materi presentasi pai
DESCRIPTION
Hukum jual Beli Online dalam IslamTRANSCRIPT
Materi Presentasi PAI
“Jual Beli Online Menurut Syariat Islam”
Disusun oleh:
1. Titah Fajar Rizki 130306540472. Nur Jannatin 130306540603. Dwi Rahmawaty 130306540734. M. Fahmi Ilmi 13030654079
Kelas PSB 2013
Universitas Negeri SurabayaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Prodi Pendidikan Sains2013/2014
Jual Beli Online Menurut Syariat Islam
A. Pengertian Jual Beli
Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain
dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya.
Menurut etimologi (bahasa), jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan
sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-
tijarah. Menurut terminologi (istilah), para ulama berbeda pendapat dalam
mendefinisikannya, antara lain :
1. Menurut ulama Hanafiyah : Jua l be l i ada l ah ”pe r t uka ran ha r t a ( benda )
dengan ha r t a berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).”
2. Menurut Imam Nawawi dalam Al-Majmu’ : Jual beli adalah “ pertukaran harta
dengan harta untuk kepemilikan.”
3. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni : Jual beli adalah “ pertukaran harta
dengan harta, untuk saling menjadikan milik.”
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, jual beli ialah persetujuan saling
mengikat antara penjual (yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) dan
pembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual) secara
sukarela di antara kedua belah pihak, dan sesuai syariat Islam dengan menggunakan alat
pengganti yang dibenarkan oleh hukum Islam. Yang dimaksud alat pengganti adalah alat
pembayaran yang sah dan diakui keberadaannya.
B. Hukum Jual Beli dalam Syariat Islam
Jual beli sudah ada sejak dulu, meskipun bentuknya berbeda. Jual beli juga
dibenarkan dan berlaku sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW sampai sekarang. Jual beli
mengalami perkembangan seiring pemikiran dan pemenuhan kebutuhan manusia. Jual beli
yang ada di masyarakat di antaranya adalah:
a) Jual beli barter (tukar menukar barang dengan barang);
b) Money charger (pertukaran mata uang);
c) Jual beli kontan (langsung dibayar tunai);
d) Jual beli dengan cara mengangsur (kredit);
e) Jual beli dengan cara lelang (ditawarkan kepada masyarakat umum untuk
mendapat harga tertinggi).
1
Adapun yang menjadi dasar hukum jual beli dalam Islam adalah:
a) Al-Qur’an
�ح�ل� و�أ الله� ع� �ي ب ال م� و�ح�ر� اۈبالر�
Artinya:
…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…
(Q.S. al-Baqarah: 275) dan Surat al-Nisa’: 29
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka .”
b) Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda:
: . . �ق�و ل� ي ق�ال� و ل� س� ر� �الله ص�ل�ى الله� � ه �ي ع�ل �م� ل و�س� �م�ا �ن ا ع� �ي ب ال ع�ن اض$ �ر� ت رواه ابن ماجه
ع�ن �ي ب� أ � د ع�ي س� خ�د ر�ي� ال
Artinya:
Dari Abi Sa’id al-Khudri berkata, Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya
jual beli itu didasarkan atas saling meridai.(H.R. Ibnu Majah).
c) Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa
bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain
yang dibutuhkan itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.
Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu:
1. Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli
2. Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk
membayar hutang
3. Sunah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan
barang yang dijual
4. Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual
barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak
harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat
C. Rukun Jual Beli Menurut Syariat Islam
Jual beli dinyatakan sah apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli
berarti sesuatu yang harus ada dalam jual beli. Apabila salah satu rukun jual beli tidak
2
terpenuhi, maka jual beli tidak dapat dilakukan. Menurut sebagian besar ulama, rukun jual
beli ada empat macam, yaitu:
a) Orang-orang yang berakad (Subyek)
Ada dua pihak yaitu bai’ (penjual) dan mustari (pembeli)
b) Ma’kud ‘Alaih (obyek)
Barang-barang yang diperjualbelikan yang bermanfaat menurut syara’
c) Alat tukar yang sah (uang)
d) Shigat (Ijab Kabul)
Ijab adalah perkataan penjual dalam menawarkan barang dagangan, misalnya: “Saya
jual barang ini seharga Rp 5.000,00”. Sedangkan kabul adalah perkataan pembeli
dalam menerima jual beli, misalnya: “Saya beli barang itu seharga Rp 5.000,00”.
