kdips-individu dan masyarakat
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia dilahirkan sebagai makhluk individu sekaligus makhluk social dan
sekaligus makhluk budaya. Mengapa demikian???? Karena merupakan suatu
kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya,
selain itu manusia memiliki akhlak dan budi pekerti yang menempatkan dirinya pada
kedudukan yang luhur serta terpuji, dan manusia juga dapat membedakannya dengan
makhluk-makhluk lain dalam kehidupan semesta alam. Akhlak dan budi pekerti ini
sangat memiliki peranan yang begitu penting dalam membentuk karakter manusia
selain itu akhlak dan budi pekerti berorientasi pada nilai-nilai spiritual, nilai-nilai
kemanusiaan dan kelestarian lingkungan hidupnya. Nilai-nilai itu selalu ada dalam
diri manusia dan tidak pernah terpisahkan dari kehidupan manusia. Nilai-nilai itu
terdiri dari dua unsur yang menyatu yaitu rohani dan fisik. Nilai fisik atau juga
disebut dengan nilai kemanusiaan merupakan nilai yang berada ditengah masyarakat
sebagai sifat sosial yang terdapat pada diri manusia.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki sikap dan tanggung jawab serta
perilaku yang baik terhadap masyarakat. Sebagai makhluk sosial, manusia hidup dan
berada dalam system kehidupan masyarakat, yang berdasarkan pada aturan dan
kesepakatan bersama dalam suatu lingkungan, tempat, dan ruang lingkup tertentu.
Sebagai makhluk budaya, manusia dapat menciptakan suatu kebudayaan melalui akal
fikiran, kalbu, budi pekerti, yang berkembang dilingkungannya, maka terbentuklah
kebudayaan yang lebih berkembang dan lebih maju serta menjelma sebagai sebuah
masyarakat.
2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka kami
merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian individu?
2. Apa pengertian masyarakat?
3. Apa yang dimaksud dengan struktur, pranata dan proses sosial budaya?
4. Bagaimana interaksi antara individu dengan masyarakat?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah memberikan informasi tentang:
5. Mengetahui pengertian individu
6. Mengetahui pengertian masyarakat
7. Mengetahui struktur, pranata dan proses sosial budaya
8. Mengetahui interaksi antara individu dengan masyarakat
BAB II
3
PEMBAHASAN
2. Pengertian Individu dan Masyarakat
2.1. Pengertian Individu
Abu Ahmadi (1991) mengemukakan bahwa individu berasal dari kata
individum (Latin), yaitu satuan kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Namun menurut
Allport, individu berasal dari kata “individe” yang berarti tidak dapat dibagi-bagi,
maksudnya bahwa manusia merupakan satu kesatuan jiwa dan raga yang tak dapat
dipisah satu sama lain.
Dalam ilmu sosial individu merupakan bagian terkecil dari kelompok
masyarakat yang tidak dapat dipisah lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Individu
menurut konsep Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri.
2.2. Pengertian Masyarakat
Smith, Stanley dan Shores mendefinisikan masyarakat sebagai suatu
kelompok individu-individu yang terorganisasi serta berfikir tentang diri mereka
sendiri sebagai suatu kelompok yang berbeda. (Smith, Stanley, Shores, 1950, p. 5).
Znaniecki menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang
meliputi unit biofisik para individu yang bertempat tinggal pada suatu daerah
geografis tertentu selama periode waktu tertentu dari suatu generasi. Dalam sosiologi
suatu masyarakat dibentuk hanya dalam kesejajaran kedudukan yang diterapkan
dalam suatu organisasi. (F Znaniecki, 1950, p. 145)
Jika kita bandingkan dua pendapat tersebut di atas tampak bahwa pendapat
Znaniecki tersebut memunculkan unsur baru dalam pengertian masyarakat yaitu
masyarakat itu suatu kelompok yang telah bertempat tinggal pada suatu daerah
tertentu dalam lingkungan geografis tertentu dan kelompok itu merupakan suatu
sistem biofisik. Oleh karena itu masyarakat bukanlah kelompok yang berkumpul
secara mekanis akan tetapi berkumpul secara sistemik. Manusia yang satu dengan
4
yang lain saling memberi, manusia dengan lingkungannya selain menerima dan saling
memberi. Konsep ini dipengaruhi oleh konsep pandangan ekologis terhadap satwa
sekalian alam.
