kebudayaan new 5-1 too (2).docx
TRANSCRIPT
1. Sejarah Asal dan Perkembangan Manusia Ditinjau dari Segi
Biologisnya
Oleh : Sabrina Maharani Pratama ( 121610101061 )
A. Teori Evolusionisme
Menurut Charles Darwin, seleksi dan adaptasi adalah proses evolusi yang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan ekologis sekitar. Penguasa Eropa lain yang juga
mengadopsi dan menerima teori Darwin diantaranya adalah Spanyol, Portugis,
Inggris.
Dampak yang terjadi pada seleksi alamiah adalah pada perubahan anatomis dan
struktural spesies dalam teori evolusi Darwin itu telah mempengaruhi kuatnya
pemikiran intelektual dalam separuh kedua abad ke-19 di dunia, khususnya daerah
bagian Eropa.
Pemikiran evolusionisme Darwin menyatakan bahwa semua bentuk kehidupan
dan jenis-jenis makhluk hidup yang ada di muka bumi ini mengalami proses
evolusi. Pemikiran evolusi ini diterapkan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis proses-proses evolusi sosial budaya masyarakat. Salah satunya
adalah pemikiran Herbert Spencer, salah seorang tokoh evolusionis, yang
berpendapat bahwa perkembangan masyarakat dan kebudayaan tiap-tiap bangsa di
dunia telah atau akan melalui tingkat-tingkat evolusi yang sama (evolusi
universal).
Menurut teori untuk bentuk-bentukDalam proses evolusi biologi yang telah
berlangsung sangat lama, telah banyak bentuk makhluk sederhana yang hilang dan
punah dari bumi.
Dalam rangka menjelaskan asal mula terjadinya aneka ragam masyarakat
dan kebudayaan manusia di seluruh belahan dunia, selain dikenal adanya teori evolusi
juga dikenal adanya teori difusi. Menurut pemikiran Difusionisme, kebudayaan
manusia itu pangkalnya adalah satu dandi suatu tempat tertentu, yaitu pada
waktu manusia baru saja muncul di dunia. Kemudian kebudayaan induk
tersebut berkembang dan menyebar ke dalam banyak kebudayaan
barudikarenakan pengaruh lingkungan hidup, alam, dan waktu.
Pemikiran Darwinisme dan pemikiran Evolusionisme pada akhirnya mengalami
perkembangan yang memunculkan pemikiran neo-darwinisme dan neo-
evolusionisme.
Neo-darwinisme berpendapat bahwa masyarakat dan kebudayaan manusia
adalah perpanjangan (berasal) darimakhluk hewan yang berwujud manusia – yang
berevolusi. Sementara itu di lain pihak neo-evolusionisme berpendapat bahwa
evolusi tidak harus selalu diartikan atau disamakan dengan kemajuan, seperti dari
kondisi sederhana menjadi kompleks. Perbedaan kedua pemikiran ini menunjukkan
apa sesungguhnya manusia, dan perbedaannya dengan makhluk yang lainnya.
Oleh : Retno Widyastuti ( 121610101066 )
Apabila memperbincangkan mengenai asal usul dan perkembangan manusia yang
ditinjau dari segi biologisnya, dasarnya tidak terlepas dari teori – teori evolusi
yang membicarakan mengenai asal – usul dan perkembangan seorang manusia.
Menurut Charles Darwin (1890 - 1892), evolusi yaitu proses perubahan struktur
makhluk hidup dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang lebih kompleks
dan berlangsung dari generasi ke generasi dalam jangka waktu yang sangat lama.
Ada berbagai perdebatan tentang apakah manusia modern sekarang ini
berkembang di Afrika, dan kemudian menyebar ke seluruh dunia atau
berkembang dari manusia Neanderthal di Eropa. Dalam hal ini, pendapat –
pendapat tersebut dihadapkan dengan suatu periode waktu yang sangat panjang
dan tidak bisa begitu saja dipastikan. Para peneliti juga pernah menemukan
lukisan gua di Perancis Selatan yang diperkirakan sudah ada sejak 30.000 tahun
sebelum Masehi. Paparan tersebut menyatakan bahwa terdapat problem
fundamental di dalam penelitian ilmiah tentang asal usul manusia, yakni bahwa
suatu bukti fisik yang kecil seringkali dijadikan suatu fondasi bagi teori besar
tentang perkembangan dan proses migrasi manusia purba. Pernyataan umum
mengenai teori evolusi menempatkan posisi manusia pada prespektif yakni
manusia terdiri kode – kode genetis yang ternyata juga dimiliki oleh seluruh
makhluk yang ada di dunia ini. Pada tahun 1871 Darwin akhirnya merasa sudah
waktunya untuk mengemukakan kepada publik topik tentang asal usul manusia. ia
menguraikan alasan untuk mempercayai bahwasanya manusia dan kera memiliki
leluhur jauh yang kurang lebih sama dan bahwasanya semua ciri manusia, tidak
peduli sebagaimana anehnya, telah berevolusi melalui serangkaian langkah yang
bertahap. Walaupun teori darwin ini menuai banyak protes dari kebanyakan
ilmuan yang beranggapan bahwa manusia sebagai mahluk yang terpisah dari
dunia hewan. Sebagian dari para ilmuan tersebut teguh dengan keyakinannya
bahwa asal usul manusia terjadi secara bertahap dan melalui tahap seleksi alamiah
sendiri. Penjelasan tersebut menjelaskan kita mengenai asal usul dan
perkembangan manusia yang di mulai dari jaman pra sejarah yang berkembang
menjadi jaman sejarah, hingga akhirnya berkembang menjadi jaman globalisasi
seperti sekarang ini. Melalui perkembangan jaman tersebutlah, berkembang pula
manusia yang menurut teori Darwin, bahwa kera dan manusia memiliki nenek
moyang yang tidak jauh berbeda, yang walaupun teorinya tersebut menuai banyak
kontroversi. Perkembangannya tersebut dapat terlihat dan dirasakan hingga saat
ini, baik dari segi bentuk tubuh, volume kepala, peningkatan fungsi kerja anggota
tubuh, sampai cara berpikir yang dulunya primitive menjadi modern seperti
sekarang ini.
Sumber : http://carapedia.com/asal_usul_manusia_info673.html
- Charles Darwin – dalam bukunya The Descent of Man (1871), Darwin
mengeluarkan dua hipotesis. Pertama dia menunjuk Afrika sebagai tanah leluhur
manusia berdasarkan kemiripan anatomi simpanse dan gorila. Kedua ia
mensyaratkan bahwa bisa dianggap sebagai manusia adalah bipedal (melangkah
dengan dua kaki). Hipotesisnya tersebut, berkaitan dengan kemunculan Hominid.
seperti yang diungkapkan Rodman & Henry , 1980, ciri Hominid yaitu, bipedal
dan berjalan dengan dua kaki. Keuntungan dari jalan dengan dua kaki adalah
mereka bisa mengawasi predator dan mangsa mereka sama baiknya. Dengan
tangan yang bebas dari tanah mereka juga bisa memasok makanan ke sarang
lebih banyak. Dengan demikian mempengaruhi perkembangan fisik mereka. Dan
berkembang terus lebih baik. Sistem bipedal juga hemat energi dibanding dengan
berjalan dengan empat kaki. Di tahun 2002 , terhitung 22 hominid di temukan .
beberapa diantaranya adalah :
1. Sahelantropus Tchadensis (7-6 juta tahun lalu), diduga batas perpisahan
antara leluhur manusia dan simpanse
2. Orrorin tugunensis, dan Ardiphitecus ramidus kaddabba (6-5 juta tahun lalu)
3. Ardiphitecus anamensis (5-4 juta tahun lalu )
4. Australophitecus aethipiocus , Garhi , dan anggota genus homo tertua ,
Homo Rudolfensis (3-2 juta tahun lalu )
5. Periode kepunahan genus australophitecus dan malah jumlah genus homo
bertambah (Homo Ergaster , Homo Habilis , Homo Erectus) (2-1
juta tahun lalu )
6. Homo antecessor, heidelbergensis, neanderthal dan homo sapiens (1 juta tahun
lalu)
2. Terjadinya aneka warna yang berpredikat manusia dilihat dari ciri-ciri
tubuh.
Oleh : Annaasa Nur Hidayah ( 121610101065 )
Keragaman manusia bukan berarti manusia itu bermacam-macam atau
berjenis-jenis seperti halnya binatang dan tumbuhan. manusia sebagai mahluk
tuhan tetaplah berjenis satu. Keragaman manusia di maksudkan bahwa setiap
manusia memiliki perbedaan. Perbedaan itu ada karena manusia adalah mahluk
individu yang setiap individu memiliki cirri-ciri khas tersendiri. Perbedaan itu
terutama di tinjau dari sipat-sipat pribadi, misalnya sikap, watak, kelakuan,
temperamen, dan hasrat. Contoh, sebagai mahasiswa baru kita akan
menjumpai teman-teman mahasiswa lain dengan sipat dan watak yang
bergam. Dalam kehidupan sehari-hari kita akan menemukan keragaman akan
sipat dan ciri-ciri khas dari setiap orang yang kita jumpai. Jadi manusia
sebagai pribadi adalah unik dan beragam
Selain makhluk individu, manusia juga makhluk social yang
membentuk persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup manusia juga
beragam. Masyarajat sebagai persekutuan itu berbeda dan beragam karena ada
perbedaan, misalnya dalam hal ras, suku, agama, budaya, ekonomi, agama,
budaya, ekonomi, status social, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, dan
lain-lain. Hal-hal demikian kita katakan sebagai unsur-unsur yang
membentuk keragaman dalam masyarakat.
Beberapa para ahli mengemukakan :
William A. Havilland : Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta
untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.
Koentjaraningrat : Anthropologi adalah ilmu yang mempelajari umat
manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik
masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Antropologi adalah suatu ilmu yang ingin mempelajari manusia dan
perkembangannya, baik pada saat sekarang-lampau-prasejarah
Perkembangannya meliputi : Fisik, pola kehidupan, susunan kekerabatan, tingkah
laku dan kebudayaan.
Secara umum antropologi dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Antropologi fisik
2.Antropologi budaya
Antropogi fisik terbagi menjadi lagi menjadi 2, yaitu paleoantropologi dan
antropologi fisik. Sedangkan antropologi budaya terbagi lagi meliputi
etnografi,etnologi,antropologi linguistik,foeklore, dan antropogi sosial.
Namun,dalam kali ini akan membahas Antropologi fisik. Antropologi fisik adalah
ilmu yang mengandung pengertian tentang sejarah terjadinya aneka warna
makhluk manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuh baik lahir maupun sifat
bagian dalam ( warna kulit,warna dan bentuk rambut,bentuk muka,hidung dan
bentuk tubuh).
