kajian teori museum film nasional di jakarta

50
REVISI METODOLOGI PENELITIAN ARSITEKTUR KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN MUSEUM FILM NASIONAL DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR METAFORA KOMBINASI DI JAKARTA Yunisa Zahrah I0212088 PRODI ARSITEKTUR JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

Upload: unisho

Post on 17-Dec-2015

82 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

museum

TRANSCRIPT

  • REVISI

    METODOLOGI PENELITIAN ARSITEKTUR

    KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

    MUSEUM FILM NASIONAL DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR METAFORA

    KOMBINASI DI JAKARTA

    Yunisa Zahrah

    I0212088

    PRODI ARSITEKTUR

    JURUSAN ARSITEKTUR

    FAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Bab ini berisi mengenai kajian serta penjelasan mengenai teori-teori yang

    berhubungan dengan objek rancang bangun yaitu Museum Film Nasional beserta

    presedennya dan pemahaman mengenai pendekatan objek rancang bangun, yaitu

    Arsitektur Metafora Kombinasi. Tujuan dari pemberian penjelasan ini adalah untuk

    mengkaji mengenai teori-teori mengenai objek rancang bangun dan pendekatannya

    agar lebih mendalaminya, menyamakan pemikiran mengenai penulis dan pembaca

    mengenai hal yang akan dibahas, mempelajari dan menarik kesimpulan akan

    kelebihan dan kekurangan dari preseden, yang terakhir adalah untuk menghindari

    duplikasi karya objek rancang bangun.

    A. Museum

    1. Pemahaman Museum

    Bangunan museum adalah wadah objek serta wadah kegiatan. Sebagai

    wadah objek, baik dalam ruang koleksi maupun ruang pamer, bangunan harus

    dapat berperan sebagai pelindung yang menjaga keutuhan dan keselamatan dari

    objek. Sebagai wadah kegiatan, museum mewadahi manusia yang memerlukan

    kenyamanan dan fasilitas untuk melakukan kegiatan. Umumnya, kegiatan di

    museum terdiri atas administrasi, kegiatan konservasi, kegiatan penelitian, serta

    kegiatan pameran. Namun, tidak tertutup kemungkinan museum

    menyelenggarakan kegiatan lain dalam rangka publikasi atau pengumpulan dana

    untuk menunjang kegiatan museum.

    Selain berkait dengan internal museum, keberadaan bangunan juga dapat

    berpengaruh kepada kawasan. Bangunan museum dapat merupakan ikon bagi

    kawasan, menjadi salah satu fasilitas publik yang dapat dimanfaatkan untuk

    kegiatan komunitas, juga akan merangsang perbaikan infrastruktur kota

    sebagaimana layaknya objek dan daya tarik wisata lain.

    Jasper Visser (The Museum of the Future) menulis hal menarik berkait

    dengan bangunan museum. Menurutnya, bangunan museum hendaknya a)

  • merangsang penemuan dan pembelajaran, b) teleporter ke dunia lain, c) aksesibel

    dan terlihat aksesibel, dan d) memungkinkan beragam penggunaan.

    Bangunan museum hendaknya merangsang penemuan dan pembelajaran

    dengan ruang yang tidak membosankan, semi-chaotic dan terbuka, serta setiap

    sudut menantang untuk bertualang. Dalam kaitan dengan museum sebagai bagian

    dari kota, bangunan hendaknya menjadi semacam teleporter yang akan

    membawa pengunjung ke dunia lain. Bangunan digunakan untuk memindah

    pengunjung dari kesibukan kota ke tempat lain yang sama sekali berbeda. Ia

    mencontohkan ban berjalan yang sangat panjang di Ruhrmuseum Essen, Jerman,

    yang membawa pengunjung ke dunia lain.

    Bangunan juga harus aksesibel dan terlihat aksesibel. Beberapa bangunan

    museum seakan menyatakan coba datang jika berani!. Bangunan terasa berjarak

    dari kesibukan kota dan dari orang-orang yang mungkin akan mendekati. Fasilitas

    publik (amenitas) juga tidak terlihat jelas pada bangunan tipe ini. Sebagai contoh

    adalah bangunan museum terkenal, yaitu Guggenheim Bilbao. Kompleks ini terasa

    angkuh di pinggir sungai di Bilbao, Spanyol, dan orang kelihatannya lebih suka

    menikmati dengan melihat dari kejauhan.

    Bangunan museum juga memungkinkan beragam penggunaan di luar

    pameran. Diskusi, workshop, pameran khusus, bahkan makan dapat difasilitasi

    oleh museum. Fasilitas itu tidak berada pada tempat-tempat yang inferior di

    museum seperti menyelip di ruang sempit, tetapi merupakan bagian penting yang

    terpadu dari museum.

    Contoh bangunan yang cukup berhasil untuk mewadahi berbagai aktivitas

    dan kepentingan adalah Centre Pompidou, Paris. Di bangunan ini setidaknya

    terdapat museum of modern art, film center, music archive, library, restaurant,

    bar, store. Jika tidak akan mengunjungi pameran atau restoran, publik dapat

    menggunakan halaman luas di depan bangunan, juga teras pandang di atap

    bangunan.

    Beberapa pengertian kata museum adalah sebagai berikut:

    a. Asal kata museum seperti yang disebutkan pada kamus Oxford adalah

    "Mousa" yang artinya lebih ke arah ruang atau tempat penyimpanan, sehingga

  • museum dikenal sebagai tempat menyimpan benda-benda seni dan

    pengetahuan.

    b. Selain itu, beberapa pihak lain berpendapat bahwa kata "museum" berasal dari

    bahasa Yunani "muze" yang berarti sembilan dewi bersaudara di Yunani Kuno,

    yaitu

    Melpomene (tragedi)

    Terpsishre (tari/irama)

    Urania (alam/arsitektur)

    Calliopse (pertukangan/skill)

    Cliro (ingatan/sejarah)

    Thalia (komedia)

    Erotis (kasa/cinta)

    Polynea (kebijaksanaan/wisdom)

    Enterpe (musik)

    Dari kedua arti asli kata dapat dimengerti bahwa pengertian pertama

    bersifat pasif dan pengertian kedua bersifat keterlibatan yang aktif terhadap

    subyek (budaya dan ilmu pengetahuan). (Robi Sularto S., "Bentuk Bentuk

    Arsitektur Lokal dan Perspektif Adaptasinya dalam Penentuan Desain Museum

    Masa Kini", Prasarana untuk Seminar Arsitektur dan Tata Pameran useum,

    Cibulan, 2-6 November 1975, hal 1).

    c. Museum dalam pengertian modern adalah suatu lembaga yang secara aktif

    melakukan tugasnya didalam menerangkan kehidupan manusia dan alam

    sekitarnya. (Parker, A.C., "A Manual for History Museum", New York, 1945, hal

    3)

    d. Museum menurut Ensiklopedia Amerika adalah suatu lembaga yang melayani

    tiga fungsi utamanya yaitu mengumpulkan, emmelihara, dan memamerkan

    objek-objek baik spesimen dari alam, yang berhubungan dengan geologi,

    astronomi, atau biologi, atau hasil karya manusia dalam sejarah, kesenian, atau

    ilmu pengetahuan. ("The Encyclopedia Americana", Americana Corporation,

    New York, 1969, hal 619).

  • e. Menurut International Council of Museum- UNESCO adalah setiap badan atau

    lembaga yang tetap, diusahakan untuk kepentingan umum, dengan tujuan

    untuk memelihara, menyelidiki dan memperbanyak pada umumnya,

    khususnya memamerkan kepada khalayak ramai guna penikmatan dan

    pendidikan, kumpulan-kumpulan objek dan barang-barang berharga bagi

    kebudayaan, koleksi barang-barang berkesenian, sejarah, ilmiah dan teknologi,

    kebun raya binatang dan akuarium. Perpustakaan umum dan lembaga-lembaga

    arsip untuk umum yang mempunyai ruangan pameran yang tetap akan

    dianggap sebagai museum pula. (Unesco, Pasal 11 Anggaran Dasar

    International Council of Museum (I.C.O.M)

    f. Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan

    pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan

    lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan

    budaya bangsa. (Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995)

    2. Perkembangan Museum

    Kata museum berasal dari kat Yunani tersebut, yang berarti kumpulan

    sembilan dewi-dewi sebagai pelambang ilmu pengetahuan dan kesenian. Sejalan

    dengan perkembangan peradaban maka gedung yang digunakan dalam kegiatan

    pencarian ilmu dan kesenian disebut Musseion. Di musseion inilah para ahli pikir

    pada jaman Yunani itu bekerja, karena itu pada masa ini museum lebih dikenal

    sebagai tempat penyelidikan dan pendidikan filsafat dalam lingkup ilmu dan

    kesenian.

    Di dalam perkembangan selanjutnya, museum menjadi tempat untuk

    menghimpun benda-benda dan alat-alat penyelidikan ilmu dan penikmat seni

    termasuk juga barang-barang aneh yang dianggap ajaib. (Sutaarga, 1973:3)

    Ketika memasuki jaman Renaissance, ilmu pengetahuan di Eropa Barat

    berkembang dengan pesat, terutama di kalangan bangsawan dan kaum gerejani.

    Diantara mereka timbul minat untuk mempelajari berbagai macam ilmu dan

    kesenian, bahkan ketika pelayaran laut mengalami jamaan keemasan, mereka

    mulai berlomba-lomba mengumpulkan berbagai macam benda-benda dari

    seberang samudra dan benua-benua baru. Pada saat itu museum berperan

  • sebagai tempat perbendaharaan pengetahuan bagi Eropa Barat. Pada mulanya

    museum ini bersifat tertutup karena hanya diperlukan bagi golongan tertentu dan

    kerabat dekat saja, karena tujuan utamanya adalah sebagai sarana penunjang

    prestise pemiliknya. Baru pada saat Perang Dunia II, museum llebih bersifat

    obejected oriented dalam arti kegiatan museum di titi beratkan pada benda

    koleksi sebagai hasil pengumpulan dan pengolahan, sedangkan pemakainya tetap

    terbatas pada golongan intelektual dan bangsawan saja.

    Peranan museum benar-benar mengalami perubahan setelah Revolusi

    Perancis yang mencetuskan semangat demokrasi, telah mengakibatkan pula

    pendemokralisasi ilmu dan seni. Mulai saat inilah museum lebih berorientasi

    publik dan memiliki penekanan pada faktor edukatif.