Imam Nawawi berpendapat, bahwa ijab dan kabul tidak harus diucapkan, tetapi
menurut adat kebiasaan yang sudah berlaku. Hal ini sangat sesuai dengan transaksi
jual beli yang terjadi saat ini di pasar swalayan. Pembeli cukup mengambil barang
yang diperlukan kemudian dibawa ke kasir untuk dibayar.
D. Syarat Sah Jual Beli
a) Penjual dan pembeli
Adapun syarat penjual dan pembeli, yaitu :
Jual beli dilakukan oleh orang yang berakal agar tidak tertipu dalam jual beli.
Allah swt.berfirman dalam surah an-Nisa’ ayat 5 :
الو� �ؤ ت ف�ه�اء� �و االس5 ت �م� �ك �م و�ال ا �ى �ت ال ج�ع�ل� الله� �م �ك ل �م9ا ق�ي
Artinya:
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya,
harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai
pokok kehidupanmu.(Q.S.an-Nisa’ : 5)
Jual beli dilakukan atas kemauan sendiri (tidak dipaksa). Dalam Surah an-
Nisa’ ayat 29 Allah berfirman:
ن� �ذ�ي ;ال ا �و ا م�ن � ال �و ا �ل ك �أ ت �م �ك م و�آل
� أ �م �ك ن �ي ب �ا ب ��اط�ل ب �ل ا ال ن� أ �و ن� �ك ت ة9 ار� �ج� ت ع�ن اض$ �ر� ت �م ك م�ن
5ه�ا ي� �أ ي
Artinya:
Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar) kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. (Q.S. an-Nisa’: 29)
3
Barang yang diperjualbelikan memiliki manfaat (tidak mubazir)
Penjual dan pembeli sudah balihg atau dewasa, akan tetapi anak-anak yang
belum baligh dibolehkan melakukan jual beli untuk barang-barang yang
bernilai kecil, misalnya jual beli buku dan koran.
Kewajiban Penjual Menurut Hukum di Indonesia
Ketentuan Pasal 1474 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan
bahwa: Penjual mempunyai dua kewajiban utama yaitu menyerahkan barangnya dan
menanggungnya.
Penanggungan kebendaan yang diberikan oleh penjual meliputi 2 hal pokok:
Pertama, yang berhubungan dengan penguasaan kebendaan yang dijual tersebut oleh
pembeli secara aman dan tentram, dengan pengertian bahwa kebendaan yang dijual oleh
penjual atau dibeli oleh pembeli tersebut tidak dimiliki secara bersama-sama oleh pihak
lain dan berada dalam keadaan yang bebas dari jaminan kebendaan ataupun jaminan
karena adanya penghukuman atau penyitaan. Kedua, yang berkaitan dengan kebendaan
yang menjadi objek jual beli, yang dijelaskan lebih lanjut dalam ketentuan Pasal 1504-
1506 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menjelaskan tentang cacat barang
yang dijual. (Buku Jual Beli halaman 55-60)
b) Syarat uang dan barang yang dijual
Keadaan barang suci atau dapat disucikan.
Barang yang dijual memiliki manfaat.
Barang yang dijual adalah milik penjual atau milik orang lain yang
dipercayakan kepadanya untuk dijual. Rasulullah bersabda:
. � ال ع� �ي ب � ا ال م�ا ف�ي �م ل�ك� ت رواه ابو داودArtinya:
Tidak Sah jual beli kecuali pada barang yang dimiliki.(H.R. Abu Daud dari
Amr bin Syu’aib).
Barang yang dijual dapat diserahterimakan sehingga tidak terjadi penipuan
dalam jual beli.
Barang yang dijual dapat diketahui dengan jelas baik ukuran, bentuk, sifat dan
bentuknya oleh penjual dan pembeli.
c) Ijab Kabul
Ijab adalah pernyataan penjual barang sedangkan Kabul adalah perkataan
pembeli barang. Dengan demikian, ijab kabul merupakan kesepakatan antara penjual
4
dan pembeli atas dasar suka sama suka. Ijab dan kabul dikatakan sah apabila
memenuhi syarat sebagai berikut:
Kabul harus sesuai dengan ijab;
Ada kesepakatan antara ijab dengan kabul pada barang yang ditentukan
mengenai ukuran dan harganya;
Akad tidak dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan
akad, misalnya: “Buku ini akan saya jual kepadamu Rp 10.000,00 jika saya
menemukan uang”.