Setiap antropologi yang memulai penelitian lapangan perdana
nya, padaumumnya menca r i sua tu bangsa a t au ke lompok yang
be lum pe rnah d i t e l i t i . Tujuannya sudah jelas adalah untuk memperluas
arena perbandingan di sampinguntuk merekam berbagai budaya sebelum budaya-
budaya itu lenyap.An t ropo log i memang merupakan s t ud i t en t ang
manus i a . I a t i dak hanya sebagai suatu disiplin ilmu yang bersifat akademis
tetapi juga merupakan suatucara hidup yang berusaha menyampaikan kepada para
mahasiswa apa yang telahdiketahui orang.A n t r o p o l o g i f i s i k
m e m u s a t k a n p e r h a t i a n n y a p a d a m a n u s i a
s e b a g a i organisme biologis yang tekanannya pada upaya melacak evolusi
perkembanganman us i a dan mem pe l a j a r i pa r i a s i -pa r i a s i b io log i s
da l am spes i e s manus i a .
Antopologi fisik terdapat berbagai eragaman Etnis, Ras, dan Budaya.
Selaras dengan ungkapan di atas-yang mencoba menggali dan
merekonstruksi makna berbangsa- disini mencoba memaparkan dan membahas
lebih jauh makna etnis dan ras. Sebab, dalam suatu bangsa terdapat beragam etnis
dan ras, yang sudah wajar terdapat beragam kultur. Dalam masyarakat
multikultural seperti Indonesia, membangun pemahaman yang kritis tentang
makna etnis dan ras adalah sangat penting. Sering kali pengertian etnis dan ras
terlihat saling tumpang-tindih ketika menyebutkan kedua kata tersebut. Padahal
keduanya mempunyai makna yang sama kali berbeda. Kata etnis berasal dari kata
Yunani ethnos yang merujuk pada pengertian bangsa atau orang. Acap kali ethnos
diartika sebagai setiap kelompok sosial yang ditentukan oleh ras, adat-istiadat,
bahasa, nilai dan norma budaya, dan lainlain-lain, yang pada gilirannya
mengindikasikanadanya kenyataan kelompok minoritas atau mayoritas dalam
suatumasyarakat.
Misalnya, penyebutan Eurocentric untuk menerangkan kebudayaan yang
berpusat pada mayoritas etnik dan ras dari orang-orang Eropa; Chinacentric untuk
menyebutkan kebudayaan yang berorietasi pada Cina; Jawacentric untuk
menjelaskan kebudayaan yang berorientasi pada Jawa, dan lain-lain.65 Jadi,
istilah
etnik ini mengacu pada suatu kelompok yang sangat fanatik dengan ideologi
kelompoknya, tidak mau tahu ideologi kelompok lain. Dan hal penting lain yang
harus digaris bawahi dari pengertian etnis adalah bahwa etnis itu terbentuk
berdasarkan definisi sosial dan bukan merupakan definisi yang didasarkan pada
faktor keturunan atau biologis. Contohnya, orang Sunda dan Betawi secara fisik
mungkin terlihat sama, akan tetapi jika dilihat latar belakang sosio-kultural
keduanya, ternyata mereka berasal dari etnis yang berbeda.
Pengertian etnis, secara tegas, adalah lebih didasarkan pada ciri-ciri
sosio-kultural seperti agama, bahasa, asal suku, asal negara, dan tata cara hidup
sehari-hari. Misalnya, anak seorang keturunan Belanda, berkulit putih dan
bermata biru, tinggal bersama suatu keluarga Bali sejak kecil, kemudian anak itu
tumbuh dewasa sebagaimana umumnya orang Bali; berbahasa, beragama,
bertatacara
hidup sebagaiman orang Bali. Maka, secara sosio-kultural, apabila mengikuti
makna etnis sesuai pengertian di atas, anak tersebut tidak bisa disebut ber-etnis
Belanda, tetapi lebih layak disebut ber-etnis Bali.
Menurut Narroll, kelompok etnik dikenal sebagai suatu populasi yang
(1) secara biologis mampu berkembang biak dan tumbuh, (2) mempunyai nilai-
nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk
budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; (4)
menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat
dibedakan dari kelompok populasi lain.
Thomas Sowell, yang menulis tentang ethnic of Americ,
mengemukakan bahwa kelompok etnik merupakan sekelompok orang yang
mempunyai pandangan dan praktik hidup yang sama atas suatu nilai dan norma.
Misalnya, kesamaan agama, negara asal, suku bangsa, kebudayaan, bahasa, dan
lain-lainnya yang semuanya berpayung pada satu kelompok yang disebut
kelompok etnik. Sementara itu, Fredrick Barth dan Zastrow mengatakan, bahwa
etnik dalah himpunan manusia karena kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa atau
kombinasi dari kategori tersebut yang terikat pada sistem nilai budayanya.
Koentjaraningrat memaksudkan etnik sebagai kelompok sosial atau
kesatuan hidup manusia yang mempunyai sistem interaksi, sistem norma yang
mengatur interaksi tersebut, adanya kontinuitas dan rasa identitas yang
mempersatukan semua anggotanya serta sistem kepemimpinan sendiri. Sementara
itu, dalam kaitannya dengan bangsa, etnik (kelompok etnik) merupakan konsep
yang dipakai silih berganti untuk menerangkan suatu bangsa seperti Indonesia,
dari sudut pandang kebangsaan yang melatar belakangi perkembangan
kebudayaan.Martin Bulmer mengatakan, etnik atau yang selalu disebut kelompok
etnik adalah satu kelompok kolektif manusia dalam penduduk yang luas, yang
memiliki kenyataan atau ceritera asal-usul yang sama, mempunyai kenangan
terhadap masa lalu, yang terfokus pada satu unsur simbolik atau lebih yang
mendefinisikan identitas kelompok, seperti kekerabatan, agama, bahasa,
pembagian wilayah, tampilan nasionalitas dan fisik (suku bangsa dan fisik), yang
anggotanya sadar bahwa mereka merupakan anggota dari kelompok tersebut.
Diana mengemukakan, etnik atau kelompok etnik adalah kumpulan
orang yang dapat dibedakan terutama oleh karakteristik kebudayaan atau bangsa,
yang meliputi: (1) keunikan dalam perangai (trait) budaya; (2) perasaan sebagai
satu komunitas; (3) mempunyai perasaan etnosentrisme; (4) status keanggotaan
yang bersifat keturunan atau ascribed status; dan (5) berdiam atau memilki
territorial tertentu. Glazer mendefinisikan sebagai sebuah keluarga dengan
identitas sosial yang jelas seperti kesamaan agama misalnya orang Belanda, atau
kesamaan bahasa seperti orang Belgia, atau kesamaan sejarah, pengalaman hidup,
bahkan kesamaan mitos maupun mistis.
Mengacu beberapa pengertian etnik di atas, maka dapat diambil
pengertian yang komprehensif. Pertama, etnik adalah suatu kelompok sosial yang
mempunyai tradisi kebudayaan dan sejarah yang sama, dan karena kesamaan itu
mereka memilki suatu identitas sebagai suatu sub-kelompok dalam masyarakat
yang luas. Kelompok etnik sering kali dipakai secara bergantian dengan kelompok
ras, karena kelompok ras selaim memilki karakteristik yang dimiliki etnik, juga
mempunyai karakteristik yang sama (misalnya, Afrika-Amerika). Kedua, etnik
adalah suatu kelompok individu yang memilki kebudayaan yang berbeda, namun
di antara anggotanya merasa memilki semacam sub-kultur yang sama. Ketiga,
etnik merupakan suatu kelompok yang memilki domain tertentu, yang biasa
disebut dengan etnikc domain. Dalam hal ini, Susane Langer mengatakan bahwa
kerap kali kelompok etnik itu mempunyai peranan dan bentuk simbol yang sama,
memilki kesenian yang sama, yang diciptakan dalam ruang dan waktu mereka.
Ada imajinasi yang sama atau arsitektur yang sama yang mereka ciptakan secara
virtual (nyata).
Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2243484-keragaman-
etnis-ras-dan-budaya/#ixzz267jm2IBv
Oleh : Arum Risalah ( 121610101060 )
Dipandang dari segi ilmu eksakta, manusia adalah kumpulan dari partikel-partikel
atom yang membentuk jaringan sistem yang dimiliki oleh manusia ( ilmu kimia ).
Manusia merupakan kumpulan dari berbagai sistem fisik yang saling terkait satu
sama lain dan merupakan kumpulan dari energi ( ilmu fisika ). Manusia
merupakan mahluk biologis yang tergolong dalam golongan mahluk mamalia
( biologi ). Dalam ilmu-ilmu sosial, manusia merupakan mahluk yang ingin
memperoleh keuntungan atau selalu memperhitungkan setiap kegiatan, sering
disebut homo economicus ( ilmu ekonomi ). Manusia merupakan mahluk sosial
yang tidak dapat berdiri sendiri ( sosiologi ), mahluk yang selalu ingin
mempunyai kekuasaan
( politik ).
Negara Indonesia adalah negara kepulauan. Pulau-pulau di Indonesia
berjumlah 13. 667 pulau besar dan kecil. Pulau-pulau itu membentang dari
Sabang sampai Merauke. Dahulu, orang Indonesia berasal dari nenek moyang
yang sama. Yaitu bangsa Yunan. Kemudian mereka berpencar. Karena berada di
tempat yang letaknya terpisah-pisah oleh alam baik gunung, hutan, laut maupun
sungai, maka terbentuklah berbagai suku bangsa. Suku bangsa tersebut memiliki
adat istiadat dan budaya yang berbeda satu dengan yang lain. Secara fisik pun
kadang memiliki ciri khas tersendiri.
Pengelompokan masyarakat membentuk kriteria diferensiasi social, antara lain :
Diferensiasi Ras
Ras adalah suatu kelompok manusia yang memiliki cirri-ciri fisik bawaan
yang sama. Diperensiasi ras adalah pengelompokan masyarakat
berdasarkan ciri-ciri fisiknya.
Secara garis besar manusia terbagi kedalam ras-ras sebagai berikut:
a. Menurut A..L. Krober
1) Austroloid, mencakup penduduk asli Australia (Aborigin).
2) Mongoloid
- Asiatik Mongoloid (Asia Utara, Asia Tengah dan Asia Timur).
- Malayan Mongoloid (Asia Tenggara dan Penduduk Asli Taiwan).
- American Mongoloid (Penduduk asli Amerika).
3) Kaukasoid
- Nordic (Erofa Utara, sekitar Laut Baltik).
- Alpine (Erofa Tengah dan Erofa Timur).
- Mediterania (sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arab, Iran).
- Indic (Pakistan, India, Bangladesh, Sri Langka).
4) Negroid
- African Negroid (Benua Afrika).
- Negrito (Afrika Tengah, Semenanjung Malaya yang dikenal dengan
nama orang Semang, Filipina).
- Malanesian (Irian, Melanesia).
5) Ras-ras Khusus (tidak dapat diklasifikasikan kedalam empat ras
pokok)
- Bushman (gurun Kalahari, Afrika Selatan).
