laporan penelitianeprints.ulm.ac.id/5550/1/7. dinamika ekonomi perkebunan-laporan penelitian.pdf ·...

26
LAPORAN PENELITIAN DINAMIKA EKONOMI PERKEBUNAN PADA DAERAH KONSESI ALEXANDER HARE DI MALUKA, ZUID-OOST BORNEO, TAHUN 1811-1816 OLeh : Mansyur, S.Pd., M.Hum. (Ketua) Drs. Rusdi Effendi, M.Pd. (Anggota) Wisnu Subroto, SS, MA. (Anggota) Sumber Dana : Penelitian ini dibiayai oleh Dana RAB PSP Sejarah FKIP ULM Tahun Anggaran 2018 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2018

Upload: dangdiep

Post on 27-Jun-2019

230 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PENELITIAN

DINAMIKA EKONOMI PERKEBUNAN PADA DAERAH KONSESI ALEXANDER HARE DI MALUKA, ZUID-OOST BORNEO,

TAHUN 1811-1816

OLeh :

Mansyur, S.Pd., M.Hum. (Ketua) Drs. Rusdi Effendi, M.Pd. (Anggota) Wisnu Subroto, SS, MA. (Anggota)

Sumber Dana :

Penelitian ini dibiayai oleh Dana RAB PSP Sejarah FKIP ULM

Tahun Anggaran 2018

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

2018

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Dinamika Ekonomi Perkebunan Pada Daerah Konsesi Alexander Hare di Maluka, Zuid-Oost Borneo, Tahun 1811-1816

Topik Unggulan : - Kelompok Peneliti Bid. Ilmu : Ilmu Sejarah Ketua Peneliti : Nama Lengkap : Mansyur, S.Pd, M.Hum. NIP/NIK : 19820409 200812 1 001 NIDN : 90482039048203 Jabatan Fungsional : Asisten Ahli Jabatan Struktural : Penata Muda (III a) Fakultas/Jurusan/Prodi : Keguruan dan Ilmu Pendidikan/ Pendidikan IPS/

Pendidikan Sejarah Alamat Institusi : Jl. Brigjend. H Hasan Basry, Kayutangi Banjarmasin Telpon/Faks/E-mail : 0813 48 48 444 2 Waktu Penelitian : 3 (Tiga) Bulan Sumber Dana Biaya Penelitian

: :

RAB PSP Sejarah FKIP ULM TA 2018 Rp. 3.000.000 (Tiga Juta Rupiah)

Mengetahui Dekan FKIP Unlam, Prof. Dr. H. Wahyu, MS. NIP. 19550910 198103 1 005

Banjarmasin, Agustus 2018 Ketua Tim Peneliti, Mansyur, S.Pd, M.Hum. NIP. 19820409 200812 1 001

Ketua Lembaga Penelitian & Pengabdian

Kepada Masyarakat (LPPM) Unlam

Prof. Dr. Ir. H.M. Arief Soendjoto, M.Sc NIP. 19600623 198801 1 001

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW, yang

telah membawa ajaran Islam sebagai teladan bagi ummatnya. Terima kasih

kepada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan kesem-

patan memasukkan usulan riset ini untuk mendapatkan pendanaan penelitian.

Kami menyadari penulisan hasil penelitian ini tidak terlepas dari masukan,

bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima

kasih dan apresiasi yang tidak terhingga kepada semua pihak sebagai berikut:

1. Prof. Dr. H. Wahyu MS, Dekan I FKIP ULM, yang telah memberikan banyak

bantuan informasi mengenai media pembelajaran yang sangat menunjang

penulisan proposal penelitian.

2. Drs. M. Zaenal Arifin Anis, M. Hum, Ketua Jurusan IPS FKIP ULM, atas

kontribusi dan bantuan serta masukannnya dalam penyusunan proposal

penelitian.

3. Drs. Rusdi Effendi, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP

ULM, atas ijin akses ke Perpustakaan Prodi FKIP ULM.

4. Terima kasih juga disampaikan kepada staf Perpustakaan Program Studi

Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin,

atas “pinjaman” koleksi bukunya.

Dalam penulisan hasil penelitian ini, tim penulis menyadari bahwa masih

terdapat kekurangan terutama dalam hal isi atau esensi. Tidak ada gading yang

tidak retak, semoga kehadiran hasil penelitian ini memiliki nilai manfaat sesuai

dengan apa yang diharapkan. Wassalam.

Banjarmasin, Agustus 2018

Peneliti

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ............................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vi RINGKASAN ..................................................................................................... vii BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1 B. Permasalahan ..................................................................................... 10 C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 17 D. Urgensi Penelitian ............................................................................. 19 E. Luaran Penelitian ............................................................................... 12

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 13

A. Kajian Ilmu Sejarah .......................................................................... 13 B. Sejarah Sosial dan Sejarah Ekonomi ................................................. 15 C. Ruang Lingkup Sejarah Ekonomi ...................................................... 15 D. Ekonomi Dualistik dan Perkebunan .................................................. 19

BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................... 22

A. Heuristik ............................................................................................ 22 1. Sumber Primer .............................................................................. 23 2. Sumber Sekunder .......................................................................... 24

B. Kritik .................................................................................................. 26 1. Kritik Ekstren ................................................................................ 26 2. Kritik Intern ................................................................................... 26

C. Interpretasi ......................................................................................... 27 D. Historiografi ...................................................................................... 27

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................. 29

A. Gambaran Umum Daerah Konsesi Maluka Tahun 1811-1816 ......... 29 1. Maluka Dalam Sumber Kolonial: Tinjauan Toponim .................. 29 2. Letak, Kondisi dan Demografi Wilayah Maluka .......................... 30

