nurul fithriyah-fkik

Upload: noor-zudhi-wahyudho

Post on 05-Jul-2018

239 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    1/84

     

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    ANALISIS α-TOKOFEROL (VITAMIN E) PADA

    MINYAK BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam.)SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

    SKRIPSI

    NURUL FITHRIYAH

    NIM : 109102000055

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI

    JAKARTA

    SEPTEMBER 2013

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    2/84

    ii

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    ANALISIS α-TOKOFEROL (VITAMIN E) PADA

    MINYAK BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam.)SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

    SKRIPSIDiajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

    NURUL FITHRIYAH

    NIM : 109102000055

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

    PROGRAM STUDI FARMASI

    JAKARTA

    SEPTEMBER 2013

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    3/84

    iii

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

    dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

    telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Nurul Fithriyah

    NIM : 109102000055

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 6 September 2013

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    4/84

    iv

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    5/84

    v

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    6/84

    vi

    ABSTRAK

    Nama : Nurul Fithriyah

    Program Studi : Farmasi

    Judul Skripsi : Analisis α-Tokoferol (vitamin E) Pada Minyak Biji Kelor

    (Moringa oleifera Lam.) Secara Kromatografi Cair Kinerja

    Tinggi

    Kelor (Moringa oleifera Lam.) merupakan tanaman yang sering dimanfaatkan

    sebagai tanaman obat. Salah satu bagian tanaman yang sering digunakan adalah

    biji dari buahnya. Tokoferol (Vitamin E) merupakan salah satu komponen yang

    terkandung dalam minyak yang dihasilkan dari biji buah kelor tersebut, yang

    berkhasiat menghambat proses oksidasi dan pembentukan radikal bebas.

    Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kandungan vitamin E dalam minyakbiji kelor secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Hasil analisis

    menunjukkan bahwa variasi metode perolehan minyak (ekstraksi dengan pelarut

    dan kempa dengan variasi suhu pengeringan sampel) memberikan hasil rendemen

    minyak dan kandungan α-tokoferol yang berbeda-beda. Pada metode ekstraksi

    yakni maserasi dengan n-heksan menghasilkan minyak dengan jumlah 40,01%,

    sedangkan metode pengepresan mekanis dengan variasi suhu pengeringan sampel

    40oC, 80

    oC dan 120

    oC menghasilkan minyak berturut-turut 10%; 7,6%; dan

    6,77%. Hasil validasi menggunakan standar α-Tokoferol memberikan linieritas

    kurva kalibrasi 0,999991 dengan batas deteksi dan kuantitasi masing-masing 0,06

    µg/mL dan 0,2 µg/mL. Uji perolehan kembaliα

    -Tokoferol dalam matriks minyakbiji kelor memberikan hasil 95,8%. Sampel minyak dilarutkan dengan etanol dan

    THF terlebih dahulu, kemudian dianalisis dengan KCKT menggunakan kolomfase terbalik LiChosper® C18 (25 cm x 5 µm) dengan fase gerak metanol, volume

    penyuntikan 20,0 µL dan kecepatan alir 1,0 mL/menit. Masing-masing sampel

    minyak tersebut menghasilkan kadar α-tokoferol berturut-turut: 0,235; 0,37;

    0,265; dan 0,265 mg/g. Untuk mengetahui kualitas minyak tersebut dilakukan

    analisis kandungan minyak dengan GCMS. Hasil menunjukkan bahwa minyak

    biji kelor terdiri dari asam lemak tidak jenuh berupa asam oleat dan asam-asam

    lemak jenuh yang dominan yaitu asam palmitat dan asam stearat.

    Kata kunci : Biji kelor, minyak, tokoferol, KCKT, kolom C18

    .

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    7/84

    vii

    ABSTRACT 

    Name : Nurul Fithriyah

    Program study : Pharmacy

    Tittle : Analysis of α-Tocopherol (vitamin E) On Seeds Oil Moringa

    (Moringa oleifera Lam.) By High Performance Liquid

    Chromatography

    Moringa oleifera Lam is a plant mostly used as medical plant. Seed of fruit is the

    part that coomonly used. Tocopherol (Vitamin E) is one of the components

    contained in the oil which is produced from the seed of the Moringa fruit, that can

    inhibit the oxidation process and formation of free radical. The purpose of the

    present study was to determine vitamin E in the seed oil of moringa with High

    Performance Liquid Chromatography (HPLC). The analysis showed that thevariaous method of oil production, produce variations of oil yield and tocopherol

    content. Maceration extraction method with n-hexane produces 40,01% of oil,

    while mechanical pressing method with variations of sample drying temperature

    40 °C, 80 °C and 120 °C produce oil 10%; 7,6%; and 6,77%. The result showed

    that linearity of standard α-Tocopherol was 0,999991 with the detection and

    quantitation limits respectively 0,06 mg/mL and 0.2 mg/mL. The result of

    recovery value using moringa seed oil matrix was 95,8%. Sample of moringa seed

    oil dissolved in ethanol and tetrahydrofuran (THF), and then analyzed by HPLC

    using a reversed-phase column LiChosper® C18 (25 cm x 5 µm) with methanol as

    mobile phase, volume of injection 20,0 µL and flow rate 1,0 mL/min. Each of theoil samples contains 0,235; 0,37; 0,265 and 0,265 mg/g α-tocopherol.

    Determination of oil quality carried by oil contents analysis by GCMS. Resultshowed that moringa seed oil is composed by unsaturated fatty acids such as oleic

    acid and dominated by saturated fatty acids such as stearic acid and palmitic acid.

    Key words : Moringa seeds, oil, tokoferol, HPLC, C18 coloumn

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    8/84

    viii

    KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

    Esa Allah SWT yang telah melimpahkan berbagai macam nikmat, rahmat danhidayah-Nya berupa kesehatan, pemikiran dan ide sehingga penulis dapat

    menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa

    kami haturkan kepada sang revolusioner islam sejati baginda Nabi Besar

    Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir

    nanti semoga kita senantiasa mendapatkan syafaat dari beliau.

    Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh

    ujian akhir guna memperoleh gelas Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi

    Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah Jakarta. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis α-Tokoferol

    (Vitamin E) Pada Minyak Biji Kelor (Moringa Oleifera Lam.) Secara

    Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”.

    Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari

    ada beberapa pihak yang sangat memberikan kontribusinya kepada penulis. Oleh

    karenanya penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya,

    khususnya kepada :

    1.  Prof. Dr. H. Chairul, Apt sebagai Pembimbing I dan Puteri Amelia, M.Farm.,

    Apt selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran

    serta memberikan ilmu terbaik yang mereka miliki dan dengan sabar

    membimbing dan mengajari sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    2.  Kementrian Agama RI selaku pemberi beasiswa, sehingga penulis dapat

    mengenyam pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

    3.  Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp. And selaku Dekan Fakultas Kedokteran

    dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

    4.  Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

    Jakarta.

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    9/84

    ix

    5.  Ibu/bapak Dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi Fakultas

    Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

    memberikan ilmunya kepada penulis.

    6.  Ayahanda tercinta H. Nukhin, Spd pemimpin dan penasehat terbaik beserta

    Ibunda tercinta Dra. Hj. Sri Jauharoh bidadari yang selalu memberikan kasih

    sayang, semangat, dukungan, do’a dan nasihatnya yang tak terhingga yang tak

    akan pernah mampu penulis membalas semua itu. Adik-adik penulis, Ahmad

    Yusron dan Saidatul Husna yang selalu memberikan keceriaan yang mampu

    mengusir kepenatan penulis dalam menyusun skripsi ini.

    7.  Teman-teman CSS MORA 2009 (Community of Santri Scholar of Ministry Of

    Religious Affair), teman-teman Farmasi 2009 khususnya “EDTA-C”  serta

    teman-teman “PIM LOVERS” terkhusus untuk sahabat-sahabat terbaik Dila,

    Dhea, Leli, Fina, Omi, Mila, Fitri, Walida, Fatimah, Lulu, Azizah, Ema,

    Neneng, Arif, Dyah, Ainul, Farichah, Nurul, Ferry, dan Zaky yang selalu

    menjadi keluarga kedua bagi penulis dan selalu memberikan keceriaan dalam

    masa perkuliahan hingga penulisan skripsi ini selesai.

    8.  Teman-teman UNIQUE IMMERSION terkhusus untuk Uswah Azizah.

    9.  Laboran yang telah membantu keseharian penulis selama penelitian dilaboratorium LIPI, teh Ana dan teh Lina. Serta operator instrumen bu Indri dan

    bu Endah.

    10.  Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak bisa

    disebutkan satu persatu.

    Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

    kelemahan, kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Penulis

    mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk memperbaiki kemampuanpenulis dalam pembuatan skripsi.

    Ciputat, 6 September 2013

    Penulis

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    10/84

    x

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKAKSI TUGAS

    AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN)

    Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah

    ini :

    Nama : Nurul Fithriyah

    NIM : 109102000055

    Program Studi : Farmasi

    Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)

    Jenis Karya : Skripsi

    Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui

    skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul

    ANALISIS α-TOKOFEROL (VITAMIN E) PADA MINYAK BIJI KELOR

    (Moringa oleifera Lam.) SECARA KROMATOGRAFI CAIR KINERJA

    TINGGI (KCKT)

    Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain

    yaitu digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri

    (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik

    sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

    Dengan demikian persetujuan publikasi karya ilmiah ini

    saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Ciputat

    Pada Tanggal : 6 September 2013

    Yang menyatakan,

    (Nurul Fithriyah)

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    11/84

    xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................................. iiHALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................... iii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... iv

    HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... v

    ABSTRAK .................................................................................................................. vi

    ABSTRACT ................................................................................................................ vii

    KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii

    HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................... x

    DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii

    DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvBAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 

    1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 4

    1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4

    1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 4

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5

    2.1 Kelor (Moringa oleifera Lam.) .................................................................. 5

    2.1.1 Klasifikasi Tanaman...................................................................... 5

    2.1.2 Nama Daerah ................................................................................. 5

    2.1.3 Sinonim ......................................................................................... 5

    2.1.4 Morfologi ...................................................................................... 6

    2.1.5 Tempat Tumbuh dan Distribusi Tanaman .................................... 6

    2.1.6 Kandungan Kimia ......................................................................... 7

    2.1.8 Kegunaan/Khasiat ......................................................................... 8

    2.2 Minyak dan Lemak ................................................................................... 9

    2.2.1 Sumber Minyak dan Lemak ......................................................... 9

    2.2.2 Komposisi minyak dan lemak ....................................................... 10

    2.2.3 Proses Pengolahan Minyak dari Tanaman .................................... 11

    2.3 Metode Ekstraksi ...................................................................................... 132.4 Tokoferol (Vitamin E) .............................................................................. 14

