pandangan tauhid syeikh abdus somad al-palimbani …

83
1 PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI DALAM KITAB HIDAYATUS SHALIKIN FI SULUKI MASLAKIL MUTTAQIN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag) Oleh: Ahmad Nidlomuddin NIM: 11140331000029 PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1442 H/2021 M

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

1

PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI

DALAM KITAB HIDAYATUS SHALIKIN FI SULUKI MASLAKIL

MUTTAQIN

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Ahmad Nidlomuddin

NIM: 11140331000029

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H/2021 M

Page 2: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

ii

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 06 Juli 2021

Ahmad Nidlomuddin

Page 3: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

iii

iii

Pandangan Tauhid Syaikh Abdul Al-Somad Al-Palimbani dalam Kitab

Hidayatu Al-Salikin Fi Suluki Maslakil Muttaqin

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh:

Ahmad Nidlomuddin

NIM: 11140331000029

Dosen Pembimbing,

Dr. Kholid Al Walid, M.A

NIP. 197009202005011004

PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1442 H/2021 M

Page 4: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

iv

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-

PALIMBANI DALAM KITAB HIDAYATUS SHALIKIN FI SULUKI MASLAKIL

MUTTAQIN telah diajukan dalam sidang munaqasyah, Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini telah

diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S. Ag)

pada Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam.

Jakarta , 16 Juli 2021

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Tien Rahmatin, MA Banun Binangningrum, M.Pd

NIP:19680803 199403 2 002 NIP:19680618 199903 2 001

Anggota

Penguji I Penguji II

Dr. Edwin Syarif, MA . Drs. Agus Darmaji, M.Fils.

NIP: 196706918 1999703 1 001 NIP:19610827 199303 1 002

Pembimbing

Dr. Kholid Al Walid, M.Ag.

NIP: 19700920 200501 1 004

Page 5: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

v

v

PEDOMAN TRANSLITERASI1

Arab Indonesia Arab Indonesia

ṭ ط A ا

ẓ ظ B ب

‘ ع T ت

gh غ Ts ث

f ف J ج

q ق ḥ ح

k ك Kh خ

l ل D د

m م Dz ذ

n ن R ر

w و Z ز

h ه S س

’ ء Sy ش

y ي ṣ ص

h ة ḍ ض

Vokal Panjang

Ā آ

Ī إي

Ū أو

1Hipius, Ilmu Ushuluddin, Jurnal: Himpunan Peminat Ilmu Ushuluudin (HIPIUS), Vol.1,

No.1, Januari 2013.

Page 6: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

vi

vi

ABSTRAK

Ahmad Nidlomuddin

Pandangan Tauhid Syaikh Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī Dalam Kitab

Hidāyatu Al- Sālikīn Fi Suluki Maslakil Muttaqin

Tauhid menjadi salah satu pembahasan fundamental dalam Islam, bahkan

sedari dini umat muslim sudah diharuskan untuk mempelajarinya. Atas posisinya

yang demikian penting dan sentral, banyak para tokoh intelektual muslim yang

berusaha memberikan keterangan dan kejelasan terkait tauhid dengan berbagai

sudut yang dikuasainya. Abdu al-Ṣomad al-Palimbānī adalah salah satau ulama

serta dikenal juga sebagai sufi di tanah Nusantara, al-Palimbānī berusaha

memberikan uraian tentang tauhid sebagai jalan menuju Allah SWT dengan cara

mengenalnya.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan (library research)

dengan metode deskriptif-analitis. Sumber-sumber data primer diperoleh dari

beberapa kitab karangan al-Palimbānī yakni Hidayatus-Salikin Fi Suluki Maslakil-

Muttaqin, serta karya-karya yang memuat pemikirannya dan pemikiran lain yang

berkaitan dengan penelitian ini diposisikan sebagai data pendukung.

Al-Palimbānī mempunyai peranan besar khususnya dalam wacana

intelektualisme Islam di Nusantara. Tauhid baginya merupakan sebuah tujuan dari

adanya manusia yakni untuk mengetahui penciptanya. Beraliran teologi sunni

tampaknya menjadi corak yang melekat pada al-Palimbānī pada ajarannya,

pengenalan pada Allah menurut al-Palimbānī bukan hanya melalui dalil-dalil dan

pembuktian akal semata, tetapi juga ada beberapa tahapan di dalamnya.

