modifikasi dan uji kinerja furrower untuk perawatan ... · kurangnya penyesuaian mesin dengan...
TRANSCRIPT
MODIFIKASI DAN UJI KINERJA FURROWER UNTUK
PERAWATAN TANAMAN PADI
AGRHA ADI PRAYOGO
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
MODIFIKASI DAN UJI KINERJA FURROWER UNTUK
PERAWATAN TANAMAN PADI
AGRHA ADI PRAYOGO
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
Judul Skripsi : Modifikasi dan Uji Kinerja Furrower Untuk Perawatan
Tanaman Padi
Nama : Agrha Adi Prayogo
NIM : F14070121
Disetujui oleh
Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si Dr. Ir. Radite P.A.S., M.Agr
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui Oleh
Dr. Ir. Desrial, M.Eng
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
iv
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA
PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Modifikasi dan Uji
Kinerja Furrower untuk Perawatan Tanaman Padi adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tingi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Agrha Adi Prayogo
NIM F14070121
v
ABSTRAK AGRHA ADI PRAYOGO. Modifikasi dan Uji Kinerja Furrower Untuk Perawatan
Tanaman Padi. Dibimbing oleh I WAYAN ASTIKA dan RADITE PRAEKO AGUS
SETIAWAN.
Salah satu penyebab kurangnya pemakaian mesin pertanian dalam
pemeliharaan tanaman padi adalah karena sulitnya aplikasi mesin pertanian akibat
kurangnya penyesuaian mesin dengan kondisi lahan padi Indonesia. Untuk
mengatasi hal tersebut satu bagian alat pemeliharaan tanaman dibuat dan diuji yaitu
furrower. Furrower modifikasi merupakan implemen yang terpasang pada alat
pemeliharaan tanaman padi yang memiliki pisau tambahan pada kedua sisi.
Furrower berfungsi sebagai pembuat parit untuk aerasi dan pemotong akar tanaman
padi. Pengujian furrower dilakukan dengan penarik walking type cultivator di sawah
yang sudah dikondisikan. Uji kinerja menunjukkan pemutusan akar rata-rata 14.2 %.
Penggunaan furrower menurunkan Bulk density, tahanan penetrasi tanah dan
membuat alur parit yang membuat penempatan pupuk lebih tepat sasaran. Sedangkan
efisiensi penyiangan gulma mencapai 63.5 %
ABSTRACT
AGRHA ADI PRAYOGO. Modification and Performance Test of Furrower for
Paddy Field Cultivation. Supervised By I WAYAN ASTIKA and RADITE
PRAEKO AGUS SETIAWAN.
Machinery for paddy cultivation are not widely used in Indonesia because they
are not suitable for Indonesia’s paddy field conditions. In order to overcome the
problem a furrower was modified in this research, and then attached to a light tractor.
It was functioned as shovel and furrower, and has blades attached to its sides for root
cutting of paddy. The modified furrower is pulled by walking type cultivator and
tested in a field with adjusted row spacing. Result of the test showed that modified
furrower gave 14.2 % root cutting ratio and had 63.5% weeding ratio. It also
decreased soil bulk density, soil penetration resistance and made proper ditch for
better fertilizer placement.
vi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini adalah Modifikasi dan Uji
Kinerja Furrower Untuk Perawatan Tanaman Padi. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si dan Dr. Ir. Radite Praeko Agus Setiawan,
M.Agr selakudosen pembimbing yang telah banyak memberi arahan, bimbingan,
dan dukungan selama penelitian dan pembuatan skripsi serta kepada Dr. Ir.
Gatot Pramuhadi, M.Si yang telah memberikan saran dan masukan untuk
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada bapak,
ibu, adik tersayang dan seluruh keluarga atas segala dukungan moril, materil, doa
dan kasih sayang yang tak terhingga. Ucapan terima kasih kepada keluarga besar
OMDA IKC, seluruh Ensembel (TEP 44) dan Orion (TEP 46), rekan-rekan
sebimbingan (Nayla, Nuzul dan Gege), Bandhitos (Fauzi, Riki, Hanif, Asa, Arif,
Iqbal) atas segala bantuan, dukungan, doa dan semangat kalian. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada para petani di Dramaga dan Carangpulang
(Pak Kohar, Pak Budi, Bu Sri, Pak Bowo), teknisi dan pegawai lab yang telah
membantu selama pengumpulan data. Akhirnya kepada semua pihak yang telah
membantu penyelesaian skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian.
Bogor, Juni 2014
Agrha Adi Prayogo
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Alat dan Bahan Penelitian 2
Prosedur Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Uji Kinerja Furrower 10
Efisiensi Penyiangan 10
Efisiensi Pemutusan Akar Padi 11
Perubahan Sifat Fisik dan Mekanik Tanah 13
Bulk Density 13
Parit Yang Terbentuk 16
Tahanan Penetrasi 18
Pengaruh Pemutusan Akar Padi Terhadap Pertumbuhan Tanaman 19
Jumlah Akar Padi 19
Biomassa 20
SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 23
RIWAYAT HIDUP 28
viii
DAFTAR TABEL
1 Faktor-faktor yang mempengaruhi desain furrower 5
2 Data teknis alat 5
3 Efisiensi penyiangan 11
4 Efisiensi pemutusan akar 13
5 Bulk density furrower berpisau 20 HST 14
6 Bulk density furrower berpisau 40 HST 14
7 Bulk density furrower tanpa pisau 20 HST 15
8 Bulk density furrower tanpa pisau 40 HST 15
9 Lebar dan kedalaman parit yang terbentuk 17
10 Penurunan tahanan penetrasi 18
11 Jumlah akar 1 minggu setelah perlakuan 19
12 Biomassa tanaman padi pada 90 HST 20
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram tahapan penelitian dan lingkup pengujian alat 3
2 Pisau pada pengujian 20 HST 6
3 Pisau pada pengujian 40 HST 6
4 Pengujian furrower yang ditarik oleh walking type cultivator 7
5 Hasil penyiangan dengan furrower yang ditarik dengan walking
type cultivator pada 20 HST 10
6 Hasil pemutusan akar 12
7 Akar padi yang tersangkut pada pisau furrower 12
8 Parit yang dihasilkan pada saat pengujian 20 HST 16
9 Sketsa pengaruh implemen terhadap profil tanah 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Gambar teknik furrower modifikasi pada 20 HST (Lebar Kerja 24 cm) 23
2 Gambar teknik furrower modifikasi pada 40 HST (Lebar Kerja 30 cm) 24
3 Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower berpisau yang
ditarik walking type cultivator pada padi umur 20 hari 25
4 Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower tanpa pisau
yang ditarik walking type cultivator pada padi umur 20 hari 25
5 Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower berpisau yang
ditarik walking type cultivator pada padi umur 40 hari 26
6 Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower tanpa pisau
yang ditarik Walking type cultivator pada padi umur 40 hari 26
7 Pengukuran tahanan penetrasi tanah 20 HST 27
8 Pengukuran tahanan penetrasi tanah 40 HST 27
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia, kebanyakan sawah mendapat perawatan yang sangat minim,
kebanyakan hanya dengan perawatan manual sekali atau 2 kali selama masa
pertumbuhan, hal ini berpengaruh besar terhadap padi yang dihasilkan. Kurangnya
perawatan akan menyebabkan gulma tumbuh subur. Gulma bersaing dengan
tanaman padi dalam hal cahaya matahari, unsur hara dan air. Apabila satu saja dari
ketiga unsur tersebut kurang maka yang lain tidak dapat digunakan secara efektif
walaupun tersedia dalam jumlah besar. Gulma atau tumbuhan pengganggu yang
tumbuh di antara tanaman padi merupakan salah satu faktor penyebab menurunnya
hasil, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Berdasarkan pengamatan
Sudarmo (1990) gulma sering digunakan sebagai inang berbagai hama dan penyakit
padi serta untuk persembunyian bagi tikus. Menurut Sutidjo (1980) kerugian
produksi pertanian yang diakibatkan oleh gangguan gulma sebesar 10% sampai 20%.