- Veddoid (pedalaman Sri Langka, Sulawesi Selatan).
- Polynesian (kepulauan Micronesia, dan Polinesia).
- Ainu ( di pulau Hokkaido dan Karafuto Jepang).
b. Menurut Ralph Linton
1) Mongoloid
Ciri-ciri:
- kulit kuning sampai sawo mateng
- rambut lurus
- bulu badan sedikit
- mata sipit (Asia Mongoloid)
· Mongoloid Asia : Sub Ras Tionghoa (Jepang, Vietnam, Taiwan) Sub
Ras Melayu (Malaysia, Filipina, Indonesia)
· Mongoloid Andian (orang Indian di Amerika)
2) Kaukasoid
Ciri-ciri:
- hidung mancung
- kulit putih
- rambut pirang sampai coklat kepirang kehitaman
- kelopak mata lurus
· Ras Nordic
· Alpin Mediteran
· Armenoid
· India
3) Negroid
Ciri-ciri:
- rambut keriting
- kulit hitam
- bibir tebal
- kelopak mata lurus
· Sub Ras Negroid
· Nilitz
· Negro Rimba
· Negro Oseanis
· Hetentot Boysesman
Indonesia didiami oleh bermacam-macam Sub Ras, antara lain:
· Negrito, suku Semang di Semenanjung Malaya dan sekitarnya.
· Veddoid, suku Sakai di Riau, Kubu di Sumatra Selatan, Toala dan
Tomuna di Sulawesi.
· Neo Melanosoid, kepulauan Kei dan Aru.
· Melayu:
- Melayu Tua (Proto Melayu), orang Batak, Toraja dan Dayak.
- Melayu Muda (Deutro Melayu), orang Aceh, Minang, Bugis/Makasar.
1. Diferensiasi Suku Bangsa (Etnis)
Menurut Hassan Shadily MA, suku bangsa atau etnis adalah segolongan
rakyat yang masih dianggap mempunyai hubungan biologis. Diferensiasi
suku bangsa merupakan penggolongan manusia berdasarkan ciri-ciri
biologis yang sama, seperti ras, namun suku bangsa memiliki kesamaan
budaya sebagai berikut:
- Ciri fisik
- Bahasa daerah
- Kesenian
- Adat-istiadat
Suku bangsa yang ada di Indonesia yaitu sebagai berikut:
- Pulau Sumatra : Aceh, Batak, Minangkabau, Bengkuku, Jambi,
Palembang, Melayu dan sebagainya.
- Pulau Jawa : Sunda, Jawa, Tengger dan sebagainya.
- Pulau Kalimantan : Dayak, Banjar dan sebagainya.
- Pulau Sulawesi : Bugis, Toraja, Minahasa, Toil-Toli, Makassar, Bolaang-
mangondow, Gorontalo dan sebagainya.
- Kepulauan Nusa Tenggara : Bali, Bima Lombok, Flores, Timoer, Rote.
- Kepulauan Maluku dan Irian : Ternate, Tidore, Dani Asmat.
2. Diferensiasi Klen (Clan)
Klen / kerabat luas / keluarga besar. Klen merupakan kesatuan keturunan
(genealogis), kesatuan kepercayaan (religiomagis) dan kesatuan adapt
(tradisi). Klen adalah system social berdasarkan ikatan darah atau
keturunan yang sama umumnya terjadi di masyarakat unilateral baik
melalui garis ayah (patrilineal) atau ibu (matrilineal).
· Klen atas dasar garis keturunan ayah (patrilineal) terdapat pada:
- Masyarakat Batak (sebutan Marga)
- Marga Batak Karo : Ginting, Sembiring, Singarimbun, Barus, Tambun,
Paranginangin.
- Marga Batak Toba : Nababan, Simatupang, Siregar.
- Marga Batak Mandailing : Harahap, Rangkuti, Nasution, Batubara,
Daulay.
- Masyarakat Minahasa (klennya disebut Fam) antara lain : Mandagi,
Lasut, Tombokan, Pangkarego, Paat, Supit.
- Masyrakat Ambon (klennya disebut Fam) antara lain : Pattinasarani,
Latuconsina, Lotul, Manuhutu, Goeslaw.
- Masyarakat Flores (klennya disebut Fam) antara lain : Fernandes,
Wangge, Da Costa, Leimena, Kleden, De-Rosari, Paeira.
· Klen atas dasar garis keturunan ibu (matrilineal) antara lain terdapat
pada masyarakat :
- Minangkabau, klennya disebut suku yang merupakan gabungan dari
kampung-kampung, nama klennya antara lain : Koto, Piliang, Chaniago,
Sikumbang, Melayu, Solo, Dalimo, Kampai dan sebagainya.
- Masyarakat Flores, yaitu suku Ngadu juga menggunakan system
matrilineal.
Sumber : Bentuk-Bentuk Diferensiasi Sosial oleh Dadan Wahidin
3. Mengenai masalah sejarah: asal, perkembangan dan persebaran
aneka warna bahasa yang diucapkan manusia.
Oleh : Astinia Widyastuti ( 121610101069 )
Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian
bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol
vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa
yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols
and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan
sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk
menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan
kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
Seperti yang dikatakan Ernest Casirrer (1951: 32) bahwa manusia adalah
mahluk yang paling mahir dalam menggunakan simbol-simbol, sehingga manusia
disebut “Homo Symbolicum”. Karena itulah manusia dapat berbahasa, berbicara,
melakukan gerakan-gerakan lainnya yang juga banyak dilakukan oleh mahluk-
mahluk lain yang serupa dengan manusia. Akan tetapi hanya manusia yang dapat
mengembangkan sistem komunikasi lambang/simbol yang begitu kompleks
karena manusia memang memiliki kemampuan bernalar. Di sinilah antropologi
linguistik berperan. Ia merupakan deskripsi sesuatu bahasa (cara membentuk
kalimat atau mengubah kata kerja) maupun sejarah bahasa yang digunakan
(perkembangan bahasa dan saling mempengaruhi sepanjang waktu). Dari kedua
pendekatan ini menghasilkan informasi yang berharga, tidak hanya mngenai cara
orang berkomunikasi, akan tetapi juga tentang bagaimana memahami dunia luar.
Bahasa Sunda misalnya mengenal bentuk jamak seperti: kata “damang” karena
jamak menjadi “daramang”; kata “sae” menjadi “sarae”; kata “angkat” menjadi
“arangkat”, dan sebagainya. Sehingga contoh penggunaannya menjadi: “Kumaha
bapa, ibu, daramang ? (Bagaimana bapa, ibu, sehat-sehat ?); “Kembang eta mani
sarae pisan (Bunga-bunga itu bagus-bagus sekali); Bade arangkat kamana ieu
teh ? (Pada mau berangkat kemana ini ?). Keadaan seperti ini dapat membantu
kita untuk memahami maupun mengidentifikasi hal-hal yang dianggap
mempunyai arti khusus dalam kebudayaan yang beragam. Di sinilah melalui studi
linguistik para ahli antropologi dapat mengetahui lebih baik bagaimana pendapat
orang tentang dirinya maupun dunia sekitarnya. Bahkan ahli antropologi linguistik
dapat memahami masa lampau umat manusia. Melalui penyusunan hubungan
genealogi bahasa-bahasa, mempelajari distribusi bahasa-bahasa tersebut, maka dia
dapat memperkirakan berapa lama orang-orang yang menggunakan bahasa itu
telah tinggal di tempat yang ia tempati.
Asal mula,perkembangan dan persebaran aneka warna bahasa pada
manusia telah menjadi topik yang didiskusikan oleh para ilmuwan selama
beberapa abad. Walaupun begitu, tidak ada konsensus mengenai asal atau waktu
awalnya. Salah satu masalah yang membuat topik tersebut sangat susah untuk
dipelajari adalah tidak adanya bukti langsung yang kuat, karena tidak ada bahasa
atau bahkan kemampuan untuk memproduksinya menjadi fosil. Akibatnya para
ahli yang ingin meneliti asal mula bahasa harus mengambil kesimpulan dari bukti-
bukti jenis lainnya seperti catatan fosil-fosil atau dari bukti arkeologis, dari
keberagaman bahasa zaman sekarang, dari penelitian akuisisi bahasa, dan dari
perbandingan antara bahasa manusia dan sistem komunikasi di antara hewan-
hewan, terutama primata-primata lainnya. Secara umum disepakati bahwa asal
mula bahasa sangat dekat dengan asal mula dari perilaku modern manusia, tapi
hanya sedikit kesepakatan tentang implikasi-implikasi dan pengarahan dari
keterkaitan tersebut.
Pendekatan terhadap asal mula bahasa dapat dibagi berdasarkan asumsi
dasarnya. 'Teori Keberlanjutan' yaitu berdasarkan ide bahwa bahasa sangat
kompleks sehingga tidak dapat dibayangkan ia timbul begitu saja dari ketiadaan
menjadi bentuk akhir seperti sekarang: ia pastinya berkembang dari sistem pre-
linguistik awal di antara leluhur primata kita. 'Teori Ketakberlanjutan' yaitu
berdasarkan ide yang berlawanan -- bahwa bahasa adalah suatu sifat sangat unik
sehingga tidak dapat dibandingkan dengan apapun yang ditemukan pada spesies
selain manusia dan oleh karena ia pasti muncul secara tiba-tiba selama perjalanan
evolusi manusia. Perbedaan lainnya yaitu antara teori yang melihat bahasa sebagai
bawaan lahir yang ter-sandi secara genetis, dan mereka yang melihatnya sebagai
sebuah sistem yang secara umum kultural -- dipelajari lewat interaksi sosial.
Oleh : Agya Nanda Prasetya (121610101064 )
ASAL MULA BAHASA
Asal mula bahasa pada spesies manusia telah menjadi topik yang
didiskusikan oleh para ilmuwan selama beberapa abad. Walaupun begitu, tidak
ada konsensus mengenai asal atau waktu awalnya. Salah satu masalah yang
membuat topik tersebut sangat susah untuk dipelajari adalah tidak adanya bukti
langsung yang kuat, karena tidak ada bahasa atau bahkan kemampuan untuk
memproduksinya menjadi fosil. Akibatnya para ahli yang ingin meneliti asal mula
bahasa harus mengambil kesimpulan dari bukti-bukti jenis lainnya seperti catatan
fosil-fosil atau dari bukti arkeologis, dari keberagaman bahasa zaman sekarang,
dari penelitian akuisisi bahasa, dan dari perbandingan antara bahasa manusia dan
sistem komunikasi di antara hewan-hewan, terutama primata-primata lainnya.
Secara umum disepakati bahwa asal mula bahasa sangat dekat dengan asal mula
dari perilaku modern manusia, tapi hanya sedikit kesepakatan tentang implikasi-
implikasi dan pengarahan dari keterkaitan tersebut.
