myastenia gravis

29
1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MYASTENIA GRAVIS Di Susun Oleh: Kelompok 1 1. Ajeng Putri Pramestu 2. Decky Himawan 3. Dwi Fitriana 4. Estiana Permadi 5. Intan Permata Hati 6. Nila Puspita 7. Retno Astrini 8. Septi Darmawati 9. Tri Utami Handayani 10. Yuka Arindi AKADEMI KEPERAWATAN FATMAWATI JAKARTA 2013

Upload: ajeng-putrie-cutik

Post on 12-Aug-2015

191 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Myastenia Gravis

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN MYASTENIA GRAVIS

Di Susun Oleh:

Kelompok 1

1. Ajeng Putri Pramestu

2. Decky Himawan

3. Dwi Fitriana

4. Estiana Permadi

5. Intan Permata Hati

6. Nila Puspita

7. Retno Astrini

8. Septi Darmawati

9. Tri Utami Handayani

10. Yuka Arindi

AKADEMI KEPERAWATAN FATMAWATI

JAKARTA

2013

Page 2: Myastenia Gravis

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang ”Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Myastenia Gravis” Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi penugasan mata ajaran Keperawatan Medikal Bedah III. Dalam menyusun makalah ini kami mendapat berbagai macam kesulitan dalam mencari sumber. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat diatasi. Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat bantuan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Ns. Dewi Arga, SKM, M. Kep. Selaku direktur utama Akademi Keperawatan

Fatmawati Jakarta.

2. Ns. Ria Ulina, S. Kep. Selaku penanggung jawab mata ajar Keperawatan

Medikal Bedah III serta pembimbing dalam menyusun makalah.

3. Serta teman-teman yang telah ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan para pembaca umumnya.

Jakarta, 12 Februari 2013

Kelompok I

Page 3: Myastenia Gravis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ i

Daftar Isi ............................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................. 1

B. Tujuan ............................................................................... 2

C. Metode Penulisan .............................................................. 2

D. Sistematika Penulisan ....................................................... 2

BAB II ANATOMI FISIOLOGI ................................................................ 4

BAB III TINJAUAN TEORI ....................................................................... 11

A. Pengertian Myastenia Gravis ............................................. 11

B. Etiologi Myastenia Gravis.................................................. 11

C. Patofisiologi Myastenia Gravis .......................................... 12

1. Patoflow Myastenia Gravis........................................... 14

2. Manifestasi klinis Myastenia Gravis............................. 15

3. Komplikasi Myastenia Gravis ....................................... 16

D. Penatalaksanaan Myastenia Gravis .................................... 17

E. Epidemiologi Myastenia Gravis ......................................... 18

F. Prognosis Myastenia Gravis ............................................... 18

G. Asuhan Keperawatan Myastenia Gravis ............................ 19

BAB IV PENUTUP ..................................................................................... 26

A. Kesimpulan ....................................................................... 26

B. Saran .................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 27

Page 4: Myastenia Gravis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Myastenia Gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah. Penyakit ini

merupakan penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan antara

cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan. Pada

masa lampau kematian akibat dari penyakit ini bisa mencapai 90%, tetapi

setelah ditemukannya obat-obatan dan tersedianya unit-unit perawatan

pernafasan, maka sejak itulah jumlah kematian akibat penyakit ini dapat

berkurang (Chang, 2009).

Sindrom klinis ini ditemukan pertama kali pada tahun 1600. Pada tahun 1920

seorang dokter yang menderita penyakit Myastenia Gravis merasa lebih baik

setelah minum obat Efidrin yang sebenarnya obat ini ditujukan untuk

mengatasi kram menstruasi. Tahun 1934 seorang dokter dari Inggris bernama

Mary Walker melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara Myastenia

Gravis dengan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare

yaitu fisiotigmin untuk mengobati Myastenia Gravis dan ternyata ada

kemajuan nyata dalam penyembuhan penyakit ini (Chang, 2009).

Myastenia Gravis banyak timbul pada usia 20 tahun, perbandingan antara

wanita dan pria yang menderita penyakit ini adalah 3:1. Tingkatan usia yang

kedua yang paling sering terserang penyakit ini adalah pria dewasa yang lebih

tua. Kematian dari penyakit Myastenia Gravis biasanya disebabkan oleh

insufisiensi pernafasan, tetapi dapat dilakukan perbaikan dalam perawatan

intensif untuk pertahanan sehingga komplikasi yang timbul dapat ditangani

dengan lebih baik. Penyembuhan dapat terjadi pada 10% hingga 20% pasien

dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-pasien tertentu dan yang

paling cocok dengan jalan penyembuhan seperti ini adalah  golongan wanita

muda, yaitu pada 20-30 tahun dan 40-60 untuk pria (Chang, 2009).

Page 5: Myastenia Gravis

Berdasarkan uraian di atas maka kelompok tertarik untuk membuat makalah

yaitu tentang ”Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Myastenia Gravis”

sebagai judul makalah kelompok.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat

memahami dan mendapat gambaran tentang ilmu penyakit dalam

Myastenia Gravis.

