makalah ttg tanah wakaf htn-hi

Upload: raden-gardiaputra

Post on 19-Jul-2015

740 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

1 PERALIHAN PENGUASAAN YURIDIS HAK ATAS TANAH WAKAF DALAM PERSPEKTIF HUKUM TANAH NASIONAL DAN HUKUM ISLAM. OLEH, Drs. MUCHLIS, SH,.MH. (Hakim Pengadilan Agama Kelas 1B LubukLinggau)

A. PENDAHULUAN UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 33 ayat (3) menentukan Bumi dan air dan terkandung di dalamnya kekayaan alam yang

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesarbesar kemakmuran rakyat. Prinsip hak menguasai dari negara atas bumi (tanah) sebagaimana pernyataan konstitusi ini dijabarkan lebih lanjut ke dalam UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (selanjutnya dalam tulisan ini disebut UUPA), yang dimuat dalam Pasal 2 ayat (1) di mana hak menguasai dari negara itu memberikan wewenang kepada negara untuk: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Salah satu bidang pembangunan pertanahan yang sedang dilaksanakan dan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

2 nasional adalah catur tertib pertanahan, terutama yang berkaitan dengan hak kepemilikan atas tanah. Dalam upaya mewujudkan tertib kepemilikan tanah oleh badan hukum dan perseorangan diharapkan adanya perlindungan hukum. Usaha untuk mencapai keadaaan itu, dilaksanakan dengan jalan melaksanakan penertiban kepemilikan tanah yang bertujuan untuk meningkatkan catur tertib pertanahan. Catur tertib pertanahan sebagai landasan operasional tersebut adalah:1 1. Tertib hukum pertanahan 2. Tertib administrasi pertanahan 3. Tertib penggunaan tanah 4. Tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup Berdasarkan program catur tertib pertanahan tersebut di atas dapat dipahami bahwa betapa pentingnya masalah pertanahan sebagai masalah nasional yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari semua pihak. Masalah tanah merupakan persoalan yang sangat dominan yang sering menimbulkan perselisihan dan juga menimbulkan sengketa di antara warga masyarakat. Untuk menghindari terjadinya sengketa masalah tanah perlu diadakan penataan penguasaan tanah yang berupa tertib administrasi pertanahan. Hal ini di samping untuk menghindari adanya persengketaan dalam bidang pertanahan, dan di sisi lain dapat mewujudkan rasa keadilan sosial.

Keputusan Menteri Negara Agraria Nomor 5 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan

1

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

3 Implementasi konkrit atas wewenang menguasai dari negara dalam menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum mengenai bumi (tanah), satu di antaranya diwujudkan oleh negara dengan mengatur perbuatan perwakafan atas tanah milik. Di antara berbagai persoalan masalah tanah yang banyak menimbulkan masalah dalam masyarakat, salah satunya adalah persoalan tanah wakaf. Permasalahan tanah wakaf ini di anataranya adalah beralihnya fungsi tanah wakaf dari keinginan wakif, beralihnya fungsi tanah wakaf karena dipergunakan untuk kepentingan umum, serta pengakuan hak oleh ahli waris si wakif. keadaan ini menyebabkan terjadinya sengketa, hal tersebut mestinya tidak perlu terjadi apabila semua pihak telah memahami ketentuan yang berkaitan dengan wakaf. Pada waktu yang lalu pengaturan tentang perwakafan di dalam suatu perundang-undangan belum ada, sehingga mudah terjadi penyimpangan dari hakikat dan tujuan wakaf itu sendiri, terutama sekali disebabkan terdapatnya beraneka ragam bentuk perwakafan (wakaf keluarga, wakaf umum dan lainlain) dan tidak ada keharusan untuk didaftarkannya benda-benda yang diwakafkan itu seolah-olah sudah menjadi milik ahli waris atau pengurus (Nazhir).2 Mengingat pentingnya persoalan tanah wakaf, sehingga UUPA mengatur ketentuan khusus mengenai wakaf sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (3) UUPA yang menentukan Perwakafan tanah milik dilindungi danAbdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita. Alumni, Bandung, 1979, hlm 2.2

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

4 diatur dengan peraturan pemerintah. Perintah UUPA tersebut kemudian dilaksanakan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Perkembangan praktik perwakafan tanah milik yang sangat dinamis, diikuti oleh pemerintah dengan membuat berbagai pranata hukum yang mengaturnya, dan puncaknya pada tanggal 27 Oktober 2004 pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf seterusnya disingkat dengan Undang-Undang Wakaf. Keberadaan Undang-Undang Wakaf dalam perspektif ilmu perundangundangan merupakan payung hukum praktik perwakafan, termasuk wakaf tanah di seluruh Indonesia. Sasaran berlakunya ketentuan wakaf tersebut tidak semata terbatas bagi kalangan umat Islam Indonesia, melainkan berlaku mengikat terhadap setiap warga negara Indonesia. Di dalam pertimbangan Undang-Undang Wakaf disebutkan, bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk mewujudkan kesajahteraan umum. Wakaf sebagai perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pernyataan tersebut bermakna bahwa undang-undang wakaf

dimaksudkan pula untuk meningkatkan pengaturan wakaf secara lengkap, dengan menghimpun semua produk hukum mengenai wakaf yang selama ini bersebaran dalam berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya yang

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

5 dimuat dalam peraturan pemerintah mengenai perwakafan tanah milik dan bab wakaf kompilasi hukum Islam. Undang-undang wakaf diposisikan sebagai hukum materil dan formil wakaf, yang dalam penerapannya terkait dengan bidang hukum lain. Dalam hal perwakafan tanah, maka wakaf dengan pemberian hak atas tanah dan pendaftaran tanah, artinya sudah memasuki bidang hukum pertanahan. Jenis hak yang dilekatkan terhadap tanah wakaf bergantung pada peruntukan tanahnya. Jika tanah wakaf dimaksudkan untuk keagamaan dan sosial, maka diberikan status hak milik khusus, sebagaimana diatur dalam UUPA Pasal 49 ayat (1) Hak milik tanah-tanah badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Tanah objek wakaf yang telah dilekati sesuatu hak atas tanah tertentu itu, selanjutnya didaftarkan menurut ketentuan pendaftaran tanah wakaf, sehingga memiliki kepastian hukum.3 A.P. Perlindungan menyatakan Hak atas tanah wakaf yang sudah diberikan kepada usaha sosial dan keagamaan, hanya ada right to use saja, sedangkan right to disposal-nya tidak ada, karena dianggap ditariknya hak atas tanah tersebut dari peredaran lalu lintas ekonomi, sehingga tidak boleh diasingkan ataupun dijadikan jaminan hutang.4 Pendapat ini kemudian

Kepastian hukum hak atas tanah yang mencakup kepastian hukum obyek hak atas tanah dan kepastian hukum subyek hak atas tanah, pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan pembangunan pertanahan nasional yang tercakup ke dalam catur tertib pertanahan (tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah dan tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup). A.P. Perlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm 1464

3

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

6 diapresiasi secara hukum dalam undang-undang wakaf yang secara tegas menentukan bentuk-bentuk perbuatan hukum yang dilarang terhadap harta benda obyek wakaf, mulai dari pengikatan jaminan, penyitaan, hibah, jual beli, pewarisan, tukar menukar bahkan dalam bentuk perbuatan hukum lainnya yang mengakibatkan terjadinya peralihan harta benda wakaf.5 Jika setiap orang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan, dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan tanpa izin, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banya Rp500.000.000.- (lima ratus juta rupiah). Jika setiap orang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin, dapat dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp400.000.000.- (empat ratus juta rupiah). Demikian juga jika setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, melebihi jumlah yang ditentukan, dipidana paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau didenda Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah). Menurut Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 bahwa Badan Wakaf Indonesia (BWI) mempunyai tugas dan wewenang: a. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf; b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional; c. memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;5

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 40

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

7 d. memberhentikan dan mengganti Nazhir; e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf; f. memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah di dalam penyusunankebijakan di bidang perwakafan. Dikaitkan dengan hukum Islam, ternyata sebagai sebuah lembaga keagamaan yang bersumber dari agama Islam memiliki peran besar dalam memenuhi kebutuhan materil dalam rangka pengembangan kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi. Wakaf dapat dijadikan sebagai alat dalam mewujudkan kesejahteraan spritual dan materil menuju kehidupan masyarakat makmur dan damai. Agama Islam sebagai agama wahyu yang sempurna selalu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para pemeluknya untuk melakukan amal perbuatan yang baik atau amal shaleh dengan berbagai macam cara yang telah disyariatkan dalam agama Islam. Satu di antara perbuatan atau amal shaleh tersebut ialah perbuatan wakaf. Dibandingkan dengan perbuatan amal shaleh lainnya, wakaf

mempunyai keutamaan tersendiri, sebab keutamaan benda yang diwakafkan akan terus mengalir selama benda wakaf tersebut dipergunakan. Dengan demikian imbalan perbuatan baik si pewakaf akan terus mengalir pula. Hal ini sejalan dengan terjemahan Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan Sesungguhnya Nabi Muhamad SAW telah bersabda : Apabila seseorang mati, habislah amalnya (tidak bertambah lagi kebaikan amalnya itu), kecuali tiga perkara, sedekah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh yang mendoakan untuk ibu dan bapaknya.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