Fakta bahwa bukti empiris sangat terbatas, telah membuat banyak
ilmuwan menganggap semua topik secara keseluruhan tidak cocok untuk
dipelajari secara serius. Pada tahun 1866, Linguistic Society of Paris sampai
melarang debat mengenai subjek tersebut, sebuah larangan yang masih tetap
berpengaruh di antara dunia barat sampai akhir abad 20. Sekarang, ada banyak
hipotesis mengenai bagaimana, kenapa, kapan dan di mana bahasa mungkin
pertama kali muncul. Tampaknya tidak begitu banyak kesepakatan pada saat
sekarang dibandingkan seratus tahun lalu, saat teori evolusi Charles Darwin lewat
seleksi alam-nya menimbulkan banyak spekulasi mengenai topik ini. Sejak awal
1990-an, sejumlah ahli linguis, arkeologis, psikologis, antropolog, dan ilmuwan
profesional lainnya telah mencoba untuk menelaah dengan metoda baru apa yang
mereka mulai pertimbangkan sebagai permasalahan tersulit dalam sains.
Teori asal mula bahasa dapat dibagi berdasarkan asumsi dasarnya. 'Teori
Keberlanjutan' yaitu berdasarkan ide bahwa bahasa sangat kompleks sehingga
tidak dapat dibayangkan ia timbul begitu saja dari ketiadaan menjadi bentuk akhir
seperti sekarang: ia pastinya berkembang dari sistem pre-linguistik awal di antara
leluhur primata kita. 'Teori Ketakberlanjutan' yaitu berdasarkan ide yang
berlawanan -- bahwa bahasa adalah suatu sifat sangat unik sehingga tidak dapat
dibandingkan dengan apapun yang ditemukan pada spesies selain manusia dan
oleh karena ia pasti muncul secara tiba-tiba selama perjalanan evolusi manusia.
Perbedaan lainnya yaitu antara teori yang melihat bahasa sebagai bawaan lahir
yang ter-sandi secara genetis, dan mereka yang melihatnya sebagai sebuah sistem
yang secara umum kultural -- dipelajari lewat interaksi sosial.
Noam Chomsky adalah pendukung utama dari teori ketakberlanjutan,
sebuah masalah di mana ia berpihak sedikit terpisah dengan rekan akademisnya
yang lain. Dia beralasan bahwa sebuah mutasi terjadi pada salah satu individu
dalam rentang 100.000 tahun yang lalu, mengakibatkan munculnya kemampuan
bahasa (sebuah komponen dalam otak) secara 'instan' dalam bentuk yang
'sempurna' atau 'hampir-sempurna'. Argumentasi secara filosofinya berbunyi
sebagai berikut: pertama, dari apa yang diketahui mengenai evolusi, setiap
perubahan biologis dalam suatu spesies timbul dari perubahan genetis secara acak
pada satu individu, yang menyebar dalam satu kelompok peranakan. Kedua, dari
perspektif komputasi dalam teori bahasa: satu-satunya perubahan yang dibutuhkan
adalah kemampuan kognitif untuk membentuk dan memproses struktur data
rekursif dalam pikiran (properti dari "diskrit tak-terbatas", yang muncul hanya
unik pada manusia). Perubahan genetis ini, yang memberikan otak manusia suatu
properti diskrit tak-terbatas, Chomsky beralasan, secara esensial merupakan
loncatan yang menyebabkan dapat menghitung dari bilangan N, dimana N adalah
bilangan pasti, sampai mampu menghitung sampai bilangan tak-terbatas
(misalnya, jika N dapat dibentuk begitu juga N+1). Dari pernyataan di atas bahwa
evolusi kemampuan bahasa pada manusia adalah saltasi karena, secara logika,
tidak mungkin ada transisi secara bertingkat dari otak yang mampu menghitung
pada bilangan tertentu, menjadi otak yang mampu berpikir mengenai ketak-
terbatasan. Gambarannya, dengan analogi sederhana, adalah bahwa formasi
kemampuan berbahasa pada manusia adalah serupa dengan formasi kristal; diskrit
tak-terbatas merupakan bibit kristal dalam otak super primata, yang mendekati
perkembangan menjadi otak manusia, oleh hukum fisika, saat sebuah batu kecil,
tapi sangat penting, dilanjutkan oleh evolusi.
Teori keberlanjutan sekarang dipegang oleh mayoritas ilmuwan, tapi
mereka berbeda dalam melihat dalam pengembangannya. Diantaranya yang
melihat bahasa sebagai bawaan lahir, beberapa -- yang terkenal yaitu Steven
Pinker -- menghindari berspekulasi mengenai pelopor bahasa pada primata non-
manusia, menekankan secara sederhana bahwa kajian bahasa harusnya berevolusi
secara bertahap. Yang lainnya pada kelompok intelektual yang sama -- yang
terkenal yaitu Ib Ulbaek -- menganggap bahwa bahasa berkembang tidak dari
komunikasi primata tapi dari kesadaran primata, yang jauh lebih kompleks. Bagi
mereka yang melihat bahasa sebagai alat komunikasi yang dipelajari secara sosial,
seperti Michael Tomasello, melihat perkembangan bahasa dari aspek komunikasi
primata, hal ini lebih kepada komunikasi secara gestural daripada secara vokal.
Dimana prekursor vokal diperhatikan, banyak pendukung teori keberlanjutan
membayangkan bahasa berkembang dari kemampuan manusia awal dalam
bernyanyi.
Melampaui pembagian keberlanjutan-lawan-ketakberlanjutan adalah
mereka yang melihat munculnya bahasa sebagai konsekuensi dari suatu bentuk
transformasi sosial yang, dengan menghasilkan tingkat kepecayaan umum yang
belum pernah terjadi sebelumnya, membebaskan potensi genetik untuk kreativitas
linguistik yang sebelumnya dibiarkan tertidur. 'Teori koevolusi ritual/bicara'
adalah sebuah contoh dari pendekatan ini. Ilmuwan-ilmuwan dalam kelompok
intelektual ini menunjuk kepada fakta bahwa bahkan simpanse dan bonobo
memiliki kemampuan terpendam yang, dalam lingkungan liar, jarang
dipergunakan.
Karena munculnya bahasa terjadi begitu jauh dalam sejarah sebelum
manusia, perkembangan yang terkait tidak meninggalkan jejak sejarah langsung;
dan tidak ada proses pembandingan yang dapat dilakukan pada masa sekarang.
Oleh karena itu, munculnya bahasa isyarat pada masa modern -- Bahasa Isyarat
Nikaragua, misalnya -- mungkin berpotensi memperlihatkan gambaran tingkat-
tingkat perkembangan dan proses kreatif yang terlibat. Pendekatan lainnya yaitu
dengan meneliti fosil manusia awal, melihat kemungkinan adanya jejak adaptasi
fisik terhadap penggunaan bahasa. Pada beberapa kasus, saat DNA dari manusia
yang telah punah dapat dipulihkan, ada atau absen-nya gen yang seharusnya
berkaitan dengan bahasa -- FOXP2 sebagai contohnya -- mungkin dapat
memberikan informasi lebih lanjut. Pendekatan lainnya, kali ini secara arkeologis,
adalah dengan membawa perilaku simbolis (seperti aktivitas ritual) yang mungkin
berpotensial meninggalkan jejak secara arkeologis -- seperti pengumpulan dan
modifikasi dari pigmen ochre yang digunakan untuk melukis badan -- dapat
membangun argumentasi teoretis untuk memberikan kesimpulan dari simbolism
secara umum kepada bahasa secara khusus.
Rentang waktu bagi evolusi bahasa dan/atau prasyarat anatomis terjadu,
paling tidak secara dasar, sejak perpisahan phylogenetic pada Homo (2,3 sampai
2,4 juta tahun lalu) dari Pan (5 sampai 6 juta tahun lalu) sampai munculnya
perilaku modernitas sekitar 150.000 - 50.000 tahun lalu. Beberapa orang
membantah bahwa Australopithecus kemungkinan tidak memiliki sistem
komunikasi yang lebih canggih dari pada Kera Besar secara umum, tetapi para
ahli memiliki opini yang berbeda-beda terhadap perkembangan sejak munculnya
Homo sekitar 2,5 juta tahun yang lalu. Beberapa ahli mengasumsikan
perkembangan sistem mirip-bahasa primitif (proto-bahasa) sama awalnya dengan
Homo habilis, sementara ahli lainnya menempatkan perkembangan komunikasi
simbol primitif hanya dengan Homo erectus (1,8 juta tahun yang lalu) atau Homo
heidelbergensis (0,6 juta tahun yang lalu) dan perkembangan bahasa pada Homo
sapiens kurang dari 200.000 tahun lampau.
Menggunakan metoda statistik untuk memperkirakan waktu yang
dibutuhkan untuk mengetahui persebaran dan perbedaan pada bahasa modern saat
sekarang, Johanna Nichols -- seorang ahli bahasa dari University of California,
Berkeley -- memberikan argumen pada tahun 1998 bahwa bahasa vokal pastinya
telah berdiversifikasi pada spesies kita paling tidak sekitar 100.000 tahun lalu.
Menggunakan keberagaman fonemis, sebuah analisis terbaru memberikan
dukungan linguistik langsung terhadap waktu yang sama. Estimasi semacam ini
secara independen didukung oleh genetis, arkeologis, paleontologi dan banyak
bukti lainnya menyarankan bahwa bahasa mungkin muncul di suatu tempat di
sub-Sahara Afrika selama zaman batu pertengahan, kira-kira sezaman dengan
perkembangan spesies Homo sapiens.
Para linguis setuju bahwa, selain dari pijin, tidak ada bahasa "primitif":
semua populasi manusia modern berbicara bahasa yang hampir sama kompleks
dan ekspresif kuatnya, walau penelitian terbaru telah mengeksplorasi bagaimana
kompleksitas linguistik bervariasi antara dan dalam suatu bahasa selama
perjalanan sejarah.
PERKEMBANGAN BAHASA
Salah satu kemampuan yang menarik yang dimiliki oleh pengguna bahasa
adalah referensi tingkat tinggi, atau kemampuan untuk menunjuk ke benda atau
keadaan sesuatu yang tidak terjadi secara langsung bagi pembicara. Kemampuan
ini terkadang berhubungan kepada teori pikiran, atau sebuah kepedulian dari
orang lain sebagai mahluk hidup seperti dirinya dengan hasrat dan perhatian
sendiri. Menurut Chomsky, Hauser dan Fitch (2002), ada enam aspek dari sistem
referensi tingkat-tinggi:
Teori pikiran
Kapasitas untuk mendapatkan representasi konseptual non-linguis, seperti
perbedaan pada objek/sifat
Mengenali sinyal vokal
Imitasi sebagai sistem yang rasional, bertujuan, sengaja.