Dari berbagai pendapat tersebut di atas maka W F Connell (1972, p. 68-69)
menyimpulkan bahwa masyarakat adalah:
1) suatu kelompok orang yang berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai kelompok
yang berbeda, diorganisasi, sebagai kelompok yang diorganisasi secara tetap untuk
waktu yang lama dalam rintang kehidupan seseorang secara terbuka dan bekerja
pada daerah geografls tertentu.
2) kelompok orang yang mencari penghidupan secara berkelompok, sampai turun
temurun dan mensosialkan anggota-anggotanya melalui pendidikan
3) suatu kesatuan orang yang mempunyai sistem kekerabatan yang terorganisasi yang
mengikat anggota-anggotanya secara bersama dalam keseluruhan yang
terorganisasi.
Pendapat tersebut di atas tidak berbeda dengan pendapat Liton yang dikutip
oleh Indan Encang (1982, p.14) yang menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap
kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka
itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu
kesatuan sosial dengan batas-batas tartentu.
Ada tiga jenis masyarakat dilihat dari lingkungan hidupnya, yaitu :
a. Masyarakat primitif, yaitu masyarakat yang terisolir atau mengisolisasikan diri
dengan dunia atau masyarakat luar, cara hidupnya masih terbelakang,
kebutuhannya masih sederhana, kebudayaannya masih rendah serta tempat
tinggalnya pun berpindah-pindah (nomaden)
b. Masyarakat desa, yaitu masyarakat yang agraris yang kebutuhan hidupnya banyak
bergantung dari hasil bertani dan menangkap ikan, kehidupan mereka sangat
5
bergantung kepada iklim dan pergantian musim. Hubungan antar individu bersifat
primer dan sifat kegotongroyongan yang cukup kuat.
c. Masyarakat kota, yaitu masyarakat yang merupakan tempat berbaurnya segala
macam suku bangsa dan bertumpunya hasil-hasil teknologi modern. Setiap
individu selalu berlomba memenuhi kebutuhan hidupnya, sifat-sifat individualitas
segera tumbuh dan berkembang di masyarakat kota.
2.3. Struktur, Pranata dan Proses Sosial Budaya
2.3.1.Struktur Sosial
Kata struktur berasal dari bahasa Inggris, “structure” yang berarti susunan
atau tingkatan dari sesuatu, baik itu berupa organisasi maupun mengenai susunan
suatu kelompok masyarakat. Kata sosial berasal dari kata socius yang artinya
berkawan. Jadi secara etimologis struktur sosial dapar diartikan susunan dari
berkawan. Namun pengertian itu kurang bermakna bila tidak diberi definisi tersendiri.
Koentjaraningrat (1990:172) mengemukakan bahwa struktur sosial merupakan
susunan masyarakat dilihat dari berbagau sisi seperti: kedudukan, peranannya, tipe
masyarakat tersebut sehingga kita dapat menggambarkan kaitan dari berbagai unsur
masyarakat.
Terdapat beberapa teori tentang pelapisan social, yaitu sebagai berikut :
1. Teori fungsionalis, yang dikemukakan oleh Emile Durkheim dalam bukunya
“The division of labor in society”, yang menyatakan bahwa tiap masyarakat
memandang aktivitas yang satu lebih penting dari pada yang lainnya. Ada yang
memandang agama sebagai kegiatan terpenting, sementara masyarakat lain
memandang ekonomi atau kepahlawanan. Tinggi rendahnya kedudukan (lapisan
sosial) seseorang tergantung pada kepentingan pandangannya itu.
