laporan geladi pt dirgantara indonesia
DESCRIPTION
Bagian Bonding & CompositeTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan industri pada saat ini semakin berkembang seiring dengan
meningkatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang turut berperan dalam
perkembangan di dunia industri. Indonesia juga merupakan salah satu negara
yang mempunyai peran dalam dunia industri khususnya industri pesawat
terbang.
Pengembangan industri di Indonesia sekarang ini masih kurang maksimal, hal
ini dikarenakan teknologi yang kurang memadai dan juga pengembangan
sumber daya manusia yang kurang maksimal. Oleh karena itu IT Telkom
mewajibkan para mahasiswanya untuk melaksanakan geladi yang bertujuan
untuk mengenali dunia kerja yang nantinya akan dihadapi. Selain itu juga
mengajak para mahasiswa untuk mampu memahami dunia kerja secara nyata
sehingga diharapkan nantinya para mahasiswa dapat menjadi penerus bangsa
dan terus mengembangkan dunia industri ke arah yang lebih baik.
PT Dirgantara Indonesia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak
dibidang industri, khususnya pesawat terbang, yang berada di Indonesia
tepatnya di jalan Pajajaran No. 154, Bandung. Proses pembuatan pesawat
terbang yang dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia tidak lah mudah, karena
pesawat terbang disusun dari banyak part dengan menggunakan material yang
berbeda-beda dan teknik yang berbeda-beda juga. Secara umum pembuatan
part pesawat terbang dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan proses
bonding atau proses composite yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam
laporan ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bonding dan composite?
2. Bagaimana proses pembuatan P/N 35-22857-0001A101?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bonding
2.1.1 Pengertian Bonding
Bonding merupakan suatu proses penyatuan atau penggabungan dua buah
komponen atau lebih dengan menggunakan suatu material pengikat atau
adhesive yang biasa dipakai dalam struktur part bonding-composite.
Komponen bonding terdiri dari material-material yang akan dibonding dan
ditambah dengan material adhesive yang dipakai sebagai pengikat. Proses
bonding dilakukan dengan menyusun lapisan material bonding dan
adhesive kemudian memasukannya ke dalam autoclave untuk proses
polimerisasi lapisan adhesive. Proses polimerisasi ini memiliki parameter
temperatur, tekanan, dan waktu yang bermacam-macam. Bonding
mempunyai beberapa kelebihan dalam proses pembuatannya, yaitu
Komponen yang dihasilkan dari proses penggabungan akan lebih
ringan
Komponen akan tahan terhadap korosi
Kehalusan permukaan dari struktur yang menggunakan proses
penggabungan sangat baik
Tidak ada kesulitan untuk proses pada komponen yang kulit logamnya
tipis
Memiliki daya serap yang sangat baik terhadap getaran
Sedangkan kelemahan dari bonding adalah
Memerlukan proses pendahuluan dengan persyaratan tertentu dan
harus berurutan
Bahan baku, fasilitas pendukung serta proses pengerjaannya
memerlukan kondisi khusus dan terkontrol
Biaya perakitan lebih mahal dibandingkan dengan sistem
penggabungan lainnya
3
2.1.2 Proses Bonding
Proses pengerjaan bonding terdiri dari beberapa tahap, yaitu
1. Persiapan Single Part.
Single part yang akan dipakai pada proses bonding terlebih dahulu
disiapkan sesuai dengan prosedur dan kemudian single part tersebut di
bersihkan dengan bahan majun dan diberikan cairan atau larutan aseton
dari kontaminasi kotoran fisik hingga bersih dan kering.
2. Prefitting
Prefitting merupakan proses persiapan awal pada proses bonding,
langkah ini bertujuan agar material yang di-bonding mengalami
pengepasan (fitting) pada cetakkan dan sesuai pada gambar teknik.
3. Bonding Preparation
Proses ini bertujuan agar honeycomb (core) dibentuk sesuai dengan
bentuk yang diinginkan melalui proses pemotongan dengan mesin
CNC.
4. First Bonding
Pada proses ini dilakukan persiapan pada core, kemudian dilakukan
curing awal dengan menggunakan adhesive film Z-15.429 pada salah
satu permukaan core agar mempermudah pengerjaan pada penyetelan
part.
5. Phosphoric Acid Anodize (PAA)
PAA adalah proses yang bertujuan untuk memberikan warna pada
pori-pori sehingga plat yang sudah di rendam dengan larutan PAA
akan menghasilkan warna pelangi jika disinari lampu, itu terjadi
Karena ada ion-ion yang masuk pada plat yang di rendam pada larutan
6. Pembersihan Tool
Proses ini bertujuan untuk membersihkan tool sebelum digunakan
dengan menggunakan larutan aseton.
7. Layup Bonding
Proses ini dilakukan pada ruangan yang memiliki suhu berkisar antara
18 – 24 dan miliki kelembaban udara antara 55 – 65 %.
4
8. Bagging
Bagging merupakan proses penarikan atau penyedotan udara didalam
platik yang bertujuan untuk memisahkan tekanan dan udara dari
autoclave serta menahankan perbedaan tekan yang terjadi diantara
keduanya pada saat proses polimerisasi berlangsung. Dan proses
bagging memiliki beberapa tahapan dari pemasangan release film,
airwave, airlock, thermocouple, dan bagging.
9. Autoclave
Ada tiga tahapan pada autoclave, yaitu:
1. Tahap pemanasan adalah tahap suhu dinaikkan dari suhu ruangan
hingga ke suhu polimerisasi berkisar 125 ±5 dengan dinaikkan
berkisar 0,5 sampai 5 per menit.
2. Tahan substilitas merupakan tahap untuk mempertahankan suhu
agar polimerisasi berlangsung secara merata dan sempurna.
3. Tahap pendinginan merupakan suhu diturunkan hingga 50 ,
sehingga panel dapat di keluarkan dari autoclave dan suhu tidak
boleh melebihi 3 dalam proses pendinginan.
10. Debagging dan Fitter Finishing
Setelah dari proses autoclave maka proses selanjutnya adalah
pengelepasan dari cetakan dan vacuum bag yang membungkusnya.
Kemudian dilakukan inspeksi visual apakah hasil tool tersebut baik
atau tidak, jika tool baik maka dilakukan proses selanjutnya yaitu fitter
bonding, yaitu dengan membersihkan sisa dari adhesive dari hasil
autoclave.