Secara sukarela mengatur produksi sinyal sebagai bukti dari komunikasi
yang sengaja
Kognisi angka
Teori pikiran
Simon Baron-Cohen (1999) berargumen bahwa teori pikiran pasti
mendahului penggunaan bahasa, berdasarkan bukti penggunaan dari karakteristik-
karakteristik berikut sekitar 40.000 tahun yang lalu: komunikasi, perbaikan
komunikasi yang gagal, mengajar, persuasi, penipuan yang disengaja, membuat
tujuan dan rencana bersama-sama, membagi fokus atau topik secara sengaja, dan
berpura-pura. Lebih lanjut, Baron-Cohen berargumen bahwa banyak primata
memiliki kemampuan ini, tetapi tidak semuanya. Penelitian Call dan Tomasello
terhadap simpanse mendukung argumen ini, dimana seekor simpanse tampak
memahami bahwa simpanse lain memiliki kepedulian, pengetahuan, dan tujuan,
tetapi tidak memahami penipuan. Banyak primata memperlihatkan kecendrungan
ke arah teori pikiran, tetapi tidak sepenuhnya sama dengan yang dimiliki manusia.
Secara keseluruhan, ada sejumlah konsensus bahwa teori pikiran diperlukan untuk
menggunakan bahasa. Maka, perkembangan dari teori pikiran pada manusia
diperlukan sebagai suatu prekursor penting untuk penggunaan bahasa secara
penuh.
Pengenalan pada Angka
Dalam satu penelitian, tikus dan merpati dibutuhkan untuk menekan
tombol beberapa kali untuk mendapatkan makanan: binatang memperlihatkan
akurasi perbedaan untuk angka yang kecil dari empat, tapi setelah angka
dinaikkan, tingkat error meningkat (Chomsky, Hauser & Fitch, 2002). Matsuzawa
(1985) mencoba mengajari angka arab. Perbedaan antara primata dan manusia
dalam hal ini sangatlah besar, dimana simpanse membutuhkan ribuan percobaan
untuk mempelajarai angka 1-9 dimana setiap angka membutuhkan waktu
pelatihan yang hampir sama; dan, setelah mempelajari makna dari 1, 2 dan 3 (dan
terkadang 4), anak-anak dengan mudah memahami nilai integer tertinggi dengan
menggunakan fungsi turunan (misalnya, 2 lebih besar dari 1, 3 adalah 1 angkat
lebih besar dari 2, 4 lebih besar 1 angka daripada 3; setelah mencapai angka 4
tampaknya hampir semua anak memiliki "a-ha!" momen dan memahami nilai
semua integer n adalah lebih besar 1 dari angka sebelumnya). Secara sederhana,
primata lain belajar arti dari angka satu persatu dengan menggunakan pendekatan
yang sama dengan mengacu pada simbol sementara anak-anak pertama cukup
mempelajari daftar dari simbol (1,2,3,4...) dan kemudian nantinya mereka akan
mempelajari arti sebenarnya. Hasil ini dapat dilihat sebagai bukti dari aplikasi dari
"open-ended generative property" dari bahasa dalam pengenalan angka pada
manusia.
PERSEBARAN BAHASA
Bahasa adalah cara untuk mengkomunikasikan sesuatu dengan baik.
Manusia mengenal berbagai macam jenis bahasa,mulai bahasa lisan,bahasa
tulisan,bahasa tubuh dan bahasa daerah,bahkan secara kita sadari hewan
pun,mempunyai bahasa,di komputer pun ada yang namanya bahasa pemrograman.
Di dunia ini ada ribuan jenis bahasa, bahkan di Indonesia sendiri ada
ratusan jenis bahasa daerah. Dari banyaknya bahasa tersebut, keragaman bahasa
ini menciptakan sebuah kesulitan-kesulitan dalam mengkomunikasikan diri
dengan bangsa lain, karena setiap bangsa mempunyai bahasa yang berbeda-beda
dan kita tidak mungkin mempelajari puluhan ribu kata agar bisa berkomunikasi
dengan bangsa lain. Oleh karena itulah ditetapkan bahasa universal yang bisa
digunakan untuk berkomunikasi dengan mudah oleh bangsa-bangsa di dunia.
Bahasa Inggris adalah bahasa universal dan internasinal didunia, apa yang
mendasarinya? Menurut Crystal, sebuah bahasa dapat menjadi bahasa
internasional karena (a) geographical-historical dan (b) socio-cultural. Dari
penyebaran geografis, bahasa Inggris telah menjadi bahasa internasional karena
faktor penyebaran di seluruh dunia sejak 1584 saat Walter Raleigh dari Inggris
mendarat di North Carolina. Penyebaran ke Kanada terjadi tahun 1497 dan ke
Australia pada abad ke-18. Persebaran ke Selandia Baru terjadi tahun 1770 saat
James Cook menemukan kepulauan itu. Di Benua Afrika, Bahasa inggris sudah
lama tersebar. Afrika Selatan menjadi koloni Inggris tahun 1806. Di India, kontak
dengan bahasa Inggris dimulai tahun 1612. Asia Tenggara merupakan ladang
kolonialisasi menarik sejak 1786. Dengan demikian bisa dikatakan, bahasa Inggris
merupakan bahasa yang penyebaran geografisnya amat luas.
Selain itu terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa tahun 1920 memilih bahasa Inggris
sebagai satu dari dua bahasa dalam liga itu menjadi titik tolak naiknya bahasa
Inggris menjadi bahasa internasional. Semua dokumen LBB dengan 42
anggotanya dicetak dalam kedua bahasa itu. Bahasa inggris memiliki Jumlah
penutur sekitar 500 juta jiwa ,dengan negara penutur Inggris Raya, AS, Afrika
Selatan, Antigua & Barbuda, Australia, Bahama, Bangladesh, Barbados, Belize,
Botswana, Brunei Darussalam, Dominika, Ethiopia, Eritrea, Fiji, Filipina,
Gambia, Ghana, Grenada, Guyana, Hong Kong, India, Irlandia, Jamaika,
Kamerun, Kanada, Kenya, Kiribati, Lesotho, Liberia, Malawi, Maladewa, Malta,
Marshall Kepulauan, Maritius, Micronesia, Namibia, Nauru, Nigeria, Pakistan,
Palau, Papua Nugini, Rwanda, Saint Kitts & Nevs, Saint Lucia, Saint Vincent &
Grenada, Samoa, Selandia Baru, Seychelles, Sierra Leone, Singapura, Solomon
Kepulauan, Somalia, Sri Lanka, Swaziland, Tanzania, Tonga, Trinidad & Tobago,
Tuvalu, Uganda, Vanuatu, Zambia, Zimbabwe. Sudah jelaslah bahwa bahasa
inggris adalah bahasa internasional dan universal (Dikutip dari berbagai Pustaka)
Inilah yang sering tidak disadari atau pura-pura tidak disadari oleh bangsa kita
yaitu menguasai bahasa universal atau bahasa internasional, sehingga kita sering
sulit untuk berkomunikasi dengan bangsa yang lain, dan kita menjadi tertutup.
Orang-orang dinegara kita sering sekali meremehkan atau tak mau tahu dengan
bahasa ini. Jangan rakyat kecil, yang sekolah saja pun hanya sekedar mempelajari
bahasa inggris “diatas kertas” saja, tanpa mau mempergunakannya sebagai alat
komunikasi karena takut salah atau takut tidak ada yang mengerti.
Bahasa inggris seharusnya sudah diajarkan mulai kecil karena ini adalah bahasa
yang universal, selain bahasa kita sendiri bahasa persatuan, bahasa Indonesia,
bahasa Inggris bukanlah bahasa yang hanya diajarkan pada orang-
orang”berpendidikan” yang menempuh bangku sekolah, semua orang wajib tahu
bahkan orang-orang bisu sekalipun. Sekali lagi bahasa merupakan alat komunikasi
bukanlah teori semata yang diajarkan di bangku kuliah atau sekolah.
4. Masalah perkembangan dan terjadinya aneka warna kebudayaan
manusia di dunia
Oleh : Meidi Kurnia A. ( 121610101068 )
Perubahan cepat dalam teknologi informasi telah merubah budaya sebagian besar
masyarakat dunia, terutama yang tinggal di perkotaan. Masyarakat di seluruh
dunia telah mampu melakukan transaksi ekonomi dan memperoleh informasi
dalam waktu singkat berkat teknologi satelit dan komputer. Pemerintah dan
perusahaan-perusahaan besar mampu memperoleh kekuasaan melalui kekuatan
militer dan pengaruh ekonomi. Bahkan perusahaan transnasional mampu
menghasilkan budaya global melalui pasar komersil global.
Perubahan budaya lokal dan sosial akibat revolusi informasi ini tidak dapat
dielakkan. Masyarakat perkotaan yang memiliki akses terhadap informasi
merupakan kelompok masyarakat yang langsung terkena pengaruh budaya global.
Akses informasi dapat diperoleh melalui media massa cetak maupun elektronik,
internet, dan telepon. Masyarakat perkotaan dipengaruhi terutama melalui
reproduksi ’meme’ yang dilakukan oleh media massa (Chaney, 1996).
Dalam konteks Indonesia, masyarakat konsumen Indonesia mutakhir tumbuh
beriringan dengan sejarah globalisasi ekonomi dan transformasi kapitalisme
konsumsi yang ditandai dengan menjamurnya pusat perbelanjaan bergaya seperti
shopping mall, industri waktu luang, industri mode atau fashion, industri
kecantikan, industri kuliner, industri nasihat, industri gosip, kawasan huni mewah,
apartemen, iklan barang-barang mewah dan merek asing, makanan instan (fast
food), serta reproduksi dan transfer gaya hidup melalui iklan dan media televisi
maupun cetak yang sudah sampai ke ruang-ruang kita yang paling pribadi. Hal ini
terjadi di banyak masyarakat perkotaan Indonesia.
Dampak budaya global
Budaya global seperti di atas telah menggusur budaya lokal Indonesia (Ibrahim,
pengantar dalam Lifestyles oleh Chaney, 1996). Contoh untuk hal ini dapat kita
lihat pada masyarakat keraton Indonesia. Dalam dua abad terakhir tata masyarakat
kerajaan mulai memudar. Kedudukan bangsawan dikudeta oleh kaum pedagang
dengan senjata teknologi dan uang. Legitimasi istana yang bersemboyan kawula
gusti kini diinjak-injak oleh semangan individualisme, hak asasi, dan
kemanusiaan.Mitos dan agama digeser sekularisme dan rasionalitas. Tata sosial
kerajaan digantikan oleh nasionalisme. Akibat runtuhnya kerajaan yang
mengayomi seniman-cendekiawan istana, berantakanlah kondisi kerja dan pola
produksi seni-budaya istana (Heryanto, 2000).
Kebudayaan sebagai makna
Dalam antropologi, budaya ialah pola perilaku dan pemikiran masyarakat yang
hidup dalam kelompok sosial belajar, mencipta, dan berbagi (Microsoft Encarta
Reference Library, 2005). Budaya membedakan kelompok manusia yang satu
dengan yang lainnya.
