karya sapardi djoko damono: kajian kritik sastra...
TRANSCRIPT
i
CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL SUTI
KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO: KAJIAN KRITIK SASTRA
FEMINISME
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Anthonia Paula Hutri Mbulu
NIM : 134114019
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
JULI 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
Skripsi
CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL SUTI
KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO: KAJIAN KRITIK SASTRA
FEMINISME
Oleh
Anthonia Paula Hutri Mbulu
NIM: 134114019
Telah disetujui oleh
Pembimbing I
S.E Peni Adji, S.S, M.Hum. tanggal 19 Juli 2017
Pembimbing II
Drs. B. Rahmanto, M. Hum. tanggal 29 Juli 2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah
Yogyakarta, 31 Agustus 2017
Penulis
Anthonia Paula Hutri Mbulu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
Pernyataan Persetujuan Publikasi Kaya Ilmiah
Untuk Kepentingan Akademis
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Anthonia Paula Hutri Mbulu
NIM : 134114019
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
PerpustakaanUniversitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul Citra
Perempuan Dalam Novel Suti Karya Sapardi Djoko Damono: Kajian Kritik Sastra
Feminisme beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).
Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Sanata Dharma hak
menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk
pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasinya di internet
atau media yang lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari
saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama
saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 31 Agustus 2017
Yang menyatakan,
Anthonia Paula Hutri Mbulu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk
Tuhan Yesus dan kedua orang tua saya,
Bapak Michael Mbulu
Mama Anselma Egbertha M. Woda
serta adik Charol Chrisanno
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
MOTTO
Seberapa besarpun masalahmu, yakinkan hatimu bahwa semua pasti baik-baik
saja. Dengan begitu hatimu bisa tenang.
-3 Idiots-
I know you’re tired, but you have to keep going. Remember where you
want to be. Don’t allow yourself to give up, it is not an option.
-Najwa Zebian-
Ketika situasi memburuk, ketika semua terasa berat dan
membebani, jangan pernah merusak diri sendiri.
-Tere Liye-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah membimbing dan
memberi berkat kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Citra Perempuan Dalam Novel Suti Karya Sapardi Djoko
Damono: Kajian Kritik Sastra Feminisme”.
Penulis menyadari bahwa terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada:
1. S.E Peni Adji, S.S, M.Hum. selaku pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan, masukan, bantuaa, waktu dan dukungan kepada
penulis, selama proses penyelesaian skripsi ini.
2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum., selaku pembimbing II yang selalu
memberikan waktunya untuk membimbing, serta masukan bagi penulis
selama proses penyelesaian skripsi ini.
3. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu menyemangati penulis.
4. Seluruh Dosen Prodi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma: Dr.
Paulus Ari Subagyo, M.Hum (selaku Dekan Fakultas Sastra), Alm. Drs.
Hery Antono, M.Hum, Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum, Dra.
Fransisca Tjandrasih Adji, M. Hum., Drs. F.X Santoso, M.S, Sony
Christian Sudarsono, S.S, M.A., serta dosen-dosen pengampu mata kuliah
tertentu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
5. Kedua orangtua penulis, Bapak Michael Mbulu dan Ibu Anselma Egbertha
Mbelo Woda, S.Keb,Bd yang telah memberikan dukungan baik secara
moril dan materil, serta selalu mendoakan penulis setiap saat.
6. Adik tercinta, Petrus Charol Crisanno Mbulu yang selalu memberikan
semangat dan perhatian kepada penulis.
7. Kedua sahabat penulis, Roswita Elsa Supusepa dan Clara Amanda Lalo
Putri yang selalu mendukung dan memotivasi penulis..
8. Diana Marischa Yakomina Jago, S.S., yang selalu memberi nasihat dan
memotivasi penulis.
9. Seluruh teman-teman angkatan 2013 Rite, Jein, Anna, Esti, Atha, Andrea,
Icha, Elis, Apin, Kak Icha, Egha, There, Cici, Vero, Lia, Ketrin, Valen,
Edith, Siska, Niko, Beto, Rendra, Uchil, Tyar, Opki, Dandi, Galang, Ari,
dan Beni.
10. Seluruh staff dan karyawan perpustakaan Sanata Dharma yang telah
membantu dan menyediakan buku-buku refrensi yang diperlukan oleh
penulis.
Meskipun banyak pihak telah terlibat dalam penelitian dan penyusunan
skripsi ini, namun tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan penulis. Oleh
karena itu segala kritik, saran, dan masukan dapat disampaikan kepada penulis.
Yogyakrta 31 Agustus 2017
Anthonia Paula Hutri Mbulu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRAK
Mbulu, Anthonia Paula Hutri. 2017. Citra Perempuan Dalam Novel
Suti Karya Sapardi Djoko Damono : Kajian Kritik Sastra
Feminisme. Skripsi Strata Satu (S1). Yogyakarta : Sastra
Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini mengkaji citra perempuan dalam novel Suti karya Sapardi
Djoko Damono. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tokoh
dan penokohan serta mendeskripsikan gambaran citra perempuan yang meliputi
citra diri perempuan dan citra sosial perempuan dalam novel Suti. Pendekatan
struktural dibatasi pada aspek tokoh dan penokohan untuk menganalisis citra
tokoh. Pendekatan feminisme digunakan untuk menjelaskan citra perempuan
dalam novel Suti. Metode pengumpulan data yang dipakai studi pustaka. Metode
analisis data yang dipakai yaitu metode analisis isi. Metode penyajian hasil
analisis data yang dipakai yaitu metode deskripsi kualitatif.
Hasil penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu kajian struktur dan citra
perempuan. Kajian struktural dibagi menjadi dua yaitu tokoh dan penokohan.
Tokoh utama dalam novel ini adalah Suti dan Pak Sastro, sedangkan tokoh
tambahan adalah Bu Sastro, Parni, Tomblok, Sarno, Kunto, dan Dewo.
Citra perempuan dibagi menjadi dua yaitu citra diri perempuan yang
dilihat dari aspek fisik serta psikis, dan citra sosial perempuan dalam lingkungan
keluarga serta masyarakat. Citra diri perempuan dari aspek fisik adalah
perempuan yang mengalami kehamilan, melahirkan dan merawat anak. Citra diri
perempuan dari aspek psikis dibedakan menjadi perempuan kelas atas dan kelas
bawah. Perempuan kelas atas digambarkan bertanggung jawab terhadap urusan
rumah tangga dan menerima apa saja pelakuan lelaki (suami). Sementara
perempuan kelas bawah digambarkan mudah jatuh cinta dan mudah berselingkuh.
Citra sosial perempuan juga dibedakan menjadi perempuan kelas atas dan kelas
bawah. Perempuan kelas atas digambarkan secara ekonomi bergantung pada
suami, meskipun mereka mempunyai pengaruh dimasyarakat. Sementara
perempuan kelas bawah digambarkan memiliki kemandirian secara ekonomi
dengan bekerja menjadi pembantu RT, walaupun sebenarnya profesi ini
merupakan pengembangan dari pekerjaan domestik kerumahtanggaan.
Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa novel Suti juga bersifat
patriarki. Novel ini masih mempertahankan stereotipe antara perempuan dan laki-
laki secara patriarki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
ABSTRACT
Mbulu, Anthonia Paula Hutri. 2017. The women’s Image Review
Criticism of Feminism Literature on Sapardi Djoko Damono‘s
Novel Entitled Suti. An Undergraduate Thesis (S1).
Yogyakarta : Indonesian Literature Study Program. Faculty of
Literature. Sanata Dharma University.
This study examines the image of women in a novel entitled Suti by
Sapardi Djoko Damono. The purpose of this study is to describe the character and
characterization and to describe the women's image which includes the self-image
of women and the social image of women in the Suti. The structural approach in
this research is limited to the character aspect and characterizations to analyze the
image of the character. The feminism approach is used to describe the image of
women in the Suti. The method of data collection that is used in this research is
literature review. Data analysis method on this research is content analysis
method. Method of presentation of result of data analysis used is method of
qualitative description.
The results of this study are divided into two. They are the structure and
image of women. The structural studies are divided into two figures and
characterizations. The main characters in this novel are Suti and Pak Sastro, while
additional characters are Bu Sastro, Parni, Tomblok, Sarno, Kunto, and Dewo.
The image of women is divided into two: the self-image of women
viewed from the physical and psychological aspects and the social image of
women in family and society . The self image of women from the physical aspects
is women who experience pregnancy, childbirth, and care for children. The self-
image of the psychic aspect is divided intor upper and lower class woman. Upper-
class women are depicted responsible for domsetic affairs and accepting whatever
the treatment of man (husband). While the lower class women of the aspect
depicted easily fall in love and easy to cheat. The social image of women is also
differentiated into upper and lower class of women. Upper-class women are
describe in economically as if they are in their husband, although they have
influence in society. While lower-class of women are described as having
economic independence by working as housemaids, although this profession is
actually the development of domestic work.
Based on the analysis concluded that Suti novel is partiarchy. This novel
still maintains the sterotype between women and men in partiarchy.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vi
MOTTO…………………………………………………………………………vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................viii
ABSTRAK ............................................................................................................ x
ABSTRACT ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 4
1.4 Manfaat Hasil Penelitian ................................................................................ 5
1.5 Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 7
1.6 Landasan Teori ............................................................................................... 8
1.7 Metodologi Penelitian .................................................................................... 16
1.7.1 Pengumpulan Data ................................................................................ 16
1.7.2 Sumber Data .......................................................................................... 16
1.7.3 Analisis Data ......................................................................................... 17
1.7.4 Penyajian Hasil Analisis Data ................................................................ 17
1.8 Sistematika Penyajian .................................................................................... 18
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN
DALAM NOVEL SUTI ................................................................................... 19
2.1 Pengantar ..................................................................................................... 19
2.1.1 Tokoh Utama Protagonis ................................................................... 19
2.1.2 Tokoh Utama Antagonis .................................................................... 22
2.1.3 Tokoh Tambahan ................................................................................ 24
2.3 Rangkuman .................................................................................................. 34
BAB III CITRA TOKOH PEREMPUAN DALAM NOVEL SUTI ..........37
3.1 Pengantar ......................................................................................................37
3.2 Citra Diri Perempuan ....................................................................................37
3.2.1 Citra Perempuan dari Aspek Fisik .....................................................37
3.2.2 Citra Perempuan dari Aspek Psikis ....................................................39
3.3 Citra Sosial Perempuan ...............................................................................43
3.3.1 Citra Perempuan dalam Keluarga .....................................................43
3.3.2 Citra Perempuan dalam Masyarakat ..................................................45
3.4 Rangkuman ...................................................................................................48
BAB IV PENUTUP ..........................................................................................51
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................51
4.2 Saran .........................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................56
LAMPIRAN ......................................................................................................58
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karya sastra adalah refleksi pengarang tentang hidup dan kehidupan yang
dipadu dengan daya imajinasi dan kreasi yang didukung oleh pengalaman dan
pengamatannya atas kehidupan tersebut. Karya sastra memiliki dua aspek, yaitu
aspek bentuk dan aspek isi. Aspek bentuk adalah hal-hal yang menyangkut objek
atau isi karya sastra, yaitu pengalaman hidup manusia, seperti sosial budaya,
kesenian, cara berpikir suatu masyarakat, dan sebagainya. Aspek isi inilah
sebenarnya yang paling hakiki, sebab bahasa hanya wadah atau medianya saja.
(Djojosuroto 2006:17)
Dalam karya sastra sosok perempuan sering dibicarakan dan dijadikan
sebagai objek pencitraan. Perempuan ternyata menarik untuk dibicarakan.
Perempuan adalah sosok yang mempunyai dua sisi. Di satu pihak, perempuan
adalah keindahan. Pesonanya dapat membuat laki-laki tergila-gila. Di sisi yang
lain, ia dianggap lemah. Anehnya, kelemahan itu dijadikan alasan oleh laki-laki
jahat untuk mengeksploitasi keindahannya (Sugihastuti 2010:32). Beauvoir
(dalam Sugihastuti 2010:13) menganggap secara implisit, bahwa kaum perempuan
tidak pernah dapat dengan tepat digambarkan oleh para penulis laki-laki,
gambaran perempuan ditentukan sebagaimana mitos yang mereka ciptakan.
Citra artinya rupa, gambaran, dapat berupa gambar yang dimiliki orang
banyak mengenai pribadi atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan
oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat dan merupakan dasar yang khas dalam karya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
prosa dan puisi. Citra perempuan merupakan wujud gambaran mental spiritual dan
tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai
aspeknya yaitu aspek fisik dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek
keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial. (Sugihastuti, 2000:7)
Feminisme ialah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan
di bidang politik, ekonomi, sosial; atau kegiatan terorganisasi yang
memperjuangkan hak-hak serta kepentingan perempuan (Goefe, dalam
Sugihastuti 2010:18). Feminisme dalam penelitian sastra dianggap sebagai
gerakan kesadaran terhadap pengabaian dan eskploitasi perempuan dalam
masyarakat seperti tercermin dalam karya sastra (Sugihastuti, 2010: 27).
Secara empiris perempuan juga dicitrakan secara stereotipe sebagai
makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan, sementara laki-laki
dianggap sebagai makhluk yang kuat, rasional, jantan dan perkasa (Dagun,
1992:3). Citra demikian timbul karena adanya konsep gender yakni suatu sifat
yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial dan
kultural melalui proses panjang, sosialisasi gender tersebut akhirnya dianggap
sebagai ketentuan Tuhan
Sosok perempuan selalu diangkat sebagai objek pencitraan dalam karya
sastra seperti dalam novel Suti. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji
citra perempuan untuk mengungkapkan citra yang terdapat dalam novel tersebut.