B. Pengembangan Perkebunan Lada ...................................................... 37 C. Penempaan Mata Uang Palsu Untuk Modal Perkebunan ................. 49 D. Transportasi dan Tenaga Kerja Perkebunan ...................................... 57 E. Kegagalan Perkebunan Lada & Status Konsesi Maluka Pasca 1816 . 69

BAB V. KESIMPULAN ..................................................................................... 76

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 78

v

v

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1. Jumlah pegawai Yang Pertama Kali Dibawa Alexander Hare ...... Tabel 4.2. Jenis Usaha Pertanian & Perkebunan di Wilayah Konsesi Maluka ............................................................................. Tabel 4.3. Katalog Mata Uang Yang Pernah Ditemukan di Daerah Maluka . Tabel 4.4. Daftar Jenis Kayu Untuk Bangunan Perahu .................................. Tabel 4.5. Rincian Jumlah Penduduk Dari Beberapa Daerah Jajahan Yang Diculik dan Dijadikan Tenaga Kerja Paksa oleh A. Hare, Sebelum Mei 1813 ......................................................................... Tabel 4.6. Ringkasan Laporan Hare Tentang Tahanan dan Pendatang di Banjarmasin, 31 Juli 1816 .........................................................

39 48 54 61 67 75

vi

DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 4.1. Lokasi Wilayah Sungai Maluka di Borneo Bagian Tenggara . Gambar 4.2. Mata Uang Yang Ditempa di Daerah Konsesi Maluka ...........

32 52

vii

RINGKASAN

Perkebunan lada (merica) atau sahang yang dirintis Alexander Hare di wilayah Maluka, Zuid-Oost Borneo, Tahun 1811-1816 menjadi satu penghasil lada hitam di Nusantara. Penanaman lada banyak dilakukan pekerja di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Maluka. Lada yang dihasilkan di berupa lada hitam (black pepper). Lada hitam ini memiliki cita rasa dan aroma yang khas dibandingkan dengan lada putih. Kejayaan lada dan budidaya lada yang ditanam di era perkebunan bertahan hanya dalam waktu singkat. Hingga tahun 1815 dan 1816, lada justru mengalami penurunan produksi, produktivitas, serta kualitasnya.

Berdasarkan kondisi di atas maka diperlukan penelitian yang dapat menunjang penulisan sejarah lokal di wilayah Kabupaten Tanah Laut pada umumnya. Dalam arti yang luas adalah pengembangan dari penulisan sejarah lokal yang berhubungan dengan kajian sejarah ekonomi dan sejarah sosial. Kemudian menjadi dasar teori dalam bidang ilmu Sejarah Perekonomian, khususnya ekonomi perkebunan dalam rangka pengembangan keilmuan khususnya di Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Lambung Mangkurat.

Urgensi penelitian sebagai masukan kebijakan bagi Pemerintah Kabupaten Tanah Laut, khususnya dalam mengatur kebijakan ekonomi perkebunan, melalui Peraturan Daerah (Perda). Penelitian ini dapat menjadi dasar dalam pengkajian potensi perkebunan, serta alternatif pengembangan komoditas unggulan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan Pemerintah Daerah dari sektor perkebunan. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perke-bunan Kabupaten Tanah Laut ataupun Pengusaha Swasta yang telah memperoleh izin usaha perkebunan.

Penelitian ini juga dapat menjadi bahan masukan bagi Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Tanah Laut, dalam hal ini berkaitan dengan pengkajian rencana tata ruang untuk Wilayah perkebunan oleh Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Tanah Laut. Selanjutnya, sebagai masukan kebijakan Dinas Pemuda Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tanah Laut untuk menggarap situs sejarah Maluka sehingga bisa menjadi objek wisata andalan sekaligus menarik wisatawan. Kemudian sebagai dasar pengusulan situs sejarah Daerah Konsesi Maluka sebagai Situs Cagar Budaya yang dilindungi.

Penelitian ini menggunakan metode sejarah yakni metode untuk menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau. Metode sejarah terdiri dari empat tahap, yaitu heuristik (pengumpulan data), kritik sumber (ekstern dan intern), interpretasi (menafsirkan fakta) dan historiografi (penulisan sejarah).

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lada adalah salah satu komoditi perdagangan unggulan dari wilayah

Nusantara. Permintaan akan lada di pasar Eropa dan Timur Tengah begitu

tinggi membuat daerah­daerah penghasil lada dapat menaikkan harga jual dan

wilayah produksinya meluas. Pencarian rempah membuat para penjelajah

Eropa menga­rungi lautan Nusantara pada Abad ke­16. Lada adalah komoditi

yang mahal dan paling dicari di Pasar Eropa. Banyaknya makelar rempah

membuat harga rempah meningkat hingga 1.000%. Lada memiliki banyak

fungsi, seperti bumbu masakan, pengawet, obat­obatan dan diambil

minyaknya untuk wewangian serta dapat digunakan sebagai alat tukar

layaknya uang. Pada saat ini lada banyak digunakan sebagai bumbu masakan.

Peningkatan permintaan lada berkaitan munculnya kebiasaan hidup sehat.1

Tanaman lada yang mempunyai nama ilmiah piper ningrum ini pada

awalnya dikembangkan secara kecil­kecilan di pulau Jawa selama

pemerintahan Hindia­Belanda, dan seiring waktu akhirnya pengembangan

lada dilakukan secara besar­besaran, terutama dilakukan di Pulau Sumatera

(Lampung) dan Kaliman­tan. Menanam lada, dahulu, memiliki makna kesa­

1 Laelatul Masroh, “Perkebunan dan Perdagangan Lada di Lampung Tahun

1816­1942”, Jurnal Sejarah dan Budaya, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang, hlm.64­78.