Akad tidak boleh berselang lama, karena hal itu masih berupa janji.
Membedakan jual beli yang diperbolehkan dan jual beli yang dilarang
E. Jual Beli yang Diperbolehkan dan Dilarang dalam Islam
Jual beli yang diperbolehkan dalam Islam
a. telah memenuhi rukun dan syarat dalam jual beli
b. jenis barang yang dijual halal
c. jenis barangnya suci
d. barang yang dijual memiliki manfaat
e. atas dasar suka sama suka bukan karena paksaan
f. saling menguntungkan
Jual beli yang dilarang dalam Islam
a. Memperjualbelikan barang-barang yang haram
b. Jual beli barang untuk mengacaukan pasar
c. Jual beli barang curian
d. Jual beli dengan syarat tertentu
e. Jual beli yang mengandung unsur tipuan
f. Jual beli barang yang belum jelas misalnya menjual ikan dalam kolam
g. Jual beli barang untuk ditimbun
Ditinjau dari segi pertukaran, jual beli dalam Islam dibedakan menjadi:
1) Jual Beli Salam (pesanan)
Salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang
pembayarannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang. Jual beli
salam adalah jual beli melalui pesanan, yakni jual beli dengan cara
menyerahkan uang muka terlebih dahulu kemudian barang diantar belakangan.
5
2) Jual Beli Muqayyadah (barter)
Jual beli muqayyadah adalah jual beli dengan cara menukar barang dengan
barang
3) Jual Beli Muthlaq
Jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati
sebagai alat tukar
4) Jual Beli Alat Tukar dengan Alat Tukar
Jual beli alat tukar dengan alat tukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai
sebagai alat tukar dengan alat tukar lainnya,seperti dinar dan dirham.
F. Bisnis Online (Jual Beli Online)
Kemajuan teknologi informasi telah memanjakan umat manusia. Berbagai hal yang
dahulu seakan mustahil dilakukan, kini dengan mudah terlaksana. Dahulu, praktik
perdagangan banyak dibatasi waktu, tempat, ruang, dan lainnya. Namun kini batasan-batasan
itu dapat dilampaui. Keterbatasan ruang tidak lagi menjadi soal, sebagaimana perbedaan
waktu tidak lagi menghambat untuk menjalankan berbagai perniagaan.
Di antara kemajuan teknologi informatika yang banyak membantu perdagangan ialah
internet. Dengan memanfaatkan jaringan online, kita dapat memasarkan barang sebanyak
mungkin, dan mendapatkan konsumen sebanyak mungkin pula. Walau demikian, bukan
berarti kita bebas menjalankan perniagaan sesuka hati. Berbagai batasan yang berlaku dalam
syariat tetap harus diindahkan, agar perniagaan online sejalan dengan syariat Allah ‘Azza wa
Jalla.
Karakteristik bisnis online, yaitu:
Terjadinya transaksi antara dua belah pihak
Adanya pertukaran barang, jasa, atau informasi
Internet merupakan media utama dalam proses atau mekanisme akad tersebut
Dari karakteristik di atas, bisa di lihat bahwa yang membedakan jual beli online
dengan jual beli offline yaitu proses transaksi (akad) dan media utama dalam proses tersebut.
Akad merupakan unsur penting dalam suatu bisnis. Secara umum, jual beli dalam Islam
menjelaskan adanya transaksi yang bersifat fisik, dengan menghadirkan benda tersebut
ketika transaksi, atau tanpa menghadirkan benda yang dipesan, tetapi dengan ketentuan
harus dinyatakan sifat benda secara konkret, baik diserahkan langsung atau diserahkan
kemudian sampai batas waktu tertentu, seperti dalam transaksi as-salam dan transaksi al-
istishna.
6
Transaksi as-salam merupakan bentuk transaksi dengan sistem pembayaran secara
tunai/disegerakan tetapi penyerahan barang ditangguhkan. Sedang transaksi al-istishna
merupakan bentuk transaksi dengan sistem pembayaran secara disegerakan atau secara
ditangguhkan sesuai kesepakatan dan penyerahan barang yang ditangguhkan.
