laporan akhir penelitian pnbp fakultas mipa · ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai...

55
i LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA Determinasi Struktur Molekul Senyawa Antibakteri dari Actinomycetes Endofit serta Karakterisasi Molekular Gen Penciri Spesies Terseleksi Ketua/Anggota Tim: Dr. Alimuddin Ali, S.Si, M.Si (NIDN. 0031126906) Dr. A. Mu’nisa, S.Si, M.Si (NIDN. 0026057203) Andi Irma Suryani, S.Pd, M.Si (NIDN. 0001108701) Dibiayai oleh: DIPA Universitas Negeri Makassar Nomor: SP DIPA 042.01:2.400964/2017, tanggal 7 Desember 2016. Sesuai Surat Keputusan Rektor Universitas Negeri Makassar Nomor: 2324/UN36/LT/2017 tanggal 02 Mei 2017 UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR OKTOBER 2017 brought to you by CORE View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk provided by Repository Universitas Negeri Makassar

Upload: others

Post on 23-Mar-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

i

LAPORAN AKHIR PENELITIAN

PNBP FAKULTAS MIPA

Determinasi Struktur Molekul Senyawa Antibakteri dari Actinomycetes

Endofit serta Karakterisasi Molekular Gen Penciri Spesies Terseleksi

Ketua/Anggota Tim:

Dr. Alimuddin Ali, S.Si, M.Si (NIDN. 0031126906)

Dr. A. Mu’nisa, S.Si, M.Si (NIDN. 0026057203)

Andi Irma Suryani, S.Pd, M.Si (NIDN. 0001108701)

Dibiayai oleh:

DIPA Universitas Negeri Makassar

Nomor: SP DIPA – 042.01:2.400964/2017, tanggal 7 Desember 2016.

Sesuai Surat Keputusan Rektor Universitas Negeri Makassar

Nomor: 2324/UN36/LT/2017 tanggal 02 Mei 2017

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

OKTOBER 2017

brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

provided by Repository Universitas Negeri Makassar

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

ii

Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

iii

RINGKASAN

Karst (limestone) merupakan daerah yang termasuk ekologi langka karena

tidak semua negara memiliki ekosistem unik ini. Indonesia, khususnya Sulawesi

Selatan dikenal sebagai wilayah yang memiliki ekosistem karst terbesar kedua

setelah Cina. Keragaman dan keunikan tanaman yang tumbuh pada daerah ini

menjadi sumber menarik untuk melakukan eksplorasi mikrobia khususnya mikrobia

Actinomycetes endofit tanaman karst.

Keragaman Actinomycetes endofit yang sangat tinggi menyebabkan kesulitan

untuk mengidentifikasi baik pada aras genus maupun spesies. Secara konvensional,

identifikasi bakteri termasuk Actinomycetes membutuhkan waktu lama dan biaya

mahal. Berbagai pendekatan dilakukan untuk melakukan identifikasi dan skrining

mikrobia yang lebih efektif dan efisien. Pendekatan melalui analisis gen untuk

identifikasi mikrobia merupakan salah satu teknik identifikasi yang digunakan untuk

menemukan mikrobia penghasil senyawa bioaktif yang potensial (Muramatsu, 2008).

Penggunaan metode analisis gen tertentu dapat digunakan untuk membedakan

kelompok mikrobia, baik pada aras genus, spesies maupun strain. Metode yang telah

banyak digunakan adalah sidik jari DNA (DNA fingerprinting). Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, maka langkah yang dilakukan

antara lain mengamplifikasi gen target PKS dan gen 16SrRNA untuk selanjutnya

dilakukan sekuensi dan ditentukan homologi dengan gen yang telah diketahui pada

data gene bank. Isolat Actinomycetes target digunakan untuk produksi dan purifikasi

senyawa antifungi. Selanjutnya dilakukan purifikasi senyawa antifungi untuk proses

determinasi dan kecocokan antara homologi gen dengan antifungi yang diperoleh.

Purifikasi dilakukan dengan menggunakan metode purifikasi standar dengan

pendekatan tingkat kepolaran senyawa target. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

waktu optimum produksi senyawa antibakteri terbaik sebagai antibakteri dalam

menghambat pertumbuhan S.aureus yaitu pada hari ke 11 dengan diameter zona

hambatan sebesar 31,57 dan berat biomassa 0,204 gram. Ekstrak hasil preparatif

fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar

0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper disc) dengan luas zona hambat sebesar 8,2

mm terhadap bakteri S. aureus. Uji fitokimia senyawa antibakteri berbentuk kristal

jarum dan berwarna kuning keemasan menunjukkan hasil positif terhadap pereaksi

Meyer dan wagner yang tergolong senyawa alkaloid. Dan analisis spektrofotometer

FT-IR menunjukkan bahwa senyawa tersebut mengandung gusus –CH alifatik, C≡N,

ikatan rangkap C=C aromatik, C-N dan gugus –NH. Keberadaan atom N merupakan

salah satu ciri khusus senyawa alkaloid.

Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

iv

PRAKATA

Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah, SWT, Tuhan Yang

Maha Kuasa atas berkah dan karuniaNya, sehingga Laporan Kemajuan Penelitian ini

dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Penelitian ini

merupakan upaya untuk mengeksplorasi kelompok Actinobacteria endofit dari

tumbuhan ekosistem karst yang berpotensi menghasilkan senyawa antimikroba.

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang

berkepentingan.

Penelitian ini dapat terlaksana dan diselesaikan atas bantuan dari berbagai

pihak, oleh karena itu Tim Peneliti mengucapkan banyak terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Makassar, selaku penanggungjawab institusi untuk

pelaksanaan kegiatan penelitian

2. Ketua Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Negeri Makassar, yang telah

memberi bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

3. Dekan dan Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar, atas izin

dan fasilitasi yang diberikan sehingga penelitian ini dapat terlaksana.

4. Bapak/Ibu Laboran di Laboratorium Mikrobiologi dan Bioteknologi, Jurusan

Biologi FMIPA Universitas Negeri Makassar atas bantuan teknis yang diberikan

selama kegiatan penelitian ini dilakukan

5. Kepada semua pihak terutama rekan-rekan yang tidak dapat dituliskan satu-per

satu atas segala bantuan baik secara langsung maupun tidak.

Akhirnya, semoga penelitian ini dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya

bagi semua pihak.

Makassar, 27 Oktober 2017

TIM PENELITI PNBP UNM

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

v

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN PENGESAHAN ii

RINGKASAN iii

PRAKATA iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN viii

BAB I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Tujuan Penelitian 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2

A. Karakteristik Actinomycetes 4

B. Actinomycetes sebagai Penghasil Antibakteri. 5

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 6

BAB IV. METODE PENELITIAN 7

A. Prosedur Penelitian 7

B. Penentuan waktu produksi antibakteri Actinomycetes sp. 7

C. Fermentasi dan ekstraksi senyawa antibakteri 8

D. Pengujian kromatografi lapis tipis (KLT) 9

E. Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom Cair Vakum (KKCV) 9

F. Pengujian Minimum Inhibitory Concentration (MIC) 10

G. Karakterisasi genotipe isolat Actinobacteria terpilih 11

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 12

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 30

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 34

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

vi

DAFTAR TABEL

No Tabel Uraian Hal

1 5.1 Pengaruh lama waktu fermentasi dengan aktivitas senyawa

antibakteri dan jumlah biomassa yang dihasilkan.

13

2 5.2 Fraksinasi Kromatografi Kolom Cair Vakum (KKCV)

menggunakan eluen dengan perbandingan yang berbeda.

16

3 5.3 Fraksi hasil gabungan dari fraksi KKCV 17

4 5.4 Uji Golongan sampel F10-6 dan fraksi 111 hasil

kromatografi flash

18

5 5.5 Nilai Konsentrasi Hambatan Minimum/Minimum

Inhibitory Concentration (MIC) ekstrak KMR-1E terhadap

bakteri uji S. aureus

21

6 5.6 Interpretasi Spektrum Infra Merah 22

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

vii

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Uraian Hal

1 5.1 Hasil uji antagonis terhadap bakteri uji: (A)

Staphylococcus aureus, (B) Escherichia coli

12

2 5.2 Grafikkorelasi lama fermentasi terhadap luas zona

hambatan dan berat biomassa yang dihasilkan Isolat

Actinomycetes sp. Strain KMR-1E.

13

3 5.3 Hasil uji aktivitas ekstrak etil asetat isolat Actinomycetes

spstrain KMR 1E dengan waktu fermentasi berbeda

terhadap bakteri uji: (A) Staphylococcus aureus; (B)

Escherichia coli

14

4 5.4 Ekstrak hasil fermentasi:(A) Ekstrak dari biomassa

dengan pelarut metanol; (B) Ekstrak dari medium

fermentasi dengan pelarut etil asetat.

14

5 5.5 Kromatogram KLT sebelum kromatografi kolom vacum

cair (KKCV)dengan eluen etil asetat: n-heksan (8:2).

15

6 5.6 Kromatogram fraksi hasil KKCV yang dielusi dengan

eluen etil asetat: n-hexane (8:2, v/v).

16

7 5.7 Fraksi gabungan hasil fraksinasi A) Vial 1, F-10; vial 2,

F-6; B) Vial 1: hasil penguapan F-10; Vial 2: Kristal hasil

penguapan F-6.

17

8 5.8 Uji pereaksi meyer dan wagner: A) Sampel F10-6; B)

Sampel fraksi 111 hasil kromatografi flash

18

9 5.9 Hasil KLT-Bioautografi ekstrak kasar etil asetat KMR-1E

terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus:Kombinasi

eluen yang digunakan: A) Etil asetat: metanol (8:2); B)

Etil asetat: metanol (9:1); C) Etil asetat: metanol (6:4).

19

10 5.10 Kromatogram yang telah dielusi dan hasil uji KLT-

bioautografi ekstrak hasil flash. A) Kromatogra hasil

elusi etil asetat 100%; B) Noda dibawah UV λ 254; C)

Noda dibawah UV λ 366; C) Hasil KLT-Bioautografi hasil

flash.

20

11 5.11 Zona bening yang terbentuk disekeliling paper disc

menggunakan mikroba uji S. aureus. Ekstrak diencerkan

hingga 11 kali pengenceran.

21

12 5.12 Profil spektrum Infra Red (IR) 22

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

viii

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Uraian Hal

1 Lamp 1 Susunan Organisasi Tim Peneliti/Pelaksana dan

Pembagian Tugas

34

2 Lamp 2 Surat Kontrak Penelitian

35

3 Lamp 3 Surat Izin Penelitian

36

4 Lamp 4 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

37

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

1

BAB I. PENDAHULUAN

Penyebaran penyakit infeksi masih menempati peringkat teratas pada negara-

negara berkembang seperti Indonesia, sehingga dibutuhkan biaya penanggulangan

yang cukup besar terutama untuk pengadaan obat-obat golongan antibiotika. Selama

ini antibiotika yang umum digunakan adalah golongan antibakteri dan antifungi.

Pengobatan penyakit infeksi dengan pemberian antibiotika tertentu ditemukan

beberapa masalah terutama hipersensitif dan kecenderungan resistensi mikrobia

penyebab infeksi. Beberapa jenis mikrobia (bakteri dan fungi) telah mengembangkan

sistem resistensi terhadap berbagai jenis antibiotika. Mikrobia berusaha dengan

berbagai strategi untuk mencegah efek penghambatan terhadap antibiotika serta

memiliki perangkat yang sangat efisien untuk menyebarkan sifat resistensi tersebut

pada turunanya sehingga menimbulkan terbentuknya patogen resisten (Giamarellou

& Antoniadou, 1997). Sistem resistensi tersebut dikembangkan oleh mikrobia

melalui beberapa mekanisme misalnya penghambatan pembentukan dinding sel

bakteri (Allen dan Nicas, 2003), penghambatan sintesis ribosom bakteri (Krist &

Showsh, 2007) perubahan struktur senyawa antibiotika melalui pembentukan -

Laktamase (Baquero et al, 1997; Melano et al, 2003), perubahan struktur gen dalam

selnya (Witte, 1997; Davelos et al, 2004) serta gangguan pembentukan sterol

membran sel fungi (Lemriss et al, 2003).

Penelitian untuk mencari antimikrobia baru yang aman dan memiliki potensi

besar merupakan salah satu tantangan bagi industri farmasi saat ini, khususnya yang

berkaitan dengan peningkatan infeksi opurtunistik pada inang (Badji et al, 2006).

Ketersediaan antibiotik dan senyawa-senyawa kemoterapi lainnya merupakan suatu

hal yang menggembirakan baik saat ini maupun yang akan datang, akan tetapi hal

tersebut tidaklah mencukupi. Permasalahan utama yaitu harus tersedia bahan-bahan

pengobatan baru yang memiliki potensi lebih baik dibanding dengan yang ada saat

ini (Allen dan Nicas, 1997). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah

melakukan skrining senyawa bioaktif pada berbagai organisme atau melakukan

modifikasi terhadap senyawa yang sudah ada (Breithaupt, 1999).

