lapsus edit (autosaved).docx
TRANSCRIPT
LAPORAN KASUS PEDIATRI
HEMOFILIA A
OLEH :
Sri Martini
H1A 008 015
PEMBIMBING :
dr. SAK Indriyani, Sp.A
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit hemofilia merupakan penyakit keturunan, dengan manifestasi berupa gangguan
pembekuan darah, yang sudah sejak lama dikenal di belahan dunia ini termasuk juga di
Indonesia, namun masih menyimpan banyak persoalan khususnya masalah diagnostik dan
besarnya biaya perawatan penderita khususnya pemberian komponen darah sehingga sangat
memberatkan penderita ataupun keluarganya. Penyakit hemofilia bila ditinjau dari kata demi
kata: hemo berarti darah dan filia berarti suka, hemofilia berarti penyakit suka berdarah.1
Kita kenal ada dua jenis hemofilia yaitu hemofilia A (klasik hemofilia) akibat
kekurangan FVIII dan hemofia B (christmast disease) akibat kekurangan F IX. Pada keadaan
normal bila seseorang mengalami suatu trauma atau luka pada pembuluh darah besar atau
pembuluh darah halus/kapiler yang ada pada jaringan lunak maka sistem pembekuan
darah/koagulation cascade akan bekerja dengan mengaktifkan seluruh faktor koagulasi secara
beruntun sehingga akhirnya terbentuk gumpalan darah berupa benang-benang fibrin yang kuat
dan akan menutup luka atau perdarahan, proses ini berlangsung tanpa pernah disadari oleh
manusia itu sendiri dan ini berlangsung selama hidup manusia. Sebaliknya pada penderita
hemofilia akibat terjadinya kekurangan F VIII dan F IX akan menyebabkan pembentukan
bekuan darah memerlukan waktu yang cukup lama dan sering bekuan darah yang terbentuk
tersebut mempunyai sifat yang kurang baik, lembek, dan lunak sehingga tidak efektif
menyumbat pembuluh darah yang mengalami trauma, hal ini dikenal sebagai prinsip dasar
hemostasis.1
Anemia secara umum didefinisikan sebagai berkurangnya volume eritrosit atau
konsentrasi hemoglobin. Anemia bukan suatu keadaan spesifik, melainkan dapat disebabkan
oleh bermacam-macam reaksi patologis dan fisiologis. Anemia ringan hingga sedang
mungkin tidak menimbulkan gejala objektif, namun dapat berlanjut ke keadaan anemia berat
dengan gejala-gejala keletihan, takipnea, napas pendek saat beraktivitas, takikardia, dilatasi
jantung, dan gagal jantung.2
Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi dan
kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2010,
sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang
sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak
memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini berpengaruh kepada masih tingginya angka
2
kematian bayi. Menurut WHO lebih dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi
kurang dan gizi buruk, oleh karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.3
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Hemofilia merupakan suatu penyakit genetik yang telah diketahui sejak lama.
Hemofilia didefinisikan sebagai penyakit atau gangguan perdarahan yang bersifat herediter
akibat kekurangan faktor pembekuan VIII atau IX.4
EPIDEMIOLOGI
Hemofilia A merupakan bentuk yang terbanyak dijumpai yaitu sebanyak 80-85%,
dengan angka kejadian diperkirakan sebanyak 30-100/106 dari populasi dunia, dan sekitar 10-
15% adalah Hemofilia B.4
Insidensi hemofilia A adalah 1: 50.000-100.000 kelahiran bayi laki-laki, sedangkan hemofilia
B adalah 1: 30.000-50.000 kelahiran bayi laki-laki. Diperkirakan terdapat sekitar 400.000
penderita hemofilia diseluruh dunia. Di Indonesia dengan jumlah penduduk kurang lebih 220
juta jiwa, diperkirakan terdapat sekitar 20.000 penderita hemofilia, tetapi hingga Desember
2007 baru tercacat 1130 pasien hemofilia (Data dari himpunan masyarakat hemofilia
Indonesia).5
Hemofilia (A dan B) diturunkan secara sex (X) linked recessive dan gen untuk faktor VIII dan
IX terletak pada ujung lengan panjang (q) kromosom X.4,5 Oleh karena itu, perempuan
biasanya sebagai pembawa sifat sedangkan laki-laki sebagai penderita. Perempuan pembawa
sifat hemofilia yang menikah dengan laki-laki normal dapat menurunkan satu atau lebih anak
laki-laki penderita hemofilia atau satu atau lebih anak perempun pembawa sifat. Sedangkan
laki-laki penderita hemofilia yang menikah dengan perempuan normal akan menurunkan
anak laki-laki normal atau anak perempuan pembawa sifat.4 Pada kurang lebih 20% kasus
tidak ditemukan riwayat keluarga.5
KLASIFIKASI DAN MANIFESTASI KLINIS
Klasifikas hemofilia bergantung pada kadar faktor VIII atau faktor IX dalam plasma. Pada
keadaan normal kadar faktor VIII dan faktor IX berkisar diantara 50-150 U/dl atau 50-150 %.