Khusus pada tanaman padi sawah menurut pengujian yang dilakukan oleh IRRI,
penurunan hasil panen padi akibat gangguan gulma sebesar 24% sampai 48% atau
rata-rata sebesar 36%. Ampong-Nyarko (1991) menyatakan penurunan hasil akibat
keberadaan gulma selama musim tanam diperkirakan sekitar 44% sampai 46%,
sebuah pengurangan hasil yang sangat signifikan jika penanganan gulma tidak
ditangani secara serius.
Selain penyiangan, penggemburan menjadi aspek penting yang sering
diabaikan karena kurangnya mekanisasi dalam perawatan padi. Kurangnya
penggemburan tanah akan menyebabkan pemadatan tanah. Pemadatan tanah adalah
penyusutan partikel-partikel padatan di dalam tanah karena adanya gaya tekan
pada permukaan tanah sehingga ruang pori tanah menjadi berkurang (Surowinoto
1980). Pemadatan tanah merupakan hal yang tidak diinginkan dalam pertanian
karena dapat mengurangi aerasi tanah, mengurangi ketersediaan air bagi
tanaman dan menghambat pertumbuhan akar dan perkecambahan tanaman.
Pemadatan tanah cenderung menurunkan ketersediaan air dan unsur hara yang
dibutuhkan akar tanaman dalam tanah. Tanah yang padat akan mengurangi
kapasitas memegang air, mengurangi kandungan udara, memberikan hambatan
fisik yang besar pada penerobosan akar sehingga mengendalikan kapasitas
kemampuannya memanen air, udara, dan hara (Sofyan M. 2006). Tingkat kepadatan
tanah akan berkorelasi negatif dengan pertumbuhan tanaman. Tanah yang
terpadatkan akan menggangu penetrasi akar tanaman sehingga pertumbuhan
tanaman akan terhambat. Pada tanah yang terlalu padat pertukaran udara
menjadi lambat, kandungan oksigen dalam tanah cukup rendah dan permeabilitas
terhambat sehingga air akan tergenang dan menghambat tanaman.
Lalu aspek penting yang juga terabaikan adalah proses pemutusan akar.
Menurut BPTP Jawa Barat (2009) kegiatan pemutusan akar padi sebaiknya
dilakukan salah satunya dengan menggunakan kored (alat penyiang gulma) karena
hal ini diharapkan akan menstimulasi tumbuhnya akar baru. Pertumbuhan akar
baru akan menyebabkan akar tanaman padi lebih menyebar secara mendatar di
dalam tanah sehingga mengurangi tumbuhnya akar yang memanjang vertikal.
Suardi (2002) menyatakan bahwa akar yang tumbuh subur dengan penyebaran
mendatar diharapkan dapat meningkatkan gabah isi dengan distribusi akar lebih
2
dari 50 % pada kedalaman 5 cm. Distribusi seperti ini cukup efisien untuk
penyaluran air dan hara ke bagian tanaman pada lahan irigasi teknis (Suardi
2002). (Mackill 1996) juga menjelaskan bahwa pada kondisi lahan irigasi yang
yang sudah disiapkan, akan terbentuk lapisan kedap air yang sulit ditembus akar
padi. Akar sebaiknya tidak terlalu dalam karena ketersediaan air ada di sekitar
perakaran padi.
Menurut Boers (2003) fungsi dari furrower adalah membuat alur, menutup
benih, dan membuat alur untuk irigasi. Furrower digunakan terutama di daerah
tropis dan subtropis karena banyak tanaman pangan yang tumbuh di daerah
tersebut seperti kapas, jagung, sorgum, kentang, tebu, sayuran dan lain –lain
yang dibudidayakan dalam suatu alur baris tanaman. Kelebihan dari furrower,
yaitu dapat digunakan untuk satu atau lebih dari satu alur baris, dapat
menggunakan hewan maupun traktor sebagai tenaga penarik, dapat
dikombinasikan dengan implemen lain, dan dapat digunakan sebagai alat penyiang.
Karena bisa berfungsi sebagai penyiang, maka furrower dapat menjadi salah satu
implemen yang bisa dipilih oleh pengguna mesin pemeliharaan tanaman padi sebagai
implemen yang dipasang pada traktor perawatan tanaman padi. Furrower juga bisa
dimodifikasi supaya dapat bekerja untuk pemutusan akar dengan menambahkan
pisau yang berfungsi memutus akar.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Memodifikasi furrower agar dapat digunakan sebagai alat perawatan tanaman
padi, dan memodifikasinya dengan tambahan pisau agar dapat memiliki fungsi
tambahan sebagai pemotong akar.
2. Menganalisis kinerja furrower yang sudah dimodifikasi, pengujian mencakup
efisiensi penyiangan, pengaruh furrower terhadap tahanan penetrasi, Bulk
density dan dimensi parit yang dihasilkan.
3. Menganalisis pengaruh penggunaan furrower pada pertumbuhan tanaman padi.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2013 sampai Januari 2014. Penelitian
dilaksanakan di sawah milik petani di daerah Carangpulang, Kecamatan Situ Gede,
Kabupaten Bogor.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat
Furrower modifikasi
Kamera digital
Walking type cultivator Yanmar 5 HP
Pasak bambu
Tali rafia
Ring sampel
3
Alat Ukur
Kuadran gulma
Perangkat penetrometer SR-2
Meteran
Counter (penghitung)
Prosedur Penelitian
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini mencakup beberapa
tahapan seperti terlihat pada Gambar 1.
a. Tahapan penelitian
Gambar 1. Diagram tahapan penelitian dan lingkup pengujian alat
Mulai
Perancangan dan Pembuatan Alat
Pengkondisian Alat dan Lahan
PPengujian Alat
Pengambilan Data dan Analisis
Selesai
Analisis Pengaruh Penggunaan Furrower
Efisiensi
penyiangan
(%)
Uji kinerja Perubahan sifat fisik
dan mekanik tanah
Pengaruh penggunaan
furrower untuk
pertumbuhan
Efisiensi
pemutusan
akar (%)
Bulk
density
dan
porositas
(g/cm3)
Tahanan
penetrasi
(kg/cm2)
Dimensi
parit (cm) Jumlah
akar
(buah)
Biomassa
(kg)
b. Lingkup pengujian alat
4
Identifikasi Masalah
Penelitian diawali dengan melakukan identifikasi terhadap permasalahan
yang terjadi di lapangan. Permasalahan yang ditemukan adalah perlunya dibuat
sebuah alat yang memungkinkan petani untuk melakukan dua pekerjaan secara
bersamaan, yaitu menyiangi gulma padi dan memutus perakaran padi. Alat
yang akan dibuat harus mampu bekerja pada lahan sistem tanam jajar legowo
dengan jarak tanam 20-25 cm. Penggunaan sistem legowo karena dengan
sistem ini tanaman padi tumbuh lebih baik dan hasilnya lebih tinggi karena
luasnya border effect dan lorong di petakan sawah sehingga menghasilkan bulir
gabah yang lebih bernas (Pahruddin et. al. 2004)..