Pengertian Jual beli dengan Akad Salam Secara online (E-Commerce)
Transaksi secara online merupakan transakasi pesanan dalam model bisnis era
global yang non face, dengan hanya melakukan transfer data lewat maya (data
intercange) via internet, yang mana kedua belah pihak, antara originator dan adresse
(penjual dan pembeli), atau menembus batas System Pemasaran dan Bisnis-Online
dengan menggunakan Sentral shop, Sentral Shop merupakan sebuah Rancangan Web
Ecommerce smart dan sekaligus sebagai Bussiness Intelligent yang sangat stabil
untuk diguakan dalam memulai, menjalankan, mengembangkan, dan mengontrol
Bisnis. Perkembangan teknologi inilah yang bisa memudahkan transaksi jarak jauh,
dimana manusia bisa dapat berinteraksi secara singkat walaupun tanpa face to face,
akan tetapi di dalam bisnis adalah yang terpenting memberikan informasi dan
mencari keuntungan.
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Secara Online (E-Commerce)
Apabila dilihat secara sepintas mungkin syariat Islam mengarah pada
ketidakdibolehkannya transaksi secara online (E-commerce), disebabkan
ketidakjelasan tempat dan tidak hadirnya kedua pihak yang terlibat dalam tempat.
Tapi kalau kita mencoba menelaah kembali dengan mencoba
mengkolaborasikan antara ungkapan al-Qur’an, hadits dan ijmma’, dapat dianalisis
adanya keterlibatan hukum islam terhadap permasalahan kontemporer. Karena dalam
al-Qur’an permasalahn trasnsaksi online masih bersifat global, selanjutnya hanya
mengarahkan pada peluncuran teks hadits yang dikolaborasikan dalam peramasalahan
sekarang dengan menarik sebuah pengkiyasan. Sebagaimana ungkapan Abdullah bin
Mas’ud : Bahwa apa yang telah dipandang baik oleh muslim maka baiklah dihadapan
Allah, akan tetapi sebaliknya.
Intinya, sebagaimana hukum dasar dari muammalah menurut Islam. Jual beli
online dihukumkan Ibahah (dibolehkan) selama tidak mengandung unsur-unsur yang
dapat merusaknya seperti riba, kezhaliman, penipuan, kecurangan, dan sejenisnya.
Dan yang paling penting adalah kejujuran, keadilan, dan kejelasan dengan
7
memberikan data secara lengkap, dan tidak ada niatan untuk menipu atau merugikan
orang lain.
Langkah-Langkah Agar Jual Beli Secara Online Diperbolehkan, Halal, Dan
Sah Menurut Syariat Islam
Pertama, Produk Halal
Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam objek perniagaan tetap berlaku,
termasuk dalam perniagaan secara online, mengingat Islam mengharamkan hasil
perniagaan barang atau layanan jasa yang haram, sebagaimana ditegaskan dalam
hadis: “Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk
memakan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan
lainnya).
Kedua, Kejelasan Status
Di antara poin penting yang harus diperhatikan dalam setiap perniagaan adalah
kejelasan status. Apakah sebagai pemilik, atau paling kurang sebagai perwakilan dari
pemilik barang, sehingga berwenang untuk menjual barang. Ataukah hanya
menawarkan jasa pengadaan barang, dan atas jasa ini mensyaratkan imbalan tertentu.
Atau hanya sekadar seorang pedagang yang tidak memiliki barang namun bisa
mendatangkan barang yang ditawarkan.
Berikut ini beberapa hukum berdagang secara online pada masing-masing
kemungkinan yang terjadi pada kasus di atas.
1. Sebagai pemilik barang atau perwakilannya (agen/distributor resmi).
Secara prinsip, pada posisi ini, Anda boleh menjual barang secara offline atau
online, sebagaimana Anda juga dibenarkan untuk menjualnya secara tunai atau
secara kredit dengan harga yang Anda tentukan atau sesuai kesepakatan.
2. Sebagai pemberi layanan pengadaan barang.
Karena Anda memiliki relasi yang luas atau kemampuan pengadaan barang
yang memadai, mungkin Anda menawarkan jasa ke orang lain untuk pengadaan
barang yang mereka butuhkan. Dan bila alternatif ini yang Anda jalankan, dan
atasnya Anda meminta imbalan, secara prinsip imbalan tersebut halal, asalkan
nominalnya jelas dan disepakati pada sejak awal akad. Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Kaum Muslimin senantiasa memenuhi
persyaratan mereka.” (HR. Abu Dawud, Hakim, Baihaqi, dan lainnya)
8
Misal, Anda menjadi supplier restoran tertentu untuk kebutuhan barang
tertentu. Anda berhak mendapat upah dari restoran tersebut.