11. Inspeksi
Proses ini untuk mengetahui apakah bonding terjadi secara sempurna
atau komponen masih terjadi unbounded hal ini dicek mengunakan
Throught Transmission Ultrasonic (TTU). Part yang mengalami
unbounded masih berada dalam nilai toleransi maka part tersebut
menujur proses selanjutnya.
5
12. Painting
Setelah dari pengujian pada proses pengecetan merupakan proses
untuk menghasilkan daya ketahanan akibat cuaca dan nilai keindahan.
Pada proses ini menggunakan spray gun.
Berikut ini adalah flow procces chart untuk bonding
Dilihat dari segi pemanasannya, proses penggabungan dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu
1. Proses penggabungan dengan pemanasan pada suhu kamar
Proses ini merupakan proses penggabungan antara dua komponen
atau lebih dengan menggunakan zat adhesive, proses pemanasan
pada suhu ruangan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan jenis
bahan adhesivenya. Adhesive yang biasa digunakan adalah
adhesive yang berbentuk pasta.
Gambar 1 flow procces chart bonding
6
2. Proses penggabungan dengan pemanasan pada suhu tinggi
Proses penggabungan dengan pemanasan pada suhu tinggi
merupakan suatu proses penggabungan antara dua atau lebih antara
logam maupun non logam dengan menggunakan adhesive dan
proses pemanasan yang dilakukan pada suhu tinggi serta jangka
waktu dan tekanan tertentu.
2.2 Composite
2.2.1 Pengertian Composite
Composite atau komposit adalah gabungan dua material atau lebih yang
mempunyai karakteristik sifat yang berbeda dan saling mempertahankan
sifat masing-masing material untuk mendapatkan sifat yang lebih baik.
Composite mempunyai beberapa keunggulan yaitu
Lebih ringan
Memiliki kekuatan hampir mendekati logam
Tahan terhadap korosi
Mudah dibentuk
Sedangkan kelemahan dari bahan composite yaitu
Harga bahan baku relatif mahal
Memerlukan metode inspeksi yang kompleks dan relatif mahal
Sifat bahan baku yang sangat sensitif terhadap lingkungan sehingga
dibutuhkan tempat penyimpanan yang sesuai dengan karaktersitik
bahan baku tersebut.
2.2.2 Proses Composite
Pembuatan produk jadi composite dapat dihasilkan dari dua cara, yaitu
a. Proses laminasi basah (Wet Lay up)
Cara ini adalah suatu proses pembentukan barang jadi dengan
penggabungan material inti (fiber) dan material pengikat (resin).
Pencampuran resin yang akan dipakai harus dicampurkan terlebih
7
dahulu secara manual dan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan
pada setiap pengerjaan.
b. Proses laminasi kering ( Dry Lay up)
Proses laminasi kering adalah suatu proses pembentukan barang jadi
dengan penggabungan material inti (fiber) dan material pengikat
(resin). Pada proses ini pencampuran resin yang akan dipakai sudah
dilakukan pada pencampuran ke material inti dengan menggunakan
mesin atau otomatisasi mixer yang dapat disesuaikan dengan
kebutuhan customer, sehingga operator dapat langsung menggunakan
material tersebut pada permukaan cetakan. Jenis material pada proses
ini biasa disebut preimpregnated with resin (prepreg material).
Berikut ini adalah flow procces chart untuk composite
Gambar 2 flow process chart composite
PEKERJAAN : PERAKITAN PART COMPOSITE
NOMOR PETA :
SEKARANG USULAN
DIPETAKAN OLEH : PT DIRGANTARA INDONESIA
TANGGAL DIPETAKAN :
FLOW PROCESS CHART
8
2.2.3 Material Composite
Secara garis besar material penyusun composite terdiri dari Resin dan
pengikat (reinforcement) yang akan dijelaskan sebagai berikut
a. Resin
Resin merupakan suatu senyawa polimer organik yang digunakan
sebagai media pengikat fiber dan sering dijumpai dalam keadaan cair.
Resin mempunyai beberapa fungsi yaitu
Mendistribusikan beban pada serat
Melindungi serat dari lingkungan (abrasi dan uap air)
Menyatukan atau menggabungkan serat penguat (fiber)
Memberikan kekuatan dan kekakuan pada arah tegak lurus
Secara umum resin dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
a) Resin termoplastik
Resin termoplastik mempunyai sifat yang akan melunak jika
dipanaskan dan akan mengeras apabila didinginkan. Jenis resin ini
antara lain
Derivate selulosa
Akrilik
Polietilen
Polivinil klorida
Polikarbonat
b) Resin termoset
Resin termoset mempunya sifat yang akan memadat dan mengeras
bila dipanaskan pada temperatur tertentu dan tidak dapat dicairkan
kembali apabial telah terpolimerisasi. Contoh resin ini antara lain
Resin polyester
Vinyl ester
Epoxy
Resin phenolik
9
Resin mempunyai tahapan-tahapan sebagai material penyusun composite
yaitu
1. A-Stage
Tahap ini merupakan tahap mula-mula pada reaksi polimerisasi
sehingga material resin tersebut dapat larut dan dapat bercampur
dengan cairan tertentu.
2. B-Stage
Tahap ini merupakan tahap reaksi polimerisasi yang dapat
menyebabkan material resin mengembang apabila terkena suatu cairan
tertentu dan dapat melunak apabila dipanaskan.
3. C-Stage
Tahap ini merupakan tahap akhir pada reaksi termose, yaitu resin tidak
dapat mencair kembali seperti keadaan semula.
b. Pengikat (reinforcement)
Unsur pengikat pada material penyusun composite dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu
1. Partikel (serbuk)
Unsur jenis ini biasa digunakan sebagai pengisian untuk penguat
lubang.
2. Serat (fiber)
Serat dapat dibedakan menjadi dua yaitu serat pendek dan serat
panjang. Perbedaan antara serat pendek dan serat panjang adalah
harga yang relatif murah untuk serat pendek dan mudah dibuat,
akan tetapi untuk serat panjang mempunyai sifat yang lebih mudah
diatur dan mudah dibentuk sehingga sifat mekanik dari serat ini
dapat diperkirakan lebih tepat.
Berikut ini adalah jenis dari pengikat untuk material penyusun composite
Glass
Aramid
Carbon
10
Silica
Ceramic
Secara umum, proses composite menggunakan material utama dan
material tambahan yang akan dijelaskan sebagai berikut
1. Material Utama
a. Prepreg
Prepreg (preimpregnated with resin) adalah fiber yang
mengandung resin. Prepreg terbagi menjadi dua yaitu
Aramid
Komponen dengan ketahanan beban impak. Contoh material ini
adalah kevlar Z-19-904 yang mempunyai permukaan halus dan
kevlar Z-19-905 yang mempunyai permukaan yang kasar.