Perancangan dan Pembuatan Alat
Proses perancangan diarahkan agar alat yang dibuat memiliki fungsi yang
diinginkan yaitu kemampuan membalik gulma dan kemampuan memutus akar.
Untuk mendapat fungsi yang diinginkan maka hal yang dilakukan adalah
memodifikasi furrower dengan penambahan pisau. Penambahan pisau ditujukan
untuk pemutus akar tanaman padi. Pisau yang dirancang terletak pada sisi kiri dan
kanan alat gasrok masing-masing berjumlah satu buah. Pisau ini bersifat tidak
permanen sehingga dapat dilepas dan dipasang kembali sesuai keinginan
pemakai furrower modifikasi.
Pada tabel 1 ditunjukkan hal-hal yang mendasari konsep desain furrower :
Tabel 1. Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam mendesain furrower
Faktor Yang Dipertimbangkan Pengaruhnya Terhadap Desain
Struktur akar padi yang tumbuh pada
5-20 cm di dalam tanah selama masa
pertumbuhan
Sistem pemotong akar bekerja
optimal pada kedalaman efektif 5-
15 cm, ini berpengaruh pada letak
pisau pada furrower dan seberapa
dalam furrower harus mampu
bekerja pada lahan sawah.
Jarak tanam yang biasa diterapkan
oleh petani di indonesia adalah 25
cm (jarak diatur dengan penggunaan
caplak)
Lebar kerja alat yang di desain
harus lebih kecil daripada jarak
tanam tersebut tapi dengan selisih
secukupnya agar coverage
penyiangan gulma dan pemutusan
akar tepat sasaran. Maka ditentukan
lebar kerja adalah 18 cm (tanpa
pisau) 24-25 cm (dengan pisau)
Alat harus memiliki fungsi pembalik
tanah agar aerasi lebih baik dan
tanah lebih gembur
Bentuk furrower dipilih menjadi
desain dasar yang akan
dimodifikasi, karena memiliki
kemampuan membalik tanah yang
cukup baik
5
Pertimbangan desain di atas mempengaruhi proses pembuatan furrower
modifikasi sehingga dibuat furrower memiliki karakteristik seperti tertera di Tabel
2.
Tabel 2. Data teknis alat
Besaran Nilai
Panjang 32 cm
Lebar 18 cm tanpa pisau
24 cm dengan pisau pada
modifikasi 1
30 cm dengan pisau pada
modifikasi 2
Tinggi 80 cm maks (dengan batang), bisa
diatur ketinggiannya pada saat
terpasang pada alat penarik
Kecepatan kerja 0.61 m/s
Target kedalaman kerja 5-15 cm, pisau terpasang pada jarak
10 cm dari bagian atas furrower
Alat ini mengalami 2 kali penyesuaian bentuk pisau selama masa pengambilan
data seperti terlihat pada gambar 2 dan 3.
Gambar 2. Pisau pada pengujian 20 HST
6
Gambar 3. Pisau pada pengujian 40 HST
Pada pengambilan data pertama (20 hari setelah tanam), pisau yang digunakan
menyebabkan furrower memiliki lebar kerja 24 cm, tapi ternyata dari hasil
pemutusan, akar yang terpotong hanya sedikit sehingga pisau dimodifikasi menjadi
lebih lebar, modifikasi ini membuat lebar kerja alat menjadi 30 cm. Gambar teknik
alat ditunjukkan pada Lampiran 1 dan 2
Uji Kinerja Alat
Persiapan Lahan
Lahan yang akan digunakan untuk pengujian adalah lahan milik petani di
daerah Dramaga, Bogor yang sudah dikondisikan dengan menggunakan sistem
tanam jajar legowo 2:1, legowo 2:1 adalah sistem tanam dimana setiap 2 baris padi
diberi 1 baris kosong, ini membuat padi memiliki banyak tanaman pinggir dan
memudahkan proses pemeliharaan padi pada lahan sawah. Padi ditanam dengan
jarak tanam 27 x 20 cm.
Pengkondisian Alat
Walking type cultivator yang digunakan sebagai penarik furrower harus
disesuaikan dengan keadaan sawah yang macak-macak. Pengkondisian walking type
cultivator dilakukan dengan memasang roda sangkar pada walking type cultivator
sehingga walking type cultivator bisa berjalan di sawah. Lalu pengkondisian jarak
dengan mengatur panjang poros ban juga dilakukan agar walking type cultivator
tidak merusak tanaman padi pada saat pengujian.
7
Gambar 4. Pengujian furrower yang ditarik oleh walking type cultivator
Pengujian Kinerja Alat
Percobaan dilakukan dengan memasangkan furrower pada Walking type
cultivator Yanmar 5 HP Pada penelitian ini terdapat 3 perlakuan yaitu:
1. Penyiangan dengan furrower tanpa pisau
2. Penyiangan dengan furrower dengan pisau
3. Kontrol ( Petak yang tidak disiangi dengan furrower )
Pengujian kinerja dan pengaruh furrower pada tanaman padi meliputi
a. Efisiensi penyiangan gulma
Perhitungan efisiensi penyiangan diawali dengan menghitung jumlah
gulma awal yang tumbuh menggunakan kuadran gulma sebelum dilakukan
penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan, jumlah gulma akhir yang masih tersisa
di lahan dihitung kembali. Petakan yang dijadikan sampel berjumlah 15 buah
untuk masing-masing perlakuan. Efisiensi penyiangan dihitung dengan persamaan
(
)
Keterangan:
Efpny : efisiensi penyiangan (%)
n awal : penutupan gulma awal (%)
n akhir : penutupan gulma akhir (%)
b. Efisiensi pemutusan akar tanaman padi
Petakan yang digunakan sebagai sampel pada perhitungan ini adalah petakan
yang digunakan pada perhitungan penyiangan gulma. Perhitungan dilakukan
dengan membandingkan jumlah akar yang terputus dengan jumlah akar
keseluruhan dari setiap rumpun padi dengan jumlah sampel sebanyak 15 rumpun.
8
Nilai efisiensinya dinyatakan dalam %. Berikut adalah rumus yang bisa dipakai
untuk menentukan efisiensi pemutusan akar padi.
(
)
Keterangan
Efpmt = efisiensi pemutusan akar padi
n putus = jumlah akar yang terputus
n tidak putus = jumlah akar yang tidak terputus
c. Bulk density dan porositas tanah
Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah
makin tinggi bulk density, yang berarti makin sulut meneruskan air atau ditembus
akar tanaman. Tanah yang lebih padat memilki bulk density yang lebih besar dari
tanah yang sama tetapi kurang padat. Pada umumnya tanah lapisan atas pada tanah
mineral mempunyai bulk density yang lebih rendah dibandingkan dengan tanah
dibawahnya. Nilai bulk density tanah mineral berkisar 1-0,7 g/cm3, sedangkan tanah
organik umumnya memiliki bulk density antara 0,1-0,9 g/cm3 (Hardjowigeno 2003).
Pengukuran bulk density dilakukan di laboratorium tanah Teknik Mesin
Biosistem IPB dengan jumlah sampel tanah 5 buah dari masing-masing perlakuan.
