makalah bioetanol dari singkong
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
MAKALAHPROSES INDUSTRI KIMIA
BIOETANOL DARI SINGKONG
DI SUSUN OLEH
Eka Safitri (12 614 008)
Kelas III-B
Dosen : Muh. Syahrir, ST.MT
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2013
Bioetanol dari Singkong | i
DAFTAR ISI
Halaman Judul...........................................................................................................i
Daftar Isi..................................................................................................................ii
Kata Pengantar ………………………………………………………………….. .iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………... .1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Bioetanol ……………………………………………………………….....5
B. Singkong ……………………………………………………………….....9
C. Keunggulan Etanol dibandingkan Singkong ………………………….....12
D. Proses-Proses dalam Pembuatan Bioetanol …………………………….. 13
E. Alat-alat yang digunakan...........................................................................18
BAB III PEMBAHASAN
A. Proses Pembuatan Bioetanol dari Singkong ……………………………. 22
1. Persiapan Bahan Baku ........................................................................22
2. Hidrolisis.............................................................................................22
3. Fermentasi...........................................................................................24
4. Destiasi................................................................................................25
5. Dehidrasi.............................................................................................26
B. Langkah-langkah Pembuatan Bioetanol....................................................26
C. Hasil Samping Pengolahan Bioetanol …………………………………...27
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ...............................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
Bioetanol dari Singkong | ii
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah, SWT yang telah memberikan berkah dan
rahmatnya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Terimakasih juga tidak lupa diberikan keapada pak Syahrir yang telah
memberiakan pemberitahuan dalam menyusun makalah ini. Tidak lupa pula saya
ucapkan terima kasih atas bantuan temen-teman lain. Kerana dengan bantuannya
ini dapat memberikan hasil yang baik dalam pengerjaan makalah ini.
Makalah ini berjudul “Bioetanol dari Singkong”. Dalam makalah ini
membahas tentang devinisi bioetanol, singkong, dan proses produksi bioetanol,
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam pengetahuan tentang sumber daya
alam disekitar yang dapat diolah menjadi bioetanol. Dan kedepannya semoga
bioetanol ini dapat digunakan sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak, yang kita
ketahui bahwa BBM sekarang ini mulai menipis.
Saya sadar masih banyak kekurangan dalam penyelesaian makalah ini
maka dari itu, saya memohon maaf atas kekurangannya dan di mohon kritik serta
sarannya yang dapat membangun penulis untuk memperbaiki makalah ini.
Samarinda, Oktober 2013
Penulis
Bioetanol dari Singkong | iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi selama ini semakin
terkuras, karena sebagian besar sumber energi saat ini berasal dari sumber daya
alam yang tidak terbarukan. Sementara itu, konsumsi energi terus meningkat
sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Energi
fosil sebagai sumber energi tidak terbarukan merupakan sumber energi utama di
dunia. Permasalahan serius yang dihadapi oleh banyak negara berkembangan saat
ini adalah jumlah bahan bakar fosil yang sangat terbatas sementara kebutuhan
terus meningkat, sehingga terjadi krisis energi.
Salah satu yang mendasari terjadinya kelangkaan energi adalah pemakaian
kendaraan bermotor berbahan bakar bensin yang dari tahun ke tahun semakin
meningkat. Menurut data Statistik Kepolisian Indonesia (2009) pada tahun 2009
jumlah kendaraan bermotor di Indonesia berjumlah 61.956.009 kendaraan. Hal ini
mengakibatkan pemakaian bahan bakar minyak bumi meningkat. Menurut
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2009), cadangan energi bahan
bakar yang ada saat ini tidak dapat diharapkan untuk jangka waktu yang lama.
Pemanasan global yang diakibatkan oleh pemakaian bahan bakar fosil
semakin terasa dan mengakibatkan ancaman lingkungan. Hal ini semakin
mendorong dikembangkannya bahan bakar alternatif yang bersifat terbarukan dan
konservasi energi. Ancaman lingkungan yang berpotensi untuk terjadi adalah
polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil. Polusi yang ditimbulkan oleh
pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak kesehatan bagi manusia, hewan
bahkan lingkungan flora. Polusi berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan
UHC (unburn hydrocarbon), juga unsur metalik seperti timbal (Pb). Bahkan
Bioetanol dari Singkong | 1
ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan global (Global
Warming Potential) (Dunan, 2009). Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut
telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber
energi (energy resources) ataupun pembawa energi (energy carrier) yang lebih
terjamin keberlanjutannya (sustainable) dan lebih ramah lingkungan.
Oleh karena itu, pada saat ini usaha mencari sumber energi alternatif
semakin meningkat. Salah satu bentuk dari energi terbarukan adalah energi
biomassa. Energi biomassa berasal dari bahan organik dan sangat beragam
jenisnya. Sumber energi biomassa dapat berasal dari tanaman perkebunan atau
pertanian, hutan, atau bahkan limbah, baik limbah domestik maupun limbah
pertanian. Biomassa dapat digunakan untuk sumber energi langsung maupun
dikonversi menjadi bahan bakar. Penggunaan biomassa sebagai sumber energi ini
tidak akan menyebabkan terjadinya penumpukan gas CO2 karena menurut gas
CO2 yang dihasilkan oleh reaksi pembakaran dipakai untuk pembentukan
biomassa itu sendiri. Teknologi pemanfaatan energi biomassa yang telah
dikembangkan terdiri dari pembakaran langsung dan konversi biomassa menjadi
bahan bakar. Penggunaan biomassa langsung sebagai bahan bakar kurang efisien,
sehingga konversi biomassa dianggap lebih baik dalam pemanfaatannya. Hasil
konversi biomassa ini dapat berupa biogas, bioetanol, biodiesel, arang dan
sebagainya. Bioetanol dan biodiesel dalam jangka panjang diharapkan dapat
digunakan sebagai pengganti bahan bakar minyak.