    Namun perannya di tengah-tengah masyarakat di era demokrasi dewasa

    ini perlu diperluas hingga memberikan refleksi kepada tujuan yang bersifat

    demokratis pula, yakni pemerataan pemberian kemudahan bagi penyebarluasan

    pengetahuan tentang berbagai kemajuan cabang ilmu dan penikmat dan

    pengkhayat berbagai cabang kesenian. (Sutaarga, 1990:67)

    Pergeseran orientasi museum pada dewasa ini lebih ke arah publik dan

    formal. Perbedaan museum tradisional dengan museum modern antara lain:

    MUSEUM TRADISIONAL MUSEUM MODERN

    Object Oriented

    Experiment Oriented

    Historic

    Contemporary

    Research

    Informal Education

    Artifact of Intrinsic Value Constructed exhibits of a

    parcipatory

    Hand off Hand On

  • 3. Fungsi Museum

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995: dalam

    Pedoman Museum Indoneisa,2008.

    Museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan dan

    memanfaatkan koleksi museum berupa benda cagar budaya. Dengan demikian

    museum memiliki dua fungsi besar yaitu :

    a. Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanakan kegiatan sebagai

    berikut :

    Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda untuk menjadi koleksi,

    pencatatan koleksi, sistem penomoran dan penataan koleksi.

    Perawatan, yang meliputi kegiatan mencegah dan menanggulangi

    kerusakan koleksi.

    Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan untuk menjaga koleksi

    dari gangguan atau kerusakan oleh faktor alam dan ulah manusia.

    b. Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan kegiatan pemanfaatan

    melalui penelitian dan penyajian.

    Penelitian dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan nasional, ilmu

    pengetahuan dan teknologi.

    Penyajian harus tetap memperhatikan aspek pelestarian dan

    pengamanannya.

    Sementara menurut ICOM, museum memiliki beberapa fungsi, antara lain:

    Mengumpulkan dan pengaman warisan alam dan kebudayaan

    Dokumentasi dan penelitian ilmiah

    Konservasi dan preservasi

    Penyebaran dan peemrataan ilmu untuk umum

    Pengenalan dan penghayatan kesenian

    Visualisasi warisan baik hasil alam dan budaya

    Cermin pertumbuhan peradaban umat manusia

    Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

  • 4. Aktivitas yang Diwadahi

    Berdasarkan fungsi-fungsi dari Museum di atas, berikut dapat dijelaskan

    aktivitas-aktivitas yang dapat diwadahi pada objek terebut, yaitu:

    a. Kegiatan Utama, merupakan kegiatan komunikasi visual antara karya

    seni rupa (objek) dengan pengunjung (subyek)

    b. Kegiatan Pengunjung: kegiatan perpustakaan, merupakan kegiatan

    pencarian informasi mengenai karya dan pengetahuan tentang seni rupa

    (objek) melalui kegiatan baca dan audiovisual.

    c. Kegiatan Pengelola, merupakan kegiatan yang bersifat pengelolaan,

    kegiatan administrasi, kegiatan ekonomi, dan kegiatan kerumahtanggan.

    d. Kegiatan yang bersifat Konservasi dan Preservasi, kegiatan pengadaan

    koleksi, perawatan dan perlindungan objek (karya seni rupa).

    e. Kegiatan Service, kegiatan mekanikal elektrikal, keamanan, service, dan

    pemeliharaan.

    5. Ruang yang Terbentuk

    Berdasarkan aktivitas-aktivitas utama yang akan diwadahi, maka ruang utama

    yang terbentuk adalah sebagai berikut:

    a. Museum

    Kata Museum berasal dari bahasa Yunani kuno Museion yang berarti

    rumah dari sembilan dewi Yunani (Mouse) yang menguasai seni murni ilmu

    pengetahuan. Pengertian Museum menurut ICOM(International Council of

    Museum) pasal tiga dan empat yang berbunyi Museum adalah suatu

    lembaga yang bersifat tetap dan memberikan pelayanan terhadap

    kepentingan masyarakat dan kemajuannya terbuka untuk umum tidak

    bertujuan semata-mata mencari keuntungan untuk mengumpulkan,

    memelihara, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang merupakan

    tanda bukti evolusi alam dan manusia untuk tujuan studi, pendidikan, dan

    rekreasi.

    Unsur pelaku kegiatan bangunan museum adalah sebagai berikut:

    Pengunjung

    Berdasarkan kelompoknya:

  • Kelompok Umum / Pengunjung Biasa

    Datang ke museum dengan motivasi rekreasi

    Waktu yang dibutuhkan tidak terlalu lama

    Motivasi untuk mengetahui seluk beluk karya seni rupa yang

    dipamerkan

    Datang ke museum biasanya sendiri atau rombongan atau

    organisasi

    Kelompok Pelajar/ Mahasiswa

    Datang untuk menambah pengetahuan untuk mencari data

    penulisan

    Datang ke museum dengan motivasi dan tujuan yang jelas

    Waktu yang dibutuhkan relatif lama.

    Kelompok Para Ahli, Peneliti, dan Seniman

    Biasanya sudah sering datang ke museum

    Datang untuk penelitian / mendapatkan informasi yang

    diperlukan untuk mengadakan perbandingan dan mengukur

    tingkat kreativitas mereka

    Datang untuk menambah pengetahuan untuk mencari dan

    penulisan.

    Kelompok Turis/ Wisatawan, terbagi menjadi dua yaitu turis

    asing dan turis domestik.

    Biasanya datang untuk menikmati karya seni rupa yang

    dipamerkan dan tujuannya berekreasi.

    Berdasarkan jenisnya:

    Pengunjung serius

    Ada motivasi dan tujuan / orientasi yang jelas

    Waktu yang di butuhkan biasanya relatif lama

    Pengunjung adalah pelajar/mahasiswa

    Pengunjung Biasa

    Bersifat rekreatif dan komunikatif

    Waktu biasanya tidak terlalu lama

    Masyarakat umum atau wisatawan

  • b. Perpustakaan

    Menurut Lasa (2005: 147) ditinjau dari segi bangunan perpustakaan

    merupakan suatu organisasi yang memiliki sub-sub sistem yang memiliki

    fungsi yang berbeda. Oleh karena itu, dalam perencanaan gedung dan ruang

    perpustakaan perlu memperhatikan fungsi tiap ruang, unsur-unsur

    keharmonisan dan keindahan, baik dari segi interior maupun eksterior. Ruang

    yang tertata baik akan memberikan kepuasan kepada pemakainya (pegawai

    perpustakaan dan pengguna perpustakaan)

    Dalam merancang sebuah gedung perpustakaan perlu diperhatikan

    elemen-elemen desain yang penting untuk diperhatikan yaitu : pintu masuk

    yang baik, jalan temu atau sistem penandaan yang baik, titik layanan, tempat

    duduk, pencahayaan, pewarnaan, rak atau penyimpanan, keamanan, alat

    peraga dan pameran serta infrastruktur teknologi informasi yang digunakan

    sebagaimana Schmid yang dikutip Maryuli (2005: 5-6).

    Gedung perpustakaan sebagai pusat informasi bagi pemakai perlu

    memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas pemakai sebagai

    berikut:

    Pemecahan sebaik mungkin menyangkut kebutuhan unit informasi,

    Kemudahan akses bagi pemakai,

    Ruang kerja yang cukup dan terencana bagi staf dan pemakai,

    Mempertimbangkan kebutuhan di masa yang akan datang,

    Menghindari perlengkapan yang tidak perlu,

    Fasilitas teknis yang cukup seperti penerangan, suhu, sarana

    komunikasi (Sulistyo-Basuki, 1993: 115).

    c. Workshop

    Workshop merupakan tempat kerja dimana tenaga kerja melakukan

    kegiatan teknis dengan alat-alat kerja. Disini, ruang workshop yang dimaksud

    adalah sebuah ruang dimana pengunjung dapat melihat secara langsung dari

    proses pembuatan karya seni pada museum atau penjelasan-penjelasan atau

    simulasi mengenai proses pembuatan karya seni.

    d. Kafe

  • Kafe adalah suatu tempat yang mempunyai karakteristik gabungan dari

    bar dengan rumah makan atau restoran, tetapi dalam hal ini kafe banyak

    menyediakan minuman ringan seperti teh atau kopi dan juga makanan ringan

    tetapi ada juga sebagian kafe yang menyediakan minuman beralkohol.

    (wikipedia.com/cafe)

    Pada kafe, analisa antropometri adalah untuk menentukan keergonomisa

    perabot termasuk didalamnya meja untuk makan dan kursi, juga jarak antar

    meja makan dan space untuk pelayanan.

    Jarak minimal area pelayanan pada meja makan adalah 91,4 cm, lebar

    meja makan minimum 45,7 cm dan maksimal 61 cm, area duduknya adalah

    30,5 hingga 45,7 cm. Tinggi meja makan sesuai ergonomik adalah 106,7 cm

    sesuai dengan kursi makan dengan tinggi minimum 76,2 cm dan maksimal

    78,7 cm.

    e. Ruang Pengelola

    Pengelola adalah pihak yang bertanggung jawab dan bertugas mengelola

    museum yang dikoordinir oleh seorang direktur sebagai pimpinan museum.

    Dalam menjalankan tugasnya, direktur ini dibantu oleh tenaga ahli sebagai

    staff pengelola. Pembagian bagian-bagian pengelola disesuaikan dengan

    kebutuhan pada pengelolaan karya seni di museum.

    6. Jenis-Jenis Museum

    Museum yang terdapat di Indonesia dapat dibedakan melaui beberapa

    jenis klasifikasi (Ayo Kita Mengenal Museum ; 2009), yakni sebagai berikut :

    a. Jenis museum berdasarkan koleksi yang dimiliki, yaitu terdapat dua jenis :

    Museum Umum, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti

    material manusia dan atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai

    cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi.

    Museum Khusus, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti

    material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang

    seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi.

    b. Jenis museum berdasarkan kedudukannya, terdapat tiga jenis :

  • Museum Nasional, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda

    yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan

    atau lingkungannya dari seluruh wilayah Indonesia yang bernilai nasional.