Actinomycetes merupakan salah satu sumber metabolit bioaktif yang sangat

menarik. Meski laju penemuan senyawa baru cenderung menurun akibat kajian

secara ekstensif pada kelompok actinomycetes, namun penemuan spesies-spesies

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

2

baru justru berpotensi besar ditemukan pula metabolit baru (Suzuki et al, 2000;

Takahashi dan Omura, 2004). Sejarah penemuan obat-obatan baru menunjukkan

adanya fakta bahwa dalam banyak kasus, rangka molekul baru justru ditemukan

berasal dari golongan actinomycetes (Badji et al, 2006). Mikami et al, 2000,

actinomycetes tidak hanya dihasilkan oleh golongan yang non patogen tetapi juga

dihasilkan oleh actinomycetes patogen opurtunistik.

Secara konvensional, upaya identifikasi bakteri termasuk actinomycetes

membutuhkan waktu yang sangat lama, biaya dan kerja yang sangat banyak. Upaya

yang dilakukan adalah pendekatan berbasis biologi molekuler, misalnya analisis dan

determinasi gen kunci yang bertanggung jawab terhadap pembentukan suatu

metabolit sekunder. Selain itu pengembangan teknik skrining mikrobia penghasil

senyawa bioaktif seperti antimikrobia telah dilakukan melalui pendekatan molekuler

untuk menghasilkan metode yang efektif dan efisien (Muramatsu, 2008). Secara

umum senyawa bioaktif khususnya antimikrobia merupakan kelompok senyawa

poliketida dan non ribosomal peptida (Mc Daniel et al., 2005). Kajian molekuler

menunjukkan adanya gen-gen tertentu yang bertanggung jawab terhadap biosintesis

senyawa bioaktif pada kelompok actinomycetes. Actinomycetes menghasilkan

sebagaian besar senyawa bioaktif yang merupakan senyawa tergolong poliketida dan

non ribosomal peptida. Ayuoso dan Genilloud (2005) melaporkan hasil amplifikasi

terhadap kedua gen tersebut dan diketahui mikrobia yang memiliki kedua gen

tersebut mempunyai keragaman metabolit sekunder dan keragaman genetik yang

berbeda.

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian untuk mencari senyawa baru atau senyawa penuntun (guide

compounds) yang memiliki potensi bioaktif merupakan salah satu tantangan besar

industri farmasi saat ini, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan prevalensi

penyakit infeksi, degeneratif maupun penyakit metabolisme (Badji et al, 2006). Salah

satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan skrining senyawa bioaktif pada

berbagai jenis organisme khususnya kelompok Actinomycetes (Breithaupt, 1999).

Actinomycetes merupakan salah satu sumber metabolit bioaktif yang sangat

menarik. Meski laju penemuan senyawa baru cenderung menurun akibat kajian

secara ekstensif pada kelompok Actinomycetes, namun penemuan spesies-spesies

baru justru berpotensi besar ditemukan pula metabolit baru (Suzuki et al, 2000;

Takahashi dan Omura, 2004). Sejarah penemuan obat-obatan baru menunjukkan

fakta bahwa dalam banyak kasus, rangka molekul baru justru ditemukan berasal dari

golongan Actinomycetes (Badji et al, 2006). Barrakate et al, 2002 menyatakan bahwa

diperkirakan dua pertiga senyawa antibiotika telah diisolasi dari mikrobia ini,

sehingga perlu upaya untuk terus dilakukan skrining senyawa bioaktif baru dari

kelompok mikrobia ini.

Meskipun sumber mikrobia telah banyak dieksplorasi khususnya di negara

non-tropis, akan tetapi sumber mikrobia dari negara tropis justru belum banyak

dieksplorasi padahal keragaman mikrobianya sangat tinggi. Menurut Wang et al.,

1999 Actinomycetes di negara tropis sangat besar peluang ditemukan metabolit baru

karena beragamnya spesies mikrobia, namun diperlukan strategi khusus untuk

menemukan Actinomycetes penghasil senyawa bioaktif tersebut. Hal yang menarik

adalah mikrobia yang berasosiasi dengan jaringan tumbuhan yang disebut endofit.

Mikrobia endofit dinyatakan sebagai mikrobia yang hidup pada jaringan tumbuhan

inang dan memiliki kontribusi interaksi antar keduanya dalam bentuk asosiasi yang

saling menguntungkan.

Mikrobia endofit memiliki keunikan karena tidak menyebabkan kerugian pada

tanaman sehingga interaksi ini menjadi perhatian utama periset untuk menemukan

mikrobia penghasil senyawa bioaktif. Keragaman tanaman maupun mikrobia pada

wilayah tertentu menjadi dasar pencarian mikrobia penghasil senyawa bioaktif

seperti daerah temperate dan tropis. Penelitian endofit tropika dipicu oleh peranan

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

4

yang cukup penting dari mikrobia ini terhadap prakiraan keragaman mikrobia global

dan dinamika komunitas tanaman sebagai sumber senyawa bioaktif baru serta agen

pengendalian biologik untuk penggunaan agrohutani tropik (Hawksworth, 2001;

Arnold, 2001). Penemuan mikrobia endofit umumnya difokuskan pada tanaman yang

berasal dari daerah iklim sedang (temperate), namun sejumlah peneliti mulai

memfokuskan pada tanaman daerah tropik (Rodrigues and Petrini, 1997).

Karakteristik Actinomycetes

Actinomycetes merupakan mikrobia yang pada awalnya digolongkan dalam

kelompok fungi karena morfologi dan perkembangannya yang mirip dengan fungi

yang dilihat dari miseliumnya, sehingga Actinomycetes juga disebut ray fungi

(Kuster, 1958).Actinomycetes memiliki sel berbentukbulat/coccus (Micrococcus) dan

rod-coccus cycle (Arthrobacter), bentuk hifa berfragmen (Nocardia, Rothia)

danmiselium bercabang yang berbeda-beda (Micromonospora dan Streptomyces).

Selain itu, Actinomycetes juga merupakan bakteri Gram-positif, bersifat anaeraob

atau fakultatif, tumbuh lambat dan membutuhkan temperatur 25oC-37

oC serta

memiliki struktur berupa filamen lembut yang sering disebut hyfa atau mycelia,

sebagai mana yang terdapat pada fungi memiliki konidia pada hyfa yang menegak,

ada yang bersifat saprofit namun ada yang bersifat parasit atau bersimbiosis

mutualisme dengan tumbuhan dan hewan (Goodfellow 1983).

Actinomycetes merupakan bakteri yang bereproduksi dengan pembelahan sel,

rentan terhadap penisilin tetapi tahan terhadap zat antifungi (Rollin & Joseph, 2000).

Spora Actinomycetes salah satunyaStreptomyces diketahui tahan terhadap pemanasan

kering hingga suhu 120°C, biasanya sifat ini dimanfaatkan dalam uji pendahuluan

untuk menghindari atau menghilangkan sejumlah bakteri kontaminan (Takashi,

2003). Dalam penelitian Omura (1977), diketahui spora dari Streptomyces

roseofulvus berukuran sekitar 1µ, memiliki pigmen berwarna kuning pucat keabu-

abuan atau coklat keabu-abuan yang terlihat pada medium yeast extract-malt extract

agar, oatmeal agar dan salt-starch agar.

Actinomycetesbanyak tersebar di alam seperti di tanah, tumbuhan (endofit),

perairan lautdan guakarst (Oskay et al, 2004; Yamac et al., 2011; Manasa et al.,

2014). Selain itu, jumlah Actinomycetesdi tanah dapat dipengaruhi olehlokasi

geografis, suhu tanah, jenis tanah, pHtanah, kandungan bahan organik, kegiatan

4

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

5

pertanian,aerasi, ketersediaan nutrisi, kelembabandan vegetasi tanah (Arifuzzaman et

al, 2010). Kebanyakan genus dari Actinomycetes yang hidup ditanah yaitu

Streptomycesmemiliki kemampuan dalam mengeluarkan bau yang khas seperti tanah

yaitu asam asetat, acetaldehida, etanol, isobutanol, dan isobutil asetat yang sekarang

ini sudah diidentifikasi sebagai aroma senyawa utama yang dihasilkan oleh

Streptomyces, bahkan hidrogen sulfida dipercaya berperan dalam pembentukan

aroma tanah yang dikeluarkannya (Goodfellow, 1983). Beberapa genus Streptomyces

memiliki pH optimum pada rentang pH 6,5 sampai dengan 7,5 (James dan Edwards

1997).

Actinomycetes sebagai Penghasil Antibakteri.

Hampir 95% dari 2000 antibiotik yang ada dihasilkan oleh kelas

Actinomycetes, salah satu genusnya adalah Streptomyces (Okami dan Hotta, 1988).

Oskay et al. 2004, menemukan 50 strain Actinomycetes yang berbeda pada sampel

ladang pertanian yang diambil dari daerah Manisa di Turki. Ternyata 34% dari

keseluruhan isolat berpotensi sebagai penghasil antibiotik, dan 7 isolat menghasilkan

antibiotik baru. Saat ini Actinomycetes diketahui sebagai penghasil beberapa

metabolit bioaktif yang meliputi antibiotik, antiparasitik, antitumor, insektisida,

herbisida, alkaloid, inhibitor, peptide imunoaktif, perantara antitrombosit dan masih

banyak lagi (Zhang et al., 2000). Menurut Pandey (2004), Streptomyces dan

Micromonospora merupakan genus Actinomycetes yang dikenal sebagai penghasil

antibiotik terbesar. Sifat yang paling menarik dan dimiliki oleh Streptomyces adalah

kemampuan dalam menghasilkan metabolit sekunder seperti antifungi, antibakteri,

antivirus, antitumor, antihipertensi (Omura, 2001: Patzer, 2010).

Genus Streptomyces juga merupakan mikroba endofitik yang menjanjikan

sebagai penghasil antibiotik (Strobel 2003). Akhir-akhir ini, telah ditemukan strain

Streptomyces endofitik sebagai penghasil antibiotik pertama dari jenis munumbicin

yang diisolasi dari tanaman obat snake vine (Kennedia nigricans) yang digunakan

oleh suku aborigin Australia sebagaiobat dan membalut luka pendarahan (Castillo et

al, 2002).

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

6

BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi gen penyandi biosintesis

metabolit bioaktif pada mikrobia actinomycetes endofit tumbuhan karst sebagai

upaya untuk menemukan mikrobia penghasil senyawa bioaktif dengan kategori

noveltis (baru).

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

7

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Prosedur Penelitian

Actinomycetes terpilih yang menunjukkan antibakteri kategori kuat

ditumbuhkan dalam medium Starch Nitrate Broth dengan komposisi: (soluble starch

20 g, 2 g KNO3, 2 g NaCl, 0,05 g MgSO4.7H2O, 0,01 g FeSO4.7H2O, 2 g K2HPO4,

aquades 1 L, pH 7,0-7,2 sebelum sterilisasi). Semua bahan dihomogenkan dalam 1

liter aquadest. Sterilisasi medium dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC

selama 15 menit dengan tekanan 2 atm.

B. Penentuan waktu optimum produksi antibakteri Actinomycetes sp.terpilih

Penentuan waktu optimum produksi senyawa metabolit sekunder sebagai

antibakteri dari isolat Actinomycetes sp. Strain terpilih diawali dengan

menginokulasikan isolat terpilih pada Erlenmeyer 250 mL sebanyak 6 buah dengan 2

kali ulangan yang masing-masing berisikan medium Starch Nitrate Broth (SNB)

sebanyak 50 mL dan diinkubasi pada suhu kamar dengan laju penggojokan 100 rpm.

Waktu fermentasi isolat Actinomycetes sp. Strain terpilih bervariasi yaitu 5, 7, 9, 11,

13 dan 15 hari. Setelah mencapai usia pertumbuhan, masing-masing kultur

fermentasi disaring untuk memisahkan biomassa dengan cairan fermentasi. Biomassa

yang telah diperoleh masing-masing ditimbang dan untuk cairan fermentasi yang

diperoleh masing-masing diekstraksi menggunakan pelarut etilasetat dengan

perbandingan (1:1 v/v) dan diuapkan. Hasil dari penguapan masing-masing

ditimbang kembali untuk mengetahui berat ekstrak yang diperoleh dari setiap kultur

fermentasi.

Ekstrak dilarutkan kembali dengan pelarut etilasetat dengan mengatur

konsentrasi hingga 1000 ppm, yang kemudian akan digunakan dalam pengujian

aktivitas antibakteri dengan metode biossay. Adapun data penentuan waktu optimum

produksi senyawa antibakteri dari isolat Actinomycetes sp. Strain terpilih dinyatakan

dalam kurva pertumbuhan yang terdiri atas hari atau lama fermentasi, biomassa (gr)

dan aktivitas antibakteri yaitu zona hambatan (mm).