Bioetanol merupakan alternatif untuk menyelesaikan masalah ketersediaan
bahan bakar yang saat ini masih tergantung pada bahan bakar minyak (BBM).
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi biomassa dengan bantuan
mikroorganisme. Hampir 93% produksi bioetanol di dunia diproduksi secara
fermentasi. Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang
mempunyai kelebihan dibandingkan BBM. Dari masa ke masa penggunaan
bioetanol semakin berkembang. Bahan bakar ini juga diharapkan dapat
menggantikan peran bahan bakar bensin, dan dapat mengurangi terjadinya
kelangkaan BBM, sehingga kebutuhan akan bahan bakar dapat terpenuhi. Bahan
Bioetanol dari Singkong | 2
bakar berbasis nabati juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan, sehingga
lebih ramah lingkungan.
Bioetanol dapat dibuat dari sumber daya hayati yang melimpah di
Indonesia. Bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti
singkong atau ubi kayu, tebu, nira, sorgum, nira nipah, ubi jalar, ganyong dan
lain-lain. Hampir semua tanaman yang disebutkan diatas merupakan tanaman
yang sudah tidak asing lagi, karena mudah ditemukan dan beberapa tanaman
tersebut digunakan sebagai bahan pangan.
Bioetanol dianggap lebih ramah lingkungan karena CO2 yang dihasilkan
oleh hasil buangan mesin akan diserap oleh tanaman, selanjutnya tanaman
tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar mesin, dan
seterusnya sehingga tidak terjadi akumulasi karbon di atmosfer, seperti yang
ditimbulkan oleh penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar. Keunggulan
lainnya adalah bioetanol mempunyai angka oktan tinggi 135. Angka oktan
premium yang dijual sebagai bahan bakar hanya 98, makin tinggi bilangan oktan,
bahan bakar makin tahan untuk tidak terbakar sendiri sehingga menghasilkan
kesetabilan proses pembakaran untuk memperoleh daya yang lebih stabil. Proses
pembakaran dengan daya yang lebih sempurna akan mengurangi emisi gas karbon
monoksida. Campuran bioetanol 3% saja, mampu menurunkan emisi karbon
monoksida menjadi hanya 1,35%. Bioetanol dapat juga meningkatkan efisiensi
pembakaran karena mengandung 35 % oksigen dan ramah lingkungan karena
emisi gas buangnya seperti kadar karbon monoksida, nitrogen oksida, dan gas-gas
lain lebih rendah yaitu antara 19-25%.
Sumber bioetanol yang cukup potensial dikembangkan di Indonesia adalah
singkong (Manihot esculenta). Singkong merupakan tanaman yang sudah dikenal
lama oleh petani Indonesia, walaupun bukan tanaman asli Indonesia. Singkong
pertama kali didatangkan oleh pemerintah kolonial belanda pada awal abad ke-19
dari Amerika Latin. Karena sudah dikenal lama oleh petani Indonesia,
pengembangan singkong untuk diolah menjadi bahan baku bioetanol tidak terlalu
Bioetanol dari Singkong | 3
sulit. Saat ini singkong banyak diekspor ke AS dan Eropa dalam bentuk tapioka.
Di negara negara tersebut, singkong dimanfaatkan sebagai bahan baku industri
pembuatan alkohol. Tepung tapioka juga digunakan dalam industri lem, kimia dan
tekstil. Indonesia adalah penghasil singkong keempat di dunia. Dari luas areal
1,24 juta hektar tahun 2005, produksi singkong Indonesia sebesar 19,5 juta ton.
Di dalam negeri, singkong biasanya hanya digunakan sebagai pakan
ternak dan bahan pangan tradisional setelah beras dan jagung. Karena itu, harga
singkong sangat fluktuatif dan tidak memberikan keuntungan yang memadai bagi si
petani. Pengembangan bioetanol diharapkan dapat menjadi solusi sumber energi
terbaharukan dan dapat meningkatkan pendapatan petani singkong. Dengan langkah
ini, harga singkong akan menjadi stabil sehingga memberikan keuntungan yang
cukup bagi petani. Masalah krisis energi masa dapan yang terbaharukan pun akan
terselesaikan dan membawa Indonesia menjadi negara yang mandiri energi.
Bioetanol dari Singkong | 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bioetanol
Bioetanol telah digunakan manusia sejak zaman prasejarah sebagai bahan
pemabuk dalam minuman beralkohol. Campuran dari Bioetanol yang
mendekati kemurnian untuk pertama kali ditemukan oleh Kimiawan Muslim
yang mengembangkan proses distilasi pada masa Kalifah Abbasid dengan
peneliti yang terkenal waktu itu adalah Jabir ibn Hayyan (Geber), Al-Kindi
(Alkindus) dan al-Razi (Rhazes). Sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah
dapat menggunakan bioetanol sebagai bahan bakarnya. Namun pada tahun
1920an bahan bakar dari petroleum yang harganya lebih murah telah menjadi
dominan menyebabkan etanol kurang mendapatkan perhatian. Akhir-akhir ini,
dengan meningkatnya harga minyak bumi, bioetanol kembali mendapatkan
perhatian dan telah menjadi alternatif energi yang terus dikembangkan.
Bioetanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol
adalah C2H5OH atau rumus empiris C2H6O atau rumus bangunnya CH3-
CH2-OH. Bioetanol merupakan bagian dari kelompok metil (CH3-) yang
terangkai pada kelompok metilen (-CH2-) dan terangkai dengan kelompok
hidroksil (-OH). Secara umum akronim dari Bioetanol adalah EtOH (Ethyl-
(OH))
<– Rumus Bangun
Bioetanol dari Singkong | 5
Etanol merupakan zat cair, tidak berwarna, berbau spesifik, mudah
terbakar dan menguap, dapat bercampur dengan air dengan segala
perbandingan. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai
sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman.