Novel Suti menggambarkan perempuan yang menerima saja perlakuan dari lelaki
karena perempuan tersebut mudah jatuh cinta. Novel ini menceritakan tentang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
kehidupan perempuan yang bernama Suti atau aslinya Sutini dalam menghadapi
berbagai permasalahan hidup yang membuatnya pelan-pelan menjadi dewasa. Suti
dicitrakan sebagai perempuan yang mandiri dan periang. Ia perempuan yang
mudah bergaul dan menyesuaikan diri. Di kehidupan desa (waktu itu tahun 1960-
an) yang terkadang masih berubah-ubah, Suti mampu beradaptasi dengan
lingkungan sekitarnya (tetangga). Di usia yang masih sangat belia ia dinikahkan
dengan seorang duda, Suti tetap menjalani kehidupannya dan kadang-kadang lupa
bahwa ia sudah menikah. Hingga suatu hari muncul keluarga baru yang pindah ke
Solo dekat rumah Suti. Mereka adalah keluarga Sastro (mantan bangsawan), Suti
akhirnya bekerja di rumah tersebut sebagai pembantu. Lama-kelamaan Suti pun
akhirnya memiliki perasaan suka kepada Kunto anak Pak Sastro. Namun setelah
Kunto pergi ke Yogyakarta untuk kuliah, Suti pun menaruh hati pada Pak Sastro.
Perasaan itu tidak bisa ia kendalikan hingga mereka larut dalam sebuah hubungan
yang lebih serius.
Selain Suti, tokoh Bu Sastro juga digambarkan sebagai sosok perempuan
yang tangguh Bu Sastro digambarkan sebagai sosok wanita yang kuat dan tabah
menjalani kehidupan rumah tangganya yang rumit karena perbuatan suaminya. .
Ia sangat menyayangi Suti karena ia tidak memiliki anak perempuan. Ia tetap
menyayangi suaminya walaupun suaminya sering berselingkuh. Keberadaan Suti
dalam keluarga Sastro membuat kehidupan keluarga itu berlika-liku. Bisa
dikatakan Suti adalah perempuan yang memilki perasaan yang berubah-ubah
terkadang ia merasa nyaman dengan Pak Sastro, terkadang juga ia menginginkan
Kunto menjadi miliknya. Kenyataannya Suti akhirnya jatuh kepada Pak Sastro.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Dampak yang cukup mengejutkan dari hubungan Suti dan Pak Sastro adalah
kehamilan Suti.
Dalam novel Suti tokoh perempuan digambarkan mudah untuk jatuh cinta
dalam artian masih belum bisa mengontrol perasaan atau emosi batinnya. Tidak
hanya Suti, beberapa tokoh perempuan lainnya juga diceritakan memiliki
permasalahan hidup yang terbangun dari aspek fisik,psikis,keluarga, dan
masyarakat. Untuk itu, penulis akan mencoba menganalisis citra perempuan
yang terdapat dalam novel tesebut, dengan menggunakan kajian kritik sastra
feminisme. Sebelum lebih jauh menganalisis citra perempuan, karya sastra
tersebut akan di analisis unsur tokoh dan penokohannya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dalam di atas permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana tokoh dan penokohan dalam novel Suti karya Spardi Djoko
Damono?
2. Bagaimana citra perempuan yang terdapat dalam novel Suti karya Sapardi
Djoko Damono?
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai dua tujuan sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan tokoh dan penokohan dalam novel Suti karya Spardi Djoko
Damono.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Mendeskripsikan citra perempuan yang terdapat dalam novel Suti karya Sapardi
Djoko Damono.
1.4 Manfaat Hasil Penelitian
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah penerapan teori kritik sastra
feminisme. Melalui penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan
pengetahuan baru bagi pembaca mengenai studi analisis citra perempuan terhadap
novel Suti, serta untuk perkembangan ilmu khususnya sastra Indonesia dan dapat
mengembangkan apresiasi terhadap kajian karya sastra yang berkaitan dengan
citra perempuan.
Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu memberi pengetahuan, karena
melalui penelitian ini peneliti dapat memahami secara jelas tentang perwujudan
citra diri perempuan dan citra sosial perempuan dalam novel Suti. Disamping itu
dapat membantu pembaca untuk lebih memahami citra yang terungkap dalam
novel Suti, mengenai makna dan hakikat kehidupan manusia khususnya
perempuan.
1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang novel Suti sudah beberapa kali dilakukan, salah
satunya oleh Utami (2016). Penelitian ini menggunakan pendekatan strategi
psikologi sastra. Hasil penelitian ini adalah (1) struktur pada novel Suti meliputi
tema, penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan amanat; (2) karakteristik
kejiwaan pada tokoh utama dalam novel Suti dapat dipahami melalui teori
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
Sigmund Freud (id, ego,dan superego) yang mampu dipengaruhi oleh faktor
dalam maupun faktor luar; (3) nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam
novel Suti didominasi oleh nilai pendidikan karakter mandiri, komunikatif,
gemar membaca dan peduli sosial; dan (4) novel Suti relevan sebagai materi
pembelajaran sastra di SMA.
Penelitian lain tentang novel Suti dilakukan oleh Aditya (2017) yaitu
membahas mengenai perspektif gender dengan menggunakan tinjauan sastra
feminis, dalam novel Suti terdapat kesetaraan gender dan juga ketidakadilan
gender. Hasil penelitiannya adalah terdapat kesetaraan gender meliputi peran
perempuan di masyarakat, pendidikan, dan pekerjaan. Adapun ketidakadilan
gender meliputi subordinasi perempuan, stereotipe perempuan, kekerasan
terhadap perempuan, beban kerja perempuan.
Sementara itu penelitian tentang citra perempuan dalam kajian sastra
feminis sudah pernah dilakukan oleh Istanti (2012) dalam penelitiannya terhadap
novel Cinta Suci Zahrana, karya Habiburrahman El Shirazy. Hasil penelitiannya
adalah menjelaskan kisah perjuangan seorang wanita yang bernama Zahrama
dalam meraih prestasi sehingga melupakan untuk segera menikah. Wujud citra
perempuan yang digambarkan adalah, perempuan yang ulet, perempuan
berpendidikan tinggi, perempuan yang terlalu memilih jodoh dan, permpuan
sebagai seorang istri yang sholehah.
Penelitian lain dilakukan oleh Indah (2013) terhadap novel Tanah Tabu
karya: Anindita S. Thayf, Kajian Sastra Feminis. Hasil penelitiannya yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
menggambarkan citra wanita dari segi psikis yaitu wanita sebagai seorang yang
cerdas dan pintar, wanita adalah seorang yang cinta ilmu, wanita ingin dicintai
dan mencintai, wanita ingin kebebasan, wanita wanita mempunyai kebebasan
yang sama dengan laki-laki dalam semua segi kehidupan, wanita bukan seorang
yang lemah yang bergantung pada laki-laki. Citra segi dari sosial adalah wanita
seorang istri, wanita sebagai seorang ibu merupakan kodrat dari seorang wanita,
wanita tidak mendapatkan pendidikan yang sama dengan laki-laki, hal ini
menunjukkan bahwa ada deskriminasi antara wanita dan laki-laki dalam dunia
pendidikan.
Berdasarkan paparan tersebut penelitian tentang citra perempuan dengan
kajian sastra feminis sudah sering dilakukan. Penelitian terhadap novel Suti
menggunakan kritik sastra feminis juga sudah dilakukan oleh Rahman Aditya
(2017) yaitu, Perspektif Gender dalam novel Suti menggunakan Kritik sastra
feminis. Perbedaanya adalah dalam penelitian ini lebih tertuju pada pencitraan
perempuan yang dilihat dari aspek fisik, psikis, keluarga, dan sosial.
1.6 Landasan Teori
Dalam landasan teori ini dipaparkan teori struktural, teori feminis, dan
citra perempuan. Teori struktural berfungsi untuk menganalisis seluruh karya
sastra dengan memperhatikan unsur-unsur yang terkandung dalam karya sastra
tersebut seperti tokoh, penokohan dan alur. Teori feminisme dipakai untuk
menjelaskan citra perempuan yang diuangkapkan dalam novel Suti.
.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
1.6.1 Teori Strukturalisme
Kajian strukturalisme pada karya sastra adalah keotonomian struktur yang
saling berelasi. Kajian strukturalisme merupakan kajian yang hanya membahas
karya sastra secara otonom, karya sastra harus dimaknai dengan melepaskan
dirinya dari aspek-aspek diluarnya dengan menganalisis setiap unsur dalam
relasinya dengan unsur-unsur lainnya. Teeuw (1984:135) menyatakan bahwa
pada prinsipnya, anaisis struktural ini bertujuan untuk membongkar dan
memaparkan secermat, seteliti, sedetail, dan sedalam mungkin keterkaitan dan
keterjalinan makna yang menyeluruh.
Analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan mengidentifikasi,
mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi
yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan, misalnya
bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut
pandang, dan lain-lain. Dengan demikian, pada dasarnya analisis struktual
bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antarberbagai
unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan
(Nurgiyantoro, 2007:37).
Dalam penelitian ini, hanya akan diteliti tokoh dan penokohan sebagai
unsur dalam keseluruhan struktur novel karena fokus penelitian ini hanya pada
citra pada tokoh perempuan. Oleh karena itu, berikut ini dipaparkan teori tokoh
dan penokohan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
1.6.1.1 Tokoh dan Penokohan
Tokoh cerita hadir dihadapan pembaca membawa kualifikasi tertentu
terutama yang menyangkut jati diri. Adanya identitas jati diri itulah yang
menyebabkan tokoh yang satu berbeda dengan tokoht-tokoh lain. (Lukens, dalam
Nurgiyantoro, 2010:75) tokoh itu sendiri dapat dipahami sebagai seseorang (atau:
sesosok) yang memiliki sejumlah kualifikasi mental dan fisik yang
membedakannya dengan orang (sosok) lain. lewat kualifikasi mental dan fisik
tokoh cerita dapat tampil dengan bermacam perwatakan, dan selanjutnya dapat
diidentifikasi apakah tokoh itu berfungsi protagonist atau antagonis.
Tokoh utama dibedakan menjadi dua, yaitu protagonis dan antagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara
popular disebut hero. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan
pandangan kita, harapan-harapan kita, pembaca (Nurgiyantoro, 2009:178). Selain
itu tokoh protagonis merupakan tokoh yang pertama-tama akan menghadapi
masalah dan juga sebagai penggerak alur. Tokoh penyebab terjadinya konflik
disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis barangkali dapat disebut, beroposisi
dengan tokoh protagonist, secara langsung maupun tidak langsung (Nurgiyantoro,
2009:179). Permunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih
sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya
dengan tokoh utama, seacara langsung maupun tidak langsung (Nurgiyantoro,
2009: 177).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Jones (dalam Nurgiyantoro 2007 :165) juga menyatakan, “Penokohan
adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam
sebuah cerita. Senada dengan pendapat tersebut Abrams (dalam Nurgiyantoro
2007 : 165) juga menyatakan, tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan
dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki
kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang siekspresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dengan demikian, istilah
“penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan” sebab
ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan
bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup
memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
1.6.2 Teori Feminisme
Feminisme sebagai gerakan pada mulanya berangkat dari asumsi bahwa
kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk
mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut. Gerakan feminis merupakan
perjuangan dalam rangka mentrasformasikan sistem dan struktur yang tidak adil,
menuju ke sistem yang adil bagi perempuan maupun laki-laki. Dengan kata lain,
hakikat feminisme adalah gerakan transformasi sosial dalam arti tidak melulu
memperjuangkan soal perempuan belaka (Fakih, 2012:99)
Pendekatan feminisme dalam kajian sastra dikenal dengan kritik sastra
feminisme. Feminis menurut Ratna (2004: 182) berasal dari kata femme (woman),
berarti perempuan (tunggal) yang berjuang untuk memeperjuangkan hak-hak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
kaum perempuan (jamak), sebagai kelas sosial. Dalam hubungan ini perlu
dibedakan antara male dan female (sebagai aspek perbedaan biologis, sebagai
hakikat alamiah), masculine dan feminie (sebagai aspek perbedaan psikologis dan
kultural).
Faruk (dalam Sugihastuti (2010:94) menyatakan bahwa feminisme muncul
sebagai sebuah upaya perlawanan atas berbagai upaya kontrol laki-laki di atas.
Asumsi bahwa perempuan telah ditindas dan dieksploitasi menghadirkan
anggapan bahwa feminisme merupakan satu-satunya jalan untuk mengakhiri
penindasan dan eksploitasi tersebut. Salah satu alasan yang mendukung hal ini
adalah kenyataan bahwa feminisme tidak hanya memeperjuangkan masalah
gender, tetapi juga masalah kemanusiaan.
Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa feminisme bukan monopoli kaum
perempuan (Awuy dalam Sugihastuti 2010:62). Istilah feminisme tidak dapat
diparalelkan begitu saja dengan istilah feminim sebab laki-laki yang feminis pun
ada dan dia tidak harus berperilaku kefeminiman. Akan tetapi, banyaknya feminis
laki-laki juga dapat menimbulkan masalah.
Susilastuti (dalam Sugihastuti 2010: 63), menyatakan bahwa feminisme apa
pun alirannya dan di mana pun tempatnya muncul sebagai akibat dari adanya
prasangka gender yang cenderung menomorduakan kaum perempuan. Perempuan
dinomorduakan karena adanya anggapan bahwa secara universal laki-laki
berbeda dengan perempuan. Perbedaan itu tidak hanya terbatas pada kriteria
biologis, melainkan juga sampai kriteria sosial dan budaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1.6.3 Citra Perempuan
Citraan merupakan gambaran yang dapat berupa gambaran yang dimiliki
orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang
ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa atau kalimat, dan merupakan unsur dasar
konsep citra wanita (Sugihastuti, 2000:45).