Perlakuan yang dilakukan adalah penyiangan dengan furrower tanpa pisau dan
penyiangan dengan furrower berpisau. Pengambilan sampel tanah diambil
menggunakan ring sampel bervolume 98.13 cm3.
Sedangkan porositas tanah dapat dihitung dengan persamaan berikut
n = ( 1-(BD/Gs)) x 100
n = porositas
BD = bulk density (g/cm3)
Gs = particle density (g/cm3)
Menurut Madjid (2010) kebanyakan tanamh mineral particle density-nya rata-
rata sekitar 2,1 g/cm3
d. Tahanan penetrasi tanah
Tahanan penetrasi tanah diukur dengan penetrometer SR-2 yang
menggunakan ujung cone besar (luas penampang 2 cm2) sebelum dan setelah
furrower yang ditarik oleh walking type cultivator bekerja di lahan. Pengukuran
dilakukan menggunakan alat penetrometer pada kedalaman 10 cm, kedalaman 10
cm dipilih karena pisau yang dipasang untuk memutus akar ditargetkan bekerja pada
kedalaman tersebut. Nilai yang diperoleh adalah hasil rata-rata dari 20 titik
sampel dengan satuan kg/cm. untuk setiap perlakuan.
9
e. Parit yang dihasilkan
Penggunaan furrower akan membuat tanah yang dilalui terpecah dan
menciptakan parit pada jalur kerjanya. Parit ini membuat sebagian akar berinteraksi
langsung dengan udara dan membuat pemberian pupuk jauh lebih tepat sasaran. Data
yang dicari dari parit ini adalah lebar dan kedalaman parit. Pengukuran lebar dan
kedalaman parit yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan penggaris.
f. Jumlah akar setelah perlakuan alat
Salah satu pengaruh yang diharapkan dari penggunaan furrower adalah
meningkatnya jumlah akar yang tumbuh setelah penggunaan. Karena itu dilakukan
penghitungan jumlah akar seminggu setelah penggunaan furrower untuk melihat apa
furrower memberikan dampak yang signifikan pada pertumbuhan akar padi.
Prosedur pengambilan datanya adalah padi diambil bersama tanah agar akar tidak
terputus pada saat dicabut, lalu tanah dicuci dan akar dihitung setelah tanah tidak
menempel pada akar tanaman padi. Sampel yang diambil berjumlah 15 buah.
g. Biomassa
Biomassa didefinisikan sebagai jumlah total bahan organik di atas tanah
pada pohon, termasuk daun, ranting, cabang, batang utama, dan kulit yang
dinyatakan dalam berat kering oven ton per unit area (Brown 1997).
Biomassa padi ditimbang secara keseluruhan mencakup akar, batang,
daun, dan buah. Pengambilan sampel dilakukan pada HST 90 tepat sebelum padi
dipanen dan dikeringkan dahulu sebelum ditimbang.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Kinerja Alat
Efisiensi Penyiangan
Penyiangan menggunakan furrower modifikasi hanya dapat mencabut
gulma yang tumbuh pada lajur antar baris tanaman, sedangkan gulma antar
tanaman tidak dapat tersentuh, sedangkan gulma yang berada di jalur ban terkikis
oleh ban yang terpasang pada walking type cultivator seperti yang terlihat pada
Gambar 5.
Gambar 5. Hasil penyiangan dengan furrower yang ditarik dengan walking
type cultivator (merah jalur ban, hitam : jalur furrower) pada 20
HST
Pengukuran dilakukan pada lajur antar baris tanaman saat penyiangan I (padi
berumur 20 HST minggu) dan penyiangan II (padi berumur 40 HST). Efisiensi
penyiangan gulma dapat dilihat pada Tabel 3.
11
Tabel 3. Efisiensi penyiangan gulma
Efisiensi penyiangan gulma (%)
Sampel Penyiangan dengan
furrower tanpa pisau
pada 20 HST*
Penyiangan dengan furrower berpisau
pada 20 HST
Penyiangan
dengan furrower
tanpa pisau pada 40 HST
Penyiangan
dengan furrower
berpisau pada 40 HST
1 50 50 70 74
2 25 57.1 66 74.1
3 20 54.5 79 64.8
4 57.9 50 74.6 73.7
5 76.5 81.3 79.2 82.6
6 63.6 84.6 65.9 80.6
7 70 44.4 70.1 70.8
8 20 62.5 68 70.7
9 50 25 83.5 79.5
10 66.7 58.3 77.4 79.3
11 55.6 66.7 69.6 68.5
12 57.1 42.9 68.3 66.7
13 61.5 53.8 69.3 69.9
14 72.7 54.5 80.5 71
15 50 50 85.9 76.6
Rata-rata 53.1 55.7 73.8 73.5
Catatan: Efisiensi penyiangan furrower berpisau tidak berbeda nyata tahanan penetrasi
furrower tanpa pisau pada taraf 5% pada umur 20 HST.
Efisiensi penyiangan furrower berpisau tidak berbeda nyata terhadap tahanan
penetrasi furrower tanpa pisau pada taraf 5% pada umur 40 HST
*Hari Setelah Tanam
Efisiensi rata-rata penyiangan gulma yang diperoleh adalah penyiangan
dengan furrower berpisau 20 HST 53.1%, penyiangan dengan furrower tanpa pisau
40 HST 55.7 %, penyiangan dengan furrower berpisau 40 HST 73.8% dan
penyiangan dengan furrower tanpa pisau 40 HST 73.5 %, hasil ini tercantum pada
Tabel 3. Berdasarkan efisiensi penyiangan, hasil uji Anova menunjukkan penyiangan
tanpa pisau dan penyiangan dengan pisau tidak berbeda nyata pada 20 dan 40 HST,
ini disebabkan karena furrower tanpa pisau, walaupun lebar kerjanya lebih kecil,
masih memiliki kemampuan untuk membuat parit, dan pada prosesnya ikut menarik
gulma. Sedangkan Uji Anova menunjukkan hasil penyiangan berpisau maupun tanpa
pisau berbeda nyata pada 20 HST dan 40 HST, hal ini disebabkan karena penutupan
gulma yang sangat jarang pada saat pengujian di 20 HST (Lampiran 3)
Efisiensi Pemutusan Akar Padi
Pemasangan pisau pada furrower berfungsi sebagai pemutus akar padi
yang ditujukan untuk bekerja optimal pada kedalaman 10-15 cm di bawah
permukaan tanah. Furrower bekerja di antara barisan tanaman sehingga memutus
akar padi hanya pada salah satu sisinya saja. Berdasarkan hasil uji kinerja
12
yang dilakukan, furrower ini dapat bekerja cukup baik untuk memutus akar
tanaman padi pada kedalaman 10-15 cm tergantung kondisi tanah. Contoh hasil
pemotongan akar terlihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Contoh hasil pemutusan akar
Kendala yang ditemukan di lapangan adalah terkadang penyesuaian lebar
kerja pisau sangat perlu agar didapat hasil yang optimal, lebar kerja yang terlalu
kecil akan menyebabkan akar yang terpotong sedikit, sedangkan lebar kerja yang
lebih besar beresiko merusak tanaman padi itu sendiri. Kendala yang kedua adalah
adanya akar yang tersangkut pada furrower seperti ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Contoh akar tanaman padi yang tersangkut pada pisau furrower
Hal ini menyebabkan berkurangnya daya potong akar pada furrower, bahkan
pada kondisi ekstrim dapat menyebabkan tanaman menjadi rebah. Kerebahan ini
dapat disebabkan karena pisau furrower tidak bergetar, yang berakibat pada adanya
akar yang tersangkut pada pisau.