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

8

C. Fermentasi dan ekstraksi senyawa antibakteri

Fermentasi diawali dengan membuat prekultur Isolat Actinomycetes sp. Strain

terpilih diinokulasikan pada medium cair SNB (soluble starch 20 g, 2 g KNO3, 2 g

NaCl, 0,05 g MgSO4.7H2O, 0,01 g FeSO4.7H2O, 2 g K2HPO4, aquades 1 L, pH 7,0-

7,2 sebelum sterilisasi) pada Erlenmeyer 1000 ml dengan volume medium 250 ml

dan diinkubasi pada suhu kamar selama 3 hari pada laju penggojokan 100 rpm.

Prekultur yang telah dibuat selanjutnya dipindahkan ke fermentor yang berisi

medium fermentasi sebanyak 4,5 liter. Medium difermentasi selama 14 hari dengan

pH 7 dandalam kondisi teragitasi pada laju penggojokan 100rpm.Setelah fermentasi

selama 14 hari, media pertumbuhan Actinomycetes sp. Strain terpilih disaring untuk

memisahkan biomassa dan cairan fermentasi (supernatan). Supernatan yang

diperoleh di ekstraksi dengan pelarut etil asetat (1:1 v/v) dalam corong pisah 250

mL. Hasil ekstraksi yang diperoleh selanjutnya diuapkan kemudian dilarutkan

kembali dengan etil asetat, lalu disimpan pada botol vial untuk digunakan pada

proses selanjutnya. Selanjutnya untuk biomassa (pelet) yang diperoleh diekstrak

dengan teknik maserasi menggunakan metanol selama 3x24 jam. Pelet dan metanol

dipisahkan dengan cara penyaringan menggunakan kertas saring dan ekstrak metanol

diuapkan sampai diperoleh ekstrak kering kemudian dilarutkan kembali dengan

sedikit metanol, lalu disimpan pada botol vial untuk digunakan pada proses

selanjutnya.

D. Pengujian kromatografi lapis tipis (KLT)

KLT dilakukan bertujuan untuk mengetahui pola kromatogram yang terbentuk

dari pemisahan senyawa organik pada sampel. Menurut Gritter dkk(1991), KLT juga

digunakan untuk mencari eluen yang akan digunakan untuk kromatgrafi kolom.

Adapun eluen yang digunakan pada pengujian ini merupakan kombinasi dari

beberapa pelarut seperti etil asetat, metanol dan n-heksan dengan perbandingan

tertentu dan telah dijenuhkan terlebih dahulu didalam chamber. Ekstrak etil asetat

yang diperoleh pada tahapan ekstraksi, ditotolkan pada lempeng KLT (Silica gel plat

Merck 60 F254) yang sebelumnya telah ditentukan batas awal dan batas akhir elusi,

kemudian lempeng dielusi di dalam chamber yang sebelumnya telah dikembangkan

dengan eluen etil asetat:n-hexane (8:2, v/v). Selanjutnya lempeng divisualisi di

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

9

bawah lampu UV λ254 nm dan λ366 nm dengan mengamati pola pemisahan senyawa

yang terbentuk dengan penggunaan eluen yang beragam. Pola yang terbentuk pada

lempeng KLT kemudian disemprot menggunakan penampak bercak serium sulfat

dan dikeringkan. Eluen yang menghasilkan pemisahan terbaik selanjutnya digunakan

sebagai eluen pada kromatografi kolom.

E. Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom Cair Vakum (KKCV)

Fraksinasi dilakukan bertujuan untuk memisahkan golongan utama

kandungan yang satu dari golongan utama yang lain (Harborne, 1987). Fraksinasi

menggunakan dua macam pelarut yang tidak saling bercampur, dimana gabungan

dari dua macam pelarut tersebut, telah ditentukan pada saat pengujian KLT yang

sesuai, sebagai fasa gerak (eluen) dan silica gel sebagai fasa diam (adsorben). Proses

kromatografi kolom diawali dengan melarutkan ekstrak etilasetat sebanyak 0,5 gram

bersama dengan silica gel dengan sedikit pelarut etilasetat dan dihomogenkan.

Ekstrak yang telah homogen diletakkan pada permukaan silica gel kolom yang telah

dipadatkan sebelumnya dan dielusi menggunakan beberapa kombinasi pelarut

sebanyak 50 mL secara gradient dan eluen yang mampu berikatan dengan senyawa

tertentu yang terdapat pada ekstrak etil asetat akan mengalir melalui kolom.Beberapa

fraksi yang dihasilkan dari kromatografi kolom, selanjutnya di KLT kembali untuk

memperoleh senyawa murni dengan eluen terbaik yang kemudian hasil perolehan

senyawa murni akan digunakan dalam pengujian aktivitas antibakteri, uji fitokimia

serta penentuan gugus fungsi berdasarkan analisis FT-IR.

F. Pengujian antibakteri dan KLT-Bioautografi

Aktivitas antimikrobia dapat diketahui dengan metode uji hayati (bioassay

method) mengacu pada metode (Ali, 2009). Pengujian aktivitas mikrobia dilakukan

dengan mengunakan fraksi hasil dari Kromatografi Vakumcair (KVC) yang

mengandung senyawa murni terhadap bakteri uji. Menurut Ali (2009), sebanyak 15

μL maserat yang telah diketahui konsentrasinya dimasukkan ke dalam kertas cakram

(diameter6 mm) hingga jenuh. Selanjutnya setelah semua pelarut menguap, kertas

cakram diletakkan pada permukaan media tumbuh yang telah diinokulasikan dengan

mikrobia uji yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC

35218, kemudian disimpan didalam lemari es suhu 4oC selama satu jam bertujuan

agar senyawa yang terdapat pada kertas cakram dapat berdifusi dengan baik dalam

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

10

media tumbuh. Kemudian plate diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.

Mengamati zona hambatan yang terbentuk disekitar kertas cakram. Zona hambatan

yang terbentuk menunjukkan adanya aktivitas antibakteri yang kemudian luas zona

hambatan diukur menggunakan jangka sorong. Pengujian KLT-Bioautografi yaitu

fraksi yang mengandung senyawa murni hasil dari KVC ditotolkan pada lempeng

KLT (silica gel plat Merck 60 F254) yang kemudian dielusi menggunakan pelarut

campuran tertentu. Selanjutnya pola yang telah terbentuk pada fasa diam ( silica gel )

dideteksi dibawah sinar UV λ254 dan λ365 nm. Lempeng KLT tersebut diletakkan

pada permukaan medium tumbuh yang sebelumnya telah diinokulasikan pada bakteri

uji yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 35218.

Diinkubasi didalam ruang pendingin selama1 jam agar senyawa yang terdapat pada

setiap pola yang terbentuk dapat berdifusi dengan baik pada medium pertumbuhan

dan selanjutnya diinkubassi pada suhu 37o

C selama 2 x 24 jam. Zona hambat yang

terbentuk disekitar pola menandakan senyawa sersebut aktif sebagai antibakteri pada

bakteri uji.

G. Pengujian Minimum Inhibitory Concentration (MIC).

Penentuan nilai MIC dari senyawa antibakteri Actinomycetes sp. Strain terpilih

dilakukan dengan metode pengenceran bertingkat yang mengacu pada Ali (2009).

Fraksi yang telah dipreparatif dan mengandung senyawa antibakteri diencerkan

dengan pelarut etil asetat hingga diperoleh pengenceran tertinggi (11 pengenceran

terakhir). Selanjutnya, setiap hasil pengenceran diinjeksikan pada setiap papper disc

(Ø8 mm) dengan volume injek sebanyak 30 µL. Setiap papper disc yang telah

dijenuhkan kemudian diletakkan pada permukaan medium yang telah diinokulasikan

bakteri uji Staphylococcus aureus ATCC 25923. Selanjutnya plate diinkubasi

didalam ruang pendingin selama1 jam, hal ini dimaksudkan agar senyawa yang

terdapat pada papper disc mampu berdifusi sempurna pada medium tumbuh. Plate

kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk

pada pengenceran terendah dinyatakan sebagai nilai MIC.

H. Karakterisasi genotipe isolat Actinobacteria terpilih

Sekuen gen 16S rRNA diamplifikasi dengan menggunakan metode PCR

dengan Taq DNA Polimerase dan primer 27f (5’AGAGTTTGATCCTGGCTCAG-

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

11

3’), dan 1492r (5’GGTTACCTTGTTACGACTT-3’). Kondisi mesin PCR diatur

sebagai berikut: denaturasi DNA target pada suhu 98oC selama 3 menit dilanjutkan

dengan 30 siklus pada suhu 94oC selama 1 menit, annealing primer pada suhu 54

oC

selama 1 menit, dan ekstensi primer pada suhu 72oC selama 5 menit. Pada akhir

siklus, reaksi pencampuran diatur pada suhu 72oC selama 5 menit dan selanjutnya

didinginkan pada suhu 4oC. Amplifikasi PCR dideteksi dengan gel elektroforesis

agaros dan divisualisasi pada UV iluminator setelah diwarnai dengan etidium

bromida.

Data sekuen gen 16S rRNA isolat Actinobacteria penghasil senyawa antifungi

yang terpilih dilakukan alignment sequence dengan menggunakan program

CLUSTAL-X versi 1.6 (Thompson et al., 1997). Pohon filogeni dikonstruksi dengan

membandingkan sekuen 16S rDNA yang diperoleh dari genebank DNA database

(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/).

Pohon filogeni dikonstruksi dengan menggunakan program Phylip versi 3.5

dengan algoritma neighbour joining (Saitou & Nei, 1987 cit.Kim et al., 2000;

Sembiring, 2009). Pohon filogeni divisualisasi dengan program Treeview. Posisi

akar pada pohon tanpa akar (unrooted) ditentukan berdasarkan metode neighbour

joining. Selanjutnya matrik similaritas dan perbedaan jumlah nucleotida gen 16S

rRNA antar tipe spesies dari database dianalisis dengan program Phydit (The

Phylogenetic Moleculaer Sequences Editor) versi 3,0 (Chun, 1999).

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

12

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Uji Antagonis Isolat Actinomycetes sp.Strain KMR-1terhadap Bakteri Uji

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli

Isolat yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari endofit tanaman

Ficussp. yang merupakan penciri kawasan karst yang diperoleh dari penelitian

sebelumnya. Dari hasil pengujian dengan menggunakan diffution agar block method

(Ali, 2009) terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia

colimenujukkan jika isolat aktif menghambat kedua bakteri ujidengan rata-rata zona

hambat yang dihasilkan pada pengujian antagonis terhadap bakteri S. aureus sebesar

23,5 mm dan pada bakteri uji E. coli sebesar 9,8 mm.Profil hasil pengujian antagonis

dapat dilihat pada Gambar 5.1.

Gambar 5.1. Hasil uji antagonis terhadap bakteri uji: (A) Staphylococcus aureus,

(B) Escherichia coli

Penentuan Waktu Optimum Produksi Senyawa Antibakteri

Kultur isolat Actinomycetes sp. strain KMR-1E yang difermentasikan dengan

lama fermentasi 5, 7, 9, 11, 13 dan 15 hari, selanjutnya cairan fermentasi diekstraksi

menggunakan pelarut etil asetat dengan metode ekstraksi cair-cair (1:1,v/v). Data

yang menunjukkan korelasi antara lama waktu fermentasi terhadap aktivitas senyawa

antibakteri yang diproduksi serta berat biomassa dapat dilihat pada Tabel 5.1.

A B

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

13

Tabel 5.1. Pengaruh lama waktu fermentasi dengan aktivitas senyawa antibakteri

dan jumlah biomassa yang dihasilkan.

No Hari

ke-

Diameter Zona Hambatan (mm)

Biomassa (gr) Escherichia

coli

Staphylococcus

aureus

ATCC 35218 ATCC 25923

1 5 - 18.2 0.133

2 7 - 22.42 0.174

3 9 - 27.4 0.180

4 11 - 31.57 0.204

5 13 - 26.87 0.208

6 15 - 25.92 0.258 Keterangan: (-) = tidak ada aktivitas antimikroba

Hasil analisis yang menujukkan korelasi antara waktu optimum pertumbuhan

isolat Actinomycetes sp strain KMR-1E pada medium fermentasi dengan produksi

senyawa antibakteri dan berat biomassa selanjutnya disajikan dalam bentuk kurva

pertumbuhan yang ditampilkan pada Gambar 5.2.

Gambar 5.2 Grafikkorelasi lama fermentasi terhadap luas zona hambatan dan berat

biomassa yang dihasilkan Isolat Actinomycetes sp. Strain KMR-1E.

5 7 9 11 13 15

Biomassa 0.109 0.134 0.157 0.172 0.214 0.462

Aktivitas antibakteri 18.2 22.42 27.4 31.57 26.87 25.92

0

5

10

15

20

25

30

35

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

Ber

at B

iom

assa

(gr

)

Luas

Zo

na

Ham

bat

an (

mm

)

11

Page 22: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

14

Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, maka tahap lanjutan yang

akan dilakukan dalam penelitian ini hanya difokuskan pada ekstrak etil asetat yang

memilki aktivitas antibakteri kategori kuat terhadap bakteri uji Staphylococcus

aureus. Profil hasil pengujian ekstrak isolatActinomycetes sp strain KMR-1E

terhadap bakteri uji ditampilkan pada Gambar 5.3.