2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari makalah ini adalah diharapkan mahasiswa

mampu:

a. Menjelaskan anatomi dan fisiologi saraf

b. Menjelaskan pengertian Myastenia Gravis

c. Menjelaskan etiologi Myastenia Gravis

d. Menjelaskan patofisiologi Myastenia Gravis

e. Menjelaskan patoflow Myastenia Gravis

f. Menjelaskan manifestasi klinis Myastenia Gravis

g. Menjelaskan komplikasi Myastenia Gravis

h. Menjelaskan epidemiologi Myastenia Gravis

i. Menjelaskan prognosis Myastenia Gravis

j. Menjelaskan penatalaksanaan Myastenia Gravis

k. Menjelaskan Asuhan Keperawatan dengan Myastenia Gravis

C. Metode Penulisan

Metode penulisan makalah ini menggunakan metode studi kepustakaan yaitu

menggunakan berbagai sumber literatur yang mencakup dalam pembuatan

makalah.

D. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ini terdiri dari empat bab, yaitu: Bab I

Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan,

sistematika penulisan. Bab II Anatomi Fisiologi. Bab III Tinjauan Teori

Page 6: Myastenia Gravis

terdiri dari pengertian Myastenia Gravis, etiologi Myastenia Gravis,

patogenesis Myastenia Gravis, patoflow Myastenia Gravis, manifestasi klinis

Myastenia Gravis, komplikasi Myastenia Gravis, epidemiologi Myastenia

Gravis, prognosis Myastenia Gravis, penatalaksanaan Myastenia Gravis. Bab

IV Asuahan Keperawatan pada klien dengan Myastenia Gravis. Bab V

Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran. Daftar Pustaka.

Page 7: Myastenia Gravis

BAB II

ANATOMI FISIOLOGI

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Saraf

Gambar 1.1 Otak. Rio, 2011

Sistem saraf adalah salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan

kerja sama dalam organisasi dan koordinasi kegiatan tubuh. Dengan

pertolongan saraf itu dapat menghisap suatu rangsangan dari luar pengendalian

pekerja otot (Setiadi, 2007).

1. Sel-sel pada sistem saraf

a. Neuron adalah unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel

dan perpanjangan sitoplasma. Neuron ini terdiri dari komponen

komponen sebagai berikut :

Gambar 1.2 Neuron. Astuti, 2011

Page 8: Myastenia Gravis

1) Badan sel yaitu bagian yang mengendalikan metabolisme

keseluruhan neuron.

2) Akson adalah suatu prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih

panjang dari dendrit. Bagian ini menghantar impuls menjauhi badan

sel ke neuron lain, ke sel lain atau ke badan sel neuron yang

menjadi asal akson (arah menuju keluar sel). Semua akson dalam

sistem saraf perifer dibungkus oleh lapisan schwann (neurolema)

yang dihasilkan oleh sel-sel schwann. Mielin berfungsi sebagai

insulator listrik dan mempercepat hambatan impuls saraf.

3) Dendrit yaitu perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan

pendek yang berfungsi sebagai penghantar impuls ke sel tubuh.

Permukaan dendrit penuh dengan spina dendrit yang dikhususkan

untuk berhubungan dengan neuron lain (Setiadi, 2007).

b. Sel Neuroglial

Sel penunjang tambahan pada susunan saraf pusat yang berfungsi

sebagai jaringan ikat yang mensuport sel dari nervous sistem (Setiadi,

2007).

2. Sistem komunikasi sel

Daya kepekaan dan daya hantaran merupakan sifat utama dari makhluk

hidup dalam bereaksi terhadap perubahan disekitarnya. Rangsangan ini

dinamakan stimulus, sedangkan reaksi yang dihasilkan dinamakan respon.

Alat penghantar stimulus berfungsi menerima rangsangan disebut reseptor,

sedangkan yang menjawab stimulus disebut efektor seperti otot, sel,

kelenjar dan sebagainya (Setiadi, 2007).

3. Pembagian susunan saraf (Setiadi, 2007).

Bagian-bagian sistem saraf adalah:

a. Sistem Saraf Pusat (Central Nervous System: CNS)

Komponen :

1) Medula Spinalis (Sumsum tulang belakang).

2) Otak (otak besar, otak kecil, batang otak).

b. Sistem Saraf Tepi (Peripheral Nervous System)

Komponen:

Page 9: Myastenia Gravis

1) Susunan saraf somatik

2) Susunan saraf otonom

a) Susunan saraf simpatis

b) Susunan saraf parasimpatis

4. Sistem Saraf Pusat

a. Otak

Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat

penting karena merupakan pusat komputer

dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral

yang terletak di dalam rongga tengkorak

(kranium) yang dibungkus oleh selaput otak

yang kuat. Berat otak orang dewasa kira-kira

1.400 gram (Setiadi, 2007). Gambar 1.3 Otak. Dwi, 2011

1) Perkembangan Otak

Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari

sebuah tabung yang mulanya memperlihatkan 3 gejala pembesaran

otak awal.

a) Otak depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum,

talamus, serta hipotalamus. Fungsinya mengintegrasikan

informasi mengenai kesadaran dan emosi.

b) Otak tengah mengkoordinir otot yang berhubungan dengan

penglihatan dan pendengaran.

c) Otak belakang (Pons), bagian otak yang menonjol kebanyakan

tersusun dari lapisan fiber (berserat) dan termasuk sel yang

terlibat dalam pengontrolan pernapasan.