Selanjutnya Kingsley Davis dan Robert More, mengemukakan pendapatnya bahwa
posisi-posisi yang paling penting dalam masyarakat diisi oleh orang paling
6
berwenang. Orang yang memegang posisi tersebut, meskipun paling banyak
memerlukan latihan, akan mendapat penghargaan tertinggi. Disetiap masyarakat,
tokoh agama, tokoh pemerintah, serta teknis mempunyai kedudukan paling
penting. Karenanya mereka paling dihargai oleh masyarakat itu.
2. Teori Reputasi atau teori nama baik, menurut Wamer bahwa status seseorang
ditetapkan oleh pendapat (pertimbangan) orang lain. Dasar pertimbangannya
adalah pendapat, prestise, dan pendidikan. Ia mengemukakan 6 macam tingkatan
status
a. Upper-upper, contohnya orang kaya karena warisan/turunan
b. Lower-upper, kaya karena hasil usaha
c. Uppeer-middle, ahli-ahli terdidik dan pengesahan yang berpendidikan tinggi.
d. Lower-middle, golongan pekerja halus (white color) seperti sekretaris, pegawai
kantor.
e. Upper-lower, yaitu pekerjaan kasar (blue color) dengan status tetap.
f. Lower-lower, orang-orang miskin yang tidak memiliki pekerjaan tetap.
3. Teori Struktur. Sosiolog yang mengembangkan teori ini ialah Treiman. Dari hasil
penelitiannya ia mengambil kesimpulan, bahwa dalam masyarakat yang berlain-
lainan, tidak ada perbedaan dalam penyusunan tingkatan prestise pekerjaan. Dalil
yang dikemukakan adalah ;
a. Setiap masyarakat mempunyai kebutuhan yang sama, karena ada pembagian
kerja yang sama.
b. Pembagian kerja yang terspesialisasi cenderung melahirkan perbedaan
penguasaan akan sumber-sumber yang langka (keterampilan, kekuasaan, dan
7
kekayaan) jadi pembagian kerja melahirkan perbedaan kekuasaan/wewenang
dan lain-lain, hingga karenanya timbul hierarki.
c. Orang yang mempunyai kedudukan penting, mempunyai kesempatan yang baik
untuk lebih maju di samping memperoleh penghargaan yang baik.
d. Kekuasaan dan kesempatan yang baik dinilai tinggi dalam setiap masyarakat,
kekuasaan dan kesempatan mendapat penghargaan tinggi di setiap masyarakat
(di dunia).
Dasar dari pelapisan sosial di masyarakat ada yang berkembang secara
otomatis atau tidak disengaja oleh masyarakat. Selain itu ada pula pelapisan sosial
yang memang sengaja dibuat. Misalnya dalam organisasi, perusahaan atau instansi
pemerintah dibuat strata-strata. Ada ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, ketua
seksi, dan anggota. Penyusunan ini dibuat dengan maksud :
1. mengatur tugas dan wewenang;
2. untuk mendorong meningkatkan produktivitas karena setiap individu
ditempatkan pada posisi yang sesuai dengan keterampilan dan keahliannya;
3. lebih memudahkan pencapaian tujuan bersama.
Dengan demikian pelapisan sosial selalu berkaitan dengan peranan dan
kedudukan seseorang dalam masyarakat. Setiap orang diharapkan berperan sesuai
dengan kedudukannya sehingga timbul kerjasama yang saling menguntungkan.
Karena itu pula maka pelapisan sosial diperlukan selama hak dan kewajiban setiap
orang dalam tiap lapisan diterima secara seimbang dan adil. Ada dua sifat pelapisan
sosial yang berkembang di masyarakat.