8 Hukum Islam pun melarang peralihan tanah wakaf, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Sabda Rasulullah SAW yang artinya: Sesungguhnya Umar bertanya kepada Rasulullah SAW. Apakah perintahmu kepadaku yang berhubungan dengan tanah yang aku dapat ini? Jawab beliau, Jika engkau suka, tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya. Maka dengan petunjuk beliau itu Umar sedekahkan manfaatnya dengan perjanjian tidak boleh dijual tanahnya, tidak boleh diwariskan (diberikan), dan tidak boleh dihibahkan.6 Hadis di atas, menunjukkan bahwa dalam hukum Islam, tanah wakaf merupakan milik hak Allah SWT, tanah wakaf tidak dapat diperjualbelikan, dihibahkan, digadaikan dan sebagainya yang dikuasakan kepada nahzir dan digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu yang diridhoi Allah SWT guna kehidupan dunia dan akhirat. Memanfaatkan tanah wakaf berarti mengambil manfaat, tanpa meniadakan benda asalnya atau pokoknya, tetap tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwariskan. Secara logis apa yang diatur dalam hukum Islam dan Undang-Undang wakaf sudah sangat tepat, sebab benda yang sudah diwakafkan sudah dikeluarkan atau dibebaskan dari obyek perdagangan. Benda wakaf yang sudah dibebaskan dari obyek perdagangan tersebut selanjutnya kekal penggunaannya untuk keperluan umum di bidang pendidikan, agama sosial, kesehatan dan sebagainya.

6

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1998, hlm 340

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

9 Namun problemnya, jika suatu ketika karena perubahan kebijakan tata ruang suatu daerah, di mana kawasan yang di dalamnya terdapat tanah wakaf tidak memungkinkan untuk dipertahankan, bisakah situasi demikian menjadi pengecualian berlakunya larangan peralihan tanah wakaf. Problema hukum lainnya selain dalam ranah hukum publik dengan alasan perubahan rencana tata ruang wilayah dan kebutuhan tanah untuk pembangunan kepentingan umum, banyak perbuatan hukum dalam ranah perdata yang dilakukan masyarakat yang mengakibatkan beralihnya

penguasaan yuridis hak atas tanah wakaf. Perbuatan-perbuatan hukum baik disengaja maupun karena memang tidak mengetahui ketentuan hukum peralihan tanah wakaf, tidak berhenti pada beralihnya tanah wakaf, tetapi mengakibatkan pula terjadinya sengketa tanah horizontal yang menganggu ketertiban masyarakat. Pengamatan penulis, bahwa pola peralihan tanah wakaf yang sering ditemukan dalam kehidupan masyarakat di antaranya beralihnya fungsi tanah wakaf dari keinginan si wakif oleh nazhir, beralihnya status hukum tanah wakaf karena dipergunakan untuk kepentingan umum, terjadinya peralihan hak tanah wakaf oleh pewaris nazhir dengan akta di bawah tangan, dan pengakuan hak oleh waris wakif. Selain itu terjadi pula masalah sengketa perwakafan tanah milik, yang disebabkan dalam penyerahan penguasaan tanah wakaf kepada nazhir tidak disertai dengan surat bukti penyerahan. Keadaan ini menyebabkan terjadinya sengketa dari para ahli waris terhadap tanah yang telah diwakafkan oleh pewaris, dan tidak adanya tanggung jawab nadhzir dalam mengurus tanah wakaf. Hal itu semua mestinya

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

10 tidak perlu terjadi apabila semua pihak telah mamahami hukum wakaf, baik wakaf dalam hukum positip maupun hukum Islam. Konsep hukum positip dalam pandangan penulis tidak lain peraturan perundang-undangan dalam sistem hukum nasional yang berlaku mengatur tanah wakaf, dalam hal ini undang-undang wakaf dan UUPA, masing-masing dengan peraturan pelaksanaannya. Mengingat potensi berlangsungnya perbuatan hukum yang berdampak pada peralihan penguasaan yuridis atas tanah wakaf dapat terjadi sepanjang masa, maka penulis termotivasi merumuskan telaah normatif atas problem peralihan tanah wakaf tersebut yang dilihat dari sudut pandang hukum positip (Hukum tanah Nasional) dan perbandingannya dengan hukum Islam.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

11

B. Hak Penguasaan Yuridis Atas Tanah Wakaf Boedi Harsono menyatakan bahwa pengertian penguasaan dan menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik.7 Hak penguasaan tanah di sini merujuk pada hak penguasaan yuridis dan fisik yang beraspek keperdataan. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi keweangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Misalnya kalau tanah yang dimiliki dikuasai disewakan kepada pihak lain dan penyewa yang menguasainya secara fisik. Atau tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh pihak lain tanpa hak. Dalam hal ini pemilik tanah berdasarkan hak penguasaan yuridisnya berhak untuk menuntut diserahkannya kembali tanah yang bersangkutan secara fisik kepadanya. Dalam hukum tanah dikenal juga penguasaan yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah secara fisik. Kreditor pemegang jaminan hak atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan, tetapi penguasaan secara fisik tetap ada pada yang empunya tanah.8

7

Ibid, hlm 22 Ibid, hlm 22

8

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

12 Dikaitkan dengan tanah wakaf, maka penguasaan yuridis dan fisik atas tanah wakaf berada pada Nazhir, yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nazhir dapat perorangan atau badan hukum. Adijani A-Alabij menjelaskan Iman Syafii, Malik dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf dianggap telah terlaksana dengan adanya lafaz atau sighat, walaupun tidak ditetapkan oleh hakim. Dan milik semula dari wakif, telah hilang atau berpindah.9 Dengan terjadinya lafaz, walaupun barang itu masih berada di tangan wakif, maka dengan keterangan di atas terlihat bahwa dalam hukum Islam tidak diperlukan banyak persyaratan menyangkut prosedur atau tata cara pelaksanaan wakaf. Setelah selesai Akta Ikrar wakaf maka PPAIW atas nama Nazhir diharuskan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat untuk mendaftar perwakafan tanah milik tersebut menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Selain akta wakaf tersebut juga dibuat salinan akta wakaf yang dibuat rangkap empat untuk disampaikan kepada Wakif, Nazhir, Kandepag Kabupaten/Kota dan Kepala desa yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf lebih lanjut ditentukan bahwa Nazhir perseorangan hanya dapat menjadi Nazhir jika memenuhi persyaratan: a. warga negara IndonesiaAdijani A-alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, Rajawali Press, Jakarta, 1989, hlm 25-26.9

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

13 b. beragama Islam c. dewasa d. amanah e. mampu secara jasmani dan rohani f . tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. Menurut undang-undang wakaf Pasal 10 ayat (2) bahwa Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan : a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadhzir b. Perseorangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), dan c. Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan,

kemasyarakatan dan/atau, d. Keagamaan Islam Selanjutnya badan hukum hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan : a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

14 Menyangkut masalah tugas nazhir, berdasarkan undang-undang wakaf Pasal 11 sangat jelas ditentukan bahwa dalam pelaksanaan wakaf, nazhir mempunyai tugas: a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf. d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia. C. Status Hukum Tanah Wakaf Status hukum yang penulis maksudkan di sini berkaitan dengan jenis hak atas tanah. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditentukan terdapatnya macam-macam hak atas tanah, yang terdiri dari: a. hak milik b. hak guna usaha c. hak guna bangunan d. hak pakai e. hak sewa f. hak membuka tanah g. hak memungut hasil hutan h. hak-hak yang bersifat sementara

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

15 Selanjutnya secara khusus mengenai hak-hak atas tanah untuk keperluan suci dan sosial, diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi: (1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. (2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan hak pakai. (3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah. Jadi berdasarkan ketentuan di atas, maka status hukum atau jenis hak yang melekat terhadap tanah wakaf bisa berupa hak milik khusus badan keagamaan bisa juga hak pakai untuk keperluan peribadan. Tanah wakaf yang diberikan dengan status hak milik khusus badan keagamaan, mempunyai sifat yang sama dengan hak milik pada umumnya. Namun perbedaannya, tanah wakaf yang berstatus hak milik itu dikuasai oleh lembaga keagamaan dan dikeluarkan dari obyek perdagangan, karena pemanfaatannya adalah bersifat kekal dan abadi. Subjek hak milik badan keagaman yang bersifat organisasi keagamaan ini didasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang pokok Agraria yang menyatakan Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Peraturan yang dimaksud oleh ketentuan di atas ialah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, di antara badan-badan hukum