Hasil pengukuran efisiensi pemutusan akar padi tertera pada Tabel 4.
Tanpa
pisau
Dengan
pisau
13
Tabel 4. Efisiensi pemutusan akar padi*
No.
Sampel
20 HST 40 HST
Jumlah
Akar Terpotong (%)
Jumlah
Akar Terpotong (%)
1 151 13 8.6 263 62 23.6
2 176 15 8.5 278 51 18.3
3 143 21 14.7 282 42 14.9
4 156 14 9.0 259 51 19.7
5 163 15 9.2 267 62 23.2
6 152 22 14.5 273 45 16.5
7 147 29 19.7 288 36 12.5
8 153 13 8.5 294 51 17.3
9 176 15 8.5 251 41 16.3
10 153 14 9.2 253 32 12.6
11 155 16 10.3 248 42 16.9
12 148 25 16.9 239 42 17.6
13 156 19 12.2 237 35 14.8
14 162 21 13.0 252 32 12.7
15 159 23 14.5 263 31 11.8
Rata-Rata 156.7 18.3 11.8 263.1 43.7 16.6 *sampel diambil hanya di jalur yang dilalui furrower berpisau
Hasil uji Anova menunjukan bahwa efisiensi pemutusan akar pada 20 HST dan
40 HST berbeda nyata, ini disebabkan karena pada pengujian 40 HST lebar kerja alat
berbeda dengan pengujian 20 HST, pada 20 HST dengan lebar kerja efektif 24 cm,
pisau kurang bisa menjangkau akar, maka dimodifikasi pada pengujian 40 HST
menjadi 30 cm, modifikasi ini berpengaruh pada hasil pemutusan akar tapi tidak
menyebabkan padi menjadi rebah.
Perubahan Sifat Fisik dan Mekanik Tanah
Bulk Density
Penggunaan furrower berpisau tidak hanya berfungsi sebagai penyiang
gulma. Saat furrower membersihkan gulma, furrower akan mencabut gulma
sekaligus juga membongkar permukaan tanah yang dilaluinya. Penggunaan furrower
berpisau akan memberi perubahan sifat fisik dan mekanik tanah. Hasil pengukuran
menunjukkan bahwa furrower berpisau memiliki pengaruh dalam memecah tanah
pada 20 dan 40 HST seperti ditunjukkan pada Tabel 5 dan Tabel 6.
14
Tabel 5. Bulk density tanah pada hasil pengujian furrower berpisau pada 20 HST*
Bulk density (g/cm3)
Wet Bulk Density Dry Bulk Density
No
Sampel
Sebelum
Perlakuan
Sesudah
Perlakuan
Sebelum
Perlakuan
Sesudah
Perlakuan
Porositas
(%)
1 1.54 1.49 1.19 1.13 56.54
2 1.53 1.45 1.07 1.11 57.31
3 1.60 1.49 1.24 1.10 57.69
4 1.57 1.51 1.14 1.07 58.85
5 1.56 1.42 1.21 1.10 57.69
Rata-rata 1.56 1.47 1.17 1.10 57.62
Catatan: Bulk density basah sebelum perlakuan furrower berpisau berbeda nyata terhadap bulk
density basah sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 20 HST.
Bulk density kering sebelum perlakuan furrower berpisau berbeda nyata terhadap bulk
density kering sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 20 HS
*Bulk density basah adalah bulk density sebelum sampel tanah dikeringkan di dalam
oven.
*Bulk density kering adalah bulk density sesudah sampel tanah dikeringkan di dalam oven
Tabel 6. Bulk density tanah pada hasil pengujian furrower berpisau pada 40 HST
Bulk density (g/cm3)
Wet Bulk Density Dry Bulk Density
No
Sampel
Sebelum
Perlakuan
Sesudah
Perlakuan
Sebelum
Perlakuan
Sesudah
Perlakuan
1 1.52 1.45 1.07 1.00
2 1.54 1.49 1.19 1.06
3 1.50 1.48 1.21 1.04
4 1.55 1.52 1.14 1.02
5 1.51 1.52 1.24 1.08
Rata-rata 1.52 1.49 1.17 1.04 Catatan: Bulk density basah sebelum perlakuan furrower berpisau berbeda nyata terhadap bulk
density basah sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 40 HST.
Bulk density kering sebelum perlakuan furrower berpisau berbeda nyata terhadap bulk
density kering sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 40 HST
Tetapi furrower tanpa pisau masih belum bisa memecah tanah dengan baik
seperti ditunjukkan pada Tabel 7 dan Tabel 8.
15
Tabel 7. Bulk density tanah pada hasil pengujian furrower tanpa pisau pada 20 HST
Bulk density (g/cm3)
Wet Bulk Density Dry Bulk Density
No
Sampel
Sebelum
Perlakuan
Sesudah
Perlakuan
Sebelum
Perlakuan
Sesudah
Perlakuan
1 1.46 1.40 1.14 1.11
2 1.54 1.45 1.05 1.03
3 1.52 1.45 1.12 1.08
4 1.42 1.43 1.05 1.03
5 1.41 1.39 1.07 1.04
Rata-rata 1.47 1.42 1.09 1.06 Catatan: Bulk density basah sebelum perlakuan furrower tanpa pisau tidak berbeda nyata terhadap
bulk density basah sesudah perlakuan furrower tanpa pisau pada taraf 10% dengan umur
20 HST.
Bulk density kering sebelum perlakuan furrower tanpa pisau tidak berbeda nyata terhadap
bulk density kering sesudah perlakuan furrower tanpa pisau pada taraf 10% dengan umur
20 HS
Tabel 8. Bulk density tanah pada hasil pengujian furrower berpisau pada 40 HST
Bulk density (g/cm3)
Wet Bulk Density Dry Bulk Density
No
Sampel
Sebelum
Perlakuan
Sesudah
Perlakuan
Sebelum
Perlakuan
Sesudah
Perlakuan
1 1.48 1.46 1.19 1.10
2 1.53 1.50 1.26 1.21
3 1.50 1.47 1.24 1.23
4 1.45 1.43 1.21 1.24
5 1.46 1.43 1.18 1.14
Rata-
rata 1.49 1.46 1.21 1.18 Catatan: Bulk density basah sebelum perlakuan furrower berpisau tidak berbeda nyata terhadap
bulk density basah sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 40
HST.
Bulk density kering sebelum perlakuan furrower berpisau tidak berbeda nyata terhadap
bulk density kering sesudah perlakuan furrower berpisau pada taraf 10% dengan umur 40
HST
Hasil uji Anova menunjukkan tanah pada lahan pengujian furrower berpisau
menghasilkan hasil yang berbeda nyata antara sebelum dan sesudah perlakukan pada
20 dan 40 HST , sedangkan sedangkan pada tanah di lahan pengujian furrower tanpa
pisau menunjukkan bulk density yang tidak berbeda nyata antara sebelum dan
sesudah perlakuan .
16
Parit Yang Terbentuk
Penggunaan furrower akan membuat tanah yang dilalui terpecah dan
menciptakan parit pada jalur kerjanya seperti ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. Contoh parit yang dihasilkan pada saat pengujian 20 HST
Parit ini membuat sebagian akar berinteraksi langsung dengan udara dan
membuat pemberian pupuk jauh lebih tepat sasaran seperti ditunjukkan pada sketsa
di Gambar 9.