1. bersifat tertutup (closed social stratification) yaitu tiap anggota tidak
dimungkinkan unuk pindah lapisan ini adalah melalui kelahiran. Contoh lapisan
tutup ini adalah system kasta. Adapun ciri-ciri kasta di India.
8
a. Keanggotaan pada suatu kasta tertentu disebabkan oleh kelahiran. Anak
mewarisi kasta orang tuanya.
b. Keanggotaan dalam suatu kasta berlaku seumur hidup.
c. Perkawinan bersifat indogami, hanya dalam kasta sendiri, hubungan dengan
kasta lain terbatas.
d. Kesadaran akan keanggotaan kasta dinyatakan dalam identitas diri serta
penyesuaian diri atas kastanya itu.
e. Kasta terikat atas jabatan atau kedudukan tertentu saja.
2. Prestise suatu kasta sangat diperlukan, bersifat terbuka (oven social stratification):
setiap anggota masyarakat mempunyai kesempatan untuk masuk dan keluar pada
tiap lapisan. Contoh: berdasarkan kekayaan dan kekuasaan.
Di sisi lain Koentjaraningrat mengemukakan bahwa dalam menganalisis
masyarakat, seorang peneliti merinci kehidupan masyarakat itu kedalam unsur-
unsurnya, yaitu pranata, kedudukan sosial, dan peranan sosial. Walaupun demikian,
tujuan peneliti adalah untuk mencapai pengertian mengenai prinsip-prinsip kaitan
antara berbagai unsur masyarakat itu. Sebagai contoh, seorang peneliti ingin
mengetahui atau mencapai pengertian, bagaimana dalam suatu masyarakat tertentu
tentang kedudukan ayah berkaitan denagn anak, istri dan kedudukan-kedudukan
kerabat lainnya diluar keluarga inti, mengenai berbagai hak dan kewajibannya,
mengenai intensitas, sifat, mutu, dan frekuensi dari pola-pola kaitan itu dan juga
dengan kedudukan lain diluar kelompok kerabatnya.
Ada beberapa karakteristik pelapisan sosial menurut Robin William unuk
mengetahui proses-proses stratifikasi dalam masyarakat adalah:
1. Sistem pelapisan sosial mungkin berpokok pada sistem perbedaan atau
pertentangan dalam masyarakat;
9
2. Pelapisan sosial dapat diamati dalam pengertian berikut :
a. Distribusi hak-hak istimewa, dan
b. Sistem hierarki (pertanggaan) yang disusun oleh masyarakat itu sendiri;
3. Kriteria sistem-sistem pertentangan, misalnya kualitas pribadi, milik, kenggotaan
dalam kelompok kekerabatan tertentu, kekuasaan dan wewenang;
4. Lambang kedudukan jabatan, misalnya gaya hidup, rumah,
organisasi/perkumpulan yang diikuti, atribut pakaian dan sebagainya;
5. Mudah tidaknya mobilitas sosial, dan
6. Solidaritas (individu atau kelompok).
2.3.2. Pranata Sosial
Kata “pranata” berasal dari bahasa Inggris yaitu “social institution”, yang oleh
para ahli ilmu sosial di Indonesia diartikan secara berbeda-beda. Soemarjan dan
Soemardi (1964) mengartikannya sebagai “Lembaga Kemasyarakatan”. Abdul Syani
(1994) mengartikannya sebagai “Lembaga Sosial” dan Koentjaraningrat sebagai
“pranata sosial” dan “bangunan sosial”. Dalam bahasan ini istilah yang yang akan
digunakan adalah “pranata sosial”, karena social institution menunjuk pada adanya
unsur-unsur yang mengatur perilaku para anggota masyarakatnya.
Secara definitif Kontjaraningrat mengemukakan bahwa pranata sosial ialah
suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk
memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.
Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, pranata sosial (lembaga masyarakat) adalah
himpunan dari norma-norma dan segala tindakan yang berkisar pada suatu kebutuhan
pokok di dalam kehidupan masyarakat.