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

16 tersebut adalah badan hukum yang bererak di bidang sosial keagamaan. Tanah yang dimiliki oleh badan hukum tersebut bisa saja bersasal dari tanah wakaf. Status hak milik atas tanah wakaf atau hak milik atas tanah yang berasal dari wakaf tersebut baru terjadi setelah tanah wakaf didaftarkan menurut peraturan pendaftaran tanah. Dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, ditentukan bahwa Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf. Selanjutnya dalam Pasal 36 diatur pula bahwa: Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tta cara pendaftaran harta benda wakaf. Menurut Penjelasan Pasal 34 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, bahwa instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional. Dengan demikian pendaftaran tanah wakaf yang berstatus hak milik badan keagamaan tersebut tetap menjadi wewenang Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk mendaftarkan dan menerbitkan sertipikat tanahnya. Berdasarkan ketantuan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria bahwa tanah wakaf dapat juga diberikan dengan status hak pakai. Hal ini dapat diketahui dari rumusan ayat (2) tersebut yang menyatakan bahwa untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan hak pakai.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

17 Menurut peneliti tanah wakaf itu begitu diwakafkan oleh pemegang haknya, statusnya dikosongkan dulu dari hak-hak orang atau masyarakat, dan saat itu tanah itu dikembalikan kepada negara sebagai pemegang hak menguasai dari negara (HMN). Kemudian penerima wakaf (nazhir) mengajukan

permohonan untuk mendapatkan hak atas tanah kepada Kantor Pertanahan setempat. Dengan terbitnua surat keputusan pemberian hak, maka lahirlah hak pakai atas tanah wakaf itu. Hak pakai untuk tanah wakaf yang pengelolaannya diserahkan kepada nazhir, termasuk hak pakai yang tidak terbatas jangka waktunya. Sebagaimana diketahui bahwa ketentuan tentang hak pakai terdapat pengaturannya dalam Undang-Undang pokok Agraria yaitu dalam Pasal 41 sampai dengan 43. Menurut Pasal 41 ayat (2), Hak pakai dapat diberikan : a. Selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu; b. Dengan Cuma-Cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. Ketentuan di atas hanya menentukan jangka waktu hak pakai, dengan rumusan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya masih digunakan untuk keperluan tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dalam Pasal 45 ayat (1) lebih rinci mengatur jangka waktu hak pakai atas tanah, yang menentukan bahwa hak pakai diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan, yaitu selama tanah yang bersangkutan dipergunakan untuk keperluan pelaksanaan

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

18 tugasnya. Hak pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan yaitu selama dipergunakan untuk keperluan yang bersangkutan, dapat diberikan kepada subjek hak yang merupakan : a. b. c. d. e. f. Departemen; Lembaga Pemerintah Non Departemen; Pemerintah Daerah; Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Badan Internasional; Badan Keamanan, dan Badan-badan sosial, keagamaan. Dengan demikian bertambah jelas, bahwa badan keagamaan dan badan sosial yang biasanya mendapatkan tanah berasal dari wakaf, kepadanya diberikan status hak pakai. D. Prosedur Peralihan Atas Tanah Wakaf Peralihan atas tanah wakaf merupakan bagian dari perbuatan hukum. Oleh karena itu terlebih dahulu perlu diperjelas mengenai pengertian perbuatan hukum. Perbuatan hukum dapat diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan oleh subyek hukum yang menimbulkan akibat hukum. Menurut CST Kansil, bahwa Segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetujuan dinamakan perbuatan hukum.10

CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, PN. Balai Pustaka, 1986, hlm 119

10

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

19 Perbuatan hukum itu terdiri dari: a. Perbuatan hukum sepihak, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula, misalnya pembuatan surat wasiat, dan pemberian hadiah sesuatu (benda). b. Perbuatan hukum dua pihak, ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik) misalnya membuat persetujuan jual beli, sewa menyewa dan lain-lain.11 Peralihan penguasaan yuridis hak atas tanah wakaf tentulah merupakan suatu perbuatan hukum. Di mana peralihan penguasaan yuridiks tersebut dapat terjadi melalui jual beli atas tanah wakaf, tukar menukar atas tanah wakaf, menghibahkan tanah wakaf, menyewakan tanah wakaf, atau membebankan hak tanggungan atas tanah wakaf. Peralihan hak penguasaan yuridis atas tanah wakaf harus melibatkan PPAIW (Penjabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf). Siapa PPAIW tersebut, diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik yang berbunyi: (1) Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan ditunjuk sebagai penjabat pembuat akta ikrar wakaf. (2) Administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan. (3) Dalam hal suatu kecamatan tidak ada Kantor Urusan Agamanya, maka Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama terdekat sebagai Penjabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf di kecamatan tersebut.

11

Ibid, hlm 119

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

20 Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, KUA selaku PPAIW mempunyai tugas: a. Meneliti kehendak wakif; b. Meneliti dan mengesahkan nazhir atau anggota nazhir yang baru; c. Meneliti saksi ikrar wakaf; d. Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf; e. Membuat akta ikrar wakaf;. f. Menyampaikan Akta Ikrar wakaf dan salinannya sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) dan (3) Peraturan ini selambatlambatnya dalam waktu satu bulan sejak dibuatnya; g. Menyelenggarakan daftar akta ikrar wakaf; h. Menyampaikan dan memelihara akta dan daftarnya; i. Mengurus pendaftaran perwakafan. Apabila nazhir berkehendak melakukan perubahan penggunaan tanah wakaf, maka berdasarkan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, ditentukan sebagai berikut: (1) Untuk mengubah status dan penggunaan tanah wakaf, nazhir berkewajiban mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama cq Kepala Bidang melalui Kepala Kantor Urusan Agama dan Kepala Kantor Departemen Agama secara hierarkhis dengan menyebutkan alasannya. (2) Kepala KUA dan Kepala Kandepag meneruskan permohonan tersebut pada ayat (1) secara hierarkhis kepada Kepala Kanwil Depag cq Kepala Bidang dengan disertai pertimbangan. (3) Kepala Kanwil Depag cq Kepala Bidang diberi wewenang untuk memberi prsetujuan atau penolakan secara tertulis atas permohonan perubahan penggunaan tanah wakaf.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

21 Selanjutnya sebagai kelanjutan permohonan perubahan status dan penggunaan tanah wakaf itu, di dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik ditentukan sebagai berikut: (1) Dalam hal ada permohonan perubahan status tanah wakaf Kepala Kanwil Depag berkewajiban meneruskan kepada Menteri Agama cq Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dengan disertai pertimbangan. (2) Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam diberi wewenang untuk memberi persetujuan atau penolakan secara tertulis atas permohonan perubahan status tanah wakaf. (3) Perubahan status tanah wakaf dapat diizinkan apabila diberikan penggantian yang sekurang-kurangnya senilai dan seimbang dengan kegunaannya sesuai dengan ikrar wakaf. Berkaitan dengan peralihan hak atas tanah wakaf, menurut ketentuan dalam Undang-Undang Wakaf dalam Pasal 40 mengatur bahwa harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang untuk: a. dijadikan jaminan; b. disita; c. dihibahkan d. dijual e. diwariskan f. ditukar; atau g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Selanjutnya dalam Pasal 41 menentukan: (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

22 (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. (3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurangkurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. (4) Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Melakukan peralihan penguasaan tanah wakaf di luar pengecualian yang dimaksud dalam Pasal 41 di atas dapat dikenakan sanksi pidana dan administrasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 yang secara lengkap berisi: (1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000.- (lima ratus juta rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja menghibah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp400.000.000 (empat ratus juta rupiah). (3) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah). Di samping sanksi pidana terdapat juga sanksi administratif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 68 yang secara lengkap berisi:

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

23 (1) Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: peringatan tertulis; penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga kuangan syariah; penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW

E.Penyebab Terjadinya Peralihan Penguasaan Yuridis hak atas Tanah Wakaf Peralihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

memindahkan, sedangkan hak berarti benar.12 Jadi dalam pengertian peralihan hak atas tanah wakaf adalah memindahkan atau beralihnya penguasaan tanah wakaf yang semula milik sekelompok masyarakat ke masyarakat lainnya. Peralihan tersebut dapat dilakukan dengan cara menukar/memindahkan tanah wakaf. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Peralihan penguasaan yuridis atas tanah wakaf tersebut, bisa beralihnya itu penguasaannya karena terjadi sengketa, dan bisa juga beralihnya itu karena peruntukan tanah wakaf tersebut tidak produktif lagi. Masalah perwakafan sebagai salah satu peralihan hak dalam hukum Islam, selain cara12

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm 156.