Pengakuan akan Allah sebagai satu-satunya Tuhan serta sebagai satu-satunya

pencipta alam (creatio ex-nihilo) merupakan sebuah keharusan dalam tauhidnya,

dari hal tersebut kemudian memandang bahwa yang ada hanya Allah, dan pada

tahap akhirnya alam ini adalah penampakan lahir Allah.

Kata Kunci : Tauhid, Al-Palimbānī.

Page 7: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

vii

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahi ar-Rahman ar-Rahim

Pertama, tiada kata yang pantas dihaturkan selain panjatan puja dan puji

syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa

penulis rasakan setiap waktu. tanpa kasih sayang sang pemilik eksistensi mustahil

rasanya penulis mampu menuangkan pikiran dan menyelesaikan penyusunan

skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Aqidah dan

Filsafat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga dan para sahabatnya. Semoga kita selalu menjadi umat yang

meneladani perjuangan dalam menyibak tirai kejahilan, serta semoga kita semua

merupakan golongan umat yang mendapatkan syafaatnya ila yaumil kiyamah.

Melalui proses yang begitu panjang, dengan ini penulis menyadari betul bahwa

skripsi yang berjudul Pandangan Tauhid Syaikh ‘Abdu Al-Ṣomad Al-

Palimbānī Dalam Kitab Hidāyatu Al-Sālikīn Fi Suluki Maslakil Muttaqin

tidak akan terselesaikan tanpa adanya sosok yang senantiasa mendampingi baik

secara langsung atau tidak langsung, memberikan semangat dan sumbangsih

moral maupun moril kepada penulis dengan penuh kesadaran. Oleh karena itu,

dengan segenap kerendahan hati, penulis merasa wajib kiranya mengungkapkan

rasa terimakasih itu kepada:

1. Dr. Yusuf Rahman, MA., Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra. Tien Rohmatin, MA., Selaku Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat

Islam, serta Banun Binaningrum, M.Pd., selaku Sekretaris Jurusan

Aqidah dan Filsafat Islam beserta segenap jajaran pengurus proses

administrasi dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi.

3. Dr. Kholid Al Walid, M.A. Selaku dosen pembimbing yang telah

membuka wawasan, memberikan masukan, mengoreksi dan memotivasi

dalam penulisan sampai akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis

Page 8: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

viii

viii

hanya dapat menyampaikan permohonan maaf karena telah banyak

menyita waktu, perhatian dan tenaga, serta penulis yang terkadang

mendadak menghilang. Terimakasih atas jasa-jasa yang telah diberikan,

akan tetapi hanya doa terbaik yang dapat saya panjatkan, semoga selalu

diberikan kesehatan karena Jurusan Aqidah dan Filsafat membutuhkan

dosen-dosen baik seperti beliau.

4. Syaikh ‘Abdu Al-Ṣomad Al-Palimbānī. Selaku tokoh yang penulis

angkat sebagai judul skripsi. Selama proses penulisan skripsi ini,

penulis merasa sangat menikmati pemikiran Syaikh ‘Abdu Al-Ṣomad

Al-Palimbānī dan begitu membuka mata penulis atas kekayaan

intelektualitas nusantara yang jarang dibicarakan orang, meskipun tidak

menguasai secara utuh pemikiran Syaikh ‘Abdu Al-Ṣomad Al-

Palimbānī., tapi hal ini merupakan suatu kenikmatan tersendiri bagi

penulis.

5. Ucapan terimakasih kepada seluruh dosen Aqidah dan Filsafat Islam

serta segenap jajaran dosen Fakultas Ushuluddin yang dengan kebaikan

dan kemurahan hatinya baik secara sadar dan tidak sadar mendorong

penulis untuk pantang menyerah sebelum menang dalam menggali

kedalaman dan keindahan kitab suci al-Quran serta ke-Uswah-an Nabi

Muhammad SAW.

6. Teruntuk kedua orang tua penulis yang setiap hela nafas selalu

mendoakan penulis serta selalu memberi ridho dalam usaha tholabul

‘ilmi. Tanpa perjuangan dan kasih sayangnya, mustahil rasanya penulis

mampu menempuh pendidikan perguruan tinggi dan menyelesaikan

perkuliahan ini. pesan-pesan beliau bagaikan cahaya ditengah

kegelapan, bagaikan air ditengah kekeringan, serta selalu menjadi

motivasi dan dorongan besar untuk terus maju dalam kehidupan

penulis.

7. Teruntuk senior-senior perimordial pesantren WASIAT JAKARTA dan

paguyuban warga Gresik di Jakarta, yang selalu memberikan arahan

dan selalu mengigatkan penulis untuk menyelesaikan perkuliahan.

