lapkas inversio uteri
DESCRIPTION
Case presentationTRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kebesaran Allah SWT telah menciptakan keanekaragaman ilmu
pengetahuan alam semesta ini. Dan karena rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan case report ini.
Penyelesaian dari case report ini tidak terlepas dari peran serta dari berbagai pihak,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan kali ini izinkanlah penulis
menyampaikan terima kasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan
referat ini. Semoga Allah SWT membalasnya dengan memberikan imbalan yang setimpal
kepada kami.
Setiap manusia pasti memiliki kesalahan. Begitu pula dengan buah karya dari tangan
manusia itu sendiri yang masih memerlukan beberapa perbaikan dalam pembuatan case
report selanjutnya.
Karena itu penulis sangat memerlukan saran, kritik, dan komentar, agar dapat
dijadikan pedoman dalam pembuatan case report selanjutnya. Semoga case report ini dapat
berguna bagi para pembaca.
Cirebon, 30 Januari 2013
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... 1
DAFTAR ISI ..................................................................................................... 2
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA….....…………………………………....…. 5
2.1. Definisi ....................................................................................................... 5
2.2. Epidemiologi............................................................................................... 5
2.3. Etiologi.…………..……………………………………………………….. 5
2.4. Klasifikasi...……….………………………………………………………. 6
2.5. Gejala Klinis......…....…………………………………………………….. 9
2.6. Diagnosis...………………………………………………………...…...... 11
2.7. Penatalaksanaan………………………………………………………...... 12
BAB III. LAPORAN KASUS………………………………………………... 16
BAB 4. PEMBAHASAAN………………………………………………....... 23
BAB 5. KESIMPULAN…………………………………………………........ 25
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
Perdarahan pasca persalinan masih menjadi satu dari penyebab kematian ibu yang
paling banyak di seluruh dunia. Di Amerika Serikat, negara-negara industri dan negara
berkembangpun, perdarahan pasca persalinan masih menempati urutan pertama dari
tiga etiologi kematian ibu, disamping emboli dan hipertensi. WHO memperkirakan
bahwa ada lebih dari 585.000 kasus kematian ibu pada tahun 1990 diseluruh dunia,
dimana 25%nya akibat perdarahan pasca persalinan.1
Walaupun inversio uteri adalah kasus yang jarang, tetapi masih merupakan salah
satu penyebab dari perdarahan pasca persalinan dini. Inversio uteri adalah suatu
keadaan dimana fundus uteri terputar balik keluar, baik sebagian atau seluruhnya ke
dalam uterus atau ke dalam vagina, bahkan dapat juga keluar vagina. Pada keadaan
yang ekstrim, kita dapat menjumpai endometrium yang berwarna keunguan dengan
plasenta yang masih melekat.3-6
Berdasarkan sejarahnya inversio uteri dilaporkan pertama kali dalam kepustakaan
Ayuverde, yaitu sisem kesehatan Hindu (2500-600 SM). Hippocrates adalah orang yang
pertama kali mengetahui dan menamakan inversio uteri (460-370 SM). Arvicenna (980-
1037 SM) adalah seorang dokter Arab, yaitu orang yang pertama kali mendeskripsikan
dengan jelas diagnosis banding antara inversio uteri dengan prolapsus uteri.7,8
Angka kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka yang
berbeda dan bervariasi berkisar antara 1:10009 sampai 1:15.00010. Menurut Mc Cullagh
memperkirakan 1 kasus dari 30.000 kelahiran, sedangkan Mochtar R mencatat 1 dari
20.000 kelahiran, dan Watson juga mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, Hakimi mencatat
1:5000 sampai dengan 1:10.000 kelahiran.5,6 Di India kejadiannya 1 dari 8.573
persalinan, di Inggris 1 dari 27.992 persalinan, di Amerika 1 dari 23.127 persalinan7, di
Canada 1 dari 3737 persalinan11 dan di Peramcis 1 dari 20000 persalinan.12
Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan
merupakan kasus kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok bahkan
sampai menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat
terjadi tanpa gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan
3
keadaan yang serius dan fatal, dimana angka mortalitasnya cukup tinggi yaitu 15-70%
dari jumlah kasus.3,12
Upaya pencegahan dengan cara penatalaksanaan kala III yang baik yaitu dengan
cara memperhatikan saat dan cara yang tepat untuk melepaskan plasenta, melalui
tarikan yang ringan pada tali pusat setelah kontraksi uterus atau setelah ada tanda-tanda
lepasnya plasenta. Serta mengenal secara dini dan penatalaksanaan yang adekuat dapat
menurunkan angka kesakitan dan kematian.3,10
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum
uteri,dapat secara mendadak atau terjadi perlahan.6