24 perolehannya melalui jual beli, hibah, wasiat, tukar-menukar maupun dengan cara membuka lahan baru (Ihyaul mawat).13 Dalam perspektif Hukum Islam wakaf merupakan bagian dari perintah untuk melakukan kebaikan (Al-Khayr), dalam hal ini Allah SWT telah berfirman:

gr t %$ ! $y' #

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

25 berbenturannya dua kepentingan di atas, tidak menutup kemungkinan juga hal tersebut juga terjadi pada tanah wakaf. Tanah wakaf dalam perkembangannya masih banyak terdapat masalah baik dari segi pengelolaannya, maupun dari segi pengamanan atau penguasaannya. Tidak sedikit terdapat kasus tanah wakaf yang terjadi di tengah tengah masyarakat yang pada akhirnya terjadi peralihan penguasaan tanah wakaf yang semula merupakan aset umat dan digunakan untuk kepentingan umat menjadi penguasaan hak milik pribadi. Beberapa contoh kasus berubahnya status penguasaan tanah wakaf menjadi milik pribadi dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Alun-alun Kota Bandung dan tanah disekitar Masjid Agung Kota Bandung yang saat ini ditempati toko-toko dan Hotel, konon berdasarkan informasi dari saksi-saksi, tanah-tanah tersebut merupakan tanah wakaf, yang merupakan kesatuan dari tanah masjid Agung Kota Bandung. Dengan dibangunnya toko-toko dan hotel, berarti tanah tersebut sekarang statusnya bukan lagi tanah wakaf, melainkan telah menjadi milik perseorangan atau perusahaan.16 2. Gedung di Jalan Tanjungan Kota Surabaya, berdasarkan informasiinformasi tanah tersebut semula merupakan tanah wakaf dan sekarang menjadi gedung gedung pertokoan yang dimiliki orang-orang warga Negara Indonesia (WNI) keturunan Cina, India dan lain lain.17

Rahmat Djatmika, Wakaf dan Masyarakat Serta Aplikasinya Fundamental). Mimbar Hukum Nomor 7 Tahun ke III, Jakarta, 1992 hlm 217

16

(Aspek-aspek

Ibid.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

26 3. Tanah bekas gedung Madrasah Ibtidaiyah(MI) Nurul huda km 6 samping Masjid Taqwa Simpang Padang Harapan Kota Bengkulu, semula tanah tersebut merupakan tanah wakaf dan sekarang menjadi milik perorangan setelah digugat oleh keluarga (cucu) si Wakif. Lantaran kurang kuatnya bukti-bukti kepemilikan tanah wakaf tersebut, yang menjadi pegangan Departemen Agama.18 Karena besarnya potensi wakaf bagi kepentingan umat, maka diperlukan langka langka antisipatif dan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa tanah wakaf merupakan milik bersama, dan harus dipelihara dan dijaga secara bersama pula. Penyerobotan dan pengambilalihan tanah wakaf menjadi milik pribadi lebih banyak disebabkan oleh lemahnya bukti otentik sebagai hak milik wakaf yang seharusnya dibuktikan dengan sertipikat wakaf sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, di mana setiap bidang tanah tentunya termasuk tanah wakaf harus didaftarkan sehingga terjadi kepastian hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf prihal pendaftaran tanah wakaf ini juga disebutkan dalam Pasal 34 dan Pasal 36, yaitu menjadi kewenangan Kantor Pertanahan

Kabupaten/Kota setempat. Kalau dikaitkan dengan pendapat A.P. Perlindungan, yang

menyatakan Hak atas tanah wakaf yang sudah diberikan kepada usaha sosial dan keagamaan, hanya ada right to use saja, sedangkan right to disposal-nyaKantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bengkulu, Direktori Wakaf Provinsi Bengkulu Tahun 1995.18

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

27 tidak ada, karena dianggap ditariknya hak atas tanah tersebut dari peredaran lalu lintas ekonomi, sehingga tidak boleh diasingkan ataupun dijadikan jaminan hutang.19 Dengan berpedoman pada pendapat ini bertambah jelas, bahwa tanah wakaf bukan menjadi obyek perdagangan, artinya tidak bisa dialihkan secara hukum penguasannya sehingga menjadi hak milik perorangan. Dalam undang-undang wakaf sendiri secara tegas menentukan bentuk-bentuk perbuatan hukum yang dilarang terhadap harta benda obyek wakaf, mulai dari pengikatan jaminan, penyitaan, hibah, jual beli, pewarisan, tukar menukar bahkan dalam bentuk perbuatan hukum lainnya yang mengakibatkan terjadinya peralihan harta benda wakaf.20 Bahkan disertai

ancaman pidana, disebutkan jika setiap orang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan, dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan tanpa izin, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banya Rp500.000.000.- (lima ratus juta rupiah). Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tanah mempunyai peran yang amat penting, baik sebagai tempat tinggal, maupun kegiatan perkantoran, tempat kegiatan usaha, baik perdagangan, pertanian, perternakan dan lain- lainnya, maupun sebagai kegiatan pendidikan, peribadatan , tempat pelayanan kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa modal utama dalam kehidupan kemasyarakatan Indonesia adalah19

A.P. Perlindungan, Loc. Cit, hlm 146 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 40

20

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

28 tanah.21 Apalagi dengan perkembangan yang begitu pesat, pembangunan di berbagai bidang membuat kedudukan tanah menjadi sangat penting. Akibatnya muncul berbagai perbedaan kepentingan antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat sehingga bermunculan kasus-kasus tanah termasuk pengalihan dan penguasaan tanah wakaf. memang secara umum ada kelemahan dalam masalah wakaf tanah yaitu mengenai adminitrasi

perwakafan yang masih sangat lemah. Hal inilah di antaranya yang sering menjadi masalah dalam perwakafan. Berdasarkan data di atas, maka peneliti simpulkan penyebab terjadinya peralihan penguasaan yuridis atas tanah wakaf yang banyak terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf adalah disebabkan belum dilaksanakannya pendaftaran tanah wakaf, sehingga terjadi ketidakpastian hukum status tanah wakaf. Nazhir yang mengelola tanah wakaf dalam kaaus di mana tanah wakaf tidak didaftarkan, menjalankan fungsinya sebagai nazhir di bawah tangan. Keadaan ini dapat disalahgunakan oleh nazhir yang diberi kewenangan mengurus tanah wakaf itu untuk mengaku tanah wakaf sebagai miliknya. Yang diperparah lagi tidak adanya pengumuman kepada masyarakat bahwa bidang tanah tertentu itu merupakan tanah wakaf. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya dokumen tanah wakaf yang kuat, yaitu yang dibuat berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Van Dijk, Pengadilan Hukum Adat di Indonesia, Terjemahan MR. A.Serkardi,Cetakan III, Bandung, 1984, hlm 54.

21

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

29 Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, walaupun belum terevaluasi, namun kemungkinan akan terjadinya penyalahgunaan tanah wakaf oleh nazhir masih cukup besar, apalagi kalau pengawasan terhadap nazhir tidak berjalan maksimal. Hal ini bisa terjadi karena menurut Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, setiap bidang tanah wakaf yang didaftarkan dan disertipikatkan atas nama Nazhir. Untuk mengatasi terlalu bebasnya nazhir dalam menguasai tanah wakaf secara fisik, maka pengawasan terhadap nazhir harus diperketat, yakni dengan meminta laporan tahunan pelaksanaan tugas nazhir. Penyebab lainnya, peneliti melihat bahwa tanah wakaf

penguasaannnya diserahkan kepada nazhir, penguasaan tanah waaf oleh nazhir termasuk penguasaan fisik, karena wewenang nazhir terbatas pada wewenang mengurus/mengoah belaka, jadi nazhir bukan pemilik. Akan tetapi dalam sertipikat tanah wakaf, yang muncul adalah nama nazhir. Apabila pengawasan oleh Badan Wakaf Indonesia lemah, maka peluang disalahgunakannya tanah wakaf oleh nazhir menjadi sangat besar. Dengan demikian peneliti menyatakan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan tanah wakaf yang dilakukan oleh badan wakaf Indonesia, atau sebelum adanya undag-undang wakaf pengawasan yang dilakukan oleh Kakanwil Depag cq kepala bidang yang diserahi mengawasi tanah wakaf, menjadi penyebab beralihnya penguasaan yuridis tanah wakaf kepada perorangan atau lembaga.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

30 F.Peralihan Penguasaan Hukum Tanah Nasional. Peralihan hak atas tanah menurut hukum agraria nasional selain dapat dilakukan melalui jual beli, tukar menukar, hibah, wasiat, warisan dan lainlainnya, peralihan hak atas tanah dapat juga dilakukan dengan wakaf..22 Peralihan tanah dengan cara wakaf ini bersifat kekal, abadi dan untuk selamalamanya. Dengan kata lain suatu tanah hak milik yang sudah dialihkan Yuridis Hak Atas Tanah Wakaf Menurut

haknya kepada pihak lain dengan cara wakaf, berakibat tanah tersebut terlembagakan untuk selama-lamanya dan tidak bisa dialihkan kepada pihak lain lagi, baik melalui cara jual beli, tukar menukar, hibah dan sebagainya, kecuali ada alasan-alasan hukum yang membolehkannya.23 Mengingat sifat tanah wakaf itu kekal, artinya tidak boleh ada wakaf untuk jangka waktu tertentu saja, karena wakaf merupakan amal untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara mengeluarkan atau menyisihkan sebahagian hartanya di jalan Allah SWT. Oleh karena itu maka benda (tanah) yang diwakafkan adalah benda yang manfaatnya berlaku secara berkepanjangan seperti tanah.24 Adapun tanah yang dapat diwakafkan adalah tanah yang mempunyai status hak milik, sehingga yang berstatus hak-hak

Taufik Hamami, Perwakafan tanah dalam politik HukumAgraria Nasional,Tata Nusa,Jakarta 2003. hlm 3023

