kunjungan studi dan observasi
DESCRIPTION
Perjalanan empat orang mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah UNY ke Kabupaten TegalTRANSCRIPT
25 Maret 2015, pukul 13.22 WIB,
Sekelompok mahasiswa duduk melingkar di taman Pasca Sarjana. Rapat!
Kata yang mereka gunakan untuk pertemuan tersebut. Ya! Walaupun
kami teman sekelas kami jarang nongkrong bareng (sibuk dengan urusan
masing-masing). Kata itu juga dipilih agar lebih terkesan WAH. Rapat
sore itu membahas tugas observasi/kunjungan studi lembaga PLS di
luar kota, di luar provinsi Yogyakata. Pertama mendengar tugas ini,
bayangan pertama yang terlintas di pikiran adalah liburan. Jadi tidak
heran saat sang ketua kelas menanyakan dan meminta alamat tempat
observasi, teman-teman menjawab; Bandung, Jakartah, Bali, Lombok,
Malang, WOW sekali bukan? tapi kenyataannya di Tegal, Magelang,
Sragen, .......dll (bukannya primodialisme dsb.), semacam perbandingan
180 derajat.
Kembali ke rapat. Kami memilih Tegal sebagai kota yang akan kami
kunjungi. Alasan utamanya adalah Tegal merupakan kota kelahiran dan
tumbuh berkembangnya Hilman. Iya, karena rumahnya Hilman di Tegal
jadi kami tidak usah pusing memikirkan tempat untuk tidur. Hilman
yang asli Tegal juga membuat kami yakin dan tenang, karena ada
seseorang yang tahu medan dan seluk-beluk kota Tegal. Hal yang
dibahas kemudian lembaga PLS macam apa yang akan kami observasi?
Usulan yang muncul adalah LPK Komputer dan Kursus Musik, dan
langsung diterima dengan suara absolute (karena kalian tahu jawaban
yang paling aman: terserah), oke tinggal meminta izin pihak lembaga
dan menunggu konfirmasi. Hal selanjutnya yang dibahas adalah, dengan
menggunakan transportasi apa kami dari Yogyakarta ke Tegal? Karen
kami menganut paham Demokratis, jadi kami berembug dan masing-
masing kepala mengeluarkan pendapat.
Adam mengusulkan motor
Hilman mengusulkan bus
Latif mengusulkan kereta, dan
Nurman mengusulkan pesawat
Pilihan jatuh dengan menggunakan motor, alasannya yaitu pertama,
lebih logis dan murah dibandingkan dengan yang lain (pesawat? behh...),
kedua karena kami adalah cowok sejati, Rider man! Udah seperti itu.
Karena kami dikejar waktu (semuanya sibuk), maka rapat pun disudahi.
Kesalahan kami adalah tidak mengantisipasi jikalau kami tidak
mendapat izin dari tempat yang kami pilih tadi.
4 April 2015, Pukul 18.30
(Hilman)
Setelah selesai latihan paduan suara di Student Center, bergegas aku
pacu kuda besiku menuju kosan tercinta. Seperti biasa sih kalau udah
sampai kosan rebahan dulu dikasur sambil buka-buka media sosial cek
BBM, Twitter, Path, Facebook, Instagram. Nah, disaat aku buka
instagram akun @tegalhits memposting foto, difoto tersebut
memperlihatkan sekelompok pemuda yang sedang sibuk menata buku.
Seketika aku penasaran dan kukepoin akun @tamanbaca3surau, di akun
tersebut ternyata terdapat CP (Contact Person) dari TBM Tiga Surau.