    2.4.1 Tokoferol sebagai Antioksidan ..................................................... 15

    2.5 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ............................................................ 16

    2.5.1 Keuntungan KCKT ....................................................................... 17

    2.5.2 Cara Kerja KCKT ......................................................................... 18

    2.5.3 Instrumentasi KCKT ..................................................................... 18

    2.5.4 Analisa dalam KCKT .................................................................... 21

    2.6 Identifikasi Kandungan Minyak ............................................................... 22

    2.6.1 Gas Cromatography-Mass Spectrometry ...................................... 22

    Halaman

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    12/84

    xii

    BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 24

    3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 24

    3.2 Alat dan Bahan ......................................................................................... 24

    3.3 Prosedur Kerja ......................................................................................... 25

    3.3.1 Penyiapan simplisia ....................................................................... 253.3.2 Proses perolehan minyak............................................................... 25

    3.3.3 Pembuatan larutan induk α-tokoferol ........................................... 26

    3.3.4 Validasi metode analisa................................................................. 27

    3.3.5 Analisis α-tokoferol pada minyak biji kelor dengan KCKT ........ 28

    3.3.6 Analisis kandungan minyak biji kelor .......................................... 29

    BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 30

    4.1 Hasil ........................................................................................................... 30

    4.2 Pembahasan................................................................................................ 39

    BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 45

    5.1 Kesimpulan ................................................................................................ 45

    5.2 Saran .......................................................................................................... 45

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 46 

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    13/84

    xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1. Tanaman kelor (Moringa oleifera Lam.) ................................................... 6Gambar 2. Struktur kimia trigliserida .......................................................................... 9

    Gambar 3. Struktur kimia tokoferol ............................................................................. 16

    Gambar 4. Diagram Alat dan Komponen KCKT ........................................................ 19

    Gambar 5. Rendemen minyak yang diperoleh berdasarkan variasi metode ................ 31

    Gambar 6. Kurva kalibrasi standar α-tokoferol ........................................................... 32

    Gambar 7. Kadar α-tokoferol yang diperoleh dari masing-masing metode ................ 34

    Gambar 8. Kromatogram sampel A ulangan 1 ............................................................ 34

    Gambar 9. Kromatogram sampel A ulangan 2 ............................................................ 35

    Gamabr 10. Kromatogram sampel B ulangan 1 .......................................................... 35

    Gambar 11. Kromatogram sampel B ulangan 2 .......................................................... 36

    Gambar 12. Kromatogram sampel C ulangan 1 .......................................................... 36Gambar 13. Kromatogram sampel C ulangan 2 .......................................................... 37

    Gambar 14. Kromatogram sampel D ulangan 1 .......................................................... 37

    Gambar 15. Kromatogram sampel D ulangan 2 .......................................................... 38

    Gambar 16. Kromatogram hasil GCMS sampel minyak hasil ekstraksi ..................... 38

    Halaman

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    14/84

    xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1. Kandungan kimia tumbuhan yang diisolasi dari Moringa oleifera Lam. ...... 7Tabel 2. Asam lemak jenuh ......................................................................................... 10

    Tabel 3. Asam lemak tak jenuh .................................................................................. 10

    Tabel 4. Keterangan nama senyawa tokoferol berdasarkan R1 dan R2 ........................ 16

    Tabel 5. Hasil perolehan minyak ................................................................................. 30

    Tabel 6. Data uji linearitas ........................................................................................... 31

    Tabel 7. Data penentuan LOD dan LOQ ..................................................................... 32

    Tabel 8. Uji perolehan kembali ................................................................................... 33

    Tabel 9. Data kadar α-tokoferol dari sampel ............................................................... 33

    Tabel 10. Kandungan senyawa kimia sampel .............................................................. 39

    Halaman

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    15/84

    xv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman .................................................................... 50Lampiran 2. Gambar Bahan dan Alat Penelitian ......................................................... 51

    Lampiran 3. Alur Penelitian ........................................................................................ 53

    Lampiran 4. Perhitungan hasil rendemen minyak biji kelor ........................................ 54

    Lampiran 5. Pembuatan deret larutan standar ............................................................. 55

    Lampiran 6. Cara Memperoleh Persamaan Garis Linear ............................................ 56

    Lampiran 7. Cara Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuntitasi.............................. 57

    Lampiran 8. Cara Perhitungan Uji Perolean Kembali ................................................. 58

    Lampiran 9. Cara Perhitungan Konsentrasi dan Kadar α-Tokoferol ........................... 59

    Lampiran 10. Kandungan Kimia Penyusun Minyak Lemak Hasil GCMS ................. 60

    Lampiran 11. Data hasil uji statistik ............................................................................ 62

    Lampiran 12. Kromatogram standar α-tokoferol ......................................................... 63Lampiran 13. Kromatogram sampel ............................................................................ 65

    Lampiran 14. Sertifikat Analisis Tokoferol ................................................................. 68

    Halaman

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    16/84

    1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1  LATAR BELAKANG

    Tanaman kelor atau Moringa oleifera Lam., merupakan tanaman yang

    termasuk dalam familia Moringaceae. Tanaman ini merupakan tanaman yang

    kerap kali ditemukan dan dibudidayakan di berbagai negara seperti India, Filipina,

    Pakistan, Thailand dan Indonesia sendiri (Promkum et al., 2010). Bagian-bagian

    dari tanaman tersebut seperti daun, buah-buahan, bunga dan polong matang dari

    pohon ini sering digunakan sebagai sayur-sayuran di negara-negara tersebut.

    Selain itu bagian tanaman ini seperti bunga, daun muda dan polong/biji juga

    dikenal sebagai tanaman obat tradisional secara turun temurun (Budda et al.,

    2011).

    Studi sebelumnya telah mendokumentasikan adanya senyawa fenolik,

    flavonoid, saponin, terpenoid, proantosianidin dan glikosida jantung pada

    polong/biji dari M.oleifera (Sharma et al., 2012). Ekstrak hidro-alkohol

    biji/polong dari tanaman yang kerap di sapa kelor ini telah dilaporkan mampu

    meningkatkan metabolisme oleh enzim di hati dengan konsumsi oral (Promkum et

    al., 2010). Biji M.oleifera juga banyak digunakan untuk pengolahan limbah dan

    penjernihan air (Water purification) karena memiliki aktivitas antimikroba. Pada

     biji tersebut terkandung minyak yang secara komersial dikenal sebagai “Behen

    Oil”, konsentrasi minyak pun bervariasi tergantung pada metode ekstraksi yang

    digunakan. Minyak tersebut juga telah dilaporkan tahan terhadap ketengikan, hal

    tersebut dimungkinkan karena kandungan antioksidan pada minyak tersebut

    sehingga minyak tidak mudah teroksidasi dan berbau tengik (Anwar et al., 2006).Biji (polong) kelor mengandung +38% minyak yang mengandung vitamin E

    (0,01%) dan beta karoten (0,014%) (Bhoomika et al., 2007). Biji yang sudah tua

    mengandung karbohidrat, metionin, sistein, benzilglukosinolat, moringin, mono-

    palmitat and di-oleat trigliserida.

    Vitamin E (tokoferol) merupakan salah satu komponen yang terkandung

    dalam biji buah kelor. Vitamin E merupakan suatu zat antioksidan yang sangat

    dibutuhkan oleh tubuh manusia karena memiliki peranan penting dalam menjaga

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    17/84

    2

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    keseimbangan sel dari radikal bebas dan menghambat proses oksidasi. Radikal

    bebas merupakan molekul yang tidak stabil dan sangat berbahaya bagi tubuh

    karena dapat menyebabkan perubahan pada sel-sel tubuh yang memicu terjadinya

    proses penuaan dini dan penyakit degeneratif seperti kanker. Dengan

    kemampuannya sebagai zat antioksidan, vitamin E dapat mengurangi resiko

    penyebab berbagai macam penyakit, seperti jantung dan diabetes. Selain itu

    vitamin E juga dapat mengurangi resiko terjadinya pembekuan darah, mencairkan

    darah beku, mencegah penyumbatan pembuluh darah, menguatkan dinding

    pembuluh darah kapiler, meningkatkan pembentukan sel-sel darah merah,

    mengurangi kadar gula darah, memperbaiki kerja insulin serta meningkatkan

    kekuatan otot dan stamina (Winarsi, 2007).

    Sumber vitamin E dapat diperoleh secara alami maupun sintetis. Sumber

    vitamin E alami banyak terdapat pada minyak tumbuh-tumbuhan seperti minyak

     jagung, minyak kedelai, minyak kacang tanah dan juga biji-bijian lain. Selain

    banyak dihasilkan dari tanaman, juga dapat diperoleh dari ikan. Vitamin E

    tersusun dari dua senyawa yakni tokoferol dan tokoetrinol yang sama-sama

    memiliki aktivitas antioksidan. Tokoferol, terutama α-tokoferol telah diketahui

    sebagai antioksidan yang mampu mempertahankan integritas membran. Senyawa

    tersebut dilaporkan bekerja sebagai scanvenger radikal bebas oksigen, peroksida

    lipid dan oksigen singlet. Berdasarkan jumlah gugus metil pada inti aromatik,

    dikenal 4 tokoferol yaitu α, δ, , . Diantara keempat bentuk tokoferol tersebut,

    yang paling aktif adalah α-tokoferol. Oleh sebab itu, aktivitas vitamin E diukur

    sebagai α-tokoferol (Winarsi, 2007)

    Selain variasi metode perolehan minyak, tingkat kekeringan sampel juga

    akan menentukan jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan. Metode yang akandigunakan dalam perolehan minyak biji kelor ini menurut Ketaren, S (1986)

    menggunakan solvent extraction yakni maserasi dengan n-heksan dan juga kempa

    hidrolis dengan variasi suhu pengeringan pada sampel sebelum dikempa.