Bioetanol adalah etanol C2H5OH yang terbuat dari biomassa yang
mengandung komponen pati dan selulosa yang biasanya terkandung pada
tanaman pertanian seperti tebu,singkong,ubi kayu,dll. Penggunaan bioetanol
dimungkinkan sebagai pengganti bahan bakar bensin dikarenakan karakteristik
etanol yang mirip dengan bensin. Baik etanol maupun bensin sama-sama
memiliki struktur hidrokarbon rantai lurus. Penggunaan bioetanol sebagai
pengganti bahan bakar bensin juga sangat cocok karena bersifat ramah
lingkungan. Hal itu disebabkan karena pada dasarnya bioetanol tidak
mengemisikan C netto.
a. Sifat-sifat fisis etanol
1) Rumus molekul : C2H5OH
2) Berat molekul : 46,07 gram / mol
3) Titik didih pada 1 atm : 78,4°C
4) Titik beku : -112°C
5) Bentuk dan warna : cair tidak berwarna
b. Sifat-sifat kimia etanol
1) Berbobot molekul rendah sehingga larut dalam air
2) Diperoleh dari fermentasi gula
Pembentukan etanol
C6H12O6 enzim CH3CH2OH
glukosa etanol
3) Pembakaran etanol menghasilkan CO2 dan H2O
Pembakaran etanol
CH3CH2OH + 3O2 2CO2 + 3H2O + energi
Bioetanol dari Singkong | 6
Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan dari proses fermentasi gula dari
sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol
dapat juga diartikan juga sebagai bahan kimia yang diproduksi dari bahan
pangan yang mangandung pati, seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan
sagu. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki
sifat menyerupai minyak premium.
Bahan baku pembuatan bioetanol ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a) Bahan sukrosa
Bahan - bahan yang termasuk dalam kelompok ini antara lain nira,
tebu, nira nipati, nira sargum manis, nira kelapa, nira aren, dan sari buah
mete.
b) Bahan berpati
Proses pemutusan pati oleh amilase. Bahan - bahan yang termasuk
kelompok ini adalah bahan - bahan yang mengandung pati atau
karbohidrat. Bahan - bahan tersbut antara lain tepung – tepung ubi
ganyong, sorgum biji, jagung, cantel, sagu, ubi kayu, ubi jalar, dan lain -
lain.
c) Bahan berselulosa (lignoselulosa)
Bahan berselulosa (lignoselulosa) artinya adalah bahan tanaman
yang mengandung selulosa (serat), antara lain kayu, jerami, batang pisang,
dan lain-lain.
Berdasarkan ketiga jenis bahan baku tersebut, bahan berselulosa
merupakan bahan yang jarang digunakan dan cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini
karena adanya lignin yang sulit dicerna sehingga proses pembentukan glukosa
menjadi lebih sulit.
Penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar, sebenarnya telah lama dikenal.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada tahun 1880-an Henry Ford membuat
mobil quadrycycle dan sejak tahun 1908 mobil Ford model T telah dapat
menggunakan Bioetanol sebagai bahan bakarnya.. Namun penggunaan bioetanol
Bioetanol dari Singkong | 7
sebagai bahan bakar nabati kurang ditanggapi pada waktu tersebut, karena
keberadaan bahan bakar minyak yang murah dan melimpah. Saat ini pasokan
bahan bakar minyak semakin menyusut ditambah lagi dengan harga minyak dunia
yang melambung membuat Bioetanol semakin diperhitungkan.
Bioetanol dapat digunakan pada kendaraan bermotor, tanpa mengubah
mekanisme kerja mesin jika dicampur dengan bensin dengan kadar Bioetanol
lebih dari 99,5%. Perbandingan Bioetanol pada umumnya di Indonesia baru
penambahan 10% dari total bahan bakar. Pencampuran Bioetanol absolut
sebanyak 10 % dengan bensin (90%), sering disebut Gasohol E-10. Gasohol
singkatan dari gasoline (bensin) dan Bioetanol. Bioetanol absolut memiliki angka
oktan (ON) 117, sedangkan Premium hanya 87-88. Gasohol E-10 secara
proporsional memiliki ON 92 atau setara Pertamax. Pada komposisi ini bioetanol
dikenal sebagai octan enhancer (aditif) yang paling ramah lingkungan dan di
negara-negara maju telah menggeser penggunaan Tetra Ethyl Lead (TEL) maupun
Methyl Tertiary Buthyl Ether (MTBE).
Bioetanol secara umum dapat digunakan sebagai bahan baku industry
turunan alkohol, campuran bahan bakar untuk kendaraan. Grade bioetanol harus
berbeda sesuai dengan pengunaanya. Bioetanol yang menpunyai grade 90% -
96,5% volume digunakan pada industri, grade 96% - 99,5% digunakan dalam
campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Besarnya grade bioetanol
yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan harus betul –
betul kering dan anhydrous supaya tidak menyebabkan korosi, sehingga bioetanol
harus mempunyai grade sebesar 99,5% - 100%.
Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai beberapa
kelebihan, diantaranya lebih ramah lingkungan, karena bahan bakar tersebut
memiliki nilai oktan 92 lebih tinggi dari premium nilai oktan 88, dan pertamax
nilai oktan 94. Hal ini menyebabkan bioetanol dapat menggantikan fungsi zat
aditif yang sering ditambahkan untuk memperbesar nilai oktan.
Bioetanol dari Singkong | 8
Zat aditif yang banyak digunakan seperti metal tersier butil eter dan Pb,
namun zat aditif tersebut sangat tidak ramah lingkungan dan bisa bersifat toksik.
Bioetanol juga merupakan bahan bakar yang tidak mengakumulasi gas karbon
dioksida (CO2) dan relatif kompetibel dengan mesin mobil berbahan bakar
bensin. Kelebihan lain dari bioetanol ialah cara pembuatannya yang sederhana
yaitu fermentasi menggunakan mikroorganisme tertentu.