Glass
Komponen dengan kekuatan tarik listrik. Contoh material ini
adalah fiber glass Z-19-101 dan Z-19-105.
Gambar 3 Prepreg
11
b. Honeycomb
Honeycomb adalah suatu material yang strukturnya terdiri dari sel-
sel ringan yang terbuat dari alumunium (metal) dan kertas (non
metal)
Gambar 4 struktur honeycomb
Gambar 5 honeycomb
2. Material Tambahan
a. Airweave
Airweave digunakan untuk membantu dalam proses bagging
sehingga tekanan dalam vacuum bag menjadi rata. Fungsi utama
dari airweave adalah sebagai jalannya udara pada saat operasi
bagging
Gambar 6 airweave
12
b. Plastic vacuum/Bagging film
Plastic vacuum yaitu suatu material yang berguna sebagai
pembungkus part ketika akan dilakukan proses polimerisasi
sehingga udara yang berada di luar pembungkus tidak mengganggu
proses polimerisasi dalam autoclave.
Gambar 7 Bagging film
c. Release agent
Release agent merupakan suatu zat cair yang berfungsi untuk
mencegah melekatnya suatu part pada cetakan yang digunakan,
selain itu juga berfungsi untuk mempermudah pelepasan part dari
tool setelas proses polimerisasi.
d. Release film
Release film berfungsi untuk mencegah terjadinya penempelan
antara part dengan airweave ketika sedang dilakukan proses
polimerisasi.
Gambar 8 Release Film
13
e. Sealant tape
Sealant tape berfungsi sebagai perekat antara bagging film dengan
cetakan pada proses bagging.
Gambar 9 Sealant tape
f. Solvent
Solvent adalah suatu zat cair yang berfungsi untuk membersihkan
cetakan sebelum digunakan. Solvent yang biasa digunakan adalah
Aseton dan MEK.
g. Thermocouple
Thermocouple adalah suatu alat yang digunakan untuk mengetahui
suhu part ketika proses polimerisasi sedang dilakukan.
Gambar 10 Thermocouple
h. Vacuum Valve
Vacuum valve adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengeluarkan udara pada proses bagging.
Gambar 11 Vacuum Valve
14
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Bentuk Kegiatan
Kegiatan yang dilaksanakan adalah proses pembuatan P/N 35-22857-
0001A01 atau Rear Skin Frame 27 - Frame 30 untuk CN 235 secara
composite.
3.2 Jenis Part
Jenis part yang dibuat yaitu P/N 35-22857-0001A01 yang merupakan
bagian atas pesawat.
Gambar 12 P/N 35-22857-0001A01
15
3.3 Diagram Alir
Berikut ini adalah diagram alir untuk proses pembuatan P/N 35-22857-
0001A01
Gambar 13 Diagram Alir P/N 35-22857-0001A01
3.4 Material
Untuk membuat Rear Skin Frame 27 - Frame30 dibutuhkan material
utama dan material tambahan agar mendapatkan hasil yang maksimal.
Berikut ini adalah material-material yang digunakan dalam pembuatan
Rear Skin Frame 27 – Frame 30
KEGIATAN
JML WKT JML WKT JML WKT PEKERJAAN : PEMBUATAN P/N 35-22857-0001A101
OPERASI 10 NO. PETA
PEMERIKSAAN 7 ORANG BAHAN
TRANSPORTASI 7 SEKARANG V USULAN
MENUNGGU - DIPETAKAN OLEH : NI KADEK DEWI PRADNYAWATI
PENYIMPANAN - TANGGAL DIPETAKAN : 17 Juli 2013
JARAK TOTAL 24
UR
UT
AN
TE
MP
AT
OR
AN
G
Cleaning tool ● 1
Persiapan material ● 1
Tempering material ● 1
Tool dipindahkan ke CCA Room ● 1
Cutting Material ● 1
Lay Up Composite ● 1
Bagging ● 1
Lay up composite inspection ● 1
Tool dipindahkan ke autoclave ● 1
Proses polimerisasi ● 1
Debagging ● 1
Curing Inspection ● 1
Pindah ke ws fitter ● 1
Fitter inspection ● 1
Fitter composite ● 1
Pindah ke ws filler ● 1
Proses filler ● 1
Filler inspection ● 1
Pindah ke ws painting bocom ● 1
Painting Inspection ● 1
Proses pengecatan ● 1
Painting Inspection ● 1
Final Inspection ● 1
Pindah ke ws subassembly ● 1
RU
AN
G
GA
BU
NG
PE
RB
AIK
I
URAIAN KEGIATAN
BA
GA
IM
AN
A
JU
ML
AH
(R
IM
)
WA
KT
U (
DE
TIK
)
ANALISA
CATATAN
TINDAKAN
UBAH
KA
PA
N
SIA
PA
SEKARANG USULAN BEDA
RINGKASAN
LAMBANG
JA
RA
K (
cm
)
AP
A
DIM
AN
A
16
Material utama
Table 1 Material Utama P/N 35-22857-0001A01
Part Number Title
35-22857-0101 CORE
35-22857-0201 CORE
Z-12.117 Polyurethane Primer
Z-12.211 Filler
Z-12.506 Antistatic Paint
Z-14.509 Tedlar
Z-15.429 Epoxy Adhesive Film
Z-19.101 Glas Prepreg
Z-19.904 Aramid Epoxy
Z-19.905 Aramid Epoxy
Material tambahan
Table 2 Material tambahan P/N 35-22857-0001A01
Part Number Title
Z-23.117 Solvent
Z-24.224 Release Agent
Z-23.261 Breather Fabric
Z-24.206 Bagging Film
Z-24-211 Sealant tape
Z-24.232 Release Film
17
3.5 Prosedur Pembuatan
Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam membuat Rear Skin Frame 27-
Frame 30 untuk CN 235
1. Issuer Inspection
Pada tahap ini merupakan tahap menyiapkan material-material yang
dibutuhkan dan memeriksa lifetime dari setiap material yang akan
dipakai. Untuk material yang tersimpan dalam cold storage seperti
prepreg, harus dilakukan tempering selama kurang lebih 6-8 jam
sebelum digunakan. Hal ini bertujuan untuk mencegah embun yang
menempel pada pastik pembungkus prepreg yang dapat menurunkan
kualitas dari material tersebut. Proses tempering dapat dilakukan
sesuai dengan aturan I-D-P-237 sebagai berikut
Temperatur < 270C
Jika material dipanaskan dengan suhu kurang dari 270C, maka
lifetime dari suatu material akan berkurang sebanyak 1 jam
Temperatur 270C – 38
0C
Jika material dipanaskan dengan suhu 270C – 38
0C, maka lifetime
dari suatu material akan berkurang sebanyak 3 unit setiap jamnya.