Gambar 5.3. Hasil uji aktivitas ekstrak etil asetat isolat Actinomycetes spstrain KMR

1E dengan waktu fermentasi berbeda terhadap bakteri uji: (A)

Staphylococcus aureus; (B) Escherichia coli

Hasil Fermentasi dan Ekstraksi

Isolat Actinomycetes spstrain KMR-1E difermentasikan ke dalam medium SNB

(Starch Nitrate Broth) sebanyak 4,5 liter, kemudian diekstraksi menggunakan pelarut

etil asetat (cairan fermentasi) dan pelarut metanol (biomassa) dan dihasilkan berat

ekstrak masing-masing 0,231 gr dan 0,235 gr. Ekstrak yang dihasilkan dapat dilihat

pada Gambar 5.4.

Gambar 5.4. Ekstrak hasil fermentasi:(A) Ekstrak dari biomassa dengan pelarut

metanol; (B) Ekstrak dari medium fermentasi dengan pelarut etil

asetat.

A B

B A

5

7

9

11

13

15

5

7

11

9

15

13

Page 23: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

15

Hasil Analisis Kromatografi Lapis Tipis dan kromatografi kolom

Sejumlah senyawa yang terdapat didalam ekstrak kasar isolat KMR-1E akan

dipisahkan melalui tahap fraksinasi yang bertujuan untuk memisahkan beberapa

senyawa berdasarkan tingkat kepolarannya, dimana senyawa yang bersifat non-polar

akan turun terlebih dahulu melalui kolom kromatografi. Sebelum difraksinasi, kedua

ekstrak yang diperoleh dari hasil ektraksi cair-cair dan maserasi disatukan

menggunakan pelarut etil asetat dan diuji secara kromatografi lapis tipis (KLT),

dengan kombinasi pelarut etil asetat: n-heksan dan etil asetat: metanol. Hal ini

bertujuan untuk mencari eluen dengan pemisahan terbaik, yang selanjutnya

digunakan sebagai eluen dalam proses pemisahan senyawa dengan metode

kromatografi kolom. Hasil pemisahan senyawa terbaik melalui kromatografi lapis

tipis (KLT) adalah kombinasi eluen etil asetat: n-heksan dengan perbandingan 8:2

(v/v), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.5.

Gambar 5.5. Kromatogram KLT sebelum kromatografi kolom vacum cair

(KKCV)dengan eluen etil asetat: n-heksan (8:2).

Proses fraksinasi pertama menggunakan metode Kromatografi Kolom Cair

Vakum (KKCV). Eluen yang diperoleh dari uji KLT digunakan sebagai eluen

dengan ulangan sebanyak tiga kalipada metode KKCV yaitu etil asetat: n-heksan

(8:2). Metode KKCV menggunakan silika gel G 60 F254 7730 sebanyak 50 gr sebagai

fasa diam dan eluennya (fasa gerak) berupa eluen yang ditingkatkan kepolarannya

Page 24: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

16

secara bergradien (Step Gradie Polarity). Jumlah fraksi yang diperoleh sebanyak 11

dan diidentifikasi menggunakan metode KLT,dapat dilihat pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Fraksinasi Kromatografi Kolom Cair Vakum (KKCV) menggunakan

eluen dengan perbandingan yang berbeda.

Fraksi Eluen Perbandingan Warna

1 n-heksana 100% Tidak berwarna

2 n-heksana:etil asetat 1:4 Tidak berwarna

3 n-heksana:etil asetat 1:4 Tidak berwarna

4 n-heksana:etil asetat 4:46 Tidak berwarna

5 n-heksana:etil asetat 4:46 Kuning pucat

6 n-heksana:etil asetat 4:46 Orange kekuningan

7 etil asetat 100% Orange kekuningan

8 etil asetat: metanol 1:1 Kuning

9 etil asetat: metanol 1:1 Kuning

10 Metanol 100% Kuning

11 Metanol 100% Kuning

11 fraksi yang dihasilkan pada metode fraksinasi yaitu KKCV, selanjutnya di

uji KLT dengan tujuan untuk melihat pemisahan senyawa yang terbentuk

berdasarkan fasa diam (silika) dan fasa gerak (pelarut). Kromatogram KLT dengan

11 fraksi dapat dilihat pada Gambar 5.6.

Gambar 5.6.Kromatogram fraksi hasil KKCV yang dielusi dengan eluen etil asetat:

n-hexane (8:2, v/v).

Setiap fraksi yang telah di KLT dan menunjukkan profil noda yang sama

pada kromatogram hasil KLT, selanjutnya digabungkan sehingga diperoleh 2

fraksiyaitu fraksi F6 dan Fraksi F10. Fraksi F-6 merupakan fraksi hasil gabungan

3 4 5 6 7 8 9 10 11

Page 25: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

17

dari fraksi 6, 7 dan 8, sedangkan untuk fraksi F10 merupakan fraksi gabungan dari

fraksi 9 dan 10, seperti yang terlihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Fraksi hasil gabungan dari fraksi KKCV

No Fraksi Warna Fraksi gabungan

1 6-8 Orange muda F6

2 9-10 Orange gelap F10

Kedua fraksi yang diperoleh yaitu F6 dan F10 selanjutnya diuapkan. Hasil

penguapan pada kedua fraksi tersebut menunjukkan bahwa pada fraksi F6

terlihatadanya kristal kompak berwarna orange kekungingan yang terbentuk

disekeliling diding vial. Profil fraksi hasil sebelum dan setelah penguapan dapat

dilihat pada Gambar 5.7.

Gambar 5.7. Fraksi gabungan hasil fraksinasi A) Vial 1, F-10; vial 2, F-6; B) Vial 1:

hasil penguapan F-10; Vial 2: Kristal hasil penguapan F-6.

Kristal yang terbentuk pada fraksi F6 hasil KKCV selanjutnya difraksinasi

kembali dengan metode kromatografi flash dengan bobot fraksi F6 yaitu 16 mg.

Fraksi yang diperoleh sebanyak 120 dandiidentifikasi kembali menggunakan metode

KLT. Sedangkan untuk fraksi F10 difraksinasi kembali dengan metode KKCV

dengan hasil fraksinasi sebanyak 11 fraksi. Fraksi ke 6 atau F10-6 yang merupakan

fraksi ke 6 dari fraksinasi F10, terlihat terbentuk kristal yang sama pada F6 yang

selanjutnya di preparatif dan diidentifikasi menggunakan metode KLT. Hasil

preparatif dari fraksi F10-6 dan fraksi 111 hasil kromatografi flash, selanjutnya diuji

golongan dengan penambahan pereaksi tertentu. Dan dari hasil pengujian golongan

untuk kedua fraksi menunjukkanbahwa kedua fraksi tersebut termasuk kedalam

A B

1 2 2 1

Page 26: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

18

golongan senyawa alkaloid. Hal ini ditunjukkan dengan adanya reaksi positif pada

kedua fraksi setelah ditambahkan pereaksi Wagner yang ditunjukkan dengan adanya

endapan berwarna coklat tua dan pereaksi meyer dengan adanya endapan berwarna

putih kekuningan dapat dilihat pada Gambar 5.8.

Gambar 5.8. Uji pereaksi meyer dan wagner: A) Sampel F10-6; B) Sampel fraksi

111 hasil kromatografi flash

Penentuan golongan suatu senyawa atau uji fitokimia dapat dilakukan dengan

penambahan beberapa pereaksi tertentu seperti FeCl, Liebermann-Burchard, Meyer,

dan Wagner dengan tujuan untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terdapat

didalam sampel yang diujikan. Hasil pengujian golongan dapat dilihat pada Tabel

5.4.

Tabel 5.4. Uji Golongan sampel F10-6 dan fraksi 111 hasi kromatografi flash

.

Sampel Pereaksi

Pengamatan Setelah

Penambahan Keterangan

F10-6

Liebermann-

Burchard Merah muda (-) Steroid

FeCl3 Warna kuning (-) Flavonoid

Meyer Endapan putih

kekuningan (+) Alkaloid

Wagner Endapan coklat (+) Alkaloid

111

Liebermann-

Burchard Merah muda (-) Steroid

FeCl3 Warna kuning (-) Flavonoid

Meyer Endapan putih

kekuningan (+) Alkaloid

Wagner Endapan coklat (+) Alkaloid

Wagner Meyer Wagner Meyer

A B

32

33

Page 27: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

19

Hasil Uji KLT-Bioautografi Pada Bakteri Uji S. aureus Menggunakan

Ekstrak Kasar dan Hasil Kromatografi Flash

Pengujian KLT-Bioautografi dilakukan untuk mengetahui adanya senyawa

aktif sebagai antibakteri pada ekstrak kasar etil asetat yang diperoleh. Kromatogram

(Plat KLT Silica gel F 256) yang telah dielusi menggunakan 3 kombinasi pelarut

yang berbeda yaitu etil asetat: metanol (8:2), etil asetat: metanol (9:1) dan etil asetat:

metanol (6:4). divisualisasi di bawah penyinaran lampu UV λ254 nm dan λ366 nm

untuk melihat pemisahan senyawa serta warna yang dipendarkan yang ditunjukkan

pada lempeng KLT. Hasil pengujian menunjukkan jika noda aktif merupakan noda

berwarna orange kekuningan setelah divisualisasi dibawah lampu UV. Selain itu,

dari pengujian ini juga menunjukkan bahwa senyawa berwarna orange kekuningan

yang berpontensi sebagai antibakteri didunga merupakan senyawa yang bersifat

polar, dilihat dari posisi senyawa lebih diatas dari batas awal elusi setelah

dikembangkan dengan kombinasi pelarut etil asetat: metanol dengan perbandingan

tertentu. Menurut Pandey (2004), Bercak aktif dapat dideteksi sebagai zona jernih

diatas media tumbuh yang yang telah diinokulasikan mikrobia uji. Hasil pengujian

KLT-Bioautografi menggunakan ekstrak kasar terhadap bakteri uji S. aureus dapat

dilihat pada Gambar 5.9.

Gambar 5.9. Hasil KLT-Bioautografi ekstrak kasar etil asetat KMR-1E terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus:Kombinasi eluen yang digunakan: A)

Etil asetat: metanol (8:2); B) Etil asetat: metanol (9:1); C) Etil asetat:

metanol (6:4).

A B C

Page 28: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

20

Pemisahan senyawa pada fraksi gabungan 80-85 hasil kromatografi flash

menunjukkan bahwa ekstrak yang telah ditotolkan dan divisualisasi dibawah lampu

UV dan diujikan terhadap bakteri S. aureus menunjukkan adanya zona bening yang

terbentuk, dapat dilihat pada Gambar 5.10.

Gambar 5.10. Kromatogram yang telah dielusi dan hasil uji KLT-bioautografi

ekstrak hasil flash. A) Kromatogra hasil elusi etil asetat 100%; B)

Noda dibawah UV λ 254; C) Noda dibawah UV λ 366; C) Hasil KLT-

Bioautografi hasil flash.

Nilai Konsentrasi Hambatan Minimum/ Minumum InhibitoryConcentration

(MIC)

Metabolit sekunder yang berwarna orange kekuningandan aktif menghambat

pertumbuhan S. aureus ATCC 25923 diperoleh dengan cara fraksi 10-6 ditotol pada

lempeng KLT dan dikembangkan menggunakan pelarut etil asetat 100%. Hasil dari

pemisahan beberapa senyawa kemudian dipreparatif dan diujikan kembali untuk

mengetahui nilai Konsentrasi Hambatan Minimum/Minimum Inhibitory

Concentration (MIC) menggunakan metode difusi agar. Ekstrak hasil preparatif

dilarutkan dengan pelarut etil asetat dengan konsentrasi awal 1 mg/mL, dan dibuat

deret pengencer hingga 11 kali dengan konsentrasi akhir 0,976 µg/mL. Selanjutnya

setiap pengenceran diinjeksikan ke papper disc blank (Merck Ø 8 mm) dengan

volume 30 μL dan diletakkan pada permukaan media yang telah diinokulasikan

bakteri S. aureus ATCC 25923 dan diinkubasi selama 24 jam. Hasil pengujian dapat

dilihat pada Tabel 5.5.

A B C D

36

Page 29: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

21

Tabel 5.5. Nilai Konsentrasi Hambatan Minimum/MinimumInhibitory Concentration

(MIC) ekstrak KMR-1E terhadap bakteri uji S. aureus

No Konsentrasi

(mg/mL)

Konsentrasi

(µg/paper disc)

Diameter Zona

Hambatan (mm)

1 1 30 17,6

2 0,5 15 17,3

3 0,25 7,5 14,4

4 0,125 3,75 12,8

5 0,0625 1,875 11,2

6 0,03125 0,937 10,9

7 0,015625 0,469 9,3

8 0,0078125 0,234 8,5

9 0,00390625 0,117 8,3

10 0,001953125 0,0587 8,2

11 0,0009765625 - - Keterangan: (-) = tidak ada aktivitas antimikroba

Profil pengujian nilai MIC menggunakan metode difusi agar dapat dilihat

pada Gambar 5.11.

