kti neneng aminah terbaru
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Strategi pembangunan kesehatan menuju "Indonesia Sehat 2010"
mengisyaratkan bahwa seluruh pembangunan kesehatan ditujukan kepada upaya
menyehatkan bangsa. Indikator keberhasilan penyehatan bangsa antara lain adalah
angka mortalitas dan morbiditas, angka kematian ibu dan angka kematian bayi.
Selama kurun waktu tiga dasawarsa terakhir, terlihat adanya penurunan angka
mortalitas dan morbiditas neonatal secara bermakna di seluruh dunia, namun
penurunan tersebut lebih terlihat nyata di negara-negara maju dibanding di negara
sedang berkembang (Depkes RI, 2007).
Indonesia sebagai negara sedang berkembang, mempunyai angka kematian
bayi (AKB) 41,4 per 1.000 kelahiran hidup (tahun 1997) yang diproyeksikan akan
menjadi 18 per 1.000 kelahiran hidup (tahun 2025), sehingga perlu upaya yang keras
dalam mencapai sasaran tersebut. Salah satu upaya menurunkan AKB adalah dengan
mencegah terjadinya perdarahan otak pada bayi baru lahir sebagai akibat kekurangan
vitamin K1. Di beberapa negara Asia angka kesakitan bayi karena perdarahan akibat
defisiensi vitamin K (PDVK) berkisar 1:1.200 sampai 1:1.400 kelahiran hidup
(Thailand). Angka tersebut dapat turun menjadi 10:100.000 kelahiran hidup dengan
pemberian profilaksis vitamin K1 pada bayi baru lahir (Anonymous, 2003).
Permasalahan akibat PDVK adalah terjadinya perdarahan otak dengan angka
kematian 10-50% yang umumnya terjadi pada bayi dalam rentang umur 2 minggu–6
1
bulan, dengan akibat angka kecacatan 30-50%. Data PDVK secara nasional di In-
donesia belum tersedia. Sedangkan data dari Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI
RSCM (tahun 1990-2000) menunjukkan terdapatnya 21 kasus, 17 (81%) di antaranya
mengalami komplikasi perdarahan intrakranial (catatan medik IKA RSCM, 2000).
Bayi baru lahir cenderung memiliki kadar vitamin K dan cadangan vitamin K
dalam hati yang relatif lebih rendah dibanding bayi yang lebih besar. Sementara itu
pasokan vitamin K dari ASI rendah, sedangkan pasokan vitamin K dari makanan
tambahan dan sayuran belum dimulai. Hal ini menyebabkan bayi baru lahir cen-
derung mengalami defisiensi vitamin K sehingga berisiko tinggi untuk mengalami
perdarahan intracranial (Anonymous, 2003).
Di Indonesia pemberian vitamin K pada bayi baru lahir sudah dilakukan,
namun belum ada laporan resmi secara regional maupun nasional mengenai
pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir, dan apakah pemberian vitamin
K ini merupakan suatu standar pelayanan yang harus diberikan kepada semua bayi
baru lahir atau hanya diberikan kepada bayi yang memiliki risiko saja (bayi dengan
berat lahir rendah / BBLR, bayi lahir dengan tindakan yang traumatis, bayi lahir
dengan ibu yang mengkonsumsi obat antikoagulan, obat antikonvulsan, dan lain-lain)
masih merupakan kontroversi (Anonymous, 2003).
Sampai saat ini Indonesia belum mempunyai suatu penuntun baku mengenai
cara pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir. Hal ini memunculkan
pertanyaan mengenai apakah vitamin K lebih efektif diberikan secara intramuskular
(IM) atau oral, bilamana waktu pemberian, berapa dosis pemberian, siapa yang
2
berwenang memberikan, apakah diberikan secara massal atau pada kasus tertentu
saja, dan berapa biayanya (Anonymous, 2003).
Sediaan vitamin K yang ada di Indonesia adalah vitamin K3 (menadione) dan
vitamin K1 (phytomenadione). Banyak negara di dunia merekomendasi vitamin K1.
Australia sudah menggunakan vitamin K1 (Konakion®) sebagai regimen profilaksis
vitamin K pada bayi baru lahir (sejak tahun 1961), sehingga diperlukan kajian
tentang pemberian profilaksis dengan vitamin K1 sebagai preparat yang mungkin
lebih stabil (http://www.health. gov.au)
Di lain pihak terdapat kekhawatiran tentang hubungan antara profilaksis
vitamin K dengan kejadian kanker pada anak. Kekhawatiran ini muncul setelah
adanya penelitian yang dipublikasikan oleh Golding dkk pada tahun 1992 yang
menyatakan adanya peningkatan risiko terjadinya kanker anak pada bayi yang
mendapat profilaksis vitamin K intramuskular, namun penelitian-penelitian lain
membantah hal ini (Anonymous, 2003).
Dalam KONIKA (Kongres Nasional Ilmu Kesehatan Anak) XI tahun 1999 di
Jakarta dan Kongres Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia
(PHTDI) ke VIII tahun 1998 di Surabaya dan ke IX tahun 2001 di Semarang telah
dibahas dan direkomendasikan pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir.
Hal inilah yang mendorong dilakukannya kajian terhadap pemberian profilaksis
vitamin K1 pada bayi baru lahir (http://www.kompas.com, 2009).
3
Berdasarkan data rekam medik di Puskesmas Gantar, cakupan suntikan
vitamin K kepada bayi baru lahir selama kurun waktu Januari – Maret 2009 dapat
dilihat pada tabel 1.1:
Tabel 1.1Cakupan Suntikan Vitamin K Pada Bayi Baru Lahir di Wilayah
Kerja Puskesmas Gantar Periode Januari – Maret 2009
Nama Desa Jumlah Bayi Baru Lahir
Cakupan Suntikan vitamin K Pada BBL
%
Gantar 18 12 66,67Situraja 15 8 53,33Mekarjaya 14 9 64,29Baleraja 19 6 31,58Bantarwaru 17 9 52,94Sarca 16 11 68,75
Jumlah 99 55
Berdasarkan data dari bidan desa, jumlah ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Gantar dapat dilihat pada tabel 1.2:
Tabel 1.2Jumlah Ibu Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Gantar
Pada Bulan April 2009
Nama Desa Jumlah Penduduk
Jumlah Ibu Hamil
Gantar 3.447 131Situraja 5.829 128Mekarjaya 4.473 133Baleraja 2.719 152Bantarwaru 4.447 145Sarca 3.016 118
Jumlah 23.931 807
4
Berdasarkan data Tabel 1.1 di atas, diketahui bahwa cakupan suntikan
vitamin K pada bayi baru lahir paling besar di Gantar dan cakupan suntikan vitamin
K pada bayi baru lahir yang paling rendah di desa Baleraja. Rendahnya cakupan
suntikan vitamin K pada bayi baru lahir merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kurangnya pengetahuan ibu hamil
tentang manfaat suntikan vitamin K. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan
penulis pada tanggal 11 April 2009 terhadap 30 ibu hamil di desa Baleraja, 18 ibu
hamil (60%) tidak mengetahui tentang manfaat pemberian suntikan vitamin K pada
bayi baru lahir sedangkan 12 ibu hamil (40%) mengetahui tentang suntikan vitamin
K namun belum sepenuhnya memahami manfaat suntikan vitamin K pada bayi baru
lahir, ibu-ibu hamil lebih mengenal vitamin A dan tablet Fe yang lebih populer
dibandingkan dengan suntikan vitamin K. Dari 30 ibu hamil terdapat 20 ibu hamil
(66,67%) menolak bayinya diberikan suntikan vitamin K karena merasa khawatir dan
ketakutan sedangkan 10 ibu hamil (33,33%) menerima bayinya diberi suntikan
vitamin K karena disuruh bidan tanpa didasarkan pada pengetahuan yang baik
tentang suntikan vitamin K.
Kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang suntikan vitamin K ada
kemungkinan berdampak pada rendahnya cakupan suntikan vitamin K pada bayi
baru lahir karena pengetahuan yang didapat lebih dini akan lebih baik terhadap
pembentukan perilaku hidup seseorang terhadap status kesehatannya.
