malnutri energi protein geriatri
DESCRIPTION
GeriatriTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL II
MODUL “MALNUTRISI ENERGI PROTEIN”
BLOK TUMBUH KEMBANG DAN GERIATRI
Tutor :
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2A
Sukri Lakowani 1102070090
Agung Dirgantara 1102080103
Zarah Alifani Dzulhijjah 1102090115
L.M Akhiruddin 1102090079
Assafahani Sibua 1102090038
M. Taufik Syarifuddin 1102090010
Fadli 1102090131
Tasia Ma’bud 1102090044
Risda Nurfadila 1102090018
Rismawaty Samonding 1102090096
Andi Fajar Apriani 1102090106
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan berkat dan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga laporan tutorial modul II ini dapat diselesaikan dengan baik dan tak lupa
kami kirimkan salam dan shalawat kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan laporan ini, khususnya kepada Ibunda dr yang telah membimbing kami selama proses
tutorial berlangsung.
Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan dalam Blok
Tumbuh Kembang dan Geriatri di Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia, yang
berisi hasil diskusi kelompok kami tentang malnutrisi energy dan protein, kecacingan, anemia
gizi, defisiensi Vitamin A, dan hubungan antara masing-masing gejala yang ditampilkan dalam
skenario modul ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan,baik
dari segi isi, penulisan maupun kata-kata yang digunakan. Oleh karena itu, segala kritik dan
saran yang bersifat membangun guna perbaikan laporan diskusi modul ini lebih lanjut, akan kami
terima dengan senang hati. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan tugas ini.
Makassar, 4 Januari 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Malnutrisi adalah istilah umum untuk suatu kondisi medis yang disebabkan oleh
pemberian atau cara makan yang tidak tepat atau tidak mencukupi. Istilah ini seringkali lebih
dikaitkan dengan keadaan undernutrition (gizi kurang) yang diakibatkan oleh konsumsi makanan
yang kurang, penyerapan yang buruk, atau kehilangan zat gizi secara berlebihan. Namun
demikian, sebenarnya istilah tersebut juga dapat mencakup keadaan overnutrition (gizi berlebih).
Seseorang akan mengalami malnutrisi bila jumlah, jenis, atau kualitas yang memadai dari zat
gizi yang mencakup diet yang sehat tidak dikonsumsi untuk jangka waktu tertentu yang cukup
lama. Keadaan yang berlangsung lebih lama lagi dapat menyebabkan terjadinya kelaparan.
Manutrisi akibat asupan zat gizi yang kurang untuk menjaga fungsi tubuh yang sehat
seringkali dikaitkan dengan kemiskinan, terutama pada negara-negara berkembang. Sebaliknya,
malnutrisi akibat pola makan yang berlebih atau asupan gizi yang tidak seimbang lebih sering
diamati pada negara-negara maju, misalnya dikaitkan dengan angka obesitas yang meningkat.
Obesitas adalah suatu keadaan di mana cadangan energi yang disimpan pada jaringan lemak
sangat meningkat hingga ke mencapai tingkatan tertentu, yang terkait erat dengan gangguan
kondisi kesehatan tertentu atau meningkatnya angka kematian.
Ketika berbicara mengenai gizi kurang (under nutrition), perhatian terbesar akan
ditujukan pada anak, terutama balita. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut, asupan kurang yang
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, akan memberikan dampak terhadap proses
tumbuh kembang anak dengan segala akibatnya di kemudian hari. Tidak hanya pada
pertumbuhan fisik anak, tetapi juga perkembangan mentalnya. Satu hal yang akan berdampak
pada produktivitas suatu bangsa.
Anak usia di bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok yang rentan terhadap
kesehatan dan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama yang
banyak dijumpai pada balita di Indonesia. Dalam Repelita VI, pemerintah dan masyarakat
berupaya menurunkan prevalensi KEP dari 40% menjadi 30%. Namun saat ini di Indonesia
sedang dilanda krisis ekonomi yang berdampak juga pada status gizi balita, dan diasumsi
kecenderungan kasus KEP berat/gizi buruk akan bertambah. Untuk mengantisipasi masalah
tersebut diperlukan kesiapan dan pemberdayaan tenaga kesehatan dalam mencegah dan
menanggulangi KEP berat/gizi buruk secara terpadu ditiap jenjang administrasi, termasuk
kesiapan sarana pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit Umum, Puskesmas perawatan,
puskesmas, balai pengobatan (BP), puskesmas pembantu, dan posyandu/PPG (Pusat Pemulihan
Gizi).
BAB II
ISI
I. SKENARIO
Seorang anak laki-laki, umur 5 tahun 3 bulan, dibawa ibunya ke Puskesmas dengan
keluhan keluar cacing dari mulut sebanyak 2 ekor. Riwayat pemberian makan : anak makan
makanan keluarga, 3 x sehari, hanya 3 sendok makan, selera makan anak berkurang sejak
sebulan terakhir. Pada pemeriksaaan fisik didapatkan : BB 10,5 kg, TB 110 cm. Konjunctiva
tampak pucat dan tampak gambaran seperti busa pada mata kanan. Tampak iga gambang dan
wasting hebat. Laboratorium : Hb 6 gr/dl.
(Kata kunci : kecacingan pada anak, anoreksia pada anak, anemia gizi, xerophtalmia, gizi
buruk tipe marasmus)
II. KATA SULIT
Iga gambang
Iga gambang yaitu salah satu manifestasi klinik dari Kekurangan Energi Protein
(KEP), dimana iga/tulang rusuk terlihat jelas seperti alat musik gambang
Wasting hebat
Wasting yaitu kurang gizi akut yang diukur dengan BB menurut tinggi badan
(BB/TB). Wasting yaitu berat badan anak tidak sebanding dengan tinggi
badannya, jika kekurangan ini bersifat menahun (kronik) artinya sedikit demi
sedikit, tetapi dalam jangka waktu yang tama maka terjadi keadaan stunting.
III. KATA KUNCI DAN ANALISIS KASUS
anak laki- laki, 5 tahun 3 bulan
keluar cacing dari mulutnya sebanyak 2 ekor
makan makanan keluarga, 3 x sehari
hanya 3 sendok makan
selera makan anak berkurang sejak sebulan terakhir
BB 10,5 kg
TB 110 cm
konjungtiva tampak pucat
tampak gambaran seperti busa pada mata kanan
tampak iga gambang dan wasting hebat
laboratorium : Hb 6 g/dl.
ANALISIS KASUS
Keluar cacing dari mulut : + kecacingan
Hanya 3 sendok makan: intake inadekuat
Konjungtiva pucat : anemia
Busa pada mata kanan: Bitot spot (Tanda xeroftalmia (X1) )
BB 10,5 kg ; TB 110 cm status gizi BURUK
Iga Gambang = tanda penyakit malnutrisi
Wasting berat = Severe wasting (sangat kurus)
Hb 6 g/dl = anemia
6 bln- 6thn = 11-14,5 g/dl
Status gizi:
0-5 tahun WHO 2005
> 5 tahun CDC 2000 =
o < 70% gizi buruk
o 70-90 % gizi kurang
o 90-100% gizi cukup
o 110-120% overweight
o 120% Obesitas
Interpretasi Kurva WHO:
Indikator Status Gizi Cut off Point
BB/U (WAZ =
Weight for Age
Z-score)
Gizi lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
>2,0 SD baku WHO-NCHS
- 2,0 SD s/d + 2 SD
< - 2,0 SD
< - 3 SD
TB/U (HAZ=
Height for Age
Z-score)
Normal
Pendek
>= -2,0 SD baku WHO-NCHS
< - 2,0 SD
BB/TB (WHZ=
Weight for Height
Z-score
Gemuk
Normal
Kurus/wasted
Sangat Kurus
> 2,0 SD baku WHO-NCHS
- 2,0 SD s/d + 2 SD
< - 2 SD
< - 3 SD
IgaIga gambang dan wasting hebat
Iga gambang yaitu salah satu manifestasi klinik dari Kekurangan Energi
Protein (KEP), dimana iga/tulang rusuk terlihat jelas seperti alat musik
gambang
Kekurangan energi dan protein mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan balita terganggu. Derajat berat-ringannya KEP tergantung dari
akut atau menahunnya gangguan. Gangguan asupan gizi yang bersifat akut
menyebabkan anak kurus kering yang disebut dengan wasting. Wasting yaitu
kurang gizi akut yang diukur dengan BB menurut tinggi badan (BB/TB).