B. Singkong
Tumbuhan ubi kayu (Manihot utilissima Pohl.) merupakan tanaman pangan
berupa perdu dengan nama lain ketela pohon, singkong, atau cassava. Ubi kayu
berasal dari negara amerika latin, atau tepatnya dari Brazil. Penyebarannya hampir ke
seluruh dunia, antara lain Afrika, Madagaskar, India, serta China. Ketela pohon/ ubi
kayu diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1852.
Singkong merupakan tanaman pangan dan perdagangan (crash crop). Sebagai
tanaman perdagangan, singkong menghasilkan starch, gaplek, tepung singkong,
etanol, gula cair, sorbitol, MSG, tepung aromatik, dan pellet. Sebagai tanaman
pangan, singkong merupakan sumber karbohidrat bagi sekitar 500 juta manusia di
dunia. Singkong merupakan penghasil kalori terbesar dibandingkan dengan tanaman
lain perharinya.
No. Jenis tanaman Nilai Kalori (kal/ha/hari)
1 Singkong 250 x 103
2 Jagung 200 x 103
3 Beras 176 x 103
4 Sagu 114 x 103
5 Shorgum 110 x 103
Tabel 1. Nilai kalori berbagai tanaman penghasil karbohidrat
Selain itu, singkong memiliki potensi yang cukup bagus sebagai tanaman
bahan baku etanol.
No Jenis Tanaman Hasil Panen(Ton/ha/tahun) Etanol (liter/ha/tahun)
Bioetanol dari Singkong | 9
1 Jagung 1-6 400-2.500
2 Singkong 10-50 2.000-7.000
3 Tebu 40-120 3.000-8.500
4 Ubi jalar 10-40 1.200-5.000
5 Sorgum 3-12 1.500-5.000
6 Sorgum manis 20-60 2.000-6.000
7 Kentang 10-35 1.000-4.500
8 Bit 20-100 3.000-8.000
1.2
Tabel 2. Potensi beberapa tanaman sebagai bahan baku etanol
Tabel 2 menunjukkan bahwa tebu sebagai tanaman penghasil etanol dengan
produktifitas tertinggi dan disusul oleh singkong. Bit tidak dipertimbangkan
karena tidak dapat berproduksi optimal di Indonesia sehingga tidak ekonomis.
Keunggulan singkong dibanding tebu adalah masa panen singkong relatif lebih
singkat dan biaya produksi lebih murah.
Sistematika tanaman ketela pohon / ubi kayu adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)
Kelas : Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot utilissima Pohl.
Bioetanol dari Singkong | 10
Ubi kayu sebagai bahan baku sumber energi alternatif memiliki kadar
karbohidrat sekitar 32-35% dan kadar pati sekitar 83,8% setelah diproses menjadi
tepung. Tanaman ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol dapat tumbuh di lahan
yang kurang subur serta masa panennya tidak tergantung pada musim sehingga
panennya dapat berlangsung sepanjang tahun. Oleh karena itu, dikatakan bahwa
ubi kayu merupakan bahan baku yang potensial untuk pembuatan bioetanol.
Brazil merupakan pusat asal sekaligus pusat keragaman singkong.
Singkong tumbuh di daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 18oC dengan curah
hujan di atas 500 mm/tahun. Produktifitas singkong di tingkat petani adalah 14,3-
18,8 ton/ha, walaupun data dari pusat penelitian melaporkan bahwa
produktifitasnya bisa mencapai 30-40 ton/ha. Singkong sebagai bahan Fuel Grade
Ethanol (FGE) disarankan varietas yang memiliki sifat sebagai berikut : berkadar
pati tinggi, potensi hasil tinggi, tahan cekaman biotik dan abiotik, dan fleksibel
dalam usaha tani dan umur panen.
Ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol mempunyai kelebihan yaitu dapat
tumbuh pada lahan yang kurang subur, mempunyai daya tahan tinggi terhadap
penyakit dan dapat diatur masa panennya. Ubi kayu mempunyai kadar karbohidrat
sekitar 32 – 35 % yang sebagian besar adalah pati yaitu sekitar 83,8%.
Penggunaan ubi kayu sebagai bahan baku bioetanol selama ini lebih
banyak hanya memanfaatkan kandungan patinya, sedangkan komponen-
komponen lain seperti selulosa dan hemiselulosa yang juga mempunyai potensi
menghasilkan bioetanol belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini disebabkan
dalam proses hidrolisisnya hanya menggunakan enzim-enzim amilolitik yang
hanya mampu menghidrolisis fraksi pati.
C. Keunggulan Etanol dibandingkan Bensin
Bioetanol dari Singkong | 11
Gambar 1. Tanaman ubi kayu
Kontinuitas penggunaan bahan bakar fosil (fossil fuel) memunculkan dua
ancaman serius: (1) faktor ekonomi, berupa jaminan ketersediaan bahan bakar
fosil untuk beberapa dekade mendatang, masalah suplai, harga, dan fluktuasinya;
(2) polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang
ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung
maupun tidak langsung kepada derajat kesehatan manusia. Polusi langsung bisa
berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NOx, dan hidrokarbon yang tidak terbakar,
serta unsur metalik seperti timbal (Pb). Sedangkan polusi tidak langsung
mayoritas berupa ledakan jumlah molekul CO2 yang berdampak pada pemanasan
global (Global Warming Potential). Kesadaran terhadap ancaman serius tersebut
telah mengintensifkan berbagai riset yang bertujuan menghasilkan sumber-sumber
energi ataupun pembawa energi yang lebih terjamin keberlanjutannya dan lebih
ramah lingkungan.
Penggunaan etanol sebagai bahan bakar mulai diteliti dan
diimplementasikan di AS dan Brazil sejak terjadinya krisis bahan bakar fosil di
kedua negara tersebut pada tahun 1970-an. Brazil tercatat sebagai salah satu
negara yang memiliki keseriusan tinggi dalam implementasi bahan bakar etanol
untuk keperluan kendaraan bermotor dengan tingkat penggunaan bahan bakar
ethanol saat ini mencapai 40% secara nasional. Di AS, bahan bakar relatif murah,
E85, yang mengandung etanol 85% semakin populer di masyarakat dunia.