Menurut Ariel Heryanto (2000), kebudayaan bukan dipandang sebagai suatu
realitas kebendaan, tapi persepsi, pemahaman atau konsep untuk melihat,
menangkap dan mencerna realitas. Kebudayaan ada hanya jika ada kesadaran,
konsep, dan bahasa manusia modern untuk melihat keberadaannya. Dengan
kesadaran, konsep, dan bahasa tersebut manusia memberikan makna pada dunia
yang dilihatnya.
Pemaknaan diri sendiri dan dunia di sekelilingnya merupakan perlengkapan
mutlak bagi setiap orang untuk menggeluti berbagai kenyataan di sekitarnya
(Heryanto, 2000). Namun bentuk dan isi makna-makna ini bukan takdir yang
statis dan tak dapat ditawar-tawar. Bentuk dan isi makna ini dapat berubah sesuai
dengan keinginan manusia.
Peran nalar dalam pemaknaan hidup
Nalar didefinisikan sebagai kemampuan mental yang berguna untuk
menyesuaikan pemikiran maupun tindakan dengan tujuan (Brown, 1993). Nalar
bekerja dengan kaidah filsafat (penarikan kesimpulan) dan kaidah psikologi (teori
kesadaran). Nalar telah mengantarkan manusia kekedudukan yang tinggi dengan
membantunya mengumpulkan pengetahuan.
Dapat kita simpulkan bahwa nalar adalah produk biologis- sekadar alat yang
menurut kodratnya terbatas kemampuannya (Calne, 2002). Nalar telah
meningkatkan mutu cara kita melakukan sesuatu, tetapi nalar tidak mengubah
mengapa kita melakukannya. Nalar lebih merupakan fasilitator daripada inisiator.
Kita memakai nalar untuk mendapatkan apa yang kita inginkan, bukan
menentukan apa yang kita inginkan. Nalar telah melahirkan pengetahuan yang
membuat kita bisa terbang keliling dunia kurang dari 2 hari.Walaupun demikian
kita melakukan perjalanan karena maksud dan alasan yang sama dengan yang
mendorong leluhur kita dulu bepergian- berdagang, penaklukan, agama,
petualangan, atau penindasan.
Gaya hidup mandiri
Dengan gencarnya promosi gaya hidup modern sekarang ini, kita harus bisa
mengambil sikap. Perubahan budaya lokal tidak dapat dielakkan, namun kita
dapat mengarahkan perubahan tersebut. Corak budaya global yang negatif kita
hilangkan, namun yang positif kita ambil.
Budaya luar yang baik untuk kita adopsi adalah budaya yang memerdakan dan
membebaskan manusia. Menurut Immanuel Kant, ada dua unsur yang penting
dalam manusia merdeka. Pertama, digunakannya akal budi sebagai satu bagian
manusia- nalar yang mampu memecahkan persoalan-persoalan ethis tanpa sama
sekali mengacu kepada wujud yang ilahiat. Kedua, ’publik’ sebagai arena. Bagi
Kant, ukuran manusia yang dewasa, merdeka, adalah ketika ia mempergunakan
nalarnya di arena publik tersebut. Untuk bisa mencapai ke arah sana, dibutuhkan
kemandirian yang bertanggungjawab serta disiplin.Dan nalar menunjukkan
bagaimana cara efektif dan efisien untuk melakukan perubahan tersebut.
Kemandirian berarti kita mampu hidup tanpa bergantung mutlak kepada sesuatu
yang lain. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengenali kelebihan dan
kekurangan diri sendiri, serta berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan
tersebut untuk mencapai tujuan. Dan nalar adalah alat untuk menyusun strategi.
Bertanggungjawab maksudnya kita melakukan perubahan secara sadar dan
memahami betul setiap resiko yang bakal terjadi serta siap menanggung resiko.
Dan dengan kedisiplinan akan terbentuk gaya hidup yang mandiri.
Dengan gaya hidup mandiri, budaya konsumerisme tidak lagi memenjarakan
manusia. Manusia akan bebas dan merdeka untuk menentukan pilihannya secara
bertanggungjawab, serta menimbulkan inovasi-inovasi yang kreatif untuk
menunjang kemandirian tersebut.
http://synaps.wordpress.com/2006/01/07/masalah-budaya/
1. Konsep Suku bangsa
Tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat, baik suatu komunitas desa,
kota, kelompok kekerabatan, atau lainnya, memiliki corak yang khas, yang
terutama tampak oleh orang yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Warga
kebudayaan itu sendiri biasanya tidak menyadari dan melihat corak khas tersebut.
Sebaliknya, mereka dapat melihat corak khas kebudayaan lain, terutama apabila
corak khas itu mengenai unsur-unsur yang perbedaannya sangat mencolok
dibandingkan dengan kebudayaannya sendiri.
Suatu kebudayaan dapat memiliki suatu corak yang khas karena berbagai sebab,
yaitu antara lain karena adanya suatu unsur kecil (dalam bentuk unsur kebudayaan
fisik) yang khas dalam kebudayaan tersebut, atau karena kebudayaan itu memiliki
pranata-pranata dengan suatu pola sosial khusus, atau mungkin juga karena warga
kebudayaan menganut suatu tema budaya yang khusus. Sebaliknya, corak khas
mungkin pula disebabkan karena adanya kompleks unsur-unsur yang lebih besar,
sehingga tampak berbeda dari kebudayaan-kebudayaan lain.
2. Konsep Daerah Kebudayaan
Suatu “daerah kebudayaan” adalah suatu daerah pada peta dunia yang oleh para
ahli antropologi disatukan berdasarkan persamaan unsur-unsur atau ciri-ciri
kebudayaan yang mencolok. Dengan penggolongan seperti itu, berbagai suku
bangsa yang tersebar di suatu daerah di muka bumi diklasifikasikan berdasarkan
unsur-unsur kebudayaan yang menunjukkan persamaan, untuk memudahkan para
ahli antropologi melakukan penelitian analisa komparatif.
Klasifikasi berdasarkan daerah kebudayaan mula-mula dicetuskan oleh F. Boas,
walaupun konsep itu menjadi terkenal dengan terbitnya buku C. Wissler (murid
Boas) berjudul The American Indian(1920). Dalam buku itu Wissler membagi
kebudayaan suku bangsa Indian penduduk Amerika Utara ke dalam 9 daerah
kebudayaan.
Ciri-ciri kebudayaan yang dijadikan dasar dari suatu penggolongan daerah
kebudayaan bukan hanya unsur-unsur kebudayaan fisik saja (misalnya alat-alat
yang digunakan untuk berbagai jenis mata pencaharian hidup, yaitu alat
bercocoktanam, alat berburu, dan alat transpor, senjata, bentuk-bentuk ornamen,
gaya pakaian, bentuk rumah, dan sebagainya), tetepi juga unsur-unsur kebudayaan
abstrak seperti unsur-unsur organisasi kemasyarakatan, sistem perekonomian,
upacara keagamaan, adat-istiadat, dan lain-lain. Persamaan ciri-ciri yang
mencolok dalam suatu daerah kebudayaan biasanya hadir lebih kuat pada
kebudayaan-kebudayaan yang bersangkutan, dan makin tipis di dalam
kebudayaan-kebudayaan yang jaraknya makin jauh dari pusat tersebut.
Sifat kurang eksak yang merupakan kelemahan dari metode klasifikasi “daerah
kebudayaan” tersebut telah mengundang kecaman dari kalangan para ahli
antropologi sendiri, sementara upaya untuk mempertajam batas-batas dari suatu
daerah kebudayaan bahkan akan mengaburkannya. Walaupun demikian, metode
klasifikasi ini sampai sekarang masih banyak digunakan, karena pembagian
wilayah itu dapat memberikan gambaran yang menyeluruh kepada seorang
peneliti mengenai berbagai kebudayaan yang berbeda-beda yang ada di dunia.
Buku Pengantar Antropologi 1 Koentjaraningrat Penerbit Rineka Cipta ISBN :
979-518-663-9 dicetak oleh PT Asdi Mahasatya.
Oleh : Wulandari Fajrin ( 121610101058 )
Ada beberapa penyebab proses perkembangan budaya sehingga terjadinya
keanekaragama nkebudayaan manusia di dunia ini.
1) Cultural Evolution
Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisa oleh seorang
peneliti seolah-olah dari dekat secara detail
ataudapatjugadipandangdarijauhhanyadenganmemperhatiaknperubahan-
perubahan yang besarsaja. Proses evolusisosialbudaya yang dianalisasecara detail
akanmembukamataseorangpenelitiuntukberbagaimacam proses perubahan yang
terjadidalamdinamikakehidupansehari-haridalamsetiapmasyarakat di dunia.
2) Diffusion Process
Proses difusiiniterjadikarenaadanyapenyebarandanmigrasikelompok-
kelompokmanusia di mukabumi. Olehkarenaitu, unsur-unsurkebudayaan dam
sejarahjugaikutmenyebar. Salah satubentukdifusidibawaolehkelompok-kelompok
yang bermigrasi. Namunbisajugatanpaadanayamigrasi, tetapikarenaadaindividu-
individu yang membawaunsur-unsurkebudayaanitu,
sepertiparapedagangdanpelaut.
3) Alculturation Process
Posessosial yang
timbulbilasuatukelompokmanusiadengansuatukebudayaantertentudihadapkandeng
anunsur-unsurdarisuatukebudayaanasingdengandemikianrupa, sehinggaunsur-
unsurkebudayaanasingtersebutlambatlaunditerimadandiolahkedalamkebudayaanse
ndiritanpamenyebabkanhilangnyakepribadiankebudayaanitusendiri.
4) Assimilation Process
Proses sosial yang timbulbilaadagolongan-
golonganmanusiadenganlatarkebudayaan yang berbeda-beda.
Kemudiansalingbergaullangsungsecaraintensifuntukwaktu yang lama,
sehinggakebudayaangolongan-golongantadimasing-masingberubahsifatnya yang
khas, danjugaunsur-unsurnyamasing-masingberubahwujudnyamenjadiunsur-
unsurkebudayaan yang campuran.
5) Innovation
Inovasiadalahsuatu proses pembaruandaripenggunaansumber-sumberalam,
energidan modal, pengaturanbarudaritenagakerjadanpenggunaanteknologibaru
yang semuaakanmenyebabkanadanyasistemproduksi, dandibuatnyaproduk-
produkbaru. Proses inovasisangateratkaitannyadenganteknologidanekonomi.
Dalamsuatupenemuanbarubiasanyamembutuhkan proses sosial yang
panjangdanmelaluiduatahapkhususyaitu discovery dan invention.
Perkembanganbudayatersebutterjadikarenaadanya proses
pembelajaransehinggamembentukbudaya-budayabaru yang
mengakibatkankebudayaan yang sudahadasemakinberagam. Berikutadalah proses
belajarbudaya.
1) Proses Internalisasi
Manusiaterlahirdenganpotensibawaan,perasaan, hasrat, nafsu, emosi,
danseterusnya. Sepanjangkehidupan (darilahirsampaimati)
manusiamenanamkandalamkepribadiannyahal-hal yang
diperlukandalamkehidupan.Individuberusahamemenuhihasratdanmotivasidalamdi
rinya; beradaptasi, belajardarialamdanlingkungansosialdanbudayanya.