2

baran, keberlanjutan, dan kesejahteraan. Tidak heran jika pada abad ke­12,

lada menjadi pemasok terbesar di dunia sekitar 80%.2

Demikian halnya dengan kondisi perdagangan lada di Kesultanan

Banjar yang familiar dikenal dengan nama sahang. Pada Abad ke­17, sekitar

tahun 1628, Banjarmasin penghasil lada terbesar di Nusantara bagian tengah.

Lada diangkut ke Cina, Jepara, Makassar dan Batavia, daerah pemasaran

lada. Ketika VOC menurunkan harga lada, pedagang Banjar memindahkan

perdagangannya ke Cochin dan menyebabkan perdagangan kontinental

menjadi ramai.3

Jenis perdagangan yang paling menonjol di Pelabuhan Banjarmasin

adalah lada karena pemakaian lada dunia yang luar biasa di Eropa.

Kesultanan Banjarmasin, mengandalkan lada sebagai komoditas ekspor.

Tanah­tanah apanase umumnya ditanami lada, yang mengakibatkan produksi

pertanian menjadi menurun, sehingga Kesultanan Banjar kekurangan beras,

tergantung pada pemasukan beras dari luar, seperti Kotawaringin, Jawa dan

Makassar. Orang Banjar pada mulanya bercocok tanam padi, mengubah

usahanya dengan berkebun lada. Para Petani perkebunan ini menjualnya

kepada pambalantikan (agen pembelian) yang kemudian menjualnya ke

2 Ika Ningtyas Unggraini, “Dari Lada ke Karet: Perubahan Sosial dan

Ekonomi Aceh Timur Tahun 1907­1942”, Tulisan Lepas Koleksi Magister Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hlm.1­18; Sartono Kartodirdjo, dan Djoko Suryo, Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial-Ekonomi (Yogyakarta: Aditya Media, 1991).

3 Sulandjari, “Politik dan Perdagangan Lada di Kesultanan Banjarmasin (1747 ­ 1781)”, Tesis Pada Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Depok, 1991), hlm.8­9; M. Gazali Usman, Kerajaan Banjar: Sejarah Perkembangan Politik, Ekonomi, Perdagangan dan Agama Islam (Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press, 1994).

3

pedagang asing. Petani perkebunan sebagian besar adalah para bangsawan

yang memiliki tanah apanase yang luas. Kefeodalan Banjar diwarnai oleh

kepemilikan tanah apanase yang menghasilkan lada, dan sebagai pedagang

yang menjual ladanya kepada pedagang asing. Hal ini faktor penyebab

persaingan dan pertikaian antar bangsawan menyangkut tahta, harta

kekayaan, dan perdagangan lada. 4

Pada masa awal perkembangan lada di paruh kedua Abad ke­17,

Sultan Mustainbilah dan penggantinya Sultan Inayatulah (1678­1685)

mengadakan hubungan perdagangan bebas dengan pedagang Cina, Bugis,

VOC dan EIC. Budak yang ditangkap dan diperdagangkan di sepanjang

pantai Jawa, Madura dan Bali oleh orang­orang Bugis menjadi tenaga yang

penting untuk mengerjakan tanaman lada milik sultan dan para mantrinya.

Penanaman lada diperluas dengan cara membuka kebun lada baru

dipedalaman seperti di Negara. Selain itu daerah­daerah yang semua

merupakan tanah pertanian padi juga dijadikan kebun lada.

Hubungan perdagangan yang semakin erat antara Banjarmasin dengan

EIC terjadi pada masa pemerintahan Sultan Saidilah (1685­1700) karena

sultan mengijinkan orang­orang­orang Inggris mendirikan kantor dagangnya

di Pasir, dengan syarat membayar sejumlah uang sewa kepada sultan. Pada

waktu itu monopoli perdagangan berada di tangan sultan. Sebaliknya di

bawah pemerinta­han Panembahan Kusumadilaga tahun 1700­1745, orang­

orang Inggris diusir dari Tabanio setelah terjadi konflik bersenjata untuk

4 Ibid.

4

memperebutkan jalur perdaga­ngan yang strategis yang menghubungkan

pelabuhan Tatas dengan Pasir.5

Dalam perkembangannya, setelah penandatanganan Kapitulasi

Tuntang atau Penyerahan Tuntang pada tanggal 18 September 1811,

membawa dampak pada perkembangan perkebunan lada di wilayah Zuid­

Oost Borneo (Borneo/Kalimantan Tenggara). Isi dari kapitulasi itu adalah

Pulau Jawa dan daerah di sekitarnya yang dikuasai oleh Belanda jatuh ke

tangan Inggris. Selain itu, faktor pendukung lainnya adalah “kemesraan”

Sultan Banjar, Sultan Sulaiman Saidullah (1801­1825) maupun kaum

pedagang Banjar yang sudah terjalin sejak tahun 1810 menjadikan Inggris

sebagai “sahabat baru” bagi Kesultanan Banjar. Raja dan pedagang Banjar

lebih senang berdagang dengan pedagang Inggris (EIC) daripada pedagang

Belanda (VOC). 6

Penetrasi dan penguasaan wilayah Kalimantan bagian tenggara oleh

Inggris tahun 1811, tidak mendapat hambatan berarti. Wilayah Kerajaan

Banjar sudah ditinggalkan Belanda. Kemudian Sultan maupun rakyat Banjar

sudah menaruh kepercayaan sepenuhnya terhadap Inggris.7 Visi Inggris

menguasai wilayah koloninya di Kalimantan ini, berbeda dengan visi

Belanda. Jika Belanda yang ingin menguasai Kalimantan dalam penguasaan

bahan perdagangan beserta jalur pelayarannya, sedangkan Inggris

5 Ibid; P. “Suntharalingan, the British in Banjarmasin: an Abortive Attempt

at Settlement”, dalam K G. Treganning (ed)., Journal of Shoutheast Asian History, vol. IV (Singapore: T.pn., 1964), hlm.50­70.