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa perilaku kesehatan yang tidak
didasarkan pada pengetahuan maka tidak akan berlangsung lama karena pengetahuan
merupakan salah satu domain pembentuk perilaku seseorang. Dengan pengetahuan
5
baik yang dimiliki oleh ibu hamil tentang suntikan vitamin K pada bayi baru lahir
diharapkan dapat membentuk perilaku kesehatan sebagai upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif terhadap penanganan perdarahan pada bayi baru lahir
sehingga menjadi kunci dalam upaya menurunkan angka kematian bayi (AKB) di
wilayah kerja Puskesmas Gantar Kabupaten Indramayu.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis merasa
tertarik untuk meneliti tentang pengetahuan ibu hamil tentang pemberian vitamin
suntikan K pada bayi baru lahir di desa Baleraja wilayah kerja Puskesmas Gantar
Kabupaten Indramayu tahun 2009.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah: “Bagaimana gambaran pengetahuan ibu hamil tentang pemberian suntikan
vitamin K pada bayi baru lahir di desa Baleraja wilayah kerja Puskesmas Gantar
Kabupaten Indramayu tahun 2009?".
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil
tentang pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir di desa Baleraja wilayah
kerja Puskesmas Gantar Kabupaten Indramayu.
6
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini memiliki tujuan khusus sebagai berikut:
a. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang pengertian
suntikan vitamin K pada bayi baru lahir.
b. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang manfaat
pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir.
c. Mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang dampak tidak
diberikannya suntikan vitamin K pada bayi baru lahir.
D. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat dari hasil penelitian mengenai pengetahuan ibu bersalin
tentang manfaat pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir sebagai berikut:
1. Bagi Mahasiswa Kebidanan
Merupakan sumbangan pemikiran dan wawasan untuk menjadi bidan yang
profesional dalam memberikan bimbingan dan pendidikan kesehatan terutama dalam
pelaksanan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Sebagai masukan bagi Puskesmas dalam upaya membentuk perilaku
kesehatan ibu bersalin sehingga perilaku yang baik dapat meningkatkan cakupan
pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai salah tugas mahasiswa dalam menyusun penelitian sehingga dapat
dijadikan dokumentasi sumber informasi (referensi) untuk penelitian lebih lanjut.
7
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada pengetahuan ibu hamil tentang pemberian
suntikan vitamin K pada bayi baru lahir dengan subvariabel pengetahuan tentang
pengertian suntikan vitamin K, manfaat pemberian suntikan vitamin K, dan dampak
diberikannya suntikan vitamin K pada bayi baru lahir. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh ibu hamil yang tinggal di desa Baleraja wilayah kerja Puskesmas
Gantar sebanyak 152 orang sedangkan jumlah sampel 60 responden yang diambil
dengan cara random sampling. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009 di desa
Baleraja wilayah kerja Puskesmas Gantar. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian deskriptif.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
sebagai yaitu tahu (know); memahami (comprehension), aplikasi (application),
analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation) (Notoatmodjo,
2003).
a. Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan pengertian nutrisi, pengertian sectio
caesarea (Notoatmodjo, 2003).
9
b. Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap suatu obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya.
Misalnya dapat menjelaskan mengapa pasien pasca section caesarea memerlukan
nutrisi tinggi untuk menyembuhkan luka operasi (Notoatmodjo, 2003).
c. Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan metode yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Misalnya pasien
hipertensi melakukan tindakan yang mengarah pada upaya untuk menyembuhkan
luka pasca operasi sectio caesarea (Notoatmodjo, 2003).
d. Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,
dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan)
membedakan antara ibu melahirkan dengan normal dengan melalui caesarea dan
sebagainya, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
e. Sintesis, menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru.
Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah
ada (Notoatmodjo, 2003).
10
f. Evaluasi, ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
ada. Misalnya, dapat membandingkan antara pasien pasca section caesarea yang
mengkonsumsi nutrisi tinggi dengan yang tidak mengkonsumsi nutrisi, dapat
menafsirkan manfaat untuk melakukan penyembuhan luka pasca sectio caesarea
(Notoatmodjo, 2003)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2003), beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang yaitu umur, pendidikan, dan sosial ekonomi.
a. Umur, berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan karena kemampuan
mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyusun diri pada situasi-situasi
baru, seperti mengingat hal-hal yang dulu yang pemah dipelajari, penalaran analogi,
dan berpikir kreatif dan bisa mencapai puncaknya (Hurlock, 1993) dalam
Notoatmodio, 2003.
b. Pendidikan, merupakan faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan
seperti sumber informasi, dan pengalaman. Menurut Notoatmodjo (2003)
menyatakan bahwa pendidikan memberikan suatu nilai-nilai tertentu bagi manusia,
terutama dalam membukakan pikirannya serta menerima hal-hal baru. Pengetahuan
juga diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar radio,
melihat telivisi. Selain itu pengetahuan diperoleh sebagai akibat pengaruh dari
hubungan orang tua, kakak-adik, tetangga, kawan-kawan dan lain-lain.
11
c. Sosial ekonomi, mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku
seseorang di bidang kesehatan, sehubungan dengan kesempatan memperoleh
informasi karena adanya fasilitas atau media informasi. Banyak wanita menengah
dan golongan atas yang walaupun menjadi ibu dan pengatur rumah tangga tetapi
tidak mau pasif, tergantung, dan tidak berkorban diri secara tradisional
(Notoatmodjo, 2003).
4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan secara langsng dan tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan dengan mengajukan beberapa
pertanyaan terhadap suatu obyek kepada responden. Secara tidak langsung dengan
cara menyebarkan beberapa pertanyaan atau kuesioner tentang materi yang ingin
diukur dari subyek penelitian atau responden dengan pilihan benar dan salah
(Notoatmodjo, 2003).
5. Proses Adopsi Pengetahuan
Pengetahimn atau kognitif, merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang. Menurut Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan
bahwa sebelum orang mengadopsi pengetahuan, di dalam diri orang tersebut terjadi
proses yang berurutan, yakni : Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut
menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu; Interst, yakni
orang mulai tertarik kepada stimulus; Evaluation,(menimbangnimbang baik dan
tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya); Trial, orang telah mulai mencoba perilaku
baru; Adaption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,
dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).
12
B. Perdarahan Akibat Defisiensi Vitamin K (PDVK)
1. Pengertian
PDVK adalah terjadinya perdarahan spontan atau perdarahan karena proses
lain seperti pengambilan darah vena atau operasi yang disebabkan karena
berkurangnya aktivitas faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (faktor II, VII, IX
dan X) sedangkan aktivitas faktor koagulasi yang tidak bergantung pada vitamin K,
kadar fibrinogen dan jumlah trombosit masih dalam batas normal (Sutor dkk 1999).
Hal ini dibuktikan bahwa kelainan tersebut akan segera membaik dengan pemberian
vitamin K dan setelah sebab koagulopati lain disingkirkan (Knight D, 2000).
2. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, frekuensi PDVK yang dilaporkan bervariasi antara 0,25-
1,7%. Angka kejadian PDVK ditemukan lebih tinggi pada daerah-daerah yang tidak
memberikan profilaksis vitamin K secara rutin pada bayi baru lahir (St John EB.
2002).
Survei di Jepang menemukan kasus ini pada 1:4.500 bayi, 81% di antaranya
ditemukan komplikasi perdarahan intrakranial, sedangkan di Thailand angka PDVK
adalah 1:1.200 bayi. Angka kejadian pada kedua negara ini menurun setelah
diperkenalkannya pemberian vitamin K profilaksis pada semua bayi baru lahir (St
John EB. 2002).
Angka kejadian perdarahan intrakranial karena PDVK di Thailand dilaporkan
sebanyak 82% atau 524 kasus dari 641 penderita PDVK, sedangkan di Inggris 10
kasus dari 27 penderita atau sebesar 37%. Sedangkan di India angka kejadian PDVK
13
dilaporkan sebanyak 1 kasus tiap 14.000 bayi yang tidak mendapat vitamin K
profilaksis saat lahir (Shendurnikar N, 2001)
3. Faktor Resiko
Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya PDVK antara lain ibu yang
selama kehamilan mengkonsumsi obat-obatan yang mengganggu metabolisme
vitamin K seperti, obat antikoagulan oral (warfarin); obat-obat antikonvulsan
(fenobarbital, fenitoin, karbamazepin); obat-obat antituberkulosis (INH, rifampicin);
sintesis vitamin K yang kurang oleh bakteri usus (pemakaian antibiotik, khususnya
pada bayi kurang bulan); gangguan fungsi hati (kolestasis); kurangnya asupan
vitamin K dapat terjadi pada bayi yang mendapat ASI eksklusif, karena ASI memiliki
kandungan vitamin K yang rendah yaitu <20 ug/L bila dibandingkan dengan susu
sapi yang memiliki kandungan vitamin K 3 kali lipat lebih banyak (60 ug/L). Selain
itu asupan vitamin K yang kurang juga disebabkan sindrom malabsorpsi dan diare
kronik (St John EB. 2002).