Temperatur > 380C
Jika material dipanaskan dengan suhu lebih dari 380C, maka akan
menyebabkan material tersebut rusak dan tidak dapat digunakan.
Untuk material lainnya seperti adhesive film dapat digunakan jika
disimpan di bawah -12,20C dengan waktu penyimpanan 180 hari
terhitung dari tanggal pengapalan sesuai dengan NSS 1008. Jika
adhesive film sudah mempunyai lifetime lebih dari 360 hari, maka
material tersebut tidak dapat digunakan. Adhesive film digunakan
sebagai pelapis permukaan dan juga dapat digunakan sebagai perekat
yang mempunyai lifetime selama 720 unit/jam jika dibiarkan di tempat
terbuka.
18
2. Cleaning Tool
Tahap selanjutnya setelah material disiapkan adalah menyiapkan dan
membersihkan cetakan(moulding/tool) yang akan digunakan dengan
Solvent sesuai dengan I-D-P 237 sebagai berikut.
Pengaplikasian solvent pada cetakan dilakukan secara bertahap,
yaitu 3 kali dengan menggunakan kain bersih ke seluruh
permukaan cetakan
Interval waktu pengaplikasian solvent secara bertahap yaitu 10-15
menit
Setelah dibersihkan dengan solvent, cetakan dilapisi dengan release
agent ke seluruh permukaan. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan
kemungkinan melekatnya material-material yang akan digunakan ke
dalam cetakan, sehingga sulit dilepaskan dari cetakannya.
Gambar 14 Proses cleaning tool untuk P/N 35-22857-0001A01
3. Lay up Dry & Wet Inspection
Tahap selanjutnya setelah cetakan dibersihkan adalah melakukan
pemeriksaan terhadap cetakan sebelum dilakukan lay up. Pemeriksaan
cetakan ini bertujuan untuk mengetahui cetakan yang digunakan akan
menimbulkan masalah atau tidak ketika dilakukan lay up. Untuk
melakukan pemeriksaan terhadap cetakan terdiri dari dua tahap yaitu
19
Cek visual
Cek visual dilakukan secara fisik dengan melihat permukaan
cetakan yang akan digunakan. Apabila cetakan tersebut dianggap
tidak layak pakai, maka dapat menimbulkan masalah ketika
dilakukan lay up. Cetakan dianggap tidak layak apabila pada
permukaannya terdapat pori-pori yang melebihi batas yang telah
ditentukan, adanya retakan, dan terdapat gelembung pada
permukaan cetakannya.
Stabilitas dimensi
Stabilitas dimensi merupakan bentuk pengecekan ketebalan dan
cantour cetakan sesuai dengan gambar atau tidak.
4. Lay up Composite
Tahap selanjutnya setelah semua material dan alat yang akan
digunakan sudah siap adalah melakukan lay up composite. Lay up
composite adalah proses pembuatan suatu part yang tersusun dari
material-material yang dibutuhkan di atas permukaan cetakan sesuai
dengan part yang akan dibuat. Tahap awal untuk melakukan lay up
dalam membuat P/N 35-22857-0001A01 adalah dengan memotong
material yang akan digunakan sesuai dengan gambar yang telah
tersedia. Adapun material-material yang akan dipotong sebagai berikut
Z-19.901
Z-19.904
Z-19.905
Z-14.509
Kemudian setelah material tersebut dipotong sesuai dengan cetakan,
tahap selanjutnya adalah menyiapkan Core yang akan digunakan.
Dalam hal ini core yang digunakan yaitu Core P/N 35-22857-0101 dan
Core P/N 35-22857-0201. Core yang akan digunakan harus
dibersihkan terlebih dahulu agar tidak menimbulkan masalah yang
dapat menurunkan kualitas dari part yang dibuat. Lalu setelah
dibersihkan lakukan proses lay up ke cetakan yang telah disiapkan.
20
Proses lay up dilakukan dengan menyusun material-material yang ada
sesuai dengan susunan pada process sheet atau gambar teknik.
Untuk pembuatan P/N 35-22857-0001A01, layer pertama yang
digunakan adalah prepreg kevlar dan kemudian pada layer kedua
dilapisi dengan prepreg glass yang dilapiskan ke seluruh permukaan
cetakan. Untuk pemasangan lapisan pada setiap material, ada beberapa
hal yang harus diperhatikan seperti arah serat dan posisi layer terhadap
cetakan. Hal ini bertujuan agar part yang dibuat menjadi seimbang
ketika digunakan dan tidak mengalami deformasi yang dapat
menurunkan kualitas dari part tersebut. Selain itu hal lain yang perlu
diperhatikan adalah pentingnya untuk memasang bleader fabric dan
flashbreaker pada layer pertama. Hal ini bertujuan agar layer ini dapat
terbentuk secara sempurna dan tidak ikut larut ketika dipanaskan
dengan menggunakan autoclave. Kemudian setelah layer pertama
disusun, lalu letakkan P/N 35-22857-0101 yang kemudian dilapisi
adhesive film dan dilapisi lagi oleh P/N 35-22857-0201. Penggunaan
adhesive film pada hal ini bertujuan untuk merekatkan antara P/N 35-
22857-0101 dengan P/N 35-22857-0201. Kemudian core tersebut
dilapisi lagi oleh lapisan prepreg yang jumlah lapisannya telah
disesuaikan dengan process sheet ataupun gambar teknik yang telah
disediakan, kemudian dilapisi oleh tedlar yang merupakan lapisan
paling atas dalam proses lay up.
