Jawa Tengah pada tahun 2015 jauh lebih

rendah dibandingkan tahun 2014 di mana terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pada triwulan I 2016, sesuai pola musimannya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan melambat

dibandingkan triwulan IV 2015. Perlambatan tersebut disebabkan kinerja belanja pemerintah

yang umumnya belum optimal di awal tahun sehingga konsumsi dan investasi pemerintah

mengalami kinerja yang melambat. Sedangkan pada sisi perkembangan harga, tekanan inflasi

diperkirakan meningkat. Tekanan inflasi diperkirakan terutama berasal dari berkurangnya

produksi komoditas pangan pada triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen tahun 2015

sebagai dampak dari El-Nino.

2013 2014

I II III IV2014

167.40

23.73

90.60

53.07

176.61

92.35

25.60

58.66

105.51

1.98

3,260

2,490

530

14,547

57.35

37.21

168.74

25.09

85.30

58.34

178.54

93.34

26.91

58.29

105.81

2.17

3,435

2,307

530

14,275

15.47

6.27

178.42

30.20

86.95

61.27

187.36

99.04

28.06

60.26

105.01

2.19

3,687

2,492

573

15,156

14.31

8.95

185.79

30.94

90.47

64.38

191.87

103.87

27.70

60.30

103.27

2.22

3,297

2,397

579

14,225

20.52

14.69

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,734

2,321

583

14,203

12.02

9.20

188.11

24.83

97.60

65.68

198.15

106.38

29.06

62.71

105.33

2.23

3,540

2,378

567

14,459

62.32

39.11

2015

I

193.01

30.53

92.25

70.32

198.84

106.81

28.76

63.27

102.97

2.47

3,938

1,623

551

13,963

18.18

5.58

II

201.05

33.56

93.21

74.28

205.20

111.00

29.70

64.49

102.06

2.90

4,814

1,658

559

14,053

14.91

12.62

III

213.68

34.55

99.31

79.81

209.81

112.60

31.54

65.67

98.19

2.96

4,360

1,583

595

14,179

25.55

16.95

IV

216.17

29.69

109.04

77.44

216.71

115.80

34.31

66.60

100.25

3.02

721

16.254

12.59

11.69

Perekonomian Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik pada

triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh cukup signifikan

dari 5,0% (yoy) menjadi 6,1% (yoy). Membaiknya kinerja

perekonomian tersebut ditinjau dari sisi pengeluaran ditopang oleh

kinerja konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto

(PMTB) atau investasi. Tumbuhnya konsumsi rumah tangga di triwulan

laporan didorong oleh adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Kedua

momen tersebut mampu mendorong kinerja konsumsi masyarakat.

Sementara peningkatan investasi diindikasikan terutama pada

investasi bangunan. Meningkatnya investasi infrastruktur pemerintah

di tahun 2015 menjadi pendorong kenaikan komponen investasi ini.

Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan

terutama berasal dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan

perikanan, serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran,

reparasi mobil dan sepeda motor. Meningkatnya konsumsi masyarakat

di triwulan IV 2015 mendorong kinerja lapangan usaha perdagangan

di triwulan laporan.

Secara akumulasi, perekonomian Jawa Tengah tahun 2015

tumbuh sebesar 5,4% (yoy). Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi

dibandingkan capaian 2014 yang tercatat sebesar 5,3% (yoy).

Peningkatan kinerja ekonomi tersebut didorong oleh perbaikan kinerja

pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan; serta

lapangan usaha konstruksi.

Membaiknya pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh terjaganya

stabilitas harga. Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan

IV 2015. Provinsi Jawa Tengah mencatatkan inflasi sebesar 2,73%

(yoy) pada triwulan ini lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015

yang sebesar 5,78% (yoy). Penurunan inflasi di triwulan laporan

utamanya didorong oleh kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar, serta

kelompok bahan makanan. Menurunnya inflasi pada kelompok non

bahan makanan tersebut didorong oleh menurunnya harga BBM di

tahun 2015 dibandingkan tahun lalu, terutama untuk BBM non

subsidi. Sementara itu, penurunan harga bahan makanan berasal dari

relatif stabilnya harga bahan makanan setelah mengalami kenaikan di

tahun sebelumnya sebagai imbas dari kenaikan harga BBM.

03

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

Perekonomian Provinsi Jawa Tengah tumbuh membaik pada

triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa Tengah tumbuh cukup signifikan

dari 5,0% (yoy) menjadi 6,1% (yoy). Membaiknya kinerja

perekonomian tersebut ditinjau dari sisi pengeluaran ditopang oleh

kinerja konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto

(PMTB) atau investasi. Tumbuhnya konsumsi rumah tangga di triwulan

laporan didorong oleh adanya Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Kedua

momen tersebut mampu mendorong kinerja konsumsi masyarakat.

Sementara peningkatan investasi diindikasikan terutama pada

investasi bangunan. Meningkatnya investasi infrastruktur pemerintah

di tahun 2015 menjadi pendorong kenaikan komponen investasi ini.

Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan pertumbuhan

terutama berasal dari lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan

perikanan, serta lapangan usaha perdagangan besar dan eceran,

reparasi mobil dan sepeda motor. Meningkatnya konsumsi masyarakat

di triwulan IV 2015 mendorong kinerja lapangan usaha perdagangan

di triwulan laporan.

Secara akumulasi, perekonomian Jawa Tengah tahun 2015

tumbuh sebesar 5,4% (yoy). Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi

dibandingkan capaian 2014 yang tercatat sebesar 5,3% (yoy).

Peningkatan kinerja ekonomi tersebut didorong oleh perbaikan kinerja

pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan; serta

lapangan usaha konstruksi.

Membaiknya pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh terjaganya

stabilitas harga. Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan

IV 2015. Provinsi Jawa Tengah mencatatkan inflasi sebesar 2,73%

(yoy) pada triwulan ini lebih rendah dibandingkan triwulan III 2015

yang sebesar 5,78% (yoy). Penurunan inflasi di triwulan laporan

utamanya didorong oleh kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar, serta

kelompok bahan makanan. Menurunnya inflasi pada kelompok non

bahan makanan tersebut didorong oleh menurunnya harga BBM di

tahun 2015 dibandingkan tahun lalu, terutama untuk BBM non

subsidi. Sementara itu, penurunan harga bahan makanan berasal dari

relatif stabilnya harga bahan makanan setelah mengalami kenaikan di

tahun sebelumnya sebagai imbas dari kenaikan harga BBM.

03

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

tersebut disebabkan kinerja belanja pemerintah yang

umumnya belum optimal di awal tahun sehingga

konsumsi dan investasi pemerintah mengalami kinerja

yang melambat. Konsumsi rumah tangga juga belum

maksimal di triwulan I sejalan dengan belum adanya

faktor musiman pendorong konsumsi masyarakat.

Tingkat permintaan domestik yang relatif stabil

tersebut diikuti dengan perkiraan masih rendahnya

permintaan mancanegara, menyebabkan kinerja

ekspor diperkirakan belum akan meningkat di triwulan I

2016.

Melambatnya perekonomian sisi penggunaan tersebut

berdampak pada perekonomian di sisi lapangan usaha.

Perlambatan terutama terjadi pada lapangan usaha

konstruksi; perdagangan besar dan eceran, reparasi

mobil dan sepeda motor; serta pertanian, kehutanan,

dan perikanan.

Secara keseluruhan tahun 2016, perekonomian

Jawa Tengah diproyeksikan akan tumbuh lebih

baik dari tahun sebelumnya. Perekonomian daerah

diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,4%-5,8% (yoy).

Pe r tumbuhan te r sebut me lampau i t i ngka t

pertumbuhan di level nasional. Pertumbuhan tersebut

didukung oleh membaiknya konsumsi, baik masyarakat

maupun pemerintah, serta meningkatnya investasi.

Dari sisi lapangan usaha, perbaikan diperkirakan terjadi

pada lapangan usaha konstruksi; perdagangan besar

dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; serta

industri pengolahan.

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2016

diperkirakan meningkat. Inflasi triwulan I 2016

diperkirakan sebesar 4,39% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 2,73%

(yoy). Tekanan inflasi diperkirakan terutama berasal dari

berkurangnya produksi komoditas pangan pada

triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen tahun

2015 sebagai dampak dari El-Nino.

Berdasarkan disagregasinya, peningkatan inflasi di

triwulan I 2016 berasal dari kelompok volatile foods,

imbas dari bergesernya masa panen. Sementara itu,

inflasi tahunan kelompok administered prices

diperkirakan juga meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Tekanan inflasi kelompok ini diperkirakan

berasal dari kenaikan bertahap harga rokok kretek filter

seiring dengan kenaikan cukai rokok di tahun 2016.

Inflasi kelompok inti juga diperkirakan meningkat pada

level yang moderat, sebagai imbas dari meningkatnya

pembangunan infrastruktur yang berujung pada

kemungkinan kenaikan harga bahan bangunan.

Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2016

diperkirakan meningkat. Inflasi tahun 2016

diperkirakan berada pada kisaran 4±1% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun 2015 yang

sebesar 2,73% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan

terjadi di seluruh kelompok, baik kelompok volatile

foods, kelompok administered prices, maupun

kelompok inti.

05

Penurunan inflasi ini terjadi di seluruh kota pantauan

inflasi di Jawa Tengah. Dari keseluruhan 6 kota yang

disurvei BPS, pada triwulan IV, inflasi tertinggi terjadi di

Kota Tegal, sementara Kota Purwokerto menjadi kota

dengan inflasi terendah.

Kinerja perbankan daerah melambat di triwulan

laporan. Hal ini terlihat pada indikator utama kinerja

perbankan daerah. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)

perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan

yang melambat dibandingkan dengan triwulan III 2015.

Sementara itu, kredit perbankan Jawa Tengah pada

triwulan laporan cenderung stabil.

Dengan perkembangan kredit tersebut dan disertai

dengan per tumbuhan DPK yang melambat

menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)

perbankan Jawa Tengah mengalami kenaikan

pada triwulan IV. LDR pada triwulan laporan tercatat

sebesar 100,25%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit

perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat

menurun. Pada triwulan IV 2015, Non-Performing Loan

(NPL) berada pada level 3,02%, atau meningkat

dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar

2,96%.

Perkembangan industri perbankan syariah pada

triwulan IV 2015 di Jawa Tengah menunjukkan kondisi

s e r u p a . P e r b a n k a n s y a r i a h m e n g a l a m i

perlambatan di triwulan laporan. Pertumbuhan

aset perbankan syariah melambat menjadi 9,85% (yoy)

pada triwulan laporan, dari triwulan sebelumnya

sebesar 16,55% (yoy). Kondisi yang sama juga terjadi

pada DPK. Sementara pembiayaan mengalami

peningkatan dan tumbuh sebesar 9,51% (yoy). Kondisi

ini menyebabkan angka Financing to Deposit Ratio

(FDR) Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 melambat ke

level 104,16% dari 111,12% di triwulan sebelumnya.

Peningkatan aktivitas perekonomian di triwulan IV

2015 terlihat pula pada kegiatan sistem pembayaran

baik tunai maupun nontunai yang diselenggarakan

Bank Indonesia. Kegiatan sistem pembayaran

meningkat di triwulan laporan. Sistem Kliring

N a s i o n a l B a n k I n d o n e s i a ( S K N B I ) , y a n g

menggambarkan sistem pembayaran non-tunai,

menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Sementara itu, di sisi pembayaran tunai,

peningkatan aktivitas terlihat dari meningkatnya

kebutuhan uang kartal masyarakat. Hal ini terlihat dari

adanya penurunan net inflow dibanding triwulan

sebelumnya.

Dari sisi keuangan daerah, realisasi pendapatan

dan belanja pemerintah di tahun 2015 tidak

setinggi tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan

tercatat sebesar Rp16,83 triliun atau 92,35% terhadap

APBD 2015, lebih rendah dibandingkan serapan

pendapatan triwulan IV 2014 sebesar 105,08%.

Sementara itu, realisasi belanja triwulan laporan

sebesar Rp17,84 triliun atau 90,89% dari anggaran,

menurun dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang

terserap sebesar 94,06%.

Secara nominal, jumlah pendapatan yang

terserap di triwulan IV 2015 lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2015. Tercatat, realisasi

pendapatan di triwulan laporan sebesar Rp4,13 triliun,

turun sebesar 9,15% dibandingkan penyerapan

triwulan sebelumnya yang sebesar Rp4,55 triliun. Di sisi

lain, jumlah nominal belanja yang terserap meningkat,

dari Rp4,47 triliun di triwulan III 2015 menjadi Rp6,79

triliun atau meningkat sebesar 51,92%.

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2016

diperkirakan akan mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa

Tengah diproyeksikan tumbuh 5,4% (yoy), melambat

dari 6,1% (yoy) di triwulan sebelumnya. Perlambatan

04

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

tersebut disebabkan kinerja belanja pemerintah yang

umumnya belum optimal di awal tahun sehingga

konsumsi dan investasi pemerintah mengalami kinerja

yang melambat. Konsumsi rumah tangga juga belum

maksimal di triwulan I sejalan dengan belum adanya

faktor musiman pendorong konsumsi masyarakat.

Tingkat permintaan domestik yang relatif stabil

tersebut diikuti dengan perkiraan masih rendahnya

permintaan mancanegara, menyebabkan kinerja

ekspor diperkirakan belum akan meningkat di triwulan I

2016.

Melambatnya perekonomian sisi penggunaan tersebut

berdampak pada perekonomian di sisi lapangan usaha.

Perlambatan terutama terjadi pada lapangan usaha

konstruksi; perdagangan besar dan eceran, reparasi

mobil dan sepeda motor; serta pertanian, kehutanan,

dan perikanan.

Secara keseluruhan tahun 2016, perekonomian

Jawa Tengah diproyeksikan akan tumbuh lebih

baik dari tahun sebelumnya. Perekonomian daerah

diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,4%-5,8% (yoy).

Pe r tumbuhan te r sebut me lampau i t i ngka t

pertumbuhan di level nasional. Pertumbuhan tersebut

didukung oleh membaiknya konsumsi, baik masyarakat

maupun pemerintah, serta meningkatnya investasi.

Dari sisi lapangan usaha, perbaikan diperkirakan terjadi

pada lapangan usaha konstruksi; perdagangan besar

dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor; serta

industri pengolahan.

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2016

diperkirakan meningkat. Inflasi triwulan I 2016

diperkirakan sebesar 4,39% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 2,73%

(yoy). Tekanan inflasi diperkirakan terutama berasal dari

berkurangnya produksi komoditas pangan pada

triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen tahun

2015 sebagai dampak dari El-Nino.

Berdasarkan disagregasinya, peningkatan inflasi di

triwulan I 2016 berasal dari kelompok volatile foods,

imbas dari bergesernya masa panen. Sementara itu,

inflasi tahunan kelompok administered prices

diperkirakan juga meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Tekanan inflasi kelompok ini diperkirakan

berasal dari kenaikan bertahap harga rokok kretek filter

seiring dengan kenaikan cukai rokok di tahun 2016.

Inflasi kelompok inti juga diperkirakan meningkat pada

level yang moderat, sebagai imbas dari meningkatnya

pembangunan infrastruktur yang berujung pada

kemungkinan kenaikan harga bahan bangunan.

Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2016

diperkirakan meningkat. Inflasi tahun 2016

diperkirakan berada pada kisaran 4±1% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun 2015 yang

sebesar 2,73% (yoy). Peningkatan ini diperkirakan

terjadi di seluruh kelompok, baik kelompok volatile

foods, kelompok administered prices, maupun

kelompok inti.

05

Penurunan inflasi ini terjadi di seluruh kota pantauan

inflasi di Jawa Tengah. Dari keseluruhan 6 kota yang

disurvei BPS, pada triwulan IV, inflasi tertinggi terjadi di

Kota Tegal, sementara Kota Purwokerto menjadi kota

dengan inflasi terendah.

Kinerja perbankan daerah melambat di triwulan

laporan. Hal ini terlihat pada indikator utama kinerja

perbankan daerah. Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK)

perbankan Jawa Tengah mengalami pertumbuhan

yang melambat dibandingkan dengan triwulan III 2015.

Sementara itu, kredit perbankan Jawa Tengah pada

triwulan laporan cenderung stabil.

Dengan perkembangan kredit tersebut dan disertai

dengan per tumbuhan DPK yang melambat

menyebabkan loan to deposit ratio (LDR)

perbankan Jawa Tengah mengalami kenaikan

pada triwulan IV. LDR pada triwulan laporan tercatat

sebesar 100,25%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit

perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan tercatat

menurun. Pada triwulan IV 2015, Non-Performing Loan

(NPL) berada pada level 3,02%, atau meningkat

dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar

2,96%.

Perkembangan industri perbankan syariah pada

triwulan IV 2015 di Jawa Tengah menunjukkan kondisi

s e r u p a . P e r b a n k a n s y a r i a h m e n g a l a m i

perlambatan di triwulan laporan. Pertumbuhan

aset perbankan syariah melambat menjadi 9,85% (yoy)

pada triwulan laporan, dari triwulan sebelumnya

sebesar 16,55% (yoy). Kondisi yang sama juga terjadi

pada DPK. Sementara pembiayaan mengalami

peningkatan dan tumbuh sebesar 9,51% (yoy). Kondisi

ini menyebabkan angka Financing to Deposit Ratio

(FDR) Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 melambat ke

level 104,16% dari 111,12% di triwulan sebelumnya.

Peningkatan aktivitas perekonomian di triwulan IV

2015 terlihat pula pada kegiatan sistem pembayaran

baik tunai maupun nontunai yang diselenggarakan

Bank Indonesia. Kegiatan sistem pembayaran

meningkat di triwulan laporan. Sistem Kliring

N a s i o n a l B a n k I n d o n e s i a ( S K N B I ) , y a n g

menggambarkan sistem pembayaran non-tunai,

menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya. Sementara itu, di sisi pembayaran tunai,

peningkatan aktivitas terlihat dari meningkatnya

kebutuhan uang kartal masyarakat. Hal ini terlihat dari

adanya penurunan net inflow dibanding triwulan

sebelumnya.

Dari sisi keuangan daerah, realisasi pendapatan

dan belanja pemerintah di tahun 2015 tidak

setinggi tahun sebelumnya. Realisasi pendapatan

tercatat sebesar Rp16,83 triliun atau 92,35% terhadap

APBD 2015, lebih rendah dibandingkan serapan

pendapatan triwulan IV 2014 sebesar 105,08%.

Sementara itu, realisasi belanja triwulan laporan

sebesar Rp17,84 triliun atau 90,89% dari anggaran,

menurun dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang

terserap sebesar 94,06%.

Secara nominal, jumlah pendapatan yang

terserap di triwulan IV 2015 lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2015. Tercatat, realisasi

pendapatan di triwulan laporan sebesar Rp4,13 triliun,

turun sebesar 9,15% dibandingkan penyerapan

triwulan sebelumnya yang sebesar Rp4,55 triliun. Di sisi

lain, jumlah nominal belanja yang terserap meningkat,

dari Rp4,47 triliun di triwulan III 2015 menjadi Rp6,79

triliun atau meningkat sebesar 51,92%.

Perekonomian Jawa Tengah pada triwulan I 2016

diperkirakan akan mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa

Tengah diproyeksikan tumbuh 5,4% (yoy), melambat

dari 6,1% (yoy) di triwulan sebelumnya. Perlambatan

04

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

tahun. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari

komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring

meningkatnya permintaan jelang Natal dan Tahun

baru.

Tekanan inflasi pada keseluruhan tahun 2015

diperkirakan menurun. Inf lasi tahun 2015

diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20% (yoy),

jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun

2014 yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini

didukung terkendalinya inflasi di seluruh kelompok,

baik kelompok volatile food, kelompok administered

prices, maupun kelompok inti.

06

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BABI

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa tengah triwulan IV 2015, maupun akumulasi keseluruhan tahun 2015 mengalami peningkatan.

Dari sisi pengeluaran, perbaikan kinerja triwulan IV terjadi terutama pada pengeluaran

konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), sedangkan

konsumsi pemerintah, ekspor barang dan jasa, serta impor mengalami perlambatan.

Secara keseluruhan tahun 2015, meningkatnya pertumbuhan ekonomi terjadi karena

perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, serta

penurunan impor.

Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja triwulan IV terjadi pada keempat lapangan

usaha utama yaitu industri pengolahan, lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor, lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, dan

lapangan usaha konstruksi. Sementara secara keseluruhan tahun 2015, meningkatnya

pertumbuhan ekonomi ditopang oleh perbaikan kinerja pada lapangan usaha pertanian

dan lapangan usaha konstruksi. Lapangan usaha utama lainnya yaitu industri

pengolahan serta perdagangan besar-eceran mengalami perlambatan dibandingkan

tahun sebelumnya.

tahun. Begitu pula dengan tekanan inflasi dari

komoditas daging ayam ras dan telur ayam ras seiring

meningkatnya permintaan jelang Natal dan Tahun

baru.

Tekanan inflasi pada keseluruhan tahun 2015

diperkirakan menurun. Inf lasi tahun 2015

diperkirakan berada pada rentang 1,80-2,20% (yoy),

jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun

2014 yang sebesar 8,22% (yoy). Penurunan ini

didukung terkendalinya inflasi di seluruh kelompok,

baik kelompok volatile food, kelompok administered

prices, maupun kelompok inti.

06

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

BABI

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa tengah triwulan IV 2015, maupun akumulasi keseluruhan tahun 2015 mengalami peningkatan.

Dari sisi pengeluaran, perbaikan kinerja triwulan IV terjadi terutama pada pengeluaran

konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), sedangkan

konsumsi pemerintah, ekspor barang dan jasa, serta impor mengalami perlambatan.

Secara keseluruhan tahun 2015, meningkatnya pertumbuhan ekonomi terjadi karena

perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi, serta

penurunan impor.

Dari sisi lapangan usaha, perbaikan kinerja triwulan IV terjadi pada keempat lapangan

usaha utama yaitu industri pengolahan, lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor, lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan, dan

lapangan usaha konstruksi. Sementara secara keseluruhan tahun 2015, meningkatnya

pertumbuhan ekonomi ditopang oleh perbaikan kinerja pada lapangan usaha pertanian

dan lapangan usaha konstruksi. Lapangan usaha utama lainnya yaitu industri

pengolahan serta perdagangan besar-eceran mengalami perlambatan dibandingkan

tahun sebelumnya.

Pada triwulan IV 2015, ekonomi Provinsi Jawa

Tengah tumbuh lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat 6,1%

(yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada

triwulan sebelumnya yang sebesar 5,0% (yoy). Secara

triwulanan, ekonomi Jawa Tengah mengalami

kontraksi sebesar 2,6% (qtq) pada triwulan laporan,

mengalami perbaikan dari kontraksi pada periode yang

sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,6%

(qtq).

Membaiknya perekonomian di Provinsi Jawa Tengah

tercermin dari beberapa indikator perekonomian

daerah sepert i membaiknya aktiv itas s istem

pembayaran dan kredit. Perkembangan aliran uang

kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang

berada di Provins i Jawa Tengah mengalami

peningkatan. Aliran uang kartal keluar (outflow)

meningkat di triwulan laporan dikarenakan adanya

peningkatan kebutuhan uang oleh masyarakat. Hal ini

mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan

ekonomi yang cukup signifikan. Pada triwulan IV 2015,

pertumbuhan outflow tercatat sebesar 27,09% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan

sebelumya yang sebesar 15,43% (yoy).

Selain itu, meningkatnya pertumbuhan ekonomi juga

tergambar dari aktivitas sistem pembayaran nontunai

yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, salah

satunya kliring. Nilai rata-rata perputaran kliring harian

Jawa Tengah tercatat tumbuh dari 2,79% (yoy) pada

triwulan III 2015 menjadi 23,77% (yoy) pada triwulan

laporan. Tingginya pertumbuhan transaksi kliring ini

j u g a m e n g g a m b a r k a n t i n g g i n y a a k t i v i t a s

perekonomian di Jawa Tengah.

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi juga tentu tidak

terlepas dari peran kalangan perbankan dalam bentuk 2penyaluran kredit sebagai salah satu sumber

pendanaan bagi pelaku ekonomi. Ekspansi kredit

perbankan yang disalurkan di Provinsi Jawa Tengah

mengalami peningkatan pada triwulan IV, yaitu menjadi

13,38% (yoy), dari tingkat pertumbuhan 11,32% (yoy)

pada triwulan sebelumnya.

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.Kredit perbankan pada BAB I menggunakan perhitungan berdasarkan lokasi proyek, bukan lokasi bank. Kredit yang dimaksud adalah kredit yang disalurkan perbankan di Provinsi Jawa Tengah, bukan kredit yang disalurkan oleh perbankan yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah.

1.

2.

09

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

%, YOY %, YOY

OUTFLOW UANG KARTAL PDRB - SKALA KANAN

Grafik 1.2 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan Pertumbuhan Ekonomi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

3

4

5

6

7

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60 %, YOY %, YOY

NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN

Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Nilai Rata-Rata Perputaran Kliring dan Pertumbuhan Ekonomi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

3

4

5

6

7

-5

0

5

10

15

20

25

30

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

%, YOY

NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa TengahTriwulan I 2013 - Triwulan IV 2015

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

5.0

3

4

5

6

7 %, YOY

6.1

Pada triwulan IV 2015, ekonomi Provinsi Jawa

Tengah tumbuh lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,

pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tercatat 6,1%

(yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada

triwulan sebelumnya yang sebesar 5,0% (yoy). Secara

triwulanan, ekonomi Jawa Tengah mengalami

kontraksi sebesar 2,6% (qtq) pada triwulan laporan,

mengalami perbaikan dari kontraksi pada periode yang

sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,6%

(qtq).

Membaiknya perekonomian di Provinsi Jawa Tengah

tercermin dari beberapa indikator perekonomian

daerah sepert i membaiknya aktiv itas s istem

pembayaran dan kredit. Perkembangan aliran uang

kartal melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang

berada di Provins i Jawa Tengah mengalami

peningkatan. Aliran uang kartal keluar (outflow)

meningkat di triwulan laporan dikarenakan adanya

peningkatan kebutuhan uang oleh masyarakat. Hal ini

mengindikasikan terjadinya peningkatan kegiatan

ekonomi yang cukup signifikan. Pada triwulan IV 2015,

pertumbuhan outflow tercatat sebesar 27,09% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan

sebelumya yang sebesar 15,43% (yoy).

Selain itu, meningkatnya pertumbuhan ekonomi juga

tergambar dari aktivitas sistem pembayaran nontunai

yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia, salah

satunya kliring. Nilai rata-rata perputaran kliring harian

Jawa Tengah tercatat tumbuh dari 2,79% (yoy) pada

triwulan III 2015 menjadi 23,77% (yoy) pada triwulan

laporan. Tingginya pertumbuhan transaksi kliring ini

j u g a m e n g g a m b a r k a n t i n g g i n y a a k t i v i t a s

perekonomian di Jawa Tengah.

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi juga tentu tidak

terlepas dari peran kalangan perbankan dalam bentuk 2penyaluran kredit sebagai salah satu sumber

pendanaan bagi pelaku ekonomi. Ekspansi kredit

perbankan yang disalurkan di Provinsi Jawa Tengah

mengalami peningkatan pada triwulan IV, yaitu menjadi

13,38% (yoy), dari tingkat pertumbuhan 11,32% (yoy)

pada triwulan sebelumnya.

1.1. Perkembangan Ekonomi Makro Regional1Secara Umum

Perkembangan Ekonomi Jawa Tengah diambil dari Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Triwulan IV tahun 2014 dengan menggunakan tahun dasar 2010 berbasis SNA 2008 yang dikeluarkan BPS Provinsi Jawa Tengah. Apabila terdapat perbedaan angka pertumbuhan tahunan yang tertera pada BRS periode saat ini dengan perhitungan ADHK rilis periode ini dengan periode sebelumnya, yang menjadi acuan dalam penulisan KER adalah angka PDRB ADHK berdasarkan BRS pada saat periode laporan. Hal ini dimungkinkan mengingat besaran PDRB tahun 2013 dan 2012 masih bersifat sementara.Kredit perbankan pada BAB I menggunakan perhitungan berdasarkan lokasi proyek, bukan lokasi bank. Kredit yang dimaksud adalah kredit yang disalurkan perbankan di Provinsi Jawa Tengah, bukan kredit yang disalurkan oleh perbankan yang berlokasi di Provinsi Jawa Tengah.

1.

2.

09

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

%, YOY %, YOY

OUTFLOW UANG KARTAL PDRB - SKALA KANAN

Grafik 1.2 Pertumbuhan Tahunan Outflow Uang Kartal dan Pertumbuhan Ekonomi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

3

4

5

6

7

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60 %, YOY %, YOY

NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN

Grafik 1.3 Pertumbuhan Tahunan Nilai Rata-Rata Perputaran Kliring dan Pertumbuhan Ekonomi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

3

4

5

6

7

-5

0

5

10

15

20

25

30

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

%, YOY

NILAI RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN PDRB - SKALA KANAN

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa TengahTriwulan I 2013 - Triwulan IV 2015

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

5.0

3

4

5

6

7 %, YOY

6.1

Grafik 1.6Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20154.9

5.0

5.1

5.2

5.3

5.4

5.5

Grafik 1.7Sumber: BPS, diolah

Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan Jawa

29.20 22.46 14.93 1.4924.88 7.04

28.70 22.61 15.09 1.5125.11 6.992014

2015 %% %%% %

JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY

%% %%% %

Grafik 1.5Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional

3

4

5

6

7

I II III IV

%, YOY

JAWA JATENG NASIONAL

2015

5.1 5.05.4

5.95.6

5.1 5.0

6.1

4.7 4.7 4.75.0

%, YOY %, YOY

KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN

Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit Perbankandan Pertumbuhan Ekonomi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

3

4

5

6

7

8

12

16

20

24

28

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Ditinjau di sisi pengeluaran, perbaikan kinerja triwulan

IV terjadi terutama pada pengeluaran konsumsi rumah

tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).

Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan

pertumbuhan terutama berasal dari lapangan usaha

pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta lapangan

usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil

dan sepeda motor.

Pola peningkatan yang sama juga dialami oleh

perekonomian nasional maupun Kawasan Jawa pada

triwulan IV 2015. Perekonomian nasional tumbuh

membaik dengan level 5,0% (yoy) setelah sebelumnya

tumbuh 4,7% (yoy). Sejalan dengan itu, pada Kawasan

Jawa (termasuk Provinsi DKI Jakarta), pertumbuhan

ekonomi meningkat dari 5,5% (yoy) di triwulan III

menjadi 5,9% (yoy) pada triwulan IV. Dengan capaian

tersebut, ekonomi Jawa Tengah tumbuh dengan

besaran jauh di atas tingkat pertumbuhan ekonomi

nasional maupun Kawasan Jawa.

Dengan perkembangan triwulan IV sebagaimana

dijelaskan sebelumnya, secara akumulasi, perekonomian

Jawa Tengah tahun 2015 tumbuh sebesar 5,4% (yoy).

Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan

capaian 2014 yang tercatat sebesar 5,3% (yoy). Hal

tersebut berbeda dari pola pertumbuhan ekonomi

nasional maupun Kawasan Jawa yang justru mengalami

perlambatan pada tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi

nasional melambat dari tingkat pertumbuhan 5,0% (yoy)

di tahun 2014 mejadi 4,8% (yoy) di tahun 2015.

Sementara pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa

melambat dari 5,6% (yoy) pada tahun 2014, menjadi

5,5% (yoy) pada tahun 2015.

Selama tahun 2015, perekonomian Provinsi Jawa Tengah

menyumbang 14,93% terhadap perekonomian

Kawasan Jawa di triwulan laporan. Nilai ini relatif tetap

dibandingkan periode sebelumnya. Perekonomian

Kawasan Jawa secara dominan disumbang oleh Provinsi

DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan

dari kedua daerah ini mencapai lebih dari 50%.

Ditinjau dari sisi pengeluaran, perekonomian Jawa

Tengah ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan

pangsa selama tahun 2015 sebesar 61,14%. Ekspor

(luar negeri dan antardaerah) dan PMTB juga

memberikan kontribusi signifikan, masing-masing

sebesar 38,60% dan 30,30%. Selain itu, pangsa impor

(luar negeri dan antardaerah), sebagai elemen

pengurang dalam perekonomian Jawa Tengah, juga

cukup besar, yaitu 40,91%. Komposisi ini tidak banyak

berubah dibandingkan periode sebelumnya.

Perbaikan kinerja triwulan IV terjadi terutama pada

penge lua ran konsums i rumah tangga dan

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi.

Penurunan impor barang dan jasa (luar negeri dan

antardaerah) juga turut mendorong meningkatnya

pertumbuhan ekonomi. Adapun faktor penghambat

peningkatan pertumbuhan ekonomi diantaranya

adalah perlambatan pertumbuhan konsumsi

pemerintah, dan ekspor barang dan jasa (luar negeri

dan antardaerah).

Kemudian secara akumulasi keseluruhan tahun,

perbaikan pertumbuhan ekonomi pada tahun laporan

terutama berasal dari peningkatan kinerja investasi,

dan ekspor (luar negeri dan antar daerah). Komponen

lainnya yang juga turut menunjang percepatan

pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga

dan konsumsi pemerintah. Sementara itu, penurunan

konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah

Tangga (LNPRT), dan peningkatan pertumbuhan impor

(luar negeri dan antardaerah), menahan peningkatan

pertumbuhan lebih tinggi.

1.2.1. Pengeluaran KonsumsiPada pengeluaran konsumsi, peningkatan kinerja

triwulan IV terjadi pada konsumsi rumah tangga dan

konsumsi LNPRT, sedangkan konsumsi pemerintah

justru mengalami perlambatan.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami

kenaikan pada triwulan IV 2015, menjadi 4,8% (yoy),

dari 4,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hari raya

Natal dan Tahun Baru merupakan salah satu pendorong

pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan

laporan. Pada hari raya tersebut, konsumsi masyarakat

cenderung meningkat.

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

Tabel 1.1. Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)

III IV2014*

446,032

7,641

55,431

211,220

260,572

275,259

21,018

726,655

113,576

2,147

8,631

51,991

60,511

56,340

5,273

185,790

115,353

2,206

11,927

54,680

67,384

66,072

5,637

191,114

118,555

1,982

14,275

56,549

69,360

68,109

4,942

197,555

117,749

1,965

21,810

56,790

65,007

73,197

410

190,534

465,234

8,299

56,643

220,009

262,263

263,718

16,261

764,993

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

PERUBAHAN INVENTORI

KOMPONEN PENGELUARAN

Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

PERUBAHAN INVENTORI

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

2015**

118,540

1,939

8,876

55,246

72,705

63,720

2,681

196,266

I 120,283

1,934

12,250

56,522

75,761

70,115

4,151

200,786

II 123,698

2,042

15,017

58,788

79,106

72,112

899

207,439

III 123,430

2,123

22,601

60,785

63,768

67,475

-3,113

202,118

IV 485,951

8,038

58,744

231,341

291,340

273,422

4,617

806,609

2013I II

2014*

III IV2014*

2015**

I II III IV

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

4.4

7.2

5.4

4.4

13.3

4.1

-42.4

5.1

4.3

22.4

1.1

3.1

1.1

-4.2

4.4

5.7

4.2

16.3

-9.7

6.4

-0.1

-8.6

-51.0

3.9

4.7

3.4

7.9

5.7

2.0

2.4

52.1

5.8

4.1

-5.3

6.6

1.5

-0.4

-5.7

-66.1

5.6

4.3

8.6

2.2

4.2

0.6

-4.2

-22.6

5.3

4.4

-9.7

2.8

6.3

20.2

13.1

-49.2

5.6

4.3

-12.3

2.7

3.4

12.4

6.1

-26.4

5.1

4.3

3.0

5.2

4.0

14.1

5.9

-81.8

5.0

4.8

8.1

3.6

7.0

-1.9

-7.8

-859.5

6.1

4.5

-3.1

3.7

5.2

11.1

3.7

-71.6

5.4

2015**

2015**

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran

10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

11

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.6Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20154.9

5.0

5.1

5.2

5.3

5.4

5.5

Grafik 1.7Sumber: BPS, diolah

Kontribusi Perekonomian Provinsi terhadap Kawasan Jawa

29.20 22.46 14.93 1.4924.88 7.04

28.70 22.61 15.09 1.5125.11 6.992014

2015 %% %%% %

JATIMDKI BANTENJABAR JATENG DIY

%% %%% %

Grafik 1.5Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah, Jawa, dan Nasional

3

4

5

6

7

I II III IV

%, YOY

JAWA JATENG NASIONAL

2015

5.1 5.05.4

5.95.6

5.1 5.0

6.1

4.7 4.7 4.75.0

%, YOY %, YOY

KREDIT PERBANKAN PDRB - SKALA KANAN

Grafik 1.4 Pertumbuhan Tahunan Penyaluran Kredit Perbankandan Pertumbuhan Ekonomi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

3

4

5

6

7

8

12

16

20

24

28

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Ditinjau di sisi pengeluaran, perbaikan kinerja triwulan

IV terjadi terutama pada pengeluaran konsumsi rumah

tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB).

Sementara dari sisi lapangan usaha, peningkatan

pertumbuhan terutama berasal dari lapangan usaha

pertanian, kehutanan, dan perikanan, serta lapangan

usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil

dan sepeda motor.

Pola peningkatan yang sama juga dialami oleh

perekonomian nasional maupun Kawasan Jawa pada

triwulan IV 2015. Perekonomian nasional tumbuh

membaik dengan level 5,0% (yoy) setelah sebelumnya

tumbuh 4,7% (yoy). Sejalan dengan itu, pada Kawasan

Jawa (termasuk Provinsi DKI Jakarta), pertumbuhan

ekonomi meningkat dari 5,5% (yoy) di triwulan III

menjadi 5,9% (yoy) pada triwulan IV. Dengan capaian

tersebut, ekonomi Jawa Tengah tumbuh dengan

besaran jauh di atas tingkat pertumbuhan ekonomi

nasional maupun Kawasan Jawa.

Dengan perkembangan triwulan IV sebagaimana

dijelaskan sebelumnya, secara akumulasi, perekonomian

Jawa Tengah tahun 2015 tumbuh sebesar 5,4% (yoy).

Tingkat pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan

capaian 2014 yang tercatat sebesar 5,3% (yoy). Hal

tersebut berbeda dari pola pertumbuhan ekonomi

nasional maupun Kawasan Jawa yang justru mengalami

perlambatan pada tahun 2015. Pertumbuhan ekonomi

nasional melambat dari tingkat pertumbuhan 5,0% (yoy)

di tahun 2014 mejadi 4,8% (yoy) di tahun 2015.

Sementara pertumbuhan ekonomi Kawasan Jawa

melambat dari 5,6% (yoy) pada tahun 2014, menjadi

5,5% (yoy) pada tahun 2015.

Selama tahun 2015, perekonomian Provinsi Jawa Tengah

menyumbang 14,93% terhadap perekonomian

Kawasan Jawa di triwulan laporan. Nilai ini relatif tetap

dibandingkan periode sebelumnya. Perekonomian

Kawasan Jawa secara dominan disumbang oleh Provinsi

DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Timur dengan sumbangan

dari kedua daerah ini mencapai lebih dari 50%.

Ditinjau dari sisi pengeluaran, perekonomian Jawa

Tengah ditopang oleh konsumsi rumah tangga dengan

pangsa selama tahun 2015 sebesar 61,14%. Ekspor

(luar negeri dan antardaerah) dan PMTB juga

memberikan kontribusi signifikan, masing-masing

sebesar 38,60% dan 30,30%. Selain itu, pangsa impor

(luar negeri dan antardaerah), sebagai elemen

pengurang dalam perekonomian Jawa Tengah, juga

cukup besar, yaitu 40,91%. Komposisi ini tidak banyak

berubah dibandingkan periode sebelumnya.

Perbaikan kinerja triwulan IV terjadi terutama pada

penge lua ran konsums i rumah tangga dan

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi.

Penurunan impor barang dan jasa (luar negeri dan

antardaerah) juga turut mendorong meningkatnya

pertumbuhan ekonomi. Adapun faktor penghambat

peningkatan pertumbuhan ekonomi diantaranya

adalah perlambatan pertumbuhan konsumsi

pemerintah, dan ekspor barang dan jasa (luar negeri

dan antardaerah).

Kemudian secara akumulasi keseluruhan tahun,

perbaikan pertumbuhan ekonomi pada tahun laporan

terutama berasal dari peningkatan kinerja investasi,

dan ekspor (luar negeri dan antar daerah). Komponen

lainnya yang juga turut menunjang percepatan

pertumbuhan ekonomi adalah konsumsi rumah tangga

dan konsumsi pemerintah. Sementara itu, penurunan

konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah

Tangga (LNPRT), dan peningkatan pertumbuhan impor

(luar negeri dan antardaerah), menahan peningkatan

pertumbuhan lebih tinggi.

1.2.1. Pengeluaran KonsumsiPada pengeluaran konsumsi, peningkatan kinerja

triwulan IV terjadi pada konsumsi rumah tangga dan

konsumsi LNPRT, sedangkan konsumsi pemerintah

justru mengalami perlambatan.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami

kenaikan pada triwulan IV 2015, menjadi 4,8% (yoy),

dari 4,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Hari raya

Natal dan Tahun Baru merupakan salah satu pendorong

pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan

laporan. Pada hari raya tersebut, konsumsi masyarakat

cenderung meningkat.

KOMPONEN PENGELUARAN

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

Tabel 1.1. Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)

III IV2014*

446,032

7,641

55,431

211,220

260,572

275,259

21,018

726,655

113,576

2,147

8,631

51,991

60,511

56,340

5,273

185,790

115,353

2,206

11,927

54,680

67,384

66,072

5,637

191,114

118,555

1,982

14,275

56,549

69,360

68,109

4,942

197,555

117,749

1,965

21,810

56,790

65,007

73,197

410

190,534

465,234

8,299

56,643

220,009

262,263

263,718

16,261

764,993

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

PERUBAHAN INVENTORI

KOMPONEN PENGELUARAN

Tabel 1.2 Pertumbuhan Tahunan PDRB Provinsi Jawa Tengah menurut Penggunaan Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

PERUBAHAN INVENTORI

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

2015**

118,540

1,939

8,876

55,246

72,705

63,720

2,681

196,266

I 120,283

1,934

12,250

56,522

75,761

70,115

4,151

200,786

II 123,698

2,042

15,017

58,788

79,106

72,112

899

207,439

III 123,430

2,123

22,601

60,785

63,768

67,475

-3,113

202,118

IV 485,951

8,038

58,744

231,341

291,340

273,422

4,617

806,609

2013I II

2014*

III IV2014*

2015**

I II III IV

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

4.4

7.2

5.4

4.4

13.3

4.1

-42.4

5.1

4.3

22.4

1.1

3.1

1.1

-4.2

4.4

5.7

4.2

16.3

-9.7

6.4

-0.1

-8.6

-51.0

3.9

4.7

3.4

7.9

5.7

2.0

2.4

52.1

5.8

4.1

-5.3

6.6

1.5

-0.4

-5.7

-66.1

5.6

4.3

8.6

2.2

4.2

0.6

-4.2

-22.6

5.3

4.4

-9.7

2.8

6.3

20.2

13.1

-49.2

5.6

4.3

-12.3

2.7

3.4

12.4

6.1

-26.4

5.1

4.3

3.0

5.2

4.0

14.1

5.9

-81.8

5.0

4.8

8.1

3.6

7.0

-1.9

-7.8

-859.5

6.1

4.5

-3.1

3.7

5.2

11.1

3.7

-71.6

5.4

2015**

2015**

1.2. Perkembangan Ekonomi Sisi Pengeluaran

10 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

11

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.14 Pertumbuhan Konsumsi LNPRTTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

(20)

(10)

-

10

20

30

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.15Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Tahun 2011 - 2015

%, YOY

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

2011 2011 2011 2011 2015

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Secara akumulasi, konsumsi rumah tangga

kese luruhan tahun laporan mengalami

peningkatan pertumbuhan menjadi 4,5% (yoy)

dari 4,3% (yoy) pada tahun 2014. Terjaganya

kestabilan harga menjadi elemen penting dalam

menunjang perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga.

Inflasi yang rendah, dan disertai dengan meningkatnya

kegiatan ekonomi berdampak positif pada peningkatan

daya beli masyarakat.

Grafik 1.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20154.0

4.1

4.2

4.3

4.4

4.5

4.6

4.7

4.8

Grafik 1.11 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.12 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi Nonmigasdan Nilai Tukar

NILAI TUKAR - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI

70

80

90

100

110

120

130

140 INDEKS

KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAKONSUMSI BARANG-BARANG KEBUTUHAN TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI

OPTIMIS

PESIMIS

3

8

13

18

23

28

(30)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

70 %, YOY %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Sumber: Bloomberg, diolah

%, YOY

INFLASI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN

Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan PDRBKonsumsi Rumah Tangga

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV3

4

5

6

-

2

4

6

8

10

EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)

Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV90

95

100

105

110

115

120

125

130

135

140 INDEKS

OPTIMIS

PESIMIS

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

%, YOY

Grafik 1.8 Pertumbuhan Konsumsi Rumah TanggaTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV 3

4

5

6

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pola konsumsi masyarakat pada hari raya tersebut,

didukung pula oleh daya beli masyarakat yang jauh

lebih terjaga dibandingkan periode yang sama di tahun

sebelumnya. Pada triwulan IV 2014, tepatnya bulan

November, pemerintah menaikan harga Bahan Bakar

Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM tersebut memicu

kenaikan harga komoditas lainnya sehingga daya beli

masyarakat pada periode tersebut menurun.

Dibandingkan triwulan IV tahun lalu, perkembangan

harga pada triwulan IV tahun ini lebih terkendali. Hal

tersebut tercermin dari inflasi triwulan IV 2015 yang

tercatat sebesar 1,18% (qtq) atau 2,73% (yoy), jauh

lebih rendah dibandingkan inflasi periode yang sama

tahun sebelumnya yang sebesar, 4,18% (qtq) atau

8,22% (yoy)..Terjaganya daya beli masyarakat ini tercermin dari survei

konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia.

Berdasarkan hasil survei tersebut, keyakinan konsumen

akan kondisi ekonomi pada triwulan IV 2015 lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini

ditunjukkan oleh Indeks Keyakinan Konsumen yang

meningkat menjadi 117,9 dari 117,0.

Peningkatan keyakinan konsumen ini terutama berasal

dar i opt imisme konsumen terhadap kondis i

perekonomian ke depan, yang tercermin dari Indeks

Ekspektasi Konsumen (IEK) mengalami kenaikan

menjadi 129,5, dari 127,5. Menganalisis lebih jauh,

optimisme konsumen meningkat khususnya pada

aspek ketersediaan lapangan kerja dan kegiatan usaha

yang akan datang. Sedangkan ekspektasi konsumen

terhadap penghasilan tidak seoptimis triwulan

sebelumnya.

Sementara itu, keyakinan konsumen pada kondisi

ekonomi saat ini cenderung stabil, tercermin dari Indeks

Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) yang tercatat sebesar

106,2, relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 106,4. Keyakinan konsumen pada

ketersediaan lapangan kerja dan penghasilan saat ini

mengalami sedikit penurunan. Namun demikian,

konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama

mengalami peningkatan dari 100,5 menjadi 101,1.

Peningkatan konsumsi juga didukung oleh nilai tukar

yang mulai membaik sejak September 2015. Dengan

penguatan nilai tukar ini, harga barang impor menjadi

lebih murah sehingga mendorong peningkatan

konsumsi masyarakat akan barang impor, termasuk

diantaranya barang impor yang bersifat tahan lama.

Pada triwulan IV nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS

secara rata-rata mengalami apresiasi sebesar 0,75%

(qtq) dari triwulan sebelumnya. Sejalan dengan kondisi

tersebut, pada triwulan laporan penurunan impor

barang konsumsi menjadi sebesar 2,22% (yoy), setelah

turun 6,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Konsumsi LNPRT pada triwulan IV 2015 tumbuh

8,1% (yoy), meningkat dibandingkan dengan

triwulan lalu yang sebesar 3,0% (yoy). Perbaikan

signifikan ini terutama dikarenakan kegiatan Pilkada

serentak yang dilaksanakan pada 9 Desember 2015.

Pilkada serentak dilaksanakan oleh 21 kabupaten/kota

di Provinsi Jawa Tengah. Menjelang Pilkada, konsumsi

lembaga nonprofit, khususnya partai politik meningkat

dalam bentuk kampanye. Aktivitas lembaga nonprofit

dimaksud secara tidak langsung, turut memberikan

dampak terhadap peningkatan konsumsi rumah

tangga.

Walaupun terjadi peningkatan pada akhir tahun,

konsumsi LNPRT dalam rangka Pilkada serentak ini tidak

setinggi konsumsi pada saat Pemilu Presiden dan

Legislatif di tahun 2014. Terkait dengan hal tersebut,

konsumsi LNPRT selama tahun 2015 mengalami

kontraksi 3,1% (yoy) setelah tumbuh 8,6% (yoy)

pada tahun 2014.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

13

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.14 Pertumbuhan Konsumsi LNPRTTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

(20)

(10)

-

10

20

30

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.15Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pertumbuhan Konsumsi LNPRT Tahun 2011 - 2015

%, YOY

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

2011 2011 2011 2011 2015

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Secara akumulasi, konsumsi rumah tangga

kese luruhan tahun laporan mengalami

peningkatan pertumbuhan menjadi 4,5% (yoy)

dari 4,3% (yoy) pada tahun 2014. Terjaganya

kestabilan harga menjadi elemen penting dalam

menunjang perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga.

Inflasi yang rendah, dan disertai dengan meningkatnya

kegiatan ekonomi berdampak positif pada peningkatan

daya beli masyarakat.

Grafik 1.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan Konsumsi Rumah Tangga Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20154.0

4.1

4.2

4.3

4.4

4.5

4.6

4.7

4.8

Grafik 1.11 Komponen Penyusun Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.12 Pertumbuhan Impor Barang Konsumsi Nonmigasdan Nilai Tukar

NILAI TUKAR - SKALA KANANIMPOR BARANG KONSUMSI

70

80

90

100

110

120

130

140 INDEKS

KETERSEDIAAN LAPANGAN KERJAKONSUMSI BARANG-BARANG KEBUTUHAN TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI

OPTIMIS

PESIMIS

3

8

13

18

23

28

(30)

(20)

(10)

-

10

20

30

40

50

60

70 %, YOY %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Sumber: Bloomberg, diolah

%, YOY

INFLASI PDRB KONSUMSI - SKALA KANAN

Grafik 1.9 Perkembangan Inflasi dan Pertumbuhan PDRBKonsumsi Rumah Tangga

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV3

4

5

6

-

2

4

6

8

10

EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK) KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)

Grafik 1.10 Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV90

95

100

105

110

115

120

125

130

135

140 INDEKS

OPTIMIS

PESIMIS

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

%, YOY

Grafik 1.8 Pertumbuhan Konsumsi Rumah TanggaTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV 3

4

5

6

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pola konsumsi masyarakat pada hari raya tersebut,

didukung pula oleh daya beli masyarakat yang jauh

lebih terjaga dibandingkan periode yang sama di tahun

sebelumnya. Pada triwulan IV 2014, tepatnya bulan

November, pemerintah menaikan harga Bahan Bakar

Minyak (BBM). Kenaikan harga BBM tersebut memicu

kenaikan harga komoditas lainnya sehingga daya beli

masyarakat pada periode tersebut menurun.

Dibandingkan triwulan IV tahun lalu, perkembangan

harga pada triwulan IV tahun ini lebih terkendali. Hal

tersebut tercermin dari inflasi triwulan IV 2015 yang

tercatat sebesar 1,18% (qtq) atau 2,73% (yoy), jauh

lebih rendah dibandingkan inflasi periode yang sama

tahun sebelumnya yang sebesar, 4,18% (qtq) atau

8,22% (yoy)..Terjaganya daya beli masyarakat ini tercermin dari survei

konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia.

Berdasarkan hasil survei tersebut, keyakinan konsumen

akan kondisi ekonomi pada triwulan IV 2015 lebih

tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini

ditunjukkan oleh Indeks Keyakinan Konsumen yang

meningkat menjadi 117,9 dari 117,0.

Peningkatan keyakinan konsumen ini terutama berasal

dar i opt imisme konsumen terhadap kondis i

perekonomian ke depan, yang tercermin dari Indeks

Ekspektasi Konsumen (IEK) mengalami kenaikan

menjadi 129,5, dari 127,5. Menganalisis lebih jauh,

optimisme konsumen meningkat khususnya pada

aspek ketersediaan lapangan kerja dan kegiatan usaha

yang akan datang. Sedangkan ekspektasi konsumen

terhadap penghasilan tidak seoptimis triwulan

sebelumnya.

Sementara itu, keyakinan konsumen pada kondisi

ekonomi saat ini cenderung stabil, tercermin dari Indeks

Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) yang tercatat sebesar

106,2, relatif sama dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 106,4. Keyakinan konsumen pada

ketersediaan lapangan kerja dan penghasilan saat ini

mengalami sedikit penurunan. Namun demikian,

konsumsi barang-barang kebutuhan tahan lama

mengalami peningkatan dari 100,5 menjadi 101,1.

Peningkatan konsumsi juga didukung oleh nilai tukar

yang mulai membaik sejak September 2015. Dengan

penguatan nilai tukar ini, harga barang impor menjadi

lebih murah sehingga mendorong peningkatan

konsumsi masyarakat akan barang impor, termasuk

diantaranya barang impor yang bersifat tahan lama.

Pada triwulan IV nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS

secara rata-rata mengalami apresiasi sebesar 0,75%

(qtq) dari triwulan sebelumnya. Sejalan dengan kondisi

tersebut, pada triwulan laporan penurunan impor

barang konsumsi menjadi sebesar 2,22% (yoy), setelah

turun 6,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Konsumsi LNPRT pada triwulan IV 2015 tumbuh

8,1% (yoy), meningkat dibandingkan dengan

triwulan lalu yang sebesar 3,0% (yoy). Perbaikan

signifikan ini terutama dikarenakan kegiatan Pilkada

serentak yang dilaksanakan pada 9 Desember 2015.

Pilkada serentak dilaksanakan oleh 21 kabupaten/kota

di Provinsi Jawa Tengah. Menjelang Pilkada, konsumsi

lembaga nonprofit, khususnya partai politik meningkat

dalam bentuk kampanye. Aktivitas lembaga nonprofit

dimaksud secara tidak langsung, turut memberikan

dampak terhadap peningkatan konsumsi rumah

tangga.

Walaupun terjadi peningkatan pada akhir tahun,

konsumsi LNPRT dalam rangka Pilkada serentak ini tidak

setinggi konsumsi pada saat Pemilu Presiden dan

Legislatif di tahun 2014. Terkait dengan hal tersebut,

konsumsi LNPRT selama tahun 2015 mengalami

kontraksi 3,1% (yoy) setelah tumbuh 8,6% (yoy)

pada tahun 2014.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

12 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

13

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV0

2

4

6

8

10

12

-

2

4

6

8

10

12

14 %, SBT %, YOY

SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) PMTB - SKALA KANAN

Grafik 1.22 Perkembangan SBT Realisasi InvestasiBerdasarkan Sektor Usaha (SKDU)

-1

0

1

2

3

PERT

AN

IAN

PERT

AM

BAN

GA

N

IND

UST

RIPE

NG

OLA

HA

N

LIST

RIK,

GA

S D

AN

AIR

BER

SIH

BAN

GU

NA

N

PERD

AG

AN

GA

N,

HO

TEL

DA

NRE

STO

RAN

PEN

GA

NG

KUTA

ND

AN

KOM

UN

IKA

SI

KEU

AN

GA

N, P

ERSE

WA

AN

DA

N JA

SA P

ERU

SAH

AA

N

JASA

- JA

SA

%, SBT TRIWULAN III 2015 TRIWULAN IV 2015

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

%, YOY

Grafik 1.20 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV -

2

4

6

8

10

12

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 1.18Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah

ANGGARAN BELANJA PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA

2011 2011 2011 2011 20150

10

20

30

40

50

60

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000 %, YOYRP MILIAR

Grafik 1.19Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011 2015 -0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0 %, YOY

Grafik 1.16 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintahdan PDRB Konsumsi Pemerintah

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun 2011 - 2015

PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANANDPK SEKTOR PEMERINTAH

-15

-10

-5

0

5

10

0

10

20

30

40

50 %, YOY %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV0

20

40

60

80

100

120 %

REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Berbeda dengan dua pengeluaran konsumsi

sebelumnya, konsumsi pemerintah bergerak

melambat pada triwulan IV, yaitu dengan tingkat

pertumbuhan 3,7% (yoy), setelah tumbuh 5,2%

(yoy) di triwulan lalu. Rendahnya realisasi pada

triwulan IV terlihat pada posisi rekening pemerintah

yang ditempatkan di bank umum. Pada triwulan IV

2015, terlihat pertumbuhan DPK milik pemerintah

sebesar 19,51% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan

rata-rata pertumbuhan historisnya (2011-2014) yang

sebesar 12,08% (yoy). Tingginya pertumbuhan DPK ini

dikarenakan dana pemerintah yang tidak terserap

sehingga menumpuk sebagai DPK pada bank umum.

Pada akhir triwulan laporan, realisasi belanja

pemerintah di Jawa Tengah tercatat sebesar 90,89%

dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

setelah Perubahan (APBDP), dari realisasi sebesar

56,30% pada akhir triwulan sebelumnya. Realisasi

tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata

historisnya (2011-2014) yang sebesar 95,04%. Tidak

hanya realisasi belanja, realisasi pendapatan juga lebih

rendah dari rata-rata historisnya. Pada akhir triwulan IV

2015 pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

terealisasi 92,32% dari APBDP, sementara rata-rata

realisasi empat tahun terakhir (2011-2014) mencapai

104,85%, dan setiap tahunnya selalu melampaui

100%. Tidak tercapainya target pendapatan salah

satunya dikarenakan menurunnya tingkat pembelian

kendaraan bermotor yang merupakan salah satu

sumber utama pendapatan daerah. Realisasi

pendapatan yang rendah ini menjadi faktor

penghambat bagi pemerintah dalam merealisasikan

belanjanya.

Secara keseluruhan tahun, anggaran belanja

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (APBDP) 2015

mengalami kenaikan 22,40% dari APBDP tahun 2014.

Kenaikan ini jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan

tahun 2014. Dengan tingginya peningkatan anggaran

tersebut, walaupun realisasi belanja di bawah rata-rata,

pertumbuhan konsumsi pemerintah secara

keseluruhan tahun 2015 masih mengalami

perbaikan dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi

3,7% (yoy) dari 2,2% (yoy).

Konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah relatif tidak

memberikan sumbangan besar terhadap pertumbuhan

ekonomi, namun kedua pengeluaran ini memberikan

dampak secara tidak langsung yang dapat memicu

pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi lebih

tinggi. Sebagai contoh adalah pembayaran gaji, hibah,

dan bantuan sosial pada konsumsi pemerintah, atau

kegiatan kampanye menjelang Pilkada. Kegiatan

tersebut dapat memberikan pendapatan tambahan

bagi rumah tangga dan membantu daya beli

masyarakat yang terlibat sehingga konsumsi rumah

tangga secara keseluruhan turut meningkat.

1.2.2. Pengeluaran Investasi

Pada triwulan IV 2015, Pembentukan Modal Tetap

Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 7,0%

(yoy), meningkat tajam dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tumbuh 4,0% (yoy). Peningkatan

diindikasikan berasal dari investasi sektor swasta,

maupun sektor pemerintah.

Pada sektor swasta, peningkatan kinerja investasi

terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan

kegiatan survei tersebut, Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

realisasi investasi tercatat mengalami peningkatan dari

6,42% di triwulan III menjadi 9,80% di triwulan IV.

Analisis lebih mendalam, hasil SKDU triwulan laporan

menunjukkan peningkatan pertumbuhan investasi

terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali sektor

pertambangan, sektor listrik, gas, dan air bersih, serta

sektor pengangkutan dan komunikasi. Peningkatan

signifikan terlihat pada sektor bangunan dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran, sementara keempat

sektor lainnya mengalami peningkatan dengan level

lebih moderat.

Perbaikan kinerja investasi diindikasikan terjadi pada

investasi dalam bentuk bangunan, sementara investasi

dalam bentuk nonbangunan, atau mesin dan peralatan

masih belum mengalami perbaikan signifikan.

Perbaikan investasi bangunan diindikasikan oleh

meningkatnya pertumbuhan konsumsi semen triwulan

laporan, yaitu sebesar 9,18% (yoy), setelah tumbuh

4,84% (yoy) pada triwulan III. Selain itu, pertumbuhan

PDRB kategori konstruksi juga mengalami peningkatan

dari 7,1% (yoy) menjadi 7,4% (yoy). Investasi

bangunan sektor swasta dapat berupa pembangunan

pabrik, kantor, gudang, perumahan, maupun toko.

Sementara pada sektor pemerintah, investasi

bangunan dapat berupa pembangunan infrastruktur

14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

15

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.21 Perkembangan SBT Realisasi Investasi (SKDU) dan Pertumbuhan PDRB Investasi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV0

2

4

6

8

10

12

-

2

4

6

8

10

12

14 %, SBT %, YOY

SBT REALISASI INVESTASI (SKDU) PMTB - SKALA KANAN

Grafik 1.22 Perkembangan SBT Realisasi InvestasiBerdasarkan Sektor Usaha (SKDU)

-1

0

1

2

3

PERT

AN

IAN

PERT

AM

BAN

GA

N

IND

UST

RIPE

NG

OLA

HA

N

LIST

RIK,

GA

S D

AN

AIR

BER

SIH

BAN

GU

NA

N

PERD

AG

AN

GA

N,

HO

TEL

DA

NRE

STO

RAN

PEN

GA

NG

KUTA

ND

AN

KOM

UN

IKA

SI

KEU

AN

GA

N, P

ERSE

WA

AN

DA

N JA

SA P

ERU

SAH

AA

N

JASA

- JA

SA

%, SBT TRIWULAN III 2015 TRIWULAN IV 2015

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

%, YOY

Grafik 1.20 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV -

2

4

6

8

10

12

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 1.18Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Jumlah dan Pertumbuhan Anggaran Belanja PemerintahProvinsi Jawa Tengah

ANGGARAN BELANJA PERTUMBUHAN TAHUNAN ANGGARAN BELANJA

2011 2011 2011 2011 20150

10

20

30

40

50

60

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000 %, YOYRP MILIAR

Grafik 1.19Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011 2015 -0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0 %, YOY

Grafik 1.16 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintahdan PDRB Konsumsi Pemerintah

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.17 Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Tahun 2011 - 2015

PDRB KONSUMSI PEMERINTAH - SKALA KANANDPK SEKTOR PEMERINTAH

-15

-10

-5

0

5

10

0

10

20

30

40

50 %, YOY %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV0

20

40

60

80

100

120 %

REALISASI PENDAPATAN REALISASI BELANJA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Berbeda dengan dua pengeluaran konsumsi

sebelumnya, konsumsi pemerintah bergerak

melambat pada triwulan IV, yaitu dengan tingkat

pertumbuhan 3,7% (yoy), setelah tumbuh 5,2%

(yoy) di triwulan lalu. Rendahnya realisasi pada

triwulan IV terlihat pada posisi rekening pemerintah

yang ditempatkan di bank umum. Pada triwulan IV

2015, terlihat pertumbuhan DPK milik pemerintah

sebesar 19,51% (yoy), jauh lebih tinggi dibandingkan

rata-rata pertumbuhan historisnya (2011-2014) yang

sebesar 12,08% (yoy). Tingginya pertumbuhan DPK ini

dikarenakan dana pemerintah yang tidak terserap

sehingga menumpuk sebagai DPK pada bank umum.

Pada akhir triwulan laporan, realisasi belanja

pemerintah di Jawa Tengah tercatat sebesar 90,89%

dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

setelah Perubahan (APBDP), dari realisasi sebesar

56,30% pada akhir triwulan sebelumnya. Realisasi

tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata

historisnya (2011-2014) yang sebesar 95,04%. Tidak

hanya realisasi belanja, realisasi pendapatan juga lebih

rendah dari rata-rata historisnya. Pada akhir triwulan IV

2015 pendapatan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah

terealisasi 92,32% dari APBDP, sementara rata-rata

realisasi empat tahun terakhir (2011-2014) mencapai

104,85%, dan setiap tahunnya selalu melampaui

100%. Tidak tercapainya target pendapatan salah

satunya dikarenakan menurunnya tingkat pembelian

kendaraan bermotor yang merupakan salah satu

sumber utama pendapatan daerah. Realisasi

pendapatan yang rendah ini menjadi faktor

penghambat bagi pemerintah dalam merealisasikan

belanjanya.

Secara keseluruhan tahun, anggaran belanja

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (APBDP) 2015

mengalami kenaikan 22,40% dari APBDP tahun 2014.

Kenaikan ini jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan

tahun 2014. Dengan tingginya peningkatan anggaran

tersebut, walaupun realisasi belanja di bawah rata-rata,

pertumbuhan konsumsi pemerintah secara

keseluruhan tahun 2015 masih mengalami

perbaikan dari tahun sebelumnya, yaitu menjadi

3,7% (yoy) dari 2,2% (yoy).

Konsumsi LNPRT dan konsumsi pemerintah relatif tidak

memberikan sumbangan besar terhadap pertumbuhan

ekonomi, namun kedua pengeluaran ini memberikan

dampak secara tidak langsung yang dapat memicu

pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi lebih

tinggi. Sebagai contoh adalah pembayaran gaji, hibah,

dan bantuan sosial pada konsumsi pemerintah, atau

kegiatan kampanye menjelang Pilkada. Kegiatan

tersebut dapat memberikan pendapatan tambahan

bagi rumah tangga dan membantu daya beli

masyarakat yang terlibat sehingga konsumsi rumah

tangga secara keseluruhan turut meningkat.

1.2.2. Pengeluaran Investasi

Pada triwulan IV 2015, Pembentukan Modal Tetap

Bruto (PMTB) atau investasi tumbuh sebesar 7,0%

(yoy), meningkat tajam dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tumbuh 4,0% (yoy). Peningkatan

diindikasikan berasal dari investasi sektor swasta,

maupun sektor pemerintah.

Pada sektor swasta, peningkatan kinerja investasi

terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha

(SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia. Berdasarkan

kegiatan survei tersebut, Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

realisasi investasi tercatat mengalami peningkatan dari

6,42% di triwulan III menjadi 9,80% di triwulan IV.

Analisis lebih mendalam, hasil SKDU triwulan laporan

menunjukkan peningkatan pertumbuhan investasi

terjadi pada hampir seluruh sektor, kecuali sektor

pertambangan, sektor listrik, gas, dan air bersih, serta

sektor pengangkutan dan komunikasi. Peningkatan

signifikan terlihat pada sektor bangunan dan sektor

perdagangan, hotel dan restoran, sementara keempat

sektor lainnya mengalami peningkatan dengan level

lebih moderat.

Perbaikan kinerja investasi diindikasikan terjadi pada

investasi dalam bentuk bangunan, sementara investasi

dalam bentuk nonbangunan, atau mesin dan peralatan

masih belum mengalami perbaikan signifikan.

Perbaikan investasi bangunan diindikasikan oleh

meningkatnya pertumbuhan konsumsi semen triwulan

laporan, yaitu sebesar 9,18% (yoy), setelah tumbuh

4,84% (yoy) pada triwulan III. Selain itu, pertumbuhan

PDRB kategori konstruksi juga mengalami peningkatan

dari 7,1% (yoy) menjadi 7,4% (yoy). Investasi

bangunan sektor swasta dapat berupa pembangunan

pabrik, kantor, gudang, perumahan, maupun toko.

Sementara pada sektor pemerintah, investasi

bangunan dapat berupa pembangunan infrastruktur

14 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

15

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama (HS 2 Digit)

-10

0

10

20

30

40

KAYU DAN BARANG DARI KAYU (KODE 9)BERMACAM HASIL PABRIK (KODE 20) TEKSTIL DAN BARANG TEKSTIL (KODE 11)

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.31Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Lainnya (HS 2 Digit)

PRODUK MINERAL (KODE 5)PRODUK KIMIA DAN INDUSTRI (KODE 6) BAHAN MAKANAN OLAHAN (KODE 4)

-100

-50

0

50

100

150

200 %, YOY%, YOY

%YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.27 Pertumbuhan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeridan Asing di Jawa Tengah

IV

800

600

400

200

0

PMDNPMA

Grafik 1.28 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoTahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20150.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

0

100

200

300

400

500 JUMLAH PROYEK RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.26 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

0

100

200

300

400

500JUMLAH PROYEK USD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.25 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah

IV

180

300

250

200

150

100

50

0

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal

Grafik 1.23 Pertumbuhan Konsumsi Semen,PDRB Lapangan Usaha Konstruksi, dan PDRB Investasi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

PDRB KONSTRUKSI KONSUMSI SEMENPDRB INVESTASI

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0 %, YOY

Grafik 1.24 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal& Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah

0

5

10

15

20

25

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100 %, YOY %, YOY

IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN NILAI TUKAR - SKALA KANAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Kemenperin & Kemendag, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Bloomberg, diolah

jalan, jembatan, infrastruktur pertanian, maupun

infrastruktur energi. Beberapa proyek infrastruktur

pemerintah yang berjalan pada tr iwulan ini

diantaranya: (i) Jalan Tol Semarang – Solo Tahap II; (ii)

Jalan Tol Solo – Kertosono; (iii) Jalan Tol Pejagan –

Pemalang; (iv) Revitalisasi Pelabuhan Tanjung Emas

Semarang; (v) Flyover Palur.

Kinerja investasi nonbangunan terlihat belum

mengalami perbaikan signifikan. Hal ini ditunjukkan

oleh impor barang modal yang mengalami penurunan

lebih dalam menjadi 49,04% (yoy), dari penurunan

triwulan sebelumnya yang sebesar 38,19% (yoy).

Penurunan ini ditengarai karena gejolak nilai tukar

Rupiah yang terjadi pada triwulan III 2015, sehingga

pelaku usaha menahan pembelian barang modal yang

berasal dari impor. Walaupun nilai tukar sudah

membaik pada triwulan IV, impor barang modal belum

terlihat mengalami perbaikan. Nilai pembelian barang

modal yang relatif besar ditengarai menjadi salah satu

penyebab dalam terjadinya penundaan impor barang

modal pada triwulan laporan.

Pertumbuhan kinerja investasi ini berasal dari

penanaman modal asing maupun domestik. Nilai

realisasi penanaman modal, baik yang berasal dari

pihak asing maupun domestik, masih tercatat

mengalami pertumbuhan positif pada triwulan

laporan. Peningkatan pertumbuhan terjadi pada nilai

penanaman modal dari dalam negeri, yaitu menjadi

50,71% (yoy), dari 22,40% (yoy) pada triwulan III.

Sementara itu, nilai investasi yang berasal dari modal

asing tumbuh sebesar 99,40% (yoy), melambat dari

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar

152,48% (yoy).

Dengan pertumbuhan tinggi di triwulan akhir, investasi

Jawa Tengah secara akumulat i f mengalami

pertumbuhan 5,2% (yoy) pada tahun 2015, meningkat

dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang

sebesar 4,2% (yoy). Tema tahun infrastruktur dari

pemerintah Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu

pendorong utama dalam peningkatan kinerja investasi

selama tahun ini. Selain itu, program dana desa

ditengarai juga turut memberikan kontribusi. Realisasi

3dana desa tercatat 95,57% , dan penggunaannya

ditujukan terutama untuk pembangunan infrastruktur

(91%), seperti infrastruktur pertanian, atau perbaikan

jalan.

1.2.3. Ekspor dan Impor

Kinerja ekspor Jawa Tengah secara total (luar

negeri dan antardaerah) pada triwulan IV 2015

mengalami penurunan. Ekspor Jawa Tengah

terkontraksi 1,9% (yoy), setelah pada triwulan

sebelumnya tumbuh 14,1% (yoy). Penurunan

ditengarai berasal dari ekspor antardaerah, sementara

pada ekspor luar negeri masih terdapat pertumbuhan

yang membaik.

Pada triwulan IV 2015, ekspor luar negeri Jawa Tengah

secara nilai mengalami penurunan 3,53% (yoy),

membaik dibandingkan triwulan sebelumnya di mana

terjadi penurunan sebesar 4,98% (yoy). Berdasarkan

pengelompokan komoditas HS 2 digit, perbaikan

berasal dari kelompok komoditas bahan makanan

o l ahan , komod i t a s p roduk m ine ra l , s e r t a

komoditasproduk kimia. Sementara kelompok

komoditas ekspor utama Jawa Tengah, yaitu komoditas

tekstil dan barang tekstil, komoditas kayu dan barang

dari kayu, serta bermacam hasil pabrik, mengalami

penurunan kinerja.

Mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor

nonmigas masih belum mengalami perubahan

signifikan dibandingkan periode sebelumnya,

yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan pangsa

masing-masing 26,64% dan 15,87%. Setelah kedua

mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara tujuan ke

Asia juga cukup besar, yaitu Jepang (10,49%), ASEAN

(9,36%), dan Tiongkok (9,79%). Pada triwulan

laporan, perbaikan pertumbuhan terjadi untuk negara

tujuan Jepang, sementara ekspor ke negara tujuan

utama lainnya mengalami perlambatan.

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

(5)

-

5

10

15

20

25

Grafik 1.29Sumber: BPS, diolah

Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri & Antardaerah)Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pedesaan Provinsi Jawa Tengah, posisi tanggal 8 Januari 2015

3.

16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

17

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Utama (HS 2 Digit)

-10

0

10

20

30

40

KAYU DAN BARANG DARI KAYU (KODE 9)BERMACAM HASIL PABRIK (KODE 20) TEKSTIL DAN BARANG TEKSTIL (KODE 11)

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.31Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Nilai Ekspor Komoditas Lainnya (HS 2 Digit)

PRODUK MINERAL (KODE 5)PRODUK KIMIA DAN INDUSTRI (KODE 6) BAHAN MAKANAN OLAHAN (KODE 4)

-100

-50

0

50

100

150

200 %, YOY%, YOY

%YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.27 Pertumbuhan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeridan Asing di Jawa Tengah

IV

800

600

400

200

0

PMDNPMA

Grafik 1.28 Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap BrutoTahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20150.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

-

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

0

100

200

300

400

500 JUMLAH PROYEK RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.26 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri di Jawa Tengah

JUMLAH PROYEKNILAI INVESTASI - SKALA KANAN

0

100

200

300

400

500JUMLAH PROYEK USD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.25 Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Asing di Jawa Tengah

IV

180

300

250

200

150

100

50

0

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal

Grafik 1.23 Pertumbuhan Konsumsi Semen,PDRB Lapangan Usaha Konstruksi, dan PDRB Investasi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

PDRB KONSTRUKSI KONSUMSI SEMENPDRB INVESTASI

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0 %, YOY

Grafik 1.24 Perkembangan Pertumbuhan Nilai Impor Barang Modal& Pertumbuhan Nilai Tukar Rupiah

0

5

10

15

20

25

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100 %, YOY %, YOY

IMPOR BARANG MODAL PERTUMBUHAN NILAI TUKAR - SKALA KANAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Kemenperin & Kemendag, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Bloomberg, diolah

jalan, jembatan, infrastruktur pertanian, maupun

infrastruktur energi. Beberapa proyek infrastruktur

pemerintah yang berjalan pada tr iwulan ini

diantaranya: (i) Jalan Tol Semarang – Solo Tahap II; (ii)

Jalan Tol Solo – Kertosono; (iii) Jalan Tol Pejagan –

Pemalang; (iv) Revitalisasi Pelabuhan Tanjung Emas

Semarang; (v) Flyover Palur.

Kinerja investasi nonbangunan terlihat belum

mengalami perbaikan signifikan. Hal ini ditunjukkan

oleh impor barang modal yang mengalami penurunan

lebih dalam menjadi 49,04% (yoy), dari penurunan

triwulan sebelumnya yang sebesar 38,19% (yoy).

Penurunan ini ditengarai karena gejolak nilai tukar

Rupiah yang terjadi pada triwulan III 2015, sehingga

pelaku usaha menahan pembelian barang modal yang

berasal dari impor. Walaupun nilai tukar sudah

membaik pada triwulan IV, impor barang modal belum

terlihat mengalami perbaikan. Nilai pembelian barang

modal yang relatif besar ditengarai menjadi salah satu

penyebab dalam terjadinya penundaan impor barang

modal pada triwulan laporan.

Pertumbuhan kinerja investasi ini berasal dari

penanaman modal asing maupun domestik. Nilai

realisasi penanaman modal, baik yang berasal dari

pihak asing maupun domestik, masih tercatat

mengalami pertumbuhan positif pada triwulan

laporan. Peningkatan pertumbuhan terjadi pada nilai

penanaman modal dari dalam negeri, yaitu menjadi

50,71% (yoy), dari 22,40% (yoy) pada triwulan III.

Sementara itu, nilai investasi yang berasal dari modal

asing tumbuh sebesar 99,40% (yoy), melambat dari

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar

152,48% (yoy).

Dengan pertumbuhan tinggi di triwulan akhir, investasi

Jawa Tengah secara akumulat i f mengalami

pertumbuhan 5,2% (yoy) pada tahun 2015, meningkat

dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang

sebesar 4,2% (yoy). Tema tahun infrastruktur dari

pemerintah Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu

pendorong utama dalam peningkatan kinerja investasi

selama tahun ini. Selain itu, program dana desa

ditengarai juga turut memberikan kontribusi. Realisasi

3dana desa tercatat 95,57% , dan penggunaannya

ditujukan terutama untuk pembangunan infrastruktur

(91%), seperti infrastruktur pertanian, atau perbaikan

jalan.