    Museum Propinsi, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda

    yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan

    atau lingkungannya dari wilayah propinsi dimana museum berada.

    Museum Lokal, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang

    berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau

    lingkungannya dari wilayah kabupaten atau kotamadya dimana museum

    tersebut berada.

    Menurut ICOM, museum dapat diklasifikasikan dalam enam kategori,

    yaitu:

    Art Museum (Museum Seni)

    Archeology and History Museum (Museum Sejarah dan Arkeologi)

    Ethnographical Museum (Museum Nasional)

    Natural History Museum (Museum Ilmu Alam)

    Science and Technology Museum (Museum IPTEK)

    Specialized Museum (Museum Khusus)

    Menurut penyelenggaraannya, museum dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

    Museum Pemerintah, yaitu museum yang diselenggarakan dan dikelola

    oleh pemerintah baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

    Museum Swasta, yaitu museum yang didirikan dan diselenggarakan oleh

    perseorangan.

    7. Kecenderungan Bentuk Museum

    Kecenderungan arsitektur museum dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu

    menggunakan bangunan berbentuk seperti kuil klasik Eropa, menggunakan

    bangunan historis atau cagar budaya, serta menggunakan bangunan baru yang

    atraktif.

  • a. Kuil

    Pada masa perkembangan museum secara masif pada sekitar abad ke-18,

    terdapat kecenderungan arsitektur museum mengambil bentuk seperti kuil

    Yunani/Romawi, dengan portiko khas di bagian akses masuk. Tiang-tiang besar

    menyangga arsitraf dan timpanon segitiga. Kecenderungan ini boleh jadi karena

    merupakan gaya bangunan yang sedang trend pada saat itu sebagai bangunan

    formal, akan tetapi dapat juga karena museum awalnya adalah bagian dari kuil

    tempat meletakkan benda-benda untuk dewi-dewi kesenian.

    Museum dengan arsitektur semacam ini antara lain adalah British Museum

    di London. Di Indonesia, Museum Nasional atau Museum Gajah di Jakarta juga

    menggunakan bangunan neo-klasik yang secara khusus disebut sebagai Indische

    Empire Style.

    Tidak hanya itu, di Mojokerto, Jawa Timur, Maclaine Pont mendesain

    museum untuk menyimpan arca dan berbagai temuan purbakala dengan gaya

    kuil, yaitu candi gaya Jawa Timur. Pintu gerbang dengan gaya Klasik Indonesia

    memberi akses kepada bangunan kecil dari museum, yang koleksi di dalamnya

    ditata seperti candi: arca utama diletakkan di bagian tengah, berbagai arca lain

    ditata di sekelilingnya lengkap dengan beberapa relief dari masa Klasik Indonesia.

    Gambar. Museum di Mojokerto karya Maclaine Pont. Fasad menampakkan ciri candi Jawa Timur.

    Sumber: Foto koleksi Tropenmuseum.

    b. Bangunan Bersejarah

    Setidaknya di Indonesia terdapat kecenderungan untuk menggunakan

    bangunan bersejarah sebagai museum. Misalnya adalah Museum Joang 45 di

    Kramat Raya Jakarta dan Museum Benteng Vredeburg di Yogyakarta. Beberapa isu

  • dapat dikaitkan dengan penggunaan bangunan bersejarah, antara laina dalah

    konservasi dan makna.

    Dari sisi konservasi, terdapat 1964 International Charter for the

    Conservation and Restoration of Monuments and Sites yang dikenal sebagai The

    Venice Charter, dari Unesco. Sementara itu, di Indonesia terdapat Undang-

    Undang Cagar Budaya tahun 2010. Piagam dan peraturan tersebut melandasi arah

    penggunaan atau pengembangan bangunan cagar budaya, termasuk di dalamnya

    adalah penggunaan sebagai museum.

    Do not let us deceive ourselves it is impossible, as impossible as to raise

    the dead, to restore anything that has ever been great or beautiful in

    architecture That spirit which is given only by the hand and eye of the workman

    can never be recalled And as for direct and simple copying, it is palpably

    impossible. What copying can there be of surfaces that have been worn half an

    inch down? The whole finish of the work was in the half inch that is gone.

    John Ruskin, 1849. The Lamp of Memory

    Salah satu kasus yang menarik untuk dipelajari adalah restorasi Neues

    Museum di Berlin. Bangunan ini hancur pada Perang Dunia II. Setelah melalui

    perdebatan panjang (yang juga menghasilkan status Warisan Dunia bagi

    Museumsinsel, yaitu lokasi tempat Neues Museum berada), akhirnya David

    Chipperfield (arsitek) dan Jullian Harrap (konservator) merestorasi bangunan

    antara tahun 1997-2009. Akan tetapi mereka tidak melakukan dengan

    mengembalikan ke kondisi sebelum rusak. Berbagai bagian bangunan tersisa

    dibiarkan berdiri dan struktur-struktur baru digunakan untuk menggenapi yang

    hilang. Chipperfield menyatakan bahwa:

    This is a complete reconstruction, and we took the original building very

    much into account. It was important for us to not destroy any of the remaining

    original fragments.

  • Menurutnya, arsitektur juga bagian dari cara kita bercerita. Dia ingin

    memberikan kesempatan kepada sejarah untuk mengekspresikan dirinya dengan

    memperlihatkan jejak dari Perang Dunia II dalam konteks baru.

    Architecture is a method of storytelling, and making new versions of

    something that once existed is against his principles.

    c. Bangunan khusus untuk museum

    Banyak bangunan yang sengaja dibuat untuk museum. Umumnya bangunan-

    bangunan tersebut menggunakan gaya yang trend pada masa itu, atau justru

    menggunaan unsur-unsur lama. Museum Nasional Jakarta manggunakan

    bangunan yang khusus dibuat, juga Museum Sonobudoyo di Yogyakarta. Museum

    Sonobudoyo mengunakan gaya rumah jawa, meski pada masa tersebut juga

    berkembang bangunan-bangunan modern a la Barat.

    d. Monumen & Memorial

    Setelah Perang Dunia banyak monumen yang juga digunakan sebagai

    museum. Di Indonesia terdapat Monumen Nasional yang menyimpan diorama

    dan pernah menyimpan bendera pusaka, Monumen Yogya Kembali yang

    menyimpan juga berbagai benda asli dan replika berkait dengan peristiwa Yogya

    Kembali.

    Bangunan monumen biasanya tidak berbentuk gedung, melainkan tugu dan

    sebangsanya, sementara memorial sering melibatkan gedung, meskipun

    keduanya tidak mutlak berbentuk demikian.

    e. Bangunan Modern & Postmodern

    Bangunan (Super) Modern menjadi trend arsitektur museum pada saat ini. Di

    Indonesia terdapat antara lain Museum Tsunami Aceh karya M. Ridwan Kamil.

    Beberapa arsitek ternama dunia yang merancang berbagai bangunan museum

    antara lain adalah Frank Llyod Wright (Solomo R. Guggenheim, N.Y.C., 1959),

    Daniel Libeskind (Denver Art Museum, 2006, dan Jdisches Museum, Berlin,

    2001), Rem Koolhaas (Ruhrmuseum, Essen, 2010; Seoul National University

    Museum of Art, 2005), Frank Gehry (Weisman Art Museum, Minneapolis, 1993,

    dan The Guggenheim Museum Bilbao, Spanyol, 1997), I.M. Pei (Louvres Pyramid,

    1989 dan Deutsches History Museum, Berlin 2003), serta Renzo Piano (Centre

    Pompidou, Paris, 1977).

  • Gambar Centre Pompidou Sumber: http://sektiadi.staff.ugm.ac.id/2014/06/arsitektur-museum/

    Larry Flynn (2002) mengemukakan adanya tujuh trend dalam perancangan

    museum saat ini (atau tepatnya sekitar lima belas tahun yang lalu ).

    Menurutnya, sekarang berkembang 1) Museum structure as artwork and

    attractor, 2) Greater emphasis on retail space and restaurants, 3) Grand halls for

    hosting events, 4) Flexible gallery space for travelling exhibits, 5) More outdoor art

    and landscaping, 6) Hardwiring for technology, dan 7) Parking as a top priority.

    8. Persyaratan Ruang Museum

    Persyaratan ruang disni dititikberatkan pada ruang pamer sebagai fungsi

    utama dari museum. Beberapa persyaratan teknis ruang pamer adalah sebagai

    berikut:

    a. Pencahayaan dan Penghawaan

    Menurut Imelda Akmal dalam bukunya yang berjudul Lighting,

    Penerangan memegang peranan penting dalam desain bangunan, baik dari segi

    fungsi maupun estetika. Penerangan yang terencana dengan baik dan saksama

    dapat menampilkan kelebihan desain arsitektur dan interior sekaligus

    menciptakan keindahan atmosfer ruang.

    Menurut Arthur Rosenblat dalam buku berjudul Building Type Basics for

    Museums, tujuan dari arsitektural dan tampilan pencahayaan adalah

    menyediakan sebuah keadaan yang mempertemukan baik antara kebutuhan

    visual pengunjung museum dan kebutuhan konservasi dari koleksi.

  • Dalam buku ini, pencahayaan sebaiknya:

    Membantu untuk membentuk konteks dan gaya dari bangunan

    romantis dengan memperindah detail-detail penting arsitektural sementara

    mencari untuk memperoleh sebuah respon emosional dari pengunjung.

    Mengenali bahwa sebuah ruang bertujuan untuk dilihat sebagai

    sesuatu yang agung atau romantis melibatkan sebuah pendekatan berbeda dari

    satu desain sebagai efisien atau modern.

    Sumber-sumber cahaya-cahaya yang bergabung untuk warna-warna

    mereka dan kemampuan untuk menyoroti objek dan permukaan-permukaan, dan

    sumber-sumber cahaya yang berpendar agar tahan lama dan efisien.

    Kebutuhan dan sistem pencahayaan akan berbeda menyesuaikan fungsi

    ruang dan jenis display. Sebagai contoh, sebuah museum sejarah alam mungkin

    hanya perlu distribusi umum minimal sementara pada kasus eksibisi diberikan

    pencahayaan pada display. Pada ruang eksterior, pencahayaan ruang luar dapat

    digunakan untuk mendramatisir dan memperlihatkan tampilan museum.