3. Sebagai pedagang yang tidak memiliki barang dan juga bukan sebagai perwakilan.
Bila yang Anda lakukan hanya sebatas memasang gambar barang atau kriteria
barang, dan bukan sebagai pemilik atau perwakilannya, ada dua kemungkinan
yang bisa terjadi:
a) Anda mensyaratkan pembayaran secara tunai kepada setiap calon pembeli.
Dengan demikian, calon pembeli melakukan pembayaran lunas tanpa ada
yang terutang sedikit pun atas setiap barang yang ia pesan. Dengan metode
ini Anda melakukan perniagaan dengan skema akad salam. Metode ini
dibenarkan secara syariat walaupun pada saat transaksi Anda tidak memiliki
barang. Dan syaratnya sekali lagi, Anda harus menerima uang dari pembeli
secara tunai.
Muhammad bin Abil Mujalid mengisahkan: “Pada suatu hari aku diutus
oleh Abdullah bin Syaddad dan Abu Burdah untuk bertanya kepada sahabat
Abdullah bin Aufa. Mereka berdua berpesan: bertanyalah kepadanya,
apakah dahulu sahabat Nabi semasa hidup Nabi memesan gandum dengan
pembayaran lunas di muka? Ketika sahabat Abdullah ditanya demikian,
beliau menjawab: Dahulu kami memesan gandum, sya’ir (satu jenis
gandum dengan mutu rendah), dan minyak zaitun dalam takaran, dan tempo
penyerahan yang disepakati dari para pedagang Negeri Syam. Muhammad
bin Abil Mujalid kembali bertanya: Apakah kalian memesan langsung dari
para pemilik ladang? Abdullah bin Aufa kembali menjawab: Kami tidak
bertanya kepada mereka, tentang hal itu.” (HR. Al-Bukhari)
b) Anda tidak menerima pembayaran tunai atau hanya menerima uang muka.
Salah satu ciri khas perniagaan secara online adalah barang yang menjadi
obyek transaksi hanya bisa diserah-terimakan selang beberapa waktu. Serah
terima fisik barang secara langsung dalam jual-beli secara online adalah
suatu hal yang mustahil dapat dilakukan.
Dalam kondisi ini, Anda melakukan transaksi yang sama-sama terutang.
Sementara secara hukum, transaksi ini termasuk transaksi bermasalah.
Imam Ahmad bin Hambal berkata: “Tidak ada hadis sahih satu pun tentang
larangan menjual piutang dengan piutang, akan tetapi kesepakatan ulama
telah bulat bahwa tidak boleh memperjual-belikan piutang dengan piutang.”
9
Ungkapan senada juga diutarakan oleh Ibnul Munzir. (at-Talkhis al-Habir
oleh Ibnu Hajar al-Asqalany 3:406 dan Irwa’ul Ghalil oleh al-Albani 5:220-
222). Karena itu agar tidak terjerumus dalam akad jual-beli utang dengan
utang, maka lawan transaksi harus melakukan pembayaran secara tunai,
sehingga skema jual beli yang anda lakukan menjadi transaksi salam.
Ketiga, Kesesuaian Harga Dengan Kualitas Barang
Dalam jual beli online, kerap kali kita jumpai banyak pembeli merasa kecewa
setelah melihat pakaian yang telah dibeli secara online. Entah itu kualitas kainnya,
ataukah ukurang yang ternyata tidak pas dengan badan. Sebelum hal ini terjadi
kembali pada Anda, patutnya anda mempertimbangkan benar apakah harga yang
ditawarkan telah sesuai dengan kualitas barang yang akan dibeli. Sebaiknya juga
Anda meminta foto real dari keadaan barang yang akan dijual.
Keempat, Kejujuran
Berniaga secara online, walaupun memiliki banyak keunggulan dan
kemudahan, namun bukan berarti tanpa masalah. Berbagai masalah dapat saja
muncul pada perniagaan secara online. Terutama masalah yang berkaitan dengan
tingkat amanah kedua belah pihak. Bisa jadi ada orang yang melakukan pembelian
atau pemesanan. Namun setelah barang Anda kirim kepadanya, ia tidak melakukan
pembayaran atau tidak melunasi sisa pembayarannya. Bila Anda sebagai pembeli,
bisa jadi setelah Anda melakukan pembayaran, atau paling kurang mengirim uang
muka, ternyata penjual berkhianat, dan tidak mengirimkan barang. Bisa jadi barang
yang dikirim ternyata tidak sesuai dengan apa yang ia gambarkan di situsnya atau
tidak sesuai dengan yang Anda inginkan.