1.2.3. Ekspor dan Impor

Kinerja ekspor Jawa Tengah secara total (luar

negeri dan antardaerah) pada triwulan IV 2015

mengalami penurunan. Ekspor Jawa Tengah

terkontraksi 1,9% (yoy), setelah pada triwulan

sebelumnya tumbuh 14,1% (yoy). Penurunan

ditengarai berasal dari ekspor antardaerah, sementara

pada ekspor luar negeri masih terdapat pertumbuhan

yang membaik.

Pada triwulan IV 2015, ekspor luar negeri Jawa Tengah

secara nilai mengalami penurunan 3,53% (yoy),

membaik dibandingkan triwulan sebelumnya di mana

terjadi penurunan sebesar 4,98% (yoy). Berdasarkan

pengelompokan komoditas HS 2 digit, perbaikan

berasal dari kelompok komoditas bahan makanan

o l ahan , komod i t a s p roduk m ine ra l , s e r t a

komoditasproduk kimia. Sementara kelompok

komoditas ekspor utama Jawa Tengah, yaitu komoditas

tekstil dan barang tekstil, komoditas kayu dan barang

dari kayu, serta bermacam hasil pabrik, mengalami

penurunan kinerja.

Mitra dagang utama Jawa Tengah untuk ekspor

nonmigas masih belum mengalami perubahan

signifikan dibandingkan periode sebelumnya,

yaitu Amerika Serikat dan Eropa, dengan pangsa

masing-masing 26,64% dan 15,87%. Setelah kedua

mitra tersebut, ekspor dengan negara-negara tujuan ke

Asia juga cukup besar, yaitu Jepang (10,49%), ASEAN

(9,36%), dan Tiongkok (9,79%). Pada triwulan

laporan, perbaikan pertumbuhan terjadi untuk negara

tujuan Jepang, sementara ekspor ke negara tujuan

utama lainnya mengalami perlambatan.

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

(5)

-

5

10

15

20

25

Grafik 1.29Sumber: BPS, diolah

Pertumbuhan Total Ekspor (Luar Negeri & Antardaerah)Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pedesaan Provinsi Jawa Tengah, posisi tanggal 8 Januari 2015

3.

16 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

17

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.40 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah Grafik 1.39 Perkembangan Impor Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

4,500 USD JUTA

NONMIGAS MIGAS

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

-60

-40

-20

0

20

40

60 %, YOY

I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.35Sumber: OECD

Pertumbuhan Ekonomi AS

2.1

1.8

0

1

2

3

4 %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.36Sumber: OECD

Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok

6.96.8

6

7

8

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.32 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan III-VI 2015

III - 2015

IV - 2015

ASEANUSA EROPAJEPANG CHINA LAINNYA

%% %%% %

%% %%% %28.05 8.40 9.97 11.18 15.92 26.49

26.64 9.36 10.49 8.75 15.87 28.88

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

AMERIKA SERIKAT CHINA EROPA JEPANG

Perbaikan kinerja ekspor nonmigas terlihat pada

ekspor dengan negara tujuan Jepang. Ekspor ke

negara tersebut tumbuh 10,19% (yoy), meningkat

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

tercatat 6,86% (yoy). Walaupun pertumbuhan

ekonomi Jepang sampai dengan triwulan III masih

berada di bawah target 2%, pertumbuhan penjualan

ritel dan tingkat pengangguran yang membaik di

negara tersebut mengindikasikan potensi peningkatan

konsumsi pada triwulan laporan.

Ekspor nonmigas Jawa Tengah ke Amerika

Serikat, sebagai mitra dagang dengan pangsa

terbesar, mengalami perlambatan pada triwulan

laporan. Ekspor Jawa Tengah ke Amerika Serikat

tumbuh melambat menjadi sebesar 2,32% (yoy),

setelah tumbuh 14,20% (yoy) pada triwulan

sebelumnya. Ekspor ke negara ini mengalami

perlambatan sejalan dengan perbaikan ekonomi

Amerika Serikat yang masih tertahan. Pertumbuhan

ekonomi Amerika Serikat pada triwulan laporan

tercatat 1,8% (yoy), melambat dari pertumbuhan 2,1%

(yoy) pada triwulan sebelumnya.

Ekspor Provinsi Jawa Tengah ke Tiongkok

mengalami perlambatan signifikan pada triwulan IV

2015. Pertumbuhan ekspor dengan tujuan Tiongkok

melambat ke level 3,24% (yoy), setelah triwulan

sebelumnya mengalami pertumbuhan tinggi sebesar

16,23% (yoy). Perlambatan ini juga didorong oleh

pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang belum juga

mengalami perbaikan. Pada triwulan laporan, ekonomi

Tiongkok tumbuh dengan tingkat pertumbuhan 6,8%

(yoy), masih melanjutkan tren perlambatan sejak

beberapa tahun terakhir. Grafik 1.34 Penjualan Ritel dan Tingkat Pengangguran Jepang

Pada saat yang bersamaan kinerja ekspor ke

negara kawasan Eropa dan negara-negara ASEAN

mengalami penurunan. Ekspor nonmigas ke negara

ASEAN mengalami penurunan 0,36% (yoy), setelah

tumbuh 4,14% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Bersamaan dengan itu, ekspor ke kawasan Eropa turun

13,18% (yoy), lebih dalam dibandingkan penurunan

triwulan III yang sebesar 9,29% (yoy) .

Sementara itu, perlambatan ekspor antar daerah

ditengarai karena beberapa hal diantaranya adalah

melambatnya beberapa industri unggulan seperti

tembakau sehingga ekspor hasil industri tersebut

melambat. Selain itu, peran Provinsi Jawa Tengah

sebagai salah satu lumbung pangan nasional,

berpengaruh terhadap kinerja ekspor antardaerah Jawa

Tengah seiring dengan masuknya musim tanam.

dan antardaerah) pada tahun laporan masih

mencatatkan pertumbuhan yang meningkat menjadi

11,1% (yoy) dari 0,65% (yoy) pada tahun sebelumnya.

Kinerja tinggi ekspor antardaerah pada triwulan awal

dapat menjadi penahan penurunan pada triwulan IV

ini.

Secara total (luar negeri dan antardaerah), impor

Jawa Tengah mengalami penurunan pada

triwulan laporan, yaitu penurunan sebesar 7,8%

(yoy), setelah tumbuh dari 5,9% (yoy) pada triwulan

sebelumnya. Perlambatan pada impor luar negeri

terutama terjadi pada komoditas minyak, sementara

impor antar daerah diindikasikan masih tumbuh

walaupun tidak setinggi triwulan sebelumnya.

Sebaliknya, pada komoditas nonmigas, nilai impor

mengalami perbaikan kinerja pada triwulan laporan.

Impor nonmigas Jawa Tengah mengalami penurunan

20,51% (yoy), lebih baik dibandingkan penurunan

21,85% (yoy) pada triwulan III.

Grafik 1.37BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pertumbuhan Pertumbuhan Total Ekspor(Luar Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20150.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

Grafik 1.38BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pertumbuhan Total Impor (Luar Negeri & Antardaerah)Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

(10)

(5)

-

5

10

15

20 %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

19

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.40 Pertumbuhan Tahunan Impor Migas Jawa Tengah Grafik 1.39 Perkembangan Impor Jawa TengahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolahSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000

4,500 USD JUTA

NONMIGAS MIGAS

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

-60

-40

-20

0

20

40

60 %, YOY

I II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014 2015

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.35Sumber: OECD

Pertumbuhan Ekonomi AS

2.1

1.8

0

1

2

3

4 %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

Grafik 1.36Sumber: OECD

Pertumbuhan Ekonomi Tiongkok

6.96.8

6

7

8

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.33 Pertumbuhan Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan

Grafik 1.32 Pangsa Ekspor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Tujuan Triwulan III-VI 2015

III - 2015

IV - 2015

ASEANUSA EROPAJEPANG CHINA LAINNYA

%% %%% %

%% %%% %28.05 8.40 9.97 11.18 15.92 26.49

26.64 9.36 10.49 8.75 15.87 28.88

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

AMERIKA SERIKAT CHINA EROPA JEPANG

Perbaikan kinerja ekspor nonmigas terlihat pada

ekspor dengan negara tujuan Jepang. Ekspor ke

negara tersebut tumbuh 10,19% (yoy), meningkat

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

tercatat 6,86% (yoy). Walaupun pertumbuhan

ekonomi Jepang sampai dengan triwulan III masih

berada di bawah target 2%, pertumbuhan penjualan

ritel dan tingkat pengangguran yang membaik di

negara tersebut mengindikasikan potensi peningkatan

konsumsi pada triwulan laporan.

Ekspor nonmigas Jawa Tengah ke Amerika

Serikat, sebagai mitra dagang dengan pangsa

terbesar, mengalami perlambatan pada triwulan

laporan. Ekspor Jawa Tengah ke Amerika Serikat

tumbuh melambat menjadi sebesar 2,32% (yoy),

setelah tumbuh 14,20% (yoy) pada triwulan

sebelumnya. Ekspor ke negara ini mengalami

perlambatan sejalan dengan perbaikan ekonomi

Amerika Serikat yang masih tertahan. Pertumbuhan

ekonomi Amerika Serikat pada triwulan laporan

tercatat 1,8% (yoy), melambat dari pertumbuhan 2,1%

(yoy) pada triwulan sebelumnya.

Ekspor Provinsi Jawa Tengah ke Tiongkok

mengalami perlambatan signifikan pada triwulan IV

2015. Pertumbuhan ekspor dengan tujuan Tiongkok

melambat ke level 3,24% (yoy), setelah triwulan

sebelumnya mengalami pertumbuhan tinggi sebesar

16,23% (yoy). Perlambatan ini juga didorong oleh

pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang belum juga

mengalami perbaikan. Pada triwulan laporan, ekonomi

Tiongkok tumbuh dengan tingkat pertumbuhan 6,8%

(yoy), masih melanjutkan tren perlambatan sejak

beberapa tahun terakhir. Grafik 1.34 Penjualan Ritel dan Tingkat Pengangguran Jepang

Pada saat yang bersamaan kinerja ekspor ke

negara kawasan Eropa dan negara-negara ASEAN

mengalami penurunan. Ekspor nonmigas ke negara

ASEAN mengalami penurunan 0,36% (yoy), setelah

tumbuh 4,14% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Bersamaan dengan itu, ekspor ke kawasan Eropa turun

13,18% (yoy), lebih dalam dibandingkan penurunan

triwulan III yang sebesar 9,29% (yoy) .

Sementara itu, perlambatan ekspor antar daerah

ditengarai karena beberapa hal diantaranya adalah

melambatnya beberapa industri unggulan seperti

tembakau sehingga ekspor hasil industri tersebut

melambat. Selain itu, peran Provinsi Jawa Tengah

sebagai salah satu lumbung pangan nasional,

berpengaruh terhadap kinerja ekspor antardaerah Jawa

Tengah seiring dengan masuknya musim tanam.

dan antardaerah) pada tahun laporan masih

mencatatkan pertumbuhan yang meningkat menjadi

11,1% (yoy) dari 0,65% (yoy) pada tahun sebelumnya.

Kinerja tinggi ekspor antardaerah pada triwulan awal

dapat menjadi penahan penurunan pada triwulan IV

ini.

Secara total (luar negeri dan antardaerah), impor

Jawa Tengah mengalami penurunan pada

triwulan laporan, yaitu penurunan sebesar 7,8%

(yoy), setelah tumbuh dari 5,9% (yoy) pada triwulan

sebelumnya. Perlambatan pada impor luar negeri

terutama terjadi pada komoditas minyak, sementara

impor antar daerah diindikasikan masih tumbuh

walaupun tidak setinggi triwulan sebelumnya.

Sebaliknya, pada komoditas nonmigas, nilai impor

mengalami perbaikan kinerja pada triwulan laporan.

Impor nonmigas Jawa Tengah mengalami penurunan

20,51% (yoy), lebih baik dibandingkan penurunan

21,85% (yoy) pada triwulan III.

Grafik 1.37BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pertumbuhan Pertumbuhan Total Ekspor(Luar Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20150.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

Grafik 1.38BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Pertumbuhan Total Impor (Luar Negeri & Antardaerah)Triwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

(10)

(5)

-

5

10

15

20 %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

18 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

19

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Apabila dikelompokan berdasarkan jenis penggunaan,

lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah

berupa impor bahan baku, dengan pangsa 69,40%

dari total impor nonmigas. Sementara impor barang

modal memberikan pangsa 21,85%, dan impor barang

konsumsi memberikan pangsa 8,75%. Perbaikan

kinerja pada triwulan laporan terjadi pada impor bahan

baku dan impor barang konsumsi, sementara impor

barang modal mengalami penurunan lebih dalam

dibandingkan triwulan sebelumya.

Tingginya porsi impor bahan baku Jawa Tengah

dikarenakan karakteristik industri Jawa Tengah yang

menggunakan kandungan impor tinggi dalam bahan

bakunya, seperti industri kimia dan farmasi, industri

pengolahan plastik, industri barang elektronik, industri

alat angkut, dan terutama industri tekstil dan pakaian

jadi. Ditinjau lebih jauh, impor bahan baku Jawa Tengah

terutama berupa bahan baku tekstil (kode SITC 26 dan

65) dengan porsi mencapai 27,57% pada tahun 2015.

Impor bahan baku tekstil, yaitu serat tekstil serta kain

dan benang tekstil masih melanjutkan tren penurunan.

Penurunan pada triwulan laporan tercatat sebesar

16,32% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan

sebelumnya yang sebesar 10,20 (yoy).

Namun demikian, terdapat perbaikan kinerja impor

pada komoditas bahan baku lainnya seperti bahan

untuk pakan ternak, bahan makanan untuk industri

(gula, bijih minyak, aneka kacang), tembakau, dan

bahan kimia. Salah satu pendorong peningkatan impor

tersebut adalah apresiasi nilai Rupiah pada triwulan IV

2015. Apresiasi yang terjadi mendorong perbaikan

kinerja industri di atas, yang sempat mengalami

penurunan akibat depresiasi rupiah di triwulan II dan III.

Dengan demikian impor bahan baku beberapa industri

tersebut meningkat pada triwulan laporan, sehingga

secara keseluruhan pertumbuhan impor bahan baku

mengalami peningkatan.

Sementara itu, impor barang konsumsi masih

mengalami penurunan sebesar 2,22% (yoy), lebih

moderat dibandingkan penurunan triwulan

sebelumnya yang sebesar 6,46% (yoy). Sejalan

dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, dan

didukung dengan nilai Rupiah yang terapresiasi, impor

barang konsums i menga lami pen ingkatan .

Peningkatan terutama berasal dari impor bahan

makanan untuk konsumsi, barang konsumsi lainnya

yang bersifat semi-durable (1-3 tauhun) serta barang

non-durable (kurang dari setahun).

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800 USD JUTA

BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.42 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.41 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah

BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI

III - 2015 24.7766.46 8.77% %%

IV - 2015 21.8569.40 8.75% %%

IV

Grafik 1.43 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100 %, YOY

BARANG MODAL BAHAN BAKU

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

BARANG KONSUMSI

Berbeda dengan kedua jenis barang sebelumnya, impor

barang modal mengalami penurunan lebih dalam pada

triwulan laporan, yaitu menjadi 49,04% (yoy) dari

38,19% (yoy). Nilai tukar yang mulai membaik pada

triwulan IV belum ditransmisikan terhadap perbaikan

impor barang modal. Berdasarkan hasil liaison,

beberapa pelaku usaha masih mengambil sikap wait

and see terhadap kebijakan pemerintah terkait

kemudahan usaha, dan menahan investasi mesin dan

peralatan industri.

Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa

Tengah sebagian besar berasal dari negara

Tiongkok dengan pangsa 35,03% dari total impor

nonmigas Jawa Tengah. Selain Tiongkok, negara mitra

dagang lainnya yaitu ASEAN (10,30%), Eropa (6,79%),

dan Amerika Serikat (5,73%). Laju pertumbuhan impor

nonmigas yang berasal dari T iongkok masih

meneruskan penurunan, namun dengan besaran yang

membaik menjadi 25,18% (yoy) di triwulan IV, dari

penurunan 28,32% (yoy) di triwulan III. Berlanjut dari

triwulan sebelumnya, penurunan impor juga masih

terjadi pada impor dari negara mitra dagang utama

lainnya seperti Amerika Serikat dan Eropa. Sementara

itu, impor dari negara-negara ASEAN yang pada

t r iwu l an s ebe lumnya mas ih menun jukkan

pertumbuhan positif, mengalami penurunan pada

triwulan laporan.

Sejalan dengan ekspor, total impor selama 2015 pun

mengalami peningkatan pertumbuhan ke level

3,7% (yoy), setelah tumbuh negatif pada tahun

sebelumnya sebesar -4,2% (yoy). Meningkatnya

ekonomi Jawa Tengah memicu peningkatan pada

impor, khususnya antardaerah, sementara perbaikan

kinerja impor luar negeri diindikasikan masih tertahan

oleh volatilitas nilai tukar.

ASEANUSA TIONGKOK EROPA

III - 2015 10.896.90 38.57 7.66%% %%

IV - 2015 10.305.73 39.81 6.79%% %%

LAINNYA

35.99%

37.37%

Grafik 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa Tengah Grafik 1.45 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal

LAINNYAEROPACHINAASEANAMERIKA SERIKAT

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800 USD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA LAINNYA

Grafik 1.46 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal

IV

Grafik 1.47Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan Pertumbuhan Total Impor(Luar Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

2015

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

21

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Apabila dikelompokan berdasarkan jenis penggunaan,

lebih dari setengah impor nonmigas Jawa Tengah

berupa impor bahan baku, dengan pangsa 69,40%

dari total impor nonmigas. Sementara impor barang

modal memberikan pangsa 21,85%, dan impor barang

konsumsi memberikan pangsa 8,75%. Perbaikan

kinerja pada triwulan laporan terjadi pada impor bahan

baku dan impor barang konsumsi, sementara impor

barang modal mengalami penurunan lebih dalam

dibandingkan triwulan sebelumya.

Tingginya porsi impor bahan baku Jawa Tengah

dikarenakan karakteristik industri Jawa Tengah yang

menggunakan kandungan impor tinggi dalam bahan

bakunya, seperti industri kimia dan farmasi, industri

pengolahan plastik, industri barang elektronik, industri

alat angkut, dan terutama industri tekstil dan pakaian

jadi. Ditinjau lebih jauh, impor bahan baku Jawa Tengah

terutama berupa bahan baku tekstil (kode SITC 26 dan

65) dengan porsi mencapai 27,57% pada tahun 2015.

Impor bahan baku tekstil, yaitu serat tekstil serta kain

dan benang tekstil masih melanjutkan tren penurunan.

Penurunan pada triwulan laporan tercatat sebesar

16,32% (yoy), lebih dalam dibandingkan triwulan

sebelumnya yang sebesar 10,20 (yoy).

Namun demikian, terdapat perbaikan kinerja impor

pada komoditas bahan baku lainnya seperti bahan

untuk pakan ternak, bahan makanan untuk industri

(gula, bijih minyak, aneka kacang), tembakau, dan

bahan kimia. Salah satu pendorong peningkatan impor

tersebut adalah apresiasi nilai Rupiah pada triwulan IV

2015. Apresiasi yang terjadi mendorong perbaikan

kinerja industri di atas, yang sempat mengalami

penurunan akibat depresiasi rupiah di triwulan II dan III.

Dengan demikian impor bahan baku beberapa industri

tersebut meningkat pada triwulan laporan, sehingga

secara keseluruhan pertumbuhan impor bahan baku

mengalami peningkatan.

Sementara itu, impor barang konsumsi masih

mengalami penurunan sebesar 2,22% (yoy), lebih

moderat dibandingkan penurunan triwulan

sebelumnya yang sebesar 6,46% (yoy). Sejalan

dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, dan

didukung dengan nilai Rupiah yang terapresiasi, impor

barang konsums i menga lami pen ingkatan .

Peningkatan terutama berasal dari impor bahan

makanan untuk konsumsi, barang konsumsi lainnya

yang bersifat semi-durable (1-3 tauhun) serta barang

non-durable (kurang dari setahun).

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800 USD JUTA

BAHAN BAKUBARANG MODALBARANG KONSUMSI

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.42 Perkembangan Nilai Impor Provinsi Jawa TengahGrafik 1.41 Struktur Impor Nonmigas Jawa Tengah

BARANG MODALBAHAN BAKU BARANG KONSUMSI

III - 2015 24.7766.46 8.77% %%

IV - 2015 21.8569.40 8.75% %%

IV

Grafik 1.43 Perkembangan Volume Impor Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Jenis Penggunaan

(60)

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100 %, YOY

BARANG MODAL BAHAN BAKU

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

BARANG KONSUMSI

Berbeda dengan kedua jenis barang sebelumnya, impor

barang modal mengalami penurunan lebih dalam pada

triwulan laporan, yaitu menjadi 49,04% (yoy) dari

38,19% (yoy). Nilai tukar yang mulai membaik pada

triwulan IV belum ditransmisikan terhadap perbaikan

impor barang modal. Berdasarkan hasil liaison,

beberapa pelaku usaha masih mengambil sikap wait

and see terhadap kebijakan pemerintah terkait

kemudahan usaha, dan menahan investasi mesin dan

peralatan industri.

Berdasarkan negara asal, impor nonmigas Jawa

Tengah sebagian besar berasal dari negara

Tiongkok dengan pangsa 35,03% dari total impor

nonmigas Jawa Tengah. Selain Tiongkok, negara mitra

dagang lainnya yaitu ASEAN (10,30%), Eropa (6,79%),

dan Amerika Serikat (5,73%). Laju pertumbuhan impor

nonmigas yang berasal dari T iongkok masih

meneruskan penurunan, namun dengan besaran yang

membaik menjadi 25,18% (yoy) di triwulan IV, dari

penurunan 28,32% (yoy) di triwulan III. Berlanjut dari

triwulan sebelumnya, penurunan impor juga masih

terjadi pada impor dari negara mitra dagang utama

lainnya seperti Amerika Serikat dan Eropa. Sementara

itu, impor dari negara-negara ASEAN yang pada

t r iwu l an s ebe lumnya mas ih menun jukkan

pertumbuhan positif, mengalami penurunan pada

triwulan laporan.

Sejalan dengan ekspor, total impor selama 2015 pun

mengalami peningkatan pertumbuhan ke level

3,7% (yoy), setelah tumbuh negatif pada tahun

sebelumnya sebesar -4,2% (yoy). Meningkatnya

ekonomi Jawa Tengah memicu peningkatan pada

impor, khususnya antardaerah, sementara perbaikan

kinerja impor luar negeri diindikasikan masih tertahan

oleh volatilitas nilai tukar.

ASEANUSA TIONGKOK EROPA

III - 2015 10.896.90 38.57 7.66%% %%

IV - 2015 10.305.73 39.81 6.79%% %%

LAINNYA

35.99%

37.37%

Grafik 1.44 Pangsa Negara Asal Impor Nonmigas Jawa Tengah Grafik 1.45 Perkembangan Nilai Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal

LAINNYAEROPACHINAASEANAMERIKA SERIKAT

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800 USD JUTA

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

%, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

(40)

(20)

-

20

40

60

80

100

AMERIKA SERIKAT ASEAN TIONGKOK EROPA LAINNYA

Grafik 1.46 Pertumbuhan Impor Nonmigas Provinsi Jawa TengahBerdasarkan Negara Asal

IV

Grafik 1.47Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan Pertumbuhan Total Impor(Luar Negeri & Antardaerah) Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

2015

-4.0

-2.0

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

20 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

21

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Sebagian besar lapangan usaha lainnya juga

mengalami peningkatan kinerja pada triwulan laporan.

Adapun lapangan usaha yang mengalami perlambatan

diantaranya adalah lapangan usaha pertambangan dan

penggal ian; t ransportas i dan pergudangan;

penyediaan akomodasi dan makan minum; informasi

dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real

estate; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan,

pertahanan dan jaminan sosial wajib; dan jasa

pendidikan.

1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil- Sepeda MotorSeiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat dan

aktivitas kegiatan ekonomi di triwulan akhir,

pertumbuhan lapangan usaha perdagangan

besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor

mengalami peningkatan. Pada triwulan IV 2015,

pertumbuhan lapangan usaha ini meningkat menjadi

8,2% (yoy), dari 2,2% (yoy) di triwulan sebelumnya.

Grafik 1.49 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHRdan Pertumbuhan PDRB Perdagangan

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV -

2

4

6

8

10

12

0

2

4

6

8

10%, YOY%, SBT

PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PHRPERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERDAGANGAN - SKALA KANAN

Grafik 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Perdagangan Besardan Eceran

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

PERTUMBUHAN KREDIT PERDAGANGAN NPL KREDIT PERDAGANGAN - SKALA KANAN

2

3

4

5

15

25

35

45 %%, YOY

Grafik 1.48 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran danReparasi Mobil-Sepeda Motor Triwulan I 2013 –Triwulan IV 2015

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV -

2

4

6

8

10

12 %, YOY

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

KATEGORI

Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

III IV2014*

108,832

14,594

254,694

814

549

73,466

105,825

22,760

21,813

26,664

19,311

12,853

2,340

20,913

24,931

5,313

10,984

726,655

26,895

3,693

65,681

203

144

18,794

26,728

5,808

5,636

7,196

4,974

3,344

606

5,232

6,550

1,419

2,887

185,790

28,533

3,871

67,596

216

140

18,858

27,550

5,922

5,871

7,448

5,057

3,437

627

5,054

6,527

1,454

2,951

191,114

31,012

3,970

68,466

215

142

19,108

29,065

6,329

5,953

7,641

5,002

3,465

641

5,285

6,784

1,471

3,006

197,555

21,353

4,009

69,818

210

142

19,921

27,467

6,743

6,006

7,845

5,082

3,531

660

5,505

7,605

1,563

3,074

190,534

27,948

3,735

69,530

190

146

19,580

27,567

6,505

6,120

8,029

5,338

3,569

676

5,439

7,213

1,552

3,128

196,266

2015**

30,614

3,957

70,160

213

145

19,858

28,442

6,498

6,251

8,082

5,177

3,678

693

5,451

7,130

1,519

2,919

200,786

I II107,793

15,543

271,561

844

568

76,682

110,809

24,802

23,466

30,130

20,116

13,777

2,535

21,076

27,466

5,908

11,918

764,993

KATEGORI

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

32,445

4,210

71,410

204

142

20,462

29,692

6,753

6,330

8,367

5,452

3,768

712

5,614

7,252

1,573

3,053

207,439

IIIPertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

2015**

22,819

4,198

73,000

208

144

21,386

29,732

7,006

6,428

8,523

5,779

3,807

701

5,690

7,816

1,680

3,201

202,118

IV113,826

16,100

284,100

816

577

81,286

115,433

26,762

25,130

33,001

21,746

14,822

2,781

22,195

29,410

6,324

12,300

806,609

2013I II

2014*

III IV2014*

2.2

6.2

5.5

8.3

0.2

4.9

4.7

9.3

4.5

8.0

3.9

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

5.1

-1.7

7.0

7.8

1.3

6.1

5.7

7.0

6.2

5.3

10.5

3.3

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

5.7

-1.7

7.0

7.8

1.3

6.1

5.7

7.0

6.2

5.3

10.5

3.3

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

5.7

1.6

6.0

7.3

5.6

3.0

2.8

5.7

7.9

9.5

12.4

5.0

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

5.8

-0.6

8.4

5.7

-0.1

1.6

5.0

3.6

16.5

9.1

18.1

4.7

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

5.6

3.9

1.2

5.9

-6.1

2.0

4.2

3.1

12.0

8.6

11.6

7.3

6.7

11.6

4.0

10.1

9.4

8.3

5.6

2015**

3.9

1.2

5.9

-6.1

2.0

4.2

3.1

12.0

8.6

11.6

7.3

6.7

11.6

4.0

10.1

9.4

8.3

5.6

I II-1.0

6.5

6.6

3.7

3.4

4.4

4.7

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

5.3

4.6

6.0

4.3

-5.1

-0.2

7.1

2.2

6.7

6.3

9.5

9.0

8.8

10.9

6.2

6.9

7.0

1.6

5.0

III2015

6.9

4.7

4.6

-0.6

1.7

7.4

8.2

3.9

7.0

8.6

13.7

7.8

6.2

3.4

2.8

7.5

4.1

6.1

IV5.6

3.6

4.6

-3.3

1.6

6.0

4.2

7.9

7.1

9.5

8.1

7.6

9.7

5.3

7.1

7.1

3.2

5.4

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha

Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah masih bersumber dari empat lapangan

usaha utama, dengan pangsa banyak berubah dari

tahun sebelumnya. Adapun pangsa keseluruhan tahun

2015 yaitu: industri pengolahan (35,22%);

perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-

sepeda motor (14,31%); pertanian, kehutanan,

dan perikanan (14,11%); serta konstruksi

(10,08%).

Perbaikan pertumbuhan di triwulan IV 2015

terjadi pada keempat lapangan usaha di atas.

Lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor, serta lapangan usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan mengalami

kenaikan lebih besar dibandingkan kedua lapangan

usaha utama lainnya.

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang

dilakukan Kantor perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Jawa Tengah mengonfirmasi perbaikan kinerja ini.

Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha

perdagangan, hotel, dan restoran mengalami

peningkatan di triwulan laporan dari 4,81% menjadi

5,42%. Perbaikan kinerja ini juga dicerminkan oleh

peningkatan pertumbuhan dan perbaikan kualitas

penyaluran kredit perbankan. Pertumbuhan kredit

perbankan yang disalurkan pada lapangan usaha

perdagangan mengalami peningkatan menjadi

10,38% (yoy) dari 10,32% (yoy), sementara Non

Performing Loan (NPL) kredit tersebut turun dari 3,74%

menjadi 3,31%.

Salah satu pemicu meningkatnya kinerja lapangan

usaha ini adalah momen perayaan hari raya Natal dan

Tahun Baru. Masa liburan akhir tahun tersebut

dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berlibur atau

berekreasi sehingga berdampak positif bagi kinerja

perdagangan. Hal ini tercermin dari hasil Survei

Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah. Pada

periode laporan, Indeks Penjualan Riil (IPR) pada

kategori barang budaya dan rekreasi mengalami

peningkatan 123,4 menjadi 128,7.

Selain itu, SPE triwulan IV juga menunjukkan adanya

peningkatan penjualan pada kategori peralatan dan

komunikasi di toko, serta kategori perlengkapan rumah

tangga lainnya. Peningkatan pada dua kategori ini

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

23

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Sebagian besar lapangan usaha lainnya juga

mengalami peningkatan kinerja pada triwulan laporan.

Adapun lapangan usaha yang mengalami perlambatan

diantaranya adalah lapangan usaha pertambangan dan

penggal ian; t ransportas i dan pergudangan;

penyediaan akomodasi dan makan minum; informasi

dan komunikasi; jasa keuangan dan asuransi; real

estate; jasa perusahaan; administrasi pemerintahan,

pertahanan dan jaminan sosial wajib; dan jasa

pendidikan.

1.3.1. Perdagangan Besar-Eceran dan Reparasi Mobil- Sepeda MotorSeiring dengan peningkatan konsumsi masyarakat dan

aktivitas kegiatan ekonomi di triwulan akhir,

pertumbuhan lapangan usaha perdagangan

besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor

mengalami peningkatan. Pada triwulan IV 2015,

pertumbuhan lapangan usaha ini meningkat menjadi

8,2% (yoy), dari 2,2% (yoy) di triwulan sebelumnya.

Grafik 1.49 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHRdan Pertumbuhan PDRB Perdagangan

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV -

2

4

6

8

10

12

0

2

4

6

8

10%, YOY%, SBT

PERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PHRPERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERDAGANGAN - SKALA KANAN

Grafik 1.50 Pertumbuhan dan NPL Kredit Perdagangan Besardan Eceran

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

PERTUMBUHAN KREDIT PERDAGANGAN NPL KREDIT PERDAGANGAN - SKALA KANAN

2

3

4

5

15

25

35

45 %%, YOY

Grafik 1.48 Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Eceran danReparasi Mobil-Sepeda Motor Triwulan I 2013 –Triwulan IV 2015

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV -

2

4

6

8

10

12 %, YOY

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

KATEGORI

Tabel 1.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (Rp Miliar)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013I II

2014*

III IV2014*

108,832

14,594

254,694

814

549

73,466

105,825

22,760

21,813

26,664

19,311

12,853

2,340

20,913

24,931

5,313

10,984

726,655

26,895

3,693

65,681

203

144

18,794

26,728

5,808

5,636

7,196

4,974

3,344

606

5,232

6,550

1,419

2,887

185,790

28,533

3,871

67,596

216

140

18,858

27,550

5,922

5,871

7,448

5,057

3,437

627

5,054

6,527

1,454

2,951

191,114

31,012

3,970

68,466

215

142

19,108

29,065

6,329

5,953

7,641

5,002

3,465

641

5,285

6,784

1,471

3,006

197,555

21,353

4,009

69,818

210

142

19,921

27,467

6,743

6,006

7,845

5,082

3,531

660

5,505

7,605

1,563

3,074

190,534

27,948

3,735

69,530

190

146

19,580

27,567

6,505

6,120

8,029

5,338

3,569

676

5,439

7,213

1,552

3,128

196,266

2015**

30,614

3,957

70,160

213

145

19,858

28,442

6,498

6,251

8,082

5,177

3,678

693

5,451

7,130

1,519

2,919

200,786

I II107,793

15,543

271,561

844

568

76,682

110,809

24,802

23,466

30,130

20,116

13,777

2,535

21,076

27,466

5,908

11,918

764,993

KATEGORI

Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah menurut Lapangan Usaha Tahun 2013 – 2015 (%, YOY)

* Angka Sementara **Angka Sangat SementaraSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

32,445

4,210

71,410

204

142

20,462

29,692

6,753

6,330

8,367

5,452

3,768

712

5,614

7,252

1,573

3,053

207,439

IIIPertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

2015**

22,819

4,198

73,000

208

144

21,386

29,732

7,006

6,428

8,523

5,779

3,807

701

5,690

7,816

1,680

3,201

202,118

IV113,826

16,100

284,100

816

577

81,286

115,433

26,762

25,130

33,001

21,746

14,822

2,781

22,195

29,410

6,324

12,300

806,609

2013I II

2014*

III IV2014*

2.2

6.2

5.5

8.3

0.2

4.9

4.7

9.3

4.5

8.0

3.9

7.7

12.1

2.6

9.5

7.1

9.2

5.1

-1.7

7.0

7.8

1.3

6.1

5.7

7.0

6.2

5.3

10.5

3.3

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

5.7

-1.7

7.0

7.8

1.3

6.1

5.7

7.0

6.2

5.3

10.5

3.3

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

5.7

1.6

6.0

7.3

5.6

3.0

2.8

5.7

7.9

9.5

12.4

5.0

5.3

7.6

-0.4

12.3

11.8

9.1

5.8

-0.6

8.4

5.7

-0.1

1.6

5.0

3.6

16.5

9.1

18.1

4.7

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

5.6

3.9

1.2

5.9

-6.1

2.0

4.2

3.1

12.0

8.6

11.6

7.3

6.7

11.6

4.0

10.1

9.4

8.3

5.6

2015**

3.9

1.2

5.9

-6.1

2.0

4.2

3.1

12.0

8.6

11.6

7.3

6.7

11.6

4.0

10.1

9.4

8.3

5.6

I II-1.0

6.5

6.6

3.7

3.4

4.4

4.7

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

5.3

4.6

6.0

4.3

-5.1

-0.2

7.1

2.2

6.7

6.3

9.5

9.0

8.8

10.9

6.2

6.9

7.0

1.6

5.0

III2015

6.9

4.7

4.6

-0.6

1.7

7.4

8.2

3.9

7.0

8.6

13.7

7.8

6.2

3.4

2.8

7.5

4.1

6.1

IV5.6

3.6

4.6

-3.3

1.6

6.0

4.2

7.9

7.1

9.5

8.1

7.6

9.7

5.3

7.1

7.1

3.2

5.4

1.3. Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha

Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah masih bersumber dari empat lapangan

usaha utama, dengan pangsa banyak berubah dari

tahun sebelumnya. Adapun pangsa keseluruhan tahun

2015 yaitu: industri pengolahan (35,22%);

perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-

sepeda motor (14,31%); pertanian, kehutanan,

dan perikanan (14,11%); serta konstruksi

(10,08%).

Perbaikan pertumbuhan di triwulan IV 2015

terjadi pada keempat lapangan usaha di atas.

Lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor, serta lapangan usaha

pertanian, kehutanan dan perikanan mengalami

kenaikan lebih besar dibandingkan kedua lapangan

usaha utama lainnya.

Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang

dilakukan Kantor perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Jawa Tengah mengonfirmasi perbaikan kinerja ini.

Saldo Bersih Tertimbang (SBT) kegiatan usaha

perdagangan, hotel, dan restoran mengalami

peningkatan di triwulan laporan dari 4,81% menjadi

5,42%. Perbaikan kinerja ini juga dicerminkan oleh

peningkatan pertumbuhan dan perbaikan kualitas

penyaluran kredit perbankan. Pertumbuhan kredit

perbankan yang disalurkan pada lapangan usaha

perdagangan mengalami peningkatan menjadi

10,38% (yoy) dari 10,32% (yoy), sementara Non

Performing Loan (NPL) kredit tersebut turun dari 3,74%

menjadi 3,31%.

Salah satu pemicu meningkatnya kinerja lapangan

usaha ini adalah momen perayaan hari raya Natal dan

Tahun Baru. Masa liburan akhir tahun tersebut

dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berlibur atau

berekreasi sehingga berdampak positif bagi kinerja

perdagangan. Hal ini tercermin dari hasil Survei

Penjualan Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah. Pada

periode laporan, Indeks Penjualan Riil (IPR) pada

kategori barang budaya dan rekreasi mengalami

peningkatan 123,4 menjadi 128,7.

Selain itu, SPE triwulan IV juga menunjukkan adanya

peningkatan penjualan pada kategori peralatan dan

komunikasi di toko, serta kategori perlengkapan rumah

tangga lainnya. Peningkatan pada dua kategori ini

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

22 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

23

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.57 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah

LUAS PANENLUAS TANAM

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV -

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000 HEKTAR

Grafik 1.58 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah

PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANANPRODUKSI PADI

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV-20

-15

-10-5

0

5

1015

20

25

30

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000 %, YOYRIBU TON

Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

PERTUMBUHAN KREDIT PERTANIAN

Grafik 1.55 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintah dan PDRB KonsumsiPemerintah

PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PERTANIAN

%, YOY

Grafik 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian

NPL PERTANIAN - SKALA KANAN

%, YOY %

-4

-2

0

2

4

6

8

-2

0

2

4

6

8

10 %, SBT

0

2

4

6

8

10

12

14

-20

-10

0

10

20

30

40

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

INDEKS

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

III

Grafik 1.51 Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama

INDEKS

IV - 2015III - 2015

0

50

100

150

200

250

300

SUK

U C

AD

AN

G

DA

N A

KSE

SORI

MA

KA

NA

N,

MIN

UM

AN

DA

N T

EMBA

KA

U

BAH

AN

BA

KA

R K

END

ARA

AN

BE

RMO

TOR

PERA

LATA

N D

AN

K

OM

UN

IKA

SI D

I TO

KO

PERL

ENG

KAPA

N

RUM

AH

TA

NG

GA

LA

INN

YA

BARA

NG

BU

DA

YA D

AN

RE

KRE

ASI

BARA

NG

LA

INN

YA

SAN

DA

NG

Grafik 1.52 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok Komoditas

IV90

95

100

105

110

115

120

125

sejalan dengan hasil Survei Konsumen (SK) yang juga

dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan hasil SK, konsumsi

masyarakat akan barang tahan lama mengalami

peningkatan dari 100,5 menjadi 101,1. Perbaikan

penjualan tersebut ditunjang oleh nilai tukar Rupiah

yang menguat pada triwulan laporan, sehingga harga

peralatan komunikasi dan perlengapan rumah tangga

yang memiliki konten impor tinggi menjadi lebih

murah.

Secara akumulatif, lapangan usaha perdagangan besar-

eceran dan reparasi mobil-sepeda motor pada tahun

2015 mengalami perlambatan. Seiring dengan

melemahnya konsumsi dan kegiatan ekonomi

domestik maupun global, kinerja lapangan usaha ini

melambat cukup dalam sampai dengan triwulan III.

Walaupun meningkat pesat pada triwulan IV,

pertumbuhan tersebut tidak cukup untuk menahan

perlambatan yang terjadi pada tiga triwulan

sebelumnya. Pada tahun 2015, pertumbuhan lapangan

usaha ini tumbuh melambat menjadi 4,2% (yoy), dari

4,7% (yoy) pada tahun sebelumnya.

1.3.2. Pertanian, Kehutanan, dan PerikananPada triwulan IV 2015, lapangan usaha pertanian,

kehutanan, dan perikanan tumbuh sebesar 6,9%

(yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 4,6% (yoy). Hal yang sama juga

ditunjukkan oleh hasil SKDU. Berdasarkan survei

tersebut, SBT kegiatan usaha pertanian triwulan

laporan meningkat menjadi 4,58%, dari 3,13% pada

triwulan sebelumnya.

Kredit, sebagai salah satu sumber pendanaan, juga

menunjukkan kondisi yang sejalan. Penyaluran kredit

kepada lapangan usaha ini tumbuh dengan level

13,12% (yoy), dari 10,51% (yoy) pada triwulan III.

Meskipun kualitas kredit lapangan usaha ini rendah,

rasio NPL jauh di atas level indikatif (5%), namun

kualitas kredit pada triwulan laporan mengalami

perbaikan, rasio NPL turun menjadi 11,59% dari

triwulan sebelumnya yang sebesar 12,64%.

Berdasarkan hasil liaison, diperoleh informasi bahwa

dalam rangka menghadapi El Nino, petani dan

pemerintah sudah melakukan tindakan preventif

antara lain pembangunan irigasi, dan penggunaan

varietas unggul sehingga dampak kekeringan dapat

diminimalisasi. Selain itu, kinerja pertanian didukung

oleh peningkatan produktivitas seiring dengan

berkurangnya serangan hama dan penyakit, khususnya

pada tanaman hortikultura.

Sesuai dengan musimnya, triwulan IV merupakan

musim tanam untuk komoditas padi. Pada triwulan ini,

luas tanam padi mengalami penurunan sebesar 5,59%

(yoy), satu penyebabnya adalah kekeringan yang

disebabkan El Nino. Sementara itu, hasil produksi masih

menunjukkan pertumbuhan positif walaupun sudah

memasuki musim tanam. Pertumbuhan produksi padi

triwulan laporan tercatat 5,99% (yoy), pertumbuhan ini

berbalik arah dibandingkan periode yang sama tahun

2014 di mana produksi padi mengalami penurunan

sebesar 3,39% (yoy).

Secara keseluruhan tahun, lapangan usaha pertanian

tumbuh tinggi sebesar 5,6% (yoy), berbalik arah dari

penurunan 1,0% (yoy) pada tahun 2014, di mana

terjadi banjir di awal tahun. Pulihnya kinerja lapangan

usaha ini juga ditunjang oleh antisipasi pemerintah

bersama petani dalam menghadapi tantangan cuaca

seperti El Nino. Selain itu, pada tahun ini, pemerintah

juga banyak menggalakkan program untuk

meningkatkan kinerja pertanian dalam rangka

mencapai kedaulatan pangan. Produksi padi tahun

2015 ditargetkan sebesar 11,14 ton, meningkat jauh

dari produksi padi tahun 2014 yang tercatat sebesar

9,65 ton.

(2)

-

2

4

6

8 %, YOY

Grafik 1.54 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHRdan Pertumbuhan PDRB Perdagangan

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV0

2

4

6

8

10%, YOY

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.53Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Ecerandan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20150.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

%, YOY

5.0

6.0

Grafik 1.59Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan,dan Perikanan Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011 2015-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

25

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.57 Perkembangan Luas Tanam dan Panen Padi di Jawa Tengah

LUAS PANENLUAS TANAM

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV -

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000 HEKTAR

Grafik 1.58 Perkembangan Hasil Panen Padi di Jawa Tengah

PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI - SKALA KANANPRODUKSI PADI

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV-20

-15

-10-5

0

5

1015

20

25

30

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

4,000 %, YOYRIBU TON

Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah Sumber: Dinas Pertanian TPH Provinsi Jawa Tengah

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

PERTUMBUHAN KREDIT PERTANIAN

Grafik 1.55 Pertumbuhan DPK Sektor Pemerintah dan PDRB KonsumsiPemerintah

PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB PERTANIAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) PERTANIAN

%, YOY

Grafik 1.56 Pertumbuhan dan NPL Kredit Pertanian

NPL PERTANIAN - SKALA KANAN

%, YOY %

-4

-2

0

2

4

6

8

-2

0

2

4

6

8

10 %, SBT

0

2

4

6

8

10

12

14

-20

-10

0

10

20

30

40

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

INDEKS

I II III IV I II III IV I II

2013 2014 2015

III

Grafik 1.51 Indeks Konsumsi Barang Kebutuhan Tahan Lama

INDEKS

IV - 2015III - 2015

0

50

100

150

200

250

300

SUK

U C

AD

AN

G

DA

N A

KSE

SORI

MA

KA

NA

N,

MIN

UM

AN

DA

N T

EMBA

KA

U

BAH

AN

BA

KA

R K

END

ARA

AN

BE

RMO

TOR

PERA

LATA

N D

AN

K

OM

UN

IKA

SI D

I TO

KO

PERL

ENG

KAPA

N

RUM

AH

TA

NG

GA

LA

INN

YA

BARA

NG

BU

DA

YA D

AN

RE

KRE

ASI

BARA

NG

LA

INN

YA

SAN

DA

NG

Grafik 1.52 IPR Perrdagangan Eceran berdasarkan Kelompok Komoditas

IV90

95

100

105

110

115

120

125

sejalan dengan hasil Survei Konsumen (SK) yang juga

dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan hasil SK, konsumsi

masyarakat akan barang tahan lama mengalami

peningkatan dari 100,5 menjadi 101,1. Perbaikan

penjualan tersebut ditunjang oleh nilai tukar Rupiah

yang menguat pada triwulan laporan, sehingga harga

peralatan komunikasi dan perlengapan rumah tangga

yang memiliki konten impor tinggi menjadi lebih

murah.

Secara akumulatif, lapangan usaha perdagangan besar-

eceran dan reparasi mobil-sepeda motor pada tahun

2015 mengalami perlambatan. Seiring dengan

melemahnya konsumsi dan kegiatan ekonomi

domestik maupun global, kinerja lapangan usaha ini

melambat cukup dalam sampai dengan triwulan III.

Walaupun meningkat pesat pada triwulan IV,

pertumbuhan tersebut tidak cukup untuk menahan

perlambatan yang terjadi pada tiga triwulan

sebelumnya. Pada tahun 2015, pertumbuhan lapangan

usaha ini tumbuh melambat menjadi 4,2% (yoy), dari

4,7% (yoy) pada tahun sebelumnya.

1.3.2. Pertanian, Kehutanan, dan PerikananPada triwulan IV 2015, lapangan usaha pertanian,

kehutanan, dan perikanan tumbuh sebesar 6,9%

(yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

yang sebesar 4,6% (yoy). Hal yang sama juga

ditunjukkan oleh hasil SKDU. Berdasarkan survei

tersebut, SBT kegiatan usaha pertanian triwulan

laporan meningkat menjadi 4,58%, dari 3,13% pada

triwulan sebelumnya.

Kredit, sebagai salah satu sumber pendanaan, juga

menunjukkan kondisi yang sejalan. Penyaluran kredit

kepada lapangan usaha ini tumbuh dengan level

13,12% (yoy), dari 10,51% (yoy) pada triwulan III.

Meskipun kualitas kredit lapangan usaha ini rendah,

rasio NPL jauh di atas level indikatif (5%), namun

kualitas kredit pada triwulan laporan mengalami

perbaikan, rasio NPL turun menjadi 11,59% dari

triwulan sebelumnya yang sebesar 12,64%.

Berdasarkan hasil liaison, diperoleh informasi bahwa

dalam rangka menghadapi El Nino, petani dan

pemerintah sudah melakukan tindakan preventif

antara lain pembangunan irigasi, dan penggunaan

varietas unggul sehingga dampak kekeringan dapat

diminimalisasi. Selain itu, kinerja pertanian didukung

oleh peningkatan produktivitas seiring dengan

berkurangnya serangan hama dan penyakit, khususnya

pada tanaman hortikultura.

Sesuai dengan musimnya, triwulan IV merupakan

musim tanam untuk komoditas padi. Pada triwulan ini,

luas tanam padi mengalami penurunan sebesar 5,59%

(yoy), satu penyebabnya adalah kekeringan yang

disebabkan El Nino. Sementara itu, hasil produksi masih

menunjukkan pertumbuhan positif walaupun sudah

memasuki musim tanam. Pertumbuhan produksi padi

triwulan laporan tercatat 5,99% (yoy), pertumbuhan ini

berbalik arah dibandingkan periode yang sama tahun

2014 di mana produksi padi mengalami penurunan

sebesar 3,39% (yoy).

Secara keseluruhan tahun, lapangan usaha pertanian

tumbuh tinggi sebesar 5,6% (yoy), berbalik arah dari

penurunan 1,0% (yoy) pada tahun 2014, di mana

terjadi banjir di awal tahun. Pulihnya kinerja lapangan

usaha ini juga ditunjang oleh antisipasi pemerintah

bersama petani dalam menghadapi tantangan cuaca

seperti El Nino. Selain itu, pada tahun ini, pemerintah

juga banyak menggalakkan program untuk

meningkatkan kinerja pertanian dalam rangka

mencapai kedaulatan pangan. Produksi padi tahun

2015 ditargetkan sebesar 11,14 ton, meningkat jauh

dari produksi padi tahun 2014 yang tercatat sebesar

9,65 ton.

(2)

-

2

4

6

8 %, YOY

Grafik 1.54 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU) PHRdan Pertumbuhan PDRB Perdagangan

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV0

2

4

6

8

10%, YOY

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.53Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan PDRB Perdagangan Besar-Ecerandan Reparasi Mobil-Sepeda Motor Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20150.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

%, YOY

5.0

6.0

Grafik 1.59Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan PDRB Pertanian, Kehutanan,dan Perikanan Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011 2015-1.0

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

24 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

25

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.65 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBerdasarkan Skala Usaha

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSI

2

4

6

8

10%, YOY

0

2

4 %, SBT

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.63 Likert Scale Biaya Energi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV0

1

2 LIKERT SCALE %, YOY

Grafik 1.64 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

NPL INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN

0

2

4

6

10

20

30 %

Grafik 1.62 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku Jawa Tengah

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

%, YOY

-20

-10

0

10

20

30

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1,000

1,100 USD JUTA

Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV*

PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) INDUSTRI PENGOLAHAN

%, YOY%, SBT

3

5

7

9

0

2

4

6

8

%, YOY

Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Industri PengolahanTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV 3

4

5

6

7

8

9

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

baku triwulan IV tercatat 6,18% (yoy), lebih baik

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

15,35% (yoy).

Selain itu, kebijakan yang dirilis pemerintah untuk

mendukung kemudahan berusaha, turut berkontribusi

pada perbaikan kinerja industri pengolahan. Paket

kebijakan ekonomi jilid III khususnya terkait penurunan

dan diskon tarif listrik serta harga Bahan Bakar Minyak

(BBM) meringankan biaya energi industri. Berdasarkan

hasil kegiatan liaison yang dilakukan Kantor Perwakilan

BI Provinsi Jawa Tengah, beban biaya energi pada

triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya, ditunjukkan dengan likert scale biaya

energi yang turun pada nilai 0,93 dari 1,08.

Sisi perbankan juga mengonfirmasi perbaikan kinerja

pada lapangan usaha ini. Penyaluran kredit untuk

industri pengolahan tumbuh sebesar 29,44% (yoy),

meningkat dari pertumbuhan triwulan sebelumnya

yang sebesar 20,89% (yoy). Peningkatan ekspansi

kredit ini disertai dengan perbaikan kualitas yang

ditunjukkan oleh penurunan NPL dari 4,98% menjadi

3,87%.

Berdasarkan skala usaha, peningkatan kinerja industri

pengolahan utamanya didorong oleh industri sedang

dan besar, sementara industri berskala mikro dan kecil

mengalami perlambatan. Hal tersebut tercermin dari

angka pertumbuhan produksi industri manufaktur

masing-masing skala produksi. Pada triwulan IV 2015,

industri manufaktur besar dan sedang tumbuh 8,21%

Kinerja lapangan usaha industri pengolahan

membaik pada triwulan laporan. Lapangan usaha

industri pengolahan mengalami ekspansi sebesar 4,6%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang

sebesar 4,3% (yoy).

Hasil SKDU juga menunjukkan hal yang sama, SBT

kegiatan usaha industri pengolahan pada periode

laporan meningkat dari 2,30% menjadi 4,13%. Hasil

anallisis lebih dalam, peningkatan kegiatan produksi

dari industri pengolahan terlihat dari kapasitas produksi

terpakai yang berdasarkan hasil SKDU mengalami

kenaikan pada triwulan laporan menjadi 76,67% dari

75,60%.

Beberapa industri dengan konten impor tinggi seperti

makanan dan minuman, elektronik, dan kimia

mengalami perbaikan seiring dengan apresiasi nilai

tukar Rupiah. Hal ini terlihat pada impor bahan baku,

khususnya komoditas terkait yang membaik walaupun

masih mengalami kontraksi. Kontraksi impor bahan

1.3.3. Industri Pengolahan

(yoy), berbalik arah dari triwulan sebelumnya di mana

terjadi penurunan 2,38% (yoy). Sebaliknya, industri

mikro dan kecil mengalami perlambatan menjadi

6,85% (yoy) dari 7,47% (yoy) pada triwulan lalu.

Secara rinci, industri pada Provinsi Jawa Tengah

ditopang oleh industri makanan dan minuman, industri

pengolahan tembakau, industri tekstil, dan industri

pengolahan kayu. Berdasarkan survei pertumbuhan

produksi industri manufaktur besar dan sedang yang

dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat

peningkatan pertumbuhan produksi pada industri

makanan dan minuman; industri kayu, barang dari

kayu, dan sejenisnya; serta industri furnitur. Sementara

produksi industri pengolahan tembakau dan industri

tekstil mengalami perlambatan.

Pertumbuhan produksi industri makanan dan minuman

mengalami peningkatan pada triwulan laporan.

Produksi industri makanan tumbuh pada tingkat

12,46% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya yang sebesar 12,35% (yoy). Sejalan

dengan itu, industri minuman tumbuh 8,58% (yoy),

berbalik arah setelah mengalami penurunan 6,86%

(yoy) pada triwulan III. Perbaikan ini terlihat dari impor

bahan baku sebagai input industri ini yang meningkat,

sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Peningkatan

ditengarai karena membaiknya tingkat permintaan

domestik. Berdasarkan hasil liaison, beberapa pelaku

usaha pada industri makanan dan minuman melakukan

perluasan pasar ke daerah Sulawesi seperti Makassar,

Manado, dan Kendari.

Bersamaan dengan itu, industri kayu dan barang dari

kayu dan sejenisnya, serta industri furnitur juga

mengalami perbaikan kinerja. Pertumbuhan produksi

kedua industri tersebut meningkat, masing-masing

menjadi 0,32% (yoy) dan -8,47% (yoy), dari

pertumbuhan sebesar -15,65% (yoy) dan -9,51% (yoy)

pada triwulan sebelumnya.

Hasil dari industri ini merupakan penyumbang ekspor

kedua terbesar setelah tekstil dan produk tekstil. Kinerja

ekspor dari industri ini belum mengalami perbaikan,

pada triwulan laporan tercatat penurunan produksi

2,73% (yoy), setelah tumbuh 2,72% (yoy) pada tahun

sebelumnya. Namun demikian, seiring dengan

pesatnya pembangunan berupa gedung usaha

maupun tempat tinggal, permintaan domestik akan

komoditas ini meningkat pesat sehingga menutupi

penurunan dari hasil ekspor. Hal ini dikonfirmasi melalui

liaison pada pelaku usaha terkait.

26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

27

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

Grafik 1.65 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBerdasarkan Skala Usaha

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSI

2

4

6

8

10%, YOY

0

2

4 %, SBT

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Grafik 1.63 Likert Scale Biaya Energi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV0

1

2 LIKERT SCALE %, YOY

Grafik 1.64 Pertumbuhan dan NPL Kredit Industri Pengolahan

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

NPL INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN

0

2

4

6

10

20

30 %

Grafik 1.62 Perkembangan Impor Nonmigas Bahan Baku Jawa Tengah

PERTUMBUHAN TAHUNAN - SKALA KANANIMPOR BAHAN BAKU

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

%, YOY

-20

-10

0

10

20

30

-

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1,000

1,100 USD JUTA

Grafik 1.61 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Industri pengolahan

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV*

PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB INDUSTRI PENGOLAHAN - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) INDUSTRI PENGOLAHAN

%, YOY%, SBT

3

5

7

9

0

2

4

6

8

%, YOY

Grafik 1.60 Pertumbuhan PDRB Industri PengolahanTriwulan I 2013 – Triwulan IV 2015

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV 3

4

5

6

7

8

9

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

baku triwulan IV tercatat 6,18% (yoy), lebih baik

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

15,35% (yoy).

Selain itu, kebijakan yang dirilis pemerintah untuk

mendukung kemudahan berusaha, turut berkontribusi

pada perbaikan kinerja industri pengolahan. Paket

kebijakan ekonomi jilid III khususnya terkait penurunan

dan diskon tarif listrik serta harga Bahan Bakar Minyak

(BBM) meringankan biaya energi industri. Berdasarkan

hasil kegiatan liaison yang dilakukan Kantor Perwakilan

BI Provinsi Jawa Tengah, beban biaya energi pada

triwulan laporan lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya, ditunjukkan dengan likert scale biaya

energi yang turun pada nilai 0,93 dari 1,08.

Sisi perbankan juga mengonfirmasi perbaikan kinerja

pada lapangan usaha ini. Penyaluran kredit untuk

industri pengolahan tumbuh sebesar 29,44% (yoy),

meningkat dari pertumbuhan triwulan sebelumnya

yang sebesar 20,89% (yoy). Peningkatan ekspansi

kredit ini disertai dengan perbaikan kualitas yang

ditunjukkan oleh penurunan NPL dari 4,98% menjadi

3,87%.

Berdasarkan skala usaha, peningkatan kinerja industri

pengolahan utamanya didorong oleh industri sedang

dan besar, sementara industri berskala mikro dan kecil

mengalami perlambatan. Hal tersebut tercermin dari

angka pertumbuhan produksi industri manufaktur

masing-masing skala produksi. Pada triwulan IV 2015,

industri manufaktur besar dan sedang tumbuh 8,21%

Kinerja lapangan usaha industri pengolahan

membaik pada triwulan laporan. Lapangan usaha

industri pengolahan mengalami ekspansi sebesar 4,6%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu yang

sebesar 4,3% (yoy).

Hasil SKDU juga menunjukkan hal yang sama, SBT

kegiatan usaha industri pengolahan pada periode

laporan meningkat dari 2,30% menjadi 4,13%. Hasil

anallisis lebih dalam, peningkatan kegiatan produksi

dari industri pengolahan terlihat dari kapasitas produksi

terpakai yang berdasarkan hasil SKDU mengalami

kenaikan pada triwulan laporan menjadi 76,67% dari

75,60%.

Beberapa industri dengan konten impor tinggi seperti

makanan dan minuman, elektronik, dan kimia

mengalami perbaikan seiring dengan apresiasi nilai

tukar Rupiah. Hal ini terlihat pada impor bahan baku,

khususnya komoditas terkait yang membaik walaupun

masih mengalami kontraksi. Kontraksi impor bahan

1.3.3. Industri Pengolahan

(yoy), berbalik arah dari triwulan sebelumnya di mana

terjadi penurunan 2,38% (yoy). Sebaliknya, industri

mikro dan kecil mengalami perlambatan menjadi

6,85% (yoy) dari 7,47% (yoy) pada triwulan lalu.

Secara rinci, industri pada Provinsi Jawa Tengah

ditopang oleh industri makanan dan minuman, industri

pengolahan tembakau, industri tekstil, dan industri

pengolahan kayu. Berdasarkan survei pertumbuhan

produksi industri manufaktur besar dan sedang yang

dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat

peningkatan pertumbuhan produksi pada industri

makanan dan minuman; industri kayu, barang dari

kayu, dan sejenisnya; serta industri furnitur. Sementara

produksi industri pengolahan tembakau dan industri

tekstil mengalami perlambatan.

Pertumbuhan produksi industri makanan dan minuman

mengalami peningkatan pada triwulan laporan.

Produksi industri makanan tumbuh pada tingkat

12,46% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya yang sebesar 12,35% (yoy). Sejalan

dengan itu, industri minuman tumbuh 8,58% (yoy),

berbalik arah setelah mengalami penurunan 6,86%

(yoy) pada triwulan III. Perbaikan ini terlihat dari impor

bahan baku sebagai input industri ini yang meningkat,

sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Peningkatan

ditengarai karena membaiknya tingkat permintaan

domestik. Berdasarkan hasil liaison, beberapa pelaku

usaha pada industri makanan dan minuman melakukan

perluasan pasar ke daerah Sulawesi seperti Makassar,

Manado, dan Kendari.

Bersamaan dengan itu, industri kayu dan barang dari

kayu dan sejenisnya, serta industri furnitur juga

mengalami perbaikan kinerja. Pertumbuhan produksi

kedua industri tersebut meningkat, masing-masing

menjadi 0,32% (yoy) dan -8,47% (yoy), dari

pertumbuhan sebesar -15,65% (yoy) dan -9,51% (yoy)

pada triwulan sebelumnya.

Hasil dari industri ini merupakan penyumbang ekspor

kedua terbesar setelah tekstil dan produk tekstil. Kinerja

ekspor dari industri ini belum mengalami perbaikan,

pada triwulan laporan tercatat penurunan produksi

2,73% (yoy), setelah tumbuh 2,72% (yoy) pada tahun

sebelumnya. Namun demikian, seiring dengan

pesatnya pembangunan berupa gedung usaha

maupun tempat tinggal, permintaan domestik akan

komoditas ini meningkat pesat sehingga menutupi

penurunan dari hasil ekspor. Hal ini dikonfirmasi melalui

liaison pada pelaku usaha terkait.

26 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

27

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

0

2

4

6

8

10

-2

0

2

4 %, SBT

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

%, YOY

Grafik 1.69 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Konstruksi

PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSI

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 1.68Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20153.0

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

Grafik 1.67 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikrodan Kecil berdasarkan Sektor (%, yoy)

INDUSTRI MAKANAN

INDUSTRI MINUMAN

INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU

INDUSTRI TEKSTIL

INDUSTRI PAKAIAN JADI

INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI

INDUSTRI KAYU

INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS

INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN

INDUSTRI BAHAN KIMIA

INDUSTRI FARMASI

INDUSTRI KARET

INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

INDUSTRI LOGAM DASAR

INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN

INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK

INDUSTRI PERALATAN LISTRIK

INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL

INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER

INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA

INDUSTRI FURNITUR

INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA

JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN

III - 2015 IV - 2015III - 2015 IV - 2015

Grafik 1.66 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBesar dan Sedang berdasarkan Sektor (%, yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20

INDUSTRI MAKANAN

INDUSTRI MINUMAN

INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU

INDUSTRI TEKSTIL

INDUSTRI PAKAIAN JADI

INDUSTRI KAYU DAN BARANG DARI KAYU

INDUSTRI KIMIA

INDUSTRI KARET

INDUSTRI FURNITUR

-30 -20 -10 0 10 20 30

Industri lainnya yang juga mengalami perbaikan kinerja

produksi adalah industri bahan kimia dan barang-

barang dari bahan kimia, walaupun bukan termasuk

industri utama di Jawa Tengah. Industri kimia

merupakan salah satu industri dengan konten impor

tinggi. Pada triwulan II dan III di mana terjadi penguatan

nilai Dolar AS, produksi pada industri ini mengalami

kontraksi. Pada triwulan laporan, seiring dengan

menguatnya nilai tukar Rupiah, industri kimia

mengalami pertumbuhan 3,5% (yoy) setelah turun

5,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan

produksi juga ditunjukkan oleh meningkatnya impor

bahan kimia sebagaimana yang telah disebut

sebelumnya.

Di sisi lain, produksi industri pengolahan tembakau

mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan

produksi industri tersebut tumbuh 7,73% (yoy),

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 11,67% (yoy). Salah satu penghambat

kinerja industri ini adalah naiknya cukai rokok.

Kenaikan cukai ini menambah beban biaya sehingga

harus ditransmisikan pada kenaikan harga rokok yang

pada akhirnya dapat berpengaruh pada tingkat

permintaan.

Sementara itu, produksi industri tekstil juga mengalami

perlambatan dari tingkat pertumbuhan 8,58% (yoy)

pada triwulan lalu, menjadi 6,40% (yoy) pada triwulan

laporan. Sedangkan pertumbuhan produksi industri

pakaian jadi mengalami perbaikan dari 8,93% (yoy)

menjadi 17,56% (yoy). Hasil ekspor untuk kedua

komoditas tersebut (S ITC kode 65 dan 84)

menunjukkan perlambatan, walaupun masih

mencatatkan pertumbuhan positif, yaitu dari 7,88%

(yoy) menjadi 4,22% (yoy). Berdasarkan hasil liaison,

salah satu tantangan dalam ekspor komoditas tekstil

adalah ketersediaan barang yang melimpah di pasar

global yang disertai dengan ketatnya persaingan.

Sedangkan untuk produk garmen atau pakaian jadi,

dari hasil liaison, didapatkan informasi bahwa terdapat

peningkatan penjualan untuk produk fashion yang

bukan merupakan produksi masal.

Berbeda dengan industri skala besar dan sedang, pada

industri skala mikro dan kecil perlambatan berasal dari

industri makanan dan minuman, serta kayu dan barang

dari kayu. Sementara itu, industri pengolahan

tembakau mengalami perbaikan.

Seiring dengan melemahnya perekonomian domestik

dan global, khususnya pada triwulan I sampai III, kinerja

industri pengolahan secara keseluruhan tahun 2015

mengalami perlambatan. Bersamaan dengan itu,

penguatan nilai Dolar AS yang terjadi pada triwulan II

dan III juga menghambat kinerja industri pengolahan

lebih jauh, dikarenakan tingginya konten impor. Pada

tahun 2015 lapangan usaha ini tumbuh

4,6% (yoy), melambat dari pertumbuhan 6,6%

(yoy) pada tahun sebelumnya.

1.3.4. KonstruksiLapangan usaha konstruksi tumbuh meningkat

menjadi 7,4% (yoy) pada triwulan IV, lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan III yang sebesar

7,1% (yoy). Perbaikan kinerja ini juga sejalan dengan

hasil SKDU, SBT kegiatan usaha konstruksi triwulan

laporan tercatat meningkat, menjadi 1,49%, dari

0,99% pada triwulan yang lalu.

Meningkatnya aktivitas pembangunan tercermin dari

pertumbuhan konsumsi semen yang meningkat pesat

pada triwulan laporan, yaitu menjadi 9,18% (yoy), dari

pertumbuhan triwulan III yang sebesar 4,84% (yoy).

Meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha

konstruksi terutama bersumber dari realisasi proyek

infrastruktur pemerintah. Pada tahun 2015 ini,

infrastruktur menjadi salah satu fokus utama

pemerintah. Beberapa proyek infrastruktur besar yang

dilaksanakan di Jawa Tengah antara lain pembangunan

jalan tol, revitalisasi pelabuhan Tanjung Mas,

pembangunan PLTU, dan beberapa infrastruktur

pertanian seperti waduk dan irigasi.

Selain proyek-proyek besar seperti di atas, pada tahun

ini Pemerintah juga menyalurkan dana desa yang juga

menjadi sumber pertumbuhan konstruksi. Berdasarkan

hasil focused group discussion dengan pihak terkait,

dana desa utamanya (±95%) digunakan untuk

pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan jalan

atau pembangunan infrastruktur pertanian.

Berdasarkan pencatatan 8 Januari 2016, realisasi dana

desa 2015 tercatat 95,57%.

Namun demikian, peningkatan pertumbuhan tidak

tampak pada penyaluran kredit perbankan untuk

lapangan usaha ini. Walaupun masih berada di level

yang tinggi, kredit perbankan pada lapangan usaha

konstruksi melambat pada tingkat 14,35% (yoy),

setelah mencatatkan pertumbuhan 20,47% (yoy) pada

triwulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa

terdapat sumber lain dalam pendanaan proyek-proyek

konstruksi, seperti modal asing, dan anggaran

pemerintah.

Walaupun pertumbuhan kredit konstruksi mengalami

perlambatan, kualitas kredit tersebut mengalami

perbaikan. Rasio NPL kredit konstruksi turun dari

2,80% pada triwulan III menjadi 2,54% pada triwulan

IV. Kualitas kredit yang meningkat ini menggambarkan

membaiknya kinerja dari proyek pembangunan yang

didanai.

28 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

29

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

0

2

4

6

8

10

-2

0

2

4 %, SBT

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

%, YOY

Grafik 1.69 Perkembangan Kegiatan Usaha (SKDU)dan Pertumbuhan PDRB Konstruksi

PERTUMBUHAN TAHUNAN PDRB KONSTRUKSI - SKALA KANANPERKEMBAGAN KEGIATAN USAHA (SKDU) KONSTRUKSI

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 1.68Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan PDRB Industri Pengolahan Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20153.0

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

Grafik 1.67 Pertumbuhan Produksi Industri Manufaktur Mikrodan Kecil berdasarkan Sektor (%, yoy)

INDUSTRI MAKANAN

INDUSTRI MINUMAN

INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU

INDUSTRI TEKSTIL

INDUSTRI PAKAIAN JADI

INDUSTRI KULIT, BARANG DARI KULIT DAN ALAS KAKI

INDUSTRI KAYU

INDUSTRI KERTAS DAN BARANG DARI KERTAS

INDUSTRI PERCETAKAN DAN REPRODUKSI MEDIA REKAMAN

INDUSTRI BAHAN KIMIA

INDUSTRI FARMASI

INDUSTRI KARET

INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

INDUSTRI LOGAM DASAR

INDUSTRI BARANG LOGAM, BUKAN MESIN

INDUSTRI KOMPUTER, ELEKTRONIK DAN OPTIK

INDUSTRI PERALATAN LISTRIK

INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPAN YTDL

INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR, TRAILER DAN SEMI TRAILER

INDUSTRI ALAT ANGKUTAN LAINNYA

INDUSTRI FURNITUR

INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA

JASA REPARASI DAN PEMASANGAN MESIN DAN PERALATAN

III - 2015 IV - 2015III - 2015 IV - 2015

Grafik 1.66 Pertumbuhan Produksi Industri ManufakturBesar dan Sedang berdasarkan Sektor (%, yoy)

Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahSumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20

INDUSTRI MAKANAN

INDUSTRI MINUMAN

INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU

INDUSTRI TEKSTIL

INDUSTRI PAKAIAN JADI

INDUSTRI KAYU DAN BARANG DARI KAYU

INDUSTRI KIMIA

INDUSTRI KARET

INDUSTRI FURNITUR

-30 -20 -10 0 10 20 30

Industri lainnya yang juga mengalami perbaikan kinerja

produksi adalah industri bahan kimia dan barang-

barang dari bahan kimia, walaupun bukan termasuk

industri utama di Jawa Tengah. Industri kimia

merupakan salah satu industri dengan konten impor

tinggi. Pada triwulan II dan III di mana terjadi penguatan

nilai Dolar AS, produksi pada industri ini mengalami

kontraksi. Pada triwulan laporan, seiring dengan

menguatnya nilai tukar Rupiah, industri kimia

mengalami pertumbuhan 3,5% (yoy) setelah turun

5,46% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Peningkatan

produksi juga ditunjukkan oleh meningkatnya impor

bahan kimia sebagaimana yang telah disebut

sebelumnya.

Di sisi lain, produksi industri pengolahan tembakau

mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan

produksi industri tersebut tumbuh 7,73% (yoy),

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 11,67% (yoy). Salah satu penghambat

kinerja industri ini adalah naiknya cukai rokok.

Kenaikan cukai ini menambah beban biaya sehingga

harus ditransmisikan pada kenaikan harga rokok yang

pada akhirnya dapat berpengaruh pada tingkat

permintaan.

Sementara itu, produksi industri tekstil juga mengalami

perlambatan dari tingkat pertumbuhan 8,58% (yoy)

pada triwulan lalu, menjadi 6,40% (yoy) pada triwulan

laporan. Sedangkan pertumbuhan produksi industri

pakaian jadi mengalami perbaikan dari 8,93% (yoy)

menjadi 17,56% (yoy). Hasil ekspor untuk kedua

komoditas tersebut (S ITC kode 65 dan 84)

menunjukkan perlambatan, walaupun masih

mencatatkan pertumbuhan positif, yaitu dari 7,88%

(yoy) menjadi 4,22% (yoy). Berdasarkan hasil liaison,

salah satu tantangan dalam ekspor komoditas tekstil

adalah ketersediaan barang yang melimpah di pasar

global yang disertai dengan ketatnya persaingan.

Sedangkan untuk produk garmen atau pakaian jadi,

dari hasil liaison, didapatkan informasi bahwa terdapat

peningkatan penjualan untuk produk fashion yang

bukan merupakan produksi masal.

Berbeda dengan industri skala besar dan sedang, pada

industri skala mikro dan kecil perlambatan berasal dari

industri makanan dan minuman, serta kayu dan barang

dari kayu. Sementara itu, industri pengolahan

tembakau mengalami perbaikan.

Seiring dengan melemahnya perekonomian domestik

dan global, khususnya pada triwulan I sampai III, kinerja

industri pengolahan secara keseluruhan tahun 2015

mengalami perlambatan. Bersamaan dengan itu,

penguatan nilai Dolar AS yang terjadi pada triwulan II

dan III juga menghambat kinerja industri pengolahan

lebih jauh, dikarenakan tingginya konten impor. Pada

tahun 2015 lapangan usaha ini tumbuh

4,6% (yoy), melambat dari pertumbuhan 6,6%

(yoy) pada tahun sebelumnya.

1.3.4. KonstruksiLapangan usaha konstruksi tumbuh meningkat

menjadi 7,4% (yoy) pada triwulan IV, lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan III yang sebesar

7,1% (yoy). Perbaikan kinerja ini juga sejalan dengan

hasil SKDU, SBT kegiatan usaha konstruksi triwulan

laporan tercatat meningkat, menjadi 1,49%, dari

0,99% pada triwulan yang lalu.

Meningkatnya aktivitas pembangunan tercermin dari

pertumbuhan konsumsi semen yang meningkat pesat

pada triwulan laporan, yaitu menjadi 9,18% (yoy), dari

pertumbuhan triwulan III yang sebesar 4,84% (yoy).

Meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha

konstruksi terutama bersumber dari realisasi proyek

infrastruktur pemerintah. Pada tahun 2015 ini,

infrastruktur menjadi salah satu fokus utama

pemerintah. Beberapa proyek infrastruktur besar yang

dilaksanakan di Jawa Tengah antara lain pembangunan

jalan tol, revitalisasi pelabuhan Tanjung Mas,

pembangunan PLTU, dan beberapa infrastruktur

pertanian seperti waduk dan irigasi.

Selain proyek-proyek besar seperti di atas, pada tahun

ini Pemerintah juga menyalurkan dana desa yang juga

menjadi sumber pertumbuhan konstruksi. Berdasarkan

hasil focused group discussion dengan pihak terkait,

dana desa utamanya (±95%) digunakan untuk

pembangunan infrastruktur, seperti perbaikan jalan

atau pembangunan infrastruktur pertanian.

Berdasarkan pencatatan 8 Januari 2016, realisasi dana

desa 2015 tercatat 95,57%.

Namun demikian, peningkatan pertumbuhan tidak

tampak pada penyaluran kredit perbankan untuk

lapangan usaha ini. Walaupun masih berada di level

yang tinggi, kredit perbankan pada lapangan usaha

konstruksi melambat pada tingkat 14,35% (yoy),

setelah mencatatkan pertumbuhan 20,47% (yoy) pada

triwulan sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa

terdapat sumber lain dalam pendanaan proyek-proyek

konstruksi, seperti modal asing, dan anggaran

pemerintah.

Walaupun pertumbuhan kredit konstruksi mengalami

perlambatan, kualitas kredit tersebut mengalami

perbaikan. Rasio NPL kredit konstruksi turun dari

2,80% pada triwulan III menjadi 2,54% pada triwulan

IV. Kualitas kredit yang meningkat ini menggambarkan

membaiknya kinerja dari proyek pembangunan yang

didanai.

28 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

29

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

2.400

2.200

2.000

1.800

1.600

1.200

1.000

800

Sumber: Kemenperin & Kemendag, diolah

PERTUMBUHAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN

%, YOYRIBU TON

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.70 Perkembangan Konsumsi Semen

IV

16

14

12

10

8

6

4

2

0

-2

-4

%, YOY

Grafik 1.71 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

NPL KONSTRUKSI - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT KONSTRUKSI

%

0

1

1

2

2

3

3

4

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Pada sisi swasta, salah satu penyumbang pertumbuhan

lapangan usaha konstruksi adalah pembangunan

rumah tinggal. Berdasarkan hasil Survei Harga Properti

Residensial (SHPR) yang dilakukan Bank Indonesia,

pada triwulan laporan terdapat 472 rumah yang

sedang dibangun, angka ini lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 457 rumah.