Diklasifikasikan sebagai hemofilia berat bila kadar faktor VIII atau IX kurang dari 1%;
hemofilia sedang bila kadarnya diantara 1-5 % dan hemofilia ringan bila kadarnya diantara 5-
30 %. 4,5
4
Pasien dengan hemifilia berat dapat mengalami perdarahan spontan atau akibat trauma
ringan. Pada hemofilia sedang biasanya perdarahan terjadi karena trauma yang lebih berat,
sedangkan pada hemofilia ringa dapat terdeteksi untuk beberapa waktu sampai pasien
mengalami tindakan operasi ringan seperti cabut gigi atau sirkumsisi.
a. Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi secara spontan atau pasca trauma/operasi. Berdasarkan
aktivitas kadar faktor VIII/IX, hemofilia dapat diklasifikasikan menjadi ringan,sedang
berat. Perdarahan yang dapat ditemukan dan memerlukan penanganan serius:
Perdarahan sendi, yaitu sekitar 70-80% kasus hemofilia yang datang dengan
perdarahan akut. Sendi yang mengalami perdarahan akan terlihat bengkak dan
nyeri bila digerakkan.
Perdarahan otot/jaringan lunak (10-20% kasus). Perdarahan yang umum
dijumpai ialah hematom, dapat berupa kebiruan, pada berbagai bagian tubuh
Perdarahan intrakranial akan ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial seperti muntah, penurunan kesadaran dan kejang.
Perdarahan mata, saluran cerna, leher/tenggorokan, perdarahan akibat trauma
berat (pucat, syok hemoragik dan penurunan kesadaran) dan sindrom
kompartmen akut.
b. Riwayat kelainan yang sama dalam keluarga, yaitu saudara laki-laki pasien atau
saudara laki-laki dari ibu pasien. Seorang ibu diduga sebagai carrier obligat bila ia
mempunyai lebih dari satu anak laki-laki ataupun mempunyai seorang atau lebih
saudara laki-laki penderita hemofilia. Untuk memastikan diagnosis ibu diperlukan
pemeriksaan kadar faktor VIII beserta kadar antigen faktor VIII. Pembawa sifat ini
juga dapat diketahui melalui pemeriksaan genetik.
c. Seorang bayi yang harus dicurigai menderita hemofilia jika ditemukan bengkak atau
hematom pada saat bayi mulai merangkak atau berjalan. Pada anak yang lebih besar
dapat timbul hemartrosis disendi lutut, siku, atau pergelangan tangan.4,5
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan penurunan kadar hemoglobin bila terjadi
perdarahan masif. Pada umumnya hasil pemeriksaan darah rutin maupun hemostasis
sederhana pada hemofilia A dan B sama. Pemeriksaan darah rutin biasanya normal
sedangkan masa pembekuan, masa tromboplastin parsial teraktifkan memanjang dan masa
5
pembekuan tromboplastin abnormal. Sedangkan masa perdarahan dan masa protrombin
umumnya normal. Diagnosis pasti ialah dengan memeriksa kadar faktor VIII untuk hemofilia
A dan kadar faktor IX untuk hemofilia B. Diagnosis molekur yaitu dengan memeriksa
petanda gen hemofilia pada kromosom X dapat lebih memastikan diagnosis hemofilia.