2) Proses Sosialisasi
Individubelajarpola-polatindakandalaminteraksidengansesama, dariindividu yang
mendudukianekaperanansosial. Sosialisasiberarti proses
belajaranggotamasyarakatuntukmengenaldanmenghayatikebudayaanmasyarakat di
lingkungannya.
3) Proses Enkulturasi
Individumempelajaridanmenyesesuaikanalampikirandansikapnyadenganadat-
istiadat, sistemnorma, danperaturan-peratrurandalamkebudayaannya.
Kalaupadaawalmeniru, sesuaidenganperkembangankehidupan, ‘membaca’,
menghayati, hinggamenjadipolatindakan.
DidukungolehpendapatKoentjoroningratdaribukunya,
bahwaterjadinyaberagamwarnakebudayaanmanusia di duniainikarenaadanya
proses prosesperkembangankebudayaan yang
didapatdengandipelajarisehinggaterbentuklahbudayabudaya yang beranekaragam.
Oleh : Samsul Bachri ( 121610101063 )
Perkembangan dan terjadinya aneka warna kebudayaan manusia di dunia
dikarenakan terdapat perbedaan gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia di
berbagai belahan dunia. Dalam setiap masyarakat, oleh para anggotanya
dikembangkan sejumlah pola-pola budaya yang ideal dan pola-pola ini cenderung
diperkuat dengan adanya pembatasan-pembatasan kebudayaan. Pola-pola
kebudayaan yang ideal itu memuat hal-hal yang oleh sebagian besar dari
masyarakat tersebut diakui sebagai kewajiban yang harus dilakukan dalam
keadaan-keadaan tertentu. Pola-pola inilah yang sering disebut dengan norma-
norma. Karena perbedaan pola – pola inilah terjadi perbedaan kebudayaan antara
masyarakat satu dengan masyarakat lainnya.( jurnal Antropologi Papua (ISSN:
1693-2099) Volume 1. No. 1, Agustus 2002).
Berdasarkan konvensi UNESCO 2005 (Convention on The Protection
and Promotion of The Diversity of Cultural Expressions) tentang keragaman
budaya atau “cultural diversity”, cultural diversity diartikan sebagai kekayaan
budaya yang dilihat sebagai cara yang ada dalam kebudayaan kelompok atau
masyarakat untuk mengungkapkan ekspresinya.Keanekaragaman budaya juga
dipengaruhi beberapa faktor berikut :
1. Penemuan atau Invensi
Dua konsep tersebut merupakan proses terpenting dalam pertumbuhan dan
kebudayaan. Hal itu mengingat tanpa penemuan- penemuan yang baru dan
tanpa invensi suatu budaya akan mati. Biasanya pengertian kedua terminologi
ini dibedakan. Suatu penemuan berarti menemukan sesuatu yang sebelumnya
belum dikenal tetapi telah tersedia di alam sekitar atau di alam semesta ini.
Misalnya di dalam sejarah perkembangan umat manusia terjadi penemuan-
penemuan dunia baru sehingga pemukiman manusia menjadi lebih luas dan
berarti pula semakin luasnya penyebaran kebudayaan. Selain itu, di dalam
penemuan dunia baru akan terjadi difusi atau proses lainnya mengenai
pertemuan kebudayaan-kebudayaan tersebut. Istilah invensi lebih terkenal di
dalam bidang ilmu pengetahuan. Dengan invensi maka umat manusia dapat
menemukan halhal yang dapat mengubah kebudayaan. Dengan penemuan-
penemuan melalui ilmu pengetahuan maka lahirlah kebudayaan industri yang
telah menyebabkan suatu revolusi kebudayaan terutama di negara-negara
barat. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat telah
membuka horizon baru di dalam kehidupan umat manusia. Ilmu pengetahuan
berkembang begitu cepat secara eksponensial sehingga apa yang ditemukan
hari ini mungkin besok telah usang. Lihat saja misalnya revolusi komputer
yang dapat berkembang setiap saat dan bagaimana peranan komputer di dalam
kehidupan manusia modern. Kita hidup di abad digital yang serba cepat dan
serba terukur. Semua hal ini merupakan suatu revolusi di dalam kehidupan
dan kebudayaan manusia. Melalui invensi manusia menemukan berbagai jenis
obat-obatan yang mempengaruhi kesehatan dan umur manusia.
2. Difusi
Difusi kebudayaan berarti pembauran dan atau penyebaran budaya-budaya
tertentu antara masyarakat yang lebih maju kepada masyarakat yang lebih
tradisional. Pada dasarnya setiap masyarakat setiap jaman selalu mengalami
difusi. Hanya saja proses difusi pada jaman yang lalu lebih bersifat perlahan-
lahan. Namun hal itu berbeda dengan sekarang dimana abad komunikasi
mampu menyajikan beragam informasi yang serba cepat dan intens, maka
difusi kebudayaan akan berjalan dengan sangatcepat. Bagaimanapun juga
didalam masyarakat sederhana sekalipun proses difusi kebudayaan dari barat
tetap menyebar. Hal itu dapat dibuktikan melalui pengamatan Margaret Mead
dalam Tilaar (1999) yang meneliti masyarakat di kepulauan pasifik. Beberapa
waktu setelah pengamatan Mead terhadap masyarakat tersebut telah terjadi
perubahan masyarakat yang cukup berarti. Apa yang ditemukan oleh Margaret
Mead dari suatu masyarakat yang tertutup dan statis ketika beliau kembali
telah menemukan suatu masyarakat yang terbuka yang telah mengadopsi
usnur-unsur budaya Barat.
3. Akulturasi
Salah satu bentuk difusi kebudayaan ialah akulturasi. Dalamproses ini terjadi
pembaruan budaya antarkelompok atau didalam kelompok yang besar.
Dewasa ini misalnya unsur-unsur Jawa telah masuk di dalam budaya sistem
pemerintahan di daerah. Nama-nama petugas negara di daerah telah
mengadopsi nama-nama pemimpin di dalam kebudayaan Jawa seperti bupati,
camat, lurah, dan unsur-unsur tersebut telah disosialisasi dan diterima oleh
masyarakat luas. Begitu pula terjadi akulturasi unsur-unsur budaya antarsub-
etnis di Nusantara ini.
4. Asimilasi
Proses asimilasi dalam kebudayaan terjadi terutama antar etnis dengan
subbudaya masing-masing. Kita lihat misalnya unsurnetnis yang berada di
Nusantara kita ini dengan sub budaya masing-masing. Selama perjalanan
hidup negara kita telah terjadi asimilasi unsur-unsur budaya tersebut. Biasanya
proses asimilasi dikaitkan dengan adanya sejenis pembauran antar-etnis masih
sangat terbatas dan kadang-kadang dianggap tabu. Namun dewasa ini proses
asimilasi itu banyak sulit dihilangkan. Apalagi halhal yang membatasi proses
prejudis, perbedaan agama dan kepercayaan dapat menghalangi suatu proses
asimilasi yang cepat. Di dalam kehidupan bernegara terdapat berbagai
kebijakan yang mempercepat proses tersebut, ada yang terjadi secara alamiah
ada pula yang tidak alamiah. Biasanya proses asimilasi kebudayaan yang
terjadi di dalam perkawinan akan lebih cepat dan lebih alamiah sifatnya.
5. Inovasi
Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam setiap kebudayaan
terdapat pribadi-pribadi yang inovatif. Dalammasyarakat yang sederhana yang
relatif masih tertutup dari pengaruh kebudayaan luar, inovasi berjalan dengan
lambat. Dalam masyarakat yang terbuka kemungkinan untuk inovasi menjadi
terbuka karena didorong oleh kondisi budaya yang memungkinkan. Oleh
sebab itu, di dalam masyarakat modern pribadi yang inovatif merupakan
syarat mutlak bagi perkembangan kebudayaan. Inovasi merupakan dasar dari
lahirnya suatu masyarakat dan budaya modern di dalam dunia yang terbuka
dewasa ini.
Itulah beberapa contoh faktor – faktor yang mempengaruhi keanekaragaman
budaya,(jurnal pendidikan dan perubahan sosial – budaya)
5. Asas-asas kebudayaan manusia yang tersebar di seluruh dunia yang
berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Oleh : Arfi Rifadah ( 121610101057 )
Budaya
Setiap manusia memiliki hak untuk budaya, termasuk hak untuk menikmati dan
mengembangkan kehidupan budaya dan identitas. Hak-hak budaya,
bagaimanapun, tidak terbatas. Hak untuk budaya terbatas pada titik di mana ia
melanggar hak asasi manusia yang lain. Tidak berhak dapat digunakan dengan
mengorbankan atau kerusakan lain, sesuai dengan hukum internasional.
Ini berarti bahwa hak-hak budaya tidak dapat dipanggil atau ditafsirkan
sedemikian rupa untuk membenarkan setiap tindakan yang mengarah ke
penolakan atau pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan fundamental
lainnya. Dengan demikian, mengklaim relativisme budaya sebagai alasan untuk
melanggar atau menolak hak asasi manusia merupakan penyalahgunaan hak
budaya.
Ada yang sah, keterbatasan substantif pada praktek budaya, bahkan pada baik-
tradisi mengakar. Misalnya, tidak ada hari budaya sah dapat mengklaim hak untuk
mempraktikkan perbudakan. Meskipun praktek dalam banyak kebudayaan
sepanjang sejarah, perbudakan hari ini tidak dapat dianggap sah, legal, atau bagian
dari warisan budaya berhak atas perlindungan dengan cara apapun. Sebaliknya,
segala bentuk perbudakan, termasuk kontemporer seperti perbudakan praktek,
adalah sebuah pelanggaran berat hak asasi manusia di bawah hukum internasional.
Demikian pula, hak budaya tidak membenarkan penyiksaan, pembunuhan,
genosida, diskriminasi atas dasar jenis kelamin, bahasa ras, atau agama, atau
pelanggaran hak-hak asasi manusia lainnya universal dan kebebasan dasar yang
didirikan pada hukum internasional. Setiap upaya untuk membenarkan
pelanggaran tersebut atas dasar kebudayaan memiliki keabsahan berdasarkan
hukum internasional.
Sebuah Konteks Budaya
Argumen relativisme budaya sering mencakup atau mengarah ke pernyataan
bahwa budaya tradisional sudah cukup untuk melindungi martabat manusia, dan
karena itu hak asasi manusia universal tidak diperlukan. Selain itu, argumen
berlanjut, hak asasi manusia universal dapat mengganggu dan mengganggu
perlindungan tradisional manusia, kebebasan hidup dan keamanan.