Citra wanita ialah semua wujud gambaran mental spiritual dan tingkah
laku keseharian yang terekspresikan oleh wanita (Indonesia). Kata citra wanita
diambil dari gambaran-gambaran citraan, yang ditimbulkan oleh pikiran,
pendengaran, penglihatan, perabaan, dan pencecapan tentang wanita (Sugihastuti,
2000:45)
Citra perempuan juga merupakan wujud gambaran mental spiritual dan
tingkah laku keseharian yang terekspresi oleh perempuan dalam berbagai
aspeknya yaitu aspek fisis dan psikis sebagai citra diri perempuan serta aspek
keluarga dan masyarakat sebagai citra sosial (Sugihastuti, 2000:7).
Citra wanita dibedakan menjadi dua yaitu citra diri wanita dan citra sosial
wanita. Berikut ini dijabarkan lebih lanjut mengenai citra diri wanita dan citra
sosial wanita.
1.6.3.1 Citra Diri Wanita
Citra diri wanita merupakan dunia yang typis, yang khas dengan
segala macam tingkah lakunya. Citra diri wanita merupakan keadaan dan
pandangan wanita yang berasal dari dalam dirinya sendiri, yang meliputi aspek
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
fisik dan aspek psikis (Sugihastuti 2000:112-113). Citra diri wanita terwujud
sebagai sosok individu yang mempunyai pendirian dan pilihan sendiri atas
berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan pribadi maupun
sosialnya.
a. Citra Fisik Wanita
Secara fisik, wanita dewasa merupakan sosok individu hasil bentukan
proses biologis dari bayi perempuan, yang dalam perjalanan usianya
mencapai taraf dewasa. Dalam aspek fisis ini, wanita mengalami hal-hal
yang khas, yang tidak dialami oleh pria, misalnya hanya wanita yang dapat
hamil, melahirkan, dan menyusui anak-anaknya. Realitas fisik ini pada
kelanjutannya menimbulkan antara lain mitos tentang wanita sebagai
mother-nuture. Di dalam mitos ini wanita diasumsikan sebagai sumber
hidup dan kehidupan, sebagai makhluk yang dapat menciptakan makhluk
baru dalam artian dapat melahirkan anak.
b. Citra Psikis Wanita
Ditinjau dari aspek psikisnya, wanita juga makhluk psikologis, makhluk
yang berpikir, berperasaan, dan beraspirasi (Sugihastuti 2000:95). Aspek
psikis wanita tidak dapat dipisahkan dari apa yang disebut feminitas.
Prinsip feminitas ini merupakan kecenderungan yang ada dalam diri
wanita; prinsip-prinsip itu antara lain menyangkut ciri relatednesss,
receptivity, cinta kasih, mengasuh berbagai potensi hidup, orientasinya
komunal, dan memelihara hubungan interpersonal. Kalau dari aspek psikis
terlihat bahwa wanita dilahirkan secara biopsikologis berbeda dengan laki-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
laki, hal ini juga mempengaruhi pengembangan dirinya. Pengembangan
dirinya bermula dari lingkungan keluarga, keluarga hasil perkawinannya.
Aspek psikis wanita saling berpengaruh dengan aspek fisik dan keduanya
merupakan aspek yang mempengaruhi citra diri wanita. Dalam aspek
psikis kejiwaan wanita dewasa mempengaruhi citra diri wanita, semakin
bertumbuh baik wanita akan semakin berkembang pula psikis mereka
untuk menjadi dewasa. Citra diri wanita tidak bisa lepas dari aspek psikis
dan fisik. Adanya perbedaan bentuk fisik antara wanita dan laki-laki
mempengaruhi pola berpikir dan pola kehidupan wanita. Aspek psikis
menunjukan bahwa wanita memiliki pemikiran-pemikiran untuk
berkembang, berinspirasi, dan memiliki perasaan untuk merasakan
keadaan dalam dirinya ataupun diluar dirinya.
1.6.3.2 Citra Sosial Wanita
Citra sosial wanita merupakan citra wanita yang erat hubungannya dengan
norma dan sistem nilai yang berlaku dalam satu kelompok masyarakat, tempat
wanita menjadi anggota dan berhasrat mengadakan hubungan antarmanusia.
Kelompok masyarakat itu adalah kelompok keluarga dan kelompok masyarakat
luas. Dalam keluarga, misanya wanita berperan sebagai istri, ibu dan sebagai
anggota keluarga yang masing-masing peran mendatangkan konsekuensi sikap
sosial, yaitu satu dengan lainnya saling berkaitan. Citra sosial wanita juga
merupakan masalah pengalaman diri, seperti dicitrakan dalam citra diri wanita dan
citra sosialnya, pengalaman-pengalaman inilah yang menentukan interaksi sosial
wanita dalam masyarakat atas pengalaman diri itulah maka wanita bersikap,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
termasuk ke dalam sikapnya terhadap laki-laki. Hal penting yang mengawali citra
sosial wanita adalah citra dirinya (Sugihastusi, 2000:143-144).
Citra wanita dalam aspek sosial dibedakan menjadi dua, yaitu citra wanita
dalam keluarga dan citra wanita dalam masyarakat.
a. Citra Wanita dalam Keluarga
Sebagai wanita dewasa, seperti tercitrakan dari aspek fisik dan psikisnya,
salah satu peran yang menonjol daripadanya adalah peran wanita dalam
keluarga. Citra wanita dalam aspek keluarga digambarkan sebagai wanita
dewasa, seorang istri dan seorang ibu rumah tangga.
b. Citra Wanita dalam Masyarakat
Selain peran dalam keluarga citra sosial wanita juga berperan dalam
masyarakat. Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya
memerlukan manusia lain. Demikian juga bagi wanita, hubungannya
dengan manusia lain itu dapat bersifat khusus maupun umum tergantung
pada bentuk sifat hubungan itu. Hubungan manusia dalam masyarakat
dimulai dari hubungannya antar orang termasuk hubungan antar wanita
sengan pria orang seorang (Sugihastuti, 2000: 132).
Citra sosial wanita menunjukan bagaimana wanita berperan dalam
kehidupannya, yaitu berperan dalam keluarga dan masyarakat. Wanita
mengambil bagian dalm keluarga sebagai ibu, kakak, adik, istri, sedangkan
dalam masyarakat wanita tidak dapat hidup sendiri dan memerlukan orang
lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Dari penjelasan diatas bahwa citra wanita terbangun dari berbagai aspek,
yaitu aspek fisik, aspek psikis, keluarga dan masyarakat.
1.7 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap, yakni (i) pengumpulan data,
(ii) analisis data, dan (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut ini akan diuraikan
masing-masing tahap dalam penelitian ini.
1.7.1 Metode Pengumpulan Data
Objek penelitian ini adalah penggambaran citra perempuan yang meliputi
citra diri perempuan dan citra sosial perempuan. Data yang akan dikumpulkan
diperoleh dari novel Suti yang terbit tahun 2015. Novel Suti merupakan novel
karangan Sapardi Djoko Damono.
1.7.2 Sumber Data
Judul : Suti
Pengarang : Sapardi Djoko Damono
Penerbit : PT Kompas Media Nusantara
Tahun terbit : 2015
Halaman : 192 halaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Pengumpulan data menggunakan metode studi pustaka. Studi kepustakaan yaitu
mengadakan penelitian dengan cara memepelajari dan membaca litratur-literatur
yang ada hubungannya dengan permasalahan yang menjadi objek penelitian.
1.7.3 Metode Analisis Data
Langkah berikutnya adalah analisis data. Setelah data terklarifikasi,
kemudian data dianalisis menggunakan metode analisis isi. Dalam ilmu sosial, isi
yang dimaksudkan berupa masalah-masalah sosial, ekonomi dan politik, termasuk
propaganda. Jadi, keseluruhan isi dan pesan komunikasi dalam kehidupan
manusia. Tetapi dalam karya sastra, isi yang dimaksudkan adalah pesan-pesan,
yang dengan sendirinya sesuai dengan hakikat sastra. (Ratna, 2012:48). Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan metode formal untuk menganalisis unsur-
unsur yang terdapat dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono, untuk
mengungkapkan isi dalam novel tersebut.
1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data
Analisis data disajikan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu
hasil analisis data pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif (Ratna,
2012:46-48). Hasil analisis penelitian ini berupa kesimpulan mengenai citra
perempuan dalam bentuk deskriptif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
1.8 Sitematika Penyajian
Penelitian ini dibagi menjadi tiga bab. Sistematika penelitian ini dirinci sebagai
berikut:
Bab I berisi pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini
dibagi menjadi delapan sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode
penelitian dan sistematika penyajian.
Bab II berisi deskripsi analisis tokoh dan penokohan analisis tokoh dan
penokohan dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono. Bab III deskripsi citra
perempuan dalam novel Suti karya Sapardi Djoko Damono. Baba IV berupa
penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
BAB II
ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN DALAM NOVEL SUTI
2.1 Pengantar
Pada bab ini peneliti akan membahas struktur novel Suti yang akan
dibatasi pada tokoh dan penokohan. Analisis tokoh dan penokohan digunakan
penulis untuk mengungkapkan tokoh-tokoh serta watak dari tokoh-tokoh dalam
novel Suti karya Sapardi Djoko Damono.
2.1.1 Tokoh Utama Protagonis
Berdasarkan analisis, tokoh Suti merupakan tokoh utama protagonis dalam
Novel Suti. Sebagai tokoh utama protagonis, tokoh Suti merupakan tokoh yang
diutamakan ceritanya dan merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, serta
selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain. ia juga merupakan tokoh yang
sering menghadapi banyak permasalahan.
2.1.1.1 Penokohan Tokoh Suti
Tokoh Suti hadir dan mendominasi setiap bagian cerita dan peristiwa. Suti
atau yang bernama lengkap Sutini adalah perempuan desa yang tinggal di
pinggiran kota Solo, namun bukan penduduk asli kampung itu. Ia memiliki paras
yang cantik dan cukup menarik. Umurnya masih sekitar belasan tahun. Bisa
dikatakan ia adalah perempuan yang tidak bisa diam, selalu penuh semangat saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
mengerjakan sesuatu. Suti adalah perempuan yang suka bergunjing. Ia biasa
bergunjing di pinggir sungai bersama sahabatnya saat sedang mencuci pakaian. Ia
adalah perempuan desa yang tidak peduli dengan perkataan orang lain. Dalam
kesehariannya Suti dan sahabatnya masih berbicara menggunakan bahasa Jawa
yang menggambarkan kehidupan di desa. Kehidupan desa membuat Suti suka
bergaul dengan siapa saja.
“Dua perempuan itu suka bergunjing macam-macam sejak
masih sekolah…” (Damono, 2015:9)
“…anaknya (Suti) tumbuh menjadi seorang gadis kecil yang
gampang bergaul dengan anak-anak lain. Orang-orang sayang
kepada anak itu, selalu tampak riang dan hampir tidak pernah
menangis. (Damono, 2015:11)
Suti sempat bersekolah sampai SMP, tetapi setelah itu ibunya tidak
mampu membiayainya lagi. Melihat tingkah laku Suti dan takut menjadi
pembicaraan penduduk, Suti akhirnya dikawinkan dengan seorang duda bernama
Sarno. Walaupun ia tahu hubungan gelap ibunya dengan Sarno, Suti tetap
menyayangi ibunya. Setiap kali mendengar candaan ibu dan suaminya, Suti selalu
memilih untuk pergi dan pura-pura untuk tidak mengetahui apa-apa.
“Dan keberhasilannya mendapatkan Suti tentu saja menjadi
bahan gunjingan, Kok mau-maunya perawan kencur gitu kawin
sama Sarno. Mereka sebenarnya tahu nahwa ibu Suti suka malu
kalau anaknya tidak lekas-lekas dikawinkan, takut kalau oleh
orang kampung dianggap tidak laku, takut kalau dianggap ibunya
tidak becus mencarikan suami untuk anaknya” (Damono,
2015:3).
“Perempuan muda konyal-kanyil yang pernah diceritakan sedang
mencuci pakaian di sungai itu akhirnya bekerja…”(Damono,
2015:36).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
“Dan tata cara antara mertua dan menantu itu biasanya berakhir
di kamar, dan Suti pura-pura tidak tahu, pura-pura tidak
mendengar. Malah kemudian lenyap meninggalkan rumah”
(Damono, 2015:75).
Karena tidak lagi bersekolah, Suti pun bekerja menjadi pembantu rumah
tangga di rumah Pak Sastro. Semenjak bekerja di rumah Pak Sastro, Suti sudah
dianggap seperti anak mereka. Suti jarang pulang ke rumahnya, kecuali jika
pekerjaannya di rumah Pak Sastro telah selesai. Semakin lama Suti berada di
rumah tersebut ia pun diam-diam mengagumi “prabu kresna” atau Pak Sastro.
Tetapi sebenarnya ia juga sudah jatuh hati pada Kunto, anak dari Pak Sastro.
Namun perasaannya hanya dipendam dalam hati karena Kunto juga tidak
memberikan harapan yang pasti.
“Suti merasa tidak tahu apa yang dirasakannya. Ia belum bisa
menjelaskan sesuatu yang tersimpan rapi di sebuah pojok
otaknya yang isinya adalah bayang-bayang Kunto”
(Damono,2015:61).