2) Pelindung Otak

Otak dilindungi oleh:

a) Kulit kepala dan rambut

b) Tulang tengkorak dan columna vertebral

c) Meningen (selaput otak)

3) Bagian-Bagian Otak

Bagian otak secara garis besar terdiri dari:

Page 10: Myastenia Gravis

10 

a) Cerebral Hemisphere (cerebrum otak besar)

b) Diencephalon

c) Brain Stem (batang otak)

d) Cerebellum (otak kecil)

(Setiadi, 2007).

b. Medula Spinalis

Medula spinalis disebut

juga sumsum tulang

belakang yang melindungi

di dalam tulang belakang

dan berfungsi untuk

mengadakan komunikasi

antara otak dan semua

tubuh serta berperan

dalam:

Gambar 1.4 Medula Spinalis. Atun, 2012

a. Gerak refleks

b. Berisi pusat pengontrolan yang penting

c. Denyut jantung

d. Pengatur tekanan darah

e. Pernapasan

f. Menelan

g. Muntah

(Setiadi, 2007).

5. Susunan Saraf Perifer

Sistem saraf perifer menyampaikan informasi antara jaringan dan saraf

pusat (CNS) dengan membawa sinyal ke CNS.

Page 11: Myastenia Gravis

11 

a. Susunan Saraf Somatik

Susunan saraf somatik yaitu susunan saraf yang mempunyai peranan

spesifik untuk mengatur aktivitas otot sadar atau serat lintang. Jadi

saraf ini melakukan sistem pergerakan otot yang disengaja atau tanpa

disengaja. Saraf ini meliputi gerakan (lingkaran) reflex. Gerak refleks

merupakan bagian dari mekanisme pertahanan pada tubuh dan terjadi

jauh lebih cepat dari gerak sadar, misalnya menutup mata pada saat

terkena debu, menarik tangan pada dari benda panas bahkan dengan

sengaja menyentuh permukaan benda panas itu (Setiadi, 2007).

Macam-macam pemeriksaan refleks yang biasa dilakukan :

1) Reflek tendon

a) Gerakan rahang

b) Gerakan biseps

c) Gerakan lutut

d) Gerakan pergelangan kaki

2) Refleks superfisial adalah reaksi otot terhadap usapan atau

sentuhan pada kulit atau membran mukosa.

a) Refleks Paringeal, yaitu kontraksi pharing karena disentuh.

b) Refleks Abdominal, kontraksi otot dinding perut sebagai

respon terhadap usapan atau belaian pada abdomen.

c) Refleks Cremaster, yaitu kontraksi otot cremaster ditandai

dengan scrotum terangkat sebagai respon terhadap usapan

pada paha.

d) Refleks Plantar, yaitu fleksi ibu jari sebagai respon terhadap

usapan pada telapak kaki.

(Setiadi, 2007).

b. Susunan Saraf Otonom

Susunan saraf otonom yaitu susunan saraf yang mempunyai peranan

penting mempengaruhi pekerjaan otot saraf atau serat lintang.

Berdasarkan fungsi susunan saraf otonom terdiri dari dua bagian, yaitu:

Page 12: Myastenia Gravis

12 

1) Sistem Saraf Simpatis

Sistem saraf simpatis terletak di depan kolumna vertebra dan

berhubungan dengan sumsum tulang belakang melalui serabut-

serabut saraf.

Sistem simpatis terdiri dari 3 bagian, yaitu:

a) Kornu anterior segmen torakalis ke-I sampai ke-XII dan

segmen lumbalis I-III terdapat nukleus vegetatif yang berisi

kumpulan-kumpulan sel saraf-saraf simpatis.

b) Trunkus simpatikus beserta cabang-cabangnya. Di sebelah kiri

dan kanan vertebra terdapat barisan ganglion saraf simpatikus

yang membujur disepanjang vertebra.

c) Fleksus simpatilus beserta cabang-cabangnya. Di dalam

abdomen, pelvis, toraks serta di dekat organ-organ yang

dipersarafi oleh saraf simpatis (otonom) umumnya terdapat

fleksus-fleksus yang dibentuk oleh saraf simpatis ganglion

yaitu fleksus/ganglion simpatikus.

(Setiadi, 2007).

Ganglion lainnya (simpatis) berhubungan dengan rangkaian 2

ganglion besar, ini bersama serabutnya membentuk fleksus-fleksus

simpatis.

a) Fleksus kardio, terletak dekat dasar jantung serta

mengarahkan cabangnya ke daerah tersebut dan paru-paru.

b) Fleksus seliaka, terletak di sebelah belakang lambung dan

memsarafi organ-organ dalam rongga abdomen.

c) Fleksus mesentrikus (fleksus higratikus), terletak di depan

sakrum dan mencapai organ-organ dalam pelvis.

(Setiadi, 2007).

Fungsi serabut saraf simpatis terdiri dari:

a) Mensarafi otot jantung

b) Mensarafi pembuluh darah dan otot tak sadar

c) Mensarafi semua alat dalam seperti lambung, pankreas, dan

usus

d) Melayani serabut motorik sekretorik pada kelenjar keringat

Page 13: Myastenia Gravis

13 

e) Serabut motorik pada otot tak sadar

f) Mempertahankan tonus semua otot tak sadar

(Setiadi, 2007).

