mow

20
BAB I TINJAUAN TEORI 1.1 TINJAUAN MEDIS 1.1.1 Pengertian Kontrasepsi menetap ialah setiap tindakan pada kedua saluran reproduksi wanita yang mengakibatkan tidak akan mendapat keturunan lagi, atas permintaan yang bersangkutan (Cunningham, 1995). Sterilisasi menetap pada wanita adalah tindakan pada saluran telur yang menghalangi pertemuan sel telur dengan sel sperma, sehingga wanita tersebut tidak mungkin hamil lagi (Dikman, 1980). Kontrasepsi menetap pada wanita adalah suatu kontrasepsi permanen yang dilakukan dengan cara tindakan pada kedua saluran telur sehingga menghalangi pertemuan sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) (Rustam, 1995). Kontrasepsi menetap atau sterilisasi adalah metode kontrasepsi yang dilakukan dengan cara memotong atau mengikat atau menutup tuba untuk menghambat pertemuan antara ovum dan sperma sehingga tidak terjadi pembuahan (Bobak, 2004). Kontrasepsi menetap pada wanita atau sterilisasi adalah tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan tidak akan mendapat keturunan lagi (Mochtar, 2005). 1.1.2 Ciri – ciri kontrasepsi menetap Kontrasepsi menetap / sterilisasi merupakan metode KB yang paling efektif, murah, aman dan

Upload: itien

Post on 02-Jan-2016

59 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mow

BAB I

TINJAUAN TEORI

1.1 TINJAUAN MEDIS

1.1.1 Pengertian

Kontrasepsi menetap ialah setiap tindakan pada kedua saluran

reproduksi wanita yang mengakibatkan tidak akan mendapat keturunan lagi,

atas permintaan yang bersangkutan (Cunningham, 1995).

Sterilisasi menetap pada wanita adalah tindakan pada saluran

telur  yang menghalangi pertemuan sel telur dengan sel sperma, sehingga

wanita tersebut tidak mungkin hamil lagi (Dikman, 1980).

Kontrasepsi menetap pada wanita adalah suatu kontrasepsi permanen

yang dilakukan dengan cara tindakan pada kedua saluran telur sehingga

menghalangi pertemuan sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) (Rustam,

1995).

Kontrasepsi menetap atau sterilisasi adalah metode kontrasepsi yang

dilakukan dengan cara memotong atau mengikat atau menutup tuba untuk

menghambat pertemuan antara ovum dan sperma sehingga tidak terjadi

pembuahan (Bobak, 2004).

Kontrasepsi menetap pada wanita  atau sterilisasi adalah tindakan pada

kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan tidak akan mendapat

keturunan lagi (Mochtar, 2005).

1.1.2 Ciri – ciri kontrasepsi menetap

Kontrasepsi menetap / sterilisasi merupakan metode KB yang paling

efektif, murah, aman dan mempunyai nilai demografi yang tinggi. Kontrasepsi

menetap mempunyai ciri – ciri :

1) Sifatnya relatif permanent, artinya untuk melakukan rekanalisasi

memerlukan waktu dan biaya.

2) Perlu dilakukan konseling yang mantap karena metode ini sifatnya

permanen.

3) Dalam jangka panjang relatif murah, aman dan tanpa komplikasi.

1.1.3 Waktu pelaksanaan

Kontrasepsi menetap sebagian besar dilakukan pada saat wanita masih

di dirawat di rumah sakit, yaitu pada saat  :

1) Setelah melahirkan.

2) Setelah keguguran.

Page 2: Mow

3) Bersamaan dengan tindakan yang menggugurkan kandungan.

4) Pada saat operasi besar pada wanita diantaranya : bersamaan dengan

operasi melahirkan atau operasi kandungan.

5) Setiap saat dikehendaki.

1.1.4 Keuntungan dan kerugian

1) Keuntungan : wanita yang menjalani kontrasepsi menetap akan

mengalami dan mencapai klimakterium dalam suasana alami.

2) Kerugian : memerlukan operasi dan waktu yang lebih panjang.

1.1.5 Indikasi Sterilisasi

Indikasi berdasarkan usia dan jumlah anak :

1) Mengikuti rumus 120 : yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,

dapat dilakukan sterilisasi atas persetujuan  suami istri. Misal umur ibu 30

tahun dan jumlah anak yang hidup 4 hasil perkaliannya adalah 120.