22

Ibid Ahmad Faisal Haq, 0p-cit, hlm 41

24

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

31 lainnya misalnya tanah status hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan sebagainya tidak dapat diwakafkan.25 Menurut penulis dikhususkannya tanah obyek wakaf terhadap tanah hak milik, hal ini sesuai dengan sifat hak milik atas tanah, yaitu berlaku terus menerus, turun temurun, sehingga patut dijadikan obyek wakaf. Pelaksanaan wakaf tidak dibatasi jangka waktu terentu, melainkan sekali tanah itu diserahkan kepada nazhir (diwakafkan) maka untuk selama-lamanya tanah tersebut menjadi kekal penggunaannya sebagai tanah wakaf. Oleh karena itu tanah hak miliklah yang layak dijadikan obyek wakaf. Tanah hak milik yang diwakafkan itupun harus bebas dari segala beban ikatan, jaminan, sita dan sengketa.26 Berbeda dengan hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah, yang dibatasi jangka waktu tertentu. Ketentuan ini

dimaksudkan agar setelah terjadinya peralihan hak atas tanah wakaf tidak menimbulkan permasalahan hukum dengan pihak lain. Sebagaimana ketentuan peralihan hak milik atas tanah yang diatur dalam Hukum Agraria Nasional, juga berlaku dalam peralihan hak atas tanah wakaf, dinyatakan Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan Badan Wakaf Indonesia (BWI).27 Secara rinci lagi proses peralihan hak milik tanah wakaf diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor25

Sudaryo Sejimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafik, Jakarta, 1985, hlm

69 Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanannya, Djambatan, Jakarta,1999, Hlm 333 Pasal 49 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang -Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.27 26

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

32 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, tepatnya dalam Pasal 37 yang menentukan: (1) pejabat pembuat ikrar wakaf benda tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) dan atau pejabat yang

menyelenggarakan urusan wakaf. (2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), tidak menutup kesempatan bagi wakif untuk membuat Akta ikrrar wakaf di hadapan notaris. Setelah tanah wakaf dibuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) oleh Penjabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), maka tanah wakaf tersebut didaftarkan pada Kantor Pertanahan melalui Kantor Departemen Agama kabupaten/ Kota untuk diproses penerbitan dan sertipikatnya. Adapun tata cara pendaftaran tanah wakaf menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) yang menentukan bahwa pendaftaran sertipikat tanah wakaf dilakukan berdasarkan Akta Ikrar wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf dengan tata cara sebagai berikut : a. Terhadap tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir. b. Terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebahagian dari luas keseluruhan harus dilakukan pemecahan sertipikat hak milik terlebih dahulu, kemudian didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

33 c. Terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah milik adat langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir. d. Terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf (c) yang telah mendapat persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir. e. Terhadap tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan masjid, musholla, makam didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir. f. Pejabat yang bewenang di bidang pertanahan kabupaten/ kota setempat mencatat perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertipikatnya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 bahwa Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, artinya pemanfaatan tanah harus berdasarkan pada tujuan untuk kepentingan masyarakat dan kepentingan pribadi. AP. Parlindungan menyatakan dengan fungsi sosial itu dimaksudkan hak atas tanah itu tidak boleh dibiarkan merugikan kepentingan masyarakat. Beliau menyebutkan fungsi soaial sebagai jalan kompromis antara hak multak dari tanah, dengan sistem kepentingan umum atas tanah, di mana tanah tidak diperkenankan semata-mata untuk kepentingan pribadi, kegunaannya harus disesuaikan dengan sifat dan tujuan haknya sehingga bermanfaat, baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai, maupun untuk masyarakat dan kepentingan negara.28

28

AP. Parlindungan, Op. Cit, hlm 66

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

34 Kembali ke masalah peralihan tanah wakaf, menurut Pasal 41 UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, bahwa proses peralihan hak atas tanah wakaf, harus mendapatkan persetujuan dan izin tertulis dari Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia.Izin tertulis dari menteri hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk

kepentingan umum sesuai dengan rencana tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan peundangan dan tidak

bertentangan dengan prinsip syariah. b. Harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar wakaf. c. Pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung dan medesak. Jadi perubahan tersebut dapat dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia. Dalam pasal tersebut juga dijelaskan mengenai alasan-alasan dibolehkannya perubahan tersebut, yaitu: a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti yang diikrarkan oleh wakif. b. Karena kepentingan umum. Adapun yang dimaksud kepentingan umum, menurut Pasal 1 butir 3 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, disebutkan pengertian Kepentingan umum

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

35 adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat, di mana kepentingan umum dibatasi untuk kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Rincian kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum tersebut diatur dalam Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Untuk Keptningan Umum, yang lengkapnya berbunyi: Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan pemerintah atau pemerintah daerah meliputi: a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/saluran pembuangan air dan sanitasi; b. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya; c. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; d. Pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta api dan terminal; e. Peribadatan; f. Pendidikan atau sekolah; g. Pasar umum; h. Fasilitas pemakaman umum; i. Fasilitas keselamatan umum; j. Pos dan telekomunikasi; k. Sarana olah raga; l. Stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya; m. Kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, perserikatan bangsa-bangsa, dan atau lembaga-lembaga internasional di bawah naungan perserikatan bangsa-bangsa; n. Fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; o. Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan; p. Rumah susun sederhana; q. Tempat pembuangan sampah; r. Cagar alam dan cagar budaya; s. Pertamanan; t. Panti sosial; u. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik. Jadi dalam Perpres tersebut terdapat 21 bidang kegiatan pembangunan yang bersifat kepentingan umum. Dengan demikian kemungkinan terjadinya

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

36 peralihan tanah wakaf, dapat terjadi dengan salah satu alasan terpenuhinya kriteria kepentingan umum sesuai yang diatur dalam Perpres di atas. Namun meskipun pemerintah memberikan kelonggaran terhadap kemungkinan terjadinya perubahan penggunaan tanah wakaf. Tetapi kelonggaran tersebut masih diikuti dengan persyaratan yang cukup ketat, yaitu harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia, itupun ditambah syarat lainnya yaitu selama manfaat hasil tanah wakaf tersebut sudah tak bisa memenuhi tujuan sebagaimana yang dimaksud wakif atau karena adanya kepentingan umum yang menghendaki pemakaian tanah wakaf. G.Peralihan Penguasaan Yuridis Hak Atas Tanah Wakaf Menurut Hukum Islam Di dalam hukum Islam harta (termasuk tanah) yang telah diikrarkan untuk diwakafkan, maka sejak itu harta tersebut terlepas dari kepemilikan wakif dan kemanfaatannya menjadi hak-hak penerima wakaf.29 Imam Syafii dan Imam Hambali berpendapat bahwa harta wakaf itu putus atau keluar dari milik si wakif dan menjadi milik Allah SWT atau milik umum. begitu pula wewenang mutlak si wakif menjadi terputus, karena setelah ikrar wakaf

diucapkan, harta tersebut menjadi milik Allah SWT atau milik umum.30 dengan demikian penguasaan harta wakaf itu beralih dari kepemilikan si wakif menjadi milik si penerima wakaf serta mengakibatkan tidak dapat ditarik lagi.

29

Departemen Agama, Fiqh Wakaf, Jakarta 2006. hlm 69

Faisal Haq dan Syaiful Anam, Hukum Wakaf dan Perwakafan diIndonesia, Garuda Buana Indah, Surabaya, 2004, hlm 37

30

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

37 Hal ini dikarenakan pengalihan hak atas tanah wakaf merupakan perbuatan hukum yang diperbolehkan menurut beberapa ahli hukum Islam :31 1. Ulama Hanafiyah, mengenai peralihan atau penukaran tanah wakaf yang sudah tidak fungsional lagi dapat dibagi menjadi : a. Bila si wakif pada waktu mewakafkan harta mensyaratkan dirinya atau pengurus harta wakaf (Nahzir) berhak menukar/mengalihkan, maka pengalihan atau penukaran harta wakaf boleh dilakukan. b. Apabila si wakif tidak mensyaratkan dirinya atau orang lain berhak mengalihkan atau menukar, kemudian ternyata wakif itu tidak memungkinkan diambil manfaatnya, maka dibolehkan mengalihkan harta wakaf tersebut dengan izin hakim. 1. Ulama Malikiyah, berpendapat tidak boleh menukar/mengalihkan harta wakaf yang terdiri dari benda tidak bergerak walaupun benda itu akan rusak atau tidak menghasilkan. 2. Ulama Syafiiyah, Imam Syafii sendiri dalam masalah peralihan/tukar menukar tanah wakaf hampir sama dengan pendapat Imam Malik, yaitu sangat mencegah adanya peralihan atau tukar menukar harta wakaf. 3. Menurut Imam Ahmad bin Hambal, boleh pengalihan harta wakaf bahkan boleh dijual, kemudian diganti dengan harta wakaf lainnya. Adapun alasan ulama Mazhab (ahli hukum) yang melarang dan membolehkan harta wakaf dijual, dihibahkan, diwariskan terdapat dalam

Departemen Agama..Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf, Produktif Strategis, Jakarta,2005.hlm 66-68