Namun, jumlah pembangunan ini tidak setinggi

periode yang sama pada tahun sebelumnya yang

mencapai 901 rumah.

Pada triwulan ini, meningkatnya pembangunan rumah

baru berasal dari rumah dengan tipe kecil, yaitu dari

214 unit menjadi 250 unit . Sementara i tu,

pembangunan rumah untuk tipe besar juga mengalami

peningkatan walaupun dengan level lebih moderat

dibandingkan rumah tipe kecil, yaitu dari 70 unit

menjadi 72 unit. Sebaliknya, pembangunan rumah tipe

menengah justru mengalami penurunan menjadi 150

unit dari 173 unit.

Berdasarkan hasil kegiatan liaison diperoleh informasi

bahwa salah satu program yang mendorong

pertumbuhan konstruksi tempat tinggal adalah

program pembangunan satu juta rumah dari

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Sejalan dengan komitmen pemerintah untuk fokus

pada pembangunan infrastruktur pada tahun ini,

pertumbuhan kinerja lapangan usaha konstruksi

mengalami peningkatan dari 4,4% (yoy) pada tahun

2014 menjadi 6,0% (yoy) pada tahun 2015.

UNIT

TIPE KECILTIPE MENENGAHTIPE BESAR

I II III IV I II2014 2015

III

Grafik 1.72 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)

IV

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

Grafik 1.73Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan PDRB Konstruksi Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20153.0

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

SUPLEMEN I

Provinsi Jawa Tengah merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari sejarah perkembangan perkeretaapian

di Indonesia. Sejarah berawal dari pembangunan jalan

Kereta Api (KA) pertama di desa Kemijen, Jawa Tengah,

pada hari Jumat tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur

Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den

Beele. Pembangunan jalan kereta api tersebut

diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch

Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang

dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa

Tanggung (26 Km).

Pembangunan jalan kereta api terus dilakukan sejak saat

itu, sehingga pada tanggal 10 Februari 1870 terdapat

jalan kereta yang dapat menghubungkan kota Semarang

- Surakarta sepanjang 110 km. Keberhasilan tersebut

mendorong minat para investor lain untuk membangun

jalan KA di berbagai daerah lainnya sehingga

menyebabkan pertumbuhan panjang jalan rel KA antara

1864 - 1900 meningkat dengan pesat. Panjang rel KA

pada tahun 1867 tercatat sepanjang 25 Km, sementara 3

tahun kemudian meningkat menjadi 110 Km, pada

tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi

1.427 km, dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km

(Sumber: Situs PT Kereta Api Indonesia).

Saat ini, tidak seluruh rel kereta api yang telah dibangun

pada masa lalu aktif digunakan. Hal tersebut disebabkan

oleh beberapa faktor, mulai dari rel-rel yang rusak dan

hilang pascaperang kemerdekaan, maupun deaktivasi

rute karena dianggap kurang menguntungkan secara

ekonomis pada saat itu. Namun demikian, pertumbuhan

ekonomi yang terjadi hingga saat ini menyebabkan

kebutuhan akan tersedianya moda transportasi yang

lebih massal dan terintegrasi semakin tinggi.

Berkembangnya pusat-pusat perekonomian baru juga

membutuhkan adanya perluasan dari jangkauan kereta

api sebagai salah satu moda transportasi masal.

Dalam kaitannya sebagai moda transportas i ,

pemanfaatan kereta api sebagai wahana distribusi

barang (kargo) telah secara intensif digalakkan di

berbagai negara. Bahkan, beberapa negara maju telah

menyusun berbagai peraturan yang secara khusus

mendukung operasional kereta api dan membatasi

penggunaan truk untuk dipergunakan sebagai moda

transportasi kargo (Hyoung-Gi Kim, dkk. 2011,

“Efficiency of the modal shift and environmental policy

on the Korean railroad”).

Studi kali ini mencoba untuk menganalisis efisiensi biaya

penggunaan moda kereta api dalam mendukung

distribusi bahan pangan di Jawa Tengah. Namun

demikian, berdasarkan hasil Focus Group Discussion

(FGD) antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Jawa Tengah dengan beberapa pihak terkait, diperoleh

hasil bahwa pemanfaatan kereta api sebagai moda

distribusi perdagangan bahan pangan untuk saat ini

masih belum efisien. FGD tersebut melibatkan berbagai

pihak yang terkait dengan sistem logistik Jawa Tengah

mulai dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait,

BUMN seperti PT KAI DAOP IV Semarang dan PT Pelindo

III Tanjung Mas serta Terminal Peti Kemas Semarang

(TPKS), hingga beberapa asosiasi terkait seperti Asosiasi

Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI). Berdasarkan

hasil FGD tersebut, diperoleh beberapa kendala yang

terdapat dalam pemanfaatan kereta api sebagai moda

distribusi perdagangan bahan pangan untuk saat ini,

diantaranya:

PERANAN KERETA API DALAM SISTEM LOGISTIK PANGANJAWA TENGAH

1.

2.

Biaya cenderung akan lebih mahal, karena biaya

transportasi menjadi dua kali lipat, yakni untuk feeder

ke stasiun kereta api dan biaya angkut kereta api.

Feeder dari sentra produksi masih belum tersedia,

demikian halnya untuk feeder menuju tempat

penjualan komoditas pangan/ternak.

30 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

31PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

2.400

2.200

2.000

1.800

1.600

1.200

1.000

800

Sumber: Kemenperin & Kemendag, diolah

PERTUMBUHAN - SKALA KANANKONSUMSI SEMEN

%, YOYRIBU TON

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Grafik 1.70 Perkembangan Konsumsi Semen

IV

16

14

12

10

8

6

4

2

0

-2

-4

%, YOY

Grafik 1.71 Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV

NPL KONSTRUKSI - SKALA KANANPERTUMBUHAN KREDIT KONSTRUKSI

%

0

1

1

2

2

3

3

4

0

5

10

15

20

25

30

35

40

Pada sisi swasta, salah satu penyumbang pertumbuhan

lapangan usaha konstruksi adalah pembangunan

rumah tinggal. Berdasarkan hasil Survei Harga Properti

Residensial (SHPR) yang dilakukan Bank Indonesia,

pada triwulan laporan terdapat 472 rumah yang

sedang dibangun, angka ini lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 457 rumah.

Namun, jumlah pembangunan ini tidak setinggi

periode yang sama pada tahun sebelumnya yang

mencapai 901 rumah.

Pada triwulan ini, meningkatnya pembangunan rumah

baru berasal dari rumah dengan tipe kecil, yaitu dari

214 unit menjadi 250 unit . Sementara i tu,

pembangunan rumah untuk tipe besar juga mengalami

peningkatan walaupun dengan level lebih moderat

dibandingkan rumah tipe kecil, yaitu dari 70 unit

menjadi 72 unit. Sebaliknya, pembangunan rumah tipe

menengah justru mengalami penurunan menjadi 150

unit dari 173 unit.

Berdasarkan hasil kegiatan liaison diperoleh informasi

bahwa salah satu program yang mendorong

pertumbuhan konstruksi tempat tinggal adalah

program pembangunan satu juta rumah dari

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Sejalan dengan komitmen pemerintah untuk fokus

pada pembangunan infrastruktur pada tahun ini,

pertumbuhan kinerja lapangan usaha konstruksi

mengalami peningkatan dari 4,4% (yoy) pada tahun

2014 menjadi 6,0% (yoy) pada tahun 2015.

UNIT

TIPE KECILTIPE MENENGAHTIPE BESAR

I II III IV I II2014 2015

III

Grafik 1.72 Perkembangan Rumah yang Dibangun (SHPR)

IV

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

Grafik 1.73Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Pertumbuhan PDRB Konstruksi Tahun 2011 - 2015

2011 2011 2011 2011

%, YOY

20153.0

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

SUPLEMEN I

Provinsi Jawa Tengah merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari sejarah perkembangan perkeretaapian

di Indonesia. Sejarah berawal dari pembangunan jalan

Kereta Api (KA) pertama di desa Kemijen, Jawa Tengah,

pada hari Jumat tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur

Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den

Beele. Pembangunan jalan kereta api tersebut

diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch

Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang

dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa

Tanggung (26 Km).

Pembangunan jalan kereta api terus dilakukan sejak saat

itu, sehingga pada tanggal 10 Februari 1870 terdapat

jalan kereta yang dapat menghubungkan kota Semarang

- Surakarta sepanjang 110 km. Keberhasilan tersebut

mendorong minat para investor lain untuk membangun

jalan KA di berbagai daerah lainnya sehingga

menyebabkan pertumbuhan panjang jalan rel KA antara

1864 - 1900 meningkat dengan pesat. Panjang rel KA

pada tahun 1867 tercatat sepanjang 25 Km, sementara 3

tahun kemudian meningkat menjadi 110 Km, pada

tahun 1880 mencapai 405 Km, tahun 1890 menjadi

1.427 km, dan pada tahun 1900 menjadi 3.338 km

(Sumber: Situs PT Kereta Api Indonesia).

Saat ini, tidak seluruh rel kereta api yang telah dibangun

pada masa lalu aktif digunakan. Hal tersebut disebabkan

oleh beberapa faktor, mulai dari rel-rel yang rusak dan

hilang pascaperang kemerdekaan, maupun deaktivasi

rute karena dianggap kurang menguntungkan secara

ekonomis pada saat itu. Namun demikian, pertumbuhan

ekonomi yang terjadi hingga saat ini menyebabkan

kebutuhan akan tersedianya moda transportasi yang

lebih massal dan terintegrasi semakin tinggi.

Berkembangnya pusat-pusat perekonomian baru juga

membutuhkan adanya perluasan dari jangkauan kereta

api sebagai salah satu moda transportasi masal.

Dalam kaitannya sebagai moda transportas i ,

pemanfaatan kereta api sebagai wahana distribusi

barang (kargo) telah secara intensif digalakkan di

berbagai negara. Bahkan, beberapa negara maju telah

menyusun berbagai peraturan yang secara khusus

mendukung operasional kereta api dan membatasi

penggunaan truk untuk dipergunakan sebagai moda

transportasi kargo (Hyoung-Gi Kim, dkk. 2011,

“Efficiency of the modal shift and environmental policy

on the Korean railroad”).

Studi kali ini mencoba untuk menganalisis efisiensi biaya

penggunaan moda kereta api dalam mendukung

distribusi bahan pangan di Jawa Tengah. Namun

demikian, berdasarkan hasil Focus Group Discussion

(FGD) antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Jawa Tengah dengan beberapa pihak terkait, diperoleh

hasil bahwa pemanfaatan kereta api sebagai moda

distribusi perdagangan bahan pangan untuk saat ini

masih belum efisien. FGD tersebut melibatkan berbagai

pihak yang terkait dengan sistem logistik Jawa Tengah

mulai dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait,

BUMN seperti PT KAI DAOP IV Semarang dan PT Pelindo

III Tanjung Mas serta Terminal Peti Kemas Semarang

(TPKS), hingga beberapa asosiasi terkait seperti Asosiasi

Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI). Berdasarkan

hasil FGD tersebut, diperoleh beberapa kendala yang

terdapat dalam pemanfaatan kereta api sebagai moda

distribusi perdagangan bahan pangan untuk saat ini,

diantaranya:

PERANAN KERETA API DALAM SISTEM LOGISTIK PANGANJAWA TENGAH

1.

2.

Biaya cenderung akan lebih mahal, karena biaya

transportasi menjadi dua kali lipat, yakni untuk feeder

ke stasiun kereta api dan biaya angkut kereta api.

Feeder dari sentra produksi masih belum tersedia,

demikian halnya untuk feeder menuju tempat

penjualan komoditas pangan/ternak.

30 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

31PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL

SUPLEMEN I

Untuk mengonfirmasi hasil FGD tersebut, dalam studi

kali ini akan disusun suatu simulasi pemodelan jaringan

transportasi perdagangan beras antar daerah dari Jawa

Tengah dengan menggunakan mode transportasi truk

dan kereta api. Studi kasus yang dipilih dalam studi kali

ini adalah distribusi beras dari 5 sentra beras utama di

Jawa Tengah menuju DKI Jakarta sebagai salah satu

tujuan ekspor antardaerah beras utama. Model disusun

dengan menggunakan algoritma rute terpendek

(shortest route) dalam menentukan solusi optimal dari

model distribusi beras Jawa Tengah menuju DKI Jakarta.

Model rute terpendek adalah suatu model matematis

dari kasus jaringan yang dapat digunakan untuk

menentukan jarak terpendek dari berbagai pilihan rute

yang tersedia. Dalam penerapannya di berbagai kasus

jaringan maupun transportasi yang ada, istilah rute tidak

harus selalu terkait dengan jarak. Istilah “jarak” tersebut

dapat diganti dengan biaya ataupun waktu. Pada studi

kasus kali ini istilah “jarak” diganti dengan biaya

transportasi, sesuai dengan tujuan awal penulisan yakni

menganalisis efisiensi biaya transportasi moda kereta api

dalam mendukung distribusi bahan pangan di Jawa

Tengah.

Berikut merupakan representasi dari jaringan distribusi

beras Jawa Tengah dari lima sentra beras utama Jawa

Tengah yakni Cilacap, Brebes, Demak, Grobogan, dan

Sragen:

1. JAK : DKI Jakarta

2. BRE : Kabupaten Brebes

3. CIL : Kabupaten Cilacap

4. DEM : Kabupaten Demak

5. GRO : Kabupaten Demak

6. SRA : Kabupaten Sragen

7. St. JAK : Stasiun Kereta Api DKI Jakarta

8. St. BRE : Stasiun Brebes

9. St. SRA : Stasiun Sragen

10. St. SEM : Stasiun Semarang

11. : Jalur Transportasi Truk

12. - - - - - - - : Jalur Rel Kereta Api

Gambar 1. Diagram Sistem Distribusi Berasdari Sentra Beras Utama Jawa Tengah Menuju DKI Jakarta

SUPLEMEN I

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan untuk

memecahkan pemodelan shortest path tersebut,

diperoleh suatu solusi optimal pemilihan rute distribusi

pengiriman beras dari Jawa Tengah menuju DKI Jakarta

sebagai berikut:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Biaya transportasi yang digunakan merupakan biaya

transportasi bahan pangan per kilogram.

Sentra penghasil beras tidak ada yang berada di

sekitar stasiun kereta api, sehingga diperlukan biaya

angkut dalam kota dari sentra beras menuju stasiun

kereta api.

Tujuan distribusi yang terletak di DKI Jakarta tidak

terletak di sekitar stasiun kereta api, sehingga masih

diperlukan biaya angkut dari stasiun kereta api

menuju tempat penampungan beras.

Biaya transportasi dengan menggunakan moda

kereta api dihitung dengan mengasumsikan bahwa

kapasitas angkut kereta api digunakan sepenuhnya

(kereta dalam kondisi penuh).

Muatan kereta dari dan ke Jawa Tengah harus selalu

terisi, sehingga biaya transportasi dapat menjadi

minimal.

Biaya bongkar muat tidak signifikan.

Sementara itu, berdasarkan hasil FGD serta analisis

pemodelan matematis pada bagian sebelumnya

diperoleh beberapa pengembangan yang perlu

dilakukan agar kereta api menjadi efisien untuk

pengiriman bahan pangan. Beberapa pengembangan

tersebut diantaranya:

Biaya transportasi antar titik merupakan biaya

transportasi per kilogram, dan dihitung dengan

menggunakan data yang berasal dari Organda serta PT

KAI DAOP 4 Semarang. Adapun beberapa asumsi yang

digunakan dalam pemodelan tersebut adalah sebagai

berikut: Gambar 2. Solusi Permasalahan Rute Terpendek Sistem Distribusi Berasdari Sentra Beras Utama Jawa Tengah Menuju DKI Jakarta

+

+

Rute dengan panah berwarna hijau merupakan

solusi optimal (rute dengan biaya paling kecil).

Garis yang terputus-putus merupakan jalur rel

kereta api.

Keterangan:

Dengan memperhatikan hasil dari pemodelan

tersebut, diperoleh beberapa hasil sebagai berikut:

1.

2.

3.

Moda transportasi dengan menggunakan

kereta api lebih efisien untuk digunakan dalam

mengangkut barang/bahan pangan dengan

jarak yang jauh.

Moda transportasi truk cenderung lebih efisien

digunakan untuk jarak dekat atau sedang.

Biaya transportasi dalam kota dari sentra

pangan menuju stasiun kereta api merupakan

komponen biaya yang cukup besar, sehingga

cenderung mengakibatkan biaya transportasi

dengan menggunakan kereta api menjadi tidak

efisien.

1.

2.

3.

Biaya cenderung akan lebih mahal, karena biaya

transportasi menjadi dua kali lipat, yakni untuk feeder

ke stasiun kereta api dan biaya angkut kereta api.

Feeder dari sentra produksi masih belum tersedia,

demikian halnya untuk feeder menuju tempat

penjualan komoditas pangan/ternak.

Terdapat biaya tambahan untuk melakukan bongkar

muat komoditas pangan/ternak di stasiun kereta api,

sementara infrastruktur untuk melakukan bongkar

muat komoditas pangan/ternak di stasiun kereta api

juga masih belum memadai.

1.

2.

3.

Penyediaan feeder untuk membawa hasil panen

bahan pangan dari sentra produksi menuju stasiun

kereta api.

Pengaturan jadwal panen yang disesuaikan dengan

kapasitas angkut kereta api, sehingga kereta tidak

kelebihan muatan ataupun kosong di waktu-waktu

tertentu.

Penyediaan infrastruktur pengangkutan bahan

ternak, seperti fasilitas karantina maupun cold storage

untuk mengangkut bahan pangan yang mudah rusak

seperti cabai ataupun daging potong.

32 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 33PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

SUPLEMEN I

Untuk mengonfirmasi hasil FGD tersebut, dalam studi

kali ini akan disusun suatu simulasi pemodelan jaringan

transportasi perdagangan beras antar daerah dari Jawa

Tengah dengan menggunakan mode transportasi truk

dan kereta api. Studi kasus yang dipilih dalam studi kali

ini adalah distribusi beras dari 5 sentra beras utama di

Jawa Tengah menuju DKI Jakarta sebagai salah satu

tujuan ekspor antardaerah beras utama. Model disusun

dengan menggunakan algoritma rute terpendek

(shortest route) dalam menentukan solusi optimal dari

model distribusi beras Jawa Tengah menuju DKI Jakarta.

Model rute terpendek adalah suatu model matematis

dari kasus jaringan yang dapat digunakan untuk

menentukan jarak terpendek dari berbagai pilihan rute

yang tersedia. Dalam penerapannya di berbagai kasus

jaringan maupun transportasi yang ada, istilah rute tidak

harus selalu terkait dengan jarak. Istilah “jarak” tersebut

dapat diganti dengan biaya ataupun waktu. Pada studi

kasus kali ini istilah “jarak” diganti dengan biaya

transportasi, sesuai dengan tujuan awal penulisan yakni

menganalisis efisiensi biaya transportasi moda kereta api

dalam mendukung distribusi bahan pangan di Jawa

Tengah.

Berikut merupakan representasi dari jaringan distribusi

beras Jawa Tengah dari lima sentra beras utama Jawa

Tengah yakni Cilacap, Brebes, Demak, Grobogan, dan

Sragen:

1. JAK : DKI Jakarta

2. BRE : Kabupaten Brebes

3. CIL : Kabupaten Cilacap

4. DEM : Kabupaten Demak

5. GRO : Kabupaten Demak

6. SRA : Kabupaten Sragen

7. St. JAK : Stasiun Kereta Api DKI Jakarta

8. St. BRE : Stasiun Brebes

9. St. SRA : Stasiun Sragen

10. St. SEM : Stasiun Semarang

11. : Jalur Transportasi Truk

12. - - - - - - - : Jalur Rel Kereta Api

Gambar 1. Diagram Sistem Distribusi Berasdari Sentra Beras Utama Jawa Tengah Menuju DKI Jakarta

SUPLEMEN I

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan untuk

memecahkan pemodelan shortest path tersebut,

diperoleh suatu solusi optimal pemilihan rute distribusi

pengiriman beras dari Jawa Tengah menuju DKI Jakarta

sebagai berikut:

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Biaya transportasi yang digunakan merupakan biaya

transportasi bahan pangan per kilogram.

Sentra penghasil beras tidak ada yang berada di

sekitar stasiun kereta api, sehingga diperlukan biaya

angkut dalam kota dari sentra beras menuju stasiun

kereta api.

Tujuan distribusi yang terletak di DKI Jakarta tidak

terletak di sekitar stasiun kereta api, sehingga masih

diperlukan biaya angkut dari stasiun kereta api

menuju tempat penampungan beras.

Biaya transportasi dengan menggunakan moda

kereta api dihitung dengan mengasumsikan bahwa

kapasitas angkut kereta api digunakan sepenuhnya

(kereta dalam kondisi penuh).

Muatan kereta dari dan ke Jawa Tengah harus selalu

terisi, sehingga biaya transportasi dapat menjadi

minimal.

Biaya bongkar muat tidak signifikan.

Sementara itu, berdasarkan hasil FGD serta analisis

pemodelan matematis pada bagian sebelumnya

diperoleh beberapa pengembangan yang perlu

dilakukan agar kereta api menjadi efisien untuk

pengiriman bahan pangan. Beberapa pengembangan

tersebut diantaranya:

Biaya transportasi antar titik merupakan biaya

transportasi per kilogram, dan dihitung dengan

menggunakan data yang berasal dari Organda serta PT

KAI DAOP 4 Semarang. Adapun beberapa asumsi yang

digunakan dalam pemodelan tersebut adalah sebagai

berikut: Gambar 2. Solusi Permasalahan Rute Terpendek Sistem Distribusi Berasdari Sentra Beras Utama Jawa Tengah Menuju DKI Jakarta

+

+

Rute dengan panah berwarna hijau merupakan

solusi optimal (rute dengan biaya paling kecil).

Garis yang terputus-putus merupakan jalur rel

kereta api.

Keterangan:

Dengan memperhatikan hasil dari pemodelan

tersebut, diperoleh beberapa hasil sebagai berikut:

1.

2.

3.

Moda transportasi dengan menggunakan

kereta api lebih efisien untuk digunakan dalam

mengangkut barang/bahan pangan dengan

jarak yang jauh.

Moda transportasi truk cenderung lebih efisien

digunakan untuk jarak dekat atau sedang.

Biaya transportasi dalam kota dari sentra

pangan menuju stasiun kereta api merupakan

komponen biaya yang cukup besar, sehingga

cenderung mengakibatkan biaya transportasi

dengan menggunakan kereta api menjadi tidak

efisien.

1.

2.

3.

Biaya cenderung akan lebih mahal, karena biaya

transportasi menjadi dua kali lipat, yakni untuk feeder

ke stasiun kereta api dan biaya angkut kereta api.

Feeder dari sentra produksi masih belum tersedia,

demikian halnya untuk feeder menuju tempat

penjualan komoditas pangan/ternak.

Terdapat biaya tambahan untuk melakukan bongkar

muat komoditas pangan/ternak di stasiun kereta api,

sementara infrastruktur untuk melakukan bongkar

muat komoditas pangan/ternak di stasiun kereta api

juga masih belum memadai.

1.

2.

3.

Penyediaan feeder untuk membawa hasil panen

bahan pangan dari sentra produksi menuju stasiun

kereta api.

Pengaturan jadwal panen yang disesuaikan dengan

kapasitas angkut kereta api, sehingga kereta tidak

kelebihan muatan ataupun kosong di waktu-waktu

tertentu.

Penyediaan infrastruktur pengangkutan bahan

ternak, seperti fasilitas karantina maupun cold storage

untuk mengangkut bahan pangan yang mudah rusak

seperti cabai ataupun daging potong.

32 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 33PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

SUPLEMEN I

Secara umum, pemanfaatan kereta api sebagai moda

transportasi bahan pangan memiliki potensi yang besar

untuk dapat dilaksanakan dalam rangka menghemat

biaya transportasi, namun untuk saat ini terbilang masih

belum cukup efisien serta memiliki beberapa hambatan.

Namun demikian, apabila kapasitas produksi pangan

sudah semakin besar dan frekuensi distribusi semakin

tinggi, pemanfaatan kereta api sebagai moda

transportasi bahan pangan dapat menjadi salah satu

solusi yang efektif dan juga efisien.

4. Penyediaan sistem informasi kereta api yang dapat

menginformasikan jadwal perjalanan kereta api dan

kapasitas yang tersedia. Dengan demikian,

dimungkinkan kapasitas kereta api akan penuh baik

untuk perjalanan dari sentra produksi ke konsumen

maupun sebaliknya.

SUPLEMEN IIIMPLEMENTASI MODERN FARMING

SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PERTANIAN

Kegiatan konsolidasi lahan berhasil dilaksanakan dan

d i t e m p u h d e n g a n c a r a m e n g h i l a n g k a n

pematang/pembatas petak sawah sehingga ukuran

petak menjadi lebih luas yaitu sekitar 3 s.d. 4 Ha per

petak, dari semula hanya sebesar 0,4 Ha/petak.

Sementara itu, upaya yang dilakukan untuk penguatan

kelembagaan adalah pembentukan Unit Penyewaan Jasa

Alsintan (UPJA) “Bagyo Mulyo” yang merupakan salah

satu unit dalam struktur kepengurusan Gabungan

Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Mandiri. Saat ini UPJA

Bagyo Mulyo baru fokus pada kegiatan penyewaan jasa

alsintan kepada para anggota, dan pembuatan pupuk

organik dengan memanfaatkan sapi, rumah kompos,

dan Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) bantuan

dari Kementerian Pertanian.

Pilot Project implementasi modern farming di Desa

Dalangan yang dikelola oleh UPJA Bagyo Mulyo telah

member ikan dampak yang pos i t i f te rhadap

pengembangan usaha pertanian padi di daerah tersebut.

Tujuan yang ingin dicapai melalui penerapan teknologi

terbaru di sektor pertanian yaitu peningkatan

produktivitas dan efisiensi usaha pertanian yang mulai

dirasakan oleh para petani di kelompok tersebut.

Produktivitas hasil panen padi mengalami peningkatan

sekitar 1,4 ton per hektar, atau naik sekitar 19% dari

rata-rata 7,3 ton/Ha menjadi 8,7 ton/Ha. Efisiensi juga

Seiring dengan adanya kemajuan teknologi di berbagai

bidang, sektor pertanian saat ini sudah mulai

mengimplementasikan penggunaan teknologi terbaru

dalam kegiatan operasionalnya, yang sering disebut

dengan istilah modern farming. Pengembangan modern

farming menitikberatkan pada segi peningkatan

produktivitas dan efisiensi. Secara umum, modern

farming yang dahulu lebih dikenal sebagai corporate

farming merupakan salah satu upaya pengembangan

sistem pertanian dengan menerapkan cara panggarapan

lahan yang relatif luas secara bersama-sama dalam satu

sistem pengelolaan oleh sebuah perusahaan/korporasi,

koperasi, kelompok tani atau gabungan kelompok tani.

Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu daerah di

Provinsi Jawa Tengah yang menjadi pilot project

pengembangan modern farming oleh Kementerian

Pertanian. Pilot project tersebut mulai dilaksanakan sejak

bulan Desember 2014 di Desa Dalangan, Kecamatan

Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo dengan luas lahan

170 Ha dan jumlah petani anggota sebanyak 293 orang.

Implementasi modern farming di desa tersebut

menggunakan konsep corporate farming dengan

kegiatan sebagai berikut:

-

-

-

-

-

-

-

Konsolidasi lahan.

Pemakaian alat dan mesin pertanian (alsintan) mulai

dari mengolah tanah sampai dengan memanen.

Penguatan kelembagaan.

Kelengkapan administrasi.

Pembuatan areal dapog (rancangan pesemaian

khusus dengan menggunakan mesin penanam

padi/rice transplanter).

Pembuatan regu pengendalian OPT (Organisme

Pengganggu Tanaman).

Pembuatan pupuk organik.

PERSEWAAN TRAKTOR

PENJUALAN BENIH

PERSEWAAN(RICE TRANSPLANTER)

PERSEWAAN MESIN PENEN(COMBINE HARVESTER)

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Gambar 1. Jenis Usaha UPJA Bagyo Mulyo Gapoktan Tani Mandiri,Ds. Dalangan, Kec. Tawangsari, Kab. Sukoharjo

34 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 35PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

SUPLEMEN I

Secara umum, pemanfaatan kereta api sebagai moda

transportasi bahan pangan memiliki potensi yang besar

untuk dapat dilaksanakan dalam rangka menghemat

biaya transportasi, namun untuk saat ini terbilang masih

belum cukup efisien serta memiliki beberapa hambatan.

Namun demikian, apabila kapasitas produksi pangan

sudah semakin besar dan frekuensi distribusi semakin

tinggi, pemanfaatan kereta api sebagai moda

transportasi bahan pangan dapat menjadi salah satu

solusi yang efektif dan juga efisien.

4. Penyediaan sistem informasi kereta api yang dapat

menginformasikan jadwal perjalanan kereta api dan

kapasitas yang tersedia. Dengan demikian,

dimungkinkan kapasitas kereta api akan penuh baik

untuk perjalanan dari sentra produksi ke konsumen

maupun sebaliknya.

SUPLEMEN IIIMPLEMENTASI MODERN FARMING

SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PERTANIAN

Kegiatan konsolidasi lahan berhasil dilaksanakan dan

d i t e m p u h d e n g a n c a r a m e n g h i l a n g k a n

pematang/pembatas petak sawah sehingga ukuran

petak menjadi lebih luas yaitu sekitar 3 s.d. 4 Ha per

petak, dari semula hanya sebesar 0,4 Ha/petak.

Sementara itu, upaya yang dilakukan untuk penguatan

kelembagaan adalah pembentukan Unit Penyewaan Jasa

Alsintan (UPJA) “Bagyo Mulyo” yang merupakan salah

satu unit dalam struktur kepengurusan Gabungan

Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Mandiri. Saat ini UPJA

Bagyo Mulyo baru fokus pada kegiatan penyewaan jasa

alsintan kepada para anggota, dan pembuatan pupuk

organik dengan memanfaatkan sapi, rumah kompos,

dan Unit Pengolahan Pupuk Organik (UPPO) bantuan

dari Kementerian Pertanian.

Pilot Project implementasi modern farming di Desa

Dalangan yang dikelola oleh UPJA Bagyo Mulyo telah

member ikan dampak yang pos i t i f te rhadap

pengembangan usaha pertanian padi di daerah tersebut.

Tujuan yang ingin dicapai melalui penerapan teknologi

terbaru di sektor pertanian yaitu peningkatan

produktivitas dan efisiensi usaha pertanian yang mulai

dirasakan oleh para petani di kelompok tersebut.

Produktivitas hasil panen padi mengalami peningkatan

sekitar 1,4 ton per hektar, atau naik sekitar 19% dari

rata-rata 7,3 ton/Ha menjadi 8,7 ton/Ha. Efisiensi juga

Seiring dengan adanya kemajuan teknologi di berbagai

bidang, sektor pertanian saat ini sudah mulai

mengimplementasikan penggunaan teknologi terbaru

dalam kegiatan operasionalnya, yang sering disebut

dengan istilah modern farming. Pengembangan modern

farming menitikberatkan pada segi peningkatan

produktivitas dan efisiensi. Secara umum, modern

farming yang dahulu lebih dikenal sebagai corporate

farming merupakan salah satu upaya pengembangan

sistem pertanian dengan menerapkan cara panggarapan

lahan yang relatif luas secara bersama-sama dalam satu

sistem pengelolaan oleh sebuah perusahaan/korporasi,

koperasi, kelompok tani atau gabungan kelompok tani.

Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu daerah di

Provinsi Jawa Tengah yang menjadi pilot project

pengembangan modern farming oleh Kementerian

Pertanian. Pilot project tersebut mulai dilaksanakan sejak

bulan Desember 2014 di Desa Dalangan, Kecamatan

Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo dengan luas lahan

170 Ha dan jumlah petani anggota sebanyak 293 orang.

Implementasi modern farming di desa tersebut

menggunakan konsep corporate farming dengan

kegiatan sebagai berikut:

-

-

-

-

-

-

-

Konsolidasi lahan.

Pemakaian alat dan mesin pertanian (alsintan) mulai

dari mengolah tanah sampai dengan memanen.

Penguatan kelembagaan.

Kelengkapan administrasi.

Pembuatan areal dapog (rancangan pesemaian

khusus dengan menggunakan mesin penanam

padi/rice transplanter).

Pembuatan regu pengendalian OPT (Organisme

Pengganggu Tanaman).

Pembuatan pupuk organik.

PERSEWAAN TRAKTOR

PENJUALAN BENIH

PERSEWAAN(RICE TRANSPLANTER)

PERSEWAAN MESIN PENEN(COMBINE HARVESTER)

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

Gambar 1. Jenis Usaha UPJA Bagyo Mulyo Gapoktan Tani Mandiri,Ds. Dalangan, Kec. Tawangsari, Kab. Sukoharjo

34 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 35PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

SUPLEMEN III

meningkat yang tercermin dari penurunan biaya

produksi sekitar 7% hingga mencapai Rp750.000,00/Ha

dari biaya semula sebesar Rp11 juta/Ha. Pengurangan

biaya terutama bersumber dari komponen biaya

pengolahan tanah yang berkurang karena petani tidak

perlu mengeluarkan biaya perbaikan pematang.

Namun demikian, dalam perkembangannya hingga saat

ini masih terdapat beberapa kendala. Kondisi permukaan

lahan/petak besar yang miring membuat aliran air

menjadi tidak merata di hamparan seluas 3 s.d. 4 Ha.

Untuk menjaga agar pasokan air di seluruh sisi petak

tetap merata, maka para petani kembali membuat

pematang dengan ukuran yang lebih kecil sehingga

terbentuk petak sawah berukuran yang lebih kecil (0,4

Ha). Selain permasalahan tersebut, keterbatasan modal

yang dimiliki UPJA saat ini juga menghambat UPJA untuk

dapat mengambil alih seluruh kegiatan usaha dari petani

anggotanya sebagaimana konsep corporate farming

yang ideal. Usaha penyewaan Alsintan oleh UPJA juga

belum maksimal terutama penggunaan mesin penanam

padi (rice transplanter) karena kepemilikan sarana

pendukungnya yaitu alat pembuat pesemaian (dapog)

jumlahnya belum seimbang dengan kebutuhan.

a.

b.

c.

Pendampingan manajerial usaha pada pengelola UPJA

dan fasilitasi akses permodalan untuk memperkuat

modal UPJA sehingga dapat mengelola kegiatan

usaha tani anggotanya secara menyeluruh dari proses

produksi hingga pasca panen padi.

Konsolidasi lahan dengan memperhatikan kemiringan

permukaan petak agar pasokan air irigasi tetap terjaga

dan merata di seluruh sisi petak.

Fasilitasi dari instansi-instansi terkait antara lain berupa

pemberian bantuan alsintan agar proses mekanisasi

pertanian dapat berjalan secara lebih optimal.

Mempertimbangkan adanya manfaat yang besar

dengan adanya penerapan modern farming dalam usaha

pertanian terutama untuk peningkatan produktivitas

dan efisiensi biaya, maka perlu dilakukan upaya-upaya

agar kendala yang dihadapi dapat teratasi, antara lain

melalui langkah berikut :

SUPLEMEN II

dimana 4.336 pesantren atau 15,9 persennya berada di

Jawa Tengah. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa

Jawa Tengah memiliki potensi yang besar dalam

mengembangkan ekonomi daerah melalui kemandirian

ekonomi pondok Pesantren. Tidak hanya itu, selain dapat

memberikan kontribusi terhadap perekonomian melalui

peningkatan produksi barang dan jasa oleh Pesantren,

efek secara tidak langsung yang diterima masyarakat

sekitar Pesantren melalui perluasan lapangan pekerjaan

hingga perbaikan kondisi sosial masyarakat pun akan

memperkuat pentingnya kemandirian ekonomi Pondok

Pesantren di Jawa Tengah.

Dalam mendukung perkembangan kemandirian pondok

pesantren di Jawa Tengah, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan

Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang

mengadakan kegiatan diskusi publik yang mengambil

topik “Pondok pesantren sebagai agen dan kunci

kesuksesan pengembangan ekonomi dan keuangan

syariah” serta pelatihan “Pengenalan kewirausahaan

bagi pondok pesantren di Jawa Tengah” pada 2015.

Pelatihan pengenalan kewirausahaan diikuti oleh 68

peserta yang berasal dari 34 pondok pesantren yang

tersebar di Jawa Tengah. Pelatihan ini merupakan cikal

bakal dari pelaksanaan pilot project kemandirian

ekonomi pondok pesantren yang akan dilaksanakan

pada tahun 2016.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pondok pesantren

m e m a i n k a n p e r a n a n p e n t i n g d a l a m u s a h a

mengembangkan pendidikan dan perekonomian di

Indonesia. Sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua

di Indonesia, Pesantren hingga saat ini masih terus dapat

eksis dan berperan dalam upaya memberikan pendidikan

yang bermutu di Indonesia. Melihat perkembangannya

dari masa ke masa, terjadi pergeseran paradigma

pengembangan pondok pesantren di Indonesia.

Pesantren kini tidak hanya menghasilkan kyai, da’i, ahli

tafsir dan hadis serta pembaca kitab kuning, namun lebih

dari itu, dengan perantara jalur pendidikan mampu

m e n g h a s i l k a n s u m b e r d a y a m a n u s i a y a n g

berpengetahuan luas, menguasai segala bidang ilmu

pengetahuan dan mampu memberdayakan potensi

santri dan masyarakat. Tidak hanya itu, kini banyak

pesantren yang mulai mengembangkan unit-unit bisnis

dalam rangka meningkatkan kemandirian ekonomi

pesantren. Terdapat dua pola usaha yang biasa

dikembangkan oleh pondok pesantren yaitu pola dari,

oleh dan untuk komunitas pondok pesantren, pola

kedua yaitu selain melayani komunitas pondok

pesantren juga melayani masyarakat luas.

Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi dengan

populasi Pesantren terbesar di Indonesia. Menurut data

Kementerian Agama RI, hingga 2015, terdapat 27.290

pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia

PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAHMELALUI KEMANDIRIAN EKONOMI PONDOK PESANTREN

36 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 37PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

SUPLEMEN III

meningkat yang tercermin dari penurunan biaya

produksi sekitar 7% hingga mencapai Rp750.000,00/Ha

dari biaya semula sebesar Rp11 juta/Ha. Pengurangan

biaya terutama bersumber dari komponen biaya

pengolahan tanah yang berkurang karena petani tidak

perlu mengeluarkan biaya perbaikan pematang.

Namun demikian, dalam perkembangannya hingga saat

ini masih terdapat beberapa kendala. Kondisi permukaan

lahan/petak besar yang miring membuat aliran air

menjadi tidak merata di hamparan seluas 3 s.d. 4 Ha.

Untuk menjaga agar pasokan air di seluruh sisi petak

tetap merata, maka para petani kembali membuat

pematang dengan ukuran yang lebih kecil sehingga

terbentuk petak sawah berukuran yang lebih kecil (0,4

Ha). Selain permasalahan tersebut, keterbatasan modal

yang dimiliki UPJA saat ini juga menghambat UPJA untuk

dapat mengambil alih seluruh kegiatan usaha dari petani

anggotanya sebagaimana konsep corporate farming

yang ideal. Usaha penyewaan Alsintan oleh UPJA juga

belum maksimal terutama penggunaan mesin penanam

padi (rice transplanter) karena kepemilikan sarana

pendukungnya yaitu alat pembuat pesemaian (dapog)

jumlahnya belum seimbang dengan kebutuhan.

a.

b.

c.

Pendampingan manajerial usaha pada pengelola UPJA

dan fasilitasi akses permodalan untuk memperkuat

modal UPJA sehingga dapat mengelola kegiatan

usaha tani anggotanya secara menyeluruh dari proses

produksi hingga pasca panen padi.

Konsolidasi lahan dengan memperhatikan kemiringan

permukaan petak agar pasokan air irigasi tetap terjaga

dan merata di seluruh sisi petak.

Fasilitasi dari instansi-instansi terkait antara lain berupa

pemberian bantuan alsintan agar proses mekanisasi

pertanian dapat berjalan secara lebih optimal.

Mempertimbangkan adanya manfaat yang besar

dengan adanya penerapan modern farming dalam usaha

pertanian terutama untuk peningkatan produktivitas

dan efisiensi biaya, maka perlu dilakukan upaya-upaya

agar kendala yang dihadapi dapat teratasi, antara lain

melalui langkah berikut :

SUPLEMEN II

dimana 4.336 pesantren atau 15,9 persennya berada di

Jawa Tengah. Kondisi ini memberikan gambaran bahwa

Jawa Tengah memiliki potensi yang besar dalam

mengembangkan ekonomi daerah melalui kemandirian

ekonomi pondok Pesantren. Tidak hanya itu, selain dapat

memberikan kontribusi terhadap perekonomian melalui

peningkatan produksi barang dan jasa oleh Pesantren,

efek secara tidak langsung yang diterima masyarakat

sekitar Pesantren melalui perluasan lapangan pekerjaan

hingga perbaikan kondisi sosial masyarakat pun akan

memperkuat pentingnya kemandirian ekonomi Pondok

Pesantren di Jawa Tengah.

Dalam mendukung perkembangan kemandirian pondok

pesantren di Jawa Tengah, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan

Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang

mengadakan kegiatan diskusi publik yang mengambil

topik “Pondok pesantren sebagai agen dan kunci

kesuksesan pengembangan ekonomi dan keuangan

syariah” serta pelatihan “Pengenalan kewirausahaan

bagi pondok pesantren di Jawa Tengah” pada 2015.

Pelatihan pengenalan kewirausahaan diikuti oleh 68

peserta yang berasal dari 34 pondok pesantren yang

tersebar di Jawa Tengah. Pelatihan ini merupakan cikal

bakal dari pelaksanaan pilot project kemandirian

ekonomi pondok pesantren yang akan dilaksanakan

pada tahun 2016.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pondok pesantren

m e m a i n k a n p e r a n a n p e n t i n g d a l a m u s a h a

mengembangkan pendidikan dan perekonomian di

Indonesia. Sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua

di Indonesia, Pesantren hingga saat ini masih terus dapat

eksis dan berperan dalam upaya memberikan pendidikan

yang bermutu di Indonesia. Melihat perkembangannya

dari masa ke masa, terjadi pergeseran paradigma

pengembangan pondok pesantren di Indonesia.

Pesantren kini tidak hanya menghasilkan kyai, da’i, ahli

tafsir dan hadis serta pembaca kitab kuning, namun lebih

dari itu, dengan perantara jalur pendidikan mampu

m e n g h a s i l k a n s u m b e r d a y a m a n u s i a y a n g

berpengetahuan luas, menguasai segala bidang ilmu

pengetahuan dan mampu memberdayakan potensi

santri dan masyarakat. Tidak hanya itu, kini banyak

pesantren yang mulai mengembangkan unit-unit bisnis

dalam rangka meningkatkan kemandirian ekonomi

pesantren. Terdapat dua pola usaha yang biasa

dikembangkan oleh pondok pesantren yaitu pola dari,

oleh dan untuk komunitas pondok pesantren, pola

kedua yaitu selain melayani komunitas pondok

pesantren juga melayani masyarakat luas.

Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi dengan

populasi Pesantren terbesar di Indonesia. Menurut data

Kementerian Agama RI, hingga 2015, terdapat 27.290

pondok pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia

PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAHMELALUI KEMANDIRIAN EKONOMI PONDOK PESANTREN

36 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 37PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

SUPLEMEN IVSUPLEMEN III PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERTANIANPEMERINTAH 2015-2019

Provinsi Jawa Tengah adalah salah satu lumbung pangan

nasional. Sebagai lumbung pangan nasional, hasil

produksi Jawa Tengah, khususnya pertanian,

memberikan sumbangan cukup besar terhadap

kebutuhan pangan nasional. Produksi padi Jawa Tengah

menyumbang 14,73% dari total produksi padi nasional,

peringkat ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Barat.

Selain itu, untuk produksi bawang merah, Jawa Tengah

menjadi penyumbang utama untuk kebutuhan bawang

merah nasional, dengan pangsa 42,09%.

Pertanian memang merupakan sektor utama dalam

menopang ekonomi, maupun dalam penyerapan tenaga

kerja di Jawa Tengah. Selama tahun 2015 ini, sektor

pertanian memberikan kontribusi 15,87% dari total

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan merupakan

sektor kedua terbesar. Sementara itu, lapangan usaha

tersebut berkontribusi sebesar 28,65% dari total

penyerapan tenaga kerja dan menempati sektor terbesar

dalam hal penyerapan tenaga kerja.

Namun demik ian , se i r i ng dengan pesa tnya

perkembangan industri, sektor pertanian melambat

selama beberapa tahun terakhir. Sumber daya yang

dibutuhkan dalam menggerakkan sektor ini berpindah

ke industri, terutama lahan dan sumber daya manusia.

Selama periode 2008 – 2013, rata-rata alih fungsi lahan

mencapai 376,33 ha per tahun di Provinsi Jawa Tengah,

dan sejak tahun 2011, laju alih fungsi lahan semakin

meningkat. Begitu pula dengan tenaga kerja yang

beker ja di sektor in i , yang terus mengalami

pengurangan.

Keadaan tersebut berujung pada penurunan tingkat

p roduks i , dan pada akh i r nya men imbu lkan

permasalahan dalam ketahanan pangan secara nasional.

Dalam rangka menghadapi masalah ini, pemerintah

tentunya sudah melakukan beberapa langkah.

Pemerintah menyadari bahwa untuk mencapai

kedaulatan pangan, diperlukan adanya perlindungan

terhadap lahan pertanian, juga tenaga kerja pada sektor

pertanian. Bersamaan dengan hal tersebut, produktivitas

dari sumber daya yang ada saat ini terus dioptimalkan

agar hasil produksi dapat meningkat.

Kinerja sektor pertanian tentu tidak lepas dari sarana dan

prasarana penunjang seperti fasilitas irigasi beserta

waduk dan bendungan. Terutama mengingat sawah di

Jawa Tengah di mana 71% merupakan sawah irigasi,

sedangkan sawah non-irigasi hanya 29% dari 1keseluruhan luas sawah.

Sumber: Kementerian Pertanian, diolahGrafik 3 Luas Sawah Jawa Tengah Irigasi dan Non-Irigasi (2014)

IRIGASINON IRIGASI

71%29%

Sumber: Izin Perubahan Penggunaan Tanah Kanwil BPN Provinsi Jawa tengahGrafik 1 Alih Fungsi Lahan Pertanian

0

100

200

300

400

500

2008 2009 2010 2011 2012 2013

ha

Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahGrafik 2 Perkembangan Tenaga Kerja Pertanian

2008 2009 2010 2011 2012 2013

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0 Juta Orang

1. Sumber: Kementerian Pertanian

Pelatihan kewirausahaan yang akan dilaksanakan

nantinya bertujuan menumbuhkan jiwa wirausaha bagi

masyarakat pondok pesantren. Manfaat yang bisa

diambil dari pelatihan ini bisa berupa manfaat finansial

dan non finansial. Manfaat finansial dari kewirausahaan

adalah dengan pendirian unit usaha yang nantinya

mendorong pada kemandirian ekonomi. Sedangkan

manfaat non finansial berupa penumbuhan mental yang

tangguh, mandiri, kreatif dan pantang menyerah bagi

masyarakat pondok pesantren. Pelatihan kewirausahaan

tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan

bagi masyarakat pondok pesantren untuk membangun

kemandirian ekonomi.

Dengan semangat kemandirian pondok pesantren,

diharapkan pesantren bukan hanya menjadi penonton di

era yang datang, dimana banyak lembaga ekonomi lain

di luar pondok pesantren yang bergerak maju. Pendirian

unit – unit usaha ekonomi mandiri merupakan bukti

konkret aktual isas i pondok pesantren dalam

kemandirian ekonomi. Secara umum pengembangan

berbagai unit usaha ekonomi di pondok pesantren

dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren,

ajang latihan bagi santri dan pemberdayaan ekonomi

masyarakat secara luas.

Pelatihan kewirausahaan yang akan dilaksanakan

nantinya bertujuan menumbuhkan jiwa wirausaha bagi

masyarakat pondok pesantren. Manfaat yang bisa

diambil dari pelatihan ini bisa berupa manfaat finansial

dan non finansial. Manfaat finansial dari kewirausahaan

adalah dengan pendirian unit usaha yang nantinya

mendorong pada kemandirian ekonomi. Sedangkan

manfaat non finansial berupa penumbuhan mental yang

tangguh, mandiri, kreatif dan pantang menyerah bagi

masyarakat pondok pesantren. Pelatihan kewirausahaan

tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan

bagi masyarakat pondok pesantren untuk membangun

kemandirian ekonomi.

Dengan semangat kemandirian pondok pesantren,

diharapkan pesantren bukan hanya menjadi penonton di

era yang datang, dimana banyak lembaga ekonomi lain

di luar pondok pesantren yang bergerak maju. Pendirian

unit – unit usaha ekonomi mandiri merupakan bukti

konkret aktual isas i pondok pesantren dalam

kemandirian ekonomi. Secara umum pengembangan

berbagai unit usaha ekonomi di pondok pesantren

dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren,

ajang latihan bagi santri dan pemberdayaan ekonomi

masyarakat secara luas.

38 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 39PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

SUPLEMEN IVSUPLEMEN III PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PERTANIANPEMERINTAH 2015-2019

Provinsi Jawa Tengah adalah salah satu lumbung pangan

nasional. Sebagai lumbung pangan nasional, hasil

produksi Jawa Tengah, khususnya pertanian,

memberikan sumbangan cukup besar terhadap

kebutuhan pangan nasional. Produksi padi Jawa Tengah

menyumbang 14,73% dari total produksi padi nasional,

peringkat ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Barat.

Selain itu, untuk produksi bawang merah, Jawa Tengah

menjadi penyumbang utama untuk kebutuhan bawang

merah nasional, dengan pangsa 42,09%.

Pertanian memang merupakan sektor utama dalam

menopang ekonomi, maupun dalam penyerapan tenaga

kerja di Jawa Tengah. Selama tahun 2015 ini, sektor

pertanian memberikan kontribusi 15,87% dari total

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan merupakan

sektor kedua terbesar. Sementara itu, lapangan usaha

tersebut berkontribusi sebesar 28,65% dari total

penyerapan tenaga kerja dan menempati sektor terbesar

dalam hal penyerapan tenaga kerja.

Namun demik ian , se i r i ng dengan pesa tnya

perkembangan industri, sektor pertanian melambat

selama beberapa tahun terakhir. Sumber daya yang

dibutuhkan dalam menggerakkan sektor ini berpindah

ke industri, terutama lahan dan sumber daya manusia.

Selama periode 2008 – 2013, rata-rata alih fungsi lahan

mencapai 376,33 ha per tahun di Provinsi Jawa Tengah,

dan sejak tahun 2011, laju alih fungsi lahan semakin

meningkat. Begitu pula dengan tenaga kerja yang

beker ja di sektor in i , yang terus mengalami

pengurangan.

Keadaan tersebut berujung pada penurunan tingkat

p roduks i , dan pada akh i r nya men imbu lkan

permasalahan dalam ketahanan pangan secara nasional.

Dalam rangka menghadapi masalah ini, pemerintah

tentunya sudah melakukan beberapa langkah.

Pemerintah menyadari bahwa untuk mencapai

kedaulatan pangan, diperlukan adanya perlindungan

terhadap lahan pertanian, juga tenaga kerja pada sektor

pertanian. Bersamaan dengan hal tersebut, produktivitas

dari sumber daya yang ada saat ini terus dioptimalkan

agar hasil produksi dapat meningkat.

Kinerja sektor pertanian tentu tidak lepas dari sarana dan

prasarana penunjang seperti fasilitas irigasi beserta

waduk dan bendungan. Terutama mengingat sawah di

Jawa Tengah di mana 71% merupakan sawah irigasi,

sedangkan sawah non-irigasi hanya 29% dari 1keseluruhan luas sawah.

Sumber: Kementerian Pertanian, diolahGrafik 3 Luas Sawah Jawa Tengah Irigasi dan Non-Irigasi (2014)

IRIGASINON IRIGASI

71%29%

Sumber: Izin Perubahan Penggunaan Tanah Kanwil BPN Provinsi Jawa tengahGrafik 1 Alih Fungsi Lahan Pertanian

0

100

200

300

400

500

2008 2009 2010 2011 2012 2013

ha

Sumber: BPS Provinsi Jawa TengahGrafik 2 Perkembangan Tenaga Kerja Pertanian

2008 2009 2010 2011 2012 2013

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0 Juta Orang

1. Sumber: Kementerian Pertanian

Pelatihan kewirausahaan yang akan dilaksanakan

nantinya bertujuan menumbuhkan jiwa wirausaha bagi

masyarakat pondok pesantren. Manfaat yang bisa

diambil dari pelatihan ini bisa berupa manfaat finansial

dan non finansial. Manfaat finansial dari kewirausahaan

adalah dengan pendirian unit usaha yang nantinya

mendorong pada kemandirian ekonomi. Sedangkan

manfaat non finansial berupa penumbuhan mental yang

tangguh, mandiri, kreatif dan pantang menyerah bagi

masyarakat pondok pesantren. Pelatihan kewirausahaan

tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan

bagi masyarakat pondok pesantren untuk membangun

kemandirian ekonomi.

Dengan semangat kemandirian pondok pesantren,

diharapkan pesantren bukan hanya menjadi penonton di

era yang datang, dimana banyak lembaga ekonomi lain

di luar pondok pesantren yang bergerak maju. Pendirian

unit – unit usaha ekonomi mandiri merupakan bukti

konkret aktual isas i pondok pesantren dalam

kemandirian ekonomi. Secara umum pengembangan

berbagai unit usaha ekonomi di pondok pesantren

dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren,

ajang latihan bagi santri dan pemberdayaan ekonomi

masyarakat secara luas.

Pelatihan kewirausahaan yang akan dilaksanakan

nantinya bertujuan menumbuhkan jiwa wirausaha bagi

masyarakat pondok pesantren. Manfaat yang bisa

diambil dari pelatihan ini bisa berupa manfaat finansial

dan non finansial. Manfaat finansial dari kewirausahaan

adalah dengan pendirian unit usaha yang nantinya

mendorong pada kemandirian ekonomi. Sedangkan

manfaat non finansial berupa penumbuhan mental yang

tangguh, mandiri, kreatif dan pantang menyerah bagi

masyarakat pondok pesantren. Pelatihan kewirausahaan

tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai landasan

bagi masyarakat pondok pesantren untuk membangun

kemandirian ekonomi.

Dengan semangat kemandirian pondok pesantren,

diharapkan pesantren bukan hanya menjadi penonton di

era yang datang, dimana banyak lembaga ekonomi lain

di luar pondok pesantren yang bergerak maju. Pendirian

unit – unit usaha ekonomi mandiri merupakan bukti

konkret aktual isas i pondok pesantren dalam

kemandirian ekonomi. Secara umum pengembangan

berbagai unit usaha ekonomi di pondok pesantren

dimaksudkan untuk memperkuat pendanaan pesantren,

ajang latihan bagi santri dan pemberdayaan ekonomi

masyarakat secara luas.

38 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 39PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Ketepatan waktu dalam pencapaian sebagaimana di atas

tentunya bergantung pada realisasi dari rencana

pembangunan pemerintah. Berdasarkan hasil focus

group discussion yang dilakukan Bank Indonesia,

pembebasan lahan masih menjadi kendala dalam

merealisasikan rencana pembangunan ini. Sebagian

lahan yang akan digunakan untuk pembangunan

infrastruktur ini adalah tanah milik masyarakat, dan

tanah milik kas desa. Dengan adanya dukungan dari

Pemer intah mas ing-mas ing kabupaten/kota ,

penggunaan tanah kas desa tentunya tidak menjadi

masalah. Pembangunan pada tanah ini dapat dilakukan

dengan perizinan kepada pemerintah kabupaten/kota

setempat, dan penggantian lahan. Namun demikian,

pembebasan lahan milik masyarakat sebagaimana

diketahui bukanlah suatu perkara yang mudah

diselesaikan.

Dalam rangka percepatan realisasi pembangunan di atas,

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah perlu

mengawal proyek tersebut, terutama dalam hal

pembebasan lahan milik warga. Masyarakat perlu

d i e d u k a s i a g a r m a m p u m e m a h a m i b a h w a

pembangunan infrastruktur pertanian ini ditujukan

untuk kepentingan umum dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan melalui kedaulatan pangan.

SUPLEMEN IV

Tabel 1 Simulasi Hasil Produksi dengan Pembangunan Waduk, Penambahan Area Irigasi, dan Rehabilitasi Irigasi

Sumber: Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah, diolah

SUPLEMEN IV

Berdasarkan data dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya

Air Provinsi Jawa Tengah, saat ini, di Provinsi Jawa Tengah

terdapat 8 waduk besar dan 30 waduk kecil. Waduk

tersebut memiliki kapasitas total volume sebesar 31.819,59 juta m . Dengan kapasitas tersebut

keseluruhan 38 waduk dapat mengairi 270.383 ha

sawah di Provinsi Jawa Tengah.

Pemerintah telah merancang beberapa program untuk

mendukung usaha peningkatan produksi pertanian yaitu

pembangunan bendungan atau waduk; pembangunan

1 juta ha irigasi baru; dan rehabilitasi 3 juta ha lahan

irigasi. Ketiga program ini dituangkan dalam agenda

Nomor 7 Nawa Cita. Dengan adanya pembangunan

infrastruktur ini, lahan sawah yang menggunakan irigasi

dapat lebih dioptimalkan, dan diharapkan hasil produksi

akan meningkat. Program pembangunan infrasutruktur

pertanian yang akan dilaksanakan di Provinsi Jawa

Tengah adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Peta Sebaran Waduk Provinsi Jawa Tengah

1.

2.

3.

Pembangunan 7 bendungan yang dapat mengairi

61.571 ha sawah;

Pembangunan 11.101 ha lahan irigasi baru;

Rehabilitasi 272.127 ha lahan irigasi.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

melakukan simulasi untuk mengetahui dampak

pembangunan waduk, penambahan area irigasi, dan

rehabilitasi irigasi terhadap hasil produksi pertanian.

Berdasarkan hasil simulasi tersebut, diperoleh bahwa

dengan terselesaikannya proyek pembangunan waduk

dan irigasi tersebut pada tahun 2019, produksi beras

mengalami peningkatan hingga 455,43 ribu ton, atau

7,77% dari total produksi beras sawah irigasi. Hasil

tersebut melampaui rata-rata kenaikan produksi selama

enam tahun terakhir, yaitu sebesar 2,29%.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4 Perkembangan Total Produksi Beras Jawa Tengah

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

3

4

5

6

7

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

%, YOYJuta Ton

PRODUKSI BERAS* PERTUMBUHAN PRODUKSI BERAS - SKALA KANAN

Ket: *) Data produksi menggunakan produksi padi dalam bentuk Gabah Kering Giling(GKG) yang dikonversi ke beras dengan penyesuaian sebesar 62,7%.

40 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 41PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Ketepatan waktu dalam pencapaian sebagaimana di atas

tentunya bergantung pada realisasi dari rencana

pembangunan pemerintah. Berdasarkan hasil focus

group discussion yang dilakukan Bank Indonesia,

pembebasan lahan masih menjadi kendala dalam

merealisasikan rencana pembangunan ini. Sebagian

lahan yang akan digunakan untuk pembangunan

infrastruktur ini adalah tanah milik masyarakat, dan

tanah milik kas desa. Dengan adanya dukungan dari

Pemer intah mas ing-mas ing kabupaten/kota ,

penggunaan tanah kas desa tentunya tidak menjadi

masalah. Pembangunan pada tanah ini dapat dilakukan

dengan perizinan kepada pemerintah kabupaten/kota

setempat, dan penggantian lahan. Namun demikian,

pembebasan lahan milik masyarakat sebagaimana

diketahui bukanlah suatu perkara yang mudah

diselesaikan.

Dalam rangka percepatan realisasi pembangunan di atas,

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah perlu

mengawal proyek tersebut, terutama dalam hal

pembebasan lahan milik warga. Masyarakat perlu

d i e d u k a s i a g a r m a m p u m e m a h a m i b a h w a

pembangunan infrastruktur pertanian ini ditujukan

untuk kepentingan umum dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan melalui kedaulatan pangan.

SUPLEMEN IV

Tabel 1 Simulasi Hasil Produksi dengan Pembangunan Waduk, Penambahan Area Irigasi, dan Rehabilitasi Irigasi

Sumber: Kementerian Pertanian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Tengah, diolah

SUPLEMEN IV

Berdasarkan data dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya

Air Provinsi Jawa Tengah, saat ini, di Provinsi Jawa Tengah

terdapat 8 waduk besar dan 30 waduk kecil. Waduk

tersebut memiliki kapasitas total volume sebesar 31.819,59 juta m . Dengan kapasitas tersebut

keseluruhan 38 waduk dapat mengairi 270.383 ha

sawah di Provinsi Jawa Tengah.

Pemerintah telah merancang beberapa program untuk

mendukung usaha peningkatan produksi pertanian yaitu

pembangunan bendungan atau waduk; pembangunan

1 juta ha irigasi baru; dan rehabilitasi 3 juta ha lahan

irigasi. Ketiga program ini dituangkan dalam agenda

Nomor 7 Nawa Cita. Dengan adanya pembangunan

infrastruktur ini, lahan sawah yang menggunakan irigasi

dapat lebih dioptimalkan, dan diharapkan hasil produksi

akan meningkat. Program pembangunan infrasutruktur

pertanian yang akan dilaksanakan di Provinsi Jawa

Tengah adalah sebagai berikut:

Gambar 1 Peta Sebaran Waduk Provinsi Jawa Tengah

1.

2.

3.

Pembangunan 7 bendungan yang dapat mengairi

61.571 ha sawah;

Pembangunan 11.101 ha lahan irigasi baru;

Rehabilitasi 272.127 ha lahan irigasi.

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

melakukan simulasi untuk mengetahui dampak

pembangunan waduk, penambahan area irigasi, dan

rehabilitasi irigasi terhadap hasil produksi pertanian.

Berdasarkan hasil simulasi tersebut, diperoleh bahwa

dengan terselesaikannya proyek pembangunan waduk

dan irigasi tersebut pada tahun 2019, produksi beras

mengalami peningkatan hingga 455,43 ribu ton, atau

7,77% dari total produksi beras sawah irigasi. Hasil

tersebut melampaui rata-rata kenaikan produksi selama

enam tahun terakhir, yaitu sebesar 2,29%.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4 Perkembangan Total Produksi Beras Jawa Tengah

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

3

4

5

6

7

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

%, YOYJuta Ton

PRODUKSI BERAS* PERTUMBUHAN PRODUKSI BERAS - SKALA KANAN

Ket: *) Data produksi menggunakan produksi padi dalam bentuk Gabah Kering Giling(GKG) yang dikonversi ke beras dengan penyesuaian sebesar 62,7%.

40 PERKEMBANGANEKONOMI MAKRO REGIONAL 41PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO REGIONAL

Inflasi tahunan triwulan IV 2015 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BABII

administered prices volatile food.

Inflasi tahunan triwulan IV 2015 menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

BABII

administered prices volatile food.

4Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan

IV 2015 di tengah membaiknya pertumbuhan

ekonomi. Inflasi pada triwulan IV 2015 tercatat

sebesar 2,73% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 5,78% (yoy).

Perlambatan ini disebabkan oleh terkendalinya gejolak

harga pada kelompok administered prices dan volatile

food. Inflasi ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi

nasional yang sebesar 3,35% (yoy). Tren inflasi Jawa

Tengah mulai mengalami tren menurun setelah

mencapai puncaknya di triwulan IV 2014. (Grafik 2.1.).

Inflasi triwulanan pada periode laporan juga tercatat

lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun

sebelumnya. Pada triwulan IV 2015, inflasi triwulanan

tercatat sebesar 1,18% (qtq), lebih rendah

dibandingkan inflasi triwulan IV 2014 sebesar 4,18%

(qtq). Penurunan inflasi triwulanan tersebut disebabkan

oleh terjaganya pasokan beberapa komoditas volatile

food, antara lain aneka cabai dibandingkan triwulan

sama tahun sebelumnya. Penurunan juga terjadi akibat

harga BBM yang menurun dibandingkan tahun

sebelumnya.

Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan Jawa

Tengah pada periode laporan berada di posisi

terendah di wilayah Jawa. Rendahnya inflasi

tersebut disebabkan pencapaian deflasi yang lebih

rendah dibandingkan deflasi wilayah Jawa pada awal

triwulan laporan. Namun demikian, pada November

dan Desember inf las i bulanan Jawa Tengah

mencatatkan angka yang lebih tinggi dibandingkan

inflasi wilayah Jawa.

Penurunan inflasi di triwulan laporan utamanya

didorong oleh kelompok transpor, komunikasi,

dan jasa keuangan, kelompok perumahan, air,

listrik, dan bahan bakar, serta kelompok bahan

makanan. Menurunnya inflasi pada kelompok

transpor, komunikasi, dan jasa keuangan serta

kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar

didorong oleh menurunnya harga BBM di tahun 2015

dibandingkan tahun lalu, terutama untuk BBM non

subsidi. Demikian juga, penurunan harga pada

kelompok bahan makanan antara lain dampak

penurunan harga BBM (Grafik 2.6).

Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.

7.

2.1 Inflasi Secara Umum

Grafik 2.1

-2

0

2

4

6

8

10

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional

PERSEN

JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

III

5.78

6.83

1.04

1.27

IV

3.35

2.73

1.18

TW IV 2014 TW IV 2015 RATA - RATA TW IV 2010 - 2014

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

%

Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.1Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00

45PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

4Inflasi Jawa Tengah tercatat turun pada triwulan

IV 2015 di tengah membaiknya pertumbuhan

ekonomi. Inflasi pada triwulan IV 2015 tercatat

sebesar 2,73% (yoy), lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 5,78% (yoy).

Perlambatan ini disebabkan oleh terkendalinya gejolak

harga pada kelompok administered prices dan volatile

food. Inflasi ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi

nasional yang sebesar 3,35% (yoy). Tren inflasi Jawa

Tengah mulai mengalami tren menurun setelah

mencapai puncaknya di triwulan IV 2014. (Grafik 2.1.).

Inflasi triwulanan pada periode laporan juga tercatat

lebih rendah dibandingkan periode yang sama di tahun

sebelumnya. Pada triwulan IV 2015, inflasi triwulanan

tercatat sebesar 1,18% (qtq), lebih rendah

dibandingkan inflasi triwulan IV 2014 sebesar 4,18%

(qtq). Penurunan inflasi triwulanan tersebut disebabkan

oleh terjaganya pasokan beberapa komoditas volatile

food, antara lain aneka cabai dibandingkan triwulan

sama tahun sebelumnya. Penurunan juga terjadi akibat

harga BBM yang menurun dibandingkan tahun

sebelumnya.

Secara spasial wilayah Jawa, inflasi tahunan Jawa

Tengah pada periode laporan berada di posisi

terendah di wilayah Jawa. Rendahnya inflasi

tersebut disebabkan pencapaian deflasi yang lebih

rendah dibandingkan deflasi wilayah Jawa pada awal

triwulan laporan. Namun demikian, pada November

dan Desember inf las i bulanan Jawa Tengah

mencatatkan angka yang lebih tinggi dibandingkan

inflasi wilayah Jawa.

Penurunan inflasi di triwulan laporan utamanya

didorong oleh kelompok transpor, komunikasi,

dan jasa keuangan, kelompok perumahan, air,

listrik, dan bahan bakar, serta kelompok bahan

makanan. Menurunnya inflasi pada kelompok

transpor, komunikasi, dan jasa keuangan serta

kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar

didorong oleh menurunnya harga BBM di tahun 2015

dibandingkan tahun lalu, terutama untuk BBM non

subsidi. Demikian juga, penurunan harga pada

kelompok bahan makanan antara lain dampak

penurunan harga BBM (Grafik 2.6).

Pada tahun 2014, BPS mengubah tahun dasar penghitungan inflasi dengan SBH 2012. Untuk itu dalam mengolah penghitungan inflasi, Bank Indonesia melakukan penyesuaian tahun dasar berdasarkan pendekatan perubahan inflasi bulanan.

7.

2.1 Inflasi Secara Umum

Grafik 2.1

-2

0

2

4

6

8

10

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi Jawa Tengah dan Nasional

PERSEN

JATENG (YOY) JATENG (QTQ) NAS (YOY) NAS (QTQ)

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

III

5.78

6.83

1.04

1.27

IV

3.35

2.73

1.18

TW IV 2014 TW IV 2015 RATA - RATA TW IV 2010 - 2014

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

%

Perkembangan Inflasi Triwulanan Provinsi Jawa TengahGrafik 2.1Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-2.00 0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00

45PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N II

I 20

15

No. KOMODITAS ANDIL

BERAS

ROKOK KRETEK FILTER

BAWANG MERAH

BAWANG PUTIH

AKADEMI/PERGURUAN TINGGI

0.27

0.27

0.25

0.15

0.13

1

2

3

4

5

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan

INFLASI 2015

No. KOMODITAS ANDIL

BENSIN

CABAI MERAH

CABAI RAWIT

MINYAK GORENG

SEMEN

-0.68

-0.5

-0.15

-0.1

-0.07

1

2

3

4

5

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Tahunan

DEFLASI 2015

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

% MTM

-1

0

1

2

3

4

RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Grafik 2.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

7.5

8.0

8.5

9.0 PERSEN YOY%, MTM

Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik

KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap

akhir 2013Bencana

banjir

Pembatasan produksi bibit ayam

Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3

Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg

Kenaikan harga BBM, gejolak pangan Ramadhan

yoy

mtm

7 8 9

El-Nino

10 11 12

4.9 5.3 5.9 5.6 5.1 5.4 8.3 8.4 7.7 7.8 8.2 8.0 7.9 7.5 7.0 7.1 7.4 7.2 5.0 4.3 5.0 5.0 6.1 8.2 6.7 5.7 5.6 5.9 6.2 6.1 6.3 6.1 5.7 5.2 4.0 2.7

1.0 0.7 0.7 -0. -0. 0.9 3.4 1.1 -0. 0.2 0.3 0.2 0.9 0.3 0.2 -0. 0.2 0.7 0.7 0.4 0.2 0.5 1.3 2.2 -0. -0. 0.1 0.1 0.5 0.6 0.9 0.2 -0. -0. 0.2 0.9

Tw IV 2015- kenaikan harga komoditas

pangan, secara bulanan- Penurunan inflasi tahunan

imbas hilangnya base effect kenaikan BBM

Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.3

IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015

%,YOY

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa Grafik 2.4

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA%,YTD

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

OKTOBER 2015 NOVEMBER 2015 DESEMBER 2015

Ditinjau dari inflasi bulanan, tingkat inflasi di

bulan Oktober dan November tercatat lebih

rendah dibandingkan pola historis lima tahun

terakhir. Relatif rendahnya inflasi ini utamanya

didorong oleh terjaganya pasokan pada bulan tersebut.

Namun demikian, inflasi Desember 2015 tercatat lebih

tinggi dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir

akibat kenaikan harga komoditas pangan di bulan

tersebut. Kenaikan harga tersebut disebabkan oleh

terbatasnya pasokan komoditas pangan serta

meningkatnya permintaan masyarakat di akhir tahun.

Pada Oktober 2015, Jawa Tengah mencatatkan

deflasi sebesar -0.04% (mtm), jauh lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun yang sebesar

0,21% (mtm). Deflasi pada bulan tersebut didorong

oleh tercukupinya pasokan aneka cabai, telur ayam ras,

dan daging ayam ras. Ditinjau dari sumbangannya,

pada Oktober 2015 cabai merah, rawit, dan hijau

memberikan sumbangan deflasi, setelah sebelumnya

menyumbangkan inflasi pada Oktober tahun lalu. Telur

ayam ras dan daging ayam ras turut memberikan

sumbangan deflasi yang lebih dalam dibandingkan

tahun 2014.

Inflasi bulanan kemudian meningkat pada

N o v e m b e r 2 0 1 5 . P e n i n g k a t a n i n f l a s i i n i

disumbangkan oleh komoditas daging ayam, telur

ayam ras, rokok kretek filter, beras dan mobil.

Berdasarkan informasi dari pemasok telur ayam, pada

akhir tahun merupakan waktu pergantian induk

petelur oleh peternak, sehingga pasokan telur

berkurang selama waktu pergantian. Kenaikan harga

mobil di Jawa Tengah pada bulan November 2015,

dipicu oleh kenaikan harga mobil yang sudah terjadi di

Jakarta sejak September 2015. Namun demikian, inflasi

yang tercatat sebesar 0,22% (mtm) ini masih lebih

rendah dibandingkan rata-rata 5 tahun bulan

November yang sebesar 0,55% (mtm).

Pada Desember 2015, inflasi bulanan meningkat.

Inflasi tercatat sebesar 0,99% (mtm), lebih tinggi

dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir bulan

Desember 0,84% (mtm). Komoditas yang menjadi

penyumbang utama adalah bawang merah, cabai

merah, telur ayam ras dan cabai rawit. Pada komoditas

cabai merah dan cabai rawit, meningkatnya harga

disebabkan oleh gangguan cuaca. Masuknya musim

hujan berpengaruh terhadap menurunnya kualitas hasil

panen cabai, dimana tingkat susut kualitas cabai

meningkat hingga 40%.

Sementara itu, pada komoditas bawang merah,

masuknya musim tanam di beberapa daerah sentra

berdampak pada menurunnya pasokan. Di sisi lain,

seiring dengan adanya hari raya keagamaan dan libur

Tahun Baru 2016 berdampak pada meningkatnya

permintaan konsumen terhadap komoditas telur ayam

ras, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

kue dan makanan jadi lainnya.

5Berdasarkan disagregasi inflasi , perlambatan

inflasi tahunan pada triwulan IV 2015 terutama

berasal dari kelompok administered prices dan

kelompok volatile food. Penurunan inflasi utamanya

berasal dari menurunnya harga komoditas dibanding

akhir tahun 2014 lalu pasca kenaikan harga BBM di

tahun tersebut. Adapun komoditas-komoditas yang

harganya relatif menurun sepanjang tahun 2015

adalah bensin, cabai merah, cabai rawit, minyak goreng

dan semen. Meredanya gejolak harga setelah kenaikan

BBM pada akhir tahun 2014 lalu serta kebijakan BBM

n o n - s u b s i d i y a n g m e n g i k u t i h a r g a p a s a r

mengakibatkan harga bensin mengalami penurunan.

Selanjutnya, terjaganya pasokan cabai merah dan cabai

rawit di sepanjang tahun 2015 menyebabkan harga

terkendal i dibandingkan tahun sebelumnya.

Seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah

mengalami penurunan inflasi tahunan jika

dibandingkan dengan triwulan III 2015. Kota

Semarang merupakan kota yang mengalami

penurunan inflasi tahunan terbesar pada triwulan

laporan, diikuti oleh Kota Kudus. Kota Semarang

dengan bobot paling besar, yakni sekitar 51% dari

inflasi Jawa Tengah, mengalami penurunan inflasi

tahunan menjadi 2,56% (yoy), dari triwulan lalu yang

sebesar 5,88% (yoy). Begitu pula dengan Kota Kudus

yang mengalami penurunan inflasi menjadi 3,28%

(yoy) dari sebelumnya 6,58% (yoy). Sementara inflasi

terendah dari 6 kota yang disurvei BPS, pada triwulan IV

2015, Kota Purwokerto menjadi kota dengan inflasi

terendah, sementara inflasi tertinggi terjadi di Kota

Tegal (Tabel 2.3).

Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa

Tengah relatif meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan

terendah triwulan IV 2015 sebesar 1,43%, sedangkan

perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan

III 2015 sebesar 1,31%.

Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.

5.

47PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

46 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

No. KOMODITAS ANDIL

BERAS

ROKOK KRETEK FILTER

BAWANG MERAH

BAWANG PUTIH

AKADEMI/PERGURUAN TINGGI

0.27

0.27

0.25

0.15

0.13

1

2

3

4

5

Tabel 2.2. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan

INFLASI 2015

No. KOMODITAS ANDIL

BENSIN

CABAI MERAH

CABAI RAWIT

MINYAK GORENG

SEMEN

-0.68

-0.5

-0.15

-0.1

-0.07

1

2

3

4

5

Tabel 2.1. Tabel Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Tahunan

DEFLASI 2015

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

% MTM

-1

0

1

2

3

4

RATA-RATA 2010-2014 2012 2013 2014 2015

Perkembangan Inflasi Bulanan Jawa Tengah 2012-2015Grafik 2.5

-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

3.5

4.0

Event Analysis Inflasi Provinsi Jawa Tengah Grafik 2.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

7.5

8.0

8.5

9.0 PERSEN YOY%, MTM

Curah hujan tinggiEkspektasi mulai naik

KenaikanBBM Kenaikan TTL tahap

akhir 2013Bencana

banjir

Pembatasan produksi bibit ayam

Kenaikan TTL u/P1, I3, R3, I4, B2, B3

Kenaikan TDLdan elpiji 12 kg

Kenaikan harga BBM, gejolak pangan Ramadhan

yoy

mtm

7 8 9

El-Nino

10 11 12

4.9 5.3 5.9 5.6 5.1 5.4 8.3 8.4 7.7 7.8 8.2 8.0 7.9 7.5 7.0 7.1 7.4 7.2 5.0 4.3 5.0 5.0 6.1 8.2 6.7 5.7 5.6 5.9 6.2 6.1 6.3 6.1 5.7 5.2 4.0 2.7

1.0 0.7 0.7 -0. -0. 0.9 3.4 1.1 -0. 0.2 0.3 0.2 0.9 0.3 0.2 -0. 0.2 0.7 0.7 0.4 0.2 0.5 1.3 2.2 -0. -0. 0.1 0.1 0.5 0.6 0.9 0.2 -0. -0. 0.2 0.9

Tw IV 2015- kenaikan harga komoditas

pangan, secara bulanan- Penurunan inflasi tahunan

imbas hilangnya base effect kenaikan BBM

Inflasi Tahunan Provinsi di JawaGrafik 2.3

IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015

%,YOY

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA + DKI

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

9.0

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Provinsi di Jawa Grafik 2.4

JABAR BANTEN JATENG DIY JATIM DKI JAWA%,YTD

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

OKTOBER 2015 NOVEMBER 2015 DESEMBER 2015

Ditinjau dari inflasi bulanan, tingkat inflasi di

bulan Oktober dan November tercatat lebih

rendah dibandingkan pola historis lima tahun

terakhir. Relatif rendahnya inflasi ini utamanya

didorong oleh terjaganya pasokan pada bulan tersebut.

Namun demikian, inflasi Desember 2015 tercatat lebih

tinggi dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir

akibat kenaikan harga komoditas pangan di bulan

tersebut. Kenaikan harga tersebut disebabkan oleh

terbatasnya pasokan komoditas pangan serta

meningkatnya permintaan masyarakat di akhir tahun.

Pada Oktober 2015, Jawa Tengah mencatatkan

deflasi sebesar -0.04% (mtm), jauh lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun yang sebesar

0,21% (mtm). Deflasi pada bulan tersebut didorong

oleh tercukupinya pasokan aneka cabai, telur ayam ras,

dan daging ayam ras. Ditinjau dari sumbangannya,

pada Oktober 2015 cabai merah, rawit, dan hijau

memberikan sumbangan deflasi, setelah sebelumnya

menyumbangkan inflasi pada Oktober tahun lalu. Telur

ayam ras dan daging ayam ras turut memberikan

sumbangan deflasi yang lebih dalam dibandingkan

tahun 2014.

Inflasi bulanan kemudian meningkat pada

N o v e m b e r 2 0 1 5 . P e n i n g k a t a n i n f l a s i i n i

disumbangkan oleh komoditas daging ayam, telur

ayam ras, rokok kretek filter, beras dan mobil.

Berdasarkan informasi dari pemasok telur ayam, pada

akhir tahun merupakan waktu pergantian induk

petelur oleh peternak, sehingga pasokan telur

berkurang selama waktu pergantian. Kenaikan harga

mobil di Jawa Tengah pada bulan November 2015,

dipicu oleh kenaikan harga mobil yang sudah terjadi di

Jakarta sejak September 2015. Namun demikian, inflasi

yang tercatat sebesar 0,22% (mtm) ini masih lebih

rendah dibandingkan rata-rata 5 tahun bulan

November yang sebesar 0,55% (mtm).

Pada Desember 2015, inflasi bulanan meningkat.

Inflasi tercatat sebesar 0,99% (mtm), lebih tinggi

dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun terakhir bulan

Desember 0,84% (mtm). Komoditas yang menjadi

penyumbang utama adalah bawang merah, cabai

merah, telur ayam ras dan cabai rawit. Pada komoditas

cabai merah dan cabai rawit, meningkatnya harga

disebabkan oleh gangguan cuaca. Masuknya musim

hujan berpengaruh terhadap menurunnya kualitas hasil

panen cabai, dimana tingkat susut kualitas cabai

meningkat hingga 40%.

Sementara itu, pada komoditas bawang merah,

masuknya musim tanam di beberapa daerah sentra

berdampak pada menurunnya pasokan. Di sisi lain,

seiring dengan adanya hari raya keagamaan dan libur

Tahun Baru 2016 berdampak pada meningkatnya

permintaan konsumen terhadap komoditas telur ayam

ras, yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

kue dan makanan jadi lainnya.

5Berdasarkan disagregasi inflasi , perlambatan

inflasi tahunan pada triwulan IV 2015 terutama

berasal dari kelompok administered prices dan

kelompok volatile food. Penurunan inflasi utamanya

berasal dari menurunnya harga komoditas dibanding

akhir tahun 2014 lalu pasca kenaikan harga BBM di

tahun tersebut. Adapun komoditas-komoditas yang

harganya relatif menurun sepanjang tahun 2015

adalah bensin, cabai merah, cabai rawit, minyak goreng

dan semen. Meredanya gejolak harga setelah kenaikan

BBM pada akhir tahun 2014 lalu serta kebijakan BBM

n o n - s u b s i d i y a n g m e n g i k u t i h a r g a p a s a r

mengakibatkan harga bensin mengalami penurunan.

Selanjutnya, terjaganya pasokan cabai merah dan cabai

rawit di sepanjang tahun 2015 menyebabkan harga

terkendal i dibandingkan tahun sebelumnya.

Seluruh kota pantauan inflasi di Jawa Tengah

mengalami penurunan inflasi tahunan jika

dibandingkan dengan triwulan III 2015. Kota

Semarang merupakan kota yang mengalami

penurunan inflasi tahunan terbesar pada triwulan

laporan, diikuti oleh Kota Kudus. Kota Semarang

dengan bobot paling besar, yakni sekitar 51% dari

inflasi Jawa Tengah, mengalami penurunan inflasi

tahunan menjadi 2,56% (yoy), dari triwulan lalu yang

sebesar 5,88% (yoy). Begitu pula dengan Kota Kudus

yang mengalami penurunan inflasi menjadi 3,28%

(yoy) dari sebelumnya 6,58% (yoy). Sementara inflasi

terendah dari 6 kota yang disurvei BPS, pada triwulan IV

2015, Kota Purwokerto menjadi kota dengan inflasi

terendah, sementara inflasi tertinggi terjadi di Kota

Tegal (Tabel 2.3).

Disparitas inflasi tahunan kota-kota di Jawa

Tengah relatif meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Perbedaan inflasi kota tertinggi dan

terendah triwulan IV 2015 sebesar 1,43%, sedangkan

perbedaan inflasi kota tertinggi dan terendah triwulan

III 2015 sebesar 1,31%.

Disagregasi inflasi terdiri atas administered prices, volatile food, dan core inflation. Administered prices merupakan komponen barang yang harganya diatur atau ditetapkan oleh Pemerintah. Komponen volatile foods merupakan kelompok barang-barang yang harganya cenderung bergejolak. Komponen volatile foods didominasi oleh komoditas pangan. Core inflation (inflasi inti) merupakan komponen barang yang harganya cenderung dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Secara teoritis,kebijakan moneter ditujukan untuk mengendalikan inflasi inti.

5.

47PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

46 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

KOMODITAS

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I

2014

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

II III

7,08

7,17

8,04

6,14

2,75

2,94

2,95

13,04

7,26

8,61

7,79

7,13

4,16

3,52

2,91

10,07

5,00

4,79

5,61

6,68

1,87

3,87

6,12

2,58

IV

8,22

11,39

5,85

8,09

2,62

4,54

6,62

11,46

2015

5,69

5,79

5,38

7,32

2,84

4,43

6,21

4,39

I

6.15

7.72

6.21

5.91

3.13

4.34

6.04

6.38

II III

5.78

8.49

5.71

4.61

3.26

3.73

5.17

6.39

IV

2.73

4.54

4.93

2.27

2.38

3.40

4.31

-2.30

No. KOTAInflasi III - 2015

(%,YOY)

KUDUS

TEGAL

SEMARANG

CILACAP

PURWOKERTO

SURAKARTA

6.58

6.23

5.88

5.42

5.28

5.27

1

2

3

4

5

6

3.28

3.95

2.56

2.63

2.52

2.56

Inflasi IV - 2015(%,YOY)

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Ditinjau berdasarkan kelompoknya, penurunan

inflasi pada triwulan IV 2015 dipengaruhi oleh

kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan, diikuti kelompok perumahan, air,

listrik, dan bahan bakar, serta kelompok bahan

makanan. Kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan serta kelompok perumahan, air, listrik, dan

bahan bakar menyumbangkan penurunan seiring

dengan turunnya harga BBM pada tahun 2015

dibandingkan tahun sebelumnya serta menurunnya

dampak lanjutan kenaikan tarif angkutan antar kota

dan dalam kota.

Sementara itu, inflasi kelompok bahan makanan

turut menurun di tengah terjaganya pasokan.

Terjaganya pasokan ini utamanya terjadi untuk

komoditas aneka cabai dan beras. Beberapa program

pemerintah daerah seperti pemberian beras untuk

rakyat sejahtera (Rastra) dan masuknya impor beras asal

Vietnam turut menopang minimnya gejolak harga

beras di triwulan IV 2015.

Lebih jauh, seluruh kelompok inflasi lainnya juga

mencatatkan inflasi yang menurun. Kenaikan BBM di

akhir tahun 2014 lalu memberikan dampak lanjutan

bagi kenaikan harga komoditas lainnya. Efek kenaikan

harga BBM tersebut kemudian mereda dan telah

kembali normal di triwulan laporan. (Tabel 2.4).

2.2.1. Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa KeuanganInflasi tahunan kelompok transpor, komunikasi, & jasa

keuangan menurun pada triwulan laporan. Inflasi

kelompok ini turun menjadi 0,39% (qtq) atau -2,30%

(yoy) dari sebelumnya sebesar 0,55% (qtq) atau 6,39%

(yoy). Ditinjau dari sumbangannya, kelompok ini

memberikan andil bagi inflasi tahunan sebesar -1,31%.

Penurunan inflasi pada kelompok ini utamanya

disumbangkan oleh subkelompok transpor yang

utamanya berasal dari komoditas bensin. Pada triwulan

IV 2015, komoditas ini mencatatkan deflasi sebesar -

13,43% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu

yang sebesar 8,93%(yoy). Komoditas lainnya, seperti

tarif angkutan dalam kota dan antar kota juga turut

mengalami penurunan inflasi. Melambatnya inflasi

kelompok transpor ini disebabkan oleh menurunnya

harga BBM terutama untuk jenis non subsidi sejalan

dengan semakin turunnya harga minyak dunia.

2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok

KOMODITAS

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2015 – Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa Keuangan

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN

TRANSPOR

KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN

SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR

JASA KEUANGAN

I

2014

II III

13.04

21.28

-0.38

2.78

0.00

10.07

15.94

-0.12

2.82

0.00

2.58

3.72

-0.08

2.29

0.00

IV

11.46

17.01

-0.03

2.74

14.79

2015

4.39

5.78

-0.18

4.22

14.78

I (yoy)

6.38

8.83

-0.14

4.04

14.78

II (yoy) III (yoy)

6.39

8.91

-0.19

3.59

14.78

IV (yoy)

-2.30

-3.88

-0.39

3.80

0.00

IV (qtq)

0.39

0.53

-0.19

0.81

0.00

2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan BakarInflasi pada kelompok ini menurun j ika

dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat, inflasi

menurun menjadi 2,27% (yoy), dari sebelumnya

4,61% (yoy). Adapun inflasi triwulanan relatif stabil

yakni sebesar 0,37% (qtq). Kelompok perumahan, air,

listrik, gas, dan bahan bakar memberikan sumbangan

inflasi tahunan sebesar 0,54% pada triwulan laporan.

Penurunan terjadi di seluruh subkelompok, dan

utamanya bersumber dari penurunan inflasi

subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air.

Adapun komoditas yang menyumbangkan penurunan

inflasi ialah tarif listrik dan bahan bakar rumah tangga.

Penurunan tersebut disebabkan oleh kebijakan

pemerintah untuk menyesuaikan tarif listrik dan harga

elpiji di tengah penurunan harga minyak mentah

Indonesia serta harga gas dunia.

Subkelompok biaya tempat tinggal juga mencatatkan

penurunan inflasi menjadi 1,20% (yoy) dari

sebelumnya 2,63% (yoy) pada triwulan III 2015.

Beberapa komoditas yang menyumbangkan

penurunan inflasi meliputi semen, pasir, dan batu bata.

Subkelompok lainnya, yakni perlengkapan dan

penyelenggaraan rumah tangga juga mencatatkan

penurunan inflasi pada triwulan laporan, dengan

komoditas yang mengalami penurunan inflasi adalah

kulkas/lemari es, upah pembantu RT, dan pengharum

cucian.

2.2.3. Kelompok Bahan Makanan

Kelompok ini mencatatkan penurunan inflasi

dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada

triwulan IV 2015, inflasi tercatat sebesar 4,54% (yoy),

jauh lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang

sebesar 8,49% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok

bahan makanan utamanya disebabkan oleh

subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok

padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya. Pada

subkelompok bumbu-bumbuan, terjadi deflasi sebesar

-8.09% (yoy) dari sebelumnya 33,80% (yoy). Adapun

komoditas yang mendorong deflasi adalah cabai rawit

dan cabai merah di tengah membaiknya produksi

panen dibandingkan dengan tahun 2014 lalu, serta

normalisasi harga pasca Ramadhan dan Idul Fitri yang

terjadi di triwulan sebelumnya.

Sementara itu, inflasi pada subkelompok padi-padian,

umbi-umbian, dan hasilnya tercatat turun sebesar

6,55% (yoy), dari sebelumnya 13,47% (yoy).

Penurunan ini utamanya berasal dari pasokan beras

yang terjaga seiring dengan meningkatnya hasil panen

pada tahun 2015 serta beberapa upaya pemerintah

daerah dalam meredam gejolak harga yang disebabkan

oleh beras, seperti operasi pasar dan pemberian beras

Rastra.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

KOMODITAS

Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

I

2014

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR

BIAYA TEMPAT TINGGAL

BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR

PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA

PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA

II III

6,14

6,07

8,29

3,93

3,67

7,13

7,36

8,63

4,32

4,61

6,68

5,59

11,16

4,01

4,61

IV

8,09

6,41

15,31

3,77

4,37

2015

7,32

4,94

15,37

3,61

4,88

I (yoy)

5,91

3,08

14,38

3,18

4,27

II (yoy) III (yoy)

4,61

2,63

9,83

3,11

4,10

IV (yoy)

2.27

1.20

3.63

3.03

3.89

IV (qtq)

0.37

0.32

0.13

1.01

0.71

49PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

48 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

KOMODITAS

Tabel 2.4. Perkembangan Inflasi Tahunan Per Kelompok

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

I

2014

UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS & BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI & OLAHRAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN

II III

7,08

7,17

8,04

6,14

2,75

2,94

2,95

13,04

7,26

8,61

7,79

7,13

4,16

3,52

2,91

10,07

5,00

4,79

5,61

6,68

1,87

3,87

6,12

2,58

IV

8,22

11,39

5,85

8,09

2,62

4,54

6,62

11,46

2015

5,69

5,79

5,38

7,32

2,84

4,43

6,21

4,39

I

6.15

7.72

6.21

5.91

3.13

4.34

6.04

6.38

II III

5.78

8.49

5.71

4.61

3.26

3.73

5.17

6.39

IV

2.73

4.54

4.93

2.27

2.38

3.40

4.31

-2.30

No. KOTAInflasi III - 2015

(%,YOY)

KUDUS

TEGAL

SEMARANG

CILACAP

PURWOKERTO

SURAKARTA

6.58

6.23

5.88

5.42

5.28

5.27

1

2

3

4

5

6

3.28

3.95

2.56

2.63

2.52

2.56

Inflasi IV - 2015(%,YOY)

Tabel 2.3. Tabel Inflasi Tahunan Kota Jawa Tengah

Ditinjau berdasarkan kelompoknya, penurunan

inflasi pada triwulan IV 2015 dipengaruhi oleh

kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan, diikuti kelompok perumahan, air,

listrik, dan bahan bakar, serta kelompok bahan

makanan. Kelompok transpor, komunikasi, dan jasa

keuangan serta kelompok perumahan, air, listrik, dan

bahan bakar menyumbangkan penurunan seiring

dengan turunnya harga BBM pada tahun 2015

dibandingkan tahun sebelumnya serta menurunnya

dampak lanjutan kenaikan tarif angkutan antar kota

dan dalam kota.

Sementara itu, inflasi kelompok bahan makanan

turut menurun di tengah terjaganya pasokan.

Terjaganya pasokan ini utamanya terjadi untuk

komoditas aneka cabai dan beras. Beberapa program

pemerintah daerah seperti pemberian beras untuk

rakyat sejahtera (Rastra) dan masuknya impor beras asal

Vietnam turut menopang minimnya gejolak harga

beras di triwulan IV 2015.

Lebih jauh, seluruh kelompok inflasi lainnya juga

mencatatkan inflasi yang menurun. Kenaikan BBM di

akhir tahun 2014 lalu memberikan dampak lanjutan

bagi kenaikan harga komoditas lainnya. Efek kenaikan

harga BBM tersebut kemudian mereda dan telah

kembali normal di triwulan laporan. (Tabel 2.4).

2.2.1. Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa KeuanganInflasi tahunan kelompok transpor, komunikasi, & jasa

keuangan menurun pada triwulan laporan. Inflasi

kelompok ini turun menjadi 0,39% (qtq) atau -2,30%

(yoy) dari sebelumnya sebesar 0,55% (qtq) atau 6,39%

(yoy). Ditinjau dari sumbangannya, kelompok ini

memberikan andil bagi inflasi tahunan sebesar -1,31%.

Penurunan inflasi pada kelompok ini utamanya

disumbangkan oleh subkelompok transpor yang

utamanya berasal dari komoditas bensin. Pada triwulan

IV 2015, komoditas ini mencatatkan deflasi sebesar -

13,43% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu

yang sebesar 8,93%(yoy). Komoditas lainnya, seperti

tarif angkutan dalam kota dan antar kota juga turut

mengalami penurunan inflasi. Melambatnya inflasi

kelompok transpor ini disebabkan oleh menurunnya

harga BBM terutama untuk jenis non subsidi sejalan

dengan semakin turunnya harga minyak dunia.

2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok

KOMODITAS

Tabel 2.5. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2015 – Kelompok Transpor, Komunikasi, & Jasa Keuangan

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

TRANSPOR, KOMUNIKASI, DAN JASA KEUANGAN

TRANSPOR

KOMUNIKASI DAN PENGIRIMAN

SARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR

JASA KEUANGAN

I

2014

II III

13.04

21.28

-0.38

2.78

0.00

10.07

15.94

-0.12

2.82

0.00

2.58

3.72

-0.08

2.29

0.00

IV

11.46

17.01

-0.03

2.74

14.79

2015

4.39

5.78

-0.18

4.22

14.78

I (yoy)

6.38

8.83

-0.14

4.04

14.78

II (yoy) III (yoy)

6.39

8.91

-0.19

3.59

14.78

IV (yoy)

-2.30

-3.88

-0.39

3.80

0.00

IV (qtq)

0.39

0.53

-0.19

0.81

0.00

2.2.2. Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan BakarInflasi pada kelompok ini menurun j ika

dibandingkan dengan triwulan lalu. Tercatat, inflasi

menurun menjadi 2,27% (yoy), dari sebelumnya

4,61% (yoy). Adapun inflasi triwulanan relatif stabil

yakni sebesar 0,37% (qtq). Kelompok perumahan, air,

listrik, gas, dan bahan bakar memberikan sumbangan

inflasi tahunan sebesar 0,54% pada triwulan laporan.

Penurunan terjadi di seluruh subkelompok, dan

utamanya bersumber dari penurunan inflasi

subkelompok bahan bakar, penerangan, dan air.

Adapun komoditas yang menyumbangkan penurunan

inflasi ialah tarif listrik dan bahan bakar rumah tangga.

Penurunan tersebut disebabkan oleh kebijakan

pemerintah untuk menyesuaikan tarif listrik dan harga

elpiji di tengah penurunan harga minyak mentah

Indonesia serta harga gas dunia.

Subkelompok biaya tempat tinggal juga mencatatkan

penurunan inflasi menjadi 1,20% (yoy) dari

sebelumnya 2,63% (yoy) pada triwulan III 2015.

Beberapa komoditas yang menyumbangkan

penurunan inflasi meliputi semen, pasir, dan batu bata.

Subkelompok lainnya, yakni perlengkapan dan

penyelenggaraan rumah tangga juga mencatatkan

penurunan inflasi pada triwulan laporan, dengan

komoditas yang mengalami penurunan inflasi adalah

kulkas/lemari es, upah pembantu RT, dan pengharum

cucian.

2.2.3. Kelompok Bahan Makanan

Kelompok ini mencatatkan penurunan inflasi

dibandingkan dengan periode sebelumnya. Pada

triwulan IV 2015, inflasi tercatat sebesar 4,54% (yoy),

jauh lebih rendah dibandingkan triwulan lalu yang

sebesar 8,49% (yoy). Penurunan inflasi pada kelompok

bahan makanan utamanya disebabkan oleh

subkelompok bumbu-bumbuan dan subkelompok

padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya. Pada

subkelompok bumbu-bumbuan, terjadi deflasi sebesar

-8.09% (yoy) dari sebelumnya 33,80% (yoy). Adapun

komoditas yang mendorong deflasi adalah cabai rawit

dan cabai merah di tengah membaiknya produksi

panen dibandingkan dengan tahun 2014 lalu, serta

normalisasi harga pasca Ramadhan dan Idul Fitri yang

terjadi di triwulan sebelumnya.

Sementara itu, inflasi pada subkelompok padi-padian,

umbi-umbian, dan hasilnya tercatat turun sebesar

6,55% (yoy), dari sebelumnya 13,47% (yoy).

Penurunan ini utamanya berasal dari pasokan beras

yang terjaga seiring dengan meningkatnya hasil panen

pada tahun 2015 serta beberapa upaya pemerintah

daerah dalam meredam gejolak harga yang disebabkan

oleh beras, seperti operasi pasar dan pemberian beras

Rastra.

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

KOMODITAS

Tabel 2.6. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw III 2015 – Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar

I

2014

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS, DAN BAHAN BAKAR

BIAYA TEMPAT TINGGAL

BAHAN BAKAR, PENERANGAN DAN AIR

PERLENGKAPAN RUMAHTANGGA

PENYELENGGARAAN RUMAHTANGGA

II III

6,14

6,07

8,29

3,93

3,67

7,13

7,36

8,63

4,32

4,61

6,68

5,59

11,16

4,01

4,61

IV

8,09

6,41

15,31

3,77

4,37

2015

7,32

4,94

15,37

3,61

4,88

I (yoy)

5,91

3,08

14,38

3,18

4,27

II (yoy) III (yoy)

4,61

2,63

9,83

3,11

4,10

IV (yoy)

2.27

1.20

3.63

3.03

3.89

IV (qtq)

0.37

0.32

0.13

1.01

0.71

49PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

48 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CORE VF ADM PRICE

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

% YOY

III

Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.8

% MTM

CORE VF ADM PRICE-4

-2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

7 8 9

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

IV10 1112

2.2.4. Kelompok Lainnya

Kelompok makanan jadi , minuman, dan

tembakau juga mencatatkan penurunan inflasi.

Tercatat, inflasi kelompok ini turun menjadi 2,27% (yoy)

dari sebelumnya 4,61% di triwulan III 2015.

Menurunnya angka inflasi ini didorong oleh turunnya

harga komoditas pasca Idul Fitri di triwulan

sebelumnya. Sementara itu, kelompok lain yang

mencatatkan penurunan cukup tinggi adalah

kelompok sandang dan kelompok pendidikan, rekreasi,

dan olahraga. Kedua kelompok ini masing-masing

mencatatkan inflasi sebesar 2,38% (yoy) dan 4,31%

(yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar 3,26% (yoy) dan 5,17% (yoy).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi seluruh

kelompok mengalami penurunan pada triwulan

laporan. Penurunan utamanya berasal dari kelompok

administered prices dan volatile food. Inflasi kelompok

administered prices turun dari 9,52% (yoy) menjadi

0,84% (yoy). Begitu pula dengan inflasi volatile food

yang turun menjadi 4,61% (yoy), dari sebelumnya

8,56% (yoy) . Sementara i tu, kelompok int i

mencatatkan penurunan menjadi 2,73% (yoy), lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar 3,75% (yoy) (Grafik 2.7).

2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices turun tajam

pada periode laporan. Inflasi kelompok administered

prices pada triwulan IV 2015 turun menjadi 0.84%

(yoy) dari sebelumnya 9,52% (yoy). Penurunan harga

utamanya berasal dari menurunnya harga BBM pasca

kenaikan harga BBM pada akhir tahun 2014 silam.

Inflasi ini lebih rendah dibandingkan rerata inflasi

administered prices lima tahun terakhir yang sebesar

7,80% (yoy).

KOMODITAS

Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2015 – Kelompok Bahan Makanan

I

2014

BAHAN MAKANAN

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURAN

KACANG – KACANGAN

BUAH – BUAHAN

BUMBU – BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

II III

7.17

10.69

8.81

17.12

7.91

7.22

25.17

14.42

8.55

-25.87

25.1

5.43

8.61

7.81

14.62

15.48

6.44

10.06

12.4

15.41

11.01

-17.07

21.73

5.34

4,79

5,95

3,09

6,92

4,17

10,59

8,43

4,31

6,48

-13,10

10,69

7,67

IV

11,39

12,19

1,50

8,98

7,67

11,9

14,34

3,12

2,52

41,38

3,13

7,90

2015

5.79

13.75

-0.20

6.55

4.33

7.72

1.74

3.17

3.12

4.82

-2.04

7.88

I (yoy)

7.72

9.14

-1.63

8.02

7.47

5.14

9.02

3.28

4.21

38.87

-3.12

8.30

II (yoy) III (yoy)

8.49

13.47

-2.13

11.51

7.51

4.12

8.96

5.05

4.40

33.80

-2.64

7.40

IV (yoy)

4.54

6.55

6.54

9.95

4.59

4.70

13.51

5.00

9.03

-8.09

-5.93

6.18

IV (qtq)

3.44

1.87

0.52

0.30

0.17

3.23

10.12

1.20

3.31

14.86

-3.59

0.70

2.3. Disagregasi Inflasi

%, QTQ

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Rata-rata2010-2014

IV - 2012 IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015

Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokAdministered Prices Triwulan IV

Grafik 2.9

TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices

Grafik 2.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2.37

0.461.42

9.67

0.99

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

0

5

10

15

20

25

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

%, YOY

2012

IV

Inflasi triwulanan kelompok administered prices

periode laporan juga tercatat lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Tercatat inflasi triwulanan pada periode

laporan sebesar 0,99% (qtq) jauh lebih rendah

dibandingkan triwulan IV 2014 yang sebesar 9,67%

(qtq). Secara keseluruhan, inflasi kelompok ini juga

tercatat lebih rendah dibandingkan historis lima tahun

terakhir yang sebesar 2,37% (qtq) (Grafik 2.17).

Penurunan inflasi kelompok administered prices

didorong oleh penurunan subkelompok bahan

bakar, penerangan, dan air. Inflasi untuk komoditas

tarif listrik turun menjadi 2,86% (yoy) dari sebelumnya

11,28% (yoy) pada triwulan lalu. Penurunan ini terkait

dengan kebijakan penyesuaian tarif listrik beberapa

golongan di tahun 2015. Demikian halnya dengan

komoditas elpiji dan komoditas bensin yang mengalami

penurunan di sepanjang tahun 2015. Semenjak 16

September 2015, harga rata-rata elpiji 12 kilogram (kg)

turun dari Rp 142.000 menjadi Rp 135.300 per tabung.

Sementara itu, harga BBM non-subsidi mengalami

penurunan seiring dengan pelemahan harga minyak

dunia. Seiring dengan paket kebijakan pemerintah jilid

III yang berlaku mulai 1 Oktober 2015, Pertamax turun

2,7% dari Rp9.250 menjadi Rp9.000, sementara

Pertalite mengalami penurunan harga Rp100 atau

1,2% dari Rp8.400 menjadi Rp8.300. Per 15 Oktober

2015, harga Pertamax turun Rp150 per liter, dari

sebelumnya Rp9.000 per liter menjadi Rp8.850 per liter.

Pada 10 Desember 2015, Pertamax seharga Rp

8.750/liter turun menjadi Rp 8.650/liter (Grafik 2.11).

Meskipun demikian, masih terdapat kenaikan inflasi

untuk tarif angkutan udara dan rokok kretek. Inflasi

angkutan udara meningkat menjadi 13,92% (yoy) dari

sebelumnya 1,26% (yoy) pada triwulan III 2015 di

tengah liburan Natal dan Tahun Baru. Sementara itu,

kenaikan harga komoditas rokok kretek juga

meningkat seiring keputusan Pemerintah menaikkan

cukai rokok sebesar 23% pada tahun 2016, sehingga

mendorong kenaikan harga secara bertahap di akhir

tahun 2015.

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Perkembangan Inflasi Bulanan BBRT Grafik 2.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

-2

-1

0

1

2

3

4

5

2012 2013 2014 20152011

Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin Grafik 2.11

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

2012 2013 2014 20152011

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

51PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

50 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Disagregasi Inflasi TahunanGrafik 2.7Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CORE VF ADM PRICE

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2012 2013 2014 2015

% YOY

III

Disagregasi Inflasi BulananGrafik 2.8

% MTM

CORE VF ADM PRICE-4

-2

0

2

4

6

8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1112 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

7 8 9

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

IV10 1112

2.2.4. Kelompok Lainnya

Kelompok makanan jadi , minuman, dan

tembakau juga mencatatkan penurunan inflasi.

Tercatat, inflasi kelompok ini turun menjadi 2,27% (yoy)

dari sebelumnya 4,61% di triwulan III 2015.

Menurunnya angka inflasi ini didorong oleh turunnya

harga komoditas pasca Idul Fitri di triwulan

sebelumnya. Sementara itu, kelompok lain yang

mencatatkan penurunan cukup tinggi adalah

kelompok sandang dan kelompok pendidikan, rekreasi,

dan olahraga. Kedua kelompok ini masing-masing

mencatatkan inflasi sebesar 2,38% (yoy) dan 4,31%

(yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar 3,26% (yoy) dan 5,17% (yoy).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi seluruh

kelompok mengalami penurunan pada triwulan

laporan. Penurunan utamanya berasal dari kelompok

administered prices dan volatile food. Inflasi kelompok

administered prices turun dari 9,52% (yoy) menjadi

0,84% (yoy). Begitu pula dengan inflasi volatile food

yang turun menjadi 4,61% (yoy), dari sebelumnya

8,56% (yoy) . Sementara i tu, kelompok int i

mencatatkan penurunan menjadi 2,73% (yoy), lebih

rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar 3,75% (yoy) (Grafik 2.7).

2.3.1. Kelompok Administered PricesInflasi kelompok administered prices turun tajam

pada periode laporan. Inflasi kelompok administered

prices pada triwulan IV 2015 turun menjadi 0.84%

(yoy) dari sebelumnya 9,52% (yoy). Penurunan harga

utamanya berasal dari menurunnya harga BBM pasca

kenaikan harga BBM pada akhir tahun 2014 silam.

Inflasi ini lebih rendah dibandingkan rerata inflasi

administered prices lima tahun terakhir yang sebesar

7,80% (yoy).

KOMODITAS

Tabel 2.7. Perkembangan Inflasi Tahunan dan Triwulanan Tw IV 2015 – Kelompok Bahan Makanan

I

2014

BAHAN MAKANAN

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN & HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DAN HASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURAN

KACANG – KACANGAN

BUAH – BUAHAN

BUMBU – BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

II III

7.17

10.69

8.81

17.12

7.91

7.22

25.17

14.42

8.55

-25.87

25.1

5.43

8.61

7.81

14.62

15.48

6.44

10.06

12.4

15.41

11.01

-17.07

21.73

5.34

4,79

5,95

3,09

6,92

4,17

10,59

8,43

4,31

6,48

-13,10

10,69

7,67

IV

11,39

12,19

1,50

8,98

7,67

11,9

14,34

3,12

2,52

41,38

3,13

7,90

2015

5.79

13.75

-0.20

6.55

4.33

7.72

1.74

3.17

3.12

4.82

-2.04

7.88

I (yoy)

7.72

9.14

-1.63

8.02

7.47

5.14

9.02

3.28

4.21

38.87

-3.12

8.30

II (yoy) III (yoy)

8.49

13.47

-2.13

11.51

7.51

4.12

8.96

5.05

4.40

33.80

-2.64

7.40

IV (yoy)

4.54

6.55

6.54

9.95

4.59

4.70

13.51

5.00

9.03

-8.09

-5.93

6.18

IV (qtq)

3.44

1.87

0.52

0.30

0.17

3.23

10.12

1.20

3.31

14.86

-3.59

0.70

2.3. Disagregasi Inflasi

%, QTQ

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Rata-rata2010-2014

IV - 2012 IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015

Perkembangan Inflasi Triwulanan KelompokAdministered Prices Triwulan IV

Grafik 2.9

TEMBAKAU DAN MINUM BERALKOHOL TRANSPORBAHAN BAKAR,PENERANGAN DAN AIR

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Administered Prices

Grafik 2.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2.37

0.461.42

9.67

0.99

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

0

5

10

15

20

25

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

%, YOY

2012

IV

Inflasi triwulanan kelompok administered prices

periode laporan juga tercatat lebih rendah

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Tercatat inflasi triwulanan pada periode

laporan sebesar 0,99% (qtq) jauh lebih rendah

dibandingkan triwulan IV 2014 yang sebesar 9,67%

(qtq). Secara keseluruhan, inflasi kelompok ini juga

tercatat lebih rendah dibandingkan historis lima tahun

terakhir yang sebesar 2,37% (qtq) (Grafik 2.17).

Penurunan inflasi kelompok administered prices

didorong oleh penurunan subkelompok bahan

bakar, penerangan, dan air. Inflasi untuk komoditas

tarif listrik turun menjadi 2,86% (yoy) dari sebelumnya

11,28% (yoy) pada triwulan lalu. Penurunan ini terkait

dengan kebijakan penyesuaian tarif listrik beberapa

golongan di tahun 2015. Demikian halnya dengan

komoditas elpiji dan komoditas bensin yang mengalami

penurunan di sepanjang tahun 2015. Semenjak 16

September 2015, harga rata-rata elpiji 12 kilogram (kg)

turun dari Rp 142.000 menjadi Rp 135.300 per tabung.

Sementara itu, harga BBM non-subsidi mengalami

penurunan seiring dengan pelemahan harga minyak

dunia. Seiring dengan paket kebijakan pemerintah jilid

III yang berlaku mulai 1 Oktober 2015, Pertamax turun

2,7% dari Rp9.250 menjadi Rp9.000, sementara

Pertalite mengalami penurunan harga Rp100 atau

1,2% dari Rp8.400 menjadi Rp8.300. Per 15 Oktober

2015, harga Pertamax turun Rp150 per liter, dari

sebelumnya Rp9.000 per liter menjadi Rp8.850 per liter.

Pada 10 Desember 2015, Pertamax seharga Rp

8.750/liter turun menjadi Rp 8.650/liter (Grafik 2.11).

Meskipun demikian, masih terdapat kenaikan inflasi

untuk tarif angkutan udara dan rokok kretek. Inflasi

angkutan udara meningkat menjadi 13,92% (yoy) dari

sebelumnya 1,26% (yoy) pada triwulan III 2015 di

tengah liburan Natal dan Tahun Baru. Sementara itu,

kenaikan harga komoditas rokok kretek juga

meningkat seiring keputusan Pemerintah menaikkan

cukai rokok sebesar 23% pada tahun 2016, sehingga

mendorong kenaikan harga secara bertahap di akhir

tahun 2015.

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Perkembangan Inflasi Bulanan BBRT Grafik 2.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

-2

-1

0

1

2

3

4

5

2012 2013 2014 20152011

Perkembangan Inflasi Bulanan Bensin Grafik 2.11

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

2012 2013 2014 20152011

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

51PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

50 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok IntiTriwulan IV

Grafik 2.15

INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN

3.0

2.0

1.0

0.0

-1.0

-2.0

-3.0

-4.00.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%,YOY %

III

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Perkembangan Output Gap,Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Traded

Grafik 2.16

Rata-rata2010-2014

IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015

0.71 0.65

1.45

0.45

IV

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Angkutan UdaraGrafik 2.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Perkembangan Inflasi Rokok KretekGrafik 2.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

2.3.2. Kelompok Inti

Inflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi

kelompok inti turun menjadi 2,73% (yoy) dari 3,75%

(yoy) pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan

historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih rendah

dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang

sebesar 3,98% (yoy). Penurunan ini terjadi baik pada

subkelompok non-traded dan traded. Ditinjau dari

komoditasnya, melambatnya inflasi inti disumbang

oleh menurunnya harga komoditas bahan bangunan,

meliputi semen, batu bata, besi beton, dan keramik.

Inflasi triwulanan juga mencatatkan penurunan,

dari sebelumnya 0,93% (qtq) menjadi 0,45% (qtq)

pada triwulan laporan. Berdasarkan historisnya, inflasi

inti triwulanan ini lebih rendah dibandingkan historis

lima tahun terakhir yang sebesar 0,71% (qtq). Inflasi

kelompok inti juga mencatatkan angka yang lebih

rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun

lalu. Pada triwulan IV 2014, inflasi inti tercatat sebesar

1,05% (qtq) (Grafik 2.15).

Menurunnya tekanan inflasi di kelompok inti

terkonfirmasi penurunan tren output gap. Pada

triwulan IV 2015, output gap tercatat negatif yang

mengindikasikan penurunan inflasi.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan

inflasi pada triwulan IV 2015 ini sejalan dengan

ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh

masyarakat. Demikian halnya dengan hasil Survei

Pedagang Eceran yang menyatakan penurunan inflasi

pada triwulan IV sejalan dengan ekspektasi harga 6

bulan mendatang (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).

INDEKS

150

155

160

165

170

175

180

185

190

195

200

EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

7 8 9

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 2.17

BULAN YAD3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

INDEKS

7 8 9130

140

150

160

170

180

190

200

Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia

Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.18

10 11 12 10 11 12

Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun

pada triwulan laporan, di tengah penguatan kurs

Dolar AS. Tekanan imported inflation yang rendah

tercermin dari kelompok inti traded mencatatkan

penurunan d iband ingkan dengan t r iwu lan

sebelumnya. Inflasi inti traded menurun dari 4,34%

(yoy) menjadi 3,70% (yoy). Penurunan tersebut terjadi

di tengah melemahnya kurs Rupiah pada triwulan

laporan. Pada triwulan IV, rata-rata nilai tukar Rupiah

terhadap Dolar AS sebesar Rp13.773,05, atau menguat

0,68% dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 6Rp13.867,90.

2.3.3. Kelompok Volatile FoodInflasi tahunan volatile food turun pada periode

laporan. Inflasi volatile foods tercatat sebesar 4,61%

(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar

8,56% (yoy). Angka ini juga lebih rendah dibandingkan

rata-rata lima tahun yang sebesar 9,79% (yoy).

Penurunan in i u tamanya d i sebabkan o l eh

menghilangnya dampak lanjutan dari kenaikan harga

BBM yang terjadi pada tahun lalu untuk komoditas

pangan.

Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan

mencatatkan peningkatan dari sebelumnya 1,63%

(qtq) pada triwulan III 2015 menjadi 3,63% (qtq) pada

triwulan IV 2015. Peningkatan inflasi secara triwulanan

in i d idorong o leh fak to r mus iman berupa

meningkatnya harga komoditas pangan, terutama di

bulan Desember, menjelang Natal dan Tahun Baru. Hal

tersebut terlihat dari pola inflasi bulanan. Pada bulan

Oktober, inflasi kelompok ini relatif terjaga seiring

terkendalinya pasokan komoditas di masyarakat.

Namun demikian, pada bulan November dan

Desember, terjadi peningkatan inflasi seiring

meningkatnya permintaan menjelang perayaan hari

raya di akhir tahun.

Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 2.19

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

I II III IV

% QTQ

II III IVI II III IV I

% YOY

2012 2013 2014I

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

QTQ (SKALA KANAN) YOY

II2015

III

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

IV

Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI6.

53PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

52 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok IntiTriwulan IV

Grafik 2.15

INFLASI INTI NON TRADEDPDRB YOY OUTPUT GAP-SKALA KANAN

3.0

2.0

1.0

0.0

-1.0

-2.0

-3.0

-4.00.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

7.0

8.0

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

%,YOY %

III

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Perkembangan Output Gap,Pertumbuhan Ekonomi Tahunan, dan Inflasi Inti Traded

Grafik 2.16

Rata-rata2010-2014

IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015

0.71 0.65

1.45

0.45

IV

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Angkutan UdaraGrafik 2.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Perkembangan Inflasi Rokok KretekGrafik 2.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

2.3.2. Kelompok Inti

Inflasi kelompok inti mengalami penurunan. Inflasi

kelompok inti turun menjadi 2,73% (yoy) dari 3,75%

(yoy) pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan

historisnya, angka inflasi tahunan ini lebih rendah

dibandingkan rata-rata lima tahun terakhir yang

sebesar 3,98% (yoy). Penurunan ini terjadi baik pada

subkelompok non-traded dan traded. Ditinjau dari

komoditasnya, melambatnya inflasi inti disumbang

oleh menurunnya harga komoditas bahan bangunan,

meliputi semen, batu bata, besi beton, dan keramik.

Inflasi triwulanan juga mencatatkan penurunan,

dari sebelumnya 0,93% (qtq) menjadi 0,45% (qtq)

pada triwulan laporan. Berdasarkan historisnya, inflasi

inti triwulanan ini lebih rendah dibandingkan historis

lima tahun terakhir yang sebesar 0,71% (qtq). Inflasi

kelompok inti juga mencatatkan angka yang lebih

rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun

lalu. Pada triwulan IV 2014, inflasi inti tercatat sebesar

1,05% (qtq) (Grafik 2.15).

Menurunnya tekanan inflasi di kelompok inti

terkonfirmasi penurunan tren output gap. Pada

triwulan IV 2015, output gap tercatat negatif yang

mengindikasikan penurunan inflasi.

Berdasarkan hasil Survei Konsumen, penurunan

inflasi pada triwulan IV 2015 ini sejalan dengan

ekspektasi harga 3 bulan ke depan oleh

masyarakat. Demikian halnya dengan hasil Survei

Pedagang Eceran yang menyatakan penurunan inflasi

pada triwulan IV sejalan dengan ekspektasi harga 6

bulan mendatang (Grafik 2.23 dan Grafik 2.24).

INDEKS

150

155

160

165

170

175

180

185

190

195

200

EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

7 8 9

Sumber: Survei Konsumen, Bank Indonesia

Indeks Ekspektasi Konsumen terhadap Kenaikan HargaGrafik 2.17

BULAN YAD3 BULAN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014 2015

INDEKS

7 8 9130

140

150

160

170

180

190

200

Sumber: Survei Pedagang Eceran, Bank Indonesia

Indeks Ekspektasi Harga Pedagang EceranGrafik 2.18

10 11 12 10 11 12

Tekanan inflasi dari faktor eksternal menurun

pada triwulan laporan, di tengah penguatan kurs

Dolar AS. Tekanan imported inflation yang rendah

tercermin dari kelompok inti traded mencatatkan

penurunan d iband ingkan dengan t r iwu lan

sebelumnya. Inflasi inti traded menurun dari 4,34%

(yoy) menjadi 3,70% (yoy). Penurunan tersebut terjadi

di tengah melemahnya kurs Rupiah pada triwulan

laporan. Pada triwulan IV, rata-rata nilai tukar Rupiah

terhadap Dolar AS sebesar Rp13.773,05, atau menguat

0,68% dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 6Rp13.867,90.

2.3.3. Kelompok Volatile FoodInflasi tahunan volatile food turun pada periode

laporan. Inflasi volatile foods tercatat sebesar 4,61%

(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan lalu sebesar

8,56% (yoy). Angka ini juga lebih rendah dibandingkan

rata-rata lima tahun yang sebesar 9,79% (yoy).

Penurunan in i u tamanya d i sebabkan o l eh

menghilangnya dampak lanjutan dari kenaikan harga

BBM yang terjadi pada tahun lalu untuk komoditas

pangan.

Meskipun demik ian , inf las i t r iwulanan

mencatatkan peningkatan dari sebelumnya 1,63%

(qtq) pada triwulan III 2015 menjadi 3,63% (qtq) pada

triwulan IV 2015. Peningkatan inflasi secara triwulanan

in i d idorong o leh fak to r mus iman berupa

meningkatnya harga komoditas pangan, terutama di

bulan Desember, menjelang Natal dan Tahun Baru. Hal

tersebut terlihat dari pola inflasi bulanan. Pada bulan

Oktober, inflasi kelompok ini relatif terjaga seiring

terkendalinya pasokan komoditas di masyarakat.

Namun demikian, pada bulan November dan

Desember, terjadi peningkatan inflasi seiring

meningkatnya permintaan menjelang perayaan hari

raya di akhir tahun.

Perkembangan Inflasi Tahunan Kelompok Inti TradedGrafik 2.19

0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

1,4

1,6

1,8

2

I II III IV

% QTQ

II III IVI II III IV I

% YOY

2012 2013 2014I

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5

5

QTQ (SKALA KANAN) YOY

II2015

III

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

IV

Data nilai tukar Rupiah bersumber dari Kurs Tengah BI6.

53PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

52 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Namun demikian, apabila ditinjau dari inflasi bulanan di

triwulan laporan, cabai merah dan cabai rawit

mengalami kenaikan inflasi bulanan yang tinggi di akhir

tahun. Pada komoditas cabai merah dan cabai rawit,

meningkatnya harga disebabkan oleh berkurangnya

pasokan akibat gangguan cuaca. Masuknya musim

hujan berpengaruh terhadap menurunnya kualitas hasil

panen cabai, dimana tingkat susut kualitas cabai dapat

meningkat hingga 40%.

Selanjutnya, inflasi juga mengalami penurunan untuk

kelompok lainnya, yaitu kelompok padi-padian, umbi-

umbian, dan hasilnya. Kelompok ini mencatatkan

inflasi yang menurun menjadi 6,55% (yoy) dari

sebelumnya 13,46% (yoy) pada triwulan III 2015.

Adapun komoditas yang mendorong penurunan

utamanya berasal dari komoditas beras yang

mencatatkan penurunan sumbangan inflasi menjadi

0,33%.

%, YOY

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 20152012-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

I

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food

Grafik 2.22

%, YOY

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 20152012

I

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food

Grafik 2.23

IV IV

Lebih jauh, inflasi kelompok volatile foods

tercatat lebih rendah dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya. Tercatat

angka inflasi triwulan IV 2014 sebesar 7,54% (qtq) atau

11,49% (yoy). Rendahnya inflasi di triwulan laporan

terutama didorong oleh subkelompok bumbu-

bumbuan. (Grafik 2.22).

Inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan pada

triwulan laporan mencatatkan deflasi sebesar -

8,09% (yoy), setelah mencatatkan inflasi 33,80% (yoy)

pada triwulan III 2015. Adapun komoditas yang

menyumbangkan deflasi berasal dari cabai merah dan

cabai rawit dengan masing-masing sumbangan deflasi

tahunan sebesar -0,19% dan -0,11%. Penurunan

terjadi akibat lebih tingginya harga komoditas aneka

cabai di akhir tahun 2014 dibandingkan triwulan

laporan.

20132012

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00 %, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

RATA-RATA 2010-2014 20152014

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi BulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan IV

Grafik 2.20

RATA-RATA2010-2014

IV - 2012 IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan IV

Grafik 2.21

3.19

0.72 0.56

7.54

3.63

-3.00

-1.00

1.00

3.00

5.00

7.00

9.00

0

2

4

6

8

10

12

II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014

% YOY

2012

I

2015

INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

%,YOY

II III

Inflasi Tahunan Triwulan IV 2015Grafik 2.27 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.28Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2.632.52

3.28

2.56 2.56

3.95

2.73

3.35

2

3

4

IV

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

Secara umum, enam kota yang disurvei oleh BPS

di Jawa Tengah mencatatkan penurunan inflasi.

Penurunan inflasi terbesar terjadi di Kota Semarang,

dari sebelumnya 5,88% (yoy) menjadi 2,56% (yoy)

(Grafik 2.31 dan 2.32).

Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa

Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada

triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang

memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,43%.

Sementara pada triwulan sebelumnya, selisih tersebut

sebesar 1,31%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tegal

yang kemudian diikuti oleh Kota Kudus dengan tingkat

inflasi masing-masing sebesar 3,95% (yoy) dan 3,28%

(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota

Purwokerto dengan tingkat inflasi sebesar 2,52% (yoy)

(Grafik 2.29).

Berdasarkan disagregasinya, kelompok volatile

food mencatatkan inflasi yang tinggi di 6 kota

perhitungan inflasi. Kota yang mencatatkan inflasi

volatile food di atas inflasi Jawa Tengah adalah Kota

Kudus dan Kota Semarang. Pada dua kota tersebut,

komoditas beras dan bawang merah memberikan

sumbangan yang cukup tinggi pada inflasi kelompok

volatile food.

Sementara itu, kota yang mencatatkan inflasi inti di atas

inflasi Jawa Tengah adalah Kota Cilacap, Kota Kudus,

dan Kota Tegal. Pada kota Cilacap, terdapat

sumbangan inflasi yang cukup tinggi berasal dari

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

20132012 201520142011

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Komoditas BerasGrafik 2.26

Sumber: BPS, diolah

20132012 201520142011

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80 %, MTM

Sumber: BPS, diolah

Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.24

20132012 201520142011

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Bulanan Cabai Rawit Grafik 2.25

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

55PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

54 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Namun demikian, apabila ditinjau dari inflasi bulanan di

triwulan laporan, cabai merah dan cabai rawit

mengalami kenaikan inflasi bulanan yang tinggi di akhir

tahun. Pada komoditas cabai merah dan cabai rawit,

meningkatnya harga disebabkan oleh berkurangnya

pasokan akibat gangguan cuaca. Masuknya musim

hujan berpengaruh terhadap menurunnya kualitas hasil

panen cabai, dimana tingkat susut kualitas cabai dapat

meningkat hingga 40%.

Selanjutnya, inflasi juga mengalami penurunan untuk

kelompok lainnya, yaitu kelompok padi-padian, umbi-

umbian, dan hasilnya. Kelompok ini mencatatkan

inflasi yang menurun menjadi 6,55% (yoy) dari

sebelumnya 13,46% (yoy) pada triwulan III 2015.

Adapun komoditas yang mendorong penurunan

utamanya berasal dari komoditas beras yang

mencatatkan penurunan sumbangan inflasi menjadi

0,33%.

%, YOY

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 20152012-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

I

PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA DAGING-DAGINGNYA DAN HASIL-HASILNYAIKAN SEGAR TELUR,SUSU DAN HASIL-HASILNYA

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food

Grafik 2.22

%, YOY

II III IV I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 20152012

I

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

SAYUR-SAYURAN KACANG-KACANGANBUAH-BUAHAN BUMBU-BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi TahunanKelompok Volatile Food

Grafik 2.23

IV IV

Lebih jauh, inflasi kelompok volatile foods

tercatat lebih rendah dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya. Tercatat

angka inflasi triwulan IV 2014 sebesar 7,54% (qtq) atau

11,49% (yoy). Rendahnya inflasi di triwulan laporan

terutama didorong oleh subkelompok bumbu-

bumbuan. (Grafik 2.22).

Inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan pada

triwulan laporan mencatatkan deflasi sebesar -

8,09% (yoy), setelah mencatatkan inflasi 33,80% (yoy)

pada triwulan III 2015. Adapun komoditas yang

menyumbangkan deflasi berasal dari cabai merah dan

cabai rawit dengan masing-masing sumbangan deflasi

tahunan sebesar -0,19% dan -0,11%. Penurunan

terjadi akibat lebih tingginya harga komoditas aneka

cabai di akhir tahun 2014 dibandingkan triwulan

laporan.

20132012

-6.00

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00 %, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

RATA-RATA 2010-2014 20152014

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi BulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan IV

Grafik 2.20

RATA-RATA2010-2014

IV - 2012 IV - 2013 IV - 2014 IV - 2015

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Perkembangan Inflasi TriwulananKelompok Volatile Food 2012-2015 Triwulan IV

Grafik 2.21

3.19

0.72 0.56

7.54

3.63

-3.00

-1.00

1.00

3.00

5.00

7.00

9.00

0

2

4

6

8

10

12

II III IV I II III IV I II III IV

2013 2014

% YOY

2012

I

2015

INFLASI KOTA INFLASI JAWA TENGAH INFLASI NASIONAL CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

%,YOY

II III

Inflasi Tahunan Triwulan IV 2015Grafik 2.27 Perkembangan Inflasi TahunanGrafik 2.28Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2.632.52

3.28

2.56 2.56

3.95

2.73

3.35

2

3

4

IV

2.4. Inflasi Kota – Kota di Provinsi Jawa Tengah

Secara umum, enam kota yang disurvei oleh BPS

di Jawa Tengah mencatatkan penurunan inflasi.

Penurunan inflasi terbesar terjadi di Kota Semarang,

dari sebelumnya 5,88% (yoy) menjadi 2,56% (yoy)

(Grafik 2.31 dan 2.32).

Disparitas inflasi antar kota/kabupaten di Jawa

Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada

triwulan laporan, selisih tingkat inflasi antara kota yang

memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,43%.

Sementara pada triwulan sebelumnya, selisih tersebut

sebesar 1,31%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Tegal

yang kemudian diikuti oleh Kota Kudus dengan tingkat

inflasi masing-masing sebesar 3,95% (yoy) dan 3,28%

(yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota

Purwokerto dengan tingkat inflasi sebesar 2,52% (yoy)

(Grafik 2.29).

Berdasarkan disagregasinya, kelompok volatile

food mencatatkan inflasi yang tinggi di 6 kota

perhitungan inflasi. Kota yang mencatatkan inflasi

volatile food di atas inflasi Jawa Tengah adalah Kota

Kudus dan Kota Semarang. Pada dua kota tersebut,

komoditas beras dan bawang merah memberikan

sumbangan yang cukup tinggi pada inflasi kelompok

volatile food.

Sementara itu, kota yang mencatatkan inflasi inti di atas

inflasi Jawa Tengah adalah Kota Cilacap, Kota Kudus,

dan Kota Tegal. Pada kota Cilacap, terdapat

sumbangan inflasi yang cukup tinggi berasal dari

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

20132012 201520142011

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Inflasi Bulanan Komoditas BerasGrafik 2.26

Sumber: BPS, diolah

20132012 201520142011

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES-80

-60

-40

-20

0

20

40

60

80 %, MTM

Sumber: BPS, diolah

Inflasi Bulanan Cabai MerahGrafik 2.24

20132012 201520142011

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Bulanan Cabai Rawit Grafik 2.25

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

55PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

54 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

2015 TW III 2015 TW I

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL0

1

2

3

4

5

6

7

Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

% YOY

BAHANMAKANAN

MAKANANJADI,ROKOK

PERUMAHAN,AIR, LISTRIK

SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN

TRANSPOR

Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw IV 2015Grafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-4

-2

0

2

4

6

8

10

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2015 Grafik 2.29Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

6

5

4

3

2

1

0

CORE VF AP

VPJATENG4,61%

COREJATENG2,73%

ADM.PRICESJATENG0,84%

komoditas nasi dengan lauk. Selanjutnya, komoditas

inti yang menyumbangkan inflasi tinggi di Kota Kudus

ialah komoditas mobil, sementara komoditas gula pasir

menyumbangkan inflasi inti di Kota Tegal.

Adapun kota yang mencatatkan inflasi administered

prices yang lebih tinggi dibandingkan Jawa Tengah

meliputi Kota Kudus dan Kota Tegal. Pada kelompok ini,

komoditas yang menyumbangkan inflasi cukup tinggi

berasal dari komoditas rokok kretek dan rokok kretek

filter.

Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam

kota mengalami deflasi untuk kelompok transpor.

Deflasi terdalam berada pada Kota Purwokerto yang

diikuti oleh Kota Cilacap. Penurunan harga BBM

menyebabkan adanya penurunan inflasi di seluruh kota

yang berasal dari komoditas bensin dan solar. Lebih

jauh, sebagai dampak lanjutan dari penurunan harga

BBM, tarif angkutan dalam kota, angkutan antar kota,

dan sepeda motor mengalami penurunan inflasi

dengan tingkat penurunan yang berbeda antar kota.

Penurunan inflasi sepeda motor diperkirakan juga

berasal dari melambatnya daya beli masyarakat.

Sementara itu, kelompok bahan makanan dan

makanan jadi masih mencatatkan inflasi. Komoditas

beras masih menjadi komoditas penyumbang inflasi

terbesar di 5 kota di Jawa Tengah.

SUPLEMEN V

Kabupaten Brebes dikenal sebagai sentra penghasil

bawang merah di Jawa Tengah sekaligus merupakan

daerah dengan luas tanam terbesar di Jawa Tengah. Data

hingga akhir 2015 menunjukkan bahwa 68% dari total

produksi bawang merah di Jawa Tengah dihasilkan oleh

Kabupaten Brebes. Jumlah produksi yang dihasilkan

kabupaten ini sebesar 3.001,44 ton bawang merah dan

diperkirakan di akhir tahun 2015 luas tanam mencapai

26.666 Ha dengan luas panen 26.645 Ha. Sementara itu, 8produktivitas tahun 2015 tercatat 115,74 kw per Ha ,

jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sebesar 75,96

kw per Ha. Peningkatan produktivitas tersebut

disebabkan minimnya serangan hama penyakit

dibandingkan tahun sebelumnya. .

Di akhir 2015, secara nasional, bawang merah tercatat

mengalami inflasi sebesar 35,78% (mtm) pada bulan

Desember 2015, meningkat tajam dibandingkan bulan

sebe lumnya ( -0 ,85% mtm) dan leb ih t inggi

dibandingkan historisnya (1,0% mtm). Kenaikan harga

tersebut dipicu oleh relatif sedikitnya jumlah pasokan

akibat keterlambatan masa tanam dan tingginya

permintaan di akhir tahun (Natal dan libur akhir tahun).

Hal tersebut terkonfirmasi dari data luas tanam

Kabupaten Brebes yang menunjukkan adanya

keterlambatan masa tanam bawang merah di akhir 2015

sehingga pasokan terganggu. Keterlambatan masa

tanam bawang merah tersebut akibat dari pengaruh

cuaca.

Tidak hanya hasil panen, harga benih bawang merah

diperkirakan turut mengalami kenaikan yang disebabkan

tingginya harga bawang merah pada bulan Desember

2015 dan Januari 2016, sehingga petani lebih memilih

untuk menjual benih bawang merahnya.

Sesuai siklus normalnya, setiap tahun terdapat dua kali

masa panen, yaitu panen raya kecil pada bulan

Desember-Januari dan panen raya besar di bulan Juni-

Agustus. Dengan adanya El Nino yang menyebabkan

kekeringan berkepanjangan, panen raya besar dan kecil

diperkirakan akan mengalami pergeseran, yaitu panen

raya kecil menjadi Januari-Februari dan panen raya besar

pada bulan Juli-September. Mundurnya panen raya besar

ini dapat berpotensi pada terjadinya inflasi. Hal ini

dikarenakan bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun

2016 akan jatuh di bulan Juni-Juli 2016 mendatang.

Pada bulan tersebut umumnya permintaan masyarakat

meningkat, sementara di sisi lain kondisi pasokan

diperkirakan tidak setinggi sebelumnya. Sehingga

terdapat potensi terjadinya kenaikan harga.

Salah satu alternatif dalam mengatasi kekurangan

pasokan adalah melalui pola tanam off season

sebagaimana yang telah dilakukan di Desa Larangan,

Kabupaten Brebes. Pola tanam ini dilakukan dengan

memanfaatkan lahan tegalan (lahan dengan kadar air

rendah) yang tidak dimanfaatkan. Selain itu, untuk

m e n i n g k a t k a n p a s o k a n d i b u t u h k a n p u l a

pengembangan/penanaman bawang merah di luar

Brebes. Pengembangan ini dapat dilakukan pada periode

Maret-Juni 2016 untuk memasok kebutuhan bawang

nasional. Selain itu, pola tanam daerah lain diupayakan

berbeda dengan petani bawang merah di Kabupaten

Brebes.

Disusun oleh Analis KPw BI TegalDinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Brebes, 2016 (diolah)

7.8.

7PERKEMBANGAN KOMODITAS BAWANG MERAH

Luas Tanam (ha)

2014

2015

3.387

1.535

3.600

5.035

OKTOBER NOVEMBER DESEMBER

3.700

4.400

TAHUN

Perkembangan Produksi dan Inflasi Bulanan Bawang Merah Kota TegalGrafik 1.Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Brebes, dan BPS Kota Tegal (diolah)

57PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH56 PERKEMBANGAN

INFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

2015 TW III 2015 TW I

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL0

1

2

3

4

5

6

7

Inflasi Tahunan KotaGrafik 2.30Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

% YOY

BAHANMAKANAN

MAKANANJADI,ROKOK

PERUMAHAN,AIR, LISTRIK

SANDANG KESEHATAN PENDIDIKAN

TRANSPOR

Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw IV 2015Grafik 2.27Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

-4

-2

0

2

4

6

8

10

CILACAP PURWOKERTO KUDUS SURAKARTA SEMARANG TEGAL

Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2015 Grafik 2.29Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

6

5

4

3

2

1

0

CORE VF AP

VPJATENG4,61%

COREJATENG2,73%

ADM.PRICESJATENG0,84%

komoditas nasi dengan lauk. Selanjutnya, komoditas

inti yang menyumbangkan inflasi tinggi di Kota Kudus

ialah komoditas mobil, sementara komoditas gula pasir

menyumbangkan inflasi inti di Kota Tegal.

Adapun kota yang mencatatkan inflasi administered

prices yang lebih tinggi dibandingkan Jawa Tengah

meliputi Kota Kudus dan Kota Tegal. Pada kelompok ini,

komoditas yang menyumbangkan inflasi cukup tinggi

berasal dari komoditas rokok kretek dan rokok kretek

filter.

Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam

kota mengalami deflasi untuk kelompok transpor.

Deflasi terdalam berada pada Kota Purwokerto yang

diikuti oleh Kota Cilacap. Penurunan harga BBM

menyebabkan adanya penurunan inflasi di seluruh kota

yang berasal dari komoditas bensin dan solar. Lebih

jauh, sebagai dampak lanjutan dari penurunan harga

BBM, tarif angkutan dalam kota, angkutan antar kota,

dan sepeda motor mengalami penurunan inflasi

dengan tingkat penurunan yang berbeda antar kota.

Penurunan inflasi sepeda motor diperkirakan juga

berasal dari melambatnya daya beli masyarakat.

Sementara itu, kelompok bahan makanan dan

makanan jadi masih mencatatkan inflasi. Komoditas

beras masih menjadi komoditas penyumbang inflasi

terbesar di 5 kota di Jawa Tengah.

SUPLEMEN V

Kabupaten Brebes dikenal sebagai sentra penghasil

bawang merah di Jawa Tengah sekaligus merupakan

daerah dengan luas tanam terbesar di Jawa Tengah. Data

hingga akhir 2015 menunjukkan bahwa 68% dari total

produksi bawang merah di Jawa Tengah dihasilkan oleh

Kabupaten Brebes. Jumlah produksi yang dihasilkan

kabupaten ini sebesar 3.001,44 ton bawang merah dan

diperkirakan di akhir tahun 2015 luas tanam mencapai

26.666 Ha dengan luas panen 26.645 Ha. Sementara itu, 8produktivitas tahun 2015 tercatat 115,74 kw per Ha ,

jauh lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sebesar 75,96

kw per Ha. Peningkatan produktivitas tersebut

disebabkan minimnya serangan hama penyakit

dibandingkan tahun sebelumnya. .

Di akhir 2015, secara nasional, bawang merah tercatat

mengalami inflasi sebesar 35,78% (mtm) pada bulan

Desember 2015, meningkat tajam dibandingkan bulan

sebe lumnya ( -0 ,85% mtm) dan leb ih t inggi

dibandingkan historisnya (1,0% mtm). Kenaikan harga

tersebut dipicu oleh relatif sedikitnya jumlah pasokan

akibat keterlambatan masa tanam dan tingginya

permintaan di akhir tahun (Natal dan libur akhir tahun).

Hal tersebut terkonfirmasi dari data luas tanam

Kabupaten Brebes yang menunjukkan adanya

keterlambatan masa tanam bawang merah di akhir 2015

sehingga pasokan terganggu. Keterlambatan masa

tanam bawang merah tersebut akibat dari pengaruh

cuaca.

Tidak hanya hasil panen, harga benih bawang merah

diperkirakan turut mengalami kenaikan yang disebabkan

tingginya harga bawang merah pada bulan Desember

2015 dan Januari 2016, sehingga petani lebih memilih

untuk menjual benih bawang merahnya.

Sesuai siklus normalnya, setiap tahun terdapat dua kali

masa panen, yaitu panen raya kecil pada bulan

Desember-Januari dan panen raya besar di bulan Juni-

Agustus. Dengan adanya El Nino yang menyebabkan

kekeringan berkepanjangan, panen raya besar dan kecil

diperkirakan akan mengalami pergeseran, yaitu panen

raya kecil menjadi Januari-Februari dan panen raya besar

pada bulan Juli-September. Mundurnya panen raya besar

ini dapat berpotensi pada terjadinya inflasi. Hal ini

dikarenakan bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun

2016 akan jatuh di bulan Juni-Juli 2016 mendatang.

Pada bulan tersebut umumnya permintaan masyarakat

meningkat, sementara di sisi lain kondisi pasokan

diperkirakan tidak setinggi sebelumnya. Sehingga

terdapat potensi terjadinya kenaikan harga.

Salah satu alternatif dalam mengatasi kekurangan

pasokan adalah melalui pola tanam off season

sebagaimana yang telah dilakukan di Desa Larangan,

Kabupaten Brebes. Pola tanam ini dilakukan dengan

memanfaatkan lahan tegalan (lahan dengan kadar air

rendah) yang tidak dimanfaatkan. Selain itu, untuk

m e n i n g k a t k a n p a s o k a n d i b u t u h k a n p u l a

pengembangan/penanaman bawang merah di luar

Brebes. Pengembangan ini dapat dilakukan pada periode

Maret-Juni 2016 untuk memasok kebutuhan bawang

nasional. Selain itu, pola tanam daerah lain diupayakan

berbeda dengan petani bawang merah di Kabupaten

Brebes.

Disusun oleh Analis KPw BI TegalDinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Brebes, 2016 (diolah)

7.8.

7PERKEMBANGAN KOMODITAS BAWANG MERAH

Luas Tanam (ha)

2014

2015

3.387

1.535

3.600

5.035

OKTOBER NOVEMBER DESEMBER

3.700

4.400

TAHUN

Perkembangan Produksi dan Inflasi Bulanan Bawang Merah Kota TegalGrafik 1.Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Brebes, dan BPS Kota Tegal (diolah)

57PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH56 PERKEMBANGAN

INFLASI JAWA TENGAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Grobogan, Sumbawa, Bima, dan Kediri diperkirakan

baru akan mengalami masa panen pada bulan November

dan Desember.

Hal tersebut membuat Asosiasi Bawang Merah Brebes

(ABMI) memperkirakan akan ter jadi shortage

(kekurangan pasokan), terutama bulan Maret hingga

Juni 2016. Kekurangan pasokan tersebut menjadi isu

nasional karena diperkirakan akan menyebabkan harga

bawang merah mengalami kenaikan yang cukup tinggi.Sebagai informasi tambahan, hasil pantauan BMKG

Tegal menyatakan bahwa tahun 2015 terjadi perubahan

iklim, yaitu El Nino yang dipengaruhi angin timuran

(biasanya terjadi angin baratan). Diperkirakan

penyimpangan iklim tahun 2015 tersebut akan berlanjut

di awal tahun 2016 ini. Hingga Januari 2016 saat ini

masih terjadi El Nino kuat, sementara Februari-Maret

2016 akan berubah menjadi El Nino moderate, dan bulan

April El Nino lemah. Sementara pada bulan Mei-Juni

2016 akan kembali normal.

Pada tahun 2016, Kabupaten Brebes sebagai sebagai

sentra bawang merah nasional senantiasa meningkatkan

fokus pada budidaya benih bawang merah. Upaya untuk

pengembangan benih dilakukan melalui kerjasama

dengan BALITSA (Balai Penelitian Tanaman Sayuran), dan

pemurnian benih bawang merah bekerjasama dengan

BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Tengah

dengan sistem biji (True Shallots Seeds/TSS).

Lebih jauh, Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan

Hortikultura Kabupaten Brebes bekerja sama dengan

Institut Pertanian Bogor (IPB) berupaya untuk melakukan

inovasi dengan menciptakan benih bawang merah yang

ramah lingkungan. Selain itu, dengan difasilitasi oleh

Kementan RI , Pemer intah Kabupaten Brebes

mempersiapkan 60 ha untuk budidaya benih bawang

merah.

SUPLEMEN V

Sesuai siklus normalnya, setiap tahun terdapat dua kali

masa panen, yaitu panen raya kecil pada bulan

Desember-Januari dan panen raya besar di bulan Juni-

Agustus. Dengan adanya El Nino yang menyebabkan

kekeringan berkepanjangan, panen raya besar dan kecil

diperkirakan akan mengalami pergeseran, yaitu panen

raya kecil menjadi Januari-Februari dan panen raya besar

pada bulan Juli-September. Mundurnya panen raya besar

ini dapat berpotensi pada terjadinya inflasi. Hal ini

dikarenakan bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun

2016 akan jatuh di bulan Juni-Juli 2016 mendatang.

Pada bulan tersebut umumnya permintaan masyarakat

meningkat, sementara di sisi lain kondisi pasokan

diperkirakan tidak setinggi sebelumnya. Sehingga

terdapat potensi terjadinya kenaikan harga.

Salah satu alternatif dalam mengatasi kekurangan

pasokan adalah melalui pola tanam off season

sebagaimana yang telah dilakukan di Desa Larangan,

Kabupaten Brebes. Pola tanam ini dilakukan dengan

memanfaatkan lahan tegalan (lahan dengan kadar air

rendah) yang tidak dimanfaatkan. Selain itu, untuk

m e n i n g k a t k a n p a s o k a n d i b u t u h k a n p u l a

pengembangan/penanaman bawang merah di luar

Brebes. Pengembangan ini dapat dilakukan pada periode

Maret-Juni 2016 untuk memasok kebutuhan bawang

nasional. Selain itu, pola tanam daerah lain diupayakan

berbeda dengan petani bawang merah di Kabupaten

Brebes.

Munculnya gagasan tersebut mengingat hasil panen

bawang merah di Kabupaten Brebes pada Februari dan

Maret mendatang diperkirakan menurun, sementara

sentra penghasil bawang merah lain seperti Nganjuk,

Probolinggo dan Pemalang, diperkirakan mengalami

masa panen yang sama dengan Brebes, yaitu pada Juli

dan Desember. Sementara itu, sentra penghasil bawang

merah lainnya, yakni Enrekang, Kuningan, Dema,

SUPLEMEN V

Prediksi Cuaca 2016Grafik 2.

59PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH58 PERKEMBANGAN

INFLASI JAWA TENGAH

Grobogan, Sumbawa, Bima, dan Kediri diperkirakan

baru akan mengalami masa panen pada bulan November

dan Desember.

Hal tersebut membuat Asosiasi Bawang Merah Brebes

(ABMI) memperkirakan akan ter jadi shortage

(kekurangan pasokan), terutama bulan Maret hingga

Juni 2016. Kekurangan pasokan tersebut menjadi isu

nasional karena diperkirakan akan menyebabkan harga

bawang merah mengalami kenaikan yang cukup tinggi.Sebagai informasi tambahan, hasil pantauan BMKG

Tegal menyatakan bahwa tahun 2015 terjadi perubahan

iklim, yaitu El Nino yang dipengaruhi angin timuran

(biasanya terjadi angin baratan). Diperkirakan

penyimpangan iklim tahun 2015 tersebut akan berlanjut

di awal tahun 2016 ini. Hingga Januari 2016 saat ini

masih terjadi El Nino kuat, sementara Februari-Maret

2016 akan berubah menjadi El Nino moderate, dan bulan

April El Nino lemah. Sementara pada bulan Mei-Juni

2016 akan kembali normal.

Pada tahun 2016, Kabupaten Brebes sebagai sebagai

sentra bawang merah nasional senantiasa meningkatkan

fokus pada budidaya benih bawang merah. Upaya untuk

pengembangan benih dilakukan melalui kerjasama

dengan BALITSA (Balai Penelitian Tanaman Sayuran), dan

pemurnian benih bawang merah bekerjasama dengan

BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Tengah

dengan sistem biji (True Shallots Seeds/TSS).

Lebih jauh, Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan

Hortikultura Kabupaten Brebes bekerja sama dengan

Institut Pertanian Bogor (IPB) berupaya untuk melakukan

inovasi dengan menciptakan benih bawang merah yang

ramah lingkungan. Selain itu, dengan difasilitasi oleh

Kementan RI , Pemer intah Kabupaten Brebes

mempersiapkan 60 ha untuk budidaya benih bawang

merah.

SUPLEMEN V

Sesuai siklus normalnya, setiap tahun terdapat dua kali

masa panen, yaitu panen raya kecil pada bulan

Desember-Januari dan panen raya besar di bulan Juni-

Agustus. Dengan adanya El Nino yang menyebabkan

kekeringan berkepanjangan, panen raya besar dan kecil

diperkirakan akan mengalami pergeseran, yaitu panen

raya kecil menjadi Januari-Februari dan panen raya besar

pada bulan Juli-September. Mundurnya panen raya besar

ini dapat berpotensi pada terjadinya inflasi. Hal ini

dikarenakan bulan Ramadhan dan Idul Fitri pada tahun

2016 akan jatuh di bulan Juni-Juli 2016 mendatang.

Pada bulan tersebut umumnya permintaan masyarakat

meningkat, sementara di sisi lain kondisi pasokan

diperkirakan tidak setinggi sebelumnya. Sehingga

terdapat potensi terjadinya kenaikan harga.

Salah satu alternatif dalam mengatasi kekurangan

pasokan adalah melalui pola tanam off season

sebagaimana yang telah dilakukan di Desa Larangan,

Kabupaten Brebes. Pola tanam ini dilakukan dengan

memanfaatkan lahan tegalan (lahan dengan kadar air

rendah) yang tidak dimanfaatkan. Selain itu, untuk

m e n i n g k a t k a n p a s o k a n d i b u t u h k a n p u l a

pengembangan/penanaman bawang merah di luar

Brebes. Pengembangan ini dapat dilakukan pada periode

Maret-Juni 2016 untuk memasok kebutuhan bawang

nasional. Selain itu, pola tanam daerah lain diupayakan

berbeda dengan petani bawang merah di Kabupaten

Brebes.

Munculnya gagasan tersebut mengingat hasil panen

bawang merah di Kabupaten Brebes pada Februari dan

Maret mendatang diperkirakan menurun, sementara

sentra penghasil bawang merah lain seperti Nganjuk,

Probolinggo dan Pemalang, diperkirakan mengalami

masa panen yang sama dengan Brebes, yaitu pada Juli

dan Desember. Sementara itu, sentra penghasil bawang

merah lainnya, yakni Enrekang, Kuningan, Dema,

SUPLEMEN V

Prediksi Cuaca 2016Grafik 2.

59PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH58 PERKEMBANGAN

INFLASI JAWA TENGAH

sebesar 6,14% (yoy). Inflasi Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2015 juga tercatat paling rendah dibandingkan

provinsi lain di Jawa. Pencapaian tersebut tidak terlepas

dari koordinasi yang solid dan adanya sinergi antar

instansi anggota TPID Provinsi Jawa Tengah dalam

mencapai keberhasilan program kerja tahun 2015.

SUPLEMEN VI

Selama tahun 2015, realisasi inflasi Jawa Tengah sangat

terkendali. Inflasi Jawa Tengah tahun 2015 sebesar

2,73% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional

yang sebesar 3,35% (yoy). Selain itu, capaian inflasi

tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2014

yang tercatat sebesar 8,22% (yoy) dan lebih rendah

dibandingkan rata-rata inflasi 8 tahun terakhir yaitu

SUCCESS STORY PENGENDALIAN INFLASI DAERAH

TPID PROVINSI JAWA TENGAH

Peran TPID Jateng dalam pencapaian inflasi rendah tahun 2015 antara lain :

Inflasi Jateng pada 2015 sebesar 2,731% (yoy) terendah dibandingkan Nasional dan diantara provinsi

lain di Jawa. Pencapaian inflasi yang rendah dan stabil tersebut tidak terlepas dari koordinasi antar

anggota TPID dalam pelaksanaan Program Kerja TPID Jawa Tengah yaitu PANDAWA LIMA

(Pengendalian & Pengawasan Harga  melalui 5 Program) antara lain:

PANDAWALIMA

1. Pemenuhan ketersediaan pasokan

2. Pembentukan Harga yang Terjangkau

5. Penerapan Protokol Manajemen Lonjakan Harga

(PMLH)

4. Perluasan akses informasi

3. Pendistribusian pasokan aman dan lancar

Rp

Stabilisasi Harga Beras Melalui Optimalisasi Penyaluran Raskin

Provinsi Jawa Tengah

Optimalisasi Sub Terminal Agribisnis (STA)

Dalam Memotong Rantai Pemasaran

Intensitas Kegiatan Pengelolaan Ekspektasi Dalam Pengendalian

Harga Komoditas Strategis Oleh TPID Provinsi Jawa Tengah

Pemanfaatan Aplikasi SiHaTi Mobile Phone Berbasis Android

Dalam Pengendalian Harga

Pencapaian Swasembada Berkelanjutan Produksi Padi

dan Jagung di Provinsi Jawa Tengah

SUCCESS STORY PENGENDALIAN INFLASI : TPID Provinsi Jateng

Beberapa program kerja TPID Provinsi Jawa Tengah yang memberikan pengaruh signifikan dalam

pencapaian inflasi 2015 adalah :

1.