Wasting, yaitu berat badan anak tidak sebanding dengan tinggi badannya, jika
kekurangan ini bersifat menahun (kronik) artinya sedikit demi sedikit, tetapi
dalam jangka waktu yang tama maka terjadi keadaan stunting. Stunting, yaitu
kurang gizi kronik yang diukur dengan tinggi badan menurut umur (TB/U).
Pada stunting, anak menjadi pendek dan tinggi badan tidak sesuai dengan
usianya walaupun secara sekilas anak tidak kurus. Baik wasting maupun
stunting dibagi dalam tiga derajat. Seorang anak dapat mengalami kedua hal
tersebut
Hb 6 gr/dl
Gambaran seperti busa pada mata kanan
Defisiensi vitamin A dan xerophthalmia umumnya terjadi pada anak-anak
(khususnya yang menderita malnutrisi atau campak) dan wanita hamil di daerah
endemik. Defisiensi vitamin A dapat dicegah dengan pemberian retinol secara
sistematis. Tanda-tanda klinis (menurut klasifikasi WHO)
Tanda awal adalah hemeralopia atau buta senja (night blindess) = tampak
anak tidak dapat melihat pada pencahayaan yang redup, dapat membentur
benda-benda sekitar dan/atau kecepatan berjalan menurun.
Berikut adalah gambar pengidap penyakit Xeropthalmia :
Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea.
Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil.
Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas
berupa sikatrik atau jaringan parut. Pnderita menjadi buta yang
sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok
kornea.
Xeroftalmia Fundus (XF). Dengan opthalmoscope pada fundus
tampak gambar tampak seperti cendol.
Xerosis konjungtiva (X1A). Selaput lender atau bagian putih bola
mata tampak kering, berkeriput, dan berpigmentasi denagn
permukaan terlihat kasar dan kusam.
Xerosis konjungtiva dan bercak bitot (X1B). X1B adalah tanda-
tanda xerosis konjungtiva (X1B) ditambah bercak putih seperti busa
sabun atau keju (bercak bitot) terutama didaerah celah mata sisi luar.
Kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva (bagian putih
mata) konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut-
kerut.
Xerosis kornea (X2). Kekeringan pada konjungtiva berlanjut
sampai kornea (bagian hitm mata). Kornea tampak menjadi suram
dan kering dan permukaan kornea tampak kasar. Keaadaan umum
biasanya gizi buruk (gizi buruk, menderita penyakit campak, ISPA,
diare).
Keratomalasia dan ulserasi kornea (X3A/X3B). Kornea melunak
seperti bubur dan dapat terjadi ulkus kornea atau perlukaan. Taahap
3A; Bila berlainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan kornea.
Tahap 3B: bila kelainan mengenai sama atau ;lebih dari 1/3
permukaan kornea. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea
(kornea pecah).
IV. PERTANYAAN
1. Bagaimana patomekanisme terjadinya iga gambang dan wasting hebat pada anak
tersebut?
2. Apa penyebab cacing keluar dari mulutnya?
3. Apa penyebab anoreksia dan bagaimana hubungannya dengan keluhan utama?
4. Patomekanisme terbentuknya gambaran seperti busa pada mata kanan ?
5. Apa saja etiologi malnutrisi?
6. Bagimana langkah diagnosis dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan?
7. Apa saja komplikasi yang mungkin terjadi pasien?
8. Bagaimana penanganan awalnya?
9. Apa saja DD yang mungkin untuk kasus ini?
10. Bagaimana pencegahannya?
V. JAWABAN
1. Patomekanisme iga gambang dan wasting hebat
KEP adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam makanan
sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga disertai
adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer apabila kejadian
KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah social
ekonomi, pendidikan serta rendahnya pengetahuan di bidang gizi. Malnutrisi sekunder bila
kondisi masalah nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan
bawaan, infeksi kronis, ataupun kelainan pencernaan dan metabolik yang mengakibatkan
kebutuhan nutrisi meningkat,penyerapan nutrisi yang turun, dan meningkatnya kehilangan
nutrisi. Makanan yang tidak adekuat akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan
untuk menghasilkan kalori demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran karbohidrat,
kemudian pembakaran lemak lalu pembakaran protein dengan melalui proses katabolik. Kalau
terjadi stress katabolik (infeksi) maka kebutuhan protein akan meningkat, sehingga dapat
menyebabkan defisiensi protein relative, kalau kondisi ini terjadi pada status gizi masih diatas -3
SD (-2SD – 3 SD), maka terjadilah kwashiorkor (malnutrisi akut/decompesated malnutrition).
Pada kondisi ini penting peranan radikal bebas dan antioksidan. Bila stress katabolik ini terjadi
pada status gizi dibawah -3 SD, maka terjadilah marasmic-kwasiorkor. Kalau kondisi ini terus
dapat beradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadi marasmus (malnutrisi
kronis/compesated malnutrition). Dengan demikian pada KEP akan terjadi: gangguan
pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan
system kekebalan tubuh, penurunan beberapa sintesa protein.
Berikut ini adalah bagan multifaktorial menuju kearah terjadinya KEP:
Gejala klinis KEP berbeda-beda tergantung derajat dan lama deplesi protein, energi, dan umur
penderita juga tergantung oleh hal lain seperti adanya kekurangan vitamin dan mineral yang
menyertainya. KEP dibagi menjadi KEP ringan, KEP sedang, dan KEP berat. Pada KEP ringan
dan sedang yang ditemukan hanya pertumbuhan yang kurang, sperti berat badan yang kurang
dibandingkan dengan anak yang sehat. KEP ringan dan sedang sering ditemukan pada anak-anak
dari 9 bulan sampai usia 2 tahun,
tetapi dapat dijumpai pula pada anak yang lebih besar.
Berikut tanda-tanda KEP ringan dan sedang dilihat dari pertumbuhan yang
terganggu dapat diketahui melalui:
1. Pertumbuhan linier berkurang atau terhenti.
2. Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, ada kalanya berat badan kadang menurun.
3. Ukuran lingkar lengan atas menurun.
4. Maturasi tulang terhambat.
5. Rasio berat terhadap tinggi normal atau menurun.
6. Tebal lipat kulit normal atau mengurang.
7. Anemia ringan, diet yang menyebabkan KEP sering tidak mengandung cukup zat besi dan
vitamin-vitamin lainnya.
8. Aktivitas dan perhatian mereka berkurang jika dibandingkan dengan anak sehat,
9. Kelainan kulit maupun rambut jarang ditemukan pada KEP ringan dan sedang akan tetapi
adakalanya dapat ditemukan.
Penentuan prevalensi KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP. Tingkat KEP I
dan KEP II disebut KEP ringan dan sedang dan KEP III disebut KEP berat. KEP berat terdiri
dari marasmus, kwashiorkor, dan gabungan keduanya. Maksud utama penggolongan ini adalah
untuk keperluan perawatan dan pengobatan. Untuk menentukan klasifikasi diperlukan batasan-
batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini disetiap Negara relative berbeda, hal ini
tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di Negara tersbut, berdasarkan hasil penelitian empiris
dan keadaan klinis. Berikut adalah klasifikasi KEP menurut Depkes RI Kategori Status BB/U
(%baku median WHO NCHS)
Kategori Status BB/U (%baku median WHO
NCHS)
Overweight Gizi lebih > 120% median BB/U
Normal Gizi baik 80% - 120% median BB/U
KEP I (ringan) Gizi sedang 70%-79,9% median BB/U
KEP II (sedang) Gizi kurang 60% - 69,9% median BB/U
KEP III (berat) Gizi buruk < 60% median BB/U
Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak
factor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan menjadi 3 faktor penting, yaitu : tubuh sendiri
(host), agen (kuman penyebab), dan lingkungan (environment). Faktor diet merupakan
factor terpenting (compensated malnutrition)
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk
mempertahankan hidup dengan memnuhi kebutuhan energy atau kalori. Kemampuan
tubuh untuk menggunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat
penting untuk mempertahankan kehidupan. Karbohidrat/glukaosa dapat dipakai oleh
seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, tetapi kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat sedikit, sehingga 25 jam dapat terjadi kekurangan. Akibatnya,
katabolisme protein pun terjadi, setelah beberapa jam, dengan menghasilkan asam amino
yang segera diubah menjadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama keadaan puasa,
starvasi, dan kekurangan makan, jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol,
dan badan keton. Otot dapat menggunakan asam lemak dan badan keton sebagai sumber
energy kalau kekurangan energy ini berlangsung lama.