4. Klasifikasi
PDVK dibagi menjadi early, clasiccal dan late berdasarkan pada umur saat
kelainan tersebut bermanifestasi (Shendurnikar N, 2001)
a. Early VKDB (PDVK dini), timbul pada hari pertama kehidupan. Kelainan
ini jarang sekali dan biasanya terjadi pada bayi dari ibu yang mengkonsumsi obat-
obatan yang dapat mengganggu metabolisme vitamin K. Insidens yang dilaporkan
atas bayi dari ibu yang tidak mendapat suplementasi vitamin K adalah antara 6-12%
(Shendurnikar N, 2001).
14
b. Classical VKDB (PDVK klasik), timbul pada hari ke 1 sampai 7 setelah
lahir dan lebih sering terjadi pada bayi yang kondisinya tidak optimal pada waktu
lahir atau yang terlambat mendapatkan suplementasi makanan. Insidens dilaporkan
bervariasi, antara 0 sampai 0,44% kelahiran. Tidak adanya angka rata-rata kejadian
PDVK klasik yang pasti karena jarang ditemukan kriteria diagnosis yang menyeluruh
(Shendurnikar N, 2001).
c. Late VKDB (PDVK lambat), timbul pada hari ke 8 sampai 6 bulan setelah
lahir, sebagian besar timbul pada umur 1 sampai 3 bulan. Kira-kira setengah dari
pasien ini mempunyai kelainan hati sebagai penyakit dasar atau kelainan
malabsorpsi. Perdarahan intrakranial yang serius timbul pada 30-50%. Pada bayi
berisiko mungkin ditemukan tanda-tanda penyakit hati atau kolestasis seperti ikterus
yang memanjang, warna feses pucat, dan hepatosplenomegali. Angka rata-rata
kejadian PDVK pada bayi yang tidak mendapatkan profilaksis vitamin K adalah 5-20
per 100.000 kelahiran dengan angka mortalitas sebesar 30% (Shendurnikar N, 2001).
5. Patofisiologi
Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak, merupakan suatu
naftokuinon yang berperan dalam modifikasi dan aktivasi beberapa protein yang
berperan dalam pembekuan darah, seperti protrombin atau faktor II,VII,IX,X dan
antikoagulan protein C dan S, serta beberapa protein lain seperti protein Z dan M
yang belum banyak diketahui perannya dalam pembekuan darah (Anonymous, 2003)
Ada tiga bentuk vitamin K yang diketahui yaitu:
a. Vitamin K1 (phytomenadione), tedapat pada sayuran hijau. Sediaan yang
ada saat ini adalah cremophor dan vitamin K mixed micelles (KMM).
15
b. Vitamin K2 (menaquinone) disintesis oleh flora usus normal seperti
Bacteriodes fragilis dan beberapa strain E. coli.
c. Vitamin K3 (menadione) merupakan vitamin K sintetik yang sekarang
jarang diberikan pada neonatus karena dilaporkan dapat menyebabkan anemia
hemolitik.
Secara fisiologis kadar faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K
dalam tali pusat sekitar 50% dan akan menurun dengan cepat mencapai titik terendah
dalam 48-72 jam setelah kelahiran. Kemudian kadar faktor ini akan bertambah secara
perlahan selama beberapa minggu tetapi tetap berada di bawah kadar orang dewasa.
Peningkatan ini disebabkan oleh absorpsi vitamin K dari makanan. Sedangkan bayi
baru lahir relatif kekurangan vitamin K karena berbagai alasan, antara lain simpanan
vitamin K yang rendah pada waktu lahir, sedikitnya perpindahan vitamin K melalui
plasenta, rendahnya kadar vitamin K pada ASI dan sterilitas saluran
cerna(Anonymous, 2003).
Tempat perdarahan utama adalah umbilikus, membran mukosa, saluran cerna,
sirkumsisi dan pungsi vena. Selain itu perdarahan dapat berupa hematoma yang
ditemukan pada tempat trauma, seperti hematoma sefal. Akibat lebih lanjut adalah
timbulnya perdarahan intrakranial yang merupakan penyebab mortalitas atau
morbiditas yang menetap (Anonymous, 2003).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah perdarahan, pucat dan
hepatomegali ringan. Perdarahan dapat terjadi spontan atau akibat trauma, terutama
trauma lahir. Pada kebanyakan kasus perdarahan terjadi di kulit, mata, hidung dan
16
saluran cerna. Perdarahan kulit sering berupa purpura, ekimosis atau perdarahan
melalui bekas tusukan jarum suntik (Anonymous, 2003).
Perdarahan intrakranial merupakan komplikasi tersering (63%), 80-100%
berupa perdarahan subdural dan subaraknoid. Pada perdarahan intrakranial
didapatkan gejala peningkatan tekanan intrakranial (TIK) bahkan kadang-kadang
tidak menunjukkan gejala ataupun tanda. Pada sebagian besar kasus (60%)
didapatkan sakit kepala, muntah, anak menjadi cengeng, ubun-ubun besar
membonjol, pucat dan kejang. Kejang yang terjadi dapat bersifat fokal atau umum.
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah fotofobia, edema papil, penurunan
kesadaran, perubahan tekanan nadi, pupil anisokor serta kelainan neurologis fokal
(Anonymous, 2003).
C. Suntikan Vitamin K Pada Bayi Baru Lahir
1. Pengertian
Vitamin K (K dari "Koagulations-Vitamin" dalam Bahasa Jerman dan Ba-
hasa Denmark) merujuk pada sebuah kelompok lipophilic, vitamin hydrophobic yang
dibutuhkan untuk modifikasi pasca-terjemah dari berbagai macam protein, terutama
banyak dibutuhkan untuk proses pembekuan darah. Secara kimia vitamin ini terdiri
dari turunan 2-methyl-1,4-naphthoquinone (http://www.wikipedia, 2008).
Vitamin K2 (menaquinone, menatetrenone) secara normal diproduksi oleh
bakteri dalam saluran pencernaan, dan defisiensi gizi akibat diet yang sangat jarang
kecuali saluran pencernaan mengalami kerusakan yang sangat parah sehingga tidak
dapat menyerap molekul (http://www.wikipedia, 2008).
17
Ibu yang baru melahirkan mengalami pendarahan sudah sering kita dengar.
Ternyata, bayi baru lahir atau neonatus juga rawan pendarahan. Malah, kondisi ini
dapat menyebabkan anak menjadi kekurangan darah.
Pada bayi yang baru lahir rawan terjadi pendarahan. Pendarahan yang
biasanya terjadi adalah pendarahan tali pusat, pendarahan yang terlihat di kulit,
buang air besar (BAB) berdarah, hingga muntah darah. “Dalam istilah medis ini
disebut dengan hemorrhagic disease of the newborn (HDN),”
Pada umumnya HDN disebabkan karena kekurangan vitamin K khususnya
vitamin K1. HDN diklasifikasikan menjadi tiga. Pertama, HDN klasik yang terjadi
pada usia 1-7 hari. Gejala ini timbul karena kekurangan vitamin K, khususnya karena
hati bayi yang belum matang untuk membentuk vitamin K. Untuk itu, setiap bayi
yang baru lahir harus diberikan suntikan vitamin K1 untuk mencegah HDN. ASI
dengan segala kelebihannya, ternyata memiliki satu kekurangan yakni vitamin K.
Pada susu formula sendiri, memang ada ditambahkan vitamin K1. Kedua, disebut
HDN dini. Ini disebabkan obat-obatan tertentu yang diminum ibu sehingga
mengganggu oksidasi vitamin K pada bayi. Ketiga, disebut HDN lanjut. Ini
disebabkan karena gangguan penyerapan vitamin K. Hal ini terjadi karena adanya
gangguan fungsi hati pada bayi ataupun kerusakan sel hati. Mengenai bentuk
pendarahan yang sering terjadi. Pendarahan spontan kadang terjadi di pipi, pantat
atau daerah punggung bayi, dalam bentuk bintik kemerahan atau kehitaman
(ekimosis). Jika dijumpai gejala tersebut, berarti ada gangguan karena kekurangan
vitamin K (Depkes RI, 2004).
18
2. Manfaat Pemberian Vitamin K Pada Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir memiliki cadangan vitamin K yang sangat terbatas dan
bergantung pada susu ibu. Rendahnya vitamin K dalam darah dan hati serta
kurangnya zat tersebut pada ASI bisa menyebabkan bayi kekurangan vitamin K.