    Analisis vitamin E dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti

    Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas (KG) dan Kromatografi Cair

    Kinerja Tinggi (KCKT). Pada penelitian ini digunakan metode KCKT karena

    memiliki kelebihan yaitu: kolom KCKT dapat digunakan berulang kali, resolusi

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    18/84

    3

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    yang didapatkan jauh lebih tinggi daripada metode lain (KLT, spektrofotometer);

    teknik yang digunakan tidak terlalu tergantung pada kemampuan operator, waktu

    analisisnya cepat dan cara kerjanya relatif sederhana, selain itu KCKT juga dapat

    menganalisis senyawa yang tidak mudah menguap dan termolabil (Ekasari, 2008).

    Metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan metode yang

    sangat populer untuk menetapkan kadar senyawa obat baik dalam bentuk sediaan

    maupun dalam sampel hayati. Hal ini disebabkan karena KCKT merupakan

    metode yang memberikan sensitifitas yang tinggi. Selain itu, KCKT memiliki

    banyak keuntungan antara lain: cepat, resolusinya baik, mudah pelaksanaannya,

    detektor yang sensitif dan beragam sehingga mampu menganalisa berbagai

    cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, kolom dapat digunakan kembali,

    mudah memperoleh kembali cuplikan, ideal untuk molekul besar dan ion

    (Rohman, 2007).

    Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik menggunakan metode

    KCKT untuk menganalisis α-tokoferol dari ekstrak minyak biji kelor. Hasil

    tersebut diharapkan mampu menjadi dasar untuk penelitian lanjutan mengenai

    α-tokoferol pada minyak biji M.oleifera karena sifat α-tokoferol sendiri

    merupakan vitamin yang larut minyak/lemak sehingga bisa diketahui seberapa

    besar potensi biji kelor tersebut untuk menjadi sumber antioksidan alami baik

    untuk dikonsumsi maupun dikomersilkan. Selain itu, untuk mengetahui kualitas

    minyak yang dihasilkan dari biji kelor maka akan digunakan alat GCMS untuk

    mengetahui komponen-komponen asam lemak penyusun trigliseridanya.

    Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar potensi minyak tersebut untuk

    dikomersilkan.

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    19/84

    4

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    1.2  PERUMUSAN MASALAH

    Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dibuat rumusan masalah sebagai

    berikut:

    1.  Apakah α-tokoferol yang terkandung pada minyak biji kelor dapat

    ditentukan kadarnya menggunakan KCKT ?

    2.  Apakah proses perolehan minyak (ekstraksi dan kempa dengan variasi

    pemanasan biji pada suhu 40oC, 80

    oC dan 120

    oC) berpengaruh terhadap

    kandungan α-tokoferol dari minyak biji kelor (M.oleifera) ?

    3.  Bagaimanakah kualitas minyak biji kelor berdasarkan komposisi asam-asam

    lemak penyusun trigliseridanya ?

    1.3  TUJUAN PENELITIAN

    Dari rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

    berikut :

    1.  Mengidentifikasi keberadaan dan menetapkan kadar α-tokoferol pada

    minyak biji kelor menggunakan KCKT.

    2.  Mengetahui ada dan tidaknya pengaruh proses perolehan minyak terhadap

    kandungan α-tokoferol didalamnya.

    3.  Mengetahui kualitas minyak biji kelor yang berdasarkan komponen asam-

    asam lemak penyusun trigliseridanya.

    1.4  MANFAAT PENELITIAN

    Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :

    1.  Menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang vitamin E dalam bidang

    kesehatan serta referensi bagi penelitian selanjutnya.2.  Memberikan informasi mengenai potensi biji buah M.oleifera sebagai

    sumber antioksidan penting berupa vitamin E.

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    20/84

    5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 KELOR (Moringa oleifera Lam.)

    2.1.1 Klasifikasi Tanaman (USDA, 2013 )

    Klasifikasi tanaman kelor adalah sebagai berikut :

    Kingdom : Plantae

    Sub kingdom : Tracheobionta

    Divisio : Spermatophyta

    Sub divisio : Magnoliophyta (Angiospermae)

    Class : Magnoliopsida (Dicotyledonae)

    Sub class : Dilleniidae

    Ordo : Capparales

    Familia : Moringaceae

    Genus : Moringa

    Species : Moringa oleifera Lam

    2.1.2 Nama Daerah (Local Name)

    Di Indonesia tanaman kelor memiliki banyak sebutan, diantaranya limaran,

    kelintang (Jawa); Murong (Sumatera); Wona marungga, kelohe, parangge,

    kewona (Nusa tenggara); rowe, kelo, wori (Sulawesi); Kanele, oewa herelo

    (Maluku). Sedangkan diluar negeri dikenal dengan nama drumstick tree,

    horseradish tree, Ben-oil tree, Clarifier tree, Moringa (Inggris); nugge (Kanada);

    la ken (Cina); mungna, saijna, shajna (Hindi); Chum ngay (Vietnam); Ma-rum

    (Thailand); Malunggay (Pilipina). (DepKes RI,1989 & Rollof A. et al.,2009)

    2.1.3 Sinonim

    Anoma moringa (L.) Lour., Guilandina moringa L., Hyperanthera moringa

    (L.) Vahl, Hyperanthera pterygosperma Oken, Moringa edulis Medic., Moringa

    erecta Salisb., Moringa moringa (L.) Small, Moringa myrepsica Thell., Moringa

    nux-eben Desf., Moringa octogona Stokes, Moringa oleifera Lour., Moringa

    parviflora Noronha, Moringa polygona DC., Moringa pterygosperma Gaertn.,

    Moringa zeylanica Pers. (Navie dan steve, 2010)

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    21/84

    6

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.1.4 Morfologi

    Kelor (M.oleifera) tumbuh dalam bentuk pohon dengan tinggi 7-12 m.

    Batang berkayu (lignosus) dengan diameter 10-45 cm, tegak, berwarna putih

    kotor, kulit tipis, permukaan kasar. Percabangan simpodial, arah cabang tegak

    atau miring, cenderung tumbuh lurus dan memanjang. Daun majemuk, bertangkai

    panjang, tersusun berseling (alternate), beranak daun gasal, helai daun saat muda

    berwarna hijau muda  –   setelah dewasa hijau tua, bentuk helai daun bulat telur,

    panjang 1-2 cm, lebar 1-2 cm, tipis lemas, ujung dan pangkal tumpul (optusus),

    tepi rata, susunan pertulangan menyirip (pinnate), permukaan atas dan bawah

    halus. Bunga muncul di ketiak daun (axillaris), bertangkai panjang, kelopak

    berwarna putih agak krem, menebar aroma khas. Buah kelor berbentuk panjang

    bersegi tiga, panjang 20-60 cm, buah muda berwarna hijau  –  setelah tua menjadi

    cokelat, bentuk biji bulat –  berwarna cokelat kehitaman, berbuah setelah berumur

    12-18 bulan. Akar tunggang, berwarna putih, membesar seperti lobak.

    Perbanyakan bisa secara generatif (biji) maupun vegetatif (stek batang).

    (a) (b) (c) (d)

    Gambar 1. (a) pohon, (b) buah, (c) biji/polong sebelum dikupas, (d) biji/polong

    setelah dikupas.

    (Sumber : Navie dan steve, 2010)

    2.1.5 Tempat Tumbuh dan Distribusi Tanaman

    Tanaman ini tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai di

    ketinggian + 1000 m dpl, banyak ditanam sebagai tapal batas atau pagar di

    halaman rumah atau ladang. Spesies ini di budidayakan secara luas sejak dahulu

    di Roma, Yunani kuno dan Mesir dan saat ini meluas di seluruh daerah tropis dan

    subtropis di dunia karena mempunyai toleransi rentang iklim yang luas. Tanaman

    ini juga sangat banyak ditemukan di seluruh bagian dari negeri india dan

    pegunungan Himalaya. (Qaiser 1973; Navie dan steve, 2010)

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    22/84

    7

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.1.6 Kandungan Kimia

    Daun kelor kaya asam askorbat, asam amino, sterol, glukosida isoquarsetin,

    karoten, ramentin, kaemperol dan kaemferitin. Hasil analisis lain juga melaporkan

    adanya kandungan senyawa-senyawa berikut: 75,0 mg/pelembab (moisture), 6,7

    mg protein, 1,7 mg lemak (ekstrak eter.), 13,4 mg karbohidrat, 0,9 mg serat dan

    2,3% bahan mineral: 440 mg kalsium, 70 mg fosfor, dan besi 7,0 mg / 100 g daun.

    Daunnya juga mengandung 11.300 IU karoten (prekursor vitamin A), vitamin B,

    220 mg vitamin C dan 7,4 mg tokoferol /100g daun. Juga mengandung substansi

    estrogenik dan esterase pektin. (Singh G.P et al.,2012)

    Tabel 1. Kandungan kimia tumbuhan yang diisolasi dari Moringa oleifera Lam.

    Bagian  Kandungan Kimia 

    Akar 4-(α-L-rhamnopiranoksiloksi)-benzilglukosinolat dan

    benzilglukosinolat

    Batang 4-hidroksimellein, vanillin, -sitosteron, asam oktacosanik dan

    -sitosterol

    Kulit kayu 4-(α-L-rhamnopiranosiloksi)-benzilglukosinolat

    Eksudat gum L-arabinosa, D-galaktosa,asam D-glukuronat, L-rhamnosa, D-

    mannosa, D-xylosa dan leukoantosianin

    Daun Glikosida niazirin, niazirinin dan three mustard oil glycosides,

    4-[4’-O-asetil- α -L-rhamnosiloksi) benzil] isothiosianat,

    niaziminin A dan B

    Bunga yang

    matang

    D-mannosa, D-glukosa, protein, asam askorbat, polisakarida

    Keseluruhan

    biji

    Nitril, isotiosianat, tiokarbanat, 0-[β’-hidroksi-γ’-(β’’-

    hepteniloksi)]-propilundekanoat, 0-etil-4-[( α -1-ramnosiloksi)-

    benzil] karbamat, metil-p-hidroksibenzoat dan -sitosterol

    Biji yang tua Crude protein, Crude fat, karbohidrat, metionin, sistein, 4-(α-L-

    ramnopiranosiloksi)-benzilglukosinolat, benzilglukosinolat,

    moringin, mono-palmitat and di-oleic trigliserida

    Minyak biji Vitamin A, beta karoten, prekursor Vitamin A

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    23/84

    8

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.1.7 Kegunaan/Khasiat

    Moringa oleifera Lam telah digunakan untuk berbagai tujuan seperti kuliner

    dan pengobatan, dan mendapat  julukan sebagai ‘pohon ajaib’. Tumbuh di

    berbagai belahan dunia dan dimanfaatkan sebagai sayur-sayuran dan makanan.