2. Penyebab cacing keluar dari mulut
Siklus hidup cacing ini membutuhkan 4-8 minggu untuk menjadi dewasa.
Manusia terinfeksi melalui telur yang tertelan bersama makanan. Telur akan menetas
menjadi larva di usus halus. Selanjutnya larva bergerak menembuk pembuluh darah dan
limfe usus halus mengikuti aliran darah ke hati atau ductus thoracicus menuju jantung,
kemudian akan dipompa ke paru-paru. Larva akan mencapai alveoli dan menetap selama
10 hari untuk berkembang lebih lanjut. Bila larva telah berukutan 1,5 mm, larva akan
bermigrasi ke saluran napas, epiglottis, dank esophagus, lambung, dan kembali ke usus
halus dan menjadi dewasa.
Infeksi ringan cacing ini dapat bergejala ataupun tanpa gejala sama sekali.
Kelainan patologis yang terjadi dapat disebabkan oleh 2 stadium, yaitu :
a. Kelainan oleh larva, yaitu efek migrasi larva ke paru-paru (manifestasi respiratorik).
Gejala yang timbul berupa demam, dyspneu, batuk, malaise, bahkan pneumonia.
Gejala ini terjadi 4-16 hari setelah infeksi. Sianosis dan takikardi dapat terjadi pada
tahap akhir infeksi. Gejala ini dinamakan ascariasis pneumonia atau sindrom Loeffler.
Kejadian ini akan menghilang 1 bulan.
b. Kelainan oleh cacing dewasa, berupa efek mekanis jika jumlahnya cukup banyak,
akan terbentuk bolus dan menyebabkan obstruksi parsial atau total. Migrasi yang
menyimpang dapat menyebabkan efek patologis, tergantung pada tempat akhir
migrasinya.
3. Hubungan anoreksia dengan keluhan utama
Anoreksia dihubungkan dengan perasaan penuh yang dirasakan anak karena adanya
koloni cacing dalam GI nya. Anak merasa tidak lapar sehingga malas untuk makan. Bisa
juga karena infeksi dan malnutsi menyebabkan anak kekurangan energy dan merasa
malas untuk makan dan beraktivitas. Anoreksia yang lanjut dan tidak terkoreksi turut
memperberar malnutrisinya.
4. Patomekanisme terbentuknya gambaran seperti busa pada mata kanan
Vitamin A berfungsi dalam proliferasi sel epitel mukosa di saluran pernapasan,
pencernaan maupun konjungtiva. Jika terjadi defisiensi vitamin A karena infeksi ascaris
yang menggunakan vitamin A untuk metabolime, maka akan terjadi hiperkeratinisasi
pada lapisan mukosa tersebut. Hiperkeratinisasi bermanifestasi sebagai busa pada
konjungtiva. Selain karena Ascariasi, defisiensi vitaminA juga terjadi karena nutrisi yang
Jika terjadi defisiensi vitamin A karena infeksi ascaris yang menggunakan vitamin A
untuk metabolime, maka akan terjadi hiperkeratinisasi pada lapisan mukosa tersebut.
Hiperkeratinisasi bermanifestasi sebagai busa pada konjungtiva. Selain karena Ascariasi,
defisiensi vitaminA juga terjadi karena nutrisi yang inadekuat.
Vitamin A juga digunakan oleh sel batang retina untuk membuat rhodopsin yang
berfungsi untuk membantu mata melihat cahaya yang sedikit terutama pada malam hari.
Ileh karena itu, defisiensi vitamin A dapat menyebabkan seseorang mengalami buta pada
malam atau senja hari yang dikenal dengan nama xeroftalmia
Defisiensi vitamin A dan xerophthalmia umumnya terjadi pada anak-anak
(khususnya yang menderita malnutrisi atau campak) dan wanita hamil di daerah endemik.
Defisiensi vitamin A dapat dicegah dengan pemberian retinol secara sistematis. Tanda-tanda
klinis (menurut klasifikasi WHO)
Tanda awal adalah hemeralopia atau buta senja (night blindess) = tampak anak
tidak dapat melihat pada pencahayaan yang redup, dapat membentur benda-benda sekitar
dan/atau kecepatan berjalan menurun.
Berikut adalah gambar pengidap penyakit Xeropthalmia :
Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea. Kornea mata tampak menjadi
putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan meninggalkan
bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Pnderita menjadi buta yang sudah tidak dapat
disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok kornea.
Xeroftalmia Fundus (XF). Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar tampak seperti
cendol.
Xerosis konjungtiva (X1A). Selaput lender atau bagian putih bola mata tampak kering,
berkeriput, dan berpigmentasi denagn permukaan terlihat kasar dan kusam.
Xerosis konjungtiva dan bercak bitot (X1B). X1B adalah tanda-tanda xerosis konjungtiva
(X1B) ditambah bercak putih seperti busa sabun atau keju (bercak bitot) terutama didaerah celah
mata sisi luar. Kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva (bagian putih
mata) konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut-kerut.
Xerosis kornea (X2). Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea (bagian hitm mata).
Kornea tampak menjadi suram dan kering dan permukaan kornea tampak kasar. Keaadaan
umum biasanya gizi buruk (gizi buruk, menderita penyakit campak, ISPA, diare).
Keratomalasia dan ulserasi kornea (X3A/X3B). Kornea melunak seperti bubur dan dapat
terjadi ulkus kornea atau perlukaan. Taahap 3A; Bila berlainan mengenai kurang dari 1/3
permukaan kornea. Tahap 3B: bila kelainan mengenai sama atau ;lebih dari 1/3 permukaan
kornea. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah).
Selain itu, vitamin A juga berfungsi dalam transportasi Fe serta membantu hemaopoiesis. Jika
terjadi kekurangan, secara tidak langsung dapat menyebabkan anemia defisiensi besi. Anemia
bisa menunjukkan gejala konjungtiva palpebralis mengalami kepucatan akibat kurangnya darah
dengan saturasi baik yang sampai ke konjungtiva.
5. Etiologi malnutrisi
Ada beberapa hal yang sering merupakan penyebab terjadinya gangguan gizi, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Sebagai penyebab langsung gangguan gizi, khususnya
gangguan gizi pada bayi dan anak usia dibawah lima tahun (balita) adalah tidak sesuainya jumlah
gizi yang mereka peroleh dari makanan dengan kebutuhan tubuh mereka.
Berbagai faktor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama
pada anak Balita antara lain sebagai berikut :
a.Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat keluarga yang sungguhpun
berpenghasilan cukup akan tetapi makanan yang dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian,
kejadian gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang berpenghasilan kurang akan
tetapi juga pada keluarga yang berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan
bahwa ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh mempunyai sebab buruknya
mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan anak balita.
Menurut Dr. Soegeng Santoso, M.pd, 1999, masalah gizi Karena kurang pengetahuan dan
keterampilan dibidang memasak menurunkan komsumsi anak, keragaman bahan dan keragaman
jenis masakan yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.
b.Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu
Banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai gizi tinggi tetapi tidak digunakan
atau hanya digunakan secara terbatas akibat adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan
makanan itu. Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapae menurunkan harkat keluarga. Jenis
sayuran seperti genjer, daun turi, bahkan daun ubi kayu yang kaya akan zat besi, vitamin A dan
protein dibeberapa daerah masih dianggap sebagai makanan yang dapat menurunkan harkat
keluarga.
c.Adanya kebiasaan atau pantangan yang merugikan
Berbagai kebiasaan yang bertalian dengan pantang makan makanan tertentu masih sering
kita jumpai terutama di daerah pedesaan. Larangan terhadap anak untuk makan telur, ikan,
ataupun daging hanya berdasarkan kebiasaan yang tidak ada datanya dan hanya diwarisi secara
dogmatis turun temurun, padahal anak itu sendiri sangat memerlukan bahan makanan seperti itu
guna keperluan pertumbuhan tubuhnya.
Kadang-kadang kepercayaan orang akan sesuatu makanan anak kecil membuat anak sulit
mendapat cukup protein. Beberapa orang tua beranggap ikan, telur, ayam, dan jenis makanan
protein lainnya memberi pengaruh buruk untuk anak kecil. Anak yang terkena diare malah
dipuasakan (tidak diberi makanan). Cara pengobatan seperti ini akan memperburuk gizi anak.