Page 9: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

ix

ix

8. Teruntuk teman-teman special dan perjuangan di Ciputat, Hafidho,

Wildan Muzaki, Sadad Mahmud, Reynaldi Aldi Surya, Rizkia Permata

R. A, Moh Hakim, Abdullah Hamid, M. Aldi Rohman, Zizi Mubarok,

Ali Ridho, Yahya, Heru. Yang sudah mendengarkan curahatan

sekaligus selalu memberikan motivasi dan semangat agar penulis tetap

semangat menyelesaikan nya.

9. Serta tidak lupa temen-temen seperjuangan Aqidah dan Filsafat Islam

Angkatan 2014.

Tidak ada kata yang pantas selain ucapan terimakasih yang begitu dalam

dan seuntai doa senantiasa penulis haturkan kepada mereka agar senantiasa segala

kebaikan dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang setimpal. Akhirnya,

penulis berharap semoga karya tulis ini senantiasa dapat memberikan tambahan

wawasan seputar keindonesiaan dan filsafat. Amiin

Ciputat, 06 Juli 2021

Ahmad Nidlomuddin

NIM. 11140331000029

Page 10: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

x

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................................... iii

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................................... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................... v

ABSTRAK .................................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ................................................................................................ vii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. x

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang Penelitian ................................................................................. 1

B. Permasalahan .................................................................................................... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 10

D. Tinjauan Pustaka ............................................................................................. 11

E. Metode Penelitian .......................................................................................... 12

F. Sistematikan Penulisan ................................................................................... 13

BAB II : BIOGRAFI SYAIKH ‘ABDU AL- ṢOMAD AL-PALIMBĀNĪ ................. 15

A. Latar Belakang keluarga Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī ................. 15

B. Latar Belakang Pendidikan Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī ............. 19

C. Karya-Karya Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī .................................... 26

BAB III : TAUHID DALAM LITERATUR ISLAM .................................................. 32

A. Pengertian Tauhid ........................................................................................... 32

B. Tingkatan dalam Tauhid ................................................................................. 34

C. Tauhid Menurut Pandangan Beberapa Tokoh Teolog, Sufi, dan Failusuf ...... 36

D. Dalil- Dalil Tauhid dalam Al-Qur’an dan Hadist ........................................... 42

Page 11: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

xi

xi

BAB IV : ANALISA PEMIKIRAN TAUHID SYAIKH ‘ABDU AL- ṢOMAD AL-

PALIMBĀNĪ DALAM KITAB HIDĀYATU AL- SĀLIKĪN BAB AQIDAH .......... 48

A. Corak Tauhid Menurut Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī.................... 48

B. Sifat Wajib Tuhan Menurut Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī ............ 52

C. Penjelasan Tauhid Menurut Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī ............ 58

D. Tinjuan Analisis Tauhid Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī ................. 59

BAB V : PENUTUP ................................................................................................... 62

A. Kesimpulan .................................................................................................... 62

B. Saran ............................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 64

Page 12: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu Tauhid secara umum diartikan dengan ilmu yang membicarakan

tentang cara-cara menetapkan aqidah agama dengan menggunakan dalil-dalil

yang meyakinkan, baik dalil naqli, dalil ‘aqli maupun dalil perasaan (wujdan).

Sarjana barat menterjemahkan Ilmu Tauhid ke bahasa mereka dengan

“Theologi Islam”. Secara etimologi “Theologi” itu terdiri dari dua kata yaitu

“theos” berarti “Tuhan” dan “Legos” berarti ilmu. Dengan demikian dapat

diartikan sebagai Ilmu Ketuhanan.

Sedangkan secara terminologi (istilah), theologi itu diartikan:1

1. “The discipline which concert God or Devene Reality and Gods

Relation to the world”, maksudnya suatu pemikiran manusia secara

sistematis yang berhubungan alam semesta.

2. “Sciense of religion, dealing therefore with God and Man in his

relation to God”, maksudnya pengetahuan tantang agama yang

karenanya membicarakan tentang Tuhan dan Manusia serta manusia

dalam hubungannya dengan Tuhan.

3. “The sciense which treats of the facts and fenomena of religion and

the relationship between God and Man”, maksudnya ilmu yang

membahas fakta-fakta dan gejala agama dan hubungannya antara

Tuhan dan Manusia.