    Daun dan polongnya memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dengan berbagai

    macam vitamin dan mineral. Daun dapat dimakan dengan dimasak maupun

    dikeringkan, sedangkan buahnya memiliki rasa yang mirip seperti asparagus bisa

    di rebus atau di goreng. Akarnya memiliki rasa pedas dan digunakan sebagai

    pengganti lobak, namun kulit akar harus dikerok karena mengandung dua alkaloid

    dan moringinine yang bersifat toksin.

    Beberapa bagian dari tanaman ini juga digunakan sebagai obat tradisional

    untuk pengobatan keluhan telinga, mata dan bronkial, infeksi kulit, demam,

    radang perut, diare, sifilis dan gangguan syaraf. Misalnya, jus dari daun dipercaya

    mampu menstabilkan tekanan darah, bunga-bunga digunakan untuk mengobati

    radang, polong digunakan untuk nyeri sendi, dan akar digunakan untuk mengobati

    rematik. Tanaman ini memiliki khasiat antibiotik dan juga mampu menjadi

    pencegah kanker. Buah dan daun telah digunakan untuk mengatasi malnutrisi,

    terutama di kalangan bayi dan ibu menyusui untuk meningkatkan produksi susu

    dan juga mengatur ketidakseimbangan hormon tiroid. (Luqman S. et a l.,2012).

    Kandungan kimia dari berbagai bagian pohon seperti: niazimicin, niaiminin,

    berbagai karbamat dan tiokarbamat telah menunjukkan aktivitas antitumor in

    vitro. Biji dapat digunakan sebagai biosorben untuk menghilangkan kadmium dari

    medium cair dan merupakan salah satu koagulan alami yang paling terkenal dari

    semua yang ditemukan sejauh ini. Biji tersebut juga dianggap sebagai antipiretik,

    dan dilaporkan menunjukkan aktivitas antimikroba (Luqman S. et al.,2012).Selain itu biji tersebut juga mengandung 35-40% minyak yang kualitasnya mirip

    dengan minyak zaitun yang tidak mudah tengik. (Navie dan steve, 2010)

    Studi farmakologi yang dilakukan oleh Bhoomika et al, 2007 juga

    menyatakan bahwa tanaman ini mempunyai beberapa efek farmakologi seperti

    anti-inlamatory dari ekstrak etanol biji, efek antioksidan pada biji dan daun,

    antimikroba pada biji, antihiperlipidemia pada daun, dan antifertilitas pada akar.

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    24/84

    9

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.2 MINYAK DAN LEMAK (Ketaren, S. 1986)

    Minyak dan lemak merupakan suatu ester dari gliserol dan asam lemak

    dengan stuktur seperti dibawah ini :

    CH2  –  O –  C = O

    R1 

    CH  –  O –  C = O

    R2 

    CH2  –  O –  C = O

    R3

    Gambar 2. Struktur kimia trigliserida

    Dimana R1, R2 dan R3 adalah rantai alkil dari asam-asam lemak.

    2.2.1 Sumber Minyak dan Lemak (Ketaren, S. 1986)

    Di alam, minyak atau lemak umumnya terdapat pada binatang dan

    tumbuhan. Berbagai bahan pangan seperti daging, ikan, telur, susu, buah-buahan

    dan lain-lain mengandung minyak atau lemak yang umumnya dikonsumsi oleh

    manusia sehari-hari. Minyak atau lemak tersebut dikenal sebagai minyak atau

    lemak tersembunyi (invisible fat), sedangkan minyak atau lemak yang telah

    diekstrak dari bahan-bahan tersebut dan telah dimurnikan dikenal sebagai minyak

    atau lemak kasat mata (visible fat).

    Berdasarkan sumbernya, minyak dan lemak digolongkan sebagai berikut:

    1.  Sumber dari tanaman (minyak nabati)

    a.  Biji-bijian palawija, misalnya jagung, kapas, kedelai, dan lainnya.

    b.  Kulit buah tanaman tahunan, misalnya kelapa sawit, dan lainnya.

    c.  Biji-bijian dari tanaman tahunan, misalnya kelapa, cokelat, dan lainnnya.2.  Sumber dari hewan (minyak atau lemak hewani)

    a.  Susu hewan mamalia, misalnya sapi, kambing, dan lainnya.

    b.  Daging hewan ternak, misalnya lemak sapi, babi, dan lainnya.

    c.  Hasil laut, misalnya minyak ikan, minyak udang, dan lainnya.

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    25/84

    10

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.2.2. Komposisi minyak dan lemak

    Minyak dan lemak adalah suatu trigliserida yang tersusun dari gliserol dan

    asam-asam lemak. Komposisi asam lemak sangat mempengaruhi kualitas

    minyak/minyak yang didapat. Asam lemak penyusun trigliserida berupa campuran

    dari berbagai macam asam lemak. (Ketaren, S. 1986)

    Asam-asam lemak yang terdapat pada minyak atau lemak umumnya

    adalah:

    Tabel 2. Asam lemak jenuh

    Nama sistematik Nama trivial Rumus molekul

    Asam butanoat Asam butirat C3H7COOH

    Asam heksanoat Asam kaproat C5H11COOH

    Asam oktanoat Asam kaprilat C7H15COOH

    Asam dekanoat Asam kapart C9H19COOH

    Asam dodekanoat Asam laurat C11H23COOH

    Asam tetradekanoat Asam miristat C13H27COOH

    Asam heksadekanoat Asam palmitat C15H31COOH

    Asam oktadekanoat Asam stearat C17H35COOH

    Asam ikosanoat Asam arakidat C19H39COOH

    Asam dokosanoat Asam behenat C21H43COOH

    Asam tetrakosanoat Asam leignoserat C23H47COOH

    Tabel 3. Asam lemak tak jenuh

    Nama sistematik Nama trivial Rumus molekul

    Asam tetrakedatoat-9-ena Asam miristoleat C13H27COOH, cis

    Asam heksadekoat-9-ena Asam palmitoleat C15H29COOH, cis

    Asam oktadekoat-9-ena Asam oleat C17H33COOH, Δ9

    cis

    Asam oktadekoat-9, 12-diena Asam linoleat C17H31COOH,Δ9

    ,Δ1β

    cis,cis

    Asam oktadekoat-9, 12, 15-

    triena

    Asam linolenat C17H25COOH,, ,

    all cis

    Asam ikosanoat 6,9,12,15-

    tetraena

    Asam arakhidonat C19H31COOH,, , ,

    Δ14 all cis

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    26/84

    11

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.2.3 Proses Pengolahan Minyak dari tanaman

    Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari

    bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Pengambilan minyak dari

    lemak dari jaringan mahluk hidup atau tumbuh-tumbuhan dapat dilakukan dengan

    cara rendering, pengepresan secara mekanis dan ekstraksi pelarut (Ketaren 1986).

    2.2.3.1 Rendering (Ketaren, S. 1986)

    Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan

    yang di duga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada

    semua cara rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang

    bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk

    memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau

    lemak yang terkandung di dalamnya.

    Menurut pengerjaannya rendering dibagi dalam dua cara yaitu : 1) wet

    rendering dan 2) dry rendering.

    1.  Wet Rendering

    Wet rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air

    selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang

    terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan

    3-4 atmosfir. Penggunaan temperatur rendah dalam proses wet rendering

    dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan

    di ekstraksi ditempatkan pada ketel yang diperlengkapi dengan alat pengaduk,

    kemudian air ditambahkan dan campuran tersebut dipanaskan perlahan-lahan

    sampai suhu 500C sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik keatas dan

    kemudian dipisahkan.

    2.  Dry Rendering

    Dry Rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses

    berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan diperlengkapi

    dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan

    mengandung minyak atau lemak dimasukkan kedalam ketel tanpa penambahan

    air. Bahan tadi dipanasi sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 2200F

    sampai 230 0F (105 0C-110 0C). Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    27/84

    12

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari

    ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas

    ketel.

    2.2.3.2  Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression) (Ketaren, S. 1986)

    Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak,

    terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk

    memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70 persen).

    Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan tersebut

    mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau

    pemasakan. Dua cara yang umum dalam pengepresan mekanis, yaitu :

    1.  Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing)

    Pada cara hydraulic pressing, bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000

    pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat

    diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan,

    serta kandungan minyak dalam bahan asal.

    2.  Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)

    Cara expeller pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari

    proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada

    temperatur 2400F (115,5

    0C) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch

    2. Kadar air

    minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5-3,5 persen, sedangkan

    bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak sekitar 4-5 persen.

    2.2.3.3  Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent Extracion) (Ketaren, S. 1986)

    Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam

    pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak

    yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak kasar yang

    dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara expeller pressing, karena

    sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak

    yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah

    petroleum eter, gasoline karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzene dan

    n-heksan.

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    28/84

    13

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.3  METODE EKSTRAKSI (Ketut Ristiasa et al., 2000)

    a.  Maserasi

    Maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Maserasi dilakukan dengancara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari dengan beberapa kali

    pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang (kamar). Cairan penyari akan

    menembus dinding sel atau masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat

    aktif, zat aktif tersebut akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara

    larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel. Larutan yang lebih pekat (di

    dalam sel) didesak keluar sel, masuk ke dalam larutan di luar sel. Peristiwa

    tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar

    sel dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara

    pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan.

    b.  Perkolasi

    Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna

    (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

    Prinsip perkolasi adalah serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder

    yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke

    bawah melalui serbuk tersebut, kemudian melarutkan zat aktif dari sel-sel yang

    dilalui sampai mencapai keadaan jenuh.

    c.  Soklet

    Sokletasi merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

    umumnya dilakukan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah

    pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

    d.  Digesti

    Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

    temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum

    dilakukan pada temperatur 40-500C.

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    29/84

    14

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.4  TOKOFEROL (VITAMIN E)

    Rumus kimia : C29H50O2

    Pemerian : Praktis tidak berbau dan tidak berasa. Bentuk alfa

    tokoferol dan alfa tokoferol asetat berupa minyak

    kental jernih, warna kuning atau kuning kehijauan.

    Golongan alfa tokoferol tidak stabil terhadap udara

    dan cahaya terutama dalam suasana alkalis. Bentuk

    ester stabil terhadap udara dan cahaya, tetapi tidak

    stabil dalam suasana alkalis.