2) Sistem Parasimpatis

Saraf kranial otonom adalah saraf kranial III, VII, IX, dan X. Saraf

ini merupakan penghubung melalui serabut parasimpatis dalam

perjalanan keluar dari otak menuju organ-organ yang sebagaian

dikendalikan oleh serabut-serabut menuju iris dan dengan

demikian merangsang gerakan-gerakan saraf ke-III yaitu saraf

okulamotorik. Fungsi serabut saraf parasimpatis yaitu:

a) Merangsang sekresi kelenjar air mata, kelenjar sublingualis,

submandibularis dan kelenjar-kelenjar dalam mukosa rongga

hidung.

b) Mensarafi kelenjar air mata dan mukosa rongga hidung

berpusat di niklei laktimatis.

c) Mempersiapkan kelenjar ludah (sublingualis dan

submandibularis) berpusat di nukleus salivatorius superior,

saraf-saraf ini mengikuti nervus VII.

d) Mempersarafi sebagian besar alat tubuh yaitu jantung, paru-

paru, gastrointestinum, ginjal, pankreas, lien, hepar, dan

kelenjar suprarenalis yang berpusat pada nukleus dorsalis

nervus X.

(Setiadi, 2007).

Page 14: Myastenia Gravis

14 

BAB III

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Myastenia Gravis

Myastenia Gravis adalah gangguan autoimun yang merusak komunikasi antara

syaraf dan otot, mengakibatkan peristiwa kelemahan otot. Waktu penyembuhan

yang lama (penyembuhan dapat butuh waktu 10 hingga 20 kali lebih lama

daripada normal). Myastenia Gravis termasuk salah satu jenis penyakit

autoimun. Menurut kamus kedokteran, penyakit autoimun itu sendiri adalah

suatu jenis penyakit dimana antibodi menyerang jaringan-jaringannya sendiri.

Myastenia Gravis dapat menyerang otot apa saja, tapi yang paling umum

terserang adalah otot yang mengontrol gerakan mata, kelopak mata,

mengunyah, menelan, batuk dan ekspresi wajah, bahu, pinggul, leher, otot yg

mengontrol gerakan badan serta otot yang membantu pernafasan juga dapat

terserang. Kelainan ini menyerang wanita antara usia 15 dan 35 tahun serta pria

diatas usia 40 tahun. Ini dianggap sebagai penyakit autoimun dimana antibodi

diarahkan terhadap reseptor aseltikolin (AChR) yang merusak transmisi

neuromuskular (Price, 2005).

B. Etiologi Myastenia Gravis

Penelitian menunjukan bahwa kelemahan Myastenia diakibatkan dari sirkulasi

antibodi ke reseptor Ach. Myastenia Gravis disebabkan oleh adanya antibodi

yang merintangi, merubah bahkan merusak penerimaan zat asetilkolin,

sehingga hal ini menghalangi terjadinya kerja otot. Antibodi ini dihasilkan oleh

sistem imun tubuh sendiri. Itulah sebabnya Myastenia Gravis dimasukkan

dalam golongan penyakit autoimun (Widagdo, 2007).

Myastenia Gravis Foundation of America menjelaskan penyebab dari penyakit

ini sebagai berikut otot-otot dari seluruh tubuh dikontrol oleh impul saraf yang

timbul dalam otak. Impuls-impuls saraf ini berjalan turun melewati saraf-saraf

menuju tempat dimana saraf-saraf bertemu dengan serabut otot. Serabut saraf

tidak benar-benar berhubungan dengan serabut otot. Ada tempat atau jarak

antara keduanya, tempat ini disebut persimpangan neuromuskular (Widagdo,

2007).

Page 15: Myastenia Gravis

15 

Ketika impuls saraf yang berasal dari otak sampai pada saraf bagian akhir,

saraf bagian akhir ini mengeluarkan bahan kimia yang disebut asetilkolin.

Asetilkolin berjalan menyeberangi jarak yang ada diantara serabut saraf dan

serabut otot (persimpangan neuromuskular) menuju serabut otot dimana

banyak diikat oleh reseptor asetilkolin. Otot menutup atau mengkerut ketika

reseptor telah digiatkan oleh asetilkolin. Pada Myastenia Gravis, ada sebanyak

80% penurunan pada angka reseptor asetilkolin. Penurunan ini disebabkan oleh

antibodi yang menghancurkan dan merintangi reseptor asetilkolin (Widagdo,

2007).

C. Patofisiologis Myastenia Gravis

Saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medula spinalis dan

batang otak mempersarafi otot rangka atau otot lurik. Saraf-saraf ini

mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan cranial menuju ke

perifer. Masing-masing saraf bercabang banyak sekali dan mampu merangsang

sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-

serabut otot yang dipersarafi dinamakan unit motorik. Meskipun setiap neuron

mototrik mempersarafi banyak serabut otot, tetapi setiap serabut otot

dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik (Widagdo, 2007).

Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf motorik dan

serabut otot disebut sinaps neuromuskular atau hubungan neuromuscular.