( Dr. Harsono, 1999).
d.Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu
Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan tertentu atau disebut sebagai
faddisme makanan akan mengakibatkan tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.
e.Jarak kelahiran yang terlalu rapat
Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak anak yang menderita
gangguan gizi oleh karena ibunya sedang hamil lagi atau adiknya yang baru telah lahir, sehingga
ibunya tidak dapat merawatnya secara baik.
Anak yang dibawah usia 2 tahun masih sangat memerlukan perawatan ibunya, baik perawatan
makanan maupun perawatan kesehatan dan kasih sayang, jika dalam masa 2 tahun itu ibu sudah
hamil lagi, maka bukan saja perhatian ibu terhadap anak akan menjadi berkurang.akan tetapi air
susu ibu ( ASI ) yang masih sangat dibutuhkan anak akan berhenti keluar.
Anak yang belum dipersiapkan secara baik untuk menerima makanan pengganti ASI, yang
kadang-kadang mutu gizi makanan tersebut juga sangat rendah, dengan penghentian pemberian
ASI karena produksi ASI berhenti, akan lebih cepat mendorong anak ke jurang malapetaka yang
menderita gizi buruk, yang apabila tidak segera diperbaiki maka akan menyebabkan kematian.
Karena alasan inilah dalam usaha meningkatkan kesejahteraan keluarga, disamping memperbaiki
gizi juga perlu dilakukan usaha untuk mengatur jarak kelahiran dan kehamilan.
f.Sosial Ekonomi
Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan.
Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga akan turut menentukan hidangan yang
disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.
g.Penyakit infeksi
Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak mau makan. Penyakit ini
juga menghabiskan sejumlah protein dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.
Diare dan muntah dapat menghalangi penyerapan makanan.
Penyakit-penyakit umum yang memperburuk keadaan gizi adalah: diare, infeksi saluran
pernapasan atas, tuberculosis, campak, batuk rejan, malaria kronis, cacingan. ( Dr. Harsono,
1999).
6. Langkah diagnosis dan pemeriksaan penunjang sesuai skenario
PEMERIKSAAN FISIK
Anamnesis
Riwayat keluhan dan gejala ?
Asupan makanan setiap hari ?
Sosio ekonomi rendah-kultur & lingkungan ?
Jumlah saudara ?
Riwayat penyakit terdahulu?
Riwayat penyakit keluarga?
Riwayat pengoabatan/konsumsi obat-obatan?
Pemfis
Rambut : halus, kasar ( curigai kwashiorkor)
Konjungtiva : Anemis atau tidak
Pernapasan cuping hidung
IPPA (dada & abdomen )
Mengukur TB dan BB
Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB
(dalam meter)
Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep)
ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur,
biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit
banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm
pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita
Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan
jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak
berlemak).
PEMERIKSAAN LANJUT YANG DIBUTUHKAN
Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht,
transferin.
Feses : lendir, darah, parasit, bakteri, dsb.
PENANGANAN GIZI BURUK PADA ANAK
Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein :
makanan disesuaikan dengan umur anak.
kebutuhan kalori anak 0-3 thn : 150 -175 kcal/kgbb/hari.
Langkah I: Mencegah & mengatasi hipoglikemia
• Keadaan dimana kadar glukosa sangat rendah ( < 54mg/dl)
• Anak letargis, nadi lemah dan kehilangan kesadaran
• Gejala keringat & pucat jarang dijumpai pd anak gizi buruk
• menyebabkan kematian, dengan tanda hanya mengantuk
Tindakan:
• Sadar: segera berikan larutan glukosa atau gula pasir (10%) secara oral/NGT (bolus) 50
ml
• Tidak sadar/letargis: segera berikan larutan glukosa 10% secara iv (bolus) 5 ml x kg BB,
dilanjutkan larutan glukosa/ gula pasir(10%) secara oral/NGT (bolus) 50 ml
• Renjatan/shock: segera berikan IV: RL & Dextrosa/glukosa 10% perbandingan 1:
1(RLG 5%) : 5 tts / menit / kg BB 1 jam pertama à Larutan glukosa 10% secara iv
(bolus) 5ml x kg BB
“10 langkah” Tatalaksana Anak Gizi buruk
No Tindakan Stabilisasi Transisi Rehabilitasi Tindak lanjut H 1-2 H 3-7 H 8-14 mg 2-6 mg 7-26
1. Atasi/cegah hipoglikemia
2. Atasi/cegah hipotermia
3. Atasi/cegah dehidrasi
4. Perbaiki gang- guan elektrolit
5. Obati infeksi
6. Perbaiki def. tanpa Fe + Fe mikronutrien
7. Makanan stab & transisi
8. Makanan Tumb.kejar
9. Stimulasi
10. Siapkan tindak lanjut
Langkah 2: Mencegah & mengatasi hipotermia
• Keadaan dimana suhu aksiler < 36,5oC
• Cadangan energi terbatas, sehingga anak tidak mampu mempertahankan suhu tubuh.
Tindakan:
• Menghangatkan tubuh: selimut mencegah udara
• Tidak dianjurkan memakai air panas dalam botol
Langkah 3: Mencegah & mengatasi dehidrasi
• Tubuh lemah, letargis, kaki tangan dingin, nadi cepat & lemah
• Penyebab renjatan: diare, perdarahan, sepsis
Tindakan:
• Memberikan cairan RLG 5% atau “lar. Resomal” (oralit & mineral mix): IV atau
oral/NGT sesuai kondisi anak
Langkah 4: Memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit
• Terjadinya edema atau dehidrasi
Tindakan:
• Pada edema: jangan diberikan diuretik
• Pada diare pemberian Na dan K, Mg, Zn, Cu
Langkah 5: Mengobati infeksi
• Diare, ISPA/pneumonia, parasit/cacing, TBC, malaria
• Dermatosis dan infeksi lain
Tindakan:
• Langsung berikan: cotrimaksasole
• Renjatan: Gentamicin, ampicilin
• Tidak ada perbaikan kloramphenicol
• infeksi lain: antibiotik yang sesuai
Langkah 6: Memperbaiki kurang zat gizi mikro
• 2 mg pertama tanpa Fe, selanjutnya berikan Fe
• Berikan vitamin A dosis tinggi (100.000 IU & 200.000 IU)
• Berikan Vitamin C, Asam Folat dan vitamin lain
• Mineral : mineral mix (K, Na, Zn, Mg, Cu)
Langkah 7: Memberikan makanan untuk fase stabilisasi dan transisi
• energi : 80 – 100 Kkal/kg bb/hr, protein: 1 – 1,5 g/kgBB/hr,
cairan : 130 ml/kgBB/hr (edema: 100 ml/kgBB/hr)
• porsi makan kecil dan frekuensi sering
• Hipoosmolar, rendah laktosa dan serat
• F-75, modisco ½ : fase stabilisasi
• energi : 100 – 150 Kkal/kg bb/hr, protein: 2 – 13 g/kgBB/hr, cairan : 150 ml/kgBB/hr
• F- 100, modisco I atau II: fase transisi
• ASI teruskan sampai usia 2 tahun
Langkah 8: Memberikan makanan untuk fase rehabilitasi
• energi : 150 – 220 Kkal/kg bb/hr, protein: 3 – 4 g/kgBB/hr, cairan : 150 - 200
ml/kgBB/hr
• makanan padat
• F-135, modisco lll dan mulai menu makan biasa
• ASI teruskan sampai usia 2 tahun
Langkah 9: Stimulasi untuk tumbuh kembang
Anak gizi buruk mengalami keterlambatan perkembangan mental:
• Kasih sayang
• Lingkungan yang ceria
• Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dan sebagainya)
Langkah 10: Persiapan tindak lanjut dirumah
• anak sembuh : gejala klinik tidak ada & BB/TB < - 2 SD
Peragakan pada orang tua:
• pemberian makan yang lebih sering dengan kandungan energi dan zat gizi yg lebih padat
• Terapi bermain terstruktur
• kontrol kembali : bln I; 1 x/mg, bln ll; 1 x/2 mg, bln lll; 1x/bln
• Bisa dirujuk ke puskesmas/posyandu
• pemeberian imunisasi dasar & booster
• Vitamin A setiap 6 bulan
• ASI teruskan sampai usia 2 tahun
Penatalaksanaan untuk cacing
A. Terapi Umum
1. Istirahat
2. Diet
3. Medikamentosa
- Obat pertama :
o Pirantel pamoat, obat pilihan
Dosis tunggal 10 mg/kg BB
o Piperazine. Dosis 75 mg/kg BB (maks 3,5 gr) selama 2 hari. Infeksi berat bisa
diberikan sampai 4 hari.
o Mebendazole dosis tunggal 500 mg
o Albendazole, dosis tunggal 400 mg
o Levamisole. Dosis tunggal 150 mg atau 2,5 mg/kg BB
o Ivermectin. Dosis tunggal 200 mg/kg BB
7. Komplikasi yang mungkin terjadi pasien
a) Asidosis
b) Hipoksia
c) Kejang
d) Panas
e) Muntah
f) Malabsorbsi
g) Hiponatremia
h) Ileus paralitik
8. Penanganan awal
Segera rujuk ke rumah sakit sebab penanganan gizi buruk harus dilakukan oleh tenaga
medis yang berpengalaman.
