makalah prak biokimia fix susu uht
Embed Size (px)
DESCRIPTION
eedefeffeTRANSCRIPT

PROPOSAL PENELITIAN
Menentukan Kadar Gula, Protein dan Lemak dalam Susu UHT
Disusun Oleh :
Nusaibah Askariyah (111096000001)
Dea Justina (1111096000025)
Achmad Latiful Qolby (1111096000031)
Fitri Fajriani (1111096000039)
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013

KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul Menentukan Kadar Gula,
Protein dan Lemak dalam Susu UHT. Proposal ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas Penelitian pada mata kuliah Praktikum Biokimia II.
Dalam pelaksanaan penyusunan proposal ini, penulis mendapat banyak
bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus
kepada:
1. Keluarga tercinta yang telah membantu penulis dengan Do’a dan
dukungan dalam berbagai hal.
2. Ibu Nur Ernita, S.Si dan Ibu Nurlela, S.Si selaku Dosen Pembimbing
sekaligus Dosen pada mata kuliah Praktikum Biokimia II.
3. Asisten Laboratorium yang senatiasa mendampingi penelitian ini.
4. Rekan-rekan senasib dan seperjuangan yang telah memberikan bantuan,
masukan, kritikan dan saran-saran.
Semoga arahan, motivasi, dan bantuan yang telah diberikan menjadi amal
ibadah bagi keluarga, bapak, dan rekan-rekan, sehingga memperoleh balasan yang
lebih baik dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk kesempurnaan proposal atau tulisan penulis berikutnya.
Semoga proposal ini bermanfaat bagi pembaca serta dapat dijadikan sebagai
sumbangan pikiran untuk perkembangan pendidikan khususnya dibidang
Biokimia.
Ciputat, Desember 2013

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Susu adalah cairan bergizi berwarna putih yang dihasilkan oleh kelenjar susu
mamalia dan manusia. Susu adalah sumber gizi utama bagi bayi sebelum mereka
dapat mencerna makanan padat. Manusia mengambil susu dari hewan yang
memiliki kelenjar susu, seperti sapi, kuda dan domba (wikipedia).
Susu merupakan hasil sekresi kelenjar susu hewan mamalia betina sebagai
sumber gizi bagi anaknya. Kebutuhan gizi pada setiap hewan mamalia betina
bervariasi sehingga kandungan susu yang dihasilkan juga tidak sama pada hewan
mamalia yang berbeda (potter, 1976). Menurut Winarno (1993), susu adalah
cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mamae (ambing) pada binatang
mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya.
Kandungan air didalam susu tinggi sekali yaitu sekitar 87,5 %. Meskipun
kandungan gulanya juga cukup tinggi yaitu sekitar 5% tetapi rasanya tidak manis.
Daya kemanisannya hanya seperlima kemanisan gula pasir (sukrosa). Kandungan
laktosa bersama garam bertanggungjawab terhadap rasa susu yang spesifik
(winarno, 1993).
Pada penelitian ini susu yang akan dianalisa kadar karbohidrat, lemak dan
protein nya adalah susu olahan. Susu olahan yang digunakan adalah susu UHT.
Susu UHT adalah produk susu cair yang diperoleh dari susu segar atau susu
rekonstitusi atau susu rekombinasi yang disterilkan pada suhu tidak kurang dari
135oC selama 2 detik dan dikemas segera dalam kemasan yang steril dan aseptis.
Susu jenis ini kadar lemak susunya tidak kurang dari 3% dan total padatan bukan
lemak tidak kurang dari 8%.
Ultra high temperature atau lebih dikenal UHT adalah metode pengawetan
minuman, kebanyakan digunakan pada susu. Ini adalah sebuah alternatif untuk
pasteurisasi. Susu terlebih dahulu dipanaskan selama 2-3 detik di suhu 135 sampai
150° C dan segera didinginkan sampai 4-5° C . Waktu pemanasan yang singkat