Inversio Uteri adalah suatu keadaan dimana bagian atas uterus (fundus uteri )
memasuki kavum uteri sehingga fundus uteri sebelah dalam menonjol ke dalamkavum uteri, bahkan ke dalam vagina atau keluar vagina dengan dinding endometriumnya sebelah luar.5
Inversio Uteri adalah suatu keadaan dimana badan rahim berbalik, menonjol melaluiserviks (leher rahim) ke dalam atau ke luar vagina.6
II.2 Epidemiologi
Angka kejadian yang pasti dari beberapa peneliti mendapatkan angka yang berbeda
dan bervariasi berkisar antara 1:10009 sampai 1:15.00010. Menurut Mc Cullagh
memperkirakan 1 kasus dari 30.000 kelahiran, sedangkan Mochtar R mencatat 1 dari
20.000 kelahiran, dan Watson juga mencatat 1 dari 20.000 kelahiran, Hakimi mencatat
1:5000 sampai dengan 1:10.000 kelahiran.5,6 Di India kejadiannya 1 dari 8.573
persalinan, di Inggris 1 dari 27.992 persalinan, di Amerika 1 dari 23.127 persalinan7, di
Canada 1 dari 3737 persalinan11 dan di Peramcis 1 dari 20000 persalinan.12
Para ahli sepakat bahwa inversio uteri merupakan kasus yang serius dan merupakan
kasus kedaruratan obstetri, oleh karena dapat menimbulkan syok bahkan sampai
menimbulkan kematian. Walaupun ada beberapa kasus inversio uteri dapat terjadi tanpa
gejala yang berarti, tetapi tidak jarang kasus tersebut menimbulkan keadaan yang serius
dan fatal, dimana angka mortalitasnya cukup tinggi yaitu 15-70% dari jumlah kasus.2,10
II.3 Etiologi
Penyebab terjadinya inversio uteri belum dapat diketahui sepenuhnya dengan pasti
dan dianggap ada kaitannya dengan abnormalitas dari miometrium. Inversio uteri
5
sebagian dapat terjadi apontan dan lebih sering terjadi karena prosedur tindakan
persalinan dan kondisi ini tidak selalu dapat dicegah.3,6
Berdasarkan etiologinya inversio uteri dibagi menjadi dua, yaitu inversio uteri
nonobstetri dan inversio uteri puerperalis.9,11
Pada inversio uteri nonobstetri biasanya diakibatkan oleh perlengketan mioma uteri
submukosa yang terlahir, polip endometrium dan sarkoma uteri. yang menarik fundus
uteri ke arah bawah yang dikombinasikan dengan kontraksi miometrium yang terus
menerus mencoba mengeluarkan mioma seperti benda asing.11,12
Faktor-faktor predisposisi terjadinya inversio uteri pada yang berasal dari kavum
uteri antara lain; 1. Keluarnya tumor dari kavum uteri yang mendadak, 2. Dinding
uterus yang tipis, 3. Dilatasi dari serviks uteri, 4. Ukuran tumor, 5. Ketebalan tangkai
dari tumor, 6. Lokasi tempat perlekatan tumor.7
Pada inversio uteri purperalis dapat terjadi secara spontan, tetapi lebih sering
disebabkan oleh pertolongan persalinan yang kurang baik.3
Bila terjadi spontan, lebih banyak didapatkan pada kasus-kasus primigravida
terutama yang mendapat MgSO4 IV untuk terapi PEB2,3,4 dan cenderung untuk berulang
pada kehamilan berikutnya.2,8 Hal ini kemungkinan berhubungan dengan abnormalitas
uterus atau kelainan kongenital uterus lain. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
inversio uteri yaitu pada grandemultipara, atau pada keadaan atonia uteri, kelemahan
otot kandungan, atau karena tekanan intra abdomen yang meningkat, misalnya ada
batuk, mengejan ataupun dapat pula terjadi karena tali pusat yang pendek.3-6 Pada kasus
inversio uteri komplit hampir selalu akibat konsekuensi dari tarikan tali pusat yang kuat
dari plasenta yang berimplantasi di fundus uteri.11
Inversio uteri karena tindakan atau prosedur yang salah baik kala II ataupun kala III
sangat dominan disebabkan oleh faktor penolong (4/5 kasus)4,6. Dibuktikan bahwa lebih
banyak kasus didapatkan oleh tenaga tidak terlatih/dukun beranak dan hampir tidak
pernah oleh ahli kebidanan selama prakteknya mendapatkan kasus inversio uteri. Harer
dan Sharkly mendapatkan 76% kasus disebabkan oleh teknik penanganan persalinan
yang salah.3
6
Ada beberapa faktor penyebab yang mendukung untuk terjadinya suatu inversio uteri
yaitu:
A. Faktor predisposisi 3,4,8,10
1. Abnormalitas uterus
a. Plasenta adhesiva
b. Tali pusat pendek
c. Anomali kongenital (uterus bikornus)
d. Kelemahan dinding uterus
e. Implantasi plasenta pada fundus uteri (75% dari inversio spontan)
f. Riwayat inversio uteri sebelumnya
2. Kondisi fungsional uterus
a. Relaksasi miometrium
b. Gangguan mekanisme kontraksi uterus
c. Pemberian MgSO4
d. Atonia uteri
B. Faktor pencetus, antara lain:3,4,6,10
1. Pengeluran plasenta secara manual
2. Peningkatan tekanan intrabdominal, seperti batuk-batuk, bersin, mengejan dan
lain-lain.
3. Kesalahan penanganan pada kala uri, yaitu:
a. Penekanan fundus uteri yang kurang tepat
b. Prasat Crede
c. Penarikan tali pusat yang kuat
7
d. Penggunaan oksitosin yang kurang bijaksana
4. Partus presipitatus
5. Gemelli
II.4 Klasifikasi
Ada beberapa macam klasifikasi dari inversio uteri.