2.

3.

4.

5.

60 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

SUPLEMEN VI

Sebagai Early Warning Indicator perkembangan harga

dan makroekonomi Jawa Tengah. Fitur ini berfungsi

sebagai alarm bagi para stakeholders Jawa Tengah

apabila terjadi pergerakan harga ataupun indikator

ekonomi lainnya yang bersifat abnormal.

Virtual Meeting yang memungkinkan stakeholders,

khususnya Gubernur Jawa Tengah, untuk melakukan

koordinasi, diskusi dan pengambilan keputusan dengan

segera secara virtual dan tanpa pertemuan fisik sehingga

proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan

efisien dan cepat. Hal ini memungkinkan Gubernur Jawa

Tengah untuk dapat melakukan pengambilan keputusan

kapanpun dan dimanapun.

Dalam rangka mendukung koordinasi dan sinergi antar instansi dalam pemantauan harga dikembangkan Aplikasi SiHaTi mobile phone berbasis android dengan 2 fitur unggulan, yakni:

Tampilan SiHaTi mobile phone berbasis android.Fitur Unggulan: Indikator Makroekonomi (kiri), Speedometer harga (tengah), Virtual Meeting (kanan)

61PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

sebesar 6,14% (yoy). Inflasi Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2015 juga tercatat paling rendah dibandingkan

provinsi lain di Jawa. Pencapaian tersebut tidak terlepas

dari koordinasi yang solid dan adanya sinergi antar

instansi anggota TPID Provinsi Jawa Tengah dalam

mencapai keberhasilan program kerja tahun 2015.

SUPLEMEN VI

Selama tahun 2015, realisasi inflasi Jawa Tengah sangat

terkendali. Inflasi Jawa Tengah tahun 2015 sebesar

2,73% (yoy) lebih rendah dibandingkan inflasi nasional

yang sebesar 3,35% (yoy). Selain itu, capaian inflasi

tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2014

yang tercatat sebesar 8,22% (yoy) dan lebih rendah

dibandingkan rata-rata inflasi 8 tahun terakhir yaitu

SUCCESS STORY PENGENDALIAN INFLASI DAERAH

TPID PROVINSI JAWA TENGAH

Peran TPID Jateng dalam pencapaian inflasi rendah tahun 2015 antara lain :

Inflasi Jateng pada 2015 sebesar 2,731% (yoy) terendah dibandingkan Nasional dan diantara provinsi

lain di Jawa. Pencapaian inflasi yang rendah dan stabil tersebut tidak terlepas dari koordinasi antar

anggota TPID dalam pelaksanaan Program Kerja TPID Jawa Tengah yaitu PANDAWA LIMA

(Pengendalian & Pengawasan Harga  melalui 5 Program) antara lain:

PANDAWALIMA

1. Pemenuhan ketersediaan pasokan

2. Pembentukan Harga yang Terjangkau

5. Penerapan Protokol Manajemen Lonjakan Harga

(PMLH)

4. Perluasan akses informasi

3. Pendistribusian pasokan aman dan lancar

Rp

Stabilisasi Harga Beras Melalui Optimalisasi Penyaluran Raskin

Provinsi Jawa Tengah

Optimalisasi Sub Terminal Agribisnis (STA)

Dalam Memotong Rantai Pemasaran

Intensitas Kegiatan Pengelolaan Ekspektasi Dalam Pengendalian

Harga Komoditas Strategis Oleh TPID Provinsi Jawa Tengah

Pemanfaatan Aplikasi SiHaTi Mobile Phone Berbasis Android

Dalam Pengendalian Harga

Pencapaian Swasembada Berkelanjutan Produksi Padi

dan Jagung di Provinsi Jawa Tengah

SUCCESS STORY PENGENDALIAN INFLASI : TPID Provinsi Jateng

Beberapa program kerja TPID Provinsi Jawa Tengah yang memberikan pengaruh signifikan dalam

pencapaian inflasi 2015 adalah :

1.

2.

3.

4.

5.

60 PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

SUPLEMEN VI

Sebagai Early Warning Indicator perkembangan harga

dan makroekonomi Jawa Tengah. Fitur ini berfungsi

sebagai alarm bagi para stakeholders Jawa Tengah

apabila terjadi pergerakan harga ataupun indikator

ekonomi lainnya yang bersifat abnormal.

Virtual Meeting yang memungkinkan stakeholders,

khususnya Gubernur Jawa Tengah, untuk melakukan

koordinasi, diskusi dan pengambilan keputusan dengan

segera secara virtual dan tanpa pertemuan fisik sehingga

proses pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan

efisien dan cepat. Hal ini memungkinkan Gubernur Jawa

Tengah untuk dapat melakukan pengambilan keputusan

kapanpun dan dimanapun.

Dalam rangka mendukung koordinasi dan sinergi antar instansi dalam pemantauan harga dikembangkan Aplikasi SiHaTi mobile phone berbasis android dengan 2 fitur unggulan, yakni:

Tampilan SiHaTi mobile phone berbasis android.Fitur Unggulan: Indikator Makroekonomi (kiri), Speedometer harga (tengah), Virtual Meeting (kanan)

61PERKEMBANGANINFLASI JAWA TENGAH

PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BABIII

Kinerja industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 cenderung mengalami perlambatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Jawa Tengah mengalami

pertumbuhan yang melambat bila dibandingkan dengan triwulan lalu. Di sisi

lain, pertumbuhan kredit pada triwulan laporan cenderung stabil.

Perbankan syariah juga mengalami perlambatan pertumbuhan aset dan DPK

pada triwulan laporan. Di sisi lain, pembiayaan perbankan syariah Jawa Tengah

mengalami pertumbuhan yang meningkat bila dibandingkan dengan triwulan

lalu.

Kualitas kredit perbankan Jawa Tengah cenderung menurun pada triwulan

laporan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran

transaksi ekonomi di Jawa Tengah.

PERKEMBANGAN PERBANKANDAN SISTEM PEMBAYARAN

BABIII

Kinerja industri perbankan di Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 cenderung mengalami perlambatan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Jawa Tengah mengalami

pertumbuhan yang melambat bila dibandingkan dengan triwulan lalu. Di sisi

lain, pertumbuhan kredit pada triwulan laporan cenderung stabil.

Perbankan syariah juga mengalami perlambatan pertumbuhan aset dan DPK

pada triwulan laporan. Di sisi lain, pembiayaan perbankan syariah Jawa Tengah

mengalami pertumbuhan yang meningkat bila dibandingkan dengan triwulan

lalu.

Kualitas kredit perbankan Jawa Tengah cenderung menurun pada triwulan

laporan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Kegiatan sistem pembayaran mampu memberikan dukungan pada kelancaran

transaksi ekonomi di Jawa Tengah.

Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

% YOY

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

% YOY

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA

13.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

Secara Umum

Indikator utama kinerja perbankan di Jawa

Tengah pada triwulan IV 2015 menunjukkan

kinerja yang melambat. Aset dan Dana Pihak Ketiga

(DPK) pe rbankan Jawa Tengah menga lami

pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan

triwulan III 2015. Sementara itu, kredit perbankan Jawa

Tengah pada triwulan laporan cenderung stabil. Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah

mengalami pertumbuhan yang melambat pada

triwulan laporan yang tercatat sebesar 11,49% (yoy),

setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,91%

(yoy) pada triwulan III 2015. Pertumbuhan aset ini

masih berada di atas angka pertumbuhan nasional

yang tercatat sebesar 7,95% (yoy) pada triwulan

laporan. Total aset bank umum di Jawa Tengah pada

triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp281,96 triliun. Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi utama

lainnya di Pulau Jawa, laju pertumbuhan aset

perbankan di Jawa Tengah pada triwulan laporan masih

tercatat lebih rendah.

Meski pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada

triwulan laporan masih berada di bawah Jawa Barat

dan Jawa Timur, pertumbuhan DPK perbankan Jawa

Tengah triwulan IV 2015 merupakan yang tertinggi di

Pulau Jawa. Hal ini tergambar dalam Grafik 3.2.

Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang

tumbuh melambat pada t r iwulan IV 2015,

pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut

mengalami perlambatan. Pada triwulan ini, DPK

tumbuh sebesar 14,91% (yoy), atau melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 15,01% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan

tercatat sebesar Rp216,17 triliun. Komposisi DPK Jawa

Tengah relatif sama dalam kurun waktu lima tahun

terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan

(50,44%), diikuti oleh deposito (35,83%) dan giro

(13,73%). Dibandingkan dengan nilai DPK nasional

yang sebesar Rp4.413,24 triliun atau tumbuh sebesar

7,26% (yoy), pertumbuhan DPK di Jawa Tengah secara

tahunan tumbuh lebih tinggi.

Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran

kredit cenderung stabil bila dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan kredit

perbankan tumbuh 9,37% (yoy), cenderung stabil

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 9,35% (yoy). Total kredit perbankan Jawa

Tengah pada triwulan IV 2015 tercatat sebesar

Rp216,71 triliun. Pertumbuhan kredit perbankan Jawa

Tengah pada triwulan laporan relatif lebih rendah

dibandingkan dengan pertumbuhan kredit nasional

yang tercatat sebesar 10,41% (yoy).

Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 12.

65PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

% YOY

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

% YOY

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA

13.1. Kondisi Umum Perbankan Jawa Tengah

Secara Umum

Indikator utama kinerja perbankan di Jawa

Tengah pada triwulan IV 2015 menunjukkan

kinerja yang melambat. Aset dan Dana Pihak Ketiga

(DPK) pe rbankan Jawa Tengah menga lami

pertumbuhan yang melambat dibandingkan dengan

triwulan III 2015. Sementara itu, kredit perbankan Jawa

Tengah pada triwulan laporan cenderung stabil. Secara tahunan, total aset perbankan Jawa Tengah

mengalami pertumbuhan yang melambat pada

triwulan laporan yang tercatat sebesar 11,49% (yoy),

setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,91%

(yoy) pada triwulan III 2015. Pertumbuhan aset ini

masih berada di atas angka pertumbuhan nasional

yang tercatat sebesar 7,95% (yoy) pada triwulan

laporan. Total aset bank umum di Jawa Tengah pada

triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp281,96 triliun. Apabila dibandingkan dengan beberapa provinsi utama

lainnya di Pulau Jawa, laju pertumbuhan aset

perbankan di Jawa Tengah pada triwulan laporan masih

tercatat lebih rendah.

Meski pertumbuhan aset perbankan Jawa Tengah pada

triwulan laporan masih berada di bawah Jawa Barat

dan Jawa Timur, pertumbuhan DPK perbankan Jawa

Tengah triwulan IV 2015 merupakan yang tertinggi di

Pulau Jawa. Hal ini tergambar dalam Grafik 3.2.

Sejalan dengan pertumbuhan aset perbankan yang

tumbuh melambat pada t r iwulan IV 2015,

pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) juga turut

mengalami perlambatan. Pada triwulan ini, DPK

tumbuh sebesar 14,91% (yoy), atau melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 15,01% (yoy). Posisi DPK pada triwulan laporan

tercatat sebesar Rp216,17 triliun. Komposisi DPK Jawa

Tengah relatif sama dalam kurun waktu lima tahun

terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan

(50,44%), diikuti oleh deposito (35,83%) dan giro

(13,73%). Dibandingkan dengan nilai DPK nasional

yang sebesar Rp4.413,24 triliun atau tumbuh sebesar

7,26% (yoy), pertumbuhan DPK di Jawa Tengah secara

tahunan tumbuh lebih tinggi.

Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran

kredit cenderung stabil bila dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan kredit

perbankan tumbuh 9,37% (yoy), cenderung stabil

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 9,35% (yoy). Total kredit perbankan Jawa

Tengah pada triwulan IV 2015 tercatat sebesar

Rp216,71 triliun. Pertumbuhan kredit perbankan Jawa

Tengah pada triwulan laporan relatif lebih rendah

dibandingkan dengan pertumbuhan kredit nasional

yang tercatat sebesar 10,41% (yoy).

Indikator perbankan berdasarkan lokasi bank 12.

65PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

% %

95

97

99

101

103

105

107

8

10

12

14

16

18

20

22

24

26

ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN

Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

ASET DPK KREDIT

RP TRILIUN

0

50

100

150

200

250

300

Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

% YOY

Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsidi Pulau Jawa

% YOY

Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

Sejalan dengan pola sebelumnya, laju pertumbuhan

kredit perbankan Jawa Tengah juga cenderung masih

berada di bawah provinsi-provinsi lainnya di Pulau

Jawa, meskipun pada triwulan ini pertumbuhan kredit

Jawa Tengah sudah lebih tinggi bila dibandingkan

dengan Jawa Timur (Grafik 3.3).

Sementara itu, tingkat LDR perbankan Jawa Tengah

pada triwulan IV 2015 masih berada di atas rata-rata

nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau

Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta

(Grafik 3.4).

Pertumbuhan kredit yang cenderung stabil namun

disertai dengan pertumbuhan DPK yang melambat

pada triwulan IV menyebabkan loan to deposit ratio

(LDR) perbankan Jawa Tengah mengalami

kenaikan. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar

100,25%, naik dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 98,19%. Angka LDR ini lebih tinggi

dibandingkan LDR nasional yang hanya tercatat sebesar

92,73%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit

perbankan Jawa Tengah menurun pada triwulan

laporan. Pada triwulan IV 2015, Non-Performing Loan

(NPL) berada pada level 3,02%, atau meningkat

dibandingkan dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan

lalu yang tercatat sebesar 2,96%. Tingkat NPL kredit di

Jawa Tengah ini juga lebih tinggi dibandingkan nasional

yang tercatat sebesar 2,47%.

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

Perkembangan jaringan kantor bank umum di

Jawa Tengah meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan

jumlah kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah

3.347 unit atau meningkat dibandingkan dengan

triwulan III 2015 yang tercatat sebanyak 3.342 unit.

Peningkatan terutama terjadi pada kelompok bank

pemerintah. Pada kelompok tersebut, jumlah kantor

cabang pembantu naik menjadi 1.839 unit, dari

sebelumnya 1.652 unit pada triwulan III 2015.

Sementara itu, kelompok bank swasta nasional

mengalami penurunan jumlah kantor di triwulan

3.2. Perkembangan Bank Umum

66 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

laporan. Penurunan jumlah kantor terjadi pada kantor

cabang dan kantor cabang pembantu yang berkurang

sebanyak 1 kantor untuk kantor cabang dan 169 kantor

untuk kantor cabang pembantu. Di sisi lain, bank

pemerintah daerah mengalami pertambahan jumlah

kantor pada triwulan laporan. Peningkatan jumlah

kantor bank pemerintah daerah tersebut terutama

didorong oleh peningkatan jumlah kantor kas.

Bank Asing dan Bank Campuran tidak mengalami

perubahan jumlah maupun komposisi kantor pada

triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Pada triwulan laporan, terdapat 21 kantor

Bank Asing dan Bank Campuran di Jawa Tengah yang

terdiri dari 14 kantor cabang dan 7 kantor cabang

pembantu.

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

Perlambatan pertumbuhan DPK pada triwulan

laporan didorong oleh perlambatan pertumbuhan

komponen DPK yang berupa depos i to .

Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah pada

triwulan laporan tercatat sebesar 17,91% (yoy) atau

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

1) Termasuk BRI UNIT

KETERANGANI

2014

II III IV

53

2

3,759

2,258

-

80

1,872

306

287

1

42

106

138

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

54

2

3,535

2,049

-

80

1,759

210

294

1

43

107

143

1,171

1

199

865

106

21

-

14

6

1

53

1

3,504

2,043

-

80

1,779

184

297

1

43

110

143

1,143

-

190

863

90

21

-

14

6

1

53

1

3,479

2,052

-

80

1,784

188

305

1

44

114

146

1,101

-

192

828

81

21

-

14

6

1

I

JUMLAH KANTOR BANK UMUM

BANK PEMERINTAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK PEMERINTAH DAERAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK ASING DAN BANK CAMPURAN

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK SWASTA NASIONAL

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK KONVENSIONAL

JUMLAH BANK UMUM

JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)

54

1

3,357

1,938

-

80

1,619

239

306

1

44

117

145

1,092

-

195

813

84

21

-

14

6

1

II

2015

54

1

3,341

1,916

-

80

1,629

207

311

1

45

119

147

1,093

-

194

812

87

21

-

14

6

1

III

54

1

3,342

1,940

-

80

1,652

208

311

1

45

119

146

1,070

-

194

790

86

21

-

14

7

-

IV

54

1

3,347

1,941

-

80

1,839

22

317

1

45

66

205

1,068

-

193

621

21

21

-

14

7

-

melambat bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 23,96% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan deposito Jawa Tengah tersebut terutama

didorong oleh perlambatan pertumbuhan deposito

sektor swasta perseorangan Jawa Tengah yang tercatat

sebesar 12,73% (yoy) pada triwulan laporan dari

16,73% (yoy) pada triwulan lalu. Selain itu,

perlambatan pertumbuhan deposito tersebut juga

didorong oleh penurunan deposito Pemerintah Daerah

di triwulan IV sejalan dengan peningkatan realisasi

belanja Pemerintah Daerah yang mengalami

peningkatan di triwulan laporan sesuai dengan pola

musimannya. Deposito merupakan komponen

pembentuk DPK terbesar kedua setelah tabungan,

dengan pangsa sebesar 35,83% pada triwulan IV 2015.

Di sisi lain, komponen tabungan tercatat mengalami

pertumbuhan sebesar 11,72% (yoy) pada triwulan

laporan, atau meningkat bila dibandingkan triwulan

lalu yang tercatat sebesar 9,78% (yoy). Tabungan

merupakan komponen pembentuk DPK terbesar pada

triwulan IV 2015 dengan pangsa sebesar 50,44%.

67PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

% %

95

97

99

101

103

105

107

8

10

12

14

16

18

20

22

24

26

ASET DPK KREDIT LDR - SKALA KANAN

Grafik 3.6 Pertumbuhan Tahunan Indikator Perbankan di Provinsi Jawa Tengah

ASET DPK KREDIT

RP TRILIUN

0

50

100

150

200

250

300

Grafik 3.5 Perkembangan Indikator Perbankandi Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

% YOY

Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsidi Pulau Jawa

% YOY

Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan Kredit PerbankanBeberapa Provinsi di Pulau Jawa

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

Sejalan dengan pola sebelumnya, laju pertumbuhan

kredit perbankan Jawa Tengah juga cenderung masih

berada di bawah provinsi-provinsi lainnya di Pulau

Jawa, meskipun pada triwulan ini pertumbuhan kredit

Jawa Tengah sudah lebih tinggi bila dibandingkan

dengan Jawa Timur (Grafik 3.3).

Sementara itu, tingkat LDR perbankan Jawa Tengah

pada triwulan IV 2015 masih berada di atas rata-rata

nasional maupun beberapa provinsi lainnya di Pulau

Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan DKI Jakarta

(Grafik 3.4).

Pertumbuhan kredit yang cenderung stabil namun

disertai dengan pertumbuhan DPK yang melambat

pada triwulan IV menyebabkan loan to deposit ratio

(LDR) perbankan Jawa Tengah mengalami

kenaikan. LDR pada triwulan laporan tercatat sebesar

100,25%, naik dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 98,19%. Angka LDR ini lebih tinggi

dibandingkan LDR nasional yang hanya tercatat sebesar

92,73%. Sementara itu, tingkat kualitas kredit

perbankan Jawa Tengah menurun pada triwulan

laporan. Pada triwulan IV 2015, Non-Performing Loan

(NPL) berada pada level 3,02%, atau meningkat

dibandingkan dengan NPL Jawa Tengah pada triwulan

lalu yang tercatat sebesar 2,96%. Tingkat NPL kredit di

Jawa Tengah ini juga lebih tinggi dibandingkan nasional

yang tercatat sebesar 2,47%.

3.2.1. Perkembangan Jaringan Kantor Bank

Perkembangan jaringan kantor bank umum di

Jawa Tengah meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya (Tabel 3.1). Pada triwulan laporan

jumlah kantor bank umum di Jawa Tengah berjumlah

3.347 unit atau meningkat dibandingkan dengan

triwulan III 2015 yang tercatat sebanyak 3.342 unit.

Peningkatan terutama terjadi pada kelompok bank

pemerintah. Pada kelompok tersebut, jumlah kantor

cabang pembantu naik menjadi 1.839 unit, dari

sebelumnya 1.652 unit pada triwulan III 2015.

Sementara itu, kelompok bank swasta nasional

mengalami penurunan jumlah kantor di triwulan

3.2. Perkembangan Bank Umum

66 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

laporan. Penurunan jumlah kantor terjadi pada kantor

cabang dan kantor cabang pembantu yang berkurang

sebanyak 1 kantor untuk kantor cabang dan 169 kantor

untuk kantor cabang pembantu. Di sisi lain, bank

pemerintah daerah mengalami pertambahan jumlah

kantor pada triwulan laporan. Peningkatan jumlah

kantor bank pemerintah daerah tersebut terutama

didorong oleh peningkatan jumlah kantor kas.

Bank Asing dan Bank Campuran tidak mengalami

perubahan jumlah maupun komposisi kantor pada

triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Pada triwulan laporan, terdapat 21 kantor

Bank Asing dan Bank Campuran di Jawa Tengah yang

terdiri dari 14 kantor cabang dan 7 kantor cabang

pembantu.

3.2.2. Perkembangan Penghimpunan DPK

Perlambatan pertumbuhan DPK pada triwulan

laporan didorong oleh perlambatan pertumbuhan

komponen DPK yang berupa depos i to .

Pertumbuhan deposito perbankan Jawa Tengah pada

triwulan laporan tercatat sebesar 17,91% (yoy) atau

Tabel 3.1. Jumlah Kantor Bank Umum Menurut Status Kepemilikan di Provinsi Jawa Tengah

1) Termasuk BRI UNIT

KETERANGANI

2014

II III IV

53

2

3,759

2,258

-

80

1,872

306

287

1

42

106

138

1,192

1

185

868

138

22

-

15

6

1

54

2

3,535

2,049

-

80

1,759

210

294

1

43

107

143

1,171

1

199

865

106

21

-

14

6

1

53

1

3,504

2,043

-

80

1,779

184

297

1

43

110

143

1,143

-

190

863

90

21

-

14

6

1

53

1

3,479

2,052

-

80

1,784

188

305

1

44

114

146

1,101

-

192

828

81

21

-

14

6

1

I

JUMLAH KANTOR BANK UMUM

BANK PEMERINTAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG1)KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK PEMERINTAH DAERAH

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK ASING DAN BANK CAMPURAN

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK SWASTA NASIONAL

KANTOR PUSAT

KANTOR CABANG

KANTOR CABANG PEMBANTU

KANTOR KAS

BANK KONVENSIONAL

JUMLAH BANK UMUM

JUMLAH BANK (KANTOR PUSAT)

54

1

3,357

1,938

-

80

1,619

239

306

1

44

117

145

1,092

-

195

813

84

21

-

14

6

1

II

2015

54

1

3,341

1,916

-

80

1,629

207

311

1

45

119

147

1,093

-

194

812

87

21

-

14

6

1

III

54

1

3,342

1,940

-

80

1,652

208

311

1

45

119

146

1,070

-

194

790

86

21

-

14

7

-

IV

54

1

3,347

1,941

-

80

1,839

22

317

1

45

66

205

1,068

-

193

621

21

21

-

14

7

-

melambat bila dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 23,96% (yoy). Perlambatan

pertumbuhan deposito Jawa Tengah tersebut terutama

didorong oleh perlambatan pertumbuhan deposito

sektor swasta perseorangan Jawa Tengah yang tercatat

sebesar 12,73% (yoy) pada triwulan laporan dari

16,73% (yoy) pada triwulan lalu. Selain itu,

perlambatan pertumbuhan deposito tersebut juga

didorong oleh penurunan deposito Pemerintah Daerah

di triwulan IV sejalan dengan peningkatan realisasi

belanja Pemerintah Daerah yang mengalami

peningkatan di triwulan laporan sesuai dengan pola

musimannya. Deposito merupakan komponen

pembentuk DPK terbesar kedua setelah tabungan,

dengan pangsa sebesar 35,83% pada triwulan IV 2015.

Di sisi lain, komponen tabungan tercatat mengalami

pertumbuhan sebesar 11,72% (yoy) pada triwulan

laporan, atau meningkat bila dibandingkan triwulan

lalu yang tercatat sebesar 9,78% (yoy). Tabungan

merupakan komponen pembentuk DPK terbesar pada

triwulan IV 2015 dengan pangsa sebesar 50,44%.

67PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO

%YOY

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

RP TRILIUN

0

50

100

150

200

250

Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

III III IV

Sejalan dengan tabungan, komponen giro juga

mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan

laporan, yakni sebesar 19,54% (yoy) atau meningkat

dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar

11,68% (yoy). Meskipun mengalami pertumbuhan

yang signifikan pada triwulan laporan, komponen giro

masih belum mampu untuk dapat meningkatkan

pertumbuhan DPK secara keseluruhan. Giro

merupakan komponen pembentuk DPK terkecil pada

triwulan IV 2015 dengan pangsa sebesar 13,73%.

Apabila ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar

DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi

sebesar 99,95%, sedangkan sisanya dimiliki oleh

kelompok non-penduduk. Nasabah sektor swasta

tercatat mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok

penduduk yaitu dengan komposisi 91,40%, sedangkan

nasabah sektor pemerintah tercatat sebesar 8,55%.

Berdasarkan kepemi l ikan, per lambatan

pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta

merupakan pendorong utama perlambatan

pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada

triwulan IV 2015. Pada triwulan IV 2015, DPK nasabah

sektor swasta tumbuh sebesar 13,71% (yoy), atau

melambat dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 14,16% (yoy). Perlambatan ini terutama

didorong oleh DPK nasabah bukan lembaga keuangan,

yang merupakan kontributor terbesar kedua nasabah

sektor swasta dengan pangsa sebesar 12,58% dari

keseluruhan DPK, yang tumbuh sebesar 27,08% (yoy),

melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 35,40% (yoy).

Di sisi lain, DPK sektor pemerintah mengalami

pertumbuhan yang meningkat pada triwulan

laporan. Pertumbuhan DPK sektor pemerintah tercatat

sebesar 29,79% (yoy), atau meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,94%

(yoy). Peningkatan pertumbuhan ini sejalan dengan

perlambatan pertumbuhan realisasi belanja pemerintah

yang tercatat sebesar 90,89% (yoy), atau lebih rendah

bila dibandingkan dengan rata-rata realisasi belanja

periode yang sama dalam 3 tahun terakhir sebesar

94,33%.

Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap

deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih

cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK

berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa

rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya

dimiliki oleh 0,1% penduduk di Jawa Tengah. Namun

demikian, porsi kepemilikan tersebut menguasai

41,2% total DPK perbankan di Jawa Tengah.

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

>1 M

Total

DPK

Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya

65,684

44,344

17,058

89,085

216,171

21,011,432

201,236

22,453

21,726

21,256,847

30.4%

20.5%

7.9%

410.0%

100.0%

98.8%

0.9%

0.1%

0.1%

100.0%

Nominal DPK(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseRekening

3.2.3. Penyaluran Kredit

Laju pertumbuhan kredit cenderung stabil pada

triwulan laporan. Kredit perbankan pada triwulan IV

tercatat sebesar 9,37% (yoy), cenderung stabil bila

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 9,35% (yoy). Laju pertumbuhan kredit

perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 berada

di bawah dua provinsi utama lain di Pulau Jawa yaitu

DKI Jakarta 11,18%(yoy) dan Jawa Barat 9,60%.

Namun demikian, pertumbuhan kredit perbankan Jawa

Tengah pada triwulan laporan sudah lebih tinggi bila

dibandingkan dengan Jawa Timur yang tercatat

sebesar 9,01% (yoy) (Grafik 3.7). Pertumbuhan kredit

perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 masih

berada di bawah nasional yang tercatat sebesar

10,41% (yoy).

Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran

kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan

l aporan mas ih d idominas i o leh sektor

Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa

33,11% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya,

yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit

signifikan sebesar 19,47%. Sementara itu, sektor

pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 2,78% dari

total kredit.

S e m e n t a r a b i l a d i t i n j a u b e r d a s a r k a n

penggunaannya, penyaluran kredit perbankan

Jawa Tengah pada triwulan laporan masih

didominasi oleh kredit modal kerja dengan pangsa

53,24% dari total kredit. Di sisi lain, kredit konsumsi

dan kredit investasi menempati urutan kedua dan

ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 30,73%

dan 15,83% dari total kredit.

Penyaluran kredit modal kerja Jawa Tengah didominasi

oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan

golongan debitur perseorangan yang memegang

pangsa 40,73% serta industri pengolahan dengan

golongan debitur bukan lembaga keuangan yang

memegang pangsa 22,71% dari keseluruhan kredit

modal kerja Jawa Tengah. Sementara untuk kredit

investasi didominasi oleh sektor industri pengolahan

dengan golongan debitur bukan lembaga keuangan

yang memegang pangsa 25,09% serta sektor

perdagangan besar dan eceran dengan golongan

debitur perseorangan yang memegang pangsa

20,46% dari keseluruhan kredit investasi Jawa Tengah. Sektor ekonomi utama Jawa Tengah cenderung

mengalami pertumbuhan kredit yang meningkat

di triwulan laporan. Pertumbuhan kredit sektor

perdagangan meningkat menjadi 10,72% (yoy) pada

triwulan laporan, dari sebelumnya 9,84% (yoy) pada

triwulan III 2015. Kredit sektor industri pengolahan juga

tumbuh meningkat menjadi sebesar 15,78% (yoy),

setelah sebelumnya tumbuh 15,39% (yoy). Sejalan

dengan sektor perdagangan dan industri pengolahan,

kredit pada sektor pertanian juga turut mengalami

peningkatan menjadi sebesar 14,23% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang tercatat

sebesar 12,64% (yoy).

Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,

pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah

pada triwulan IV 2015 cenderung bervariasi. Pada

triwulan laporan, kredit modal kerja dan kredit

investasi mengalami peningkatan, sementara

kredit konsumsi mengalami perlambatan. Kredit

modal kerja (dengan pangsa 53,44%) tumbuh

meningkat menjadi sebesar 8,86% (yoy), setelah

tumbuh sebesar 8,41% (yoy) pada triwulan III 2015. Hal

tersebut juga sejalan dengan pertumbuhan kredit

68 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

69PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

DPK DEPOSITO TABUNGAN GIRO

%YOY

-5

0

5

10

15

20

25

30

35

Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan DPK Perbankan Umum di Provinsi Jawa Tengah

GIRO TABUNGAN DEPOSITO

RP TRILIUN

0

50

100

150

200

250

Grafik 3.7 Perkembangan DPK Perbankan Umumdi Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

III III IV

Sejalan dengan tabungan, komponen giro juga

mengalami peningkatan pertumbuhan pada triwulan

laporan, yakni sebesar 19,54% (yoy) atau meningkat

dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar

11,68% (yoy). Meskipun mengalami pertumbuhan

yang signifikan pada triwulan laporan, komponen giro

masih belum mampu untuk dapat meningkatkan

pertumbuhan DPK secara keseluruhan. Giro

merupakan komponen pembentuk DPK terkecil pada

triwulan IV 2015 dengan pangsa sebesar 13,73%.

Apabila ditinjau dari golongan nasabah, sebagian besar

DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan porsi

sebesar 99,95%, sedangkan sisanya dimiliki oleh

kelompok non-penduduk. Nasabah sektor swasta

tercatat mendominasi kepemilikan DPK pada kelompok

penduduk yaitu dengan komposisi 91,40%, sedangkan

nasabah sektor pemerintah tercatat sebesar 8,55%.

Berdasarkan kepemi l ikan, per lambatan

pertumbuhan DPK nasabah sektor swasta

merupakan pendorong utama perlambatan

pertumbuhan DPK perbankan Jawa Tengah pada

triwulan IV 2015. Pada triwulan IV 2015, DPK nasabah

sektor swasta tumbuh sebesar 13,71% (yoy), atau

melambat dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 14,16% (yoy). Perlambatan ini terutama

didorong oleh DPK nasabah bukan lembaga keuangan,

yang merupakan kontributor terbesar kedua nasabah

sektor swasta dengan pangsa sebesar 12,58% dari

keseluruhan DPK, yang tumbuh sebesar 27,08% (yoy),

melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 35,40% (yoy).

Di sisi lain, DPK sektor pemerintah mengalami

pertumbuhan yang meningkat pada triwulan

laporan. Pertumbuhan DPK sektor pemerintah tercatat

sebesar 29,79% (yoy), atau meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,94%

(yoy). Peningkatan pertumbuhan ini sejalan dengan

perlambatan pertumbuhan realisasi belanja pemerintah

yang tercatat sebesar 90,89% (yoy), atau lebih rendah

bila dibandingkan dengan rata-rata realisasi belanja

periode yang sama dalam 3 tahun terakhir sebesar

94,33%.

Ketergantungan perbankan Jawa Tengah terhadap

deposan besar pada triwulan laporan tercatat masih

cukup tinggi. Dari hasil pengelompokkan DPK

berdasarkan nilainya (Tabel 3.2), terlihat bahwa

rekening dengan nilai DPK di atas Rp 1 miliar hanya

dimiliki oleh 0,1% penduduk di Jawa Tengah. Namun

demikian, porsi kepemilikan tersebut menguasai

41,2% total DPK perbankan di Jawa Tengah.

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

>1 M

Total

DPK

Tabel 3.2. Pengelompokkan DPK Berdasarkan Nilainya

65,684

44,344

17,058

89,085

216,171

21,011,432

201,236

22,453

21,726

21,256,847

30.4%

20.5%

7.9%

410.0%

100.0%

98.8%

0.9%

0.1%

0.1%

100.0%

Nominal DPK(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseRekening

3.2.3. Penyaluran Kredit

Laju pertumbuhan kredit cenderung stabil pada

triwulan laporan. Kredit perbankan pada triwulan IV

tercatat sebesar 9,37% (yoy), cenderung stabil bila

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 9,35% (yoy). Laju pertumbuhan kredit

perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 berada

di bawah dua provinsi utama lain di Pulau Jawa yaitu

DKI Jakarta 11,18%(yoy) dan Jawa Barat 9,60%.

Namun demikian, pertumbuhan kredit perbankan Jawa

Tengah pada triwulan laporan sudah lebih tinggi bila

dibandingkan dengan Jawa Timur yang tercatat

sebesar 9,01% (yoy) (Grafik 3.7). Pertumbuhan kredit

perbankan Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 masih

berada di bawah nasional yang tercatat sebesar

10,41% (yoy).

Ditinjau berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran

kredit perbankan Jawa Tengah pada triwulan

l aporan mas ih d idominas i o leh sektor

Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa

33,11% dari total kredit. Sektor utama daerah lainnya,

yaitu Industri Pengolahan, juga memiliki pangsa kredit

signifikan sebesar 19,47%. Sementara itu, sektor

pertanian hanya memiliki pangsa sebesar 2,78% dari

total kredit.

S e m e n t a r a b i l a d i t i n j a u b e r d a s a r k a n

penggunaannya, penyaluran kredit perbankan

Jawa Tengah pada triwulan laporan masih

didominasi oleh kredit modal kerja dengan pangsa

53,24% dari total kredit. Di sisi lain, kredit konsumsi

dan kredit investasi menempati urutan kedua dan

ketiga dengan pangsa masing-masing sebesar 30,73%

dan 15,83% dari total kredit.

Penyaluran kredit modal kerja Jawa Tengah didominasi

oleh sektor perdagangan besar dan eceran dengan

golongan debitur perseorangan yang memegang

pangsa 40,73% serta industri pengolahan dengan

golongan debitur bukan lembaga keuangan yang

memegang pangsa 22,71% dari keseluruhan kredit

modal kerja Jawa Tengah. Sementara untuk kredit

investasi didominasi oleh sektor industri pengolahan

dengan golongan debitur bukan lembaga keuangan

yang memegang pangsa 25,09% serta sektor

perdagangan besar dan eceran dengan golongan

debitur perseorangan yang memegang pangsa

20,46% dari keseluruhan kredit investasi Jawa Tengah. Sektor ekonomi utama Jawa Tengah cenderung

mengalami pertumbuhan kredit yang meningkat

di triwulan laporan. Pertumbuhan kredit sektor

perdagangan meningkat menjadi 10,72% (yoy) pada

triwulan laporan, dari sebelumnya 9,84% (yoy) pada

triwulan III 2015. Kredit sektor industri pengolahan juga

tumbuh meningkat menjadi sebesar 15,78% (yoy),

setelah sebelumnya tumbuh 15,39% (yoy). Sejalan

dengan sektor perdagangan dan industri pengolahan,

kredit pada sektor pertanian juga turut mengalami

peningkatan menjadi sebesar 14,23% (yoy)

dibandingkan dengan triwulan III 2015 yang tercatat

sebesar 12,64% (yoy).

Ditinjau berdasarkan jenis penggunaan,

pertumbuhan kredit perbankan Jawa Tengah

pada triwulan IV 2015 cenderung bervariasi. Pada

triwulan laporan, kredit modal kerja dan kredit

investasi mengalami peningkatan, sementara

kredit konsumsi mengalami perlambatan. Kredit

modal kerja (dengan pangsa 53,44%) tumbuh

meningkat menjadi sebesar 8,86% (yoy), setelah

tumbuh sebesar 8,41% (yoy) pada triwulan III 2015. Hal

tersebut juga sejalan dengan pertumbuhan kredit

68 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

69PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

53.44%15.83%30.73%

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

RP TRILIUN

Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

0

20

40

60

80

100

120

140

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160 % YOY

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

-

10

20

30

40

50

60

70

80 RP TRILIUN

Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

investasi yang juga mengalami peningkatan pada

triwulan laporan. Kredit investasi (dengan pangsa

15,83%) tercatat mengalami pertumbuhan sebesar

18,06% (yoy), atau meningkat bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

13,86% (yoy).

Di sisi lain, kredit konsumsi cenderung melambat pada

triwulan laporan. Pertumbuhan kredit konsumsi pada

triwulan laporan tercatat sebesar 6,20% (yoy), atau

melambat bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 8,90% (yoy). Pangsa

kredit konsumsi pada triwulan laporan tercatat sebesar

30,73%, terbesar kedua setelah kredit modal kerja.

Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya

(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di

bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 48,8% dari

total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara

kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar

45,8% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah.

Hal Ini menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit

skala kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif

merata. Namun bila ditinjau dari aspek sebaran jumlah

kreditur dan nominal kreditnya, penyaluran kredit di

Jawa Tengah sebagian besar masih dikuasai oleh

kreditur dengan nominal kredit di atas Rp 1 Miliar. Hal

tersebut terlihat dari 0,7% kreditur di atas Rp 1 Miliar

memiliki pangsa nominal kredit hingga mencapai

45,8% dari keseluruhan nominal kredit Jawa Tengah.

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

>1 M

Total

DPK

Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya

58,094

47,749

11,566

99,296

216,705

3,013,806

293,771

19,465

21,834

3,348,876

26.8%

22.0%

5.3%

45.8%

100.0%

90.0%

8.8%

0.6%

0.7%

100.0%

Nominal DPK(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseRekening

MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI

Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah

12

13

14

15 %

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

5

6

7

8

9%

1.5

2

2.5

3

3.5

GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN

%

Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Secara umum, suku bunga simpanan di bank

umum mengalami penurunan di triwulan laporan.

Penurunan suku bunga tabungan pada triwulan

laporan terjadi pada seluruh komponen, yakni

tabungan, deposito, dan giro. Suku bunga simpanan

dalam bentuk deposito mengalami penurunan di

triwulan laporan menjadi 7,01% dari 7,21% di triwulan

sebelumnya. Penurunan suku bunga deposito terjadi

pada hampir seluruh tenor, kecuali untuk tenor lebih

dari 24 bulan sampai dengan 36 bulan dan tenor lebih

dari 36 bulan. Untuk tenor lebih dari 24 bulan sampai

dengan 36 bulan, suku bunga meningkat dari 5,74%

pada triwulan lalu menjadi sebesar 5,95% pada

triwulan laporan. Sementara untuk tenor lebih dari 36

bulan, suku bunga meningkat dari 6,06% pada

triwulan lalu menjadi 7,45% pada triwulan laporan.

Suku bunga giro tercatat sebesar 2,02%, menurun dari

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,58%.

Sementara suku bunga tabungan pada triwulan

laporan tercatat sebesar 1,61%, menurun dari 1,70%

pada triwulan lalu. Penurunan suku bunga ini

diperkirakan akan berlanjut di triwulan I 2016 sejalan

dengan penurunan BI Rate sebesar 50 bps menjadi

7,00%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,00% dan

Lending Facility pada level 7,50%.

Suku bunga pinjaman berdasarkan penggunaan

secara umum mengalami penurunan bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Penurunan tersebut didorong oleh penurunan

suku bunga kredit modal kerja dan kredit

investasi. Pada triwulan laporan, suku bunga kredit

modal kerja tercatat sebesar 12,93%, atau menurun

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 13,10%. Demikian pula halnya dengan

kredit investasi yang mengalami penurunan suku

bunga menjadi sebesar 12,45% dari 12,60% pada

triwulan sebelumnya. Namun demikian, kondisi ini

berbeda pada kredit konsumsi di mana terjadi sedikit

kenaikan suku bunga menjadi sebesar 13,19% (yoy)

dari 13,15% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman

pada tr iwulan laporan juga mengalami

penurunan. Suku bunga kredit sektor perdagangan

besar dan eceran pada triwulan pelaporan mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni

menjadi sebesar 13,58% dari 13,75% pada triwulan

sebelumnya. Kredit sektor industri pengolahan juga

mengalami penurunan suku bunga menjadi sebesar

11,34% dari 11,39% pada triwulan sebelumnya.

Sementara itu, suku bunga kredit sektor pertanian pada

triwulan laporan tercatat sebesar 12,69%, atau

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 12,87%.

70 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

71PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

53.44%15.83%30.73%

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

Grafik 3.12 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

RP TRILIUN

Grafik 3.11 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

0

20

40

60

80

100

120

140

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

-20

0

20

40

60

80

100

120

140

160 % YOY

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANPERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

-

10

20

30

40

50

60

70

80 RP TRILIUN

Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

investasi yang juga mengalami peningkatan pada

triwulan laporan. Kredit investasi (dengan pangsa

15,83%) tercatat mengalami pertumbuhan sebesar

18,06% (yoy), atau meningkat bila dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

13,86% (yoy).

Di sisi lain, kredit konsumsi cenderung melambat pada

triwulan laporan. Pertumbuhan kredit konsumsi pada

triwulan laporan tercatat sebesar 6,20% (yoy), atau

melambat bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 8,90% (yoy). Pangsa

kredit konsumsi pada triwulan laporan tercatat sebesar

30,73%, terbesar kedua setelah kredit modal kerja.

Dari pengelompokkan kredit berdasarkan nilainya

(Tabel 3.3), dapat terlihat bahwa persentase kredit di

bawah Rp 500 juta memiliki pangsa sebesar 48,8% dari

total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah. Sementara

kredit di atas Rp 1 Miliar memiliki pangsa sebesar

45,8% dari total kredit yang disalurkan di Jawa Tengah.

Hal Ini menunjukkan bahwa nominal penyaluran kredit

skala kecil dan skala besar di Jawa Tengah relatif

merata. Namun bila ditinjau dari aspek sebaran jumlah

kreditur dan nominal kreditnya, penyaluran kredit di

Jawa Tengah sebagian besar masih dikuasai oleh

kreditur dengan nominal kredit di atas Rp 1 Miliar. Hal

tersebut terlihat dari 0,7% kreditur di atas Rp 1 Miliar

memiliki pangsa nominal kredit hingga mencapai

45,8% dari keseluruhan nominal kredit Jawa Tengah.

0 - 100

100 - 500

500 - 1 M

>1 M

Total

DPK

Tabel 3.3. Pengelompokkan Kredit Berdasarkan Nilainya

58,094

47,749

11,566

99,296

216,705

3,013,806

293,771

19,465

21,834

3,348,876

26.8%

22.0%

5.3%

45.8%

100.0%

90.0%

8.8%

0.6%

0.7%

100.0%

Nominal DPK(Miliar Rp)

JumlahRekening

PersentaseNominal

PersentaseRekening

MODAL KERJAINVESTASIKONSUMSI

Grafik 3.13 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Sektordi Provinsi Jawa Tengah

12

13

14

15 %

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI

Grafik 3.15 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

5

6

7

8

9%

1.5

2

2.5

3

3.5

GITO TABUNGAN DEPOSITO - SKALA KANAN

%

Grafik 3.14 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

3.2.4. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Secara umum, suku bunga simpanan di bank

umum mengalami penurunan di triwulan laporan.

Penurunan suku bunga tabungan pada triwulan

laporan terjadi pada seluruh komponen, yakni

tabungan, deposito, dan giro. Suku bunga simpanan

dalam bentuk deposito mengalami penurunan di

triwulan laporan menjadi 7,01% dari 7,21% di triwulan

sebelumnya. Penurunan suku bunga deposito terjadi

pada hampir seluruh tenor, kecuali untuk tenor lebih

dari 24 bulan sampai dengan 36 bulan dan tenor lebih

dari 36 bulan. Untuk tenor lebih dari 24 bulan sampai

dengan 36 bulan, suku bunga meningkat dari 5,74%

pada triwulan lalu menjadi sebesar 5,95% pada

triwulan laporan. Sementara untuk tenor lebih dari 36

bulan, suku bunga meningkat dari 6,06% pada

triwulan lalu menjadi 7,45% pada triwulan laporan.

Suku bunga giro tercatat sebesar 2,02%, menurun dari

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,58%.

Sementara suku bunga tabungan pada triwulan

laporan tercatat sebesar 1,61%, menurun dari 1,70%

pada triwulan lalu. Penurunan suku bunga ini

diperkirakan akan berlanjut di triwulan I 2016 sejalan

dengan penurunan BI Rate sebesar 50 bps menjadi

7,00%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,00% dan

Lending Facility pada level 7,50%.

Suku bunga pinjaman berdasarkan penggunaan

secara umum mengalami penurunan bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Penurunan tersebut didorong oleh penurunan

suku bunga kredit modal kerja dan kredit

investasi. Pada triwulan laporan, suku bunga kredit

modal kerja tercatat sebesar 12,93%, atau menurun

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 13,10%. Demikian pula halnya dengan

kredit investasi yang mengalami penurunan suku

bunga menjadi sebesar 12,45% dari 12,60% pada

triwulan sebelumnya. Namun demikian, kondisi ini

berbeda pada kredit konsumsi di mana terjadi sedikit

kenaikan suku bunga menjadi sebesar 13,19% (yoy)

dari 13,15% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman

pada tr iwulan laporan juga mengalami

penurunan. Suku bunga kredit sektor perdagangan

besar dan eceran pada triwulan pelaporan mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yakni

menjadi sebesar 13,58% dari 13,75% pada triwulan

sebelumnya. Kredit sektor industri pengolahan juga

mengalami penurunan suku bunga menjadi sebesar

11,34% dari 11,39% pada triwulan sebelumnya.

Sementara itu, suku bunga kredit sektor pertanian pada

triwulan laporan tercatat sebesar 12,69%, atau

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar 12,87%.

70 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

71PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

1

2

3

4

5 %

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL

Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00 %

Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

9

10

11

12

13

14

15

16

17 %

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN

Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum

Kualitas kredit cenderung menurun pada triwulan

laporan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai

indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan

pada periode laporan tercatat sebesar 3,02% atau

mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 2,96%. Tingkat NPL

kredit perbankan Jawa Tengah juga tercatat lebih tinggi

dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 2,47%

pada triwulan laporan, menurun dari triwulan lalu yang

sebesar 2,69%. Meskipun kualitas kredit menurun,

namun besaran NPL tersebut masih dalam batas

indikatif yang dipersyaratkan.

Berdasarkan jenis penggunaannya, kenaikan NPL

perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan

terutama didorong oleh kenaikan NPL kredit modal

kerja selaku kredit dengan pangsa terbesar yakni

53,44%. Pada triwulan laporan, kualitas kredit

modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari

rasio NPL yang meningkat menjadi 3,76% dari 3,59%

di triwulan sebelumnya. Penurunan NPL pada kredit

modal kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor

industri pengolahan dengan golongan debitur sektor

swasta bukan lembaga keuangan.

Sementara itu, kualitas kredit investasi pada

tr iwulan laporan cenderung stabi l b i la

dibandingkan dengan triwulan lalu, tercermin dari

rasio NPL yang cenderung tetap menjadi 4,37% dari

4,35% pada triwulan lalu.

Di sisi lain, kredit konsumsi mengalami kualitas

yang membaik pada triwulan laporan, tercermin

dari rasio NPL yang turun ke angka 1,05% dari 1,22%

di triwulan III 2015.

Berdasarkan sektor ekonominya, kenaikan NPL

perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan

terutama didorong oleh industri pengolahan. NPL

untuk sektor industri pengolahan naik secara signifikan

menjadi 5,19%, setelah sebelumnya mencatatkan

angka NPL sebesar 4,16%. Peningkatan NPL ini

terutama dialami oleh sektor industri pengolahan

dengan eksposur nilai tukar untuk keperluan

pemenuhan bahan baku impor. Seperti industri

pemintalan, pertenunan, pengolahan akhir tekstil,

industri barang dari plastik dan industri motor listrik,

generator dan transformator.

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pola pergerakan laju kredit

tahunan dengan pergerakan pertumbuhan

ekonomi lapangan usaha utama Jawa Tengah

cenderung bersifat mixed. Pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah masih bersumber dari empat lapangan

usaha utama, yakni industri pengolahan (35,22%) ;

perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda

motor (14,31%); pertanian, kehutanan dan perikanan

(14,11%); serta konstruksi (10,08%). Keempat

lapangan usaha utama Jawa Tengah tersebut

mengalami pertumbuhan yang meningkat bila

dibandingkan dengan triwulan lalu. Di sisi lain,

peningkatan laju kredit hanya terjadi pada sektor

industri pengolahan dan perdagangan besar & eceran.

Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan yang

mengalami peningkatan pada triwulan laporan sejalan

dengan pertumbuhan lapangan usaha industri

pengolahan yang juga mengalami peningkatan.

Lapangan usaha industri pengolahan tercatat tumbuh

sebesar 4,6% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat

dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,3%

(yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut sejalan

naiknya permintaan domestik maupun luar negeri yang

sejalan dengan pola musimannya.

Peningkatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan

besar dan eceran pada triwulan laporan juga terjadi

bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan

lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor. Lapangan usaha

perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda

motor tercatat tumbuh sebesar 8,2% (yoy) pada

triwulan laporan, meningkat dari triwulan sebelumnya

yang sebesar 2,2% (yoy). Peningkatan tersebut sejalan

dengan peningkatan kinerja lapangan usaha industri

pengolahan yang juga mengalami peningkatan pada

triwulan laporan.

Di sisi lain, peningkatan kinerja lapangan usaha

pertanian pada triwulan laporan tidak sejalan dengan

laju pertumbuhan kredit sektor pertanian yang

mengalami perlambatan pada triwulan laporan.

Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan

pada tr iwulan IV 2015 tercatat mengalami

pertumbuhan sebesar 6,9% (yoy), meningkat dari

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,6% (yoy).

Hal ini dapat mengindikasikan terjadinya peningkatan

pembiayaan lapangan usaha pertanian Jawa Tengah

yang berasal dari biaya sendiri.

Perlambatan pertumbuhan kredit sektor konstruksi

pada triwulan laporan juga terjadi bersamaan dengan

peningkatan pertumbuhan lapangan usaha konstruksi.

Lapangan usaha konstruksi tercatat tumbuh sebesar

7,4% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dari

triwulan sebelumnya yang sebesar 7,1% (yoy). Hal ini

dapat mengindikasikan bahwa sebagian proyek

konstruksi merupakan realisasi proyek dari triwulan-

triwulan sebelumnya yang mundur dan dilakukan pada

triwulan IV sehingga pembiayaan proyek-proyek

tersebut sudah dilaksanakan beberapa waktu

sebelumnya.

Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan

pertumbuhan sektor ekonomi utama Jawa

Tengah cenderung menunjukkan tren yang

berlawanan arah. Peningkatan kinerja di seluruh

lapangan usaha utama Jawa Tengah pada triwulan

laporan terjadi sejalan dengan penurunan risiko kredit

dari sektor-sektor yang bersangkutan.

Di sisi lain, kualitas NPL sektor perdagangan besar dan

eceran mengalami penurunan dari 3,70% pada

triwulan lalu menjadi 3,34% pada triwulan laporan.

72 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

73PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

1

2

3

4

5 %

PERTANIAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL KREDIT TOTAL

Grafik 3.17 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Provinsi Jawa Tengah

NPL KREDIT MODAL KERJANPL KREDIT INVESTASI NPL KREDIT KONSUMSINPL TOTAL

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00 %

Grafik 3.18 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

9

10

11

12

13

14

15

16

17 %

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN INDUSTRI PENGOLAHAN PERTANIAN

Grafik 3.16 Perkembangan Suku Bunga Sektor Utamadi Provinsi Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

3.2.5. Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum

Kualitas kredit cenderung menurun pada triwulan

laporan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Non Performing Loan (NPL) sebagai

indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan

pada periode laporan tercatat sebesar 3,02% atau

mengalami sedikit peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 2,96%. Tingkat NPL

kredit perbankan Jawa Tengah juga tercatat lebih tinggi

dibandingkan nasional yang tercatat sebesar 2,47%

pada triwulan laporan, menurun dari triwulan lalu yang

sebesar 2,69%. Meskipun kualitas kredit menurun,

namun besaran NPL tersebut masih dalam batas

indikatif yang dipersyaratkan.

Berdasarkan jenis penggunaannya, kenaikan NPL

perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan

terutama didorong oleh kenaikan NPL kredit modal

kerja selaku kredit dengan pangsa terbesar yakni

53,44%. Pada triwulan laporan, kualitas kredit

modal kerja mengalami penurunan, tercermin dari

rasio NPL yang meningkat menjadi 3,76% dari 3,59%

di triwulan sebelumnya. Penurunan NPL pada kredit

modal kerja tersebut utamanya didorong oleh sektor

industri pengolahan dengan golongan debitur sektor

swasta bukan lembaga keuangan.

Sementara itu, kualitas kredit investasi pada

tr iwulan laporan cenderung stabi l b i la

dibandingkan dengan triwulan lalu, tercermin dari

rasio NPL yang cenderung tetap menjadi 4,37% dari

4,35% pada triwulan lalu.

Di sisi lain, kredit konsumsi mengalami kualitas

yang membaik pada triwulan laporan, tercermin

dari rasio NPL yang turun ke angka 1,05% dari 1,22%

di triwulan III 2015.

Berdasarkan sektor ekonominya, kenaikan NPL

perbankan Jawa Tengah pada triwulan laporan

terutama didorong oleh industri pengolahan. NPL

untuk sektor industri pengolahan naik secara signifikan

menjadi 5,19%, setelah sebelumnya mencatatkan

angka NPL sebesar 4,16%. Peningkatan NPL ini

terutama dialami oleh sektor industri pengolahan

dengan eksposur nilai tukar untuk keperluan

pemenuhan bahan baku impor. Seperti industri

pemintalan, pertenunan, pengolahan akhir tekstil,

industri barang dari plastik dan industri motor listrik,

generator dan transformator.

3.2.6. Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pola pergerakan laju kredit

tahunan dengan pergerakan pertumbuhan

ekonomi lapangan usaha utama Jawa Tengah

cenderung bersifat mixed. Pertumbuhan ekonomi

Jawa Tengah masih bersumber dari empat lapangan

usaha utama, yakni industri pengolahan (35,22%) ;

perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda

motor (14,31%); pertanian, kehutanan dan perikanan

(14,11%); serta konstruksi (10,08%). Keempat

lapangan usaha utama Jawa Tengah tersebut

mengalami pertumbuhan yang meningkat bila

dibandingkan dengan triwulan lalu. Di sisi lain,

peningkatan laju kredit hanya terjadi pada sektor

industri pengolahan dan perdagangan besar & eceran.

Pertumbuhan kredit sektor industri pengolahan yang

mengalami peningkatan pada triwulan laporan sejalan

dengan pertumbuhan lapangan usaha industri

pengolahan yang juga mengalami peningkatan.

Lapangan usaha industri pengolahan tercatat tumbuh

sebesar 4,6% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat

dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,3%

(yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut sejalan

naiknya permintaan domestik maupun luar negeri yang

sejalan dengan pola musimannya.

Peningkatan pertumbuhan kredit sektor perdagangan

besar dan eceran pada triwulan laporan juga terjadi

bersamaan dengan peningkatan pertumbuhan

lapangan usaha perdagangan besar-eceran dan

reparasi mobil-sepeda motor. Lapangan usaha

perdagangan besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda

motor tercatat tumbuh sebesar 8,2% (yoy) pada

triwulan laporan, meningkat dari triwulan sebelumnya

yang sebesar 2,2% (yoy). Peningkatan tersebut sejalan

dengan peningkatan kinerja lapangan usaha industri

pengolahan yang juga mengalami peningkatan pada

triwulan laporan.

Di sisi lain, peningkatan kinerja lapangan usaha

pertanian pada triwulan laporan tidak sejalan dengan

laju pertumbuhan kredit sektor pertanian yang

mengalami perlambatan pada triwulan laporan.

Lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan

pada tr iwulan IV 2015 tercatat mengalami

pertumbuhan sebesar 6,9% (yoy), meningkat dari

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,6% (yoy).

Hal ini dapat mengindikasikan terjadinya peningkatan

pembiayaan lapangan usaha pertanian Jawa Tengah

yang berasal dari biaya sendiri.

Perlambatan pertumbuhan kredit sektor konstruksi

pada triwulan laporan juga terjadi bersamaan dengan

peningkatan pertumbuhan lapangan usaha konstruksi.

Lapangan usaha konstruksi tercatat tumbuh sebesar

7,4% (yoy) pada triwulan laporan, meningkat dari

triwulan sebelumnya yang sebesar 7,1% (yoy). Hal ini

dapat mengindikasikan bahwa sebagian proyek

konstruksi merupakan realisasi proyek dari triwulan-

triwulan sebelumnya yang mundur dan dilakukan pada

triwulan IV sehingga pembiayaan proyek-proyek

tersebut sudah dilaksanakan beberapa waktu

sebelumnya.

Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan

pertumbuhan sektor ekonomi utama Jawa

Tengah cenderung menunjukkan tren yang

berlawanan arah. Peningkatan kinerja di seluruh

lapangan usaha utama Jawa Tengah pada triwulan

laporan terjadi sejalan dengan penurunan risiko kredit

dari sektor-sektor yang bersangkutan.

Di sisi lain, kualitas NPL sektor perdagangan besar dan

eceran mengalami penurunan dari 3,70% pada

triwulan lalu menjadi 3,34% pada triwulan laporan.

72 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

73PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

% YOY

Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI

NPL SEKTOR KONSTRUKSI (RHS)

13.23%

8.97%

6.87%

PERTUMBUHAN EKONOMI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

10.6%

8.2%

3.31%

2.54%

15.07%

7.4%

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

3.5%

Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Konstruksi

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERTANIAN

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN

NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)

Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Pertanian

PERTUMBUHAN EKONOMI INDUSTRI PENGOLAHAN

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN

NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Industri Pengolahan

Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Perdagangan

0%

1%

2%

3%

4%

I II III IV2014

I2015

II III IV0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%24.91%

4.6%

3.87%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0.0%

2.0%

4.0%

6.0%

8.0%

10.0%

12.0%

14.0%

16.0%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2014

I2015

II III IV

I II III IV2014

I2015

II III IV

Perkembangan industri perbankan syariah pada

triwulan IV 2015 di Jawa Tengah menunjukkan

perlambatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah

secara keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang

melambat menjadi 9,85% (yoy) pada triwulan laporan,

dari triwulan sebelumnya sebesar 16,55% (yoy). Angka

ini juga lebih rendah dibandingkan dengan

pertumbuhan aset bank syariah nasional yang tercatat

sebesar 10,02% (yoy).

Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa

Tengah juga mencatatkan perlambatan pada

triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 16,37% (yoy)

pada triwulan laporan, atau melambat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 25,43%

(yoy). Namun demikian, angka ini lebih tinggi

dibandingkan laju pertumbuhan DPK beberapa provinsi

lain di Pulau Jawa maupun nasional yang sebesar

6,15% (yoy). Pertumbuhan DPK perbankan syariah di

Provinsi Jawa Barat pada triwulan laporan tercatat

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

Tabel 3.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah

KETERANGAN

I

2014

II III IV I

2015

BANK SYARIAH

BANK UMUM

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

UNIT USAHA SYARIAH

JUMLAH KANTOR

BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

II III

9

167

62

24

24

9

175

60

24

24

10

178

58

24

24

10

154

53

25

25

10

169

32

25

25

10

169

35

25

25

10

169

35

25

25

IV

10

169

35

25

25

% YOY

0

10

20

30

40

50

60

70

Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa

% YOY

Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

160%

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

sebesar 12,98% (yoy), DI Yogyakarta 12,53% (yoy),

Banten 11,15% (yoy), Jawa Timur 3,73% (yoy), dan DKI

Jakarta 1,99% (yoy).

Sementara pembiayaan yang disalurkan oleh

perbankan syariah mengalami peningkatan pada

triwulan laporan. Pada triwulan laporan, pembiayaan

tumbuh sebesar 9,51% (yoy), atau meningkat bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar 6,09% (yoy). Angka ini juga tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang

sebesar 6,92% (yoy). Apabila dibandingkan dengan

provinsi lain di Pulau Jawa, laju pertumbuhan

pembiayaan syariah Provinsi Jawa Tengah pada triwulan

laporan cenderung lebih tinggi. Laju pertumbuhan

pembiayaan syariah di Provinsi Jawa Timur tercatat

sebesar 7,81% (yoy), sementara DKI Jakarta dan DI

Yogyakarta masing-masing sebesar 8,56% dan 6,07%.

Namun demikian, pertumbuhan perbankan syariah

Jawa Tengah pada triwulan laporan masih berada di

bawah Jawa Barat yang tercatat sebesar 9,81%.

Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)

Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 juga mengalami

perlambatan ke level 104,16%; dari 111,12% di

triwulan sebelumnya. Namun demikian, angka FDR

Jawa Tengah pada triwulan laporan juga masih

cenderung tinggi bila dibandingkan dengan FDR

provinsi lainnya di Pulau Jawa. FDR Provinsi Jawa Barat

pada triwulan laporan tercatat sebesar 107,60% (yoy),

Jawa Timur 104,16% (yoy), Banten 95,20% (yoy), DKI

Jakarta 78,65% (yoy), dan DI Yogyakarta 74,91% (yoy).

Sementara FDR nasional pada triwulan laporan tercatat

sebesar 92,57%.

Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor

perbankan syariah tidak berubah dari triwulan

sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit dengan

komposisi Bank Umum, Unit Usaha Syariah, dan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah yang juga sama

dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,

terdapat 10 Bank Umum Syariah dengan 169 Kantor

yang tersebar di seluruh Jawa Tengah. Sementara Unit

Usaha Syariah pada triwulan laporan adalah sebanyak

35 Unit. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah,

pada triwulan laporan terdapat 25 bank dengan 25

kantor yang tersebar di seluruh Jawa Tengah.

74 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

75PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

% YOY

Grafik 3.23 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah di Pulau Jawa

0

10

20

30

40

50

60 % YOY

Grafik 3.24 Perbandingan DPK Perbankan Syariah di Pulau Jawa

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR KONSTRUKSI

NPL SEKTOR KONSTRUKSI (RHS)

13.23%

8.97%

6.87%

PERTUMBUHAN EKONOMI PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN,REPARASI MOBIL DAN SEPEDA MOTORPERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERANNPL SEKTOR PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN (RHS)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

10.6%

8.2%

3.31%

2.54%

15.07%

7.4%

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

3.5%

Grafik 3.21 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Konstruksi

PERTUMBUHAN EKONOMI LAPANGAN USAHA PERTANIAN

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR PERTANIAN

NPL SEKTOR PERTANIAN (RHS)

Grafik 3.22 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan Risiko Sektor Pertanian

PERTUMBUHAN EKONOMI INDUSTRI PENGOLAHAN

PERTUMBUHAN KREDIT SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN

NPL SEKTOR INDUSTRI PENGOLAHAN (RHS)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

Grafik 3.19 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Industri Pengolahan

Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan, Kredit dan RisikoSektor Perdagangan

0%

1%

2%

3%

4%

I II III IV2014

I2015

II III IV0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%24.91%

4.6%

3.87%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0.0%

2.0%

4.0%

6.0%

8.0%

10.0%

12.0%

14.0%

16.0%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

I II III IV2014

I2015

II III IVI II III IV2014

I2015

II III IV

I II III IV2014

I2015

II III IV

Perkembangan industri perbankan syariah pada

triwulan IV 2015 di Jawa Tengah menunjukkan

perlambatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Pertumbuhan aset perbankan syariah

secara keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang

melambat menjadi 9,85% (yoy) pada triwulan laporan,

dari triwulan sebelumnya sebesar 16,55% (yoy). Angka

ini juga lebih rendah dibandingkan dengan

pertumbuhan aset bank syariah nasional yang tercatat

sebesar 10,02% (yoy).

Pertumbuhan DPK perbankan syariah Jawa

Tengah juga mencatatkan perlambatan pada

triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 16,37% (yoy)

pada triwulan laporan, atau melambat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 25,43%

(yoy). Namun demikian, angka ini lebih tinggi

dibandingkan laju pertumbuhan DPK beberapa provinsi

lain di Pulau Jawa maupun nasional yang sebesar

6,15% (yoy). Pertumbuhan DPK perbankan syariah di

Provinsi Jawa Barat pada triwulan laporan tercatat

3.3. Perkembangan Perbankan Syariah

Tabel 3.3. Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Jawa Tengah

KETERANGAN

I

2014

II III IV I

2015

BANK SYARIAH

BANK UMUM

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

UNIT USAHA SYARIAH

JUMLAH KANTOR

BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR) SYARIAH

JUMLAH BANK

JUMLAH KANTOR

II III

9

167

62

24

24

9

175

60

24

24

10

178

58

24

24

10

154

53

25

25

10

169

32

25

25

10

169

35

25

25

10

169

35

25

25

IV

10

169

35

25

25

% YOY

0

10

20

30

40

50

60

70

Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan Pembiayaan Perbankan Syariah di Pulau Jawa

% YOY

Grafik 3.26 Perbandingan FDR Perbankan Syariah di Pulau Jawa

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

160%

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA JAWA TENGAH JAWA BARAT JAWA TIMUR DKI JAKARTA NASIONALBANTENDI YOGYAKARTA

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

sebesar 12,98% (yoy), DI Yogyakarta 12,53% (yoy),

Banten 11,15% (yoy), Jawa Timur 3,73% (yoy), dan DKI

Jakarta 1,99% (yoy).

Sementara pembiayaan yang disalurkan oleh

perbankan syariah mengalami peningkatan pada

triwulan laporan. Pada triwulan laporan, pembiayaan

tumbuh sebesar 9,51% (yoy), atau meningkat bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar 6,09% (yoy). Angka ini juga tercatat lebih tinggi

dibandingkan dengan laju pembiayaan nasional yang

sebesar 6,92% (yoy). Apabila dibandingkan dengan

provinsi lain di Pulau Jawa, laju pertumbuhan

pembiayaan syariah Provinsi Jawa Tengah pada triwulan

laporan cenderung lebih tinggi. Laju pertumbuhan

pembiayaan syariah di Provinsi Jawa Timur tercatat

sebesar 7,81% (yoy), sementara DKI Jakarta dan DI

Yogyakarta masing-masing sebesar 8,56% dan 6,07%.

Namun demikian, pertumbuhan perbankan syariah

Jawa Tengah pada triwulan laporan masih berada di

bawah Jawa Barat yang tercatat sebesar 9,81%.

Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR)

Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 juga mengalami

perlambatan ke level 104,16%; dari 111,12% di

triwulan sebelumnya. Namun demikian, angka FDR

Jawa Tengah pada triwulan laporan juga masih

cenderung tinggi bila dibandingkan dengan FDR

provinsi lainnya di Pulau Jawa. FDR Provinsi Jawa Barat

pada triwulan laporan tercatat sebesar 107,60% (yoy),

Jawa Timur 104,16% (yoy), Banten 95,20% (yoy), DKI

Jakarta 78,65% (yoy), dan DI Yogyakarta 74,91% (yoy).

Sementara FDR nasional pada triwulan laporan tercatat

sebesar 92,57%.

Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor

perbankan syariah tidak berubah dari triwulan

sebelumnya, yakni sebanyak 169 unit dengan

komposisi Bank Umum, Unit Usaha Syariah, dan Bank

Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah yang juga sama

dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,

terdapat 10 Bank Umum Syariah dengan 169 Kantor

yang tersebar di seluruh Jawa Tengah. Sementara Unit

Usaha Syariah pada triwulan laporan adalah sebanyak

35 Unit. Untuk Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Syariah,

pada triwulan laporan terdapat 25 bank dengan 25

kantor yang tersebar di seluruh Jawa Tengah.

74 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

75PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

0

10

20

30% YOYRP TRILIUN

KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM

RP TRILIUN

3.0

3.5

4.0

NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)

0

1

2

3

4

Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di

Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh

12,36% (yoy) di triwulan laporan, atau meningkat

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

sebesar 10,98% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar

8,13% (yoy). Sementara itu, risiko kredit pada sektor

UMKM mengalami penurunan. NPL kredit UMKM di

Jawa Tengah pada periode laporan tercatat sebesar

3,35%, atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar 3,78%. Tingkat NPL kredit

UMKM Jawa Tengah tersebut juga lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar

4,22%.

Pangsa kredit perbankan Jawa Tengah kepada UMKM

pada triwulan IV mengalami sedikit penurunan menjadi

38,64% dari total kredit yang diberikan, dibandingkan

triwulan III 2015 yang sebesar 38,72%. Namun

demikian, pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh

di atas pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,64%.

Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit

UMKM mayor i tas d i tu jukan kepada sektor

perdagangan besar dan eceran (62,83%), diikuti sektor

industri pengolahan (10,85%), dan sektor pertanian

(6,26%).

Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan

laporan didorong oleh seluruh sektor utama kredit

UMKM Jawa Tengah. Kred i t UMKM sektor

perdagangan tumbuh meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya, dari 10,96% (yoy) menjadi

12,17% (yoy). Pertumbuhan kredit sektor industri

pengolahan juga mengalami peningkatan pada

triwulan laporan menjadi sebesar 21,66% (yoy) dari

19,44% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan

kredit kepada UMKM sektor pertanian tercatat juga

mengalami peningkatan, yakni sebesar 18,37% (yoy)

pada triwulan laporan. Angka ini lebih tinggi dari

triwulan III 2015 yang tercatat sebesar 17,91% (yoy).

Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama

mengalami penurunan, meski terjadi peningkatan

pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan laporan.

Penurunan NPL tersebut terutama didorong penurunan

NPL kredit sektor perdagangan besar dan eceran. NPL

kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada

triwulan IV 2015 tercatat sebesar 3,27% atau menurun

dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar

3,83%. Selain itu, NPL kredit sektor pertanian pada

triwulan IV 2015 juga mengalami penurunan menjadi

sebesar 3,27% dari 3,63% di triwulan lalu. Di sisi lain,

NPL kredit sektor industri pengolahan mengalami

sedikit peningkatan pada triwulan IV 2015 menjadi

sebesar 3,71% dari 3,60% pada triwulan lalu.

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

RP TRILIUN

2

3

4

5

-1

1

2

3

NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM

PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)

Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan

0

10

20

30

40

50

60

70

80 % YOYRP TRILIUN

KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM

PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)

-10

0

10

20

30

40

50

60

Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

1

2

3

4

5

6 % YOY

NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN

NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

Grafik 3.30Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

% YOY

-10

20

50

80

110

140

170

Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor

UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan

porsi sekitar 81,63% dari total kredit yang diberikan

kepada UMKM. Sementara itu, 18,37% dari total kredit

UMKM berupa kredit investasi.

Pertumbuhan kredit investasi sektor UMKM pada

triwulan laporan mengalami pertumbuhan yang

signifikan menjadi 16,48% pada triwulan laporan,

meningkat dari 5,87% pada triwulan sebelumnya.

Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang

sebesar 9,18% (yoy), laju kredit investasi sektor UMKM

Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang lebih

tinggi pada triwulan laporan. Di sisi lain, kredit modal

kerja UMKM Jawa Tengah mengalami perlambatan

pada triwulan laporan. Kredit modal kerja Jawa Tengah

pada sektor UMKM triwulan IV 2015 tumbuh sebesar

11,47% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya

sebesar 12,06% (yoy). Namun demikian, angka ini

masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tercatat

sebesar 7,73% (yoy).

Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan

laporan untuk masing-masing jenis penggunaan

memiliki rasio NPL yang menurun. NPL baik pada

kredit modal kerja serta maupun kredit investasi pada

triwulan IV 2015 ini mengalami penurunan. NPL kredit

modal kerja menurun menjadi 3,23% dari sebelumnya

sebesar 3,61%. Angka ini lebih baik dibandingkan

dengan nasional yang sebesar 4,33%. Sementara itu,

NPL kredit investasi pada triwulan laporan tercatat

sebesar 3,90%, menurun dibandingkan dengan

triwulan lalu yang sebesar 4,58%. Angka NPL kredit

investasi pada periode ini relatif sama dengan tingkat

NPL nasional yang tercatat sebesar 3,91%.

Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh

Perusahaan Pembiayaan (PP) yang berkantor

pusat di Jawa Tengah mengalami penurunan pada

triwulan laporan. Pertumbuhan pembiayaan yang

disalurkan oleh PP Jawa Tengah pada triwulan laporan

tercatat sebesar -2,05% (yoy) atau menurun

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa Tengah

76 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

77PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

0

10

20

30% YOYRP TRILIUN

KREDIT UMKM PERTUMBUHAN KREDIT UMKM - SKALA KANAN

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Grafik 3.27 Perkembangan Kredit kepada UMKM

RP TRILIUN

3.0

3.5

4.0

NOMINAL NPL KREDIT UMKM PERSENTASI NPL KREDIT UMKM (RHS)

0

1

2

3

4

Grafik 3.28 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

Peran perbankan dalam pembiayaan UMKM di

Jawa Tengah pada triwulan IV 2015 mengalami

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kredit UMKM Provinsi Jawa Tengah tercatat tumbuh

12,36% (yoy) di triwulan laporan, atau meningkat

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

sebesar 10,98% (yoy). Angka ini juga lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan nasional sebesar

8,13% (yoy). Sementara itu, risiko kredit pada sektor

UMKM mengalami penurunan. NPL kredit UMKM di

Jawa Tengah pada periode laporan tercatat sebesar

3,35%, atau lebih rendah dari triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar 3,78%. Tingkat NPL kredit

UMKM Jawa Tengah tersebut juga lebih baik

dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar

4,22%.

Pangsa kredit perbankan Jawa Tengah kepada UMKM

pada triwulan IV mengalami sedikit penurunan menjadi

38,64% dari total kredit yang diberikan, dibandingkan

triwulan III 2015 yang sebesar 38,72%. Namun

demikian, pangsa kredit UMKM di Jawa Tengah ini jauh

di atas pangsa nasional yang tercatat sebesar 19,64%.

Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit

UMKM mayor i tas d i tu jukan kepada sektor

perdagangan besar dan eceran (62,83%), diikuti sektor

industri pengolahan (10,85%), dan sektor pertanian

(6,26%).

Peningkatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan

laporan didorong oleh seluruh sektor utama kredit

UMKM Jawa Tengah. Kred i t UMKM sektor

perdagangan tumbuh meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya, dari 10,96% (yoy) menjadi

12,17% (yoy). Pertumbuhan kredit sektor industri

pengolahan juga mengalami peningkatan pada

triwulan laporan menjadi sebesar 21,66% (yoy) dari

19,44% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan

kredit kepada UMKM sektor pertanian tercatat juga

mengalami peningkatan, yakni sebesar 18,37% (yoy)

pada triwulan laporan. Angka ini lebih tinggi dari

triwulan III 2015 yang tercatat sebesar 17,91% (yoy).

Risiko kredit kepada UMKM berdasarkan sektor utama

mengalami penurunan, meski terjadi peningkatan

pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan laporan.

Penurunan NPL tersebut terutama didorong penurunan

NPL kredit sektor perdagangan besar dan eceran. NPL

kredit sektor perdagangan besar dan eceran pada

triwulan IV 2015 tercatat sebesar 3,27% atau menurun

dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar

3,83%. Selain itu, NPL kredit sektor pertanian pada

triwulan IV 2015 juga mengalami penurunan menjadi

sebesar 3,27% dari 3,63% di triwulan lalu. Di sisi lain,

NPL kredit sektor industri pengolahan mengalami

sedikit peningkatan pada triwulan IV 2015 menjadi

sebesar 3,71% dari 3,60% pada triwulan lalu.