Etanol bisa digunakan dalam bentuk murni atau sebagai campuran untuk
bahan bakar bensin maupun hidrogen. Interaksi etanol dengan hidrogen bisa
dimanfaatkan sebagai sumber energi sel bahan bakar ataupun dalam mesin
pembakaran dalam (internal combustion engine) konvensional.
Terdapat beberapa karakteristik internal etanol yang menyebabkan
penggunaan etanol pada mesin lebih baik daripada bensin. Etanol memiliki angka
research octane 108.6 dan motor octane 89.7 . Angka tersebut (terutama research
octane) melampaui nilai maksimal yang mungkin dicapai oleh bensin walaupun
setelah ditambahkan aditif tertentu. Sebagai catatan, bensin yang dijual Pertamina
memiliki angka research octane 88 dan umumnya motor octane lebih rendah dari
Bioetanol dari Singkong | 12
pada research octane. Untuk rasio campuran etanol dan bensin mencapai 60:40%,
tercatat peningkatan efisiensi hingga 10%.
Etanol memiliki satu molekul OH dalam susunan molekulnya. Oksigen
yang berikatan di dalam molekul etanol tersebut membantu penyempurnaan
pembakaran antara campuran udara dan bahan bakar di dalam silinder. Ditambah
dengan rentang keterbakaran (flammability) yang lebar, yakni 4.3 – 19 vol%
(dibandingkan dengan gasoline yang memiliki rentang keterbakaran 1.4 – 7.6 vol
%), pembakaran campuran udara dan bahan bakar etanol menjadi lebih baik. Hal
ini dipercaya sebagai faktor penyebab relatif rendahnya emisi CO dibandingkan
dengan pembakaran udara dan bensin, yakni sekitar 4%. Etanol juga memiliki
panas penguapan yang tinggi, yakni 842 kJ/kg. Tingginya panas penguapan ini
menyebabkan energi yang dipergunakan untuk menguapkan ethanol lebih besar
dibandingkan bensin. Konsekuensi lanjut dari hal tersebut adalah temperatur
puncak di dalam silinder akan lebih rendah pada pembakaran etanol dibandingkan
dengan bensin.
D. Proses-proses dalam Pembuatan Bioetanol
1. Likuifiasi
Proses likuifikasi berarti membuat bahan menjadi cair, atau mencairkan
bahan tersebut. Dalam proses ini digunakan bahan tambahan yaitu enzim
alfa amilase. Pada kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi (mengental
seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase bekerja
memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula komplex (dextrin).
Amilase merupakan enzim yang memecah pati atau glikogen dimana
senyawa ini banyak terdapat dalam hasil tanaman dan hewan. Amilase dapat
dibedakan menjadi 3 golongan enzim :
α- Amilase yaitu enzim yang memecah pati secara acak dari tengah atau
bagian dalam molekul.
β- Amilase yaitu enzim yang memecah unit-unit gula dari molekul pati.
Glukoamilase yaitu Enzim yang dapat memisahkan glukosa dari
terminal gula non pereduksi substrat.
Bioetanol dari Singkong | 13
Dalam penelitian ini, digunakan enzim α-amilase. Enzim α-amilase adalah
salah satu enzim pemecah pati, Enzim α-amilase menghidrolisis ikatan
alpha 1,4 glikosida baik pada amilosa maupun amilopektin secara acak.
Karena pengaruh aktifitasnya, pati terputus-putus menjadi dekstrin dengan
rantai sepanjang 6-10 unit glukosa. Jika waktu reaksi diperpanjang, dekstrin
tersebut dapat dipotong-potong lagi menjadi campuran antara glukosa,
maltosa, dan ikatan lain yang lebih panjang. Hidrolisis amilosa oleh α-
amilase terjadi melalui dua tahap. Tahap pertama adalah degradasi amilosa
menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak, sangat cepat dan
diikuti dengan penurunan viskositas. Tahap kedua merupakan proses
degradasi yang relatif lebih lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltosa
sebagai hasil akhir, dimulai dari ujung pereduksi secara teratur
(Winarno ,1983).
Kerja α- amilase pada molekul amilopektin akan menghasilkan glukosa
dan oligosakarida (Winarno, 1983). Enzim α-amilase yang diperoleh dari
mikroba umumnya stabil pada pH 5,5 -8,0 dan suhu optimumnya
bervariasi bergantung pada sumber enzim tersebut.
Penggunaan α-amilase dalam proses hidrolisa pati sering juga disebut
likuifikasi, karena adanya penurunan viskositas dengan cepat, dan
kecepatannya dapat bervariasi untuk berbagai substrat. Enzim α-amilase
dapat diisolasi dari berbagai sumber mikroorganisme seperti Aspergilus
oryzae, Aspergilus niger, Bacillus substilis, Endomycopsis fibuligira, dan
sebagainya. Khusus α-amilase dari Bacillus substilis, merupakan sumber
terpenting dalam proses likuifikasi di industri, karena α-amilase dari
mikroorganisme ini mampu bereaksi pada temperatur yang tinggi diatas
temperatur gelatinisasi dari granula pati. Dalam hidrolisa pati, α-amilase
menghasilkan dekstrin yang merupakan substrat untuk tahap selanjutnya,.