    Sinonim : 3, 4-dihydro-2, 5, 7, 8-tetramethyl-2-(4,8,12-trimethyl-

    terdecyl)-2H-1-benzopiran-6-ol; 2,5,7,8 tetramethyl-2- (4’, 8’, 1β’– trimethyldecyl) -6-chromanol; α-

    tochoferol; 5,7,8-trimethyltocol; vitamin antisterilitas;

    Eprolin S; Epsilan; Ephynal; Syntopherol; E-vimin;

    Evipherol; Etavil; Phytogermine; Profecundin;

    Tocopharm; Viprimol; Viteolin; Esorb; Vascuals;

    Covitol; Evion.

    Kelarutan : tidak larut dalam air, larut dalam etanol, dapat

    bercampur dengan eter, dengan aseton, dengan

    minyak nabati dan dengan kloroform.

    Kegunaan/khasiat : sebagai antioksidan di dalam minyak sayur dan

    lemak/minyak, untuk pengobatan defisiensi vitamin

    E, dan mencegah degenerasi otot. (Soesilo, 1995)

    Vitamin E adalah salah satu fitonutrien penting dalam minyak makan.

    Vitamin ini secara alami memiliki 8 isomer yang dikelompokkan dalam 4

    tokoferol α, , , δ dan 4 tokotrienol α, , , δ homolog. Suplemen vitamin E yang

    ada di pasaran umumnya tersusun atas tokoferol dan tokotrienol yang diyakini

    merupakan atioksidan potensial (Winarsi, 2007). Alfa-tokoferol adalah bentuk

    vitamin E paling aktif, yang digunakan pula sebagai standar pengukuran vitamin

    E dalam makanan. Bentuk sintetik vitamin E mempunyai aktivitas biologik 50%

    daripada alfa-tokoferol yang terdapat di alam (Almatsier, 2004).

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    30/84

    15

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    O

    R1

    HO

    R2

    CH3

    CH3

    CH3

    CH3

    H3C H3CH H

    12

    3

    45

    6

    78

     

    Gambar 3. Struktur kimia tokoferol

    R1  R2  Compound

    CH3  CH3  α 

    CH3  H  

    H CH3   

    H H δ 

    Tabel 4. Keterangan nama senyawa berdasarkan R1 dan R2

    (sumber : Ruperez et al., 2001)

    Menurut Almatsier (2004) ada empat jenis tokoferol yang penting dalam

    makanan yaitu α, , , δ tokoferol. Karakteristik kimia utamanya adalah bertindak

    sebagai antioksidan dengan adanya gugus fenol pada cincin 6-kromanol.

    Tokoferol terdiri atas struktur cincin 6-kromanol dengan rantai samping jenuh

    panjang enam belas karbon fitol. Perbedaan antarjenis tokoferol terletak pada

     jumlah dan posisi gugus metal struktur cincin.

    Takaran yang dianjurkan untuk konsumsi vitamin E adalah; anak-anak: 4-7

    mg/hari, wanita dewasa: 15 mg/hari, pria dewasa : 15 mg/hari. Tolerable Upper

    Intake Levels (ULs) atau angka tertinggi dari nilai zat gizi yang bila dikonsumsi

    tiap hari tidak membahayakan kesehatan untuk dewasa >19 tahun menurut food

    and nutrition Board and Institute of medicine (IOM) (2000) adalah 1000 mg/hari,

    yang di dapatkan dari suplemen.

    2.4.1 Tokoferol sebagai Antioksidan

    Vitamin E adalah vitamin larut lemak yang sangat berguna selain sebagai

    antioksidan. Yang terpenting dan paling diakui, peran dari vitamin E yaitu

    melindungi polyunsaturated fatty acids (PUFAs) seperti asam oleat, asam

    linoleat, asam linolenat dan asam arakhidonat. Selain itu, vitamin E di dalam

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    31/84

    16

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    tubuh sebagai antioksidan alami yang membuang radikal bebas dan molekul

    oksigen, yang penting dalam mencegah peroksidasi membran asam lemak tak

     jenuh (Burke, 2007).

    Tokoferol, terutama α-tokoferol merupakan antioksidan yang mampu

    mempertahankan integritas membran. Senyawa tersebut dilaporkan bekerja

    sebagai scavenger radikal bebas oksigen, peroksida lipid, dan oksigen singlet

    (Winarsi, 2007). Menurut Archerio et al. (199β) α-tokoferol merupakan bentuk

    suplemen vitamin E yang paling banyak.

    Vitamin E atau α-tokoferol merupakan antioksidan yang larut dalam lemak.

    Sebagai antioksidan vitamin E berfungsi sebagai donor ion hidrogen yang mampu

    merubah radikal peroksil (hasil peroksida lipid), menjadi radikal tokoferol yang

    kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak (Winarsi,

    2007). Di samping itu menurut Salonen et al. (1997), vitamin E dan vitamin C dan

    karoten atau kombinasinya dapat menghambat peroksida lipid secara in vivo.

    Mekanisme antioksidan tokoferol, termasuk transfer satu atom hidrogen dari

    grup 6-hidroksil pada cincin kroman, serta inaktivasi singlet oksigen dan spesies

    reaktif lainnya. Rantai fitil tokoferol terikat pada membran sel bilayer, sedangkan

    cincin kroman yang aktif terletak pada permukaan sel. Struktur yang unik tersebut

    menyebabkan tokoferol dapat bekerja secara efektif sebagai antioksidan, dan

    dapat diregenerasi melalui reaksi dengan antioksidan lain seperti asam askorbat.

    2.5 KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

    Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

    dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh

    kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yangsangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisa berbagai cuplikan secara

    kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran

    (Soesilo, 1995).

    Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa

    organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian

    (impurities) dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap

    (nonvolatil). KCKT paling sering digunakan untuk: menetapkan kadar senyawa-

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    32/84

    17

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-

    protein dalam cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat

    dan lain-lain.

    Metode dalam kromatografi cair dibagi atas dua macam :

    a.  Kromatografi Cair Retensif

    Pemisahan dicapai melalui interaksi antara zat terlarut dengan fase diam.

    Tipe ini mencakup fase normal, fase terbalik dan kromatografi ion.

    b.  Kromatografi Cair Non-retensi

    Pemisahan yang dicapai tergantung pada perbedaan besar molekul zat

    terlarut dimana terjadi antara zat terlarut dengan pori-pori yang terdapat di

    permukaan fase diam.

    2.5.1 Keuntungan KCKT

    a.  Waktu analisa cepat

    Waktu yang diperlukan biasanya kurang dari satu jam, seringkali hanya 15-

    30 menit, untuk analisa yang mudah diperlukan waktu kurang dari 5 menit.

    b.  Daya pisahnya baik

    c.  PekaKepekaanya sangat tergantung pada jenis detektor dan eluen yang

    digunakan

    d.  Pemilihan kolom dan eluen sangat bervariasi

    e.  Kolom dapat dipakai kembali

    f.  Mudah untuk molekul besar dan kecil

    g.  Mudah untuk memperoleh kembali cuplikan, tidak seperti kebanyakan

    detektor pada kromatografi gas, detektor KCKT tidak merusak komponenzat yang dianalisis, sehingga zat yang telah dielusi dapat dikumpulkan

    dengan mudah setelah melewati detektor.

    h.  Dapat menghitung sampel dengan kadar yang sangat rendah, hal ini sangat

    bergantung kepada detektor yang digunakan, namun detektor KCKT dapat

    mendeteksi zat sampai dengan kadar ppt.

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    33/84

    18

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    2.5.2 Cara Kerja KCKT

    Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut

    terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati

    suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam

    fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan

    penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis

    kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu

    kolom, dan ukuran sampel (Rohman, 2007).

    Prinsip kerja KCKT adalah sebagai berikut: dengan bantuan pompa fasa

    gerak cair dialirkan melalui kolom ke detektor. Cuplikan dimasukkan ke dalam

    aliran fasa gerak dengan cara penyuntikan. Di dalam kolom terjadi pemisahan

    komponen-komponen campuran. Karena perbedaan kekuatan interaksi antara

    solut-solut terhadap fasa diam. Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan

    fasa diam akan keluar dari kolom lebih dulu. Sebaliknya, solut-solut yang kuat

    berinteraksi dengan fasa diam maka solut-solut tersebut akan keluar kolom

    dideteksi oleh detektor kemudian direkam dalam bentuk kromatogram, jumlah

    peak menyatakan konsentrasi komponen dalam campuran. Komputer dapat

    digunakan untuk mengontrol kerja sistem HPLC dan mengumpulkan serta

    mengolah data hasil pengukuran HPLC.

    2.5.3 Instrumentasi Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

    Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen pokok

    yaitu: wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak (pompa), alat untuk

    memasukkan sampel (injektor), kolom, detektor, wadah penampung buangan fase

    gerak, tabung penghubung, dan suatu komputer atau integrator atau perekam.

    (Jhonson, 1991; Gandjar, 2007)

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    34/84

    19

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Gambar 4. Diagram Alat dan Komponen KCKT

    (Sumber : Harmita, 2006)

    1.  Wadah Fase Gerak

    Wadah fase gerak terbuat dari bahan yang inert terhadap fase gerak. Bahan

    yang umum digunakan adalah gelas dan baja anti karat. Daya tampung

    wadah harus lebih besar dari 500 mL, yang dapat digunakan selama 4 jam

    untuk kecepatan alir yang umumnya 1-2 mL/menit.

    2.  Pompa

    Untuk mengerakkan/mengalirkan fase gerak (eluen) melalui kolom

    diperlukan pompa. Pompa harus mampu menghasilkan tekanan 6000 psi pada

    kecepatan alir 0,1 – 10 mL/menit. Tujuan penggunaan pompa atau sistem

    penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase

    gerak berlangsung secara tepat, reprodusibel, konstan, dan bebas dari

    gangguan. Pompa ada 2 jenis yaitu pompa volume konstan dan pompa

    tekanan konstan. Pompa terbuat dari bahan yang inert terhadap semua pelarut.

    Bahan yang umum digunakan adalah gelas baja antikarat dan teflon.

    3.  Injektor

    Injektor berfungsi untuk memasukkan cuplikan (sampel) ke dalam kolom.

    Suatu injektor dikatakan ideal bila memenuhi kriteria : mudah digunakan,

    reprodusibel, dapat menahan tekanan balik yang tinggi.

