kata sambutan p - berkas.dpr.go.idberkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/... ·...
TRANSCRIPT
i
KATA SAMBUTAN
uji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmatNYA sehingga atas perkenan-Nya kami
dapat menyelesaikan Kutipan dan Telahan Hasil
Pemeriksaan BPK RI Semester I Tahun 2016 atas Laporan
Keuangan Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2015 yang
disusun oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Badan
Keahlian DPR RI hingga selesai .
Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan bahwa Akuntabilitas adalah evaluasi
terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk dapat
dipertanggungjawabkan sekaligus sebagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk
dapat lebih meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang. Dengan
demikian diharapkan akuntabilitas dapat mendorong terciptanya kinerja yang baik dan
terpercaya.
Di Indonesia, sebagai negara berkembang, tema akuntabilitas sudah menjadi
jargon yang terus dibicarakan oleh banyak kalangan. Jangankan media massa dan elit,
istilah ini bahkan sudah mulai digunakan oleh komunitas terpinggirkan yang umumnya
dalam bentuk kritik atas praktek penganggaran baik APBN maupun APBD. Persoalan
akuntabilitas bukan lagi wacana, tapi anggaran tidak akuntabel mulai disadari bahkan
oleh kelompok masyarakat sebagai salah satu problem mendasar di ranah pengambilan
keputusan publik kita.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia yang mempunyai 3 (tiga) fungsi
yaitu fungsi Legislasi, fungsi Anggaran dan fungsi Pengawasan yang juga menerima hasil
pemeriksaan BPK secara berkala tentunya akan ditindaklanjuti oleh DPR dalam Raker,
RDP dengan mitra kerja.
Dengan demikian kehadiran Badan Keahlian DPR RI sebagai supporting system
Dewan di bidang keahlian pada umumnya dan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan
Negara pada khususnya dapat mendukung kelancaran pelaksanaan wewenang dan tugas
DPR RI di bidang pengawasan berupa hasil kajian dan analisis terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan dengan
tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga pemerintah pusat. Untuk itu,
dokumen yang hadir dihadapan ini merupakan satu diantara hasil kajian yang disusun
oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara yang dinamakan dengan judul ‘Hasil
Telaahan Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara BKD Atas Hasil Pemeriksaan BPK’.
Kami menyadari bahwa dokumen ini masih banyak memiliki kekurangan. Untuk
itu saran dan masukan serta kritik konstruktif guna perbaikan isi dan struktur penyajian
P
ii
sangat kami harapkan, agar dapat dihasilkan kajian atas telaahan yang lebih baik di masa
depan. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih atas perhatian dan kerjasama semua
pihak.
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
uji syukur kami panjatkan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara (PKAKN) dalam
rangka memberikan dukungan (supporting system) keahlian dapat
menyusun dan menyajikan Kutipan dan Telaahan Hasil Pemeriksaan
BPK RI Semester I Tahun 2016 Atas Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2015 kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Kutipan dan Telaahan ini dapat dijadikan awal bagi komisi-komisi untuk melakukan pendalaman atas
kemampuan dan kinerja mitra kerja dalam mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan negara,
serta dapat melengkapi sudut pandang atas kualitas Opini BPK dan rekomendasi BPK terhadap kinerja
sektor publik.
Dengan terbitnya buku kutipan dan telaahan ini semoga dimanfaatkan sebagai bahan dalam rapat-
rapat Alat Kelengkapan Dewan dalam menindaklanjuti rekomendasi BPK.
P
iv
DAFTAR ISI
1. Kata Sambutan Kepala Badan Keahlian DPR RI ......................................... i
2. Kata Pengantar Kepala Pusat Kajian Akuntabilis ......................................... iii
Keuangan Negara
3. Daftar Isi ......................................... iv
4. Gambaran Umum Kementerian Agama, PIH dan BP DAU ............................. 1
5. LHP Kementerian Agama ......................................... 2
6. LHP Penyelenggaraan Ibadah Haji ......................................... 4
7. LHP Badan Pengelola Dana Abadi Umat ......................................... 6
8. Gambaran Umum Kementerian Sosial ......................................... 7
9. LHP Kementerian Sosial ......................................... 8
10. Gambaran Umum Kementerian P3A ......................................... 13
11. LHP Kementerian P3A ......................................... 14
12. Gambaran Umum PNPB ......................................... 15
13. LHP PNPB ......................................... 16
1 LHP No. 18/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN AGAMA, PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI (PIH),
BADAN PENGELOLA DANA ABADI UMAT (BP DAU)
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap LK Kementerian Agama (Kemenag), LK Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) dan
LK Badan Pengelola Dana Abadi Umat (BP DAU). Sedangkan tujuan dari kajian adalah
untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai
pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas
administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
Opini BPK Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Laporan
Operasional (LO)
Kondisi Aset dalam Neraca 2015 (Audited)
K
Kemenag 2014
WTP-DPP
2015
WDP
PIH 2014
WDP
2015
WDP
BP DAU 2014
WDP
2015
WDP
Kemenag
Anggaran
60.704.910.168.000
Realisasi
53.826.568.922.700
89%
PIH
Pendapatan
10.599.992.672.616
Beban
11.014.170.320.326
Defisit
(414,177,647,710)
BP DAU
Pendapatan
243.680.940.695
Beban
35.710.714.921
Surplus
207.970.225.773
Aset Lainnya
• 1.684.575.598.477
Aset Lainnya
•55.679.754.953
Aset Tetap
•37.584.723.077.216
Aset Tetap
•1.134.903.943.691
Aset Investasi
•1.471.308.703.000
Aset Lancar
• 853.580.016.549
Aset Lancar
•833.573.447.461
Aset Lancar
•1.346.785.995.764
KEMENAG PIH DAU
2 LHP No. 18/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN AGAMA
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : WAJAR DENGAN PENGECUALIAN
1
Terdapat perbedaan nilai antara beban di
Laporan Operasional (catatan D.2-D.10)
dengan belanja di Laporan Realisasi
Anggaran (hal 56-LHP SPI)
1. Melakukan evaluasi terhadap
jumlah satuan kerja di
lingkungan Kementerian
Agama yang diperlakukan
sebagai entitas akuntansi,
sehingga memudahkan
penyusunan Laporan Keuangan
dan memudahkan identifikasi
dan perbaikan apabila terjadi
kesalahan jurnal pada tingkat Satker;
2. Meningkatkan pemahaman dan
keterampilan petugas/operator
SAIBA pada setiap Satker,
sehingga dapat memahami dan
mengimplementasikan petunjuk
operasional penggunaan
aplikasi SAIBA.