10
Dalam hidup dan perkembangannya, individu banyak melakukan aktivitas
guna memenuhi kebutuhan. Kebutuhan individu sangat beragam karena itu sering kali
individu harus menjadi anggota berbagai kelompok sosial. Tiap kelompok sosial
tersebut mempunyai norma dan sistem tata kelakuan yang berbeda pula, yang harus
dipenuhi oleh setiap anggotanya sehingga tercipta tata tertib dan pemenuhan
kebutuhan secar optimal.
Wadah yang memungkinkan masyarakat untuk berinteraksi menurut pola
perilaku yang sesuai dengan norma yang berlaku disebut dengan pranata sosial
budaya. Contoh disekolah sebagai lembaga sosial budaya untuk memperoleh
pendidikan mempunyai aturan-aturan.
Mengingat kebutuhan manusia sangat beragam maka pranata-pranata sosial
budaya pun bermacam-macam seperti:
1. pranata ekonomi: untuk memenuhi kebutuhan material, seperti berburu, bertani,
beternak, industri, perbankan, koperasi dan jenis mata pencaharian lain.
2. pranata sosial: untuk memenuhi kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial di
mana ia selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya, seperti perkawinan,
keluarga, pengaturan tempat tinggal, pengaturan keturunan dan sistem
kekerabatan.
3. pranata politik: berhubungan dengan cara, jalan dan alat yang harus ditempuh
untuk mencapai tujuan bersama dalam hidup bermasyarakat, yaitu terciptanya
ketentraman, ketenangan, persatuan dan kesatuan. Seperti sistem kekuasaan, dan
wewenang, pemerintah, partai dan sistem hukum.
4. pranata pendidikan: untuk memenuhi kebutuhan pendidikan yaitu proses
pembelajaran berbagai norma, aturan, sistem pengetahuan, keterampilan dan aspek
budaya lain yang berlaku dalam masyarakat kepada seseorang oleh orang yang
11
lebih dewasa. Pranata pendidikan dapat dilakukan dalam lingkungan keluarga,
persekolahan dengan berbagai jenjang, dan lingkungan masyarakat.
5. pranata kepercayaan agama: untuk memenuhi kebutuhan spiritual seperti upacara,
semadi, tapa, dan beribadah lainnya menurut agama yang dianutnya.
6. pranata kesenian: untuk memenuhi kebutuhan manusia akan keindahan, seperti
seni suara, seni lukis, seni patung, seni drama, dan sebagainya.
Pranata-pranata tersebut bersifat universal dan selalu berkembang sesuai
dengan perkembangan kebutuhan manusia itu sendiri. Menurut Gillin, pranata sosial
budaya selalu mempunyai ciri:
a. Organisasi dari pola-pola pemikiran dan perilaku yang terwujud dari aktivitas
kemasyarakatan dan hasil-hasilnya;
b. Kekekalan merupakan ciri dari semua pranata sosial budaya;
c. Pranata mempunyai satu atau beberapa tujuan;
d. Mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan;
e. Mampunyai lambag-lambang untuk menggambarkan tujuan dan fungsi;
f. Mempunyai tradisi tertulis dan tidak tertulis.
Mengingat setiap pranata mempunyai norma-norma yang harus dipatuhi oleh
setiap anggotanya, maka di setiap pranata sosial budaya selalu ada kontrol sosial yang
berfungsi sebagai alat agar para anggotanya taat dan patuh terhadap norma yang telah
ditentukan. Kepatuhan ini dapat menciptakan ketertiban, ketentraman dan keserasian
dalam pranta tersebut. Kontrol sosial dapat dilakukan melalui pencegahan (preventif)
yaitu dengan meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan keyakinan terhadap
kebenaran suatu norma; dan dapat pula melalui penanggulangan (refresif) bila
pelanggaran sudah terjadi. Penaggulangan ini dapat melalui ajakan atau bujukan
12
(persuasif) agar kembali kepada norma yang berlaku, atau dapat melalui paksaan
misalnya melalui hukuman (sanksi) tertentu, sehingga seseorang terpaksa patuh.