6 Graham Irwin, Ninetenth–Century Borneo, A Study in Diplomatic Rivalry, (Malaya: S. Gravenhage­Martinus Nijhoff, 1955), hal.16

7M. Idwar Saleh (ed), Sejarah Daerah Kalimantan Selatan (Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Depdikbud, 1977/1978), hlm.48.

5

menginginkan penguasaan Kalimantan bagian tenggara atas tanah beserta

hasil produksinya untuk mendukung perdagangan Inggris.8

Pada tahun 1811 pemerintah Inggris resmi mengangkat Alexander

Hare, yang mendapat kepercayaan sepenuhnya dari Sultan Sulaiman

Saidullah sebagai Residen (Resident­Commissioner) di Banjarmasin. Sebagai

residen, Alexander Hare pun menjadi penghubung antara pemerintah Inggris

(EIC) dan Sultan Banjarmasin, kemudian Hare mendapat daerah Maluka

sebagai daerah konsesi daerah yang diberikan atau diduduki oleh bangsa

asing. Status daerah konsesi ini biasanya sering juga disebut daerah enclave

atau dalam bahasa Belanda disebut dengan eigendom. Wilayah ini dikuasai

oleh Alexander Hare yang bergelar Rajah Putih Borneo.9 Pemilihan daerah

Maluka sebagai konsesi karena wilayahnya yang subur.10 Selain itu,

pemilihan daerah Maluka sebagai langkah awal dalam menerapkan kebijakan

perdagangan Inggris untuk mengembangkan Banjarmasin sebagai tempat

niaga yang besar, tetapi kondisi sosial dan keamanan pada masa itu, hanya

dimungkinkan partisipasinya dari kalangan pemilik modal besar dan memiliki

jaringan kekuasaan. Modal tidak hanya diperlukan untuk memperoleh

8Graham Irwin, op.cit., hlm. 18. 9Soekartini, Kamus Bahasa Belanda-Indonesia (Bandung: Sumur, 1972).

Tanah Eigendom adalah hak milik, sama artinya dengan kata eigendomrecht, sedangkan bukti hak milik disebut dengan istilah eigendombewijks. Amir Hasan Kiai Bondan menggo­longkan tanah Maluka adalah tanah eigendom, lihat Suluh Sedjarah Kalimantan (Banjarmasin: M.A.I. Percetakan Fadjar, 1953), hlm.32.

10Sjafii, Indonesia Pada Masa Pemerintahan Raffles (Jakarta: Mutiara, 1982), hlm.20; Graham Irwin, op cit., hal.17. Nama Hare sebagai residen yang memerintah tahun 1812­1815 juga terdapat dalam G.L.Tichelman, Blanken op Borneo (Amsterdam: A.J.G. Strengholt, 1949), hlm.71.

6

komoditas, tetapi juga membayar sejumlah pekerja dalam usaha Inggris untuk

mengembangkan perkebunan lokal dan industrinya di daerah Maluka.11

Penelitian ini mengambil spasial di wilayah Daerah Aliran Sungai

(DAS) Maluka atau Maloeka Rivier yang berpusat di Distrik Maluka pada

kurun waktu tahun 1811­1816. Pada masa kekuasaan Inggris tahun 1811­

1815, Maluka merupakan salah satu wilayah penghasil lada di Karesidenan

Zuid­Oost Borneo. Penelitian mengambil kerangka temporal pada kekuasaan

Inggris di Nusantara yakni tahun 1811 sampai 1816 dikarenakan lada di

bawah kekuasaan Inggris makin dikembangkan dalam bentuk perkebunan.

Wilayah Konsesi Maluka meliputi wilayah Distrik Maluka, Liang Anggang,

Kurau dan Pulau Lamai.

Dalam pemerintahannya di Tanah Konsesi Maluka, kekuasaan yang

dimiliki Hare sebagai residen, wakil dari pemerintah Inggris di Banjarmasin

terkesan “absolute”. Seperti kebijakannya dalam mendirikan usaha

perkebunan yang mengeksploitasi tenaga kerja dari pantai utara Jawa. Bahkan

Irwin mengatakan, otoritas Hare sebagai pejabat tertinggi Inggris di wilayah

Kalimantan bagian tenggara yang membawahi tanah konsesi Maluka

menjadi­kannya sosok yang ambisius mewujudkan segala keinginannya,

khususnya dalam bidang ekonomi. Untuk mewujudkan ambisinya

menegmbangkan daerah Maluka seperti daerah koloni Inggris di Cina

(Macau), Singapura dan Hongkong, Hare pun menggagas pembangunan

11Keperluan modal yang besar mendorong Alexander Hare sebagai Residen/penguasa daerah Maluka untuk membuat industri penempaan atau pembuatan mata uang palsu di daerah Maluka. J.P. Moquette, Iets Over De Munten Van Bandjar-masin En Maloeka, dalam Tijdschrif Voor Indische Taal, Land En Volkenkunde, Albrecht & Co and M. Nijhoff, Batavia, 1906, hlm.491.