Tirah baring
Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan
pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau
Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula
diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam
16-20 jam berikutnya
Naikkan kadar hemoglobin
Pemberian makanan dalam jumlah sedikit kemudian dinaikkan secara bertahap, karena
penderita gizi buruk memerlukan adaptasi terhadap jumlah makanan yang harus
diberikan. Pemberian makanan secara langsung dalam jumlah besar dapat
membahayakan pasien gizi buruk karena dapat menimbulkan refeeding syndrome.
Memberi bentuk, jenis, dan cara pemberian makanan yg sesuai dengan kemampuan
digesti dan absorbsi penderita. Porsi kecil tapi sering ( 6-12x pemberian sehari). Umur <
1 tahun / BB < 7 kg : Cair- semi solid spt mkn bayi, ASI diteruskan bila masih ada dan
diperlukan pada saat setelah makan atau mau tidur. Umur > 1 tahun / BB > 7 kg : Semi
solid-solid berupa makanan anak 1 th bentuk cair kemudian lunak dan makanan padat,
cairan 150-200 ml/kg BB/hari. Kalori yang diberikan 50- 100 kalori/kgBB/hr dengan
protein 2 g/ kgBB/ hari Susu formula / rendah laktosa . Bila tak minum susu formula
diberi makanan yang yang tak mengandung protein susu sapi dan bebas laktosa ( preda =
formula bubur- tempe)
Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI
secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total
50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
9. Differential Diagnosis
a. Marasmus
Definisi
Marasmus merupakan keadaan dimana seorang anak mengalami defisiensi energi dan
protein. Umumnya kondisi ini dialami masyarakat yang menderita kelaparan. Gizi
buruk tipe marasmus adalah suatu keadaan dimana pemberian makanan tidak cukup
atau higiene jelek disebabkan oleh defisiensi karbohidrat.
Epidemiologi
Pada umumnya masyarakat indonesia telah mampu mengkonsumsi makanan
yang cukup secara kuantitatif. Namun dari segi kualitatif masih cukup banyak yang
belum mampu mencukupi kebutuhan gizi minimum.Departemen Kesehatan juga telah
melakukan pemetaan, dan hasilnya menunjukan bahwa penderita gizi kurang
ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2 – 4 dari 10 balita di
Indonesia menderita gizi kurang.
Sesuai dengan survai di lapangan, insiden gizi buruk dan gizi kurang pada
anak balita yang dirawat mondok di rumah sakit masih tinggi. Rani di RSU Dr.
Pirngadi Medan mendapat 935 (38%) penderita malnutrisi dari 2453 anak balita yang
dirawat. Mereka terdiri dari 67% gizi kurang dan 33% gizi buruk.
Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di
RS. Dr. Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan
sebanyak 42%. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan
keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang
sedang membangun dan serta terjadinya krisis ekonomi di ludonesia.
Etiologi
- Masukan makanan yang kurang
Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang
tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak;
misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.
- Infeksi
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral
misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis
kongenital.
- Kelainan struktur bawaan
Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum,
palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic
fibrosis pancreas.
- Prematuritas dan penyakit pada masa neonates
Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap
yang kurang kuat.
- Pemberian ASI
Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup.
- Gangguan metabolic.
Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose
intolerance.
- Tumor hypothalamus
Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab maras-mus yang lain telah
disingkirkan.
- Penyapihan
Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang
akan menimbulkan marasmus.
- Urbanisasi
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya
marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu
yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertai dengan
infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam
marasmus
Patogenesis
Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan
hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk
mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar. Namun kemampuan tubuh untuk menyimpan
karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan
asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa
jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat
mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau
kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan
sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.
Gejala Klinis
- BB kurang dari 60% BB normal yang sesuai dengan usia. Pertumbuhan berkurang
atau terhenti.
- Konsipasi atau diare.
- wajahnya tampak tua.
- Mata tampak besar dan dalam.
- Kulit melonggar dan berkeriput hingga hanya tampak tulang terbungkus kulit,
karena hilangnya lemak di bawah kulit.
- Dinding perut hipotonus, perut cekung
- Iga gambang
- Suhu tubuh rendah karena lapisan penahan panas hilang.
- Otot-otot melemah, atropi.
- Apatis
Komplikasi
- Defisiensi Vitamin A
- Dermatosis
- Kecacingan
- Diare kronis
- Tuberkulosis
Pengobatan
Tujuan pengobatan pada penderita marasmus adalah pemberian diet tinggi
kalori dan tinggi protein serta mencegah kekambuhan. Penderita marasmus tanpa
komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan
yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok,
asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan
penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap :
- Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk
menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis
dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang iberikan ialah larutan Darrow-
Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg
BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140
ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya.
- Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan
koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan
penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori
yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata-rata 50 kalori/kg
BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara
berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari
dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet
tinggi kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari.
- Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari. Pemberian vitamin dan mineral
yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada
hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A
diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A. Mineral yang
perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk
preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg
BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan
1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet.
- Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu.
Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita.
Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan
untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang
dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak.
Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun,
dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat.
- Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi.
Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan
streptomycin.
- Hipoglikemi dilakukan pemeriksaan dengan dextrostix. Bila kadar gula darah
kurang dari 40% diberikan terapi 1-2 ml glukose 40%/kg BB/IV.
- Hipotermi. Diatasi dengan penggunaan selimut atau tidur dengan ibunya. Dapat
diberikan botol panas atau pemberian makanan sering tiap 2 jam.
- Pemantauan penderita dapat dilakukan dengan cara penimbangan berat badan,
pengukuran tinggi badan serta tebal lemak subkutan. Pada minggu-minggu
pertama sering belum dijumpai pertambahan berat badan. Setelah tercapai
penyesuaian barulah dijumpai pertambahan berat badan. Penderita boleh
dipulangkan bila terjadi kenaikan sampai kira-kira 90% BB normal menurut
umurnya, bila nafsu makannya telah kembali dan penyakit infeksi telah teratasi.
Penderita yang telah kembali nafsu makannya dibiasakan untuk mendapat
makanan biasa seperti yang dimakan sehari-hari. Kebutuhan kalori menjadi
normal kembali karena tubuh telah menyesuaikan diri lagi. Sementara itu kepada
orang tua diberikan penyuluhan tentang pemberian makanan, terutama mengenai
pemilihan bahan makanan, pengolahannya, yang sesuai dengan daya belinya.
Pencegahan
Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik
bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana
kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi.
- Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi
yang paling baik untuk bayi. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan
yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas.
- Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan
kebersihan perorangan.
- Pemberian imunisasi.
- Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.
- Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat
merupakan usaha pencegahan jangka panjang.
- Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis
kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.
b. Kecacingan
Definisi
Kecacingan, atau cacingan dalam istilah sehari-hari, adalah kumpulan gejala
gangguan kesehatan akibat adanya cacing parasit di dalam tubuh. Penyebab
kecacingan yang populer adalah cacing pita, cacing kremi, dan cacing tambang.