Terhadap rekomendasi BPK
tersebut maka Kementerian
Agama diharapkan melakukan
penyesuaian jumlah Satker
yang saat ini terlalu banyak.
Hal ini akan memudahkan dan
mempercepat Kepala Biro
Keuangan dan BMN
mengidentifikasi satker-satker
yang telah melakukan kesalahan jurnal.
Begitujuga perlu dilakukan
pembinaan kepada pengelola
anggaran dan laporan
keuangan pada Satker-satker
tersebut.
Belanja Netto - LRA 53,826,568,922,700
Beban - LO 51,161,124,611,212
Selisih 2,665,444,311,488
Tidak dapat
dijelaskan (28.30%)
754,274,507,347
Permasalahan tersebut disebabkan karena :
1. Transaksi jurnal tidak lazim dan tidak
didukung dokumen yang cukup.
2. Kesalahan pencatatan dan penyajian dalam
laporan keuangan di tingkat satuan kerja
yang tidak dapat dijelaskan
2
Selisih Transaksi Antar Entitas (TAE) antara
transfer masuk dengan transfer keluar
Rp. 188.992.928.039 tidak dapat diyakini
kewajarannya (catatan E.8).
Permasalahan tersebut disebabkan karena :
1. Kesalahan penginputan jurnal atas
penyerahan bantuan barang untuk
diserahkan kepada masyarakat ke transfer
keluar yang seharusnya ke beban;
2. Jumlah Satker pada Kementerian Agama sangat banyak, sehingga kesalahan jurnal
pada tingkat Satker sulit diidentifikasi dan
tidak dapat segera diperbaiki;
3. Petugas/operator SAIBA pada masing-
masing Satker belum sepenuhnya
memahami petunjuk operasional
penggunaan aplikasi SAIBA.
3 Hasil Pemeriksaan atas Sistem Pengendalian
Intern Kementerian Agama (hal 4-14)
1. Menteri Agama agar
menginstruksikan Kepada
Setjen dan Dirjen PHU untuk
Terhadap rekomendasi BPK
tersebut maka Menteri Agama
melalui Dirjen PHU dan Biro
3 LHP No. 18/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Penggunaan Langsung Pendapatan Satuan
Kerja Non BLU Minimal, di antaranya;
Penggunaan langsung
pendapatan sepuluh
asrama haji dan lima asrama haji antara.
64,736,106,794
Penggunaan langsung
pendapatan empat wisma
haji yang dikelola Setjen
12,794,805,634
menyusun dan menetapkan SOP
pengelolaan asrama haji
embarkasi, asrama haji antara
dan embarkasi transit dan
mengusulkan pemanfaatan aset
negara kepada Menteri
Keuangan selaku pengguna
barang;
2. Menteri Agama agar
menginstruksikan Kepala
Pengelola asrama dan wisma
untuk menyetorkan pendapatan
pengelolaan BMN ke kas
negara;
3. Menteri Agama agar
menginstruksikan Kepada
Sekretaris Jenderal supaya
memerintahkan Kepala Satker
terkait untuk memberikan
peringatan tertulis kepada
penerima bantuan untuk segera
menyampaikan dokumen
pertanggungjawaban atas dana
bantuan yang diterimanya;
4. Menteri Agama agar
menginstruksikan Kepada
Sekretaris Jenderal
memerintahkan Kepala Satker
untuk menyampaikan dokumen
pertanggungjawaban kegiatan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
5. Menteri Agama agar
menginstruksikan Kepada
Sekretaris Jenderal
memerintahkan kepada
Bendahara Pengeluaran, PPK,
Pejabat Penguji Tagihan dan
Pejabat Penanda-tangan SPM
masing-masing satker supaya
lebih cermat dalam memproses
tagihan pembayaran.
Umum Setjen melakukan
pemantauan atas pendapatan
wisma-wisma dan melakukan pengecekan terhadap rekening
koran operasional wisma
dengan cara mewajibkan para
pengelola asrama melakukan
pelaporan keuangan asrama
secara tertib kepada Biro
Umum dan juga ke KPPN.