    4.  Kolom

    Kolom berfungsi untuk memisahkan masing-masing komponen. Kolom

    adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung

    pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Hal-hal yang perlu

    diperhatikan dalam memilih kolom adalah panjang kolom, diameter kolom,

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    35/84

    20

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    pengisi kolom, fase gerak dan tekanan kolom. Kolom dapat dibagi menjadi

    dua kelompok :

    a.  Kolom analitik: diameter khas adalah 2-6 mm. Panjang kolom tergantung

    pada jenis kemasan. Untuk kemasan pelikel biasanya panjang kolom 50-

    100 cm. Untuk kemasan mikropartikel berpori, umumnya 10-30 cm.

    b.  Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan

    panjang kolom 25-100 cm.

    Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada

    temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi,

    terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi.

    5.  Detektor

    Detektor berfungsi untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam

    aliran yang keluar dari kolom dan mengukur jumlahnya. Bagian ini

    diletakkan sesudah kolom dan dihubungkan dengan pencatat. Detektor-

    detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang

    rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk

    semua tipe senyawa. Jenis detektor yang dapat digunakan antara lain, detektor

    spektrofotometri ultraviolet-visibel, detektor photodiobe-array (PDA),

    detektor fluoresensi, detektor indeks kimia dan detektor elektrokimia.

    6.  Integrator/Pengolah Data

    Alat pengumpul data seperti komputer, integrator atau rekorder, dihubungkan

    dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan

    oleh detektor lalu memplotkannya sebagai suatu kromatogram yang

    selanjutnya dapat dievaluasi oleh analis. Integrator berfungsi untuk

    menghitung luas puncak. (Gandjar, 2007; Jhonson, 1991)7.  Fase Gerak

    Dalam KCKT variasi fase gerak sangat beragam dalam hal kepolaran dan

    selektivitasnya terhadap komponen dalam sampel. Fase gerak atau eluen

    biasanya terdiri atas campuran pelarut yang dapat bercampur yang secara

    keseluruhan berperan dalam daya elusi dan resolusi. Daya elusi dan resolusi

    ini ditentukan oleh polaritas keseluruhan pelarut, polaritas fase diam, dan sifat

    komponen-komponen sampel (Johnson & Stevenson, 1991). Elusi dapat

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    36/84

    21

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    dilakukan dengan cara isokratik (komposisi fase gerak tetap sama selama

    elusi) atau dengan cara gradien (komposisi fase gerak berubah-ubah selama

    elusi). Elusi gradien digunakan untuk meningkatkan resolusi campuran yang

    kompleks (sampel dengan kisaran polaritas yang luas). Terdapat dua

    pemisahan dalam KCKT yaitu fase normal dan fase terbalik, berdasarkan

    polaritas fase gerak dan fase diam yang digunakan. Untuk fase normal (fase

    diam lebih polar daripada fase gerak), kemampuan elusi meningkat dengan

    meningkatnya polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik (fase diam

    kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi menurun dengan

    meningkatnya polaritas pelarut. Secara umum eluen yang baik harus

    mempunyai sifat murni, tidak bereaksi dengan kolom, dapat melarutkan

    cuplikan, selektif terhadap komponen, viskositasnya rendah, harganya relatif

    murah, dan dapat memisahkan zat dengan baik. (Gandjar, 2007; Wellings,

    2006).

    2.5.4 Analisa dalam Kromatografi Cair KinerjaTinggi (Harmita, 2006)

    Analisa KCKT dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif

    2.5.4.1 Analisa Kualitatif

    Cara yang terbaik adalah dengan menggunakan metode waktu relatif :

    Rist  =  

    Keterangan : tRi  = waktu retensi komponen zat

    tRst = waktu retensi standar

    2.5.4.2  Analisa Kuantitatif

    Tahapan analisis kuantitatif adalah sebagai berikut :

    a.  Membuat spektrum serapan komponen-komponen yang ada dalam

    sampel,

    b.  Mencari panjang gelombang optimum untuk campuran komponen zat

    dalam sampel,

    c.  Mencari fase gerak yang sesuai agar komponen-komponen tersebut

    memisah (R> 1,5)

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    37/84

    22

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    Dasar perhitungan kuantitatif untuk suatu komponen yang dianalisis

    adalah dengan mengukur luas atau tinggi puncaknya. (Harmita, 2006). Ada

    beberapa metode yang dapat digunakan :

    a.  Baku luar (dengan kurva kalibrasi dan perbandingan luas puncak)

    Larutan baku dengan berbagai konsentrasi disuntikkan dan diukur luas

    puncaknya, buat kurva kalibrasi antara luas puncak terhadap konsentrasi,

    kadar sampel diperoleh dengan cara memplot luas puncak terhadap

    konsentrasi. Kadar sampel diperoleh dengan cara memplot luas puncak

    sampel pada kurva kalibrasi baku atau dengan perbandingan langsung.

    CS =

     x Cst

    Keterangan : Cs : konsentrasi sampel

    Cst : konsentrasi standar

    As : luas puncak sampel

    Ast : luas puncak standar

    Kekurangan metode ini adalah diperlukan baku yang murni serta ketelitian

    dalam pengenceran dan penimbangan.

    b.  Baku dalam

    Sejumlah baku dalam ditambahkan pada sampel dan standar. Kemudian

    larutan campuran komponen standar dan baku dalam dengan konsentrai

    tertentu disunikkan dan di hitung perbandingan luas puncak ke dua zat

    tersebut. Buat kurva baku antara perbandingan luas puncak terhadap

    konsentrasi komponen standar, kadar sampel diperoleh dengan memplot

    perbandingan luas puncak komponen sampel dengan baku dalam pada kurva

    standar, keuntungan menggunakan cara ini adalah kesalahan volume injeksi

    dieliminer, kesulitan cara ini adalah diperlukan baku dalam yang tepat.

    2.6  IDENTIFIKASI KANDUNGAN MINYAK 

    2.8.1 Gas Chromatography-Mass Spectrometry

    Kromatografi gas-spektrometri massa atau sering disebut GC-MS (Gas

    Chromatography-Mass Spectrometry) adalah teknik analisis yang

    menggabungkan dua metode analisis, yaitu Kromatografi Gas dan Spektrometri

    Massa. Kromatografi gas adalah metode analisis, dimana sampel terpisahkan

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    38/84

    23

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    secara fisik menjadi bentuk molekul-molekul yang lebih kecil (hasil berupa

    kromatogram). Sedangkan spektroskopi massa adalah metode analisis, dimana

    sampel yang dianalisis akan diubah menjadi ion-ion gasnya, dan massa dari ion-

    ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil deteksi berupa spektrum massa

    (Khopkar, 1990). Spektrometri massa merupakan sebuah detektor umum untuk

    kromatografi gas, karena setiap senyawa yang dapat melewati kromatografi gas

    diubah menjadi ion dalam spektrometri massa. Tujuan dari menggabungkan kedua

    instrument ini yaitu agar pengoperasian kromatografi gas dan spektrometri massa

    dapat lebih baik lagi tanpa menurunkan kinerja keduanya (Willard et al.,1988).

    Pemisahan komponen senyawa dalam GC-MS terjadi di dalam kolom GC

    dengan melibatkan dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam adalah zat

    yang ada didalam kolom sedangkan fase gerak adalah gas pembawa (Helium

    ataupun Hidrogen dengan kemurnian tinggi). Proses pemisahan dapat terjadi

    karena terdapat perbedaan kecepatan alir dari tiap molekul didalam kolom.

    Selanjutnya hasil pemisahan tersebut masuk ke dalam ruang MS yang berfungsi

    sebagai detektor (Hermanto, 2009). Instrumen GC-MS terbagi menjadi bagian-

    bagian penting pada instrument Gas Chromatography dan bagian-bagian penting

    pada instrument Mass Spectrometry. Bagian-bagian pada instrument pada Gas

    Chromatography terdiri dari:

    -  Pengatur aliran gas (Gas Flow Controller)

    -  Tempat injeksi sampel (Injector)

    -  Tempat terjadinya pemisahan (Kolom)

    -  Penghubung antara Gas Chromatography dan Mass Spectrometry

    (Interface)

    Sedangkan bagian-bagian dari Mass Spectrometry terdiri dari:-  Tempat masuk sampel (Interface)

    -  Sumber Ion (Ion source)

    -  Pompa vakum (Vacuum pump)

    -  Penganalisis massa (Mass analyzer)

    -  Detektor (Electron multiple detector)

    -  Sistem pengolah data (Personal computer)

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    39/84

    24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 3

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

    Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Juni 2013 di

    Laboratorium Produk Alam, Bidang Botani dan Mikrobiologi - Pusat Penelitian

    Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang berada di jalan Raya

    Jakarta  –  Bogor Km 46, Cibinong; dan di laboratorium Instrumen, Balai Besar

    Industri Agro yang berada di Jl. Ir. H. Juanda No. 11, Bogor 16122; serta di

    Laboraturium Forensik Lantai 3 Markas Besar POLRI Kebayoran Baru Jakarta

    Selatan.

    3.2 BAHAN DAN ALAT

    3.2.1 Bahan Uji

    Bahan uji yang digunakan adalah biji kelor (Moringa oleifera Lam) yang

    sudah masak +1,7 kg dengan spesifikasi kulit warna coklat kehitaman dan isi

    berwarna putih kotor dengan bau tidak spesifik dan rasa sepah yang berasal dari

    Jepara, Jawa Tengah. Bahan sebelumnya telah dilakukan determinasi dan

    authentication specimen di Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi LIPI,

    Bogor, Jawa Barat.

    3.2.2 Bahan Kimia

    Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah n-heksan, Na2SO4 

    anhidrat, standar α-Tokoferol (> 96%) grade HPLC (Sigma), etanol pro analis

    (Merck), Tetrahydrofuran (THF) pro analis (Merck), metanol grade HPLC (J.T.Baker).

    3.2.3 Alat

    Timbangan bahan dan timbangan analitik; grinder; rotary evaporator (Eyela

    N-1000); oven; seperangkat alat kempa hidrolis (manual); seperangkat instrument

    HPLC (Perkin Elmer series 200) yang dilengkapi dengan pompa, kolom

    LiChosper® C18 (25 cm x 5 µm), degasser, detektor spektrofotometer UV/VIS,

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    40/84

    25

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    pemroses data dan interfase; seperangkat instrumen GCMS (Agilent Technologies

    6890 N); labu Erlenmeyer; corong; botol vial; pipet tetes; beaker gelas; dan alat-

    alat gelas lainnya.