31

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

38 hadis dari ibnu Umar yang artinya, Harta yang sudah diwakafkan tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh pula diwariskan. Hadis tersebut menjelaskan bahwa harta wakaf tidak boleh dijual, dihibahkan dan diwariskan, atau dialihkan dalam bentuk apapun, menurut Islam yang melarang konsekuensinya tanah wakaf tersebut dibiarkan saja sebagaimana adanya. Walaupun golongan Mahzab Hanafi berpendapat dalam asas pengambilan manfaat, apabila harta wakaf tersebut tidak bermanfaat lagi, maka boleh dialihkan dalam bentuk apapun. Menurut Ibnu Muqadamah, salah seorang pengikut Mazhab Hambali menyatakan bahwa apabila harta wakaf mengalami rusak, sehingga tidak dapat memberi manfaat sesuai dengan tujuannya, hendaklah dijual saja, kemudian hasil penjualannya diberikan

barang lain yang akan mendatangkan manfaat sesuai dengan tujuan si wakif dan barang yang dibeli itu berkedudukan sebagai harta wakaf seperti semula.32 Imam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa tanah wakaf dapat dipindah ke tempat lain apabila tempat yang lama kurang manfaat untuk tujuan yang telah ditentukan oleh pewakaf (wakif) dengan syarat: a. Penggantian itu dilakukan karena suatu kebutuhan. Misalnya karena tanah wakaf tersebut tidak berfungsi lagi sebagaimana yang telah ditentukan oleh pewakaf. Dalam keadaan seperti tersebut, maka tanah wakaf itu dapat dijual dan hasil penjualannya

dibelikan barang lain yang dapat menggantikan kedudukan tanah/barang yang dijual tersebut. Masjid yang telah musnah perkampungan di daerah

32

Ansori, Abdul Ghafur, Op. Ccit, hlm 36

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

39 sekelilingnya, dapat dipindahkan ketempat lain atau dijual dan hasil penjualannya dibelikan tanah di tempat lain untuk didirikan masjid lagiyang dapat menggantikan kedudukannya. Dan apabila barang wakaf tersebut (tanah) sudah tidak lagi memungkinkan untuk di manfaatkan sebagaimana yang sudah diikrarkan oleh si wakif, maka barang wakaf tersebut dapat dijual dan hasilnya penjualannya dibelikan barang lain yang dapat menggantikan kedudukannya. b. Penggantian barang wakaf untuk kegunaan yang lebih jelas Misalnya suatu Masjid dibangun yang lebih layak untuk penduduk suatu daerah dan masjid yang pertama dijual (untuk kepentingan lain yang lebih bermanfaat kegunaannya). Hal tersebut juga menurut Imam Ahmad bin Hambal pernah dilakukan oleh Khalipah Umar ibn al-Khattab r.a. yang pernah memindahkan masjid Kufah yang lama ke tempat yang lain, sedangkan tempat masjid yang lama dijadikan pasar untuk orang-orang Tammar. Ini suatu contoh pemindahan lokasi masjid. Adapun penggantian bangunan masjid dengan bangunan lain, hal tersebut meniru apa yang dicontohkan oleh Khalipah Usman Ibn Affan r.a. da. Khalipah Umar Ibn al-Khattab r.a. di mana kedua Khalifah tersebut pernah membangun masjid Nabawiya di tempat lain yang bukan tempat asalnya dan memperluas bangunannya.33 Adapun ijtihad Ibnu Umar bin Khattab yang mengganti Masjid di Kuffah dengan masjid yang baru dan tempatnya dipindahkan ke tempat yang

33

Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah Jilid 3, Dar al-Fikr Beirut 1980, hlm 385.

40 baru, sebab tempat yang lama dijadikan pasar sebagai tempat jual beli umum.34 dari pendapat para ulama (yang ahli hukum) inilah yang menjadi dasar hukum kebolehan tanah wakaf dijual ataupun dialihkan. Yang menjadi dasar hukum kebolehan tanah wakaf itu dialihkan adalah al-Quran Surat AlAraaf Ayat 142 :

tr u / /& mn

B

)Tj/F10ry qR t 1 0 0 1 359.16 W= n 4 B $t uu O 14.0391 Tf rr

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

41 perbaikan ataupun pencegahan sangatlah tidak terpuji, apalagi sampai membiarkan tanah yang telah diwakafkan oleh si wakif tidak dimanfaatkan lagi. H. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Tanah

Nasional dalam hal Peralihan Penguasaan Yuridis Atas Tanah Wakaf Pada dasarnya tujuan wakaf yang paling utama adalah mengabadikan harta wakaf agar manfaat atau hasilnya dapat diambil secara terus menerus, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang mewakafkan hartanya di Haibar dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan keluarga dan kepentingan umum. Untuk menjaga keabadian harta wakaf tersebut diperlukan pembatasan pembatasan yang memungkinkan harta wakaf tersebut tidak mengalami penyusutan atau pengurangan maupun jatuh ke pihak lain, yang dapat mengakibatkan terhentinya tujuan wakaf. Pembatasanpembatasan tersebut antara lain tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Seiring dengan perkembangan zaman, meskipun sudah dilakukan pembatasan pembatasan sebagai upaya tetap menjaga kekalnya harta wakaf, pada ahirnya sering terbentur pada kenyataan yang memungkinkan terhentinya amalah wakaf tersebut. Adapun hal-hal yang dapat mengakibatkan terhentinya amalan wakaf tersebut adalah : 1. Berkurangnya produktivitas tanah wakaf. 2. Adanya pembebasan tanah wakaf demi kepentingan umum. 3. Beralihnya penguasaan tanah wakaf karena adanya sengketa.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

42 Persoalan yang timbul apakah dengan demikian tanah wakaf tersebut dapat dialihkan haknya, berbeda dengan jenis ibadah lainnya, amalan wakaf sangat tergantung pada dapat atau tidaknya benda wakaf tersebut dipergunakan.sesuai dengan maksud dan tujuannya. Dengan demikian tanah wakaf akan bernilai ibadah bila benar benar berfungsi sebagaimana yang dimaksudkan. Untuk menjaga agar tanah wakaf tetap berfungsi sebagaimana mestinya, maka peralihan tanah wakaf seharusnya bukan merupakan halangan. Sebab dengan adanya larangan terhadap peralihan hak pada tanah wakaf pada akhirnya justru akan mengakibatkan hilangnya fungsi wakaf, terhadap permasalahan tersebut terdapat dua pendapat yaitu:35 1. Sebahagian ulama membolehkan mengadakan penukaran agar tanah yang kurang produktif tersebut tetap memberi manfaat, sehingga fungsinya tetap berlansung. Dengan demikian kelompok ini membolehkan menjual tanah wakaf yang sudah tidak dapat diharapkan manfaat atau hasilnya. Mereka berpendapat bahwa penjualan itu lebih baik dari pada membiarkannya. 2. Sebahagian ulama yang lain melarang mengadakan penukaran. Dengan demikian kelompok ini tidak membolehkan adanya penjualan atau peralihan hak atas tanah wakaf. Bagi yang melarang penjualan atau peralihan hak atas tanah wakaf berdasarkan pada pendapat zahirnya Hadis tentang larangan penjualan, penghibahan, dan pewarisan harta wakaf, sebagai konsekuensinya tanah wakaf tersebut dibiarkan saja sebagaimana adanya, sedangkan bagi para ulama yang

35

Abi Ishak Syairozi, Al-Muhazza, Mustapa Babil Halaby, Mesir, 1957, hlm 164.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

43 membolehkan penukaran dan penjualan tanah wakaf yang kurang produktif, berpijak pada asas kemaslahatan, yakni menghindari hilangnya manfaat tanah wakaf tersebut, terhadap hal ini ada pendapat:36 Menukar tanah wakaf adalah boleh, begitu pula menjual tanah wakaf yang hasilnya dibelikan tanah lain. Tanah yang dibeli dari hasil penjualan tanah wakaf yang kurang produktif tersebut nantinya akan berstatus tanah wakaf pengganti yang kedudukannya sama dengan tanah wakaf yang asli. Hanya saja setelah mempertimbangkan kemaslahatannya. Dari pendapat tersebut, dapatlah diketahui bahwa penukaran dan penjualan tanah wakaf bukanlah perbuatan melanggar hakum, karena hal tersebut dilakukan demi terpenuhinya maksud dan tujuan wakaf, sedangkan hakekat wakaf adalah manfaat dan hasil dari wakaf tersebut. Adapun izin Hakim dimaksudkan untuk menghindari terjadinya tindakan sewenangwenang seperti penipuan, serta demi tegaknya keadilan. Terhadap hal tersebut kiranya dapat diambil suatu kesimpulan bahwa mengadakan penukaran atau penjualan terhadap tanah wakaf yang kurang produktif lebih baik dari pada membiarkannya, karena dengan mengadakan penukaran atau penjualan untuk dibelikan tanah yang lain, akan lebih mendatangkan kemaslahatan terutama manfaatnya akan lebih dapat diharapkan. Hal ini sejalan dengan salah satu sendi hukum Islam yaitu memelihara kemaslahatan seluruh umat manusia37