1 Syafii, “dari ilmu tauhid atau ilmu kalam ke teologi: Analisis Epistimologis”, Jurnal

Teologia XXIII, No. 1, Januari 2012, hlm. 7. Lihat: Syamsuddin Arif, Orientalis dan DIabolisme

Pemikiran, (Jakarta: GIP, 2008), hlm. 46-47.

Page 13: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

2

Begitu juga dalam kitab matan al-Aqidah ath-Thahawiyah dijelaskan

bahwa tauhid dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan penelitian dan

pengkaijian dari al-Qur’an dan as- Sunnah, dan inilah yang ditetapkan oleh

madzhab Ahlu Sunnah Waljama’ah. Barang siapa yang menambah bagian

keempat atau kelima maka tambahan tersebut adalah dari dirinya sendiri;

karena para imam kaum muslimin membagi tauhid menjadi tiga bagian

berdasarkan al- Qur’an dan as- Sunnah.

Semua ayat al-Qur’an dan hadits-hadits dalam masalah akidah tidak

keluar dari tiga bagian ini. yaitu:

Pertama: tauhid ar- Rububiyah. Ialah, mentauhidkan dan mengesakan

Allah SWT dengan segala perbuatan-Nya, seperti mencipta, memberi rizki,

menghidupkan, mematikan, dan mengatur alam semesta. Maka tidak ada rabb

selain dia rabb alam semesta.

Kedua: Tauhid al-Uluhiyah atau Tauhid al-Ibadah; karena al- Uluhiyah

maknanya adalah ibadah kepada Allah dengan mencintainya, takut

terhadapnya, menaati perintahnya dan meninggal. kan larangannya. Maka itu

adalah pengesaan Allah SWT dengan amal perbuatan hamba-hamba Nya

sebagaimana Allah syariatkan untuk mereka.

Ketiga: Tauhid al-Asma' wa ash-Shifat. Ialah, menetapkan apa yang

Allah tetapkan untuk dirinya atau apa yang ditetapkan oleh Rasulnya SAW,

berupa nama-nama dan sifat-sifat, kemudian menyucikannya dari segala yang

Page 14: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

3

Dia sucikan dirinya dari padanya dan disucikan oleh Rasulnya SAW berupa

cela dan kekurangan.2

Begitu juga dalam pandangan Imam Abu Al-Hasan Al-Asy’ari

mengenai aqidah ashhab al-hadits dan ahl al-sunnah, Imam Al-Asy’ari

menulis ”Bahwa Allah SWT Tuhan Yang Esa (Wahid), Tunggal (Fard),

Maha Mutlak (Shamad) tidak ada tuhan selain-Nya”. Pengertian tauhid

menurut Al-Asy’ari yang dielaborasi lebih lanjut oleh Ibn Furak (w.

406/1015), yang meringkas pandangan-pandangan Al-Asy’ari, menyatakan

bahwa makna wahid dan ahad adalah menyendiri yang berarti ‘penafian

terhadap yang menyamai dalam dzat, perbuatan dan sifat’, ”Karena Dia

dalam Dzat-Nya tidak terbagi, dalam Sifat-Nya tidak ada yang menyamai,

dan dalam pengaturan-Nya tidak ada sekutu”. Lebih lanjut, Imam Al-

Haramayn (w. 478/1085) menegaskan bahwa makna tauhid adalah meyakini

keesaan Allah, yang penjelasannya ditujukan untuk membuktikan secara

argumentatif keesaan Allah SWT dan bahwa tidak ada Tuhan selain-Nya.3

Dalam membuktikan keesaan Allah SWT, Imam Al-Asy’ari

menggunakan argumentasi rasional yang didasarkan kepada ayat Al-Quran.

Misalnya, ketika menjabarkan konsep tauhid, beliau terlebih dahulu mengutip

surah Al-Syura ayat sebelas (11) dan surah Al-Ikhlas ayat empat (4) yang

2 Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan al fauzan, penjelasan matan al- Aqidah ath- Thahawiyah

aqidah ahlus sunnah wal jama’ah, (Jakarta, cet. VI Juli 2014), hlm. 38-39. 3 Imam al-Haramayn al-Juwayni, al-Syamil fi Ushul al-Din, ed. ‘Ali Sami al-Nasysyar,

Fayshal Budayr ‘Awn dan Suhayr Muhammad Mukhtar (Iskandariyah: Mansya‘ah al-Ma‘arif,

1969), hlm. 351-352.