“Setiap kali sendirian bersama ayah Kunto di rumah, Suti
berusaha mati-matian untuk mengusir bayng-bayangan yang
terus memburunya sejak kecil ketika ia suka menonton upacara
patilan kuda Kang Mangun” (Damono, 2015:76).
Setelah Kunto pergi ke Jogja untuk berkuliah, dan Bu Sastro yang sering
pergi menjenguk iparnya yang sakit, Suti diberi kepercayaan untuk mengurus
rumah dan juga merawat Pak Sastro yang sakit. Beberapa hari menemani Pak
Sastro, Suti merasakan sesuatu dalam hati dan pikirannya yang membuatnya
semakin dekat dengan “Prabu Kresnonya” itu. Saat itu terjadilah hubungan antara
Suti dan Pak Sastro yang menyebabkan kehamilan Suti. Setelah kejadian tersebut
Suti dibawa pergi oleh ibunya ke Jakarta. Setelah sekian lamanya, Suti kembali
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
membawa dan seorang anak perempuan. Semenjak di Jakarta mereka tidak
berhubungan lagi dengan Sarno. Suti akhirnya memilih pulang dan menetap lagi
di Solo.
“Setelah sepenuhnya sadar, Sastro dipapahnya masuk kamar.
Suti menciumnya beberapa kali, mengambil air untuk melap
darah yang berceceran dari mulutnya” (Damono, 2015:78).
“Dan tumpalah dongeng Tomblok itu dihadapan Bu Sastro,
baunya sengit. Suti yang sudah dua hari ini tidak muncul tanpa
melapor ke Bu Sastro ternyata pergi diantar ibunya. Tidak ada
tetangga yang tahu” (Damono, 2015:161).
“Suti mengatakan ia baru dari Jakarta dengan niat untuk menetap
lagi di Solo, di rumah yang ditinggalkannya. Dikatakannya,
selama ini ia bersama ibunya tinggal di Jakarta bekerja srabutan.
Sudah sejak sampai di Jakarta Sarno tidak menjadi bagian hidup
mereka lagi, sekarang entah di mana” (Damono, 2015:185).
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Suti selain perempuan
periang, ia masih belum dewasa, dan menerima apa saja yang menimpanya.
Pikirannya masih terombang-ambing, oleh karena itu ia mudah jatuh cinta, hal itu
dibuktikan dengan hubungannya dengan Pak Sastro hingga memiliki anak. Selain
itu Suti juga selalu menerima semua perlakuan yang seharusnya tidak ia dapatkan
di usianya yang masih muda. Hal itu dibuktikan dengan Suti yang sudah
dinikahkan diusia yang masih belia. Setelah hubungan yang terjadi dengan Pak
Sastro, Suti tidak meminta pertanggungjawaban, tetapi memilih pergi dari desa
bersama ibunya.
2.1.2. Tokoh Utama Antagonis
Berdasarkan analisis, Pak Sastro merupakan tokoh antagonis dalam novel
Suti. Tokoh Pak Sastro menjadi tokoh antagonis, karena beroposisi dengan tokoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
protagonis, secara langsung maupun tidak langsung, bersifat fisik maupun batin
(Nurgiyantoro, 2009:179). Tokoh antagonis juga merupakan penyebab masalah
yang menimpa tokoh protagonis.
2.1.2.1 Penokohan Tokoh Pak Sastro
Pak Sastro adalah suami dari Bu Sastro yang bernama asli Sumardi,
sebelum mendapat gelar Sastro. Ia adalah keturunan priyayi, karena dulu ayahnya
adalah menjadi lurah kraton. Ia dikenal sebagai priyayi yang tampan dan
bersahabat. Ia adalah lulusan HIS, sekolah dasar Belanda. Ia bekerja sebagai juru
tulis di Jawatan Pekerjaan Umum. Pak Sastro berserta istrinya bergaul dengan
siapa saja, tidak memandang latar belakang orang-orang disekitar mereka.
Semenjak pindah di desa tersebut yang masih bersih dari pembangunan,
keluarganya dikenal baik di desa tersebut.
“Keluarga Sastro segera dikenal luas di desa itu sebagai keluarga
baik-baik sebab mengizinkan sumurnya ditimba para
tetangganya. Orang-orang suka bingung memanggil laki-laki
setengah baya yang dibayangkan sebagai Prabu Kresno oleh Suti
itu. Kadang dipanggil „Den‟ kadang-kadang „Pak‟, keluarga itu
tidak peduli sama sekali sebab ketika masih di Ngadijayan pun
mereka bergaul tidak hanya dengan priyayi tetap dengan macam-
macam jenis orang” (Damono, 2015: 30).
Pak Sastro cukup keras dalam mendidik kedua anak laki-lakinya. Namun
sayangnya ia kurang dekat dengan anaknya, karena ia sibuk bekerja. Di sisi lain
anaknya kurang menghargai Pak Sastro karena sifatnya yang suka bermain
perempuan. Pernah suatu hari Pak Sastro dipukuli oleh beberapa lelaki, sebab ia
telah bermain dengan istri orang. Tidak hanya dengan perempuan lain, bahkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Pak Sastro juga menyimpan hati pada Suti. Di usianya yang semakin tua, Pak
Sastro memutuskan pensiun dini karena merasa mulai sakit-sakitan. Ia kurang
menuruti nasehat dokter, sehingga kondisinya semakin memburuk. Pak Sastro pun
di rawat di rumah sakit dan setelah itu tidak pernah kembali.
“Sambil menyapu gururan daun dan bunga kamboja makam,
Tomblok bercerita tetang Pak Sastro yang sudah sejak pindah ke
desa itu berhubungan dengan banyak perempuan. Memang sudah
lama ada calo yang suka menawarkan perempuan di desa-desa
skitar Tungkal, umumnya malah yang punya suami” (Damono,
2015:85)
“Satu hal yang disesali Bu Sastro adalah bahwa ketika Kunto
sudah setuju untuk mengawini midho-nya, yang dulu pernah
disebut-sebut saudaranya, Pak Sastro justru masuk rumah sakit
dan tidak pernah kembali lagi (Damono, 2015:169).
Dari penjelasan di atas tokoh Pak Sastro adalah pria yang tampan, seorang
priyayi yang cukup kuat menarik perhatian banyak perempuan, sehingga
perempuan pun mudah jatuh cinta kepadanya. Ia tetap saja bermain perempuan
walaupun diam-diam istrinya sudah mengetahuinya. Bahkan tidak hanya dengan
istri orang, ia juga melampiaskan kebiasaanya tersebut kepada Suti. Hal itu
dibuktikan dengan Suti yang ikut ke Jakarta untuk menemani Pak Sastro. Lama-
kalamaan mereka berdua larut dalam hubungan yang lebih serius antara majikan
dan pembantu. Hal ini cukup mengejutkan pembaca karena Suti yang ia sudah
anggap sebagai anak perempuan, justru hamil anak dari Pak Sastro.
2.1.3 Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan merupakan tokoh yang lebih sedikit muncul dalam cerita
dan tidak terlalu dipentingkan. Kehadirannya hanya jika ada ketekaitannya dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
tokoh utama, secara langsung ataupun tak langsung. Tokoh tambahan biasanya
dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita (Nurgiyantoro, 2009:176-
177). Berdasarkan analisis, tokoh tambahan dalam novel Suti ini adalah Parni, Bu
Sastro, Tomblok, Kunto,Dewo dan Sarno.
2.1.3.1 Penokohan Tokoh Parni
Parni adalah ibu dari Suti. Sejak pindah dan membeli rumah di kota Solo
ia hanya tinggal berdua yaitu dengan Suti. Ia sudah menjadi janda karena ditinggal
oleh suaminya. Sampai saat itu tidak ada yang tahu siapa ayah dari Suti. Parni
adalah sosok perempuan yang mudah bergaul dengan siapa pun sehingga ia
mudah mendapatkan pekerjaan walaupun tidak tetap. Ia rajin bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya bersama Suti. Biasanya saat pergi mencari kerja
dia menitipkan Suti kepada tetangganya dan sepulang kerja ia selalu membawa
oleh-oleh untuk mereka.
“Parni dengan mudah berbaur dengan penuduk setempat dan
anaknya tumbuh menjadi seorang gadis kecil yang gampang
bergaul dengan anak-anak lain. Seandainya pun tahu ada yang
menggujingkannya, Parni tentu akan membiarkannya saja.
kehidupan kota telah mengajarkannya untuk bersikap demikian”
(Damono, 2015:11).
Ia sangat menyayangi Suti, dan menerima Suti dalam keadaan apa pun.
Namun kekhawatirannya dengan Suti membuatnya segera mengawinkan Suti
dengan seorang duda bernama Sarno. Ia takut anaknya yang suka bergunjing
tersebut akan menjadi perawan tua. Tetapi niatnya menikahkan Suti dengan Sarno
mempunyai tujuan lain, yaitu agar ia bisa bersama Sarno, karena ia mempunyai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
hubungan gelap dengan Sarno yang adalah anak mantunya. Kehidupan kota
membuatnya cuek dengan perkataan orang-orang di kampungnnya
“Ketika Sarno bilang mau saja menikahi Suti, langsung ucapan
itu diterima. Dan laki-laki yang tidak jelas kerjanya itu cepat-
cepat mengawininya” (Damono, 2015:3).
Ia tetap menyayangi Suti walaupun terjadi hal buruk yang menimpa
anaknya tersebut. Malam itu setelah terjadi perdebatan di rumahnya, beberapa hari
kemudian Parni diam-diam membawa Suti pergi dari desa dan tinggal di Jakarta.
Kepergian mereka tidak diketahui sama sekali oleh tetangga. Di sana mereka
bekerja srabutan untuk bertahan hidup. Ketika Suti memilih untuk pulang ke Solo,
Parni pergi ke Kalimantan bersama laki-laki entah siapa untuk mencari kehidupan
baru.
“Tetangga itu juga bilang bahwa kemarin pagi Suti dan ibunya
tampak diantar Sarno dengan becak” (Damono, 2015:162).
“Ketika Ibu bilang mau ke Kalimantan dengan laki-laki entah
siapa, aku memutuskan untuk kembali ke Solo saja” (Damono,
2015:185).
Dari penjelasan tokoh Parni ia digambarkan sebagai tokoh perempuan
yang kuat menghadapi kehidupannya. Ia pintar bergaul dengan siapapun, sehingga
ia mudah saja mendapatkan pekerjaan. Ia rajin bekerja, pekerjaan apa saja
dikerjakan. Perselingkuhannya dengan Sarno yang adalah anak mantunya
membuatnya menjadi bahan pergunjingan warga kampung. Namun Parni tetap
santai dan menganggap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Parni memang
digambarkan perempuan yang sudah terbiasa dengan kehidupan kota.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
2.1.3.2 Penokohan Tokoh Bu Sastro
Bu Sastro alias Marwati adalah istri dari Pak Sastro yang juga sama-sama
keturunan priyayi. Ia adalah lulusan HIS, sekolah dasar Belanda. Ia dan
keluarganya pindah ke pinggiran Solo untuk mencari tempat tinggal yang lebih
nyaman. Semenjak pindah di Solo, Bu Sastro merasa lebih baik, meskipun hanya
memakai senter dan lampu teplok di malam hari. Ia cukup bersahabat dan mudah
berbaur dengan tetangga sekitar. Bu Sastro dikenal baik karena tidak memandang
orang dari status. Bu Sastro juga mempercayai apa yang terjadi di kampung itu
semua atas kehendak Mbah Parmin yang dipercayai sebagai Kiai keramat.
“Bahkan ada diantara orang desa yang percaya sepenuhnya
bahwa semua sudah diatur oleh Mbah Parmin” (Damono,
2015:86).
“Terima kasih Mbah Parmin, katanya tak kedengaran siapa pun.
Tolong jaga anak saya ini (Damono, 2015:110).
“Bu Sastro seorang priyayi tulen yang tidak pernah menyimpan
gagasan tentang kasta atau silsilah asal usul kekayaan” (Damono,
2015:31).
Melihat Suti yang tidak bersekolah dan ulet dalam urusan dapur, Bu Sastro
akhirnya memperkejakan Suti di rumahnya. Lama kelamaan ia menganggap Suti
bukan lagi pembantu rumah tangga, tapi ia sudah menganggap Suti seperti
anaknya sendiri. Bu Sastro sangat menyayangi Suti, karena ia tidak memiliki anak
perempuan. Bu Sastro memiliki dua anak laki-laki, ia sangat dekat dengan kedua
anaknya itu. Bu Sastro mengetahui kalau suaminya suka bermain perempuan, ia
cukup sabar dan pura-pura tidak tahu dengan kelakuan suaminya tersebut. Bahkan
saat mengetahui Suti mempunyai hubungan dengan suaminya, ia tetap saja diam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Ia membiarkan hal itu terjadi dengan tenang, ia tidak menyimpan dendam
sedikitpun.
“…sedangkan Suti adalah perempuan yang dianggapnya sebagai
anak angkat. Impiannya mendapatkan anak perempuan
sepertinya terkabul ketika dilihatnya Suti masuk ke dalam
lingkaran keluarganya” (Damono, 2015).
“Bu Sastro netral saja sikapnya, mungkin karena mengetahui
bahwa sebenarnya suaminya yang jantan itu sejenis berandal
juga, terutama dalam urusannya dengan perempuan” (Darmono,
2015).