    Kerusakan akibat cahaya bersifat kumulaltif dan tidak terhindarkan. Energi

    cahaya mempercepat kerusakan. Energi ini dapat menaikkan suhu permukaan

    benda dan dengan demikian menciptakan iklim-mikro dengan berbagai tingkat

    kelembaban relatif dan reaktivitas kimia. Pencahayaan dapat menyebabkan

    koleksi memudar, gelap, dan mempercepat penuaan.

    Cahaya yang terlihat adalah kombinaso dari berkas cahaya merah, jingga,

    kuning, hijau, biru, dan ungu. Panjang gelombang cahaya ini adalah kisaran biru

    hingga akhir dari spektrum ultraviolet memiliki energi lebih dan dapat llebih

    merusak objek.

    Karena tidak satupun sinar ultraviolet (UV) atau inframerah (IR) yang bolej

    mempengaruhi tampilan, keduanyaharus dihilangkan sepenuhnya dari area

    pameran, area penyimpanan koleksi, dan area penanganan. Dua sumber utama

    sinar UV adalah sinar matahari (pencahayaan alami) dan lampu (pencahayaa

    buatan).

  • Pencahayaan Alami

    Untuk tipologi fungsi museum, pencahayaan dan penghawaan merupakan

    aspek teknis utama yang perlu diperhatikan untuk membantu memperlambat

    proses pelapukan dari koleksi. Untuk museum dengan koleksi utama kelembaban

    yang disarankan adalah 50% (RH) dengan suhu 24C-26C. Intensitas cahaya yang

    disarankan sebesar 50 lux dengan meminimalisir radiasi ultra violet. Beberapa

    ketentuan dan contoh penggunaan cahaya alami pada museum adalah sebagai

    berikut:

    Gambar. Ruang Peragaan dan Pencahayaan yang baik berdasarkan percobaan di Boston.

    Sumber: Data Arsitek

    Gambar. Ruang yang Memiliki Pencahayaan Ideal dengan Pencahayaan dari Dua Sisi, dikembangkan oleh D. Hurst Seager.

    Sumber: Data Arsitek

  • Gambar. Teknik Pencahayaan Alami Sumber: Time Saver Standard

    Perancang museum yang paling profesional lebih menghargai penyajian dan

    pelestarian koleksi mereka diatas segala manfaat arsitektural pencahayaan alami yang

    melimpah pada area koleksi. Terlalu banyak cahaya dan panjang gelombang tertentu

    mampu menyebabkan kerusakan yang nyata pada koleksi-koleksi yang tidak tergantikan.

    Pencahayaan Buatan

    Pencahayaan buatan lebih baik dari pada pencahayaan alami agar tidak merusak,

    cahaya buatan harus tetap dimodifikasi pada iluminasi (tingkat keterangan cahaya)

    tertentu, untuk mengurangi radiasi sinar ultraviolet.

    Ruang Material Tingkatan Cahaya (FC)

    Pameran (sangat sensitif) Benda-benda dari kertas, hasil print, kain, kulit,

    berwarna

    5-1-

    Pameran (sensitif) Lukisan cat minyak, dan tempera, kayu

    15-20

    Pameran (kurang sensitif) Kaca, batu, keramik, logam 30-50

    Penyimpanan Barang Koleksi

    5

    Penanganan Barang Koleksi 20-50

    Gambar. Tingkat Cahaya Ruang Museum Sumber: Tugas Akhir Museum Budaya di Pontianak

    Ruang pameran biasanya memiliki susunan track lighting berkualitas tinggi yang

    fleksibel. Tata letak akhir harus mempertimbangkan lokasi dinding non permanen. Tata

    letak track lighting harus mengakomodasi letak dinding permanen dan dinding non

    permanen:

  • Sudut yang diukur mulai dari titik di dinding dan 5-kaki 4-inci di atas lantai

    (yang merupakan rata-rata eye-level untuk orang dewasa) harus antara 45 dan

    75 (ke atas) dari bidang horizontal ke posisi lampu.

    Untuk dinding permanen, sudut yang ideal bisanya antara 65-75.

    Semakin sensitif material koleksi, semakin sedikit pencahayaan yang perlu

    disediakan.

    Gambar. Teknik Pencahayaan Buatan pda Ruang Pamer Sumber: Time Saver Standard

    b. Ergonomi dan Tata Letak

    Untuk memudahkan pengunjung dalam melihat, menikmati, dan

    mengapresiasi koleksi, maka perletakan peraga atau koleksi menjadi sangat

    penting. Berikut standar-standar perletakan koleksi di ruang pamer museum:

  • Gambar. Standar Peletakan Koleksi Sumber: Data Arsitek

    Gambar. Standar Peletakan Koleksi Sumber: Data Arsitek

    Untuk pameran dengan pencahayaan dari samping, tinggi tempat

    gantungan yang baik antara 30 dan 60, dengan tinggi ruang 6,7 meter dan tinggi

    ambang 2130 untuk lukisan atau 3400-3650 untuk meletakkan patung. Sedangkan

    ketentuan luasan yang dibutuhkan untuk beberapa macam koleksi antara lain,

    lukisan 3-5m luas dinding, patung 6-10 m luas dinding, dan 1 m ruang lemari

    kabinet untuk koleksi berupa kepingan per keping 400 keping.

  • c. Jalur Sirkulasi di Dalam Ruang Pamer

    Jalur sirkulasi di dalam ruang paemr terutama harus mendukung

    penyampaian infomasi, membantu pengunjung memahami dan berapresiasi

    terhadap esensi pameran. Penentuan jalur sirkulasi nantinya akan bergantung

    pada runtutan cerita yang ingin disampaikan dalam pameran dan pencapaian

    yang ingin disampaikan untuk dirasakan pengunjung. Berikut beberapa contoh

    jalur sirkulasi yang digunakan untuk membantu pembentukan sequence dan alur

    informasi yang ingin disampaikan:

    Gambar. Pilihan Jalur Sirkulasi pada Ruang Pamer Sumber: Data Arsitek

    d. Standar Visual Objek Pamer

    Galeri dan ruang pameran harus merupakan sebuah lingkungan visual

    yang murni, tanpa kekacauan visual (termostat, alat pengukur suhu/kelembaban,

    alat pemadam kebakaran, akses panel, signage, dll). Bahan permukaan display

    tidak boleh dapat teridentifikasi (secara pola atau tekstur). Permukaannya harus

    dapat dengan mudah di cat, sehingga warna dapat diatur menyesuaikan setiap

    pameran.

    Dinding display dengan tinggi minimal 12 kaki diperlukan sebagian besar

    galeri museum seni baru, namun museum yang didedikasikan untuk seni

    kontemporer harus memiliki langit-langit lebih tinggi, 20 kaki adalah ketinggian

    yang cukup fleksibel.

  • Gambar. Pilihan Jalur Sirkulasi pada Ruang Pamer Sumber: Time Saver Standard

    e. Persyaratan Ruang

    Ruang untuk memperagakan hasil karya seni, benda-benda budaya dan

    ilmu pengetahuan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    Benar-benar terlindung dari pengrusakan, pencurian, kebakaran,

    kelembaban, kekeringan, cahaya matahri langsung, dan debu.

    Setiap peragaan harus mendapat pencahayaan yang baik (untuk kedua

    bidang tersebut) ; biasanya dengan membagi ruang sesuai dengan

    koleksi yang ada menurut :

    Benda koleksi untuk studi (mis : mengukir, menggambar)

    diletakkan dalam kantong kantongnya dan disimpan di dalam

    lemari (dilengkapi laci-laci) kira-kira berukuran dalam 800 dan

    tinggi 1600.

    Benda koleksi untuk pajangan mis : lukisan, lukisan dinding,

    patung, keramik, furniture. ( Sumber: Ernst Neufert, hlm. 135).

    9. Persyaratan Elemen pendukung Museum Lainnya

    a. Temperatur/Kelembaman

    Kondisi tempat yang terlalu kering atau telalu lembab dapat berpengaruh

    buruk dan merusak benda koleksi. Oleh karena itu, beberapa benda koleksi harus

    diperhitungkan dan dijaga kelembamannya, bahkan perlu juga diperhitungkan

    intensitas panas yang ditimbulkan dari pencahayaan buatan (lighting). Suhu dan

    kelembaban yang optimum tidak hanya diterapkan pada ruang pamer saja,

  • melainkan juga pada ruang storage (penyimpanan koleksi) dan ruang konservasi.

    (New Metric Hand Book, Museum and Galleries)

    b. Penghawaan

    Museum yang baik sebaiknya tetap menerapkan penghawaan alami.

    Perwujudannya biasa melalui perletakkan jendela (croo ventilation). Sedangkan

    untuk tujuan pemeliharaan objek benda pameran, sebaiknya menggunakan AC

    karena dapat mengatur temperatur dan kelembaban yang diinginkan. L ini

    tentunya tergantung oleh bahan objek pameran tersebut, apakah peka terhadap

    kelembaban atau tidak. (Smita J. Baxi Vinod p. Dwivedi, modern museum,

    Organization and partice in India, New Delhi, Abinar publications, hal 34)

    c. Akustik

    Akustik bervariasi pada setiap museum. Akustik pada tiap ruang haruslah

    nyaman bagi perorangan maupun kelompok. Sangat penting bagi pembimbing tur

    agar dapat didengar oleh kelompoknya tanpa mengganggu pengunjung lainnya.

    Beberapa ruangan untuk fungsi tertentu seperti ruang pertemuan, orientasi,

    auditorium (atau teater) harus dirancang oleh ahlinya.

    Ruang lainnya, seperti area sirkulasi utama dan ruang pameran

    memerlukan penataan akustik tertentu untuk mencegahnya menjadi terlalu

    hidup sehingga emrusak pengalaman yang ingin diciptakan museum.

    d. Keamanan

    Operasi museum harus dibuat aman seluruhnya, bukan hanya oleh sistem

    para penjaga aktif dan sistem elektronik, tetapi juga oleh rancangan dan tata letak

    yang sesuai. Semua aspek dari museum harus di rancang untuk menjaga

    keamanan koleksi. Koleksi harus dilindungi dari kerusakan , pencurian, dan

    penyalahgunaan. Ini berlaku bagi pengunjung, staf penanganan, dan staf

    keamanan.

    Museum hanya boleh memiliki satu pintu masuk umum dan biasanya pintu

    masuk staf yang terpisah (meskipun hal ini tergantung pada ukuran museum).