dimaksudkan untuk mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan
warna, aroma da rasa yang relatif tidak berubah seperti aslinya. Semua kuman
atau mikroorganisme termasuk bakteri patogen (patogen) dihancurkan oleh suhu
ultra tinggi. Susu ini dapat disimpan setidaknya enam minggu (Wikipedia)
Pemilihan susu UHT dalam analisa ini karena dalam susu termasuk susu
UHT mengandung kadar karbohidrat, lemak dan protein yang telah tertera pada
kemasan sehingga dengan begitu penentuan kadar yang tertera dapat di
bandingkan dengan kadar pada uji penelitian dan kadar Standar Nasional
Indonesia terhadap produk susu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Berapakah persentase kadar protein yang terdapat pada susu UHT ?
2. Berapakah persentase kadar lemak yang terdapat pada susu UHT ?
3. Apakah ada atau tidak kandungan karbohidrat dalam susu UHT ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar protein, kadar lemak dan
ada tidaknya kandungan karbohidrat dalam susu UHT yang akan diuji. Hasil uji
terhadap susu UHT dibandingkan dengan SNI produk susu dan komposisi yang
tertera. Sehingga dari ketiga sumber dapat diketahui ketepatan kandungan dari
ketiga kadar tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat :
1. Mengetahui persentase kadar protein dalam susu UHT
2. Mengetahui persentase kadar lemak dalam susu UHT
3. Mengetahui ada tidaknya kandungan karbohidrat dalam susu UHT

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Susu UHT
Susu UHT (Ultra High Temperature) merupakan susu yang diproses dengan
panas tinggi dalam waktu singkat (135-145o C) selama 2-5 detik (Amanatidis,
2002). Sistem UHT sendiri merupakan salah satu cara pengolahan yang
berlangsung secara kontinyu dengan pemanasan yang tinggi dan dalam waktu
singkat serta diikuti dengan pendinginan secara cepat untuk menghasilkan produk
yang steril secara komersial (Von Bockelmann, 1998). Pemanasan dengan suhu
tinggi bertujuan untuk membunuh seluruh mikroorganisme (baik pembusuk
maupun patogen) dan spora. Waktu pemanasan yang singkat dimaksudkan untuk
mencegah kerusakan nilai gizi susu serta untuk mendapatkan warna, aroma, dan
rasa yang relatif tidak berubah seperti susu segarnya (Astawan, 2005).
Menurut SNI (1998) susu UHT tawar harus mengandung minimal 2,7 %
protein (b/b), 3,0 % lemak (b/b) dan 8 % bahan kering tanpa lemak (b/b). Standar
minimal protein pada susu UHT tawar (2,7 %) mendekati standar minimal protein
pada susu segar (2,8 %). Bahkan standar lemak susu UHT tawar sama dengan
standar minimal lemak pada susu segar, yaitu 3,0 %. Hal ini menunjukan susu
UHT tawar memiiliki karakteristik yang sangat dekat dengan susu segar.
2.2 Kandungan Zat Gizi
Zat gizi adalah substansi pangan yang memberikan energi, diperlukan
untuk pertumbuhan, perkembangan dan atau pemeliharaan kesehatan, serta bila
terjadi kekurangan maka dapat menyebabkan perubahan karakteristik biokimia
sehingga terjadi perubahan fisiologi tubuh (BPOM, 2004). Suatu pangan dapat
dikatakan bergizi apabila mengandung lebih dari tiga macam zat gizi yang
masing-masing dalam jumlah lebih dari 10% Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Suatu pangan dapat disebut mempunyai komposisi zat gizi yang seimbang apabila
pangan tersebut memberikan kontribusi kalori dari karbohidrat 50% sampai
dengan 60%, lemak 20% sampai dengan 30%, dan protein 10% sampai dengan