Page 15: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

4

dilanjutkan dengan argumentasi rasional.4 Dalam bukunya yang lain, Imam

Al-Asy’ari memaparkan terlebih dahulu pembuktian mengenai keesaan Allah

SWT dan diakhiri dengan kutipan surah Al-Anbiya’ ayat 22.5 Dengan

demikian, pendekatan yang beliau gunakan dalam memaparkan argumentasi

pembuktian tauhid dan unsur akidah yang lain menggabungkan dalil tekstual

dan penalaran rasional, suatu hal yang kemudian menjadi ciri pengikutnya.

Begitu juga, Mengesakan Allah (tauhid) dan menolak menyekutukan-

Nya (syirik) adalah doktrin penting dalam Islam, dan masalah ini disepakati

oleh seluruh umat muslim. Tauhid mempunyai beberapa peringkat yaitu: (1)

tauhid dalam zat Allah, maksudnya adalah Allah esa, tidak ada yang mampu

menyamai-Nya. (2) tauhid dalam penciptaan (Khāliqiyah), maksudnya Allah

adalah pencipta sebenarnya, dan tidak ada pelaku (makhluk) yang bertindak

sendiri tanpa ada pengaruh dari Allah. (3) tauhid dalam hal rubūbiyah dan

pentadbiran, yakni bahwa alam semesta ini diatur oleh mudabbir (pengelola)

tunggal yaitu Allah. (4) tauhid dalam penetapan hukum dan perundang-

undangan, maksudnya adalah hanya Allah yang berhak menetapkan hukum,

adapun ulama dan fuqahā yang menyusun butir-butir perundang-undangan

(kodifikasi) yang dibutuhkan masyarakat muslim. Dalam menyusun ini harus

merujuk pada kerangka peraturan yang telah ditetapkan Allah. (5) tauhid

dalam hal ketaatan, yakni tiada siapapun yang wajib ditaati dan diikuti

perintah-perintah-Nya. Adapun ketaatan kepada selain Allah, harus sesuai

4 Abu al-Hasan ‘Ali bin Ismail al-Asy‘ari, Risalah ..., hlm. 210. 5 Abu al-Hasan ‘Ali bin Ismail al-Asy‘ari, Kitab al-Luma‘ fi al-Radd ‘ala Ahl al-Zaygh wa

al-Bida‘, ed. Hamudah Gharabah (ttp: Mathba‘ah Mishr Syirkah Musahamah Mishriyah, 1955),

hlm. 20-21.

Page 16: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

5

dengan aturan dan perintah-Nya. (6) tauhid dalam hal kekuasaan

pemerintahan, pengaturan dan kekuasaan pemerintahan harus sesuai dengan

izin Allah dan memperoleh pengesahan-Nya. (7) tauhid dalam ibadah,

maksudnya adalah ibadah ditujukan hanya kepada Allah semata.6

Tauhid bukanlah sekadar ucapan “lā ilāha illallāh‟, walaupun ucapan

tersebut merupakan sebagian daripadanya. Tetapi tauhid itu adalah nama

untuk pengertian yang agung dan ucapan yang mempunyai arti yang besar.

Lebih besar dari semua pengertian. Tauhid ialah pembebasan terhadap

penyembahan kepada semua yang bukan kepada Allah dan penerimaan

dengan hati serta kepada Allah semata.7

Problem kekinian muncul seiring dengan kebutuhan manusia dalam

kehidupan keseharian untuk hidup yang lebih nyaman. Kebutuhan adanya

sebuah idiologi yang jelas di tengah-tengah pertarungan global antara

berbagai idiologi, pentingnya teologi baru ini bukan semata pada sisi

teoritisnya, melainkan juga terletak kepada kepentingan praktis untuk secara

nyata mewujudkan idiologi sebagai gerakan dalam sejarah, salah satu

kepentingan praksis ideologi Islam (dalam teologi) adalah memecahkan

kemiskinan dan keterbelakangan di negara-negara muslim dan kepentingan

6 Samidi Khalim, Tauhid Benteng Moral Umat Beriman, (Semarang: Robar Bersama,

2011), hlm. 7-8. 7 Ms. Wikipedia. Org. /wiki/Tauhid diakses pada tanggal 27-5-2021.