“Alhamdulillah Engkau mudahkan kami Ya Allah” batinku. Tepat waktu
itu juga kuhubungi langsung melalui Whatsapp (biar kekinian). Setelah
10 Menit pesanku terbaca dan dibalas oleh Pemilik nomer tersebut
yang akhirnya kami diperbolehkan mengunjungi TBM Tiga Surau. Itu
sedikit kisahnya, nah alasan saya memilih TBM Tiga Surau untuk
tempat observasi salah satunya yaitu semua pengurusnya adalah
pemuda. Saya pikir jarang sekali pemuda yang mau melakukan hal
positif semacam itu. Untuk membaca saja hanya beberapa persen,
pemuda sekarang sih lebih suka membaca status di media sosial
ketimbang membaca buku (Ya macam saya inilah). Jadi, ini membuat
motivasi bagi pemuda yang lainnya kalau kita bisa melakukan hal poitif
apapun mulai dari yang kecil. Seperti TBM Tiga Surau ini yang awal
mulanya dari nongkrong dan mengumpulkan buku-buku seadanya.
11 April 2015, pukul 08.45 WIB, Karangmalang, blok C 19A hari Sabtu,
tempat berkumpul sebelum keberangkatan.
Nurman sudah stand by di tempat (iya lah kosannya), Adam orang
pertama yang sampai. Disusul Latif 10 menit kemudian (telat) dan
Hilman, jangan ditanya lagi. Rencana semula berangkat tepat pukul
09.00 pun mundur menjadi 10.00, karena suatu hal dan lain-lain.
Ditandai dengan foto diatas motor dan diiringi doa bersama, perjalanan
dari Yogyakarta ke Tegal pun resmi dimulai. Berangkat!
Perjalanan ke kota Tegal memakan waktu 6 jam. Alhamdulillah selama
perjalanan lancar tanpa suatu halangan. Saking lancarnya sampai bosan,
duduk manis dimotor selama 6 jam dengan ruang gerak terbatas adalah
suatu ujian tersendiri untuk kami. Dari karokean sampai bermain rubik
dicoba untuk mengusir kebosanan. Melihat pemandangan? Yah kalian
bisa tahu apa apa yang ditemui sepanjang jalan Pantura. Tapi yang
terpenting kami selamat sehat wal’afiat. Kuncinya yaitu pengertian, jika
penggendara merasa lelah langsung diganti oleh pebonceng. Memasuki
kawasan dimana kendaraan berplat nopol “G” kami disambut hujan.
Batalah rencana beroto ria di landmark “Selamat Datang di Kota
Tegal”. Hujan sepanjang perjalanan menuju rumah Hilman membuat
pakaian basah (walaupun pakai mantel) dan kedinginan. Terimakasih
untuk Mamanya Hilman yang langsung menyambut kami dengan teh
hangat dan kue dorayaki ala Tegal.
Pukul 19.00,
di kamar Hilman kami persiapan untuk besok melakukan observasi,
merancang daftar pertanyaan wawancara, ceking surat ijin, plakat
sebagai kenang-kenangan dan mengkonfirmasi ke TBM Tiga Surau.
Sejauh ini semuanya berjalan sesuia rencana.
1 jam kemudian,
waktunya mengistirahatkan tubuh yang lelah ini, tubuh yang jelas jelas
bukan milik kami, begitupun hati dan otak. Namun kami terkadang
menyombongkan apa apa yang sesungguhnya milik Mu, Maha Segala.
selamat malam.
Esok paginya kami berangkat jam 09.00 karena janji dengan mas.... di
jam itu. Perjalanan ke TBM Tiga Surau sendiri memakan waktu kurang
lebih 1 jam dari rumah Hilman karena letaknya jauh, di dekat daerah
wisata Guci. Selain melakukan observasi tentunya kami juga
merencanakan sekalian holiday ke Guci, “sambil menyelam minum air”
kata Adam. Kami sempatkan untuk sarapan dengan menu khas Tegal
yaitu kupat ponggol. Mencarinya tidak mudah, terbayang oleh kami
kupat ponggol yang sebagai makanan khas Tegal dijual di warung makan.