Pemeriksaan ini juga dapat untuk melakukan diagnosis antenatal.4,5
PENATALAKSANAAN
Pengobatan penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif dan multidisiplin.
Selain mengganti faktor pembekuan yang kurang perawatan dan rehabilitasi, juga diperlukan
edukasi bagi penderita maupun keluarganya. 4,5
Prinsip umum penanganan hemofilia :
Pencegahan terjadinya perdarahan
Tatalaksana perdarahan akut sedini mungkin (dalam waktu kurang dari 2 jam)
Tatalaksana perdarahan berat dirumah sakit yang mempunyai fasilitas
pelayananhemofilia yang baik.
Pemberian suntikan intramuskular maupun pengambilan darah vena/arteri yang sulit
sedapat mungkin dihindari.
Pemberian obat-obatan yang dapat mengganggu fungsi trombosit seperti asam asetil
salisilat (asetosal) dan anti inflamasi non steroid juga harus dihindari.
Sebelum menjalani prosedur invasif harus diberikan faktor VIII/IX.5
Langkah pertama apabila terjadi perdarahan akut ialah melakukan tindakan
immobilisasi, kompres es. Penekanan atau pembebatan dan meninggikan daerah perdarahan.
Tindakan ini harus segera dilakukan terutama apabila jauh dari pusat pengobatan. Selanjutnya
dalam waktu 2 jam setelah perdarahan, penderita hemofilia sudah harus mendapatkan faktor
pembekuan yang diperlukan. Semua faktor VIII adalah konsentrat faktor VIII dan
kriopresipitat, sedangkan sumber faktor IX adalah konsentrat faktor IX dan FFP (fresh frozen
plasma). Replacement therapy diutamakan menggunakan konsentrat faktor VIII/IX. Apabila
konsentrat tidak tersedia dapat diberikan kriopresipitat atau FFP.5
Untuk hemofilia A diberikan transfusi kriopresipitat atau konsentrat faktor VIII
dengan dosis 0,5 x BB (kg) x kadar yang inginkan (%). Satu kantong kriopresipitat
mengandung sekitar 80 U faktor VIII. Dapat juga dipakai dosis rumatan empiris, yaitu untuk
faktor VIII 20-25 U/kg setiap 12 jam.1,4 Sedangkan untuk hemofilia B diberikan faktor IX 40-
50 U/kg setiap 24 jam. Kedunya diawali dengan dosis muatan (loading dose) dua kali dosis
6
rumatan.4 Selain untuk pengobatan, faktor VIII dan faktor IX juga diberikan untuk persiapan
tindakan operatif seperti sirkumsisi, cabut gigi, dan lain-lain. 4
Tabel kebutuhan faktor VIII dibawah ini dapat dipakai sebagai pegangan pada perdarahan
atau tindakan :
Perdarahan/tindakan Kadar faktor VIII (% dari normal)
Hamartrosis ringan
Hemartrosis berat/operasi kecil
Operasi besar
Perdarahan intrakranial
15-20%
20-40%
60-80%
100%
Lama pemberian tergantung beratnya perdarahan atau jenis tindakan. Misalnya untuk
penabutan gigi atau epitaksis, berikan selama 2-5 hari, sedangkan operasi lebih besar atau
laserasi luas 7-14 hari. Pemberian faktor VIII atau IX ini dapat diperpanjang apabila
penderita memerlukan rehabilitsi misalnya pada hemarthrosis. 4
Selain replacement therapy dapat diberikan terapi ajuvan untuk pasien hemofilia yaitu
desmopresin (I-deamino-8-D-arginin vasopresin atau DDAVP). Mekanisme kerja yaitu
dengan meningkatkan kadar faktor VIII dengan cara melepaskan faktor VIII dari poolnya.1,5
indikasi pemberian yaitu pada hemofilia ringan sampai sedang yang mengalami perdarahan
ringan atau yang akan menjalani pembedahan minor, penyakit Von Willebrand (berusia
diatas 2 tahun). Dosis obat ini yaitu 0,3 µg/kg (meningkatkan kadar faktor VIII 3-6 x dari
baseline). Cara pemberian desmopresin yaitu dilarutkan dalam 50-100 ml normal salin
diberikan melalui infus per lahan dalam 20-30 menit. Efek samping berupa takikardi,