Hubungan neuromuskular merupakan suatu sinaps kimia antara saraf dan otot

yang terdiri dari tiga komponen dasar: unsur presinaps, elemen postsinaps, dan

celah sinaps yang mempunyai lebar sekitar 200Å. Unsur presinaps terdiri dari

akson terminal dengan vesikel sinaps yang berisi asetilkolin yang merupakan

neurotransmitter. Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal

(bouton). Membran plasma akson terminal disebut membran presinaps. Unsur

postsinaps terdiri dari membran postsinaps atau lempeng akhir motorik serabut

otot. Membran postsinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau sarkolema

yang dinamakan alur atau palung sinaps dimana akson terminal menonjol

masuk ke dalamnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan (celah-celah

subneural) yang sangat menambah luas permukaan. Membran postsinaps

memiliki reseptor-reseptor rasetilkolin dan mampu menghasilkan potensial

Page 16: Myastenia Gravis

16 

lempeng akhir yang selanjutnya dapat mencetuskan potensial aksi otot. Pada

membran postsinaps juga terdapat suatu enzim yang dapat menghancurkan

asetilkolin yaitu asetilkolinesterase. Celah sinaps adalah ruang yang terdapat

antara membran presinaps dan postsinaps. Ruang tersebut terisi semacam zat

gelatin, dan melalui gelatin ini cairan ekstrasel dapat berdifusi (Widagdo,

2007).

Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromukular, maka membran akson

terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan

dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan

bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps.

Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium

maupun kalium pada membran postsinaps. Influks ion natrium dan pengeluaran

ion kalium secara tiba-tiba menyababkan depolarisasi lempeng akhir dikenal

sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan

terbentuk potensial aksi dalam membrane otot yang tidak berhubungan dengan

saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial ini memicu

serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah

transmisi melewati hubungan neuromuskular terjadi, asetilkolin akan

dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada orang normal jumlah

asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup untuk menghasilkan

potensial aksi. Pada Myastenia Gravis, konduksi neuromuskular terganggu.

Jumlah reseptor asetilkolin berkurang yang mungkin dikarenakan cedera

autoimun. Pada klien dengan Myastenia Gravis, secara makroskopis otot-

ototnya tampak normal. Jika ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak

digunakan. Secara mikroskopis beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi

limfosit dalam otot dan organ-organ lain, tetapi pada otot rangka tidak dapat

ditemukan kelainan yang konsisten (Widagdo, 2007).

1. Manifestasi Klinis Myastenia Gravis

Myastenia Gravis adalah suatu gangguan autonom yang mengganggu

fungsi reseptor asetilkolin dan menurunkan efisiensi taut neuromuskular.

Myastenia gravis paling sering timbul sebagai penyakit tersembunyi

bersifat progresif, yang ditandai oleh kelemahan dan kelelahan otot.

Perjalanan penyakit sangat bervariasi pada setiap pasien sehingga sulit

Page 17: Myastenia Gravis

17 

untuk menentukan prognosis. Kontak 54-2 memuat tanda khas penyakit

ini. Pada 90% pasien gejala awal melibatkan otot okular yang

menyebabkan ptosis dan diplopia. Diagnosis dapat ditegakkan dengan

memperhatikan otot levator palpebra kelopak mata. Bila penyakit

terbatas pada otot mata, perjalanan penyakit sangat ringan dan

peningkatkan angka mortalitas (Price, 2005).

Otot wajah, laring, dan faring juga terlibat dalam Myastenia Gravis. Otot

wajah keterlibatkan ini mengakibatkan regulgitasi melalui hidung ketika

berusaha menelan (otot palatum), bicara hidung yang abnormal dan tidak

dapat menutup mulut, yang disebut sebagai tanda rahang menggantung

(hanging jaw sign). Otot wajah pasien akan terlihat seperti mengerang

bila mencoba tersenyum (Price, 2005).

Keterlibatan otot pernapasan dibuktikan dengan batuk lemah, dan

akhirnya serangan dispnea, dan ketidakmampuan untuk membersikan

mukus dari cabang trakheaobronkial. Gelang bahu dan pelvis dapat

terkena pada kasus berat, dapat terjadi kelemahan umum pada otot skelet.

Berdiri, berjalan, atau bahkan menahan lengan diatas kepala (misal ketika

menyisir rambut) dapat sulit dilakukan (Price, 2005).

Secara umum, beristirahat dan agen antikolinesterase dapat meringankan

gejala Myastenia Gravis. Gejala diperberat oleh:

1. Perubahan keseimbangan hormonal (misal selama kehamilan,

fluktuasi dalam siklus menstruasi, atau gangguan fungsi tiroid).

2. Penyakit yang terjadi pada waktu yang bersamaan khususnya infeksi

traktus pernapasan atas dan yang berkaitan dengan diare dan demam.

3. Emosi kekecewaan sebagian besar pasien mengalami kelemahan otot

yang lebih ketika kecewa.

4. Alkohol (khususnya dengan air tonik yang terdiri dari kuinin, yaitu

obat yang meningkatkan kelemahan otot) dan obat-obat lain.

(Price, 2005).