Namun, yang kami temui tidak demikian. Hilman sebagai warga Tegal
mengajak kami makan di piggir jalan, depan toko (yang masih tutup),
dengan kondisi yang seadanya si Ibu menggelar jualannya. Rasa dari
kupat ponggol sendidir bagi kami lidah orang bukan Tegal “njelehi” kata
Nurman.
Sesampainya disana di desa Tuwel, tempat dimana TBM Tiga Surau
berada kami kesulitan untuk menemukan menemukannya. Kami sempat
bertanya ke beberapa warga tentang TBM Tiga Surau dan dimana
alamatnya.
Merasa miris karena warga yang masih dalam satu lingkup wilayah
dengan TBM tidak mengenal apalagi mengerti apa itu TBM. Mungkin
kondisi seperti ini juga terjadi di tempat lain dimana kawan
seperjuangan juga melakukan observasi yang sama. Untuk itulah
seharusnya kita sebagai mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah yang
menjadikan masyarakat sebagai bidang garapan, harus lebih kritis akan
kondisi masyarakat. Sekaligus lebih memperkenalkan apa itu Pendidikan
Luar Sekolah pada umumnya dan pentingnya pendidikan pada khususnya.
Kami juga sadar bahwa tugas observasi ini tidak ringan, selain
membawa harga diri kami juga mengemban nama sebuah lembaga
Pendidikan yang sudah terkenal seluruh Indonesia, tidak lain tidak
bukan adalah kampus kita tercinta ini, UNY.
Tentunya kami tidak menyerah untuk mencari, setengah desa mungkin
kami jelajahi. Dan akhirnya, berbekal sedikit informasi dari ibu-ibu
yang memiliki senyum ramah kami menemukan TBM Tiga Surau.
Bangunan yang sekaligus mushola (tempat ibadah umat muslim selain
masjid) berdiri menjulang di pinggir jalan. Dikatakan menjulang tinggi
karenan memang topografi wilayahnya yang pegunungan, walaupun tidak
teramat luas dan besar, sehingga saat hendak masuk kami harus
melewati beberapa anak tangga yang membuat orang “gendut” harus
menarik nafas panjang.
Rencana yang sedari pagi tadi berjalan mulus, sedikit terusik karena
kami menemukan ruangan yang dijadikan TBM sedang ramai riuh oleh
ibu-ibu pengajian. Sesampainya disana kami langsung mengirimkan
kabar pada mas Ozik bahwa kami sudah sampai, namun jawaban dari
pesan otomatis “nanti saya telepon balik, saya sedang makan”. Oke kami
orangnya cukup sabar untuk mengunggu. 10 menit pertama menunggu
kami masih asyik mengobrol berbagai hal. 10 menit kemudian perlahan
obrolan pun terasa garing, lawakan yang Nurman lontarkan nggak lucu
sama sekali, sumpah!. 5 menit kemudian yang terdengar adalah suara
cacing dalam perut yang tidak kalah merdu dari suara nyanyian Hilman.
Menunggu selama 25 menit dengan kondisi lapar dan seseorang yang
kita tunggu sedang huam.., huuham dengan biji keringat di dahi karena
kepedesan menyantap sambal beserta segala macam lalapan dan ikan
asin hasil dari laut Tegal, adalah ujian yang tingkat kesabarannya sama
dengan “menguras kolam renang olimpic dengan gayung ditangan” itu
perumpamaan yang dikatakan Latif.
Itu hanya imajinasi kami teman, karena efek kelaparan.
Beruntung lima menit kemudian mas Ozik menelfon dan mengabarkan
kami akan segera menuju TBM. Akhirnya pertemuan yang direncanakan
pun terlaksana. Mas Ozik, selaku ketua TBM bersama salah satu
pengurus sebut saja mas Egi segera mengajak kami menuju rumah salah
satu peserta perkumpulan ibu-ibu pengajian (karena TBM-nya masih
dipakai oleh ibu-ibu pengajian) yang sekaligus menjadi ketua dari bank
pengolahan sampah. Namun karena kami tidak bertemu dengan ibunya
langsung jadi kami kurang memiliki informasi tentang itu.