7

usaha perkebunan dan pertanian lokal, “industri” pembuatan perahu serta

penempaan mata uang Inggris di Maluka.12

Hare sebagai seorang pengusaha menjadikan daerah konsesi Maluka

yang sangat luas itu disamping mengusahakan perkebunan lada, juga

pertanian sawah. Diantaranya untuk usaha perkebunan kopi, lada, sayur

mayur dan tanaman bernilai lainnya. Potensi alam dan kemampuan penduduk

pada masa pemerinta­han Hare (1811­1816), berhasil dimanfaatkan untuk

kepentingannya. Jenis Usaha pertanian dan perkebunan yang dikembangkan

oleh Alexander Hare seperti perkebunan kopi untuk orientasi ekspor,

kemudian lada dan perkebunan lombok rawit untuk orientasi ekspor.

Sementara pertanian sawah, sayur mayor dan tana­man lainnya juga untuk

orientasi ekspor dan subsistensi. 13

Kebijakan dari Hare mengenai bidang pertanian dan perkebunan

mengikuti aturan yang terdapat dalam Pasal 9 Treaty 1812 bahwa perkebunan

dan seluruh proses administrasi budidaya lada atau merica pengelolaannya

harus diserahkan kepada pihak Kompeni Inggris dan produk yang dihasilkan

12Setelah penandatanganan Kapitulasi Tuntang, Thomas Stamford Raffles

dianggap sebagai Wakil Gubernur (Lieutenant Governor) di Indonesia untuk mewakili Raja Muda (Viceroy) Lord Minto yang berkedudukan di India. Sebagai orang yang beraliran liberal, Raffles ingin mengadakan perubahan­perubahan dalam sistem pemerintahan di Indonesia termasuk dalam bidang ekonomi. Raffles melaksanakan kebijakan ekonomi yang didasarkan pada dasar­dasar kebebasan sesuai ajaran liberalisme. Diantaranya dengan menghapus segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa atau rodi. Rakyat diberi kebebasan untuk menanami tanahnya dengan tanaman­tanaman yang dianggap menguntungkan. Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah DKI Jakarta, Sekitar 200 Tahun Sejarah Jakarta (1750-1945) (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah DKI Jakarta, 1993), hlm. 44, Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, dari Kolonialisme ke Nasio-nalisme, Jilid 2 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), hlm. 9.

13 Graham Irwin, op.cit., hlm.18.

8

harus diserahkan begitu selesai dipanen. Dalam pembagian hasil­hasil

perkebunan dan pertanian, pihak Sultan Sulaiman Alamah Tahmidullah

menerima 25 persen dari harga jual yang akan dibayarkan kepada para petani.

Penerima pembayaran secara langsung dari pihak Kompeni Inggris, Sultan

Sulaiman Alamah Tahmidullah juga disyaratkan untuk menyetujui agar tidak

ikut campur dalam pengurusan atau pemberian ijin sebagai bentuk

persetujuannya atas pasal­pasal perjanjian yang memiliki peran penting

terhadap kesediaan akomodasi dan fasilitas penunjang yang diberikan kepada

pihak Kompeni Inggris. Sebagai balasannya mereka akan bekerja sama dalam

rangka meningkatkan kualitas dan jumlah hasil perkebunan.14

Sultan Sulaiman Alamah Tahmidullah mengupayakan mampu beker­

jasama dengan baik dengan pihak Pemerintahan Inggris. Dalam hal ini

sembari berharap segi kebijakan­kebijakan maupun prinsip pelaksanaannya,

dikembalikan kepada pihak Kesultanan Banjar. Dimana kebijakan tersebut

bisa menjadi dasar dari Alexander Hare dalam mengatur pertanian dan

perkebunan di daerah konsesi Maluka. Usaha pertanian dan perkebunan pada

awalnya berkembang dengan pesat seiring dengan penerapan kebijakan EIC.

Pada 13 September 1817 muncul kesepakatan bahwa sultan dan

residen secara bersama menganjurkan kepada rakyat membuka lahan dan

menanaminya dengan tanaman perdagangan seperti kopi dan lada serta jenis

tanaman lainnya. Kepada para petaninya dikenai pajak inatura sebesar 2 pikul

setiap menghasilkan 5 pikul. Hasil pajak ini dibagi sepikul untuk sultan dan

14 ibid., hlm.19.

9

sepikulnya lagi untuk pemerintah Belanda. Selain itu, ditetapkan pula bahwa

perahu­perahu sultan, baik yang ke luar maupun masuk dikenakan bea

sebagaimana perahu lainnya yang berniaga. Tetapi untuk ini, sultan menerima

konpensasi sebesar f. 600 per tahun.15

Perkebunan lada (merica) atau sahang yang dirintis Alexander Hare di

Daerah Aliran Sungai (DAS) Maluka, Zuid­Oost Borneo, Tahun 1811­1816

menjadi satu penghasil utama lada hitam di Nusantara. Penanaman lada

banyak dilakukan oleh pekerja di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS)

Maluka. Lada yang dihasilkan di berupa lada hitam (black pepper). Lada

hitam ini memiliki cita rasa dan aroma yang khas dibandingkan dengan lada

putih. Kejayaan lada dan budidaya lada yang ditanam di era perkebunan

bertahan hanya dalam waktu singkat. Hingga tahun 1815 dan 1816, lada

justru mengalami penurunan produksi, produktivitas, serta kualitasnya. Hal

ini disebabkan oleh beberapa faktor teknik budidaya yang kurang benar,

penggunaan bibit tanam yang kurang bermutu tinggi, keadaan cuaca dan

iklim yang tidak menentu, serangan hama penganggu tanaman, serta curah

hujan yang terlalu tinggi ternyata dapat menghambat laju pertumbuhan buah

pada lada hingga decade tahun 1816 dan 1817. Oleh karena itu, kajian

mengenai kebijakan ekonomi perkebunan lada pada daerah koloni Alexander

Hare di Sungai Maluka, Zuid­Oost Borneo, Tahun 1811­1816 sangat menarik

diteliti dalam riset ilmiah kesejarahan.