Karena vitamin K berperan dalam proses pembekuan darah, bayi yang kekurangan
vitamin K ini mudah mengalami gangguan perdarahan yang disebut APCD
(Acquired Protombin Complex Deficiency) dan berisiko mengalami perdarahan otak
(Mochtar, 1998).
Di negara-negara Asia Tenggara, APCD banyak terjadi terutama pada bayi
laki-laki daripada bayi perempuan. Penyakit ini bisa menyebabkan kerusakan otak
yang membuat ia tak tumbuh normal dan tergantung seumur hidup pada orang
tuanya.
Bayi baru lahir mudah kekurangan vitamin K. Ada dua jenis vitamin K
alamiah yaitu berasal dari tanaman yang larut lemak dan dari flora usus yang larut
air. Asupan utama vitamin K pada bayi bersumber dari susu, hanya sebagian kecil
yang berasal dari usus si bayi. Khusus bayi yang baru lahir, vitamin K juga bisa
bersumber dari ibundanya saat persalinan. Namun, vitamin K dari ibu bisa tidak
sampai bila terjadi gangguan plasenta dan ari-ari. Selain itu, fungsi hati, tempat
metabolisme vitamin K, juga belum matang menambah risiko si kecil kekurangan
vitamin K (Mochtar, 1998).
Resiko perdarahan bertambah terutama pada minggu-minggu pertama
kehidupannya, yaitu usia 1-2 minggu hingga enam bulan. Karena pada masa ini, zat
penting untuk membekukan darah yaitu protombin berkurang. Padahal untuk
19
membentuk protombin, diperlukan asupan vitamin K. Hasilnya, protombin tak cepat
terbentuk, dan perdarahan pun mudah terjadi (Mochtar, 1998).
Mencegah kekurangan vitamin K melalui penyuntikan vitamin K sebanyak 1
mg pada semua bayi baru lahir. Kelebihan: kadar dalam darah lebih tinggi dan
bertahan lama, bisa disimpan lebih lama, penyerapannya lebih baik, dan hanya sekali
pemberian. Kekurangan: harus lewat suntikan (Manuaba, 1998).
Mencegah kekurangan vitamin K melalui vitamin K yang diminum sebanyak
2 mg pada bayi baru lahir. Kelebihan: lebih sederhana, lebih mudah, risiko lebih
kecil. Kekurangan: lebih mahal, sulit untuk memberi dosis ulang, tidak bisa
dipastikan penyerapannya ke dalam tubuh (Saifuddin, 2002)
Pada bayi yang sudah mengalami perdarahan akibat kekurangan vitamin K,
dokter akan memberikan terapi antara lain suntik vitamin K, transfusi plasma beku
segar, dan transfusi sel darah merah bila terjadi kekurangan darah.
Vitamin K memiliki sifat larut dalam lemak, perlu garam empedu di usus agar
terserap baik. Fungsinya membantu pembekuan darah. Bila kekurangan vitamin K
akan mudah terjadi perdarahan, gangguan metabolisme tulang, kemungkinan
menyebabkan kuning pada bayi prematur. Sumber vitamin K berasal dari sayuran
berdaun hijau, daging, hati
Kekurangan vitamin K pada bayi baru lahir, bentuk kekurangan vitamin K
yang sering ditemukan adalah penyakit hemoragik pada bayi baru lahir. Penyakit ini
terjadi karena plasenta tidak terlalu baik dalam menghantarkan lemak ( vitamin yang
larut dalam lemak). Hati bayi yang baru lahir masih kurang matang untuk
menghasilkan sejumlah protrombin (salah satu faktor pembekuan darah). Air Susu
20
Ibu (ASI) mengandung sedikit vitamin K, yaitu hanya 1-3 mikrogram/L, sedangkan
susu sapi mengandung 5-10 mikrogram/L (Saifuddin, 2003)
Pada beberapa hari pertama kehidupan bayi, di dalam ususnya belum
ditemukan bakteri penghasil vitamin K. Penyakit hemoragik pada bayi baru lahir
biasanya terjadi pada hari ke 1-7. Gejalanya berupa perdarahan di dalam kulit, di
dalam lambung atau di dalam dada. Pada kasus yang sangat berat, perdarahan bisa
terjadi di dalam otak. Penyakit hemoragik lanjut timbul pada usia 1-3 bulan dan
menyebabkan gejala yang sama dengan penyakit hemoragik pada bayi baru lahir.
Penyakit ini biasanya berhubungan dengan malabsorbsi atau penyakit hati. Angka
kejadian kedua penyakit hemoragik tersebut meningkat pada bayi-bayi yang ketika
masih berada dalam kandungan, ibunya mengkonsumsi: obat anti-kejang hidantoin
(misalnya phenitoin), antibiotik cephalosporin, dan antikoagulan kumarin (misalnya
warfarin) (Saifuddin, 2003)
Mencegah terjadinya penyakit hemoragik pada bayi baru lahir, dianjurkan
untuk memberikan suntikan vitamin K melalui otot dalam waktu 1 jam setelah bayi
lahir. Pemberian melalui mulut tidak dianjurkan karena penyerapannya bervariasi
dan keberadaanya di dalam tubuh tidak dapat diramalkan. Manfaat pemberian
suntikan vitamin K juga untuk mencegah terjadinya pendarahan pada bayi baru lahir
ketika diberi imunisasi Hb-0 (Sarwono, 1999).
3. Profilaksis
Hampir semua negara di dunia merekomendasikan pemberian profilaksis
vitamin K1 pada bayi baru lahir. Di Australia profilaksis dengan mengguna-kan
Konakion® 1 mg, IM dosis tunggal sudah diperkenalkan sejak awal tahun 1970-an.
21
Tindakan tersebut mula-mula diberikan kepada bayi sakit, yaitu bayi kurang bulan,
atau yang mengalami asfiksia perinatal, dan akhirnya menjadi rutin untuk semua bayi
baru lahir. Pada tahun 2000, National Health and Medical Research Council
(NHMRC) Australia menyusun rekomendasi pemberian profilaksis vitamin K pada
bayi baru lahir. Dalam rekomendasi tersebut dinyatakan bahwa semua bayi baru lahir
harus mendapatkan profilaksis vitamin K1; bayi baru lahir yang bugar seharusnya
menerima vitamin K baik secara IM 1 mg, dosis tunggal pada waktu lahir atau 3 kali
dosis oral, masing-masing 2 mg yang diberikan pada waktu lahir, umur 3-5 hari dan
umur 4-6 minggu. Orang tua harus mendapat informasi pada saat antenatal tentang
pentingnya pemberian profilaksis vitamin K; dan setiap rumah sakit harus memiliki
protokol tertulis yang jelas tentang pemberian profilaksis vitamin K pada bayi baru
lahir.3 Selandia Baru sejak tahun 1995 telah merekomendasikan profilaksis vitamin
K kepada bayi baru lahir. Begitu pula dengan British Columbia pada Maret 2001 dan
Canadian Paediatric Society tahun 2002 (Anonymous, 2003).
Untuk negara berkembang seperti Thailand, sekitar 30-40 tahun yang lalu
(1960-1970) setengah dari persalinan dibantu oleh dukun atau bidan. Injeksi
parenteral tidak dapat dilakukan oleh bidan sehingga Isarangkura meminta
perusahaan farmasi menyediakan vitamin K oral (Konakion®, Roche, Basel) serta
melakukan penelitian mengenai profilaksis vitamin K oral 2 mg dosis tunggal yang
dapat dilakukan secara rutin. Efikasi yang tinggi, toksisitas dan harga yang rendah,
cara pemberian dan penyimpanan yang sederhana menjadikan profilaksis vitamin K
secara oral memungkinkan untuk dilakukan di negara berkembang. Pemberian
vitamin K profilaksis oral 2 mg untuk bayi baru lahir bugar dan 0,5–1 mg IM untuk
22
bayi tidak bugar (not doing well) telah dilakukan secara rutin di Thailand sejak 1988
dan pemberiannya diwajibkan di seluruh Thailand pada tahun 1994-1998. Insidens
PDVK lambat laun menurun dari 30-70 per 100.000 kelahiran menjadi 4-7 per
100.000 kelahiran. Sejak 1999 semua bayi baru lahir diberikan vitamin K profilaksis
IM karena sebagian besar persalinan terjadi di rumah sakit. Vitamin K profilaksis IM
ini diberikan bersama dengan imunisasi rutin seperti Hepatitis B dan BCG
(Anonymous, 2003).