Gambar 5.11. Zona bening yang terbentuk disekeliling paper disc menggunakan

mikroba uji S. aureus. Ekstrak diencerkan hingga 11 kali

pengenceran.

Hasil Spektroskopi IR

Kristal yang telah diuji fitokimia yaitu fraksi ke-111 hasil kromatografi

flashselanjutnya diidentifikasi berdasarkan analisis spektroskopi Infra Red (IR)

menggunakan alat spektrofotometer FT-IR dengan metode pellet KBr. Analisis ini

bertujuan untuk menentukan gugus fungsional dari suatu senyawa. Berdasarkan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

Page 30: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

22

hasil analisis spektrofotometer FT-IR, interpretasi atau penafsiranspektrum infra

merahdapat ditentukan dengan menganalisa data berupa bilangan gelombang, bentuk

pita, intensitas dan gugus fungsi. Interpretasi Spektrum Infra Merah dapat dilihat

pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Interpretasi Spektrum Infra Merah

Pita serapan FT-IR (cm-1

) Bentuk

Pita

Penempatan Gugus

Terkait Intensitas

Isolat Pustaka

3444.87;

3421.72

3500 Tajam

-NH2 Primer Kuat

2924.09; 3000-2850 Tajam -CH alifatik (CH2) Sedang

1647.21 1600-1475 Tajam C=C aromatic Sedang

2380.16 2260-2240 Tajam C≡N Sedang

1026.13 1350-1000 Melebar C-N Sedang

Profil spektrum Infra Red dapat dilihat pada Gambar 5.12.

Gambar 5.12. Profil spektrum Infra Red (IR)

Antibakteri merupakan senyawa yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme

dan dalam konsentrasi kecil mampu menghambat bahkan membunuh proses

kehidupan bakteri. Berdasarkan sifat toksisitas selektifnya, antibakteri dapat

digolongkan sebagai bakteriostatik, dan bakterisida (Ganiswara dkk, 1995; Blair dkk,

38

Page 31: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

23

2015).Setiap jenis antibakteri memiliki meknisme tersendiri dalam menghambat

pertumbuhan bakteri. Agen antimikroba dapat dikategorikan menurut mekanisme

kerjanya, yang meliputi gangguan sintesis dinding sel, penghambatan sintesis

protein, gangguan sintesis asam nukleat, penghambatan jalur metabolismedan

gangguan struktur bakteri membran (Tenover, 2006).

Meski demikian, bakteri dapat mengembangkan kemapuan resistensi secara

intrinsik ≥1 kelas agen antimikroba (Pantosti dkk, 2007) atau melalui akuisisi gen

resistensi dari organisme lain. Gen resistensi yang diperoleh dapat memungkinkan

bakteri untuk menghasilkan enzim yang merusak senyawa antibakteri,senyawa

antimikroba mencapai target intraseluler, mengubah target sasaran, atau

menghasilkan jalur metabolisme alternatif yang melewati aksi obat (Tanover, 2006).

Saat ini yang menjadi perhatian besar adalah penanganan terhadap infeksi

bakteri Gram-positif seperti Pneumococcus, Enterococci, dan Staphylococci

(Guilhelmelli dkk, 2014). Staphylococcusaureus merupakan flora normal tubuh

yang umumnya hidup di permukaan kulit dan saluran pernafasan. Mikroba ini

umumnya hanya menyebabkan infeksi ringan namun pada kondisi tertentu mikroba

ini mampu menyebabkan infeksi yang bersifat sistemik yang berujung kematian.

S. aureus memiliki kemampuan adaptasi yang cepat dibanding keseluruhan

jenis bakteripatogen lain di era antibakteri. Van Sorge dkk (2013), menyatakan

bahwa ketika penisislin pertama kali ditemukan pada tahun 1940-an, semua isolat S.

aureus menujukkan sifat yang sangat rentan terhadap penicilin, namun pada akhir

dekade, 28 % S. aureus yang ditemukan di Boston City Hospital menujukkan sifat

resiten terhadap penicilin. Saat ini, hampir seluruh isolat S. aureus yang ditemukan di

rumah sakit menujukkan sifat resiten terhadap penicilin. Sejak saat itu, berbagai

kelas antibiotik telah digunakan dalam pengobatan terhadap S. aureus namun bakteri

ini menunjukkan kemampuan yang unik yang memungkinkannya untuk merespon

dengan cepat terhadap semua kelas anibiotik (Pantosi dkk, 2007; Ling dkk 2015).

Ekosistem yang unik memungkinkan untuk menemukan jalur metabolisme

yang unik yang telah berevolusi dan memungkinkan mikroorganisme untuk

beradaptasi dan bertahan hidup prevalensinya semakin besar. Koleksi mikroba dari

ekosistem yang unik tersebut akan menyediakan sumber daya yang kaya untuk

penemuan obat-obatan baru (Knight dkk, 2003). Dari penelitian sebelumnya

Page 32: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

24

diperoleh isolat Actinomycetes dengan kode KMR-1E (Pasmawati, 2015) yang

dianggap potensial karena kemampuannya menghambat bakteri dengan spektrum

luas dan daya hambat kategori tinggi.

Uji Antagonis

Kemampuan isolat Actinomycetes sp. strain KMR-1E dalam menghasilkan

senyawa antibakteri dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pada uji antagonis menggunakan

diffution agar block method (Ali, 2009), hasil positif ditunjukkan pada kedua

mikroba uji yakni S. aureusmewakili bakteri gram positif dan E. colimewakili bakteri

gram negatif dengan masing-masing zona hambat sebesar 23,5 mm dan 9,8 mm.

Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa aktivitas penghambatan yang

dihasilkan oleh isolat KMR-1E jauh lebih kuat terhadap bakteri S.

aureusdibandingkan dengan bakteri E. Colidan dari potensi ini maka

isolatActinomycetes strain KMR 1E dianggap potensial untuk diuji lebih lanjut

melalui tahap fermentasi senyawa menggunakan medium fermentasi Starch Nitrate

Broth(SNB) untuk memproduksi senyawa target dalam jumlah yang memadai.

Waktu optimum pertumbuhan

Produksi senyawa metabolit sekunder dari isolatActinomycetes strain

KMR-1E dapat diperoleh dengan cara menumbuhkannya pada media fermentasi

(Utami, 2011) Starch Nitrate Broth (SNB), dan diekstraksi menggunakan pelarut etil

asetat serta ekstrak yang diperoleh diujikan pada dua jenis bakteri uji yaitu S. aureus

dan E. coli. Selama proses kultur,terjadi perubahan warna kultur yaitu dari tidak

berwarna (hari ke-0) hingga kuning dimulai pada hari ke-5, hal ini dikarenakan

warna koloni Actinomycetes berbeda-beda serta produksi pigmen terlarut yang

berdifusi pada medium kultivasi (Lechevalier, 1980). Menurut Krieg &Holt (1994),

salah satu genus Actinomycetes yang dapat menghasilkan pigmen dengan kisaran

warna yang beragam, bergantung pada warna miselium vegetatif dan miselium udara

adalah Streptomyces sp. Optimasi waktu produksi metabolit sekunder dapat

ditentukan dengan membuat grafik hubungan antara waktu inkubasi dan diameter

zona hambat (Rante, 2010). Hasil penentuan waktu optimum pertumbuhan dalam

produksi senyawa antibakteri dapat dilihat pada Tabel 4.1 yang kemudian dibuat

dalam bentuk grafik pada Gambar 4.2 dan uji aktivitas pada Gambar 4.3. Senyawa

antibakteri yang diproduksi oleh isolatActinomycetes sp. Strain KMR 1E, hanya aktif

Page 33: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

25

menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus. Pada pengujian ini, produksi senyawa

antibakteri telah dimulai pada hari ke 5 dengan zona hambat 18,2 mm dan terus

meningkat hingga hari ke 11 dengan zona hambat 31,57 mm yang merupakan zona

hambat optimum dan penurunan aktivitas antibakteri dimulai pada hari ke 13 dan 15

dengan zona hambat 26, 87 mm dan 25,92 mm dan berat biomassa yang terus

meningkat. Menurut Sulistyani (2006), strategi Actinomycetes untuk dapat bersaing

dengan mikroba lainnya adalah dengan menghasilkan enzim-enzim ekstraseluler dan

senyawa antibiotik, dimana senyawa antibiotik berfungsi untuk menghambat

pertumbuhan mikroba kompetitor.

Penurunan aktivitas antibakteri dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor

yang paling berperan adalah mekanisme dari biosintesis senyawa metabolit sekunder,

senyawa yang dimanfaatkan sebagai antibiotik. Metabolit sekunder dibentuk melalui

metabolisme sekunder, yaitu metabolisme yang melibatkan senyawa-senyawa

organik spesifik dan terjadi sangat terbatas di alam (Wulandari, 2015).Antibiotik

yang merupakan metabolit sekunder banyak dihasilkan pada akhir fase eksponensial

dan fase stasioner (Darwis, 1989).Senyawa metabolit sekunder juga dapat mengalami

biodegradasi dan dimanfaatkan kembali pada masa germinasi oleh organisme

penghasilnya (Wink, 1999). Hal ini juga bisa menjadi faktor yang menyebabkan

terjadinya penurunan aktivitas antibakteri. Pada kultur dengan nutrisi yang tetap,

setelah melewati fasestationary jumlah sel bakteri akan berkurangakibat menurunya

jumlah nutrisi. Nutrisi yang semakin berkurang sementara aktivitas reproduksi sel

masih berjalan dan yang tersedia hanya senyawa metabolit sekunder. Kondisi inilah

yang memicu terjadinya biodegradasi senyawa metabolit sekunder sehingga bisa

digunakan kembali untuk proses germinasi (Wulandari, 2015).

Fermentasi dan Ekstraksi

Metode fermentasi memungkinkan untuk meningkatkan konsentrasi senyawa

metabolit sekunder Actinomycetes yang berpotensi sebagaiantibakteri(Wulandari,

2015). Oleh karena itu, metabolit sekunder khususnya senyawa antibakteri yang

diproduksi oleh isolatActinomycetes sp. strain KMR-1E dapat diperoleh melalui

proses fermentasi dengan menggunakan media cair seperti Starch Nitrate Broth

(SNB) (Utami, 2011). Medium fermentasi yang dibuat sebanyak 4,5 L

diinokulasikan dengan prekultur Actinomycetes sp. strain KMR-1E yang telah

Page 34: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

26

ditumbuhkan selama 7 hari pada medium SNB, kemudian diinkubasi selama 14 hari

dengan mengatur pH:7, suhu: 37oC dan laju penggojokan 100 rpm dengan tujuan

agar penyebaran oksigen dan penggunaan nutrien dalam medium lebih

efisien.Pemanfaatan metabolit sekunder yang diproduksi oleh Actinomycetes sp.

strain KMR-1E baru dapat dimanfaatkan setelah dilakukannya tahap ekstraksi dari

medium pertumbuhannya. Ekstraksi dalam hal ini merupakan kegiatan pemisahan

senyawa berdasarkan sifat pelarutnya.

Menurut Harborne (1987), salah satu usaha mengefektifkan isolasi senyawa

tertentu yaitu dengan pemilihan pelarut organik yang akan digunakan, dimana pelarut

polar akan lebih mudah melarutkan senyawa polar dan sebaliknya senyawa nonpolar

lebih mudah larut dalam pelarut nonpolar. Ekstraksi metabolit sekunder

Actinomycetes sp. strain KMR-1E dilakukan dengan menyaring medium

pertumbuhan mikroba, untuk memisahkan biomassa dan cairan fermentasi. Cairan

fermentasi diekstraksi cair-cair menggunakan pelarut etil asetat (1:1,v/v) didalam

corong pisah selama 20 menit, sedangkan biomassa yang diperoleh diektraksi dengan

metode maserasi, yaitu biomassa direndam menggunakan pelarut metanol 3x24 jam

dan setiap ekstrak yang diperoleh kemudian diuapkan. Profil perolehan metabolit

sekunder dapat dilihat pada Gambar 4.4 yang nampak berwarna kuning.

Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Fraksinasi dengan kromatografi

kolom

Ekstrak kasar yang mengandung senyawa aktif antibakteri selanjutnya

dipurifikasi. Prosespemisahan dan pemurnian senyawa dilakukan denganmetode

kromatografi kolom cair vakum (KKCV), kromatografi flash dan preparatif. Sebelum

dilakukannya pemisahan dan pemurnian berdasarkan kromatografi kolom, terlebih

dahulu dilakukan analisis kromatografi lapis tipis (KLT), yang bertujuan dalam

penentuan eluen terbaik terhadap pemisahan suatu senyawa.Berdasarkan hasil dari

analisis KLT menunjukkan bahwa eluen terbaik adalah etil asetat: n-heksan dengan

perbandingan 8:2 yang kemudian digunakan pada proses KKCV sebanyak 3 kali

ulangan, dimana komposisi eluen yang digunakan dimulai dari eluen yang bersifat

non polar hingga polar. Hasil dari KKCV diperoleh 11 fraksi yang kemudian

diidentifikasi kembali dengan uji KLT. Fraksi yang menujukkan pola pemisahan

senyawa yang sama, selanjutnya digabung menjadi 2 fraksi yaitu F6 dan F10 seperti

43

Page 35: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

27

yang ditunjukkan pada Tabel 4.3. Hasil penguapan kedua fraksi menunjukkan bahwa

pada fraksi F6 terbentuk kristal berwarna orange dengan susunan yang kompak di

sekeliling diding vial, sedangkan untuk F10 tidak menunjukkan terbentuknya kristal

(Gambar 4.7). Selanjutnya F6 dengan bobot 16 mg kembali difraksinasi dengan

metode kromatografi flash dan menghasilkan 120 fraksi, dimana fraksi ke 111 yang

membentuk kristal berwarna kuning yang selanjutnya diuji golongan dan dianalisis

berdasarkan spektroskopi IR. Sedangkan untuk F10 difraksinasi kembali dengan

metode KKCV dan menghasilkan 11 fraksi, pada fraksi ke 6 atau F10-6 hasil

fraksinasi F10 terlihat adanya kristal yang terbentuk dengan kristal yang sama pada

F6 hasil KKCV pertama.

Kedua jenis fraksi yaitu Fraksi F10-6 yang telah dipreparatif dan fraksi 111

hasil kromatografi flash yang membentuk kristal serupa berwarna orange kekuning

selanjutnya diuji golongan yang menunjukkan hasil bahwa kedua jenis fraksi tersebut

termasuk kedalam senyawa alkaloid, dikarenakan pada saat ekstrak dilarutkan

dengan pelarut etil asetat dan ditambahkan dengan pereaksi Wagner, terlihat adanya

endapan yang terbentuk berwarna coklat tua dan pada penambahan pereaksi Meyer

juga terbentuk endapan berwarna putih kekuningan (Marliana, 2005).

Uji KLT-Bioautografi Pada Bakteri Uji S. aureus Menggunakan Ekstrak Kasar

dan Hasil Kromatografi Flash

Bioautografi merupakan suatu metode yang spesifik untuk mendeteksi bercak

kromatogram hasil kromatografi lapis tipis (KLT) yang mempunyai aktivitas

antibakteri.Bercak aktif dapat dideteksi sebagai zona jernih diatas media tumbuh

yangtelah diinokulasikan mikrobia uji (Pandey, 2004). Pada pengujian ini, ekstrak

yang digunakan merupakan ekstrak kasar dan ekstrak hasil kromatografi flash

gabungan fraksi 80-85. Pada awalnya ekstrak kasar diuji untuk mengetahui adanya

senyawa yang aktif sebagai antibakteri secara KLT-Bioautografi dan hasilnya dapat

dilihat pada Gambar 4.9. Ada tiga lempeng KLT yang digunakan pada pengujian

KLT-Bioautografi estrak kasar,yang dielusi dengan kombinasi pelarut yang sama

dengan perbandingan berbeda yaitu etil asetat: metanol perbandingan 8:2, 9:1 dan

6:4 (v/v). Hasil pengujian menunjukkan bahwa senyawa yang aktif adalah senyawa

yang berwarna orange kekuningan. Pengujian KLT-Bioautografi ekstrak hasil

kromatografi flash gabungan fraksi 80-85, ditotolkan pada lempeng KLT dan dielusi

Page 36: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

28

dengan pelarut etil asetat 100%. Hasilnya menunjukkan bahwa dari titik awal

senyawa dielusi hingga letak pola senyawa orange kuningan pada saat lempeng

divisualisasi di bawah lampu UV terlihat adanya zona bening yang terbentuk

(Gambar 4.10). Pengujian ini pun dapat digunakan sebagai data pendukung bahwa

senyawa berwarna orange kekuningan merupakan senyawa yang berpotensi dalam

menekan pertumbuhan bakteri S. aureus dengan membentuk zona hambatan.

Nilai Konsentrasi Hambatan Minimum/ Minumum Inhibitory Concentration

(MIC)

Penentuan kosentrasi hambatan minimum atau Minimum inhibitory

concentration merupakan salah satu metode untuk mengetahui kemampuan

konsentrasi terendah suatu senyawa tertentu dalam menghambat aktivitas

pertumbuhan mikroba uji. Pada pengujian ini digunakan metode difusi agar. Ekstrak

yang berwarna orange kuningan yang aktif sebagai antibakteri diperoleh dengan cara

preparatif fraksi F10-6 dan diencerkan dengan pelarut etil asetat hingga pengenceran

11. Konsentrasi awal adalah 1 mg/mL dengan konsentrasi akhir 0,0009765625

mg/mL. Setiap paper disc diinjeksikan dengan senyawa yang telah diatur

konsentrasinya dengan volume 30 µL. Tingginya kemampuan suatu senyawa setelah

berdifusi pada media pertumbuhan, yaitu mampu menekan pertumbuhan suatu

mikroba uji yang ditentukan dengan besarnya zona hambat yang terbentuk, sehingga

menunjukkan bahwa mikroba uji sensitif terhadap senyawa antibakteri yang diujikan.

Hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai MIC senyawa

antibakteri dari isolatActinomycetes sp. strain KMR-1E termasuk kategori senyawa

antimikrobia potensial mengingat kisaran penghambatannya yang mencapai 10 kali

pengenceran dengan konsentrasi 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ papper disc)

dengan luas zona hambat sebesar 8,2 mm (Tabel 4.5).Kegiatan eksplorasi kandidat

obat baru, semakin rendah nilai MIC suatu senyawa aktif, menunjukkan senyawa

tersebut semakin potensial sebagai bahan obat. Walaupun demikian, senyawa aktif

harus memiliki toksisitas rendah terhadap sel normal tubuh, jika pemanfaatnnya

sebagai obat pada manusia atau hewan (Nurkanto, 2012). Berdasarkan hasil

pengujian nilai MIC, dapat diasumsikan jika senyawa antibakteri yang dihasilkan

oleh isolat Actinomycetes sp strain KMR 1E termasuk senyawa baru agen

Page 37: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

29

antimkrobia potensial namun hasil ini harus diperkuat dengan data analisis senyawa

lebih lanjut.

1. Uji Spektroskopi IR

Analisis spektroskopi inframerah berdasarkan Tabel 4.6 dan Gambar 4.12,

menunjukkan bahwa senyawa yang diperoleh mengandung gugus NH, khususnya

gugus NH primer karena terdapat runcingan ganda pada ujung pita yang ditunjukkan

pada serapan didaerah (v) 3444.87 dan 3421. 72 cm-1

, dengan Vibrasi ulur yang

diduga dari N-H (3310-3500 cm-1

) (bukan gugus –OH).

Serapan tajam dengan intensitas sedang tampak pada daerah 2924.09 cm-1

,

dan 2854.65 cm-1

yang merupakan vibrasi ulur C–H alifatik (gugus –CH2 atau

metilen). Sifat khas C-H alifatik ini ditandai dengan melihat adanya serapan pada

daerah v < 3000-2850 dan untuk serapan dekat dengan v 2853 dan 2926 cm-1

menunjukkan senyawa mengandung gugus metilen yang kemudian dibedakan

dengan sifat simetri dan asimetri. Intensitas sedang dan bentuk pita tajam yang

terletak dekat dengan daerah serapan 2250 cm-1

menunjukkan adanya gugus nitril

atau C≡N dengan serapan 2380. 16 cm-1

Selanjutnya untuk gugus C=C aromatik terlihat pada interpetasi spektrum yaitu

pada daerah serapan 1647.21 cm-1

dan daerah serapan gugus fungsi aromatik dapat

ditentukan dekat dengan 1650 cm-1

. Hal ini dibuktikan dengan adanya CH alifatik

yang terletak disebelah kanan daerah serapan 3000 cm-1

. Dan pada daerahserapan

v 1350 hingga 1000 cm-1

dengan intensitas sedangdapat menunjukkkan adanya gugus

C-N dengan daerah serapan 1026.13 cm-1

.

Berdasarkan data hasil analisis spektrofotometer infra merah menunjukkan

bahwa senyawa yang berbentuk kristal tersebut mengandung gusus –CH alifatik,

C≡N, ikatan rangkap C=C aromatik, C-N dan gugus –NH. Keberadaan atom N atau

nitrogen merupakan salah satu ciri khusus dari gologan senyawa alkaloid, dimana

atom N ditemukan sebagai gugus Amina atau Amida. Dugaan ini diperkuat pada uji

golongan menggunakan pereaksi Meyer dan Wegner yang menunjukkan hasil positif

merupakan senyawa alkaloid.

47

48

Page 38: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

30

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Waktu optimum produksi senyawa antibakteri terbaik sebagai antibakteri dalam

menghambat pertumbuhan bakteri S. aureus yaitu pada hari ke 11 dengan

diameter zona hambatan sebesar 31,57 dan berat biomassa 0,204 gram.

2. Hasil KLT-Bioautografi menunjukkan bahwa metabolit yang aktif sebagai

antibakteri memiliki sifat polar dan berwarna orange kekuningan dalam

menghambat petumbuhan bakteriS. aureus.

3. Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memiliki nilai Minimum Inhibitory

Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587µg/paperdisc)

dengan luas zona hambat sebesar 8,2 mm terhadap bakteri

S. aureus.

4. Uji fitokimia senyawa antibakteri berbentuk kristal jarum dan berwarna kuning

keemasan menunjukkan hasil positif terhadap pereaksi Meyer dan wagner yang

tergolong senyawa alkaloid. Dan analisis spektrofotometer FT-IR menunjukkan

bahwa senyawa tersebut mengandung gusus –CH alifatik, C≡N, ikatan rangkap

C=C aromatik, C-N dan gugus –NH. Keberadaan atom N merupakan salah satu

ciri khusus senyawa alkaloid.

Page 39: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

31

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. 2009. Skrining dan karakterisasi parsial senyawa antifungi dari Actinomycetes

asal limbah padat sagu terdekomposisi. Berk. Penel. Hayati: 14 (219–225).

Allen, N.E, and Nicas, T.I. 2003. Mechanism of action of oritavancin and related

glycopeptide antibiotics. 2003. FEMS Microbiol Rev, 26: 511-532.

Arifuzzaman, M., Khatun, M.R., Rahman, H. 2010. Isolation and screening of

actinomycetes from Sundarbans soil for antibacterial activity. Afr. J.

Biotechnol., 9: 4615-4619.

Ayuoso, A., Clark, D., Gonzales, I., Salazar, O., Anderson, A, and Genilloud, O.

2005. A novel Actinomycetes strain de-replication approach based on the

diversity of polyketide synthase and nonribosomal peptide synthetase

biosynthetics pathways. Appl Gen and Mol Biotec, 67: 795-806.

Badji, B., Zitouni,A., Mathieu,F., Lebrihi, A and Sabaou, N .2006. Antimicrobial

compounds produced by Actinomadura sp AC104 isolated from an Algerian

Sahara soil. Can J Microbiol, 55 (4): 373-382

Barakate, M., Ouhdouch, Y., Oufdou, K.H, and Beaulieu, C. 2002. Characterization

of rhizosperic soil Streptomyces from Moroccan habitats and their antimicrobial activities. World J Microb Biot, 18: 49-54.

Breitaupt, H. 1999. The new antibiotic: can novel antibacterial treatments combat the

rising tide of drug-resistant infectious? Nat Biotechnol, 17.

Castillo, Y., G.A. Strobel, and E.J. Ford. 2002. Munumbicins wide spectrum

antibiotics produced by Streptomyces munumbi, endophytic on Kennedia

nigriscans. Microbiology 148:2675-2685.

Chun, J. 1999. PHYDIT (The Phylogenetic Editor) Version 3.0. User’ Manual

Davelos, A.L.,Xiao, K., Flor, J.M, and Kinkel, L.L. 2004. Genetic and phenotypic

traits of streptomycetes used to characterized antibiotic activities of field-

collected microbes. Can J Microbiol, 50(2): 79-89.

Giamarellou, H., Antoniadou, A. 1997.The effect of monitoring of antibiotic use on

decreasing antibiotic resistant in the hospital. (Ciba Foundation Symposium

207). Antibiotic resistance: origins, evolution, selection and spread. John

Willey & Sons: 76-92.

Goodfellow. M. 1983. Ecology of Actinomycetes.Ann.Rev. Microbiol. 1983. 37:189-

216.

James PDA dan Edwards C. 1997.The effects of temperature on growth and

production of the antibiotic granaticin by a thermotolerantStreptomycete. J Gen

Microbiol135: 1997-2003.

Kim, B.S., Moon, S.S, and Hwang, B.K. 2000. Structure elucidation and antifungal

activity of an antracycline antibiotic, daunomycin, isolated from Actinomadura

rosela. J Agr Food Chem, 48: 1875-1881.

Kuster E. 1958. TheActinomycetes.didalam: Burger A, Raw F. 1967. Soil Biology.