Pranata sosial yang dibentuk oleh manusia tidak lain tujuannya ialah untuk
memenuhi kebutuhannya yang sangat kompleks. Oleh karena itu, pranata sosial
mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Memberi pedoman kepada anggota masyarakat bagaimana seharusnya bertingkah
laku atau bersikap dalam menghadapi masalah dalam masyarakat yang
bersangkutan.
2. Menjaga kebutuhan dari masyarakat yang bersangkutan.
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial (social sontrol) yaitu sistem pengawasan masyarakat terhadap
tingkah laku para anggotanya.
2.3.3.Proses Sosial Budaya
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dikaruniai akal. Dengan akal
dan pikirannya ia bisa memenuhi segala kebutuhannya. Oleh karenanya manusia
dapat menciptakan sesuatu berupa hasil karya yang dapat dimanfaatkan oleh manusia
dan masyaraktnya. Para ahli antropologi mengemukakan bahwa kebudayaan itu
adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Wissler dkk
mengemukakan bahwa kebudayaan adalah segala tindakan yang harus dibiasakan
oleh manusia dengan belajar (learned behavior).
Kata kebudayaan atau culture berasal dari kata Sanskerta “budayah” yaitu
“budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang
bersangkutan dengan akal. Adapula sarjana yang mengupas kata budaya sebagai
suatu perkembangan dari majemuk “budi-daya” yang berarti daya dan budi. Karena
13
itu, mereka membedakan “budaya” dan “kebudayaan”. Budaya adalah “daya dari
budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari
cipta, karsa, dan rasa itu. Dalam istilah antropologi, budaya perbedaan itu ditiadakan.
Kata “budaya” disini hanya dipakai sebagai suatu singkatan saja dari “kebudayaan”
dengan arti yang sama.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah
segala daya cipta, rasa dan karsa manusia dalam mengolah lingkungan baik
lingkungan fisik maupun sosial agar menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat
serta menyenangkan baik secara lahir maupun batin.
Kebudayaan telah melembaga di suatu masyarakat sehingga perlu
disosialisasikan kepada warga masyarakatnya bik secara horizontal maupun secara
vertikal. Secra horizontal adalah penyebarluasan kebudayaan antara anggota
masyarakat yang satu kepada yang lain. Sedangkan secara vertikal adalah proses
sosialisasi kebudayaan dari orang tua kepada anaknya. Proses sosialisasi ini ada yang
dinamakan assimilasi dan akulturasi.
Assimilasi adalah suatu proses sosial dimana terdapat dua golongan manusia
dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda, saling bergaul secara intensif dalam
waktu yang lama sehingga kebudayaan golongan tadi berubah sifatnya yang khas dan
juga unsur-unsurnya berubah wujud menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.
Biasanya golongan yang tersangkut dalam proses assimilasi adalah suatu golongn
mayoritas dan golongan minoritas. Dalam hal ini golongan minoritas itulah yang
mengubah sifat-sifatnya yang khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dan
menyesuaikan diri dengan kebudayaan dari golongan mayoritas sedemikan rupa,
sehingga lambat laun kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ke dalam
kebudayaan mayoritas.
Akulturasi adalah dimana suatu kelompok manusia dengan suatu kelompok
kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari kebudayaan asing yang
14
sedemikan rupa, sehingga unsur-unsur dari kebudayaan asing lambat laun diterima
dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian
kebudayaan itu sendiri (Koentjaraningrat, 1990 : 248).
2.4. Interaksi Individu dan Masyarakat
Jenis yang paling umum dari proses sosial dalah interaksi sosial. Adapun
interaksi sosial dimaksudkan bahwa adanya pengaruh timbal balik antara individu
denan kelompok dalam upaya memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam
hidup sehari-hari secara bersama-sama.