A. Berdasarkan gradasi beratnya:5,12
1. Inversio uteri ringan: jika fundus uteri terputar balik menonjol ke dalam
kavum uteri, tetapi belum keluar dari kavum uteri.
2. Inversio uteri sedang: jika fundus uteri terbalik masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat: bila semua bagian fundus uteri bahkan terbalik dan
sebagian sudah menonjol keluar vagina atau vulva.
B. Berdasarkan derajat kelainannya: 3,6,9,12
1. Derajat satu (inversio uteri subtotal/inkomplit): bila fundus uteri belum melewati
kanalis servikalis.
2. Derajat dua (inversio uteri total/komplit): bila fundus uteri sudah melewati
kanalis servikalis.
3. Derajat tiga (inversio uteri prolaps): bila fundus uteri sudah menonjol keluar dari
vulva.
C. Berdasarkan pada waktu kejadian:3,6,11
1. Inversio uteri akut: suatu inversio uteri yang terjadi segera setelah kelahiran
bayi atau plasenta sebelum terjadi kontraksi cincin serviks uteri.
2. Inversio uteri subakut: yaitu inversio uteri yang terjadi hingga terjadi kontraksi
cincin serviks uteri.
3. Inversio uteri kronis: yaitu inversio uteri yang terjadi selama lebih dari 4 minggu
ataupun sudah didapatkan gangren.
8
D. Berdasarkan etiologinya:9,11
1. Inversio uteri nonobstetri
2. Inversio uteri puerpuralis
II.5 Gejala Klinis
Inversio uteri sering kali tidak menampakkan gejala yang khas, sehingga dignosis
sering tidak dapat ditegakkan pada saat dini. Syok merupakan gejala yang sering
menyertai suatu inversio uteri.3,4,5,12 Syok atau gejala-gejala syok terjadi tidak sesuai
dengan jumlah perdarahan yang terjadi, oleh karena itu sangat bijaksana bila syok yang
terjadi setelah persalinan tidak disertai dengan perdarahan yang berarti untuk
memperkirakan suatu inversio uteri.7,8,9 Syok dapat disebabkan karena nyeri hebat,
akibat ligamentum yang terjepit di dalam cincin serviks dan rangsangan serta tarikan
pada peritoneum atau akibat syok kardiovaskuler.6,10,11
Perdarahan tidak begitu jelas, kadang-kadang sedikit, tetapi dapat pula terjadi
perdarahan yang hebat, menyusul inversio uteri prolaps dimana bila plasenta lepas atau
telah lepas perdarahan tidak berhenti karena tidak ada kontraksi uterus. Perdarahan
tersebut dapat memperberat keadaan syok yang telah ada sebelumnya6,10,11 bahkan dapat
menimbulkan kematian. Dilaporkan 90% kematian terjadi dalam dua jam postpartum
akibat perdarahan atau syok.10
Pada pemeriksaan palpasi, didapatkan cekungan pada bagian fundus uteri, bahkan
kadang-kadang fundus uteri tidak dijumpai dimana seharusnya fundus uteri dijumpai
pada pemeriksaan tersebut. Pada pemeriksaan dalam teraba tumor lunak di dalam atau
di luar serviks atau di dalam rongga vagina, pada keadaan yang berat (komplit) tampak
tumor berwarna merah keabuan yang kadang-kadang plasenta masih melekat3,4 dengan
ostium tuba dan endometrium berwarna merah muda dan kasar serta berdarah.5,10
Tetapi hal ini dibedakan dengan tumor / mioma uteri submukosa yang terlahir, pada
mioma uteri yang terlahir, fundus uteri masih dapat diraba dan berada pada tempatnya
serta jarang sekali mioma submukosa ditemukan pada kehamilan dan persalinan yang
9
cukup bulan atau hampir cukup bulan.12 Pada kasus inversio uteri yang kronis akan
didapatkan gangren dan strangulasi jaringan inversio oleh cincin serviks. 11
Mengingat kasus ini jarang didapatkan dan kadang-kadang tanpa gejala yang khas
maka perlu ketajaman pemeriksaan dengan cara :6
1. Meningkatkan derajat kecurigaan yang tinggi
2. Palpasi abdomen segera setelah persalinan
3. Periksa dalam
4. Menyingkirkan kemungkinan adanya ruptur uteri
II.6 Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosis inversio uteri didapatkan tanda-tanda sbb :5,10
A. Pada penderita pasca persalinan ditemukan :
1. Nyeri yang hebat
2. Syok / tanda-tanda syok, dengan jumlah perdarahan yang tidak sesuai
3. Perdarahan
4. Nekrosis / gangren / strangulasi
B. Pada pemeriksaan dalam didapatkan :
1. Bila inversio uteri ringan didapatkan fundus uteri cekung ke dalam
2. Bila komplit, di atas simfisis uterus tidak teraba lagi, sementara di dalam vagina
teraba tumor lunak
3. Kavum uteri tidak ada ( terbalik )
II.7 Penatalaksanaan
Mengingat bahaya syok dan kematian maka pencegahan lebih diutamakan pada
persalinan serta menangani kasus secepat mungkin setelah diagnosis ditegakkan.