36

Muhammad Ibnu Abidin, Radd AL-Mukhtar, Mustapa Babil al-Halaby, Mesir, 1966,

hlm 384 Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang wakaf ijarah dan syirkah, Almaarif bandung,1987. hlm 34.37

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

44 Di samping itu dalam kaidah hukum Islam juga disebutkan:Hukum itu berputar bersama illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum.38 Dari beberapa Hadits tentang masalah perwakafan dapatlah diketahui tentang illat larangan penjualan dan penukaran harta wakaf yakni pengambilan manfaat, sehingga apabila manfaat itu sudah tidak dapat diambil atau sudah tidak ada lagi, maka secara otomatis illat larangan tersebut menjadi tidak berlaku lagi. Kalau dihubungkan dengan masalah tersebut, maka penjualan atau penukaran tanah wakaf yang tidak produktif lagi diperbolehkan, setidak tidaknya masih dibutuhkan dengan pembatasan dengan syarat-syarat tertentu, menurut Abu Zahrah bahwa syarat-syarat tersebut adalah:39 1. Tidak ada unsur penipuan. 2. Pembayaran harus kontan. 3. Tanah pengganti harus lebih baik dan lebih bermanfaat. Adapun sebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya peralihan hak atas tanah wakaf adalah adanya pembebasan dan kepentingan umum. Pembebasan tanah termasuk tanah wakaf merupakan salah satu konsekuensi logis dari adanya upaya pembangunan yang sedang digalakkan pemerintah. Di samping itu ada juga penyebab peralihan tanah wakaf tersebut karena terjadinya sengketa terhadap tanah wakaf itu sendiri, dan hal ini biasanya terjadi karena sewaktu penyerahan tanah wakaf dari si wakif tidak disertai dengan kelengkapan administrasi sebagaimana yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan tentang perwakafan itu sendiri. Akibatnya38

Asmuni A.Rahman, Qaidah-qaidah Fiqh, Bulan Bintang Jakarta,1976, hlm 72. Abu Zahrah, Muhadarat Fil Al-Waqf. Dar Al-Fikri, Beirut, 1971, hlm 174.

39

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

45 keturunan dari si wakif tersebut yang menggugat keberadaan tanah wakaf tersebut, sehingga karena lemahnya pembuktian di pengadilan akhirnya pengelola wakaf sering kalah. Mengingat status tanah wakaf yang boleh dikatakan sudah terhenti oleh lalu lintas hukum, tentunya pembebasan tanah tersebut menimbulkan dua masalah yang kontradiktif, di satu pihak pembangunan merupakan sesuatu yang harus dilakukan demi kemajuan bangsa, sementara di pihak lain peralihan hak atas tanah wakaf (dalam arti yang masih produktif) merupakan hal yang dilarang. Kalau pembebasan atau peralihan menyangkut tanah wakaf yang tidak produktif lagi, maka masih bisa merujuk pada pendapat Ulama yang membolehkan peralihan hak atas tanah wakaf tersebut, sepanjang syaratsyaratnya terpenuhi. Akan tetapi bila pembebasan atau peralihan tanah wakaf tersebut menyangkut tanah wakaf yang masih produktif, tentunya masih harus diupayakan jalan yang terbaik tanpa harus melakukan pelanggaran hukum. Untuk mencari jalan pemecahan terhadap masalah yang kontradiktif tersebut, tampaknya harus dikembalikan kepada dalil-dalil kemaslahatan yang telah diformulasikan ke dalam kaidah kaidah hukum Islam, salah satu kaidah tersebut adalah Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang lebih kuat.40 Kaidah tersebut diaplikasikan pada permasalah itu, maka dapat diambil kesimpulan yang berpijak kepada kemaslahatan dari kedua hal tersebut di atas. Untuk dapat menilai kadar kemaslahatan tersebut maka dapat digunakan kriteria sebagai berikut:

40

Asmuni A.Rahman, Op-cit, hlm 71.

46 a. Tujuan pembaharuan itu adalah untuk memelihara kemaslahatan dan kebajikan umum. b. Mewujudkan kemaslahatan umum dengan berpijak kepada dua sendi akhlak yaitu keadilan dan kebenaran.41 Sementara itu menurut Rasyid Ridha adalah42 keadilan itu adalah sesuatu yang engkau pergunakan untuk memelihara kebenaran dengan tidak mencondongkan satu segi dari dua segi atau lebih yang bertentangan atau berhubungan dengannya, sedangkan pengertian kebenaran adalah sesuatu yang tetap dan ada dalam syara, jika ia mengenai Hukum Syara, dan ada dalam kenyataan dan dalam dirinya sendiri jika mengenai sesuatu yang riil. Dengan demikian apabila dengan adanya pembebasan tanah wakaf itu justru lebih mendatangkan maslahat, maka hal tersebut diperbolehkan. untuk mendapatkan maslahat yang lebih besar ini, dapat dilakukan dengan mengganti tanah wakaf tersebut dengan tanah yang lain yang lebih baik. Di samping itu bekas tanah wakaf tersebut tidak boleh digunakan untuk tempat maksiat, tetapi untuk kebaikan dan kemajuan masyarakat. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT Pada Surat Al-Maidah Ayat 6:

( )Tj /F6 14.0391 Tf 1 0 0 1 209.4$237.6898 Tm ()Tj /F8 G # n -9$ 9# ? r9 u t

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

47 Oleh karena itu bila pembebasan tanah wakaf tersebut dimaksudkan untuk pembangunan yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas, seperti pembuatan atau pelebaran jalan, pembuatan waduk dan irigasi yang diyakini lebih bermanfaat bagi kepentingan umum, maka dibolehkan dengan syarat ada tanah pengganti yang setimpal atau bahkan lebih baik dan tidak ada unsur penipuan. Syarat lainnya menurut Rasyid Ridha adalah:43 Apabila pemerintah sudah sepakat terhadap sesuatu urusan atau undang undang, maka wajiblah masyarakat mematuhinya, sepanjang pemerintah tidak menyimpang dari tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya dan kesepakatan tersebut hanya di bidang muamalah. Bagaimana dengan hukum agraria nasional? Terhadap peralihan atau perubahan status tanah wakaf adalah tidak dapat dilakukan perubahan, baik perubahan status, peruntukan ataupun penggunaan selain dari pada apa yang sudah ditentukan di dalam ikrar wakaf. Akan tetapi tidak ada satupun di atas dunia ini yang abadi. Menurut kodratnya segala sesuatu akan berubah, dan bahkan karena kemajuan-kemajuan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia telah banyak dilakukan perubahan. Oleh karena itu dalam keadaan tertentu, seperti keadaan tanah wakaf yang sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf sebagaimana yang telah diikrarkan oleh wakif, atau kepentingan umum yang menghendakinya,44 maka perubahan fungsi tanah wakaf dapat dilakukan.

43

44

Ibid, hlm 181 Taupik Hamami, Op.Cit, Hlm 91.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

48 Hal tersebut di atas termasuk pengecualian dari jangkauan ketentuan tersebut. Dengan kata lain bahwa jika sesuatu keadaan menghendaki tanah wakaf dihadapkan pada kenyataan di atas dapat dilakukan suatu perubahan atasnya. Baik perubahan status, peruntukan ataupun penggunaannya.45 Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Artinya pemanfaatan tanah harus didasarkan pada tujuan untuk kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, di samping untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain fungsi sosial ini berarti kepentingan masyarakat dan kepentingan pribadi saling mengimbangi, sehingga dapat mencapai tujuan pokok kemakmuran, keadilan, dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat.46 Demikian halnya juga dengan tanah wakaf. Unsur tanah wakaf dan kepentingan umum lebih menonjol. Oleh karena itu dimungkinkan untuk mengadakan perubahan peruntukan atau penggunaan lain tanah wakaf yang sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana yang dimaksudkan oleh wakif, ketika ikrar dilaksanakan, karena kepentingan umum menghendaki atau tanah wakaf tersebut yang sudah tidak produktif lagi. Beberapa contoh yang dapat dikemukakan seperti tanah wakaf persawahan yang diperuntukan sebagai sumber dana suatu yayasan yatim piatu, dan ternyata sawah tersebut akhirnya menjadi kering dan tidak subur lagi, sehingga mengakibatkan tidak dapat lagi diambil hasilnya. Dengan demikian berarti wakaf sawah tersebut dapat dikatagorikan sebagai tanahPeraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Sudargo Gautama, Tafsir Undang-Undang Pokok Agraria, Citra Aditya Bandung, 1990, hlm 22.46 45

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

49 wakaf yang mengalami kerusakan. Keadaan semacam ini tentu sangat mengancam akan kelestarian dan keabadian pemanfaatan hasilnya. Padahal justru pemanfaatannya inilah yang merupakan Shadaqah jariyah yang senantiasa akan mengalir pahalanya secara terus menerus kepada pemberi wakapnya, selama harta wakaf tersebut masih dimanfaatkan, meskipun orang yang berwakaf tersebut sudah meninggal dunia. Jadi untuk menjaga kelestarian dan keabadian pemanfaatan sebagai titik tolak dalam masalah perwakafan, maka penanggung jawab pengelolaannya yang dalam hal ini adalah Nazhir, dapat saja merubah status tanah wakaf tersebut dengan menjualnya dan selanjutnya menggantikan dengan tanah wakaf yang baru yang seharga dengan hasil penjualan.47 Atau ia (Nazhir) dapat juga merubah peruntukan dan penggunaannya dengan peruntukan atau penggunaan yang lain, yang sekiranya akan dapat memberikan kemanfaatan bagi kehidupan masyarakat. Kejadian semacam ini pernah dilakukan oleh Umar bin Khattab terhadap sebuah masjid di Kuffah dan dipindahkan ke tempat lain, serta bekas Masjid tersebut selanjutnya dijadikan sebagai pasar.48 Jadi jelasnya meskipun peraturan pemerintah memberikan kelonggaran terhadap kemungkinan terjadinya perubahan penggunaan tanah wakaf, namun kelonggaran tersebut masih harus diikuti dengan persyaratan yang cukup ketat, yaitu perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan Badan Wakaf Indonesia(BWI).49 Itupun selama manfaat atau hasil

47 48

Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunah Jilid III,Darul Kitabil Arabiyi, Beirut, tt, hlm 350 Ibid Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006.