Page 18: Myastenia Gravis

18 

2. Komplikasi Myastenia Gravis

Krisis Myastenia merupakan suatu kasus kegawatdaruratan yang terjadi

bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah. Kondisi

ini dapat menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien sering kali

membutuhkan respirator untuk membantu pernapasan selama krisis

berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak,

aspirasi makanan, dan pneumonia. Faktor-faktor yang dapat memicu

komplikasi pada pasien termasuk riwayat penyakit sebelumnya

(misalnya, infeksi virus pada pernapasan), pasca operasi, pemakaian

kortikosteroid yang lenyap secara cepat, aktivitas berlebih (terutama pada

cuaca yang panas), kehamilan, dan stress emosional (Widagdo, 2007).

D. Penatalaksanaan Myastenia Gravis

Bila pasien bertahan selama 10 tahun, penyakit tersebut biasanya tetap jinak,

dan kematian akibat Myastenia Gravis itu sendiri jarang terjadi. Pasien harus

belajar hidup dalam batasan penyakitnya, pasien ini butuh waktu 10 jam untuk

tidur di malam hari dan bangun dalam keadaan segar, dan pasien juga

membutuhkan pekerjaan alternatif dan waktu istirahat, mereka juga harus

menghindari faktor pencetus dan harus minum obat tepat waktu (Price, 2005).

Pengobatan medis dengan obat antokolinesterase adalah terapi terpilih untuk

menetralkan gejala Myastenia Gravis. Neostigmin menon-aktifkan atau

merusak kolinesterase sehingga asetilkolin tidak cepat rusak. Efeknya adalah

pemulihan aktivitas otot mendekati normal, paling tidak 80% hingga 90% dari

kekuatan atau daya tahan otot sebelumnya. Selain neotigmin (prostigmin),

pridostigmin (mestinon), dan ambenonium (mytelase), digunakan juga analog

sintetik lain dari obat awal yang digunakan yaitu fisostigmin (eserine). Efek

samping dalam traktus GI yang tidak disenangi (kejang perut, diare) disebut

efek samping muskarinik. Pasien harus menyadari bahwa gejala-gejala ini

menandakan sudah terlalu banyak obat yang diminum setiap hari sehingga

dosis selanjutnya harus diturunkan untuk mencegah terjadinya krisis

kolinergik. Neostigmin paling cenderung menyebabkan efek muskarinik, maka

awalnya dapat diterangkan pada pasien untuk berhati-hati terhadap efek

samping yang nyata. Piridostigmin tersedia dalam bentuk yang berjangka

Page 19: Myastenia Gravis

19 

waktu dan sering digunakan sebelum tidur sehingga pasien dapat tidur

sepanjang malam tanpa harus bangun untuk minum obat (Price, 2005).

Efek pengendalian Myastenia Gravis jangka panjang menyebabkan pasien

memiliki dua pilihan terapi dasar. Pilihan pertama adalah obat imunosupresif,

yang semuanya memiliki indeks terapi rendah (rasio dosis toksik terhadap

dosis terapi). Terapi kortikosteroid menyebabkan perbaikan klinis pada banyak

pasien, walaupun banyak efek samping serius terjadi akibat penggunaan jangka

panjang.

Beberapa pasien berespons baik terhadap regimen kombinasi antara

kortikosteroid dan piridostigmin. Azatrioprin (yaitu suatu obat imunosupresif)

telah digunakan dan memiliki hasil yang baik: efek sampingnya ringan jika

dibandingkan dengan akibat kortikosteroid, dan terutama terdiri dari gangguan

GI, peningkatan enzim hati, dan leukopenia. Pertukaran plasma mungkin

efektif dalam krisis miastenia karena mampu memindahkan antibodi ke

reseptor asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat dalam penanganan penyakit kronik.

Pilihan pengobatan jangka panjang kedua adalah bedah toraks mayor untuk

mengangkat kelenjar timus (timektomi). Sekitar 15% penderita Myastenia

Gravis memliki tumor atau hiperplastia kelenjar timus yang disebut timoma.

Timus terlibat dalam perkembangan sistem imun sehingga pengangkatan

kelenjar bersifat kuratif bagi beberapa pasien. Keputusan untuk melakukan

timektomi dibuat berdasarkan pasien tersebut, karena keuntungan timektomi

dalam mengurangi gejala tidak sebesar pada pasien usia tua atau yang telah

menderita Myastenia Gravis lebih dari 5 tahun. Sekitar 30% penderita

Myastenia Gravis tanpa timoma yang menjalani timektomi pada akhirya

mengalami remisi bebas-pengobatan. 50% yang lain mengalami perbaikan

nyata (Price, 2005).

E. Epidemiologi Myasthenia Gravis

Myastenia Gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui, dan dapat terjadi

pada berbagai usia. Penyakit ini biasanya lebih sering tampak pada usia 20-50

tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio

perbandingan wanita dan pria yang menderita Myastenia Gravis adalah 3 : 1.

Page 20: Myastenia Gravis

20 

Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20

tahun, sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40 tahun. Pada

bayi, sekitar 20% bayi yang dilahirkan oleh ibu penderita Myastenia Gravis

akan memiliki miastenia tidak menetap/transient (kadang permanen)

(Dewabenny, 2008).