10
A. Pencegahan3,4,11
1. Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya inversio uteri,
terutama pada wanita dengan predisposisinya.
2. Jangan dilakukan tarikan pada tali pusat dan penekanan secara Crede sebelum ada
kontraksi.
3. Penatalaksaan aktif kala III dapat menurunkan insiden inversio uteri.
4. Tarikan pada tali pusat dilakukan bila benar-benar plasenta sudah lepas.
B. Pengobatan7
1. Perbaikan keadaan umum dan atasi komplikasi
2. Reposisi.1,2
Pada kasus yang akut biasanya dicoba secara manual dan bila gagal dilanjutkan
metode operatif, sedangkan pada kasus yang subakut dan kronis biasanya
dilakukan reposisi dengan metode operatif.
a. Manual : cara Jones, Johnson, O’Sullivan
b. Operatif:
- Transabdominal : cara Huntington, Haulstain
- Transvaginal : cara Spinelli, Kustner, Subtotal histerektomi
Keberhasilan penatalaksanaan dari inversio uteri tergantung dari deteksi penyakit
yang lebih cepat. Semakin lama uterus terbalik maka semakin sulit untuk
mengembalikannnya. Terapi terhadap hipovolemia dan syok sebaiknya diberikan segera
dengan jarum intravena besar (18) dan penggantian cairan.10 Penggantian cairan yang
hilang diberikan dengan larutan kristaloid selama 15-30 menit. Volume dari resusitasi
awal dihitung sebanyak tiga kali dari perkiraan darah yang hilang. Dipertimbangkan
untuk memasang akses intravena tambahan, kesiapan anestesia, persiapan kamar
operasi, dan asisten bedah. Lakukan pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit dan
faktor pembekuan, golongan darah. Lakukan transfusi darah. Monitor tanda vital ibu
sesering mungkin oleh satu individu. Pasang kateter menetap untuk menilai pengeluaran
11
urin. Pemberian antibiotika bermanfaat untuk mencegah timbulnya sepsis
paskapersalinan.10
Oksitosin sebaiknya ditunda dan dicoba resposisi uterus secara manual melalui
vagina. Kebanyakan penulis merekomendasikan usaha reposisi secara manual sebelum
plasenta dilepaskan dan sebelum tindakan reposisi secara operatif dilakukan.12 Bila
plasenta dilepaskan sebelum reposisi intrauterin, pasien beresiko untuk mengalami
kehilangan darah dan syok. Plasenta biasanya akan mudah dilepaskan setelah reposisi.
A. Reposisi manual cara Johnson
Pada kebanyakan kasus plasenta telah lepas, jika plasenta belum lepas atau
sudah lepas tetapi belum dilahirkan maka plasenta dilepaskan setelah reposisi
berhasil atau dilakukan bersama-sama. Bila plasenta dilepaskan sebelum reposisi
maka dapat terjadi perdarahan hebat. Reposisi manual yang tervaforit adalah dengan
metode Johnson (1949). Teknik dari metode Johnson yaitu memasukkan seluruh
tangan ke dalam jalan lahir, sehingga ibu jari dan jari-jari yang lain pada cervical
utero junction dan fundus uteri dalam telapak tangan. Uterus diangkat ke luar dari
rongga pelvis dan dipertahankan di dalam rongga abdomen setinggi umbilikus.
Tindakan ini membuat peregangan dan tarikan pada ligamentum rotundum akan
memperlebar cincin servik, selanjutnya akan menarik fundus uteri ke arah luar
melewati cekungan. Bila spasme miometrium dan kontriksi cincin menghambat
reposisi dapat diberikan anestesi seperti halothane atau tokolitik . MgSO4 dapat
diberikan intravena 1 g permenit selama 4 menit. Bila tidak efektif dapat diberikan
terbutaline 0,125-0,25 mg intravena,4,6,9 ritrodrine 0,150 mg intravena. Bahkan
nitroglycerin dapat digunakan untuk secara efektif merelaksasikan cincin konstriksi
menggantikan kebutuhan akan anestesia umum.Untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan maka posisi tersebut dipertahankan selama 3 – 5 menit hingga fundus
uteri berangsur – angsur bergeser dari telapak tangan. Setelah uterus direposisi,
tangan operator tetap didalam kavum uteri hingga timbul kontraksi uterus yang
keras dan hingga diberikan oksitosin intravena.3,6,8,9 Beberapa penulis menganjurkan
pemberian oksitosin atau ergot alkaloid dan pemasangan tampon uterovaginal
diteruskan sampai 24 jam.8,9,11 Pada keadaan dimana kontraksi uterus tetap lemah
12
dapat ditambahkan dengan injeksi Prostin 15M (15[s]-15 methyl prostaglandin)
intravenous.2,7
B. Reposisi manual cara Jones
Jari tangan yang terbungkus handscoen ditempatkan pada bagian tengah dari
fundus uteri yang terbalik, sementara itu diberikan tekanan ke atas secara lambat.
