kisah taty endrawati pengusaha sandal kelom

1
Kisah Taty Endrawati mempopulerkan sepatu kelom Natana Shoes. Dian Sari Pertiwi G emar mengoleksi sepatu membuat Taty Endrawa- ti menemukan jalan bis- nisnya. Berkaca dari hobinya berbelanja sepatu, dia meyakini sepatu adalah produk gaya yang tak akan ada matinya. Sebab, sepatu punya nilai koleksi. Asal berani tampil beda dan memi- liki konsep unik, produk sepatu dengan harga mahal pun akan tetap dikoleksi oleh para peng- gila fashion, terutama perem- puan. Pada 2011, Taty pun men- dirikan usaha sepatu yang dike- nal sebagai kelom berlabel Natana Shoes. Ia memutuskan keluar dari pekerjaannya di Ibukota yang menyita banyak waktunya. “Waktu habis di jalan, hasilnya enggak seberapa, dan saya berpikir juga, anak sudah ma- kin besar, butuh perhatian ekstra,” ujar Taty, membuka obrolan dengan KONTAN. Sebenarnya, sudah lama Taty punya keinginan mendirikan usaha. Keinginan itu kembali menggebu ketika kondisi kelu- arga membutuhkan peran- nya untuk berada di rumah namun tetap memiliki penghasilan. Apalagi, saat itu suami Taty sempat sa- kit dan berencana meng- ajukan pensiun dini. Taty akhirnya mantap mengun- durkan diri dari salah satu perusahaan swasta dan meninggalkan posisinya di bagian keuangan. Taty, yang ge- mar mengoleksi alas kaki, terpikir untuk mempro- duksi sepatu dan sandal berbahan dasar kayu. Ibu dari tiga anak ini mulai mencari ba- han baku pembu- atan sandal berjenis kelom. Material menjadi perhatian utama Taty. Sebab, alas kaki yang nyaman ber- awal dari kualitas bahan baku. Dia menggunakan kayu mahoni, albasia dan kayu lainnya yang dia dapat dari bebe- rapa pemasok kayu lokal di Jawa Ba- rat. Taty juga menggu- nakan material seperti kulit. Taty sempat mempelajari kualitas kulit dari beberapa pab- rik kulit di Indonesia se- lama beberapa bulan. “Dari sana, kami lihat berbagai macam kulit dan kami coba aplikasikan pada sepatu, sandal dan lain- nya. Dari sana kami jadi tahu jenis kulit mana yang cocok se- bagai bahan baku Natana,” ung- kap Taty. Tumbuh bersama pengrajin Tak sulit bagi Taty mencari pengrajin sepatu. Sebab, Taty yang lahir dan besar di Tasik- malaya, Jawa Barat, punya kon- eksi di daerahnya. Dia tinggal mencari pengrajin yang memi- liki potensi dan kemampuan membuat sepatu berbahan da- sar kayu. “Di Tasik, ada banyak pengrajin yang punya skill ba- gus dan hasilnya berkualitas, cuma mereka kurang punya etos kerja, itu yang saya ba- ngun,” kata Taty. Taty bilang, banyak pengrajin sepatu su- dah mengerti bagai- mana menghaluskan kayu ma- honi yang menjadi bahan dasar Natana Shoes. Kemampuan mereka juga bisa bersaing de- ngan kualitas produsen sepatu sejenis asal luar negeri. Saat merintis, Taty merekrut tiga orang pengrajin. Mereka kemudian dilatih dan dididik agar bisa bekerja sesuai dengan standar produksi Natana Shoes. Membuat alas kaki berbahan dasar kayu bukan perkara mu- dah. Perlu waktu satu tahun untuk menyesuaikan kemam- puan para pengrajin agar hasil sepatu Natana bisa nyaman di- pakai. Beberapa kali pengrajin pun harus membuat shoe last atau cetakan agar produknya nyaman digunakan sesuai de- ngan bentuk kaki. Jarak ratusan kilometer dari Tangerang Selatan ke Tasikmalaya pun Taty tempuh demi memasti- kan kualitas produksi sepatunya. Meski di Tasikmalaya ada kelu- arga dan kerabat yang bisa mengawasi proses produksi, saat merintis, pengawasan langsung masih diperlukan agar sesuai dengan target dan standarnya. Hasilnya, meski ada pengrajin yang tak mau ikut standar produksi dan keluar, banyak yang merasakan perubahan kualitas hidup sejak bergabung bersama Natana Shoes. “Awal gabung, skill mereka bagus, tapi mereka kerja semaunya, makanya me- reka yang masih mau berkem- bang harus ikut aturan dan standar yang saya buat,” kata dia. Para pengrajin Natana Shoes pun merasakan