21
5. Bagging Composite
Setelah proses lay up selesai, tahap berikutnya adalah bagging. Hal ini
bertujuan untuk mengeluarkan udara pada setiap lapisan material yang
telah disusun. Proses bagging dilakukan mulai dari menutup layer
yang telah disusun dengan menggunakan airweave dan bagging film di
seluruh permukaan dan kemudian seluruh permukaan terluar cetakan
direkatkan dengan sealant tape. Selain itu juga dilakukan pemasangan
thermocouple dan vacuum valve. Penggunaan thermocouple bertujuan
untuk mengetahui suhu dari layer ketika sedang dipanaskan yang akan
dihubungkan di dalam autoclave, sedangkan penggunaan vacuum
valve bertujuan untuk mengeluarkan udara yang ada pada lapisan
setiap materialnya agar dapat mengikuti bentuk dari cetakan, sehingga
diharapkan nantinya akan terbentuk part yang sempurna. Setelah
seluruh permukaan cetakan tertutup oleh bagging film, vacuum valve,
dan thermocouple sudah terpasang, baru dapat dilakukan proses
vacuum dengan menggunakan vacuum valve.
Secara umum, proses bagging dalam pembuatan part composite adalah
sebagai berikut
1) Pasang Thermocouple pada part yang akan dipolimerisasi, lalu
lapisi ujung thermocouple dengan flash breaker dan tempatkan
diantara layer prepreg.
2) Pasang airweave pada seluruh permukaan part
Gambar 15 Proses Lay up P/N 35-22857-0001A01
22
3) Pasang vacuum valve di atas lapisan airweave
4) Pasang sealant tape di seluruh sisi terluar cetakan
5) Potong plastic vacuum dengan ukuran yang lebih luas pada seluruh
permukaan part agar ketika proses vacuum berlangsung plastic
vacuum tidak robek, kemudian direkatkan dengan sealant tape
pada setiap sisinya.
6) Kemudian lakukan proses vacuum dengan vacuum pump untuk
mengeluarkan udara pada part yang dibuat, lalu cek kebocoran
pada setiap sisinya. Kebocoran yang diizinkan adalah 1 inch
Hg/menit.
7) Setelah proses vacuum selesai, part tersebut siap untuk melakukan
proses curing di dalam autoclave.
6. Lay up Composite Inspection
Setelah proses lay up dan bagging selesai dilakukan, tahapan
berikutnya adalah melakukan inspeksi terhadap proses lay up dan
bagging yang telah dilaksanakan. Hal ini bertujuan untuk
meminimalkan kesalahan yang terjadi dan memastikan bahwa proses
lay up dan bagging dilakukan secara benar dan sesuai dengan prosedur
dalam procces sheet. Selain itu juga dilakukan pengecekan secara
visual terhadap proses pengerjaan dan memeriksa umur material yang
digunakan, sehingga dapat ditentukan waktu terakhir polimerisasi pada
suatu material. Kemudian hasil inspeksi tersebut dicatat dalam log
book sebagai salah satu bukti pengerjaan part tersebut telah dilakukan
Gambar 16 Proses Bagging
23
sesuai dengan prosedur dan mencatat lifetime dari material yang
digunakan.
7. Autoclave Composite
Setelah proses inspeksi dilakukan, tahap selanjutnya adalah
memasukkan cetakan tersebut ke dalam autoclave. Autoclave adalah
suatu alat yang terdiri dari pemanas yang mempunyai tekanan yang
dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Autoclave digunakan untuk
membentuk material-material pembuat suatu part sesuai dengan
cetakannya dengan cara memanaskan material tersebut dan
memberikan tekanan terhadap materialnya. Secara umum berikut ini
adalah siklus penggunaan autoclave untuk membuat suatu part
Gambar 17 Siklus curing material
a. Tahap Heat up
Pada tahap ini laju pemanasan maksimum adalah 40C/menit
Antara suhu 380C – 90
0C, laju pemanasan tidak boleh melebihi
1,20C/menit
Antara suhu 900C – 110
0C, laju pemanasan tidak boleh
melebihi 0,60C/menit
Antara suhu 1100C – 125
0C, laju pemanasan tidak boleh
melebihi 0,30C/menit
Vakum pada bagian dalam bagging mulai awal curing
mencapai minimum 560 mmHg (0,74 bar)
T: 120 ± 5 C
Tahap PolimerisasiTahap
Heat up
Tahap
Cooling
1 2 3
24
Ketentuan aplikasi tekanan dalam autoclave tergantung pada
jenis part yaitu
o Laminat : tekanan autoclave berkisar antara 2,72 –
6,80 bar
o Sandwich : tekanan autoclave berkisar antara 1,36 –
3,06 bar
b. Tahap polimerisasi
Pada tahap ini proses polimerisasi untuk material kevlar
berlangsung selama minimum 90 menit dengan suhu 1250C±5
0C
c. Tahap cooling
Laju pendinginan dilakukan maksimum 2,80C/menit
Sewaktu mencapai 600C tekanan dalam autoclave boleh
diturunkan
Part dan cetakan tidak boleh dikeluarkan sebelum suhu
mencapai di bawah 500C
8. Debagging Composite
Debagging merupakan proses pembukaan komponen composite yang
telah dipanaskan di dalam autoclave. Hal ini bertujuan untuk melihat
hasil dari proses autoclave sesuai dengan yang diinginkan atau tidak.
9. Curing Inspection
Tahap berikutnya adalah melakukan pengecekan terhadap hasil proses
autoclave apakah sesuai dengan gambar teknik yang telah ditentukan
atau tidak, selain itu juga melihat apakah terdapat penyimpangan
selama proses polimerisasi di dalam autoclave atau tidak.
10. Fitter Composite
Kemudian setelah melakukan pengecekan, tahap berikutnya adalah
memotong part yang telah dicetak sesuai dengan gambar teknik yang
25
tersedia. Secara umum berikut ini adalah alat-alat yang digunakan
dalam proses pemotongan part
a. Handrill : berfungsi untuk menghaluskan permukaan
b. Hand router : berfungsi untuk memotong part
c. Jigsaw : berfungsi untuk memotong part
Prinsip kerja pada alat-alat di atas pada dasarnya menggunakan tenaga
angin dengan tekanan sebesar 3-5 bar
11. Fitter Composite Inspection
Tahap selanjutnya adalah melakukan pengecekan part yang telah
dipotong apakah sesuai dengan gambar teknik yang ada atau tidak. Hal
ini bertujuan untuk meminimalkan terjadinya kesalahan pemotongan
yang dapat merugikan perusahaan.
12. Filler
Filler adalah proses pelapisan part dengan menggunakan zat pelapis
yang bertujuan untuk menutup pori-pori yang terbuka sebelum
dilakukan proses painting. Proses filler dilakukan sebanyak 2-4 kali
pelapisan dengan ketebalan 4-5 micron sebelum didiamkan selama 8
jam untuk selanjutnya dilakukan proses painting.