Pendapatan Pengelolaan Aset pada BLU
belum disajikan dalam Laporan Keuangan
sebesar 6,080,217,733
Pengklasifikasian Anggaran Belanja tidak
sesuai dengan substansi kegiatan yang
dilaksanakan 39,268,432,364
Kementerian Agama Belum Melengkapi
Bukti Pertanggungjawaban Pelaksanaan
Kegiatan
Belanja barang untuk
diserahkan kepada
masyarakat /pemda
120,539,657,797
Belanja barang yang
digunakan untuk
pelaksanaan kegiatan
20,953,115,564
Belanja jasa konsultasi
tidak dapat diyakini
kewajarannya
1,119,090,400
Terdapat Saldo di Rekening Bank penyalur
BSM per 31 Desember 2015 tidak tersalurkan
kepada penerima BSM dan telah disetorkan
ke kas Negara sebesar 3,408,028,489
4 LHP No. 672/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : WAJAR DENGAN PENGECUALIAN
1
Dari total Aset Tetap senilai Rp.
1.134.903.943.691 per 31 Desember 2015
terdapat Rp. 515.352.650.891 yang tidak
didukung dengan rincian yang memadai
(catatan B.2.1.3). Rincian Aset tersebut
berada di lokasi sebagai berikut:
Kanwil Kemenag
Jawa Timur (Gedung dan bangunan)
8,425,915,800
Kanwil Kemenag
Prov DKI Jakarta
490,629,426,000
Kanwil Kemenag
Prov Sumatera Barat
2,922,000,000
Bidang PHU
Kemenag Prov
Sumatera Barat
1,375,913,091
Kanwil Kemenag
Prov Jawa Tengah
(tanah)
10,806,510,000
Kanwil Kemenag
Prov Jawa Tengah
(peralatan dan mesin)
1,192,886,000
Permasalahan pada Kanwil Kemenag Provinsi DKI Jakarta, Kanwil Kemenag Provinsi
Sumatera Barat dan Kanwil Kemenag Provinsi
Jawa Tengah telah dimuat pada LHP atas LK
PIH tahun 1435H/2014M dan belum
ditindaklanjuti dengan rincian aset tetap yang
mendukung nilai yang disajikan.
1. Menyelesaikan Peraturan
Menteri Agama terkait dengan
panatausahaan Barang Milik
Haji, sehingga dapat segera digunakan dalam pengelolaan
barang milik haji;
2. Memerintahkan kepada
Direktur PDH, Kasubdit PPDH,
Kepala Kanwil Kemenag dan
Kepala Kankemenag supaya
menatausahakan asset PIH
secara tertib, serta
menyelesaikan proses
inventarisasi, penilaian,
kodefikasi dan pengamanan barang milik haji;
3. Memerintahkan Direktur PDH,
Kasubdit PPDH, Kepala
Kanwil Kemenag dan Kepala
Kankemenag untuk
memedomani kebijakan
akuntansi terkait penyajian aset
tetap dalam penyusunan laporan
keuangan laporan keuangan;
4. Melakukan penyempurnaan
atas struktur anggaran sehingga
memungkinkan dilakukan
identifikasi atas belanja pembelian barang yang akan
menjadi aset tetap di laporan
keuangan.
Terhadap rekomendasi BPK
tersebut maka Menteri Agama
melalui Direktur Pengelolaan
Haji sebaiknya lebih memprioritaskan pembuatan
peraturan Menteri Agama
mengenai penatausahaan aset
BMH agar penilaian,
pengakuan dan penyajian aset
tetap kedepannya menjadi
lebih cermat.
Kondisi tersebut disebabkan oleh:
1. Menteri Agama belum menetapkan
peraturan yang komprehensif tentang
pengelolaan barang milik haji termasuk mendorong penggunaan aplikasi BMH
dalam penatausahaan aset tetap untuk
mendukung Laporan Keuangan PIH;
2. Pemahaman petugas penyusun laporan
keuangan konsolidasi terhadap kebijakan
akuntansi terkait dengan penyajian aset tetap
masih belum optimal.
5 LHP No. 672/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
2
Saldo Utang BPIH Terikat sebesar Rp.
77.828.074.334.345 berbeda dengan data
Siskohat, dan saldo setoran awal jemaah haji
yang terdapat pada rekening giro, deposito
dan sukuk. Sehingga tidak Dapat Diyakini
Kewajarannya (B.2.2.2.1)
1. Direktur Pengelolaan Dana Haji
(PDH) melakukan monitoring terhadap penyelesaian proses
rekonsiliasi saldo setoran awal
antara data laporan keuangan,
data Siskohat dan data setoran
awal yang tersimpan di BPS-
BPS dan melaporkan hasilnya
kepada Menteri Agama melalui
Dirjen PHU.
2. Kepala Subdit BPIH, Kepala
Bagian Sistem Informasi Haji
Terpadu dan Kepala Subdit Pendaftaran Haji untuk
melakukan koordinasi dan
rekonsiliasi data waiting list,
rekonsiliasi setoran awal,
setoran lunas dan pembatalan
dengan saldo setoran awal yang
tersimpan di BPS-BPS,
sehingga perbedaan saldo
tersebut dapat dijelaskan.
Terhadap rekomendasi BPK
tersebut maka Menteri Agama melalui Dirjen PHU
seharusnya melakukan
monitoring koordinasi rutin
tentang pelaksanaan
rekonsiliasi data pendaftaran
pada Siskohat dan data setoran
rekening setoran awal antara
Subdit BPIH, Bagian Sistem
Informasi Haji Terpadu, Subdit
Pendaftaran dan Subdit PIHK
untuk meningkatkan akurasi
data.
Utang BPIH
Reguler
72,987,460,000,000
Selisih antara saldo Utang BPIH Terikat Reguler
LK PIH dengan data Siskohat Waiting list (WL)
sebesar Rp. 25.700.000.000
Dana setoran awal calon jemaah haji yang
tersimpan di BPS dalam bentuk giro, deposito, dan sukuk lebih tinggi sebesar Rp.