perubahan pen- dapatan dari hasil kerja keras- nya, melahirkan dan membesar- kan Natana Shoes bersama Taty. Dulu, anak dari para pengrajin sepatu umumnya hanya bisa bersekolah sampai jenjang SMA. Kini, dari hasil memproduksi sepatu Natana, mereka bisa me- nyekolahkan anak-anaknya sampai ke bangku kuliah. Besar berkat pameran Semua yang besar selalu ber- awal dari yang kecil. Begitu juga dengan usaha milik Taty. Dengan modal awal puluhan juta, produksi awal Natana Sho- es tak lebih dari 100 pasang yang terdiri dari 15 model. Ke- lom-kelom cantik itu dipasar- kan melalui jejaring sosial. Se- jak awal Taty juga sudah me- nyadari kekuatan pemasaran digital dengan membangun si- tus www.natanashoes.com. Meski begitu, Taty tak pernah meremehkan kekuatan pema- saran konvensional. Dia tak pernah absen membawa Natana Shoes dalam pameran, seperti Inacraft, Indonesia Fasion Week (IFW), Trade Expo Indonesia (TEI), dan Sepatu Kulit dan Fashion (SKF). “Kami juga aktif ikut bazaar dan pameran yang diadakan di berbagai mal dan gedung-gedung lainnya,” kata istri dari Ecko S. Cahyono ini. Dukungan dan fasilitas dari berbagai kementerian juga ikut membesarkan Natana Shoes. Lewat pameran di luar negeri, produk Taty mulai dikenal oleh para penggemar kelom di sana. Apalagi, harga produk Taty ha- nya seperempat harga produk buatan negara-negara lain, se- perti Swedia, Denmark, Inggris, dan Belanda. Per pasang sepatu Natana berkisar Rp 450.000– Rp 1,5 juta. Sudah murah, nuansa arti- stik dan etnik khas Indone- sia menjadi kekuatan Na- tana Shoes yang memikat penggemar sepatu. Tak jarang, pembeli dari luar negeri pun meme- san produknya tanpa label Natana Shoes. “Mereka pesan dalam jumlah besar tapi menggunakan me- rek mereka sendi- ri,” kata Taty. Kini setiap bulan Natana Shoes mam- pu memproduksi sedikitnya 500 pasang kelom berjenis clogs. Sedangkan model kayu bermotif atau produk premi- umnya, Natana mampu mem- produksi hingga sebanyak 150 pasang. Menapaki Pasar Dunia dengan Kelom Jadi Usaha Keluarga M enginjak tahun keli- ma, usaha Natana Shoes milik Taty Endrawati mulai berkem- bang. Tak ayal, Taty harus mengeluarkan model baru minimal enam bulan sekali. Taty pun mulai melibatkan keluarga dan anak-anak un- tuk ikut mengurus usahanya. “Dari awal, memang kami ingin jadi usaha keluarga, jadi sekarang anak sulung saya sudah mulai bantu sam- bil kuliah,” kata wanita kela- hiran 15 Desember 1961 ini. Soal desain, Taty punya segudang ide. Saat melaku- kan perjalanan ke luar kota dan luar negeri, Taty punya ritual mengunjungi pusat belanja dan melihat model- model sepatu. Dari sana, dia punya ide memodifikasi de- sain sepatu yang dia lihat. Tambah jaringan Sayang, Taty tak piawai menggambar. Alhasil, dia ke- sulitan mengomunikasikan desain baru itu kepada para pengrajin sepatu. Nah, sang anak membantu memvisuali- sasikan ide Taty lewat desain dan gambar sepatu. “Kadang teman-teman anak saya juga berkunjung ke rumah, dari sana juga bisa saling sharing ide tentang model sepatu apa yang sedang tren dan disukai, pokoknya sekarang jadi usa- ha keluarga dan bareng-ba- reng,” ujar dia. Ke depan, Natana akan memperkuat dan menambah outlet dengan cara kerjasa- ma, konsinyasi, dan reseller di seluruh Indonesia. Semen- tara menyusun strategi ke depan, Natana sudah masuk ke beberapa butik dan men- jalin kerjasama reseller de- ngan para pembeli Natana Shoes yang merasa puas dan tertarik memasarkan kepada kolega dan kenalannya. Antusiasme menularkan semangat kewirausahaan ini yang membuat Taty rela be- kerja lebih keras lewat Nata- na Shoes dibanding saat be- kerja sebagai karyawan di perusahaan swasta. “Tujuan utama Natana ingin membe- rikan penghasilan kepada orang-orang yang punya mi- nat untuk berwirausaha,” tandas Taty. Dok.Pribadi Profil TABLOID KONTAN 18 Juli - 24 juli 2016 19