    Prioritasnya adalah koleksi keamanan, yang berbeda dari standar keamanan

    gedung-gedung pada umumnya.

    Lima zona keamanan yang harus dipikirkan:

    Zona 1: Keamanan Tertinggi Penyimpanan Koleksi

  • Zona 2: Kemanan Tinggi Koleksi tanpa akses publik

    Zona 3: Keamanan Tinggi Koleksi dengan akses publik

    Zona 4: Aman Tanpa koleksi/akses pubik

    Zona 5: Aman Akses publik yanpa koleksi

    Rancangan arsitektur harus menyediakan sebuah organisasi yang

    menggabungkan zona-zona keamanan ini dan operasi yang efisien. Berbagai

    aspek dari desain bangunan dan konstruksi juga terlibat dalam memuaskan

    kebutuhan keamanan. Ini termasuk desain HVAC, pintu, dan perangkat keras,

    konstruksu dinding, konstruksi atap dan skylight.

    e. Sistem Elektrikal

    Sumber tenaga listrik dalam site mengandalkan sumber tenaga PLN dan

    sebagai cadangan adalah generator set.

    f. Sistem Keamanan dan Bahaya Kebakaran

    Sistem keamanan untuk tindakan kejahatan dan pencurian pada museum

    yaitu penempatan kamera pengawas/CCTV, sedangkan untuk bahaya kebakaran

    menggunakan sprinkler system, smoke and heat detector.

    Fire Protection

    Pelestarian dan pengelolaan koleksi museum dari bahaya api memerlukan

    sistem deteksi kebakaran dan sistem penekanan yang memanfaatkan alat deteksi

    peringatan dini untuk perlindungan yang maksimal. Perlindungan dan pelestarian

    tersebut sangat penting untuk misi museum.

    Sistem ini harus diintegrasikan dengan sistem keamanan untuk

    melaporkan alarm serta kondisi yang dapat menyebabkan alarm pada waktunya

    untuk tindakan korektif oleh staf terlatih. Perlindungan paling efektif adalah

    proteksikebakaran otomatis (sprinkler) di seluruh sistem. Namun, banyak

    profesional museum yang tidak menggunakan sistem seperti itu, karena takut

    kerusakan akibat air yang disebabkan oleh mesin digerakkan, kebocoran, dan

    alarm palsu.

    g. Sistem Plumbing/Perpipaan

    Sistem plumbing/perpipaan, termasuk letak arsitektural toilet, harus

    menghindari kerusakan koleksi yang disebabkan oleh kebocoran dan penguapan,

  • Semua sistem perpipaan harus diarahkan naik dan mengalir melalui dan di

    atas koridor layanan atau daerah non-koleksi saja. Tidak boleh ada pipa saluran air

    apapun, dan drainase atap harus dialihkan melalui atau di atas area yang

    mengandung koleksi atau area pameran. Tidak boleh ada pipa saluran air atau

    drainase perpipaan di setiap tempat penyimpanan koleksi.

    10. Sistem Struktur

    Pemilihan sistem struktur menyesuaikan dengan tuntutan bentuk,

    kebutuhan ruang dan persyaratan yang ada, yaitu:

    Sistem berperan sebagai pendukung beban bangunan, baik beban mati

    maupun hidup

    Memenuhi persyaratan kekuatan, keawetan dan persyaratan teknis

    lainnya

    Menguntungkan baik ditinjau dari segi perancangan, pelaksanaan dan

    perawatan.

    11. Kesimpulan:

    a. Objek Rancang Bangun (ORB) sesuai dengan fungsi museum menurut PP

    No. 19 tahun 1995: dalam Pedoman Museum Indonesia, 2008, yaitu:

    sebagai tempat pelestarian dan sebagai sumber informasi.

    b. Objek Rancang Bangun (ORB) sesuai dengan fungsi museum menurut

    ICOM, yaitu: sebagai Pengumpul dan pengaman warisan alam dan

    kebudayaan, Dokumentasi dan penelitian ilmiah, Konservasi dan

    preservasi, Penyebaran dan peemrataan ilmu untuk umum, Pengenalan

    dan penghayatan kesenian, Visualisasi warisan, Cermin pertumbuhan

    peradaban umat manusia, dan Pembangkit rasa bertakwa dan bersyukur.

    c. Aktivitas yang diwadahi antara lain:

    Kegiatan komunikasi visual dengan karya yang dipamerkan

    Kegiatan perpustakaan

    Kegiatan sharing (seminar, talkshow, dll)

    Kegiatan pengelola

  • Kegiatan bersifat konservasi dan preservasi

    Kegiatan servis.

    d. Ruang-ruang utama pada ORB adalah:

    Museum

    Workshop

    Perpustakaan

    Kafe

    Ruang pengelola.

    e. ORB tergolong pada jenis museum sebagai berikut:

    Berdasarkan koleksi tergolong museum khusus

    Berdasarkan kedudukan tergolong museum nasional

    Menurut ICOM tergolong museum seni, museum nasional, dan

    museum khusus

    Menurut penyelenggaranya tergolong museum pemerintah

    f. Bentuk museum memiliki kecenderungan pada bentuk museum modern.

    g. Ruang-ruang pada obyek rancang bangun disesuaikan dengan standar-

    standar internasional yang disesuaikan dengan bentuk massa, yaitu dalam

    segi: pencahayaan dan penghawaan, ergonomi dan tataletak, jalur sirkulasi

    ruang pamer, standar visual objek pamer, temperatur/kelembaban ruang,

    akustik ruang, sistem struktur, dan sistem utilitas.

    B. Film Nasional

    1. Pemahaman Film Nasional

    Berikut merupakan beberapa pengertian dari kata film, yaitu:

    a. Selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang

    akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan di

    bioskop). (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999)

    b. Berkenaan atau berasal dari bangsa sendiri. (Tim Penyusun Kamus Pusat

    Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1999)

    c. Pengertian umum film adalah jalinan pita gambar yang kemudian bergerak

    dan diproyeksikan, karenanya makan disebut gambar hidup atau motion picture.

  • Film erat kaitannya dengan kehidupan manusia baik sebagai produk kebudayaan,

    media komunikasi pembangunan, alat pengutara seni, maupun sebagai sarana

    pembina generasi muda.(Laporan Penelitian, Pengamatan, Perkembangan Priduksi

    Film Nasional, Proyek Penelitian dan Pengembangan Penerangan Departemen

    Penerangan - Republik Indonesia, Jakarta, 1980-1981.)

    d. Film adalah sebuah karya seni budaya yang merupakan suatu pranata sosial

    dan media komunikasi massa yang dibuat berdasar atas kaidah sinematografi dengan

    atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. (UU Nomor 33 Tahun 2009 Tentang

    Perfilman)

    e. Film adalah suatu alat untuk menyampaikan berbagai pesan kepada khalayak

    umum melalui media cerita. Film juga diartikan sebagai media ekspresi artistik bagi

    para seniman dan insan perfilman untuk mengungkapkan gagasan dan ide cerita

    yang dimilikinya. (Wibowo)

    f. Sinematografi (dari bahasa Yunani: kinema - "gerakan" dan graphein -

    "merekam") adalah pengaturan pencahayaan dan kamera ketika merekam gambar

    fotografis untuk suatu sinema.

    g. Tiga elemen penting yang mempengaruhi dalam pembuatan film :

    o Gambar

    o Gaya

    o Cahaya

    2. Film Nasional

    Film erat kaitannya dengan kehidupan manusia baik sebagai produk

    kebudayaan, media komunikasi pembangunan, alat pengutara seni, maupun sebagai

    sarana pembina generasi muda.

    Menurut Laporan Penelitian, Pengamatan, Perkembangan Produksi Film

    Nasional, Proyek Penelitian dan Pengembangan Penerangan Departemen

    Penerangan Republik Indonesia tahun 1980-1981, Film sebagai produk kebudayaan

    berarti nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia, baik berupa hasil cipta, rasa, dan

    karsa serta karya ternyata masih belum banyak digali dan ditampilkan oleh film-film

    kita.

  • Film-film yang banyak diproduksi kebanyakan menyampaikan aspek pesan

    tentang keindahan, kesuburan, kekayaan alam Indonesia. Sedangkan aspek lainnya

    seperti kesenian daerah, adat istiadat, belum banyak dibuat. Padahal dari aspek

    inilah banyak digali ide tema cerita dilm sehingga perannya sebagai produk

    kebudayaan lebih terasa.

    Film sebagai media komunikasi pembangunan berarti keikutsertaan film-film kita

    dalam menyebarluaskan informasi tentang kegiatan pembangunan fisik dan hasil-

    hasil yang dicakup cukup menonjol, namun demikian pesan kultural edukatif yang

    menyangkut bidang mental dan spiritual masih perlu ditingkatkan.

    Film sebagai alat pengutara seni berarti suatu karya film dianggap baik dalam hal

    pengutara seni bila mengumpuljan nilai baik dari segi tekni pengambila gambarnya,

    penyutradaraannya, pemaduan gambar dan suara, penggarapan alur cerita, editting,

    dan penampilan pemainnya.

    Film sebagai sarana pembinaan generasi muda berarti suatu produksi film yang

    menyampaikan pesan-pesan yang spesifik kepada generasi muda, dalam hal ini

    produksi film kita sudah cukup baik, namun masih perlu ditingkatkan.

    3. Sejarah Film Nasional

    Perfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi raja di

    negara sendiri pada tahun 1980-an, ketika film Indonesia merajai bioskop-bioskop

    lokal. Film-film yang terkenal pada saat itu antara lain, Catatan si Boy, Blok M dan

    masih banyak film lain. Bintang-bintang muda yang terkenal pada saat itu antara lain

    Onky Alexander, Meriam Bellina, Lydia Kandou, Nike Ardilla, Paramitha Rusady, Desy

    Ratnasari.