2. Sakarifikasi
Bioetanol dari Singkong | 14
Proses sakarifikasi maksudnya ialah proses pemecahan gula
kompleks menjadi gula sederhana. Pemecahan gula kompeks ini dengan
bantuan enzim glukoamilase yaitu enzim yang dapat memisahkan glukosa
dari terminal gula non pereduksi substrat. Ragi tidak dapat langsung
memfermentasikan pati. Oleh karena itu diperlukan tahap sakarifikasi,
yakni perubahan pati menjadi maltose atau glukosa dengan menggunakan
enzim atau asam. Dengan memanfaatkan enzim pengurai pati dari
mikroorganisme, konversi pati untuk menghasilkan maltose dan dekstrin
yang tidak terfermentasi terjadi karena hidrolisis enzimatis. Komposisi
kimia dari pati adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan
polimer dari glukosa yang merupakan rantai lurus dan secara kuantitatif
amilosa dapat dihidrolisis menghasilkan maltose sedangkan amilopektin
hanya akan terhidrolisis sebagian. Pati jagung yang disakarifikasi akan
menghasilkan 80% maltose dari total pati dan sisanya disebut limit
dekstrin.
3. Fermentasi
Proses fermentasi dimaksudkan untuk mengubah glukosa menjadi
ethanol/bio-ethanol (alkohol) dengan menggunakan yeast. Fermentasi
adalah suatu proses oksidasi karbohidrat anaerob jenih atau anaerob
sebagian. Dalam suatu proses fermentasi bahan pangan seperti natrium
klorida bermanfaat untuk membatasi pertumbuhan organisme pembusuk
dan mencegah pertumbuhan sebagian besar organisme yang lain. Suatu
fermentasi yang busuk biasanya adalah fermentasi yang mengalami
kontaminasi, sedangkan fermentasi yang normal adalah perubahan
karbohidrat menjadi alkohol. Manusia memanfaatkan Saccharomyces
cereviseae untuk melangsungkan fermentasi, baik dalam makanan maupun
dalam minuman yang mengandung alcohol. Jenis mikroba ini mampu
mengubah cairan yang mengandung gula menjadi alcohol dan gas CO2
secara cepat dan efisien.
Bioetanol dari Singkong | 15
Saccharomyces cerevisiae merupakan organisme uniseluler yang
bersifat makhluk mikroskopis dan disebut sebagai jasad sakarolitik, yaitu
menggunakan gula sebagai sumber karbon untuk metabolisme.
Saccharomyces cerevisiae mampu menggunakan sejumlah gula,
diantaranya sukrosa, glukosa, fruktosa, galaktosa, mannosa, maltosa dan
maltotriosa.
Saccharomyces cerevisiae merupakan mikrobia yang paling
banyak digunakan pada fermentasi alkohol karena dapat berproduksi
tinggi, tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi, tahan terhadap kadar gula
yang tinggi dan tetap aktif melakukan aktivitasnya pada suhu 4 – 32 oC.
Proses metabolisme pada Saccharomyces cereviseae merupakan rangkaian
reaksi yang terarah yang berlangsung pada sel. Pada proses ini terjadi
serangkaian reaksi yang bersifat merombak suatu bahan tertentu dan
menghasilkan energy serta serangkaian reaksi lain yang bersifat
mensintesis senyawa-senyawa tertentu dengan membutuhkan energi.
Saccharomyces cereviseae sebenarnya tidak mampu langsung melakukan
fermentasi terhadap makromolekul seperti karbohidrat, tetapi karena
mikroba tersebut memiliki enzim yang disekresikan mampu memutuskan
ikatan glikosida sehingga dapat difermentasi menjadi alcohol atau asam.
Alkohol yang diperoleh dari proses fermentasi ini, biasanya
alkohol dengan kadar 8 sampai 10 persen volume. Sementara itu, bila
fermentasi tersebut digunakan bahan baku gula (molases), proses
pembuatan ethanol dapat lebih cepat. Pembuatan ethanol dari molases
tersebut juga mempunyai keuntungan lain, yaitu memerlukan bak
fermentasi yang lebih kecil. Ethanol yang dihasilkan proses fermentasi
tersebut perlu ditingkatkan kualitasnya dengan membersihkannya dari zat-
zat yang tidak diperlukan. Fermentasi bioethanol dapat didefenisikan
sebagai proses penguraian gula menjadi bioethanol dan karbondioksida
yang disebabkan enzim yang dihasilkan oleh massa sel mikroba.
Perubahan yang terjadi selama proses fermentasi adalah:
Bioetanol dari Singkong | 16
Perubahan glukosa menjadi bioethanol oleh sel-sel Saccharomyces
cereviseae.
C6H12O6 Sacch aromyces cereviseae 2C2H5OH + 2CO2 (6)
Glukosaenzim zimosa etanol
Alkohol yang dihasilkan dari proses fermentasi biasanya masih
mengandung gas-gas antara lain CO2 (yang ditimbulkan dari pengubahan
glucose menjadi ethanol/bio-ethanol) dan aldehyde yang perlu
dibersihkan. Gas CO2 pada hasil fermentasi tersebut biasanya mencapai
35 persen volume, sehingga untuk memperoleh ethanol/bio-ethanol yang
berkualitas baik, ethanol/bio-ethanol tersebut harus dibersihkan dari gas
tersebut. Proses pembersihan (washing) CO2 dilakukan dengan menyaring
ethanol/bio-ethanol yang terikat oleh CO2, sehingga dapat diperoleh
ethanol/bio-ethanol yang bersih dari gas CO2). Kadar ethanol/bio-ethanol
yang dihasilkan dari proses fermentasi, biasanya hanya mencapai 8 sampai
10 persen saja, sehingga untuk memperoleh ethanol yang berkadar alkohol
95 persen diperlukan proses lainnya, yaitu proses distilasi. Agar dapat
mencapai kemurnian diatas 95% , maka alkohol hasil fermentasi harus
melalui proses destilasi.
4. Destilasi
Distilasi adalah suatu proses penguapan dan pengembunan
kembali, yang dimaksudkan untuk memisahkan campuran dua atau lebih
zat cair ke dalam fraksi – faraksinya berdasarkan perbedaan titik didih.
Pada umumnya, pemisahan hasil fermentasi glukosa/dektrosa
menggunakan sistem uap-cairan, dan terdiri dari komponen – komponen
tertentu yang mudah tercampur.