179.290.783.736,50 dibandingkan dengan data
jumlah setoran awal menurut Siskohat Waiting
List (WL).
Utang BPIH
Khusus
4,840,614,334,345
Saldo Setoran Awal Haji Khusus per 31
Desember 2015 menurut Siskohat lebih tinggi
sebesar USD128.567.817,00 (Rp.
1.773.593.035.515) jika dibandingkan dengan
saldo dana SA haji khusus yang tersimpan dalam bentuk giro, deposito dan sukuk.
Kondisi tersebut disebabkan oleh:
1. Direktur Pengelolaan Dana Haji (PDH)
belum sepenuhnya melakukan monitoring
terhadap penyelesaian proses rekonsiliasi
saldo setoran awal antara data laporan keuangan, data Siskohat dan data setoran
awal yang tersimpan di BPS-BPS.
2. Kepala Subdit BPIH, Kepala Bagian Sistem
Informasi Haji Terpadu dan Kepala Subdit
Pendaftaran Haji belum sepenuhnya
melakukan koordinasi dan rekonsiliasi data
waiting list, rekonsiliasi setoran awal,
setoran lunas dan pembatalan dengan saldo setoran awal yang tersimpan di BPS-BPS.
6 LHP No. 673/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN PENGELOLA DANA ABADI UMAT
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : WAJAR DENGAN PENGECUALIAN
1
Saldo penyertaan saham pada Neraca per
31 Desember 2015 sebesar Rp.
24.308.703.000. Saldo tersebut hanya
merupakan penyertaan BP DAU dan
Jemaah Haji Indonesia pada Bank
Muamalat Indonesia (catatan B.2.1.2.2).
BP DAU tidak bersedia menyajikan dan
mengungkapkan kepemilikan saham sebesar
42% pada RSH Jakarta (sesuai keputusan
kasasi Mahkamah Agung No.
1177/K/Pdt/2011 tanggal 23 Agustus 2011.
Penyertaan Modal BP DAU pada RSH
Medan, Surabaya dan Makassar senilai Rp.
14.699.689.000 masih belum jelas statusnya.
1. Menyajikan dan mengungkapkan
secara memadai penyertaan saham
pada RSH Jakarta sesuai dengan hasil
keputusan kasasi Mahkamah Agung yang menetapkan bahwa porsi
kepemilikan BP DAU pada RSH
Jakarta adalah sebesar 42%;
2. Melakukan koordinasi dengan
Sekretaris Jenderal Kementerian
Agama dan Pemprov DKI Jakarta,
sehingga proses hibah RSH Jakarta
dari Pemprov DKI Jakarta kepada
Kementerian Agama dapat segera
diselesaikan sesuai dengan surat
persetujuan Ketua DPRD Provinsi DKI kepada Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 35/1.822.4 tanggal 14
Januari 2016;
3. Memerintahkan kepada Direktur
Pengelolaan Dana Haji dan Kepala
Sub Direktorat Fasilitasi BP DAU
Dirjen PHU supaya menelusuri
dokumen penyertaan pembangunan
pada RSH Makassar, Medan, dan
Surabaya;
4. Melakukan koordinasi dengan
Sekretaris Jenderal Kementerian
Agama, SekDa Prov Jawa Timur,
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan dan Sekretaris Daerah
Provinsi Sumatera Utara dan instansi
serta yayasan terkait untuk
menginventarisasi, menilai dan
menentukan status uang dan tanah
Kementerian Agama yang digunakan
pada pembangunan RSH Makassar, Medan dan Surabaya, sehingga
memiliki kepastian hukum.
Terhadap rekomendasi
BPK tersebut maka Menteri
Agama melalui Dirjen PHU
segera melakukan koordinasi dengan Setjen
Kementerian Agama,
Pemprov Surabaya,
Sulawesi Selatan dan
Pemprov Sumatera Utara
untuk memperjelas
kepemilikan saham RSH
agar tidak menimbulkan
konflik kepemilikan di
masa akan datang. Khusus
untuk RSH Jakarta, maka
Dirjen PHU dapat segera menyelesaikan proses hibah
RSH Jakarta sesuai hasil
keputusan kasasi
Mahkamah Agung Nomor
1177/K/Pdt/2011.
Kondisi tersebut disebabkan oleh:
1. Dirjen PHU belum menindaklanjuti hasil
keputusan kasasi Mahkamah Agung yang
menetapkan bahwa porsi kepemilikan BP
DAU pada RS Haji Jakarta adalah sebesar
42%;
2. Proses hibah RSH Jakarta dari Pemprov
DKI Jakarta kepada Kementerian Agama belum selesai;
3. Dirjen PHU belum sepenuhnya
melakukan koordinasi dengan Sekretaris
Jenderal Kementerian Agama, Pemprov
Surabaya, Pemprov Sulawesi Selatan dan
Pemprov Sumatera Utara dan instansi
serta yayasan terkait untuk
menginventarisasi, menilai dan
menentukan status uang dan tanah
Kementerian Agama yang digunakan pada pembangunan RSH Makasar, Medan
dan Surabaya.
7 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN SOSIAL
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Kementerian Sosial (Kemsos). Sedangkan tujuan dari kajian
adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai
pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas akuntabilitas
administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
K
OPINI
BPK RI
2014
WDP
2015
TMP
LRA Anggaran
22.455.120.265.000
Realisasi
21.139.213.023.908 94%
Aset Lancar
• 810.747.022.302
Aset Tetap
• 5.346.189.608.127
Aset Lainnya
• 80.216.325.919
8 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN SOSIAL
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : TIDAK MENYATAKAN PENDAPAT
1
Terdapat permasalahan dari saldo persediaan per
31 Desember 2015 yang dilaporkan sebesar Rp.
556.747.914.692 (catatan C.1.10)
1. Melakukan koordinasi dan
rekonsiliasi data
persediaan dengan
melakukan pencocokan saldo berdasarkan catatan
aplikasi persediaan dengan
stock opname yang
dilakukan;
2. Memerintahkan Subdit
Pengelolaan Sumber Daya
Bantuan Sosial agar
melakukan pengelolaan
barang yang berasal dari
HTT sesuai dengan
Peraturan Menteri Sosial Nomor 21 Tahun 2015
tentang pengelolaan
barang HTT dan petunjuk
teknis tata cara dan
prosedur pengelolaan
barang HTT atas
penyelenggaraan undian.
3. Memerintahakan Kepala
Tata Usaha masing-
masing satker untuk
melakukan pengawasan
secara efektif kepada pengelola persediaan.
4. Mengikutsertakan para
pengelola persediaan
dalam diklat/pelatihan
mengenai tatacara
pengelolaan persediaan
secara periodik.
Terhadap rekomendasi
BPK tersebut maka
Menteri Sosial diharapkan
serius untuk memperhatikan dan
mengawasi jalannya sistem
pengendalian atas
penatakelolaan persediaan,
agar permasalahan tersebut
tidak berulang untuk
kesekian kalinya.
Kementerian Sosial perlu
meningkatkan kemampuan
teknis dan administrasi
pengelolaan persediaan kepada para pengelola
persediaan yang berada di
gudang Kementerian
Sosial dan Dinas Sosial
Provinsi baik melalui
pelatihan dan arahan dari
para atasan yang terkait.
Persediaan bufferstock yang berada di Dinas Sosial
Provinsi, pencatatannya tidak didukung Berita
Acara Stock Opname (hal 131 dan 136 - LHP SPI)
Direktorat PSKBA 8,360,780,928
Direktorat PSKBS 6,718,754,480
Total 15,079,535,408
BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang
cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas posisi per
31 Desember 2015.
Persediaan bufferstock sebanyak 92.650 paket
senilai Rp 46,840,675,000 yang dititipkan kepada
pihak ketiga pada tanggal 31 Desember 2015 tidak
dilakukan stock opname
Family Kit di PT LAP - 10.000
paket (hal 133)
3,477,920,000
Perlengkapan Tagana Individu di
PT UK - 16.550 paket (hal 133)
29,649,325,000
Peralatan Keluarga di CV KN -
12.500 paket (hal 137)
9,791,250,000
Makanan Siap Saji di PT LIA -
53.600 paket (hal 137)
3,922,180,000
BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan
penyesuaian terhadap angka tersebut di atas.
Saldo persediaan berupa Hadiah Tak Tertebak
(HTT) pada Direktorat Pengumpulan dan
Pengelolaan Sumber Dana Bantuan Sosial
(PPSDBS) senilai Rp. 668.632.300 belum
menggambarkan jumlah keseluruhan persediaan
yang ada (hal 130, LHP SPI)
Pengelolaannya tidak memadai dan tidak dicatat
berdasarkan pengesahan hibah.
9 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Terdapat selisih nilai Persediaan Rp 12.321.137.172
pada Direktorat RSKP NAPZA berupa hasil
Pembangunan Gedung Rehabilitasi IPWL dan PIE
tidak dapat ditelusuri ke belanja pembentuknya (hal
141-142, LHP SPI).
Selisih nilai tersebut tidak dapat dijelaskan oleh petugas
aplikasi persediaan.
Kondisi lemahnya sistem pengendalian atas
penatakelolaan persediaan sebagaimana diuraikan di
atas merupakan temuan berulang dimana pada
pemeriksaan laporan keuangan Tahun 2014
sebelumnya sudah pernah diungkapkan hal yang sama
sebagaimana telah disebutkan dalam Laporan Hasil
Pemeriksaan Nomor 128B/HP/XVI/05/2015 tanggal 22 Mei 2015. Namun rekomendasi atas permasalahan
tersebut tidak dilaksanakan (hal 142)
2 Berdasarkan Catatan D.7, Saldo Akun Beban
Barang untuk diserahkan kepada Masyarakat
senilai Rp. 47.622.243.430 (hasil uji petik pada
satker pusat dan satker daerah) pada Laporan
Operasioanl (LO) Pada Kementerian Sosial yang
merupakan konsolidasi dari LO Satker Kemensos
belum menggambarkan kondisi yang sebenarnya
dan tidak diyakini kewajarannya (hal 191-196, LHP
SPI).
Tidak dapat ditelusur ke realisasi belanja pembentuknya
(MAK 526) dan pencatatan saldo persediaan di Neraca.
BPK tidak dapat memperoleh bukti pemeriksaan yang
cukup dan tepat tentang nilai tersebut di atas posisi per
31 Desember 2015.
1. Menetapkan kebijakan
penganggaran belanja
yang menghasilkan
persediaan sesuai MAK
untuk menghasilkan
persediaan sesuai
ketentuan.
2. Memerintahkan aplikator
SAIBA satker
berkoordinasi secara
berkala dengan
kementerian, untuk
memastikan bahwa
pencatatan /input data
SAIBA sesuai dengan
aplikasi persediaan.
3. Melakukan rekonsiliasi
hasil input data pada
aplikasi SAIBA secara
periodik untuk mendeteksi
adanya kesalahan
pencatatan.
Terhadap rekomendasi
BPK tersebut maka
Menteri Sosial melalui
Sekretariat Ditjen Rehsos
harus menerapkan
konsistensi penganggaran
atas belanja yang
menghasilkan persediaan.