  • Gambar. Poster Film Kugadaikan Cintaku (kiri), Poster Film Blok M (kanan) Sumber: http://id.wikipedia.org/

    Gambar. Artis-artis Indonesia: Onky Alexander (kiri), Meriam Bellina (tengah), Lydia Kandou (kanan)

    Sumber: http://id.wikipedia.org/

    Gambar. Artis-artis Indonesia: Paramitha Rusady (kiri), Desy Ratnasari (tengah), Nike Ardilla(kanan)

    Sumber: http://id.wikipedia.org/

    Pada tahun-tahun itu acara Festival Film Indonesia masih diadakan tiap tahun

    untuk memberikan penghargaan kepada insan film Indonesia pada saat itu. Tetapi

    karena satu dan lain hal perfilman Indonesia semakin jeblok pada tahun 90-an yang

    membuat hampir semua film Indonesia berkutat dalam tema-tema yang khusus

  • orang dewasa. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di

    negara sendiri. Film-film dari Hollywood dan Hong Kong telah merebut posisi

    tersebut.

    Hal tersebut berlangsung sampai pada awal abad baru, muncul film Petualangan

    Sherina yang diperankan oleh Sherina Munaf, penyanyi cilik penuh bakat Indonesia.

    Film ini sebenarnya adalah film musikal yang diperuntukkan kepada anak-anak. Riri

    Riza dan Mira Lesmana yang berada di belakang layar berhasil membuat film ini

    menjadi tonggak kebangkitan kembali perfilman Indonesia. Antrian panjang di

    bioskop selama sebulan lebih menandakan kesuksesan film secara komersil.

    Gambar. Poster Film Petualangan Sherina Sumber: http://id.wikipedia.org/

    Gambar. Aktris Sherina Munaf Sumber: http://id.wikipedia.org/

  • Gambar. Produser Petualangan Sherina: Riri Reza (Kiri), Mira Lesmana (Kanan Sumber: http://id.wikipedia.org/

    Setelah itu muncul film film lain yang lain dengan segmen yang berbeda-beda

    yang juga sukses secara komersil, misalnya film Jelangkung yang merupakan tonggak

    tren film horor remaja yang juga bertengger di bioskop di Indonesia untuk waktu

    yang cukup lama. Selain itu masih ada film Ada Apa dengan Cinta? yang

    mengorbitkan sosok Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra ke kancah perfilman

    yang merupakan film romance remaja. Sejak saat itu berbagai film dengan tema

    serupa yang dengan film Petualangan Sherina (film oleh Joshua, Tina Toon), yang

    mirip dengan Jelangkung (Di Sini Ada Setan, Tusuk Jelangkung), dan juga romance

    remaja seperti Biarkan Bintang Menari, Eiffel I'm in Love. Ada juga beberapa film

    dengan tema yang agak berbeda seperti Arisan! oleh Nia Dinata.

    Gambar. Poster Film Jelangkung Sumber: http://id.wikipedia.org/

  • Gambar. Poster Ada Apa dengan Cinta Sumber: http://id.wikipedia.org/

    Gambar. Poster Film Eiffel Im in Love Sumber: http://id.wikipedia.org/

    Selain film-film komersil itu juga ada banyak film film nonkomersil yang berhasil

    memenangkan penghargaan di mana-mana yang berjudul Pasir Berbisik yang

    menampilkan Dian Sastrowardoyo dengan Christine Hakim dan Didi Petet. Selain dari

    itu ada juga film yang dimainkan oleh Christine Hakim seperti Daun di Atas Bantal

    yang menceritakan tentang kehidupan anak jalanan. Tersebut juga film-film Garin

    Nugroho yang lainnya, seperti Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, juga ada film

    Marsinah yang penuh kontroversi karena diangkat dari kisah nyata. Selain itu juga

    ada film film seperti Beth, Novel tanpa huruf R, Kwaliteit 2 yang turut serta

    meramaikan kembali kebangkitan film Indonesia. Festival Film Indonesia juga

    kembali diadakan pada tahun 2004 setelah vakum selama 12 tahun.

  • Gambar. Poster Film Pasir Berbisik

    Sumber: http://id.wikipedia.org/

    Gambar. Poster Film Daun di Atas Bantal (kiri), Poster Film Marsinah (Kanan) Sumber: http://id.wikipedia.org/

    Gambar. Poster Film Beth (kiri), Poster Film Novel tanpa Huruf R (Kanan) Sumber: http://id.wikipedia.org/

  • Saat ini dapat dikatakan dunia perfilman Indonesia tengah menggeliat bangun.

    Masyarakat Indonesia mulai mengganggap film Indonesia sebagai sebuah pilihan di

    samping film-film Hollywood. Walaupun variasi genre filmnya masih sangat terbatas,

    tetapi arah menuju ke sana telah terlihat.

    4. Genre Film

    Genre film adalah bentuk, kategori atau klasifikasi tertentu dari beberapa film

    yang memiliki kesamaan bentuk, latar, tema, suasana dan lainnya.

    Beberapa genre film utama:

    - Aksi: Jenis film yang mengandung banyak gerakan dinamis para aktor dan aktris

    dalam sebagian besar adegan film, seperti halnya adegan baku tembak, perkelahian,

    kejar mengejar, ledakan, perang dan lainnya.

    - Petualangan: Jenis film yang menitik beratkan pada sebuah alur petualangan yang

    sarat akan teka teki dan tantangan dalam berbagai adegan film.

    - Komedi: Jenis film yang dipenuhi oleh adegan komedi dan lelucon sebagai benang

    merah alur cerita film.

    - Kriminal: Crime adalah Jenis film yang menampilkan skenario kejahatan kriminal

    sebagai inti dari keseluruhan film.

    - Drama: Drama adalah Jenis film yang mengandung sebuah alur yang memiliki

    sebuah tema tertentu seperti halnya percintaan, kehidupan, sosial, dan lainnya

    - Sejarah: Jenis film yang mengandung cerita masa lalu sesuai dengan kejadian dan

    peristiwa yang telah menjadi sebuah sejarah.

    - Biografi: Jenis film yang mengulas sejarah, perjalanan hidup atau karir seorang

    tokoh, ras dan kebudayaan ataupun kelompok.

    - Fantasi: Jenis film yang penuh dengan imajinasi dan fantasy.

    - Horor: Jenis film yang berisi tentang kejadian mistis dan berhubungan dengan

    kejadian-kejadian yang menyeramkan dan menakutkan sebagai nyawa dari film

    tersebut.

    - Musikal: Jenis film yang berkaitan dengan musik.

    - Sains fiksi: Jenis film fantasi imajinasi pengetahuan khususnya yang bersifat exact

    yang dikembangkan untuk mendapatkan dasar pembuatan alur film yang

    menitikberatkan pada penelitian dan penemuan-penemuan teknologi.

    - Perang: Jenis film yang sesuai dengan kategorinya yaitu memiliki inti cerita dan latar

    belakang peperangan.

  • - Dokumenter: Jenis film yang berisi tentang kejadian dan peristiwa yang terjadi

    secara nyata.

    - Thriller: Jenis film yang penuh dengan aksi menegangkan dan mendebarkan dan

    biasanya tipe alur ceritanya biasanya berupa para jagoan yang berpacu dengan

    waktu, penuh aksi menantang, dan mendapatkan berbagai bantuan yang kebetulan

    sangat dibutuhkan yang harus menggagalkan rencana-rencana kejam para penjahat

    yang lebih kuat dan lebih lengkap persenjataannya.

    5. Production House Indonesia

    Berikut merupakan daftar Production House yang cukup ternama dan menghasilkan

    film-film terkenal di Indonesia:

    AVICOM

    BOLA DUNIA

    DIWANGKARA CITRA

    SUARA/ELANG

    PERKASA FILM

    Indika Era Mandiri

    INTERCINE FILM

    KARNOS FILM

    LENZA FILM

    MD PRODUCTION

    MILES PRODUCTION

    Millenium Visitama

    FILM

    MULTIVISION PLUS

    RAPI Film

    PEARSON TV

    PERSARI Film

    Prima Entertainment

    Ruko Green Garden

    SINEMART

    SORAYA INTERCINE

    FILM

    STARVISION

    REVO FILMS

    PT Hadi Cinema Putra

    MD ENTERTAINMENT

    NET FILMS

    SINEMART & LENZA

    FILM

    RAPI FILMS

    SORAYA INTERCINE

    FILMS (SIF)

    PRIMA

    ENTERTAIMENT

    INDIKA

    ENTERTAINMENT

    MILES PRODUCTIONS

    AVANT GARDE

    PRODUCTIONS

    PT GMM FILMS

    INDONESIA

    PT VISI LINTAS FILM

    KARNOS FILM

    JELITA VISINDO

    PT GENTA BUANA

    PARAMITA

  • PT SHANDHIKA WIDYA

    CINEMA

    REC PRODUCTION

    PT REKA CITA

    PRODUKSI

    SENATAMA

    ENTERTAINMENT

    6. Sutradara Indonesia

    Indonesia mempunyai banyak sekali sutradara film yang cukup berpengalaman

    dan ahli, namun berikut merupakan nama-nama sutradara terbaik Indonesia dimana

    karya-karyanya banyak diminati dan digemari dan memberi value yang baik kepada

    penonton:

    - Riri Reza, karyanya antara lain: Petualangan Sherina, Gie, Untuk Rena, Ada

    Apa dengan Cinta (produser, 3 Hari Untuk Selamanya, dll.

    - Mira Lesmana, karyanya antara lain: Eliana-Eliana, Petualangan Sherina, Ada

    Apa dengan Cinta (produser), Soe Hok Gie, dan lain lain.

    - Deddy Mizwar, karyanya antara lain: Mat Angin, SANG Pengembara, Lorong

    Waktu, Kiamat Sudah Dekat, dll.

    - Diman Djayadiningrat, karyanya antara lain:Tusuk Jalangkung, Bangsal 13, 30

    Hari Mencari Cinta, Catatan Akhir Sekolah, dll

    - Rudianto, karyanya antara lain: Ada Apa dengan Cinta, Bintang Jatuh, Garuda

    di Dadaku 2, dll

    - Rizal Mantovani, karyanya antara lain: 5 cm, Kuntilanak 1,2,3 , Jatuh Cinta

    Lagi, dll.

    - Rano Karno, karyanya antara lain:Si Doel Anak Sekolahan, dll.

    - Hanung Bramantyo, karyanya antara lain: Perempuan Berkalung Sorban,

    Tanda Tanya, Cinta tapi Beda, AyatAyat Cinta, Lentera Nerah, dll.

    7. Kesimpulan:

    Pada ORB, akan ditampilkan perjalanan perfilman nasional, diperlihatkan

    poster-poster jaman dahulu hingga sekarang, diperlihatkan alur ceritanya.