Vitamin K yang digunakan untuk profilaksis adalah vitamin K1. Cara
pemberian dapat dilakukan baik secara IM ataupun oral. Intramuskular, dengan
dosis 1 mg pada seluruh bayi baru lahir. Pemberian dengan dosis tunggal diberikan
pada waktu bayi baru lahir. Oral, dengan dosis tunggal 2 mg diberikan tiga kali,
yaitu pada saat bayi baru lahir, pada umur 3-7 hari, dan pada umur 4-8 minggu
(Anonymous, 2003).
4. Efektifitas Profilaksis
Cornelissen dkk (1997) merangkum hasil surveilans aktif tentang PDVK
lambat yang dilakukan di Jerman, Australia, Belanda dan Swiss yang dikumpulkan
dengan strategi sama dan dibandingkan angka kegagalannya. Terdapat 4 strategi
pemberian vitamin K, yaitu (1) pemberian vitamin K dosis rendah 25 ug/hari untuk
bayi yang mendapat ASI (Belanda); (2) 3x1 mg secara oral (Australia: January 1993
– Maret 1994 dan Jerman: Desember 1992-Desember 1994); (3) 1 mg IM (Australia:
Maret 1994); (4) 2x2mg vitamin K oral (preparat KMM) (Swiss). Angka kegagalan
per 100.000 kelahiran hidup adalah 0,2 di Belanda, 2,3 di Jerman, 2,5 (profilaksis
oral) dan 0 (profilaksis IM) di Australia, 3,6 di Swiss. Angka kegagalan setelah
23
profilaksis lengkap adalah 0 di Belanda, 1,8 di Jerman, 1,5 (profilaksis oral) dan 0
(profilaksis IM) di Australia, 1,2 di Swiss. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
dosis oral 3x1 mg kurang efektif bila dibandingkan dengan profilaksis vitamin K IM;
profilaksis dosis rendah 25 mg/hari untuk bayi yang mendapat ASI mungkin sama
efektif seperti profilaksis vitamin K parenteral (Anonymous, 2003).
Evaluasi terhadap pengaruh pemberian vitamin K profilaksis dosis tunggal
pada bayi baru lahir peroral dibandingkan dengan cara parenteral pada waktu lahir.
Dua ratus enam puluh enam bayi sehat yang mendapat ASI dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu kelompok 1 mendapat vitamin K IM 1 mg; kelompok 2, 3, 4
mendapat vitamin K oral pada waktu 2-4 jam setelah lahir masing-masing dengan
dosis 2 mg, 3 mg dan 5 mg. Didapatkan hasil tidak ada perbedaan statistik bermakna
dalam rerata kadar kompleks protrombin. Profilaksis vitamin K pada bayi baru lahir
peroral 2 mg ternyata sangat menguntungkan, sama halnya dengan pemberian secara
parenteral. Isarangkura menyatakan bahwa seharusnya semua bayi baru lahir
mendapatkan profilaksis vitamin K baik secara oral maupun parenteral. Pemberian
vitamin K secara oral praktis untuk negara berkembang karena cara pemberian
sederhana, harga murah, toksisitas rendah dan kegunaan tinggi (Anonymous, 2003).
Pemberian vitamin K profilaksis IM menunjukkan insidens PDVK lambat
lebih kecil dibandingkan dengan cara pemberian oral. Konsensus berbagai organisasi
profesi di Selandia baru (dokter anak, dokter umum, dokter kebidanan, bidan dan
perawat) merekomendasikan bahwa semua bayi seharusnya mendapat profilaksis
vitamin K. Cara pemberian yang direkomendasikan adalah secara IM 1 mg (bagi bayi
prematur = 0,5 mg) diberikan pada waktu lahir. Jika orang tua tidak setuju dengan
24
pemberian secara IM, maka bayi diberikan vitamin K oral 2 mg yang diberikan 3 kali
yaitu pada waktu baru lahir, umur 3-5 hari dan 4-6 minggu. Jika bayi muntah dalam
waktu satu jam setelah pemberian oral maka pemberiannya harus diulang.4 Hal ini
juga direkomendasikan oleh NHMRC pada tahun 2000, Newborn Services Medical
Guidelines (Selandia Baru) pada tahun 2000 dan British Columbia Reproductive
Care Program pada tahun 2001 (Anonymous, 2003).
International Society on Thrombosis and Haemostasis, Pediatric/Perinatal
Subcommittee seperti yang dilaporkan oleh Sutor dkk (tahun 1999) menyatakan
bahwa pemberian vitamin K baik secara oral maupun IM sama efektif dalam
mencegah PDVK klasik, tetapi vitamin K IM lebih efektif dalam mencegah PDVK
lambat. Efikasi profilaksis oral meningkat dengan pemberian berulang 3 kali
daripada dosis tunggal, dan efikasi lebih tinggi bila diberikan dalam dosis 2 mg
daripada dosis 1 mg. Pemberian vitamin K oral yang diberikan tiap hari atau tiap
minggu sama efektif dengan profilaksis vitamin K IM (Anonymous, 2003).
D. Manfaat Tablet Besi (Fe)
Tablet Tambah Darah adalah tablet besi folat (Fe) yang setiap tablet
mengandung 200 mg Ferro Sulfat atau 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat
yang bermanfaat bagi wanita mengalami haid sehingga memerlukan zat besi untuk
mengganti darah yang hilang, wanita mengalami hamil, menyusui, sehingga
kebutuhan zat besinya sangat tinggi yang perlu dipersiapkan sedini mungkin
semenjak remaja, mengobati wanita dan remaja putri yang menderita anemia,
meningkatkan kemampuan belajar, kemampuan kerja dan kualitas sumber daya
25
manusia serta generasi penerus, dan meningkatkan status gizi dan kesehatan Remaja
Putri dan Wanita (Amiruddin, 2004).
26
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Menurut Notoatmodjo (2003) untuk memudahkan alur penelitian maka harus
dibuat kerangka konsep penelitian. Adapun skema kerangka konsep dalam penelitian
ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian.
Keterangan:
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Berdasarkan Gambar 3.1. kerangka konsep penelitian di atas bahwa variabel
yang akan diteliti adalah variabel tunggal yaitu pengetahuan ibu hamil tentang
pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir dengan sub variabel meliputi:
27
Ibu Hamil
Tingkat pengetahuan tentang pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir meliputi:PengertianManfaatDampak tidak diberikannya suntikan vitamin K
Kategori:BaikCukup baikKurang baik
pengertian, manfaat dan dampak tidak diberikannya suntikan vitamin K pada bayi
baru lahir. Sedangkan karakteristik ibu hamil yaitu umur, pekerjaan, pendidikan dan
paritas tidak diteliti, namun karakteristik tersebut dapat mempengaruhi tingkat
pengetahuan seseorang yang hanya dijadikan sebagai data penunjang. Tingkat
pengetahuan ibu hamil tentang pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir
dari masing-masing sub variabel diukur dengan menggunakan instrumen penelitian
berupa kuesioner.
Tingkat pengetahuan ibu hamil tentang pemberian suntikan vitamin K pada
bayi baru lahir yang telah diteliti dapat diperoleh hasil apakah termasuk dalam
kategori baik, cukup baik atau kurang baik. Pengetahuan yang baik diharapkan dapat
membentuk suatu sikap dan tindakan yang mengarah pada perilaku ibu hamil untuk
memberikan suntikan vitamin K pada bayi baru lahir.
28
B. Definisi Operasional
Variabel Sub variabel Definisi operasional Alat ukur
Cara Ukur
Skala Kategori
Pengetahuan ibu
hamil tentang
pemberian
suntikan vitamin
K pada bayi baru
lahir
Pengertian suntikan
vitamin K.
Segala sesuatu yang diketahui oleh ibu
hamil tentang pengertian suntikan
vitamin K pada bayi baru lahir.
Kuesioner Melihat
hasil
jawaban
responden
Ordinal 1. Baik, jika 76 – 100%.
2. Cukup baik, jika 56%- 75%
3. Kurang baik, jika ≤ 55 %
Manfaat pemberian
suntikan vitamin K
Segala sesuatu yang diketahui oleh ibu
hamil tentang manfaat pemberian
suntikan vitamin K pada bayi baru
lahir.
Kuesioner Melihat
hasil
jawaban
responden
Ordinal 1. Baik, jika 76 – 100%.
2. Cukup baik, jika 56%- 75%
3. Kurang baik, jika ≤ 55 %
Dampak tidak
diberikannya
suntikan vitamin K
Segala sesuatu yang diketahui oleh ibu
hamil tentang dampak tidak
diberikannya suntikan vitamin K pada
bayi baru lahir.