Gambar 18 Proses Filling
26
Sebelum proses filler dilakukan ada beberapa hal yang harus dilakukan
yaitu
a. Bersihkan part yang akan difiller dengan menggunakan aseton atau
MEK. Hal ini bertujuan untuk membersihkan permukaan part dari
kontaminasi seperti minyak, debu, dan lainnya.
b. Lakukan sanding atau pengampelasan yang bertujuan untuk
membuka pori-pori part agar filler mudah meresap ke permukaan
part. Proses pengampelasan yang dilakukan menggunakan kertas
ampelas nomor 180-240.
c. Bersihkan kembali permukaan part dengan menggunakan aseton
atau MEK. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa
release agent dan debu yang dihasilkan melalui proses sanding.
13. Painting Inspection
Tahap selanjutnya adalah melakukan pengecekan terhadap hasil filler
yang telah dilakukan untuk mengetahui apakah part yang akan dicat
sudah memenuhi standar yang ada sehingga tidak menimbulkan
masalah ketika proses pengecatan berlangsung.
14. Painting Bocom
Setelah part lolos inspeksi, tahap berikutnya adalah proses pengecatan
part. Pertama-tama part yang akan dicat dilapisi dengan cat konduktif
dengan ketebalan 15-25 mikron ke seluruh permukaan luar part.
Kemudian setelah seluruh permukaan tertutup dengan cat konduktif,
part tersebut dilapisi lagi dengan cat primer koroplex dan kemudian
setelah selesai dilakukan pengecekan kembali terhadap part tersebut.
Jika terdapat pori-pori pada permukaannya, maka dapat dilakukan
pelapisan kembali pada permukaannya dengan menggunakan zat
pelapis dan kemudian disandling untuk meratakan permukaannya.
Kemudian setelah proses pelapisan mendapatkan hasil yang bagus, lalu
dilakukan proses pengecatan kembali dengan cat konduktif dan cat
primer koroplex.
27
Secara garis besar, proses painting terdiri dari beberapa lapisan yaitu
a. Konduktif
Konduktif adalah suatu material sejenis cat yang menghantarkan
listrik pada permukaan part ketika part sudah difiller. Pemakaian
konduktif hanya untuk part dari material composite. Berdasarkan
segi konduktivitasnya, part composite dibagi menjadi 2 bagian
yaitu
Part composite yang bersifat konduktor
Part yang termasuk dalam jenis ini adalah part composite yang
terbuat dari fiber carbon
Part composite yang bersifat isolator
Part yang termasuk dalam jenis ini adalah part yang terbuat
dari fiber glass dan fiber carbon.
Penggunaan konduktif sebagai suatu lapisan bertujuan agar saat
petir menghantar pesawat yang sedang terbang maka lapisan ini
akan mengalirkan dan membuang arus listrik petir tersebut
sehingga tidak menyebabkan pesawat terbakar.
b. Koroflek
Setelah penggunaan cat konduktif, lapisan berikutnya adalah cat
koroflek. Cat ini berfungsi untuk mencegah korosi sehingga usia
part yang dilapisi menjadi lebih panjang.
c. Primer
Setelah penggunaan cat koroflek, lalu dilanjutkan pada proses
primer atau cat dasar. Kegunaan cat dasar pada suatu part adalah
sebagai berikut
Sebagai material atau lapisan yang melekat pada part
Sebagai dasar pelapisan dasar berikutnya
Sebagai material pembentuk lapisan dan untuk memperkuat
lapisan cat
Sebagai material anti korosi
28
Selain itu cat primer juga berfungsi sebagai material penutup pada
suatu part. Ketebalan lapisan cat primer yang digunakan adalah
<12,5 micron.
d. Top coat
Proses ini merupakan proses pengecatan terakhir yang ditentukan
oleh permintaan customer. Tujuan dari penggunaan cat ini adalah
selain untuk dekorasi juga bertujuan supaya permukaan pesawat
tahan terhadap cuaca, larutan organik, dan tahan terhadap korosi.
Cat yang biasa digunakan adalah tipe Z-12-380.
15. Painting Inspection
Tahap berikutnya adalah melakukan pengecekan terhadap proses
pengecatan yang telah dilakukan apakah sesuai dengan prosedur atau
tidak, selain itu juga mengecek ketebalan dari cat pada part tersebut
sesuai atau tidak dengan prosedur yang ada.
16. Final Inspection
Kemudian setelah part tersebut lolos inspeksi maka tahapan berikutnya
adalah mengecek keseluruhan part yang telah dibuat sesuai atau tidak
dengan gambar teknik dan prosedur pembuatan yang ada. Kemudian
setelah part tersebut diinspeksi, maka part tersebut akan dipindahkan
ke workstation lain untuk dilakukan proses subassembly sebelum
dilakukan final assembly.
Gambar 19 Proses Painting Composite
29
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Bonding merupakan suatu proses penyatuan atau penggabungan dua buah
komponen atau lebih dengan menggunakan suatu material pengikat atau
adhesive yang biasa dipakai dalam struktur part bonding-composite.
Composite adalah gabungan dua material atau lebih yang mempunyai
karakteristik sifat yang berbeda dan saling mempertahankan sifat masing-
masing material untuk mendapatkan sifat yang lebih baik.
Pada dasarnya proses pembuatan part bonding dan composite adalah sama,
akan tetapi material yang digunakan berbeda.
Saran
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam bekerja maka dalam
penempatan tenaga kerja harus disesuaikan dengan kemampuan dan
pengalaman yang dimiliki oleh setiap karyawan.
Tingkatkan kerja sama tim dalam bekerja untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
30
LAMPIRAN
31
Sejarah Perusahaan
PT Dirgantara Indonesia sebenarnya telah mulai muncul sejak awal masa
kemerdekaan Indonesia hingga sekarang. Pesawat pertama yang berhasil
diterbangkan pertama kali yaitu tahun 1948 di lapangan udara Maospati dengan
nama RI-X WEL-1 hasil rancangan Wiweko Soepono. Kemudian disusul tahun
1954, Nurtanio Pringgoadisuryo pun berhasil merancang sebuah pesawat dengan
nama NU-200. Selain itu Nurtanio juga mendirikan sebuah badan yang bernama
Depot Penyelidikan, Percobaan dan Pembuatan Pesawat Terbang (DPPP) pada
Agustrus 1961dan berhasil membuat pesawat terbang eksperimental seperti,
Kolintang, dan Gelantik.
PT Dirgantara Indonesia bekerja sama dengan pihak pabrikan melaksanakan
pembuatan berbagai jenis pesawat terbang seperti C 212 Aviocar, C235, NBO
105, NBK 117, BN 109, SA 330 PUMA, NAS 332 Super Puma, dan Nbell 412.
Hal ini kemudian berlanjut pada keberhasilan membuat pesawat N 250 dan
N2130.
PT Dirgantara Indonesia sebelumnya bernama PT Industri Pesawat Terbang
Nusantara (IPTN), karena adanya krisis moneter kondisi IPTN memburuk. Oleh
karena itu, Presiden RI KH. Abdurrahman Wahid pada tanggal 24 Agustus 2000
meresmikan perubahan nama menjadi PT Dirgantara Indonesia. Perubahan
tersebut dimaksudkan untuk memberi nafas dan paradigma baru bagi perusahaan.
Saat ini PT Dirgantara Indonesia masih tetap terus berproduksi untuk berusaha
memenuhi kontrak kerja yang telah disepakatinya. Meski dengan berbagai
kendala dan kekurangan yang ada. Bagaimanapun langkah-langkah yang telah
diambil diharapkan cukup memadai untuk memperbaiki kinerja, efisiensi, dan
efektivitas perusahaan. Sehingga bukan hal yang mustahil bagi PT Dirgantara
Indonesia nantinya untuk bangkit kembali seperti yang diharapkan oleh bangsa
dan negara ini.
PT Dirgantara Indonesia mempunyai visi dan misi untuk mencapai tujuannya,
adapun visi dari PT Dirgantara Indonesia adalah
32
“Menjadi perusahaan berbasis teknologi dirgantara yang unggul dalam rekayasa,
rancang bangun, manufaktur dan produksi pesawat terbang untuk angkutan
penumpang dan kargo, baik untuk kepentingan komersial maupn militer yang
mampu meraih keuntungan berdasarkan keunggulan kompetitif pada pasar
domestik dan regional.” Sedangkan misi dari PT Dirgantara Indonesia adalah
1. Menjalankan usaha dengan selalu berorientasi pada aspek bisnis dan
komersial dan dapat menghasilkan produk dan jasa yang memiliki
keunggulan biaya.
2. Sebagai pusat keunggulan di bidang industri dirgantara, terutama dalam
rekayasa, rancang bangun, manufaktur produksi dan pemeliharaan untuk
kepentingan komersial dan militer dan juga untuk aplikasi industri
dirgantara.
3. Menjadikan perusahaan sebagai pemain kelas dunia di industri global yang
mampu bersaing dan melakukan aliansi stratefis dengan industri dirgantara
dunia lainnya.
Produk dan Jasa
PT Dirgantara Indonesia telah menghasilkan berbagai macam produk, yaitu
1. Pesawat Kendali Pengembangan : N 250 dan N 2130
2. Pesawat bersama dan pengembangan dan produksi : CN 235 Sipil, CN 235
Militer, dan CN 235 Maritim
3. Pesawat di bawah lisensi produksi :
4. Helikopter di bawah lisensi produksi : NBELL-412 HP/SP-medium twin
helicopter, Super Puma NAS-332-heavy helicopter, NBO-105CB/CBS-
light twin helicopter
5. Program subkontrak : Boeing B737, B757, B767, Lockhead F1611,
Mitsubishi Heavy Industry dan Airbus A330, A340, A380.
Selain produk, berikut ini adalah jasa yang ditawarkan oleh PT Dirgantara
Indonesia, yaitu :
1. Rekayasa pekerjaan paket, desain, pengembangan dan pengujian
33
2. Manufaktur subkontrak
3. Perbaikan dan Pemeliharaan Pesawat Overhaul (MRO)
4. Perbaikan dan Pemeliharaan Mesin Overhaul (MRO)
5. Pesawat Perkakas Industri dan Peralatan Manufaktur
Pencapaian PT Dirgantara Indonesia
1. Produk dan Jasa
a. Memproduksi sekitar 298 unit pesawat terbang dan helikopter (97 unit NC
212, 38 unit CN 235, 114 unit NBO 105, 27 unit NBELL 412, 22 unit
NAS332)
b. Memproduksi 50000 unit roket dan 150 unit torpedo
c. Memproduksi 10000 unit komponen pesawat terbang (F-16, Boeing, dan
Airbus)
2. Penguasaan Teknologi
a. Rekayasa persetujuan : sertifikasi komponen dan pesawat dari DGAC,
IMAA, dan JAA Eropa
b. Jaminan kualitas persetujuan : dinamis mum dengan persyaratan US
Spesifikasi persyaratan MIL-1-45208A, BAE, Lockhead, Perusahaan
Boeing, Daimler-Benz Aerospace dan DGAC
c. Fabrikasi persetujuan : CASA, Perusahaan Boeing, Fokker, Helicopter
Texter dan Bell
d. Produk Pendukung Pemeliharaan dan Overhaul :
1.Persetujuan Layanan Pesawat :
DGAC (sertifikasi manajemen organisasi), Persyaratan persetujuan
Sultanete dari OMAN (DGCAM), HANKAM (sertifikasi stasiun
perbaikan militer)
2.Nusantara Turbin dan Propulsi Approval :
a) Otoriti :DGAC, FAA, ATO dari Filipina, DGCAM OMAN, TNI-
AU, GCA dari Malaysia
b) Manajemen ISO-9002 (QSC-5508) dari DNV Belanda
34
c) Manufaktur : Allisan-Roll Royce, Roll Royce, Garret-Allied Signal,
Pratt & Whitney United Technology, General Electric, CFM
International, Solar Turbine-Cartepilar, Union Pump, Cooper
Industries.
e. Rancang bangun
1.Rancang bangun dan pengembangan N250 pesawat turbo prop
berkapasitas 50-70 orang dengan teknologi canggih di kelasnya. Tahap
yang dicapai : produksi prototip dan terbang perdana.