flushing, tremor, nyeri perut, retensi cairan dan hiponatremia.5
Selain faktor pembekuan dapat pula diberikan obat antifibrinolitik seperti asam
epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat. Pemakaian obat analgetik yang mengganggu
hemarthrosis seperti aspirin tidak dibenarkan.4,5,6 Indikasi pemberian pada perdrahan seperti
epitaksis, perdarahan gusi, dan kontraindikasi pada perdarahan saluran kemih (risiko
obstruksi saluran kemih akibat bekuan darah). 5
PENYULIT PENGOBATAN
Sekitar 20% penderita hemofilia A akan membentuk antibodi atau inhibitor terhadap
faktor VIII. Inhibitor ini diduga timbul bila pada seorang penderita yang diberi faktor VIII
dengan dosis cukup tidak memperlihatkan penyembuhan seperti yang diharapkan. Hal ini
disebabkan karena sebagian faktor VIII yang diberikan, akan dinetralisir oleh inhibitor.
7
Untuk mengatasi keadaan ini biasanya dosis faktor VIII harus dinaikkan atau faktor VIIa
untuk memotong jalur koagulasi.5
KOMPLIKASI PENGOBATAN
Selama ada uji tapis darah donor, tidak jarang timbul penyakit pada resipien akibat
penularan melalui transfusi, khususnya bila yang dipakai adalah kriopresipitat, plasma segar
beku ataupun konsentrat faktor pembekuan yang belum diproses dengan baik. Penyakit yang
potensial dapat ditularkan ialah hepatitis dan infeksi HIV. Dengan adanya penapisan yang
memadai, penularan melalui faktor pembekuan sudah sangat menurun. Namun demikian
masih ada kemungkinan terjadi penularan infeksi Parvovirus B19 dan penyakit Creutafeld-
Jacob yang sampai saat ini masih sulit dihindari.5
HAL LAIN YANG PERLU DIPERHATIKAN
Sedapat mungkin mencegah terjadinya perdarahan dengan menghindari trauma.
Namun kegiatan fisik atau olahraga yang memadai dapat tetap dilakukan, diantaranya ialah
berenang, mendayung, mendaki. Sedangkan yang bersifat atau menyebabkan kontak fisik
seperti bela diri, tinju, silat dan sepak bola harus dihindari.5
8
BAB III
LAPORAN KASUS
Tanggal Masuk RSUP NTB : 08 September 2013
No. RM : 033571
Diagnosis Masuk : Hemofilia A
Tanggal Pemeriksaan : 09 September 2013
IDENTITAS
♣ Identitas Pasien
Nama Lengkap : An.Haekal
Umur : 6 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : Monjok, 14 Juni 2007
Agama : Islam
Alamat : Monjok, Kota Mataram
♣ Identitas Keluarga
Identitas Ibu Ayah
Nama Ny. S Tn. R
Umur 29 tahun 34 tahun
Pendidikan SD SMP
Pekerjaan Wiraswasta Wiraswasta
HETEROANAMNESIS
♣ Keluhan Utama : Gusi berdarah
♣ Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUP NTB dengan keluhan gusi berdarah sejak pukul 13.00 wita
(08 September 2013) dan sampai saat ini (09 September 2013) sekitar 8-10 kasa. Gusi
berdarah yang dialami pasien tiba-tiba terjadi ketika pasien sedang bermain dengan
temannya dan darah yang keluar berwarna merah segar. Sebelumnya pasien tidak
dikeluhkan terjadi trauma ataupun makan makanan yang kasar dan keras seperti kacang-
9
kacangan. Pasien juga sebelumnya tidak dikeluhkan demam, mual, muntah maupun nyeri
perut. Nafsu makan pasien seperti biasa seperti sebelum terjadi perdarahan yaitu makan 3
kali sehari dengan menu keluarga yang ada. Riwayat perdarahan hidung maupun telinga
disangkal pasien. BAB pasien normal dengan frekuensi 1 x sehari dengan konsistensi
lembek, warna kuning. BAK pasien masih dalam batas normal dengan frekuensi 4-5 kali
dalam sehari, warna kuning jernih tidak ada darah, nyeri saat BAK disangkal.
♣ Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami hal serupa sebelumnya dan samapi dirawat di RSUP NTB
sebanyak 4 kali yaitu dengan keluhan yang sama yaitu gusi berdarah. Terakhir dirawat
yaitu sekitar 1 tahun 3 bulan yang lalu pasien sempat diberikan transfusi 2 kantong
plasma darah. .
♣ Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga dengan keluhan serupa ada yaitu saudara laki-laki dari ibunya
menderita sakit yang sama dimana adiknya yang satu meninggal pada usia 3 tahun dan
yang satunya lagi meningggal pada usia 5 tahun. Kedua saudara laki-laki dari ibu pasien
meninggal karena perdarahan yang tidak bisa berhenti. Riwayat epilepsi (-), riwayat asma
(-), riwayat alergi (-), riwayat TB (-).
♣ Riwayat Pengobatan :
Menurut ibu pasien untuk keluhan saat ini pasien tidak pernah berobat, karena psien
langsung dibawa ke IGD RSUP NTB ketika terjadi perdarahan.ibu pasien mengatakan
bahwa 1 tahun yang lalu serring kontrol ke poli dan diberi obat dalam bentuk puyer warna
putih yang diminum 3 kali sehari, tetapi karena tidak ada biaya pasien tidak pernah
kontrol dan akhirnya penyakitnya kambuh lagi.
♣ Riwayat Kehamilan dan Persalinan :
Selama hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya di Posyandu (> 4 kali selama
kehamilan). Ibu pasien mengaku selama hamil dirinya tidak pernah mengalami mual
muntah yang berlebihan, tekanan darah tinggi, kejang, asma, kencing manis, perdarahan,
demam yang lama, ataupun trauma. Ibu pasien juga rutin mengkonsumsi tablet penambah
darah selama kehamilan.
Pasien lahir di Puskemas melalui persalinan normal dan ditolong oleh bidan. Pasien lahir
pada usia kehamilan cukup bulan dengan berat badan lahir 2700 gram dan langsung
menangis. Riwayat kejang, biru, atau kuning setelah lahir disangkal.
10
♣ Riwayat Nutrisi :
Pasien mendapatkan ASI eksklusif dari usia 0-6 bulan, sedangkan sejak usia 7 bulan
sampai 2 tahun pasien mendapatkan ASI dan pasien telah mendapat makanan tambahan
(MP-ASI) berupa bubur beras. Setelah 2 tahun sampai sekarang pasien mengkonsumsi
makanan seperti orang dewasa. Menu makanan yang dimakan berupa nasi, sayur , tempe
dan terkadang daging dan terkadang juga disertai buah. Pasien makan 3 kali dalam sehari
dalam jumlah sedikit yaitu 10-15 sendok dan biasanya pasien makan buah sebanyak 1-2
kali dalam seminggu. Setelah sakit nafsu makan pasien tidak berubah.
♣ Riwayat Imunisasi (Vaksinasi) :
Menurut ibu pasien, pasien sudah mendapatkan imunisasi lengkap, dimana yang terakhir
pasien diimunisasi campak pada usia 9 bulan. Imunisasi tambahan menurut ibu pasien
tidak pernah dilakukan.
♣ Riwayat Perkembangan dan Kepandaian
Orang tua pasien menyatakan perkembangan anaknya baik, mulai dari merangkak hingga
berjalan sesuai dengan anak seumuran dengannya. Pasien sekarang sudah sekolah di paud
dan selalu bergaul baik dengan temannya.
PEMERIKSAAN FISIK
♣ Status Generalis
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda Vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Frekuensi nadi : 116 x/menit
Frekuensi napas : 24 x/menit
Suhu : 36,8oC
CRT : < 2 detik
♣ Status Gizi
BB : 14 kilogram
TB : 102 cm
LK : 52 cm
11
Status gizi menurut CDC :
BB/U = 1421
x 100% = 66% = gizi kurang
TB/U = 102
116,5 x 100% = 87,5% = tinggi kurang
BB/TB = 1416
x 100% = 87,5% = gizi kurang
♣ Pemeriksaan Fisik Umum
Kepala/Leher
Bentuk : normocephali (LK 52 cm), tidak ada kelaiann
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-), RCL (+/+) isokor, edema palpebra (-/-),
mata cowong (-/-), kornea/konjungtiva kering (-), air mata (+/+)
Telinga : bentuk normal, nyeri tekan tragus (-/-), otorrhea (-/-), perdarahan (-/-)
Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), krepitasi (-), rinorrhea (-), napas
cuping hidung (-), perdarahan (-), sekret (-).
Mulut : mukosa bibir basah, pucat (-), sianosis sentral (-), mukosa buccal dan
gusi didapatkan perdarahan, lidah kemerahan dengan papil (+), gigi geligi dbn.
Tenggorok : hiperemis (-), tonsil T1-T1
Leher : pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-), peningkatan JVP (-)
Thoraks
Inspeksi : bentuk normal, pergerakan simetris, deformitas (-), retraksi (-)
Palpasi : pengembangan dinding dada simetris, vokal fremitus (+/+) normal
Perkusi : Pulmo → sonor pada kedua lapang paru
Cor → batas kanan jantung ICS II linea midclavicula dextra, batas
kiri jantung ICS V linea axilla anterior sinistra.
Auskultasi : Cor → S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo → vesikuler (+/+), stridor (-/-), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), jejas (-), scar/luka bekas operasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), H/L/R tak teraba, turgor kulit normal
Perkusi : timpani (+), meteorismus (-)
12
Ekstremitas
Ekstremitas Atas : akral hangat (+/+), hematom (-/-), deformitas (-/-), edema (-/-),
sianosis (-/-), clubbing finger (-/-).
Ekstremitas Bawah : akral hangat (+/+), hematom (-/-), deformitas (-/-), edema (-/-),
sianosis (-/-), clubbing finger (-/-).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
♣ Darah Lengkap
HGB : 9,2 g/dl
HCT : 27,7 %
RBC : 3,62 x 106/µL
WBC : 10,78 x 103/µL
PLT : 436 x 103/µL
MCV : 76,5 fl
MCH : 25,4 pg
MCHC : 33,2 g/dl
GDS : 125 mg%
♣ Pemeriksaan Hematologi (19 Juli 2012) :
Faktor VIII : 4 %
APTT : 75 detik
RESUME
Pasien laki-laki umur 6 tahun 2 bulan datang ke igd RSUP NTB dengan
keluhan gusi berdarah. keluhan gusi berdarah sejak pukul 13.00 wita (08 September
2013) dan sampai saat ini (09 September 2013) sekitar 8-10 kasa. Gusi berdarah yang
dialami pasien tiba-tiba terjadi ketika pasien sedang bermain dengan temannya dan
darah yang keluar berwarna merah segar. BAB pasien normal dengan frekuensi 1 x
sehari dengan konsistensi lembek, warna kuning. BAK pasien masih dalam batas
normal dengan frekuensi 4-5 kali dalam sehari, warna kuning jernih tidak ada darah,
nyeri saat BAK disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak lemah. Nadi
116x/menit, regular, kuat angkat cukup, RR 24 x/menit, regular, suhu 36,8oC.
Pemeriksaan fisik didapatkan gusi berdarah. Dari pemeriksaan laboratorium
13
didapatkan Hb 9,2 g/dl; Hct 27,7%; RBC 3,62 x106/uL; MCV 76,5 fl; MCH 25,4 pg;
MCHC 33,2 g/dl; WBC 10,78 x103/uL; PLT 436 x103/uL; dan GDS 125 mg%; faktor
VIII 4%; APTT 75 detik.
DIAGNOSIS
♣ Hemofilia A
♣ Gizi kurang dengan tinggi kurang
♣ Anemia hipokromik mikrositer
RENCANA TERAPI
♣ Medikamentosa :
IVFD RL 10 tetes/menit
Transamin 3x 200 mg
Kuato faktor VIII 500 IU
Bila tidak ada diganti
FFP I 150 mg/ 12 jam
FFP II 150 mg/12 jam
♣ Non-Medikamentosa :
Diet lunak TKTP rendah garam
Konsul Gizi
PROGNOSIS
Dubia et malam
14
FOLLOW-UPTanggal/Jam Subjective
Objective Assessment Planning
08/09/2013
07.00
Perdarahan gusi masih (+), pusing
(-), demam (-), mual (-), nafsu
makan berkurang (+)
KU : sedang
Kesadaran : compos
mentis
Tekanan darah : 100/70
mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 35,8oC
K/L : an (-/-), ikt (-/-), Rp (+/+)
isokor, sianosis sentral (-),
napas cuping hidung (-),
perdarahan gusi (+),
pembesaran KGB (-).
Thx : Cor → S1S2 tunggal reg,
M (-), G (-).
Pulmo → retraksi (-),
ves (+/+), rh (-/-), wh
(-/-).
Abd : distensi (-), BU (+)
normal, meteorismus (-), turgor
kulit N.
- Hemofili A
- Gizi kurang dengan
tinggi kurang
- Anemia hipokromik
mikrositer
- IVFD RL 10 tetes/menit
- Transamin 3x 200 mg
- Kuato faktor VIII 500 IU
Bila tidak ada diganti
FFP I 150 mg/ 12 jam
FFP II 150 mg/12 jam
- Diet TKTP
15
Ext : akral hangat (+/+), edema
(-/-), pucat (-/-), CRT < 2 detik.
09/09/2013
07.00
Perdarahan gusi masih (+), pusing
(-), demam (-), mual (-), nafsu
makan berkurang (+)
KU : sedang
Kesadaran : compos
mentis
Tekanan darah : 110/70
mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 36,2oC
K/L : an (-/-), ikt (-/-), Rp (+/+)
isokor, sianosis sentral (-),
napas cuping hidung (-),
perdarahan gusi (-),
pembesaran KGB (-).
Thx : Cor → S1S2 tunggal reg,
M (-), G (-).
Pulmo → retraksi (-), ves
(+/+), rh (-/-), wh (-/-).
Abd : distensi (-), BU (+)
normal, meteorismus (-), turgor
kulit N.
Ext : akral hangat (+/+), edema
- Hemofili A
- Gizi kurang dengan
tinggi kurang
- Anemia hipokromik
mikrositer
- IVFD RL 10 tetes/menit
- Transamin 3x 200 mg
16
(-/-), pucat (-/-), CRT < 2 detik.
10/09/2013
07.00
Perdarahan gusi masih (-), pusing
(-), demam (-), mual (-), nafsu
makan berkurang (+)
KU : sedang
Kesadaran : compos
mentis
Tekanan darah : 100/70
mmHg
Nadi : 92 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 35,8oC
K/L : an (-/-), ikt (-/-), Rp (+/+)
isokor, sianosis sentral (-),
napas cuping hidung (-),
perdarahan gusi (+),
pembesaran KGB (-).
Thx : Cor → S1S2 tunggal reg,
M (-), G (-).
Pulmo → retraksi (-),
ves (+/+), rh (-/-), wh
(-/-).
Abd : distensi (-), BU (+)
normal, meteorismus (-), turgor
kulit N.
- Hemofili A
- Gizi kurang dengan
tinggi kurang
- Anemia hipokromik
mikrositer
- IVFD RL 10 tetes/menit
- Transamin 3x 200 mg
17
Ext : akral hangat (+/+), edema
(-/-), pucat (-/-), CRT < 2 detik.
11/09/2013
07.00
Perdarahan gusi (-), pusing (-),
demam (-), mual (-), nafsu makan
berkurang (+)
KU : sedang
Kesadaran : compos
mentis
Tekanan darah : 110/70
mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 24 x/menit
Suhu : 35,6oC
K/L : an (-/-), ikt (-/-), Rp (+/+)
isokor, sianosis sentral (-),
napas cuping hidung (-),
perdarahan gusi (+),
pembesaran KGB (-).
Thx : Cor → S1S2 tunggal reg,
M (-), G (-).
Pulmo → retraksi (-),
ves (+/+), rh (-/-), wh
(-/-).
Abd : distensi (-), BU (+)
normal, meteorismus (-), turgor
kulit N.
- Hemofili A
- Gizi kurang dengan
tinggi kurang
- Anemia hipokromik
mikrositer
- IVFD RL 10 tetes/menit
- Transamin 3x 200 mg
18
Ext : akral hangat (+/+), edema
(-/-), pucat (-/-), CRT < 2 detik.
19
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien H, laki-laki, 6,3 tahun, didiagnosis dengan hemofilia karena berdasarkan
anamnesis didapatkan pasien sering mengalami perdarahan gusi yang terjadi tiba-tiba tanpa
ada penyebab yang jelas. Selain itu adanya riwayat keluarga yaitu 2 adik laki-laki dari ibu
pasien yang menderita penyakit serupa namun sudah meninggal di usia muda yaitu pada
umur 3,5 tahun dan 5 tahun. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 100/70 mmHg, nadi
116x/menit, pernafasan 24x/menit, Temperatur 36,80C. Sementara itu dari pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan faktor VIII 4 % dan APTT 75 sec dari hasil pemeriksaan dapat
disimpulkan bahwa penyakit yang diderita hemofilia A.
Dari hsil pemeriksaan darah lengkap didapatkan Hb 9,2 MCV 76,5 dan MCH 24,5
yang menunjukkan adanya anemiahipokromik mikrositik bisa karena perdarahannya atau
memang karena defisiensi besi. Selain itu, pasien juga mengalami masalah pada gizinya
dimana didapatkan hasil dari pemeriksaan status gizi menurut CDC pasien mengalami gizi
kurang dengan hasil BB/TB =87,5%.
Terapi utama pada pasien ini adalah pemberian FFP yang berisi faktor-faktor
pembekuan darah agar perdarahan berhenti. Kemudian menelusuri jenis faktor pembekuan
yang kurang dan mengkoreksinya. Namun yang dapat dilakukan baru sebatas pemberian FFP
sementara hasil pemeriksaan faktor pembekuan belum ada. Diberikan infuse RL untuk
mencegah syok akibat perdarahan dan maintenance cairan dan asam traneksamat untuk
menghentkan perdarahan sementara. Berkunjung rutin setiap 6-12 bulan ke klinik untuk
meyakinkan bahwa penderita sehat fisik dan jasmani.
Bila terjadi perdarahan lakukan ”RICE” berikut yaitu : istirahatkan anggota tubuh
yang luka (R), kompres bagian tubuh yang luka dan daerah sekitar dengan es atau bahan lain
yang lembut dan beku/dingin (I), tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami
perdarahan tidak dapat bergerak. Gunakan perban elastis jangan terlalu keras (C), letakkan
bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada dan letakkan diatas benda
yang lembut seperti bantal (E). Lakukan kontrol secara rutin dengan dokter spesialis anak
subspesialis hematologi.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Aman, Adi Koesoema. 2006. Penyakit Hemofilia di Indonesia : Masalah Diagnostik
Dan Pemberian Komponen Darah. Available at :
http://Www2.Usu.Ac.Id/Id/Files/Pidato/Ppgb/2006/Ppgb_2006_Adi_Koesoema_Ama
n.Pdf (02 Oktober 2013)
2. Nathan DG, Orkin SH, Oski FA, Ginsburg D. Nathan and Oski’s Hematology of
Infancy and Childhood. 7th ed. Philadelphia: Saunders; 2008.
3. Depkes RI, 2011. Pedoman Pelayanan Anak Gizi Buruk. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak :
Jakarta.
4. Permono,H,Bambang.,Sutaryo., Ugrasena., dkk. 2006. Buku Ajar Hematologyi-
Onkologi Anak. IDAI
5. Pudjiadi, Antonius H., Hegar, Badriul.,Handryyastuti, Setyo., dkk. 2010. Pedoman
Pelayanan Medis. IDAI
6. Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.
18th ed. Philadelphia: Elsevier Inc; 2007.
21