F. Prognosis Myasthenia Gravis

Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik daripada orang

dewasa. Perjalanan penyakit, semua otot serat lintang dapat diserang, terutama

otot-otot tubuh bagian atas. 10% Myastenia Gravis tetap terbatas pada otot-

otot mata, 20% mengalami insufisiensi pernapasanyang dapat fatal, 10% cepat

atau lambat akan mengalami atrofi otot. Progresi penyakit lambat, mencapai

puncak sesudah 3-5 tahun, kemudian berangsur-angsur baik dalam 15-20 tahun

dan ± 20% antaranya mengalami remisi. Remisi spontan pada awal penyakit

terjadi pada 10% Myastenia Gravis (Price, 2005).

Page 21: Myastenia Gravis

21 

BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN

Berikut dibawah ini adalah asuhan keperawatan mengenai Myastenia Gravis menurut

(Tucker, 2007 & Doengoes, 1999).

A. Pengkajian

1. B1 (Breathing)

Pengkajian pada sistem pernafasan yaitu inspeksi apakah klien mengalami

kemampuan atau penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak napas,

penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan sering

didapatkan pada klien yang disertai adanya kelemahan otot-otot pernapasan.

Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronchi atau stridor pada klien

menandakan adanya akumulasi sekret pada jalan napas daHn penurunan

kemampuan otot-otot pernapasan.

2. B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan untuk memantau

perkembangan status kardiovaskular, terutama denyut nadi dan tekanan darah

yang secara progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak membaiknya

status pernapasan.

3. B3 (Brain)

Pengkajian terutama ditujukan dengan kelemahan otot ekstra okular yang

menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau dislopia intermien,

bicara klien mungkin disatrik.

4. B4 (Bladder)

Pengkajian terutama ditujukan pada sistem perkemihan. Biasanya terjadi

kondisi dimana fungsi kandung kemih menurun, retensi urine, hilangnya

sensasi saat berkemih.

5. B5 (Bowel)

Pengkajian terutama ditunjukkan dengan kesulitan menelan, mengunyah,

disfagia kelemahan otot diafragma dan peristaltik usus turun.

Page 22: Myastenia Gravis

22 

6. B6 (Bone)

Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui adanya gangguan aktifitas atau

mobilitas fisik, kelemahan otot yang berlebihan.

B. Diagnosa Keperawatan (Tucker, 2007 & Doengoes, 1999).

Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan meliputi hal berikut :

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan.

b. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik umum,

keletihan.

c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan

pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot

fasial atau oral.

d. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi

verbal.

C. Rencana Keperawatan (Tucker, 2007 & Doengoes, 1999).

Diagnosa 1

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan.

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola napas klien kembali

efektif.

Kriteria

a. Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal 16-

20x/menit,

b. Bunyi nafas terdengar jelas,

c. Respirator terpasang dengan optimal.

Intervensi

a. Kaji tingkat kemampuan ventilasi: frekuensi pernapasan, kedalaman, dan

bunyi nafas, pantau hasil tes fungsi paru-paru (volume tidal, kapasitas vital,

kekuatan inspirasi).

Page 23: Myastenia Gravis

23 

Rasional: Untuk klien dengan penurunan kapasitas ventilasi, perawat

(mengkaji) dengan interval yang sering dalam mendeteksi

masalah pau-paru, sebelum perubahan kadar gas darah arteri dan

sebelum tampak gejala klinik.

b. Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman pernapasan, laporkan setiap

perubahan yang terjadi.

Rasional: Dengan mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman

pernapasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan

kondisi klien.

c. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi duduk.

Rasional: Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga

ekspansi paru bisa maksimal.

d. Observasi tanda-tanda vital yaitu tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu.

Rasional: Peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya

penurunan fungsi paru.

e. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian oksigen 3 liter

Rasional : Mencegah terjadinya hipoksia.

Diagnosa 2

Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik umum,

keletihan.

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam aktivitas sehari-hari

kembali normal.

Kriteria Hasil

a. Frekuensi nafas 16-20 x/menit,

b. Frekuensi nadi 70-90x/menit,

c. Kemampuan batuk efektif dapat optimal,

d. Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.

Intervensi

a. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas

Page 24: Myastenia Gravis

24 

Rasional: Menjadi data dasar dalam melakukan intervensi selanjutnya.

b. Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan

Rasional: Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatan dan daya tahan.

Menjadi partisipan dalam pengobatan.

c. Evaluasi kemampuan aktivitas motorik

Rasional: Menilai singkat keberhasilan dari terapi yang boleh diberikan.

Diagnosa 3

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia, gangguan pengucapan

kata, gangguan neuromuskular, kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral.

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien dapat menunjukkan

pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan

perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.

Kriteria Hasil

a. Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi

b. Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi

a. Kaji komunikasi verbal klien.

Rasional: Kelemahan otot-otot bicara klien krisis Myastenia Gravis dapat

berakibat pada komunikasi.

b. Lakukan metode komunikasi yang baik sesuai dengan kondisi klien.

Rasional: Teknik untuk meningkatkan komunikasi meliputi mendengarkan

klien, mengulangi apa yang mereka coba komunikasikan dengan

jelas dan membuktikan yang diinformasikan, berbicara dengan

klien terhadap kedipan mata mereka dan atau goyangkan jari-jari

tangan atau kaki untuk menjawab ya/ tidak. Setelah periode

krisis klien selalu mampu mengenal kebutuhan mereka.

c. Beri peringatan bahwa klien di ruang ini mengalami gangguan berbicara,

sediakan bel khusus bila perlu.