2) Mengikuti rumus 100 (jumlah anak x usia ibu = 100)

(1) Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup.

(2) Umur 30 tahun dengan 3 anak hidup

(3) Umur 35 tahun dengan 2 anak hidup

Secara umum indikasi sterilisasi sebagai berikut :

1) Indikasi medis umum : yaitu adanya gangguan fisik atau psikis yang akan

menjadi lebih berat jika wanita ini menjadi hamil lagi.

(1) Gangguan fisik :  tuberkulosis pulmonum, penyakit jantung penyakit

ginjal, kanker payudara, multiple sclerosis, penyakit retikulosis dan

sebagainya

(2) Gangguan psikis: skizofrenia (psikosis), sering menderita psikose

nifas dan lain – lain.

2) Indikasi medis obstetrik : toksemia gravidarum yang berulang-ulang,

seksio sesaria yang berulang-ulang, histerektomi obstetrik, dan

sebagainya.

3) Indikasi medis genikologik : pada kesempatan operasi ginekologi dapat

pula dipertimbangkan sekaligus melakukan sterilisasi.

4) Indikasi sosial ekonomi : adalah indikasi berdasarkan beban sosial

ekonomi yang sekarang ini terasa bertambah lama bertambah berat.

Page 3: Mow

1.1.6 Jenis  dan Teknik Sterilisasi Menetap

1) Berdasarkan tujuannya macam sterilisasi dikelompokkan sebagai berikut :

(1) Sterilisasi hukuman (compulsory sterilization)

(2) Sterilisasi eugenic : untuk mencegah kelainan mental berkembang

turun temurun.

(3) Sterilisasi medis : dilakukan dengan indikasi medis demi keselamatan

wanita tersebut karena suatu kehamilan berikutnya akan

membahayakan jiwanya.

(4) Sterilisasi sukarela (voluntary sterilization) : bertujuan ganda dari

sudut kesehatan, sosio ekonomi dan kependudukan.

2) Berdasarkan tekniknya macam sterilisasi dikelompokkan sebagai berikut :

(1) Cara memotong saluran telur (tubektomi)

a) Cara Pomeroy

Merupakan metode yang paling sederhana dan cukup efektif

dalam melakukan sterilisasi abdominal. Hal yang umumnya

dianggap penting adalah penggunaan catgut untuk mengikat

gulungan tubafalopi. Tuba diangkat hingga membentuk

lengkungan dan dasarnya diklem. Dilakukan pemotongan pada

bagian atas ikatan. Selanjutnya ujung-ujung tuba  yang dipotong

akan terpisah dan terbungkus oleh jaringan fibrosis yang

terbentuk. Angka kegagalan 0 – 0,4 %. Cara ini paling banyak

digunakan dibandingkan dengan cara yang lainnya.

b) Cara Kroener

Pengangkatan semua fimbria untuk menghasilkan sterilisasi.

Kroener melakukan ikatan ganda pada tuba falopi dengan jahitan

sutra dan kemudian mengeksisi ujung fimbria. Angka kegagalan

pada teknik ini sangat kecil bahkan tidak akan terjadi kegagalan.

c) Cara Madlener

Buku tuba dirusak dan diikat dengan jahitan yang tidak bisa

diserap namun tidak direseksi. Angka kegagalan besar mencapai

7%.

d) Cara Aldridge

Cara ini dengan membuat insisi kecil pada ligamentum latum,

kemudian fimbrae dimasukkan kedalamnya, setelah itu dilakukan

penjahitan. Dengan cara ini kelak fimbria yang ditanam dapat

diambil kembali, bila sesuatu terjadi pada wanita (reversibel)

Page 4: Mow

e) Cara Erving

Metode ini paling kecil kemungkinannya mengalami kegagalan.

Prosedurnya meliputi pemotongan tuba fallopi dan pemisahan

kedua potongan tuba dari mesosalping sehingga cukup untuk

menimbulkan segmen medial tuba tersebut yang ujungnya

ditanam di dalam terowongan pada miometrium di sebelah

posterior. Segmen lateral pendek yang ujung proksimalnya

kemudian ditanam di dalam mesosalping. Metode ini memerlukan

lapang bedah yang cukup luas dan kecenderungan perdarahan

lebih besar.

f) Cara Uchida

Prosedurnya dengan mencari tuba kemudian disuntikkan larutan

salin adrenalin agar mesosapling menggelembung. Setelah itu

dilakukan insisi, kemudian tuba dikeluarkan, dilakukan

pemotongan dan diikat.  Dengan demikian puntung – puntung

akan berada di bawah serosa. Kegagalan metode ini sangat kecil

dan bahkan tidak ada kegagalan.