Upload: dian-sari-pertiwi

Post on 26-Jan-2017

22 views

Category:

Small Business & Entrepreneurship


0 download

TRANSCRIPT

Kisah Taty Endrawati mempopulerkan sepatu kelom Natana Shoes.

Dian Sari Pertiwi

Gemar mengoleksi sepatu membuat Taty Endrawa-ti menemukan jalan bis-

nisnya. Berkaca dari hobinya berbelanja sepatu, dia meyakini sepatu adalah produk gaya yang tak akan ada matinya. Sebab, sepatu punya nilai koleksi. Asal berani tampil beda dan memi-liki konsep unik, produk sepatu dengan harga mahal pun akan tetap dikoleksi oleh para peng-gila fashion, terutama perem-puan. Pada 2011, Taty pun men-dirikan usaha sepatu yang dike-nal sebagai kelom berlabel Natana Shoes.

Ia memutuskan keluar dari pekerjaannya di Ibukota yang menyita banyak waktunya. “Waktu habis di jalan, hasilnya enggak seberapa, dan saya berpikir juga, anak sudah ma-kin besar, butuh perhatian ekstra,” ujar Taty, membuka obrolan dengan KONTAN.

Sebenarnya, sudah lama Taty punya keinginan mendirikan usaha. Keinginan itu kembali menggebu ketika kondisi kelu-arga membutuhkan peran-nya untuk berada di rumah namun tetap memiliki penghasilan. Apalagi, saat itu suami Taty sempat sa-kit dan berencana meng-ajukan pensiun dini. Taty akhirnya mantap mengun-durkan diri dari salah satu perusahaan swasta dan meninggalkan posisinya di bagian keuangan.

Taty, yang ge-mar mengoleksi alas kaki, terpikir untuk mempro-duksi sepatu dan sandal berbahan dasar kayu. Ibu dari tiga anak ini mulai mencari ba-han baku pembu-atan sandal berjenis kelom. Mater ia l menjadi perhatian utama Taty. Sebab, alas kaki yang nyaman ber-awal dari kualitas bahan baku. Dia menggunakan kayu mahoni, albasia dan kayu lainnya yang dia dapat dari bebe-rapa pemasok kayu lokal di Jawa Ba-rat.

Taty juga menggu-nakan material seperti kulit. Taty sempat mempelajari kualitas kulit dari beberapa pab-rik kulit di Indonesia se-lama beberapa bulan. “Dari sana, kami lihat berbagai macam kulit dan kami coba aplikasikan pada sepatu, sandal dan lain-nya. Dari sana kami jadi tahu jenis kulit mana yang cocok se-bagai bahan baku Natana,” ung-kap Taty.

Tumbuh bersama pengrajin

Tak sulit bagi Taty mencari pengrajin sepatu. Sebab, Taty yang lahir dan besar di Tasik-malaya, Jawa Barat, punya kon-eksi di daerahnya. Dia tinggal mencari pengrajin yang memi-liki potensi dan kemampuan membuat sepatu berbahan da-sar kayu. “Di Tasik, ada banyak pengrajin yang punya skill ba-gus dan hasilnya berkualitas, cuma mereka kurang punya etos kerja, itu yang saya ba-ngun,” kata Taty.

Taty bilang, banyak pengrajin s e p a t u s u - dah mengerti bagai-

mana menghaluskan kayu ma-honi yang menjadi bahan dasar Natana Shoes. Kemampuan mereka juga bisa bersaing de-ngan kualitas produsen sepatu sejenis asal luar negeri.

Saat merintis, Taty merekrut tiga orang pengrajin. Mereka kemudian dilatih dan dididik agar bisa bekerja sesuai dengan standar produksi Natana Shoes. Membuat alas kaki berbahan dasar kayu bukan perkara mu-dah. Perlu waktu satu tahun untuk menyesuaikan kemam-puan para pengrajin agar hasil sepatu Natana bisa nyaman di-pakai. Beberapa kali pengrajin pun harus membuat shoe last atau cetakan agar produknya nyaman digunakan sesuai de-

ngan bentuk kaki. Jarak ratusan kilometer

dari Tangerang Selatan ke Tasikmalaya pun Taty tempuh demi memasti-kan kualitas produksi sepatunya. Meski di Tasikmalaya ada kelu-arga dan kerabat yang bisa mengawasi proses produksi, saat merintis, pengawasan langsung

masih diperlukan agar sesuai dengan target dan

standarnya. Hasilnya, meski ada

pengrajin yang tak mau ikut standar produksi dan keluar, banyak yang

merasakan perubahan kualitas hidup sejak bergabung bersama Natana Shoes. “Awal gabung, skill mereka bagus, tapi mereka kerja semaunya, makanya me-reka yang masih mau berkem-bang harus ikut aturan dan standar yang saya buat,” kata dia.