Setelah anak sulungnya ke Jogja untuk berkuliah, Bu Sastro juga jarang di
rumah. Ia sering mengunjungi Kunto. Terkadang dari Jogja ia masih mampir ke
saudara iparnya. Bahkan saat suaminya sedang sakit ia malah meminta Suti yang
merawat dan menemani Pak Sastro. Namun kepergian Suti cukup membuat Bu
Sastro kaget dan merasa terpukul. Setelah anaknya Kunto menikah, Bu Sastro
kembali ke Solo bersama Dewo. Di sana ia dipertemukan lagi dengan Suti dan
Nur (anak dari hubungan Suti dan Pak Sastro). Ia merasa sangat bahagia karena
akhirnya Suti kembali ke dalam keluarganya.
“Bu Sastro bangkit, memegang tangan anak itu, mencium dan
membisikannya. Saat itulah Suti seperti mendengar suara bisikan
itu, Bapak telah memenuhi janjinya memberiku anak
perempuan” (Damono, 2015:187).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Bu Sastro memang
memiliki sifat yang tenang dan penyayang. Ia percaya bahwa semua yang terjadi
sudah dikehendaki Mbah Parmin. Hal itu dibuktikan dengan sikapnya yang tetap
tenang dan kuat walaupun mengetahui suaminya suka bermain perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Bahkan saat ia melihat kedekatan suaminya dengan Suti, ia tetap diam dan
mengijinkan Suti merawat dan menemani suaminya yang sakit pada saat itu. Bu
Sastro memang menginginkan anak perempuan, itulah sebabnya ia tetap sayang
pada Suti, dan terlebih lagi Nur.
2.1.3.3 Penokohan Tokoh Tomblok
Tomblok alias Pariyem adalah sahabat Suti sejak kecil. Dari kecil
Tomblok selalu bersama-sama dengan Suti, termasuk saat masuk sekolah. Ia
berhenti sekolah karena harus membantu keluarganya mencari nafkah. Pekerjaan
apapun dikerjakannya dengan senang. Karena kerajinannya itu beberapa tetangga
juga pernah memintanya membantu pekerjaan rumah mereka. Hubungannya
dengan para tetangga pun cukup akrab karena ia dikenal suka mengabarkan
sesuatu atau bergosipyang diterima baik oleh para warga yang tidak memiliki
kerjaan atau memang suka bergunjing.
“Tomblok, burung penyebar berita itu, berkisah panjag
lebar sesampai di rumahnya tentang semua yang telah
terjadi di Tungkal” (Damono, 2015:186).
Tomblok suka bergunjing tentang sesuatu yang terjadi di desa tersebut
sehingga berita tersebut tersebar luas. Tomblok sangat cepat mengetahui kabar
terbaru di desanya. Tomblok dan Suti biasa bergunjing saat mencuci pakaian
ataupun menimba air di sumur. Ia cukup tahu semua masalah yang menimpa Suti,
temasuk hubungan gelap Ibu Suti dengan Sarno. Sebagai sahabat, Tomblok sangat
menyayangi Suti dan selalu mendengar keluh kesah Suti. Setelah Suti pergi ke
Jakarta menemani den Sastro, Tomblok akhirnya bekerja membantu pekerjaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
rumah bu Sastro menggantikan Suti. Tomblok cukup banyak tau cerita tentang
keluarga Den Sastro. Semakin hari Tomblok semakin merasa nyaman bekerja di
rumah den Sastro, keberadaan Tomblok di rumah tersebut membuat peranannya
cukup penting. Ketika Suti pergi dari kampung tersebut Tomblok tidak ikut-ikutan
gosip bersama orang kampung, karena ia menyayangi sahabatnya itu.
“Tomblok sahabat dekatnya, tahu benar apa yang terjadi pada
Suti sejak ia masuk ke keluarga Satro. Ia sangat sayang pada
sahabatnya itu meskipun meskipun kadang-kadang ada rasa
khawatir….” (Damono, 2015:79).
“Bu Sastro pada dasarnya tidak suka mendengar dan
menyebarkan kabar burung, tetapi karena cara Tomblok
menyampaikannya menarik, dibiarkannya burung itu ngoceh
terus….” (Damono, 2015:122).
“Suti hilang digondol gagak, canda orang kampung. Tomblok
tidak pernah mau ikut-ikut mereka. Suti adalah sahabatnya,
mereka saling mempercayai” (Damono, 2015:166).
Tokoh Tomblok dapat disimpulkan sebagai tokoh yang permasalahan
hidupnya sama dengan Suti, masih memiliki pemikiran yang belum dewasa,
apalagi Tomblok suka menyampaikan kabar burung. Namun Tomblok merupakan
sahabat baik Suti, ia selalu mendukung dan menasehat apapun yang dilakukan
Suti. Tomblok juga diajak bekerja di rumah Bu Sastro karena waktu itu Suti harus
merawat Pak Sastro, dan Bu Sastro membutuhkan seseorang untuk membantu
mengurus rumah sehingga ia makin dekat dan cukup tahu tentang keluarga Sastro.
2.1.3.4 Penokohan Tokoh Kunto
Kunto adalah anak sulung dari Pak Sastro dan Bu Sastro. Ia dikenal
sebagai anak yang penurut serta disayang banyak guru di sekolah. Setelah tamat
dari SMA Margoyudan, Kunto melanjutkan kuliah di salah satu Universitas di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Yogyakarta. Ia ke sana diantar oleh ibunya dan juga Suti. Setelah lulus kuliah
Kunto mendapatkan pekerjaan dan juga mendapat calon istri. Ia anak penurut dan
tenang, serta tidak pernah mau mencampuri urusan orang lain. ia lebih memilih
untuk belajar, atau pergi nonton bioskop bersama sahabatnya.
„Kunto tidak pernah mau turut campur, tidak karena mau
bersikap hati-hati dengan tetapi karena ia malah bisa menjadi
korban ketegasan sikap ayah dan adiknya. Tidak pernah ada niat
dan nyali dalam dirinya untuk ikut-ikut membanting gelas. Laki-
laki muda itu memilih rajin bersekolah setidaknya tidak kalah
dengan adiknya,…” (Damono, 2015:45).
“Anak-anak yang perempuan yang belajar menari suka
menggoda Kunto, tidak sebaliknya. Bu Sastro memperhatikan
anaknya lebih suka bergaul, pergi ke sana-sini, dan berhaha hihi
dengan teman-temannya laki-laki”. (Damono, 2015:115).
Sebagai anak laki-laki ia cukup dekat dengan ibunya dibandingkan dengan
ayahnya. Kedekatannya dengan ayahnya mulai renggang ketika mengetahui
ayahnya selingkuh. Namun Kunto hanya bisa diam dan menahan perasaanya
karena tidak memiliki keberanian untuk menegur ayahnya. Semenjak kedatangan
Suti di rumahnya, Kunto mulai menyimpan rasa suka pada Suti, namun ia lebih
memilih menganggap Suti sebagai adiknya, karena Suti juga adalah istri orang. Ia
pun tidak terlalu mementingkan wanita, bisa dibilang ia memiliki rasa tidak peka
untuk permasalahan hati.
Akhirnya ia dijodohkan dengan midho-nya atau sepupu perempuan
bernama Sarah, dan akhirnya menikah di Surabaya. Berat bagi Kunto untuk
menerima kenyataan bahwa ia tidak menikahi Suti, karena bayang-bayang Suti
masih terlintas di kepalanya.
“Kunto merasa telah berbuat keliru memikirkan yang sudah
lampau ketika sedang menjalani upacara perkawinannya. Selama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
acara berlangsung dengan susah payah ia berusaha menghapus
jejak-jejak Suti di wajah Sarah, istrinya. Dan gagal. (Damono,
2015:177).
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Kunto adalah tokoh
yang pikirannya dewasa dan tidak suka mencari masalah. Kunto adalah tipe lelaki
yang tidak begitu mementingkan/ memberi perhatian pada wanita. Tapi saat
kedatangan Suti di rumahya, Kunto mulai menunjukan sifat lelakinya. Ia
memiliki perasaan pada Suti namun ia berusaha menyadari sepenuhnya bahwa
Suti adalah istri orang. Walaupun telah menikah, jauh dalam hatinya masih
mengingat Suti.
2.1.3.5 Penokohan Tokoh Dewo
Dewo adalah anak kedua dari Bu Sastro. Kuntomemiliki wajah yang
cukup tampan, namun tidak dengan tingkah lakunya. Dewo dikenal sebagai anak
yang sering tahan kelas, bukan karena bodoh tetapi karena selalu membantah
guru. Tidak hanya di sekolah, di rumah pun ia sering bertengkar dengan ayahnya.
Dewo juga bergaul dengan berandalan desa yang tidak bersekolah, itulah yang
membuat Pak Sastro memarahinya.
“Di rumah pun demikian. Pak dan Bu Sastro harus ekstra
hati-hati menghadapi bontotnya itu. Pernah suatu hari
Pak Sastro marah besar, membanting gelas sampai
berkeping-keping , Dewo menjawabnya dengan
melempar gelas juga ke pintu lebih berkeping-keping”
(Damono, 2015:44).
Walaupun demikian ia yang dekat, dan paling menyayangi ibunya. Dewo
memang sudah mengetahui bahwa ayahnya sering bermain perempuan, ia hanya
berusaha tetap tenang namun terkadang memberontak. Semakin lama menahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
semua itu, akhirnya ia pun berbicara soal ayahnya kepada ibunya. Kali ini tidak
dengan kekerasan, ia berbicara layaknya seorang anak yang bertanggung jawab.
Pada akhirnya setelah Kunto menikah, Dewo memilih bekerja di Solo sekaligus
ingin menemani ibunya, karena kakaknya Kunto tinggal dan bekerja di Surabaya.
“Ibu atas nama Bapak, Dewo meminta maaf atas segala
yang selama ini terjadi di keluarga kita” (Damono,
2015:109).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa tokoh Dewo adalah
tokoh yang digambarkan sebagai tokoh yang berani melawan. Ia cukup keras
kepala saat dihadapkan dengan ayahnya. Ia menjadi anak pembangkang salah
satunya karena mengetahui ayahnya berselingkuh dari ibunya. Walaupun ia keras
kepala, tetapi akhirnya ia bisa bersikap dewasa karena ibunya. Ia sangat
menyayangi ibunya dan merasa bersalah atas perbuatan ayahnya kepada ibunya.
2.1.3.6 Penokohan Tokoh Sarno
Sarno adalah suami dari Suti. Ia adalah seorang duda. Sarno menikahi Suti
dengan alasan agar memilki anak, karena di pernikahan sebelumnya ia tidak
memilki anak. Sarno adalah pekerja srabutan. Ia pekerja keras dan apapun
pekerjaan itu ia lakukan dengan semangat. Namun karena sering bekerja diluar ia
jarang memilki waktu dengan Suti, bahkan ia sering mendengar kabar miring
tentang istrinya. Namun dibiarkanya saja, pikirnya karena Suti kesepian ditinggal
suami.
“suami Suti kerjanya srabutan, malah kadang-kadang
kerja beberapa bulan di Sragen membantu pemborong
membangun kantor sebuah jawatan. Sekali seminggu
pulang dan pernah mendengar kabar istrinya berbuat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
tidak lurus, tetapi ia bertindak apa-apa. Ya mau apa,
perbuatan yang tidak lurus itupun tidak jelas apanya
(Damono, 2015:4)”
Lama kelamaan Sarno pun menjalin hubungan dengan Parni yaitu ibu dari
Suti. Hal itu terjadi karena mereka berdua sama-sama kesepian. Sarno kesepian
ditinggal Suti bekerja di rumah Pak Sastro. Namun hubungannya dengan Parni
hanya untuk kesenangan belaka, pada akhirnya Parni meninggalkan Sarno saat
mereka berada di Jakarta.
“dan tata cara antara mertua dan menantu biasanya
berakhir di kamar, dan Suti pura-pura tidak tahu,
pura-pura tidak mendengar (Damono, 2015:75)
Dari penjelasan diatas tokoh Sarno adalah tokoh yang rajing bekerja
apapun untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Di sisi lain ia adalah lelaki
yang tidak banyak omong, dan hanya diam mendengar kabar istrinya Suti berbuat
hal buruk.
2.3 Rangkuman
Analisis bab II ini menunjukan kajian struktural yang dibatasi dengan
tokoh dan penokohan. Tokoh-tokoh dalam novel Suti adalah Suti, Tomblok, Parni,
Sarno, Pak Sastro, Bu Sastro, Kunto, dan Dewo. Dalam tokoh dan penokohan,
tokoh Suti mengalami berbagai permasalahan yang pelan-pelan membentuknya
menjadi dewasa. Diusianya yang masih muda ia dikawinkan dengan seorang duda
bernama Sarno. Sarno mengawini Suti semata-mata karena ingin memiliki anak,
karena dipernikahannya sebelumnya ia tidak memiliki anak. Diam-diam Sarno
menjalin hubungan dengan Parni, namun Suti lebih memilih untuk tidak
mengetahui apa-apa. Setelah bekerja di keluarga Sastro Suti merasa menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
bagian dari keluarga itu. Ia tidak lagi dianggap pembantu,tapi sudah diangkat
menjadi anak oleh Bu Sastro. Di usianya yang masih muda Suti memiiki rasa suka
pada lelaki yang ditunjukan pada Kunto. Tidak hanya Kunto, sejak awal Suti juga
sudah mengagumi Pak Sastro. Hingga ia mengalami hubungan serius dengan Pak
Sastro dan memiliki anak. Parni ibu Suti tidak pernah mempermasalahkan sifat
anaknya itu. Ia sangat sayang pada Suti, dan juga sudah mempercayai keluarga
Sastro untuk merawat Suti. Saat mengetahui Suti hamil, Parni membawa Suti
pergi dari Desa Tungkal dan tinggal di Jakarta sambil bekerja. Parni tidak kembali
ke Solo, tapi memilih untuk mencari hidup baru di Kalimantan.