Page 17: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

6

teologi yang bersifat praktis, yaitu secara nyata diwujudkan dalam realitas

melalui realisasi tauhid dalam dunia Islam.8

Terjadi pergeseran interpretasi tauhid sesuai dengan perkembangan

realitas, sehingga tauhid tidak menjadi argumen yang elitis tetapi juga

menjadi argumen yang dapat menyelesaikan persoalan kontemporer yang

dihadapi umat Islam. Sehubungan dengan hal tersebut, Hasan Hanafi

menyatakan bahwa tauhid bukanlah ilmu tentang Tuhan, melainkan ilmu

tentang perkataan atau ilmu kalam. Menurutnya, Tuhan tidak tunduk kepada

ilmu.9 Menurutnya, kemunduran umat Islam diakibatkan karena interpretasi

tauhid yang mereduksi kebebasan berkreasi dan berimprovisasi umat Islam

sehingga terjebak ke dalam fatalisme dan determinisme. Interpretasi tauhid

yang bersifat fatalisme tersebut merupakan mediasi politik penguasa yang

berusaha melegalkan pandangan tauhid loyalitas kepada umat Islam, sehingga

umat Islam kehilangan potensinya untuk menentang segala kebijakan tiranik

dan opresif para penguasa yang lebih mementingkan kepentingan

golongannya.10

Kelompok jihadis Salafi ingin mengubah prinsip Tauhid menjadi faktor

perpecahan di antara komunitas Muslim. Mereka menggunakannya untuk

8 Syafii, “dari ilmu tauhid/ilmu kalam ke teologi: Analisis Epistimologis, hal. 2. Lihat :

Hassan Hanafi, Teologi Islam : Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa, Perbandingan (Jakarta: GIP,

1994), hlm. 61. 9Doni Arif, Revolusi Tauhid dalam konteks trasformasi sosial ,

https://www.kompasiana.com/doniarief/5d25e3fe0d82306f4436f2a3/hasan-hanafi-revolusi-tauhid-

dalam-konteks-transformasi-sosial?page=all diakses pada tanggal 08-maret-2020 pukul 20:31. 10Doni Arif, Revolusi Tauhid dalam konteks trasformasi social,.

https://www.kompasiana.com/doniarief/5d25e3fe0d82306f4436f2a3/hasan-hanafi-revolusi-tauhid-

dalam-konteks-transformasi-sosial?page=all diakses pada tanggal 08 maret 2020 pukul 20:31.

Page 18: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

7

tujuan-tujuan politik kekuasaan. Tidak seperti madrasah-madrasah atau

sekolah Islam tradisional yang menjadikan tauhid sebagai dasar pembelajaran

agama. Menjauhkannya dari intrik-intrik kekuasaan politik.Bahkan kelompok

jihadis salafi ini menabrak lebih jauh untuk menjadikan agama dan kalimat

tauhid sebagai sebuah prinsip dasar memusuhi kelompok dan agama lain.

Tidak menjadikannya sebagai prinsip dasar untuk membuka diskusi dan

ruang dialog bagi kelompok lainnya.11

Bertitik tolak dari persoalan-persoalan diatas, Dadang Hawari

menegaskan bahwa tauhid membebaskan manusia dari perasaan takut akan

mati. Tauhid menyadarkan manusia bahwa persoalan mati ada ditangan

Allah, dan setiap yang berjiwa pasti mengalami mati. Baginya mati adalah

awal hidupan baru yang sesungguhnya setelah manusia melewati kehidupan

fana ini. Konsekuensinya menumbuhkan semangat jihad seseorang untuk

menegakkan yang hak dan menghancurkan yang batil, sekalipun ia harus

menyambung nyawa dan mempertaruhkan jiwa raga. Seorang muslim harus

memiliki keberanian; berani berpihak kepada kebenaran dan keadilan, berani

hidup, juga berani mati demi keagungan Allah SWT.12

Banyak ulama yang menawarkan konsep tentang tauhid termasuk salah

satu nya Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī. Beliau adalah Ulama

Nusantara yang hidup antara tahun 1736 M –1819 M. beliau juga merupakan

11 Idris Masudi, Waspadai Gerakan Politisasi Tauhid, https://islami.co/mewaspadai-

gerakan-politisasi-kalimat-tauhid/ diakses pada tangal 08 maret 2020 pukul 21:16 12 Kastolani, “Internalisasi Nilai-Nilai Tauhid Dalam Kesehatan Mental” Interdisciplinary

jaournal of Communicatoin, Vol. 1, No. 1, Juni 2016: h. 3.

Page 19: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

8

orang indonesia yang pertama mengkaji dan memperkenalkan kitab-kitab

tasawuf berhaluan Syadziliyah ini ke nusantara, lalu disusul beberapa ulama

lain.13 kiprahnya dalam dunia intelektual tidak bisa diragukan lagi, dia

menimba ilmu dari berbagaiguru ternama, bukan saja dari kedua tanah suci

Makkah dan madinah tetapi juga hampir keberbagai negara Timur Tengah.