Duduklah enam manusia yang belum saling kenal berhadapan. Dibuka
dengan perkenalan, mas Ozik dan mas Egi memperkenalkan diri,
kemudian dari pihak kami, Adam, Nurman, Hilman, dan Latif bergantian.
Mulailah mas Ozik dan mas Egi menceritakan latar belakang berdirinya
TBM Tiga Surau. TBM Tiga Surau berdiri atas inisiatif dari
perkumpulan nongkrong dari pemuda-pemuda masyarakat desa. Mas
Ozik menegaskan kata “perkumpulan nongkrong” karena memang benar
wacana/ide awal pembuatan TBM muncul saat mereka sedang
nongkrong santai seperti biasanya. Atas dasar rasa prihatin kepada
anak-anak yang kekurangan bahan bacaan (hanya perpustakaan sekolah)
dan mereka yang bermain tidak jelas. Tujunan lainnya yaitu untuk
membentengi masyarakat dari pengaruh negatif dengan adanya obyek
wisata GUCI. Wisatawan dari segala macam daerah dengan kepribadian
beragam tak jarang membawa siat negatif, yang membuat GUCI
memiliki citra negati pula (pengakuan mas Egi sendiri). Selain itu mas
Egi menambahkan bahwa mereka termotivasi untuk menunjukan kepada
masyarakat sekitar bahwa anak nongkrong juga dapat melakukan
sesuau yang positif yang bermanfaat untuk masyarakat. Dari rundingan
ringan itulah disepakati dibuatnya Taman Bacaan Masyarakat.
Permsalahannya yang mereka hadapi kemudian adalah dimana TBM itu
didirikan. Karena modal yang terbatas dan atas ide dari salah satu
pemuda, maka diputuskan keberadaan TBM untuk sementara meminjam
sebagian tempat mushola. Semula mushola dibagi menjadi dua, lantai
bawah sebagai tempat sholat perempuan dan lantai atas untuk laki-laki.
Namun akhirnya lantai bawah semuanya digunakan untuk keperluan
TBM, walaupun terkadang ibu-ibu pengajian menggunakannya. Seperti
hal umumnya yang terjadi saat kita berniat berbuat baik, ada saja
pihak yang tidak menghargai usaha kita atau bahkan meremehkannya.
Begitu juga yang dialami oleh mas Ozik dan kawan-kawannya saat ide
membuat TBM disampaikan kepada tetua setempat. Dengan keyakinan
yang kuat dan usaha yang pantang menyerah untuk membuka pandangan
tetua akan pentingnya keberadaan TBM, akhirnya mereka berhasil
mendapatkan restu dari para tetua dan dierbolehkan menggunakan
sebagian temat dari mushola. Jadilah dengan modal yang sedanya
namun dengan niat yang bulat berdirilah TBM Tiga Surau pada tahun
2012. TBM Tiga Surau ini 100% swadaya msyarakat, yang berarti
segala kebutuhan biaya operasional TBM bersumber dari pengelola dan
masyarakat. Untuk itulah walaupun sampai sekarang TBM tetap
berjalan namun disana sini masih terdapat kekurangan. Salah satunya
tentang bangunan dan keberadaan TBM. Saat kami menanyakan apakah
menginginkan bangunan TBM sendiri, mereka dengan pasti mengiyakan
dan sedang mengusahakan Pembngunan gedung TBM. Kemudian kami
lanjut menanyakan apakah pemerintah (dalam hal ini perangkat desa)
sudah pernah memberikan bantuan. Dengan cepat mereka menjawab
tidak, semua ini murni dari kami dan masyarkat yang peduli. Kenapa bisa
demikian, apakah TBM tidak pernah meminta atau pemerintah yang
kurang peka? Iya, kami tidak meminta, biarkanlah mereka sadar
sendiri. Jujur kami malas berurusan dengan birokrasi yang berbelit.