3.4. Perkembangan Kredit UMKM

RP TRILIUN

2

3

4

5

-1

1

2

3

NOMINAL NPL KREDIT MODAL KERJA UMKMNOMINAL NPL KREDIT INVESTASI UMKM

PERSENTASE NPL KREDIT MODAL KERJA UMKM - RHSPERSENTASE KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)

Grafik 3.32 Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Penggunaan

0

10

20

30

40

50

60

70

80 % YOYRP TRILIUN

KREDIT MODAL KERJA UMKMKREDIT INVESTASI UMKM

PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)PERTUMBUHAN KREDIT INVESTASI UMKM (RHS)

-10

0

10

20

30

40

50

60

Grafik 3.31 Perkembangan Kredit kepada UMKMBerdasarkan Penggunaan

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

1

2

3

4

5

6 % YOY

NPL KREDIT PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANANNPL KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN

NPL PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

Grafik 3.30Perkembangan Risiko Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

PERTANIAN, KEHUTANAN, & PERIKANAN INDUSTRI PENGOLAHANPERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

% YOY

-10

20

50

80

110

140

170

Grafik 3.29 Perkembangan Kredit kepada UMKM Berdasarkan Sektor

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

Berdasarkan penggunaannya, kredit kepada sektor

UMKM mayoritas berupa kredit modal kerja dengan

porsi sekitar 81,63% dari total kredit yang diberikan

kepada UMKM. Sementara itu, 18,37% dari total kredit

UMKM berupa kredit investasi.

Pertumbuhan kredit investasi sektor UMKM pada

triwulan laporan mengalami pertumbuhan yang

signifikan menjadi 16,48% pada triwulan laporan,

meningkat dari 5,87% pada triwulan sebelumnya.

Dibandingkan dengan pertumbuhan nasional yang

sebesar 9,18% (yoy), laju kredit investasi sektor UMKM

Jawa Tengah mencatatkan pertumbuhan yang lebih

tinggi pada triwulan laporan. Di sisi lain, kredit modal

kerja UMKM Jawa Tengah mengalami perlambatan

pada triwulan laporan. Kredit modal kerja Jawa Tengah

pada sektor UMKM triwulan IV 2015 tumbuh sebesar

11,47% (yoy), melambat dari triwulan sebelumnya

sebesar 12,06% (yoy). Namun demikian, angka ini

masih lebih tinggi dibandingkan nasional yang tercatat

sebesar 7,73% (yoy).

Kredit kepada sektor UMKM pada triwulan

laporan untuk masing-masing jenis penggunaan

memiliki rasio NPL yang menurun. NPL baik pada

kredit modal kerja serta maupun kredit investasi pada

triwulan IV 2015 ini mengalami penurunan. NPL kredit

modal kerja menurun menjadi 3,23% dari sebelumnya

sebesar 3,61%. Angka ini lebih baik dibandingkan

dengan nasional yang sebesar 4,33%. Sementara itu,

NPL kredit investasi pada triwulan laporan tercatat

sebesar 3,90%, menurun dibandingkan dengan

triwulan lalu yang sebesar 4,58%. Angka NPL kredit

investasi pada periode ini relatif sama dengan tingkat

NPL nasional yang tercatat sebesar 3,91%.

Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh

Perusahaan Pembiayaan (PP) yang berkantor

pusat di Jawa Tengah mengalami penurunan pada

triwulan laporan. Pertumbuhan pembiayaan yang

disalurkan oleh PP Jawa Tengah pada triwulan laporan

tercatat sebesar -2,05% (yoy) atau menurun

3.5. Perkembangan Perusahaan Pembiayaan di Jawa Tengah

76 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

77PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12 %YOY

Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah

-

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH

%YOY

Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

dibandingkan dengan triwulan lalu yang tercatat

sebesar -0,75% (yoy). Penurunan tersebut tersebut

terutama didorong oleh menurunnya penyaluran

pembiayaan kepada sektor listrik, gas, dan air yang

tercatat sebesar -3,15% (yoy) pada triwulan laporan,

atau menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar -

1,94% (yoy). Sejalan dengan pola sebelumnya, sektor

listrik, gas, dan air merupakan sektor dengan pangsa

pembiayaan PP terbesar di Jawa Tengah dengan pangsa

sebesar 51,50%.

Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah

menurun pada triwulan laporan. Tingkat Non

Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada triwulan

laporan tercatat sebesar 0,31% atau sedikit menurun

dari triwulan lalu yang tercatat sebesar 0,38%.

Penurunan NPL ini terutama disumbang oleh

penurunan NPL sektor pengangkutan, pergudangan,

dan komunikasi yang tercatat sebesar 1,74% atau

menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar

4,32%.

perputaran kliring secara nasional. Selama triwulan

laporan, penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI

tercatat sebanyak 975.254 Data Keuangan Elektronik

(DKE) atau meningkat 12,75% (qtq) dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 864.945 DKE.

Secara nominal, nilai transaksi yang menggunakan

SKNBI meningkat 19,10% (qtq) menjadi Rp43,27 triliun

dari triwulan sebelumnya sebesar Rp36,33 triliun.

Secara rata-rata harian, nilai transaksi yang diproses

SKNBI pada triwulan laporan mencapai Rp721,09 miliar

per hari atau meningkat 21,08% (qtq) dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp595,53 miliar per hari.

Peningkatan nilai transaksi ini diiringi dengan

peningkatan volume transaksi melalui SKNBI, yang

ditunjukkan melalui kenaikan volume rata-rata harian

transaksi kliring pada triwulan laporan sebesar 14,63%

(qtq) menjadi 16.254 DKE per hari dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya sebesar 14.179 DKE per

hari.

Secara tahunan, volume DKE yang ditransaksikan

melalui kliring menunjukkan peningkatan sebesar

14,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan negatif

sebesar 0,32% (yoy). Pertumbuhan tahunan nominal

transaksi kliring pada periode laporan juga mengalami

perbaikan dengan tumbuh sebesar 23,77% (yoy),

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 2,79% (yoy).

3.6. Perkembangan Transaksi SistemKliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Sejalan dengan peningkatan aktivitas perekonomian di

triwulan IV 2015, kegiatan sistem pembayaran

nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga

menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume

(Grafik 3.35). Kondisi peningkatan ini juga terjadi pada

Grafik 3.37 Pangsa Volume Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman

RIBU TRANSAKSI

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI -

200

400

600

800

1,000

1,200

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA

RP MILIAR

Grafik 3.38 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

INDEKS (%)% YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL

INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

Grafik 3.36 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan Indeks Penjualan Riil

RIBU TRANSAKSIRP MILIAR

NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN

Grafik 3.35 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah

12

14

16

18

20

400

500

600

700

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI (10)

10

30

50

(10)

-

10

20

30

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

Peningkatan nilai transaksi melalui SKNBI tersebut

sejalan dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah,

konsumsi lembaga swasta nirlaba, serta investasi pada

triwulan laporan. Peningkatan aktivitas SKNBI juga

sejalan dengan peningkatan kegiatan dunia usaha

sebagaimana terkonfirmasi dari peningkatan Saldo

Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU). SBT pada triwulan laporan tercatat

sebesar 27,14%, lebih tinggi dibandingkan dengan SBT

triwulan III-2015 sebesar 18,44% dan SBT periode yang

sama tahun sebelumnya sebesar 15,51% (Grafik 3.36).

Transaksi perputaran kliring terbesar terdapat di kota-

kota pusat perekonomian Jawa Tengah yaitu Semarang

dan Solo. Pada triwulan laporan, Semarang masih

mencatatkan pangsa transaksi kliring terbesar di Jawa

Tengah, baik dari sisi nominal maupun volume, yaitu

masing-masing sebesar 47,74% dan 47,63% (Grafik

3.37 dan Grafik 3.38). Pangsa transaksi kliring kota

Semarang menunjukkan peningkatan dibanding

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 44,56%

dari sisi nominal dan 47,42% dari sisi volume transaksi.

Daerah kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan

pangsa transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan

porsi nominal dan volume kliringmasing-masing

sebesar 27,79% dan 24,12%. Pada triwulan IV 2015,

pangsa transaksi kliring kota Solo mengalami

penurunan dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 28,64% dari sisi nominal dan 24,49% dari sisi

volume. Sementara transaksi kliring di kota-kota lain

memiliki pangsa di bawah 10% untuk masing-masing

kota. Secara umum, perputaran kliring Jawa Tengah di

triwulan laporan masih didominasi oleh transaksi kliring

debet penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet

giro (BG).

Sementara itu, jumlah penarikan cek dan BG kosong

pada triwulan laporan mengalami peningkatan dari sisi

volume dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik

3.39). Rata-rata cek dan BG kosong yang dikliringkan

per hari pada triwulan laporan sebanyak 254 warkat

per hari atau meningkat sebesar 4,50% (qtq) dari

sebelumnya sebanyak 243 warkat per hari. Sebaliknya,

nilai penarikan cek dan BG kosong mengalami

78 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

79PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PERTUMBUHAN PEMBIAYAAN PP

-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

12 %YOY

Grafik 3.33 Perkembangan Laju Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah

-

0.05

0.10

0.15

0.20

0.25

0.30

0.35

0.40

0.45

NON PERFORMING LOAN PP JAWA TENGAH

%YOY

Grafik 3.34 Perkembangan Risiko Pembiayaan oleh PP di Jawa Tengah

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014 2015

dibandingkan dengan triwulan lalu yang tercatat

sebesar -0,75% (yoy). Penurunan tersebut tersebut

terutama didorong oleh menurunnya penyaluran

pembiayaan kepada sektor listrik, gas, dan air yang

tercatat sebesar -3,15% (yoy) pada triwulan laporan,

atau menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar -

1,94% (yoy). Sejalan dengan pola sebelumnya, sektor

listrik, gas, dan air merupakan sektor dengan pangsa

pembiayaan PP terbesar di Jawa Tengah dengan pangsa

sebesar 51,50%.

Risiko kredit yang disalurkan oleh PP Jawa Tengah

menurun pada triwulan laporan. Tingkat Non

Performing Loan (NPL) PP Jawa Tengah pada triwulan

laporan tercatat sebesar 0,31% atau sedikit menurun

dari triwulan lalu yang tercatat sebesar 0,38%.

Penurunan NPL ini terutama disumbang oleh

penurunan NPL sektor pengangkutan, pergudangan,

dan komunikasi yang tercatat sebesar 1,74% atau

menurun dari triwulan lalu yang tercatat sebesar

4,32%.

perputaran kliring secara nasional. Selama triwulan

laporan, penyelesaian transaksi ritel melalui SKNBI

tercatat sebanyak 975.254 Data Keuangan Elektronik

(DKE) atau meningkat 12,75% (qtq) dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 864.945 DKE.

Secara nominal, nilai transaksi yang menggunakan

SKNBI meningkat 19,10% (qtq) menjadi Rp43,27 triliun

dari triwulan sebelumnya sebesar Rp36,33 triliun.

Secara rata-rata harian, nilai transaksi yang diproses

SKNBI pada triwulan laporan mencapai Rp721,09 miliar

per hari atau meningkat 21,08% (qtq) dari triwulan

sebelumnya sebesar Rp595,53 miliar per hari.

Peningkatan nilai transaksi ini diiringi dengan

peningkatan volume transaksi melalui SKNBI, yang

ditunjukkan melalui kenaikan volume rata-rata harian

transaksi kliring pada triwulan laporan sebesar 14,63%

(qtq) menjadi 16.254 DKE per hari dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya sebesar 14.179 DKE per

hari.

Secara tahunan, volume DKE yang ditransaksikan

melalui kliring menunjukkan peningkatan sebesar

14,44% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan negatif

sebesar 0,32% (yoy). Pertumbuhan tahunan nominal

transaksi kliring pada periode laporan juga mengalami

perbaikan dengan tumbuh sebesar 23,77% (yoy),

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 2,79% (yoy).

3.6. Perkembangan Transaksi SistemKliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Sejalan dengan peningkatan aktivitas perekonomian di

triwulan IV 2015, kegiatan sistem pembayaran

nontunai yang diselenggarakan Bank Indonesia melalui

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) juga

menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan

sebelumnya, baik dari sisi nominal maupun volume

(Grafik 3.35). Kondisi peningkatan ini juga terjadi pada

Grafik 3.37 Pangsa Volume Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman

RIBU TRANSAKSI

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI -

200

400

600

800

1,000

1,200

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL KUDUS PEKALONGAN LAINNYA

RP MILIAR

Grafik 3.38 Pangsa Nominal Transaksi SKNBI BerdasarkanDaerah Pengiriman

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

INDEKS (%)% YOY

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - VOLUME

PERTUMBUHAN TAHUNAN RATA-RATA PERPUTARAN KLIRING HARIAN JAWA TENGAH - NOMINAL

INDEKS PENJUALAN RIIL - SKALA KANAN

Grafik 3.36 Pertumbuhan Tahunan Rata-Rata Perputaran Kliring dan Indeks Penjualan Riil

RIBU TRANSAKSIRP MILIAR

NOMINAL SKNBI VOLUME - SKALA KANAN

Grafik 3.35 Perkembangan Rata-Rata Perputaran Kliring Harian di Jawa Tengah

12

14

16

18

20

400

500

600

700

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI (10)

10

30

50

(10)

-

10

20

30

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

Peningkatan nilai transaksi melalui SKNBI tersebut

sejalan dengan pertumbuhan konsumsi pemerintah,

konsumsi lembaga swasta nirlaba, serta investasi pada

triwulan laporan. Peningkatan aktivitas SKNBI juga

sejalan dengan peningkatan kegiatan dunia usaha

sebagaimana terkonfirmasi dari peningkatan Saldo

Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU). SBT pada triwulan laporan tercatat

sebesar 27,14%, lebih tinggi dibandingkan dengan SBT

triwulan III-2015 sebesar 18,44% dan SBT periode yang

sama tahun sebelumnya sebesar 15,51% (Grafik 3.36).

Transaksi perputaran kliring terbesar terdapat di kota-

kota pusat perekonomian Jawa Tengah yaitu Semarang

dan Solo. Pada triwulan laporan, Semarang masih

mencatatkan pangsa transaksi kliring terbesar di Jawa

Tengah, baik dari sisi nominal maupun volume, yaitu

masing-masing sebesar 47,74% dan 47,63% (Grafik

3.37 dan Grafik 3.38). Pangsa transaksi kliring kota

Semarang menunjukkan peningkatan dibanding

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 44,56%

dari sisi nominal dan 47,42% dari sisi volume transaksi.

Daerah kedua di Jawa Tengah yang mencatatkan

pangsa transaksi kliring tertinggi adalah Solo dengan

porsi nominal dan volume kliringmasing-masing

sebesar 27,79% dan 24,12%. Pada triwulan IV 2015,

pangsa transaksi kliring kota Solo mengalami

penurunan dari triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 28,64% dari sisi nominal dan 24,49% dari sisi

volume. Sementara transaksi kliring di kota-kota lain

memiliki pangsa di bawah 10% untuk masing-masing

kota. Secara umum, perputaran kliring Jawa Tengah di

triwulan laporan masih didominasi oleh transaksi kliring

debet penyerahan berupa penyerahan cek dan bilyet

giro (BG).

Sementara itu, jumlah penarikan cek dan BG kosong

pada triwulan laporan mengalami peningkatan dari sisi

volume dibandingkan triwulan sebelumnya (Grafik

3.39). Rata-rata cek dan BG kosong yang dikliringkan

per hari pada triwulan laporan sebanyak 254 warkat

per hari atau meningkat sebesar 4,50% (qtq) dari

sebelumnya sebanyak 243 warkat per hari. Sebaliknya,

nilai penarikan cek dan BG kosong mengalami

78 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

79PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Grafik 3.41 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang KartalBerdasarkan Wilayah

Grafik 3.40 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartalmelalui Bank Indonesia di Jawa Tengah

(20)

(15)

(10)

(5)

-

5

10

15

20

25

30 RP TRILIUN

INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

(2)

(1)

1

2

3

4

5

6 RP TRILIUN

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI 240

260

280

300

320

6

7

8

9

10

11

12 LEMBARRP MILIAR

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

penurunan sebesar 13,78% (qtq) menjadi Rp9,25

miliar per hari dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar Rp10,55 miliar per hari.

Menurunnya net inflow tersebut menunjukkan adanya

peningkatan kebutuhan uang kartal oleh masyarakat

dalam rangka memenuhi aktivitas ekonominya. Hal ini

sejalan dengan adanya faktor musiman yaitu Natal dan

Tahun Baru.

Secara tahunan perkembangan net inflow mencatat

pertumbuhan negatif sebesar 68,26% (yoy). Posisi

inflow di Jawa Tengah pada triwulan laporan

mengalami perlambatan dari 24,51% (yoy) pada

triwulan III 2015 menjadi 4,73% (yoy). Sedangkan

perkembangan tahunan outflow pada triwulan laporan

mengalami peningkatan sebesar27,09% (yoy) dari

p a d a t r i w u l a n s e b e l u m n y a y a n g t u m b u h

sebesar15,43% (yoy).

Pada triwulan laporan, aliran uang kartal melalui Kantor

Perwaki lan Bank Indonesia Semarang, Solo,

Purwokerto, dan Tegal mencatatkan pola net inflow

sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi pada

triwulan berjalan. Pola net inflow selalu dicatat oleh

Semarang dan Solo sebagai kota pusat perekonomian

di Jawa Tengah dengan peran lapangan usaha industri

dan perdagangan yang dominan (Grafik 3.41).

Dalam rangka melaksanakan clean money policy,

seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Provinsi

Jawa Tengah secara rutin melakukan kegiatan

penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah dicabut dan

ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan

diganti dengan uang layak edar. Hal tersebut dilakukan

untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan

3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah

Pergerakan uang kartal melalui Bank Indonesia di

Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal masih

mengikuti pola historisnya. Aliran uang kartal

menunjukkan adanya penurunan net inflow dibanding

triwulan sebelumnya (Grafik 3.40). Posisi net inflow

menurun signifikan mencapai 89,59% (qtq) dari

Rp8,59 triliun pada triwulan III 2015 menjadi Rp0,89

triliun pada triwulan IV 2015. Uang kartal yang masuk

ke Bank Indonesia (inflow) pada triwulan laporan

sebesar Rp12,59 triliun, lebih rendah dari triwulan

sebelumnya yang sebesar Rp25,55 triliun atau

menurun 50,74% (qtq).

Hal yang sama juga tejadi pada aliran uang kartal dari

Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)

yang menurun 31,05% (qtq) dari Rp16,95 triliun

menjadi Rp11,69 triliun pada triwulan laporan.

Grafik 3.42 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan UangTidak Layak Edar

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN

-

10

20

30

40

50

60

-

1

2

3

4

5

6

7 RASIO (%)RP TRILIUN

standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat.

Jumlah uang rupiah tidak layak edar yang dimusnahkan

pada triwulan laporan menurun seiring dengan

penurunan inflow. Sementara persentase inflow

terhadap pemusnahan uang rupiah tidak layak edar

pada periode laporan meningkat 84,81% (qtq) atau

sebesar 43,80% dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar 23,70%. Peningkatan yang signifikan ini tidak

lepas dari tingginya uang beredar pada triwulan

sebelumnya yang mendorong peningkatan kondisi

uang yang tidak layak (Grafik 3.42).

Penemuan uang yang diragukan keasliannya di Jawa

Tengah pada triwulan IV 2015 meningkat 36,28% (qtq)

menjadi sebanyak 6.389 lembar, dari triwulan

sebelumnya sebanyak 4.688 lembar. Penemuan

tersebut antara lain berasal dari hasil setoran bank,

setoran masyarakat melalui loket penukaran, serta dari

temuan perbankan yang dilaporkan ke Bank Indonesia.

Grafik 3.43 Transaksi Penukaran Valuta Asing danKunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah

RP TRILIUN

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI(80)

(40)

0

40

80

120

-

150

300

450

600

750 RP MILIAR % YOY

PEMBELIAN PENJUALAN PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN

RP MILIAR

Grafik 3.44 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVABukan Bank di Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI -

150

300

450

600

750

USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA

Selama 2015, mayoritas uang Rupiah yang diragukan

keasliannya ditemukan di Semarang (48,08%), diikuti

Solo (20,84%), Tegal (15,64%), dan Purwokerto

(15,45%) (Grafik 3.43).

Terdapat 24 penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran

Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang tersebar di

Jawa Tengah. Dari jumlah tersebut, 62,50% (15

KUPVA) terdapat di wilayah kerja KPw BI Provinsi Jawa

Tengah, sementara sisanya tersebar di Solo,

Purwokerto, dan Tegal masing-masing sebesar 12,50%

(3 KUPVA).

Transaksi penukaran valuta asing pada periode

pelaporan mengalami kontraksi sebesar 21,43% (yoy).

Hal ini sejalan dengan penurunan jumlah kunjungan

wisatawan asing ke Jawa Tengah. Wisatawan asing

yang berkunjung baik melalui Bandara Ahmad Yani –

Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo – Solo pada

triwulan IV 2015 sebanyak 5.556 kunjungan atau lebih

rendah 12,89% (yoy) daripada periode yang sama

tahun sebelumnya yang mencapai 6.378 kunjungan

(Grafik 3.45)

3.8. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing

80 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

81PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Grafik 3.41 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang KartalBerdasarkan Wilayah

Grafik 3.40 Perkembangan Pola Penarikan dan Setoran Uang Kartalmelalui Bank Indonesia di Jawa Tengah

(20)

(15)

(10)

(5)

-

5

10

15

20

25

30 RP TRILIUN

INFLOW OUTFLOW NET INFLOW/(OUTFLOW)

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

(2)

(1)

1

2

3

4

5

6 RP TRILIUN

SEMARANG SOLO PURWOKERTO TEGAL

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI 240

260

280

300

320

6

7

8

9

10

11

12 LEMBARRP MILIAR

NOMINAL VOLUME - SKALA KANAN

Grafik 3.39 Perkembangan Rata-Rata Penarikan Cekdan Bilyet Giro Kosong Harian di Jawa Tengah

penurunan sebesar 13,78% (qtq) menjadi Rp9,25

miliar per hari dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar Rp10,55 miliar per hari.

Menurunnya net inflow tersebut menunjukkan adanya

peningkatan kebutuhan uang kartal oleh masyarakat

dalam rangka memenuhi aktivitas ekonominya. Hal ini

sejalan dengan adanya faktor musiman yaitu Natal dan

Tahun Baru.

Secara tahunan perkembangan net inflow mencatat

pertumbuhan negatif sebesar 68,26% (yoy). Posisi

inflow di Jawa Tengah pada triwulan laporan

mengalami perlambatan dari 24,51% (yoy) pada

triwulan III 2015 menjadi 4,73% (yoy). Sedangkan

perkembangan tahunan outflow pada triwulan laporan

mengalami peningkatan sebesar27,09% (yoy) dari

p a d a t r i w u l a n s e b e l u m n y a y a n g t u m b u h

sebesar15,43% (yoy).

Pada triwulan laporan, aliran uang kartal melalui Kantor

Perwaki lan Bank Indonesia Semarang, Solo,

Purwokerto, dan Tegal mencatatkan pola net inflow

sejalan dengan peningkatan kegiatan ekonomi pada

triwulan berjalan. Pola net inflow selalu dicatat oleh

Semarang dan Solo sebagai kota pusat perekonomian

di Jawa Tengah dengan peran lapangan usaha industri

dan perdagangan yang dominan (Grafik 3.41).

Dalam rangka melaksanakan clean money policy,

seluruh Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Provinsi

Jawa Tengah secara rutin melakukan kegiatan

penarikan uang lusuh, cacat, dan sudah dicabut dan

ditarik dari peredaran, untuk selanjutnya disortir dan

diganti dengan uang layak edar. Hal tersebut dilakukan

untuk menjamin ketersediaan dan meningkatkan

3.7. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah

Pergerakan uang kartal melalui Bank Indonesia di

Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal masih

mengikuti pola historisnya. Aliran uang kartal

menunjukkan adanya penurunan net inflow dibanding

triwulan sebelumnya (Grafik 3.40). Posisi net inflow

menurun signifikan mencapai 89,59% (qtq) dari

Rp8,59 triliun pada triwulan III 2015 menjadi Rp0,89

triliun pada triwulan IV 2015. Uang kartal yang masuk

ke Bank Indonesia (inflow) pada triwulan laporan

sebesar Rp12,59 triliun, lebih rendah dari triwulan

sebelumnya yang sebesar Rp25,55 triliun atau

menurun 50,74% (qtq).

Hal yang sama juga tejadi pada aliran uang kartal dari

Bank Indonesia ke perbankan dan masyarakat (outflow)

yang menurun 31,05% (qtq) dari Rp16,95 triliun

menjadi Rp11,69 triliun pada triwulan laporan.

Grafik 3.42 Perkembangan Penarikan dan Pemusnahan UangTidak Layak Edar

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI

PEMUSNAHAN % PEMUSNAHAN/INFLOW - SKALA KANAN

-

10

20

30

40

50

60

-

1

2

3

4

5

6

7 RASIO (%)RP TRILIUN

standar kualitas uang yang diedarkan ke masyarakat.

Jumlah uang rupiah tidak layak edar yang dimusnahkan

pada triwulan laporan menurun seiring dengan

penurunan inflow. Sementara persentase inflow

terhadap pemusnahan uang rupiah tidak layak edar

pada periode laporan meningkat 84,81% (qtq) atau

sebesar 43,80% dibandingkan triwulan sebelumnya

sebesar 23,70%. Peningkatan yang signifikan ini tidak

lepas dari tingginya uang beredar pada triwulan

sebelumnya yang mendorong peningkatan kondisi

uang yang tidak layak (Grafik 3.42).

Penemuan uang yang diragukan keasliannya di Jawa

Tengah pada triwulan IV 2015 meningkat 36,28% (qtq)

menjadi sebanyak 6.389 lembar, dari triwulan

sebelumnya sebanyak 4.688 lembar. Penemuan

tersebut antara lain berasal dari hasil setoran bank,

setoran masyarakat melalui loket penukaran, serta dari

temuan perbankan yang dilaporkan ke Bank Indonesia.

Grafik 3.43 Transaksi Penukaran Valuta Asing danKunjungan Wisatawan Asing di Jawa Tengah

RP TRILIUN

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI(80)

(40)

0

40

80

120

-

150

300

450

600

750 RP MILIAR % YOY

PEMBELIAN PENJUALAN PERTUMBUHAN TRANSAKSI - SKALA KANAN KUNJUNGAN WISMAN - SKALA KANAN

RP MILIAR

Grafik 3.44 Pangsa Valuta Asing yang ditukarkan melalui KUPVABukan Bank di Jawa Tengah

II III IV2012

I II III IV2013

I II III IV2014

I2015

II III IVI -

150

300

450

600

750

USD SGD MYR EUR JPY LAINNYA

Selama 2015, mayoritas uang Rupiah yang diragukan

keasliannya ditemukan di Semarang (48,08%), diikuti

Solo (20,84%), Tegal (15,64%), dan Purwokerto

(15,45%) (Grafik 3.43).

Terdapat 24 penyelenggara Kegiatan Usaha Penukaran

Valuta Asing (KUPVA) Bukan Bank yang tersebar di

Jawa Tengah. Dari jumlah tersebut, 62,50% (15

KUPVA) terdapat di wilayah kerja KPw BI Provinsi Jawa

Tengah, sementara sisanya tersebar di Solo,

Purwokerto, dan Tegal masing-masing sebesar 12,50%

(3 KUPVA).

Transaksi penukaran valuta asing pada periode

pelaporan mengalami kontraksi sebesar 21,43% (yoy).

Hal ini sejalan dengan penurunan jumlah kunjungan

wisatawan asing ke Jawa Tengah. Wisatawan asing

yang berkunjung baik melalui Bandara Ahmad Yani –

Semarang maupun Bandara Adi Sumarmo – Solo pada

triwulan IV 2015 sebanyak 5.556 kunjungan atau lebih

rendah 12,89% (yoy) daripada periode yang sama

tahun sebelumnya yang mencapai 6.378 kunjungan

(Grafik 3.45)

3.8. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing

80 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

81PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Sementara itu, sepanjang 2015 jumlah transaksi

penukaran valuta asing melalui KUPVA Bukan Bank di

Jawa Tengah mencapai Rp2,35 triliun atau lebih rendah

8,25% (yoy) dibandingkan transaksi tahun sebelumnya

yang mencapai Rp2,57 triliun. Transaksi pembelian

valuta asing oleh KUPVA Bukan Bank selama 2015

mencatat pertumbuhan negatif 8,29% (yoy) dengan

nilai Rp1,17 triliun dibandingkan tahun 2014 yang

mencapai Rp1,27 triliun. Kondisi yang sama juga terjadi

pada transaksi penjualan valuta asing yang mengalami

penurunan penjualan sebesar 8,74% (yoy) dengan nilai

Rp1,18 triliun.

Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan KUPVA

Bukan Bank, Dolar Amerika Serikat (USD) masih

mendominasi transaksi pada 2015 (51,33%) yang

diikuti oleh Dolar Singapura (SGD, 15,68%), Ringgit

Malaysia (MYR, 6,09%), Euro (EUR, 6,07%), dan Yen

Jepang (JPY, 5,35%). Penggunaan USD masih

mendominasi transaksi sejalan dengan masih

dominannya ekspor Jawa Tengah ke Amerika Serikat

serta penggunaan USD sebagai mata uang

internas ional (Graf ik 3.44) . Penerb i tan PBI

No.17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan

Uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia tanggal 31 Maret 2015 ditengarai turut

memengaruhi penurunan transaksi penukaran valuta

asing. Sejak diberlakukannya peraturan tersebut,

seluruh transaksi baik tunai maupun nontunai telah

diwajibkan menggunakan uang Rupiah.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

BABIV

Realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Jawa Tengah melambat

dibandingkan triwulan IV pada tahun lalu.

Melambatnya realisasi pendapatan didorong oleh penurunan penerimaan pajak

daerah, sementara melambatnya realisasi belanja berasal dari belanja bagi hasil

kepada kab/kota dan belanja modal.

APBD Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016 meningkat, baik untuk anggaran

pendapatan maupun anggaran belanja.

82 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Sementara itu, sepanjang 2015 jumlah transaksi

penukaran valuta asing melalui KUPVA Bukan Bank di

Jawa Tengah mencapai Rp2,35 triliun atau lebih rendah

8,25% (yoy) dibandingkan transaksi tahun sebelumnya

yang mencapai Rp2,57 triliun. Transaksi pembelian

valuta asing oleh KUPVA Bukan Bank selama 2015

mencatat pertumbuhan negatif 8,29% (yoy) dengan

nilai Rp1,17 triliun dibandingkan tahun 2014 yang

mencapai Rp1,27 triliun. Kondisi yang sama juga terjadi

pada transaksi penjualan valuta asing yang mengalami

penurunan penjualan sebesar 8,74% (yoy) dengan nilai

Rp1,18 triliun.

Berdasarkan mata uang yang diperdagangkan KUPVA

Bukan Bank, Dolar Amerika Serikat (USD) masih

mendominasi transaksi pada 2015 (51,33%) yang

diikuti oleh Dolar Singapura (SGD, 15,68%), Ringgit

Malaysia (MYR, 6,09%), Euro (EUR, 6,07%), dan Yen

Jepang (JPY, 5,35%). Penggunaan USD masih

mendominasi transaksi sejalan dengan masih

dominannya ekspor Jawa Tengah ke Amerika Serikat

serta penggunaan USD sebagai mata uang

internas ional (Graf ik 3.44) . Penerb i tan PBI

No.17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan

Uang Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia tanggal 31 Maret 2015 ditengarai turut

memengaruhi penurunan transaksi penukaran valuta

asing. Sejak diberlakukannya peraturan tersebut,

seluruh transaksi baik tunai maupun nontunai telah

diwajibkan menggunakan uang Rupiah.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

BABIV

Realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Jawa Tengah melambat

dibandingkan triwulan IV pada tahun lalu.

Melambatnya realisasi pendapatan didorong oleh penurunan penerimaan pajak

daerah, sementara melambatnya realisasi belanja berasal dari belanja bagi hasil

kepada kab/kota dan belanja modal.

APBD Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2016 meningkat, baik untuk anggaran

pendapatan maupun anggaran belanja.

82 PERKEMBANGAN PERBANKAN& SISTEM PEMBAYARAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

4.1 Realisasi APBD Triwulan IV 2015

Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah

melambat dibandingkan triwulan yang sama

pada tahun lalu. Realisasi pendapatan tercatat

sebesar Rp16,83 triliun atau 92,35% terhadap APBD

2015, lebih rendah dibandingkan serapan pendapatan

triwulan IV 2014 sebesar 105,08%. Sementara itu,

realisasi belanja triwulan laporan sebesar Rp17,84

triliun atau 90,89% dari anggaran, menurun

dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang terserap

sebesar 94,06%.

Secara nominal, jumlah pendapatan yang

terserap di triwulan IV 2015 lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2015. Tercatat, realisasi

pendapatan di triwulan laporan sebesar Rp4,13 triliun,

turun sebesar 9,15% dibandingkan penyerapan

triwulan sebelumnya yang sebesar Rp4,55 triliun. Di sisi

lain, jumlah nominal belanja yang terserap meningkat,

dari Rp4,47 triliun di triwulan III 2015 menjadi Rp6,79

triliun atau meningkat sebesar 51,92%.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat

mengalami defisit pada triwulan IV 2015, yakni

sebesar Rp1,02 triliun seiring dengan realisasi belanja

yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan.

Hal ini berbeda dengan pola belanja pemerintah tiga

tahun sebelumnya, dimana pemerintah mencatatkan

surplus pada periode 2012-2014. Tercatat, surplus

tahun 2014 sebesar Rp71 miliar.

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan IV 2015Total APBD-P Pemprov Jawa Tengah tahun 2015

sebesar Rp18,22 triliun. Jumlah tersebut meningkat

26,33% dibandingkan APBD-P tahun 2014 yang

tercatat sebesar Rp14,43 triliun. Peningkatan tertinggi

berasal dari Pendapatan Pajak Daerah yang meningkat

34,44% dari Rp7,82 triliun pada 2014 menjadi

Rp10,51 triliun pada 2015. Sementara itu, anggaran

Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus

dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan

masing-masing sebesar 9,67% dan 26,77%

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

85PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp Miliar)

URAIAN APBD 2015 Realisasi IV - 2015

PENDAPATAN

PAD

DANA PERIMBANGAN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA LANGSUNG

SURPLUS/DEFISIT

18,223

12,068

2,453

3,702

19,632

13,783

5,848

(1,409)

16,828

10,905

2,257

3,666

17,843

12,402

5,442

(1,015)

% Realisasi

92.35%

90.36%

92.01%

99.05%

90.89%

89.98%

93.05%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

I

2015

RP TRILIUN

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAHDANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH

II III

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah

RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

I

2015

II III

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

IV0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

IV0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

4.1 Realisasi APBD Triwulan IV 2015

Realisasi pendapatan dan belanja pemerintah

melambat dibandingkan triwulan yang sama

pada tahun lalu. Realisasi pendapatan tercatat

sebesar Rp16,83 triliun atau 92,35% terhadap APBD

2015, lebih rendah dibandingkan serapan pendapatan

triwulan IV 2014 sebesar 105,08%. Sementara itu,

realisasi belanja triwulan laporan sebesar Rp17,84

triliun atau 90,89% dari anggaran, menurun

dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang terserap

sebesar 94,06%.

Secara nominal, jumlah pendapatan yang

terserap di triwulan IV 2015 lebih rendah

dibandingkan triwulan III 2015. Tercatat, realisasi

pendapatan di triwulan laporan sebesar Rp4,13 triliun,

turun sebesar 9,15% dibandingkan penyerapan

triwulan sebelumnya yang sebesar Rp4,55 triliun. Di sisi

lain, jumlah nominal belanja yang terserap meningkat,

dari Rp4,47 triliun di triwulan III 2015 menjadi Rp6,79

triliun atau meningkat sebesar 51,92%.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tercatat

mengalami defisit pada triwulan IV 2015, yakni

sebesar Rp1,02 triliun seiring dengan realisasi belanja

yang lebih besar dibandingkan dengan pendapatan.

Hal ini berbeda dengan pola belanja pemerintah tiga

tahun sebelumnya, dimana pemerintah mencatatkan

surplus pada periode 2012-2014. Tercatat, surplus

tahun 2014 sebesar Rp71 miliar.

4.1.1. Penyerapan Pendapatan Triwulan IV 2015Total APBD-P Pemprov Jawa Tengah tahun 2015

sebesar Rp18,22 triliun. Jumlah tersebut meningkat

26,33% dibandingkan APBD-P tahun 2014 yang

tercatat sebesar Rp14,43 triliun. Peningkatan tertinggi

berasal dari Pendapatan Pajak Daerah yang meningkat

34,44% dari Rp7,82 triliun pada 2014 menjadi

Rp10,51 triliun pada 2015. Sementara itu, anggaran

Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus

dianggarkan lebih kecil dengan persentase penurunan

masing-masing sebesar 9,67% dan 26,77%

dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

85PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Tabel 4.1. Anggaran & Realisasi APBD Jawa Tengah 2015 (Rp Miliar)

URAIAN APBD 2015 Realisasi IV - 2015

PENDAPATAN

PAD

DANA PERIMBANGAN

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA LANGSUNG

SURPLUS/DEFISIT

18,223

12,068

2,453

3,702

19,632

13,783

5,848

(1,409)

16,828

10,905

2,257

3,666

17,843

12,402

5,442

(1,015)

% Realisasi

92.35%

90.36%

92.01%

99.05%

90.89%

89.98%

93.05%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

I

2015

RP TRILIUN

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAHDANA PERIMBANGANPENDAPATAN ASLI DAERAH

II III

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.1 Perkembangan Realisasi Pendapatan Daerah

RP TRILIUN

I II III IV I II III IV I II III IV

2012 2013 2014

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

I

2015

II III

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.2 Perkembangan Realisasi Belanja Daerah

IV0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

IV0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

PENDAPATAN ASLI DAERAHDANA PERIMBANGANLAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.3 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan IV 2015

64.80%

13.41%21.79%

Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)

URAIAN

APBD 2014 % Perubahan 2014-2015

PENDAPATAN

PAD

- PAJAK DAERAH

- RETRIBUSI DAERAH

- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN

- LAIN-LAIN PAD YANG SAH

DANA PERIMBANGAN

- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

- DANA ALOKASI UMUM

- DANA ALOKASI DANA KHUSUS

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

- HIBAH

- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

- DANA INSENTIF DAERAH

- PENDAPATAN LAINNYA

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

14,425

9,097

7,819

78

291

909

2,618

735

1,804

79

2,710

29

2,678

3

-

18,223

12,068

10,512

93

320

1,142

2,453

766

1,629

58

3,702

34

3,642

24

1

26.33%

32.65%

34.44%

18.37%

10.29%

25.62%

-6.28%

4.26%

-9.67%

-26.77%

36.58%

18.52%

35.98%

710.92%

APBD 2015

Penyerapan pendapatan Provinsi Jawa Tengah

sampai dengan triwulan laporan sebesar 92,35%

dari APBD 2015, lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan IV tahun sebelumnya yang

sebesar 105,08%. Realisasi di triwulan ini juga lebih

rendah dibandingkan dengan rata-rata realisasi

pendapatan lima tahun terakhir yang sebesar

107,18%. Rendahnya pencapaian realisasi pendapatan

tersebut akibat realisasi pendapatan yang lebih rendah

di komponen PAD. Realisasi komponen pendapatan ini

hanya sebesar 90,36% dari anggaran, atau menurun

dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya

yang sebesar 109,00%.

Rendahnya penurunan PAD tersebut sangat

memengaruhi realisasi pendapatan daerah. Hal

tersebut dikarenakan sumber utama pendapatan

daerah Jawa Tengah berasal dari pos Pendapatan Asli

Daerah (PAD). Pangsa PAD terhadap total pendapatan

sebesar 64,80%, meningkat dari sebelumnya 63,22%

pada triwulan III 2015. Peningkatan ini mencerminkan

upaya pemerintah daerah dalam menciptakan

pendapatan secara mandiri. Sementara itu, peran Dana

Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah masing-masing pada triwulan laporan tercatat

sebesar 13,41% dan 21,79%.

Berdasarkan komponen PAD, sumber PAD

utamanya berasal dari pajak daerah, dengan peran

sebesar 83% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD

yang sah (13%), hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan (3%), dan retribusi daerah (1%).

Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah

terbilang rendah sehingga menyebabkan

penurunan pendapatan secara keseluruhan.

Tercatat, realisasi pajak daerah sebesar 86,48%, lebih

rendah dibandingkan triwulan IV tahun lalu yang

mencapai 105,04%. Rendahnya realisasi pajak daerah

ini didorong menurunnya pertumbuhan jumlah

kendaraan baru. Selain itu, kecenderungan masyarakat

untuk membeli mobil Low Cost Green Car (LCGC) juga

berpengaruh pada tidak maksimalnya penerimaan

pajak, karena mobil jenis tersebut memiliki nilai pajak

yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menyebabkan

serapan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH86

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III 4

5

5

6

6

7

7

-

10

20

30

40

50

60

70

80 %, YOY %, YOY

PAJAK DAERAH PENDAPATAN PDRB - SKALA KANAN

Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB

IV

(BBNKB) menjadi rendah. Tercatat, BBNKB pada tahun

2015 mengalami kontraksi -10,10% (yoy), turun

dibandingkan tahun 2014 lalu yang sebesar 0,95%

(yoy).

Sementara itu, komponen PAD lain yang besar,

meliputi lain-lain PAD yang sah dan hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

mencatatkan realisasi yang tinggi. Pada triwulan IV

2015, kedua komponen tersebut secara berturut-turut

mencatatkan realisasi sebesar 122,34% dan 100,11%.

Pada tahun triwulan IV 2014, realisasi lain-lain PAD

yang sah mencatatkan realisasi 146,46%, sementara

hasil pengelolaan kekayaan daerah mencatatkan

100,45%.

Lebih lanjut, pos Lain-lain Pendapatan Daerah

yang Sah memberikan kontribusi kedua terbesar

bagi realisasi pendapatan daerah. Pada triwulan

laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar 99,05%,

sedikit menurun dibandingkan triwulan yang sama di

tahun 2014 sebesar 99,57%. Dit in jau dar i

komponennya, dana penyesuaian dan otonomi khusus

memberikan sumbangan mayoritas, yakni sebesar 98%

dari total Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

Realisasi dana penyesuaian dan otonomi khusus pada

triwulan laporan sebesar 99,03%, lebih rendah

dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2014 yang

sebesar 99,51%. Sementara i tu, komponen

pendapatan dana hibah mencatatkan realisasi sebesar

100,21%, lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014

yang sebesar 100,38%.

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2015

Pada tahun 2015, APBD-P Provinsi Jawa Tengah

sebesar Rp 17,84 triliun atau meningkat 11,25%

d iband ingkan anggaran be lan ja tahun

sebelumnya sebesar Rp 16,04 triliun. Peningkatan

tertinggi dialami oleh komponen belanja langsung.

Komponen Belanja Langsung meningkat sebesar

19,32% menjadi Rp 5,44 triliun, lebih tinggi

dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 4,56

triliun. Peningkatan anggaran terbesar di komponen ini

yaitu pada pos belanja modal yang dianggarkan

sebesar Rp 2,31 triliun atau meningkat 38,91% dari

tahun lalu. Peningkatan belanja modal sejalan dengan

program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang

mencanangkan tahun 2015 sebaga i tahun

KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH

IV - 2014 IV - 2015

Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan IV tahun 2014 & 2015

PENDAPATAN ASLI DAERAH

PAJAK DAERAH

RETRIBUSI DAERAH

HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN

LAIN-LAIN PAD YG SAH

DANA PERIMBANGAN

DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI DANA KHUSUS

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

HIBAH

DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

DANA INSENTIF DAERAH

PENDAPATAN LAINNYASumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

109.00%

105.04%

101.26%

100.45%

146.46%

97.14%

89.79%

100.00%

100.00%

99.57%

100.38%

99.51%

100.00%

90.36%

86.48%

103.18%

100.11%

122.34%

92.01%

74.40%

100.00%

100.00%

99.05%

100.21%

99.03%

100.00%

100.26%

87PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PENDAPATAN ASLI DAERAHDANA PERIMBANGANLAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.3 Kontribusi Pos Pendapatan Daerah Triwulan IV 2015

64.80%

13.41%21.79%

Tabel 4.2. Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)

URAIAN

APBD 2014 % Perubahan 2014-2015

PENDAPATAN

PAD

- PAJAK DAERAH

- RETRIBUSI DAERAH

- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN

- LAIN-LAIN PAD YANG SAH

DANA PERIMBANGAN

- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

- DANA ALOKASI UMUM

- DANA ALOKASI DANA KHUSUS

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

- HIBAH

- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

- DANA INSENTIF DAERAH

- PENDAPATAN LAINNYA

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

14,425

9,097

7,819

78

291

909

2,618

735

1,804

79

2,710

29

2,678

3

-

18,223

12,068

10,512

93

320

1,142

2,453

766

1,629

58

3,702

34

3,642

24

1

26.33%

32.65%

34.44%

18.37%

10.29%

25.62%

-6.28%

4.26%

-9.67%

-26.77%

36.58%

18.52%

35.98%

710.92%

APBD 2015

Penyerapan pendapatan Provinsi Jawa Tengah

sampai dengan triwulan laporan sebesar 92,35%

dari APBD 2015, lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan IV tahun sebelumnya yang

sebesar 105,08%. Realisasi di triwulan ini juga lebih

rendah dibandingkan dengan rata-rata realisasi

pendapatan lima tahun terakhir yang sebesar

107,18%. Rendahnya pencapaian realisasi pendapatan

tersebut akibat realisasi pendapatan yang lebih rendah

di komponen PAD. Realisasi komponen pendapatan ini

hanya sebesar 90,36% dari anggaran, atau menurun

dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya

yang sebesar 109,00%.

Rendahnya penurunan PAD tersebut sangat

memengaruhi realisasi pendapatan daerah. Hal

tersebut dikarenakan sumber utama pendapatan

daerah Jawa Tengah berasal dari pos Pendapatan Asli

Daerah (PAD). Pangsa PAD terhadap total pendapatan

sebesar 64,80%, meningkat dari sebelumnya 63,22%

pada triwulan III 2015. Peningkatan ini mencerminkan

upaya pemerintah daerah dalam menciptakan

pendapatan secara mandiri. Sementara itu, peran Dana

Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah yang

Sah masing-masing pada triwulan laporan tercatat

sebesar 13,41% dan 21,79%.

Berdasarkan komponen PAD, sumber PAD

utamanya berasal dari pajak daerah, dengan peran

sebesar 83% dari total PAD, diikuti oleh lain-lain PAD

yang sah (13%), hasil pengelolaan kekayaan daerah

yang dipisahkan (3%), dan retribusi daerah (1%).

Pada triwulan laporan, realisasi pajak daerah

terbilang rendah sehingga menyebabkan

penurunan pendapatan secara keseluruhan.

Tercatat, realisasi pajak daerah sebesar 86,48%, lebih

rendah dibandingkan triwulan IV tahun lalu yang

mencapai 105,04%. Rendahnya realisasi pajak daerah

ini didorong menurunnya pertumbuhan jumlah

kendaraan baru. Selain itu, kecenderungan masyarakat

untuk membeli mobil Low Cost Green Car (LCGC) juga

berpengaruh pada tidak maksimalnya penerimaan

pajak, karena mobil jenis tersebut memiliki nilai pajak

yang lebih rendah. Kedua hal tersebut menyebabkan

serapan pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH86

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

I II III IV

2012

I II III IV

2013

I II III IV

2014

I

2015

II III 4

5

5

6

6

7

7

-

10

20

30

40

50

60

70

80 %, YOY %, YOY

PAJAK DAERAH PENDAPATAN PDRB - SKALA KANAN

Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.4 Perkembangan Pajak Daerah dan PDRB

IV

(BBNKB) menjadi rendah. Tercatat, BBNKB pada tahun

2015 mengalami kontraksi -10,10% (yoy), turun

dibandingkan tahun 2014 lalu yang sebesar 0,95%

(yoy).

Sementara itu, komponen PAD lain yang besar,

meliputi lain-lain PAD yang sah dan hasil

pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

mencatatkan realisasi yang tinggi. Pada triwulan IV

2015, kedua komponen tersebut secara berturut-turut

mencatatkan realisasi sebesar 122,34% dan 100,11%.

Pada tahun triwulan IV 2014, realisasi lain-lain PAD

yang sah mencatatkan realisasi 146,46%, sementara

hasil pengelolaan kekayaan daerah mencatatkan

100,45%.

Lebih lanjut, pos Lain-lain Pendapatan Daerah

yang Sah memberikan kontribusi kedua terbesar

bagi realisasi pendapatan daerah. Pada triwulan

laporan, realisasi pos ini tercatat sebesar 99,05%,

sedikit menurun dibandingkan triwulan yang sama di

tahun 2014 sebesar 99,57%. Dit in jau dar i

komponennya, dana penyesuaian dan otonomi khusus

memberikan sumbangan mayoritas, yakni sebesar 98%

dari total Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.

Realisasi dana penyesuaian dan otonomi khusus pada

triwulan laporan sebesar 99,03%, lebih rendah

dibandingkan triwulan yang sama di tahun 2014 yang

sebesar 99,51%. Sementara i tu, komponen

pendapatan dana hibah mencatatkan realisasi sebesar

100,21%, lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2014

yang sebesar 100,38%.

4.1.2. Realisasi Belanja Triwulan IV 2015

Pada tahun 2015, APBD-P Provinsi Jawa Tengah

sebesar Rp 17,84 triliun atau meningkat 11,25%

d iband ingkan anggaran be lan ja tahun

sebelumnya sebesar Rp 16,04 triliun. Peningkatan

tertinggi dialami oleh komponen belanja langsung.

Komponen Belanja Langsung meningkat sebesar

19,32% menjadi Rp 5,44 triliun, lebih tinggi

dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 4,56

triliun. Peningkatan anggaran terbesar di komponen ini

yaitu pada pos belanja modal yang dianggarkan

sebesar Rp 2,31 triliun atau meningkat 38,91% dari

tahun lalu. Peningkatan belanja modal sejalan dengan

program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang

mencanangkan tahun 2015 sebaga i tahun

KOMPONEN PENDAPATAN DAERAH

IV - 2014 IV - 2015

Tabel 4.3. Realisasi Pendapatan Triwulan IV tahun 2014 & 2015

PENDAPATAN ASLI DAERAH

PAJAK DAERAH

RETRIBUSI DAERAH

HSL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YG DIPISAHKAN

LAIN-LAIN PAD YG SAH

DANA PERIMBANGAN

DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

DANA ALOKASI UMUM

DANA ALOKASI DANA KHUSUS

LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH

HIBAH

DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

DANA INSENTIF DAERAH

PENDAPATAN LAINNYASumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

109.00%

105.04%

101.26%

100.45%

146.46%

97.14%

89.79%

100.00%

100.00%

99.57%

100.38%

99.51%

100.00%

90.36%

86.48%

103.18%

100.11%

122.34%

92.01%

74.40%

100.00%

100.00%

99.05%

100.21%

99.03%

100.00%

100.26%

87PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Tabel 4.4. Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)

URAIAN APBD 2014 APBD 2015

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA HIBAH

- BELANJA BANTUAN SOSIAL

- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA

- BELANJA TIDAK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA BARANG DAN JASA

- BELANJA MODAL

16,039

11,479

2,123

3,026

39

3,293

2,899

98

4,560

336

2,563

1,660

17,843

12,402

2,188

3,749

19

4,130

2,303

12

5,442

310

2,825

2,306

% Perubahan 2014-2015

11.25%

8.04%

3.07%

23.91%

-52.29%

25.41%

-20.56%

-87.45%

19.32%

-7.79%

10.20%

38.91%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

infrastruktur yang merupakan program kerja lanjutan

dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah di tahun 2014.

Sementara itu, anggaran kelompok Belanja Tidak

Langsung mengalami peningkatan sebesar 8,04% dari

tahun 2014. Peningkatan utamanya didorong oleh

meningkatnya belanja bagi hasil dan belanja hibah,

yang masing-masing meningkat sebesar 25,41% dan

23,91%.

Komposisi anggaran belanja tidak jauh berbeda

dibandingkan dengan pola historis beberapa

tahun terakhir. Anggaran belanja pada APBD-P 2015

masih didominasi oleh belanja tidak langsung dengan

porsi 69,50%, sementara anggaran belanja langsung

memiliki porsi sebesar 30,50%.

Pada triwulan IV 2015, realisasi belanja Provinsi

Jawa Tengah sebesar Rp17,84 triliun atau 90,89%

dari total anggaran belanja 2015. Angka ini lebih

rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun

terakhir yang sebesar 95,04%. Menurunnya realisasi ini

utamanya berasal dari belanja tidak langsung,

khususnya komponen belanja bagi hasil kepada

kab/kota. Selain itu, pada belanja langsung, realisasi

belanja modal juga jauh di bawah target.

Pencapaian realisasi belanja tidak langsung

melambat pada triwulan laporan. Realisasi pada

triwulan IV 2015 sebesar 89,98% dari total anggaran

belanja tidak langsung, lebih rendah dibanding

triwulan IV 2014 yang sebesar 94,16%. Ditinjau dari

komponennya, belanja tidak langsung banyak

digunakan untuk belanja bagi hasi l kepada

kabupaten/kota, belanja hibah, belanja bantuan

keuangan kepada kab/kota, dan belanja pegawai

dengan masing-masing peran sebesar 33,30%,

30,23%, 18,57%, dan17,64% dari total belanja tidak

langsung.

K o m p o n e n b e l a n j a b a g i h a s i l k e p a d a

kabupaten/kota melambat dibandingkan

triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada

triwulan laporan, realisasi komponen tersebut sebesar

84,00%, melambat dibandingkan triwulan IV 2014

RP JUTA

2010 2011 2012 2013 2014 2015

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

0

5

10

15

20

25

Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan IV 2014 & 2015

BELANJA IV - 2014 IV - 2015

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA

BELANJA TDK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA MODAL

JUMLAH BELANJA

94.16%

88.92%

97.95%

59.35%

99.09%

91.79%

8.41%

93.81%

92.04%

93.53%

94.60%

94.06%

89.98%

95.07%

96.01%

91.04%

84.00%

88.41%

36.05%

93.05%

94.98%

97.40%

87.98%

90.89%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)

BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANG DAN JASABELANJA MODAL

5%50%45%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA PEGAWAIBELANJA HIBAHBELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HSL KPD KAB/KOTABELANJA BANT KEU. KPD KAB/KOTABELANJA TDK TERDUGA

Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

17%28%0%36%

19%0%

yang sebesar 99,09%. Sementara itu, belanja hibah

juga mengalami penurunan, dari 97,95% menjadi

96,01%. Turunnya real isas i in i d ikarenakan

menurunnya PAD Provinsi yang kemudian berdampak

pada belanja bagi hasil yang diberikan kepada

kab/kota.

Pada pos belanja langsung, terjadi penurunan

penyerapan dibandingkan triwulan IV pada tahun

sebelumnya. Penyerapan belanja langsung menurun

dari 93,81% di triwulan IV 2014 menjadi 93,05% pada

triwulan laporan. Penurunan ini utamanya berasal dari

komponen belanja modal.

Realisasi belanja modal pada triwulan laporan

turun menjadi 87,98%, dari sebelumnya 94,60%.

Angka ini juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-

rata realisasi belanja modal lima tahun terakhir yang

sebesar 92,73%. Upaya percepatan realisasi belanja

modal yang dilakukan pemerintah pada dua bulan

terakhir belum mampu mendorong keseluruhan

belanja modal. Secara keseluruhan, hambatan ini

terjadi akibat terlambatnya proses pengadaan

barang/jasa dan pelelangan yang dilakukan oleh

pemerintah daerah.

Sementara itu, komponen belanja pegawai serta

belanja barang dan jasa meningkat dibandingkan

triwulan IV tahun lalu. Masing-masing komponen

mencatatkan realisasi sebesar 94,98% dan 97,40%,

lebih baik dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang

sebesar 92,04% dan 93,53%. Angka ini juga lebih baik

dibandingkan pencapaian rata-rata lima tahun terakhir

yang sebesar 92,75% dan 94,29%. Tingginya realisasi

pada dua komponen tersebut perlu dijaga agar dapat

mendorong perekonomian daerah pada tahun 2016

mendatang.

Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD

2016 meningkat relatif tinggi dibandingkan tahun

2015. Dari sisi pendapatan, anggaran pendapatan

2016 tercatat sebesar Rp22,03 triliun atau meningkat

sebesar 20,87%. Sementara itu, dari sisi belanja,

tercatat anggaran belanja 2016 sebesar Rp22,42 triliun

atau meningkat 14,24%. Peningkatan anggaran

belanja sejalan dengan pencanangan tahun

infrastruktur pariwisata. Secara historis, APBD Provinsi

Jawa Tengah selalu mencatatkan defisit semenjak

2010. Namun pada APBD tahun 2016, defisit anggaran

tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

Defisit APBD tahun 2016 sebesar Rp400 miliar, lebih

rendah dibandingkan dengan defisit anggaran tahun

2015 yang mencapai Rp1,41 triliun.

4.2. APBD Tahun 2016

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH88

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

89PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Tabel 4.4. Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 (Rp Miliar)

URAIAN APBD 2014 APBD 2015

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA HIBAH

- BELANJA BANTUAN SOSIAL

- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA

- BELANJA TIDAK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA BARANG DAN JASA

- BELANJA MODAL

16,039

11,479

2,123

3,026

39

3,293

2,899

98

4,560

336

2,563

1,660

17,843

12,402

2,188

3,749

19

4,130

2,303

12

5,442

310

2,825

2,306

% Perubahan 2014-2015

11.25%

8.04%

3.07%

23.91%

-52.29%

25.41%

-20.56%

-87.45%

19.32%

-7.79%

10.20%

38.91%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

infrastruktur yang merupakan program kerja lanjutan

dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah di tahun 2014.

Sementara itu, anggaran kelompok Belanja Tidak

Langsung mengalami peningkatan sebesar 8,04% dari

tahun 2014. Peningkatan utamanya didorong oleh

meningkatnya belanja bagi hasil dan belanja hibah,

yang masing-masing meningkat sebesar 25,41% dan

23,91%.

Komposisi anggaran belanja tidak jauh berbeda

dibandingkan dengan pola historis beberapa

tahun terakhir. Anggaran belanja pada APBD-P 2015

masih didominasi oleh belanja tidak langsung dengan

porsi 69,50%, sementara anggaran belanja langsung

memiliki porsi sebesar 30,50%.

Pada triwulan IV 2015, realisasi belanja Provinsi

Jawa Tengah sebesar Rp17,84 triliun atau 90,89%

dari total anggaran belanja 2015. Angka ini lebih

rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun

terakhir yang sebesar 95,04%. Menurunnya realisasi ini

utamanya berasal dari belanja tidak langsung,

khususnya komponen belanja bagi hasil kepada

kab/kota. Selain itu, pada belanja langsung, realisasi

belanja modal juga jauh di bawah target.

Pencapaian realisasi belanja tidak langsung

melambat pada triwulan laporan. Realisasi pada

triwulan IV 2015 sebesar 89,98% dari total anggaran

belanja tidak langsung, lebih rendah dibanding

triwulan IV 2014 yang sebesar 94,16%. Ditinjau dari

komponennya, belanja tidak langsung banyak

digunakan untuk belanja bagi hasi l kepada

kabupaten/kota, belanja hibah, belanja bantuan

keuangan kepada kab/kota, dan belanja pegawai

dengan masing-masing peran sebesar 33,30%,

30,23%, 18,57%, dan17,64% dari total belanja tidak

langsung.

K o m p o n e n b e l a n j a b a g i h a s i l k e p a d a

kabupaten/kota melambat dibandingkan

triwulan yang sama tahun sebelumnya. Pada

triwulan laporan, realisasi komponen tersebut sebesar

84,00%, melambat dibandingkan triwulan IV 2014

RP JUTA

2010 2011 2012 2013 2014 2015

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.5 Anggaran Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah

0

5

10

15

20

25

Tabel 4.5. Realisasi Belanja triwulan IV 2014 & 2015

BELANJA IV - 2014 IV - 2015

BELANJA TIDAK LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BLNJ BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

BLNJ BANT.KEU. KPD KAB/KOTA

BELANJA TDK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA MODAL

JUMLAH BELANJA

94.16%

88.92%

97.95%

59.35%

99.09%

91.79%

8.41%

93.81%

92.04%

93.53%

94.60%

94.06%

89.98%

95.07%

96.01%

91.04%

84.00%

88.41%

36.05%

93.05%

94.98%

97.40%

87.98%

90.89%

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.7 Komposisi Anggaran Belanja Tidak Langsung 2015 (Rp Miliar)Grafik 4.6 Komposisi Anggaran Belanja Langsung 2015 (Rp Miliar)

BELANJA PEGAWAIBELANJA BARANG DAN JASABELANJA MODAL

5%50%45%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

BELANJA PEGAWAIBELANJA HIBAHBELANJA BANTUAN SOSIALBELANJA BAGI HSL KPD KAB/KOTABELANJA BANT KEU. KPD KAB/KOTABELANJA TDK TERDUGA

Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

17%28%0%36%

19%0%

yang sebesar 99,09%. Sementara itu, belanja hibah

juga mengalami penurunan, dari 97,95% menjadi

96,01%. Turunnya real isas i in i d ikarenakan

menurunnya PAD Provinsi yang kemudian berdampak

pada belanja bagi hasil yang diberikan kepada

kab/kota.

Pada pos belanja langsung, terjadi penurunan

penyerapan dibandingkan triwulan IV pada tahun

sebelumnya. Penyerapan belanja langsung menurun

dari 93,81% di triwulan IV 2014 menjadi 93,05% pada

triwulan laporan. Penurunan ini utamanya berasal dari

komponen belanja modal.

Realisasi belanja modal pada triwulan laporan

turun menjadi 87,98%, dari sebelumnya 94,60%.

Angka ini juga lebih rendah dibandingkan dengan rata-

rata realisasi belanja modal lima tahun terakhir yang

sebesar 92,73%. Upaya percepatan realisasi belanja

modal yang dilakukan pemerintah pada dua bulan

terakhir belum mampu mendorong keseluruhan

belanja modal. Secara keseluruhan, hambatan ini

terjadi akibat terlambatnya proses pengadaan

barang/jasa dan pelelangan yang dilakukan oleh

pemerintah daerah.

Sementara itu, komponen belanja pegawai serta

belanja barang dan jasa meningkat dibandingkan

triwulan IV tahun lalu. Masing-masing komponen

mencatatkan realisasi sebesar 94,98% dan 97,40%,

lebih baik dibandingkan dengan triwulan IV 2014 yang

sebesar 92,04% dan 93,53%. Angka ini juga lebih baik

dibandingkan pencapaian rata-rata lima tahun terakhir

yang sebesar 92,75% dan 94,29%. Tingginya realisasi

pada dua komponen tersebut perlu dijaga agar dapat

mendorong perekonomian daerah pada tahun 2016

mendatang.

Anggaran pendapatan dan belanja pada APBD

2016 meningkat relatif tinggi dibandingkan tahun

2015. Dari sisi pendapatan, anggaran pendapatan

2016 tercatat sebesar Rp22,03 triliun atau meningkat

sebesar 20,87%. Sementara itu, dari sisi belanja,

tercatat anggaran belanja 2016 sebesar Rp22,42 triliun

atau meningkat 14,24%. Peningkatan anggaran

belanja sejalan dengan pencanangan tahun

infrastruktur pariwisata. Secara historis, APBD Provinsi

Jawa Tengah selalu mencatatkan defisit semenjak

2010. Namun pada APBD tahun 2016, defisit anggaran

tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

Defisit APBD tahun 2016 sebesar Rp400 miliar, lebih

rendah dibandingkan dengan defisit anggaran tahun

2015 yang mencapai Rp1,41 triliun.

4.2. APBD Tahun 2016

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH88

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

89PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

DAK BIDANG KESEHATAN

DAK BIDANG INFRASTRUKTUR JALAN

DAK BIDANG INFRASTRUKTUR IRIGASI

DAK BIDANG PERTANIAN

LAINNYA

Grafik 4.11 Komposisi DAK Fisik Provinsi Jateng 2016Grafik 4.10 Komposisi DAK Provinsi Jateng 2016Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

DAK FISIKDAK NON FISIK

Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

3%97%

23.14%7.92%

23.61%22.87%22.47%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.8 Perkembangan Anggaran Belanja dan Pendapatan 2010-2016 (Rp Miliar)

0

5000

10000

15000

20000

25000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

RP MILIAR

ANGGARAN BELANJA ANGGARAN PENDAPATAN

Tabel 4.6. Perbandingan APBD Provinsi Jawa Tengah 2015 dan 2016 (Rp Miliar)

PENDAPATAN

BELANJA

SURPLUS/DEFISIT

SILPA

APDB-P 2015 APDB 2015

18.223

19.632

(1.409)

-

22.026

22.426

(400)

-

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

4.2.1. Anggaran Pendapatan Tahun 2016Anggaran pendapatan tahun 2016 meningkat. Secara

nominal, anggaran pendapatan tahun 2016 sebesar

Rp22,03 triliun meningkat dari anggaran sebelumnya

Rp 18,22 triliun, atau tumbuh sebesar 20,87%.

Meskipun demikian, besaran pertumbuhan tersebut

tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada

tahun 2015 yang sebesar 26,32% (yoy).

Peningkatan anggaran pendapatan tahun 2016

tersebut didorong oleh meningkatnya dana

perimbangan, terutama untuk komponen Dana

Alokasi Khusus (DAK). Anggaran DAK meningkat

tajam menjadi Rp5,37 triliun atau naik sebesar

9.169,73% dibandingkan anggaran tahun 2015.

Sementara itu, pada DAK Fisik, penggunaan

anggaran diprioritaskan untuk DAK Infrastruktur

Irigasi, DAK Bidang Kesehatan, dan DAK Bidang

Pertanian. Hal ini sejalan dengan program pemerintah

pusat yang berupaya meningkatkan produktivitas

pertanian pada tahun 2016.

Adapun anggaran pos PAD 2016 ditargetkan

sebesar Rp 13,81 triliun, atau meningkat sebesar

14,44% (yoy) dibandingkan anggaran tahun 2015.

Sumber anggaran PAD utamanya berasal dari

komponen pajak daerah. Sementara itu, anggaran pos

transfer pemerintah pusat dan lainnya mengalami

penurunan menjadi Rp62 miliar dari sebelumnya

Rp3,70 triliun, atau turun 98,31% (yoy). Penurunan ini

utamanya berasal dana penyesuaian dan otonomi

khusus yang cukup tajam.

PERTUMBUHAN

20,87%

14,24%

-71,61%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.9 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan 2016

ANGGARAN-YOYANGGARAN PENDAPATAN

2011 2012 2013 2014 2015 2016 -

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

0

5000

10000

15000

20000

25000 % YOY RP MILIAR

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.12 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja 2016

ANGGARAN-YOYANGGARAN BELANJA

2011 2012 2013 2014 2015 20160

5000

10000

15000

20000

25000 % YOY RP MILIAR

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

-

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.13 Anggaran Belanja 2016 Berdasarkan Komponen (%)

2011 2012 2013 2014 2015 2016

-

67% 74% 72% 72% 70% 72%

33% 26% 28% 28% 30% 28%

0%

20%

40%

60%

80%

100%%, THD TOTAL BELANJA

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

Tabel 4.7. Anggaran Pendapatan Tahun 2016 (Rp Miliar) Uraian APBD-P 2015 APBD 2016

URAIAN

APBD-P 2015 Pertumbuhan (%)

PENDAPATAN

PAD

- PAJAK DAERAH

- RETRIBUSI DAERAH

- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN

- LAIN-LAIN PAD YANG SAH

DANA PERIMBANGAN

- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

- DANA ALOKASI UMUM

- DANA ALOKASI DANA KHUSUS

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

- HIBAH

- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

- DANA INSENTIF DAERAH

- PENDAPATAN LAINNYA

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

18,223

12,068

10,512

93

320

1,142

2,453

766

1,629

58

3,702

34

3,642

24

1

22,026

13,811

12,054

97

361

1,299

8,153

919

1,860

5,374

62

23

39

20.87%

14.44%

14.67%

3.94%

12.62%

13.72%

232.34%

20.01%

14.14%

9169.73%

-98.31%

-31.84%

-98.93%

APBD 2016

4.2.2. Anggaran Belanja Tahun 2016Anggaran belanja tahun 2016 meningkat.

Anggaran belanja tercatat sebesar Rp 22,43

tri l iun, lebih tinggi dibandingkan tahun

sebelumnya yang sebesar Rp19,63 triliun, atau

meningkat sebesar 14,24% (yoy). Sebagaimana

yang terjadi pada anggaran pendapatan, pertumbuhan

anggaran belanja tercatat juga lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar

22,40% (yoy).

Ditinjau dari pangsanya, peningkatan belanja

terutama untuk belanja tidak langsung. Anggaran

belanja tidak langsung meningkat menjadi Rp 16,04

triliun atau naik sebesar 16,37% dibandingkan

anggaran tahun 2015. Komponen terbesar belanja

tidak langsung berupa belanja hibah yaitu sebesar Rp

5,36 triliun, sementara pertumbuhan terbesar terjadi

pada komponen belanja bantuan sosial sebesar

102,61%.

Lebih jauh, anggaran belanja langsung juga

mengalami peningkatan. Anggaran belanja

langsung meningkat menjadi Rp6,39 triliun, atau naik

sebesar 9,21% dibandingkan tahun 2015. Peningkatan

ini utamanya didorong oleh belanja modal. Selain untuk

mendukung pembangunan jalan, Gubernur Jawa

Tengah berupaya mendorong pembangunan

infrastruktur pariwisata sejalan dengan pencanangan

Tahun Infrastruktur Pariwisata pada 2016. Beberapa

kebijakan yang telah dilakukan Gubernur Jawa Tengah

terkait dengan hal tersebut antara lain dengan

melakukan pengaliran listrik selama 18 jam di

Kepulauan Karimunjawa. Selain itu, Gubernur Jawa

Tengah juga telah meresmikan Kebun Raya Baturraden

seluas 143,5 ha di Kabupaten Banyumas yang sempat

tidak terawat selama 14 tahun dan meluncurkan

kawasan Kota Lama Semarang sebagai destinasi

wisata.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH90

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

91PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

DAK BIDANG KESEHATAN

DAK BIDANG INFRASTRUKTUR JALAN

DAK BIDANG INFRASTRUKTUR IRIGASI

DAK BIDANG PERTANIAN

LAINNYA

Grafik 4.11 Komposisi DAK Fisik Provinsi Jateng 2016Grafik 4.10 Komposisi DAK Provinsi Jateng 2016Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

DAK FISIKDAK NON FISIK

Sumber: BPS & Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

3%97%

23.14%7.92%

23.61%22.87%22.47%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.8 Perkembangan Anggaran Belanja dan Pendapatan 2010-2016 (Rp Miliar)

0

5000

10000

15000

20000

25000

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

RP MILIAR

ANGGARAN BELANJA ANGGARAN PENDAPATAN

Tabel 4.6. Perbandingan APBD Provinsi Jawa Tengah 2015 dan 2016 (Rp Miliar)

PENDAPATAN

BELANJA

SURPLUS/DEFISIT

SILPA

APDB-P 2015 APDB 2015

18.223

19.632

(1.409)

-

22.026

22.426

(400)

-

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

4.2.1. Anggaran Pendapatan Tahun 2016Anggaran pendapatan tahun 2016 meningkat. Secara

nominal, anggaran pendapatan tahun 2016 sebesar

Rp22,03 triliun meningkat dari anggaran sebelumnya

Rp 18,22 triliun, atau tumbuh sebesar 20,87%.

Meskipun demikian, besaran pertumbuhan tersebut

tercatat lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada

tahun 2015 yang sebesar 26,32% (yoy).

Peningkatan anggaran pendapatan tahun 2016

tersebut didorong oleh meningkatnya dana

perimbangan, terutama untuk komponen Dana

Alokasi Khusus (DAK). Anggaran DAK meningkat

tajam menjadi Rp5,37 triliun atau naik sebesar

9.169,73% dibandingkan anggaran tahun 2015.

Sementara itu, pada DAK Fisik, penggunaan

anggaran diprioritaskan untuk DAK Infrastruktur

Irigasi, DAK Bidang Kesehatan, dan DAK Bidang

Pertanian. Hal ini sejalan dengan program pemerintah

pusat yang berupaya meningkatkan produktivitas

pertanian pada tahun 2016.

Adapun anggaran pos PAD 2016 ditargetkan

sebesar Rp 13,81 triliun, atau meningkat sebesar

14,44% (yoy) dibandingkan anggaran tahun 2015.

Sumber anggaran PAD utamanya berasal dari

komponen pajak daerah. Sementara itu, anggaran pos

transfer pemerintah pusat dan lainnya mengalami

penurunan menjadi Rp62 miliar dari sebelumnya

Rp3,70 triliun, atau turun 98,31% (yoy). Penurunan ini

utamanya berasal dana penyesuaian dan otonomi

khusus yang cukup tajam.

PERTUMBUHAN

20,87%

14,24%

-71,61%

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.9 Perkembangan Tahunan Anggaran Pendapatan 2016

ANGGARAN-YOYANGGARAN PENDAPATAN

2011 2012 2013 2014 2015 2016 -

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

0

5000

10000

15000

20000

25000 % YOY RP MILIAR

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.12 Perkembangan Tahunan Anggaran Belanja 2016

ANGGARAN-YOYANGGARAN BELANJA

2011 2012 2013 2014 2015 20160

5000

10000

15000

20000

25000 % YOY RP MILIAR

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

-

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 4.13 Anggaran Belanja 2016 Berdasarkan Komponen (%)

2011 2012 2013 2014 2015 2016

-

67% 74% 72% 72% 70% 72%

33% 26% 28% 28% 30% 28%

0%

20%

40%

60%

80%

100%%, THD TOTAL BELANJA

BELANJA LANGSUNG BELANJA TIDAK LANGSUNG

Tabel 4.7. Anggaran Pendapatan Tahun 2016 (Rp Miliar) Uraian APBD-P 2015 APBD 2016

URAIAN

APBD-P 2015 Pertumbuhan (%)

PENDAPATAN

PAD

- PAJAK DAERAH

- RETRIBUSI DAERAH

- HASIL PENGELOLAAN KEKAY. DAERAH YG DIPISAHKAN

- LAIN-LAIN PAD YANG SAH

DANA PERIMBANGAN

- DANA BAGI HSL PJK/BUKAN PJK

- DANA ALOKASI UMUM

- DANA ALOKASI DANA KHUSUS

TRANSFER PEMERINTAH PUSAT LAINNYA

- HIBAH

- DANA PENY. DAN OTONOMI KHUSUS

- DANA INSENTIF DAERAH

- PENDAPATAN LAINNYA

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

18,223

12,068

10,512

93

320

1,142

2,453

766

1,629

58

3,702

34

3,642

24

1

22,026

13,811

12,054

97

361

1,299

8,153

919

1,860

5,374

62

23

39

20.87%

14.44%

14.67%

3.94%

12.62%

13.72%

232.34%

20.01%

14.14%

9169.73%

-98.31%

-31.84%

-98.93%

APBD 2016

4.2.2. Anggaran Belanja Tahun 2016Anggaran belanja tahun 2016 meningkat.

Anggaran belanja tercatat sebesar Rp 22,43

tri l iun, lebih tinggi dibandingkan tahun

sebelumnya yang sebesar Rp19,63 triliun, atau

meningkat sebesar 14,24% (yoy). Sebagaimana

yang terjadi pada anggaran pendapatan, pertumbuhan

anggaran belanja tercatat juga lebih rendah

dibandingkan tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar

22,40% (yoy).

Ditinjau dari pangsanya, peningkatan belanja

terutama untuk belanja tidak langsung. Anggaran

belanja tidak langsung meningkat menjadi Rp 16,04

triliun atau naik sebesar 16,37% dibandingkan

anggaran tahun 2015. Komponen terbesar belanja

tidak langsung berupa belanja hibah yaitu sebesar Rp

5,36 triliun, sementara pertumbuhan terbesar terjadi

pada komponen belanja bantuan sosial sebesar

102,61%.

Lebih jauh, anggaran belanja langsung juga

mengalami peningkatan. Anggaran belanja

langsung meningkat menjadi Rp6,39 triliun, atau naik

sebesar 9,21% dibandingkan tahun 2015. Peningkatan

ini utamanya didorong oleh belanja modal. Selain untuk

mendukung pembangunan jalan, Gubernur Jawa

Tengah berupaya mendorong pembangunan

infrastruktur pariwisata sejalan dengan pencanangan

Tahun Infrastruktur Pariwisata pada 2016. Beberapa

kebijakan yang telah dilakukan Gubernur Jawa Tengah

terkait dengan hal tersebut antara lain dengan

melakukan pengaliran listrik selama 18 jam di

Kepulauan Karimunjawa. Selain itu, Gubernur Jawa

Tengah juga telah meresmikan Kebun Raya Baturraden

seluas 143,5 ha di Kabupaten Banyumas yang sempat

tidak terawat selama 14 tahun dan meluncurkan

kawasan Kota Lama Semarang sebagai destinasi

wisata.