Kuesioner Melihat
hasil
jawaban
responden
Ordinal 1. Baik, jika 76 – 100%.
2. Cukup baik, jika 56%- 75%
3. Kurang baik, jika ≤ 55 %
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam hal ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan
utama membuat gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif yang digunakan
untuk memecahkan atau menjawab permasalahan dan situasi yang sedang
dihadapi sekarang (Notoatmodjo, 2003).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan dari subyek penelitian (Arikunto, 2006).
Populasi dalama penelitian ini adalah ibu hamil yang tinggal di desa Baleraja
wilayah kerja Puskesmas Gantar Kabupaten Indramayu pada bulan April 2009
sebanyak 152 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2003). Penentuan jumlah
sampel menggunakan rumus sebagai berikut:
30
dimana :
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d2 = presisi yang ditetapkan (10%)
Maka jumlah sampel dalam penelitian ini dibulatkan menjadi 60
responden.
Menurut Arikunto (2006), cara pengambilan sampel dengan menggunakan
sampel random (acak sederhana) sehingga peneliti akan memberi hak yang sama
kepada setiap responden untuk memperoleh kesempatan menjadi sampel
penelitian.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau unsur yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep penelitian tertentu
(Notoatmodjo, 2003). Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu
pengetahuan ibu hamil tentang pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir
dengan subvariabel meliputi: pengertian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir,
manfaat pemberian suntikan vitamin K, dan dampak tidak diberikannya suntikan
vitamin K pada bayi baru lahir.
D. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009 di Wilayah Kerja Puskesmas
Gantar Kabupaten Indramayu.
31
E. Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data pengetahuan responden menggunakan menggunakan
kuesioner/angket dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap paling benar.
Jumlah pernyataan dalam kuesioner sebanyak 30 butir yang terdiri dari 2 jenis
pernyataan yaitu pernyataan positif yang berisi pernyataan-pernyataan yang benar
sesuai dengan teori yang ada sedangkan pernyataan negatif berisi pernyataan-
pernyataan yang tidak sesuai dengan teori yang ada (Riduwan, 2005). Setiap
pernyataan dihubungkan dengan alternatif jawaban ”benar” dan ”salah”. Pada
pernyataan positif jika menjawab benar diberi nilai 1 dan jika menjawab salah
diberi nilai 0 sedangkan untuk pernyataan negatif jika menjawab benar diberi nilai
0 dan jika menjawab salah diberi nilai 1.
F.Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
1. Uji validitas
Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat itu benar-benar
mengukur apa yang diukur. Uji coba instrumentasi dilakukan dengan
menggunakan uji validitas item dan reliabilitas responden terhadap instrumen
tingkat pengetahuan. Uji coba dilakukan sebelum penelitian dengan menyebarkan
instrumen kepada 10 ibu hamil yang bukan merupakan responden penelitian di
wilayah kerja Puskesmas Gantar Kabupaten Indramayu.
Adapun untuk uji validitas menggunakan rumus korelasi product moment
sebagai berikut:
32
Menguji validitas konstruksi (construct validity), dilakukan dengan
analisis faktor menggunakan program Microsoft Excell lalu dimasukkan ke dalam
program SPSS (Statistical Product Solution Service) versi 12 dengan kaidah
keputusan:
Jika rhitung > rtabel, berarti valid
Jika rhitung < rtabel, berarti tidak valid (Arikunto, 2006).
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata lain sejauh mana
hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap bisa jika dilakukan pengukuran dua
kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang
sama (Notoatmodjo, 2003).
Adapun untuk uji reliabilitas menggunakan rumus Alpha sebagai berikut:
Mengetahui reliabilitas seluruh item dalam kuesioner dilakukan dengan
analisis faktor menggunakan program Microsoft Excell lalu dimasukkan ke dalam
program SPSS (Statistical Product Solution Service) versi 12 dengan kaidah
keputusan:
Jika rhitung > rtabel, berarti reliabel
Jika rhitung < rtabel, berarti tidak reliabel (Arikunto, 2006).
33
G. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data diperoleh dari dua jenis data yaitu:
1. Data Primer
Pengumpulan data yang diperoleh secara langsung dengan menyebarkan
kuesioner) kepada seluruh responden berupa jawaban responden terhadap
pernyataan -pernyataan di dalam kuesioner.
2. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari bidan desa tentang jumlah ibu hamil yang tinggal
di desa Baleraja di Wilayah Kerja Puskesmas Gantar Kabupaten Indramayu pada
bulan Mei 2009.
3. Perizinan Penelitian
Sebagai salah satu persyaratan untuk penelitian ini adalah diperlakukannya
perizinan baik dari tingkat lembaga-lembaga terkait dalam hal ini adalah Desa
Baleraja dimana peneliti melakukan penelitian.
4. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data ini dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut :
a. Memberikan informed consent kepada responden sebagai bentuk kese-
diaan responden dijadikan sampel penelitian.
b. Membagikan kuesioner kepada responden yang menjadi sampel
penelitian.
c. Memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan penelitian dan
memberikan petunjuk pengisian kuesioner.
34
d. Mengumpulkan lembar jawaban sebagai hasil pengumpulan data
primer dari responden dan melakukan cek ulang untuk memeriksa kelengkapan
identitas dan jawaban responden pada setiap pernyataan di dalam kuesioner.
e. Menghitung hasil jawaban responden serta memberikan skor.
H. Pengolahan Data dan Analisis Data
Sesuai dengan metodologi penelitian yang sederhana dimana peneliti
hanya menggambarkan atau mendeskripsikan suatu atau situasi yang ada secara
obyketif, maka pengambilan data dan analisis data sebagai berikut:
1. Pengolahan data
Data yang telah dikumpulkan akan diolah dengan tahap-tahap sebagai
berikut:
a. Editing
Tahap pemeriksaan kelengkapan data dan kesinambungan data serta
keseragaman data, jika terdapat kesalahan atau kekurangan dapat segera dilakukan
perbaikan.
b. Coding
Memberikan simbol-simbol tertentu (biasanya dalam bentuk angka) untuk
setiap jawaban.
c. Entri data
Memasukkan data melalui pengolahan komputer dengan menggunakan
SPSS versi 12 dan disajikan dalam bentul tabel distribusi frekuensi.
35
d. Tabulasi Data
Tabulasi data dengan mengelompokkan sesuai dengan variabel yang akan
diteliti guna memudahkan dalam menganalisisnya.
2. Analisis data
Analisa data yang digunakan adalah analisis deskriptif yaitu dengan
menganalisa frekuensi jawaban terhadap kuesioner dari sejumlah responden.
Menurut Arikunto (2006), teknik analisis data untuk variabel pengetahuan
menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
P : Presentase
X : Nilai jawaban
N : Jumlah item pertanyaan.
Menurut Arikunto (2006) hasil presentase diperoleh hasil presentase lalu
diinterpretasikan dengan menggunakan standar kriteria kualitatif sebagai berikut :
a. Kategori baik, jika hasil jawaban sebesar: 76 % - 100%.
b. Kategori cukup baik, jika hasil jawaban sebesar: 56 % - 75 %.
c. Kategori kurang baik, jika hasil jawaban sebesar : ≤ 55 %.
Menurut Arikunto (2006) dalam menginterpretasikan hasil perhitungan
distribusi frekuensi terhadap pengetahuan ibu hamil menggunakan skala kategori
sebagai berikut : 0% : tidak ada seorangpun; 1 – 5%: hampir tidak ada; 6 – 24%:
sebagian kecil; 25 – 49%: kurang dari setengahnya; 50%: setengahnya; 51 – 74%:
36
lebih dari setengahnya; 75 – 94%: sebagian besar; 95 – 99%: hampir seluruhnya;
dan 100%: seluruhnya.
37
BAB V
HASIL PENELITIAN
Pada bab V ini diuraikan data hasil penelitian dari jawaban responden
sebanyak 60 ibu hamil atas kuesioner yang dilakukan di Desa Baleraja wilayah
kerja Puskesmas Gantar Kabupaten Indramayu. Selanjutnya dianalisis
berdasarkan subvariabel pengetahuan ibu hamil tentang pengertian suntikan
vitamin K, manfaat pemberian suntikan vitamin K, dan dampak tidak
diberikannya suntikan vitamin K.