Sterilisasi dilakukan kebanyakan 24 – 48 jam pasca persalinan.

Keuntunganya adalah teknik sederhana, dapat dilakukan di lipatan

pusat dengan alasan estesis dengan luka kecil, sehingga parut

tersembunyi di lipatan pusat dan lama perawatan di rumah sakit

menjadi lebih cepat.

(2) Cara membakar saluran telur (aliran listrik)

a) Fulgurasi

b) Koagulasi

c) Kauterisasi

(3) Cara menjepit saluran telur.

a) Dengan klip

Klip filship memiliki keuntungan dpat digunakan pada tuba yang

edema. Klip hulka-clemens digunakan dengan cara menjepit

tuba. Karena itu klip tidak memperpendek tuba, maka

rekanalisasi lebih mungkin dikerjakan.

b) Dengan cincin : cincin falope (yoon)

Cincin falope (yoon ring) dibuat dari silicon. Dengan aplikator

bagian istmus tuba ditarik dan cincin dipasang pada bagian tuba

tersebut. Setelah dipasang, lipatan tuba tampak keputih-putihan

Page 5: Mow

karena tidak mendapat suplai darah lagi dan akan menjadi

fibrotik.

(4) Cara menyumbat dan menutup saluran telur

Dengan memakai bahan kimiawi seperti perak nitrat, plastik,

zinkchlorida, quinacrine dan sebagainya.

(5) Sterilisasi Endoskopi

a) Sterilisasi kuldoskopi

(a)Prinsip kuldoskopi

Kuldoskopi adalah suatu cara operasi untuk mencapai tuba,

melalui insisi pada forniks posterior atau pungsi pada cul de

sac dengan visualisasi alat kuldoskop.

(b)Kontra indikasi

i) Kontra indikasi mutlak

(i) Peradangan dalam rongga panggul.

(ii) Peradangan liang senggama akut (vaginatis-servisitis

akut)

(iii) Kavum Douglasi tidak bebas, ada perlekatan.

(iv) Kelainan adneksa patologik.

(v) Penyakit kardiovaskuler berat, penyakit paru berat

(akan menyulitkan dalam posisi genu pectoral)

(vi) Penyakit lain yang tidak mungkin akseptor dalam

posisi genu pectoral.

ii) Kontraindikasi relatif

(i) Obesitas berlebihan.

(ii) Bekas laparatomi

(c)Komplikasi

i) Komplikasi durante operationum

(i) Waktu memasukan alat mungkin mengenai organ

pelvis, rektum dan menimbulkan perdarahan dan syok.

(ii) Sesak nafas (apnea)

ii) Komplikasi pasca bedah.

(i) Nyeri perut, perut kembung, nyeri dada, nyeri bahu.

(ii) Infeksi dan febris.

(iii) Disparenea karena pertumbuhan jaringan granulasi

pada bekas luka laparatomi.

Pada penggunaan prosedur ini salah satu hal yang masih kurang

diterima oleh masyarakat adalah posisi nungging  (genu pectoral).

Page 6: Mow

b) Sterilisasi laparaskopi

Laparaskopi adalah cara visualisasi rongga perut dan panggul

melalui insisi kecil pada dinding perut setelah dibuat

pnemoperitonium.

(6) Teknik okulasi tuba

a) Macam-macam

(a)Determi unipolar : koagulasi, koagulasi dan potong.

(b)Determi dipolar : koagulasi, potong dan eksisi.

(c)Non elektris : hilka klip atau falope dan yoom ring.

b) Kelebihan

(a)Visualisasi yang luas dan teliti pada alat – alat pelvis.

(b)Untuk diagnostik.

(c)Merupakan indikasi untuk penderita yang liang senggamanya

sempit, dimana tidak mungkin dengan kuldoskopi.

(d)Posisi penderita dapat diubah lebih mudah.

c) Keuntungan

(a)Waktu pembedahan dan perawatan singkat.

(b)Biaya relatif murah.

(c)Umumnya tanpa menginap di rumah sakit.