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH90

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

91PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Tabel 4.8. Anggaran Belanja Tahun 2016 (Rp Miliar)

URAIAN

APBD-P 2015 Pertumbuhan (%)

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA HIBAH

- BELANJA BANTUAN SOSIAL

- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA

- BELANJA TIDAK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA BARANG DAN JASA

- BELANJA MODAL Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

19,632

13,783

2,302

3,905

21

4,917

2,605

34

5,848

327

2,900

2,621

22,426

16,039

2,936

5,359

42

5,357

2,299

47

6,387

376

2,863

3,148

14.24%

16.37%

27.55%

37.24%

102.61%

8.95%

-11.75%

37.26%

9.21%

15.14%

-1.27%

20.07%

APBD 2016

SUPLEMEN VII

Dewasa ini, pemerintah tengah meningkatkan

pembangunan ekonomi di daerah, terutama di kawasan

desa. Kue pembangunan yang dahulu hanya berfokus

pada wilayah kota, kini akan diratakan melalui dana desa

ke seluruh Indonesia. Dana desa sendiri merupakan Dana

yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara dan diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer

melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten/Kota. Kebijakan Umum dana desa

didasarkan pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014

dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 yang

kemudian direvisi dalam Peraturan Pemerintah Nomor

22 Tahun 2015.

F i losof i pember ian dana desa ada lah untuk

meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan

pembangunan desa serta menurunkan tingkat

kemiskinan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan

pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian

desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa

serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari

pembangunan. Tak pelak, dana desa memiliki potensi

besar dalam mempercepat pembangunan ekonomi

masyarakat desa.

Perkembangan Dana Desa Tahun 2015 di Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah, sebagai provinsi dengan jumlah

desa terbanyak di Indonesia yaitu 7.809 desa,

mendapatkan total dana desa terbesar, yaitu Rp2,23

triliun dari Rp20,77 triliun dana desa yang disalurkan

pemerintah pusat. Urutan selanjutnya diikuti oleh Jawa

Timur yang mendapatkan dana desa sebesar Rp2,21

triliun dan Daerah Istimewa Aceh sebesar 1,71 triliun.

Dari 29 kabupaten di Jawa Tengah, kabupaten yang

mendapatkan alokasi total dana desa tertinggi ialah

Kab.Kebumen (449 desa) sebesar Rp125,8 miliar, diikuti

oleh Kab. Purworejo (469 desa) sebesar Rp124,4 miliar

dan Kab. Pati (401 desa) sebesar Rp110,9 miliar.

Sementara itu, tiga kabupaten yang mencatatkan total

dana desa terendah ialah Kab. Karanganyar (162 desa)

sebesar Rp46,2 miliar, Kab. Sukoharjo (150 desa) sebesar

Rp43,0 miliar, dan Kab. Kudus (123 desa) sebesar Rp36,2

miliar.

Penyaluran dana desa dari pusat dilakukan melalui

pemindahbukuan dari pusat (Rekening Kas Umum

Negara/RKUN) ke kabupaten/kota (Rekening Kas Umum

Daerah/RKUD), untuk selanjutnya disalurkan dari

kabupaten/kota (RKUD) ke desa (Rekening Kas

Desa/RKD). Penyaluran ini dilakukan sebanyak tiga

tahap, yakni pada i) bulan April (40%), ii) bulan Agustus

(40%), dan iii) bulan Oktober (20%). Kabupaten/Kota

mentransfer dana desa ke RKD dalam waktu 7 hari

setelah diterimanya dana desa di RKUD dengan syarat:

Desa telah memiliki Peraturan Desa tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). APBDesa

tersebut disampaikan kepada bupati/walikota paling

lambat pada bulan Maret.

PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN PENYALURAN DANA DESADI JAWA TENGAH

Sumber : Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 1. Alokasi Dana Desa Berdasarkan Kabupaten

126 124

111 109101

9589

82 81 80 80 78 75 75 74 74 73 72 69 67 67 67 6758 56 56

46 43

-

20

40

60

80

100

120

140

KEBU

MEN

PURW

ORE

JO

PATI

KLAT

EN

MA

GEL

AN

G

BREB

ES

BAN

YUM

AS

TEG

AL

CIL

AC

AP

GRO

BOG

AN

REM

BAN

G

PEKA

LON

GA

N

BLO

RA

BAN

JARN

EGA

RA

KEN

DA

L

DEM

AK

BOY

OLA

LI

TEM

AN

GG

UN

G

WO

NO

GIR

I

WO

NO

SOBO

PEM

ALA

NG

PURB

ALI

NG

GA

BATA

NG

SEM

ARA

NG

SRA

GEN

JEPA

RA

KARA

NG

AN

YAR

SUKO

HA

RJO

BILL

IONS

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 2. Realisasi Dana Desa Tahun 2015 per Desember 2015Berdasarkan Kabupaten (%)

100 100 100

96

85

80 80 80 80 80 80 80 79 79

70

60

65

70

75

80

85

90

95

100

105

SUK

OH

ARJO

PURBA

LIN

GG

A

BA

NY

UM

AS

BA

NJA

RN

EGA

RA

PURW

OREJ

O

MA

GEL

AN

G

GRO

BO

GA

N

REM

BA

NG

TEM

AN

GG

UN

G

BA

TAN

G

PEM

ALA

NG

BREB

ES

DEM

AK

CIL

AC

AP

KEB

UM

EN

JEPA

RA

KU

DU

S

PATI

SRA

GEN

TEG

AL

WO

NO

SOBO

BLO

RA

SEM

AR

AN

G

KA

RA

NG

AN

YA

R

KLA

TEN

BO

YO

LALI

KEN

DA

L

WO

NO

GIR

I

PEK

ALO

NG

AN

PENYALURAN JATENG: 95,57%

%

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH92

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

93PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

Tabel 4.8. Anggaran Belanja Tahun 2016 (Rp Miliar)

URAIAN

APBD-P 2015 Pertumbuhan (%)

BELANJA

BELANJA TIDAK LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA HIBAH

- BELANJA BANTUAN SOSIAL

- BELANJA BAGI HASIL KPD KAB/KOTA

- BLNJ BANT.KEUANG. KPD KAB/KOTA

- BELANJA TIDAK TERDUGA

BELANJA LANGSUNG

- BELANJA PEGAWAI

- BELANJA BARANG DAN JASA

- BELANJA MODAL Sumber : Biro Keuangan Provinsi Jawa Tengah, diolah

19,632

13,783

2,302

3,905

21

4,917

2,605

34

5,848

327

2,900

2,621

22,426

16,039

2,936

5,359

42

5,357

2,299

47

6,387

376

2,863

3,148

14.24%

16.37%

27.55%

37.24%

102.61%

8.95%

-11.75%

37.26%

9.21%

15.14%

-1.27%

20.07%

APBD 2016

SUPLEMEN VII

Dewasa ini, pemerintah tengah meningkatkan

pembangunan ekonomi di daerah, terutama di kawasan

desa. Kue pembangunan yang dahulu hanya berfokus

pada wilayah kota, kini akan diratakan melalui dana desa

ke seluruh Indonesia. Dana desa sendiri merupakan Dana

yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara dan diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer

melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Kabupaten/Kota. Kebijakan Umum dana desa

didasarkan pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014

dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 yang

kemudian direvisi dalam Peraturan Pemerintah Nomor

22 Tahun 2015.

F i losof i pember ian dana desa ada lah untuk

meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan

pembangunan desa serta menurunkan tingkat

kemiskinan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan

pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian

desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa

serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari

pembangunan. Tak pelak, dana desa memiliki potensi

besar dalam mempercepat pembangunan ekonomi

masyarakat desa.

Perkembangan Dana Desa Tahun 2015 di Jawa Tengah Provinsi Jawa Tengah, sebagai provinsi dengan jumlah

desa terbanyak di Indonesia yaitu 7.809 desa,

mendapatkan total dana desa terbesar, yaitu Rp2,23

triliun dari Rp20,77 triliun dana desa yang disalurkan

pemerintah pusat. Urutan selanjutnya diikuti oleh Jawa

Timur yang mendapatkan dana desa sebesar Rp2,21

triliun dan Daerah Istimewa Aceh sebesar 1,71 triliun.

Dari 29 kabupaten di Jawa Tengah, kabupaten yang

mendapatkan alokasi total dana desa tertinggi ialah

Kab.Kebumen (449 desa) sebesar Rp125,8 miliar, diikuti

oleh Kab. Purworejo (469 desa) sebesar Rp124,4 miliar

dan Kab. Pati (401 desa) sebesar Rp110,9 miliar.

Sementara itu, tiga kabupaten yang mencatatkan total

dana desa terendah ialah Kab. Karanganyar (162 desa)

sebesar Rp46,2 miliar, Kab. Sukoharjo (150 desa) sebesar

Rp43,0 miliar, dan Kab. Kudus (123 desa) sebesar Rp36,2

miliar.

Penyaluran dana desa dari pusat dilakukan melalui

pemindahbukuan dari pusat (Rekening Kas Umum

Negara/RKUN) ke kabupaten/kota (Rekening Kas Umum

Daerah/RKUD), untuk selanjutnya disalurkan dari

kabupaten/kota (RKUD) ke desa (Rekening Kas

Desa/RKD). Penyaluran ini dilakukan sebanyak tiga

tahap, yakni pada i) bulan April (40%), ii) bulan Agustus

(40%), dan iii) bulan Oktober (20%). Kabupaten/Kota

mentransfer dana desa ke RKD dalam waktu 7 hari

setelah diterimanya dana desa di RKUD dengan syarat:

Desa telah memiliki Peraturan Desa tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa). APBDesa

tersebut disampaikan kepada bupati/walikota paling

lambat pada bulan Maret.

PERKEMBANGAN DAN TANTANGAN PENYALURAN DANA DESADI JAWA TENGAH

Sumber : Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 1. Alokasi Dana Desa Berdasarkan Kabupaten

126 124

111 109101

9589

82 81 80 80 78 75 75 74 74 73 72 69 67 67 67 6758 56 56

46 43

-

20

40

60

80

100

120

140

KEBU

MEN

PURW

ORE

JO

PATI

KLAT

EN

MA

GEL

AN

G

BREB

ES

BAN

YUM

AS

TEG

AL

CIL

AC

AP

GRO

BOG

AN

REM

BAN

G

PEKA

LON

GA

N

BLO

RA

BAN

JARN

EGA

RA

KEN

DA

L

DEM

AK

BOY

OLA

LI

TEM

AN

GG

UN

G

WO

NO

GIR

I

WO

NO

SOBO

PEM

ALA

NG

PURB

ALI

NG

GA

BATA

NG

SEM

ARA

NG

SRA

GEN

JEPA

RA

KARA

NG

AN

YAR

SUKO

HA

RJO

BILL

IONS

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 2. Realisasi Dana Desa Tahun 2015 per Desember 2015Berdasarkan Kabupaten (%)

100 100 100

96

85

80 80 80 80 80 80 80 79 79

70

60

65

70

75

80

85

90

95

100

105

SUK

OH

ARJO

PURBA

LIN

GG

A

BA

NY

UM

AS

BA

NJA

RN

EGA

RA

PURW

OREJ

O

MA

GEL

AN

G

GRO

BO

GA

N

REM

BA

NG

TEM

AN

GG

UN

G

BA

TAN

G

PEM

ALA

NG

BREB

ES

DEM

AK

CIL

AC

AP

KEB

UM

EN

JEPA

RA

KU

DU

S

PATI

SRA

GEN

TEG

AL

WO

NO

SOBO

BLO

RA

SEM

AR

AN

G

KA

RA

NG

AN

YA

R

KLA

TEN

BO

YO

LALI

KEN

DA

L

WO

NO

GIR

I

PEK

ALO

NG

AN

PENYALURAN JATENG: 95,57%

%

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH92

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

93PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH

SUPLEMEN VII

Selanjutnya, dari kabupaten/kota (RKUD) ke desa (RKD),

seluruh desa di Provinsi Jateng telah mendapatkan dana

desa dengan realisasi penyaluran yang masih beragam.

Hingga akhir tahun 2015, secara total penyaluran

transfer dari kabupaten ke desa sebesar 95,57%.

Sebanyak 18 kabupaten telah menyalurkan dana desa

lebih dari 95%, sisanya sebanyak 11 kabupaten masih

menyalurkan di bawah 95%. Berdasarkan kegiatan

liaison dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa

(Bapermasdes) Provinsi Jawa Tengah, lambatnya

penyaluran dana desa di beberapa daerah terjadi akibat

beberapa kendala, yakni: 1) minimnya jumlah perangkat

desa; 2) rendahnya kemampuan perangkat desa dalam

menyusun syarat administrasi; serta 3) minimnya

bimbingan teknis dari pemerintah pusat untuk

perangkat desa.

Menteri Desa, Transmigrasi, dan Daerah Tertinggal telah

mengeluarkan Peraturan Menteri Desa Nomor 5/2015

tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa

tahun 2015. Mengacu pada Peraturan Menteri tersebut,

dana desa diprioritaskan untuk membiayai belanja

pembangunan (bidang I I ) dan pemberdayaan

masya raka t desa (b idang IV ) . D i t in j au da r i

penggunaannya, sebagian besar penyaluran dana desa

(95%) digunakan untuk membiayai kegiatan di bidang II,

meliputi pembangunan infrastruktur pedesaan dan

irigasi.

Untuk mengetahui perkembangan penyaluran dana

desa pada tahun 2015, KPw BI Provinsi Jawa Tengah

telah melakukan kegiatan quick survey terhadap desa 12yang telah menerima dana desa. Berdasarkan kegiatan

quick survey tersebut diperoleh hasil bahwa sebagian

besar penggunaan dana desa digunakan untuk

pembangunan jalan desa, sementara hanya sebagian

kecil yang digunakan untuk pemberdayaan ekonomi

lokal.

Ditinjau berdasarkan waktu pencairan, mayoritas

pencairan dilaksanakan terlambat (tidak tepat waktu).

Sebanyak 91% responden menyatakan penyaluran dana

desa mengalami keterlambatan. Hal ini terjadi pada

seluruh tahap pencairan. Pada pencairan tahap I, jumlah

keterlambatan pencairan yang melebihi 2 bulan dari

tenggat waktu relatif tinggi, yakni sebanyak 83% dari

total penyaluran. Keterlambatan hingga melebihi 2

bulan juga terjadi pada tahap II, namun dengan proporsi

yang berkurang, yaitu sebesar 15%. Pada tahap III,

keterlambatan pencairan relatif lebih baik, dengan

keterlambatan tidak ada yang melebihi dari dua bulan.

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 3. Prioritas Penyaluran Dana Desa

2%2%1%

95%BID 1. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHBID 2. PELAKSANAAN PEMBANGUNANBID 3. PEMBINAAN KEMASYARAKATANBID 4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 4. Ketepatan Waktu Penyaluran (%)

TEPAT WAKTUTIDAK TEPAT WAKTU

91%9%

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 5. Lag Waktu Pencairan Berdasarkan Tahap (%)

6% 13% 8%11%

72%92%

83.2%

0%

20%

40%

60%

CAIR I CAIR II CAIR III

>2 MINGGU S.D. 1 BLN >1 BLN S.D. 2 BLN >2 BLN

15.2%

80%

100%

Quick Survey dilaksanakan pada 18-22 Januari 2015 terhadap 80 desa di Jawa Tengah, dengan margin of error sebesar 10,91% dan confidence interval 95%.

12.

11%

83% 72% 92%

SUPLEMEN VII

Secara umum penggunaan dana desa telah berlangsung

secara baik, yang tercermin dari tingginya realisasi serta

kualitas serapan untuk pembangunan. Namun demikian,

terdapat dua tantangan yang dihadapi dalam

penggunaan dana desa. Pertama, pembangunan saat ini

masih berfokus pada pembangunan infrastruktur, seperti

jalan dan irigasi. Pembangunan tersebut akan lebih

optimal apabila disertai dengan pengembangan potensi

daerah yang menyentuh produk unggulan dalam rangka

meningkatkan ketahanan pangan. Kedua, sulitnya

persyaratan administratif yang tidak diimbangi

kemampuan teknis SDM. Untuk itu, pendampingan

teknis lebih lanjut diperlukan guna meningkatkan

kapasitas teknis SDM di desa sehingga penyaluran

menjadi lebih tepat sasaran dan tepat waktu.

Untuk memperkuat dampak penyaluran dana desa

terhadap perekonomian, te rdapat beberapa

rekomendasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah

daerah dan Bank Indonesia agar penggunaan dana desa

menjadi lebih optimal, antara lain yaitu: i) sinergi

program pengembangan klaster dengan pemanfaatan

dana desa dalam mengembangkan potensi daerah dan

peningkatan produksi pangan serta ii) melakukan kerja

sama antar institusi terkait, untuk dapat memberikan

Training of Trainers (ToT) bagi pendamping teknis, serta

mengakselerasi pemberian pendamping bagi daerah.

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 4. Ketepatan Waktu Penyaluran (%)

MUDAHSULIT

72%25%

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 5. Lag Waktu Pencairan Berdasarkan Tahap (%)

9%9%3%

79%

DOKUMENPROSES PENCAIRANTIDAK MEMAHAMILAINNYA

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH94 95PERKEMBANGAN

KEUANGAN DAERAH

SUPLEMEN VII

Selanjutnya, dari kabupaten/kota (RKUD) ke desa (RKD),

seluruh desa di Provinsi Jateng telah mendapatkan dana

desa dengan realisasi penyaluran yang masih beragam.

Hingga akhir tahun 2015, secara total penyaluran

transfer dari kabupaten ke desa sebesar 95,57%.

Sebanyak 18 kabupaten telah menyalurkan dana desa

lebih dari 95%, sisanya sebanyak 11 kabupaten masih

menyalurkan di bawah 95%. Berdasarkan kegiatan

liaison dengan Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa

(Bapermasdes) Provinsi Jawa Tengah, lambatnya

penyaluran dana desa di beberapa daerah terjadi akibat

beberapa kendala, yakni: 1) minimnya jumlah perangkat

desa; 2) rendahnya kemampuan perangkat desa dalam

menyusun syarat administrasi; serta 3) minimnya

bimbingan teknis dari pemerintah pusat untuk

perangkat desa.

Menteri Desa, Transmigrasi, dan Daerah Tertinggal telah

mengeluarkan Peraturan Menteri Desa Nomor 5/2015

tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa

tahun 2015. Mengacu pada Peraturan Menteri tersebut,

dana desa diprioritaskan untuk membiayai belanja

pembangunan (bidang I I ) dan pemberdayaan

masya raka t desa (b idang IV ) . D i t in j au da r i

penggunaannya, sebagian besar penyaluran dana desa

(95%) digunakan untuk membiayai kegiatan di bidang II,

meliputi pembangunan infrastruktur pedesaan dan

irigasi.

Untuk mengetahui perkembangan penyaluran dana

desa pada tahun 2015, KPw BI Provinsi Jawa Tengah

telah melakukan kegiatan quick survey terhadap desa 12yang telah menerima dana desa. Berdasarkan kegiatan

quick survey tersebut diperoleh hasil bahwa sebagian

besar penggunaan dana desa digunakan untuk

pembangunan jalan desa, sementara hanya sebagian

kecil yang digunakan untuk pemberdayaan ekonomi

lokal.

Ditinjau berdasarkan waktu pencairan, mayoritas

pencairan dilaksanakan terlambat (tidak tepat waktu).

Sebanyak 91% responden menyatakan penyaluran dana

desa mengalami keterlambatan. Hal ini terjadi pada

seluruh tahap pencairan. Pada pencairan tahap I, jumlah

keterlambatan pencairan yang melebihi 2 bulan dari

tenggat waktu relatif tinggi, yakni sebanyak 83% dari

total penyaluran. Keterlambatan hingga melebihi 2

bulan juga terjadi pada tahap II, namun dengan proporsi

yang berkurang, yaitu sebesar 15%. Pada tahap III,

keterlambatan pencairan relatif lebih baik, dengan

keterlambatan tidak ada yang melebihi dari dua bulan.

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 3. Prioritas Penyaluran Dana Desa

2%2%1%

95%BID 1. PENYELENGGARAAN PEMERINTAHBID 2. PELAKSANAAN PEMBANGUNANBID 3. PEMBINAAN KEMASYARAKATANBID 4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 4. Ketepatan Waktu Penyaluran (%)

TEPAT WAKTUTIDAK TEPAT WAKTU

91%9%

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 5. Lag Waktu Pencairan Berdasarkan Tahap (%)

6% 13% 8%11%

72%92%

83.2%

0%

20%

40%

60%

CAIR I CAIR II CAIR III

>2 MINGGU S.D. 1 BLN >1 BLN S.D. 2 BLN >2 BLN

15.2%

80%

100%

Quick Survey dilaksanakan pada 18-22 Januari 2015 terhadap 80 desa di Jawa Tengah, dengan margin of error sebesar 10,91% dan confidence interval 95%.

12.

11%

83% 72% 92%

SUPLEMEN VII

Secara umum penggunaan dana desa telah berlangsung

secara baik, yang tercermin dari tingginya realisasi serta

kualitas serapan untuk pembangunan. Namun demikian,

terdapat dua tantangan yang dihadapi dalam

penggunaan dana desa. Pertama, pembangunan saat ini

masih berfokus pada pembangunan infrastruktur, seperti

jalan dan irigasi. Pembangunan tersebut akan lebih

optimal apabila disertai dengan pengembangan potensi

daerah yang menyentuh produk unggulan dalam rangka

meningkatkan ketahanan pangan. Kedua, sulitnya

persyaratan administratif yang tidak diimbangi

kemampuan teknis SDM. Untuk itu, pendampingan

teknis lebih lanjut diperlukan guna meningkatkan

kapasitas teknis SDM di desa sehingga penyaluran

menjadi lebih tepat sasaran dan tepat waktu.

Untuk memperkuat dampak penyaluran dana desa

terhadap perekonomian, te rdapat beberapa

rekomendasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah

daerah dan Bank Indonesia agar penggunaan dana desa

menjadi lebih optimal, antara lain yaitu: i) sinergi

program pengembangan klaster dengan pemanfaatan

dana desa dalam mengembangkan potensi daerah dan

peningkatan produksi pangan serta ii) melakukan kerja

sama antar institusi terkait, untuk dapat memberikan

Training of Trainers (ToT) bagi pendamping teknis, serta

mengakselerasi pemberian pendamping bagi daerah.

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 4. Ketepatan Waktu Penyaluran (%)

MUDAHSULIT

72%25%

Sumber: Bapermasdes Prov. Jateng (2015)

Grafik 5. Lag Waktu Pencairan Berdasarkan Tahap (%)

9%9%3%

79%

DOKUMENPROSES PENCAIRANTIDAK MEMAHAMILAINNYA

PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH94 95PERKEMBANGAN

KEUANGAN DAERAH

Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada triwulan laporan relatif sama dengan triwulan lalu. Sementara itu, nilai tukar petani pada triwulan laporan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Di sisi lain, angka kemiskinan Jawa Tengah menurun pada triwulan laporan.

Angka pengangguran mengalami penurunan pada Agustus 2015 dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya, sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi di triwulan III

dan triwulan IV 2015.

Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah mengalami peningkatan bila dibandingkan

dengan periode yang sama tahun lalu, sejalan dengan tren perbaikan kinerja ekonomi

Jawa Tengah pada tahun 2015.

Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami

peningkatan pada triwulan laporan. Hal ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan

lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan.

Tingkat kemiskinan Jawa Tengah pada triwulan laporan menurun bila dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan lalu.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN

BABV

Kondisi ketenagakerjaan Jawa Tengah pada triwulan laporan relatif sama dengan triwulan lalu. Sementara itu, nilai tukar petani pada triwulan laporan mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan pertumbuhan lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan. Di sisi lain, angka kemiskinan Jawa Tengah menurun pada triwulan laporan.

Angka pengangguran mengalami penurunan pada Agustus 2015 dibandingkan periode

yang sama tahun sebelumnya, sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi di triwulan III

dan triwulan IV 2015.

Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah mengalami peningkatan bila dibandingkan

dengan periode yang sama tahun lalu, sejalan dengan tren perbaikan kinerja ekonomi

Jawa Tengah pada tahun 2015.

Nilai Tukar Petani (NTP) khususnya di subsektor tanaman pangan mengalami

peningkatan pada triwulan laporan. Hal ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan

lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada triwulan laporan.

Tingkat kemiskinan Jawa Tengah pada triwulan laporan menurun bila dibandingkan

dengan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan lalu.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAERAH DAN KESEJAHTERAAN

BABV

Potensi pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang

tersedia pada triwulan laporan mengalami

peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk

usia kerja Jawa Tengah pada Agustus 2015 yang

mengalami peningkatan dibandingkan Agustus

2014. Pada Agustus 2015 jumlah penduduk usia kerja

Jawa Tengah sebesar 25,49 juta orang, atau

meningkat 1,19% dibandingkan dengan Agustus

2014 yang berjumlah 25,19 juta orang. Kondisi ini

mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di

Jawa Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia

produktif yang besar.

Meski memiliki potensi penduduk usia produktif yang

besar, namun penduduk usia produktif yang menjadi

angkatan kerja mengalami penurunan di triwulan

laporan. Jumlah angkatan kerja menurun 1,43%

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya, yaitu dari 17,55 juta orang menjadi

sebanyak 17,30 juta orang. Hal ini disebabkan

meningkatnya jumlah penduduk usia produktif yang

masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja.

Peningkatan penduduk bukan angkatan kerja

tersebut dapat disebabkan oleh banyaknya penduduk

usia produktif yang menunda untuk mencari

pekerjaan sehingga lebih memilih untuk melanjutkan

pendidikan. Fenomena ini tercermin dari tren

peningkatan IPM Jawa Tengah yang terus terjadi

dalam beberapa tahun terakhir.

Tingkat pengangguran Jawa Tengah per Agustus

2015 menunjukkan penurunan dibandingkan

dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini terjadi

sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah

di triwulan III dan triwulan IV 2015. Selain itu,

meningkatnya jumlah penduduk yang termasuk dalam

kategori bukan angkatan kerja pada triwulan laporan juga

diperkirakan menjadi salah satu faktor menurunnya

jumlah pengangguran di Jawa Tengah pada triwulan

laporan (Grafik 5.1).

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada

triwulan laporan mengalami penurunan. TPAK, yang

mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia

kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami penurunan

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

TPAK Jawa Tengah pada Agustus 2015 tercatat sebesar

67,86%, turun dibandingkan Agustus 2014 yang tercatat

sebesar 69,68%. Namun demikian, dibandingkan

dengan nasional, TPAK Jawa Tengah cenderung masih

lebih baik. TPAK nasional pada Agustus 2015 tercatat

sebesar 65,76%.

Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang pesimis

oleh konsumen. Berdasarkan hasil survei konsumen di

Jawa Tengah, terlihat bahwa tingkat keyakinan konsumen

Jawa Tengah terhadap penghasilan saat ini cenderung

menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Penurunan tingkat keyakinan tersebut sejalan dengan

penurunan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi

lapangan usaha saat ini (Grafik 5.1).

5.1. Ketenagakerjaan

99PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

ANGKATAN KERJA

BEKERJA

PENGANGGURAN

BUKAN ANGKATAN KERJA

PENDUDUK USIA KERJA

TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PARUH WAKTU

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

2014

Februari Agustus Februari

17,46

16,5

0,96

7,32

24,78

70,46

5,50

4,73

1,9

2,83

17,52

16,47

1,05

7,36

24,88

70,42

5,99

5,21

1,49

3,72

17,72

16,75

0,97

7,26

24,98

70,93

5,45

4,85

1,28

3,57

2013

Agustus

17,55

16,55

1

7,64

25,19

69,68

5,68

4,9

1,19

3,71

Februari

2015

18,29

17,32

0,97

7,05

25,34

72,19

5,31

4,91

1,18

3,73

Agustus

17,30

16,44

0,86

8,19

25,49

67,86

4,99

4,51

1,07

3,44

JATENG

Potensi pasokan tenaga kerja Jawa Tengah yang

tersedia pada triwulan laporan mengalami

peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk

usia kerja Jawa Tengah pada Agustus 2015 yang

mengalami peningkatan dibandingkan Agustus

2014. Pada Agustus 2015 jumlah penduduk usia kerja

Jawa Tengah sebesar 25,49 juta orang, atau

meningkat 1,19% dibandingkan dengan Agustus

2014 yang berjumlah 25,19 juta orang. Kondisi ini

mengindikasikan terdapat potensi tenaga kerja di

Jawa Tengah dalam hal kuantitas penduduk usia

produktif yang besar.

Meski memiliki potensi penduduk usia produktif yang

besar, namun penduduk usia produktif yang menjadi

angkatan kerja mengalami penurunan di triwulan

laporan. Jumlah angkatan kerja menurun 1,43%

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya, yaitu dari 17,55 juta orang menjadi

sebanyak 17,30 juta orang. Hal ini disebabkan

meningkatnya jumlah penduduk usia produktif yang

masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja.

Peningkatan penduduk bukan angkatan kerja

tersebut dapat disebabkan oleh banyaknya penduduk

usia produktif yang menunda untuk mencari

pekerjaan sehingga lebih memilih untuk melanjutkan

pendidikan. Fenomena ini tercermin dari tren

peningkatan IPM Jawa Tengah yang terus terjadi

dalam beberapa tahun terakhir.

Tingkat pengangguran Jawa Tengah per Agustus

2015 menunjukkan penurunan dibandingkan

dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini terjadi

sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah

di triwulan III dan triwulan IV 2015. Selain itu,

meningkatnya jumlah penduduk yang termasuk dalam

kategori bukan angkatan kerja pada triwulan laporan juga

diperkirakan menjadi salah satu faktor menurunnya

jumlah pengangguran di Jawa Tengah pada triwulan

laporan (Grafik 5.1).

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada

triwulan laporan mengalami penurunan. TPAK, yang

mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia

kerja yang aktif secara ekonomi, mengalami penurunan

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

TPAK Jawa Tengah pada Agustus 2015 tercatat sebesar

67,86%, turun dibandingkan Agustus 2014 yang tercatat

sebesar 69,68%. Namun demikian, dibandingkan

dengan nasional, TPAK Jawa Tengah cenderung masih

lebih baik. TPAK nasional pada Agustus 2015 tercatat

sebesar 65,76%.

Kondisi ketenagakerjaan saat ini dipandang pesimis

oleh konsumen. Berdasarkan hasil survei konsumen di

Jawa Tengah, terlihat bahwa tingkat keyakinan konsumen

Jawa Tengah terhadap penghasilan saat ini cenderung

menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Penurunan tingkat keyakinan tersebut sejalan dengan

penurunan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi

lapangan usaha saat ini (Grafik 5.1).

5.1. Ketenagakerjaan

99PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Tabel 5.1. Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

ANGKATAN KERJA

BEKERJA

PENGANGGURAN

BUKAN ANGKATAN KERJA

PENDUDUK USIA KERJA

TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) %

TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)%

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PARUH WAKTU

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

2014

Februari Agustus Februari

17,46

16,5

0,96

7,32

24,78

70,46

5,50

4,73

1,9

2,83

17,52

16,47

1,05

7,36

24,88

70,42

5,99

5,21

1,49

3,72

17,72

16,75

0,97

7,26

24,98

70,93

5,45

4,85

1,28

3,57

2013

Agustus

17,55

16,55

1

7,64

25,19

69,68

5,68

4,9

1,19

3,71

Februari

2015

18,29

17,32

0,97

7,05

25,34

72,19

5,31

4,91

1,18

3,73

Agustus

17,30

16,44

0,86

8,19

25,49

67,86

4,99

4,51

1,07

3,44

JATENG

Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih

dipandang lebih baik meski tidak seoptimis

periode sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen

di Jawa Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi

lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,

meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini

terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan

kerja yang menurun menjadi 106 dari sebelumnya

120,9. Penurunan optimisme konsumen juga terjadi

pada kondisi kegiatan usaha yang akan datang,

tercermin dari penurunan indeks ekspektasi konsumen

dari 131,7 pada triwulan II 2015 menjadi 116,5 pada

triwulan laporan. Penurunan optimisme ini juga sejalan

dengan penurunan optimisme konsumen terhadap

kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.2).

Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami

perubahan, sektor pertanian masih menjadi

penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di

Jawa Tengah. Pada Agustus 2015, lapangan usaha

pertanian masih menjadi penyumbang terbesar

penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 4,71

juta orang atau 28,65% dari total penduduk yang

bekerja di Jawa Tengah. Namun demikian, jumlah

penduduk yang bekerja di lapangan usaha pertanian

mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni

sebesar 8,9% bila dibandingkan dengan periode yang

sama di tahun lalu. Penurunan jumlah penduduk yang

bekerja di lapangan usaha pertanian tersebut

ditengarai sebagai akibat dari persepsi kesejahteraan

petani yang rendah, tercermin dari rendahnya NTP

subsektor tanaman pangan yang sering kali di bawah

100 dalam 4 tahun terakhir. Selain itu, program

mekanisasi pertanian yang digalakkan oleh pemerintah

juga ditengarai merupakan salah satu penyebab

menurunnya jumlah penduduk yang bekerja di

lapangan usaha pertanian.

Lapangan usaha perdagangan menempati posisi kedua

dengan menyerap 3,80 juta orang atau 23,11%

penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sementara

lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi

ketiga dengan menyerap 3,27 juta orang atau 19,89%

penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

PERTANIAN

INDUSTRI

PERDAGANGAN

JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN

LAINNYA**

TOTAL

2014

Februari Agustus Februari

5.05

3.31

3.76

2.14

2.19

16.45

5.17

3.11

3.69

2.51

1.99

16.47

5.19

3.31

3.72

2.15

2.38

16.75

2013

Agustus

5.17

3.17

3.72

2.19

2.3

16.55*Data diolah dari Sakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan

Februari

2015

5.39

3.33

4.01

2.28

2.31

17.32

Agustus

4.71

3.27

3.80

2.08

2.58

16.44

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN100

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

LAPANGAN KERJAPENGHASILAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.2

INDEKS

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

KEGIATAN USAHALAPANGAN KERJAPENGHASILAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 5.1

70

80

90

100

110

120

130

140 INDEKS

PESIMIS

OPTIMIS

IV IV

PESIMIS

OPTIMIS

Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangandalam 4 Tahun Terakhir

Grafik 5.3

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

PDRB (MILIAR RP)

NTP TANAMAN PANGAN

IV

92

94

96

98

100

102

104

Jenis pekerjaan yang dominan pada Agustus 2015

adalah kelompok orang yang bekerja sebagai

buruh/karyawan/pegawai. Hal ini mencerminkan

banyaknya jumlah pekerja di sektor formal. Data pada

bulan Agustus 2015 mencatat jumlah pekerja sektor

formal Jawa Tengah sebanyak 6,29 juta orang atau

38,26% dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah

tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan

dengan Februari 2015 yang tercatat sebesar 6,66 juta

orang. Sementara itu, jumlah pekerja di sektor informal

juga menurun. Jumlah pekerja yang berusaha sendiri

pada Agustus 2015 tercatat sebanyak 2,68 juta orang,

atau menurun dibandingkan dengan Agustus 2014

yang tercatat sebanyak 2,86 juta orang.

Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah

mengalami peningkatan bila dibandingkan

dengan periode yang sama tahun lalu, sejalan

dengan perbaikan kinerja ekonomi Jawa Tengah

pada tahun 2015. Jumlah pekerja berwaktu penuh

Jawa Tengah per Agustus 2015 tercatat sebanyak 11,93

juta orang atau meningkat dibandingkan dengan

Agustus 2014 yang tercatat sebanyak 11,65 juta orang

(Tabel 5.4). Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada

triwulan laporan sebagian besar atau 72,56% masih

didominasi oleh penduduk dalam lapangan usaha

pekerja berwaktu penuh (full time worker), yaitu

penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas

per minggu. Sementara untuk jumlah pekerja berwaktu

tidak penuh mengalami penurunan pada periode yang

sama, yaitu dari 4,91 juta orang menjadi 4,51 juta

orang.

Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja di

Jawa Tengah cenderung sudah mengalami

perbaikan meskipun belum signifikan. Bila

dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,

jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat

pendidikan SMP ke atas cenderung mengalami

peningkatan (Tabel 5.5). Hal ini menandakan bahwa

kebutuhan tenaga kerja dengan keterampilan yang

lebih tinggi di Jawa Tengah pada tahun 2015

mengalami peningkatan. Fenomena ini sejalan dengan

tren relokasi pabrik dari Jawa Barat dan Banten menuju

Jawa Tengah pada tahun 2015.

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2015 (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

BERUSAHA SENDIRI

BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI

PEKERJA BEBAS

PEKERJA TAK DIBAYAR

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2014

Februari Agustus Februari

2,81

2,93

0,57

5,43

2,48

2,29

16,51

2,66

3,34

0,54

5,15

2,02

2,76

16,47

2,82

2,93

0,62

5,74

2,29

2,36

16,76

2013

Agustus

2,86

3,19

0,64

5,25

2,18

2,43

16,55

* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

Februari

2015

3.03

3.01

0.57

6.09

2.25

2.37

17.32

Agustus

2.68

2.94

0.58

5.71

2.34

2.19

16.44

101PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang masih

dipandang lebih baik meski tidak seoptimis

periode sebelumnya. Berdasarkan survei konsumen

di Jawa Tengah, pandangan konsumen melihat kondisi

lapangan kerja yang akan datang masih tetap optimis,

meskipun tidak setinggi periode sebelumnya. Hal ini

terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan

kerja yang menurun menjadi 106 dari sebelumnya

120,9. Penurunan optimisme konsumen juga terjadi

pada kondisi kegiatan usaha yang akan datang,

tercermin dari penurunan indeks ekspektasi konsumen

dari 131,7 pada triwulan II 2015 menjadi 116,5 pada

triwulan laporan. Penurunan optimisme ini juga sejalan

dengan penurunan optimisme konsumen terhadap

kondisi penghasilan ke depan (Grafik 5.2).

Struktur lapangan pekerjaan tidak mengalami

perubahan, sektor pertanian masih menjadi

penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di

Jawa Tengah. Pada Agustus 2015, lapangan usaha

pertanian masih menjadi penyumbang terbesar

penyerapan tenaga kerja di Jawa Tengah sebesar 4,71

juta orang atau 28,65% dari total penduduk yang

bekerja di Jawa Tengah. Namun demikian, jumlah

penduduk yang bekerja di lapangan usaha pertanian

mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni

sebesar 8,9% bila dibandingkan dengan periode yang

sama di tahun lalu. Penurunan jumlah penduduk yang

bekerja di lapangan usaha pertanian tersebut

ditengarai sebagai akibat dari persepsi kesejahteraan

petani yang rendah, tercermin dari rendahnya NTP

subsektor tanaman pangan yang sering kali di bawah

100 dalam 4 tahun terakhir. Selain itu, program

mekanisasi pertanian yang digalakkan oleh pemerintah

juga ditengarai merupakan salah satu penyebab

menurunnya jumlah penduduk yang bekerja di

lapangan usaha pertanian.

Lapangan usaha perdagangan menempati posisi kedua

dengan menyerap 3,80 juta orang atau 23,11%

penduduk yang bekerja di Jawa Tengah. Sementara

lapangan usaha industri pengolahan menempati posisi

ketiga dengan menyerap 3,27 juta orang atau 19,89%

penduduk yang bekerja di Jawa Tengah.

Tabel 5.2. Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

PERTANIAN

INDUSTRI

PERDAGANGAN

JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL DAN PERORANGAN

LAINNYA**

TOTAL

2014

Februari Agustus Februari

5.05

3.31

3.76

2.14

2.19

16.45

5.17

3.11

3.69

2.51

1.99

16.47

5.19

3.31

3.72

2.15

2.38

16.75

2013

Agustus

5.17

3.17

3.72

2.19

2.3

16.55*Data diolah dari Sakernas 2013-2015** Lapangan pekerjaan utama lainnya terdiri dari sektor Pertambangan, Listrik, Gas dan Air, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi, Lembaga Keuangan, Real Estate dan Usaha Persewaan

Februari

2015

5.39

3.33

4.01

2.28

2.31

17.32

Agustus

4.71

3.27

3.80

2.08

2.58

16.44

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN100

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

LAPANGAN KERJAPENGHASILAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Indeks Kondisi Ketenagakerjaan, Penghasilan,dan Kegiatan Usaha yang Akan Datang

Grafik 5.2

INDEKS

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

KEGIATAN USAHALAPANGAN KERJAPENGHASILAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Indeks Kondisi Ketenagakerjaan dan Penghasilan Saat IniGrafik 5.1

70

80

90

100

110

120

130

140 INDEKS

PESIMIS

OPTIMIS

IV IV

PESIMIS

OPTIMIS

Perkembangan NTP Subsektor Tanaman Pangandalam 4 Tahun Terakhir

Grafik 5.3

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

PDRB (MILIAR RP)

NTP TANAMAN PANGAN

IV

92

94

96

98

100

102

104

Jenis pekerjaan yang dominan pada Agustus 2015

adalah kelompok orang yang bekerja sebagai

buruh/karyawan/pegawai. Hal ini mencerminkan

banyaknya jumlah pekerja di sektor formal. Data pada

bulan Agustus 2015 mencatat jumlah pekerja sektor

formal Jawa Tengah sebanyak 6,29 juta orang atau

38,26% dari jumlah penduduk yang bekerja. Jumlah

tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan

dengan Februari 2015 yang tercatat sebesar 6,66 juta

orang. Sementara itu, jumlah pekerja di sektor informal

juga menurun. Jumlah pekerja yang berusaha sendiri

pada Agustus 2015 tercatat sebanyak 2,68 juta orang,

atau menurun dibandingkan dengan Agustus 2014

yang tercatat sebanyak 2,86 juta orang.

Jumlah pekerja waktu penuh Jawa Tengah

mengalami peningkatan bila dibandingkan

dengan periode yang sama tahun lalu, sejalan

dengan perbaikan kinerja ekonomi Jawa Tengah

pada tahun 2015. Jumlah pekerja berwaktu penuh

Jawa Tengah per Agustus 2015 tercatat sebanyak 11,93

juta orang atau meningkat dibandingkan dengan

Agustus 2014 yang tercatat sebanyak 11,65 juta orang

(Tabel 5.4). Penyerapan tenaga kerja Jawa Tengah pada

triwulan laporan sebagian besar atau 72,56% masih

didominasi oleh penduduk dalam lapangan usaha

pekerja berwaktu penuh (full time worker), yaitu

penduduk yang bekerja pada kelompok 35 jam ke atas

per minggu. Sementara untuk jumlah pekerja berwaktu

tidak penuh mengalami penurunan pada periode yang

sama, yaitu dari 4,91 juta orang menjadi 4,51 juta

orang.

Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja di

Jawa Tengah cenderung sudah mengalami

perbaikan meskipun belum signifikan. Bila

dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu,

jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat

pendidikan SMP ke atas cenderung mengalami

peningkatan (Tabel 5.5). Hal ini menandakan bahwa

kebutuhan tenaga kerja dengan keterampilan yang

lebih tinggi di Jawa Tengah pada tahun 2015

mengalami peningkatan. Fenomena ini sejalan dengan

tren relokasi pabrik dari Jawa Barat dan Banten menuju

Jawa Tengah pada tahun 2015.

Tabel 5.3. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan, Februari 2013 – Agustus 2015 (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

STATUS PEKERJAN UTAMA

BERUSAHA SENDIRI

BERUSAHA DIBANTU BURUH TIDAK TETAP

BERUSAHA DIBANTU BURUH TETAP

BURUH/KARYAWAN/PEGAWAI

PEKERJA BEBAS

PEKERJA TAK DIBAYAR

TOTAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

2014

Februari Agustus Februari

2,81

2,93

0,57

5,43

2,48

2,29

16,51

2,66

3,34

0,54

5,15

2,02

2,76

16,47

2,82

2,93

0,62

5,74

2,29

2,36

16,76

2013

Agustus

2,86

3,19

0,64

5,25

2,18

2,43

16,55

* Februari - Agustus 2013 merupakan hasil backcasting dari penimbang Proyeksi Penduduk yang digunakan pada Februari 2014** Estimasi ketenagakerjaan Februari dan Agustus 2014 menggunakan penimbang hasil Proyeksi Penduduk

Februari

2015

3.03

3.01

0.57

6.09

2.25

2.37

17.32

Agustus

2.68

2.94

0.58

5.71

2.34

2.19

16.44

101PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.

1.

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDIDIKAN

SD ke Bawah

SMP

SMA

DI/II/III dan Universitas

Total

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

2015*

Februari Agustus Februari

9,13

3,16

3,37

1,09

16,75

8,98

3,12

3,30

1,15

16,55

9,39

3,15

3,45

1,33

17,32

2014*

Agustus

8.61

3.16

3.4

1.27

16.44

Angka pengangguran mengalami penurunan

pada Agustus 2015 dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya, sejalan dengan laju

pertumbuhan ekonomi di triwulan III dan triwulan

IV 2015. Jumlah pengangguran pada Agustus 2015

sebesar 0,86 juta orang, lebih rendah 14%

dibandingkan dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1

juta orang. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa

Tengah menyumbang 11,38% dari total angka

pengangguran nasional. Sementara dilihat dari

indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa

Tengah mengalami penurunan, yaitu dari 5,68% pada

Agustus 2014 menjadi 4,99% di Agustus 2015 (Tabel

5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT nasional yaitu

sebesar 6,18%.

usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada

triwulan laporan tercatat mengalami pertumbuhan

sebesar 6,9% (yoy) atau meningkat bila dibandingkan

triwulan lalu yang tercatat sebesar 4,6% (yoy).

Peningkatan NTP mengindikasikan meningkatnya

kesejahteraan petani dengan meningkatnya daya beli

petani di pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang

diterima petani naik lebih tinggi dibandingkan dengan

indeks yang dibayar petani (Grafik 5.5). Peningkatan

NTP ini disebabkan oleh naiknya harga produk

pertanian sejalan dengan mulai masuknya musim

tanam bagi sebagian besar komoditas pangan strategis

di Jawa Tengah. Tingkat inflasi yang terjaga pada

triwulan IV 2015 juga merupakan salah satu faktor

yang turut menjaga daya beli masyarakat termasuk

diantaranya rumah tangga petani.

Peningkatan NTP Jawa Tengah pada triwulan IV

terutama didorong oleh peningkatan NTP

subsektor hortikultura, tanaman pangan, dan

tanaman perkebunan rakyat. Sementara itu, NTP

subsektor peternakan dan perikanan mengalami

penurunan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada

5.2. Pengangguran

15.3. Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2015

mengalami peningkatan bila dibandingkan

triwulan III 2015 sejalan dengan pertumbuhan

lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan

pada triwulan laporan yang lebih tinggi bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Lapangan

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

PENDUDUK YANG BEKERJA

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PEKERJA PARUH WAKTU

PEKERJA PENUH

TOTAL

2013

Februari Agustus

4.91

1.18

3.73

12.41

17.32

4.51

1.07

3.44

11.93

16.44

5.21

1.49

3.72

11.26

16.47

2015

Februari

* Data diolah dari Sakernas 2013-2015

Februari Agustus

4,85

1,28

3,57

11,90

16,75

4,90

1,19

3,71

11,65

16,55

2014

Sumber: BPS Jawa Tengah

NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.5

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III90

95

100

105

110

115 INDEKS

HOLTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Sumber: BPS Jawa Tengah

NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 5.4

INDEKS

NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)

IV IV95

100

105

110

115

120

125

130

subsektor hortikultura sebesar 2,70% atau menjadi

100,32 dibandingkan triwulan III 2015 sebesar 97,68.

Selain itu, peningkatan yang cukup signifikan juga

terjadi pada subsektor tanaman pangan yang atau

menurun sebesar 3,37% dari triwulan lalu yang tercatat

sebesar 107,77. Sementara NTP subsektor perikanan

pada triwulan IV tercatat sebesar 102,56 atau menurun

sebesar 0,80% dari triwulan lalu yang tercatat sebesar

103,59 (Grafik 5.6).

Indeks yang diterima petani meningkat di hampir

seluruh subsektor pada triwulan IV 2015. Apabila

dibandingkan dengan triwulan III 2015, kenaikan

terbesar indeks yang diterima petani terjadi di

subsektor hortikultura sebesar 3,79%. Hal ini sejalan

dengan kenaikan NTP subsektor hortikultura yang juga

mengalami kenaikan terbesar di triwulan laporan.

Tingginya peningkatan indeks yang diterima petani di

subsektor hortikultura ditengarai terkait dengan

kenaikan harga beberapa komoditas hortikultura

(khususnya cabai merah, cabai rawit, dan bawang

merah) karena memasuki musim tanam pada triwulan

laporan. Kenaikan harga komoditas hortikultura

tersebut juga turut didorong oleh peningkatan

permintaan di akhir tahun sesuai dengan pola

musimannya.

Selain subsektor hortikultura, indeks yang diterima

petani juga mengalami kenaikan signifikan di subsektor

tanaman pangan yang kemudian diikuti oleh subsektor

tanaman perkebunan rakyat dan perikanan dengan

kenaikan dari triwulan sebelumnya masing-masing

sebesar 3,27%, 2,02%, dan 0,37%.

Indeks yang dibayar petani juga mengalami

peningkatan untuk semua subsektor. Namun

demikian, peningkatan tersebut lebih lambat dari

peningkatan indeks yang diterima petani. Hal ini

sejalan dengan data historis yang menunjukkan bahwa

indeks yang dibayar petani selalu mengalami

peningkatan dan tidak pernah menunjukkan tren

penurunan. Apabila dibandingkan dengan triwulan

lalu, kenaikan terbesar terjadi pada subsektor

peternakan yang mengalami peningkatan sebesar

1,23% menjadi 117,10. Sementara itu, indeks yang

diterima petani pada subsektor peternakan pada

triwulan IV justru mengalami penurunan sebesar

2,18%. Hal ini menyebabkan NTP subsektor

peternakan mengalami penurunan yang cukup

signifikan pada triwulan laporan, yakni sebesar 3,37%

menjadi 104,14 pada triwulan laporan.

INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

PDRB (MILIAR RP) INDEKS

IV95

100

105

110

115

120

125

130

25000

30000

35000

40000

45000

50000

Sumber: BPS Jawa Tengah

Plotting Indeks yang Diterima Petani SubsektorTanaman Pangan dengan PDRB Lapangan Usaha Pertanian

Grafik 5.6

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN102

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

103PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Pada Desember 2013, BPS melakukan perubahan tahun dasar NTP. Untuk itu NTP dalam laporan ini disesuaikan dengan menggunakan pendekatan perubahan per bulan.

1.

Tabel 5.5. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang)

Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah

PENDIDIKAN

SD ke Bawah

SMP

SMA

DI/II/III dan Universitas

Total

*Data diolah dari Sakernas 2013-2015

2015*

Februari Agustus Februari

9,13

3,16

3,37

1,09

16,75

8,98

3,12

3,30

1,15

16,55

9,39

3,15

3,45

1,33

17,32

2014*

Agustus

8.61

3.16

3.4

1.27

16.44

Angka pengangguran mengalami penurunan

pada Agustus 2015 dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya, sejalan dengan laju

pertumbuhan ekonomi di triwulan III dan triwulan

IV 2015. Jumlah pengangguran pada Agustus 2015

sebesar 0,86 juta orang, lebih rendah 14%

dibandingkan dengan Agustus 2014 yang berjumlah 1

juta orang. Berdasarkan data tersebut, Provinsi Jawa

Tengah menyumbang 11,38% dari total angka

pengangguran nasional. Sementara dilihat dari

indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), Jawa

Tengah mengalami penurunan, yaitu dari 5,68% pada

Agustus 2014 menjadi 4,99% di Agustus 2015 (Tabel

5.1). Angka ini lebih rendah dari TPT nasional yaitu

sebesar 6,18%.

usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan pada

triwulan laporan tercatat mengalami pertumbuhan

sebesar 6,9% (yoy) atau meningkat bila dibandingkan

triwulan lalu yang tercatat sebesar 4,6% (yoy).

Peningkatan NTP mengindikasikan meningkatnya

kesejahteraan petani dengan meningkatnya daya beli

petani di pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang

diterima petani naik lebih tinggi dibandingkan dengan

indeks yang dibayar petani (Grafik 5.5). Peningkatan

NTP ini disebabkan oleh naiknya harga produk

pertanian sejalan dengan mulai masuknya musim

tanam bagi sebagian besar komoditas pangan strategis

di Jawa Tengah. Tingkat inflasi yang terjaga pada

triwulan IV 2015 juga merupakan salah satu faktor

yang turut menjaga daya beli masyarakat termasuk

diantaranya rumah tangga petani.

Peningkatan NTP Jawa Tengah pada triwulan IV

terutama didorong oleh peningkatan NTP

subsektor hortikultura, tanaman pangan, dan

tanaman perkebunan rakyat. Sementara itu, NTP

subsektor peternakan dan perikanan mengalami

penurunan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Peningkatan NTP terbesar terjadi pada

5.2. Pengangguran

15.3. Nilai Tukar Petani

Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2015

mengalami peningkatan bila dibandingkan

triwulan III 2015 sejalan dengan pertumbuhan

lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan

pada triwulan laporan yang lebih tinggi bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Lapangan

Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Umur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja (juta orang)

Sumber : BPS Jawa Tengah

PENDUDUK YANG BEKERJA

PEKERJA TIDAK PENUH

SETENGAH PENGANGGUR

PEKERJA PARUH WAKTU

PEKERJA PENUH

TOTAL

2013

Februari Agustus

4.91

1.18

3.73

12.41

17.32

4.51

1.07

3.44

11.93

16.44

5.21

1.49

3.72

11.26

16.47

2015

Februari

* Data diolah dari Sakernas 2013-2015

Februari Agustus

4,85

1,28

3,57

11,90

16,75

4,90

1,19

3,71

11,65

16,55

2014

Sumber: BPS Jawa Tengah

NTP Berdasarkan Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.5

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III90

95

100

105

110

115 INDEKS

HOLTIKULTURATOTAL PETERNAKAN TANAMAN PANGANTANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PERIKANAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Sumber: BPS Jawa Tengah

NTP Jawa Tengah dan Komponen PenyusunnyaGrafik 5.4

INDEKS

NILAI TUKAR PETANIINDEKS YANG DITERIMA PETANI (It) INDEKS YANG DIBAYAR PETANI (Ib)

IV IV95

100

105

110

115

120

125

130

subsektor hortikultura sebesar 2,70% atau menjadi

100,32 dibandingkan triwulan III 2015 sebesar 97,68.

Selain itu, peningkatan yang cukup signifikan juga

terjadi pada subsektor tanaman pangan yang atau

menurun sebesar 3,37% dari triwulan lalu yang tercatat

sebesar 107,77. Sementara NTP subsektor perikanan

pada triwulan IV tercatat sebesar 102,56 atau menurun

sebesar 0,80% dari triwulan lalu yang tercatat sebesar

103,59 (Grafik 5.6).

Indeks yang diterima petani meningkat di hampir

seluruh subsektor pada triwulan IV 2015. Apabila

dibandingkan dengan triwulan III 2015, kenaikan

terbesar indeks yang diterima petani terjadi di

subsektor hortikultura sebesar 3,79%. Hal ini sejalan

dengan kenaikan NTP subsektor hortikultura yang juga

mengalami kenaikan terbesar di triwulan laporan.

Tingginya peningkatan indeks yang diterima petani di

subsektor hortikultura ditengarai terkait dengan

kenaikan harga beberapa komoditas hortikultura

(khususnya cabai merah, cabai rawit, dan bawang

merah) karena memasuki musim tanam pada triwulan

laporan. Kenaikan harga komoditas hortikultura

tersebut juga turut didorong oleh peningkatan

permintaan di akhir tahun sesuai dengan pola

musimannya.

Selain subsektor hortikultura, indeks yang diterima

petani juga mengalami kenaikan signifikan di subsektor

tanaman pangan yang kemudian diikuti oleh subsektor

tanaman perkebunan rakyat dan perikanan dengan

kenaikan dari triwulan sebelumnya masing-masing

sebesar 3,27%, 2,02%, dan 0,37%.

Indeks yang dibayar petani juga mengalami

peningkatan untuk semua subsektor. Namun

demikian, peningkatan tersebut lebih lambat dari

peningkatan indeks yang diterima petani. Hal ini

sejalan dengan data historis yang menunjukkan bahwa

indeks yang dibayar petani selalu mengalami

peningkatan dan tidak pernah menunjukkan tren

penurunan. Apabila dibandingkan dengan triwulan

lalu, kenaikan terbesar terjadi pada subsektor

peternakan yang mengalami peningkatan sebesar

1,23% menjadi 117,10. Sementara itu, indeks yang

diterima petani pada subsektor peternakan pada

triwulan IV justru mengalami penurunan sebesar

2,18%. Hal ini menyebabkan NTP subsektor

peternakan mengalami penurunan yang cukup

signifikan pada triwulan laporan, yakni sebesar 3,37%

menjadi 104,14 pada triwulan laporan.

INDEKS YANG DITERIMA PETANI (TANAMAN PANGAN) PDRB LAPANGAN USAHA PERTANIAN

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

PDRB (MILIAR RP) INDEKS

IV95

100

105

110

115

120

125

130

25000

30000

35000

40000

45000

50000

Sumber: BPS Jawa Tengah

Plotting Indeks yang Diterima Petani SubsektorTanaman Pangan dengan PDRB Lapangan Usaha Pertanian

Grafik 5.6

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN102

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

103PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)

SUBSEKTOR

TANAMAN PANGAN

HORTIKULTURA

TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

PETERNAKAN

PERIKANAN

TOTALSumber : BPS Jawa Tengah

I - 2015 II - 2015 III - 2015

106.68

102.91

103.71

109.24

103.92

104.99

97.5

102.83

105.4

109.08

106.17

103.09

103.73

104.49

106.87

113.60

109.31

107.00

IV - 2015

106.24

107.76

108.6

109.88

109.46

107.95

%Perubahan

2.42

3.13

1.62

-3.27

0.14

0.89

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

TOTAL TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

II III

Sumber: BPS Jawa Tengah

Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.8

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

HORTIKULTURAPERIKANAN

INDEKS

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

II III

Sumber: BPS Jawa Tengah

Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.7

IV90

95

100

105

110

115

120

125

130

IV90

95

100

105

110

115

120

125

130

Kemampuan produksi petani pada periode

laporan tercatat mengalami peningkatan.

Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 2Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada

triwulan IV 2015 mengalami peningkatan yaitu menjadi

107,95 dari sebelumnya 107,00 pada triwulan III 2015.

Peningkatan NTUP pada triwulan laporan terutama

didorong oleh subsektor hortikultura yang meningkat

sebesar 3,13% pada triwulan laporan atau menjadi

sebesar 107,76%. Hal ini sejalan dengan adanya

peningkatan indeks yang diterima petani (It) pada

subsektor hortikultura yang signifikan lebih besar

dibandingkan indeks yang dibayar (Ib), sehingga petani

di subsektor hortikultura pangan mendapatkan insentif

dalam meningkatkan produksinya.

Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September

2015 mengalami penurunan bila dibandingkan

dengan periode yang sama tahun lalu. Penurunan

tersebut terutama didorong oleh penurunan

angka kemiskinan yang ada di kawasan pedesaan

Jawa Tengah. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah per

September 2015 tercatat sebanyak 4.506 ribu jiwa atau

13,32% dari jumlah penduduk Jawa Tengah, menurun

dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang

berjumlah 4.562 ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah

penduduk. Penurunan jumlah penduduk miskin

tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah

penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari 2.790

ribu jiwa pada September 2014 menjadi 2.716 ribu

pada September 2015. Sementara itu, jumlah

penduduk miskin yang ada di perkotaan mengalami

peningkatan bila dibandingkan dengan periode yang

sama tahun lalu, dari 1.772 ribu jiwa pada September

2014 menjadi 1.790 ribu pada September 2015.

5.4. Tingkat Kemiskinan

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.

2.

RIBU ORANG

5

7

9

11

13

15

17

19

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14 MAR-15 SEP-15

%

Sumber : BPS, diolah

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang) Grafik 5.9.

KOTA KOTA+DESADESA DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN

Di sisi lain, angka kemiskinan yang ada di tingkat

n a s i o n a l m e n g a l a m i p e n i n g k a t a n b i l a

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

lalu. Jumlah penduduk miskin di tingkat nasional

mengalami peningkatan sebesar 0,78 juta jiwa

dibandingkan September 2014 menjadi 28,51 juta jiwa

atau 11,13% dari total penduduk Indonesia. Provinsi

Jawa Tengah menyumbang 15,80% dari total

penduduk miskin nasional, turun dibandingkan

sumbangan pada bulan September 2014 sebesar

16,01%.

Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret

2015, angka kemiskinan Jawa Tengah pada

September 2015 juga mengalami penurunan,

yang terutama didorong oleh penurunan jumlah

penduduk miskin di daerah perkotaan. Apabila

dibandingkan dengan periode Maret 2015, jumlah

penduduk miskin di perkotaan turun sebesar 2,59%

atau setara dengan 48 ribu orang. Sementara di

pedesaan, jumlah penduduk miskin turun sebesar

0,86% atau setara dengan 24 ribu orang. Jumlah

penduduk miskin di pedesaan pada September 2015

mencapai 2.716 ribu jiwa sedangkan di perkotaan

mencapai 1.790 ribu jiwa atau memiliki porsi sekitar

40% dari total penduduk miskin di Jawa Tengah.

3Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.

Peningkatan tersebut terutama didorong oleh

peningkatan garis kemiskinan pedesaan. Berdasarkan

pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan

dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam

periode yang sama tercatat mengalami peningkatan

tahunan sebesar 7,74% dari Rp286.014 per

kapita/bulan menjadi Rp308.163 per kapita/bulan.

Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan

mengalami kenaikan sebesar 11,69%, dari Rp277.802

per kapita/bulan menjadi Rp310.295 per kapita/bulan.

Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan

d e s a m e n i n g k a t 9 , 7 8 % d a r i R p 2 8 1 . 7 5 0

perkapita/bulan pada September 2014 menjadi

Rp309.314 perkapita/bulan pada September 2015.

Apabila rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di

bawah garis kemiskinan dilapangan usahakan sebagai

penduduk miskin maka kenaikan garis kemiskinan

dapat memengaruhi angka kemiskinan karena ambang

nilai kemiskinan turut mengalami peningkatan.

BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.

3.

Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-September 2014 (Rupiah)

Sumber : BPS, diolah

GARIS KEMISKINAN

Kota

Desa

Kota & Desa

2011 Sept 2012Mar 2012

222.430

198.814

209.611

234.799

211.823

222.327

245.817

223.622

233.769

1.

2.

3.

Sept 2013Mar 2013

254.801

235.202

244.161

268.397

256.368

261.881

Mar 2014

279.036

267.991

273.056

Sep 2014

286.014

277.802

281.750

Mar 2015

299,011

296,864

297,851

2010

205,606

179,982

192,435

Sep 2015

308,163

310,295

309,314

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN104

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

105PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Tabel 5.6. Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP)

SUBSEKTOR

TANAMAN PANGAN

HORTIKULTURA

TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

PETERNAKAN

PERIKANAN

TOTALSumber : BPS Jawa Tengah

I - 2015 II - 2015 III - 2015

106.68

102.91

103.71

109.24

103.92

104.99

97.5

102.83

105.4

109.08

106.17

103.09

103.73

104.49

106.87

113.60

109.31

107.00

IV - 2015

106.24

107.76

108.6

109.88

109.46

107.95

%Perubahan

2.42

3.13

1.62

-3.27

0.14

0.89

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

INDEKS

TOTAL TANAMAN PANGAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT PETERNAKAN

HORTIKULTURAPERIKANAN

II III

Sumber: BPS Jawa Tengah

Indeks yang Dibayar Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.8

TOTAL TANAMAN BAHAN MAKANAN TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT

HORTIKULTURAPERIKANAN

INDEKS

I II III IV I II III IV I

2013 2014 2015

II III

Sumber: BPS Jawa Tengah

Indeks yang Diterima Subsektor di Jawa TengahGrafik 5.7

IV90

95

100

105

110

115

120

125

130

IV90

95

100

105

110

115

120

125

130

Kemampuan produksi petani pada periode

laporan tercatat mengalami peningkatan.

Kemampuan produksi petani yang tercermin dari Nilai 2Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) pada

triwulan IV 2015 mengalami peningkatan yaitu menjadi

107,95 dari sebelumnya 107,00 pada triwulan III 2015.

Peningkatan NTUP pada triwulan laporan terutama

didorong oleh subsektor hortikultura yang meningkat

sebesar 3,13% pada triwulan laporan atau menjadi

sebesar 107,76%. Hal ini sejalan dengan adanya

peningkatan indeks yang diterima petani (It) pada

subsektor hortikultura yang signifikan lebih besar

dibandingkan indeks yang dibayar (Ib), sehingga petani

di subsektor hortikultura pangan mendapatkan insentif

dalam meningkatkan produksinya.

Angka kemiskinan Jawa Tengah pada September

2015 mengalami penurunan bila dibandingkan

dengan periode yang sama tahun lalu. Penurunan

tersebut terutama didorong oleh penurunan

angka kemiskinan yang ada di kawasan pedesaan

Jawa Tengah. Tingkat kemiskinan Jawa Tengah per

September 2015 tercatat sebanyak 4.506 ribu jiwa atau

13,32% dari jumlah penduduk Jawa Tengah, menurun

dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang

berjumlah 4.562 ribu jiwa atau 13,58% dari jumlah

penduduk. Penurunan jumlah penduduk miskin

tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah

penduduk miskin yang berada di pedesaan, dari 2.790

ribu jiwa pada September 2014 menjadi 2.716 ribu

pada September 2015. Sementara itu, jumlah

penduduk miskin yang ada di perkotaan mengalami

peningkatan bila dibandingkan dengan periode yang

sama tahun lalu, dari 1.772 ribu jiwa pada September

2014 menjadi 1.790 ribu pada September 2015.

5.4. Tingkat Kemiskinan

Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP) diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani, dimana komponen indeks yang dibayar hanya terdiri dari biaya produksi dan penambahan barang modal.

2.

RIBU ORANG

5

7

9

11

13

15

17

19

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

2011 MAR-12 SEP-12 MAR-13 SEP-13 MAR-14 SEP-14 MAR-15 SEP-15

%

Sumber : BPS, diolah

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Jawa Tengah Tahun 2011-2015 (ribuan orang) Grafik 5.9.

KOTA KOTA+DESADESA DESA (%) - SKALA KANAN KOTA (%) - SKALA KANAN KOTA+DESA (%) - SKALA KANAN

Di sisi lain, angka kemiskinan yang ada di tingkat

n a s i o n a l m e n g a l a m i p e n i n g k a t a n b i l a

dibandingkan dengan periode yang sama tahun

lalu. Jumlah penduduk miskin di tingkat nasional

mengalami peningkatan sebesar 0,78 juta jiwa

dibandingkan September 2014 menjadi 28,51 juta jiwa

atau 11,13% dari total penduduk Indonesia. Provinsi

Jawa Tengah menyumbang 15,80% dari total

penduduk miskin nasional, turun dibandingkan

sumbangan pada bulan September 2014 sebesar

16,01%.

Dibandingkan dengan kondisi di bulan Maret

2015, angka kemiskinan Jawa Tengah pada

September 2015 juga mengalami penurunan,

yang terutama didorong oleh penurunan jumlah

penduduk miskin di daerah perkotaan. Apabila

dibandingkan dengan periode Maret 2015, jumlah

penduduk miskin di perkotaan turun sebesar 2,59%

atau setara dengan 48 ribu orang. Sementara di

pedesaan, jumlah penduduk miskin turun sebesar

0,86% atau setara dengan 24 ribu orang. Jumlah

penduduk miskin di pedesaan pada September 2015

mencapai 2.716 ribu jiwa sedangkan di perkotaan

mencapai 1.790 ribu jiwa atau memiliki porsi sekitar

40% dari total penduduk miskin di Jawa Tengah.

3Garis Kemiskinan terus mengalami peningkatan.

Peningkatan tersebut terutama didorong oleh

peningkatan garis kemiskinan pedesaan. Berdasarkan

pembagian kelompok kemiskinan antara perkotaan

dan pedesaan, garis kemiskinan di perkotaan dalam

periode yang sama tercatat mengalami peningkatan

tahunan sebesar 7,74% dari Rp286.014 per

kapita/bulan menjadi Rp308.163 per kapita/bulan.

Sementara itu, garis kemiskinan di daerah pedesaan

mengalami kenaikan sebesar 11,69%, dari Rp277.802

per kapita/bulan menjadi Rp310.295 per kapita/bulan.

Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan

d e s a m e n i n g k a t 9 , 7 8 % d a r i R p 2 8 1 . 7 5 0

perkapita/bulan pada September 2014 menjadi

Rp309.314 perkapita/bulan pada September 2015.

Apabila rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di

bawah garis kemiskinan dilapangan usahakan sebagai

penduduk miskin maka kenaikan garis kemiskinan

dapat memengaruhi angka kemiskinan karena ambang

nilai kemiskinan turut mengalami peningkatan.

BPS mendefinisikan garis kemiskinan sebagai nilai pengeluaran kebutuhan minimum yang harus dikeluarkan oleh satu orang.

3.

Tabel 5.7. Garis Kemiskinan Menurut Daerah, 2011-September 2014 (Rupiah)

Sumber : BPS, diolah

GARIS KEMISKINAN

Kota

Desa

Kota & Desa

2011 Sept 2012Mar 2012

222.430

198.814

209.611

234.799

211.823

222.327

245.817

223.622

233.769

1.

2.

3.

Sept 2013Mar 2013

254.801

235.202

244.161

268.397

256.368

261.881

Mar 2014

279.036

267.991

273.056

Sep 2014

286.014

277.802

281.750

Mar 2015

299,011

296,864

297,851

2010

205,606

179,982

192,435

Sep 2015

308,163

310,295

309,314

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN104

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

105PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Dengan demikian, komponen pada IPM standar

perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri

dari:

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah

mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun.

Secara historis, nilai IPM Jawa Tengah selalu lebih tinggi

dibandingkan IPM nasional. Data terakhir, IPM Jawa

Tengah sebesar 68,9 pada tahun 2014, meningkat

dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 68,31.

Data IPM tersebut mengacu pada data IPM yang

dihitung dengan menggunakan metode perhitungan

IPM standar tahun 2010. Terdapat satu komponen

tambahan yang turut diperhitungkan pada dimensi

pendidikan, yakni harapan lama sekolah. Sementara

itu, komponen yang diperhitungkan pada dimensi

standar hidup diubah menjadi Produk Nasional Bruto

(PNB) per kapita dari sebelumnya Produk Domestik

Bruto (PDB) per kapita. Metode agregasi indeks juga

mengalami perubahan dari rata-rata hitung pada IPM

standar perhitungan tahun 2000 menjadi rata-rata

ukur/geometrik pada IPM standar perhitungan tahun

2010.

5.5. Pembangunan Manusia

a.

b.

c.

Kesehatan : Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)

Pendidikan :

i. Harapan Lama Sekolah (HLS)

ii. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

Standar Hidup: PNB per kapita

2010 2011 2012 2013 2014

Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

INDEKS

Sumber : BPS Nasional

JAWA TENGAH NASIONAL

64.5

65

65.5

66

66.5

67

67.5

68

68.5

69

69.5

SUPLEMEN VIII

Penetapan Upah Minimum yang dilakukan setiap tahun,

mulai tahun 2016 akan didasarkan pada Peraturan

Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Dengan berlakunya PP ini, maka % kenaikan Upah

Minimum pada tahun berikutnya maksimal sebesar

jumlah dari persentase inflasi dan persentase

pertumbuhan ekonomi tahun berjalan masing-masing

wilayah. Pemerintah berharap metode pengupahan

yang sederhana, adil, dan terproyeksi akan berdampak

pada pembukaan lapangan kerja yang lebih luas dan

kesejahteraan buruh yang lebih baik.

Pertumbuhan EkonomiSebelum PP No 78 Tahun 2015, inflasi dan pertumbuhan

ekonomi wilayah hanya menjadi sebatas pertimbangan

bagi pimpinan daerah dalam menetapkan upah

minimum. Dengan berlakunya peraturan tersebut,

besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi benar-benar

dimasukkan dalam formula perhitungan upah minimum.

Berdasarkan formula perhitungan tersebut, range

persentase kenaikan UMP di Jawa untuk periode tahun

2016 lebih terkendali dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Selanjutnya, kenaikan upah minimum

setiap tahun akan terproyeksi lebih baik. Hal tersebut

diharapkan akan menjadi salah satu insentif berinvestasi

bagi investor, yang pada akhirnya akan mengarah pada

semakin luasnya pembukaan lapangan pekerjaan.

Lebih lanjut, meskipun hanya memasukan besaran inflasi

dan pertumbuhan ekonomi ke dalam formula

perhitungan upah minimum, pemerintah bukan berarti

tidak mempertimbangkan hasil survei Kebutuhan Hidup

Layak (KHL) yang biasanya diusulkan oleh Dewan

Pengupahan di masing-masing wilayah. Peraturan ini

justru mengatur agar pemerintah daerah secara

bertahap dalam waktu 4 tahun melakukan penyesuaian

terhadap upah minimum yang masih lebih rendah

dibandingkan dengan KHL.

Seperti tahun sebelumnya, pemerintah juga

memberikan kesempatan bagi pengusaha untuk

mengajukan penangguhan penetapan upah minimum

sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Kep. Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 231/MEN/2003.

Dibandingkan dengan tahun lalu, pada tahun 2016,

jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan

penetapan upah minimum menurun. Hal tersebut dapat

menjadi indikasi bahwa penetapan upah minimum

sesuai dengan PP No. 78 Tahun 2015 dapat lebih diterima

oleh pengusaha.

Penetapan upah minimum berdasarkan pertumbuhan

ekonomi dan inflasi masing-masing wilayah berpotensi

mendorong pergerakan ekspansi usaha ke wilayah

dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih

rendah. Namun demikian, apabila terjadi shock inflasi

pada tahun berjalan, real wages yang diterima buruh

akan menurun. Hal tersebut dikarenakan formula

perhitungan didasarkan pada inflasi tahun sebelumnya.

Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu semakin

komprehensif dalam melakukan berbagai upaya dalam

menjaga kestabilan inflasi di wilayahnya.

MENYELARASKAN PENGUPAHAN DENGANPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI

BANTEN

JAWA BARAT

DKI JAKARTA

JAWA TENGAH

D.I. YOGYAKARTA

JAWA TIMUR

9.6 % - 22 %

6.7% - 24.5%

10.6%

6.3% - 28%

3.4% - 12.1%

13.5% - 31.5%

2015 2016

11.5% - 15.1%

12.6% - 20.4%

14.8%

11.5% - 25%

11.5%

11.5% - 12.5%

PROVINSIKENAIKAN UMK

BANTEN

JAWA BARAT

DKI JAKARTA

JAWA TENGAH

D.I. YOGYAKARTA

JAWA TIMUR

104

190

27

47

1

95

2015 2016

110

116

2

6

7

93

PERUSAHAAN YANG MENGAJUKANPENANGGUHAN UMK

2015 2016

464 334

28,02%

PROVINSI

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN106

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

107PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

Dengan demikian, komponen pada IPM standar

perhitungan tahun 2010 secara keseluruhan terdiri

dari:

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Tengah

mengalami tren peningkatan dari tahun ke tahun.

Secara historis, nilai IPM Jawa Tengah selalu lebih tinggi

dibandingkan IPM nasional. Data terakhir, IPM Jawa

Tengah sebesar 68,9 pada tahun 2014, meningkat

dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 68,31.

Data IPM tersebut mengacu pada data IPM yang

dihitung dengan menggunakan metode perhitungan

IPM standar tahun 2010. Terdapat satu komponen

tambahan yang turut diperhitungkan pada dimensi

pendidikan, yakni harapan lama sekolah. Sementara

itu, komponen yang diperhitungkan pada dimensi

standar hidup diubah menjadi Produk Nasional Bruto

(PNB) per kapita dari sebelumnya Produk Domestik

Bruto (PDB) per kapita. Metode agregasi indeks juga

mengalami perubahan dari rata-rata hitung pada IPM

standar perhitungan tahun 2000 menjadi rata-rata

ukur/geometrik pada IPM standar perhitungan tahun

2010.

5.5. Pembangunan Manusia

a.

b.

c.

Kesehatan : Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH)

Pendidikan :

i. Harapan Lama Sekolah (HLS)

ii. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)

Standar Hidup: PNB per kapita

2010 2011 2012 2013 2014

Grafik 5.10. Perkembangan IPM Jawa Tengah dan Nasional

INDEKS

Sumber : BPS Nasional

JAWA TENGAH NASIONAL

64.5

65

65.5

66

66.5

67

67.5

68

68.5

69

69.5

SUPLEMEN VIII

Penetapan Upah Minimum yang dilakukan setiap tahun,

mulai tahun 2016 akan didasarkan pada Peraturan

Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Dengan berlakunya PP ini, maka % kenaikan Upah

Minimum pada tahun berikutnya maksimal sebesar

jumlah dari persentase inflasi dan persentase

pertumbuhan ekonomi tahun berjalan masing-masing

wilayah. Pemerintah berharap metode pengupahan

yang sederhana, adil, dan terproyeksi akan berdampak

pada pembukaan lapangan kerja yang lebih luas dan

kesejahteraan buruh yang lebih baik.

Pertumbuhan EkonomiSebelum PP No 78 Tahun 2015, inflasi dan pertumbuhan

ekonomi wilayah hanya menjadi sebatas pertimbangan

bagi pimpinan daerah dalam menetapkan upah

minimum. Dengan berlakunya peraturan tersebut,

besaran inflasi dan pertumbuhan ekonomi benar-benar

dimasukkan dalam formula perhitungan upah minimum.