Seperti terlihat pada Gambar 9. Furrower berpisau menghasilkan lebar kerja
yang lebih besar daripada furrower tanpa pisau, ini menyebabkan parit yang
dihasilkan lebih lebar. Parit yang lebih lebar berarti alur furrow yang lebih dekat ke
tanaman dan membuat akar yang berhubungan langsung dengan udara akan lebih
banyak.
Lebar parit yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 9.
Sebelum Sesudah
titik pengambilan data titik pengambilan data
Gambar 9. Sketsa pengaruh furrower terhadap profil tanah
a. Sebelum aplikasi alat
Sesudah
titik pengambilan data
b. Sesudah aplikasi
furrower berpisau
c. Sesudah aplikasi
furrower tanpa pisau
17
Tabel 9. Lebar dan kedalaman parit yang terbentuk
20 HST 40 HST
Lebar (cm) Kedalaman
(cm) Lebar (cm)
Kedalaman
(cm)
Titik DP* TP** DP TP DP TP DP TP
1 22 14 11 12 24 14 9 8
2 21 13 9 11 26 13 8 7
3 13 15 5 13 13 15 7 9
4 15 16 12 14 23 16 5 5
5 19 17 14 16 21 18 8 4
6 21 14 8 14 24 17 5 8
7 18 13 6 14 24 15 10 6
8 17 16 8 11 25 14 8 5
9 15 14 11 12 21 13 8 6
10 19 12 9 10 20 17 7 3
11 18 11 13 13 18 14 9 8
12 17 13 15 14 21 15 8 7
13 16 14 14 11 22 16 8 6
14 20 12 12 12 23 17 7 5
15 21 14 9 14 22 13 5 6
Rata-Rata 18.1 13.9 10.4 12.7 21.8 15.1 7.5 6.2 *parit yang dihasilkan pada pengujian furrower berpisau
** parit yang dihasilkan pada pengujian furrower tanpa pisau
Dari hasil uji Anova yang dilakukan lebar parit yang dihasilkan oleh furrower
berpisau pada 2 waktu (20 HST dan 40 HST) berbeda nyata, ini disebabkan oleh
perbedaan lebar kerja efektif dari furrower tersebut, pada HST 20 lebar kerja
furrower adalah 24 cm dan dimodifikasi untuk HST 40 menjadi 30 cm, modifikasi
ini memberikan pengaruh pada parit yang dihasilkan. Pada perlakuan tanpa pisau
rata-rata lebar parit pada 20 HST adalah 13.9 cm dan pada 40 HST adalah 15.1 cm,
berdasarkan uji Anova lebar parit pada perlakuan tanpa pisau berbeda nyata dengan
perlakuan dengan pisau baik pada 20 HST maupun 40 HST. Rata-rata kedalaman
parit yang dihasilkan pada 40 HST baik furrower berpisau maupun furrower tanpa
pisau lebih kecil daripada pada 20 HST. hal ini disebabkan oleh perbedaan keadaan
tanah pada saat pengujian, pada saat pengujian 40 HST tanah lebih berair dibanding
pada saat pengujian 20 HST.
Parit yang lebih terbentuk lebih dekat ke akar padi akan membuat lebih banyak
akar yang dapat melakukan oksidasi langsung dengan udara, tapi jika lebar kerja alat
yang terlalu dekat tanaman akar merusak tanaman padi pada proses penyiangan, jadi
diperlukan analisis untuk mendapatkan jarak kerja yang paling baik untuk desain
furrower
18
Tahanan Penetrasi
Penurunan nilai tahanan penetrasi tanah yang diukur dengan penetrometer SR-
2 setelah penyiangan baik dengan pisau maupun tanpa pisau pada kedalaman 10
cm ditunjukkan pada Tabel 10.
Tabel 10. Penurunan tahanan penetrasi
Penurunan tahanan penetrasi tanah (kg/cm2)
Sampel DP 20 HST TP 20 HST DP 40 HST TP 40 HST
1 0.8 0.4 0.4 0.4
2 - 0.2 0.2 0.4
3 0.4 0.4 0.4 -
4 0.4 1.0 0.6 0.4
5 0.4 0.6 0.4 0.8
6 0.6 1.0 0.8 0.4
7 0.2 0.8 0.4 0.8
8 0.2 0.8 0.8 0.2
9 0.8 0.4 0.6 0.2
10 0.6 - 0.6 0.4
11 0.4 0.4 0.6 0.4
12 1.4 0.4 0.4 0.8
13 1.0 0.4 0.4 0.4
14 0.4 0.2 0.1 0.4
15 0.8 1.0 0.4 0.4
Rata-Rata 0.56 0.53 0.5 0.4 Catatan: Tahanan penetrasi furrower berpisau tidak berbeda nyata tahanan penetrasi furrower
tanpa pisau pada taraf 5% pada umur 20 HST.
Tahanan penetrasi furrower berpisau tidak berbeda nyata terhadap tahanan penetrasi
furrower tanpa pisau pada taraf 5% pada umur 40 HST
Tahanan penetrasi pada uji 20 HST antara furrower berpisau dan tidak
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Hasil uji Anova menunjukkan bahwa
kedua perlakuan tersebut tidak berbeda nyata, ini disebabkan karena baik berpisau
maupun tidak furrower memiliki kemampuan memecah tanah yang hampir sama,
dan ini juga disebabkan oleh titik pengambilan sampel yang berada di tengah, posisi
kerja yang dilalui oleh furrower berpisau dan furrower tanpa pisau. Hasil uji Anova
juga menunjukkan bahwa pada pengujian 40 HST furrower berpisau maupun tidak
berpisau tidak berbeda nyata. Tapi penggunaan furrower baik berpisau atau tidak,
berpengaruh terhadap penurunan nilai tahanan penetrasi tanah, karena keduanya
memiliki fungsi pemecah tanah ketika melewati jalur padi untuk perawatan.
19
Pengaruh Pemutusan Akar Padi Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Jumlah Akar Padi
Pengamatan terhadap pertumbuhan akar padi dilakukan 1 minggu setelah
penyiangan masing-masing pada umur 27 dan 47 HST. Hasil pengamatan dapat
dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah akar 1 minggu setelah perlakuan
27 HST 47 HST
Sampel Furrower
Berpisau
Furrower
Tanpa
Pisau
Kontrol Furrower
Berpisau
Furrower
Tanpa
Pisau
Kontrol
1 229 191 158 338 303 234
2 203 182 170 346 309 241
3 186 212 194 348 302 246
4 197 172 194 328 290 241
5 210 195 181 352 281 254
6 210 177 148 376 298 253
7 201 186 185 338 297 251
8 221 184 179 360 307 247
9 187 188 156 356 322 248
10 195 183 172 352 303 255
11 198 194 169 355 298 268
12 196 178 175 345 296 251
13 186 188 166 358 297 248
14 193 211 173 346 290 257
15 197 184 165 348 304 246
Rata-Rata 201 188 172 350 300 249 Catatan: Jumlah akar padi perlakuan furrower tanpa pisau berbeda nyata terhadap jumlah
akar padi perlakuan furrower berpisau pada taraf 5% dengan umur 27 HST.