(d)Angka kegagalan sangat rendah

(e)Dikerjakan dengan anestesi lokal atau umum.

(f) Mempunyai nilai diagnostik

(g)Gangguan pada akseptor  minimal sekali.

(h)Luka kecil, cepat sembuh dan mempunyai nilai kosmetis.

d) Komplikasi

(a)Kebakaran : pada operator dan staf kamar bedah, pada kulit,

usus,  dan alat – alat lain penderita, dikarenakan voltage yang

tinggi.

(b)Perdarahan : pada tempat tusukan, pada pembuluh darah

mesosalping, pada tempat pemotongan tuba, pada organ lain

yang terkena.

(c)Pengaruh pnemoperitoneum dan gas CO2.: hiperkapnea,

aritmia jantung, gangguan pernafasan.

(d)Komplikasi anestesi : trakheitis, reaksi obat – obatan anestesi,

kegagalan kardiovaskuler.

(e)Penempatan gas salah : dalam ruang supraperitonial, dalam

lambung.

Page 7: Mow

(f) Komplikasi berat : perforasi pada organ – organ (usus,

lambung, aorta), perforasi kista.

(g)Kegagalan operasi salah elektrokoagulasi (ligamentum

rotundum disangka tuba), salah seleksi penderita (sebelumnya

penderita telah mulai hamil, terjadi rekanalisasi dikemudian

hari).

(h)Komplikasi lainnya : emboli udara, pneumothoraks, emfisema

mediastinalis.

e) Perawatan pasca bedah

(a)Pengawasan selama 1 jam di kamar pulih, duduk, dan latihan

mobilisasi.

(b)3 – 4 jam keadaan penderita tenang maka boleh diijinkan

pulang

(c)Anjurkan tidak melakukan koitus selama 1 minggu pertama.

(d)Perawatan luka seperti perawatan pasca operasi biasa.

(7) Sterilisasi histeroskopi

Cara ini dengan dengan melakukan penyumbatan tuba secara

kimiawi dengan alat yang disebut histereskop. Zat yang digunakan

fenol, perak nitrat, khlorid seng, asam salisilat atau plastik oklusif

dan quniakrin.

(8) Sterilisasi Mini Laparatomi

a) Prinsip operasi

Minilaparatomi (minilap) adalah suatu cara operasi kecil untuk

mencapai saluran telur, melalui sayatan minimal 1 – 2,5 cm pada

dinding perut.

b) Saat operasi yang tepat

(a)Pasca persalinan, dilakukan 24 – 48 jam pasca persalinan,

karena bila lebih akan terjadi edema pada tuba.

(b)Pasca keguguran, dapat dilakukan segera.

(c)Masa interval, dalam 2 minggu perta siklus haid, atau setelah

lebih dari dua minggu, asal koitus telah dilindungi dengan

kontrasepsi lain atau tidak melakukan koitus.

c) Lokasi sayatan

(a)Di bawah atau di atas lipatan pusat pada pasca persalinan dini.

(b)Di inea alba pada postpartum dalam 24 – 48 jam sedangkan

rahim telah mulai agak mengecil.

Page 8: Mow

(c)Supra pubik (supra simfiser) pada masa interval dan pasca

keguguran.

d) Persiapan pra – bedah

(a)Puasa kurang lebih 6 jam pra bedah.

(b)Sebelum tidur makan obat pencahar untuk mengosongkan

perut (dulcolax 2 tablet).

(c)Lakukan skern (pencukuran rambut pubis), dan dibersihkan

dengan sabun

(d)Datang ke rumah sakit sesuai jadwal.

e) Komplikasi

Komplikasi yang mungkin dijumpai pada minilap :

(a)Perforasi rahim, bila pemasangan dan menyetel elevator

kurang hati – hati.

(b)Ruda paksa pada kandung kemih misalnya bila kurang

memahami anatomi kandung kemih maka kandung kemih

dapat tergunting.

(c)Trauma pada usus.

(d)Infeksi lokal pada luka operasi atau infeksi umum bila bekerja

tidak suci hama.

(e)Reaksi obat, misalnya alergi terhadap prokain, novokain dan

sebagainya, bahkan dapat terjadi idiosinkrasi sampai syok.

1.1.7 Cara Mencapai Saluran Telur

1) Melalui vagina

(1) Sterilisasi kuldoskopis.

(2) Sterilisasi kolpotomi posterior.

(3) Sterilisasi histerektomi.