Jikapun usaha kami berhasil (dalam arti mereka meminta dan
pemerintah memberikan bantuan) kami takut apa yang telah kami
usahakan sejauh ini diambil alih oleh pemerintah. Mereka ikut camur,
yang malah membuat kami merasa sudah tidak memiliki TBM ini lagi
sehingga kami sudah tidak totalitas dalam mengelolanya.
Ngomongin politik dan, pusing!
Di satu sisi kami mendukung dan sangat terinspirasikan semangat para
pengelola TBM Tiga Surau. Dengan totalitas mereka meluangkan
tenaga, waktu, tidak jarang juga mengeluarkan uang sendiri hanya
untuk TBM, “ini juga misi kemanusiaan mas, mencerdaskan anak-anak
desa kami, penerus bangsa, kami bahagia ketika melihat anak-anak
tertawa karena buku yang mereka baca. Itu bentuk kepuasan kami atas
apa yang telah kami perjuangkan” ucap mas Ozik. Super sekali bukan?
PLS banget bukan?
Namun disisi lain kami juga bingung, lalu apa yang dilakukan
pemerintah? Disaat gembar-gembor wajib pendidikan 12 tahun
diperbincangkan, mereka seolah menganggap angin lalu pendidikan yang
sederhana. Pendidikan yang dibuat oleh masyarakat dengan tujuan
untuk masyarakat, seolah dinomor duakan. Bukankah dalam suatu
sistem pembangunan, dimana masyarakat sebagai objek
pembangunannya harus dilibatkan aktif untuk turut serta, dalam hal ini
pembangunan dalam pendidikan.
Untuk menarik dan memperkenalkan TBM kepada masyarakat,
khususnya anak anak, pengelola membuat pamflet pengumuman dan
menyebarkannya disekitaran desa. Nama TBM Tiga Surau terinsirasi
dari terdaatnya tiga surau (mushola) di satu RW yang rutin
mengadakan perkumulan dzikir/pengajian. Koleksi awal yaitu dari
pengumulan buku-buku milik pribdi, kemudian ada kenalan mas Ozik di
luar kota yang mempunyai banyak koleksi buku dan bersedia
menyumbangkannya. Untuk saat ini TBM Tiga Surau sudah memiliki
koleksi buku sebanyak 1500 buah, baik novel, komik, buku cerita,
pelajaran dll. Sebagian besar berasal dari sumbangan banyak orang.
Untuk saat ini TBM masih tetap membuka donatur bagi siapa saja yang
ingin menyumbangkan segala macam jenis buku dapat menghubungi mas
Ozik lewat Facebook TBM Tiga Surau ataupun Instagram. Diakuinya
peran media sosial sangat besar dalam usaha memperbanyak koleksi
buku di TBM.
Dalam hal manajemen pendataan peminjaman dan pengembalian buku
TBM Tiga Surau sudah teratur. Guna memudahkan pendataan buku,
peminjam diharuskan sudah terdatar dan memiliki KTA, 1 orang
maksimal meminjam 3 buku, waktu penembalian maksimal 1 minggu. Jika
peminjaman melebihi waktu yang ditentukan peminjam dikenakan denda
uang sebesar Rp500/hari.
TBM Tiga Surau buka setiap hari Minggu pagi dan Jum’at sore. Kami
sudah merencanakan datang pada saat TBM buka, agar sekaligus dapat
melihat anak-anak. Sial bagi kami, rencana tersebut gagal. Mas Ozik
tidak mengabarkan pada kami bahwa hari Minggu ini tempat TBM
digunakan oleh ibu-ibu pengajian. Jadi saat datang kesana, kami tidak
menemui anak-anak yang membaca buku. Sedikit kecewa kami rasakan.