Syarat-syarat mendasar diperbolehkannya jual beli lewat online, adalah
sebagai berikut :
1) Tidak melanggar ketentuan syari’at Agama, seperti transaksi bisnis
yang diharamkan, terjadinya kecurangan, penipuan dan menopoli.
2) Adanya kesepakatan perjanjian diantara dua belah pihak (penjual dan
pembeli) jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan antara sepakat
(Alimdha’) atau pembatalan (Fasakh). Sebagaimana yang telah diatur
didalam Fikih tentang bentuk-bentuk option atau alternative dalam
akad jual beli (Alkhiarat) seperti Khiar Almajlis (hak pembatalan di
tempat jika terjadi ketidak sesuaian), Khiar Al’aib (hak pembatalan
jika terdapat cacat), Khiar As-syarath (hak pembatalan jika tidak
10
memenuhi syarat), Khiar At-Taghrir/ Attadlis (hak pembatalan jika
terjadi kecurangan), Khiar Alghubun (hak pembatalan jika terjadi
penipuan), Khiar Tafriq As-Shafqah (hak pembatalan karena salah satu
diantara dua belah pihak terputus sebelum atau sesudah transaksi),
Khiar Ar-Rukyah (hak pembatalan adanya kekurangan setelah dilihat)
dan Khiar Fawat Alwashaf (hak pembatalan jika tidak sesuai sifatnya).
3) Adanya kontrol, sangsi dan aturan hukum yang tegas dan jelas dari
pemerintah (lembaga yang berkompeten) untuk menjamin bolehnya
berbisnis yang dilakukan transaksinya melalui online bagi masyarakat.
Jika bisnis lewat online tidak sesuai dengan syarat-syarat dan
ketentuan yang telah dijelaskan di atas, maka hukumnya adalah
“Haram” tidak diperbolehkan. Kemaslahatan dan perlindungan
terhadap umat dalam berbisnis dan usaha harus dalam perlindungan
negara atau lembaga yang berkompeten. Agar tidak terjadi hal-hal
yang membawa kemudratan, penipuan dan kehancuran bagi
masyarakat dan negaranya.
KESIMPULAN
Berbisnis melalui online satu sisi dapat memberi kemudahan dan menguntungkan
bagi masyarakat. Namun kemudahan dan keuntungan itu jika tidak diiringi dengan etika
budaya dan hukum yang tegas akan mudah terjebak dalam tipu muslihat, saling mencurangi
dan saling menzalimi. Disinilah Islam bertujuan untuk melindungi umat manusia sampai
kapanpun agar adanya aturan-aturan hukum jual beli dalam Islam yang sesuai dengan
ketentuan syari’at agar tidak terjebak dengan keserakahan dan kezaliman yang meraja lela.
Jual beli online dihukumkan Ibahah (dibolehkan) selama tidak mengandung unsur-unsur
yang dapat merusaknya seperti riba, kezhaliman, penipuan, kecurangan, dan sejenisnya.
Transaksi bisnis lewat online jika sesuai dengan syariat Islam, Insya Allah akan membawa
kemajuan bagi masyarakat dan negara, semoga. Wallahua’lam bis-shawab.
Daftar Pustaka
11
Asnawi, Haris Faulidi, Transaksi Bisnis E-Commerce Perspektif Islam, (Yogyakarta : Laskar
Press)
Azzuracie. 2013. Hukum Jual Beli Online.
http://azzuracie.wordpress.com/2013/04/25/hukum-jual-beli-online/ diakses pada 7
maret 2014 pada pukul 16.45
Pakdenote. 2012. Hukum jual beli Online Menurut Islam.
http://pakdenote.wordpress.com/2012/12/20/hukum-jual-beli-online-menurut-islam/
diakses pada 6 maret 2014 pukul 17.00 WIB
PPHHIMM. 2008. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group
Syariah, Konsultasi. Halal Haram Bisnis Online. http://www.konsultasisyariah.com/halal-
haram-bisnis-online/ diakses pada 7 maret 2014 pukul 16.30 WIB
Widjaja, Gunawan. 2004. Jual Beli , Jakarta : Raja Grafindo Persada
12