London: Acad Press.

Lemriss, S., Laurent, F., Couble, A., Casoli, E., Lancelin, J.M., Bonaccio, D.S.,

Rifai, S., Fassaouane, A, and Boiron, P. 2003. Screening of nonpolyenic

antifungal metabolites produced by clinical isolates of Actinomycetes. Can J

Microbiol, 49 (11): 669-674.

Page 40: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

32

Manasa, M., Pallavi, S., Onkarappa, R., & Prashith, K.T.R. 2014. Antibakterial

activity of bioactive Streptomyces species MPPO-02 against clinical isolates of

Burn, dental caries and urinary tract infections. Journal of Biological &

scientific Opinion.Volume 2 (1).

Mc Daniel, R., Welch, M, and Hutchinson, C.R. 2005.Genetic approaches to

polyketide antibiotics. Int Chem Rev, 105:543-558.

Muramatsu, H. 2008. Development of simple-identification method for

Actinomycetes based on partial 16S rDNA sequences as exemplified by a

comparative study of Malaysian and Japanese Actinomycetes.

Actinomycetologica, 22: 30-33.

Omura S., Ikeda H., Ishikawa J. 2001. Genome sequence of an industrial

microorganism Streptomyces avermitilis: deducing the ability of producing

secondary metabolites. Proc Natl Acad Sci. 98:12215–20.

Omura Satoshi, Yuzuru Iwai, Atsushi Hirano, Akira Nakagawa, Juichi Awaya, Hisae

Tsuchiya, Yoko Takahashi and RokurouMasuma. 1977. A New Alkaloid AM-

2282 OfStreptomycesOrigin Taxonomy, Fermentation, Isolation

AndPreminalary Characterization. The JounalOf Antibiotics.Vol 30. No. 4

Oskay, M., Tamer, A. U., & Azeri, C. 2004. Antibacterial activity of some

Actinomycetes isolated from farming soil of Turkey. African Journal

ofBiotechnology, 3(9) : 441-446.

Pandey B., Ghimirel P., Agrawal VP. 2004. Studies on the Antibacterial Activity of

the Actinomycetes Isolated from the Khumbu Region of Nepal. Brazilian

Journal ofMicrobiology. 67(4).

Patzer SI, Volkmar B. 2010. Gene cluster involved in the biosynthesis of

griseobactin, a catechol-peptide siderophore of Streptomyces sp. ATCC

700974. JBacteriol. 192:426–35.

Rollins, D. M. & Joseph, S. W.2000. Actinomycetes Summary.University of

Maryland. Diakses: kamis, 25 Februari 2016.

http://www.life.imd.edu/cllasroom/bsci424/PathogenDescriptions/

Actinomycetes.html

Saitou, N. & Nei, M. 1987. The Neighbour-joining method : A New Method for

Reconstructing Phylogenetic Trees, Mol Biol Evol, 4 : 406-426.

Sembiring, L. 2009. Molecular phylogenetic classification of Streptomycetes isolated

from the rhizosphere of tropical legume (Paraserianthes falcataria) (L.)

Nielsen. Hayati J Bios, 16 (3) : 100-108.

Strobel, G.A. 2002. Rain forest endophytes and bioactive products. Crit. Rev.

Biotechnol. 22:315-333. Strobel, G.A. 2003. Endophytes of bioactive products.

Microbes Infect. 5:535-544.

Suzuki, S.I., Okuda, T, dan Komatsubara, S. 2000. Selective isolation and

distribution of Actinobispora strain in soil. Can J Microbiol, 46: 708-715.

Takahashi, Y, and Omura, S. 2004. Isolation of new Actinomycetes strain for the

screening of new bioactive compounds. J Gen Appl Microbiol, 49: 141-154.

Takahashi Y, Satoshi O.2003. Isolation of new actinomycete galurs for the screening

of new bioactive compounds.J Gen Appl Microbiol 49:141-154.

Page 41: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

33

Thompson, J.D., Higgins, D.G. & Gibson, T.J. 1994. Clustal X Version 1.6. User

Manual

Wang, Y., Zhang, J.S., Ruan, J.S.,Wang, Y.M, and Ali, S.M. 1999. Investigation of

Actinomycetes diversity in the tropical rainforests of Singapore. J Int Microb

Biotechnol, 23:178-187)

White, T.C., Marr, K.A, and Bowden, R.A.1998. Clinical, cellular, and molecular

factors that contribute to antifungal drug resistances. Clin Microbiol Rev,

11(2): 382-402

Yamac, M., Isik, K., andSahin, N.2011. Numerical classification of streptomycetes

isolated from karstic caves in Turkey. Turkish Journal of Biology, 35(4), 473-

484.

Zhang, L. 2000. Regulated gene expression in Staphylococcusaureusfor identifying

conditional lethal phenotypes and antibiotic mode of action. Journal

Actibiotics.Gene 255, 297–305.

Page 42: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

34

LAMPIRAN 1. Susunan Organisasi Tim Peneliti/Pelaksana dan Pembagian Tugas

No Nama/NIDN Instansi

Asal Bidang Ilmu

Alokasi

Waktu

(Jam/

mgg)

Uraian Tugas

1 Dr. Alimuddin Ali, S.Si, M.Si

(NIDN. 0031126906)

FMIPA

UNM

Mikrobiologi

/Bioteknologi

15 Uji

pertumbuhan

mikroba,

produksi

senyawa

aktif,

Pembuatan

laporan

2 Dr. Andi Mu’nisa, S.Si, M.Si

(NIDN. 0026057203)

FMIPA

UNM

Fisiologi

Hewan

10 Uji aktivitas

antibkateri

dan

karakterisasi

senyawa

3 Andi Irma Suryani, S.Pd, M.Si

(NIDN. 0001108701)

FMIPA

UNM

Biokimia 10 Analisis

molekular

strain

Page 43: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

35

LAMPIRAN 2. Surat Kontrak Penelitian

Page 44: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

36

LAMPIRAN 3. Surat Izin Penelitian

Page 45: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

37

LAMPIRAN 4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian

Page 46: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

38

Isolation of Endophytic Actinomycetes Producing Antibacterial and

Characterization of Species Based on 16S rRNA gene.

Alimuddin Ali1, A. Mu’nisa

2, A. Irma Suryani

2, Shasmitha Irawan

3

1) Laboratory of Microbiology, Department of Biology, Faculty of Mathematic and Natural

Sciences, Universitas Negeri Makassar. South Selatan, Indonesia 90234

2) Laboratory of Zoological, Department of Biology, Faculty of Mathematic and Natural

Sciences, Universitas Negeri Makassar. South Selatan, Indonesia 90234

3) Graduate School of Biology Department, FMIPA, Universitas Negeri Makassar, Indonesia

*Corresponding author Email: [email protected]

ABSTRACT

Strain KMR1E was isolated from the root tissue of karst plant and identified as

Streptomyces sp. on the basis of morphology, chemotaxonomy and 16SrDNA

sequencing. It was an antagonist of Gram positive bacteria; Staphylococcus aureus

ATCC25932, Escherichia coli ATCC83125. The inhibitory effect of the crude

extract from the strain KMR1E was examined based on the paper disc diffusion

method (5 mg per paper disc) with three replications. It has been shown to have

antibacterial activity. The major active ingredients from the crude extract were

purified by silica gel column chromatography, thin-layer chromatography and

identified to be alkaloid. Bioassay studies showed that these compounds had

antibacterial activity with the minimum inhibitory concentrations within the

0,0009765625 mg/mL.

Key words: antibacterial activity, endophyte, alkaloids, Streptomyces sp.

INTRODUCTION

The symbiosis of endophytic microorganisms favours metabolic interactions

with their host and their environment, thereby increasing the production of bioactive

compounds (Bacon and White, 2000). Some of actinomycete could be isolated from

the tissue of healthy plants which was called endophytic actinomycetes. Several

reports refer to endophytic actinomycetes produced secondary metabolites against

phytopathogenic fungi (Sardi et al., 1992; Shimizu et al., 2000, Taechowisan et al.,

2003), and also produced the novel antibiotics for example: Munumbicins from

Streptomyces sp. NRRL 30562, an endophyte of Kennedia nigriscans (Castillo et al.,

2002), Kakadumycins from Streptomyces sp. NRRL 30566, an endophyte of

Grevillea pteridifolia (Castillo et al., 2003), Coronamycins from Streptomyces sp.

Page 47: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

39

MSU-2110, an endophyte of Monstera sp. (Ezra et al., 2004). In our previous

studies, many endophytic actinomycetes were isolated from plant tissues, some of

them produced the secondary metabolites against bacteria and phytopathogenic fungi

(Taechowisan et al., 2005, 2008, 2013). We report here the isolation of the roots of

karst plant of Streptomyces sp. KMR1E. Extraction of the culture medium of

Streptomyces sp. KMR1E afforded several alkaloid, which displayed strong

antibacterial activity.

Page 48: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

40

MATERIALS AND METHODS

Isolation of endophytic strain

Streptomyces sp. KMR1E was isolated from the root tissues of karst plant was

collected in Maros regency, South Sulawesi. Root tissue was done by cutted into

small pieces after washed with running tap water. The surface-sterilization technique

using serial treatment of ethanol 70% (v/v) for 10 min, 1% sodium hypochlorite for 5

minute. Finally, root tissue was washed in sterilized distilated water, then dried using

sterile filter paper. Approximately 0.1 x 1 cm2 of plant tissue were cutted and

transferred onto starch casein (SC) agar supplemented with nystatin 100µg/mL. The

surface sterilization process was confirmed by spreading aliquots of the sterile

distilled water from the final rinse on SC agar medium, followed by incubation at

35°C. If there was no visible growth of microbe colony on the surface of agar plates,

the surface sterilization was assumed completed. Colonies of endophytic

actinomycetes appeared surrounding of plant sample tissue after incubation was

purified till obtained single colony.

Screening for antibacterial

Evaluation of antibacterial activity of strains were assesed by using dual assay

methods (Barakate et al., 2002). All isolates were obtained from isolation procces

spreaded onto SC agar medium and incubated 35oC for 7 days. A block agar of

isolates (6 mm in diameter) were tranferred onto the Nutrien agar plate, while the

tested bacteria was spreaded. The plates were incubated 30oC for 48 hrs. The

endophytic strain was showed clear zone in sorrounding of bacteria consedered as

endophytic actinomycetes producing antibacteria (Taechowisan et al., 2003).

Identification of the isolate to species level was based on morphology,

chemotaxonomy and also 16S rDNA sequencing as described by Taechowisan and

Lumyong (2003). Solid medium for sporulation used in this study was International

Streptomyces Project Medium 4 (ISP-4) and the culture medium used for secondary

metabolites production was ISP-2 (Shirling and Gottlieb, 1966).

Page 49: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

41

Preparation of the crude extract

A spore suspension of Streptomyces sp. KMR1E was prepared in distilled

water from cultures grown on ISP-4 medium at 30°C for 10 days. The suspension,

108 spores per 100 ml of liquid medium, was added to ISP-2 broth in each 500-ml

Erlenmeyer flask. Cultures were kept on a shaker at 120 rpm at 30 °C for 48 h and

used as seed stocks. For large production of culture filtrates, the strain BT01 was

grown in a modified 3000 ml glass container containing 1500 ml of ISP-2 broth, and

incubated in an orbital shaker for 5 days in the same condition. The 5-day-old

cultures were filtrated by Whatman paper No. 1 under vacuum. The mycelial mats

were washed with distilled water and separated by centrifugation at 5000 rpm for 20

min. The culture filtrate and mycelial mats of the strain KMR1E were extracted three

times with 1/3 volumes of ethyl acetate. This organic solvent was pooled and then

taken to dryness under flash evaporation at 40oC. The yield of dry material per litre

was about 753 mg

Minimum inhibitory concentrations (MICs)

MICs of crude extract and purified compounds were determined by NCCLS

microbroth dilution methods (National Committee for Clinical Laboratory Standards,

1997). The crude extract and purified compounds were dissolved in DMSO. A

dilution suspension of bacteria was inoculated into each well of a 96-well microplate,

each containing a different concentration of the test agents.

We performed doubling dilutions of the test agents. The range of sample dilutions

was 256 to 0.50 μg/ml in nutrient broth supplement with 10% glucose (NBG) and a

final concentration of test agent that inhibited bacterial growth, as indicated by the

absence of turbidity. Test agent-free broth containing 5% DMSO was incubated as

growth control. Minimum bactericidal concentration (MBC) was determined by

inoculating on to nutrient agar plates, a 10 μl of medium from each of the well from

the MIC test which showed no turbidity. MBCs were defined as the lowest

concentration of test agent where was no microbial growth on the plates.

Page 50: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

42

RESULTS AND DISCUSSION

Identification of microorganism

An endophyte designated Streptomyces sp. KMR1E was isolated from the root

tissue of karst plant. This strain was of great interest, because of its potent

antibacterial activity. Morphological observation of 21-day-old culture of KMR1E

grown on ISP-2 medium revealed that sporophores to be monopodially branched,

producing open spirals of oval-shaped spores (1x1.5 μm) with spiny surfaces.