    Disajikan arsip-arsip film dan buku-buku perfilman yang dapat dinikmati di

    perpustakaan.

  • Diberi informasi mengenai aktris, aktor, sutradara, dan berbagai tokoh-tokoh

    perfilman Indonesia.

    Diperlihatkan film-film Indonesia berdasarkan genre dan tahunnya.

    C. Pendekatan Metafora Kombinasi

    1. Pengertian Tema

    Tema adalah suatu pendekatan atau sudut pandang untuk menyelesaikan

    permasalahan, yang kita harus mengetahui betul judul dari latar belakang yang kita

    kemukakan harus memiliki keterikatan logis yang jelas.Berhubungan dengan

    keterkaitan judul, latar belakang, dan Tema Saya menganalogikan suatu Judul lagu

    Punk hari ini yang di bawakan oleh Band Superman Is Dead yang bertema anti Life

    Style atau gaya hidup yang berlebihan, dan dalam penyelesaian masalahnya

    bagaimana Band tersebut membawa, menceritakan, dan menyajikan semenarik

    mungkin sehingga si pendengar tertarik oleh syair yang dibawakan.

    2. Pengertian Metafora

    Bahasa merupakan salah satu cara manusia untuk saling dapat berkomunikasi

    antara satu dengan yang lainnya. Denagn bahasa pula manusia mampu berfikir

    secara abstark terhadap objek- objek yang nyata dengan cara objekobjek tersebut

    ditransformasikan dengan symbol_symbol abstrak. Kenyataannya manusia berfikir

    tentang objek tersebut tidak berada pada saat kegiatan berfikir tersebut dilakukan.

    Metafora merupakan bagian dari bahasa yang digunakan oleh manusia untuk

    menjelaskan sesuatau melalui perbandingan atau suatu persamaan / kemiripan.

    3. Pengertian Arsitektur Metafora

    Menurut Aristotle, metafora adalah memberi nama pada sesuatu yang menjadi

    milik sesuatu yang lain, pemindahan dari genus menjadi spesies, atau dari spesies

    menjadi genus, atau dari spesies menjadi spesies atau pada dasar analogi... bahwa

    dari analogi terdapat empat istilah yang sangat berhubungan, yaitu yang kedua (B)

    menuju yang pertama (A) sebagaimana yang keempat (D) menuju yang ketiga (C),

    untuk itu kemudian secara metafora meletakkan D sebagai pengganti B dan B

    sebagai pengganti D. Aristotle juga mengatakan, Metafora memberi gaya,

  • kejernihan, daya tarik dan berbeda dari yang lain: dan ini bukanlah hal yang

    penggunaannya bisa diajarkan oleh satu orang ke orang yang lain. Dimana

    Aristoteles memberikan dua pengertian terhadap metafora:

    Benda contoh: toko makanan yang sekilas mirip donut, merupakan aplikasi

    dari metafora sebagai benda. Dengan adanya toko makanan, orang ingat

    donut.

    Kegiatan metafora sebagai kegiatan, inilah oleh Abel dijabarkan lebih jauh

    ke dalam arsitektur. (Abel, 1997)

    Dari definisi yang telah dipaparkan oleh Aristotle tersebut, bisa disimpulkan

    bahwa metafora adalah pendefinisian sesuatu dengan sesuatu yang lain atau bisa

    juga dikatakan sebagai bentuk perumpamaan. Arsitektur Metafora adalah

    mengidentifikasikan suatu bangunan arsitektural dengan pengandaian sesuatu yang

    abstrak sehingga setiap pengamat akan mempunyai persepsi masing-masing sesuai

    dengan persepsi yang timbul pada saat pertama kali melihat bangunan tersebut.

    Melalui metafora, imajinasi perancang bisa diuji dan dikembangkan. Mereka yang

    memiliki daya imajinasi yang tinggi tidak akan mengalami kesulitan dalam

    menggunakanmetafora, bahkan metafora akan semakin memperluas dan

    memperdalam daya imajinasi mereka. (Antoniades, 1990)

    Charles Jencks ( The Language of Post Moderen Architecture hal 40 )

    Dalam bukunya The Language Of Post Modern Architecture ( awal tahun

    1970-an ), Charles Jenck menyoba mengaitkan antara bahasa dengan arsitektur,

    anatara lain dengan metafora.

    Dalam Arsitektur, metafora adalah kiasan atau ungkapan bentuk yang

    diwujudkan pad bangunan sehingga akan menimbulkan bebagai persepsi dari yang

    melihatnya.

    Masyarakat dapat mempunyai pandangan tertentu terhadap bentuk

    bangunan yang dilihat dan diamatinya, entah trhadap bentuk keseluruhan atau

    hanya sebagian dari bentuk tersebut.

    ( People invariby see on building in tern of another, or interm of similar object, in

    short as a metaphor )

    (Keanekaragaman dalam melihat suatu bangunan sebagai ssuatau yang lain atau

    mirip dengan suatu objek, di sebut metafora)

  • Paul- Alan Johnson ( Paul Alan Johnson, The History of Architcture hal 428 ):

    ( Metaphor is technique of transferring or transporting a name or description to

    semething as if it were that thing but clearly not )

    ( Metafora adalah tehnik mmindahkan gambaran kepda sesuatu hal, seakan-akan

    benar tetapi sbenarnya bukan )

    Menurut Geoffrey Broadbent :

    ( Transfring figure of speech in wich a name or descriptive term is transferred to

    some object, diferen from but analogous to, that is properly applicable )

    ( Memindahkan gambaran kepada suatu bject yang berbeda tetapi analog )

    Robert Ventury:

    Metafora yang menimbulkan persepsi yang semestinya merupakan tanda

    secara arsitektural dari suatu bangunan secara komunikasi.

    Menurut Anthony C Antoniades (Poetic of Architcture hal 30) terdapat tiga

    kategori Metafora, yaitu :

    Intangible Metaphors (Metafora tidak nyata)

    Metafora yang dipakai berangkat dari konsep, ide, hakekat anusia

    atau dari nilai-nilai seperti Individualisme, Naturalisme, Komunitas, Tradisi,

    dan Kebudayaan.

    Tangible Metaphors ( Metafora Nyata)

    Metafora yang berangkat dari hal-hal yang visual serta spesifikasi atau

    karakter tertentu dari suatu benda seperti rumah sebagai puri.

    Combined Metaphors

    Merupakan gabungan Intangible Metaphors dan Tangible Metaphors

    dengan membandingkan objek fisual dengan yang lain mempunyai

    persamaan nilai atau konsep, dimana bentuk visual nya dapat dipakai sebagai

    acuan kreatifitas perancangnya.

    Keberhasilan penerapan Metafora pada Arsitektur dinilai dari tingkat

    kesamaran dalam menggali sumber inspirasi suatu bangunan, semakin

    tersamar, dan menimbulkan persepsi yang lain maka semakin tersamar dan

    menimbulkan pertsepsi yang lain maka semakin berhasil metaforanya.

  • 4. Kegunaan Dari Penerapan Metafora

    Mempengaruhi pengertian orang terhadap suatu objek yang kemudian

    dianggap belum atau suatu hal yang tidak dapat dimengerti.

    Dapat menimbulkan interpretasi-interpretasi yang lain dari orang yang

    mengamatinya.

    Menyebabkan pengamat memandang suatu objek dari karya Arsitektural dari

    sudut pandang yang lain.

    Dapat menghasilkan karya Arsitektur yang ekspresif.

    5. Bangunan dengan Arsitektur Metafora

    Arsitektur yang berdasarkan prinsip-prinsip Metafora:

    Mencoba atau berusaha memindahkan keterangan dari suatu subjek ke

    subjek lain.

    Mencoba atau berusaha untuk melihat suatu subjek seakan-akan sesuatu hal

    yang lain.

    Mengganti fokus penelitian atau penyelidikan area konsentrasi atau

    penyelidikan lainnya (dengan harapan jika dibandingkan atau melebihi

    perluasan kita dapat menjelaskan subjek yang sedang dipikirkan dengan

    cara baru).

    Contoh-contoh museum dan beberapa bangunan dengan fungsi lain yang

    menggunakan Arsitektur Metafora adalah

    a. Metafora Abstrak (Intangible Metaphor)

    Nagoya City Art Museum

    Nagoya City Art Museum karya Kisho Kurokawa yang membawa unsur

    sejarah dan budaya di dalamnya. Kisho Kurakawa mengangkat konsep

    simbiosis dalam karya-karyanya. Kisho Kurakawa mencoba membawa

    elemen sejarah dan budaya pada engawa (tempat peralihan sebagai ruang

    antara pada bangunan: antara masa lalu dan masa depan). Konsep ini

    diterapkan pada salah satu karya Kisho Kurakawa yaitu Nagoya City Art

    Museum. Sejarah dan budaya adalah sesuatu obyek yang abstrak dan tidak

  • dapat dibndakan (intangible). Oleh karena itu, karya Kisho Kurokawa ini

    tergolong pada metafora abstrak.

    Gambar Nagoya City Art Museum Sumber: universes-in-universe.org

    New Louvre Museum

    New Louvre Museum di Abu Dhabi yang dirancang oleh Jean Nouvel. Ia

    melakukan pendekatan metafora yang mengibaratkan museum seperti

    ruang di dalam hutan. Secara eksterior museum ini tidka terlihat seperti

    hutan, akan tetapi bila masuk ke dalamnya ruang yang tercipta di dalamnya

    sangat puitis. Skylight yang dirancang memasukkan sinar mataharialami

    menembus ruangan dan memberikan kesan seperti di dalam hutan. Ini

    memberikan terobosan baru dalam perancangan museum. Dimana bila

    sebelumnya, penekanan museum lebih ditekankan pada aspek sirkulasi

    ataupun penataan barang yang akan di display, Jean Nouvel membuat

    sebuah terobosan baru dengan menciptakan ruang yang metaforis dan

    puitis agar tercipta suasana yang khusyuk dalam menikmati kunjungan di

    dalam museum.