Tomblok adalah sahabat Suti dari kecil dan di sebut-sebut sebagai burung
penyebar berita. Ia juga bekerja membantu keluarga Sastro saat Suti sedang
berhalangan (menemani Pak Sastro di Jakarta). Tomblok cukup banyak
mengetahui keluarga Sastro. Sementara itu tokoh bu Sastro juga diceritakan
sebagai wanita yang kuat dan tangguh. Ia tidak sama sekali tidak pernah
menentang suaminya yang berselingkuh. Sampai pada saat kematian suaminya ia
masih merasa bersalah karena belum bisa memberikan anak perempuan. Tokoh
Kunto dan Dewo juga diceritakan sebagai anak lelaki yang patuh hanya dengan
ibu mereka. Kedua lelaki ini yang selalu menguatkan Bu Sastro sekaligus siap
melindungi.
Para tokoh dalam novel Suti mengalami permasalahan yang sebernarnya
cukup berat, apalagi pada tokoh perempuan. Tokoh perempuan yang diceritakan
adalah perempuan yang mudah jatuh cinta, perempuan yang tidak begitu
mementingkan pendidikan, dan lebih mementingkan pekerjaan.Tetapi setelah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
perlahan-lahan permasalahan itu teratasi atas kehendak “Mbah Parmin” beberapa
dari mereka menyadari serta saling menerima satu sama lain dan hidup bersama
lagi.
Dari analisis tokoh dan penokohan di atas terlihat adanya citra dan peran
perempuan yang sangat kuat pada novel Suti. Citra tersebut akan dijelaskan pada
bab III. Pada bab III akan dideskripsikan citra perempun yang meliputi aspek
psikis, fisik, sosial dan masyarakat yang membentuk tokoh-tokoh perempuan
dalam novel Suti .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
BAB III
CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL SUTI
3.1 Pengantar
Dalam bab III akan dibahas mengenai gambaran citra perempuan terhadap
tokoh perempuan yang terdapat dalam novel Suti. Gambaran citra perempuan ini
meliputi citra diri wanita dan citra sosial wanita. Citra diri wanita dibagi menjadi
citra fisik dan psikis. Citra sosial wanita dibagi menjadi citra wanita dalam
keluarga dan citra wanita dalam masyarakat.
3.2 Citra Diri Perempuan
Citra diri wanita merupakan sosok individu yang mempunyai pendirian
dan pilihan sendiri atas berbagai aktivitasnya berdasarkan kebutuhan-kebutuhan
pribadi maupun sosialnya (Sugihastuti, 2000: 112-113). Berikut ini akan
dipaparkan citra diri wanita dari aspek fisis dan aspek psikis.
3.2.1 Citra Perempuan dari Aspek Fisik
Dapat dikongkretkan bahwa citra fisis wanita antaralain diwujudkan ke
dalam fisik wanita dewasa. Aspek fisis wanita dewasa ini terkongkretkan dari ciri-
ciri fisk wanita dewasa, misalnya pecahnya selaput darah, melahirkan dan
menyusui anak, serta kegiatan-kegiatan kerumahtanggaan (Sugihastuti, 2000:94).
Berdasarkan aspek fisik Suti digambarkan sebagai perempuan yang
muda/masih belia. Dalam kehidupannya tokoh Suti tidak digambarkan sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
perempuan cantik, dan cukup untuk menarik banyak orang. Namun, aspek fisik
yang dimaksudkan bukanlah kecantikan dan keindahan tubuh melainkan
perempuan yang dapat hamil, melahirkan, dan menyusui. Tokoh Suti diceritakan
memiliki seorang anak perempuan. Namun itu bukan hasil hubungannya dengan
suami, melainkan hubungannya dengan Pak Sastro. Setelah ketahuan hamil ia
dibawa pergi ibunya ke Jakarta untuk tinggal beberapa bulan di sana sekaligus
menjauh dari tetangga mereka. Di sana Suti dan ibunya bekerja srabutan untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sekian lama setelah melahirkan anaknya,
Suti akhirnya kembali ke Solo bersama Nur (anak dari hasil hubungannya dengan
(Pak Sastro). Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
“Tetangga dekat ibu Suti pun tampaknya tidak mau membukakan
apa pun kepada Bu Sastro. Yang disampaikan hanya sekelumit
berita saja, yakni bahwa Suti sakit, muntah-muntah, dan bahwa
selama dua malam itu selalu terdengar ribut-ribut di rumahnya
(Damono, 2015: 162).
“Perempuan itu tidak tampak surut kecantikannya, kulitnya saja
yang menjadi kecoklatan. Sebelum ia bangkit, Suti berkata
kepada anak itu untuk mencium tangan Tomblok sambil
memperkenalnya sebagai anaknya (Damono, 2015:184).
“kalimat pertama yang diucapkan Bu Sastro ketika melihat Suti
menggandeng anaknya, itu anakmu Sut?” (Damono, 2015:188).
Berdasarkan pernyataan tersebut, citra tokoh Suti dari aspek fisik
diceritakan bisa hamil, melahirkan dan menyusui. Walaupun tidak diceritakan
kapan Suti melahirkan, dan bagaimana ia merawat anaknya Nur, tetapi dengan
adanya anak tersebut membuktikan bahwa Suti pernah hamil, melahirkan, dan
menyusui anak. Beberapa tokoh perempuan lainnya seperti Parni dan Bu Sastro
juga dicitrakan bahwa mereka telah memiliki anak. Tidak diceritakan kapan
mereka mengalami kehamilan hingga melahirkan, namun dengan keberadaan anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
mereka membuktikan bahwa tokoh Parni dan Bu Sastro pernah hamil, melahirkan,
menyusui serta merawat anak mereka. Sedangkan tokoh Tomblok memang belum
pernah mengalami kehamilan karena ia belum pernah menikah.
3.2.2 Citra Perempuan dari Aspek Psikis
Wanita sebagai makhluk individu, selain terbentuk dari aspek fisis, juga
terbangun oleh aspek psikis. Ditinjau dari aspek pisiknya wanita juga mahkluk
psikologis, makhluk berpikir, berperasaan, dan beraspirasi.
Tokoh Suti dilihat dari aspek psikis adalah perempuan yang memiliki
perasaan untuk merasakan keadaan dalam dirinya ataupun di luar dirinya yaitu
merasakan gejolak dalam hatinya. Setelah menikah dengan Sarno Suti tidak begitu
banyak menaruh harapan pada Sarno karena ia tahu hubungan Sarno dengan
ibunya. Bisa dikatakan Suti ingin bercerai namun ia memikirkan ibunya. Karena
diusianya yang masih muda (masih labil) Suti memiliki perasaan suka kepada
laki-laki lain. Ia menaruh hati pada Kunto anak dari Pak Sastro. Namun
perasaanya seolah-olah digantung oleh Kunto, sehingga Suti pun jatuh hati
kepada Pak Sastro. Selain itu semenjak tahu dirinya sedang mengadung Suti
menghadapinya dengan tenang. Ia pergi dari desa dan bertahan hidup di Jakarta
tanpa suami. Walaupun ia menjadi bahan pergunjingan para tetangganya, ia sama
sekali tidak peduli. Ia berkembang menjadi wanita dewasa serta bertanggung
jawab dengan perubahan dirinya. Ia tidak menuntut tanggungjwaban dari
siapapun melainkan pergi untuk sementara waktu, dan kembali lagi membawa
anaknya. Hal ini diapat dilihat dalam kutipan berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
“Setiap kali sendirian bersama ayah Kunto di rumah, Suti
berusaha mati-matian untuk mengusir bayang-bayangan yang
terus memburunya sejak kecil ketika ia suka menonton upacara
patilan sang kuda Kang Mangun. Pak Sastro bukan pejantan, dia
benar-benar priyayi jantan!” (Damono, 2015:76).
“Apa aku ini memang goblok? Tanya Suti kepada dirinya
sendiri. Kalau dipikir bahwa ia diam-diam mencintai Kunto,
orang boleh bilang ia memang goblok” (Damono, 2015:87).
“Suti merasa siap menghadapi dirinya sendiri sepenuhnya.
Dipeluknya erat-erat anaknya seperti tidak ingin ada orang yang
mencoba merebutnya” (Damono, 2015:187).
Tokoh Bu Sastro juga diceritakan sebagai sosok perempuan yang
memiliki sifat yang cukup tangguh. Perempuan yang tidak memandang rendah
orang lain ini digambarkan sebagai sosok yang kuat dan sabar. Sabar menghadapi
suaminya yang suka bermain perempuan atau berselingkuh. Ia berpendapat bahwa
Pak Sastro melakukan hal tersebut untuk mendapatkan anak perempuan. Bahkan
saat ia tahu bahwa suaminya mempunyai hubungan dengan Suti ia berpura-pura
tidak tahu dan hanya bisa dia. Ia tetap menyuruh Suti untuk merawat dan
menemani Pak Sastro saat suaminya sakit. Ia membiarkan Suti menemani Pak
Sastro karena sudah menganggap seperti ankanya sendiri dan ia menyayangi Suti.
Bahkan setelah kepulangan Suti ke Solo bersama seorang anak Bu Sastro merasa
bahagia dan menganggap anak tersebut adalah cucunya. Hal ini dapat dilihat
dalam kutipan berikut.
“…Bu Sastro netral saja sikapnya, mungkin karena mengetahui
bahwa sebenarnya suaminya yang jantan itu sejenis berandal
juga, terutama dalam urusannya dengan perempuan” (Damono,
2015:45).
“…sedangkan Suti adalah perempuan yang dianggapnya sebagai
anak angkat. Impiannya mendapatkan anak perempuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
sepertinya terkabul ketika dilihatnya Suti masuk ke dalam
lingkaran keluarganya” (Damono, 2015).
Selain tokoh Suti dan Bu Sastro, ada tokoh lain yaitu Parni. Parni adalah
ibu Suti. Sejak ditinggalkan oleh suaminya Parni mencari kerja apapun untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Ia sosok yang kuat bekerja dan tidak begitu
mengharapkan lelaki untuk memberi nafkah. Parni sering digunjing atau digosip
oleh warga desa salah satunya karena ia tidak memiliki suami saat membawa Suti
ke desa. Selain itu juga Parni yang berselingkuh dengan mantunya Sarno yang
menjadi bahan perbincangan tetangga-tetangganya. Tetapi ia tidak pernah ambil
pusing dengan omongan tetangga-tetangganya, Parni santai menerima hal
semacam itu karena sudah terbiasa dengan kehidupan kota yang keras. Ia
menganggap hal tersebut hal biasa dan untuk menghilangkan rasa kesepiannya.
Parni juga tidak begitu mengkhawatirkan Suti semenjak anak tersebut bekerja di
keluarga Sastro. Waktu itu saat mengetahui Suti hamil, mereka sempat bertengkar
dan akhirnya ia membawa Suti pergi dari kampung agar semunya teratasi.
“Seandainya pun tahu ada yang menggunjingkannya, Parni tentu
akan membiarkannya saja. kehidupan di kota telah
mengajarkannya untuk bersikap demikian” (Damono, 2015:11)
”Suti juga memilih menganggap Sarno itu lebih menjadi urusan
ibunya. Ibunya menyukai demikian, itu sebabnya ia
menyerahkan saja anak perempuannya mengabdi keluarga
Sastro…” (Damono, 2015:59).
Tokoh lain yang juga berperan dalam cerita di novel Suti yaitu Tomblok.
Dari aspek pskis Tomblok digambarkan sebagai seorang sahabat yang sangat
cerewet apalagi dalam urusan bergosip. Meskipun suka bergosip ia tetap yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
menjaga nama baik Suti. Sejak kecil ia selalu bersama dengan Suti dan biasanya
aktivitas mereka berakhir dengan membicarakan suatu hal yang sedang terjadi di
desa mereka. Saat ia mulai bekerja di rumah Bu Sastro, ia sama sekali tidak
berpikir akan menggantikan posisi Suti. Tidak pernah ada sedikit rasa iri kepada
Suti. Rasa sayangnya kepada Suti tidak pernah berubah, saat Suti pergi dari desa
dan kembali lagi ke desa, Tomblok selalu menerimanya dengan senang hati
“Dan sahabat Suti itu tampak makin bersemangat ikhlas
membantu Bu Sastro meskipun diam-diam menyadari bahwa
tidak akan bisa menggantikan kedudukan Suti dalam hati priyayi
itu” (Damono, 2015:125).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa citra diri
perempuan terbangun dari aspek fisik dan aspek psikis. Dalam aspek fisik
perempuan yang tergambar dalam novel Suti tersebut dicitrakan mengalami
pengalaman kehamilan seperti melahirkan dan merawat anak-anak. Perempuan
yang mengalami kehamilan tidak harus mereka yang sudah cukup umur, buktinya
Suti mengalami kehamilan di usia yang belia. Begitupun tokoh perempuan
lainnya seperti Bu Sastro dan Parni digambarkan sudah memiliki pengalaman
hamil. Dalam aspek psikis perempuan kelas atas dicitrakan sabar dalam hal
menghadapi kelakuan suami yang kuat berselingkuh, kuat sebagai seorang istri
dan untuk anak-anak mereka, untuk perempuan kelas bawah dicitrakan mudah
untuk jatuh cinta dengan orang lain dan juga malas tahu dengan gunjingan (gosip)
orang-orang tentang mereka.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
3.3 Citra Sosial Wanita
Citra wanita dalam aspek sosial disederhanakan ke dalam dua peran, yaitu
peran wanita dalam keluarga dan peran wanita dalam masyarakat. Peran ialah
bagian yang dimainkan seseorang pada setiap keadaan, dan cara bertingkah laku
untuk meneyelaraskandiri dengan keadaan (Wolf, dalam Sugihastuti, 2000:121)
3.3.1 Citra Perempuan dalam Keluarga
Wanita sebagai anggota keluarga dicitrakan sebagai mahkluk yang
disibukkan dengan berbagai aktivitas domestik kerumahtanggan: banyak
pekerjaan rumah tangga yang dianggap sebagai tetek bengek, menjadi tanggung
jawab wanita (Sugihastuti, 2010:131).