Sementara itu serviks ditarik dengan arah yang berlawanan dengan ring forceps.9
C. Reposisi manual cara O’Sullivan
O’Sullivan pertama kali menggunakan tekan hidrostatis untuk mereposisi
inversio uteri pueperalis (1945). Dua liter cairan garam fisiologis ditempat pada
tiang infus dan lebih kurang dua meter dari permukaan lantai. Dua buah tube karet
ditempatkan pada fornik posterior vagina. Sementara itu cairan dibiarkan mengalir
cepat, dan tangan operator menutup introitus untuk mencegah keluar cairan.
Dinding vagina mulai teregang dan fundus uteri mulai terangkat. Setelah inversio
terkoreksi, cairan dalam vagina dikeluarkan secara lambat. Kemudian pasien diberi
0,5 mg ergonovine intravena. Lalu diberikan infus 1000 cc dekstrose 5% dengan
oksitosin 20 unit. Reposisi dari uterus biasanya didapatkan dalam 5-10 menit. 6,8,9
D. Reposisi operatif cara Huntington
Pada tindakan reposisi operatif perabdominam sebaiknya dicoba dahulu
dengan cara Huntington. Pendekatan Huntington yaitu setelah tindakan laparatomi
dilanjutkan dengan menarik fundus uteri secara bertahap dengan bantuan forsep
Allis. Forsep Allis dipasang + 2 cm di bawah cincin pada kedua sisinya, kemudian
ditarik ke atas secara bertahap sampai fundus uteri kembali pada posisinya semula.
Selain tarikan ke atas maka dorongan dari luar ( pervaginam ) oleh asisten
akan mempermudah pelaksanaan prosedeur tersebut.3,6,8,9
E. Reposisi operatif cara Haultin
13
Pada reposisi dengan cara Haultin, dilakukan insisi longitudinal sepanjang
dinding posterior uterus dan melalui cincin kontriksi. Jari kemudian dimasukkan
melalui insisi ke titik di bawah fundus uteri yang terbalik dan diberikan tekanan
pada fundus atau tekanan secara simultan dari tangan asisten. Bila reposisi telah
komplit, luka insisi dijahit dengan jahitan terputus dengan chromic.9
F. Reposisi operatif cara Spinelli
Tindakan operatif menurut Spinelli dilakukan pervaginam yaitu dengan cara
dinding anterior vagina dibuat tegang berlawanan dengan arah tarikan dari retraktor
dan dilakukan insisi transversal tepat di atas portio anterior. Kemudian plika
kandung kemih dipisahkan dari serviks dan segmen bawah rahim. Insisi mediana
dibuat melalui serviks pada jam 12, secara komplit membagi cincin konstriksi. Insisi
dilakukan pada linea mediana sampai fundus uteri. Uterus dibalik dengan cara
telunjuk mengait ke dalam insisi pada permukaan endometrium yang terbuka dan
membuat tekanan yang berlawanan dengan ibu jari pada bagian peritoneal.9
G. Reposisi operatif cara Kustner
Tindakan operatif menurut Kustner dilakukan pada inversio uteri kronis.
Dengan cara membuka dinding posterior kavum douglas. Dilakukan kolpotomi
transversa transvaginal dengan insisi sedalam ketebalan serviks pada jam 6 sampai
dinding posterior uterus. Kemudian dengan menggunakan ibu jari uterus direversi
sepanjang sisi insisi. Setelah uterus direversi, insisi dinding posterior uterus dan
servik diperbaiki, demikian juga dengan insisi transversa dan kolpotomi pada
vagina. Luka ditutup dengan jahitan terputus dan uterus ditempatkan kembali ke
dalam kavum pelvis.2,3
Bila inversio uteri sudah terjadi gangren atau inversio uteri terjadi pada wanita
yang usianya sudah mendekati akhir masa reproduksi dapat dilakukan
histerektomi pervaginam.2,6
Kerugian dari teknik ini adalah mempunyai resiko yang besar untuk terjadinya
perlengketan pelvis. Pada kehamilan selanjutnya dapat terjadi ruprura uteri yang
tersembunyi.
14
H. Subtotal vaginal histerektomi
Dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus dengan benang
zeyde no.1 untuk hemostasis. Kemudian dilakukan sayatan melingkar pada korpus
uterus distal dari jahitan sedikit demi sedikit sehingga tidak mengenai organ
adneksa yang terperangkap di kantung inversio. Perdarahan yang terjadi dirawat.
Keadaan pangkal tuba ovarium, ligamentum rotundum dan jaringan lain
dievaluasi. Dengan bantuan sonde transuretra diidentifikasi vesika urinaria.
Selanjutnya dilakukan jahitan seperti rantai melingkari korpus uterus tahap II
kurang lebih 2 cm di luar introitus vagina. Setelah itu dilakukan pemotongan
melingkar lagi terhadap korpus uterus di bagian distal jahitan tahap II. Langkah
selanjutnya kedua ligamen rotundum diklem, dipotong dan dijahit dengan chromic
catgut no.2. Jika diyakini tidak ada perdarahan, tunggul uterus dimasukkan ke
dalam vagina. Operasi selesai.12
II.8 Prognosis
Walaupun inversio uteri kadang-kadang terjadi tanpa banyak gejala dan penderita
tetap dalam keadaan baik, tetapi sebaliknya dapat pula terjadi keadaan darurat sampai
terjadi kematian penderita baik karena syoknya sendiri ataupun karena perdarahannya.