TBM Tiga Surau juga mempunyai program lain untuk anak-anak, seperti
lomba menggambar dan mewarnai yang rutin setiap tahun, menonton
bersama film bermuatan pesan moral dan pendidikan, dan belajar
bersama setiap malam Jum’at.
Senin, 12 April 2015
Setelah kemarin kami mengunjungi TBM Tiga Surau, hari ini kami sudah
memiliki janji dengan pengurus PKBM Sumber Ilmu, tempat kedua kami
melakukan observasi.
Kami berangkat dari rumah Hilman pada pukul 08.00 WIB, dengan
perkiraan kami sampai PKBM pada pukul 09.00 WIB. Sama seperti hari
sebelumnya, kami menyempatkan diri untuk sarapan ditengah
perjalanan. Setelah hampir kebingungan mencari tempat untuk sarapan,
kami memutuskan untuk memilih tempat makan di “Sambel Layah” yang
ada di Tegal. Karena alamat PKBM berada satu Jalan dengan tempat
kami makan, kami memperkirakan tidak berapa lama lagi kami akan
sampai di PKBM. Tetapi perkiraan meleset, kami bingung mencari
alamat PKBM, akhirnya setelah mondar mandir “menyetrika” jalan
tersebut, kami memutuskan untuk bertanya kepada salah satu warga di
sepanjang jalan tersebut. tidak seperti hari sebelumnya, kami
beruntung karena warga yang kami tanyai mengetahui alamat pasti
PKBM Sumber Ilmu. Ternyata alamat PKBM Sumber Ilmu telah kami
lewati, dan kami harus putar arah untuk sampai di PKBM Sumber Ilmu.
Dan akhirnya kami sampai di PKBM Sumber Ilmu yang beralamat di
Jalan Raya Utara, Adiwerna, Kab. Tegal.
Sesampainya di PKBM Sumber Ilmu, kami terkejut karena bangunan
PKBM Sumber Ilmu tidak seperti bangunan PKBM yang ada di Jogja.
Sampai di PKBM kami disambut oleh Bapak-bapak yang awalnya
mengaku sebagai Sekretaris di PKBM dan setalah kami mengamati
susunan pengurus disana ternyata benar, beliau merupakan Sekertaris
di PKBM Sumber Ilmu. Hhehehehe …
Disana kami diberitahu oleh beliau (Bapak Sekretaris) bahwa beliau
diutus oleh Kepala PKBM untuk menerima kami dalam rangka observasi.
Bapak Kepala PKBM sendiri berhalangan bisa menemui kami karena
sedang mengurus persiapan Ujian Nasional tingkat SMA sederajat.
Sebelum melakukan observasi kami disambut bak Raja, kami satu per
satu ditanyai mau makan dam minum apa, bebas.. dan kamipun disuguhi
makanan dan minuman yang sangat familiar disekitar kita, teh dan roti.
Dan observasi kami pun dimulai, kami semua entah mengapa berubah
menjadi orang yang pelupa, semua daftar pertanyaan yang sudah kami
persiapkan lupa semua, alhasil kami hanya sedikit berbincang-bincang
dan lebih banyak jalan-jalan memgamati apa yang ada di PKBM Sumber
Ilmu.
PKBM Sumber Ilmu … ya PKBM Sumber Ilmu yang menjadi salah satu
percontohan PKBM yang ada di Propinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2007,
PKBM ini menjadi juara umum PKBM terbaik di Indonesia. PKBM
Sumber Ilmu sendiri berdiri sejak tahun 1998 dan sejak awal berdiri
PKBM Sumber Ilmu tidak langsung beralamat di Jalan Raya Adiwerna,
tetapi awalnya beralamat di desa Harjosari terus selang 5 th pindah ke
jalan raya Adiwerna. Menurut bapak Ahmad awal berdiri PKBM hanya
memiliki program Keterampilan saja, dan terus berkembang. Untuk
sekarang ini program-program yang ada di PKBM ada banyak, antara
lain: Kejar Paket A, B, dan C, keaksaraan Fungsional, PAUD,
Keterampilan, TBM, dan lain-lain. Macam-macam keterampilan yang ada
disana antara lain: katerempilan Las, bengkel, KBU (jual bakso, tahu
aci), dan lain-lain. Jumlah tutor sendiri sekarang ada 38 orang.