Dilihat dari aspek peranan dalam keluarga Bu Sastro adalah perempuan
yang cukup aktif mengurus pekerjaan dalam rumah tangganya. Bu Sastro sangat
suka memasak, apalagi memasak dengan bara kayu. Selain memasak ia juga harus
mengurus pekarangan rumah yang cukup luas. Ia juga berperan sebagai seorang
ibu yang harus mampu mendidik kedua anak lelakinya. Dalam hal mendidik Bu
Sastro memang kewalahan mengatasi anaknya yang bontot karena keras kepala,
tetapi pelan-pelan hal itu bisa teratasi. Sebagai seorang istri Bu Sastro selalu
berusaha menghargai suaminya walaupun suaminya sering berselingkuh. Setelah
mereka pindah ke desa yang belum tersedia listrik tersebut, ia tidak menyesal
justru malah menemukan rumah yang sebenarnya. Ia bisa mengurus teplok dan
lampu senter untuk penerangan di malam hari. Bahkan ketika Pak Sastro sedang
sakit, ia tidak bisa menemani Pak Sastro katanya tidak bisa meninggalkan rumah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Namun sebagai manusia Bu Sastro tetap merasa kecapaian harus mengurus
rumahnya sendiri, akhirnya ia mempekerjakan Suti dan Tomblok untuk bekerja di
rumahnya. Pernyataan tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut
“Bu Sastro suka sekali memasak, menikmati asyiknya bara kayu
yang berkedip-kedip kalau ia menggreak-gerakkan kipas
bambunya” (Damono, 2015:37).
“Tidak bisa dibayangkannya betapa sulitnya mengerjakan
memasak, ngangsu, mencuci pakaian, menyetrika, memelihara
pekarangan yang penuh dengan pohonan kalau tidak dibantu”
(Damono, 2015:118).
Tokoh lain yang memiliki peranan dalam keluarga yaitu Parni. Parni
dikenal sebagai perempuan yang memiliki pergaulan luas sehingga ia cukup
mudah mendapatkan pekerjaan. Saat Suti masih kecil Parni menitipkannya saja
kepada tetangga sampai ia pulang bekerja. Semenjak ditiinggal suaminya, Parni
harus bekerja sendiri untuk membesarkan Suti. Pekerjaan apapun dikerjakan
untuk mendapatkan uang. Melihat anaknya yang bertumbuh semakin pintar dan
suka bicara aneh-aneh, Parni memilih untuk menikahkan Suti dengan Sarno.
Pikirnya Sarno dapat membantu pendapatan untuk kehidupan sehari-hari.
Walaupun Sarno sudah bekerja dan bisa menafkahi mereka, Parni tetap saja
bekerja untuk menafkahi Suti. Ia tidak begitu tergantung pada Sarno. Pernyataan
tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut.
“Kadang-kadang kalau ibunya ke kota, ia dititipkan saja ke salah
seorang tetangga yang dengan senang hati menjaganya seharian.
Parni selalu membawa oleh-oleh untuk tetangga itu sepulang dari
kerja. Orang bisa saja hidup tanpa pekerjaan yang jelas, ternyata.
Orang menduga kemapuannya bergaul itulah yang menyediakan
jalan lapang untuk bekerja ini itu tanpa bisa ditetapkan apa
jenisnya” (Damono, 2015:11).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Tokoh Tomblok juga mempunyai peranan dalam keluarga. Ia memiliki
peranan dalam keluarga yaitu membantu mencukupi ekonomi keluarga. Tomblok
tidak menyelesaikan sekolahnya karena ia kadang-kadang harus membantu
keluarganya bekerja. Tomblok juga biasa diminta untuk membantu tetangganya.
Tomblok akhirnya di ajak bekerja di rumah Bu Sastro, pekerjaan apapun ia
kerjakan mulai dari memasak hingga mencuci karena memang itu pekerjaan yang
sering dilakukannya.
“Pariyem tidak menyelesaikan sekolah karena kadang-kadang
harus membantu keluarganya mencari pasir… (Damono,
2015:10).
“Bagi Bu Sastro, Tomblok adalah pembantu rumah tangga yang
sangat baik, yang ikhlas mengerjakan apa saja tanpa mengeluh…
(Damono, 2015:125).
3.3.2 Citra Tokoh Perempuan dalam Masyarakat
Dalam aspek masyarakat, citra wanita adalah makhluk sosial, yang
hubungannya dengan manusia lain dapat bersifat khusus maupun umum
tergantung kepada bentuk hubungan itu. Hubungan wanita dalam masyarakat
dimulai dari hubungannya dengan orang-seorang, antarorang, sampai ke
hubungan dengan masyarakat umum. Termasuk ke dalam hubungan orang-
seorang adalah hubungan wanita dengan pria dalam masyarakat. (Sugihastuti,
2000:142)
Peran perempuan dalam masyarakat di lihat dari sosok Bu Sastro. Ia
dikenal karena kebaikannya yang tidak pernah memikirkan kasta atau kekayaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
seseorang, Bu Sastro juga adalah perempuan yang berani melawan Bu Mayor
yang selama ini ditakuti oleh warga desa. Dengan keberaniaanya yang besar ia
membela warga desa yang selama ini takut dengan Bu Mayor (janda tentara yang
tidak disukai warga), apalagi dengan anjing Bu Mayor yang suka menakuti warga
desa. Bu Sastro juga dianggap teladan warga desa karena Ia merawat kuburan
Mbah Parmin (kiai keramat dan dipercaya oleh warga desa). Berkat dirinya yang
selalu merawat kuburan Mbah Parmin, akhirnya banyak orang-orang yang mau
keluarganya dikuburkan di situ. Akhirnya warga desa pun mendapat sumbangan
dari orang-orang yang keluarganya dikuburkan di tempat itu. Lewat Bu Sastro
para warga ikut mempercayai bahwa Mbah Parmin cukup berpengaruh pada
kehidupan di desa itu. Warga desa juga mempercayai bahwa Bu Sastro
mempunyai hubungan dengan Mbah Parmin yang membawa berkah untuk
mereka. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut.
“Warga desa yang kebetualan nonton adegan itu terkseima,
diam-diam mengaharapkan terjadi perkelahian yang seru yang
hampir tidak pernah terjadi di desa itu. Namu, mereka kecewa
sebab tanpa diduga sama sekali Bu Mayor sperti tidak bisa
berbicara, segera ngeluyur meninggalkan medan perang tanpa
menggerutu. Seperti kehilangan kosa kata yang selama ini ampuh
digunakan untuk menakut-nakuti warga desa.” (Damono,
2015:48).
“Tanpa meminta pertimbangan apa pun kepada priyayi itu
mereka dengan suka rela memberikan apa saja yang bisa mereka
berikan untuk merawat Mbah Parmin. Kita ikuti teladan Bu
Sastro, kata mereka. Ternyata memang hanya priyayi yang bisa
berhubungan dengan Mbah Parmin kata mereka membicarakan
masalah itu.” (Damono, 2015:124).
Suti juga mengambil peran dalam lingkungan sosial atau masyarakat yaitu
dengan bekerja menjadi pembantu rumah tangga di keluarga Pak Sastro.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Walaupun hanya bekerja sebagai rumah tangga yang memang wajib dilakukan
oleh perempuan, tetapi ia sudah membantu meringankan pekerjaan Bu Sastro
seperti memasak,mencuci, dan mengurus rumah. Semenjak Suti masuk dalam
keluarga tersebut, ia dianggap telah merubah kehidupan keluarga itu. Ia tidak
hanya seorang pembantu, tapi sudah dianggap anak oleh Bu Sastro. Walaupun
hanyalah anak angkat, Bu Sastro merasa telah memilih anak perempuan. Selain itu
dengan keberadaan Suti di rumah itu, Bu Sastro merasa anaknya Kunto sudah
mulai menunjukan perasaan kepada perempuan. Hal ini dapat dilihat dalam
kutipan berikut.
“Perempuan muda konyal-kanyil yang pernah diceritakan sedang
mencuci pakaian di sungai itu akhirnya bekerja juga membantu
meringankan pekerjaan Bu Sastro.” (Damono, 2015:36)
“Perempuan muda itu merasa telah menjadi susah-senang Bu
Sastro, tampakanya. Ia pulang ke rumah ibunya kalau pekerjaan
di keluarga Sastro selesai, biasanya habis makan malam, hanya
untuk tidur hampir selalu sendirian.” (Damono, 2015:58)
Tokoh Tomblok juga memiliki peranan dalam masyarakat. Tomblok
dikenal sebagai perempuan yang suka menyebarkan kabar burung atau bergosip.
Berita baru apapun itu akan cepat diketahui oleh Tomblok. Tomblok
mempengaruhi orang-orang yang mendengar gosipannya, bahkan kadang yang
menafsirkan jauh dari apa yang Tomblok katakana. Apalagi semenjak ia bekerja
di keluarga Bu Sastro apapun yang diberitahukannya kepada warga desa tentang
keluarga itu atau hal lainnya akan di dipercaya oleh mereka. Ia juga bercerita
bahwa Mbah Parmin dan Bu Sastro mempunyai hubungan, mendengar itu warga
desa semakin memperhatikan dan merawat kubur Mbah Parmin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
“Demikianlah maka keberadaan Tomblok di keluarga Sastro
semakin penting peranannya bagi warga desa. Apa saja yang
dikatakan perempuan muda itu tentang majikannya ditafsirkan
jauh, sangat jauh oleh yang mendengarkannya.” (Damono,
2015:124)
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa citra perempuan dari
aspek sosial dilihat dari peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat. Dalam
lingkungan keluarga citra perempuan yang digambarkan adalah perempuan yang
aktif dalam mengurus pekerjaan rumah tangga ataupun memenuhi kebutuhan
rumah tangga. Perempuan kelas bawah lebih berperan dalam memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga. Mereka dapat bekerja sendiri dan tidak bergantung
pada lelaki (suami) untuk dinafkahi. Sedangkan perempuan kelas atas bergantung
pada lelaki. Dalam lingkungan masyarakat perempuan kelas atas memiliki
pengaruh dalam mengatasi tekanan yang dialami masyarakat. Bu Sastro dengan
berani membela warga desa yang selama ini dianggap remeh oleh Bu Mayor,
setelah kejadian itu Bu Mayor tidak pernah lagi muncul. Sedangkan perempuan
kelas bawah ikut bersosialisasi di lingkungan masyarakat seperti bekerja menjadi
pembantu rumah tangga, yang ternyata itu adalah perluasan dari pekerjaan
domestik rumah tangga dalam artian pekerjaan umum yang memang harus
dilakukan oleh semua perempuan
3.4 Rangkuman
Pada bab III ini telah dianalisis citra perempuan yang terdapat dalam novel
Suti. Citra perempuan yang dianalisis pada bab ini meliputi, citra diri perempuan
dan citra sosial perempuan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Citra diri perempuan tersebut akan di analisis aspek fisik dan psikis. Dari
aspek fisik perempuan ini tidak dilihat dari segi bentuk wajah atapun bentuk tubuh
perempuan, melainkan apakah perempuan tersebut dapat hamil, melahirkan, dan
menyusui. Dari aspek fisik ini tokoh Suti digambarkan sebagai perempuan muda
yang memiliki anak bukan dari suaminya, melainkan hubungannya dengan laki-
laki lain (Pak Sastro). Walaupun tidak diceritakan secara detail kapan Suti hamil
dan melahirkan, tetapi dengan adanya anak yang bernama Nur itu jelas
menunjukan bahwa Suti pernah mengalami hamil dan melahirkan.
Dari aspek psikis perempuan dicitrakan dari keadaan psikologisnya saat
menghadapi permasalahan dari dalam (keluarga) maupun dari luar (lingkungan).
Dari aspek pskis ini keempat tokoh perempuan yaitu Suti, Bu Sastro, Parni dan
Tomblok berusaha mengendalikan emosi batin mereka dalam menghadapi
masalah. Tokoh Bu Sastro adalah perempuan yang kuat, sabar. Tokoh Suti
digambarkan sebagai perempuan yang malas tahu dan cuek dengan perkataan
orang lain, serta mudah jatuh cinta sama seperti ibunya. Sedangkan Tomblok
digambarkan sebagai perempuan yang memiiliki sifat sedikit sama dengan Suti,
hanya saja ia tidak begitu sibuk dengan urusan percintaan. Dengan sikap cuek,
malas tahu dan memiliki pikiran dewasa, keempat tokoh perempuan ini berusaha
mengatasi masalah mereka masing-masing.
Citra sosial wanita dibagi menjadi citra perempuan dalam keluarga dan
masyarakat. Citra sosial dalam keluarga dilihat dari bagaimana perempuan itu
berperan dalam keluarganya baik urusan rumah tangga, hingga mengurus anak.
Tokoh perempuan yang dilihat dalam aspek keluarga ini digambarkan sebagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
perempuan yang dapat mengurus urusan rumah tangga, yang bekerja keras untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini menunjukan bahwa pada waktu itu
perempuan (kelas bawah) mempunyai semangat bekerja untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi serta tidak begitu tergantung pada laki-laki untuk memberi
nafkah.