Jumlah akar padi perlakuan tanpa pisau berbeda nyata terhadap jumlah akar padi
perlakuan dengan pisau pada taraf 5% dengan umur 47 HST.
Data yang diambil bukan data berpasangan.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jumlah akar padi hasil penyiangan
dengan furrower berpisau lebih banyak daripada yang tidak memakai pisau dan
kontrol seperti yang tercantum pada Tabel 11. Hasil uji Anova menunjukkan jumlah
akar padi yang disiang memakai furrower berpisau berbeda nyata dengan furrower
tanpa pisau masing-masing pada umur 27 dan 47 HST pada taraf nyata 5%. Hasil uji
Anova juga menunjukkan jumlah akar padi pada penggunaan furrower berbeda nyata
dengan kontrol, baik berpisau maupun tidak pada taraf nyata 5%.
20
Biomassa
Biomassa padi ditimbang secara keseluruhan mencakup akar, batang,
daun, dan buah. Pengambilan sampel dilakukan pada HST 90 dan datanya tersaji
pada Tabel 12.
Tabel 12. Biomasa tanaman padi pada umur 90 HST
No. Biomassa tanaman padi 90 HST (kg/rumpun)
Kontrol
Penyiangan Tanpa
Pisau
Penyiangan Dengan
Pisau
1 0.20 0.34 0.33
2 0.22 0.33 0.35
3 0.19 0.32 0.36
4 0.21 0.30 0.36
5 0.18 0.31 0.40
6 0.20 0.32 0.39
7 0.19 0.29 0.40
8 0.20 0.28 0.38
9 0.21 0.29 0.37
10 0.22 0.29 0.36
Rata-rata 0.20 0.30 0.37 Catatan : Biomassa diukur setelah sampel dijemur selama 3 hari untuk mendapatkan berat
kering dari biomassa tanaman padi
Hasil uji Anova menyatakan bahwa perlakuan furrower berpisau dan
tanpa pisau menghasilkan nilai yang berbeda nyata dengan kontrol pada taraf nyata
5 %. Dengan hasil penyiangan dengan pisau mendapat hasil biomassa tertinggi, lalu
disusul oleh hasil pada lahan penyiangan tanpa pisau dan kontrol menempati hasil
terbawah.
21
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Furrower modifikasi dibuat berdasarkan 2 fungsi utama yang
diinginkan yaitu menutup gulma dengan tanah dan pemutusan akar.
Furrower bekerja pada kedalaman 5-15 cm dengan pisau yang
dipasang pada jarak 10 cm dari bagian atas furrower dan ditempatkan
di pinggir furrower seperti sayap. Pisau menjadikan lebar furrower
menjadi 24 cm pada modifikasi 1 dan 30 cm pada modifikasi 2.
Penambahan lebar kerja pisau tidak berpengaruh pada kerebahan
tanaman padi.
2. Efisiensi penyiangan gulma pada lahan percobaan furrower
modifikasi berpisau adalah 53.1 % pada 20 HST dan 73.8 % pada 40
HST, ini tidak berbeda jauh dengan hasil pengujian dengan
menggunakan furrower tanpa pisau yaitu 55.7 pada 20 HST dan 73.5
pada 40 HST.
3. Presentasi akar yang terppotong pada lahan uji furrower berpisau
sebesar 11.8 % dan 16.6 % .
4. Pengoperasian furrower berpisau di lahan menyebabkan penurunan
bulk density dan tahanan penetrasi tanah, sedangkan pengoperasian
furrower tanpa pisau hanya menyebabkan penurunan tahanan
penetrasi saja.
5. Pertumbuhan akar padi setelah penyiangan meningkat signifikan pada
lahan yang diolah dengan furrower berpisau maupun tidak, tapi
peningkatan jumlah akarnya lebih banyak pada lahan perlakuan
furrower berpisau.
6. Hasil pengukuran biomassa menunjukkan lahan yang disiang dengan
furrower menghasilkan biomassa lebih tinggi daripada perlakuan
furrower tanpa pisau dan kontrol (tanpa disiang dan tanpa dipotong
akar).
Saran
1. Pengoperasian furrower yang ditarik walking type cultivator
sebaiknya digunakan di lahan yang macak-macak dengan kondisi air
cukup agar mempermudah kerja alat dan menghindari penumpukan
tanah di ban.
2. Perlu dilakukan perbaikan desain pisau, seperti pembuatan pisau
bergerigi agar bidang sentuh pisau dan akar meningkat.
3. Perlu dikembangkan desain yang lebih baik agar gulma tidak
menyangkut pada furrower.
4. Untuk meyakinkan pengaruh pemutusan akar terhadap pertumbuhan
akar dan pertumbuhan biomassa tanaman perlu dilakukan penelitian
agronomis yang lebih lengkap di lahan yang lebih terkontrol.
22
DAFTAR PUSTAKA
Ampong-Nyarko K, Datta DSK. 1991. A Hand Book for Weed Control in Rice. IRRI.
Manila. Philipines. 121p.
Boers A. 2003. Ridgers. www.aenf.wageningen-ur.nl/equip/ridger.html Department
of Agricultural Engineering and Physics Wageningen University. [10 Juni
2014]
Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest. A
Primer. FAO. USA. FAO Forestry Paper No. 134:10-13.
Daywin FJ, Godfried S, Lapu K, Moeljarno D, Siswadhi S. 1983. Motor Bakar dan
Traktor Pertanian. Depertemen Mekanisasi Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Datta DSK. 1981. Principles and practices of rice production. John Wiley & Sons,
Inc. pp 89-419.
Hardjowigeno S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Presindo. Jakarta.
Mackill DJ. 1996. Rainfed Lowland Rice Improvement. IRRI, Manila 242p
Madjid A. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online Fakultas Pertanian
Unsri. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya
Parinata IG. 2013. Modifikasi dan Uji Kinerja Alat Penyiang Gulma Dengan
Menambahkan Fungsi Pemutus Akar Untuk Padi Sawah (Oryza Sativa).
Skripsi. Institut Pertanian Bogor
Pahruddin A, Maripul, Dida PR. 2004. Cara tanam padi sistem legowo
mendukung usaha tani di desa bojong, cikembar, sukabumi. Buletin
Teknik Pertanian 9 (1) : 10-12
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Jakarta.
Smith HP, Wilkes LH. 1976. Farm Machinery and Equipment, Sixth Edition. Mc
Grow Hil Company Ltd, New Delhi.
Sofyan M. 2006. Pengaruh Berbagai Penggunaan Lahan Terhadap Laju Infiltrasi
Tanah. Bogor: Skripsi. Program studi Ilmu tanah. Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Suardi D. 2002. Perakaran padi dalam hubungannya dengan toleransi tanaman
terhadap kekeringan dan hasil. Jurnal Litbang Pertanian 21 (3) : 100-108
Sudarmo S. 1990. Pengendalian Serangga Hama Penyakit dan Gulma Padi.
Kanisius. Yogyakarta.
Sundaru M. 1976. Beberapa Jenis Gulma pada Padi Sawah. Lembaga Pusat
Penelitian Pertanian Bogor.
Surowinoto S. 1980. Budidaya Tanaman Padi Sawah. Institut Pertanian Bogor.