Kematian karena kasus inversio uteri cukup tinggi yaitu 15 – 75% dari kasus. Oleh
karena itu makin cepat dan tepat diagnosis ditegakkan dan segera dilakukan tindakan
reposisi, maka prognosisnya makin baik. Sebaliknya makin lambat diatasi maka
prognosisnya menjadi buruk. Akan tetapi bila penderita dapat bertahan dengan keadaan
tersebut setelah 48 jam maka prognosisnya berangsur – angsur menjadi baik.3,12
15
BAB III
LAPORAN KASUS
Data Pasien Data Suami
Nama : Ny. E/SMA Nama : Tn. F/SMA
Umur : 20 tahun Umur : 20 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Sukapura, Kejaksan
Tanggal masuk RS : 01-01-2013 Waktu : Pk 20:35 WIB
Rujukan : Bidan Neny Agustiani
Keterangan rujukan : P1A0 Postpartum dengan perdarahan
Tindakan yang dilakukan : Tampon
III.1 Anamnesa
Keluhan Utama
Keluar darah pasca persalinan dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang
Wanita P1A0 datang ke VK RSUD Gunung Jati pada tanggal 01 Januari 2013 pada
pukul 20.35 WIB. OS datang karena mengeluh keluar darah dari jalan lahir setelah
melahirkan pada jam 19.40 WIB di bidan. OS juga mengeluh sesak nafas dan sakit di
daerah kemaluan. Perdarahan mulai terjadi pada pukul 20.00 WIB di perdarahan terjadi
terus menerus. Kemudian OS dirujuk oleh bidan ke Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak didapatkan riwayat penyakit terdahulu.
Riwayat Operasi
Riwayat operasi disangkal oleh pasien.
Riwayat Pernikahan
Pasien mengaku, ini merupakan kehamilan dari pernikahan yang pertama dengan lama
perkawinan adalah 9 bulan.
16
Riwayat Obstetri
NO KEHAMILAN/PARTUS UMUR KEADAAN ANAK KET
1. Sekarang -
Kehamilan Sekarang
Hari pertama haid terakhir (HPHT) : 12-04-2012
Hari perkiraan lahir (HPL) : 19-01-2013
Riwayat ANC
-
III.2 Status Praesens
Keadaan Umum : Sedang
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 80/50 mmHg
Frekuensi Nadi : 111 kali/menit
Frekuensi Nafas : 38 kali/men it
Suhu : 36,7C
Tinggi Badan : 156 cm
Berat Badan : 58 kg
Konjungtiva Anemis : Anemis
Konjungtiva Ikterik : Tidak
Mammae : Simetris dan puting menonjol
Jantung : BJ I/II reguler dan tidak ada suara jantung tambahan
Paru-paru : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Edema :
III.3 Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar
Tinggi Fundus Uteri : Tidak teraba (tidak dapat dinilai)
Letak Anak : -
DJJ : -
His : -
17
- -
- -
Pemeriksaan Dalam
Keluar darah banyak pervaginam, terpasang tampon dua rol dari bidan, dilakukan
eksplorasi didapatkan stolsel lebih kurang 300cc dan teraba massa atau uterus yang
terputar, tampak rupture perineum.
III.4 Pemeriksaan Penunjang
Darah
Pukul 20.46
Leukosit : 23,1 x 103/mm3
Eritrosit : 3,69 x 106/mm3
Hemoglobin : 9,4 gr/dL
Hematokrit : 30,7 %
Trombosit : 323 x 103/mm3
Prokalsitonin : 0,221 %
DIFF
% Limfosit : 9,5 L Limfosit : 2,1 103/mm3
% Monosit : 6,0 L Monosit : 1,3 L 103/mm3
% Granulosit : 84,5 H Granulosit : 19,7 H 103/mm3
Pukul 22.19
Leukosit : 34,3 x 103/mm3
Eritrosit : 1,89 x 106/mm3
Hemoglobin : 5,1 gr/dL
Hematokrit : 15,6 %
Trombosit : 296 x 103/mm3
Prokalsitonin : 0,203 %
DIFF
% Limfosit : 11,6 L Limfosit : 3,9 103/mm3
% Monosit : 9,0 L Monosit : 3,0 L 103/mm3
% Granulosit : 79,4 H Granulosit : 27,4 H 103/mm3
III.5 Diagnosis
P1A0 partus maturus spontan dengan perdarahan post partum ec Inversio Uteri
18
III.6 Penatalaksanaan
Terapi: Pemberian Infus RL+Koloid
Drip Tramadol 1 amp
Inj. Epinephrine 1 amp
Tranfusi darah (PRC) 4 labu
Monitoring: Perbaiki KU, pasang alat monitor TTV
III.7 Resume
Wanita P1A0 datang ke VK RSUD Gunung Jati pada tanggal 01 Januari 2013 pada
pukul 20.35 WIB. OS datang karena mengeluh keluar darah dari jalan lahir setelah
melahirkan pada jam 19.40 WIB di bidan. OS juga mengeluh sesak nafas dan sakit di daerah
kemaluan. Perdarahan mulai terjadi pada pukul 20.00 WIB di perdarahan terjadi terus
menerus. Kemudian OS dirujuk oleh bidan ke Rumah Sakit.