2) Melalui dinding perut (abdomen)

(1) Sterilisasi laparaskopi.

(2) Sterilisasi minilaparatomi.

(3) Sterilisasi laparatomi.

1.1.8 Perawatan Pasca Bedah

1) Analgesik diberikan setelah sterilisasi yang dilakukan dalam masa nifas

untuk mengatasi rasa sakit pada abdomen. Wanita multipara biasanya

tambah parah dengan adanya nyeri uterus setelah melahirkan.

2) Dalam waktu 8 jam sudah diperbolehkan melakukan mobilisasi, makan

makanan yang biasa, merawat serta meneteki bayinya.

Page 9: Mow

1.1.9 Komplikasi Pada Sterilisasi

Problem utama yang menyertai sterilisasi tuba adalah :

1) Komplikasi etika.

2) Koagulasi tanpa dikehendaki pada struktur yang penting.

3) Kadang kadang dijumpai emboli pulmonar.

4) Kegagalan menghasilkan kemandulan sehingga mengakibatkan terjadinya

kehamilan yang ektopik, yang ditangani secara keliru

5) Kematian : penyebab utamanya adalah anestesi umum tanpa intubasi

endotrakeal.

6) Memiliki kadar estradisol serum yang tinggi dan kadar progeteron serum

yang rendah.

1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan

1.2.1 Pengkajian

1) Kaji biodata klien

2) Kaji riwayat ibu tentang alat atau jenis kontrasepsi yang digunakan

sebelumnya.

3) Tetapkan nilai pengetahuan ibu tentang kontrasepsi dan komitmen

pasangan seksualnya terhadap tubektomi.

4) Kumpulkan data tentang data frekuensi koitus (sering atau beberapa kali

seminggu).

5) Apakah ibu memiliki  satu atau lebih pasangan seksual dan sejauh mana

ibu memiliki keinginan melakukan hubungan seksual dan metode

kontrasepsi yang diinginkan.

6) Tentukan mitos, keyakinan dan faktor budaya yang ada

7) Respon verbal dan nonverbal ketika ibu mendengar tentang berbagai

metode yang tersedia. Juga catat dengan teliti.

8) Rencana kehidupan reproduksi setiap individu yang perlu

dipertimbangkan.

9) Surat persetujuan (setelah mendengarkan penjelasan yang cukup)

akronim BRAIDED (benefit, resiko, alternatif, inquiries, decisions,

explanations, dokumentasi)

10) Kaji mengenai adanya kontraindikasi terhadap pelaksanaan tubektomi

(1) Peradangan dalam rongga panggul.

(2) Peradangan liang sengggama akut ( vaginatis – servisitis akut )

(3) Kavum Douglasi tidak bebas, ada perlekatan.

(4) Kelainan adneksa patologik.

Page 10: Mow

(5) Penyakit kardiovaskuler berat, penyakit paru berat (akan menyulitkan

dam posisi genu pektoral).

(6) Penyakit lain yang tidak mungkin akseptor dalam posisi genu

pectoral.

1.2.2 Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan.

2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.

3) Kecemasan berhubungan dengan efek samping pembedahan.

4) Resiko tinggi perubahan pola seksualitas berhubungan dengan takut

hamil.

5) Distres spiritual berhubungan dengan  ketidak cocokan keyakinan agama /

budaya dengan pilihan kontrasepsi.

1.2.3 Intervensi

1) Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan  nyeri berkurang dengan kriteria hasil : skala nyeri berkurang

antara 0 – 1, klien tampak rileks.

Intervensi Keperawatan :

(1) Observasi skala nyeri dengan metode PQRST

Rasional : untuk mengetahui skala nyeri.

(2) Berikan posisi yang nyaman pada klien

Rasional : Membantu mengurangi rasa nyeri.

(3) Dorong untuk menggunakan teknik relaksasi dan nafas dalam

Rasional : Meningkatkan istirahat, menghilangkan nyeri,

memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping.

2) Diagnosa : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama  3 x 24 jam tidak terjadi

infeksi  atau infeksi dapat dicegah dengan kriteria hasil : tidak

menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi, luka bersih dan kering.

Intervensi Keperawatan :

(1) Observasi keadaan luka pasien

Rasional : untuk melihat adanya tanda – tanda infeksi pada luka.