The substrate mycelium was extensively branched with non-fragmenting

hyphae. The aerial mycelium was orange changing to brown with yellow soluble

pigment occasionally discernible. Based on results in morphological observation as

well as on the presence of LL-type diaminopimelic acid in the wholecell extracts,

endophytic actinomycetes KMR1E was identified as belonging to the genus

Streptomyces.

Almost the complete 16S rDNA sequence was determined for the endophytic

Streptomyces sp. KMR1E from position 25 to position 1425. BLAST search results

for strain BT01 came from GenBank; when reference sequences were chosen. The

BLAST search results and the phylogenetic tree generated from representative strains

of the related genera showed that strain KMR1E had high levels of sequence

similarity to species of Streptomyces emeiensis DSM 41884 (accession number:

DQ462649) (Figure 2).

The molecular taxonomy and phylogenetic analysis (Fig.6) reconstructed on

the basis of 16S rRNA gene sequences indicated that KMR-1 strain belonged to the

genus Streptomyces. KMR-1 strain shared similarity level was 97% with

Streptomyces tendae strain NBRC 12822. The strain was assigned toStreptomyces

albogriseolus strain DSM 40003 and Streptomyces violaceolatus strain NBRC

13101, the most closely related species.

Page 51: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

43

Fig.6. Neighbour-joining phylogenetic tree inferred from 16S rRNA gene sequences. The phylogenetic tree shows the phylogenetic relationship of

endophytic bacteria KMR-1E strain with related genera. Bootstrap values are

expressed as percentages of 1000 replications. Bootstrap values ≥50% are

shown at branch points. Score bar represents 1 nucleotide substitution per 100

nucleotides.

Antibacterial activity

Ethyl acetate extract from the strain KMR1E was evaluated against S. aureus

ATCC25932, E. coli ATCC10536. The extract obtained from the culture medium

(blank) was tested in this assay and was not active, demonstrating that the positive

results were because of the secondary metabolites produced by the strain KMR1E.

The extract showed strong antibacterial activity against S.aureus with MIC value of

0,0009765625 mg/mL, but no activity against E.coli, respectively, as were presented

in Table 1.

0.1

Streptomyces fragilis strain NRRL 2424

Bacillus lindianensis strain 12-3

Acrocarpospora corrugata strain DSM 43316

Streptosporangium nondiastaticum strain IFO 13990

Streptosporangium pseudovulgare strain IFO 13991

100

100

100

Streptomyces luteosporeus strain NBRC 14657

Streptomyces roseoverticillatus subsp. melrosporus strain NRRL 3117

93

99

Streptomyces flavoviridis strain NBRC 12772

Streptomyces mutabilis strain NBRC 12800

Streptomyces geysiriensis strain NBRC 15413

Streptomyces rochei strain NRRL B-1559

63

Strain KMR1

Streptomyces tendae strain NBRC 12822

Streptomyces albogriseolus strain DSM 40003

Streptomyces violaceolatus strain NBRC 13101

Streptomyces althioticus strain NBRC 12740

Streptomyces variabilis strain NRRL B-3984

Page 52: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

44

Tabel 1. Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of the crude extract of strain

KMR-1E against S. aureus

No Concentration

(mg/mL)

Concentration

(µg/paper disc)

Diameter of inhibitory

zone (mm)

1 1 30 17,6

2 0,5 15 17,3

3 0,25 7,5 14,4

4 0,125 3,75 12,8

5 0,0625 1,875 11,2

6 0,03125 0,937 10,9

7 0,015625 0,469 9,3

8 0,0078125 0,234 8,5

9 0,00390625 0,117 8,3

10 0,001953125 0,0587 8,2

11 0,0009765625 - - (-) = no activity

It has been reported to possess various biological activities, for example

antioxidant activity (Shi et al., 2012), and anti-inflammatory activity, etc. (Jiang et

al., 2005). In this study, 3'-hydroxydaidzein was active against Gram positive

bacteria: S.aureus, and E.coli with MIC value, and was weakly active against Gram

negative bacteria: E. coli ,respectively. Xenognosin (6) has been previously isolated

from plants for example: Astragalus membranaceus (Family Fabaceae) (Du et

al.,2006) and Dalbergia odorifera (Family Leguminosae) (Leung et al., 1991). It had

antibacterial activity less than 3'-hydroxydaidzein (5) and 2',7-dihydroxy-4',5'-

dimethoxyisoflavone (4). However it was active against Gram positive bacteria

greater than Gram negative bacteria.

Tabel 4.6. Interpretation of Infra Red Spectrum

Pita serapan FT-IR (cm-1

) Bentuk

Pita

Penempatan Gugus

Terkait Intensitas

Isolat Pustaka

3444.87;

3421.72

3500 Tajam

-NH2 Primer Kuat

2924.09; 3000-2850 Tajam -CH alifatik (CH2) Sedang

1647.21 1600-1475 Tajam C=C aromatic Sedang

2380.16 2260-2240 Tajam C≡N Sedang

1026.13 1350-1000 Melebar C-N Sedang

Page 53: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

45

Figure 4. Profile of Infra Red (IR) spectrum of antibacterial compounds

This study indicated that Streptomyces sp. MKR1E, an endophyte in of produces

several antibacterial alkaloid. Since the flavonoids have been reported to have

multiple biological effects including anti-inflammatory activity, antioxidant activity

and anti-thrombotic activity, etc (Jiang et al., 2005, Shi et al., 2012), so it could be

benefit in this point, we would like to further investigate of these compounds.

ACKNOWLEDGEMENT

This work was supported by PNBP Faculty of Mathemathic and Natural

Sciences, Universitas Negeri Makassar 2017.

REFERENCES

Bacon, C.W., White, J.F. 2000. Microbial endophytes. MarcelDekker Inc., New

York.

Braz Fo, R., Gottlieb, O.R., Moraes, A.A. de, Pedreia, G.,Pinho, S.L.V., Magalhâes,

M.T., Ribeiro, M.N. de S. Isoflavonoids from Amazonian species. Lloydia,

1977; 40: 236-238.

Page 54: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

46

Castillo, U.F., Harper, J.K., Strobel, G.A., Sears, J., Alesi, K.,Ford, E.J., Lin, J.,

Hunter, M., Maranta, M., Ge, H., Yaver, D., Jenson,J.B., Porter, H., Robison,

R., Millar, D., Hess, W.M., Condron, M.A.,Teplow, D.B. Kakadumycins,

novel antibiotics from Streptomyces NRRL30566, an endophyte of Grevillea

pteridifolia. FEMS Microbiology Letters 2003; 224: 183-190.

Castillo, U.F., Strobel, G.A., Ford, E.J., Hess, W.M., Porter, H.,Jenson, J.B., Albert,

H., Robison, R., Condron, M.A., Teplow, D.B.,Stevens, D., Yever, D.

Munumbicins, wide-spectrum antibiotics produced by Streptomyces NRRL

30562, endophytic on Kennedia nigriscans.Microbiology 2002; 148: 2675-

2685.

Chen, Y.C., Sugiyama, Y., Abe, N., Kuruto-Niwa, R., Nozawa, R., Hirota, A. DPPH

radical-scavenging compounds from dou-chi, a soybean fermented food.

Bioscience Biotechnology and Biochemistry 2005; 69: 999-1006.

Du, X., Bai, Y., Liang, H., Wang, Z., Zhao, Y., Huang, L.Solvent effect in 1H NMR

spectra of 3'-hydroxy-4'-methoxyisoflavonoids from Astragalus membranaceus

var. monggholicus. Magn Reson Chem 2006; 44: 708-712.

Ezra, D., Castillo, U.F., Strobel, G.A., Hess, W.M., Porter, H., Jensen, J.B., Condron,

M.A., Teplow, D.B., Sears, J., Maranta, M., Hunter, M., Weber, B., Yaver, D.

Coronamycins, peptide antibiotics produced by a verticillate Streptomyces sp.

(MSU-2110) endophytic on Monstera sp. Microbiology 2004; 150: 785-793.

Forbes, T.D.A., Clement, B.A., 2010. Chemistry of Acacia's from South Texas.,

Texas A&M Agricultural Research and Extension Center.

Funayama, S., Anraku, Y., Mita, A., Komiyama, K., Omura, S.Structural study of

isoflavonoids possessing antioxidant activity isolated from the fermentation

broth of Streptomyces sp. Journal of Antibiotics 1989; 42: 1350-1355.

Gábor, M., Eperjessy, E. Antibacterial effect of fisetin and fisetinidin. Nature 1966;

5067: 1273.Heinonen, S.M., Wähälä, K., Liukkonen, K.H., Aura, A.M.,

Poutanen, K., Adlercreutz, H. Studies of the in vitro intestinal metabolism of

isoflavones aid in the identification of their urinary metabolites. Journal of

Agricultural Food Chemistry 2004; 52: 2640-2646.

Jiang, R., Lau, K., Lam, H., Yam, W., Leung, L., Choi, K.,Waye, M., Mak, T.C.W.,

Woo, K., Fung, K. A comparative study on aqueous root extracts of Pueraria

thomsonii and Pueraria lobata by antioxidant assay and HPLC fingerprint

analysis. Journal of Ethnopharmacology 2005; 96: 133-138.

Kulling, S.E., Honig, D.M., Metzler, M. Oxidative metabolism of the soy isoflavones

daidzein and genistein in humans in vitro and in vivo. Journal of Agricultural

Food Chemistry 2001; 49: 3024-3033.

Kulling, S.E., Honig, D.M., Simat, T.J., Metzler, M. Oxidative in vitro metabolism

the soy phytoestrogens daidzein and genistein Journal of Agricultural Food

Chemistry 2000; 48: 4963-4972.

Leung, A.W., Mo, Z.X., Zheng, Y.S. Reduction of cellular damage induced by

cerebral ischemia in rats. Neurochem Res 1991; 16:687-692.

Liu, L., Shan, S,, Zhang, K., Ning, Z.Q., Lu, X.P., Cheng. Y.Y. Naringenin and

hesperetin, two flavonoids derived from Citrus aurantium up-regulate

transcription of adiponectin. Phytother Res. 2008; 22:1400-1403.

Page 55: LAPORAN AKHIR PENELITIAN PNBP FAKULTAS MIPA · Ekstrak hasil preparatif fraksi 10-6 memilki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) sebesar 0,0009765625 mg/mL (0,0587 µg/ paper

47

Olsen HT, Stafford GI, van Staden J, Christensen SB, Jäger AK. Isolation of the

MAO-inhibitor naringenin from Mentha aquatica L. J Ethnopharmacol.2008;

117: 500-502.

Sardi, P., Saracchi, M., Ouaroni, S., Petrolini, B., Borgonovoli, G.E., Merli, S.

Isolation of endophytic Streptomyces from surfacesterilized roots. Applied and

Environmental Microbiology 1992; 58: 2691- 2693.

Shafaghat, A., Salimi, F. Extraction and determining of chemical structure of

flavonoids in Tanacetum parthenium (L.) Schultz. Bip. from Iran. Journal of

Science I.A.U 2008; 18: 39-42.

Shi, S., Ma., Y., Zhang, Y., Liu, L., Liu, Q., Peng, M., Xiong, X. Systematic

separation and purification of 18 antioxidants from Pueraria lobata flower

using HSCCC target-guided by DPPH-HPLC experiment. Separation and

Purification Technology 2012; 89: 225-233.

Shimizu, M., Nakagawa, Y., Sato, Y., Furumai, T., Igarashi, Y., Onaka, H., Yoshida,

R., Kunoh, H. Studies on endophytic actinomycetes (I) Streptomyces sp.

isolated from Rhododendron and its antifungal activity. Journal of General

Plant Pathology 2000; 66: 360-366.

Taechowisan, T., Chanaphat, S., Ruensamran, W., Phutdhawong, W.S. Antibacterial

activity of 1-methyl ester-nigericin from Streptomyces hygroscopicus BRM10;

an endophyte in Alpinia galanga. Journal of Applied Pharmaceutical Science;

2013; 3: 104-109.

Taechowisan, T., Chuaychot, N., Chanaphat, S., Wanbanjob, A., Shen, Y. Biological

activity of chemical constituents isolated from Streptomyces sp. Tc052, an

endophyte in Alpinia galanga. International Journal of Pharmacology 2008; 4:

95-101.

Taechowisan, T., Lu, C., Shen, Y., Lumyong, S. 4- arylcoumarins from endophytic

Streptomyces aureofaciens CMUAc130 and their antifungal activity. Annals of

Microbiology 2005; 55: 63-66.

Taechowisan, T., Lumyong, S. Activity of endophytics actinomycetes from roots of

Zingiber officinale and Alpinia galanga against phytopathogenic fungi. Annals

of Microbiology 2003;53:291-298.

Taechowisan, T., Peberdy, J.F., Lumyong, S. Isolation of endophytic actinomycetes

from selected plants and their antifungal activity. World Journal of

Microbiology and Biotechnology 2003; 19: 381- 385.