15 Bambang Subiyakto, loc.cit; ANRI, Arsip Surat-Surat Perjanjian Antara

Kesultanan Banjarmasin Dengan Pemerintahan VOC, Bataafshe Republik, Inggris dan Hindia Belanda 1635 – 1860, (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), 1965), hlm.171­236.

10

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang, penelitian ini berusaha untuk menjawab

persoalan utama:

1. Bagaimana latar belakang perkebunan lada pada daerah koloni Alexander

Hare di Maluka, Zuid­Oost Borneo, tahun 1811­1816?

2. Bagaimana kebijakan ekonomi perkebunan lada pada daerah koloni

Alexander Hare di Maluka, Zuid­Oost Borneo, tahun 1811­1816?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan latar belakang

pembukaan perkebunan lada pada daerah koloni Alexander Hare di Maluka,

Zuid­Oost Borneo, tahun 1811­1816. Kemudian menguraikan kebijakan

ekonomi perkebunan lada pada daerah koloni Alexander Hare di Maluka, Zuid­

Oost Borneo, tahun 1811­1816.

D. Urgensi Penelitian

Urgensi penelitian ini adalah sebagai masukan kebijakan bagi

Pemerintah Kabupaten Tanah Laut, khususnya dalam mengatur kebijakan

ekonomi perkebunan, melalui Peraturan Daerah (Perda). Kebijakan

perkebunan lada pada masa Inggris ini dapat menjadi bahan komparasi

berhubungan dengan pem­bangunan perkebunan untuk menghilangkan

kemiskinan dan keterbelakangan khususnya di daerah perdesaan. Disamping

itu juga memperhatikan pemerataan perekonomian antar golongan dan antar

11

wilayah. Pembangunan pertanian yang berbasis perkebunan dalam arti luas

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sehingga

terjadi suatu perubahan dalam pola hidup masyarakat disekitarnya.

Penelitian ini dapat menjadi dasar dalam pengkajian potensi

perkebunan, serta alternatif pengembangan komoditas unggulan yang

bertujuan untuk meningkatkan pendapatan Pemerintah Daerah dari sektor

perkebunan. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh Dinas Tanaman Pangan,

Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Tanah Laut ataupun Pengusaha

Pertambangan Swasta yang telah memperoleh izin usaha perkebunan.

Penelitian ini juga dapat menjadi bahan masukan bagi Dinas Tanaman

Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Tanah Laut, dalam hal ini

berkaitan dengan pengkajian rencana tata ruang untuk wilayah perkebunan

oleh Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Tanah

Laut. Selanjutnya, sebagai masukan kebijakan untuk Dinas Pemuda Olahraga,

Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Tanah Laut untuk menggarap situs

sejarah Maluka sehingga bisa menjadi objek wisata andalan sekaligus menarik

wisatawan. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai dasar pengusulan situs

sejarah Daerah Konsesi Maluka sebagai Situs Cagar Budaya yang dilindungi.

Hasil penelitian ini menunjang penulisan sejarah lokal Kabupaten

Tanah Laut umumnya. Dalam arti yang luas adalah pengembangan dari

penulisan sejarah lokal yang berhubungan dengan kajian sejarah ekonomi dan

sejarah sosial. Kontribusi mendasar pada bidang ilmu sejarah, yakni menjadi

dasar teori dalam bidang ilmu Sejarah Perekonomian, khususnya ekonomi

12

perkebunan dalam rangka pengembangan keilmuan khususnya di Program

Studi Pendidikan Sejarah FKIP Unlam.

E. Luaran Penelitian

1. Laporan Akhir Hasil Penelitian

2. Publikasi Ilmiah di Jurnal Ilmiah

76

BAB V

KESIMPULAN

Nama wilayah Maluka, Kalimantan bagian tenggara dalam sumber-sumber

tertulis kolonial Hindia Belanda, biasanya dituliskan dengan Maloeka atau

Molukko. Nama ini juga terdapat dalam sumber Tractaat 13 Agustus 1787 dan

Alteratie en Ampliatie Op Het Contract Met Den Sulthan Van Bandjarmasin Van 1

Januarij 1817 yang menyebut daerah Maluka dengan Molucco. Sementara itu di

dalam Ampliate En Verklaring op het Contract met den Sultan Van Bandjarmasin

18 Maret 1845 ditulis dengan nama Maloekoe. J.P. Moquette, pada artikelnya Iets

Over De Munten Van Bandjarmasin En Maloeka, menuliskan nama Maluka dengan

Moloeka atau Malukko.

Pada tahun 1812 Alexander Hare diangkat menjadi Residen mewakili

pemerintah Inggris di Banjarmasin. Sebelumnya, pada tahun 1808 Hare yang masih

berkedudukan sebagai pengusaha partikulir sudah mencari daerah subur dan

strategis dan kemudian menemukan daerah Maluka. Hare lalu mengajukan

peminjaman daerah tersebut kepada Sultan Banjar dan diberikan serta merta dan

statusnya menjadi daerah konsesi. Hare kemudian menetap di Banjarmasin sampai

tahun 1812 ketika dia diangkat menjadi Residen dan mulai menjalankan pemerin-

tahannya di tahun yang sama.