(2) Lakukan perawatan luka dengan prinsip aseptik

Rasional : membantu mempercepat proses penyembuhan luka dan

mencegah infeksi.

(3) Ajarkan klien teknik membersihkan dan merawat luka

Page 11: Mow

Rasional : Untuk membantu mempercepat penyembuhan luka,

khususnya saat di rumah.

3) Diagnosa : Kecemasan berhubungan dengan efek samping pembedahan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan

cemas berkurang atau hilang dengan kriteria hasil : klien mengatakan

yakin dengan kontrasepsi yang dipilih dan mengatakan tidak cemas lagi.

Intervensi Keperawatan :

(1) Beri informasi yang jelas tentang tubektomi dan efek samping yang

akan terjadi

Rasional : Untuk memberikan keyakinan pada ibu tentang pilihanya.

(2) Beri dorongan semangat dan dukungan kepada klien

Rasional : untuk mengurangi rasa kecemasan klien

4) Diagnosa : Resiko tinggi perubahan pola seksualitas berhubungan dengan

takut hamil.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama  3 x 24 jam rasa takut

klien untuk melakukan hubungan seksual dapat berkurang atau hilang

dengan kriteria hasil : klien mengatakan tidak takut lagi untuk melakukan

hubungan seksual, frekuensi hubungan seksual tetap seperti sebelum

melakukan tubektomi.

Intervensi Keperawatan :

(1) Diskusikan bersama klien tentang keuntungan dan kerugian tubek

tomi

Rasional : Membantu mengurangi rasa takut klien, serta meyakinkan

pada pilihan yang dipilih pasien.

(2) Diskusikan tentang bagaimana cara yang aman dalam melakukan

hubungan seksual

Rasional : Menambah pengetahuan klien.

5) Diagnosa : Distress spiritual berhubungan dengan  ketidakcocokan

keyakinan agama atau budaya dengan pilihan kontrasepsi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien dapat

dengan yakin dengan penggunaan kontrasepsi yang dipilih, dengan

kriteria hasil : klien menyatakan paham tentang kontrasepsi yang dipilih.

Intervensi keperawatan :

(1) Diskusikan bersama klien tentang mitos, agama, atau budaya yang

dimiliki klien berkaitan dengan tubektomi.

Rasional : Membantu meyakinkan klien tentang kontrasepsi yang

dipilih.

Page 12: Mow

1.2.4 Evaluasi

Evaluasi yang diharapkan :

1) Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan.

(1) Skala nyeri berkurang antara 0 – 1

(2) Klien tampak rileks.

2) Diagnosa : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.

(1) Tidak menunjukkan adanya tanda – tanda infeksi.

(2) Luka bersih dan kering.

3) Diagnosa : Kecemasan berhubungan dengan efek samping pembedahan.

(1) Klien mengatakan yakin dengan kontrasepsi yang dipilih dan

mengatakan tidak cemas lagi.

4) Diagnosa : Resiko tinggi perubahan pola seksualitas berhubungan dengan

takut hamil.

(1) Klien mengatakan tidak takut lagi untuk melakukan hubungan

seksual.

(2) Frekuensi hubungan seksual tetap seperti sebelum melakukan

tubektomi.

5) Diagnosa : Distress spiritual berhubungan dengan  ketidak cocokan

keyakinan agama/budaya dengan pilihan kontrasepsi.

(1) Klien menyatakan paham tentang kontrasepsi yang dipilih.

Page 13: Mow

DAFTAR PUSTAKA

Angsar, Dikman & Dewata, Lila. Widohariadi. 1980. Penuntun Sterilisasi Wanita. Jakarta : Perkumpulan Untuk Sterilisasi Sukarela Indonesia.

Badan Koordinasi KB Nasional. 1998. Rumor Kontrasepsi. Jakarta : EGC.

Bobak. 2004.  Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC.

Cunningham, F. Gary. 1995. Obstetri Williams. Jakarta : EGC.

Farrer, Helen. 1999. Perawatan Maternitas. Jakarta : EGC.

Mansjoer, Arif. 1995. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Satu. Jakarta : media Aesculapius.

Manuaba, Ida. 1999. Operasi Kebidanan, Kandungan Dan Keluarga Berencana  Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC.

Mochtar, Rustam. 2005. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo. Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Surya Online. 2005. Berjodoh Dengan Kontrasepsi. Terdapat pada http:// www.surya.co.id . (Selasa, 3 April 2007)