Interaksi sosial yang terjadi antara manusia yang satu dengan yang lain
terdapat tiga pola atau tingkat. Yaitu :
1. Interaksi antara individu dengan individu, yaitu interaksi yang melibatkan
sejumlah orang.
2. Interaksi antara individu dan kelompok, yaitu adanya tingkat keintiman misalnya
ada yang bersifat primer, ada yang bersifat sekunder, ada yang bersifat
gemeinshaft dan ada yang bersifat gesselchaft .
3. Interaksi antara kelompok dengan kelompok. Dalam hal ini terdapat beberapa
bentuk proses sosial ada yang berbentuk positif yang dinamakan integrasi
(assosiative proces) yaitu proses yang menyatukan, sedangkan yang negatif
dinamakan disintegratif ( disassosiative proces) yaitu proses yang memisahkan.
Untuk lebih jelasnya tentang bentuk-bentuk interaksi sosial integrasi dapat
diikuti uraian berikut ini :
1. Coorperation (koperasi)
Koperasi adalah bentuk kerjasama dimana satu sama lain saling membantu
guna mencapai tujuan bersama. Kerjasama timbul karena hal-hal berikut:
a. Orang yang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-
kepentingan yang sama
15
b. Kedua belah pihak memiliki kontribusi yang untuk kepentingan
mereka melalui kerjasama.
Ada beberapa bentuk kerjasama untuk menyelesaikan pekerjaan itu antara
lain sebagai berikut :
a. kerukunan adalah hidup berdampingan secara damai dan melakukan
kerjasama secara bersama-sama.
b. Tawar-menawar (bargaining) adalah bentuk perjanjian mengenai
pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.
c. Kooptasi adalah kerjasama dalam bentuk mau menerima pendapat atau
ide orang atau kelompok lain.
d. Koalisi adalah bentuk kerjasama antara dua organisasi atau lebih yang
mempunyai kesamaan tujuan,
e. Joint venture adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh beberapa
perusahaan.
2. Akomodasi (accomodation)
Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan
tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga lawan tidak kehilangan
kepribadiannya.
Adapun bentuk-bentuk akomodasi, di antaranya:
a. Coertion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena
adanya paksaan.
b. Compromise, suatu bentuk akomodasi, di mana pihak yang terlibat masing-masing
mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan
yang ada.
c. Arbiration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan
tidak sanggup untuk mencapainya sendiri
d. Meditation, hampir menyerupai arbiration diundang pihak ke tiga yang retial
dalam persoalan yang ada.
16
e. Conciliation, suatu usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih,
bagi tercapainya suatu tujuan bersama.
f. Stelemate, merupakan suatu akomodasi di mana pihak-pihak yang berkepentingan
mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam melakukan
pertentangan.
g. Adjudication¸ yaitu perselisihan atau perkara di pengadilan.
3. Consensus (kesepakatan atau konsensus)
Konsensus dimaksudkan untuk suatu persetujuan. Konsensus memungkinkan
dilaksanakan apabila ada dua pihak atau lebih ingin memelihara suatu hubungan yang
masing-masing memandangnya sebagai kepentingan sendiri.
4. Assimilation (asimilasi)
Asimilasi adalah perpaduan dari dua kebudayaan atau lebih yang melebur
menjadi satu-satunya yang homogen. Mayor Polak mengemukakan bahwa asimilasi
adalah proses perpaduan dua kebudayaan yang berbeda, lama kalamaan berkembang
sehingga menjadi sejarah. Asimilasi hanya terdapat diantara orang-orang atau
golongan yang datang dari berbagai kebudayaan yang berbeda.