    Gambar Eksterior New Louvre Museum di Abu Dhabi

  • Sumber: http://www.archdaily.com/

    Gambar View Interior New Louvre Museum di Abu Dhabi Sumber: http://www.archdaily.com/

    b. Metafora Konkrit (tangible metaphor)

    Sydney Opera House

    Selain dapat dikategorikan berdasarkan kiasan obyeknya, sebuah karya

    arsitektur bisa memiliki multi-interpretasi bahasa merafora bagi yang

    melihatnya. Sydney Opera House dirancang oleh Jorn Utzon, seorang arsitek

    kelahiran Denmark.

    Bangunan ini menimbulkan banyak metafora baik dari kalangan

    profesional maupun masyarakat umum. Seperti diantaranya dikatakan

    seperti : Kura-kura bercinta, kepakan sayap burung, Kerang maupun kapal

    yang sedang berlayar. Jorn sendiri mengumpamakan sebagai buah jeruk

    yang dipotong dan disusun berdiri.

    Gambar Sydney Opera House Sumber: http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/

    Stasiun TGV

  • Stasiun TGV yang terletak di Lyon, Perancis, adalah salah satu contoh

    karya arsitektur yang menggunakan gaya bahasa metafora konkrit karena

    menggunakan kiasan obyek benda nyata (tangible). Stasiun TGV ini

    dirancang oleh Santiago Calatrava, seornag arsitek kelahiran spanyol.

    Melalui pendekatan tektonika struktur, Santiago Calatrava merancang

    Stasiun TGV dengan konsep seekor burung. Bentuk Stasiun TGV ini didesain

    menyerupai seekor burung. Bagian depan bangunan ini runcing seperti

    bentuk paruh burung. Dan sisi-sisi bangunannya pun dirancang menyerupai

    bentuk sayap burung.

    Gambar Stasiun TGV di Lyons, Paris Sumber: www.girinarasoma.com

    Nagakin Capsule Building

    Bangunan ini terdiri dari susunan unit rumah tinggal berbentuk kubus

    dengan jendela berbentuk lingkaran. Unit- unit tersebut dipegan oleh inti

    bangunan sebagai konstruksi utama. Bagi masyarakat jepang bentuk unit

    rumah tersebut serupa dengan bentuk sangkar burung dan bukan seperti

    bentuk rumah tinggal. Tetapi bagi masyarakat eropa bentuk unit rumah

    tersebut serupa dengan bentuk mesin cuci. Sehingga bagi mereka

    bangunan tersebut merupakan tumpukan mesin cuci.

  • Gambar Nagakin Capsule Building Sumber: http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/

    Roncham Chapel oleh Lee Corbizier

    Sebuah bangunan Gereja dengan penampilan secar visual majemuk dan

    imajinatif sehingga bentuknya dapat terlihat menyerupai kapal laut, atau

    seperti tangan yang sedang berdoa.

    Gambar Roncham Chapel Sumber: http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/

    c. Metafora Kombinasi (Combine Metaphor)

    Museum Tsunami

    Museum Tsunami berada di Nangroe Aceh Darussalam. Konsep

    besarnya adalah Rumoh Aceh as a escape hill. Museum ini merupakan

    karya dari Ridwan Kamil. Ia mengibaratkan museum sebagai rumah pangung

    yang dapat menyelamatkan diri para penduduk Aceh bila sewaktu-waktu

    terjadi tsunami. Di dalamnya juga menceritakan dan mengajak kita untuk

    merasakan suasana saat tsunami terjadi. Di awali dengan pintu masuk yang

    menekan perasaan pengunjung dengan luasan yang sempit dan di

    dindingnya terdapat air yang mengalir (water wall) seolah-olah pengunjung

  • dibawa masuk ke dalam dasar laut yang amat dalam. Lalu masuk ke dalam

    galeri pertama yang memuat data-data tentang tsunami. Ruangan ini

    terletak di bawah reflecting pool dari public park yang dimiliki oleh museum

    Tsunami ini. Ruangan ini memberikan kesan suram dimana pengunjung

    seakan akan berada benar-benar di dasar laut. Dengan penggunaan langit-

    langit kaca membuat cahaya temaram dari atas yaitu reflecting tadi

    menambah kesan dramatis pada ruang ini. Pada perjalanan terakhir

    dihadapkan pada ruangan yang menampilkan nama-nama korban tsunami

    yang ditulis pada dinding yang berbentuk silinder yang menjulang ke atas.

    Pada puncaknya terdapat kaligrafi Allah yang berpendar dan ini ditujukan

    untuk menambah kesan sakral. Ini bermakna bahwa akhir perjalanan

    manusia berada pada tangan Tuhan dan tidak ada yang dapat menghindar

    dari kematian.

    Gambar Museum Tsunami Sumber: www.thejakartapost.com

    Museum Fruit, Yamanasi, Jepang

    Pada museum of Fruit, perancag mentransfer sifat-sifat dan bentuk dari

    bibit dan buah-buahan serta tumbuh-tumbuhan yang lain. Itsuko Hazegawa

    berusaha menampilkan metafora dari kekuatan serta perbedaan buah-

    buahan, sebuah landscape purba yang tersembunyi dalam jiwa manusia. Dia

    menggunakan bentuk bibit-bibit yang berbeda yang disebar ke tanah dalam

    penampilan keseluruhan kompleks bangunannya, termasuk dalam

    menemukan bentuk denah dari tiga massa utama. Sisi inilah yang

    merupakan kategori tangible metaphor. Sedangkan kategori intangible

    metaphor tampak pada gambaran sebuah bibityang kemudian tumbuh

    menjadi pohon yang besar yang ditampilkannya ke dalam salah satu massa

    yaitu fruit plaza. Kemudian dia menampilkan kenangan akan matahari tropis

  • di mana bibit berkecambah pada green house. Dia juga menggambarkan

    dunia gen buah-buahan ke dalam rancangan exhibiton hall. Kekuatan bibit

    digambarkan dalam workshop, cerita buah-buahan tampak pada museum,

    sementara kekayaan hubungan budaya dan sejarah antara manusia dan

    buah bisa disimbolkan dengan cara menyebarkan lahan bibit dan menjadi

    makmur dalam lingkungan tertentu serta pencampurannya bisa dilihat

    sebagai merafora hidup berdampingan dengan damai pada daerah yang

    bermacam-macam di dunia, simbiosis manusia dan binatang, dan

    pemeliharaan alam. Tampilan keseluruhan bangunan merupakan new age

    village.

    Gambar Museum of Fruits di Jepang

    dengan Unsur bibit buah sebagai Unsur Konkrit

    Sumber: www.flickriver.com

    6. Kesimpulan:

    a. Obyek Rancang Bangun menggunakan pendekatan arsitektur metafora

    kombinasi (combined metaphors). Combined Metaphors merupakan

    gabungan Intangible Metaphors dan Tangible Metaphors dengan

    membandingkan objek fisual dengan yang lain mempunyai persamaan nilai

    atau konsep, dimana bentuk visual nya dapat dipakai sebagai acuan

    kreatifitas perancangnya.

    b. Prinsip arsitektur metafora antara lain:

    memindahkan keterangan dari suatu subjek ke subjek lain.

    melihat suatu subjek seakan-akan sesuatu hal yang lain.

  • mengganti fokus penelitian atau penyelidikan area konsentrasi atau

    penyelidikan lainnya (dengan harapan jika dibandingkan atau melebihi

    perluasan kita dapat menjelaskan subjek yang sedang dipikirkan dengan

    cara baru).

    c. Penerapan arsitektur metafora kombinasi pada ORB adalah sebagai berikut:

    Unsur abstrak: pada bangunan ini adalah alur cerita (dan unsur-unsur

    pembentuknya) dalam film yang akan dijadikan sebagai karakter ruang-

    ruang pada bangunan.

    Unsur konkrit: bentuk roll film yang keberadaannya sebagai unsur yang

    sangat penting dalam pembuatan film menjadi unsur konkrit yang

    dianggap dapat merefleksikan kata "film" dalam penerapan desain

    bangunan Museum Film Nasional ini (terlihat dari shape atau bentuk luar

    bangunan).

  • DAFTAR PUSTAKA

    Rosenblatt, Arthur. Building Type Basics for Museums. Canada: John Willey & Sons,

    Inc, 2001.

    Akmal, Imelda. Lighting. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2006.

    De Chiara, Yoseph. Time Saver Standards for Building Types. New York : Mc. Graw.

    HillBook Company.

    Neufert, Ernst. 1993. Data Arsitek Jilid 1. Jakarta : Erlangga.

    Neufert, Ernest. 1992. Data Arsitek Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

    Adler, David, Metric Handbook Planning and Design Data Second Edition, London:

    Architectural Press.

    Sleeper, Harold R. 1955. Building Planning and Design Standard. John Wiley and

    Sons, New York.

    http://belajaritutiadaakhir.blogspot.com/2011/08/museum-di-indonesia.html

    (Dikases pada 26 Maret 2015 pukul 23.00)

    http://svl.petra.ac.id/catalog/ (Dikases pada 01 Maret 2015 pukul 21.00)

    http://sektiadi.staff.ugm.ac.id/2014/06/arsitektur-museum/ (Dikases pada 26 Maret

    2015 pukul 08.00)

    http://kk.mercubuana.ac.id/elearning/ (Dikases pada 26 Maret 2015 pukul 09.00)

    http://abarchitects.blogspot.com/2013/10/metafora-dalam-arsitektur.html (Dikases

    pada 26 Mei 2015 pukul 19.00)

    http://www.archdaily.com/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 19.02)

    http://bpipi.kemenperin.go.id/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 19.10)

    http://eprints.undip.ac.id/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 20.00)

    http://core.ac.uk/download/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 20:30)

    http://etd.repository.ugm.ac.id/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 20.33)

    http://e-journal.uajy.ac.id/ (Dikases pada 25 Mei 2015 pukul 21.00)

    http://repository.usu.ac.id/ (Dikases pada 26 Mei 2015 pukul 21.05)

    http://belajaritutiadaakhir.blogspot.com/ (Dikases pada 26 Mei 2015 pukul 19.00)

    http://namafilm.blogspot.com/2014/07/macam-genre-film.html (Dikases pada 27

    Mei 2015 pukul 05.00)

  • http://id.wikipedia.org/ (Dikases pada 27 Mei 2015 pukul 08.00)

    http://moviezone.heck.in/mengenal-jenis-jenis-genre-film.xhtml (Dikases pada 27

    Mei 2015 pukul 09.00)