Sebagaimana disebutkan diatas, untuk memurnikan bioetanol
menjadi berkadar lebih dari 95% agar dapat dipergunakan sebagai bahan
bakar, alkohol hasil fermentasi yang mempunyai kemurnian sekitar 40%
tadi harus melewati proses destilasi untuk memisahkan alkohol dengan air
Bioetanol dari Singkong | 17
dengan memperhitungkan perbedaan titik didih kedua bahan tersebut yang
kemudian diembunkan kembali.
Kadar etanol hasil fermentasi tidak dapat mencapai level diatas 18
hingga 21 persen, sebab etanol dengan kadar tesebut bersifat toxic
terhadap ragi yang memproduksi etanol tersebut sehingga untuk
memperoleh etanol dengan kadar yang lebih tinggi perlu dilakukan
destilasi. Destilasi adalah proses pemanasan yang memisahkan etanol dan
beberapa komponen cair lain dari substrat fermentasi sehingga diperoleh
kadar etanol yang lebih tinggi.
Tujuan proses destilasi adalah untuk memisahkan etanol dari campuran
etanol-air. Titik didih etanol adalah 780C dan titik didih air adalah 100 oC
sehingga dengan pemanasan pada suhu 780C dengan metode destilasi
maka etanol dapat dipisahkan dari campuran etanol-air. Konsentrasi
maksimum etanol yang dapat diperoleh dengan cara destilasi biasa adalah
96%. Etanol anhidrat (99,5%-100%) dapat diperoleh dengan menggunakan
metode destilasi azeotrop menggunakan benzen.
E. Alat-alat yang diguanakan dalam Pembuatan Bioetanol
Fungsi peralatan yang digunakan dalam industri etanol
mesin penggiling. berfungsi untuk menghaluskan bahan baku. dapat dibeli
ditoko penjual alat-alat industri.
Bioetanol dari Singkong | 18
tangki pemasak. berfungsi untuk memasak dan mengaduk bahan baku
sebelum dimasukan ke alat penukar panas (heat exchanger). dapat dibuat
dari drum bekas.
alat penukar panas. berfungsi untuk mendinginkan bahan baku (saat proses
sakarifikasi) lebih cepat. dapat dibuat dari stainless steel
tanki fermentasi. berfungsi untuk menghasilkan etanol kadar 6-12 %. dapat
dibuat dari drum bekas maupun tangki stainless steel.
Bioetanol dari Singkong | 19
Gambar 2. Mesin Penggiling Singkong
Gambar 4. Heat Exchanger
Gambar 3. Tangki pemasak & tempat terjadinya hidrolisis
evaporator. berfungsi untuk menguapkan etanol yang akan dialirkan ke
alat destilasi. dibuat dari stainless steel. untuk mengatur temperatur
evaporator pada alat ini dipasang termostat (alat pengatur temperatur).
alat destilasi. berfungsi untuk mengkondensasikan uap etanol menjadi
etanol cair. dapat dibuat dari drum bekas maupun stainless steel. pipa koil
Bioetanol dari Singkong | 20
Gambar 5. Tangki Fermentasi
Gambar 6. Evaporator
berbentuk spiral (untuk membentuknya digunakan alat curving pliers)
terbuat dari tembaga.
Bioetanol dari Singkong | 21
Gambar 7. Alat Destilasi
BAB III
PEMBAHASAN
A. Proses Pembuatan Bioetanol dari Singkong
1. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan ialah ubi kayu (singkong). Singkong
yang telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan untuk memecahkan
susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik.
2. Hidrolisis
Hidrolisis merupakan tahap konversi pati menjadi glukosa. Dalam
tahap ini terdapat pula dua tahap, yaitu : tahap liquefaction dan tahap
sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana).
a. Likuifikasi
Dalam proses likuifikasi, bahan baku ubi kayu dicampur air sehingga
menjadi bubur, yang diperkirakan mengandung pati 27-30 persen.
Kandungan karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku
singkong dikonversi menjadi gula komplex menggunakan Enzym Alfa
Amylase melalui proses pemanasan (pemasakan) pada suhu 90 oC
(hidrolisis). Pada kondisi ini tepung akan mengalami gelatinasi
(mengental seperti Jelly). Pada kondisi optimum Enzym Alfa Amylase
bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula
Bioetanol dari Singkong | 22
Gambar 7. Penghancuran Singkong
komplex (dextrin). Proses Liquifikasi selesai ditandai dengan
parameter dimana bubur yang diproses berubah menjadi lebih cair
seperti sup.
b. Sakarifikasi
Tahap sakarifikasi merupakan tahap pemecahan gula kompleks
menjadi gula sederhana yang dilakukan pada sebuah tabung pada
Bioetanol dari Singkong | 23
Gambar 7. Hasil Proses Likuifikasi
rangkaian peralatan untuk produksi bioethanol. Sakarifikasi
melibatkan proses sebagai berikut:
Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi
bekerja
Pengaturan pH optimum enzim
Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 oC,
sampai proses saccharifikasi selesai.
3. Fermentasi
Bioetanol dari Singkong | 24
Gambar 8. Hasil Proses Sakarifikasi
Gambar 9. Tangki Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula sederhana
(glukosa dan sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5
hingga 12 %. Tahapan selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada
cairan bahan baku tersebut dan mendiamkannya dalam wadah tertutup
(fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d 32 oC selama kurun waktu 5
hingga 7 hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses
membutuhkan ketelitian agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh
mikroba lainnya. Dengan kata lain, dari persiapan baku, liquifikasi,
sakarifikasi, hingga fermentasi harus pada kondisi bebas kontaminan.
Selama proses fermentasi akan menghasilkan cairan etanol/alkohol dan
CO2.
Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol
berkadar rendah antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada
kadar ethanol max 10 % ragi menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan
alkohol akan beakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan
aktifitasnya.