    3.3 PROSEDUR KERJA

    Prosedur kerja yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi :

    3.3.1 Penyiapan simplisia

    3.3.2 Proses perolehan minyak

    3.3.3 Pembuatan larutan induk dan deret standar α-tokoferol

    3.3.4 Validasi Metode Analisa α-Tokoferol

    3.3.5 Analisis α-tokoferol pada minyak biji kelor dengan KCKT

    3.3.6 Analisis kandungan minyak biji kelor dengan GCMS

    3.3.1 Penyiapan Simplisia

    Penyiapan simplisia biji kelor dilakukan dengan :

    1.  Buah yang sudah masak dikupas dan dikeluarkan biji-bijinya

    2.  Kemudian biji dikeringkan dengan udara (kering angin)

    3.  Kemudian kulit biji dikupas/dibuang kulit arinya

    3.3.2 Proses perolehan Minyak

    3.3.2.1 Ekstraksi dengan pelarut

    1. Ditimbang sebanyak 500 gram biji kelor yang telah dikupas kemudian di

    giling menggunakan alat grinder

    2. Sampel yang sudah halus dibagi menjadi 3 untuk pengerjaan secara

    triplo, masing-masing 130 g sampel halus dimaserasi dengan pelarutn-heksan sebanyak 170 mL untuk menarik kandungan minyak dari dalam

    sampel, maserasi dilakukan berulang (kontinyu) sampai n-heksan

    rendaman yang dipisahkan dari sampel jernih/tidak berwarna (kandungan

    minyak dalam sampel sudah habis/hampir habis).

    3. Selanjutnya ditambahkan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan sisa air

    yang ikut tersari dari dalam sampel.

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    41/84

    26

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    4. Ekstrak n-heksan hasil maserasi kemudian di uapkan dengan Rotary

    vacum Evaporator suhu < 400C hingga di dapatkan minyak kental dan

    sudah tidak ada aroma n-heksan.

    5. Minyak yang diperoleh kemudian dihitung rendemen minyaknya,

    rendemen minyak didapat berdasarkan berat minyak lemak yang

    diperoleh perberat sampel x 100%.

    6. Minyak kental yang dihasilkan siap untuk di identifikasi kandungan

    α-tokoferolnya menggunakan alat KCKT.

    3.3.2.2 Pengepresan Mekanis

    1.  Sampel biji kelor ditimbang sebanyak 130 g untuk di keringkan di oven

    dengan variasi suhu 40oC, 80

    oC dan 120

    oC. Pengeringan dilakukan

    selama 2 jam dan masing-masing suhu dilakukan secara triplo. Tujuan

    pemanasan ini adalah untuk menghilangkan sisa air dalam sampel biji

    kelor dan juga untuk memecahkan sel-sel sehingga memudahkan

    pengeluaran minyak pada saat dilakukan pengempaan. (Ketaren, S, 1986)

    2.  Masing-masing sampel yang sudah dioven ditimbang kembali dan

    dibandingkan dengan berat awal untuk mengetahui kadar air yang hilang

    berdasarkan pengaruh masing-masing suhu.

    3.  Masing-masing sampel di kempa menggunakan alat kempa hidrolis

    manual dan minyaknya ditampung lalu ditimbang dan dihitung rendemen

    minyak yang dihasilkan dari masing-masing suhu.

    % Rendemen ekstrak  x 100%4.  Minyak yang diperoleh dari pengempaan kemudian diuji kadar

    α-tokoferolnya menggunakan alat KCKT.

    3.3.3  Pembuatan larutan induk dan deret standar α-tokoferol

    α-Tokoferol ditimbang seksama 25 mg lalu dimasukkan ke dalam labu

    ukur 50 mL dan dilarutkan dengan etanol sampai tanda batas, dikocok hingga

    homogen. Diperoleh konsentrasi larutan induk standar α-tokoferol (larutan A)

    sebesar 0,5 mg/mL (500 µg/mL = 500 ppm). Kemudian dilakukan pengenceran

    larutan induk menjadi 10 µg/mL (larutan B) dengan mengambil 0,5 mL larutan

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    42/84

    27

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    standar 500 µg/mL lalu dimasukkan kedalam labu ukur 25 mL dan dilarutkan

    dengan etanol:THF (1:1) sampai tanda batas. Dari larutan standar 10 ppm (larutan

    B) dilakukan pengenceran (pembuatan deret standar) dengan konsentrasi 0,5; 1; 2;

    5 dan 10 µg/mL.

    3.3.4  Validasi Metode Analisa α-Tokoferol dalam ekstrak (Harmita, 2006)

    a.  Uji linieritas dan pembuatan kurva kalibrasi

    Seri larutan standar α-tokoferol dengan konsentrasi 0,5-10 µg/mL masing-

    masing disuntikkan sebanyak 20 µL ke dalam instrumen KCKT pada

    kondisi (fase gerak dan kecepatan alir) terpilih. Dari data pengukuran

    dibuat kurva kalibrasi dengan menggunakan persamaan garis regresi linear

    (y=a+bx). Linieritas dari kurva kalibrasi dilihat dengan menghitung

    koefisien korelasi (r) dari persamaan garis linier.

    b.  Uji batas deteksi (LOD) dan batas kuantifikasi (LOQ)

    LOQ dihitung melalui persamaan garis regresi linier dari kurva kalibrasi,

    dengan rumus :

     Sedangkan nilai batas deteksi (LOD) diperoleh dengan rumus :

     Dimana (Sy/x) adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari

    persamaan regresi.

    c.  Uji perolehan kembali

    Sampel berupa minyak dari biji buah kelor ditimbang seksama sebanyak

    0,25 g dan dilarutkan dengan etanol 10 mL, ditambahkan larutan induk

    dari standar (spike) sebanyak 0,5 mL lalu dicukupkan volumenya hingga

    25 mL menggunakan etanol:THF (1:1). Masukkan ke dalam vial kemudian

    injeksikan sebanyak 20,0 µL ke alat KCKT dan dicatat luas puncaknya.

    Dan dihitung persen perolehan kembali (recovery) dengan rumus :

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    43/84

    28

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    % recovery =  x 100%

    a = kadar terukur sampel yang ditambahkan spike

    b = kadar rata-rata sampel yang tidak ditambahkan spikec = penambahan spike

    3.3.5  Analisis α-Tokoferol pada minyak biji kelor dengan KCKT

    Sampel berupa minyak dari biji buah kelor ditimbang seksama sebanyak

    0,25 g dan dilarutkan dengan etanol 10 mL, lalu dicukupkan volumenya hingga 25

    mL menggunakan etanol:THF (1:1). Sampel dimasukkan ke dalam vial kemudian

    injeksikan sebanyak 20,0 µL ke alat KCKT dan dicatat luas puncaknya.

    Percobaan diulang sebanyak dua kali. Berikut ini spesifikasi dan pengkondisian

    alat KCKT :

    Nama alat : Perkin Elmer series 200

    Detektor : Spektrofotometer UV/VIS

    Panjang gelombang : 280 nm

    Kolom : Kolom LiChosper® C18

    Panjang kolom : 25 cm

    Diameter kolom : 5 µm

    Pelarut pembawa : Metanol Grade HPLC

    Suhu kolom : 25oC

    Kecepatan aliran : 1,0 mL/min

    Instansi : Laboratorium Instrumen Balai Besar Industri Agro

    Kadar α-tokoferol dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan kurva

    kalibrasi yang telah diperoleh.

    Y = a + bx

    Y = Luas puncak

    X = konsentrasi α-tokoferol µg/mL

    Konsentrasi α-tokoferol dalam sampel minyak menjadi :

    X =  

    Sehingga kadar α-tokoferol dihitung dengan rumus :

    X (µg/mL) * (∑ mL pelarut / sampel yang ditimbang) 

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    44/84

    29

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    3.3.6 Analisis kandungan minyak biji kelor dengan GCMS

    Sebanyak 0,5 g minyak dilarutkan dengan Etil asetat 5 mL lalu disuntikkan

    ke alat kromatografi gas. Berikut ini spesifikasi dan pengkondisian alat

    Kromatografi Gas :

    Nama alat : GC –  6890N Network GC system Agilent

    Technologies

    Detektor : MS

    Kolom : Kolom Kapiler HP-5MS

    Bahan pengisi kolom : (5% - phenyl)-Methylpolysiloxane

    Panjang kolom : 30 m

    Diameter kolom : 0,25 mm

    Gas pembawa : Helium

    Suhu kolom : 290oC

    Suhu detektor : 250oC

    Suhu injektor : 290oC

    Kecepatan aliran : 1,0 mL/min

    Instansi : Laboratorium Forensik Mabes Polri

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    45/84

    30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 HASIL PERCOBAAN

    1.  Perolehan minyak

    Pada proses perolehan minyak yang dilakukan dengan metode ekstraksi

    dan pengepresan mekanis diperoleh hasil yang berbeda. Hasil selengkapnya bisa

    dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 5. Data hasil perolehan minyak

    MetodeBerat

    sampel (g)

    Minyak yang

    dihasilkan (g)

    Persentase

    (%)

    (%)

    Rata-rata

    Ekstraksi

    Maserasi

    dengan

    n-heksan

    130 52,2 40,14

    40,01130 51,8 39,84

    130 52,1 40,07

    Pengepre

    san

    mekanis

    Tempering

    biji suhu

    40oC

    130 11,23 8,64

    10130 14,77 11,36

    130 13 10

    Tempering

    biji suhu

    80oC

    130 10,75 8,27

    7.6130 8 6,15

    130 10,9 8,38

    Tempering

    biji suhu

    120o

    C

    130 10,29 7,92

    6,77130 8,67 6,67

    130 7,48 5,72

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    46/84

    31

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

    Gambar 5. Rendemen minyak yang diperoleh dari masing-masing metode

    Keterangan :

    A = metode ekstraksi, maserasi dengan n-heksan

    B = metode kempa mekanis, suhu pengeringan sampel 40oC

    C = metode kempa mekanis, suhu pengeringan sampel 80oC

    D = metode kempa mekanis, suhu pengeringan sampel 120oC

    2.  Validasi metode analisis

    a.  Pembuatan kurva kalibrasi dan uji linearitas

    Persamaan garis kurva kalibrasi yang didapat yaitu y = 1,7908091 +

    4402,4227 x dengan koefisien korelasi (r) : 0,999991. Hasil selengkapnya dapat

    dilihat pada Tabel dan Gambar berikut :