Status Praesens
Keadaan Umum : Sedang
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 80/50 mmHg
Frekuensi Nadi : 111 kali/menit
Frekuensi Nafas : 38 kali/men it
Suhu : 36,7C
Tinggi Badan : 156 cm
Berat Badan : 58 kg
Konjungtiva Anemis : Anemis
Konjungtiva Ikterik : Tidak
Mammae : Simetris dan puting menonjol
Jantung : BJ I/II reguler dan tidak ada suara jantung tambahan
Paru-paru : Vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Edema :
19
- -
- -
Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan Luar
Tinggi Fundus Uteri : Tidak teraba (tidak dapat dinilai)
Pemeriksaan Dalam
Keluar darah banyak pervaginam, terpasang tampon dua rol dari bidan, dilakukan
eksplorasi didapatkan stolsel lebih kurang 300cc dan teraba massa atau uterus yang terputar,
tampak rupture perineum.
Pemeriksaan Penunjang
Darah
Pukul 20.46
Leukosit : 23,1 x 103/mm3
Eritrosit : 3,69 x 106/mm3
Hemoglobin : 9,4 gr/dL
Hematokrit : 30,7 %
Trombosit : 323 x 103/mm3
Pukul 22.19
Leukosit : 34,3 x 103/mm3
Eritrosit : 1,89 x 106/mm3
Hemoglobin : 5,1 gr/dL
Hematokrit : 15,6 %
Trombosit : 296 x 103/mm3
20
III.8 Follow Up Kamar Bersalin
01 Januari 2013
Jam TD N RR T
20.35 80/50 mmHg 111 x/menit 38 x/menit 36,3C
20.50 80/50 mmHg 108 x/menit 38 x/menit 36,5C
21.05 70/50 mmHg 116 x/menit 36 x/menit 36,3C
21.20 68/50 mmHg 113 x/menit 37 x/menit 36,0C
21.35 67/48 mmHg 112 x/menit 36 x/menit 35,8C
21.50 72/54 mmHg 118 x/menit 35 x/menit 36,0C
22.05 77/58 mmHg 118x/menit 33x/menit 36,2C
22.20 75/58 mmHg 115 x/menit 30 x/menit 35,9C
22.35 74/57 mmHg 115 x/menit 32 x/menit 35,5C
22.50 81/63 mmHg 125 x/menit 26 x/menit 36,2C
23.05 55/35 mmHg 102 x/menit 33 x/menit 35,2C
23.20 40/palpasi 35,0C
Pk. 20.40
Pervaginam keluar darah banyak, terpasang tampon 2 roll dari bidan. Dilakukan
eksplorasi didapatkan stolsel 300cc dan teraba massa seperti uterus yang terputar.
Tampak ruptur perineum dan dilakukan hecting jelujur.
Pk. 21.40
Konsul kepada dokter jaga ruangan dikarenakan pasien gelisah.
Advis: loading RL+Koloid
Pre Transfusi 2 kolf
Konsul dr. Hardiansyah, Sp.OG (tunggu balasan)
Pk. 23.00
Konsul kepada dr. Doddi, Sp.OG dikarenakan pasien kembali gelisah dan sesak.
Advis: Perbaiki KU
Transfusi 4 kolf
Infus RL+Tramadol (perlahan)
21
Rawat VK
Pk. 23.10
Pasien mengalami apneu RJP (+) Bagging (+) diinjeksikan epinefrin 1 ampul
apneu(+) RJP(+) Bagging(+)
Pk. 23.40
Apneu(+), pupil midriasis maksimal, EKG flat, pasien dinyatakan meninggal dunia
oleh dokter jaga ruangan di hadapan koas, bidan, dan keluarga pasien.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien dengan inisial Ny. E, 20 tahun, P1A0, datang ke kamar bersalin RS Gunung
Jati, karena adanya perdarahan dari jalan lahir setelah melahirkan anak pertama di bidan.
Perdarahan mulai terjadi terus menerus kurang lebih sejak 1 jam post partum. Pasien
kemudian dikirim ke RSUD Gunung Jati dengan rujukan dari bidan dan dinyatakan
bahwa terjadi perdarahan post partum dengan teraba adanya massa pada jalan lahir.
Kemudian selama di ruang VK mulai pukul 20.35, pasien datang dengan keadaan
tekanan darah 80/50 mmHg, denyut nadi 111x/menit, pernapasan 38x/menit, dan suhu
36,3C, kemudian dilakukan periksa dalam pada pukul 20.40 didapatkan pada pasien
terpasang tampon 2 roll dari bidan, dilakukan eksplorasi ditemukan adanya stolsel
sebanyak 300cc dan teraba adanya massa seperti uterus yang terputar. Kemudian tampak
adanya ruptur perineum dan dilakukan hecting jelujur.
Pada pukul 20.50 dicoba untuk melakukan reposisi namun gagal oleh karena
pasien tidak kooperatif dan perdarahan menjadi semakin banyak dengan nyeri yang
bertambah serta keadaan umum pasien yang menurun. Dicarikan donor darah untuk
transfusi dan dari pihak bank darah mengatakan darah baru tersedia pada pukul 22.00
karena menunggu proses.