Pada PKBM Sumber Ilmu untuk program kejar paket, paket A dan B
warga belajar tidak dipungut biaya sepeser pun alias Gratis dalam
menempuh program pembelajaran, karena menurut pak …..(sekretaris)
program kejar paket A dan B disubsidi oleh pemerintah. Sedang untuk
program kear paket C dikenakan biaya umtuk pendaftaran sebesar Rp.
30.000 dan SPP sebesar Rp. 30.000/bulan.
Setelah sekian lama kami berbincang-bincang dengan beliau, kami
memutuskan untuk melihat-lihat apa yang ada di PKBM Sumber Ilmu,
yang dahulu menjadi PKBM terbaik se-Indonesia dan sampai sebagai
PKBM percontohan di Propinsi, sebenarnya kami sempat bertanya-
tanya, apa yang membuat PKBM Sumber Ilmu menadi PKBM terbaik dan
percontohan di Indonesia???????
Itu adalah pertanyaan yang mudah tetapi tidak bisa dijawab oleh
beliau ..(sekretaris).
Disana kami melihat-lihat apa yang ada di PKBM, mulai dari Taman Baca
Masyarakat, PAUD, Warung makan, ruang keterampilan, dan lain-lain..
Karena kami kurang persiapan dan dari pihak PKBM juga tidak begitu
menguasai “seluk beluk” PKBM, beliau membaritahukan kepada kami
bahwa malam nanti akan ada kegiatan keterampilan Las, sebagai
pengganti kegiatan belajar mengajar, karena sedang ada Ujian
Nasional. Dan beliau juga bilang ke kami bahwa bapak Kepala PKBM
akan ada pada malam nanti..
Dengan muka kecewa kami pun pulang dari PKBM, dan berjanji malam
nanti akan datang untuk melihat-lihat kegiatan serta berbncang-
bincang langsung dengan Kepala PKBM..
Sekitar pukul 12.00 kami pulang dari PKBM Sumber Ilmu. Ditengah
cuaca Tegal yang terik dan Panas, Hilman bilang kepada kami semua,
mengajak kami untuk menikmati salah satu sajian minuman yang seger
dan juga salah satu minuman khas Tegal, Es Sagwan. Karena kami
semua, kecuali Hilman, belum pernah minum Es Sagwan kami pun
bergegas menuju salah satu tempat yang menjual Es Sagwan. Kami pun
menikmati sajian Es Sagwan yang kami pesan,, segerrrr
Setelah itu kami kembali pulang kerumah Hilman dan beristirahat
untuk persiapan malam nanti melakukan observasi lagi di PKBM Sumber
Ilmu.
Tepat pada pukul 19.00 WIB kami berangkat lagi dari rumah Hilman
menuju PKBM Sumber Ilmu. Selang 45 menit kami sampai PKBM dan
disana sudah mulai ada persiapan untuk keterampilan las. Sampai di
PKBM kami disambut oleh bapak-bapak yang sedang mempersiapkan
peralatan las dan hanya memakai kaos dan pakaian seadanya, dan kami
juga berbincang-bincang dengan warga belajar yang waktu itu ada di
PKBM. Setelah menunggu sekian lama kami dipersilahkan masuk untuk
menemui Kepala PKBM, dan yang membuat kami semua kaget dan
tercengang adalah sang Kepala PKBM adalah bapak-bapak yang tadi
kami temui, bapak yang sedang mempersiapkan peralatan las dan hanya
memakai kaos dan pakaian seadanya, ya beliau adalah bapak Aris
Nasrullah, Kepala PKBM Sumber Ilmu.