Page 25: Myastenia Gravis

25 

Rasional: Untuk kenyamanan yang berhubungan dengan ketidakmampuan

komunikasi.

d. Ucapkan langsung kepada klien dengan berbicara pelan dan tenang, gunakan

pertanyaan dengan jawaban ”ya” atau ”tidak” dan perhatikan respon klien.

Rasional: Mengurangi kebingungan atau kecemasan terhadap banyaknya

informasi. Memajukan stimulasi komunikasi ingatan dan kata-

kata.

e. Kolaborasi dengan konsultasi keahli terapi bicara.

Rasional: Mengkaji kemampuan verbal individual, sensorik, dan motorik,

serta fungsi kognitif untuk mengidentifikasi defisit dan

kebutuhan terapi.

Diagnosa 4

Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi

verbal.

Tujuan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam citra diri klien

meningkat.

Kriteria Hasil

a. Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang

situasi dan perubahan yang sedang terjadi,

b. Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi,

c. Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan cara

yang akurat tanpa harga diri yang negatif.

Intervensi

a. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat

ketidakmampuan.

Rasional: Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana

perawatan atau pemilihan intervensi.

b. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien.

Rasional: Beberapa klien dapat menerima dan mengatur beberapa fungsi

secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang

Page 26: Myastenia Gravis

26 

lain mempunyai kesulitan membandingkan mengenal dan

mengatur kekurangan.

c. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.

Rasional: Membantu meningkatkan perasaan hargadiri dan mengontrol

lebih dari satu area kehidupan.

d. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal untuk

dirinya sebanyak-banyaknya.

Rasional: Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu

perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses

rehabilitasi.

e. Kolaborasi dengan ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.

Rasional: Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk

perkembangan perasaan.

D. Pelaksanaan Keperawatan (Tucker, 2007 & Doengoes, 1999).

Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap

pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana

keperawatan yaitu intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah

dilakukan validasi, keterampilan interpersonal, teknikal dan intelektual

dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan

psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien. Pada

tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana

intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan

yang muncul pada pasien.

E. Evaluai Keperawatan(Tucker, 2007 & Doengoes, 1999).

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi

adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien,

perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi ini adalah

untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai dengan baik

atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. Kriteria dalam menentukan

tercapainya suatu tujuan, pasien :

a. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.

b. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Page 27: Myastenia Gravis

27 

c. Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.

d. Dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri sehari-hari untuk mengembalikan

aktivitas seperti biasanya.

e. Menunjukkan pengetahuan dan gejala-gejala gangguan pernafasan seperti

sesak nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau

perawat yang merawatnya.

f. Mampu menerima keadaan sehingga tidak terjadi kecemasan.

g. Menunjukkan pengetahuan tentang tindakan pencegahan yang berhubungan

dengan penatalaksanaan kesehatan, meliputi kebiasaan yang tidak

menguntungkan bagi kesehatan seperti merokok, minum minuman beralkohol

dan pasien juga menunjukkan pengetahuan tentang kondisi penyakitnya.

Page 28: Myastenia Gravis

28 

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Myastenia Gravis adalah suatu kelainan autoimun yang ditandai oleh suatu

kelemahan abnormal dan progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara

terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat beraktivitas. Penyakit ini

timbul karena adanya gangguan dari synaptic transmission atau pada neuromuscular

junction. Gangguan tersebut akan mempengaruhi transmisi neuromuscular pada

otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunter).

Wanita lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan pria. Rasio perbandingan

wanita dan pria yang menderita Myastenia Gravis adalah 3 : 1. Pada wanita,

penyakit ini tampak pada usia yang lebih muda, yaitu sekitar 20 tahun,

sedangkan pada pria, penyakit ini sering terjadi pada usia 40 tahun. Pada anak,

prognosis sangat bervariasi tetapi relatif lebih baik daripada orang dewasa.

Secara garis besar, pengobatan Myastenia Gravis berdasarkan 3 prinsip, yaitu:

1. Mempengaruhi transmisi neuromuskuler,

2. Mempengaruhi proses imunologik,

3. Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot.

B. Saran

Kelompok menyarankan, khususnya pada mahasiswa Akper Fatmawati yaitu

disarankan untuk mengetahui dan memahami tentang Myestenia Gravis,

sehingga mahasiswa dapat mengerti tentang Myastenia Gravis dan dapat

menghindari penyebab-penyebab dari Myastenia Gravis, mengetahui tanda dan

gejala dari Myastenia Gravis untuk mencegah terjadinya Myastenia Gravis.

Lebih memahami komplikasi yang ditimbulkan dari Myastenia Gravis dan

mahasiswa diharapkan dapat lebih menggunakan waktu sebaik-baiknya.

Page 29: Myastenia Gravis

29 

DAFTAR PUSTAKA Baughman, D. (2000). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku.

Jakarta: EGC

Chang, E. (2009). Patofisiologi: Aplikasi pada Praktik

Keperawatan. Jakarta: EGC

Doenges, M. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Price, S. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC

Setiadi. (2007). Anatomi dan Fisiologi Manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu

Tucker, S. et al. (2007). Standar Keperawatan Pasien: Perencanaan Kolaboratif dan

Intervensi Keperawatan. Jakarta: EGC

Widagdo, et al. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta: TIM