A. Karakteristik Ibu Hamil
Beberapa karakteristik ibu hamil yang didapat dari hasil pengumpulan data
sebagai berikut:
1. Umur Ibu Hamil
Karakteristik ibu hamil berdasarkan umur didapatkan responden termuda
berumur 19 tahun dan tertua berumur 35 tahun, dan rata-rata berumur 25 tahun.
Hasil penelitian yang didapat dari data responden berdasarkan karakteristik umur
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi berikut ini:
Tabel 5.1Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Menurut Umur
Kategori F %
< 20 tahun 7 11,67
20 – 30 tahun 38 63,33
31 – 40 tahun 15 25
Jumlah 60 100
38
Berdasarkan tabel 5.1 di atas diketahui bahwa lebih dari setengah (63,33
%) ibu hamil berumur 20 – 30 tahun dan sebagian kecil (11,67 %) ibu hamil
berumur 30 – 40 tahun.
2. Pendidikan Ibu Hamil
Karakteristik ibu hamil berdasarkan pendidikan disajikan pada tabel 5.2
berikut ini:
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Menurut Pendidikan
Kategori F %
SD 11 18,33
SMP 13 21,67
SMA 36 60
Jumlah 60 100
Berdasarkan tabel 5.2 di atas diketahui bahwa lebih dari setengah (60%)
pendidikan ibu hamil adalah SMA dan sebagian kecil (18,33%) ibu hamil adalah
SD.
3. Pekerjaan Ibu Hamil
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan disajikan pada tabel 5.3
berikut ini:
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Menurut Pekerjaan
Kategori F %Ibu Rumah Tangga 39 65Petani 10 16,67Pedagang 11 18,33Jumlah 60 100
39
Berdasarkan tabel 5.3 di atas diketahui bahwa lebih dari setengah (65%)
pekerjaan ibu hamil adalah ibu rumah tangga dan sebagian kecil (16,67%)
pekerjaan ribu hamil adalah petani.
4. Paritas Ibu Hamil
Karakteristik responden berdasarkan paritas atau jumlah balita dalam kelu-
arga disajikan pada tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Menurut Paritas
Kategori F %
Satu balita 22 36,67
Lebih dari satu balita 38 63,33
Jumlah 60 100
Berdasarkan tabel 5.4 di atas diketahui bahwa lebih dari setengah
(63,33%) ibu hamil memiliki lebih dari satu balita dalam keluarga.
B. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Suntikan Vitamin K
1. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Suntikan Vitamin K Pada Bayi Baru
Lahir
Pengetahuan ibu hamil tentang suntikan vitamin K pada bayi baru lahir
didapat dari hasil jawaban responden terhadap kuesioner nomor 1 sampai dengan
30, maka diperoleh hasil seperti pada tabel 5.5 berikut ini :
40
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
Suntikan Vitamin K Pada Bayi Baru Lahir
Kategori F %
Baik 37 61,67
Cukup baik 15 25
Kurang baik 8 13,33
Jumlah 60 100
Berdasarkan tabel 5.5 di atas diketahui bahwa pengetahuan ibu hamil
tentang suntikan vitamin K pada bayi baru lahir secara keseluruhan lebih dari
setengah (61,67%) termasuk kategori baik dan sebagian kecil (13,33 %) termasuk
kategori kurang baik.
2. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Pengertian Suntikan Vitamin K Pada
Bayi Baru Lahir
Pengetahuan ibu hamil tentang pengertian suntikan vitamin K pada bayi
baru lahir didapat dari hasil jawaban responden terhadap kuesioner nomor 1
sampai dengan 10, maka diperoleh hasil seperti pada tabel 5.6 berikut ini :
Tabel 5.6Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
Pengertian Suntikan Vitamin K Pada Bayi Baru Lahir
Kategori F %
Baik 33 55
Cukup baik 16 26,67
Kurang baik 11 18,33
Jumlah 60 100
41
Berdasarkan tabel 5.6 di atas diketahui bahwa pengetahuan ibu hamil
tentang pengertian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir lebih dari setengah
(55 %) termasuk kategori baik dan sebagian kecil (18,33 %) termasuk kategori
kurang baik.
3. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Manfaat Suntikan Vitamin K Pada
Bayi Baru Lahir.
Pengetahuan ibu hamil tentang manfaat suntikan vitamin K pada bayi baru
lahir didapat dari hasil jawaban responden terhadap kuesioner nomor 11 sampai
dengan 20, maka diperoleh hasil seperti pada tabel 5.7 berikut ini :
Tabel 5.7Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil TentangManfaat Suntikan Vitamin K Pada Bayi Baru Lahir
Kategori F %
Baik 34 56,67
Cukup baik 21 35
Kurang baik 5 8,33
Jumlah 60 100
Berdasarkan tabel 5.7 di atas diketahui bahwa pengetahuan ibu hamil
tentang manfaat suntikan vitamin K pada bayi baru lahir lebih dari setengah
(56,67%) termasuk kategori baik dan sebagian kecil (8,33%) termasuk kategori
kurang baik.
42
4. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Dampak Tidak Diberikannya
Suntikan Vitamin K Pada Bayi Baru Lahir
Pengetahuan ibu hamil tentang dampak tidak diberikannya suntikan
vitamin K pada bayi baru lahir didapat dari hasil jawaban responden terhadap
kuesioner nomor 21 sampai dengan 30, maka diperoleh hasil seperti pada tabel 5.8
berikut ini :
Tabel 5.8Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Hamil Tentang
Dampak Tidak Diberikannya Suntikan Vitamin K Pada Bayi Baru Lahir
Kategori F %
Baik 38 63,33
Cukup baik 14 23,34
Kurang baik 8 8,33
Jumlah 60 100
Berdasarkan tabel 5.8 di atas diketahui bahwa pengetahuan ibu hamil
tentang dampak tidak diberikannya suntikan vitamin K pada bayi baru lahir lebih
dari setengah (63,33%) termasuk kategori baik dan sebagian kecil (8,33%)
termasuk kategori kurang baik.
43
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan diantaranya yaitu:
1. Rancangan penelitian
Rancangan penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan variabel
tunggal sehingga penelitian ini hanya menggambarkan secara sederhana tentang
peristiwa yang sedang terjadi tanpa melihat hubungan dua variabel antara
pengetahuan tentang suntikan vitamin K dengan cakupan pemberian suntikan
vitamin K pada bayi baru lahir.
2. Tempat Penelitian
Keterbatasan yang berkaitan dengan tempat penelitian adalah peneliti
hanya mengambil satu desa wilayah kerja Puskesmas Gantar sehingga hasil
penelitian ini masih bersifat lokal dan tidak bersifat representatif yaitu belum
mewakili desa-desa yang ada di wilayah Puskesmas Gantar Kabupaten
Indramayu.
3. Instrumen Penelitian
Keterbatasan penelitian yang berkaitan dengan instrumen penelitian hanya
menggunakan kuesioner tanpa menggunakan wawancara, sehingga hasil
penelitian ini tanpa dilakukan evaluasi terhadap penyebaran kuesioner kepada
responden.
44
4. Sampel Penelitian
Keterbatasan penelitian yang berkaitan dengan sampel penelitian adalah
jumlah sampel yang terbatas sehingga peneliti banyak mengalami kendala
terutama mencari responden.
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian selanjutnya diuraikan pembahasan hasil
penelitian sebagai berikut:
1. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Suntikan Vitamin K Pada Bayi
Baru Lahir
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.5 diketahui bahwa
pengetahuan ibu hamil tentang suntikan vitamin K pada bayi baru lahir secara
keseluruhan lebih dari setengah (61,67%) termasuk kategori baik dan sebagian
kecil (13,33 %) termasuk kategori kurang baik. Hal ini ada kemungkinan
disebabkan oleh adanya karakteristik yang mendukung seperti yang terlihat pada
tabel 5.3 dapat dilihat bahwa lebih dari setengah (65%) pekerjaan ibu hamil
adalah ibu rumah tangga dan sebagian kecil (16,67%) pekerjaan ibu hamil adalah
petani. Menurut Notoatmodjo (2003) merupakan faktor yang mempengaruhi salah
satu domaIn pembentuk perilaku kesehatan yaitu pengetahuan yang sangat
dipengaruhi oleh ciri-ciri individu itu sendiri yang dapat digolongkan ke dalam
tiga kelompok yaitu ciri-ciri demografi (seperti jenis kelamin, dan umur), struktur
sosial (seperti pendidikan, dan pekerjaan), dan manfaat kesehatan (seperti
keyakinan pribadi) dan setiap individu mempunyai perbedaan-perbedaan
karakteristik atau ciri-ciri tersendiri yang akan mempengaruhi perilakunya.