4. Destilasi
Produk hasil fermentasi mengandung alkohol yang rendah, disebut
bir (beer) dan sebab itu perlu di naikkan konsentrasinya dengan jalan
distilasi bertingkat. Beer mengandung 8 – 10% alkohol. Maksud dan
proses distilasi adalah untuk memisahkan etanol dari campuran etanol air.
Untuk larutan yang terdiri dari komponen-komponen yang berbeda nyata
suhu didihnya, distilasi merupakan cara yang paling mudah dioperasikan
dan juga merupakan cara pemisahan yang secara thermal adalah efisien.
Pada tekanan atmosfir, air mendidih pada 1000C dan etanol mendidih pada
sekitar 770C. perbedaan dalam titik didih inilah yang memungkinkan
pemisahan campuran etanol air.
5. Dehidrasi
Bioetanol dari Singkong | 25
Hasil penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut
dalam bahan bakar bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol
berkadar 99,6-99,8 % atau disebut ethanol kering. Untuk pemurnian
ethanol 95 % diperlukan proses dehidrasi (distilasi absorbent)
menggunakan beberapa cara,antara lain : 1. Cara Kimia dengan
menggunakan batu gamping 2. Cara Fisika ditempuh melalui proses
penyerapan menggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi berupa ethanol
berkadar 99,6-99,8 % sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade
Ethanol (FGE),barulah layak digunakan sebagai bahan bakar motor sesuai
standar Pertamina. Alat yang digunakan pada proses pemurnian ini disebut
Dehidrator.
B. Langkah-langkah dalam Pembuatan Bioetanol
Dalam pembuatan bioetanol dari singkong, langkah-langkah yang dilakukan
adalah :
1. Singkong sebagai bahan baku dikupas terlebih dahulu dan
digiling/dihancurkan sehingga ukurannya mengecil.
2. Singkong masuk ke tahap pemasakan yaitu likuifikasi. Bahan baku
ditambah air, dipanaskan pada suhu 90-95 oC. Selama pemanasan
ditambah enzim alpha amilase yang bekerja memecah struktur tepung
Bioetanol dari Singkong | 26
Gambar 9. Dehidrator
secara kimia menjadi gula kompleks. Pada kondisi ini bahan akan
mengalami gelatinasi (mengental seperti jelly). Proses ini selesai dengan
ditandai bahan tadi menjadi cair seperti sup.
3. Sakarifikasi, setelah di dinginkan dari likuifikasi hingga suhu 60 oC, lalu
di tambah enzim gluko amilase yaitu pemecahan gula kompleks menjadi
sederhana
4. Kemudian tahap fermentasi, untuk mengkonversi gula menjadi etanol dan
CO2. Fermentasi dilakukan dengan mencampurkan ragi (yeast) pada
cairan bahan baku tersebut dan mendiamkannya dalam wadah tertutup
(fermentor) pada kisaran suhu optimum 27 s/d 32 oC
5. Kemudian masuk ke tahap pemisahan, destilasi untuk memisahkan etanol
dalam cairan hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu 78 derajat
celcius (setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan menguap lebih
dulu ketimbang air yang bertitik didih 95 derajat celcius. Uap ethanol
didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga
terkondensasi menjadi cairan ethanol. Lalu diperoleh kadar etanol sebesar
10 %.
6. Dehidrasi, tahapan ini dilakukan agar kandungan air didalam produknya
berkurang. Tahapan ini dapat dilakukan dengan katalis yaitu zeolite
sintesis. Zeolit adalah mineral yang memiliki pori-pori berukuran sangat
kecil, dan dapat menyerap air. Dan kadar etanol yang diperoleh setelah
melalui tahap ini sebesar 99,7 %.
C. Hasil Samping Pengolahan Bioetanol
Akhir proses penyulingan (distilasi) ethanol menghasilkan limbah padat
(sludge) dan cair (vinase). Untuk meminimalisir efek terhadap pencemaran
lingkungan, limbah padat dengan proses tertentu dirubah menjadi pupuk
kalium,bahan pembuatan biogas,kompos,bahan dasar obat nyamuk bakar dan
pakan ternak. Sedangkan limbah cair diproses menjadi pupuk cair. Dengan
demikian produsen bioethanol tidak perlu khawatir tentang isu berkaitan
dengan dampak lingkungan.
Bioetanol dari Singkong | 27
Bioetanol dari Singkong | 28
Gambar 10. Limbah Padat Gambar 11. Limbah Cair
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bioetanol dibuat dari bahan-bahan bergula atau berpati seperti
singkong atau ubi kayu, tebu, nira, sorgum, nira nipah, ubi jalar, ganyong
dan lain-lain.
Cara membuat bioetanol dengan proses penggilingan bahan baku,
proses likuifikasi, sakarifikasi, fermentasi, destilasi dan dehidrasi.
Bioetanol dari Singkong | 29
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Apa itu Bioetanol. http://www.nusantara-agro-industri.com.
Diakses tanggal 15 Januari 2013.
Anonim. 2008. Bioetanol Bahan baku Singkong. The Largest Aceh
Community.Aceh.
Anonim. 2009. Bioetanol Bahan Baku Singkong. http:// www.acehforum.or.id.
diakses tanggal 15 Januari 2013
Khairani, Rini. 2007. Tanaman Jagung Sebagai Bahan Bio-fuel.
http://www.macklintmip-unpad.net/Bio-fuel/Jagung/Pati.pdf. diakses
tanggal 15 Januari 2013
Mursyidin, D. 2007. Ubi Kayu dan Bahan Bakar Terbarukan.
http://www.banjarmasin.net/pedoman%Bahan%bakar%berbarukan.
Diakses tanggal 15 Januari 2013
Prihandana. 2007. Bioetanol Ubi kayu Bahan Bakar Masa Depan.
Agromedia.Jakarta.
Rismunandar. 1990. Bertanam Singkong. C.V. Sinar Baru. Bandung.
Bioetanol dari Singkong | 30