laporan kasus rsmp ggk

Upload: al-tamira

Post on 08-Aug-2018

268 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    1/51

    BAB I

    PENDAHULUAN

    Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di belakang

    rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit di atas garis

    pinggang. Ginjal mengolah plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk

    menghasilkan urin, menahan bahan bahan tertentu dan mengeliminasi bahan

    bahan yang tidak diperlukan ke dalam urin. Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu

    juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai neuron, yang

    disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen

    vaskuler dan komponen tubulus, yang keduanya secara struktural dan fungsional

    berkaitan erat.

    Bagian dominan pada komponen vaskuler adalah glomerulus, suatu berkas

    kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang

    melewatinya. Sedangkan komponen tubulus dari setiap neuron adalah suatu

    saluran berongga berisi cairan yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel. Cairan

    yang sudah terfiltrasi di glomerulus, yang komposisinya nyaris identik dengan

    plasma, kemudian mengalir ke komponen tubulus nefron, tempat cairan tersebut

    dimodifikasi oleh berbagai sistem transportasi yang mengubahnya menjadi urin.

    Keadaan dimana ginjal kehilangan kemampuannya untuk

    mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh yang berlangsung progresif,

    lambat, samar dan bersifat irreversible (biasanya berlangsung beberapa tahun) di

    sebut dengan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik bersifat samar karenahampir 75% jaringan ginjal dapat dihancurkan sebelum gangguan fungsi ginjal

    terdeteksi. Karena besarnya cadangan fungsi ginjal, 25% dari jaringan ginjal

    sudah cukup untuk menjalankan semua fungsi regulatorik dan eksretorik ginjal.

    Namun dengan kurang dari 25% jaringan fungsional ginjal yang tersisa,

    insufisiensi ginjal akan tampak. (1)

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    2/51

    STATUS PASIEN

    2.1. ANAMNESIS

    A. Identitas Pasien

    Nama : Tn. U

    Umur : 56 tahun

    Jenis kelamin : laki-laki

    Alamat : Jln. PMD KM 12

    Agama : Islam

    Suku : Melayu

    Status perkawinan : kawin

    Pekerjaan : Satpam

    Tanggal masuk : 13 Juli 2013

    Tanggal pemeriksaan : 16 Juli 2013

    B. Keluhan Utama

    Sesak napas

    C. Riwayat Penyakit Sekarang

    Sejak 2 bulan sebelum masuk RS pasien mengeluh lemas. Lemas

    dirasakan terus-menerus. Lemas terutama dirasakan bila berubah posisi dari

    duduk ke berdiri. Lemas tidak berkurang dengan minuman manis. Lemas

    disertai nggliyer, mata berkunang-kunang, nyeri kepala yang terus-menerus,

    dan leher terasa kenceng. Sesak napas juga dirasakan pasien. Sesak napas

    dirasakan hilang timbul. Sesak napas muncul jika pasien terlalu banyak

    beraktivitas, dan membaik dengan beristirahat. Sesak tidak berhubungan

    dengan cuaca ataupun emosi. Mengi maupun batuk tidak didapatkan.

    Bengkak pada kedua kaki mulai dikeluhkan pasien.

    Sejak 2 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh sesak napas. Sesak

    napas dirasakan terus menerus bahkan pada saat pasien beristirahat. Pasien

    mengeluh jika melakukan aktivitas ringan, pasien merasa sesak napas

    bertambah berat. Sesak sedikit berkurang dengan istirahat. Pasien sering

    2

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    3/51

    terbangun saat tertidur di tengah malam karena sesak. Sesak tidak

    berhubungan dengan cuaca ataupun emosi. Mengi maupun batuk tidak

    didapatkan. Pasien lebih nyaman tidur dengan menggunakan 3 bantal. Selain

    keluhan tersebut pasien juga mengeluh timbul bengkak pada kedua kaki.

    Bengkak dirasakan hilang timbul. Pasien tidak mengeluh demam, pasien

    mengeluh mual tetapi tidak muntah, tidak pusing, BAK sedikit dan terasa

    tidak tuntas, tidak terasa nyeri, bewarna kuning, BAB sedikit, pasien tidak

    pernah terbentur atau terpukul di daerah pinggang sebelumnya. Sehari

    sebelumnya pasien baru saja jadwal hemodialisa.

    Sejak 1 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh sesak napas makin

    bertambah hebat. Sesak napas dirasakan terus menerus bahkan pada saat

    pasien beristirahat. Tidur tidak bisa, nafsu makan menurun, badan makin

    kurus. Nyeri dada tidak ada dan jantung berdebar-debar tidak ada.

    Sebelumnya pasien mengaku minum obat furosemid namun keluhan tidak

    berkurang, akhirnya keluarga memutuskan untuk dibawa berobat ke IGD RS

    Muhammadiyah Palembang.

    D. Riwayat Penyakit Dahulu

    Riwayat sakit serupa :

    Pasien sudah pernah dirawat dengan keluhan yang sama satu tahun

    yang lalu, setelah itu pasien mulai menjalani hemodialisa dua kali satu

    minggu sejak 1 tahun yang lalu di RS Moh. Hoesin Palembang. Pasien

    satu tahun yang lalu, selain melakukan hemodialisa, juga melakukan

    transfusi darah 1 kantong satu bulan.

    Riwayat tekanan darah tinggi :

    Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang

    lalu pada saat pasien memeriksakan tensinya di Puskesmas setempat (

    150/80), sudah diberi 2 macam obat (pasien tidak tahu nama obatnya),

    diminum 3 x sehari, tapi setelah obat habis, pasien kemudian tidak kontrol

    lagi.

    3

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    4/51

    Riwayat sakit gula :

    Pasien diketahui memiliki riwayat Diabetes Melitus sejak 5

    tahun yang lalu pada saat pasien pernah mengalami luka di jari jempol

    kaki kanan dan tidak sembuh-sembuh, ketika dideteksi gula darahnya

    tinggi, sehingga pasien dirawat di RS setempat dan mendapat injeksi

    Insulin. Namun sekarang putus obat antidiabetes.

    Riwayat sakit jantung :

    Pasien pernah mengalami nyeri dada serta rasa jantung berdebar

    dan hilang ketika pasien diberi obat di bawah lidah.

    Riwayat alergi :

    Pasien memiliki riwayat alergi bila makan udang, seluruh

    badannya timbul bentol-bentol merah, bibir dan mata membengkak.

    E. Riwayat Penyakit Keluarga

    Riwayat sakit serupa : disangkal

    Riwayat tekanan darah tinggi : disangkal

    Riwayat sakit gula : disangkal

    Riwayat sakit jantung : disangkal

    F. Riwayat Kebiasaan

    Riwayat minum obat-obatan bebas : disangkal

    Riwayat minum suplemen : disangkal

    Riwayat minum jamu : Pernah tapi tidak sering

    Riwayat minum minuman keras : Disaat muda, pasien sering minum

    alkohol, 2 botol setiap minggu

    Riwayat merokok : Pasien baru berhenti merokok 5

    tahun yang lalu, sebelumnya pasien sering merokok 3 bungkus sehari,

    jenis rokok filter.

    G. Riwayat Sosial Ekonomi

    Pasien seorang pria bekerja sebagai penjaga ruko, tinggal bersama istri dan

    dua orang anak.

    4

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    5/51

    H. Riwayat Gizi

    Pasien sehari makan 3 kali sehari porsi sedang dengan lauk tempe, tahu,

    sayur, jarang makan buah, minum sehari 3-4 kali lebih kurang 1 gelas

    belimbing.

    I. Anamnesis Sistem

    Keluhan utama : sesak napas

    Kepala : sakit kepala (+), pusing (-), hilang

    timbul(+)

    Mata : pandangan kabur (+), penglihatan

    ganda(-),mata kuning (-), berkunang-kunang (-), sering keluar air mata

    berlebihan.

    Hidung : pilek (-), mimisan (-), hidung tersumbat (-)

    Telinga : pendengaran berkurang (-), pendengaran

    berdenging (-), keluar cairan (-), darah (-)

    Mulut : gusi berdarah (-), sariawan (-), mulut

    kering (-), luka pada sudut bibir (-), gigi

    goyah (-) sulit berbicara (-), gigi caries (-),

    papil lidah atrofi (-)

    Tenggorokan : sakit menelan (-), gatal tenggorokan (-)

    Sistem Respirasi : sesak napas (+), batuk (+), batuk darah

    (-), dahak (-), mengi (-)

    Sistem Cardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (+), sesak

    nafas saat istirahat (+)

    Sistem Gastrointestinal : nafsu makan turun (+), mual (-),muntah (-),

    kembung (-), muntah darah (-), nyeri ulu

    hati (-), perut sebah (-), BAB sulit (-), BAB

    warna hitam (-), BAB darah lendir (-)

    Sistem Muskuloskeletal : nyeri otot (-), nyeri sendi (-), kaku sendi

    (-), bengkak sendi (-), badan lemas (+),

    5

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    6/51

    kejang (-)

    Sistem Genitourinaria : BAK warna seperti teh (-), BAK warna

    merah (-), nyeri ketika buang air kecil (-),

    panas saat BAK (-), BAK jarang BAK 1-

    2 kali sehari, tiap BAK 1/4 gelas

    belimbing, BAK kadang tidak lampias

    dan terputus-putus.

    Ekstremitas:

    Atas : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-),

    ujung jari terasa dingin (-/-),

    bengkak (-/-), lemah (-/-)

    Bawah : luka (-/-), kesemutan (-/-), tremor (-/-),

    ujung jari terasa dingin (-/-),

    bengkak(-/-),lemah (-/-)

    Sistem Neuropsikiatri : kejang (-), emosi tidak stabil (-), kesemutan

    (-), gelisah (-), mengigau (-)

    2.2. PEMERIKSAAN FISIK

    Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 Juli 2013:

    A. Keadaan umum: sakit berat, compos mentis, status gizi kesan cukup

    B. Tanda vital: Tensi : 180/100 mmHg

    Respirasi : 30 x/menit

    Nadi : 72 x/menit

    Suhu : 36,7C (axiller)

    Status gizi: Berat Badan : 55 kg

    Tinggi Badan : 160 cm

    BMI : 21,48 kg/m2

    Kesan : normoweight

    C. Kulit : keriput (-), warna sawo matang, ikterik (-), turgor baik,

    hiperpigmentasi (+)

    D. Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam, uban (+), lurus, mudah

    6

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    7/51

    rontok (-), mudah dicabut (-), bengkak pada wajah (-),

    kulit muka tampak hiperpigmentasi

    E. Mata : konjungtiva palpebra pucat (+/+), sklera ikterik (-/-),

    katarak (-/-), perdarahan palpebra (-/-), pupil isokor

    dengan diameter (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), edema

    palpebra (+/+), VODS 1/300, Shadow test +/+

    F. Telinga : sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoideus (-)

    G. Hidung : nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), fungsi

    pembau baik

    H. Mulut : sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), pucat (-), lidah

    tiphoid (-), papil lidah atrofi (-), stomatitis (-), luka pada

    sudut bibir (-)

    I. Leher : JVP 5-1 cm, trachea di tengah, simetris,

    pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-)

    J. Limfonodi : kelenjar limfe retroaurikuler, submandibuler, servikalis,

    supraklavikularis, aksilaris, dan inguinalis tidak membesar

    K. Thorax : bentuk simetris, retraksi intercostal (-), spider nevi (-),

    pernafasan torachoabdominal, sela iga melebar (-),

    muskulus pektoralis atrofi (-), ginekomasti (-),

    pembesaran KGB axilla (-/-)

    Jantung:

    Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial,

    epigastrium, dan parasternal tidak tampak

    Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat, teraba di SIC V 2

    cm lateral LMCS

    Perkusi : batas jantung kiri atas: SIC II, linea parasternalis

    sinistra

    batas jantung kiri bawah: SIC VI 1 cm lateral linea

    medioclavicularis sinistra

    batas jantung kanan atas: SIC II, linea parasternalis

    dextra

    7

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    8/51

    batas jantung kanan bawah: SIC V, linea

    parasternalis dextra

    Auskultasi :Heart Rate 72 x/menit, reguler, bunyi jantung I-

    II murni, intensitas normal, reguler, bising (-),

    Pulmo:

    Depan

    Inspeksi : statis:normochest, simetris, sela iga tidak melebar

    dinamis: pengembangan dada simetris kanan =

    kiri, sela iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)

    Palpasi : statis: simetris

    dinamis: pergerakan kanan = kiri, fremitus raba

    kanan = kiri

    Perkusi : kanan: sonor, batas relatif paru-hepar di SIC IV

    linea medioclavicularis dextra, batas absolut paru-

    hepar di SIC V linea medioclavicularis dextra

    kiri: sonor, batas paru-lambung setinggi SIC VI

    linea medioclavicularis sinistra

    Auskultasi : kanan: suara dasar vesikuler normal, suara

    tambahan ronchi basah kasar (-), ronchi basah

    halus (-) di daerah basal, wheezing (-)

    kiri: suara dasar vesikuler normal, suara tambahan

    ronchi basah kasar (-), ronchi basah halus (-) di

    daerah basal, wheezing (-)

    Belakang

    Inspeksi : statis:normochest, simetris, sela iga tidak melebar

    dinamis: pengembangan dada simetris kanan =

    kiri, sela iga tidak melebar, retraksi intercostal (-)

    Palpasi : statis: simetris

    dinamis: pergerakan kanan = kiri, fremitus raba

    kanan = kiri

    Perkusi : kanan: sonor

    8

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    9/51

    kiri: sonor

    Auskultasi : kanan: suara dasar vesikuler normal, suara

    tambahan ronchi basah kasar (-), ronchi basah

    halus (-) di daerah basal, wheezing (-)

    kiri: suara dasar vesikuler normal, suara tambahan

    ronchi basah kasar (-), ronchi basah halus (-) di

    daerah basal, wheezing (-)

    L. Abdomen:

    Inspeksi : dinding perut sejajar dari dinding dada, distended

    (-),venectasi (-), cicatrix (-), striae (-)

    Auskultasi : peristaltik (+) normal, nyeri ketok

    costovertebral (+)

    Perkusi : timpani, pekak alih (+), pekak sisi (-), undulasi

    (+)

    Palpasi : dinding perut supel, nyeri tekan (-), hepar teraba 2

    jari dibawah arcus costar

    M. Genitourinaria : ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)

    N. Ekstremitas :

    9

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    10/51

    2.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    A. Laboratorium

    10/07/2013 SatuanNilai

    Rujukan

    HEMATOLOGI

    Rutin

    Hb 8,2 g/dl 13,5-17,5

    Leukosit 18.100 % 33-45

    10

    Extremitas superior Extremitas inferior

    Dextra Sinistra Dextra Sinistra

    Bengkak - - - -

    Sianosis - - - -

    Pucat - - - -

    Akral

    dingin- - - -

    Luka - - + _

    Deformitas - - - -

    Ikterik - - - -

    Petekie - - - -

    Flat nail - - - -

    Spoon nail - - - -

    Clubing

    finger- - - -

    Kaku - - - -

    Fungsi

    motorik5 5 5 5

    Fungsi

    sensorikNormal Normal Normal Normal

    Reflek

    fisiologis+2 +2 +2 +2

    Reflek

    patologis- - - -

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    11/51

    LED 108 103/ul 4,5-11,0

    Diff. Count 2/0/0/86/7/5 103/ul 150-450

    Ht 23 106/ul 4,50-5,90

    Trombosit 122.000

    Indeks Eritrosit

    MCV /m 80,0-96,0

    MCH pg 28,0-33,0

    MCHC g/dl 33,0-36,0

    Kimia Klinik

    GDS 149 mg/dl 60-140

    GDP mg/dl 70-110

    GD2PP mg/dl 80-140

    SGOT u/l 0-35

    SGPT u/l 0-45

    Protein Total g/dl 6,4-8,3

    Albumin g/dl 3,5-5,2

    Globulin g/dl -Kreatinin 9,2 mg/dl 0,9-1,3

    Ureum 55 mg/dl

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    12/51

    Epitel

    Epitel Squamous - /LPB negatif

    Epitel

    Transisional- /LPB negatif

    Epitel Bulat - /LPB negatif

    Silinder

    Lain-lain Bakteri (-)

    CCT : ((140 - umur) x BB) : (72 x Kreatinin plasma) ml/menit/1,73 m2

    : ((140 567) x 55) : (72 x 9,2) ml/menit/1,73 m2

    : 6, 975 mL/mnt/1,73 m2

    B. EKG (8 Juli 2013)

    Kesan : Sinus Rhytm, HR 74 x/m

    VES di lead V1 V3 V4

    RBBB di setiap lead

    T-inverted di V6, LVH

    2.4. RESUME

    12

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    13/51

    Datang seorang laki-laki usia 56 tahun dengan keluhan utama sesak napas.

    Sejak 2 bulan sebelum masuk RS pasien mengeluh lemas. Lemas dirasakan

    terus-menerus. Lemas terutama dirasakan bila berubah posisi dari duduk ke

    berdiri. Lemas tidak berkurang dengan minuman manis. Lemas disertai

    nggliyer, mata berkunang-kunang, nyeri kepala yang terus-menerus, dan leher

    terasa kenceng. Sesak napas juga dirasakan pasien. Sesak napas dirasakan

    hilang timbul. Sesak napas muncul jika pasien terlalu banyak beraktivitas,

    dan membaik dengan beristirahat. Sesak tidak berhubungan dengan cuaca

    ataupun emosi. Mengi maupun batuk tidak didapatkan. Bengkak pada kedua

    kaki mulai dikeluhkan pasien.

    Sejak 2 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh sesak napas. Sesak

    napas dirasakan terus menerus bahkan pada saat pasien beristirahat. Pasien

    mengeluh jika melakukan aktivitas ringan, pasien merasa sesak napas

    bertambah berat. Sesak sedikit berkurang dengan istirahat. Pasien sering

    terbangun saat tertidur di tengah malam karena sesak. Sesak tidak

    berhubungan dengan cuaca ataupun emosi. Mengi maupun batuk tidak

    didapatkan. Pasien lebih nyaman tidur dengan menggunakan 3 bantal. Selain

    keluhan tersebut pasien juga mengeluh timbul bengkak pada kedua kaki.

    Bengkak dirasakan hilang timbul. Pasien tidak mengeluh demam, pasien

    mengeluh mual tetapi tidak muntah, tidak pusing, BAK sedikit dan terasa

    tidak tuntas, tidak terasa nyeri, bewarna kuning, BAB sedikit, pasien tidak

    pernah terbentur atau terpukul di daerah pinggang sebelumnya. Sehari

    sebelumnya pasien baru saja jadwal hemodialisa.

    Sejak 1 hari sebelum masuk RS pasien mengeluh sesak napas makin

    bertambah hebat. Sesak napas dirasakan terus menerus bahkan pada saat

    pasien beristirahat. Tidur tidak bisa, nafsu makan menurun, badan makin

    kurus. Nyeri dada tidak ada dan jantung berdebar-debar tidak ada.

    Sebelumnya pasien mengaku minum obat furosemid namun keluhan tidak

    berkurang,

    Pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu

    namun tidak rutin kontrol. Riwayat kencing manis dan hemodialisa.

    13

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    14/51

    Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/100 mmHg,

    respirasi 30 x/menit, nadi 80 x/menit, bengkak pada wajah, edema palbebra,

    konjungtiva palbebra pucat, wajah tampah hiperpigmentasi, penglihatan

    VODS 1/300 , ictus cordis teraba di SIC V 2 cm lateral LMCS,batas jantung

    melebar, murmur (+), bengkak diperut unduliasi (+).

    Dari pemeriksaan penunjang laboratorium darah didapatkan Hb 6,6 g/dl;

    kreatinin 9,2mg/dl; ureum 55 mg/dl; asam urat 9,5 mg/dl; BSS 149 gr/dl Dari

    pemeriksaan kimia urine didapatkan protein ++; eritrosit 50 mg/dl. Dari

    pemeriksaan CCT didapatkan hasil dibawah < 15. Hasil EKG Sinus Rhytm,

    HR 74 x/m, VES di lead V1 V3 V4, RBBB di setiap lead, T-inverted di V6,

    LVH.

    2.5. Diagnosis Kerja

    Gagal Ginjal Kronik stage V on Hemodialisa + DM Tipe II Uncontrolled +

    HHD+ Hipertensi Grade II + Susp. Katarak Senilis Hipermatur ODS /DD

    Retinopati Hipertensi

    2.6. Tatalaksana

    - Posisi setengah duduk

    - IVFD RL gtt XX/menit (mikro)

    - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr I.V

    - Inj. Furosemid 1 x 1 amp I.V

    - Amlodipin tab 1 x 5 mg

    - vit. B komplex 3x1

    - HD

    - Transfusi PRC 2 kolf on HD jika Hb dibawah 8

    - O2 2-4 l/m

    - Rencana konsul dokter Sp. Mata

    - KIE

    2.7. Prognosis

    - Quo ad vitam : dubia ad malam

    - Quo ad functionam : dubia ad malam

    14

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    15/51

    2.8. Pemeriksaan Anjuran

    - Cek BSS, BSN, profil lipid

    - Echocardiografi

    - USG Abdomen

    - Foto thorax PA

    2.9. Follow Up

    Tanggal 16 Juli 2013

    S : Sesak nafas berkurang, batuk kering

    O : KU

    TD

    N

    RR

    Temperatu

    r

    Kepala

    Leher

    Thorax

    - Paru

    I

    Pal

    PerA

    - Cor

    I

    Pal

    Per

    A

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    ::

    :

    :

    :

    tampak sakit sedang

    180/110 mmHg

    88 x/mnt, reguler, isi tegangan cukup

    21 x/mnt

    36,80C

    conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)

    JVP (5-2) cmH2O, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)

    simetris, retraksi (-)/(-)

    vokal fremitus dextra = sinistra

    sonor (+)/(+)

    vesikuler (+)/(+)

    iktus kordis tidak tampak

    trill tidak teraba

    batas atas jantung ICS II linea parasternalis dextra et

    sinistra, batas kanan jantung linea parasternalis

    dextra, batas kiri jantung ICS VI midclavicula sinistra

    S1/S2, murmur (-), gallop (-)

    15

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    16/51

    Abdomen

    - I

    - Pal

    - Per

    - A

    Ekstremitas

    - Superior

    - Inferior

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    datar

    lemas, nyeri tekan epigastrium (+), turgor < 2, hepar-

    lien tidak teraba

    Timpani

    BU (+) N

    Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)

    Pitting edema (-)/(-), sianosis (-)/(-),

    A :

    Gagal Ginjal Kronik stage V on Hemodialisa + DM Tipe II

    Uncontrolled + Hipertensi Grade II + Susp. Katarak Senilis

    Hipermatur ODS + susp. Benign Prostat Hipertrofi

    P :

    - Posisi setengah duduk

    - IVFD RL gtt XX/menit (mikro)

    - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr I.V

    - Inj. Furosemid 1 x 1 amp I.V

    - Clonidin tab

    - Amlodipin tab 1 x 5 mg

    - O2 2-4 l/m

    - HD

    - Rencana konsul dokter Sp. Mata dan dokter Sp. Bedah

    Tanggal 17 Juli 2013

    S :Nyeri dada hingga ke ulu hati dan belikat, jantung berdebar, sesak

    berkurang

    O : KU

    TD

    N

    RR

    Temperatu

    :

    :

    :

    :

    tampak sakit sedang

    160/100 mmHg

    71 x/mnt, irreguler, isi tegangan cukup

    26 x/mnt

    36,80C

    16

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    17/51

    r

    Kepala

    Leher

    Thorax

    - Paru

    I

    Pal

    Per

    A

    - Cor

    I

    Pal

    Per

    A

    Abdomen

    - I

    - Pal

    - Per

    - A

    Ekstremitas

    - Superior

    - Inferior

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)

    JVP (5+2) cmH2O, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)

    simetris, retraksi (-)/(-)

    vokal fremitus dextra = sinistra

    sonor (+)/(+)

    vesikuler (+)/(+)

    iktus kordis tidak tampak

    trill tidak teraba

    batas atas jantung ICS II linea parasternalis dextra et

    sinistra, batas kanan jantung linea parasternalis

    dextra, batas kiri jantung ICS VI midclavicula sinistra

    S1/S2, murmur (+), gallop (-)

    datar

    lemas, nyeri tekan epigastrium (+), turgor < 2, hepar

    teraba 2 jari dibawah arcus costae

    Timpani

    BU (+) N

    Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)

    Pitting edema (-)/(-), sianosis (-)/(-),

    A :

    Gagal Ginjal Kronik stage V on Hemodialisa + DM Tipe II

    Uncontrolled + Hipertensi Grade II + Susp. Katarak Senilis

    Hipermatur ODS + HHD-ASHD NYHA III-4

    P : - Posisi setengah duduk

    - IVFD RL gtt XX/menit (mikro)

    - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr I.V

    17

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    18/51

    - Inj. Furosemid 1 x 1 amp I.V

    - Amlodipin tab 1 x 5 mg

    - Rencana konsul dokter Sp. Mata dan dokter Sp. Bedah

    - Digoxin 1 x 0,25 mg tab

    - ISDN 2x 10 mg tab

    - EKG ulang

    Tanggal 22 Juli 2013

    S : -

    O : KU

    TD

    N

    RR

    Temperatu

    r

    Kepala

    Leher

    Thorax

    - Paru

    I

    Pal

    Per

    A

    - Cor

    I

    Pal

    Per

    A

    Abdomen

    :

    :

    :

    :

    :

    ::

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    tampak sakit sedang

    180/110 mmHg

    88 x/mnt, reguler, isi tegangan cukup

    21 x/mnt

    36,80C

    conj. palpebra anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-)JVP (5-2) cmH2O, pemb. KGB (-), pemb. tiroid (-)

    simetris, retraksi (-)/(-)

    vokal fremitus dextra = sinistra

    sonor (+)/(+)

    vesikuler (+)/(+)

    iktus kordis tidak tampak

    trill tidak teraba

    batas atas jantung ICS II linea parasternalis dextra et

    sinistra, batas kanan jantung linea parasternalis

    dextra, batas kiri jantung ICS VI midclavicula sinistra

    S1/S2, murmur (-), gallop (-)

    18

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    19/51

    - I

    - Pal

    - Per

    - A

    Ekstremitas

    - Superior

    - Inferior

    :

    :

    :

    :

    :

    :

    datar

    lemas, nyeri tekan epigastrium (+), turgor < 2, hepar-

    lien tidak teraba

    Timpani

    BU (+) N

    Edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)

    Pitting edema (-)/(-), sianosis (-)/(-),

    A :

    Gagal Ginjal Kronik stage V on Hemodialisa + DM Tipe II

    Uncontrolled + Hipertensi Grade II + Susp. Katarak Senilis

    Hipermatur ODS + susp. Benign Prostat Hipertrofi

    P :

    - IVFD RL gtt XX/menit (mikro)

    - Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr I.V

    - Inj. Furosemid 1 x 1 amp I.V

    - Amlodipin tab 1 x 5 mg

    - Rencana konsul dokter Sp. Mata dan dokter Sp. Bedah- Digoxin 1 x 0,25 mg tab

    - ISDN 2x 10 mg tab

    - EKG ulang

    19

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    20/51

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. DEFINISI

    Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan

    etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang

    progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal

    ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi

    ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi

    pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Dan

    ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lainnya

    dalam darah). (2)

    B. KRITERIA (2)

    Kriteria Penyakit Ginjal Kronik (NKF-KDOQI, 2002)

    1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan

    struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi

    glomerulus (LFG), dengan manifestasi:

    - Kelainan patologis

    - Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

    darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

    2. Laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3

    bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

    20

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    21/51

    C. KLASIFIKASI (2)

    Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit

    Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1,73m2)

    1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal

    atau

    90

    2 Kerusakan ginjal dengan LFG

    ringan

    60 89

    3 Kerusakan ginjal dengan LFG

    sedang

    30 59

    4 Kerusakan ginjal dengan LFG berat 15 29

    5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

    Klasifikasi atas dasar penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung

    dengan mempergunakan rumus Kockcroft Gault sebagai berikut :

    LFG (ml/mnt/1,73m2) = (140 umur) X berat badan *)

    72 X kreatinin plasma (mg/dl)

    *) pada perempuan dikalikan 0,85

    Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Diagnosis Etiologi

    Penyakit Tipe mayor ( contoh )

    Penyakit ginjal

    diabetes

    Diabetes tipe 1 dan 2

    Penyakit ginjal non

    diabetes

    Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi

    sistemik, obat, neoplasma)

    Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah

    besar, hipertensi, mikroangiopathi)

    Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,

    batu, obstruksi, keracunan obat)

    Penyakit kistik (ginjal polikistik)Penyakit pada

    transplantasi

    Rejeksi kronik

    Keracunan obat (siklosporin / takrolimus)

    Penyakit recurrent (glomerular)

    Transplant glomerulopathy

    D. ETIOLOGI (3)

    Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes

    melitus tipe 1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Diabetes melitus

    21

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    22/51

    adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar glukosa dalam

    darah sehingga menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital tubuh

    seperti ginjal dan jantung serta pembuluh darah, saraf dan mata.

    Sedangkan hipertensi merupakan keadaan dimana terjadi peningkatan

    tekanan darah yang jika tidak terkontrol akan menyebabkan serangan

    jantung, stroke, dan penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik juga dapat

    menyebabkan hipertensi. Kondisi lain yang dapat menyebabkan gangguan

    pada ginjal antara lain :

    - Penyakit peradangan seperti glomerulonefritis (10%), dapat

    menyebabkan inflamasi dan kerusakan pada unit filtrasi ginjal.

    Merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal ginjal kronik

    - Penyakit keturunan seperti penyakit ginjal polikistik (3%)

    menyebabkan pembesaran kista di ginjal dan merusak jaringan

    sekitar, dan asidosis tubulus.

    - Malformasi yang didapatkan oleh bayi pada saat berada di dalam

    rahim si ibu. Contohnya, penyempitan aliran urin normal sehingga

    terjadi aliran balik urin ke ginjal. Hal ini menyebabkan infeksi dan

    kerusakan pada ginjal.

    - Lupus dan penyakit lain yang memiliki efek pada sistem imun

    (2%)

    - Penyakit ginjal obstruktif seperti batu saluran kemih, tumor,

    pembesaran glandula prostat pada pria danrefluks ureter.

    - Infeksi traktus urinarius berulang kali seperti pielonefritis kronik.

    Penggunaan analgesik seperti acetaminophen (Tylenol) dan ibuprofen

    (Motrin, Advil) untuk waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati

    analgesik sehingga berakibat pada kerusakan ginjal.

    - Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis dan stenosis

    arteri renalis.

    22

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    23/51

    - Penyebab lainnya adalah infeksi HIV, penyakit sickle cell,

    penyalahgunaan heroin, amyloidosis, gout, hiperparatiroidisme dan

    kanker.

    E. FAKTOR RESIKO

    Faktor resiko gagal ginjal kronik diantara lain : pasien dengan

    diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berusia lebih dari

    50 tahun, individu dengan riwayat diabetes melitus, hipertensi dan

    penyakit ginjal dalam keluarga serta kumpulan populasi yang memiliki

    angka tinggi diabetes atau hipertensi seperti African Americans, Hispanic

    Americans, Asian, Pacific Islanders, dan American Indians. (4)

    F. EPIDEMIOLOGI (2)

    Di Amerika Serikat, data tahun 1995 1999 menyatakan insiden

    penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun,

    dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan

    populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal

    pertahunnya. Di negara negara berkembang lainnya, insiden ini

    diperkirakan sekitar 40 60 kasus perjuta penduduk pertahun.

    G. ANATOMI GINJAL(1)

    Ginjal adalah sepasang organ berbentuk kacang yang terletak di

    belakang rongga abdomen, satu di setiap sisi kolumna vertebralis sedikit

    diatas garis pinggang. Setiap ginjal diperdarahi oleh arteri renalis dan vena

    renalis, yang masing masing masuk dan keluar ginjal dilekukan medial

    yang menyebabkan organ ini berbentuk seperti buncis. Ginjal mengolah

    plasma yang mengalir masuk ke dalamnya untuk menghasilkan urin yang

    kemudian mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral (pelvis renalis)

    yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua ginjal.

    Lalu dari situ urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding

    otot polos yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal (bagian

    proksimal) arteri dan vena renalis. Terdapat dua ureter, yang menyalurkan

    urin dari setiap ginjal ke sebuah kandung kemih. Kandung kemih ( buli

    23

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    24/51

    buli) yang menyimpan urin secara temporer, adalah sebuah kantung

    berongga yang dapat diregangkan dan volumenya disesuaikan dengan

    mengubah ubah status kontraktil otot polos di dindingnya. Secara

    berkala, urin dikosongkan dari kandung kemih keluar tubuh melalui

    sebuah saluran, uretra. Bagian bagian sistem kemih diluar ginjal

    memiliki fungsi hanya sebagai saluran untuk memindahkan urin keluar

    tubuh. Setelah terbentuk di ginjal, komposisi dan volume urin tidak

    berubah pada saat urin mengalir ke hilir melintasi sisi sistem kemih.

    Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional

    berukuran mikroskopik yang dikenal sebagai nefron, yang disatukan satu

    sama lain oleh jaringan ikat. Susunan nefron di dalam ginjal membentuk

    dua daerah khusus : daerah sebelah luar yang tampak granuler ( korteks

    ginjal) dan daerah bagian dalam yang berupa segitiga segitiga bergaris

    garis, piramida ginjal, yang secara kolektif disebut medula ginjal. Setiap

    nefron terdiri dari komponen vaskuler dan komponen tubulus, yang

    keduanya secara struktural dan fungsional berkaitan erat.

    Komponen vaskuler dari nefron diantara lain :

    - Arteriol aferen

    merupakan bagian dari arteri renalis yang sudah terbagi bagi

    menjadi pembuluh pembuluh halus dan berfungsi menyalurkan

    darah ke kapiler glomerulus

    - Glomerulus

    suatu berkas kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan

    zat terlarut dari darah yang melewatinya

    - Arteriol eferen

    Tempat keluarnya darah yang tidak difiltrasi ke dalam komponen

    tubulus meninggalkan glomerulus dan merupakan satu satunya

    arteriol di dalam tubuh yang mendapat darah dari kapiler

    - Kapiler peritubulus

    Merupakan arteriol eferen yang terbagi bagi menjadi serangkaian

    kapiler yang kemudian membentuk jalinan mengelilingi sistem

    24

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    25/51

    tubulus untuk memperdarahi jaringan ginjal dan berperan dalam

    pertukaran cairan di lumen tubulus. Kapiler kapiler peritubulus

    menyatu membentuk venula yang akhirnya mengalir ke vena

    renalis, temoat darah meninggalkan ginjal

    Komponen tubulus dari setiap nefron adalah saluran berrongga berisis

    cairan yang terbentuk oleh satu lapisan sel epitel, di antara lain :

    - Kapsula Bowman

    Suatu invaginasi berdinding rapat yang melingkupi glomerulus

    untuk mengumpulkan cairan yang difiltrasi oleh kapiler glomerulus

    - Tubulus proksimal

    Seluruhnya terletak di dalam korteks dan sangat bergelung (berliku

    liku) atau berbelit si sepanjang perjalanannya. Tubulus proksimal

    menerima cairan yang difiltrasi dari kapsula bowman

    - Lengkung henle

    Lengkung tajam atau berbentuk U atau yang terbenam ke dalam

    medula. Pars desendens lengkung henle terbenam dari korteks ke

    dalam medula, pars assendens berjalan kembali ke atas ke dalam

    korteks. Pars assendens kembali ke daerah glomerulus dari

    nefronnya sendiri, tempat saluran tersebut melewati garpu yang

    dibentuk oleh arteriol aferen dan arteriol eferen. Dititk ini sel sel

    tubulus dan sel sel vaskuler mengalami spesialisasi membentuk

    aparatus jukstaglomerulus yang merupakan suatu struktur yang

    berperan penting dalam mengatur fungsi ginjal.

    -Tubulus distal

    Seluruhnya terletak di korteks. Tubulus distal menerima cairan dari

    lengkung henle dan mengalirkan ke dalam duktus atau tubulus

    pengumpul

    - Duktus atau tubulus pengumpul

    Suatu duktus pengumpul yang menerima cairan dari beberapa

    nefron yang berlainan. Setiap duktus pengumpul terbenam ke

    25

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    26/51

    dalam medula untuk mengosongkan cairan yang kini telah berubah

    menjadi urin ke dalam pelvis ginjal

    Terdapat 2 jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron

    jukstamedula yang dibedakan berdasarkan lokasi dan panjang sebagian

    strukturnya. Nefron korteks merupakan jenis nefron yang paling banyak

    dijumpai dan lengkung tajam dari nefron korteks hanya sedikit terbenam

    ke dalam medula. Sebaliknya, nefron jukstamedula terletak di lapisan

    dalam korteks di dekat medula dan lengkungnya terbenam jauh ke dalam

    medula. Selain itu, kapiler peritubulus nefron jukstamedula membentuk

    lengkung vaskuler tajam yang dikenal sebagai vasa rekta, yang berjalan

    berdampingan erat dengan lengkung henle. Susuna paralel dan

    karakteristik permeabilitas dan transportasi lengkung henle dan vasa rekta

    berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dalam

    berbagai konsentrasi tergantung kebutuhan tubuh.

    26

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    27/51

    H. FISIOLOGI GINJAL(1)

    Ginjal melaksanakan tiga proses dasar dalam menjalankan fungsi

    regulatorik dan ekskretorik yaitu :

    (1) filtrasi glomerulus

    Terjadi filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus

    ke dalam kapsula Bowman melalui tiga lapisan yang membentuk

    membran glomerulus yaitu dinding kapiler glomerulus, lapisan

    gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membran basal dan lapisan

    dalam kapsula bowman.

    Dinding kapiler glomerulus, yang terdiri dari selapis sel endotel

    gepeng, memiliki lubang lubang dengan banyak pori pori besar

    27

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    28/51

    atau fenestra, yang membuatnya seratus kali lebih permeabel terhadap

    H2O dan zat terlarut dibandingkan kapiler di tempat lain.

    Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di

    antara glomerulus dan kapsula bowman. Kolagen menghasilkan

    kekuatan struktural, sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi

    protein plasma kecil. Walaupun protein plasma yang lebih besar tidak

    dapat difiltrasi karena tidak dapat melewati pori pori diatas, pori

    pori tersebut sebenarnya cukup besar untuk melewatkan albumin dan

    protein plasma terkecil. Namun, glikoprotein karena bermuatan sangat

    negatif akan menolak albumin dan pritein plasma lain, karena yang

    terakhir juga bermuatan negatif. Dengan demikian, protein plasma

    hampir seluruhnya tidak dapat di filtrasi dan kurang dari 1% molekul

    albumin yang berhasil lolos untuk masuk ke kapsula bowman.

    Lapisan dalam kapsula bowman terdiri dari podosit, sel mirip

    gurita yang mengelilingi berkas glomerulus. Setiap podosit memiliki

    banyak tonjolan memanjang seperti kaki yang saling menjalin dengan

    tonjolan podosit di dekatnya. Celah sempit antara tonjolan yang

    berdekatan dikenal sebagai celah filtrasi, membentuk jalan bagi cairan

    untuk keluar dari kapiler glomerulus dan masuk ke dalam lumen

    kapsula bowman.

    Tekanan yang berperan dalam proses laju filtrasi glomerulus

    adalah tekanan darah kapiler glomerulus, tekanan onkotik koloid

    plasma, dan tekanan hidrostatik kapsula bowman. Tekanan kapiler

    glomerulus adalah tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di

    dalam kapiler glomerulus. Tekana darah glomerulus yang meningkat

    ini mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk masuk ke kapsula

    bowman di sepanjang kapiler glomerulus dan merupakan gaya utama

    yang menghasilkan filtrasi glomerulus.

    GFR dapat dipengaruhi oleh jumlah tekanan hidrostatik osmotik

    koloid yang melintasi membran glomerulus. Tekanan onkotil plasma

    melawan filtrasi, penurunan konsentrasi protein plasma, sehingga

    28

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    29/51

    menyebabkan peningkatan GFR. Sedangkan tekanan hidrostatik dapat

    meningkat secara tidak terkontrol dan dapat mengurangi laju filtrasi.

    Untuk mempertahankan GFR tetap konstan, maka dapat dikontrol oleh

    otoregulasi dan kontrol simpatis ekstrinsik.

    Mekanisme otoregulasi ini berhubungan dengan tekanan darah

    arteri, karena tekanan tersebut adalah gaya yang mendorong darah ke

    dalam kapiler glomerulus. Jika tekanan darah arteri meningkat, maka

    akan diikuti oleh peningkatan GFR. Untuk menyesuaikan aliran darah

    glomerulus agar tetap konstan, maka ginjal melakukannya dengan

    mengubah kaliber arterial aferen, sehingga resistensi terhadap aliran

    darah dapat disesuaikan. Apabila GFR meningkat akibat peningkatan

    tekanan darah arteri, maka GFR akan kembali menjadi normal oleh

    konstriksi arteriol aferen yang akan menurunkan aliran darah ke dalam

    glomerulus.

    Selain mekanisme otoregulasi, untuk menjaga GFR agar tetap

    konstan adalah dengan kontrol simpatis ekstrinsik GFR. Diperantarai

    oleh masukan sistem saraf simpatis ke arteriol aferen untuk mengatur

    tekanan darah arteri sehingga terjadi perubahan GFR akibat refleks

    baroreseptor terhadap perubahan tekanan darah.

    Dalam keadaan normal, sekitar 20% plasma yang masuk ke

    glomerulus difiltrasi dengan tekanan filtrasi 10 mmHg dan

    menghasilkan 180 L filtrat glomerulus setiap hari untuk GFR rata

    rata 125 ml/menit pada pria dan 160 liter filtrat per hari dengan GFR

    115 ml/menit untuk wanita.

    (2) reabsorpsi tubulus

    Merupakan proses perpindahan selektif zat zat dari bagian dalam

    tubulus (lumen tubulus) ke kapiler peritubulus agar dapat diangkut ke

    sistem vena kemudian ke jantung untuk kembali diedarkan. Proses ini

    meupakan transport aktif dan pasif karena sel sel tubulus yang

    berdekatan dihubungkan oleh tight junction. Glukosa dan asam amino

    dereabsorpsi seluruhnya disepanjang tubulus proksimal melalui

    29

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    30/51

    transport aktif. Kalium dan asam urat hampir seluruhnya direabsorpsi

    secara aktif dan di sekresi ke dalam tubulus distal. Reabsorpsi natrium

    terjadi secara aktif di sepanjang tubulus kecuali pada ansa henle pars

    descendens. H2O, Cl-, dan urea direabsorpsi ke dalam tubulus

    proksimal melalui transpor pasif. Berikut ini merupakan zat zat yang

    direabsorpsi di ginjal :

    a. Reabsorpsi Glukosa

    Glukosa direabsorpsi secara transpor altif di tubulus

    proksimal. Proses reabsorpsi glukosa ini bergantung pada

    pompa Na ATP-ase, karena molekul Na tersebut berfungsi

    untuk mengangkut glukosa menembus membran kapiler

    tubulus dengan menggunakan energi.

    b. Reabsorpsi Natrium

    Natrium yang difiltrasi seluruhnya di glomerulus, 98 99%

    akan direabsorpsi secara aktif ditubulus. Sebagian natrium

    67% direabsorpsi di tubulus proksimal, 25% dereabsorpsi

    di lengkung henle dan 8% di tubulus distal dan tubulus

    pengumpul. Natrium yang direabsorpsi sebagian ada yang

    kembali ke sirkulasi kapiler dan dapat juga berperan

    penting untuk reabsorpsi glukosa, asam amino, air dan urea.

    c. Reabsorpsi Air

    Air secar apasif direabsorpsi melalui osmosis di sepanjang

    tubulus. Dari H2O yang difiltrasi, 80% akan direabsorpsi di

    tubulus proksimal dan ansa henle. Kemudian sisa H2O

    sebanyak 20% akan direabsorpsi di tubulus distal dan

    duktus pengumpul dengan kontrol vasopressin.

    d. Reabsorpsi Klorida

    Ion klorida yang bermuatan negatif akan direabsorpsi

    secara pasif mengikuti penurunan gradien reabsorpsi aktif

    dan natrium yang bermuatan positif. Jumlah Klorida yang

    direabsorpsikan ditentukan oleh kecepatan reabsorpsi Na

    30

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    31/51

    e. Reabsorpsi Kalium

    Kalium difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian akan

    direabsorpsi secara difusi pasif di tubulus proksimal

    sebanyak 50%, 40% kalium akan dirabsorpsi di ansa henle

    pars assendens tebal, dan sisanya direabsorpsi di duktus

    pengumpul

    f. Reabsorpsi Urea

    Urea merupakan produk akhir dari metabolisme protein.

    Ureum akan difiltrasi seluruhnya di glomerulus, kemudian

    akan direabsorpsi sebagian di kapiler peritubulus, dan urea

    tidak mengalami proses sekresi. Sebagian ureum akan

    direabsorpsi di ujung tubulus proksimal karena tubulus

    kontortus proksimal tidak permeabel terhadap urea. Saat

    mencapai duktus pengumpul urea akan mulai direabsorpsi

    kembali.

    g. Reabsorpsi Fosfat dan Kalsium

    Ginjal secara langsung berperan mengatur kadar kedua ion

    fosfat dan kalsium dalam plasma. Kalsium difiltrasi

    seluruhnya di glomerulus, 40% direabsorpsi di tubulus

    kontortus proksimal dan 50% direabsorpsi di ansa henle

    pars assendens. Dalam reabsorpsi kalsium dikendalikan

    oleh homon paratiroid. Ion fosfat ayng difiltrasi, akan

    direabsorpsi sebanyak 80% di tubulus kontortus proksimal

    kemudian sisanya akan dieksresikan ke dalam urin.

    (3) sekresi tubulus

    Proses perpindahan selektif zat zat dari darah kapiler peritubulus

    ke dalam lumen tubulus. Proses sekresi terpenting adalah sekresi H +,

    K+ dan ion ion organik. Proses sekresi ini melibatkan transportasi

    transepitel. Di sepanjang tubulus, ion H+ akan disekresi ke dalam

    cairan tubulus sehingga dapat tercapai keseimbangan asam basa. Asam

    urat dan K+

    disekresi ke dalam tubulus distal. Sekitar 5% dari kalium

    31

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    32/51

    yang terfiltrasi akan dieksresikan ke dalam urin dan kontrol sekresi ion

    K+ tersebut diatur oleh hormon antidiuretik. Kemudian hasil dari ketiga

    proses tersebut adalah terjadinya eksresi urin, dimana semua

    konstituen plasma yang mencapai tubulus, yaitu yang difiltrasi atau

    disekresi tetapi tidak direabsorpsi, akan tetap berada di dalam tubulus

    dan mengalir ke pelvis ginjal untuk eksresikan sebagai urin.

    Fungsi spesifik yang dilakukan oleh ginjal, yang sebagian besar

    ditujukan untuk mempertahankan kestabilan lingkungan cairan eksternal :

    1. Mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh

    2. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES termasuk

    Na+, Cl-, K+, HCO3-, Ca++, Mg++, SO4

    =, PO4= dan H+

    3. Memelihara volume plasma yang sesuai, sehingga sangat berperan

    dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini

    dilaksanakan melalui peran ginjal sebagai pengatur keseimbangangaram dan H2O

    4. Membantu memelihara keseimbangan asam basa tubuh, dengan

    menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- melalui urin

    5. Memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut) berbagai cairan

    tubuh, terutama melalui pengaturan keseimbangan H2O

    6. Mengeksresikan (eliminasi) produk produk sisa (buangan) dari

    metabolisme tubuh. Misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika

    32

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    33/51

    dibiarkan menumpuk, zat zat sisa tersebut bersifat toksik, terutama

    bagi otak

    7. Mengeksresikan banyak senyawa asing. Misalnya obat, zat penambah

    pada makanan, pestisida, dan bahan bahan eksogen non-nutrisi

    lainnya yang berhasil masuk ke dalam tubuh

    8. Mensekresikan eritropoietin, suatu hormon yang dapat merangsang

    pembentukan sel darah merah

    9. Mensekresikan renin, suatu hormon enzimatik yang memicu reaksi

    berantai yang penting dalam proses konservasi garam oleh ginjal

    10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya

    I. PATOFISIOLOGI

    Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

    penyakit yang mendasari, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses

    yang terjadi kurang lebih sama. Pada gagal ginjal kronik terjadi

    pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan

    fungsional nefron yang masih tersisa. Hal ini mengakibatkan terjadinya

    hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran

    darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti

    oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses

    ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif.

    Perubahan fungsi neuron yang tersisa setelah kerusakan ginjal

    menyebabkan pembentukan jaringan ikat, sedangkan nefron yang masih

    utuh akan mengalami peningkatan beban eksresi sehingga terjadi lingkaran

    setan hiperfiltrasi dan peningkatan aliran darah glomerulus. Demikian

    seterusnya, keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir

    dengan Gagal Ginjal Terminal (GGT) atau End Stage Renal Disease

    (ESRD). Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron

    intrarenal, hipertensi sistemik, nefrotoksin dan hipoperfusi ginjal,

    proteinuria, hiperlipidemia ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya

    hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.(2)

    33

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    34/51

    Dengan adanya penurunan LFG maka akan terjadi : (5)

    - Anemia

    Gangguan pembentukan eritropoietin di ginjal menyebabkan

    penurunan produksi eritropoietin sehingga tidak terjadi proses

    pembentukan eritrosit menimbulkan anemia ditandai dengan

    penurunan jumlah eritrosit, penurunan kadar Hb dan diikuti dengan

    penurunan kadar hematokrit darah. Selain itu GGK dapat

    menyebabkan gangguan mukosa lambung (gastripati uremikum)

    yang sering menyebabkan perdarahan saluran cerna. Adanya toksik

    uremik pada GGK akan mempengaruhi masa paruh dari sel darah

    merah menjadi pendek, pada keadaan normal 120 hari menjadi 70

    80 hari dan toksik uremik ini dapat mempunya efek inhibisi

    eritropoiesis

    - Sesak nafas

    Karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga

    menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemikginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang

    terdapat di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah

    angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting

    enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin

    II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga

    menyebabkan retensi NaCl dan air volume ekstrasel meningkat

    (hipervolemia)

    volume cairan berlebihan

    ventrikel kiri gagal

    memompa darah ke perifer LVH peningkatan tekanan

    atrium kiri peningkatan tekanan vena pulmonalis

    peningkatan tekanan di kapiler paru edema paru sesak nafas

    - Asidosis

    Pada gagal ginjal kronik, asidosis metabolik dapat terjadi akibat

    penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan ion H+

    disertai dengan penurunan kadar bikarbonat (HCO3

    ) dan pH

    34

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    35/51

    plasma. Patogenesis asidosis metabolik pada gagal ginjal kronik

    meliputi penurunan eksresi amonia karena kehilangan sejumlah

    nefron, penurunan eksresi fosfat, kehilangan sejumlah bikarbonat

    melalui urin. Derajat asidosis ditentukan oleh penurunan pH darah.

    Apabila penurunan pH darah kurang dari 7,35 dapat dikatakan

    asidosis metabolik. Asidosis metabolik dpaat menyebabkan gejala

    saluran cerna seperti mual, muntah, anoreksia dan lelah. Salah satu

    gejala khas akibat asidosis metabolik adalah pernapasan kussmaul

    yang timbul karena kebutuhan untuk meningkatkan eksresi karbon

    dioksida untuk mengurangi keparahan asidosis

    - Hipertensi

    Disebabkan karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal sehingga

    menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik

    ginjal. Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang

    terdapat di aparatus juxtaglomerulus sehingga mengubah

    angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu oleh converting

    enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin

    II memiliki efek vasokonstriksi kuat sehingga meningkatkan

    tekanan darah.

    - Hiperlipidemia

    Penurunan GFR menyebabkan penurunan pemecahan asam lemak

    bebas oleh ginjal sehingga menyebabkan hiperlipidemia.

    - Hiperurikemia

    Terjadi gangguan eksresi ginjal sehingga asam urat terakumulasi di

    dalam darah (hiperurikemia). Kadar asam urat yang tinggi akan

    menyebabkan pengendapan kristal urat dalam sendi, sehingga

    sendi akan terlihat membengkak, meradang dan nyeri

    - Hiponatremia

    Peningkatan eksresi natrium dapat disebabkan oleh pengeluaran

    hormon peptida natriuretik yang dapat menghambat reabsorpsi

    35

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    36/51

    natrium pada tubulus ginjal. Bila fungsi ginjal terus memburuk

    disertai dengan penurunan jumlah nefron, natriuresis akan

    meningkat. Hiponatremia yang disertai dengan retensi air yang

    berlebihan akan menyebabkan dilusi natrium di cairan

    ekstraseluler. Keadaan hiponetremia ditandai dengan gangguan

    saluran pencernaan berupa kram, diare dan muntah.

    - Hiperfosfatemia

    Penurunan fungsi ginjal mengakibatkan penurunan eksresi fosfat

    sehingga fosfat banyak yang berada dalam sirkulasi darah. Jika

    kelarutannya terlampaui, fosfat akan bergabung deng Ca2+ untuk

    membentuk kalsium fosfat yang sukar larut. Kalsium fosfat yang

    terpresipitasi akan mengendap di sendi dan kulit ( berturut-turut

    menyebabkan nyeri sendi dan pruritus)

    - Hipokalsemia

    Disebabkan karena Ca2+ membentuk kompleks dengan

    fosfat. Keadaan hipokalsemia merangsang pelepasan PTH dari

    kelenjar paratiroid sehingga memobilisasi kalsium fosfat dari

    tulang. Akibatnya terjadi demineralisasi tulang (osteomalasia).

    Biasanya PTH mampu membuat konsentrasi fosfat di dalam

    plasma tetap rendah dengan menghambat reabsorbsinya diginjal.

    Jadi meskipun terjadi mobilisasi kalsium fosfat dari tulang,

    produksinya di plasma tidak berlebihan dan konsentrasi Ca2+ dapat

    meningkat. Namun pada insufisiensi ginjal, eksresinya melalui

    ginjal tidak dapat ditingkatkan sehingga konsentrasi fosfat di

    plasma meningkat. Selanjutnya konsentrasi CaHPO4 terpresipitasi

    dan konsentrasi Ca2+ di plasma tetap rendah. Oleh karena itu,

    rangsangan untuk pelepasan PTH tetap berlangsung. Dalam

    keadaan perangsangan yang terus-menerus ini, kelenjar paratiroid

    mengalami hipertrofi bahkan semakin melepaskan lebih banyak

    PTH. Kelaina yang berkaitan dengan hipokalsemia adalah

    hiperfosfatemia, osteodistrofi renal dan hiperparatiroidisme

    36

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    37/51

    sekunder. Karena reseptor PTH selain terdapat di ginjal dan tulang,

    juga terdapat di banyak organ lain ( sistem saraf, lambung, sel

    darah dan gonad), diduga PTH berperan dalam terjadinya berbagai

    kelainan di organ tersebut.

    Pembentukan kalsitriol berkurang pada gahal ginjal juga

    berperan dalam menyebabkan gangguan metabolisme mineral.

    Biasanya hormon ini merangsang absorpsi kalsium dan fosfat di

    usus. Namun karena terjadi penurunan kalsitriol, maka

    menyebabkan menurunnya absorpsi fosfat di usus, hal ini

    memperberat keadaan hipokalsemia

    - Hiperkalemia

    Pada keadaan asidosis metabolik dimana konsentrasi ion H+

    plasma meningkat, maka ion hidrogen tersebut akan berdifusi ke

    dalam sel sel ginjal sehingga mengakibatkan kebocoran ion K+ ke

    dalam plasma. Peningkatan konsentrasi ion H+ dalam sel ginjal

    akan menyebabkan peningkatan sekresi hidrogen, sedangkan

    sekresi kalium di ginjal akan berkurang sehingga menyebabkan

    hiperkalemia. Gambaran klinis dari kelainan kalium ini berkaitan

    dengan sistem saraf dan otot jantung, rangka dan polos sehingga

    dapat menyebabkan kelemahan otot dan hilangnya refleks tendon

    dalam, gangguan motilitas saluran cerna dan kelainan mental.

    - Proteinuria

    Proteinuria merupakan penanda untuk mengetahui

    penyebab dari kerusakan ginjal pada GGK seperti DM,

    glomerulonefritis dan hipertensi. Proteinuria glomerular berkaitan

    dengan sejumlah penyakit ginjal yang melibatkan glomerulus.

    Beberapa mekanisme menyebabkan kenaikan permeabilitas

    glomerulus dan memicu terjadinya glomerulosklerosis. Sehingga

    molekul protein berukuran besar seperti albumin dan

    immunoglobulin akan bebas melewati membran filtrasi. Pada

    37

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    38/51

    keadaan proteinuria berat akan terjadi pengeluaran 3,5 g protein

    atau lebih yang disebu dengan sindrom nefrotik.

    - Uremia

    Kadar urea yang tinggi dalam darah disebut uremia.

    Penyebab dari uremia pada GGK adalah akibat gangguan fungsi

    filtrasi pada ginjal sehingga dapat terjadi akumulasi ureum dalam

    darah. Urea dalam urin dapat berdifusi ke aliran darah dan

    menyebabkan toksisitas yang mempengaruhi glomerulus dan

    mikrovaskularisasi ginjal atau tubulus ginjal. Bila filtrasi

    glomerulus kurang dari 10% dari normal, maka gejala klinis

    uremia mulai terlihat. Pasien akan menunjukkan gejala iritasi

    traktus gastrointestinal, gangguan neurologis, nafas seperti amonia

    (fetor uremikum), perikarditis uremia dan pneumonitis uremik.

    Gangguan pada serebral adapat terjadi pada keadaan ureum yang

    sangat tinggi dan menyebabkan koma uremikum.

    J. DIAGNOSIS

    GEJALA KLINIS

    Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara

    perlahan. Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal

    hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan

    berkembangnya penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan

    kadar ureum darah semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita

    menunjukkan gejala gejala fisik yang melibatkan kelainan berbagai

    organ seperti :

    - Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan

    fetor uremik

    - Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit

    - Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot,

    daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah

    38

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    39/51

    - Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada,

    edema

    - Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria

    Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi

    kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan mana basal LFG masih

    normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan

    terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan

    peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60

    % pasien masih belum merasakan keluhan (asimptomatik), tapi sudah

    terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

    sebesar 30 % mulai terjadi keluhan pada seperti nokturia, badan lemah,

    mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG

    kurang 30 % pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata

    seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor

    dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga

    mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas,

    maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan

    air seperti hipo atau hipervolumia, gangguan keseimbangan elektrolit

    antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15 % akan terjadi

    gejala dan komplikasi yang lebih serius dan pasien sudah memerlukan

    terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau

    transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada

    stadium gagal ginjal. (2)

    GAMBARAN LABORATORIUM(2)

    Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :

    a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

    b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan

    kreatinin serum, dan penurunan LFG

    c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,

    peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,

    39

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    40/51

    hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis

    metabolik

    d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,

    isostenuria

    GAMBARAN RADIOLOGIS(2)

    Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :

    a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak

    b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa

    melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya

    pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami

    kerusakan

    c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi

    d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang

    mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,

    kista, massa, kalsifikasi

    e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi

    BIOPSI DAN PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI GINJAL(2)

    Dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal yang masih mendekati

    normal, dimana diagnosis secara noninvasif tidak bisa ditegakkan dan

    bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan terapi, prognosis dan

    mengev6laluasi hasil terapi yang sudah diberikan. Kontraindikasi pada

    ukuran ginjal yang mengecil, ginjal polikistik, hipertensi yang tidak

    terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas,

    dan obesitas.

    K. KOMPLIKASI(2)

    Gagal ginjal kronik dapat menyebabkan berbagai komplikasi sebagai

    berikut :

    - Hiperkalemia

    - Asidosis metabolik

    - Komplikasi kardiovaskuler ( hipertensi dan CHF )

    -Kelainan hematologi (anemia)

    40

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    41/51

    - Osteodistrofi renal

    - Gangguan neurologi ( neuropati perifer dan ensefalopati)

    - Tanpa pengobatan akan terjadi koma uremik

    L. PENATALAKSANAAN(2)

    Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :

    1) Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

    Waktu yang tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum

    terjadinya penurunan LFG. Bila LFG sudah menurun sampai 20-

    30% dari normal, terapi terhadap penyakit dasar sudah tidak

    banyak bermanfaat.

    2) Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid

    Penting sekali untuk mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan

    LFG untuk mngetahui kondisi komorbid yang dapat memperburuk

    keadaan pasien.

    3) Memperlambat perburukan fungsi ginjal

    Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya

    hiperfiltrasi glomerulus. Cara untuk mengurangi hiperfiltrasi

    glomerulus adalah :

    o Pembatasan asupan protein

    Karena kelebihan protein tidak dapat disimpan didalam

    tubuh tetapi di pecah menjadi urea dan substansi nitrogen

    lain, yang terutama dieksresikan melalui ginjal selain itu

    makanan tinggi protein yang mengandung ion hydrogen,

    posfat, sulfat, dan ion anorganik lainnya juga dieksresikan

    melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi

    protein pada penderita gagal ginjal kronik akan

    mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan ion

    anorganik lainnya dan mengakibatkan sindrom uremia.

    Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan

    pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu

    41

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    42/51

    berasal dari sumber yang sama dan untuk mencegah

    terjadinya hiperfosfatemia.

    Pembatasan Asupan Protein dan Fosfat pada Penyakit

    Ginjal Kronik

    LGF ml/menit Asupan protein

    g/kg/hari

    Fosfat g/kg/hari

    >60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi

    25 60 0,6 0,8/kg/hari,

    termasuk > 0,35

    gr/kg/hr nilai biologi

    tinggi

    < 10 g

    5 -25 0,6 0,8/kg/hari,

    termasuk > 0,35

    gr/kg/hr protein nilai

    biologi tinggi atau

    tambahan 0,3 g

    asam amino esensial

    atau asam keton

    < 10 g

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    43/51

    dengan mengurangi hipertensi intraglomerular dan

    hipertrofi glomerulus

    4) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

    Dengan cara pengendalian DM, pengendalian hipertensi,

    pengedalian dislipidemia, pengedalian anemia, pengedalian

    hiperfosfatemia dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan

    keseimbangan elektrolit.

    5) Pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi

    - Anemia

    Evaluasi terhadap anemia dimulai saaat kadar hemoglobin

    < 10 g% atau hematokrit < 30% meliputi evaluasi terhadap

    status besi ( kadar besi serum/serum iron, kapasitas ikat

    besi total/ total iron binding capacity, feritin serum),

    mencari sumber perdarahan morfologi eritrosit,

    kemungkinan adanya hemolisis,dll. Pemberian eritropoitin

    (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Sasaran

    hemoglobin adalah 11 12 g/dl.

    - Osteodistrofi renal

    Penatalaksaan osteodistrofi renal dapat dilakukan melalui :

    i. Mengatasi hiperfosfatemia

    Pembatasan asupan fosfat 600 800 mg/hari

    Pemberian pengikat fosfat, seperti garam, kalsium,

    alluminium hidroksida, garam magnesium.

    Diberikan secara oral untuk menghambat absorpsi

    fosfat yang berasal dari makanan. Garam kalsium

    yang banyak dipakai adalah kalsium karbonat

    (CaCO3) dan calcium acetate

    Pemberian bahan kalsium memetik, yang dapat

    menghambta reseptor Ca pada kelenjar paratiroid,

    dengan nama sevelamer hidrokhlorida.

    43

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    44/51

    ii. Pemberian kalsitriol

    Pemakaian dibatasi pada pasien dengan kadar fosfat

    darah normal dan kadar hormon paratiroid (PTH) >

    2,5 kali normal karena dapat meningkatkan absorpsi

    fosfat dan kaliun di saluran cerna sehingga

    mengakibatkan penumpukan garam calcium

    carbonate di jaringan yang disebut kalsifikasi

    metastatik, disamping itu juga dapat mengakibatkan

    penekanan yang berlebihan terhadap kelenjar

    paratiroid.

    iii. Pembatasan cairan dan elektrolit

    Pembatasan asupan cairan untuk mencegah

    terjadinya edema dan kompikasi kardiovaskular

    sangat perlu dilakukan. Maka air yang masuk

    dianjurkan 500 800 ml ditambah jumlah urin.

    Elektrolit yang harus diawasi asuapannya adalah

    kalium dan natrium. Pembatasan kalium dilakukan

    karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia

    jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat

    obat yang mengandung kalium dan makanan yang

    tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus

    dibatasi. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5 5,5

    mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan untuk

    mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam

    natrium yang diberikan, disesuaikan dengan

    tingginya tekanan darah dan derajat edema yang

    terjadi.

    6) Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

    Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG

    < 15 ml/mnt. Berupa hemodialisis, peritoneal dialisis atau

    transplantasi ginjal.

    44

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    45/51

    M. PROGNOSIS

    Penyakit GGK tidak dapat disembuhkan sehingga prognosis jangka

    panjangnya buruk, kecuali dilakukan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan

    yang dilakukan sekarang ini, bertujuan hanya untuk mencegah

    progresifitas dari GGK itu sendiri. Selain itu, biasanya GGK sering terjadi

    tanpa disadari sampai mencapai tingkat lanjut dan menimbulkan gejala

    sehingga penanganannya seringkali terlambat. (3)

    45

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    46/51

    BAB IV

    PEMBAHASAN

    Pada pasien ini, diagnosis Penyakit Ginjal Kronik dapat ditegakkan dari

    manifestasi klinik yang ada pada penderita yaitu sesak nafas , BAK sedikit, mual

    dan pusing yang merupakan tanda tanda uremia, tampak anemis dan pucat. Dari

    hasil pemeriksaan darah terbaru, ureum dan creatinin penderita meningkat sekali

    dengan hasil ureum 55 mg/dl dan Creatinin 9,2 mg/dl, asam urat 9,5 mg/dl; BSS

    149 gr/dl. Dari pemeriksaan kimia urine didapatkan protein ++; eritrosit 50

    mg/dl. Dari pemeriksaan CCT didapatkan hasil dibawah < 15.

    Sesak nafas dapat terjadi karena ada kerusakan pada unit filtrasi ginjal

    sehingga menyebabkan penurunan perfusi ginjal akhirnya menjadi iskemik ginjal.

    Hal tersebut menyebabkan terjadinya pelepasan renin yang terdapat di aparatus

    juxtaglomerulus sehingga mengubah angiotensinogen menjadi angitensin I. Lalu

    oleh converting enzyme, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin

    II merangsang pelepasan aldosteron dan ADH ssehingga menyebabkan retensi

    NaCl dan air volume ekstrasel meningkat (hipervolemia) volume cairan

    berlebihan ventrikel kiri gagal memompa darah ke perifer LVH

    peningkatan tekanan atrium kiri peningkatan tekanan vena pulmonalis

    peningkatan tekanan di kapiler paru edema paru sesak nafas

    Dari anamnesis, kemungkinan penyebab gagal ginjal yang terjadi pada

    pasien disebabkan hipertensi tak terkontrol yang ada pada pasien. Hipertensi

    mengganggu aliran darah keginjal sehingga Laju Filtrasi Glomerulus menurun

    dan pada akhirnya menyebabkan gangguan ginjal yang irreversible. Seringnya

    mengkonsumsi obat obat pengurang rasa sakit mungkin mempercepat perburukan

    ginjal pada pasien.

    -Anemia ec. CKD stage V

    Dasar diagnosis:

    - Badan lemas, PF: konjunctiva pucat

    46

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    47/51

    - Laboratorium darah: Hb 8,2 g/dL

    - CKD Stage V ec. Hipertensi

    Dasar diagnosis:

    - Riwayat hipertensi dari 10 tahun yang lalu, riwayat bengkak kaki

    dan perut

    - TD : 160/100 mmHg

    - Laboratorium darah:

    Ureum : 297 mg/dL

    Kreatinin : 21,9 mg/dL

    Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung

    dengan mempergunakan rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:

    LFG (ml/menit/1,73m) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma

    (mg/dl)*)*) pada perempuan dikalikan 0,85.

    Berdasarkan rumus diatas dan dengan memasukkan data pemeriksaan

    yang ada pada pasien maka didapatkan hasil LFG penderita sebesar 6,95

    ml/menit/1,73m. Hasil LFG penderita ini sudah masuk kedalam Penyakit Ginjal

    Kronik stadium 5.

    Treatment yang didapatkan penderita bersifat simtomatik untuk

    mengurangi gejala yang ada dan mengatasi beberapa komplikasi yang terjadi

    akibat Penyakit Gagal Ginjal Kronik itu sendiri seperti asam folat untuk anemia,

    Calcium Chanel blocker untuk mengontrol hipertensi. Jika dilihat dari hasil LFG

    pasien ini, terapi pangganti ginjal sudah merupakan indikasi. Terapi pengganti

    ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang

    dari 15 mL/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal

    dialysis atau transplantasi ginjal. Diuretik Loop diberikan untuk mengatasi edema

    yang terjadi pada pasien. Digoxin dan ISDN diberikan untuk mengatasi aritmia

    dan nyeri dada yang dirasakan oleh pasien.

    47

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    48/51

    BAB V

    KESIMPULAN

    Gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan

    penurunan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel, pada suatu derajat yang

    memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi

    ginjal. Dan ditandai dengan adanya uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen

    lainnya dalam darah).

    Dua penyebab utama penyakit gagal ginjal kronis adalah diabetes melitus

    tipe 1 dan tipe 2 (44%) dan hipertensi (27%). Kondisi lain yang dapat

    menyebabkan gangguan pada ginjal antara lain penyakit peradangan seperti

    glomerulonefritis (10%) merupakan penyakit ketiga tersering penyebab gagal

    ginjal kronik.

    Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan.

    Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat

    diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya

    penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah

    semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala

    fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti kelainan saluran cerna

    (nafsu makan menurun, mual, muntah dan fetor uremik), kelainan kulit (urea frost

    dan gatal di kulit), kelainan neuromuskular (tungkai lemah, parastesi, kram otot,daya konsentrasi menurun, insomnia, gelisah), kelainan kardiovaskular

    (hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema), kangguan kelamin (libido menurun,

    nokturia, oligouria).

    Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis

    yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan

    laboratorium, pemeriksaan radiologis, serta pemeriksaan biopsi dan histopatologi

    ginjal. Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi terapi spesifik terhadap

    48

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    49/51

    penyakit dasarnya, pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid,

    memperlambat perburukan fungsi ginjal, pencegahan dan terapi terhadap penyakit

    kardiovaskular, pencegahan dan terapi terhadap penyakit komplikasi, terapi

    pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

    49

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    50/51

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Suwitra, K. 2006.Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit

    Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

    Penyakit Dalam FKUI. Hlm 581-584.

    2. Brenner, B.M., Lazarus, J.M. 2000. Gagal Ginjal Kronik. Prinsip-Prinsip

    Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta : EGC. Hlm 1435-1443.

    3. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri,R., et al. 2002. Gagal ginjal Kronik.

    Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius

    FKUI. Hlm 531-534.

    4. Suhardjono, Lydia, A., Kapojos, E.J., et al. 2001. Gagal Ginjal Kronik.

    Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta : FKUI. Hlm 427-

    434.

    5. Tierney LM, et al. 2003. Gagal Ginjal Kronik. Diagnosis dan Terapi

    Kedokteran Penyakit Dalam Buku 1. Jakarta: Salemba Medika.

    50

  • 8/22/2019 Laporan Kasus RSMP GGK

    51/51