Kami pun dipersilahkan memasuki ruang kerja Kepala PKBM untuk
berbincang-bincang. Dan diawali dengan permintaan maaf pak Aris
kepada kami Karena tadi pagi tidak bisa menemui kami dan hanya bisa
diwakilkan oleh sekretaris PKBM karena beliau sedang malakukan
persiapai Ujian Nasional Paket C. setelah itu kami mulai bertanya yang
tadi pagi belum sempat di jawab. Mulai terkait PKBM, warga belajar,
tutor, dan lain-lain kami tanyakan kepada beliau.
Perbincangan kami pun dimulai dengan canda tawa dengan diawali dari
perkenalan diri kami kepada Pak Aris, setelah itu beliau juga
memperkenalkan diri dan mulai bercerita bagaimana beliau bisa menadi
Kepala di PKBM Sumber Ilmu tersebut. malam itu dari berbagai
pertanyaan yan tadi siang belum terjawab mulai terjawab sedikit demi
sedikit.. saat kami mulai bertanya mengapa dahulu PKBM ini bisa
menjadi “Juara Umum” PKBM di Indonesia, beliau juga sedikit bingung
karena beliau pada saat itu belum ada di PKBM jadi tidak bisa
menjawab dengan sempurna,
Dengan sedikit kata beliau memberitahukan, yang dengan singkat belau
mengucap Karena semua program-program yang
ada di PKBM Sumber Ilmu pada saat itu dapat berjalan semua dengan
output yang membanggakan..
Itu menjadi jawaban beliau atas rasa penasaran kami akan PKBM
tersebut,, ya memang kurang memuaskan tapi sudah sedikit membantu
kami
Setelah berbincang-bincang dengan Kepala PKBM kami diajak pak Aris
untuk melihat proses pengelasan yang ternyata baru pertama kali di
adakan di PKBM Sumber Ilmu. Disana sudah ada warga belajar yang
ikut membantu persiapan, diantara warga belajar yang ada disana, ada
warga belajar yang sebenarnya sedikit tidak cocok akan dunia
pengelasan, yaa ada seorang Perempuan yang ikut dalam proses
pengelasan tersebut,,
Tidak lama kemudian keterampilan las pun dimulai…
Disela-sela keterampilan, Hilman sempat berbincang-bincang kepada
Perempuan tersebut. Perempuan tersebut bernama Tika, gadis yang
umurnya tidak jauh beda dengan kami. Tika adalah salah satu warga
belajar di PKBM Sumber Ilmu, dia mempunyai semangat belajar yang
tinggi. Terbukti dia sudah hampir 6 tahun berada diPKBM, sekarang
sedang menempuh Kejar Paket C. Sempat kami tanya alasan sekolah di
PKBM, selain faktor ekonomi masalahnya dulu di sekolah yang membuat
dia berada di PKBM sekarang. Namun, walaupun hasil drop out dari
sekolahnya dulu Tika masih mempunyai semangat belajar yang tinggi.
Bahkan dia ingin melanjutkan ke perkuliahan. Sempat juga bertanya
tanya tentang UNY kampus kami, walaupun awalnya tidak tau yang dia
tau hanyalah kampus sebelah. Kami sedikit memberi pencerahan
tentang dunia perkuliahan mulai dari biayanya, waktu perkuliahan,
sampai kelulusannya, tak lupa sih memberi sedikit motivasi juga agar
dia makin mantap untuk melanjutkan kuliah. Tika ini orangnya asik
walaupun kami sempat nahan ketawa akibat logat dia yang medhok.
Pukul 21.30 WIB
Setelah sekian lama kami di PKBM, kami akhirnya memutuskan untuk
pamit pulang, sebelum kami pulang kami sempatkan diri untuk
memberikan kenang-kenangan kepada PKBM Sumber Ilmu berupa
plakat dan kami juga sempat berfoto bersama dengan pengalola PKBM
Sumber Ilmu.