49

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

50 tanah wakaf tersebut sudah tidak bisa memenuhi tujuan sebagaimana yang dimaksud oleh Wakif atau karena adanya kepentingan umum yang menghendaki pemakaian tanah wakaf tersebut. Dengan adanya sifat kepentingan umum, maka timbul masalah di dalam menentukan mana yang harus diutamakan, sebab wakaf di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 juga untuk kepentingan umum yang bersifat keagamaan. Untuk mengatasi hal tersebut dapatlah dikembalikan kepada Pasal 2 Inpress Nomor 9 Tahun 1973. Pedoman-pedoman pelaksanaan pencabutan hak atas tanah dan benda di atasnya dan benda yang ada di atasnya, yaitu bahwa kegiatan pembangunan tersebut harus sudah masuk dalam rencana induk pembangunan daerah yang telah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat dan harus bersifat terbuka untuk umum. Jadi dimungkinkan status penggunaan tanah wakaf adalah jika rencana induk pembangunan daerah setempat menghendaki pemakaian tanah wakaf tersebut. dalam rangka pelaksanaan program pembangunan daerah tersebut. Dengan demikian yang berhak mengajukan permohonan pencabutan hak atas tanah wakaf tersebut adalah instansi pemerintah. Permohonan perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya harus melalui proses-proses sebagai berikut:50 1. Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan alasan perubahan status/tukar menukar tersebut.Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.50

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

51 2. Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada Kantor Departeman Agama Kabupaten/Kota. 3. Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota setelah menerima permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud seperti dalam Pasal 49 Ayat (3) dan selanjutnya Bupati/Walikota setempat membuat surat keputusan. 4. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota meneruskan permohonan tersebut. Permohonan tersebut dengan dilampirkan hasil penilaian dari tim Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri. 5. Setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri, maka tukar ganti dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke kantor pertahanan dan atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih lanjut. Bila perubahan atau pencabutan hak atas tanah wakaf tersebut dilaksanakan, maka instansi pemerintah atau usaha-usaha yang bersangkutan mengganti kerugian, baik dengan jalan mengganti dengan tanah lain atau

membayar ganti rugi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Hal ini dapat dilakukan dengan menaksir harga secara objektif dan memperhatikan harga tanah pada saat itu. Dengan uang ganti rugi tersebut, maka Nazhir berkewajiban untuk membeli tanah lain sebagai ganti tanah wakaf yang dipergunakan untuk

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

52 kepentingan umum tersebut. Pembelian tanah tersebut untuk menjamin kelangsungan maksud dan tujuan wakaf sebagaimana yang telah diikrarkan oleh wakif. H. PENUTUP. Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa peralihan hak atas tanah wakaf dapat dibenarkan bila alasan-alasannya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adapun yang menjadi persamaan dan perbedaan hukum Islam dan hukum tanah nasional dalam masalah peralihan hak yuridis atas tanah wakaf, bertitik tolak dari uraian-uraian sebelumnya jelas menunjukkan ada benang merahnya antara hukum perwakafan Islam dengan peraturan-peraturan perwakafan yang berlaku di Indonesia. Memang kalau dilihat dari kenyataan yang ada, bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah Islam, maka sudah selayaknya kalau peraturanperaturan yang ada dan dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia pun banyak diilhami oleh hukum Islam, termasuk masalah peraturan tentang perwakafan. Meskipun demikian bukan berarti bahwa hukum atau peraturan-peraturan perwakafan yang berlaku di Indonesia tersebut sudah indetik dengan hukum perwakafan Islam, karena sebelum adanya peraturan perwakafan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tersebut, bangsa Indonesia telah mengenal terlebih dahulu bentuk yang menyerupai perwakafan.

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

53 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peraturan perwakafan yang berlaku di Indonesia merupakan hukum perwakafan Islam yang telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi serta pandangan hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu di dalam masalah peralihan penguasaan yuridis hak atas tanah wakaf terlihat sekali persamaan pandangan antara hukum Islam dengan Hukum Tanah Nasional, hukum Islam dan peraturan perwakafan di Indonesia sama-sama melarang adanya peralhan yuridis hak atas tanah wakaf. Meskipun demikian larangan tersebut tidak bersifat mutlak, artinya dalam keadaan tertentu peralihan terhadap tanah wakaf diperbolehkan. Menurut Hukum Islam dan Hukum Tanah Nasional apabila tanah wakaf tersebut tidak berfungsi lagi sebagaimana yang dimaksud wakif pada saat dilaksanakannya ikrar wakaf, maka tanah wakaf tersebut boleh ditukar dengan tanah lain atau dijual, kemudian hasil penjualan tersebut dibelikan dengan tanah lain yang lebih bermanfaat. Parsamaan yang lain terlihat pada masalah kebolehan mengadakan peralihan hak yuridis atas tanah wakaf, yang disebabkan oleh keadaan darurat yang menyangkut kepentingan negara dan masyarakat umum. Akan tetapi kebolehan ini masih disyaratkan harus adanya tanah- tanah pengganti yang senilai atau sepadan dengan tanah wakaf semula, tanah pengganti ini selanjutnya akan menggantikan kedudukan dan fungsi tanah wakaf semula. Selanjutnya di dalam masalah peralihan yuridis hak atas tanah wakaf ini antara hukum Islam dengan peraturan-peraturan perwakafan yang berlaku di Indonesia tidak ada perbedaan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan peraturanperaturan perwakafan yang berlaku di Indonesia memang bersumber dari hukum

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

54 Islam. Hanya saja di dalam peraturan-peraturan perwakafan yang berlaku di Indonesia telah disertai dengan penjabaran-penjabaran yang bersifat prosedural (praktis). Hal tersebut memang cukup beralasan karena hukum Islam lebih bersifat universal, sedangkan hukum perwakafan jelas bersifat khusus.Wallahualam

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

55

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, 1979, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, 2006, Menuju Era Wakaf Produktif Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, Jakarta, Mitra Abadi Press. Adijani A-Alabij, 1989, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek. Rajawali Press, Jakarta Ahmad Azhar Basyir, 1987, Hukum Islam Tentang Wakaf, ijarah dan syirkah, al-Maarif, Bandung Ahmad Faisal Haq, 1993, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia PT. GBI. (Anggota IKADI) Pasuruan Jatim Ahmad Faishal Haq, dan Ahmad Saiful Anam, 1994, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia, Pasuruan, PT. GBI, Cetakan kedua AP. Parlindungan, 1998, Komentar Atas`Undang-Undang Pokok Agraria, Citra Aditya Bakti, Bandung. Boedi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta. Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama RI, 2006, Fiqh Wakaf, Jakarta Direktorat Peningkatan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, 2000, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perwakafan Tanah Milik, Jakarta, Depag RI Direktorat Peningkatan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, 2006, Proses Lahirnya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Jakarta, Depag RI

Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.

56 Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia, Jakarta, Departemen Agama RI Direktorat Peningkatan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, 2006, Pedoman Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, Jakarta, Depag RI Direktorat Peningkatan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, 2006, Paradigma Baru Wakaf di Indonesia, Jakarta, Depag RI Hasbi ash-Shiddiqy, 1982, Hukum-Hukum Fiqh Islam, Bulan Bintang, Jakarta Imam Suhadi, 1987, Hukum Wakaf di Indonesia, Dua Dimensi, Yogyakarta Muhammad Daud Ali, 1988, Sistem dan Pengembangan Ekonomi Islam Melalui Zakat dan Wakaf, Jakarta, UI Press Muhammad Dawam Raharjo, 2002, Pengorganisasian Lembaga Wakaf dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat, Makalah Workshop Internasional, Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Wakaf Produktif, Batam, Depag.R I. Panjimas Peraturan Pemerintah Nomor. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik Sayyid Sabiq, 1971, Fiqh as Sunnah 14 Juz, Beirut, Dar alkitab Al Arabi

Sudargo Gautama, 1990, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung, Citra Aditya Bakti.