Biasanya cacing bisa dengan mudah menular
Epidemiologi
Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa tingkat kejadian infeksi cacing
pada anak-anak SD di Indonesia mencapai 80%. Kondisi ini dapat terjadi dimana saja
baik di kota maupun di desa. Angka kejadian infeksi cacing yang tinggi di Indonesia
ternyata tidak lepas dari keadaan di Indonesia yang beriklim tropis dengan
kelembaban udara yang tinggi, serta tanah yang subur, yang merupakan lingkungan
yang sangat optimal bagi kehidupan cacing. Selain itu, juga karena rendahnya standar
kebersihan lingkungan dan kebersihan diri serta minimnya tingkat ketidaktahuan dan
kesadaran masyarakat tentang bahaya kecacingan. Tingkat kepadatan penduduk yang
tinggi juga berakibat kepada mudahnya terjadi penularan serta menyulitkan
pemutusan rantai penularan yang terjadi.
Departemen Kesehatan menyebutkan bahwa tingkat kejadian infeksi cacing
pada anak-anak SD di Indonesia mencapai 80%. Kondisi ini dapat terjadi dimana saja
baik di kota maupun di desa. Mengapa angka kejadian ini cukup tinggi? Angka
kejadian infeksi cacing yang tinggi di Indonesia ternyata tidak lepas dari keadaan di
Indonesia yang beriklim tropis dengan kelembaban udara yang tinggi, serta tanah
yang subur, yang merupakan lingkungan yang sangat optimal bagi kehidupan cacing.
Selain itu, juga karena rendahnya standar kebersihan lingkungan dan kebersihan diri
serta minimnya tingkat ketidaktahuan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya
kecacingan. Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi juga berakibat kepada
mudahnya terjadi penularan serta menyulitkan pemutusan rantai penularan yang
terjadi.
Etiologi
Penyakit kecacingan disebabkan oleh parasit cacing, dalam tubuh manusia
parasit cacing mempunyai tubuh yang simestris bilateral dan tersusun dari banyak sel
(multi seluler). cacing yang penting atau cacing yang sering menginfeksi tubuh
manusia terdiri atas dua golongan besar yaitu filum platy-helmithes dan filum
nemat-helminthes. Filum platy-helmithes terdiri atas dua kelas yang penting yaitu
kelas cestoda dan kelas trematoda, sedangkan filum nemathehelmithes kelasnya yang
penting adalah nematoda.
Cacing penyebab penyakit pada manusia terdiri dari :
- Cacing gelang (Askariasis lumbriocoides)
- Cacing cambuk (Tricularis sp)
- Cacing kremi (Entrobius vermicularia)
- Cacing tambang (Nekatoria dan ankilostomia)
- Cacing pita (Taenia sp)
Cacing gelang, cacing cambuk, cacing tambang dan cacing pita adalah kelas
nematoda yang selalu parasitik pada tubuh manusia dan menjadikannya sebagai
tempat hidup dan berkembang (reservoices hospes definitif). Berikut ini perbedaan
Cestoda, Trematoda dan Nematoda :
Karakterist
ik cacing
Cestoda Trematoda Nematoda
Bentuk
Tubuh
Pita,
bersegmen
Daun tak
bersegmen
Silindris,
segmen (-)
Sistem
Reproduksi
Hermafrodit
(monoecius)
Hermafrodit
(monoecius)
kecuali
Schistosoma
Jantan dan
betina
(diecious)
Kepala Alat isap
(+),
kait (+)
Alat isap (+)
Kait(-)
Alat isap (-)
Kait (-)
Sistem
Pencernaan
Tidak ada
usus (-)
Tak sempurna
Anus (-)
Sempurna
Anus (+)
Rongga Tidak ada Tidak ada Ada
tubuh
Patogenesis
Gejala-gejala pada kecacingan terjadi karena cacing Ascaris Lumbricoides
hidup dalam rongga usus manusia dan mengambil makanan terutama karbohidrat dan
protein, 1 ekor cacing akan mengambil karbohidrat 0,14 gram/hari dan protein 0,035
gram/hari. Akibat adanya cacing ascaris dalam tubuh, maka anak yang
mengkonsumsi makanan yang kurang gizi dapat dengan mudah akan jatuh kedalam
kekurangan gizi buruk, sedangkan cacing trichuris dan cacing tambang disamping
mengambil makanan juga akan menghisap darah sehingga dapat menyebabkan
anemia.
Hygiene kurang
Infeksi GI (kecacingan)
Merusak Menyerap berkembang biak mengisap darah
dinding makanan Memenuhi GI (cacing trichuris)
usus
Malabsorbsi Anoreksia Anemia
Intake makanan kurang
BB turun Defisiensi Fe
Penularan kecacingan melalui siklus sebagai berikut :
siklus masuknya penyakit kecacingan pada tubuh manusia melaui dua cara
yaitu Pertama : telur yang infektif masuk melalui mulut, tertelan kemudian
masuk usus besar , beberapa lama hari kemudian menetas jadi larva lalu
menjadi dewasa dan berkembang biak. Kedua : telur menetas ditanah lalu
menjadi larva infektif kemudian masuk melalui kulit kaki atau tangan
menerobos masuk ke pembuluh darah terus ke jantung berpindah paru-paru,
lalu terjerat di tenggorakan masuk kerongkongan lalu usus halus kemudian
menjadi dewasa dan berkembang biak.
Gejala klinis
- Berbadan kurus/BB turun dan pertumbuhan terganggu (kurang gizi).
- Lesu dan pucat akibat kurang darah (anemia)
- Daya tahan tubuh rendah, sering-sering sakit, lemah dan senang menjadi letih
- Tidak bergairah dan konsentrasi belajar kurang sehingga sering tidak hadir
sekolah dan mengakibatkan nilai pelajaran turun.
- Gatal disekitar anus.
- Sakit perut akibat radang pada usus dengan dilepaskannya sitokin, atau usus yang
dipenuhi cacing.
Gejala spesifik untuk tiap jenis cacing adalah :
- Gejala penderita cacing kremi (Oxyuris/Entrobius vermicularis) adalah rasa gatal
sekitar anus terutama malam hari, gelisah dan sukar tidur.
- Gejala penderita cacing gelang (Askariasis) adalah gangguan lambung, kejang
perut diselingi diare, kehilangan berat badan dan demam
- Gejala penderita cacing tambang adalah (Nekatoriasis/Ankilostomiasis) adalah
gangguan saluran cerna (mual, muntah, diare dan nyeri ulu hati), pusing nyeri
kepala, lemah dan lelah, anemia, gatal di daerah masuknya cacing.
Pengobatan
- Cara terbaik untuk mengatasi infeksi cacngan adalah dengan memutus mata rantai
penularan, misalnya dengan membasmi lalat dan lipas yang dapat membawa telur
cacing ke makanan yang anak kita makan serta ketersediaan sarana sanitasi yang
baik dan mencukupi. Namun, hal tersebut diatas memang terkadang agak sulit
untuk dilakukan karena membutuhkan kesadaran dari semua pihak yang berada di
lingkungan sekitar kita.
- Obat yang dapat digunakan :
Pirantel Pamoat (Pengobatan askariasis, oksiuriasis, ankilostomiasis dan
nekatoriasis)
Kontra Indikasi : Penderita gangguan fungsi hati, Anak di bawah umur 2
tahun, Ibu hamil
Efek Samping : Nafsu makan hilang (anoreksia), mual, muntah, diare, kram
lambung, meningkatkan SGOT, sakit kepala, pusing, mengantuk, ruam kulit
Aturan pemakaian : Tablet 125 mg (1 – 5 tahun : 1 tablet, 5 – 9 tahun : 2
tablet, 10 – 15 tahun : 3 tablet, diatas 15 tahun dan dewasa : 4 tablet). Tablet
250 mg (1 – 5 tahun : ½ tablet , 5 – 9 tahun : 1 tablet, 10 – 15 tahun : 1½
tablet, diatas 15 tahun dan dewasa : 2 tablet)
Mebendazol (Pengobatan askariasis, trikuriasis, enterobiasis, ankilostomiasis,
nekatoriasis dan infeksi campuran)
Kontra Indikasi : Anak balita dan ibu hamil akan mengakibatkan
pembentukan sel yang tidak normal (teratogenik)
Efek Samping : Nyeri pada lambung, diare
Bentuk Sediaan : Tablet 100 mg
Aturan pemakaian : Untuk cacing kremi 1 tablet sehari, Untuk cacing cambuk
1 tablet setiap pagi dan 1 tablet setiap malam selama 3 hari berturut-turut,
Untuk cacing gelang 1 tablet setiap pagi dan 1 tablet setiap malam selama 3
hari berturut-turut.