Citra perempuan dalam masyarakat yaitu bagaiamana perempuan tersebut
bersosialisasi dengan orang-orang terdekatnya maupun masyarakat umum. Selain
itu citra perempuan dalam masyarakat dilihat dari bagaimanakah peran perempuan
tersebut bagi orang lain. Semua tokoh perempuan ini cukup berperan dalam
masyarakat, namun hanya ada beberapa yang dapat membangun hubungan dengan
orang lain dan berpengaruh, serta berguna bagi orang lain. Hal tersebut
menggambarkan bahwa pada zaman itu hanya perempuan yang berpendidikan
yang cukup di percaya atau dapat mempengaruhi orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada bab II telah dibahas mengenai tokoh dan penokohan dalam novel
Suti. Tokoh dalam novel ini dibagi menjadi tiga yaitu tokoh protagonis, tokoh
antagonis, dan tokoh tambahan. Tokoh utama protagonis adalah Suti. Tokoh
utama antagonis adalah Pak Sastro. Ketigannya menjadi tokoh utama karena
sering muncul dan menjadi penggerak alur. Tokoh Suti menjadi tokoh protagonis
karena ia adalah tokoh yang paling banyak diceritakan, ia juga merupakan tokoh
yang menghadapi banyak permasalahan. Tokoh Pak Sastro menjadi tokoh
antagonis karena ia adalah tokoh yang menimbulkan konflik secara langsung
maupun tidak langsung, baik fisik maupun batin.
Tokoh Suti digambarkan sebagai tokoh perempuan muda yang pandai
bergaul, suka bergunjing, dan malas tahu. Hal ini dibuktikan dengan sikapnya
yang tidak peduli dengan omongan orang lain tentang dirinya. Selain itu ia mudah
jatuh cinta, sehingga ia pun bimbang dengan perasaanya. Tokoh Pak Sastro
digambarkan sebagai tokoh yang berparas tampan dan baik. Walaupun suka
berselingkuh, ia dipandang baik dan suka bergaul dengan siapa saja.
Tokoh tambahan dalam novel Suti merupakan tokoh yang lebih sedikit
muncul dalam cerita dan tidak terlalu dipentingkan. Kehadirannya hanya jika ada
keterkaitannya dengan tokoh utamasecara langsung maupun tidak langsung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Tokoh tambahan dalam novel ini diantaranya adalah Bu Sastro, Parni, Tomblok,
Sarno, Dewo dan Kunto. Tokoh Bu Sastro digambarkan sebagai tokoh yang kuat
dan sabar dalam mempertahankan rumah tangganya dengan Pak Sastro. tokoh
Parni digambarkan sebagai tokoh yang malas tahu, namun yang rajin bekerja dan
tidak bergantung pada lelaki. Tokoh Tomblok digambarkan sebagai tokoh yang
yang suka bergunjing, rajin bekerja, dan ia juga menyayangi Suti. Tokoh Sarno
digambarkan sebagai tokoh yang pernah mencampuri urusan istrinya Suti, ia
memilih diam dan lebih baik bekerja. Tokoh Kunto digambarkan sebagai tokoh
yang penurut dan bersikap dingin kepada perempuan, namun kehadiran Suti
membuatnya berubah. Tokoh Dewo digambarkan sebagai tokoh yang keras kepala
dan bandel, namun akhirnya ia berubah menjadi lebih dewasa dan paling
menyayangi ibunnya.
Pada bab III dijelaskan mengenai citra perempuan yang terdapat pada
novel Suti. Citra perempuan dalam novel ini meliputi citra diri wanita dan citra
sosial wanita. Citra wanita tersebut mengungkap citraan perempuan yang terdapat
dalam novel Suti. Citra perempuan diri perempuan meliputi aspek fisik dan psikis,
sedangkan citra sosial perempuan meliputi peran perempuan dalam keluarga dan
masyarakat.
Citra tokoh Suti dari aspek fisik menggambarkan perempuan muda yang
sudah mengalami kehamilan, melahirkan, dan merawat anaknya. Tokoh
perempuan lain seperti Bu Satro dan Parni juga digambarkan telah memilki anak
yang otomatis mereka pernah mengalami kehamilan dan melahirkan. Tokoh
Tomblok tidak digambarkan dari aspek fisik karena belum pernah mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
kehamilan. Dari aspek psikis tokoh Suti digambarkan sebagai perempuan yang
mudah jatuh cinta kepada lelaki, yaitu juga ia memiliki sifat yang malas tahu
dengan omongan orang. Tokoh Bu Sastro juga digambarkan sebagai perempuan
yang kuat dan sabar dalam menghadapi suaminya yang suka berselingkuh. Tokoh
Parni digambarkan sebagai perempuan yang malas tahu (cuek) dengan omongan
orang tentang hubungannya dengan Sarno maupun tentang siapa ayah Suti, karena
ia sudah terbiasa dengan pergaulan di kota. Dan Tomblok digambarkan sebagai
perempuan yang suka bergosip tentang suatu yang terjadi di desa mereka, ia juga
memilki sifat yang malas tahu dengan omongan tetangganya.
Dalam aspek keluarga Bu Sastro digambarkan sebagai seorang istri yang
tetap menghargai suaminya, walaupun ia tahu suaminya berseligkuh. Sebagai
seorang ibu, ia berusaha mendidik kedua anaknya agar tidak membenci ayah
mereka. Ia juga memberi dorongan pada anaknya agar terus bersekolah. Tokoh
Parni digambarkan sebagai seorang ibu yang rajin bekerja untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, dan tidak bergantung pada lelaki. Sebagai seorang ibu ia
juga memikirkan masa depan Suti, karena takut jika kelak Suti akan menjadi
perawan tua, ia menikahkan Suti di usia muda. Tokoh Tomblok digambarkan
sebagai anak yang rajin bekerja diusianya yang masih muda untuk dapat
mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Dalam aspek masyarakat tokoh Suti
digambarkan sebagai perempuan yang cukup bersosialisasi dengan masyarakat,
dengan bekerja menjadi pembantu RT dikeluarga Bu Sastro. Tokoh Bu Sastro
digambarkan sebagai perempuan mudah yang bergaul dengan tetangganya dan
cukup berpengaruh dalam lingkungan masyrakat. Tokoh Tomblok digambarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
sebagai perempuan yang akrab dengan tetangganya karena ia suka membawa
kabar burung. Apapun yang dikatakan Tomblok selalu dipercaya oleh mereka.
Dapat disimpulkan dari citraan tersebut, citra diri perempuan dari aspek
fisik yang tergambar dalam novel Suti adalah perempuan yang mengalami
kehamilan, melahirkan dan merawat anak. Citra diri dari aspek psikis dibedakan
menjadi perempuan kelas atas dan kelas bawah. Perempuan kelas atas
digambarkan bertanggung jawab dalam urusan rumah tangga dan menerima apa
saja pelakuan lelaki (suami). Sementara perempuan kelas bawah digambarkan
mudah jatuh cinta dan mudah berselingkuh. Citra sosial perempuan juga
dibedakan menjadi perempuan kelas atas dan kelas bawah. Perempuan kelas atas
digambarkan secara ekonomi bergantung pada suami, meskipun mereka
mempunyai pengaruh dimasyarakat. Sementara perempuan kelas bawah
digambarkan memiliki kemandirian secara ekonomi dengan bekerja menjadi
pembantu RT, walaupun sebenarnya profesi ini merupakan pengembangan dari
pekerjaan domestik kerumahtanggaan.
Dari analisis diatas dapat disimpulkan bahwa novel Suti juga bersifat
patriarki. Novel ini masih mempertahankan stereotipe antara perempuan dan laki-
laki secara patriarki.
4.3 Saran
Penelitian dan pembahasan mengenai citra perempuan yang meliputi citra
diri wanita dan citra sosial wanita telah dianalisis dalam karya ilmiah ini. Untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
peneliti selanjutnya, novel ini masih dapat diteliti lebih dalam dengan
menggunakan teori yang sama, dengan lingkup kajian struktural yang lebih luas
seperti latar dan alur. Dapat juga menggunakan budaya patriarki sebagai bahan
kajian terhadap novel ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Rahman 2017. “Perspektif Gender dalam Suti karya Sapardi Djoko
Darmono: Tinjauan Feminisme Sastra dan Implementasinya pada
Pembelajarannya Sastra di SMA”. Universitas, Muhammdiyah, Surakarta
Dagun, Save M. 1992. Maskulin dan Feminin: Pria dan Wanita Dalam
Fisiologi, Psikologi, Seksual, Karier dan Masa Depan. Jakarta: Rineka
Cipta
Damono, Sapardi Djoko 2015. Suti Jakarta: PT Kompas Media Nusantara
Djojosuroto, Kinayati 2006. Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya.
Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Eagleton, Tery 2007. Teori Sastra Pengantar Komprehensif: Bandung:
Salasutra
Fakih, Mansour 2003. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Faruk, 2012. Metologi Penelitian Sastra, Sebuah Penjelajahan Awal
Indah, Silvia Arma 2013. Citra Tokoh Perempuan dalam Novel Tanah Tabu
karya Anindita S. Thayf : Kajian Sastra Feminis, dalam thesis UNMED
Istanti, Syska. 2012 “Citra Perempuan dalam Novel Cinta Suci Zahrana Karya
Habiburrahman El Shiraz: Tinjauan Kritik Sastra Feminis, Skripsi thesis,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Isminarti, Rosita 2010. “Citra Perempuan dalam Novel Kesempatan Kedua
Karya Jusra Chandra, Tinjauan Feminisme Sastra” Universitas:
Muhammadiyah Surakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Nurgiyantoro, Burhan 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Gadjah Mada: University
Press
Ratna, Nyoman Kutha 2012. Teori Metode dan Teknik Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugihastuti dan Suharto 2010. Kritik Sastra Feminisme, Teori dan Aplikasinya,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugihastuti dan Itsna Hadi Setiawan 2010. Gender dan Inferioritas
Perempuan:Praktik Kritik Sstra Feminis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugihastuti. 2000. Wanita Di Mata Wanita, Perspektif Sajak-Sajak Toety
Heraty. Penerbit Nuansa
Teeuw, A . 1984 . Sastra Dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra : Pustaka
Jaya
Utami, Winanti Sekar 2016. “Kajian Psikologi Sastra dan Nilai Pendidikan
Karakter dalam Novel Suti karya Sapardi Djoko Darmono serta
Relevansinya Sebagai Materi Pembelajaran Sastra di SMA”. Universitas:
Sebelas Maret
Yuliastuti, Fitri 2005. Citra Perempuan Dalam Novel Hayuri karya Maria Etty.
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
LAMPIRAN
Sinopsis Suti
Suti adalah perempuan muda yang tidak bisa diam, dia selalu penuh
semangat suka mencoba segala sesuatu yang baru dan tidak malu untuk
melakukan apa saja. karena tidak ingin menjadi gunjingan orang, Ibu Suti, Parni
lantas menikahkannya dengan Sarno, seorang pekerja srabutan dan duda yang
usianya jauh diatas Suti. Parni menganggap usia Suti yang terbilang masih muda
tersebut sudah pantas untuk menikah. Suti mempunyai tetangga sekaligus sahabat
bernama Tomblok. Sambil mencuci pakaian di sunga, mereka sering berbagi
cerita, biasanya tentang gossip yang sedang hangat dilingkungan mereka. Asalah
satunya adalah kedatangan keluarga priyayi di desa mereka.
Keluarga Sastro datang dari Ngadijayan kemudian pindah ke desa Tungkal,
sebuah desa di pinggiran kota Solo yang belum tersentuh rencana pembangunan
kota, sebuah desa yang masih murni dan harga tanah masih murah. Tempat
tinggal mereka tidak jauh dari makam Mbah Parmin, sebuah makam yang keramat
dan sering didatangi peziarah dari kota lain. Bersama istri dan kedua putranya,
Den Sastro langsung menjadi sorotan, terlebih mereka juga membuat sumur.
Hanya orang-orang kaya yang bisa membuat sumur pada jaman dahulu, terlebih
sumur jenis kerekan. Suti yang bisa melakukan apa saja sering diminta bantuan
mengurus rumah keluarga Den Sastro, yang lama-lama menjadi pekerja tetap, Suti
merasa seperti pindah keluarga.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Suti sangat mengagumi Den Sastro, lelaki mantan abdi dalam Kasunanan
tersebut bagi Suti seperti Prabu Kresna, dia peuh wibawa. Sedangkan Bu Sastro
sendiri bagi Suti sudah seperti panutan, dia adalah seorang istri yang sangat
berbakti pada suaminya. Kunto, anak pertama, sangat dekat dengan Suti, bahkan
tidak jarang Suti diajak nonton ke bioskop, ke perpustakaan atau dikenalkan
kepada temannya, mereka sering bertengkar dan mengejek, tapi kedekatan mereka
tidak hanya sebagai majikan dan pelayan. Kemudian ada Dewo, sang ksatria
kebon tebu, dia sangat bertolak belakang dengan kakaknya yang pendiam, dia
adalah pemberontak, dia jago berkelahi bahkan ditakuti berandalan di desa. Dewo
juga tidak pernah cocok dengan ayahnya, namun demikian dia sangat menyayangi
ibunya. Tanpa pernah Suti bayangkan kedekatannya dengan keluarga Den
Sastroakan mengubah kehidupannya dimasa mendatang, dari seorang gadis desa
yang kemudian mengenal kehidupan modern, menjadi wanita dewasa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI