bab i case mesfa rsmp
DESCRIPTION
mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait
dengan kehamilan dan persalinan. Dengan kata lain, 1.400 perempuan meninggal
setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena
kehamilan dan persalinan.5 Sebagai perbandingan, angka kematian bayi di negara
maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000 kelahiran hidup. Sebagian besar
kematian perempuan disebabkan komplikasi karena kehamilan dan persalinan,
termasuk perdarahan, infeksi, aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan
persalinan lama.
Eklampsia merupakan penyebab dengan peningkatan risiko morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal. Kejadian eklampsia di Negara berkembang
berkisar 1 dari 100 hingga 1 dari 700 kelahiran. Di Indonesia pre eklampsia dan
eklampsia berkisar 1,5 % sampai 25 %. Komplikasi signifikan yang mengancam
jiwa ibu akibat eklampsia adalah edema pulmonal, gagal hati dan ginjal, DIC,
sindrom HELLP dan perdarahan otak.1
Eklampsia disebut dengan antepartum, intrapartum, atau pascapartum.
Bergantung pada apakah kejang muncul sebelum, selama atau sesudah persalinan.
Eklampsia paling sering terjadi pada trimester terakhir dan menjadi semakin
sering menjelang aterm. Eklampsia itu sendiri adalah penyakit akut atau adanya
pre-eklampsia berat yang disertai dengan kejang dan koma pada wanita hamil dan
wanita dalam nifas, biasanya dengan hipertensi, odema, proteinuri. Dengan
pengetahuan bahwa biasanya eklampsia didahului oleh pre eklampsia, tampak
pentingnya pengawasan antenatal yang teliti dan teratur, sebagai usaha untuk
mencegah timbulnya penyakit.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Eklampsia
Eklampsia adalah gejala preeklampsia berat yang disertai dengan kejang
tonik klonik generalisata atau menyeluruh bahkan koma. (Preeklamsia dan
eklampsia secara kolektif disebut gangguan hipertensi kehamilan dan toksemia
kehamilan)2.
Kemudian dengan teori iskemia implantasi plasenta juga dapat terjadi
berbagai gejalanya eklampsia yaitu :
1. Kenaikan tekanan darah
2. Pengeluaran protein dalam urine
3. Edema kaki, tangan sampai muka
4. Terjadinya gejala subjektif :
· Sakit kepala
· Penglihatan kabur
· Nyeri pada epigastrium
· Sesak nafas
· Berkurangnya pengeluaran urine
5. Menurunnya kesadaran wanita hamil sampai koma
6. Terjadinya kejang
2.2. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya eklampsia dapat di bagi :
1. Eklampsia gravidarum
· Kejadian 50% sampai 60 %
· Serangan terjadi dalam keadaan hamil
2. Eklampsia parturientum
· Kejadian sekitar 30 % sampai 50 %
· Saat sedang inpartu
· Batas dengan eklampsia gravidarum sukar di tentukan terutama saat mulai
inpartu
3. Eklampsia puerperium
· Kejadian jarang 10 %
· Terjadi serangan kejang atau koma seletah persalinan berakhir
Kejang – kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat :
1. Tingkat awal atau aura
· Berlangsung 30 – 35 detik
· Tangan dan kelopak mata gemetar
· Mata terbuka dengan pandangan kosong
· Kepala di putar ke kanan atau ke kiri
2. Tingkat kejang tonik
· Berlangsung sekitar 30 detik
· Seluruh tubuh kaku : wajah kaku, pernafasan berhenti, dapat diikuti sianosis,
tangan menggenggam, kaki di putar kedalam, lidah dapat tergigit.
3. Tingkat kejang klonik
· Berlangsung 1 sampai 2 menit
· Kejang tonik berubah menjadi kejang klonik
· Konsentrasi otot berlangsung cepat
· Mulut terbuka tertutup dan lidah dapat tergigit sampai putus
· Mata melotot
· Mulut berbuih
· Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis
· Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan
4. Tingkat koma
· Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas
· Diikuti,yang lamanya bervariasi.
2.3. Faktor Predisposisi
Wanita hamil cenderung dan mudah mengalami eklampsia bila
mempunyai faktor-faktor predisposisi sebagai berikut:
1. Nulipara
2. Kehamilan ganda
3. Usia <20 atau >35 tahun
4. Riwayat preeklampsia-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
5. Riwayat dalam keluarga pernah menderita preeklampsia-eklampsia
6. Penyakit ginjal, hipertensi dan diabetes melitus yang sudah ada
sebelum kehamilan
7. Obesitas
2.4. Patofisiologi Eklampsia
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan
yang berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsia dijumpai kadar
aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan
normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur
retensi air dan natrium. Serta pada eklampsia permeabilitas pembuluh darah
terhadap protein meningkat.
Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi pertumbuhan janin
terganggu sehingga terjadi gawat-janin sampai menyebabkan kematian karena
kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah terjadi partus
prematurus.
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal
menurun, sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada
ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin
dengan retensi garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air akibat perubahan
dalam perbandingan antara tingkat filtrasi glomelurus dan tingkat penyerapan
kembali oleh tubulus. Pada kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai
dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus akibat
spasmus arteriolus ginjal menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus
menurun, yang menyebabkan retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus
dapat turun sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan diuresis turun pada
keadaan lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau menyeluruh pada
beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan retina
disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran
kehamilan . Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2
bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan
akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah
dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia.
Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak
bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan
lebih tinggi pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian
oksigen pada eklampsia akan menurun.
Metabaolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang menyertai
eklampsia sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke ruang
interstisial. Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein
serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang,
viskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu,
aliran darah ke jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang akibatnya hipoksia.
Dengan perbaikan keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya
hematokrit dapat dipakai sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan
berhasilnya pengobatan.
Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk
sementara. Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus,
sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik
dioksidasi sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam
karbonik menjadi bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat
pulih kembali. Pada kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu
pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada
eklampsia.
2.5. Diagnosis Eklampsia
Eklampsia selalu didahului oleh pre eklampsia. Perawatan prenatal untuk
kehamilan dengan predisposisi pre eklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat
dideteksi sedini mungkin gejala – gejala eklampsia. Sering di jumpai perempuan
hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang – kejang eklampsia karena
tidak terdeteksi adanya pre eklampsia sebelumnya. Eklampsia harus dibedakan
dari epilepsy (dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau
pada hamil muda dengan tanda pre eklampsia tidak ada, kejang akibat obat
anastesi, koma karena sebab lain). Kadang – kadang disertai dengan gangguan
fungsi organ-organ.
Dikatakan preeklampsia berat apabila gejala didapatkan satu atau lebih
gejala dibawah ini pada kehamilan > 20 minggu:
1. Tekanan darah >160/110 dengan syarat diukur dalam keadaan
relaksasi (pengukuran minimal setelah istirahat 10 menit) dan tidak
dalam keadaan his.
2. Proteinuria >5gr/24jam atau +4 pada pemeriksaan kuantitatif.
3. Oligouria, produksi urine <500cc/24jam yang disertai dengan kenaikan
kreatinin plasma.
4. Gangguan visus dan serebral
5. Nyeri epigastrium/hipokondrium kanan
6. Edema paru dan sianosis
7. Gangguan janin intrauteri
Impending eklampsia
Bila preeklampsia dengan gejala ini :
1. Nyeri kepala hebat
2. Gangguan visual
3. Muntah-muntah
4. Nyeri epigastrium
5. Tekanan darah naik secara progresif
2.6. Komplikasi Eklampsia
Selama terjadi kejang – kejang dapat terjadi suhu naik mencapai 40˚c, nadi
bertambah cepat, dan tekanan darah meningkat.
Kejang dapat menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.
1. Komplikasi ibu
a. Solusio plasenta
Karena adanya takanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat
mudah pecah, sehingga terjadi hematom retropalsenta yang dapat menyebabkan
sebagian plasenta dapat terlepas.
b. Hipofibrinogenemia
Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah , biasanya di
bawah 100 mg persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara
berkala.
c. Hemolisis
Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas
membran sel darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin.
Menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus.
d. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada
penderita eklampsia.
e. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda
gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
f. Edema paru – paru
g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus
arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal
hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
h. Sindroma HELLP
Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis,
peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel
sistemik. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester
dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.
j. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan
lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
2. Komplikasi janin dalam rahim :
a. Asfiksia mendadak
b. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.
Mekanisme kematian janin dalam rahim pada penderita eklampsia :
a. Akibat kekurangan O2 menyebabkan perubahan metabolisme ke arah lemak
dan protein dapat menimbulkan badan keton
b. Meransang dan mengubah keseimbangan nervus simfatis dan nervus vagus yang
menyebabkan :
· Perubahan denyut jantung janin menjadi takikardi dan dilanjutkan menjadi
bradikardi serta irama yang tidak teratur
· Peristaltis usus bertambah dan sfingter ani terbuka sehingga di keluarkannya
mekonium yang akan masuk ke dalam paru – paru pada saat pertama kalinya
neonatus aspirasi.
c. Sehingga bila kekurangan O2 dapat terus berlangsung keadaan akan bertambah
gawat sampai terjadinya kematian dalam rahim maupun di luar rahim
2.7. Prognosa Eklampsia
Eklampsia di Indonesia masih merupakan penyakit pada kehamilan yang
meminta korban besar dari ibu dan bayi.
Diurese dapat dipegang untuk prognosa ; jika diurese lebih dari 800 cc
dalam 24 jam atau 200 cc tiap 6 jam maka prognosa agak baik. Sebaliknya oliguri
dan anuri merupakan gejala yang buruk.
2.8. Pencegahan eklampsia
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah atau frekuensinya di
kurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan eklampsia terdiri atas meningkatkan
jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil
memeriksa diri sejak hamil muda, mencari pada tiap pemeriksaan tanda – tanda
pre eklampsia dan eklampsia mengobatinya segera apabila ditemukan, mengakhiri
kehamilan sedapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat tanda –
tanda pre eklampsia tidak juga dapat hilang. ( Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005 )
2.9. Penatalaksanaan eklampsia
Eklampsia merupakan gawat darurat kebidanan yang memerlukan
pengobatan di rumah sakit untuk memberikan pertolongan yang adekuat.
Konsep pengobatannya :
a. Menghindari terjadinya :
· Kejang berulang
· Mengurangi koma
· Meningkatkan jumlah dieresis
b. Perjalanan kerumah sakit dapat diberikan :
· Obat penenang dengan injeksikan 20 mgr valium
· Pasang infuse glukosa 5 % dan dapat di tambah dengan valium 10 sampai
20mgr
c. Sertai petugas untuk memberikan pertolongan:
· Hindari gigitan lidah dengan memasang spatel pada lidah
· Lakukan resusitasi untuk melapangkan nafas dan berikan O2
· Hindari terjadinya trauma tambahan
Perawatan kolaborasi yang dilaksanakan dirumah sakit sebagai berikut :
1. Kamar isolasi
- Hindari rangsangan dari luar sinar dan keributan
- Kurangi penerimaan kunjungan untuk pasien
- Perawat pasien dengan jumlahnya terbatas
2. Pengobatan medis
Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan dan
meningkatkan vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian :
- Sistem stroganof
- Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang
- Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah , mengurangi sensitivitas
saraf pada sinapsis, meningkatkan deuresis dan mematahkan sirkulasi iskemia
plasenta sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.
Antikonvulsan
Magnesium sulfat yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang
yang efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu
maupun janinnya. Obat ini dapat diberikan secara intravena melalui infus kuntinu
atau intramuskular dengan injeksi intermiten. Infus intravena kontinu;
a) Berikan dosis bolus 4 – 6 gram MgSO4 yang diencerkan dalam 100 ml cairan
dan diberikan dalam 15-20 menit
b) Mulai infus rumatan dengan dosis 2 g/jam dalam 100 ml cairan intravena
c) Ukur kadar MgSO4 pada 4-6 jam setelah pemberian dan disesuaikan kecepatan
infus untuk mempertahankan kadar antara 4 dan 7 mEg/l (4,8-8,4 mg/l)
d) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.
Injeksi intamuskular intermiten:
a) Berikan 4 gram MgSO4 sebagai larutan 20% secara intavena dengan
kecepatan tidak melebihi 1 g/manit
b) Lanjutkan segera dengan 10 gram MgSO4 50%, sebagian (5%) disuntikan
dalam-dalam di kuadran lateral atas bokong (penambahan 1 ml lidokain 2 %
dapat mengurangi nyeri). Apabila kejang menetap setelah 15 menit, berikan
MgSO4 sampai 2 gram dalam bentuk larutan 20% secara intravena dengan
kecepatan tidak melebihi 1 g/menit. Apabila wanita tersebut bertubuh besar,
MgSo4 dapat diberikan samapi 4 gram perlahan.
c) Setiap 4 jam sesudahnya, berikan 5 gram larutan MgSO4 50% yang
disuntikan dalamdalam ke kuadran lateral atas bokong bergantian kiri-kanan,
tetapi setelah dipastikan bahwa:
- Reflek patela (+)
- Tidak terdapat depresi pernapasan
- Pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml
d) MgSO4 dihentikan 24 jam setelah bayi lahir.
e) Siapkan antidotum
Jika terjadi henti napas :
- Berikan bantuan dengan ventilator
- Berikan kalsium glukonat 2 g (20 ml dalam larutan 10%) secara intravena
perlahan-lahan sampai pernapasan mulai lagi.
Antihipertensi
a) Obat pilihan adalah hidralazin, yang diberikan 5 mg intravena pelan-pelan
selama 5 menit sampai tekanan darah turun.
b) Jika perlu, pemberian hidralazin dapat diulang setiap jam, atau 12,5
intamuskular setiap 2 jam
c) Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan:
- Nifedipine dosis oral 10 mg yang diulang tiap 30 menit.
- Labetalol 10 mg intravena sebagai dosis awal, jika tekanan darah tidak
membaik dalam 10 menit, maka dosis dapat ditingkatkan samapi 20 mg
intravena.
3. Pemilihan metode persalinan
Pilihan pervaginam diutamakan :
- Dapat didahului dengan induksi persalinan
- Bahaya persalinan ringan
- Bila memenuhi syarat dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban, mempercepat
pembukaan, dan tindakan curam untuk mempercepat kala pengeluaran.
- Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan manual
- Menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika
Pertimbangan seksio sesarea :
- Gagal induksi persalinan pervaginam
- Gagal pengobatan konservatif
Jika seksio sesarea akan dilakukan, perhatikan bahwa:
- Tidak terdapat koagulapati
- Anestesi yang aman/ terpilih adalah anastesia umum. Jangan lakukan
anastesia lokal, sedangkan anestesia spinal berhubungan dengan hipotensi
c) Jika anestesia yang umum tidak tersedia, atau janin mati, aterm terlalu kecil,
lakukan persalinan pervaginam.
- Jika servik matang, lakukan induksi dengan oksitosin 2-5 IU dalam 500 ml
dekstrose 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Heryani
Umur : 27 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Meyzem Lorong Jaya usaha RT.026 RW.007
MRS : 10 - 07 – 2014
ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Os mengalami kejang
2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Os datang ke IGD mengalami kejang 3x, berlangsung 5 menit. Os sedang
mengandung anak ke 2 hamil 37 minggu. Penderita tidak mengeluhkan nyeri
perut, dan tidak ada riwayat keluar darah dan lendir sebelumnya. Penderita
mengeluhkan penglihatan kabur, sakit kepala, kaki bengkak, mual/ muntah (+),
nyeri epigastrium (-), kejang(-). Gerakan anak masih dirasakan. Hari pertama
haid terakhir : 23-10-2013. Os juga mengaku tidak pernah mengetahui ada atau
tidak darah tinggi. Riwayat anak pertama tahun 2012.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Os mengaku tidak pernah mengalami penyakit jantung, paru, hati, ginjal,
diabetes melitus, alergi, maupun hipertensi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Os mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit menular dan
keturunan.
5. Riwayat Haid
Usia menarche : 14 tahun
Siklus haid : 30 hari
Lama haid : 7 hari
Nyeri haid : (-)
6. Riwayat Pernikahan
Lama pernikahan : 3 tahun
Usia waktu nikah I : 24 tahun
3. Riwayat ANC
a. Dilakukan 2 kali di Puskesmas
b. Imunisasi TT dilakukan 1 kali.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Sedang ( 9 – 12)
b. Kesadaran : Apatis
c. Tanda Vital :
- Tekanan darah : 250/140 mmHg
- Nadi : 102 x/menit
- Pernapasan : 26 x/menit
- Suhu : 37 0C
d. Tinggi Badan : 163 cm
e. Berat Badan : 82 kg
f. Kepala :
- Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
g. Leher : pembesaran tiroid (-)
h. Thoraks : jantung dan paru dalam batas normal
i. Abdomen : status obstetrikus
j. Genitalia : status obstetrikus
k. Ekstremitas : edema (+/+)
2. Status Obstetrikus
Pemeriksaan Luar
- Fundus teraba 3 jari dibawah processus xiphoideus
- Letak kepala, bagian atas bokong, punggung kanan, presentasi kepala.
- DJJ (+) 144x/mnt
DIAGNOSIS
G2P1A0 hamil aterm dengan Eklampsia belum inpartu janin tunggal hidup
presentasi kepala.
RENCANA TERAPI
1. Pro MRS
2. Observasi KU dan VS
3. Observasi HIS dan DJJ
4. Rencana Operasi Sc
5. MgSO4 40% 8 gr (20ml) IM : 4gr bokong kanan dan 4gr bokong kiri
6. Nifedipine 1x10mg sublingual
7. IVFD RL gtt XX/menit
8. Kateter menetap
9. Periksa Laboratorium
10.Konsultasi ke dokter anastesi, penyakit dalam, saraf dan mata.
HASIL LABORATORIUM
Darah lengkap Pre Op.
1. Hb : 12, 5 g/dl Nilai Normal : P : 12-14 g/dl
2. Leukosit : 17.200/ ul Nilai Normal : 5.000-10.000/ ul
3. LED : 79 Nilai Normal : P : < 15 mm/jam
4. Trombosit : 334.000/ ul Nilai Normal : 150.000-400.000/ ul
5. Eritrosit : 5,0 Nilai Normal : P : 3,8 – 5,2 juta/mm3
6. Ht : 36% Nilai Normal : P : 37-43%
7. Rhesus : (+)
8. Gol. Darah : A
Urine lengkap
1. Warna : Kuning muda Nilai Normal : Kuning Muda
2. Kejernihan : Agak keruh Nilai Normal : Jernih
3. pH Urine : 6,5 Nilai Normal : (4,6-8,0)
4. Berat Jenis : 1,025 Nilai Normal : 1,001-1,033
5. Protein Urine : +++ Nilai Normal : Negatif
6. Reduksi Urine : - Nilai Normal : Negatif
7. Urobilin Urine : - Nilai Normal : Negatif
8. Bilirubin Urine : - Nilai Normal : Negatif
9. Keton Urine : + Nilai Normal : Negatif
10. Nitrit Urine : - Nilai Normal : Negatif
11. Leukosit Urine : 3-4 Nilai Normal : < 5/LPB
12. Eritrosit Urine : 20-22 Nilai Normal : < 2/LPB
13. Epitel Urine : + Nilai Normal : Positif
14. Bss : 145 Nilai Normal : 90 – 120 gr/dl
FOLLOW UP
Jumat, 11 juli 2014Pk. 14.00 WIB
S : Os dalam keadaan apatisO : KU : Sedang
VS : - TD 150/90 mmHg- Nadi 68 x/menit- RR 26 x/menit- Suhu 37,9 0C
A : P2A0 post partum hamil aterm dengan Eklampsia janin tunggal hidup presentasi kepala.
P : - Observasi KU dan VS- Observasi perdarahan- Kateter menetap s/d 24 jam post partum- IVFD Nacl drip morfin 2 amp.- IVFD RL gtt XX/menit + pitogin 2Amp- Inj. MgSO4 40% 4gr (10ml) bokong kanan atau
bokong kiri s/d 24 jam post partum.- Nifedipin stop diganti Dopamet 3x250mg tab- Citicoline 2x 500 mg tab- Asam traneksamat 3x500mg tab- Furosemide 2 amp.- ISDN- Cek Hb post partum dan darah lengkap d/r kimia,
elektrolit, ginjal, hati, bss
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis pasien ini saat datang ke Rumah Sakit adalah G2P1A0 hamil
aterm dengan Eklampsia belum inpartu janin tunggal hidup presentasi kepala.
Penulisan status paritas yaitu G2P1A0 sudah tepat karena telah sesuai
dengan kaidah penulisan status obstetri.
Diagnosis usia kehamilan pasien ini sudah tepat karena berdasarkan
penghitungan dengan rumus Naegele tanggal ditambah 7, bulan dikurangi 3 dan
tahun ditambah 1. Dimana HPHT pasien ini 23 oktober 2013 dan TP pasien ini 30
juli 2014. Pasien datang ke Rumah Sakit pada tanggal 10 juli 2013 dengan
keluhan ingin melahirkan dengan kejang. Usia kehamilan pasien saat datang ke
Rumah Sakit aterm yaitu 37 minggu. Didapatkan dari pemeriksaan fisik obstetri
dengan Manuver Leopold janin tunggal dengan presentasi kepala dan hasil DJJ
144x/menit menandakan bahwa janin dalam keadaan hidup dan presentasi kepala.
Pasien datang dengan TD: 250/140 mmHg.
1 hari setelah masuk Rumah Sakit os mengalami kejang sudah 3x kira-kira
5 menit, os juga mmengalami penglihatan kabur, sakit kepala dan kaki bengkak.
Setelah itu melahirkan bayi laki-laki dengan BB: 3400gram dan PB: 50cm, A/S=
6/8/10. Kemudian os mengalami penurunan kesadaran yaitu apatis (E=3, V=4,
M=4). Status obstetri berubah menjadi Ibu P2A0 Post partum dengan Eklampsia.
Eklampsia adalah timbulnya tanda tanda preeclampsia hipertensi ≥
160/110 mmHg disertai proteinuria dan atau edema pada kehamilan setelah 20
minggu serta adanya kejang dan gangguan fungsi organ-organ. Pada kasus ini OS
dikatakan mengalami eklampsia karena mengalami hipertensi, yaitu tekanan
darahnya sebesar 250/140 mmHg, dan adanya kejang serta proteinuria +3. Os juga
mengalami edema. Dalam kasus ini ibu telah hamil cukup bulan. Pada pasien ini
diagnosa sudah tepat yaitu eklampsia.
Tanda lain dari eklampsia yang dijumpai pada kasus ini adalah :
• Gangguan Serebral : kepala pusing dan sakit kepala karena vasospasme /
edema otak dan adanya resistensi pembuluh darah dalam otak.
Pada pasien ini diberikan terapi eklampsia menggunakan MgSO4 40% 8gr
(10cc pada bokong kanan dan bokong kiri) dalam kasus ini terbukti efektif dalam
mencegah terjadinya kejang pada penderita. Pemberian Nifedipin 3x 10 mg
peroral juga efektif pada pasien ini. Setelah bayi lahir keadaan tekanan darah
pasien turun menjadi 150/90 mmHg.
Tatalaksana pada pasien ini dilakukan secara aktif atas indikasi kehamilan >
37 minggu. dengan TD: 250/140 mmHg. Tatalaksana yang diberikan sudah sesuai
dengan Standar Tatalaksana pada pasien eklampsia.
Penatalaksanaan medikamentosa post partum diberikan IUFD RL drip
pitogin gtt 20x/menit, IVFD Nacl drip morfin 2 amp. Furosemid 2amp, ISDN,
Asam Traneksamat 3x500mg, dan Bedrest 24 jam.
BAB V
KESIMPULAN
Ny. Heryani, 27 tahun mengalami kejang 3x, berlangsung kira-kira 5 menit. Os
sedang mengandung anak ke 2 hamil 37 minggu. Riwayat anak pertama tahun
2012. Penderita tidak mengeluhkan nyeri perut, dan tidak ada riwayat keluar darah
dan lendir sebelumnya. Penderita mengeluhkan penglihatan kabur, sakit kepala,
kaki bengkak, mual/ muntah (+), nyeri epigastrium (-), kejang(+). Gerakan anak
masih dirasakan. Hari pertama haid terakhir : 23-10-2013. Os juga mengaku tidak
pernah mengetahui ada atau tidak darah tinggi. Sehingga didiagnosisyaitu
G2P1A0 hamil aterm dengan eklampsia belum inpartu janin tunggal hidup
presentasi kepala.
DAFTAR PUSTAKA
1. Brooks, B.M., (2005, January 05 – Last update), Pregnancy, Preeclampsia,
Available from: http://www.emedicine.com/emerg/topic480.htm (Accesed:
2012, Juli 27)
2. Cunningham, F.G. et all, 2007, Williams Obstetrics, 21st ed, McGraw-Hill
Companies.
Musalli,G. & Linden, A. (2007), Preeclampsia, Available from:
http://www.babycenter.com/refcap/pregnancy/pregcomplications/257.html#5.
(Accesed: 2008, Juli 27).
3. Rachimhadhi, T., 2005, pereklamsia dan Eklamsia, dalam: buku Ilmu
Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, Jakarta.
4. Saifuddin, B. A., 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
Dan Neonatal, JNNPKKR-POGI bekerjasama dengan Yayasan bina pustaka
sarwono prawirohardjo, Jakarta.
5. Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2010/2011.
6. Musalli,G. & Linden, A. (2007), Preeclampsia, Available from:
http://www.babycenter.com/refcap/pregnancy/pregcomplications/257.html#5.
(Accesed: 2012, Juli 26).
7. Suyono, Y.J., 2007, Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi, edisi 6, Hipokrates,
Jakarta.
8. Angsar, 2008. Hipertensi dalam Kehamilan dalam Buku Ilmu Kebidanan
Edisi keempat halaman 534-559, editor: Saifudin, Abdul Bari, Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
9. Prasetyorini, N, 2009. Penanganan Preeklampsia dan Eklampsia. Seminar
POGI Cabang Malang. Divisi Kedokteran Feto Maternal - FKUB/RSSA
Malang.
10. Obgyn Guick, Departemen Obstetri dan Ginekologi Dr. Mohammad Hoesin
FK UNSRI Palembang.
11. Protap unsri. Bagian Obstetri dan Ginekologi RSMH Palembang FK Unsri.