Hare sepihak mengklaim daerah tersebut milik pribadinya, walaupun dalam

hal ini pengelolannya masih dibawah kendali pemerintah Inggris dan EIC. Misalnya

saja dalam pengelolaan pertanian dan perdagangan lada maupun hak penebangan

77

kayu dan serta penam-bangan emas dan intan. Usaha lain yang dikembangkan

adalah perkebunan lada dan pertanian lokal, membuat industri perahu maupun

pembuatan atau penempaan mata uang.

Upaya pengembangan Perkebunan Lada didukung perjanjian Hare dengan

Sultan Sulaiman Alamah Tahmidullah. Pada pasal 8 dijelaskan bahwa Sultan

Sulaiman Alamah Tahmidullah mengakui bahwa Kompeni Inggris memiliki hak

sepenuhnya atas pengelolaan industri perkayuan, dan pengerjaannya tanpa ada

larangan dalam bentuk apapun termasuk dalam hal penambangan emas dan intan

permata di seluruh wilayah Banjarmasin.

Selanjutnya, penempaan mata uang palsu untuk modal perkebunan. Pada

masa kekuasaan Alexander Hare banyak dicetak uang palsu dan beredarnya mata

uang luar negeri. Diperkirakan bahwa Hare sendiri yang memalsukan beberapa

mata uang di penempaan uang daerah konsesi Maluka. Hal ini diduga karena

kebutuhan modal mendesak dalam mengembangkan usaha maupun mendatangkan

pekerja dari Jawa. Disamping perkebunan lada, Hare juga mengusahakan

pembuatan perahu, terutama perahu untuk pelayaran Interinsuler. Perahu yang

dibuat ada yang mampu mengangkut sampai 400 ton.

Walaupun Hare mempunyai kemampuan mengatasi segala masalah dengan

kekuasaanya, tetapi tidak berpengalaman bercocok tanam dan kurang mampu

dalam hal administrasi. Dalam waktu singkat kondisi penduduknya sangat

menyedihkan, sandang dan pangan tidak mencukupi. Dalam laporan keuangan

pembiayaan pemukiman pendatang di Banjarmasin dari tahun 1812 sampai 1816

memperlihatkan kecenderungan lebih banyak pengeluaran daripada pemasukan.

78

DAFTAR PUSTAKA Agus Triatno, 1998, Perahu Tradisional Kalimantan Selatan (Banjarbaru: Dep-

dikbud, Bagian Proyek Permuseuman Kalimantan Selatan). Amir Hasan Kiai Bondan, 1953, Suluh Sedjarah Kalimantan, (Banjarmasin:

M.A.I. Percetakan Fadjar). Andi Nuralang, 2004, “Eksistensi Maluka Antara Malaka Dan Maluka: Posisinya,

Dalam Kerangka Jalur Perdagangan Maritim”, tulisan lepas koleksi Balai Arkeologi Banjarmasin.

Anonim, 1953, Sedjarah Indonesia Djilid II (Semarang: KPPK). Anonim, 2011, “The Origins of Local Government and the Federal System Local”

dalam Government Handbook, 6th Edition, published 2009, Reprinted 2011, New York State, Department of State.

ANRI, 1965, Surat-Surat Perdjanjian Antara Kesultanan Bandjarmasin dengan

Pemerintah VOC, Bataafsche Republik, Inggris dan Hindia Belanda, 1635-1860, (Jakarta: Arsip Nasional Republik Indonesia).

Baud, J.C., “De Banjarmasinsche Aeschuwelijkheid”, Bijragen Taal land en Vol-

kenkunde van Nederland Indie, (Batavia: Frederik Muller, 1860) Bambang Subiyakto, 1982, “Transportasi Perairan di Kalimantan Selatan, 1950-

1970-an”, Skripsi program Sarjana (S1) Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

……………………, 2002, “Perompakan: Sebuah Realitas Historis Abad XIX

di Kal-Sel”, dalam Kenangan Purna Tugas Prof. M.P. Lambut, Ban-jarmasin: LPKPK, Forum 24, Pemko dan DPRD Kota Banjarmasin.

Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah DKI Jakarta, 1993, Sekitar 200 Tahun

Sejarah Jakarta (1750-1945), (Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah DKI Jakarta).

Finer, S.E. & John Paterson, 1999, “Review Essay: The History of Government

from theEarliest Times”, Australian Journal of Public Administration, Volume 58, Issue 1, Maret.

Gottchalk, L., 1986, Understanding History, A primer of Historical Method, terj.

Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI Press.

79

Habakkuk, John, 1971, “Economic History and Economic Theory”, Daedalus, Vol. 100, No. 2, The Historian and the World of the Twentieth Century (Spring), American Academy of Arts & Sciences.

Haris Sukendar, 1997, Perahu Tradisional Nusantara, Tinjauan Melalui Bentuk

dan Fungsi (Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan, Dirjen Depdikbud).

Helius Syamsuddin, 1996, Metodologi Sejarah, (Jakarta: Proyek Pendidikan Te-

naga Akademik). Hobsbawm, E. J., 1971, From Social History to the History of Society, Daedalus,

Vol. 100, No. 1, Historical Studies Today (Winter, 1971). dipublikasikan oleh The MIT Press on behalf of American Academy of Arts & Sciences.