Para pengrajin Natana Shoes pun merasakan perubahan pen-dapatan dari hasil kerja keras-nya, melahirkan dan membesar-kan Natana Shoes bersama Taty. Dulu, anak dari para pengrajin sepatu umumnya hanya bisa bersekolah sampai jenjang SMA. Kini, dari hasil memproduksi sepatu Natana, mereka bisa me-nyekolahkan anak-anaknya sampai ke bangku kuliah.

Besar berkat pameran

Semua yang besar selalu ber-awal dari yang kecil. Begitu juga dengan usaha milik Taty. Dengan modal awal puluhan juta, produksi awal Natana Sho-es tak lebih dari 100 pasang yang terdiri dari 15 model. Ke-lom-kelom cantik itu dipasar-kan melalui jejaring sosial. Se-jak awal Taty juga sudah me-nyadari kekuatan pemasaran digital dengan membangun si-tus www.natanashoes.com.

Meski begitu, Taty tak pernah meremehkan kekuatan pema-saran konvensional. Dia tak pernah absen membawa Natana Shoes dalam pameran, seperti Inacraft, Indonesia Fasion Week (IFW), Trade Expo Indonesia (TEI), dan Sepatu Kulit dan Fashion (SKF). “Kami juga aktif ikut bazaar dan pameran yang diadakan di berbagai mal dan gedung-gedung lainnya,” kata istri dari Ecko S. Cahyono ini.

Dukungan dan fasilitas dari berbagai kementerian juga ikut membesarkan Natana Shoes. Lewat pameran di luar negeri, produk Taty mulai dikenal oleh para penggemar kelom di sana. Apalagi, harga produk Taty ha-nya seperempat harga produk buatan negara-negara lain, se-perti Swedia, Denmark, Inggris, dan Belanda. Per pasang sepatu Natana berkisar Rp 450.000–Rp 1,5 juta.

Sudah murah, nuansa arti-stik dan etnik khas Indone-

sia menjadi kekuatan Na-tana Shoes yang memikat penggemar sepatu. Tak jarang, pembeli dari luar negeri pun meme-san produknya tanpa label Natana Shoes. “Mereka pesan dalam jumlah besar tapi

menggunakan me-rek mereka sendi-ri,” kata Taty.

Kini setiap bulan Natana Shoes mam-pu memproduksi

sedikitnya 500 pasang kelom berjenis clogs.

Sedangkan model kayu bermotif atau produk premi-

umnya, Natana mampu mem-produksi hingga sebanyak 150 pasang. ❏

Menapaki Pasar Dunia dengan Kelom

Jadi Usaha Keluarga

Menginjak tahun keli-ma, usaha Natana Shoes milik Taty

Endrawati mulai berkem-bang. Tak ayal, Taty harus mengeluarkan model baru minimal enam bulan sekali. Taty pun mulai melibatkan keluarga dan anak-anak un-tuk ikut mengurus usahanya. “Dari awal, memang kami ingin jadi usaha keluarga, jadi sekarang anak sulung saya sudah mulai bantu sam-bil kuliah,” kata wanita kela-hiran 15 Desember 1961 ini.

Soal desain, Taty punya segudang ide. Saat melaku-kan perjalanan ke luar kota dan luar negeri, Taty punya

ritual mengunjungi pusat belanja dan melihat model-model sepatu. Dari sana, dia punya ide memodifi kasi de-sain sepatu yang dia lihat.

Tambah jaringan

Sayang, Taty tak piawai menggambar. Alhasil, dia ke-sulitan mengomunikasikan desain baru itu kepada para pengrajin sepatu. Nah, sang anak membantu memvisuali-sasikan ide Taty lewat desain dan gambar sepatu. “Kadang teman-teman anak saya juga berkunjung ke rumah, dari sana juga bisa saling sharing ide tentang model sepatu apa yang sedang tren dan disukai, pokoknya sekarang jadi usa-ha keluarga dan bareng-ba-reng,” ujar dia.

Ke depan, Natana akan memperkuat dan menambah outlet dengan cara kerjasa-ma, konsinyasi, dan reseller di seluruh Indonesia. Semen-tara menyusun strategi ke depan, Natana sudah masuk ke beberapa butik dan men-jalin kerjasama reseller de-ngan para pembeli Natana Shoes yang merasa puas dan tertarik memasarkan kepada kolega dan kenalannya.

Antusiasme menularkan semangat kewirausahaan ini yang membuat Taty rela be-kerja lebih keras lewat Nata-na Shoes dibanding saat be-kerja sebagai karyawan di perusahaan swasta. “Tujuan utama Natana ingin membe-rikan penghasilan kepada orang-orang yang punya mi-nat untuk berwirausaha,” tandas Taty. ❏

Dok.Pribadi

Profil TABLOID KONTAN 18 Juli - 24 juli 2016 19