Menjadi guru atau pengajar di Haramain serta aktif menulis dengan berbagai

karya tulisnya yang sampai saat ini tetap dikaji untuk menimba mutiara-

mutiara ilmu yang terkandung di dalamnya. Dari banyak karya yang telah

diwariskannya tersebut terlihat berbagai disiplin keilmuan yang dikuasainya.

Sāiru al- Sālikīn, Hidāyatu Al- Sālikīn dan sebagainya.14

Secara singkat konsep tauhid yang ditawarkan oleh Syaikh ‘Abdu Al-

Ṣomad Al-Palimbānī dapat diterima oleh masyarakat umum hal ini terbukti

dengan pengkajian kitab Hidāyatu Al- Sālikīn di berbagai pesantren

nusantara. Pengkajian sejak dini tentang pengenalan tauhid dalam kitab

Hidāyatu Al- Sālikīn sebagai landasan dasar beraqidah sehingga menjadi

pribadi yang kokoh dan tidak goyah dengan arus teologi yang ekstrim.

Adapun Beliau menjelaskan tauhid secara ringan dan mudah dipahami

dimulai dari mengenal sifat-sifat wajib Allah, mengenal lebih dekat Nabi

Muhammad SAW, azab neraka dan kenikmatan surga. Melihat dari

penjelasan di atas muka penulis melihat perlunya menganalisis pemikiran

13 Abdul muqsith ghazali, pemikiran tasawuf ibnu atha’illah al-syakandari: kajian terhadap

kitab al-hikam al-‘aththa’iyah jurnal tashwirul afkar no 32 (2013) hal 145. Lihat martin van

bruinessen, kitab kuning: pesantren dan tarekat, bandumg : mizan 1999, hal 69 14 Choiriyah, “Pemikaran Syeikh Abdussomad Al-Palimbani dalam Kitab Faidhal Ihsani

(tinjuan terhadap tujuan dakwah)” (Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Raden Fatah

Palembang), ghaidan 1, No. 1 (2017): 41-49 hlm. 41

Page 20: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

9

teologi Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī tentang tauhid karena

bagaimanapun di zaman era modern ini umat muslim khususnya banyak

tercampuri berbagai pemikiran yang dapat dikatakan melenceng dari ajaran-

ajaran tentang ketauhidan kepada Tuhan, maka dalam hal ini penulis meneliti

sebuah kitab Hidāyatu Al- Sālikīn karangan Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-

Palimbānī yang sangat penting khususnya kepada umat muslim untuk

membaca, memahami dan mendalami maknanya untuk memperkokoh

keyakinan akan Allah Swt., maka penulis mengangkat tema skripsi yaitu :

“Pandangan Tauhid Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī Dalam

Kitab Hidāyatus Al- Sālikīn Fi Suluki Maslakil Muttaqin.”

B. Permasalahan

a. Identifikasi Masalah

Dari pemaparan latar belakang sebagaimana ditulis di atas, penulis

mendapatkan beberapa poin identifikasi masalah dalam wacana tauhid, di

antaranya adalah:

1) Para sarjana memiliki banyak pendapat terhadap diskursus

ketauhidan. Masing-masing dari mereka berbeda sesuai dengan

latar belakang, corak pemikiran dan faktor lain yang

mempengaruhi.

2) Perdebatan mengenai wacana ketauhidan dapat dianalisa dari

berbagai disiplin keilmuan Islam, seperti fikih, tasawuf,

kalam/teologi dan bidang studi Islam lainnya.

3) Sebagai salah satu sarjana yang dikenal dalam bidang tasawuf,

Syaikh Abdu al-Shomad al-Palimbani juga memiliki karya-karya

dalam bidang kajian keislaman.

Page 21: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

10

4) Salah satu kitabnya yang berjudul kitab Hidāyatu Al- Sālikīn

memiliki kekhasan tersendiri. Kitab yang memuat tentang

petunjuk untuk menuju pada Allah, yang meliputi pada ajaran

Tauhid atau Aqidah kemudian syariah sebagai jalanya.

b. Batasan Masalah

Penulis membatasi penelitian ini hanya pada pandangan Syaikh ‘Abd

al-Shomad al-Palimbani yang dijabarkan beliau dalam bab Aqidah kitab

Hidāyatus Al- Sālikīn karangan Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī.

c. Rumusan Masalah

Penelitian ini dengan demikian dituangkan dalam rumusan masalah

sebagai berikut: Bagaimana pandangan Syaikh ‘Abd al-Shomad al-

Palimbani tentang tauhid dalam kitab Hidāyatus Al- Sālikīn?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penlitian dalam sebuah karya ilmiah ini

adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui bagaimana Tauhid dalam pandangan Syaikh ‘Abdu Al-

Ṣomad Al-Palimbānī.