Sedangkan disintegrasi dapat diuraikan sbegai berikut :
1. Konflik (persengketaan)
Konflik adalah usaha yang dengan sengaja menentang, melawan, atau
memaksa kehendaknya kepada orang lain. Biasanya konflik timbul akibat adanya
kepentingan yang bertentangan. Dipandang dari segi terjadinya, konflik dapat dibagi
atas dua macam
c. Corporate conflict, yaitu konflik yang terjadi antara group dengan group dalam
suatu masyarakat.
d. Personal conflict, yaitu konflik yang terjadi antara individu dengan individu.
Biasanya hal ini disebabkan soal-soal seksual, kekuasaan, kekayaan, dan iri hati.
2. Kontravensi (contravention)
17
Kontravensi merupakan suatu bentuk proses sosial yang berada antara
persaingan dengan konflik. Kontravensi adalah sikap mental yang tersembunyi
terhadap orang-orang lain atau unsur-unsur kebudayaan golongan tertentu, yang dapat
berubah menjadi kebencian, tetapi tidak sampai pada tahap pertentangan.
3. Kompetisi (persaingan)
Kompetisi merupakan usaha yang disengaja untuk menentang kehendak orang
lain dan tidak mengandung paksaan. Persaingan ada hubungannya dengan konflik,
tetapi persaingan selalu dikuasai dan diatur oleh norma-norma moral. Sedangkan
konflik tidak demikan halnya.
Pola interaksi individu dengan masyarakat dapat dibagi dalam 3 macam,
yaitu:
a. Pola interaksi individu dengan individu dimana yang berhubungan secara langsung
adalah antar individu dan keduanya saling mempengaruhi.
b. Pola interaksi antara individu dengan kelompok. Dimana yang sedang melakukan
langsung adalah seoran individu dengan kelompok masyarakat tertentu.
c. Pola interaksi kelompok dengan kelompok. Dimana yang sedang berhungan
langsung adalah kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Ketiga pola interaksi tersebut meripakan sarana terbentuknya suatu
masyarakat yang saling berinteraksi secara intensif sehingga akan tercapai tujuan
bersama. Tidak bisa dihindari dalam pola interaksi yang mana pun yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari terkdang terjadi konflik dan kompetesi karena setiap
individu mempunyai kepentingan yang berbeda-beda,. Oleh karena itu, untuk
menyamakan visi dan misi perlu diadakan pertemuan atau musyawarah brsama agar
terjadi kesamaan pendapat sehingga tercapai tujuan hidup bersama.
18
BAB III
KESIMPULAN
Manusia merupakan satu kesatuan jiwa dan raga yang tak dapat dipisah satu sama lain.
Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tartentu.
19
Struktur sosial merupakan susunan masyarakat dilihat dari berbagau sisi seperti: kedudukan, peranannya, tipe masyarakat tersebut sehingga kita dapat menggambarkan kaitan dari berbagai unsur masyarakat.
Pranata sosial ialah suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat pada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat.
Kebudayaan adalah segala daya cipta, rasa dan karsa manusia dalam mengolah lingkungan baik lingkungan fisik maupun sosial agar menjadi sesuatu yang berguna dan bermanfaat serta menyenangkan baik secara lahir maupun batin.
Interaksi sosial yang terjadi antara manusia yang satu dengan yang lain terdapat tiga pola atau tingkat. Yaitu : a. Interaksi antara individu dengan individu, yaitu interaksi yang melibatkan
sejumlah orang.
b. Interaksi antara individu dan kelompok, yaitu adanya tingkat keintiman
misalnya ada yang bersifat primer, ada yang bersifat sekunder, ada yang
bersifat gemeinshaft dan ada yang bersifat gesselchaft .
c. Interaksi antara kelompok dengan kelompok. Dalam hal ini terdapat
beberapa bentuk proses sosial ada yang berbentuk positif yang dinamakan
integrasi (assosiative proces) yaitu proses yang menyatukan, sedangkan
yang negatif dinamakan disintegratif ( disassosiative proces) yaitu proses
yang memisahkan.