Berdasarkan formula perhitungan tersebut, range

persentase kenaikan UMP di Jawa untuk periode tahun

2016 lebih terkendali dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Selanjutnya, kenaikan upah minimum

setiap tahun akan terproyeksi lebih baik. Hal tersebut

diharapkan akan menjadi salah satu insentif berinvestasi

bagi investor, yang pada akhirnya akan mengarah pada

semakin luasnya pembukaan lapangan pekerjaan.

Lebih lanjut, meskipun hanya memasukan besaran inflasi

dan pertumbuhan ekonomi ke dalam formula

perhitungan upah minimum, pemerintah bukan berarti

tidak mempertimbangkan hasil survei Kebutuhan Hidup

Layak (KHL) yang biasanya diusulkan oleh Dewan

Pengupahan di masing-masing wilayah. Peraturan ini

justru mengatur agar pemerintah daerah secara

bertahap dalam waktu 4 tahun melakukan penyesuaian

terhadap upah minimum yang masih lebih rendah

dibandingkan dengan KHL.

Seperti tahun sebelumnya, pemerintah juga

memberikan kesempatan bagi pengusaha untuk

mengajukan penangguhan penetapan upah minimum

sebagaimana diatur lebih lanjut dalam Kep. Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 231/MEN/2003.

Dibandingkan dengan tahun lalu, pada tahun 2016,

jumlah perusahaan yang mengajukan penangguhan

penetapan upah minimum menurun. Hal tersebut dapat

menjadi indikasi bahwa penetapan upah minimum

sesuai dengan PP No. 78 Tahun 2015 dapat lebih diterima

oleh pengusaha.

Penetapan upah minimum berdasarkan pertumbuhan

ekonomi dan inflasi masing-masing wilayah berpotensi

mendorong pergerakan ekspansi usaha ke wilayah

dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang lebih

rendah. Namun demikian, apabila terjadi shock inflasi

pada tahun berjalan, real wages yang diterima buruh

akan menurun. Hal tersebut dikarenakan formula

perhitungan didasarkan pada inflasi tahun sebelumnya.

Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu semakin

komprehensif dalam melakukan berbagai upaya dalam

menjaga kestabilan inflasi di wilayahnya.

MENYELARASKAN PENGUPAHAN DENGANPERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI

BANTEN

JAWA BARAT

DKI JAKARTA

JAWA TENGAH

D.I. YOGYAKARTA

JAWA TIMUR

9.6 % - 22 %

6.7% - 24.5%

10.6%

6.3% - 28%

3.4% - 12.1%

13.5% - 31.5%

2015 2016

11.5% - 15.1%

12.6% - 20.4%

14.8%

11.5% - 25%

11.5%

11.5% - 12.5%

PROVINSIKENAIKAN UMK

BANTEN

JAWA BARAT

DKI JAKARTA

JAWA TENGAH

D.I. YOGYAKARTA

JAWA TIMUR

104

190

27

47

1

95

2015 2016

110

116

2

6

7

93

PERUSAHAAN YANG MENGAJUKANPENANGGUHAN UMK

2015 2016

464 334

28,02%

PROVINSI

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN106

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

107PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAANDAN KESEJAH TERAAN

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

BABVI

Perekonomian Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2016 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, diiringi dengan inflasi yang meningkat.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah triwulan I 2016 diproyeksikan

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan

diperkirakan bersumber dari kinerja investasi. Sementara itu, ditinjau dari sisi

lapangan usaha, perlambatan diprediksi terjadi pada seluruh lapangan usaha

utama yang menunjang ekonomi Provinsi Jawa Tengah.

Inflasi triwulan I 2016 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya, meskipun masih berada pada sasaran target nasional. Secara

keseluruhan tahun 2016, inflasi diperkirakan berada pada rentang target

nasional seiring komitmen pemerintah untuk menjaga pasokan komoditas,

serta reformasi kebijakan terkait energi dan bahan bakar.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

BABVI

Perekonomian Provinsi Jawa Tengah pada triwulan I 2016 diperkirakan tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, diiringi dengan inflasi yang meningkat.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah triwulan I 2016 diproyeksikan

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Perlambatan

diperkirakan bersumber dari kinerja investasi. Sementara itu, ditinjau dari sisi

lapangan usaha, perlambatan diprediksi terjadi pada seluruh lapangan usaha

utama yang menunjang ekonomi Provinsi Jawa Tengah.

Inflasi triwulan I 2016 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya, meskipun masih berada pada sasaran target nasional. Secara

keseluruhan tahun 2016, inflasi diperkirakan berada pada rentang target

nasional seiring komitmen pemerintah untuk menjaga pasokan komoditas,

serta reformasi kebijakan terkait energi dan bahan bakar.

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

111OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2014-2015dan Proyeksi Triwulan I 2016

Grafik 6.1

IV

p) Angka perkiraan

Ip2016

3

4

5

6

7 %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.2

IV

p) Angka perkiraan

Ip2016

0

10

20

30

40 %, SBT

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah

pada triwulan I 2016 diperkirakan lebih rendah

dibandingkan triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa

Tengah diproyeksikan tumbuh 5,4% (yoy), melambat

dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang

sebesar 6,1% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah triwulan depan diperkirakan

sebesar 2,3% (qtq), lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan triwulanan periode yang sama tahun

sebelumnya yang sebesar 3,0% (qtq). Sumber

perlambatan ekonomi diperkirakan berasal dari

investasi dan konsumsi pemerintah.

Sesuai pola historisnya, realisasi investasi dan konsumsi

pemerintah cenderung belum optimal pada triwulan I

2015, dan menjadi salah satu pendorong utama

perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan

depan. Faktor lainnya yang juga berkontribusi terhadap

per lambatan ekonomi Jawa Tengah ada lah

peningkatan kinerja impor sebagai elemen pengurang

PDRB.

Sementara itu, dilihat dari sisi lapangan usaha, ekonomi

Jawa Tengah masih ditopang oleh lapangan usaha

industri pengolahan, lapangan usaha perdagangan

besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor,

lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan,

dan lapangan usaha konstruksi. Keempat lapangan

usaha ini diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan

I 2016 sehingga menekan ekonomi Jawa Tengah secara

keseluruhan.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga

terindikasi dari penurunan optimisme pelaku

usaha akan kegiatan usahanya. Hal tersebut

tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh Bank

Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU), pelaku usaha memperkirakan kinerja

kegiatan usaha pada triwulan I 2016 melambat

dibandingkan dengan triwulan IV 2015.

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi

Provinsi Jawa Tengah pada 2016 diperkirakan

masih meneruskan tren peningkatan. Ekonomi

Jawa Tengah pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh

pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar

5,4% (yoy). Perbaikan ekonomi global, beserta

berkurangnya ketidakpastian di pasar keuangan seiring

dengan diperkirakan akan meningkatkan kegiatan

usaha dan investasi di tingkat nasional, maupun Jawa

Tengah. Selain itu komitmen pemerintah untuk

meningkatkan kemudahan investasi dan berusaha di

Indonesia serta komitmen dalam pembangunan

infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan

pertumbuhan ekonomi di tahun 2016.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

6.1 Pertumbuhan Ekonomi

111OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2014-2015dan Proyeksi Triwulan I 2016

Grafik 6.1

IV

p) Angka perkiraan

Ip2016

3

4

5

6

7 %, YOY

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III

Perkiraan Kegiatan Dunia UsahaGrafik 6.2

IV

p) Angka perkiraan

Ip2016

0

10

20

30

40 %, SBT

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah

pada triwulan I 2016 diperkirakan lebih rendah

dibandingkan triwulan IV 2015. Ekonomi Jawa

Tengah diproyeksikan tumbuh 5,4% (yoy), melambat

dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang

sebesar 6,1% (yoy). Secara triwulanan, pertumbuhan

ekonomi Jawa Tengah triwulan depan diperkirakan

sebesar 2,3% (qtq), lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan triwulanan periode yang sama tahun

sebelumnya yang sebesar 3,0% (qtq). Sumber

perlambatan ekonomi diperkirakan berasal dari

investasi dan konsumsi pemerintah.

Sesuai pola historisnya, realisasi investasi dan konsumsi

pemerintah cenderung belum optimal pada triwulan I

2015, dan menjadi salah satu pendorong utama

perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan

depan. Faktor lainnya yang juga berkontribusi terhadap

per lambatan ekonomi Jawa Tengah ada lah

peningkatan kinerja impor sebagai elemen pengurang

PDRB.

Sementara itu, dilihat dari sisi lapangan usaha, ekonomi

Jawa Tengah masih ditopang oleh lapangan usaha

industri pengolahan, lapangan usaha perdagangan

besar-eceran dan reparasi mobil-sepeda motor,

lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan,

dan lapangan usaha konstruksi. Keempat lapangan

usaha ini diperkirakan tumbuh melambat pada triwulan

I 2016 sehingga menekan ekonomi Jawa Tengah secara

keseluruhan.

Perlambatan pertumbuhan ekonomi juga

terindikasi dari penurunan optimisme pelaku

usaha akan kegiatan usahanya. Hal tersebut

tercermin dari hasil survei yang dilakukan oleh Bank

Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU), pelaku usaha memperkirakan kinerja

kegiatan usaha pada triwulan I 2016 melambat

dibandingkan dengan triwulan IV 2015.

Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi

Provinsi Jawa Tengah pada 2016 diperkirakan

masih meneruskan tren peningkatan. Ekonomi

Jawa Tengah pada tahun 2016 diperkirakan tumbuh

pada kisaran 5,4% - 5,8% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar

5,4% (yoy). Perbaikan ekonomi global, beserta

berkurangnya ketidakpastian di pasar keuangan seiring

dengan diperkirakan akan meningkatkan kegiatan

usaha dan investasi di tingkat nasional, maupun Jawa

Tengah. Selain itu komitmen pemerintah untuk

meningkatkan kemudahan investasi dan berusaha di

Indonesia serta komitmen dalam pembangunan

infrastruktur diperkirakan mendukung percepatan

pertumbuhan ekonomi di tahun 2016.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

PENGELUARAN 2014*

I II

III IV 4.4

7.2

5.4

4.4

13.3

4.1

5.1

4.3

22.4

1.1

3.1

1.1

(4.2)

5.7

4.2

16.3

(9.7)

6.4

(0.1)

(8.6)

3.9

4.7

3.4

7.9

5.7

2.0

2.4

5.8

4.1

(5.3)

6.6

1.5

(0.4)

(5.7)

5.6

4.4

(9.7)

2.8

6.3

20.2

13.1

5.6

4.3

(12.3)

2.7

3.4

12.4

6.1

5.1

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013*I II

2015**

4.3

3.0

5.2

4.0

14.1

5.9

5.0

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran& Proyeksi Triwulan I 2016 (%, yoy)

4.8

8.1

3.6

7.0

(1.9)

(7.8)

6.1

IVIII p

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

P D R B

4.8

5.1

1.9

4.5

(5.0)

(2.1)

5.4

2016p

6.1.1. Sisi Penggunaan

Permintaan domestik diperkirakan masih menjadi

sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa

Tengah, dengan share di atas 60%. Secara

keseluruhan, konsumsi diperkirakan akan mengalami

sedikit perlambatan pada triwulan I 2016. Perlambatan

tersebut berasal dari komponen konsumsi pemerintah

dan LNPRT, sementara konsumsi rumah tangga relatif

stabil.

Seiring dengan berakhirnya masa liburan, hari raya

Natal, dan Tahun Baru, pola konsumsi masyarakat

diperkirakan akan kembali normal. Meski demikian,

para pelaku usaha, khususnya pedagang eceran masih

memandang optimis bahwa akan terdapat kenaikan

penjualan pada triwulan I 2016, walaupun kenaikan

tersebut tidak setinggi triwulan sebelumnya, atau

terjadi perlambatan. Hal tersebut tercermin dari Survei

Pedagang Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan SPE, optimisme pedagang ditunjukkan

dengan nilai ekspektasi penjualan riil yang masih

berada di atas nilai 100. Pada survei yang dilaksanakan

di triwulan IV 2015, indeks ekspektasi penjualan untuk

triwulan I 2016 (3 bulan yang akan datang) tercatat

senilai 122,50, menurun dari ekspektasi untuk triwulan

sebelumnya yang sebesar 124,17. Penurunan ini

mengindikasikan bahwa peningkatan untuk triwulan I

2016 tidak setinggi peningkatan pada triwulan IV

2015. Mendukung hal tersebut, sampai dengan Januari

2016, penjualan riil sudah menunjukkan adanya tren

menurun dari akhir tahun 2015. Indeks Penjualan Riil

(IPR) mengalami penurunan menjadi 183,4 pada bulan

Januari 2016, dari 196,1 pada bulan Desember 2015.

Namun demikian, peningkatan daya beli masyarakat

pada awal tahun ini diperkirakan akan menahan

perlambatan dari normalisasi pola konsumsi di atas.

Terdapat beberapa faktor yang mendukung

meningkatnya daya beli, salah satunya adalah inflasi

yang terjaga. Pada akhir tahun 2015, tercatat inflasi

sebesar 2,73% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan

rata-rata historis 5 tahun terakhir yang sebesar 6,00%

(yoy).

Kemudian pada bulan Januari 2016, inflasi tercatat

0,48% (mtm) lebih rendah dibandingkan inflasi

Desember 2015 yang sebesar 0,99% (mtm). Lebih jauh

lagi, tekanan harga diproyeksikan masih melanjutkan

tren penurunan selama triwulan I 2016, seiring dengan

masuknya musim panen dan penurunan harga

beberapa komoditas administered prices. Rendahnya

inflasi tersebut diiringi dengan kenaikan upah

minimum kabupaten/kota yang didukung oleh

kebijakan terkait pengupahan (PP No. 78 Tahun 2015

Tentang Pengupahan) sehingga daya beli meningkat

lebih jauh.

Selain itu, kebijakan Bank Indonesia berupa

pelonggaran Loan to Value (LTV), penurunan BI rate,

serta penurunan Giro Wajib Minimum (GWM)

diperkirakan berdampak terhadap kondisi likuiditas

bank sehingga dapat ditransmisikan kepada suku

bunga dan kapasitas penyaluran kredit perbankan. Hal

ini diharapkan dapat menjadi pendorong kegiatan

ekonomi, termasuk konsumsi.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH112

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

I II III IV I II2014 2015

III

Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran Grafik 6.4

IV

p) Angka perkiraan

Ip2016

%, SBT

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014 2015

1 2 3

2016

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

210 INDEKS

RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YANG AKAN DATANGRATA_RATA INDEKS PENJUALAN RIILRATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 6 BULAN YANG AKAN DATANG

Konsumsi pemerintah diperkirakan akan

melambat pada triwulan I 2016, sesuai dengan

pola historisnya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah

pada triwulan laporan diperkirakan lebih rendah

dibandingkan dengan periode sebelumnya seiring

dengan belum optimalnya realisasi belanja pemerintah

pada awal tahun. Hal tersebut juga sesuai dengan pola

musiman dari konsumsi pemerintah. Selain itu,

mempertimbangkan beberapa daerah di Jawa Tengah

baru melakukan Pilkada pada 9 Desember 2015,

konsumsi pemerintah di beberapa daerah tersebut

diperkirakan tertahan menunggu penyesuaian rencana

kerja Kepala Daerah baru.

Meskipun tidak memiliki porsi signifikan, konsumsi

LNPRT juga turut menyumbang perlambatan

pertumbuhan ekonomi. Konsumsi pada kelompok ini

diperkirakan melambat, atau kembali ke pola semula,

seiring dengan selesainya pilkada serentak yang

dilaksanakan pada bulan Desember 2015.

Investasi Jawa Tengah diperkirakan tumbuh

melambat pada triwulan I 2016. Perkiraan

peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei

kegiatan dunia usaha yang dilakukan Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah. Nilai

SBT perkiraan investasi pada triwulan I 2016 tercatat

8,43%, lebih rendah dibandingkan realisasi investasi

triwulan laporan yang sebesar 9,80%.

Selain itu, perlambatan kinerja investasi juga

diperkirakan disumbang oleh realisasi proyek

infrastruktur pemerintah pada triwulan laporan.

Berdasarkan pola historis, realisasi proyek infrastruktur

pemerintah pada triwulan awal cenderung belum

optimal terkait dengan proses pengadaan yang harus

dilakukan.

Ekspor Jawa Tengah diperkirakan mengalami

penurunan lebih tajam pada triwulan I 2016.

Penurunan ekspor ini terutama terjadi pada ekspor

antar daerah, sementara ekspor luar negeri

diperkirakan masih mengalami pertumbuhan

walaupun melambat. Turunnya ekspor antar daerah

ditengarai akibat dari belum optimalnya perbaikan

kinerja ekonomi domestik, serta kinerja industri yang

masih tertahan. Sementara itu, ekspor ke luar negeri

diperkirakan masih mengalami pertumbuhan positif

walaupun dengan tingkat pertumbuhan yang lebih

rendah dibandingkan triwulan laporan. Seiring dengan

mulai membaiknya perekonomian beberapa negara

mitra dagang utama, khususnya Amerika Serikat,

ekspor Jawa Tengah masih mengalami peningkatan.

Namun demikian, perlambatan beberapa negara

tujuan lainnya seperti T iongkok, serta belum

membaiknya perekonomian kawasan Eropa dan

Jepang seperti yang diperkirakan sebelumnya,

menahan peningkatan lebih jauh sehingga secara

keseluruhan ekspor luar negeri diproyeksikan

melambat.

113OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

PENGELUARAN 2014*

I II

III IV 4.4

7.2

5.4

4.4

13.3

4.1

5.1

4.3

22.4

1.1

3.1

1.1

(4.2)

5.7

4.2

16.3

(9.7)

6.4

(0.1)

(8.6)

3.9

4.7

3.4

7.9

5.7

2.0

2.4

5.8

4.1

(5.3)

6.6

1.5

(0.4)

(5.7)

5.6

4.4

(9.7)

2.8

6.3

20.2

13.1

5.6

4.3

(12.3)

2.7

3.4

12.4

6.1

5.1

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

2013*I II

2015**

4.3

3.0

5.2

4.0

14.1

5.9

5.0

Tabel 6.1. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Pengeluaran& Proyeksi Triwulan I 2016 (%, yoy)

4.8

8.1

3.6

7.0

(1.9)

(7.8)

6.1

IVIII p

KONSUMSI RUMAH TANGGA

KONSUMSI LNPRT

KONSUMSI PEMERINTAH

INVESTASI

EKSPOR

IMPOR

P D R B

4.8

5.1

1.9

4.5

(5.0)

(2.1)

5.4

2016p

6.1.1. Sisi Penggunaan

Permintaan domestik diperkirakan masih menjadi

sumber utama pertumbuhan ekonomi Jawa

Tengah, dengan share di atas 60%. Secara

keseluruhan, konsumsi diperkirakan akan mengalami

sedikit perlambatan pada triwulan I 2016. Perlambatan

tersebut berasal dari komponen konsumsi pemerintah

dan LNPRT, sementara konsumsi rumah tangga relatif

stabil.

Seiring dengan berakhirnya masa liburan, hari raya

Natal, dan Tahun Baru, pola konsumsi masyarakat

diperkirakan akan kembali normal. Meski demikian,

para pelaku usaha, khususnya pedagang eceran masih

memandang optimis bahwa akan terdapat kenaikan

penjualan pada triwulan I 2016, walaupun kenaikan

tersebut tidak setinggi triwulan sebelumnya, atau

terjadi perlambatan. Hal tersebut tercermin dari Survei

Pedagang Eceran (SPE) yang dilakukan Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan SPE, optimisme pedagang ditunjukkan

dengan nilai ekspektasi penjualan riil yang masih

berada di atas nilai 100. Pada survei yang dilaksanakan

di triwulan IV 2015, indeks ekspektasi penjualan untuk

triwulan I 2016 (3 bulan yang akan datang) tercatat

senilai 122,50, menurun dari ekspektasi untuk triwulan

sebelumnya yang sebesar 124,17. Penurunan ini

mengindikasikan bahwa peningkatan untuk triwulan I

2016 tidak setinggi peningkatan pada triwulan IV

2015. Mendukung hal tersebut, sampai dengan Januari

2016, penjualan riil sudah menunjukkan adanya tren

menurun dari akhir tahun 2015. Indeks Penjualan Riil

(IPR) mengalami penurunan menjadi 183,4 pada bulan

Januari 2016, dari 196,1 pada bulan Desember 2015.

Namun demikian, peningkatan daya beli masyarakat

pada awal tahun ini diperkirakan akan menahan

perlambatan dari normalisasi pola konsumsi di atas.

Terdapat beberapa faktor yang mendukung

meningkatnya daya beli, salah satunya adalah inflasi

yang terjaga. Pada akhir tahun 2015, tercatat inflasi

sebesar 2,73% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan

rata-rata historis 5 tahun terakhir yang sebesar 6,00%

(yoy).

Kemudian pada bulan Januari 2016, inflasi tercatat

0,48% (mtm) lebih rendah dibandingkan inflasi

Desember 2015 yang sebesar 0,99% (mtm). Lebih jauh

lagi, tekanan harga diproyeksikan masih melanjutkan

tren penurunan selama triwulan I 2016, seiring dengan

masuknya musim panen dan penurunan harga

beberapa komoditas administered prices. Rendahnya

inflasi tersebut diiringi dengan kenaikan upah

minimum kabupaten/kota yang didukung oleh

kebijakan terkait pengupahan (PP No. 78 Tahun 2015

Tentang Pengupahan) sehingga daya beli meningkat

lebih jauh.

Selain itu, kebijakan Bank Indonesia berupa

pelonggaran Loan to Value (LTV), penurunan BI rate,

serta penurunan Giro Wajib Minimum (GWM)

diperkirakan berdampak terhadap kondisi likuiditas

bank sehingga dapat ditransmisikan kepada suku

bunga dan kapasitas penyaluran kredit perbankan. Hal

ini diharapkan dapat menjadi pendorong kegiatan

ekonomi, termasuk konsumsi.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH112

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

I II III IV I II2014 2015

III

Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan Eceran Grafik 6.4

IV

p) Angka perkiraan

Ip2016

%, SBT

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

Ekspektasi Penjualan Survei Penjualan EceranGrafik 6.3

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014 2015

1 2 3

2016

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

210 INDEKS

RATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 3 BULAN YANG AKAN DATANGRATA_RATA INDEKS PENJUALAN RIILRATA-RATA EKSPEKTASI PENJUALAN 6 BULAN YANG AKAN DATANG

Konsumsi pemerintah diperkirakan akan

melambat pada triwulan I 2016, sesuai dengan

pola historisnya. Pertumbuhan konsumsi pemerintah

pada triwulan laporan diperkirakan lebih rendah

dibandingkan dengan periode sebelumnya seiring

dengan belum optimalnya realisasi belanja pemerintah

pada awal tahun. Hal tersebut juga sesuai dengan pola

musiman dari konsumsi pemerintah. Selain itu,

mempertimbangkan beberapa daerah di Jawa Tengah

baru melakukan Pilkada pada 9 Desember 2015,

konsumsi pemerintah di beberapa daerah tersebut

diperkirakan tertahan menunggu penyesuaian rencana

kerja Kepala Daerah baru.

Meskipun tidak memiliki porsi signifikan, konsumsi

LNPRT juga turut menyumbang perlambatan

pertumbuhan ekonomi. Konsumsi pada kelompok ini

diperkirakan melambat, atau kembali ke pola semula,

seiring dengan selesainya pilkada serentak yang

dilaksanakan pada bulan Desember 2015.

Investasi Jawa Tengah diperkirakan tumbuh

melambat pada triwulan I 2016. Perkiraan

peningkatan tersebut sejalan dengan hasil survei

kegiatan dunia usaha yang dilakukan Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah. Nilai

SBT perkiraan investasi pada triwulan I 2016 tercatat

8,43%, lebih rendah dibandingkan realisasi investasi

triwulan laporan yang sebesar 9,80%.

Selain itu, perlambatan kinerja investasi juga

diperkirakan disumbang oleh realisasi proyek

infrastruktur pemerintah pada triwulan laporan.

Berdasarkan pola historis, realisasi proyek infrastruktur

pemerintah pada triwulan awal cenderung belum

optimal terkait dengan proses pengadaan yang harus

dilakukan.

Ekspor Jawa Tengah diperkirakan mengalami

penurunan lebih tajam pada triwulan I 2016.

Penurunan ekspor ini terutama terjadi pada ekspor

antar daerah, sementara ekspor luar negeri

diperkirakan masih mengalami pertumbuhan

walaupun melambat. Turunnya ekspor antar daerah

ditengarai akibat dari belum optimalnya perbaikan

kinerja ekonomi domestik, serta kinerja industri yang

masih tertahan. Sementara itu, ekspor ke luar negeri

diperkirakan masih mengalami pertumbuhan positif

walaupun dengan tingkat pertumbuhan yang lebih

rendah dibandingkan triwulan laporan. Seiring dengan

mulai membaiknya perekonomian beberapa negara

mitra dagang utama, khususnya Amerika Serikat,

ekspor Jawa Tengah masih mengalami peningkatan.

Namun demikian, perlambatan beberapa negara

tujuan lainnya seperti T iongkok, serta belum

membaiknya perekonomian kawasan Eropa dan

Jepang seperti yang diperkirakan sebelumnya,

menahan peningkatan lebih jauh sehingga secara

keseluruhan ekspor luar negeri diproyeksikan

melambat.

113OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan

Pertambangan Dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik Dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor

Transportasi Dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum

Informasi Dan Komunikasi

Jasa Keuangan Dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial

Jasa Lainnya

URAIAN

2014

I II

III IV TOTAL* I II

2015**

III

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan I 2016 (%, yoy)

IV

Produk Domestik Regional Bruto

(1.7)

7.0

7.8

1.3

6.1

5.7

7.0

6.2

5.3

10.5

3.3

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

5.7

(3.1)

4.6

5.8

8.2

3.2

4.2

2.7

5.0

6.4

11.0

3.7

7.9

6.8

(2.9)

11.4

13.5

8.6

3.9

1.6

6.0

7.3

5.6

3.0

2.8

5.7

7.9

9.5

12.4

5.0

5.3

7.6

(0.4)

12.3

11.8

9.1

5.8

(0.6)

8.4

5.7

(0.1)

1.6

5.0

3.6

16.5

9.1

18.1

4.7

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

5.6

(1.0)

6.5

6.6

3.7

3.4

4.4

4.7

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

5.3

3.9

1.2

5.9

(6.1)

2.0

4.2

3.1

12.0

8.6

11.6

7.3

6.7

11.6

4.0

10.1

9.4

8.3

5.6

7.3

2.2

3.8

(1.6)

3.1

5.3

3.2

9.7

6.5

8.5

2.4

7.0

10.4

7.8

9.2

4.4

(1.1)

5.1

4.6

6.0

4.3

(5.1)

(0.2)

7.1

2.2

6.7

6.3

9.5

9.0

8.8

10.9

6.2

6.9

7.0

1.6

5.0

6.9

4.7

4.6

(0.6)

1.7

7.4

8.2

3.9

7.0

8.6

13.7

7.8

6.2

3.4

2.8

7.5

4.1

6.1

TOTAL 5.6

3.6

4.6

(3.3)

1.6

6.0

4.2

7.9

7.1

9.5

8.1

7.6

9.7

5.3

7.1

7.1

3.2

5.4

Ip 4.9

4.5

3.9

7.4

2.5

3.8

5.2

2.3

7.1

8.3

11.5

8.3

6.5

5.7

7.3

7.5

31.5

5.4

2016p

6.1.2. Sisi Lapangan Usaha

Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah

masih ditopang oleh lapangan usaha industri

pengolahan; pertanian, kehutanan, dan

perikanan; perdagangan besar dan eceran,

reparasi mobil dan sepeda motor; serta

konstruksi. Keempat lapangan usaha tersebut

diperkirakan masih mengalami pertumbuhan pada

triwulan I 2016, walaupun melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya.

Perlambatan tajam diperkirakan terjadi pada

lapangan usaha konstruksi, yaitu dari 7,4% (yoy)

pada triwulan IV 2015 menjadi 3,8% (yoy) pada

triwulan I 2016. Perlambatan terutama diperkirakan

dari realisasi pembangunan infrastruktur pemerintah

yang cenderung belum optimal pada triwulan awal, di

mana sebagian proyek masih dalam proses pengadaan.

Sejalan dengan itu, kegiatan konstruksi sektor swasta

pun diperkirakan melambat. Berdasarkan hasil SKDU,

pelaku usaha memperkirakan adanya perlambatan

investasi pada triwulan I.

Lapangan usaha lainnya yang juga diprediksi

mengalami perlambatan tajam adalah lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan

sepeda motor. Seiring dengan belum optimalnya

kinerja konsumsi, dan kegiatan ekonomi secara

keseluruhan, pertumbuhan kinerja perdagangan

pun diproyeksikan turut melambat.

Hal tersebut terlihat dari hasil Survei Pedagang Ecaran

(SPE). Indeks Penjualan Riil (IPR) Januari 2016

mengalami penurunan menjadi 183,4 dari 192,7 pada

Desember 2015. Penurunan penjualan riil terutama

terlihat pada penjualan makanan, minuman dan

tembakau; peralatan dan komunikasi di toko; dan

perlengkapan rumah tangga lainnya.

Perlambatan di atas diperkirakan masih akan terjadi

untuk keseluruhan triwulan I 2016. Seperti yang telah

d i j e l a s k a n s e b e l u m n y a , p e d a g a n g e c e r a n

memproyeksikan terdapat perlambatan penjualan riil

pada triwulan I 2016. Berdasarkan SPE yang

dilaksanakan di triwulan IV 2015, indeks ekspektasi

penjualan untuk triwulan I 2016 (3 bulan yang akan

datang) tercatat senilai 122,50, menurun dari

ekspektasi untuk triwulan IV 2015 yang sebesar

124,17. Penurunan ini mengindikasikan bahwa

peningkatan untuk triwulan I 2016 tidak setinggi

peningkatan pada triwulan IV 2015.

Walaupun tidak sedalam lapangan usaha lainnya,

pertumbuhan industr i pengolahan pun

mengalami perlambatan. Permintaan yang masih

lemah, baik dari domestik maupun global menjadi salah

satu pendorong melambatnya kinerja industri

pengolahan. Di samping itu, kenaikan Upah Minimum

Kota/Kabupaten juga memberikan beban tambahan

terhadap biaya produksi. Namun demikian, beberapa

kebijakan penurunan harga energi seperti BBM dan

listrik menahan diperkirakan dapat menahan dampak

kenaikan biaya lebih lanjut.

Prediksi perlambatan di atas juga tercermin dari hasil

SKDU yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank

Indonesia. Berdasarkan survei tersebut, para pelaku

usaha juga pemproyeksikan adanya perlambatan pada

lapangan usaha ini. Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

perkiraan kegiatan usaha industri pengolahan triwulan

I 2016 tercatat sebesar 3,90%, lebih rendah dari

realisasi pada triwulan sebelumnya yang tercatat

4,13%.

Selanjutnya, pertumbuhan lapangan usaha

p e r t a n i a n , k e h u t a n a n , d a n p e r i k a n a n

diperkirakan lebih lambat dibandingkan dengan

triwulan laporan. Perlambatan tersebut diperkirakan

didorong oleh mundurnya musim panen yang

memengaruhi hasil produksi. El Nino yang terjadi

sampai akhir tahun 2015 mengakibatkan musim hujan

mundur 10-40 hari dari seharusnya. Dengan begitu,

musim tanam dan musim panen pun turut mengalami

kemunduran.

Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah

tahun 2016 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi

dibandingkan tahun 2015. Sumber peningkatan

pertumbuhan berasal dari lapangan usaha konstruksi,

perdagangan besar dan eceran, serta industri

pengolahan. Seiring dengan perbaikan ekonomi global

dan domestik, permintaan terhadap hasil produksi

Jawa Tengah diperkirakan mengalami peningkatan

yang mendorong perbaikan kinerja perdagangan

beserta industri pengolahan. Selain itu, tren penurunan

biaya energi juga turut mendorong peningkatan kinerja

industri.

Sementara i tu, komitmen pemer intah akan

pembangunan infrastruktur, baik dalam menunjang

logistik, maupun pertanian akan mendorong

peningkatan kinerja lapangan usaha konstruksi. Pada

sisi swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan

iklim investasi dan usaha, serta UMK Provinsi Jawa

Tengah yang kompetitif mendukung peningkatan

investasi sektor swasta. Seiring dengan peningkatan

investasi tersebut, lapangan usaha konstruksi juga

diproyeksikan mengalami peningkatan pertumbuhan

secara signifikan.

Ada pun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun

2016 antara lain perekonomian Tiongkok yang

melambat, serta pemulihan ekonomi Kawasan Eropa

dan Jepang yang tidak sesuai perkiraan. Hal ini

mengingat ketiga negara ini memiliki porsi yang cukup

besar untuk ekspor Jawa Tengah, yaitu sebesar 9,79%

untuk Tiongkok; 15,87% untuk Kawasan Eropa; dan

10,49% untuk Jepang.

Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah

kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dalam proyek

infrastruktur. Pada tahun 2015, konsumsi dan investasi

pemerintah terlihat dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi. Namun di sisi lain, realisasi anggaran belanja

modal pada APBD cukup rendah. Oleh karenanya, di

tahun 2016 ini perlu ada peningkatan realisasi belanja

APBD agar dapat mendorong perekonomian daerah.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH114

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

115OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan

Pertambangan Dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik Dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah Dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar Dan Eceran; Reparasi Mobil Dan Sepeda Motor

Transportasi Dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum

Informasi Dan Komunikasi

Jasa Keuangan Dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan Dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan Dan Kegiatan Sosial

Jasa Lainnya

URAIAN

2014

I II

III IV TOTAL* I II

2015**

III

* Angka Sementara **Angka Sangat Sementara p Proyeksi Bank IndonesiaSumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Tabel 6.2. Pertumbuhan Ekonomi Tahunan Provinsi Jawa Tengah ADHK 2010 menurut Lapangan Usaha dan Proyeksi Triwulan I 2016 (%, yoy)

IV

Produk Domestik Regional Bruto

(1.7)

7.0

7.8

1.3

6.1

5.7

7.0

6.2

5.3

10.5

3.3

8.9

8.2

0.7

9.8

13.0

7.9

5.7

(3.1)

4.6

5.8

8.2

3.2

4.2

2.7

5.0

6.4

11.0

3.7

7.9

6.8

(2.9)

11.4

13.5

8.6

3.9

1.6

6.0

7.3

5.6

3.0

2.8

5.7

7.9

9.5

12.4

5.0

5.3

7.6

(0.4)

12.3

11.8

9.1

5.8

(0.6)

8.4

5.7

(0.1)

1.6

5.0

3.6

16.5

9.1

18.1

4.7

6.9

10.6

5.7

7.6

7.1

8.4

5.6

(1.0)

6.5

6.6

3.7

3.4

4.4

4.7

9.0

7.6

13.0

4.2

7.2

8.3

0.8

10.2

11.2

8.5

5.3

3.9

1.2

5.9

(6.1)

2.0

4.2

3.1

12.0

8.6

11.6

7.3

6.7

11.6

4.0

10.1

9.4

8.3

5.6

7.3

2.2

3.8

(1.6)

3.1

5.3

3.2

9.7

6.5

8.5

2.4

7.0

10.4

7.8

9.2

4.4

(1.1)

5.1

4.6

6.0

4.3

(5.1)

(0.2)

7.1

2.2

6.7

6.3

9.5

9.0

8.8

10.9

6.2

6.9

7.0

1.6

5.0

6.9

4.7

4.6

(0.6)

1.7

7.4

8.2

3.9

7.0

8.6

13.7

7.8

6.2

3.4

2.8

7.5

4.1

6.1

TOTAL 5.6

3.6

4.6

(3.3)

1.6

6.0

4.2

7.9

7.1

9.5

8.1

7.6

9.7

5.3

7.1

7.1

3.2

5.4

Ip 4.9

4.5

3.9

7.4

2.5

3.8

5.2

2.3

7.1

8.3

11.5

8.3

6.5

5.7

7.3

7.5

31.5

5.4

2016p

6.1.2. Sisi Lapangan Usaha

Pada sisi lapangan usaha, ekonomi Jawa Tengah

masih ditopang oleh lapangan usaha industri

pengolahan; pertanian, kehutanan, dan

perikanan; perdagangan besar dan eceran,

reparasi mobil dan sepeda motor; serta

konstruksi. Keempat lapangan usaha tersebut

diperkirakan masih mengalami pertumbuhan pada

triwulan I 2016, walaupun melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya.

Perlambatan tajam diperkirakan terjadi pada

lapangan usaha konstruksi, yaitu dari 7,4% (yoy)

pada triwulan IV 2015 menjadi 3,8% (yoy) pada

triwulan I 2016. Perlambatan terutama diperkirakan

dari realisasi pembangunan infrastruktur pemerintah

yang cenderung belum optimal pada triwulan awal, di

mana sebagian proyek masih dalam proses pengadaan.

Sejalan dengan itu, kegiatan konstruksi sektor swasta

pun diperkirakan melambat. Berdasarkan hasil SKDU,

pelaku usaha memperkirakan adanya perlambatan

investasi pada triwulan I.

Lapangan usaha lainnya yang juga diprediksi

mengalami perlambatan tajam adalah lapangan usaha

perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan

sepeda motor. Seiring dengan belum optimalnya

kinerja konsumsi, dan kegiatan ekonomi secara

keseluruhan, pertumbuhan kinerja perdagangan

pun diproyeksikan turut melambat.

Hal tersebut terlihat dari hasil Survei Pedagang Ecaran

(SPE). Indeks Penjualan Riil (IPR) Januari 2016

mengalami penurunan menjadi 183,4 dari 192,7 pada

Desember 2015. Penurunan penjualan riil terutama

terlihat pada penjualan makanan, minuman dan

tembakau; peralatan dan komunikasi di toko; dan

perlengkapan rumah tangga lainnya.

Perlambatan di atas diperkirakan masih akan terjadi

untuk keseluruhan triwulan I 2016. Seperti yang telah

d i j e l a s k a n s e b e l u m n y a , p e d a g a n g e c e r a n

memproyeksikan terdapat perlambatan penjualan riil

pada triwulan I 2016. Berdasarkan SPE yang

dilaksanakan di triwulan IV 2015, indeks ekspektasi

penjualan untuk triwulan I 2016 (3 bulan yang akan

datang) tercatat senilai 122,50, menurun dari

ekspektasi untuk triwulan IV 2015 yang sebesar

124,17. Penurunan ini mengindikasikan bahwa

peningkatan untuk triwulan I 2016 tidak setinggi

peningkatan pada triwulan IV 2015.

Walaupun tidak sedalam lapangan usaha lainnya,

pertumbuhan industr i pengolahan pun

mengalami perlambatan. Permintaan yang masih

lemah, baik dari domestik maupun global menjadi salah

satu pendorong melambatnya kinerja industri

pengolahan. Di samping itu, kenaikan Upah Minimum

Kota/Kabupaten juga memberikan beban tambahan

terhadap biaya produksi. Namun demikian, beberapa

kebijakan penurunan harga energi seperti BBM dan

listrik menahan diperkirakan dapat menahan dampak

kenaikan biaya lebih lanjut.

Prediksi perlambatan di atas juga tercermin dari hasil

SKDU yang dilakukan Kantor Perwakilan Bank

Indonesia. Berdasarkan survei tersebut, para pelaku

usaha juga pemproyeksikan adanya perlambatan pada

lapangan usaha ini. Saldo Bersih Tertimbang (SBT)

perkiraan kegiatan usaha industri pengolahan triwulan

I 2016 tercatat sebesar 3,90%, lebih rendah dari

realisasi pada triwulan sebelumnya yang tercatat

4,13%.

Selanjutnya, pertumbuhan lapangan usaha

p e r t a n i a n , k e h u t a n a n , d a n p e r i k a n a n

diperkirakan lebih lambat dibandingkan dengan

triwulan laporan. Perlambatan tersebut diperkirakan

didorong oleh mundurnya musim panen yang

memengaruhi hasil produksi. El Nino yang terjadi

sampai akhir tahun 2015 mengakibatkan musim hujan

mundur 10-40 hari dari seharusnya. Dengan begitu,

musim tanam dan musim panen pun turut mengalami

kemunduran.

Secara keseluruhan perekonomian Jawa Tengah

tahun 2016 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi

dibandingkan tahun 2015. Sumber peningkatan

pertumbuhan berasal dari lapangan usaha konstruksi,

perdagangan besar dan eceran, serta industri

pengolahan. Seiring dengan perbaikan ekonomi global

dan domestik, permintaan terhadap hasil produksi

Jawa Tengah diperkirakan mengalami peningkatan

yang mendorong perbaikan kinerja perdagangan

beserta industri pengolahan. Selain itu, tren penurunan

biaya energi juga turut mendorong peningkatan kinerja

industri.

Sementara i tu, komitmen pemer intah akan

pembangunan infrastruktur, baik dalam menunjang

logistik, maupun pertanian akan mendorong

peningkatan kinerja lapangan usaha konstruksi. Pada

sisi swasta, komitmen pemerintah untuk meningkatkan

iklim investasi dan usaha, serta UMK Provinsi Jawa

Tengah yang kompetitif mendukung peningkatan

investasi sektor swasta. Seiring dengan peningkatan

investasi tersebut, lapangan usaha konstruksi juga

diproyeksikan mengalami peningkatan pertumbuhan

secara signifikan.

Ada pun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

rangka menjaga pertumbuhan ekonomi pada tahun

2016 antara lain perekonomian Tiongkok yang

melambat, serta pemulihan ekonomi Kawasan Eropa

dan Jepang yang tidak sesuai perkiraan. Hal ini

mengingat ketiga negara ini memiliki porsi yang cukup

besar untuk ekspor Jawa Tengah, yaitu sebesar 9,79%

untuk Tiongkok; 15,87% untuk Kawasan Eropa; dan

10,49% untuk Jepang.

Hal lain yang juga menjadi tantangan untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah

kesesuaian realisasi konsumsi pemerintah dalam proyek

infrastruktur. Pada tahun 2015, konsumsi dan investasi

pemerintah terlihat dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi. Namun di sisi lain, realisasi anggaran belanja

modal pada APBD cukup rendah. Oleh karenanya, di

tahun 2016 ini perlu ada peningkatan realisasi belanja

APBD agar dapat mendorong perekonomian daerah.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH114

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

115OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

9

8

7

6

5

4

3.

2

1

0

%, YOY

p) Angka perkiraan

Proyeks Inflasi Triwulan I 2016 Grafik 6.7

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV I p

2016

Tabel 6.4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara Mitra Utama Tahun 2017-2020

AMERIKA SERIKAT

TIONGOK

JEPANG

JERMAN

INGGRIS

NEGARA 2015 2016 2017 2018

2.6

6.8

0.4

1.5

2.5

2.8

6.3

1

1.6

2.2

2.8

6

0.4

1.5

2.2

2.7

6.1

0.7

1.3

2.2

2019 2020

2.2

6.3

0.9

1.3

2.2

2

6.3

0.7

1.3

2.1Sumber: International Monetary Fund

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan I 2016

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2016

diperkirakan meningkat. Tekanan inflasi utamanya

berasal dari berkurangnya produksi komoditas pangan

pada triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen

sebagai dampak dari el-nino. Inflasi triwulan I 2016

diperkirakan berada pada rentang sasaran 4±1%,

lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang

sebesar 2,73% (yoy).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan

volatile food diperkirakan meningkat meskipun

relatif masih terkendali. Peningkatan terjadi akibat

bergesernya masa panen imbas dari el-nino sehingga

sebagian panen komoditas akan terjadi di triwulan II

2016. Puncak panen beras yang biasanya terjadi pada

bulan Februari-Maret, akan bergeser pada Maret-April.

Meskipun demikian, pasokan relatif masih terjaga

dengan adanya pasokan beras impor serta kebijakan

Rastra.

Pada komoditas bawang merah, panen diperkirakan

juga akan mengalami penurunan di triwulan I 2016.

Asosiasi Bawang Merah Indonesia Brebes (ABMI)

memperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan,

terutama pada Maret hingga Juni 2016 yang berpotensi

meningkatkan tekanan inflasi pada triwulan awal

2016. Sementara itu, harga daging ayam ras dan telur

ayam ras diperkirakan akan mengalami penurunan

setelah sebelumnya meningkat tinggi di awal tahun

akibat mahalnya harga pakan ternak. Adapun tekanan

inflasi dari komoditas cabai merah dan cabai rawit

relatif rendah seiring dengan terjaganya pasokan di

tengah musim panen di beberapa sentra penghasil,

seperti Temanggung dan Brebes.

Inflasi tahunan kelompok administered prices

diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi kelompok ini

diperkirakan berasal dari kenaikan bertahap harga

rokok kretek filter seiring dengan kenaikan cukai rokok

di tahun 2016. Meskipun demikian, harga barang yang

diatur pemerintah lainnya diperkirakan akan tetap

terjaga. Harga BBM dan BBRT diperkirakan stabil

sejalan dengan proyeksi harga minyak dunia triwulan I

2016 yang masih berada pada level yang rendah

sebesar USD30-35 per barel. Seiring dengan rendahnya

harga minyak dunia, tarif angkutan udara kemudian

mengalami penurunan sebesar 5% per 27 Februari

2016 sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor PM 14 Tahun 2016. Sementara itu, tarif tenaga

listrik (TTL) turun tipis dengan rentang penurunan

Rp13-Rp17 per kWh untuk 12 golongan yang

mengikuti mekanisme penyesuaian pada Februari

2016.

Inflasi kelompok inti juga diperkirakan meningkat

pada level yang moderat. Meningkatnya

pembangunan infrastruktur mendorong kenaikan

harga bahan bangunan, meliputi semen, batu bata,

6.2 Inflasi

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

2013 2014

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

15010 11 12

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank IndonesiaSumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

2013 2014

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

150

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

10 11 12

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.5

1 2 3 1 2 3

pasir, dan besi beton. Selain didorong oleh

meningkatnya permintaan, inflasi upah buruh bukan

mandor juga meningkat sejalan dengan kenaikan Upah

Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang rata-rata

mengalami kenaikan antara 11,5-25%. Selanjutnya,

komoditas nasi dengan lauk diperkirakan meningkat

secara moderat sejalan dengan penyesuaian kenaikan

harga bahan pangan. Lebih jauh, meredanya tekanan

ekonomi eksternal dan prospek positif dari berlanjutnya

pemulihan ekonomi domestik, mengakibatkan nilai

tukar rupiah diperkirakan akan cenderung stabil pada

triwulan I 2016. Potensi membaiknya nilai tukar ini

selanjutnya memberikan tekanan inflasi yang rendah

untuk kelompok inflasi inti traded.

Peningkatan inflasi inti yang moderat tersebut

terindikasi dari cukup terjaganya ekspektasi

masyarakat, yakni ekspektasi harga di tingkat

konsumen maupun pedagang yang terlihat

mengalami penurunan. Hasil Survei Konsumen

menunjukkan adanya penurunan ekspektasi harga 3

dan 6 bulan yang akan datang. Senada dengan hasil

Survei Konsumen tersebut, hasil Survei Pedagang

Eceran juga menunjukkan adanya penurunan

ekspektasi harga untuk 3 dan 6 bulan yang akan

datang.

6.2.2. Inflasi Januari 2016

Pada Januari 2016, Jawa Tengah mencatatkan

inflasi sebesar 0,48% (mtm), lebih rendah

dibandingkan Desember 2015 yang sebesar

0,99% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi

Jawa Tengah tercatat sebesar 3,58% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 2,73%

(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar

4,14% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Januari 2015

mencatatkan angka yang lebih rendah. Terjaganya

inflasi ini berasal dari kelompok administered prices,

yang utamanya berasal dari penurunan harga BBM dan

normalisasi tarif angkutan udara. Namun demikian,

perlambatan inflasi ini tertahan dengan adanya

kenaikan tarif listrik serta beberapa komoditas pangan

strategis, meliputi daging ayam ras, telur ayam ras,

serta bawang putih dan bawang merah.

Berdasarkan d isagregas inya , ke lompok

administered prices mencatatkan deflasi pada

Januari 2016 sebesar 0,76% (mtm), berbalik arah

dibandingkan bulan lalu yang tercatat inflasi

sebesar 0,82% (mtm). Deflasi terutama didorong oleh

penurunan harga BBM dan penurunan tarif angkutan

udara. Sementara itu, tekanan inflasi pada kelompok ini

berasal dari kenaikan tarif listrik, serta kenaikan harga

rokok akibat kenaikan cukai. Secara tahunan, inflasi

kelompok ini tercatat sebesar 3,10% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan bulan Desember 2015 yang sebesar

0,84% (yoy).

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH116

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

117OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

9

8

7

6

5

4

3.

2

1

0

%, YOY

p) Angka perkiraan

Proyeks Inflasi Triwulan I 2016 Grafik 6.7

I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015

III IV I p

2016

Tabel 6.4. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Beberapa Negara Mitra Utama Tahun 2017-2020

AMERIKA SERIKAT

TIONGOK

JEPANG

JERMAN

INGGRIS

NEGARA 2015 2016 2017 2018

2.6

6.8

0.4

1.5

2.5

2.8

6.3

1

1.6

2.2

2.8

6

0.4

1.5

2.2

2.7

6.1

0.7

1.3

2.2

2019 2020

2.2

6.3

0.9

1.3

2.2

2

6.3

0.7

1.3

2.1Sumber: International Monetary Fund

6.2.1. Perkiraan Inflasi Triwulan I 2016

Inflasi tahunan Jawa Tengah pada triwulan I 2016

diperkirakan meningkat. Tekanan inflasi utamanya

berasal dari berkurangnya produksi komoditas pangan

pada triwulan I 2016, imbas bergesernya masa panen

sebagai dampak dari el-nino. Inflasi triwulan I 2016

diperkirakan berada pada rentang sasaran 4±1%,

lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015 yang

sebesar 2,73% (yoy).

Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan

volatile food diperkirakan meningkat meskipun

relatif masih terkendali. Peningkatan terjadi akibat

bergesernya masa panen imbas dari el-nino sehingga

sebagian panen komoditas akan terjadi di triwulan II

2016. Puncak panen beras yang biasanya terjadi pada

bulan Februari-Maret, akan bergeser pada Maret-April.

Meskipun demikian, pasokan relatif masih terjaga

dengan adanya pasokan beras impor serta kebijakan

Rastra.

Pada komoditas bawang merah, panen diperkirakan

juga akan mengalami penurunan di triwulan I 2016.

Asosiasi Bawang Merah Indonesia Brebes (ABMI)

memperkirakan akan terjadi kekurangan pasokan,

terutama pada Maret hingga Juni 2016 yang berpotensi

meningkatkan tekanan inflasi pada triwulan awal

2016. Sementara itu, harga daging ayam ras dan telur

ayam ras diperkirakan akan mengalami penurunan

setelah sebelumnya meningkat tinggi di awal tahun

akibat mahalnya harga pakan ternak. Adapun tekanan

inflasi dari komoditas cabai merah dan cabai rawit

relatif rendah seiring dengan terjaganya pasokan di

tengah musim panen di beberapa sentra penghasil,

seperti Temanggung dan Brebes.

Inflasi tahunan kelompok administered prices

diperkirakan sedikit meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Tekanan inflasi kelompok ini

diperkirakan berasal dari kenaikan bertahap harga

rokok kretek filter seiring dengan kenaikan cukai rokok

di tahun 2016. Meskipun demikian, harga barang yang

diatur pemerintah lainnya diperkirakan akan tetap

terjaga. Harga BBM dan BBRT diperkirakan stabil

sejalan dengan proyeksi harga minyak dunia triwulan I

2016 yang masih berada pada level yang rendah

sebesar USD30-35 per barel. Seiring dengan rendahnya

harga minyak dunia, tarif angkutan udara kemudian

mengalami penurunan sebesar 5% per 27 Februari

2016 sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor PM 14 Tahun 2016. Sementara itu, tarif tenaga

listrik (TTL) turun tipis dengan rentang penurunan

Rp13-Rp17 per kWh untuk 12 golongan yang

mengikuti mekanisme penyesuaian pada Februari

2016.

Inflasi kelompok inti juga diperkirakan meningkat

pada level yang moderat. Meningkatnya

pembangunan infrastruktur mendorong kenaikan

harga bahan bangunan, meliputi semen, batu bata,

6.2 Inflasi

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

2013 2014

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 32015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

15010 11 12

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei Pedagang EceranGrafik 6.6Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah dan proyeksi Bank IndonesiaSumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah

2013 2014

INDEKS

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3

2015

4 5 6 7 8 9

200

190

180

170

160

150

EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD EKSPEKTASI HARGA 6 BULAN YAD

10 11 12

Ekspektasi Harga Berdasarkan Survei KonsumenGrafik 6.5

1 2 3 1 2 3

pasir, dan besi beton. Selain didorong oleh

meningkatnya permintaan, inflasi upah buruh bukan

mandor juga meningkat sejalan dengan kenaikan Upah

Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang rata-rata

mengalami kenaikan antara 11,5-25%. Selanjutnya,

komoditas nasi dengan lauk diperkirakan meningkat

secara moderat sejalan dengan penyesuaian kenaikan

harga bahan pangan. Lebih jauh, meredanya tekanan

ekonomi eksternal dan prospek positif dari berlanjutnya

pemulihan ekonomi domestik, mengakibatkan nilai

tukar rupiah diperkirakan akan cenderung stabil pada

triwulan I 2016. Potensi membaiknya nilai tukar ini

selanjutnya memberikan tekanan inflasi yang rendah

untuk kelompok inflasi inti traded.

Peningkatan inflasi inti yang moderat tersebut

terindikasi dari cukup terjaganya ekspektasi

masyarakat, yakni ekspektasi harga di tingkat

konsumen maupun pedagang yang terlihat

mengalami penurunan. Hasil Survei Konsumen

menunjukkan adanya penurunan ekspektasi harga 3

dan 6 bulan yang akan datang. Senada dengan hasil

Survei Konsumen tersebut, hasil Survei Pedagang

Eceran juga menunjukkan adanya penurunan

ekspektasi harga untuk 3 dan 6 bulan yang akan

datang.

6.2.2. Inflasi Januari 2016

Pada Januari 2016, Jawa Tengah mencatatkan

inflasi sebesar 0,48% (mtm), lebih rendah

dibandingkan Desember 2015 yang sebesar

0,99% (mtm). Sementara itu, secara tahunan inflasi

Jawa Tengah tercatat sebesar 3,58% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 2,73%

(yoy). Dibandingkan inflasi nasional yang sebesar

4,14% (yoy), inflasi Jawa Tengah pada Januari 2015

mencatatkan angka yang lebih rendah. Terjaganya

inflasi ini berasal dari kelompok administered prices,

yang utamanya berasal dari penurunan harga BBM dan

normalisasi tarif angkutan udara. Namun demikian,

perlambatan inflasi ini tertahan dengan adanya

kenaikan tarif listrik serta beberapa komoditas pangan

strategis, meliputi daging ayam ras, telur ayam ras,

serta bawang putih dan bawang merah.

Berdasarkan d isagregas inya , ke lompok

administered prices mencatatkan deflasi pada

Januari 2016 sebesar 0,76% (mtm), berbalik arah

dibandingkan bulan lalu yang tercatat inflasi

sebesar 0,82% (mtm). Deflasi terutama didorong oleh

penurunan harga BBM dan penurunan tarif angkutan

udara. Sementara itu, tekanan inflasi pada kelompok ini

berasal dari kenaikan tarif listrik, serta kenaikan harga

rokok akibat kenaikan cukai. Secara tahunan, inflasi

kelompok ini tercatat sebesar 3,10% (yoy), lebih tinggi

dibandingkan bulan Desember 2015 yang sebesar

0,84% (yoy).

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH116

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

117OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

%, MTM

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Rokok Kretek Filter (mtm)Grafik 6.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Angkutan Udara (mtm) Grafik 2.8Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Inflasi Bensin (mtm) Grafik 2.7

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

2012 2013 2014 20152011

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

2016 2016

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.39 Tahun

2015, Pemerintah akan menyesuaikan harga BBM

(P remium dan So la r ) sesua i dengan harga

keekonomiannya setiap tiga bulan sekali, atau lebih,

jika dianggap perlu. Pada 5 Januari 2016, berdasarkan

Keputusan Menteri ESDM No. 2 K/12/MEM/2016,

harga bensin turun dari sebelumnya sebesar

Rp7.300/liter menjadi Rp6.950/liter, untuk luar Jawa,

Madura, Bali (Jamali). Penyumbang lainnya terhadap

deflasi kelompok ini adalah normalisasi tarif angkutan

udara pasca periode libur Natal dan Tahun Baru pada

bulan sebelumnya. Selain itu, deflasi juga disumbang

oleh penurunan harga elpiji 12 kg dengan rata-rata

penurunan sebesar Rp5.600 per tabung atau Rp467

per kg.

Adapun tekanan inflasi pada kelompok ini terutama

berasal dari kenaikan tarif listrik. Sesuai Peraturan

Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral

(ESDM) Nomor 31/2014 sebagaimana telah diubah

dengan Permen ESDM No 09/2015, tariff adjustment

diberlakukan setiap bulan. Pada Desember 2015, tarif

listrik golongan rumah tangga 1.300 – 2.200 VA (Gol.

R1) naik dari Rp 1.352 per kWh menjadi Rp 1.509,38

per kWh. Kenaikan tarif pada Desember ini masih

memberikan dampak pada inflasi Januari dikarenakan

sifat pembayaran konsumen yang sebagian besar baru

dilakukan pada bulan setelahnya (pasca bayar). Selain

itu, kenaikan rokok juga turut memberikan sumbangan

terhadap inflasi Jawa Tengah.

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5 %, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Tarif Listrik (mtm)Grafik 6.9Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Inflasi Daging Ayam Ras (mtm)Grafik 6.11

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Telur Ayam Ras (mtm)Grafik 6.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Sementara itu, inflasi kelompok volatile food

mencatatkan penurunan. Inflasi kelompok ini

tercatat sebesar 2,10% (mtm), lebih rendah

dibandingkan bulan lalu yang sebesar 3,77% (mtm).

Meskipun inflasi relatif terkendali, kenaikan beberapa

komoditas strategis mendorong inflasi bulan laporan

tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata

inflasi lima tahun terakhir pada periode yang sama

sebesar 1,62% (mtm). Inflasi pada kelompok ini

utamanya berasal dari komoditas daging ayam ras,

bawang putih, telur ayam ras, dan bawang merah.

Keempat komoditas tersebut menjadi penyumbang

utama inflasi dengan sumbangan masing-masing

sebesar 0,17%, 0,07%, 0,06%, dan 0,05%. Secara

tahunan, inflasi volatile food pada Januari 2015 sebesar

7,41% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan

sebelumnya yang sebesar 4,61% (yoy).

Komoditas daging ayam ras mencatatkan inflasi.

Peningkatan harga ini didorong oleh terbatasnya

pasokan pakan jagung, imbas dari kebijakan

pembatasan impor jagung sebagai salah satu

komponen pembentuk harga. Sementara itu, pasokan

pakan yang berasal jagung lokal juga relatif terbatas di

tengah musim tanam komoditas tersebut. Hal tersebut

turut mendorong kenaikan harga untuk komoditas

telur ayam ras.

Kemunduran masa tanam berimplikasi pada pasokan

komoditas bawang merah di bulan laporan. Bawang

merah kemudian mencatatkan inflasi sebesar 6,65%

(mtm) pada bulan laporan. Tekanan ini berasal dari

tingginya harga bawang merah di minggu pertama dan

kedua Januari 2015. Namun demikian, tekanan harga

komoditas bawang merah kemudian mereda di akhir

bulan, seiring dimulainya panen bawang merah di

beberapa sentra di Kab. Brebes. Hal ini terindikasi dari

pantauan harga SiHaTi. Pada minggu pertama dan

kedua, rata-rata harga bawang merah sebesar

Rp26.111, sedangkan di dua minggu terakhir Januari

harga bawang merah sebesar Rp21.769. Sementara

i tu , komoditas bawang put ih mencatatkan

peningkatan inflasi. Inflasi meningkat menjadi 15,63%

(mtm) pada Januari 2016, lebih tinggi dibandingkan

bulan lalu yang sebesar 5,69% (mtm). Kenaikan ini

ditengarai akibat terbatasnya pasokan komoditas

tersebut yang hampir seluruhnya berasal dari impor,

terutama impor komoditas bawang putih yang berasal

dari Tiongkok.

2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH118

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

119OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

%, MTM

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Rokok Kretek Filter (mtm)Grafik 6.10Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Angkutan Udara (mtm) Grafik 2.8Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

Inflasi Bensin (mtm) Grafik 2.7

%, MTM

2012 2013 2014 20152011

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

2012 2013 2014 20152011

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30

2016 2016

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.39 Tahun

2015, Pemerintah akan menyesuaikan harga BBM

(P remium dan So la r ) sesua i dengan harga

keekonomiannya setiap tiga bulan sekali, atau lebih,

jika dianggap perlu. Pada 5 Januari 2016, berdasarkan

Keputusan Menteri ESDM No. 2 K/12/MEM/2016,

harga bensin turun dari sebelumnya sebesar

Rp7.300/liter menjadi Rp6.950/liter, untuk luar Jawa,

Madura, Bali (Jamali). Penyumbang lainnya terhadap

deflasi kelompok ini adalah normalisasi tarif angkutan

udara pasca periode libur Natal dan Tahun Baru pada

bulan sebelumnya. Selain itu, deflasi juga disumbang

oleh penurunan harga elpiji 12 kg dengan rata-rata

penurunan sebesar Rp5.600 per tabung atau Rp467

per kg.

Adapun tekanan inflasi pada kelompok ini terutama

berasal dari kenaikan tarif listrik. Sesuai Peraturan

Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral

(ESDM) Nomor 31/2014 sebagaimana telah diubah

dengan Permen ESDM No 09/2015, tariff adjustment

diberlakukan setiap bulan. Pada Desember 2015, tarif

listrik golongan rumah tangga 1.300 – 2.200 VA (Gol.

R1) naik dari Rp 1.352 per kWh menjadi Rp 1.509,38

per kWh. Kenaikan tarif pada Desember ini masih

memberikan dampak pada inflasi Januari dikarenakan

sifat pembayaran konsumen yang sebagian besar baru

dilakukan pada bulan setelahnya (pasca bayar). Selain

itu, kenaikan rokok juga turut memberikan sumbangan

terhadap inflasi Jawa Tengah.

-1

-0.5

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

4.5 %, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Tarif Listrik (mtm)Grafik 6.9Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Inflasi Daging Ayam Ras (mtm)Grafik 6.11

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Telur Ayam Ras (mtm)Grafik 6.12Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

Sementara itu, inflasi kelompok volatile food

mencatatkan penurunan. Inflasi kelompok ini

tercatat sebesar 2,10% (mtm), lebih rendah

dibandingkan bulan lalu yang sebesar 3,77% (mtm).

Meskipun inflasi relatif terkendali, kenaikan beberapa

komoditas strategis mendorong inflasi bulan laporan

tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata

inflasi lima tahun terakhir pada periode yang sama

sebesar 1,62% (mtm). Inflasi pada kelompok ini

utamanya berasal dari komoditas daging ayam ras,

bawang putih, telur ayam ras, dan bawang merah.

Keempat komoditas tersebut menjadi penyumbang

utama inflasi dengan sumbangan masing-masing

sebesar 0,17%, 0,07%, 0,06%, dan 0,05%. Secara

tahunan, inflasi volatile food pada Januari 2015 sebesar

7,41% (yoy), lebih tinggi dibandingkan bulan

sebelumnya yang sebesar 4,61% (yoy).

Komoditas daging ayam ras mencatatkan inflasi.

Peningkatan harga ini didorong oleh terbatasnya

pasokan pakan jagung, imbas dari kebijakan

pembatasan impor jagung sebagai salah satu

komponen pembentuk harga. Sementara itu, pasokan

pakan yang berasal jagung lokal juga relatif terbatas di

tengah musim tanam komoditas tersebut. Hal tersebut

turut mendorong kenaikan harga untuk komoditas

telur ayam ras.

Kemunduran masa tanam berimplikasi pada pasokan

komoditas bawang merah di bulan laporan. Bawang

merah kemudian mencatatkan inflasi sebesar 6,65%

(mtm) pada bulan laporan. Tekanan ini berasal dari

tingginya harga bawang merah di minggu pertama dan

kedua Januari 2015. Namun demikian, tekanan harga

komoditas bawang merah kemudian mereda di akhir

bulan, seiring dimulainya panen bawang merah di

beberapa sentra di Kab. Brebes. Hal ini terindikasi dari

pantauan harga SiHaTi. Pada minggu pertama dan

kedua, rata-rata harga bawang merah sebesar

Rp26.111, sedangkan di dua minggu terakhir Januari

harga bawang merah sebesar Rp21.769. Sementara

i tu , komoditas bawang put ih mencatatkan

peningkatan inflasi. Inflasi meningkat menjadi 15,63%

(mtm) pada Januari 2016, lebih tinggi dibandingkan

bulan lalu yang sebesar 5,69% (mtm). Kenaikan ini

ditengarai akibat terbatasnya pasokan komoditas

tersebut yang hampir seluruhnya berasal dari impor,

terutama impor komoditas bawang putih yang berasal

dari Tiongkok.

2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH118

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

119OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Sementara itu, inflasi komoditas beras relatif terjaga.

Beberapa daerah penghasil beras, seperti Pati,

Grobogan, dan Purwodadi, telah memasuki masa

panen pada bulan laporan. Pasokan beras semakin

terjaga di tengah adanya impor beras Vietnam dan

Thailand oleh Bulog. Hingga Januari 2016, terdapat

800.000 ton beras impor yang masuk ke Indonesia,

serta terdapat sekitar 700.000 ton beras impor yang

siap masuk dalam beberapa bulan mendatang. Lebih

jauh, terdapat pembagian Rastra di tahun 2016 pada

akhir Januari dan awal Febuari 2016. Sesuai Surat

Keputusan Gubernur Jawa tengah tertanggal 16

Januari 2016, untuk bulan Januari, sebanyak 962.480

Rastra didistribusikan kepada 84.166 Rumah Tangga

Sasaran Penerima Manfaat (RTSPM). Masing-masing

RTSPM dapat menebus rastra sebesar Rp 1.500 per

kilogram

Inflasi kelompok inti Jawa Tengah pada bulan

Januari 2016 tercatat sebesar 0,33% (mtm),

meningkat dibandingkan dengan bulan

Desember 2015 yang tercatat sebesar 0,16%

(mtm) sesuai dengan pola musimannya. Namun

demikian, pencapaian inflasi inti tersebut masih berada

di bawah rata-rata historis 5 tahun yang sebesar 0,40%

(mtm). Secara tahunan, inflasi inti turun dari 2,73%%

(yoy) menjadi 2,50% (yoy) pada Januari 2016.

Peningkatan inflasi inti bulanan terjadi baik pada

kelompok traded maupun non traded. Inflasi traded

pada Januari 2016 tercatat sebesar 0,44% (mtm)

setelah bulan sebelumnya tercatat sebesar 0,17%

(mtm). Sementara itu, inflasi non traded pada Januari

2016 tercatat sebesar 0,30% (mtm), meningkat dari

bulan lalu yang tercatat sebesar 0,15% (mtm). Inflasi

pada kelompok inti traded terutama didorong oleh

subkelompok minuman yang tidak beralkohol dan

perawatan jasmani dan kosmetika. Sementara itu,

inflasi pada kelompok inti nontraded terutama

didorong oleh subkelompok biaya tempat tinggal, jasa

kesehatan, dan rekreasi.

6.2.3. Inflasi 2016Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2016

diperkirakan meningkat. Dengan aktivitas ekonomi

yang meningkat, hal ini diikuti oleh meningkatnya

permintaan masyarakat akan barang dan jasa, yang

selanjutnya meningkatkan tekanan inflasi. Inflasi tahun

2016 ini diperkirakan berada pada rentang sasaran

4±1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi

tahun 2015 yang sebesar 2,73% (yoy). Peningkatan ini

diperkirakan terjadi di seluruh kelompok, baik

kelompok volatile food, kelompok administered prices,

maupun kelompok inti.

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120 %, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Bawang Merah (mtm)Grafik 6.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Bawang Putih (mtm)Grafik 6.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016

Inflasi kelompok volatile food diperkirakan akan

meningkat dibandingkan tahun lalu. Tantangan

yang dihadapi dalam menjaga gejolak harga kelompok

pangan adalah sistem logistik dan jalur distribusi yang

tidak efisien. Hasil survei BPS menunjukkan bahwa

rantai perdagangan cabai merah, bawang merah, dan

jagung pipilan terpanjang ditemui di Provinsi Jawa

Tengah. Padahal, Jawa Tengah merupakan salah satu

provinsi sentra penghasil komoditas tersebut. Selain itu,

risiko inflasi juga berasal dari dampak El Nino yang

menyebabkan kemunduran musim panen. Hal ini juga

mempengaruhi kestabi lan harga pangan di

masyarakat. Bank Indonesia melalui TPID akan

memfokuskan diri dalam membenahi sistem logistik

dan dampak el-nino di tahun 2016 sehingga inflasi

pada kelompok volatile food dapat terus ditekan.

Inflasi kelompok administered prices pada akhir

tahun 2016 diperkirakan meningkat akibat

penyesuaian dampak kenaikan harga BBM tahun

2014. Tekanan juga berasal dari kenaikan cukai rokok

yang akan berimbas pada kenaikan harga rokok di

masyarakat. Namun demikian, tekanan inflasi

diperkirakan tertahan sejalan dengan harga minyak

dunia yang diproyeksikan berada pada level rendah.

Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA)

memproyeksikan harga minyak dunia pada tahun 2016

masih berada pada level rendah, yakni sebesar USD

37,59. Hal ini kemudian berimbas pada relatif stabilnya

harga tarif angkutan umum dan angkutan udara pada

tahun laporan.

Selanjutnya, inflasi inti juga diperkirakan

meningkat dibandingkan tahun 2015 silam.

Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya

aktivitas ekonomi dan membaiknya daya beli

masyarakat. Aktivitas ekonomi yang membaik ini

sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global.

Berdasarkan data IMF, pertumbuhan ekonomi dunia

diperkirakan akan tumbuh membaik, terutama untuk

negara AS, Eropa, dan Jepang yang merupakan mitra

dagang Provinsi Jawa Tengah. Tekanan pada kelompok

ini juga berasal dari meningkatnya UMK 2016.

Kenaikan UMK akan menyebabkan kenaikan harga

barang dan jasa yang memberikan efek langsung pada

peningkatan biaya produksi maupun jasa pada tahun

2016. Selain itu, membaiknya daya beli masyarakat

akan berimplikasi pada peningkatan permintaan

barang sandang, rekreasi, dan perlengkapan rumah

tangga, sehingga mendorong inflasi pada kelompok

tersebut . Tekanan inf las i juga berasa l dar i

meningkatnya harga komoditas bahan bangunan

seir ing program pembangunan infrastruktur

pemerintah di tahun 2016.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH120

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

121OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

Sementara itu, inflasi komoditas beras relatif terjaga.

Beberapa daerah penghasil beras, seperti Pati,

Grobogan, dan Purwodadi, telah memasuki masa

panen pada bulan laporan. Pasokan beras semakin

terjaga di tengah adanya impor beras Vietnam dan

Thailand oleh Bulog. Hingga Januari 2016, terdapat

800.000 ton beras impor yang masuk ke Indonesia,

serta terdapat sekitar 700.000 ton beras impor yang

siap masuk dalam beberapa bulan mendatang. Lebih

jauh, terdapat pembagian Rastra di tahun 2016 pada

akhir Januari dan awal Febuari 2016. Sesuai Surat

Keputusan Gubernur Jawa tengah tertanggal 16

Januari 2016, untuk bulan Januari, sebanyak 962.480

Rastra didistribusikan kepada 84.166 Rumah Tangga

Sasaran Penerima Manfaat (RTSPM). Masing-masing

RTSPM dapat menebus rastra sebesar Rp 1.500 per

kilogram

Inflasi kelompok inti Jawa Tengah pada bulan

Januari 2016 tercatat sebesar 0,33% (mtm),

meningkat dibandingkan dengan bulan

Desember 2015 yang tercatat sebesar 0,16%

(mtm) sesuai dengan pola musimannya. Namun

demikian, pencapaian inflasi inti tersebut masih berada

di bawah rata-rata historis 5 tahun yang sebesar 0,40%

(mtm). Secara tahunan, inflasi inti turun dari 2,73%%

(yoy) menjadi 2,50% (yoy) pada Januari 2016.

Peningkatan inflasi inti bulanan terjadi baik pada

kelompok traded maupun non traded. Inflasi traded

pada Januari 2016 tercatat sebesar 0,44% (mtm)

setelah bulan sebelumnya tercatat sebesar 0,17%

(mtm). Sementara itu, inflasi non traded pada Januari

2016 tercatat sebesar 0,30% (mtm), meningkat dari

bulan lalu yang tercatat sebesar 0,15% (mtm). Inflasi

pada kelompok inti traded terutama didorong oleh

subkelompok minuman yang tidak beralkohol dan

perawatan jasmani dan kosmetika. Sementara itu,

inflasi pada kelompok inti nontraded terutama

didorong oleh subkelompok biaya tempat tinggal, jasa

kesehatan, dan rekreasi.

6.2.3. Inflasi 2016Tekanan inflasi keseluruhan tahun 2016

diperkirakan meningkat. Dengan aktivitas ekonomi

yang meningkat, hal ini diikuti oleh meningkatnya

permintaan masyarakat akan barang dan jasa, yang

selanjutnya meningkatkan tekanan inflasi. Inflasi tahun

2016 ini diperkirakan berada pada rentang sasaran

4±1% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi

tahun 2015 yang sebesar 2,73% (yoy). Peningkatan ini

diperkirakan terjadi di seluruh kelompok, baik

kelompok volatile food, kelompok administered prices,

maupun kelompok inti.

-60

-40

-20

0

20

40

60

80

100

120 %, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Bawang Merah (mtm)Grafik 6.13Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

%, MTM

JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGUST SEP OKT NOP DES

Inflasi Bawang Putih (mtm)Grafik 6.14Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

2012 2013 2014 201520112012 2013 2014 20152011 2012 2013 2014 201520112016 2016

Inflasi kelompok volatile food diperkirakan akan

meningkat dibandingkan tahun lalu. Tantangan

yang dihadapi dalam menjaga gejolak harga kelompok

pangan adalah sistem logistik dan jalur distribusi yang

tidak efisien. Hasil survei BPS menunjukkan bahwa

rantai perdagangan cabai merah, bawang merah, dan

jagung pipilan terpanjang ditemui di Provinsi Jawa

Tengah. Padahal, Jawa Tengah merupakan salah satu

provinsi sentra penghasil komoditas tersebut. Selain itu,

risiko inflasi juga berasal dari dampak El Nino yang

menyebabkan kemunduran musim panen. Hal ini juga

mempengaruhi kestabi lan harga pangan di

masyarakat. Bank Indonesia melalui TPID akan

memfokuskan diri dalam membenahi sistem logistik

dan dampak el-nino di tahun 2016 sehingga inflasi

pada kelompok volatile food dapat terus ditekan.

Inflasi kelompok administered prices pada akhir

tahun 2016 diperkirakan meningkat akibat

penyesuaian dampak kenaikan harga BBM tahun

2014. Tekanan juga berasal dari kenaikan cukai rokok

yang akan berimbas pada kenaikan harga rokok di

masyarakat. Namun demikian, tekanan inflasi

diperkirakan tertahan sejalan dengan harga minyak

dunia yang diproyeksikan berada pada level rendah.

Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA)

memproyeksikan harga minyak dunia pada tahun 2016

masih berada pada level rendah, yakni sebesar USD

37,59. Hal ini kemudian berimbas pada relatif stabilnya

harga tarif angkutan umum dan angkutan udara pada

tahun laporan.

Selanjutnya, inflasi inti juga diperkirakan

meningkat dibandingkan tahun 2015 silam.

Peningkatan ini terjadi seiring dengan meningkatnya

aktivitas ekonomi dan membaiknya daya beli

masyarakat. Aktivitas ekonomi yang membaik ini

sejalan dengan pertumbuhan ekonomi global.

Berdasarkan data IMF, pertumbuhan ekonomi dunia

diperkirakan akan tumbuh membaik, terutama untuk

negara AS, Eropa, dan Jepang yang merupakan mitra

dagang Provinsi Jawa Tengah. Tekanan pada kelompok

ini juga berasal dari meningkatnya UMK 2016.

Kenaikan UMK akan menyebabkan kenaikan harga

barang dan jasa yang memberikan efek langsung pada

peningkatan biaya produksi maupun jasa pada tahun

2016. Selain itu, membaiknya daya beli masyarakat

akan berimplikasi pada peningkatan permintaan

barang sandang, rekreasi, dan perlengkapan rumah

tangga, sehingga mendorong inflasi pada kelompok

tersebut . Tekanan inf las i juga berasa l dar i

meningkatnya harga komoditas bahan bangunan

seir ing program pembangunan infrastruktur

pemerintah di tahun 2016.

OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH120

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15

121OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMIDAN INFLASI DAERAH

KA

JIA

N E

KO

NO

MI R

EG

ION

AL

PR

OV

INS

I JA

WA

TE

NG

AH

TR

IWU

LA

N IV

20

15