Sekitar pukul 21.30 melakukan konsul ke dr. Hardiansyah, Sp.OG namun telepon
tidak diangkat, kemudian dicoba menghubungi dr. Jaga ruangan pada pukul 21.40
dikarenakan pasien menjadi gelisah dan mendapat advis loading infus RL+Koloid, pro
transfusi 2 kolf dan cek darah kembali post transfusi. Transfusi labu pertama baru
didapatkan pada pukul 22.40. Selain itu dr. Jaga ruangan juga mencoba konsul dengan dr.
Hardiansyah, Sp.OG via telpon dan pesan singkat namun belum mendapatkan balasan
sampai pukul 22.45.
Pada pukul 23.00 keadaan pasien semakin memburuk dan mengalami sesak
sehingga melalui dokter jaga berusaha konsul kepada dr.Doddi, Sp.OG (K) dan
didapatkan advis untuk perbaikan KU dengan transfusi 4 kolf, Infus RL + tramadol dan
observasi di VK. Pukul 23.10 pasien mengalami apneu dan dilakukan RJP + bagging dan
diberikan injeksi epinefrin 1 ampul namun pasien tetap mengalami apneu kemudian
diberikan salbutamol drip pada pukul 23.25 dan dilanjutkan dengan RJP + bagging. Pukul
23.40 nadi tidak teraba, pupil midriasis, gambaran EKG flat, apneu, RJP dan bagging
23
tidak berhasil, pasien dinyatakan meninggal oleh dokter jaga pada pukul 23.40 dihadapan
koas, bidan, dan keluarga pasien.
Dari keterangan yang diperoleh, bahwa pasien datang ke tempat praktek bidan
dalam keadaan baik dan partus pervaginam. Dalam pelaksanaan memimpin bersalin
sedang berlangsung pelatihan APN di tempat praktek dengan didampingi satu bidan
supervisi. Kesalahan yang terjadi pada kala III kemungkinan dilakukan oleh peserta
pelatihan dimana terjadi ketidakselarasan antara penarikan tali pusat terkendali dengan
dorsocranial akibatnya terjadi tarikan paksa pada plasenta yang belum ada tanda-tanda
pelepasan. Selain itu rentang waktu yang cukup lama saat perdarahan dimulai kemudian
dirujuk ke RS cukup lama sehingga mempersulit dilakukannya reposisi. Dalam
penatalaksaan semestinya di tempat praktek bidan dilakukan observasi dan dilakukan
tindakan reposisi sesegera mungkin.
24
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan suatu kasus seorang wanita usia 20 tahun dengan perdarahan post
partum dengan partus maturus spontan di bidan. Perdarahan didiagnosis dengan sebab
inversio uteri. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Prinsip
utama penatalaksanaan menurunkan resiko perdarahan pervaginam dan melakukan reposisi
fundus uteri serta memperbaiki keadaan umum pasien.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Diidy GA. Post partum haemorrhage: New management option. Clin Obstet
Ginecol 2002: 32-33
2. Mochtar R. Sinopsis obstetri I. Edisi kedua, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteraan EGC, 2002; 304-6
3. Tala MR. Inversio uteri. Workshop vaginal surgery.2008. Jakarta: Subbagian
Uroginekologi Rekonstruksi Departemen Obstetri & Ginekologi
FKUI/RSUPN-CM
4. Nichols DH. Inversion of the uterus. In: Gynecologic and Obstetric Surgery.
Missouri: Mosby-Year Book, 2003; 1147-51
5. Baskett TF. Acute uterine inversion: a review of 40 cases. J Obstet Gynaecol
Can 2002; 24: 953-956
6. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2008: 880-2
7. Cunningham FG, Mc Donald PC, Gant NF. Abnormalities of the third stage of
labor. In: Williams obstetrics. 21st ed, New York: Appleton & Lange, 2006;
642-3
8. Kapernick PS. Postpartum hemorrhage & the abnormal puerperium. In:
Current obstetrics & gynaecologic diagnosis & treatment. 9th ed, Kansas City:
Baltimore, William & Wilkins Co, 2000; 568-87
9. Pribakti B. Teknik Yunizaf: Vaginal histerektomi subtotal pada inversio uteri.
Medika 2002; 14-17
10. Decherney AH, Pernoll ML. Postpartum hemorrhage & the abnormal
puerperium. In: Current obstetrics & gynecologic diagnosis & treatment. 11 th
edition, Connecticut: Appleton & Lange, 2005; 581-582
11. Studzinski Z, Branicka D. Acute complete uterine inversion: case report.
Ginekol Pol 2001; 72: 881-884
12. Wiknjosastro H, Saifuddin BA, Rachimhadhi T. Ilmu bedah kebidanan. Edisi
pertama, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008; 195-6
26
Presentasi Kasus
P1A0 Partus Maturus Spontan dengan perdarahan post partum
ec. Inversio Uteri
Disusun oleh:
Nama : Risyad Alamsyah H.
NIM : 1102008220
Pembimbing : dr. H. Doddi S. Sp.OG(K)
KEPANITERAAN ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RSUD GUNUNG JATI
27