45
Pengetahuan ibu hamil yang masih kurang baik tentang suntikan vitamin K
pada bayi baru lahir, sebaiknya bidan secara langsung mendatangi rumah ibu-ibu
hamil untuk menjelaskan pentingnya pemberian suntikan vitamin K bagi bayi
baru lahir. Selain itu juga bidan dapat bekerja sama dengan pamong desa dalam
memberikan penyuluhan berupa acara seminar sehari tentang manfaat suntikan
vitamin K pada bayi baru lahir.
2. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Pengertian Suntikan Vitamin K
pada Bayi Baru Lahir
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.6 diketahui bahwa
pengetahuan ibu hamil tentang pengertian suntikan vitamin K lebih dari setengah
(55 %) termasuk kategori baik dan sebagian kecil (18,33 %) termasuk kategori
kurang baik. Ini berarti lebih dari setengah ibu hamil mengetahui dengan baik
tentang definisi suntikan vitamin K antara lain sebagai makanan tambahan untuk
mencegah terjadinya pendarahan pada bayi baru lahir dan suntikan vitamin K
merupakan zat untuk proses pembekuan darah. Hal ini ada kemungkinan
disebabkan oleh karakteristik yang mendukung seperti yang terlihat pada tabel 5.2
bahwa lebih dari setengah (60%) pendidikan ibu hamil adalah SMA dan sebagian
kecil (18,33%) ibu hamil adalah SD. Makin tinggi tingkat pendidikan maka makin
tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang, sehingga ibu hamil yang
berpendidikan dasar akan berdampak pada rendahnya pengetahuan tentang
suntikan vitamin K yang berimplikasi pada pembentukan perilaku sehat seseorang
(Soekanto, 2002).
46
3. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Manfaat Suntikan Vitamin K
pada Bayi Baru Lahir
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.7 diketahui bahwa
pengetahuan ibu hamil tentang manfaat suntikan vitamin K lebih dari setengah
(56,67%) termasuk kategori baik dan sebagian kecil (8,33%) termasuk kategori
kurang baik. Ini berarti lebih dari setengah ibu hamil mengetahui dengan baik
tentang manfaat suntikan vitamin K untuk mencegah perdarahan, menghindari
perdarahan otak, menghindari resiko perdarahan minggu-minggu pertama
kehidupannya, yaitu usia 1-2 minggu hingga enam bulan, mencegah terjadinya
gangguan metabolisme tulang, dan mencegah terjadinya penyakit kuning pada
bayi prematur. Hal ini ada kemungkinan disebabkan oleh adanya karakteristik
yang mendukung seperti yang terlihat pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa lebih
dari setengah (63,33 %) ibu hamil berumur 20 – 30 tahun. Ini berarti ibu hamil
yang berumur antara 20 – 30 tahun merupakan usia produktif, dimana pada saat
umur tersebut mampu untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan.
Sedangkan ibu hamil yang berumur 30 – 40 tahun sebesar 11,67% memungkinkan
memperoleh informasi tentang pemberian suntikan vitamin K pada bayi baru lahir
lebih banyak karena dengan umur semakin tua semakin banyak pengalaman yang
didapatkan. Hal ini sesuai dengan teori menurut Notoatmodjo (2003) bahwa umur
merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang
yang dapat membentuk perilaku hidup sehat.
47
4. Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Manfaat Suntikan Vitamin K
pada Bayi Baru Lahir
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada tabel 5.8 diketahui bahwa
pengetahuan ibu hamil tentang dampak tidak diberikannya suntikan vitamin K
lebih dari setengah (63,33%) termasuk kategori baik dan sebagian kecil (8,33%)
termasuk kategori kurang baik. Ini berarti lebih dari setengah ibu hamil
mengetahui dengan baik mengenai dampak buruk jika bayi baru lahir tidak
diberikan suntikan vitamin K antara lain ada kemungkinan terjadinya kerusakan
otak, ada kemungkinan bayi tidak tumbuh normal dan tergantung seumur hidup
pada orang tuanya, terjadinya resiko perdarahan bertambah terutama pada
minggu-minggu pertama, menyebabkan tingginya resiko penyakit kuning, dan
menyebabkan resiko terjadinya perdarahan pada otak semakin bertambah.
Hal ini ada kemungkinan disebabkan oleh adanya karakteristik yang
mendukung seperti yang terlihat pada tabel 5.4 diketahui bahwa lebih dari
setengah (63,33%) ibu hamil memiliki lebih dari satu balita dalam keluarga. Ini
berarti ibu hamil yang memiliki lebih dari satu balita akan memungkinkan
memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam pemberian suntikan vitamin K
sehingga lebih banyak memperoleh informasi tentang suntikan vitamin K
dibandingkan dengan ibu hamil yang memiliki satu balita dalam keluarga.
Menurut Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa keadaan keluarga balita
merupakan indikator fisiologis dengan asumsi bahwa derajat kesehatan, kesakitan,
dan penggunaan pelayanan kesehatan tidak secara langsung berhubungan dengan
rendahnya cakupan pemberian suntikan vitamin K.
48
Pembahasan hasil penelitian di atas, memperlihatkan bahwa faktor
pengetahuan memegang peranan dalam menumbuhkan rasa tanggung jawab ibu
hamil terhadap kesehatan dirinya dan bayinya kelak lahir sehingga akan diperoleh
suatu manfaat dari pemberina suntikan vitamin K sehingga diharapkan terjadinya
peningkatan kesehatan bayinya. Menurut Notoarmojdo (2003), pemanfaatan
pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh komponen-komponen pendorong yang
menggambarkan faktor-faktor individu secara tidak langsung berhubungan
dengan penggunaan pelayanan kesehatan yang mencakup beberapa faktor,
terutama faktor pengetahuan ibu hamil tentang pemberian suntikan vitamin K
pada bayi baru lahir. Komponen pendukung antara lain kemampuan individu
menggunakan pelayanan kesehatan yang diperkirakan berdasarkan pada faktor
pendidikan, umur dan pekerjaan (Depkes RI, 2000).
Hal ini sejalan dengan pendapat Slamet (1999) yang menegaskan bahwa
wawasan pengetahuan dan komunikasi untuk pengembangan lingkungan yang
bersih dan sehat harus dikembangkan yaitu dengan pendidikan dan pengetahuan.
Dengan adanya pendidikan dan pengetahuan mendorong kemauan dan
kemampuan yang ditujukan terutama kepada ibu hamil sebagai anggota
masyarakat memberikan dorongan dan motivasi untuk menggunakan sarana
pelayanan kesehatan.
Peran bidan sebagai seorang pendidik harus memberikan pengetahuan
kepada ibu hamil tentang suntikan vitamin K melalui penyuluhan sehingga
pengetahuan ibu hamil tentang suntikan vitamin K menjadi lebih baik yang
49
diharapkan dapat berdampak pada pembentukan perilaku hidup sehat dengan
memberikan suntikan vitamin K pada bayi baru lahir.
50
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan penelitian dapat diambil atau dikemukakan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang pengertian suntikan vitamin
K pada bayi baru lahir, lebih dari setengah responden termasuk kategori baik.
2. Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang manfaat suntikan vitamin K
pada bayi baru lahir, lebih dari setengah responden termasuk kategori baik.
3. Gambaran pengetahuan ibu hamil tentang dampak tidak diberikannya
suntikan vitamin K pada bayi baru lahir, lebih dari setengah responden termasuk
kategori baik.
B. Saran
1. Bagi Bidan
Bidan sebaiknya selalu meningkatkan perannya sebagai pendidik, melalui
penyuluhan-penyuluhan kepada ibu-ibu hamil tentang pentingnya pemberian
suntikan vitamin K pada bayi baru lahir.
2. Bagi Puskesmas
Puskesmas hendaknya lebih melibatkan tokoh masyarakat atau pamong
desa dan Kelompok Peminat Ibu dan Anak (KPIA) dalam memberikan
penyuluhan tentang suntikan vitamin K pada bayi baru lahir.
51
3. Bagi Ibu Hamil
Bagi ibu hamil diharapkan untuk meningkatkan pengetahuannya tentang
suntikan vitamin K pada bayi baru lahir dengan mengikuti berbagai penyuluhan,
pendidikan dan latihan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Gantar dan tidak
segan-segan untuk bertanya kepada bidan desa tentang suntikan vitamin K pada
bayi baru lahir.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan diharapkan dapat memasukkan materi tentang
suntikan vitamin K pada bayi lahir pada proses kegiatan belajar mengajar
khususnya di Program Studi Kebidanan..
52