Hugiono & P.K. Poerwantana, 1987, Pengantar Ilmu Sejarah (Jakarta: Bina

Aksara). Ika Ningtyas Unggraini, tanpa tahun, “Dari Lada ke Karet: Perubahan Sosial dan

Ekonomi Aceh Timur Tahun 1907-1942”, Tulisan Lepas Koleksi Magis-ter Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Irwin, Graham, 1955, Ninetenth–Century Borneo, A Study in Diplomatic Rivalry,

(Malaya: S. Gravenhage-Martinus Nijhoff). Kuntowijoyo, 1995, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Gadjah Mada Univer-

sity Press). Laelatul Masruroh, 2015“Perkebunan dan Perdagangan Lada di Lampung Tahun

1816-1942”, Jurnal Sejarah dan Budaya, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang, Tahun IX No.1 Juni.

M. Fajar Amrullah, 2004, “Proses Datangnya Etnis China di Banjarmasin Kurun

Waktu 1970-1990 (Studi Kasus di Kelurahan Kampung Melayu Kecamatan Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin)” Skripsi Pada PSP Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin.

M. Gazali Usman, 1994, Kerajaan Banjar: Sejarah Perkembangan Politik, Eko-

nomi, Perdagangan dan Agama Islam, (Banjarmasin: Lambung Mangkurat Press).

M. Idwar Saleh (ed), 1977/1978, Sejarah Daerah Kalimantan Selatan, (Jakarta:

Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah Depdikbud).

80

Moquette, J.P., 1906 “Iets Over De Munten Van Bandjarmasin En Maloeka”, dalam Van Ronkel, Tijdschrif Voor Indische Taal, Land En Volken-kunde. Batavia: Albrecht & Co and M. Nijhoff.

M. Masrury dkk, 1994, Pinisi, Perahu Khas Sulawesi Selatan (Makassar: Bagian

Proyek Pembinaan Permuseuman Sulawesi Selatan). Marius, Richard & Melvin E Page, tanpa tahun, A Short Guide to Writing About

History (New York: Longman). Mises, Ludwig von, 2007, Theory And History An Interpretation of Social and

Econo-mic Evolution, (Alabama: von Mises Institute). Mokyr, Joel, 2000, “Natural History and Economic History: Is Technological

Change an Evolutionary Process?”, draft of a lecture Departments of Economics and History Northwestern University, April.

Moquette, J. P., 1906, “Iets Over De Munten Van Bandjarmasin En Maloeka”,

dalam Tijdschrif Voor Indische Taal, Land En Volkenkunde, Albrecht & Co and M. Nijhoff, Batavia.

Nugroho Notosusanto, 1984, Hakekat Sejarah dan Metode Sejarah, (Jakarta: Me-

ga Book Store). ....................................., 1978, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer (Suatu

Pengalaman) (Jakarta: Yayasan Idayu). Renier, G.J. 1997, Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah, terj. Muin Umar (Yogya-

karta: Pustaka Pelajar). R.Z. Leirissa, Ohorella, YB Tingkilisan, 2015, Perekonomian Indonesia (Yogya-

karta: Ombak). R. Moh. Ali, 1966, Penentuan Arti Sedjarah dan Pengaruhnja dalam Metodologi

Sedjarah Indonesia, (Djakarta: Bhratara). Renier, G.J. 1997, History its purpose and Method (Metode dan Manfaat Ilmu

Sejarah), terj. Muin Umar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar). Reid, Anthony, 2004, Charting Tha Shape of Early Modern Sotheast Asia, terj.

Sori Siregar, dkk (Jakarta: LP3ES). Sartono Kartodirdjo, 1999, Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergera-

kan Nasional, dari Kolonialisme ke Nasionalisme, Jilid 2 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama).

81

................................, 1993, Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah, (Jakarta: Gramedia).

Sulandjari, 1991, “Politik dan Perdagangan Lada di Kesultanan Banjarmasin

(1747-1781)”, Tesis Pada Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indo-nesia, Depok).

Suntharalingan, P., 1964, “The British in Banjarmasin: an Abortive Attempt at Settlement”, dalam K G. Treganning (ed), Journal of Shoutheast Asian History, vol. IV (Singapore: Tanpa Penerbit).

Soekartini, 1972, Kamus Bahasa Belanda-Indonesia, (Bandung: Sumur). Schott, Dieter 2004, “Urban Environmental History: What Lessons Are There to

be Learnt?”, dalam Boreal Environment Research. Sjafii, 1982, Indonesia Pada Masa Pemerintahan Raffles, (Jakarta: Mutiara). Syarifuddin, 1992, Perahu Bugis Pagatan (Banjarbaru: Museum Negeri Lambung

Mangkurat, Prop. Kalsel). ……………, 1990, Perahu Banjar (Banjarbaru: Museum Negeri Prop. Kalsel). Taufik Abdullah, 2005, “Wisata Budaya: Sekitar Penentuan Hari Jadi Unit Admi-

nitratif”, makalah disampaikan dalam Seminar Sejarah Kaji Ulang Hari Jadi Majalengka di Majalengka, 30 Agustus 2005, diselenggara-kan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.

Tichelman, G.L., 1949, Blanken op Borneo, (Amsterdam: A.J.G. Strengholt). Thosibo, Anwar, 2003, Historiografi Perbudakan: Sejarah Perbudakan di Sula-

wesi Selatan Abad XIX (Magelang: Indonesiatera) Tjilik Riwut, 1928, Kalimantan Memanggil (Djakarta: N.V. Pustaka, Penerbit &

Pertjetakan Endang). W.J.S., Poerwadarminto, 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka).