lensa cembung

21
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Percobaan Pembiasan yang terjadi pada lensa mengikuti hukum pembiasan. Kelengkungan lensa cembung yang seperti itu menyebabkan cahaya yang keluar dari lensa akan selalu mendekati sumbu. Lensa cembung bersifat mengumpulkan cahaya, atau bersifat konvergen. Pada jarak tertentu dari lensa akan dapat ditemukan satu titik di mana cahaya itu terkumpul, selanjutnya titik tersebut dinamakan titik api lensa atau fokus lensa. Karena tempat cahaya terkumpul ini dapat ditangkap dengan layar, maka dikatakan lensa cembung mempunyai titik api sejati. Titik api lensa cembung tergantung dari kelengkungan lensa tersebut. Lensa yang mempunyai jari-jari kelengkungan kecil akan mempunyai jarak titik api yang kecil pula. Sebaliknya yang mempunyai jari- jari kelengkungannya besar mempunyai jarak titik api yang besar. 1.2 Batasan Masalah Sesuai dengan praktikum yang telah kami lakukan tentang gaya Lorentz maka kami hanya membatasi pada: 1.2.1 Apakah bayangan yang dibentuk oleh cermin cembung selalu bersifat nyata, terbalik, dah diperbesar ? 1.2.2 Apa saja yang mempengaruhi pembesaran bayangan ? 1

Upload: dewiratnaningsih

Post on 20-Jun-2015

5.615 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

tugas laporan akhir

TRANSCRIPT

Page 1: lensa cembung

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Percobaan

Pembiasan yang terjadi pada lensa mengikuti hukum pembiasan.

Kelengkungan lensa cembung yang seperti itu menyebabkan cahaya yang keluar

dari lensa akan selalu mendekati sumbu. Lensa cembung bersifat mengumpulkan

cahaya, atau bersifat konvergen. Pada jarak tertentu dari lensa akan dapat

ditemukan satu titik di mana cahaya itu terkumpul, selanjutnya titik tersebut

dinamakan titik api lensa atau fokus lensa. Karena tempat cahaya terkumpul ini

dapat ditangkap dengan layar, maka dikatakan lensa cembung mempunyai titik

api sejati. Titik api lensa cembung tergantung dari kelengkungan lensa tersebut.

Lensa yang mempunyai jari-jari kelengkungan kecil akan mempunyai jarak titik

api yang kecil pula. Sebaliknya yang mempunyai jari-jari kelengkungannya besar

mempunyai jarak titik api yang besar.

1.2 Batasan Masalah

Sesuai dengan praktikum yang telah kami lakukan tentang gaya Lorentz maka

kami hanya membatasi pada:

1.2.1 Apakah bayangan yang dibentuk oleh cermin cembung selalu bersifat

nyata, terbalik, dah diperbesar ?

1.2.2 Apa saja yang mempengaruhi pembesaran bayangan ?

1.2.3 Apakah jarak bayangan mempengaruhi besarnya titik fokus (f) ?

1.3 Tujuan Percobaan

Memahami sifat bayangan yang dibentuk oleh lensa cembung.

1.4 Metodelogi

Metodologi adalah cara atau teknik yang digunakan seseorang dalam

mencapai tujuan. Adapun dalam penyusunan laporan akhir ini, kami

menggunakan beberapa metode, metode tersebut antara lain:

1.4.1 Metodologi Langsung

Metode langsung yang kami lakukan yaitu dengan melakukan

praktikum langsung di laboratorium fisika dasar dengan menggunakan

1

Page 2: lensa cembung

alat dan bahan yang telah disediakan, untuk mendapatkan data-data

untuk menghitung langsung pembesaran yang dibentuk oleh lensa

cembung dengan benar.

1.4.2 Metodologi Tak Langsung

Kami menggunakan buku sebagai refrensi dalam menulis laporan

akhir ini. Dan kami juga mengambil beberapa contoh data untuk

menyesuaikan lagi dalam perhitungan hasil akhir.

1.5 Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan laporan akhir ini, kami menggunakan sistematika sebagai

berikut:

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Pembatasan Masalah

1.3 Tujuan Percobaan

1.4 Metodologi

1.4.1 Metodologi Langsung

1.4.2 Metodologi Tak Langsung

1.5 Sistematika

BAB II KERANGKA TEORI

2.1 Teori

2.2 Hipotesis

BAB III PELAKSANAAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Persiapan

3.1.1 Alat dan Bahan

3.2 Pelaksanaan

3.2.1 Cara Kerja

3.3 Pengolahan Data

3.3.1 Data Ruangan

3.3.2 Lembar Data

2

Page 3: lensa cembung

3.3.3 Data Hasil Pengamatan

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL

BAB V

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN LAPORAN PENDAHULUAN

3

Page 4: lensa cembung

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Konsep Teori

Lensa adalah benda bening yang dibatasi oleh dua bidang bias. Lensa

Cembung (konveks) memiliki bagian tengah yang lebih tebal daripada bagian

tepinya. Lensa cembung terdiri atas 3 macam bentuk yaitu lensa bikonveks

(cembung rangkap), lensa plankonveks (cembung datar) dan lensa konkaf

konveks (cembung cekung).

Lensa cembung disebut juga lensa positif. Lensa cembung memiliki sifat

dapat mengumpulkan cahaya sehingga disebut juga lensa konvergen. Apabila

ada berkas cahaya sejajar sumbu utama mengenai permukaan lensa, maka

berkas cahaya tersebut akan dibiaskan melalui satu titik.

Dari gambar di samping terlihat bahwa sinar bias mengumpul ke satu titik

fokus di belakang lensa. Berbeda

dengan cermin yang hanya

memiliki satu titik fokus, lensa

memiliki dua titik fokus. Titik

fokus yang merupakan titik

pertemuan sinar-sinar bias

disebut fokus utama ( ) disebut

juga fokus aktif. Karena pada lensa cembung sinar bias berkumpul di belakang

lensa maka letak nya juga di belakang lensa. Sedangkan fokus pasif ( )

simetris terhadap . Untuk lensa cembung, letak ini berada di depan lensa.

2.1.1Sinar istimewa pada lensa cembung

Ada tiga tiga sinar istimewa pada lensa cembung.

a. Sinar sejajar sumbu utama dibiaskan melalui titik fokus F.

4

Page 5: lensa cembung

b. Sinar melalui F dibiaskan sejajar sumbu utama.

c. Sinar melalui pusat optik tidak dibiaskan.

Titik fokus lensa cembung dapat ditentukan dengan suatu rumus yang disebut

rumus pembuat lensa (lens maker equation) seperti tertulis di bawah ini :

Keterangan: f = jarak titik fokus lensa cembung.

n = indeks bias lensa.

R1 = radius kelengkungan permukaan 1 lensa.

R2 = radius kelengkungan permukaan 2 lensa.

Cara menentukan nilai R1 dan R2 apakah positif atau negatif dapat dilihat pada

aturan lensa. Berapapun nilai R1 dan R2 titik fokus dari lensa cembung selalu

positif.

Selain itu kita juga dapat menggunakan rumus yang sama dengan cermin

cekung, yaitu:

5

Page 6: lensa cembung

Keterangan: So = Jarak benda

S1 = Jarak bayangan

f = jarak fokus

M = Perbesaran bayangan

h0 = Tinggi benda

h1 = Tinggi bayangan

R = Jari-jari

2.1.2Langkah-langkah pembentukan bayangan pada lensa cembung

a. Lukis dua buah sinar istimewa (agar lebih sederhana gunakan sinar

istimewa pada poin 1 dan 3)

b. Sinar selalu datang dari depan lensa dan dibiaskan ke belakang lensa.

Perpanjangan sinar-sinar bias ke depan lensa dilukis sebagai garis

putus-putus.

c. Perpotongan kedua buah sinar bias yang dilukis pada langkah 1

merupakan letak bayangan. Jika perpotongan didapat dari sinar bias,

terjadi bayangan nyata, tetapi jika perpotongan didapat dari

perpanjangan sinar bias, bayangan yang dihasilkan adalah maya.

Contoh:

Sifat bayangan: Nyata, terbalik, diperbesar.

6

Page 7: lensa cembung

Selain dengan melukis bayangan , kita juga dapat menentukan sifat bayangan

dengan menggunakan metode penomoran ruang berdasarkan aturan Esbach.

Seperti pada pemantulan cahaya, pada pembiasan cahaya juga digunakan

dalil Esbach untuk membantu menentukan posisi dan sifat-sifat bayangan yang

dibentuk oleh lensa positif. Untuk lensa nomor ruang untuk benda dan nomor

ruang untuk bayangan dibedakan. Nomor ruang untuk benda menggunakan

angka Romawi (I, II, III, dan IV), sedangkan untuk ruang bayangan menggunakan

angka Arab (1, 2, 3 dan 4) seperti pada gambar berikut ini:

Seperti tampak pada gambar untuk ruang benda, ruang I antara pusat optik

dan F2, ruang II antara F2 dan 2F2 serta ruang III di sebelah kiri 2F2, sedangkan

ruang IV benda (untuk benda maya) ada di belakang lensa. Untuk ruang

bayangan, ruang 1 antara pusat optik dan F1, ruang 2 antara F1 dan 2F1 serta

ruang 3 di sebelah kanan 2F1, sedangkan ruang 4 (untuk bayangan maya) ada di

depan lensa.

Sama seperti pada pemantulan cahaya pada cermin lengkung, posisi

bayangan ditentukan dengan menjumlahkan nomor ruang benda dan nomor

ruang bayangan, yakni harus sama dengan lima. Misalnya benda berada di ruang

II, maka bayangan ada di ruang 3. Lengkapnya dalil Esbach untuk lensa dapat

disimpulkan sebagai berikut.

Dalil Esbach:

1. Jumlah nomor ruang benda dan nomor ruang bayangan sama dengan

lima.

2. Untuk setiap benda nyata dan tegak:

a. Semua bayangan yang terletak di belakang lensa bersifat nyata dan

terbalik.

7

Page 8: lensa cembung

b. Semua bayangan yang terletak di depan lensa bersifat maya dan

tegak.

3. Bila nomor ruang bayangan lebih besar dari nomor ruang benda, maka

ukuran bayangan lebih besar dari bendanya dan sebaliknya.

2.2 Hipotesis

Sebelum percoban ini dilakukan, kami memperoleh menduga bahwa semakin

jauh jarak benda terhadap lensa maka bayangannya pun akan semakin kecil.

8

Page 9: lensa cembung

BAB III

PELAKSANAAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Persiapan

3.1.1 Alat dan Bahan

Adapun peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam

percobaan ini adalah sebagai berikut :

a. Kotak cahaya

b. Pemegang kotak cahaya

c. Rel presisi

d. Kaki rel

e. Penyambung rel

f. Layar putih

g. Pemegang slaid diafragma

h. Tumpakkan berpenjepit

i. Lensa f=+300 mm bertangkai

j. Lensa f=+100 mm bertangkai

k. Diafragma anak panah

l. Catu daya

m. Kabel penghubung

3.2 Pelaksanaan

3.2.2 Cara Kerja

a. Menyiapkan alat-alat percobaan sesuai daftar.

b. Menyusun alat-alat percobaan seperti gambar.

9

Page 10: lensa cembung

NAMA PRAKTIKUM

TANGGAL PERCOBAAN

NAMA PRAKTIKAN

:

:

:

Lensa Cembung

8 Juli 2010

Anita Ferotika

Ardi Saputra

Dewi Ratna Ningsih

c. Menggunakan bagian belakang kotak cahaya untuk menghasilkan

sinar menyebar.

d. Mengatur jarak antara lensa f=+100 mm dengan sumber cahaya

sejauh ±10 cm.

Catatan: lensa ini digunakan sebagai kolimator untuk mensejajarkan

sinar yang dating dari sumber cahaya.

e. Menggunakan diafragma anak panah sebagai benda yang diterangi

sumber cahaya.

f. Menyalakan catu daya

g. Mengatur Jarak benda sejauh 40 cm .

h. Menggeser layar sedemikian sehingga terbentuk bayangan tajam

pada layar. Amati bayangan yang terbentuk di layar.

i. Membandingkan arah bayangan dengan arah benda. Kemudian

amati ukuranya, apakan sama besar , labih kecil, atau lebih besar dari

benda?

j. Melakukan percobaan tersebut sebanyak 3x.

k. Mengulangi cara tersebut untuk jarak 50 cm dan 60 cm.

3.3 Pengolahan Data

3.3.1 Data Ruangan

Percobaan Suhu Kelembaban

Sebelum

Sesudah

27° C

26° C

27 %

26 %

3.3.2 Lembar Data

10

Page 11: lensa cembung

3.3.3 Data Hasil Pengamatan

3.3.4 Perhitungan statistik

a.

11

Page 12: lensa cembung

12

Page 13: lensa cembung

b.

13

Page 14: lensa cembung

c.

14

Page 15: lensa cembung

15

Page 16: lensa cembung

16

Page 17: lensa cembung

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah kami lakukan, kami dapat menyimpulkan bahwa

dalam praktikum lensa cembung ini jika benda yang berada jauh dari lensa, akan

terbentuk bayangan nyata, diperkecil, terbalik, di sisi lain dari benda. Sedangkan

untuk benda yang berada pada jarak yang cdukup dekat dengan lensa tetapi

masih di luar jarak titik api lensa, akan terbentuk bayangan nyata, diperbesar,

terbalik, juga di sisi lain dari benda. Dan pada benda yang berada kurang dari titik

api lensa, akan terbentuk bayangan maya yang diperbesar, sama tegak pada sisi

yang sama dari bendanya.

4.2 Saran

Dengan adanya laporan akhir ini, kami ingin menyampaikan beberapa saran

agar para praktikan dalam melakukan percobaan ini harus memperhatikan

ketelitian terhadap alat ukur yang digunakan. Para praktikan harus cermat dan

teliti dalam membaca jarak benda terhadap jarak bayangan. Karena ketepatan

dalam membaca jarak tersebut sangat mempengaruhi data yang akan didapat.

Karena ketelitian dan kehati-hatianlah yang menentukan hasil yang sesuai

dengan data yang kita peroleh, dan sebaiknya untuk para praktikan

menggunakan alat yang masih bagus. Karena kelayakan alat sangat menentukan

dalam praktikan ini. Selain itu juga sebaiknya sebelum melakukan praktikum alat

sudah disiapkan terlebih dahulu agar tidak banyak waktu yang terbuang hanya

untuk mempersiapkan alat. Begitu juga dengan pembimbing, agar dapat

memberikan arahan yang benar-benar.

17

Page 18: lensa cembung

DAFTAR PUSTAKA

Keenan, 1980, Kimia untuk Universitas Jilid 1, Erlangga, Jakarta.

Petrucci, Ralph. H, 1987, Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern Jilid 2 Edisi 4,

Erlangga, Jakarta.

Syukri, S, 1999, Kimia Dasar 1, ITB, Bandung.

18