Piperazin (Pengobatan askariasis, oksiuriasis atau enterobiasis)
Kontra indikasi : Penderita epilepsy, Alergi terhadap piperasin, Gangguan
fungsi hati atau ginjal
Efek Samping : Mual, muntah, gangguan pada fokus mata, dermatitis, diare
dan reaksi alergi.
Bentuk Sediaan : Sirup piperazin sitrat 1 g/5 ml (kemasan sirup 15 ml), Sirup
piperazin heksahidrat 1 g/5 ml (kemasan sirup 15 ml)
Aturan pemakaian: Askariasis (cacing gelang) à Dosis tunggal (bayi: 2,5 ml,
1 – 2 tahun : 5 ml, 3 – 5 tahun : 10 ml, diatas 6 tahun dan dewasa : 15 ml,
minum selama 2 hari berturut-turut).
Oksiurasis à Diminum setelah makan, selama 4 hari berturut-turut. (Bayi : 1
kali sehari, 2,5 ml, 1 – 2 tahun : 2 kali sehari, 2 – 5 ml, 3 – 5 tahun : 2 kali
sehari, 5 ml, Diatas 6 tahun dan dewasa : 3 kali sehari, 5 ml
- pada anak yang mengalami anemia diberi obat penambah darah
Pencegahan
- Mencuci tangan sebelum makan.
- Gunakan selalu alas kaki.
- Anjurkan pengasuh anak mencuci tangan sebelum memegang anak atau menyuapi
anak.
- Cuci sayur-mayur & buah-buahan mentah dengan air mengalir.
- Menutup makanan agar terhindar dari lalat.
- Hindari jajan makanan sembarangan
- Anjurkan anggota keluarga minum obat cacing setiap 3 atau 4 bulan sekali.
- Minumlah obat cacing secara rutin minimal 4 bulan sekali untuk seluruh keluarga
- Pilihlah obat cacing yang dapat membunuh semua jenis cacing, terutama yang
perlu diperhatikan adalah kemampuannya membasmi cacing cambuk
10. Bagaimana pencegahannya
Tindakan pencegahan penyakit KEP bertujuan untuk mengurangi insidensi KEP
dan menurunkan angka kematian sebagai akibatnya. Usaha disebut tadi mungkin dapat
ditanggulangi oleh petugas kesehatan tanpa menunggu perbaikan status social dan
ekonomi golongan yang berkepentingan. Akan tetapi tujuan yang lebih luas dalam
pencegahan KEP ialah memperbaiki pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak-
anak Indonesia sehingga dapat menghasilkan manusia Indonesia yang dapat bekerja baik
dan memiliki kecerdasan yang cukup.
Ada berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu atau lebih
dari satu factor dasar penyebab KEP (Austin, 1981), yaitu :
1. Meningkatkan hasil produksi pertanian, supaya persediaan bahan makanan menjadi
lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat.
2. Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi energi untuk
anak-anak yang disiplin. Makanan demikian pada umumnya tidak terdapat dalam diet
tradisi, tetapi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada anak-
anak berumur 6 bulan keatas. Formula tersebut dapat diberikan dalam program
pemberian makanan suplementer maupun dipasarkan dengan harga yang terjangkau oleh
masyarakat. Pembuatan makanan demikian juga dapat diajarkan pada masyarakat sendiri
sehingga juga merupakan pendidikan gizi.
3. memperbaiki infrastruktur pemasaran. Infrastruktur pemasaran yang tidak baik akan
berpengaruh negative terhadap harga maupun kualitas bahan makanan.
4. subsidi harga bahan makanan. Interfensi demikian bertujuan untuk membantu mereka
yang sangat terbatas penghasilannya.
5. pemberian makanan suplementer. Dalam hal ini makanan diberikan secara cuma-cuma
atau dijual dengan harga minim. Makanan semacam ini terutama ditujukan pada anak-
anak yang termasuk golongan umur rawan akan penyakit KEP.
6. Pendidikan gizi. Tujuan pendidikan gizi ialah untuk mengajar rakyat mengubah
kebiasaan mereka dalam menanam bahan makanan dan cara menghidangkan makanan
supaya mereka dan anak-anaknya mendapat makanan yang lebih baik mutunya. Menurut
Hofvandel (1983), pendidikan gizi akan berhasil jika:
a. Penduduk diikutsertakan dalam pembuatan rencana, menjalankan rencana tersebut,
serta ikut menilai hasilnya;
b. Rencana tersebut tidak banyak mengubah kebiasaan yang sudah turun temurun.
c. Anjuran cara pemberian makanan yang diulang pada setiap kesempatan dan situasi
d. Semua pendidik atau mereka yang diberi tugas untuk memberi penerangan pada rakyat
memberi anjuran yang sama
e. Mendiskusikan anjuran dengan kelompok yang terdiri dari para ibu serta anggota
masyarakat lainnya, sebab keputusan yang diambil oleh satu kelompok lebih mudah
dijalankan daripada oleh seorang ibu saja.
f. Pejabat kesehatan, teman-teman dan anggota keluarga memberi bantuan aktif dalam
mempraktekkan anjuran tersebut.
g. Orang tua nmaupun anggota masyarakat lainnya dapat melihat hasil yang
menguntungkan atas praktek anjuran tersebut.
7. Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan:
a. Pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu, misalnya di BKIA, Puskesmas,
Posyandu.
b. Melakukan imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi yang prevalensinya tinggi.
c. Memperbaiki hygiene lingkungan dengan menyediakan air minum, tempat membuang
air besar (WC);
d. Mendidik rakyat untuk membuang air besar di tempat-tempat tertentu atau di tempat
yang sudah disediakan, membersihkan badan pada waktu-waktu tertentu, memasak air
minum, memakai sepatu atau sandal untuk menghindarkan investasi cacing dan parasit
lain, membersihkan rumah serta isinya dan memasang jendela-jendela untuk
mendapatkan hawa segar.
e. Menganjurkan rakyat untuk mengunjungi puskesmas secepatnya jika kesehatannya
terganggu.
f. Menganjurkan kelarga Berencana. Petros-Barnazian (1970) berpendapat bahwa child
spacing merupakan factor yang sangat penting untuk status gizi ibu maupun anaknya.
Dampak kumulatif kehamilan yang berturut-turut dan dimulai pada umur muda dalam
kehidupan seorang ibu dapat mengkibatkan deplesi zat-zat gizi orang tersebut.
Intervensi gizi yang berhasil dapat mengurangi jumlah penderita mlnutrisi sehingga
merupakan seumbangan yang positif dalam proses perkembangan Negara.
Tujuan intervensi gizi meliputi:
a. peningkatan kapasitas kerja manusia
b. peningkatan kesejahteraan rakyat
c. pemerataan pendapatan yang lebih baik.
Ada beberapa cara untuk menghindari cacingan :
Biasakan untuk membersihkan tangan dengan sabun, sebelum makan, seusai makan, atau
setelah bermain, khususnya di luar rumah.
Potong kuku secara teratur. Kuku panjang bisa menjadi tempat bermukim larva cacing.
Jaga kebersihan sanitasi lingkungan, misalnya dengan rajin membersihkan kakus atau
septictank.
Jangan lupa juga selalu menjaga kebersihan makanan yang kita makan. Usahakan selalu
membuat makanan sendiri.
BAB III
INFORMASI TAMBAHAN
PERSPEKTIF ISLAM
Kehadiran anak dalam keluarga merupakan sebuah pelengkap kebahagiaan dalam bahtera rumah
tangga kita. Namun begitu banyak kita dengar dan saksikan, anak yang disia-siakan oleh orang
tuanya sendiri. Mulai dari masih dalam kandungan ibunya, hingga anak itu sudah lahir ke dunia.
Sudah tak terhitung ibu yang melakukan aborsi karena hamil di luar nikah, atau bayi yang
dibuang begitu saja di tempat sampah dan dilempar ke sungai juga anak yang ditelantarkan
begitu saja oleh orang tuanya tanpa diberi kecukupan. Padahal sudah cukup jelas bahwa anak
adalah amanah dari Allah untuk orang tua, karea itu jelas mereka mempunyai hak-hak yang
seharsunya mereka dapatkan.
Abul Hasan meriwayatkan bahwa suatu hari seseorang bertanya kepada Nabi Muhammad saw:
"Ya Rasulullah, apakah hak anakkku dariku?" Nabi menjawab:"Engkau baguskan nama dan
pendidikannya, kemudian engkau tempatkan ia di tampat yang baik."
Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Anugerah yang membuat
sepasang hati semakin bertambah bahagia. Kebahagiaan yang tidak bisa dinilai dengan harta-
benda.
Anak adalah rezki dari Allah. Sudah sepantasnya pasangan suami istri bersyukur atas rezki itu.
Allah subhanahu wa tala berfirman:
Artinya: “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menciptakan apa yang Dia
kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang dia kehendaki dan
memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan
kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya). Dan Dia menjadikan
mandul siapa yang dia kehendaki. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mengetahui lagi Maha
Kuasa.” (QS Asy-Syura : 49-50)
Karena itu, tidak sepantasnya kita menelantarkan anak. Beberapa hal yang dapat kita lakukan
untuk menyantuni mereka :
1. Mendoakan agar anak yang dilahirkan menjadi anak yang baik dan berbakti
Dalam persoalan ini, kita harus meneladani sikap Nabi Zakaria AS dan Nabi Ibrahim AS.
Kedua Nabi ini senantiasa berdoa kepada Allah Maha Pencipta.
“Ya Rabbana, anugerahkanlah kepada kami, pasangan dan keturunan sebagai penyejuk
hati kami. Jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS 25:74).
2. Memberinya nutrisi yang baik dikala pertumbuhan mereka
Sepasang suami-istri harus memperhatikan keadaan anaknya ketika berada di rahim, baik
yang berhubungan dengan kesehatan bayi yang dikandungnya maupun sifat-sifat yang
akan diturunkan dari ibunya ke anaknya. Seorang ibu harus sadar terhadap apa yang
dikerjakan di kesehariannya. Jangan sampai dia memiliki kebiasaan-kebiasaan jelek yang
secara tidak dia sadari akan berpengaruh terhadap perilaku bayinya nanti. Sehingga orang
tua sudah harus memperhatikan kebutuhan anaknya mulai sejakdalam kandungan hingga
lahir nanti.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Artinya : “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka. Dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak) mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya; dan
musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu), dengan baik; dan jika kamu
menemui kesulitan maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.” (QS
Ath-Thalaq : 6)
Juga memberinya nutrisi yang baik sejak ia lahir, Penelitian medis dan psikologis
menyatakan bahwa masa dua tahun pertama sangat penting bagi pertumbuhan anak agar
tumbuh sehat secara fisik dan psikis.
Selama masa penyusuan anak mendapatkan dua hal yang sangat berarti bagi
pertumbuhan fisik dan nalurinya. Yang pertama: anak mendapatkan makanan berkualitas
prima yang tiada bandingannya. ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan anak
untuk pertumbuhannya, sekaligus mengandung antibodi yang membuat anak tahan
terhadap serangan penyakit.
Yang kedua : anak mendapatkan dekapan kehangatan, kasih sayang dan ketentraman
yang kelak akan mempengaruhi suasana kejiwaannya di masa mendatang. Perasaan
mesra, hangat, dan penuh cinta kasih yang dialami anak ketika menyusu pada ibunya
akan menumbuhkan rasa kasih sayang yang tinggi kepada ibunya.Islam pun telah
menetapkkan bahwa orang yang lebih berhak terhadap pengasuhan ini adalah orang yang
paling dekat kekerabatannya dan paling terampil (ahli) dalam pengasuhan.
Allah berfirman :
“Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi rezki (makanan) dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya. Dan orang yang mendapatkan warisan pun
berkewajiban demikian…” (QS Al-Baqarah: 233).
Rasulullah juga mengajarkan betapa besarnya tanggung jawab orang tua dalam
pendidikan anak. Sabdanya saw:"Tidaklah seorang anak yang lahir itu kecuali dalam
keadaan fitrah. Kedua orangtuanya yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani atau
Majusi."(HR Muslim).
Karena itu, orang tua hendaknya memperhatikan anaknya sebaik mungkin dan
semampunya, baik dari kebutuhan sandang, papan dan pangan. Karena anak juga
merupakan investasi bagi orang tua, baik di dunia maupun di akhirat. Jika pendidikannya
baik maka baiklah investasinya, jika pendidikannya buruk maka buruk pula investasinya.
Sebuah hadits Nabi berbunyi,” Seorang lelaki itu pemimpin bagi keluarganya, dan akan
dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Seorang istri itu pemimpin di
rumah suaminya, dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya
itu.” (HR Bukhari-Muslim)
Juga sabda Rasulullah :
"Apabila manusia mati maka terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara: sedekah
jariyah, ilmu bermanfaat, atau anak shaleh yang mendo'akannya." (HR. Muslim, dari
Abu Hurairah)
Pandangan Islam dari segi kebersihan
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.” (Al-Baqarah : 222)
Hadits Rasulullah :
“Sesungguhnya Allah Ta’ala adalah baik dan mencintai kebaikan, bersih dan mencintai
kebersihan, mulia dan mencintai kemuliaan, dermawan dan mencintai kedermawanan..
(HR. Tirmidzi)
Dari ayat dan hadits di atas, dapat disimpulkan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala amat
menyukai orang yang bersih dan menyucikan diri. Karena itu, sudah menjadi kewajiban
kita untuk mengikuti tuntunan tersebut, yaitu dengan cara menjadi muslim yang bersih
baik dari segi jiwa maupun raganya.
Empat faktor utama yang mempengaruhi kesehatan adalah lingkungan (yang utama),
perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik. Bila ditilik semuanya tetaplah bemuara pada
manusia. Faktor lingkungan (fisik, sosek, biologi) yang mempunyai pengaruh paling
besar terhadap status kesehatan tetap saja ditentukan oleh manusia. Manusialah yang
paling memiliki kemampuan untuk memperlakukan dan menata lingkungan hidup.
Secara individual dengan landasan nilai tauhid tadi Islam mengajarkan agar setiap
muslim bergaya hidup sehat. Ini merupakan cara efektif untuk menghindari sakit.
Kebersihan misalnya, sangat ditekankan oleh Islam dan dinilai sebagai cerminan dari
Iman seseorang. Kewajiban membersihkan hadats kecil, mandi janabah, sunnah untuk
bersiwak membuktikan bahwa Islam sangat perduli terhadap kebersihan fisik. Dengan
berwudhu, seorang muslim akan secara langsung membersihkan tangan (yang biasanya
menjadi pangkal masuknya penyakit ke dalam mulut) dan muka. Kemudian, mencuci
kemaluan dengan air (bukan dengan tissue) setelah buang air kecil atau buang air besar.
Dalam hadits Rasulullah :
“Ada dua nikmat yang banyak dilupakan manusia, yaitu nikmat sehat dan peluang
kesempatan” (HR Imam Bukhari)
Karena itu, wajiblah bagi kita untuk menjaga kesehatan kita dengan cara memperhatikan
kebersihan kita. Baik dari segi aktivitas maupun kegiatan lainnya selagi masih ada
kesempatan.
Wallahu a’lam…
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kekurangan gizi pada masa pertumbuhan dapat mempengaruhi kondisi fisik
maupun mental pada anak. Di antaranya adalah anemia, rendahnya daya tahan
tubuh mudah lelah atau kurang tenanga, sakit kepala maupun pertumbuhan secara
fisik yang terhambat.
Kondisi ini secara langsung akan mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar,
berkomunikasi, bersosialisasi serta beradaptasi dengan lingkungan. Padahal, anak-
anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki hak untuk mendapatkan gizi yang
cukup menuju masa depan yang lebih baik.
B. Saran
Masa anak-anak perlu mendapatkan perhatian yang lebih dari orang tua.
Orang tau sebaiknya segera memeriksakan anaknya ke dokter jika terjadi
kekurangan gizi
Pemerintah sebaiknya memberi perhatian yang lebih terhadap masalah
kekurangan gizi, berdasarkan catatan Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat,
Departemen Kesehatan, kurang lebih 28,04 persen anak Indonesia mengalami
kekurangan gizi
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetjiningsih,dr.SpAK.1995.Tumbuh Kembang Anak.Jakarta:EGC.
2. http://blogdokter.blogdetik.com/2011/10/09/cacingan-cara-penularan-dan-pengobatan/
3. http://dr-suparyanto.blogspot.com/2011_10_01_archive.html
4. . http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-pada-
ascariasis.html
5. http://keperawatankomunitas.blogspot.com/2009/10/marasmus.html