Begitupula Menteri Sosial
melalui Biro Keuangan
dan Satker yang ada di
lingkungan Kementerian
Sosial untuk
memerintahkan kepada
para petugas SAIBA untuk
saling berkoordinasi dalam
penyusunan laporan
keuangan berbasis Akrual
sesuai SAP.
3 Kementerian Sosial menyajikan saldo realisasi
Beban Bantuan Sosial Tahun 2015 pada Laporan
Keuangannya sebesar Rp. 16.S88.678.470.857.
Dalam realisasi beban bantuan sosial tersebut
terdapat permasalahan (catatan D.8)
1. Mengkaji ulang kontrak
kerja sama penyaluran
bansos PKH dengan pihak
ketiga dan memasukkan
ketentuan tentang:
Terhadap berbagai temuan
BPK atas program bantuan
sosial PKH tersebut maka
terlihat bahwa belum ada
proses monitoring dan
10 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
a. Saldo akhir sebesar Rp. 804.820.335.931,83
bantuan PKH yang masih berada pada
rekening operasional PT PI tidak bisa diyakini
seluruhnya sebagai sisa bansos (hal 80-LHP-
SPI).
PKH yang belum disalurkan, tidak diperhitungkan
dalam penyajian saldo Beban Bansos dan Kas
Setara Lainnya.
a. Penggunaan rekening
khusus yang telah
ditetapkan dalam
penyaluran bansos
PKH termasuk sanksi
bilamana terjadi
pelanggaran;
b. Menambahkan klausul
tentang kewenangan
Kemensos khususnya
terkait akses terhadap
aliran dana bansos
PKH, melalui rekening
khusus.
2. Memerintahkan PPK dan
UPPKH Pusat selaku
pelaksana PKH untuk
Melakukan monitoring
dan evaluasi program
sesuai dengan
permasalahan yang
ditemukan.
3. Menegur secara tertulis
PT PI yang tidak mengacu
pada perjanjian kerjasama.
4. Menteri Sosial agar
menerbitkan surat edaran
ke seluruh satker tentang
kewajiban rekonsiliasi
data SAIBA (aplikator
SAIBA) dengan data
persediaan (aplikator
persediaan) secara berkala
atas penyajian akun Beban
Bansos dan saldo
persediaan dari MAK 57, termasuk mengecek
kesesuaiannya dengan
realisasi Belanja Bansos
pembentuknya.
evaluasi yang memadai
atas pelaksanaan PKH,
sekalipun program bantuan
ini telah berjalan sejak
Tahun 2007.
Kondisi lemahnya sistem
pengendalian atas
pelaksanaan PKH Tahun
2015 sebagaimana temuan
BPK khususnya terkait
penggunaaan rekening
operasional PT. PI dalam
menyalurkan bantuan PKH
merupakan temuan
berulang sebagaimana
telah diungkapkan pada
LHP tahun 2014
sebelumnya. Hal tersebut
mengakibatkan program
PKH ini rawan terhadap
penyimpangan.
b. Mekanisme pencairan Bantuan Program
Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS)
seluruhnya ditransfer terlebih dahulu ke
rekening operasional PT PI sebesar Rp.
9.287.167.400.000 tidak dapat diidentifikasi.
Bansos PSKS telah dilaporkan direalisasikan
100% hanya dengan pemindahbukuan ke rekening
penerima bantuan secara virtual.
Pada akhir Tahun 2015 masih terdapat
Bantuan Sosial PSKS dalam bentuk Giropos
dan Layanan Keuangan Digital (LKD) masing-
masing sebesar Rp. 41.354.751.026 dan Rp.
238.755.465.000 masih berada di rekening
operasional PT PI belum terindentifikasi.
Total yang masih tersimpan sebesar
Rp.280.110.216.026 tidak diketahui kondisi
senyatanya (rawan terhadap penyalahgunaan)
Permasalahan tersebut terjadi karena:
1) Pengawasan PPK dan Tim UPPKH Pusat atas
pelaksanaan PKH oleh PT PI tidak memadai;
2) Lemahnya pengawasan dari Direktur Jamsos selaku
atasan langsung PPK;
3) UPPKH Pusat belum memiliki mekanisme
peningkatan pengawasan melalui optimalisasi peran
UPPKH Wilayah dalam pengendalian terhadap sisa
dana bantuan PKH melalui pemantauan terhadap
kegiatan pendamping dan PT PI setempat;
4) Penyaluran bantuan PKH oleh PT PI tidak mengacu
pada perjanjian kerja sama Nomor 279/PPK-
JM/03/2015 dan Nomor 44/DIRUT/0315 tanggal 12
Maret 2015.
11 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
c. Pengujian atas akun Beban Bantuan Sosial
secara uji petik pada satker pusat dan satker
daerah menunjukkan ketidaksesuaian
penyajian atas akun Beban Bantuan Sosial
senilai Rp. 34.247.958.350 (hal 199 - 204),
dengan rincian sebagai berikut:
Dit. PSKBS 24,843,755,950
Dit. PKPD 299,490,000
Dit. PSKBS 97,819,000
Dit. K2KS 49,000,000
Dit. Jamsos 21,745,000
Satker Daerah 8,936,148,400
Tidak dapat ditelusur ke realisasi belanja
pembentuknya (MAK 57) baik bansos berupa
uang ataupun barang dan pencatatan saldo
persediaan di Neraca.
Terhadap rekomendasi
BPK tersebut maka
Kementerian Sosial
seharusnya melakukan
kegiatan pelatihan tentang
penerapan akuntansi
berbasis akrual kepada
aplikator SAIBA, SIMAK
BMN dan Persediaan.