2.Rancang bangun N2130 pesawat turbo jet regional berkapasitas 100-130
orang. Tahap yang dicapai desain pendahuluan
Struktur Organisasi
Struktur organisasi memberikan wewenang, tugas, dan tanggung jawab untuk
setiap perusahaan. Struktur organisasi PT Dirgantara Indonesia dapat dilihat
sebagai berikut
35
Tata Kerja Perusahaan
Secara garis besar proses produksi pesawat mencakup beberapa diantaranya
a. Gudang Penyimpanan
Sebelum bahan baku diproses menjadi komponen terlebih dahulu
dilakukan evaluasi dan pengujian jaminan kualitas melalui inspeksi
merusak maupun inspeksi yang tidak merusak. Pengujian dimaksudkan
untuk mengetahui kualitas dan adanya korosi. Selanjutnya bahan baku
tersebut ditempatkan di gudang penyimpanan sesuai dengan
spesifikasinya.
b. Pra-pemotongan
Bahan baku yang sudah diperiksa dikirim ke bagian pra-pemotongan
sesuai dengan permintaan bagian produksi disertai dengan pedoman kerja
yang tersedia. Proses ini dilaksanakan antara lain untuk menghemat bahan
yang diproses, memudahkan pelaksanaan dan pengontrolan bahan. Bahan
yang telah dipotong kemudian diperiksa kembali oleh Quality Assurance
dan dikirim ke pabrikasi untuk proses selanjutnya.
c. Aerostructure
Bagian ini bertugas membuat komponen pesawat terbang dan helicopter
serta membuat dan menyiapkan alat, jig, dan cetakan sebagai alat bantu
pembuatan komponen. Pembuatan komponen dilakukan melalui proses
permesinan maupun yang lainnya di machining shop maupun
pembentukan logam seperti Bonding-Composit.
1. Machining Shop
Pembuatan komponen pesawat menggunakan proses pemotongan
dengan mesin, dari bahan baku logam blok dibuat berbagai bentuk
kemudian dilakukakn pemasangan bagian-bagiannya.
2. Sheet Metal Forming
Pembuatan komponen pesawat dengan bahan baku lembaran logam
atau pipa menggunakan proses rubber press, folding, bonding stretch
forming.
3. Bonding and Composite
36
Pembuatan komponen pesawat dengan bahan baku material bukan
logam seperti prepregnated, honeycomb core, adesif, karet, dan lain-
lain.
Adapun proses pendukung lainnya :
a) Heat Treatment
Suatu perlakuan yang diterapkan terhadap bahan baku sehingga lebih
memudahkan proses pembuatan komponen. Proses yang dilakukan
antara lain pengerasan, pelunakan. Dan pernormalan kembali. Ketiga
hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pemanasan, pendinginan, dan
kombinasi antara pemanasan dan pendinginan. Komponen yang
memerlukan perlakuan di atas adalah komponen yang terbuat dari
lembaran logam.
b) Surface Treatment
Suatu perlakuan pelapisan komponen secara kimiawi sehingga
komponen lebih tahan korosi. Selain itu terdapat perlakuan lain
terhadap komponen dengan cara chemical milling. Komponen yang
mendapat perlakuan di atas antara lain yang dibuat di sheet metal
forming, machining shop, juga komponen-komponen yang dibentuk
dengan cara stretch forming dan rubber press.
c) Welding
Suatu proses penggabungan part menjadi komponen dengan cara las,
dari bahan baku lembaran logam atau pipa, bagian mesin sehingga
menjadi komponen sesuai dengan gambar teknik.
d) Pengecatan
Suatu perlakuan lanjut agar komponen lebih tahan korosi. Sebelum
komponen-komponen tersebut dirakit di bagian Fixed Wing dan Rotary
Wing diadakan pengujian final oleh bagian Quality Assurance sesuai
data yang tercantum dalam dokumen
e) Laboratorium Metalurgi
Laboratorium metalurgi memberikan jaminan penuh terhadap
pengujian validasi, kalibrasi, kepada semua alat ukur dan instrument
yang dipakai untuk mengontrol pembuatan komponen.
37
Untuk menjamin mutu produk komponen dilakukan uji :
1. Destructive Test
Uji ini adalah uji merusak yang dilakukan dengan dample part,
shearing test, peeling test, drum test, compretion test dan lainnya.
2. Non-Destructive Test
Pengujian dengan tidak merusak benda kerja yang diuji dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu
a. Penetran Test
Pengujian yang dilakukan terhadao suatu komponen yang
bertujuan untuk mengetahui cacat-cacat yang ada di permukaan
(surface detect)
b. Magnetic Particle Test
Pemeriksaan cacat pada material baik di permukaan dan sedikit
di bawah permukaan
c. Ultrasonic Test
Pengujian komponen melalui gelombang suara yang bertujuan
untuk mengetahui cacat di bagian dalam material.
d. X-ray atau Radigraphi test
Pengujian material dengan menggunakan radographi dengan
ketebalan komponen ± 3 mm.
d. Rotary Wing
Bagian yang bertugas merakit pesawat helicopter dari struktur awal sampai
final, termasuk di dalamnya mesin, system elektrik, system avionic,
interior dan sebagainya. Perakitan yang disesuaikan dengan pesanan atau
kebutuhan konsumen yang disesuaikan dengan misi dan fungsi pesawat
tersebut dalam operasi.
e. Fixed Wing
Bagian yang bertugas merakit pesawat bersayap dari struktur awal sampai
final, termasuk di dalamnya mesin, system elektrik, system avionic,
interior dan sebagainya. Perakitan yang disesuaikan dengan pesanan atau
38
kebutuhan konsumen yang disesuaikan dengan misi dan fungsi pesawat
tersebut dalam operasi.
Disiplin Kerja
Hari kerja yang berlaku pada PT Dirgantara Indonesia yaitu selama 5 hari dari
Senin-Jumat, sedangkan jam kerja yang berlaku dari jam 8.00 s.d 11.30 istirahat
dari jam 11.30 s.d 12.30, dan mulai kembali bekerja dari jam 12.30 s.d 16.30
WIB.
Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja dan kesehatan kerja setiap saat harus menjadi faktor utama
yang didahulukan dalam setiap tindakan yang dilakukan oleh para pekerja.
Berikut ini adalah alat yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan
dalam bekerja
a. Sarung tangan
b. Masker
c. Pakaian kerja
d. Safety shoes
e. Earphone
f. Kacamata kerja
39
DAFTAR PUSTAKA
Syamsyiah, Ayu Nur, dkk. 2009. Laporan Praktek Kerja Industri di PT
Dirgantara Indonesia. Bandung.
Akmal, Syamsul. 2011. Laporan Kerja Praktek : Proses Pemasangan Timbal
Pemberat (Lead) pada Leading Edge Pesawat CN235 dengan Metode Wet
Lamination. Bandung.
Haryati, Fefi Febri. 2001. Laporan Tugas Akhir : Pengujian Lauran Alkaline
Cleaning dan Deoxidizing pada Proses Bonding Preparation. Bandung.