    Tabel 6. Data uji linearitas

    Konsentrasi (C) (µg/mL) Luas puncak (A) (µV/s)

    0,48 2156,71

    0,96 4271,09

    1,93 8401,82

    4,8 21246,04

    9,64 42433,07

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    3035

    40

    45

    A B C D

       J  u  m   l  a   h  r  e  n   d  e  m  e  n  m  n  y  a   k   d  a   l  a  m   % 

    Variasi metode perolehan minyak biji kelor

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    47/84

    32

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

    Gambar 6. Kurva kalibrasi standar α-tokoferol

    b.  Penentuan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)

    Batas deteksi dan batas kuantifikasi α-tokoferol yaitu masing-masing

    sebesar 0,06 µg/mL dan 0,2 µg/mL. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel

    berikut :

    Tabel 7. Data penentuan LOD dan LOQ

    Konsentrasi (C)

    (µg/mL)

    Luas puncak

    (A) (µV/s) (Y)Yi (Y-Yi)

    0,48 2156,71 2114,95 1743,59

    0,96 4271,09 4228,12 1846,71

    1,93 8401,82 8485,26 6962,12

    4,8 21246,04 21133,42 12683,31

    9,64 42433,07 42441,15 65,29

    ∑= 23301.02

    LOD = 0,06 LOQ = 0,2

    y = 4402,4x + 1,7908

    R² = 1

    0

    5000

    10000

    15000

    20000

    25000

    30000

    3500040000

    45000

    0 2 4 6 8 10 12

       L  u  a  s   P  u  n  c  a   k

    Konsentrasi

    Kurva Kalibrasi α-Tokoferol

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    48/84

    33

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

    c.  Uji perolehan kembali

    Hasil rata-rata uji perolehan kembali pada matriks minyak biji kelor adalah

    95,8%. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut :

    Tabel 8. Uji perolehan kembali

    NoBobot

    sampel (g)

    Luas

    puncak

    Kadar

    (mg/g)

    Penambahan

    spike (µg/g)

    UPK

    (%)

    UPK

    rata-rata

    (%)

    1 0,264 52011,17 1,1187 91,27 96,4095,8

    2 0,2637 52408,53 1,1286 91,38 95,29

    3.  Analisis α-tokoferol dalam sampel minyak biji kelor

    Kadar rata-rata α-tokoferol dari sampel minyak hasil ekstraksi dan dan hasil

    kempa berbeda presentasinya. Hasil selengkapya dapat dilihat pada Tabel berikut :

    Tabel 9. Data kadar α-tokoferol dari sampel

    SampelWaktu

    retensi

    Luas

    puncak

    Rata-rata

    Luas puncak

    Konsentrasi

    (µg/mL)

    Kadar

    (mg/g)

    Kadar rata-

    rata (mg/g)

    A1 10,313 10150,07

    10397,4152,305 0,23

    0,2352 10,347 10644,76 2,417 0,24

    B1 10,41 16350,03

    16300,3653,71 0,37

    0,372 10,423 16250,7 3,69 0,37

    C1 10,392 11680,8

    11583,392,65 0,27

    0,2652 10,419 11485,98 2,609 0,26

    D1 10,393 11702,13

    11473,442,658 0,27

    0,2652 10,36 11244,75 2,55 0,26

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    49/84

    34

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

    Gambar 7. Kadar α-tokoferol yang diperoleh dari masing-masing metode

    Gambar 8. Kromatogram sampel A ulangan 1

    0

    0,05

    0,1

    0,15

    0,2

    0,25

    0,3

    0,35

    0,4

    A B C D

       K  a   d  a  r  r  a   t  a  -  r  a   t  a   V   i   t .   E   (  m  g   /  g   )

    Variasi metode perolehan minyak

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    50/84

    35

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

    Gambar 9. Kromatogram sampel A ulangan 2

    Gambar 10. Kromatogram sampel B ulangan 1

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    51/84

    36

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

    Gambar 11. Kromatogram sampel B ulangan 2

    Gambar 12. Kromatogram sampel C ulangan 1

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    52/84

    37

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

    Gambar 13. Kromatogram sampel C ulangan 2

    Gambar 14. Kromatogram sampel D ulangan 1

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    53/84

    38

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

    Gambar 15. Kromatogram sampel D ulangan 2

    4.  Analisis kandungan minyak biji kelor

    Proses identifikasi dilakukan menggunakan Gas Chromatography-Mass

    Spectrometry. Hasil kromatogram dan kandungan minyak dapat dilihat pada

    gambar dan tabel berikut :

    Gambar 16. Kromatogram hasil GCMS sampel minyak hasil ekstraksi

    8 . 0 0 1 0 . 0 0 1 2 . 0 0 1 4 . 0 0 1 6 . 0 0 1 8 . 0 0 2 0 . 0 0 2 2 . 0 0 2 4 . 0 0 2 6 . 0 0 2 8 . 0 0 3 0 . 0 0 3 2 . 0 0 3 4 . 0 0

    2 0 0 0 0 0

    4 0 0 0 0 0

    6 0 0 0 0 0

    8 0 0 0 0 0

    1 0 0 0 0 0 0

    1 2 0 0 0 0 0

    1 4 0 0 0 0 0

    1 6 0 0 0 0 0

    1 8 0 0 0 0 0

    2 0 0 0 0 0 0

    2 2 0 0 0 0 0

    2 4 0 0 0 0 0

    2 6 0 0 0 0 0

    2 8 0 0 0 0 0

    3 0 0 0 0 0 0

    3 2 0 0 0 0 0

    3 4 0 0 0 0 0

    3 6 0 0 0 0 0

    3 8 0 0 0 0 0

    4 0 0 0 0 0 0

    4 2 0 0 0 0 0

    T im e - - >

    A b u n d a n c e

    T I C : S A M P E L 1 . D \ d a t a . m s

    1 5 .5 2 01 6 .2 6 0

    1 6 .3 7 5

    1 6 .6 6 9

    1 6 .8 8 11 7 .7 1 9

    1 7 .8 0 9

    1 7 .9 5 8

    1 8 .1 7 71 8 .3 6 0

    1 8 .5 2 91 8 .5 6 61 9 .5 1 31 9 .6 3 5

    1 9 .8 3 72 0 .5 9 4

    2 1 .1 0 8

    2 1 .7 8 2

    2 1 .8 6 02 2 .3 2 5

    2 3 .3 6 1

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    54/84

    39

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

    Tabel 10. Kandungan senyawa kimia sampel

    NoNama trivial

    senyawaTurunan senyawa

    Waktu

    retensi

    Quality

    (SI)Rumus molekul

    1

    Asam palmitat

    (C15H31COOH)

    Methyl palmitate /

    Methyl

    n-hexadecanoate

    16.38 98 C15H31COOCH3 

    2Asam stearat

    (C17H35COOH)Methyl stearate 17.96 99 C17H35COOCH3 

    3Asam oleat

    (C17H33COOH)

    trans-Oleic acid /

    trans-9-Octad

    ecenoic acid /

    Elaidic acid

    18.18 99 C17

    H33

    COOH, Δ9 

    trans

    Methyl oleat 17.81 99 C17H33COOCH3

    Ethyl oleat 18.36 99 C17H33COOC2H5 

    4.2 PEMBAHASAN

    Dalam penelitian ini dilakukan analisis total α-tokoferol dalam sampel

    berupa minyak dari biji buah kelor tua (Moringa oleifera Lam.). Analisis

    α-tokoferol dilakukan menggunakan alat KCKT yang dilengkapi dengan detektor

    UV-VIS. Metode KCKT dipilih karena waktu analisis yang cepat dan cara

    kerjanya relatif sederhana. Detektor UV-VIS digunakan karena α-tokoferol

    memiliki gugus kromofor (gugus yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi) dangugus asokrom (gugus yang memiliki pasangan elektron bebas).

    Langkah pertama dalam penelitian ini adalah memperoleh minyak biji kelor.

    Metode perolehan minyak yang digunakan pada penelitian ini disesuaikan dengan

    kondisi alat dan bahan yang terdapat di laboratorium. Sampel yang digunakan

    pada penelitian ini adalah biji dari buah kelor yang sudah tua. Buah kelor tua

    memiliki spesifikasi kulit warna coklat kehitaman dan isi berwarna putih kotor

    dengan bau tidak spesifik dan rasa sepah dan keras serta memiliki kandungan air

  • 8/15/2019 NURUL FITHRIYAH-FKIK

    55/84

    40

    UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 

    lebih sedikit dari buah yang masih muda. Metode yang pertama adalah ekstraksi,

    ekstraksi adalah suatu proses penarikan kandungan senyawa dari simplisia

    menggunakan pelarut yang sesuai (Ketut Ristiasa et al., 2000). Metode ektraksi

    yang dipakai dalam perolehan minyak ini adalah maserasi. Maserasi merupakan

    ekstraksi sederhana yang dilakukan dengan cara merendam sampel dalam suatu

    pelarut selama beberapa hari pada temperatur kamar (Sudjadi, 1986). Keuntungan

    dari maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan

    mudah diusahakan (Ketut Ristiasa et a l., 2000).

    Maserasi dilakukan menggunakan pelarut n-heksan karena pelarut mudah

    didapatkan. Selain n-heksan, pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan

    dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasolin

    karbon disulfida, karbon tetraklorida dan benzen (Ketaren, 1986). Sebelum

    dilakukan ekstraksi, biji kelor dihaluskan terlebih dahulu untuk meningkatkan luas

    permukannya sehingga pelarut lebih mudah masuk ke dalam sel dan penarikan

    senyawa metabolit yang terkandung di dalamnya akan lebih maksimal. Maserat

    selanjutnya dievaporasi dengan menggunakan rotary evaporator agar diperoleh

    ekstrak minyaknya. Rotary evaporator merupakan alat yang menggunakan prinsip

    vakum destilasi, di mana penurunan tekanan akan mengakibatkan pelarut dapat

    menguap pada suhu dibawah titik didihnya, sehingga senyawa metabolit yang

    terkandung di dalam pelarut tidak rusak oleh suhu yang tinggi. Pemanasan akan

    mengakibatkan terjadinya penguapan pelarut yang dipercepat oleh putaran labu

    alas bulat. Pompa vakum akan membantu uap pelarut naik menuju kondensor dan

    mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang

    selanjutnya ditampung di labu alas bulat penampung (Hui, 2006). Prose