Ketika budaya tradisional tidak efektif memberikan perlindungan tersebut, maka
hak asasi manusia menurut definisi akan kompatibel, berpose tidak ada ancaman
bagi budaya tradisional. Dengan demikian, budaya tradisional dapat menyerap dan
menerapkan hak asasi manusia, dan Negara yang mengatur harus berada dalam
posisi yang lebih baik tidak hanya untuk meratifikasi, tetapi efektif dan
sepenuhnya melaksanakan, standar internasional.
Budaya tradisional bukan merupakan pengganti untuk hak asasi manusia, yang
merupakan konteks budaya di mana hak asasi manusia harus dibentuk,
terintegrasi, dipromosikan dan dilindungi. Hak asasi manusia harus didekati
dengan cara yang berarti dan relevan dalam konteks budaya yang beragam.
Daripada membatasi hak asasi manusia sesuai dengan budaya tertentu, mengapa
tidak memanfaatkan nilai-nilai budaya tradisional untuk memperkuat penerapan
dan relevansi hak asasi manusia universal? Ada kebutuhan yang meningkat untuk
menekankan, inti nilai-nilai bersama yang dimiliki oleh semua budaya: nilai
kehidupan, tatanan sosial dan perlindungan dari kekuasaan sewenang-wenang.
Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam hak asasi manusia.
Budaya tradisional harus didekati dan diakui sebagai mitra untuk memajukan
penghormatan yang lebih besar untuk dan ketaatan terhadap hak asasi manusia.
Menggambar pada praktek yang kompatibel dan nilai-nilai umum dari budaya
tradisional akan meningkatkan dan memajukan promosi hak asasi manusia dan
perlindungan. Pendekatan ini tidak hanya mendorong toleransi yang lebih besar,
saling menghormati dan pemahaman, tetapi juga mendorong kerja sama
internasional yang lebih efektif untuk hak asasi manusia.
Pemahaman yang lebih besar dari cara di mana budaya tradisional melindungi
kesejahteraan rakyat mereka akan menerangi landasan umum martabat manusia
yang hak asasi manusia promosi dan perlindungan berdiri. Wawasan ini akan
memungkinkan advokasi hak asasi manusia untuk menegaskan relevansi budaya,
serta kewajiban hukum, hak asasi manusia universal dalam konteks budaya yang
beragam. Pengakuan dan penghargaan dari konteks budaya tertentu akan
berfungsi untuk memfasilitasi, bukannya mengurangi, penghormatan hak asasi
manusia dan ketaatan.
Bekerja dengan cara ini dengan budaya tertentu inheren mengakui integritas
budaya dan keragaman, tanpa mengorbankan atau menipiskan standar diragukan
lagi universal hak asasi manusia. Pendekatan seperti ini penting untuk
memastikan bahwa masa depan akan dipandu atas semua oleh hak asasi manusia,
pluralisme non-diskriminasi, toleransi dan budaya.
Secara umum kebudayaan banyak diartikan sebagai hasil karya manusia yang lahir
dari cipta, rasa dan karsa. Berikut ada empat teori dan pendekatan kebudayaan,
yaitu:
1. Memandang kebudayaan sebagai kata benda: Dalam arti lewat produk
budaya kita mendenifisikan dan mengelola kebudayaan itu. Teori produk
budaya ini juga penting karena semua hasil budaya yang ada di muka bumi
merupakan produk budaya kolektif manusia. Identitas budaya dapat dilihat
dari pendekatan ini.
2. Memandang kebudayaan sebagai kata kerja: Pendekatan ini dikemukakan
oleh Pleh Van Peursen. Pendekatan ini juga penting untuk dipahami,
karena akan mampu menjelaskan kepada kita bagaimana proses-proses
budaya itu terjadi di tengah kehidupan kita. Produk-produk budaya yang
kita pahami lewat pendekatan pertama di atas ternyata juga menyiratkan
adanya proses-proses budaya manusia yang oleh Van Peursen disebut ada
tiga terminal proses budaya. Kehidupan mistis dimana mitos berkuasa,
atau kuasa mitos mengemudikan arah kebudayaan suatu masyarakat,
dilanjutkan dengan hadirnya kehidupan ontologis dan yang terakhir adalah
kehidupan fungsional yang hari-hari ini lebih mendominasi kehidupan
budaya kita.
3. Memandang kebudayaan sebagai kata sifat: Ini untuk membedakan mana
kehidupan yang berbudaya dan tidak berbudaya, membedakan antara
kehidupan manusia yang berbudaya dan makhluk lain seperti hewan dan
benda-benda yang tidak memiliki potensi budaya. Dalam memandang
kebudayaan sebagai kata sifat maka unsur nilai-nilai menjadi sangat
penting. Kebudayaan dikonstruksi sebagai konfigurasi nilai-nilai atau
sebagai kompeksitas nilai-nilai yang kemudian beroperasi pada berbagai-
bagai level kehidupan. Konfigurasi nilai yang dimiliki berbagai komunitas
budaya yang berbeda kemudian melahirkan konstruksi budaya yang
berbeda-beda pada komunitas budaya itu.
4. Memandang kabudayaan sebagai kata keadaan: Kondisi-kondisi budaya
tertentu menjadi menentukan wajah kebudayaan.
Ragam dan Unsur-Unsur Budaya
Setiap kelompok masyarakat punya tradisi dan kebudayaan tersendiri, yang
tentu saja berbeda satu sama lainnya. Kebudayaan-kebudayaan yang lebih
sempurna dari suatu masyarakat yang nantinya akan dapat menjadi sebuah
peradaban. Namun, walaupun masing-masing mempunyai keunikan tersendiri,
budaya terdiri dari unsur-unsur dan mempunyai fungsi-fungsi tersendiri bagi
masyarakatnya.
Kebudayaan setiap bangsa atau masyarakat terdiri dari unsur-unsur besar maupun
unsur-unsur kecil yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat
kesatuan. Misal dalam kebudayaan Indonesia dapat dijumpai unsur besar seperti
umpamanya seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat di samping adanya unsur-
unsur kecil, seperti sisir, kancing, baju, peniti, dan lain-lainnya yang dijual di
pinggir jalan. Marville J. Herskovits mengajukan 4 unsur pokok kebudayaan,
yaitu:
1. alat-alat teknologi,
2. sistem ekonomi,
3. keluarga, dan
4. kekuasaan polotik.
Sementara Bronislaw Malinowski yang terkenal sebagai salah seorang pelopor
teori fungsional dalam anthropologi, menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan
sebagai berikut:
1. system norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota
masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya,
2. organisasi ekonomi
3. alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan; perlu diingat bahwa
keluarga merupakan pendidikan yang utama, dan
4. organisasi kekuatan.
Pada intinya para ahli menunjuk pada adanya 7 unsur kebudayaan yang dianggap
sebagai cultural universals, yaitu:
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat
rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi, dan sebagainya).
2. Mata pencaharian hidup dan system-sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, system produksi, system distribusi dan sebagainya).
3. Sistem kemasyarakatan (system kekerabatan organisasi politik, system
hokum, system perkawinan).
4. Bahasa (lisan maupun tertulis).
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak, dan sebagainya).
6. Sistem pengetahuan dan pendidikan.
7. Religi (system kepercayaan).
Cultural-universals tersebut di muka, dapat dijabarkan lagi ke dalam unsur-
unsur yang lebih kecil. Ralph Linton menyebutnya kegiatan-kegiatan kebudayaan
atau cultural activity. Sebagai contoh, cultural universals pencaharian hidup dan
ekonomi, antara lain mencakup kegiatan-kegiatan seperti pertanian, peternakan,
system produksi, system distribusi, dan lain-lain. Kesenian misalnya, meliputi
kegiatan-kegiatan seperti seni tari, seni rupa, seni suara, dan lain-lain. Selanjutnya
Ralph Linton merinci kegiatan-kegiatan kebudayaan tersebut menjadi unsur-unsur
yang lebih kecil lagi yang disebutnya trait-complex. Misalnya, kegiatan pertanian
menetap meliputi unsur-unsur irigasi, system mengolah tanah dengan bajak
system hak milik atas tanah dan lain sebagainya. Selanjutnya trait-complex
mengolah tanah dengan bajak, akan dapat dipecah-pecah ke dalam unsur-unsur
yang lebih kecil lagi, umpamanya hewan-hewan yang menarik bajak, teknik
mengendalikan bajak dan seterusnya. Akhirnya sebagai unsur kebudayaan terkecil
yang membentuk traits, adalah items.
Kebudayaan, selain memiliki unsur-unsur pokok, juga mempunyai sifat hakikat.
Sifat hakikat kebudayaan ini berlaku umum bagi semua kebudayaan di manapun
juga, walaupun kebudayaan setiap masyarakat berbeda satu dengan lainnya.
Sifat hakikat kebudayaan tersebut ialah sebagai berikut:
1. Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia.
2. Kebudayaan telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu
generasi tertentu, dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi
yang bersangkutan.
3. Kebudayaan diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam
tingkah-lakunya.
4. Kebudayaan mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-
kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-
tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang diizinkan.
Gerak Kebudayaan
Gerak kebudayaan adalah gerak manusia yang hidup dalam masyarakat
yang menjadi wadah kebudayaan tadi. Gerak manusia terjadi oleh sebab
hubungan-hubungan yang terjadi antar terjadi kelompok masyarakat. Kebudayaan
suatu kelompok manusia jika dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan
asing yang berbeda, lambat laun akan diterima dan diolah ke dalam
kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian manusia itu
sendiri. Proses itu dinamakan akulturasi. Dalam proses akulturasi ada unsur-unsur
kebudayaan asing yang mudah diterima seperti: unsur kebendaan ( alat tulis
menulis ), unsur-unsur yang membawa manfaat besar untuk mass media ( radio
transistor ) dan unsur yang mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat yang
menerima unsur-unsur tersebut ( penggiling padi yang dengan biaya murah serta
pengetahuan teknis yang sederhana. Sedangkan unsur-unsur kebudayaan yang
sulit diterima misalnya: unsur yang menyangkut kepercayaan ( ideologi, falsafah
hidup ) dan unsur-unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosiologi
(contoh : nasi ). Pada umumnya generasi muda adalah individu yang dapat dengan
cepat menerina unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses
akulturasi. Sebaliknya generasi tua, lebih sukar. Hal ini disebabkan karena pada
generasi tua, norma-norma yang tradisional sudah internalized (mendarah daging,
menjiwai) sehingga sukar untuk mengubahnya.
Sumber:
Baidhawy, Zakiyuddin. 2005. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Lubis, Ridwan. 2005. Meretas Wawasan dan Praksis Kerukunan Umat Beragama di
Indonesia. Departemen Agama RI.
Soekanto, Soerjono. 1994. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Cetakan kedelapan.
Soekanto, Soerjono. 1993. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat.
Jakarta: Raja Grafindo Persada. Cetakan kedua.
Koentjoroningrat, Pengantar antropologi I.
Saifullah, Ali. (1982). Pendidikan-Pengajaran dan Kebudayaan : Pendidikan Sebagai
Gejala Kebudayaan, Surabaya : Usaha Nasional.