15%. Sedangakan Angka Kecukupan Gizi (AKG) itu sendiri merupakan suatu
kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur,
jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal.
Susu sebagai salah satu pangan bergizi, memiliki beberapa komponen zat
gizi yang dibutuhkan oleh tubuh seperti lemak, protein dan karbohidrat.
a. Lemak
Lemak terdapat di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil yang
bergaris tengah antara 1 – 20 mikron dengan rata-rata garis tengah 3 mikron
(Buckle et al, 2009). Biasanya terdapat sekitar 1000 x 106 butiran lemak
dalam setiap ml susu. Butiran inilah yang menyebabkan susu mudah
menyerap flavor asing. Menurut Buckle et al (2009), kerusakan yang dapat
terjadi pada lemak susu merupakan sebab dari berbagai perkembangan flavor
yang menyimpang dalam produk-produk susu, seperti:
1. Ketengikan, yang disebabkan karena hidrolisa dan gliserida dan pelepasan
asam lemak seperti butirat dan kaproat, yang mempunyai bau yang keras,
khas dan tidak menyenangkan. Ketengikan terutama ditimbulkan oleh
enzim lipase yang terdapat secara alami di dalam susu.
2. Tallowiness yang disebabkan karena oksidasi asam lemak tak jenuh.
3. Flavor teroksidasi yang disebabkan karena oksidasi fosfolipid.
4. Amis/ bau seperti ikan yang disebabkan karena oksidasi dan reaksi
hidrolisa.
Lemak susu berkontribusi terhadap 48% total kalori pada susu. Lemak susu
mengandung sekitar 66 % lemak jenuh, 30 % lemak tak jenuh rantai tunggal,
serta 4 % lemak tak jenuh rantai banyak (Chandan, 1997). Komponen mikro
dari lemak susu antara lain adalah fosfolipid, sterol, tokoferol (vitamin E),
karoten, vitamin A, serta vitamin D. susu mengandung kira-kira 0.3 %
fosfolipid terutama lesitin, sphingomielin dan sepalin. Pada waktu susu
dipisahkan menjadi skim milk dan krim, sekitar 70 % fosfolipid terdapat pada
krim. Fosfolipid dapat dengan cepat teroksidasi di dalam udara dan akibatnya
ikut menyebabkan penyimpangan cita rasa susu (Buckle et al, 2009).

b. Protein
Protein adalah sumber-sumber asam amino yang mengandung unsur C, H,
O dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Protein adalah
makromolekul polipeptida yang tersusun dari sejumlah L-asam amino yang
dihubungkan oleh ikatan peptida, berbobot molekul tinggi dari 5000 sampai
berjuta-juta. Ditinjau dari strukturnya, protein dibagi dalam dua golongan
besar, yaitu golongan protein sederhana dan protein gabungan. Protein
sederhana adalah protein yang hanya terdiri dari molekul-molekul asam
amino, sedangkan protein gabungan adalah protein yang terdiri dari protein
dan gugus bukan protein.
Secara garis besar, protein susu terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu
kasein dan protein whey. Kasein merupakan protein utama susu yang
jumlahnya mencapai 80 % dari total protein susu sapi. Kasein dapat
diendapkan oleh asam dan enzim rennin. Homogenisasi yang biasa dilakukan
dalam pengolahan susu menyebabkan sebagian dari partikel-partikel kasein
menyatu dengan butiran lemak.
2.3 Analisis Kandungan Gula Pereduksi
Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi
yang disebabkan oleh adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa
yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti
Cu (II). Ciri-ciri yang dimiliki gula peereduksi umumnya mempunyai struktur
hemiasetal atau hemiketal dan adanya gugus aldehid atau keton bebas dalam
molekul karbohidrat D.
Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff
Schoorl ini didasarkan pada reaksi sebagai berikut :
R-CHO + 2 Cu2 + → R-COOH + Cu2O
2 Cu2+ + 4 I- → Cu2I2 + I2
2 S2O32- + I2 → S4O6
2- + 2 I-
Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O.
Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2
yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip

metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2
yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri
adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan.
2.4 Analisis Kadar Protein
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam
metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk
sebagaimana metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi
menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu,
kompleks phosphomolibdat phosphotungstat (phosphormolybdotungstate),
menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik
(rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif
yang dapat dideteksi secara kolorimetri. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan
yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan.
Akan muncul puncak kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk
menentukan protein dengan konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar
750 nm yang dapat digunakan untuk menentukan kadar protein dengan
konsentrasi rendah. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada kandungan
residu tryptophan dan tyrosine-nya. Keuntungan metode Lowry adalah lebih
sensitif (100 kali) daripada metode Biuret (Sudarmaji, 1996). Untuk mengetahui
banyaknya protein dalam larutan, terlebih dahulu dibuat kurva standar yang
melukiskan hubungan antara konsentrasi dan optical dencity (OD).
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada
panjang gelombang spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi
difraksi dengan detektor fototube. Spektrofotometer dapat mengukur serapan di
daerah tampak, UV (200-380 nm) maupun IR (> 750 nm). Monokromator pada
spektrofotometer menggunakan kisi atau prisma yang daya resolusinya lebih baik
sedangkan detektor menggunakan tabung penggandaan foton atau fototube.
Komponen utama dari spektrofotometer, yaitu sumber cahaya, pengatur
intensitas, monokromator, kuvet, detektor, penguat (amplifier), dan indikator.
Spektrofotometri dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual

dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh
suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu
perkam untuk menghasilkan spektrum tertentu (Anwar, 1992).
Beberapa zat yang bisa mengganggu penetapan kadar protein dengan
metode Lowry ini, diantaranya buffer, asam nuklet, gula atau karbohidrat,
deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris, senyawa-senyawa kalium, sulfhidril,
disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium, dan kalsium.
Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferens
tersebut. Sangat dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi
absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat
dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan
pengendapan protein (Kristiani, 2010).
2.5 Analisis Kadar Kasein
Kasein berasal dari bahasa latin yaitu Caseine yang berasal dari kata caesus
yaitu keju. Kasein adalah zat yang digunakan sebagai stabilisator emulisi air susu.
Kasein merupakan proteida fosfor yang dijumpai dalam endapan koloida air susu.
Kadar protein yang terdapat dalam susu berkisar antara 2,8 persen sampai 4,0
persen. Protein yang terdapat dalam susu terdiri dari sebagian besar kasein,
sampai mencapai sekitar 80 %. Oleh karena itu kasein sering disebut sebagai
protein susu. Menurut Adnan (1984), kasein di dalam susu merupakan partikel
yang besar. Di dalamnya tidak hanya terdiri dari zat-zat organik, melainkan
mengandung juga zat-zat anorganik seperti kalsium, phosphor, dan magnesium.
Kasein yang merupakan partikel yang besar dan senyawa yang kompleks tersebut
dinamakan juga kasein misel (casein micell). Kasein misel tersebut besarnya tidak
seragam, berkisar antara 30 – 300 mµ. Kasein juga mengandung sulfur (S) yang
terdapat pada metionin (0,69%) dan sistin (0,09%). Dalam keadaan murni, kasein
berwarna putih seperti salju, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa yang khas.
Selanjutnya Buda dkk. (1980) menjelaskan, bahwa kasein dapat diendapkan oleh
asam, enzim rennet dan alkohol.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Waktu Pelaksanaan : 3 minggu (minggu pertama sampai pertengahan bulan
Desember 2013)
Tempat Pelaksanaan : Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas berupa : tabung
reaksi, gelas Beckker, labu ukur, gelas Erlemeyer, gelas ukur, piper tetes, pipet
ukur. Alat instrumen berupa : spektrofotometer UV-VIS, sentrifuge dan vortex.
Hotplat, mikro pipet, kertas saring, corong bucher, pendingin tegak, buret dan
mortar
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel susu UHT, H2SO4 4
N, Alkohol 70%, Na2S2O3 0,1%, Amilum 1%, Larutan Luff Schoorl, KI 30%,
asam asetat 1 N, asam asetat 0,5 N, NaOH 0,1%, kalium natrium tartrat, Na2CO3
2%, CuSO4, 1%,
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Uji Kadar Gula Dalam Susu
Ekstraksi Gula Pereduksi
Ditimbang sampel susu UHT sebanyak 10 gram, kemudian dihancurkan
dengan mortar. Selanjutnya dipindahkan secara kuantitatif kedalam labu ekstraksi
dan tambahkan 75 mL alkohol 70%. Dididihkan suspensi dalam labu ekstraksi
selama 1 jam kemudian disentrifuge atau disaring . Ditepatkan volume filtrat