Permasalahan tersebut disebabkan karena:
1) Petugas SAIBA pada Biro Keuangan Kemen Sosial
dan Petugas SAIBA pada Satuan Kerja belum
berkoordinasi dalam penyusunan laporan keuangan
berbasis Akrual sesuai SAP.
2) Kelemahan sistem aplikasi SAIBA dan aplikasi
persediaan dalam merekam transaksi akun Belanja
Bantuan Sosial yang menghasilkan beban bansos
dalam bentuk uang maupun barang.
d. Retur belanja bantuan sosial berupa dana
bantuan sosial belum disalurkan sebesar Rp.
19.955.750.000 (data satker Ditjen Rehsos,
Linjamsos dan Dayasos Gulkin), masih berada
di KPPN Jakarta VII. BPK tidak dapat
memperoleh bukti pemeriksaan yang cukup
dan tepat tentang nilai tersebut di atas posisi
per 31 Desember 2015 (hal 37 - 50, LHP SPI).
Terdapatnya retur disebabkan antara lain karena
adanya kesalahan pada lampiran penerima bantuan
baik itu berkaitan dengan nama pemilik rekening,
nomor rekening penerima bantuan yang tidak
sesuai dengan data dan rekening penerima bantuan
yang tidak aktif/tidak ditemukan sehingga SP2D
yang telah diterbitkan oleh KPPN, bantuan tidak
dapat ditransfer ke penerima bantuan.
1. Meningkatkan kinerja
verifikasi kelengkapan
dokumen SPM dan
melakukan monitoring
terhadap penyelesaian
realisasi belanja yang
mengalami pengembalian
SP2D (SP2D retur).
2. Secara berkala melakukan
rekonsiliasi data retur
SP2D dengan satker mitra
kerjanya dan KPPN.
3. Memberikan sanksi sesuai
ketentuan kepada Pejabat
Penguji SPM yang terkait
Terhadap rekomendasi
BPK tersebut, maka
dimungkinkan sanksi
kepada Pejabat Penguji
SPM yang terkait yang
lalai dalam melakukan
verifikasi SPM dilakukan
untuk pembelajaran di
masa akan datang.
Begitujuga Menteri Sosial
melalui Dit PSKBS perlu
melakukan evaluasi dan
monitoring secara serius
terhadap langkah
perbaikan yang dijanjikan
pengelola keuangan di
lingkungan Dit. PSKBS.
12 LHP No. 20/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
Permasalahan tersebut disebabkan karena:
1) Kelemahan proses verifikasi dokumen SPM dan
kelengkapan penerbitan SP2D oleh para petugas
penguji SPM serta lambatnya proses ralat
(perbaikan data) untuk retur di satuan kerja
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial, Direktorat
PSKBS, Direktorat Jenderal Dayasos dan Gulkin.
2) Tidak efektifnya fungsi pengawasan
Sekretaris/Kepala Bagian yang membawahi pejabat
penguji SPM pada pada Direktorat Jenderal
Rehabilitasi Sosial, Direktorat PSKBS, Direktorat
Jenderal Dayasos dan Gulkin.
yang lalai dalam
melakukan verifikasi SPM
sehingga menimbulkan
SP2D retur.
4. Menyusun pola
Rekonsiliasi dan
pengawasan dalam
mekanisme penyaluran
bantuan sosialsehingga
tidak terjadi Retur SP2D
yang terus berulang setiap
Tahun.
5. Untuk selanjutnya agar
secara berkala dilakukan
rekonsiliasi atas penyajian
realisasi belanja bansos
dengan retur bansos, untuk
memastikan kewajaran
penyajian beban belanja
bantuan sosial pada
Laporan Operasional.
13 LHP No. 31/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(P3A). Sedangkan tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan
tindaklanjut DPR atas LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi
pengawasan parlemen atas akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
K
OPINI BPK RI
2014
WTP
2015
WDP
LRA Anggaran
217.719.899.000
Realisasi
200.951.343.113 92%
Aset Lancar
• 10.080.509.382
Aset Tetap
• 125.978.174.922
Aset Lainnya
• 3.244.886.000
14 LHP No. 31/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN
PERLINDUNGAN ANAK TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : WAJAR DENGAN PENGECUALIAN
1
Berdasarkan cek fisik aset tetap Peralatan dan
Mesin, terdapat 1.484 unit Barang Milik Negara
(BMN) senilai Rp. 8.788.160.058 yang tidak
diketahui keberadaannya dan sebanyak 875 unit
senilai Rp. 2.972.000.192 yang belum diberi label
(catatan C.2 - hal 53 LK-Penjelasan atas pos
neraca)
1. Melaksanakan inventarisasi
ulang terhadap semua
BMN/Aset Tetap serta
melakukan penyesuaian atas
pencatatandan
pengungkapannya dalam
laporan keuangandan
sistemaplikasi terkait sesuai
hasil yang diperoleh.
2. Menindaklanjuti hasil
inventarisasi sesuai
ketentuan yang berlaku,
terutama atas perbedaan-
perbedaan yang terjadi
antara pencatatan saat ini
dengan kondisi fisik aset.
3. Memerintahkan petugas
pengelola BMN dan atasan
langsungnya (Kuasa
Pengguna Barang) lebih
optimal dalam menatausahakan BMN
sesuai tanggung jawabnya.