Bogor
Sutidjo D.1980. Dasar-Dasar Ilmu Pengendalian/Pemberantasan Tumbuhan
Pengganggu. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian
Bogor
23
Lampiran 1. Gambar teknik furrower modifikasi pada 20 HST (Lebar Kerja 24 cm)
24
Lampiran 2. Gambar teknik furrower modifikasi pada 40 HST (Lebar Kerja 30 cm)
25
Lampiran 3. Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower berpisau
yang ditarik walking type cultivator pada padi umur 20 hari
Hasil Penyiangan Gulma
No Sampel Tutupan Awal (%) Tutupan Akhir (%) Efisiensi Penyiangan (%)
1 4 2 50.0
2 4 3 25.0
3 15 12 20.0
4 19 8 57.9
5 17 4 76.5
6 22 8 63.6
7 10 3 70.0
8 5 4 20.0
9 8 4 50.0
10 12 4 66.7
11 9 4 55.6
12 7 3 57.1
13 13 5 61.5
14 11 3 72.7
15 6 3 50.0
Rata-rata 11 5.7 53.1
Lampiran 4. Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower tanpa pisau
yang ditarik walking type cultivator pada padi umur 20 hari
Hasil Penyiangan Gulma
Sampel Tutupan Awal (%) Tutupan Akhir (%) Efisiensi Penyiangan (%)
1 6 3 50.0
2 7 3 57.1
3 11 5 54.5
4 12 6 50.0
5 16 3 81.3
6 13 2 84.6
7 9 5 44.4
8 8 3 62.5
9 8 6 25.0
10 12 5 58.3
11 9 3 66.7
12 7 4 42.9
13 13 6 53.8
14 11 5 54.5
15 6 3 50.0
Rata-rata 9.9 4.1 55.7
26
Lampiran 5. Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower berpisau yang
ditarik walking type cultivator pada padi umur 40 hari
Hasil Penyiangan Gulma
Sampel Tutupan Awal (%) Tutupan Akhir (%) Efisiensi Penyiangan (%)
1 70 21 70.0
2 53 18 66.0
3 81 17 79.0
4 63 16 74.6
5 53 11 79.2
6 41 14 65.9
7 67 20 70.1
8 75 24 68.0
9 91 15 83.5
10 84 19 77.4
11 69 21 69.6
12 82 26 68.3
13 75 23 69.3
14 77 15 80.5
15 64 9 85.9
Rata-rata 69.7 17.9 73.8
Lampiran 6. Hasil pengukuran efisiensi penyiangan dengan furrower tanpa pisau
yang ditarik walking type cultivator pada padi umur 40 hari
Hasil Penyiangan Gulma
No Sampel Tutupan Awal (%) Tutupan Akhir (%) Efisiensi Penyiangan (%)
1 73 19 74.0
2 81 21 74.1
3 54 19 64.8
4 57 15 73.7
5 69 12 82.6
6 67 13 80.6
7 72 21 70.8
8 75 22 70.7
9 83 17 79.5
10 87 18 79.3
11 73 23 68.5
12 84 28 66.7
13 73 22 69.9
14 69 20 71.0
15 64 15 76.6
Rata-rata 72.1 19.0 73.5
27
Lampiran 7. Pengukuran tahanan penetrasi tanah 20 HST
Tahanan Penetrasi 20 HST (kg/cm2)
Furrower Dengan Pisau Furrower Tanpa Pisau
Sampel Sebelum Sesudah Penurunan Sebelum Sesudah Penurunan
1 1.8 1 0.8 1.6 1.2 0.4
2 1 1 0 1.2 1 0.2
3 1.6 1.2 0.4 1.4 1 0.4
4 1.2 0.8 0.4 1.8 0.8 1
5 1.8 1.4 0.4 1.4 0.8 0.6
6 2.2 1.6 0.6 1.6 0.6 1
7 1.8 1.6 0.2 2 1.2 0.8
8 1.6 1.4 0.2 1.8 1 0.8
9 1.8 1 0.8 1.6 1.2 0.4
10 2.2 1.6 0.6 1 1 0
11 2 1.6 0.4 1.8 1.4 0.4
12 2.4 1 1.4 1.6 1.2 0.4
13 2.2 1.2 1 1.4 1 0.4
14 1.8 1.4 0.4 1.6 1.4 0.2
15 1.6 0.8 0.8 1.8 0.8 1
Rata-Rata 1.8 1.24 0.56 1.57 1.04 0.53
Lampiran 8. Pengukuran tahanan penetrasi tanah 40 HST
Tahanan Penetrasi 40 HST (kg/cm2)
Furrower Dengan Pisau Furrower Tanpa Pisau
Sampel Sebelum Sesudah Penurunan Sebelum Sesudah Penurunan
1 1.6 1.2 0.4 1.8 1.4 0.4
2 1.2 1 0.2 2.2 1.8 0.4
3 1.4 1 0.4 1.4 1.4 0
4 1.8 1.2 0.6 1.6 1.2 0.4
5 1.6 1.2 0.4 1.8 1 0.8
6 2.2 1.4 0.8 1.4 0.8 0.6
7 2.4 1 1.4 1.6 0.8 0.8
8 1.4 1 0.4 1.2 1 0.2
9 1.8 1.2 0.6 1.4 1.2 0.2
10 2 1.4 0.6 1.8 1.1 0.7
11 2.2 1.6 0.6 2 1.6 0.4
12 1.6 1.2 0.4 2.6 1.8 0.8
13 1.2 0.8 0.4 1.6 1.2 0.4
14 1.6 1.6 0 1.8 1.4 0.4
15 1.8 1.4 0.4 1.4 1 0.4
Rata-Rata 1.7 1.2 0.5 1.7 1.2 0.5
28
RIWAYAT HIDUP
Agrha Adi Prayogo lahir di Sumedang 16 Agustus 1989 sebagai anak pertama
dari dua bersaudara dari pasangan Mulyanto M. dan Eros Rostika. Penulis
menyelesaikan pendidikan menengahnya di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri
1 Cirebon pada bulan Juni 2007 dan mendaftar sebagai mahasiswa IPB melalui Jalur
SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun yang sama. Penulis
diterima di Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Selama menjalani perkuliahan penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan
organisasi yaitu menjabat sebagai pengurus organisasi masyarakat daerah (OMDA)
IKC (Ikatan Kekeluargaan Cirebon) 2009-2011, menjadi anggota di komunitas
penulis tanda baca!, reporter dan layouter untuk TechnoMagz, majalah internal
Fakultas Teknologi Pertanian IPB pada 2009, lalu mengikuti lomba pembuatan film
dokumenter “Eagle Awards” dan menjadi finalis pada tahun 2009 dengan film
dokumenter berjudul "Sang Pengumpul Asap”. Penulis juga pernah menjadi
enumerator dan data analyst untuk Lembaga Survey Nasional (LSN) untuk survey
politik yang dilaksanakan di Jakarta dan Jawa Barat pada tahun 2009-2011. Penulis
menjadi freelance di Metro TV dan menjadi director untuk acara Behind The Scene
Eagle Awards 2012 Indonesia Tangguh. Selain itu penulis juga mengerjakan film
dokumenter untuk Eagle Doc Series pada 2013 dengan judul film Kalam Untuk
Negeri dan menjadi freelance researcher untuk Eagle Institute sampai sekarang.
Penulis melaksanakan kegiatan praktik lapang pada Juni-Agustus 2011 di
SMART (Sinar Mas Agro Resources Tbk) PKS (Pabrik Kelapa Sawit) Langling,
Jambi dengan judul Aspek Keteknikan dalam Budidaya dan Pengolahan Kelapa
Sawit.