hingga 100mL dalam labu ukur 100mL. larutan tersebut merupakan larutan
ekstrak gula yang siap dianalisis/ditetapkan kadarnya.
Penetapan Kadar Gula Pereduksi
Dimasukkan 25 mL larutan luff-schoorl dan 10 mL larutan ekstrak gula
pereduksi ke dalam labu erlenmeyer 250 mL lalu ditambahkan air hingga volume
total 50 mL. Selanjutnya campuran dipanaskan dengan menggunakan pendingin
tegak hingga mendidih dan diteruskan selama 10 menit lagi. Setelah pemanasan
selesai, didinginkan campuran dengan menggunakan es. Di tambahkan kedalam
campuran 10mL larutan KI 30% & 25mL H2SO4 4N. Lalu dititrasi dengan
Na2S2O3 0.1 N dan indikator amilum 1ml sampai warna biru hilang. Dicatat
volume titran (V1, mL) dan dilakukan titrasi blanko (sama seperti untuk ekstrak
gula pereduksi tetapi tanpa penambahan ekstrak. Dicatat volume blanko (V2, mL).
dihitung kadar gula pereduksi dengan persamaan rumus
% gula pereduksi =
3.3.2 Uji kadar protein dengan metode Lowry
Mula-mula disiapkan larutan protein standar (BSA) dan protein sampel dalam
tabung reaksi yang bersih dan kering dengan volum total protein + air = 1 ml
Penambahan (mL) No tabung reaksi
1 2 3 4 5 6
Standar BSA
(200µg/mL)
- 0.2 0.4 0.6 0.8 -
Sampel protein - - - - - X
H2O 1 0.8 0.6 0.4 0.2 (1-x)
Setelah itu diaduk hingga merata, lalu ditambahkan dengan 5 mL larutan biuret
yang telah disiapkan kedalam masing-masing tabung. Kemudian diinkubasi

selama 10 menit pada suhu kamar. Digunakan stopwatch ketika menambahkan
larutan biuret pada masing-masing tabung. Setelah itu ditambahkan 0.5 mL
reagen Folin-Ciocalteu kedalam masing-masing tabung. Lalu dikocok dengan
vorteks. Kemudian diinkubasi selama 30 menit dalam suhu kamar. Selanjutnya
dibaca absorbansi pada panjang gelombang 700 nm dengan spektrofotometri UV-
VIS. Dibuat kurva standar BSA dan tentukan konsentrasi protein dari sampel.
3.3.3 Pemisahan Kasein
20 mL sampel dimasukkan kedalam beacker glass, lalu dipanaskan
dipenanggas air pada suhu 40 oC. Kemudian ditambahkan 1.5 mL asam asetat 1 N
dan diaduk sampai homogen dan didiamkan selama 20 menit. Selanjutnya
ditambahakna 4.5 mL asam asetat 0.25 N diaduk dan didiamkan selama 1 jam.
Setelah itu disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquades, kemudian
kertas saring dan endapan dimasukkan kedalam beacker glass dan ditambahakan
dengan aquades sebanyak 20 mL, NaOH 0.1 M sebanyak 4 mL. Setelah itu,
dipanaskan diatas penangas air dengan suhu 40 oC hingga larut. Kemudian
didinginkan dan diteteskan dengan PP. Setelah terbentuk warna merah muda
ditambahkan 4 mL formaldehid 40 % ditandai dengan warna merah muda yang
menghilang. Selanjutnya dititrasi dengan NaOH 0.1 N sampai terbentuk warna
merah muda kembali.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standardisasi Nasional – Bsn. Jakarta : Gedung Manggala Wanabakti Blok
IV Lt. 3-4Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan Jakarta 10270Telp: 021- 574
7043; Faks: 021- 5747045; e-mail : [email protected]
Hermanto, Sandra,M.Si dan Nur Ernita,S.Si. 2013. SOP Pedoman Praktikum
Biokimia II. Jakarta : Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hermanto, Sandra. 2008. Diktat Perkuliahan Biokimia II. Jakarta : Fakultas Sains
dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Mawadda, Nur. 2010. Skripsi: Pengaruh Cara Pengolahan Terhadap Kadar
Protein dan Kolestrol pada Berbagai Jenis Telur. Yogyakarta : Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga.
Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.