Kementerian PPPA terakhir
melakukan inventarisasi BMN
secara menyeluruh pada tahun
2007 dan setelah itu belum
pemah melakukan inventarisasi
kembali. Hasil reviu terhadap
pencatatan aset dalam SIMAK
BMN diketahui bahwa daftar
yang diperoleh pada aplikasi
SIMAK BMN tidak dilengkapi dengan merek/type aset secara
spesifik, sehingga sulit
melakukan identifikasi
keberadaan BMN tersebut.
Selain itu, letak atau lokasi
seluruh Aset Tetap belum
sesuai dengan data yang
tercantum diaplikasi BMN
karena masih menggunakan
data lama yang belum
diperbaharui.
Terhadap rekomendasi BPK
tersebut, Kementerian PPPA
disarankan agar
memutakhirkan data
inventarisasi BMN secara
menyeluruh serta
melengkapinya dengan
merek/type aset secara spesifik
agar di masa datang akan
memudahkan untuk
mengidentifikasi keberadaan BMN tersebut.
per 31 Desember 2015 60,701,368,468
per 31 Desember 2014 47,077,232,800
Penambahan
(28,94%) 13,624,135,668
Nilai Aset Peralatan dan Mesin
Penambahan nilai Aset Peralatan dan Mesin
tersebut merupakan aset yang perolehannya
sebelum tahun 2015, terdiri dari mutasi tambah
sebesar Rp. 14.948.7.251 dan mutasi kurang
sebesar Rp. 1.324.481.583.
Permasalahan tersebut disebabkan:
1. Petugas pengelola BMN belum sepenuhnya
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam
penatausahaan Aset Tetap, antara lain
pendaftaran, pencatatan, pemeriksaan fisik, dan
penyimpanan dokumen-dokumen terkait.
2. Kuasa Pengguna Barang belum optimal dalam
pengawasan dan pengendalian kegiatan
penatausahaan BMN yangmenjadi tanggung jawabnya, termasuk tidak melakukan
inventarisasi secara periodik.
15 LHP No. 69/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
GAMBARAN UMUM
BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA (PNPB)
ajian yang disusun merupakan kajian yang dilakukan terhadap laporan hasil
pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan, laporan kinerja dan pemeriksaan
dengan tujuan tertentu yang disusun oleh Kementerian/Lembaga Pemerintah Pusat
tahun 2015 yang dikeluarkan pada semester 1 tahun 2016. Secara khusus kajian ini dilakukan
terhadap Laporan Keuangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (PNPB). Sedangkan
tujuan dari kajian adalah untuk menyediakan informasi sebagai bahan tindaklanjut DPR atas
LHP BPK sebagai pelaksanaan wewenang, tugas dan fungsi pengawasan parlemen atas
akuntabilitas administrasi keuangan negara.
Gambaran umum sebagai pelengkap dari kajian ini dapat dilihat sebagai berikut;
K
OPINI BPK RI
2014
WTP
2015
WTP
LRA Anggaran
3.591.089.798.000
Realisasi
3.397.005.942.974 95%
Aset Lancar
• 940.858.366.339
Aset Tetap
• 1.271.345.688.292
Aset Lainnya
• 286.545.912.390
16 LHP No. 69/Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara-BKD
KUTIPAN & TELAAHAN HASIL PEMERIKSAAN BPK RI SEMESTER I TAHUN 2016
ATAS LAPORAN KEUANGAN BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA
TAHUN ANGGARAN 2015
NO TEMUAN REKOMENDASI BPK HASIL TELAAHAN
OPINI BPK : WAJAR TANPA PENGECUALIAN
1
Menurut BPK, laporan keuangan yang
disajikan dan dilaporkan, BNPB
menyajikannya secara wajar dalam semua
hal yang material, posisi keuangan BNPB
tanggal 31 Desember 2015 dan realisasi
anggaran operasional serta perubahan
ekuitas untuk tahun yang berakhir pada
tanggal tersebut, sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan.
1. Memerintahkan Sekretaris Utama
melakukan evaluasi atas
keandalan aplikasi presensi
selanjutnya agar aplikasi presensi diintegrasikan dengan aplikasi
tunjangan kinerja dan
memberikan sanksi sesuai
ketentuan kepada Kepala Biro
Umum yang kurang optimal
dalam memastikan keandalan dan
integrasi sistem presensi.
2. Menyusun SOP dan mekanisme
pengelolaan persediaan barang
untuk diserahkan kepada
pemerintah daerah/masyarakat dan barang yang berasal dari
pengadaan bantuan sosial untuk
diserahkan kepada pihak ketiga
dan memerintahkan Kuasa
Pengguna Barang dan Kuasa
Pengguna Anggaran pada Satker
Deputi IV, Pusdatin dan Pusdiklat
untuk melakukan koordinasi
secara rutin dan berkala dalam
rangka pencatatan dalam SIMAK
BMN.
3. Memerintahkan Sekretaris Utama berkoordinasi dan berkonsultasi
dengan Kementerian Keuangan
cq. Direktoran Jenderal Kekayaan
Negara agar melakukan
perbaikan terahadap aplikasi
SIMAK BMN.
4. Memberlakukan perhitungan
Amortisasi Aset Tak Berwujud
sesuai dengan SAP.
Terhadap opini yang
diberikan BPK atas LK
BNPB tersebut maka perlu
diberikan apresiasi untuk melahirkan motivasi
mempertahankan prestasi ini
di masa datang. Sedangkan
atas rekomendasi perbaikan
yang diberikan BPK maka
perlu dilakukan untuk
menambah perbaikan bagi
BNPB.
Namun demikian kelemahan dalam
sistem pengendalian intern atas
Laporan Keuangan BNPB yang
ditemukan BPK adalah sebagai
berikut.