2. Mengetahui corak aliran kalam yang di anut oleh Syaikh ‘Abdu Al-

Ṣomad Al-Palimbānī.

Adapun manfaat penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Secara teoritis subtansi, penelitian ini diharapkan dapat menambah

khazanah keilmuan bagi sarjana Aqidah dan Filsafat Islam.

Sekaligus menjadi bahan perbandingan bagi peneliti berikutnya.

2. Secara praktis, penelitian ini diaharapkan dapat memberikan

wawasan terhadap masyarakat umum, terutama mahasiswa Aqidah

Page 22: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

11

dan Filsafat Islam tentang Tauhid Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-

Palimbānī dalam penerapan keseharian untuk meningkatkan

keimanan.

D. Tinjauan Pustaka

Adapun sumber-sumber yang digunakan penulis untuk menyunsun

skripsi ini adalah dengan melalui library reseach atau literer. Dan juga

dengan melihat penelitian yang sebelum sudah dilakukan oleh para peneliti.

Adapun hal-hal tersebut sebagai berikut:

Utami Putri, Tentang Sabar Menurut Syeikh Abdus Samad Al-

Palimbani (Skripsi: Universitas Raden Fatah Palembang, 2020). Skripsi ini

membahas tentang sabar Menurut Syeikh Abdus Samad Al-Palimbani.

Muslim Nasution, perbandingan pemikiran teologi Imam Syafi’i dan

Asy’ari (telaah tentang konsep imam, hubungan dzat dan sifat serta keadilan

tuhan (skripsi IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, fakultas Ushuluddin 2001).

Skripsi ini membahas tentang perbandingan pemikiran teologi Imam Syafi’i

dan Asy’ari (telaah tentang konsep imam, hubungan dzat dan sifat serta

keadilan Tuhan.

Asep Muhyidin pandangan az-zamakhsyari tentang firman tuhan

(kalam alloh) (telaah terhadap penafsiran Az-zamakhsyari mengenai ayat-ayat

disekitar persoalan kalamullah sebagaimana terdapat dalam tafsir al-kasysyaf)

(skipsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ushuluddin 2007). Skripsi

ini membahas tentang pandangan az-zamakhsyari tentang firman Tuhan

(kalam Allah) (telaah terhadap penafsiran A-zamakhsyari mengenai ayat-ayat

Page 23: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

12

di sekitar persoalan kalamullah sebagaimana terdapat dalam Tafsir Al-

Kasysyaf).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Utami Putri tentang sabar

Menurut Syeikh Abdus Samad Al-Palimbani dan, Asep Muhyidin, penelitian

tersebut fokus pada firman Tuhan dengan tokoh Zamakhsyari. Sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh Imam Nasution lebih fokus pada konsep

teologi perbandingan antara Imam Syafi’I dan Asy’ari.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka bisa dikatakan

bahwa skripsi ini berbeda dari judul-judul tersebut, maka dapat dikatakan

skripsi ini berbeda dari ketiga tema di atas, di mana skripsi meneliti tokoh

Syekh Abdus Samad al-Palimbani, dengan fokus kajiannya pada tauhid.

E. Metode Penelitian

1. Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dari sumber utama dan sumber

penunjang, maka penulis mengunakan teknik penelitian kepustakaan

(library research). Peneliti ini mengunakan data primer dan data skunder.

Sumber data primer (internal), yaitu data tentang riwayat hidup, dan

seluruh karya-karya nya, yaitu berupa kitab Hidāyatu Al- Sālikīn karangan

Syaikh ‘Abdu Al-Ṣomad Al-Palimbānī. Sedangkan sumber sekunder

(eksternal), yaitu data berupa buku, makalah, artikel yang ada relevansinya

dengan pemikiran Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī, dari berbagai

Page 24: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

13

karya ilmiah yang ditulis oleh orang lain yang memiliki kaitan dengan data

primer, baik langsung maupun tidak langsung.

2. Pendekatan penilitian

Adapun dalam hal ini menganilisis, data penulis mengunakan

metode deskriftif, yaitu dengan cara mengemukakan atau mengambarkan

sebuah pemikiran yang telah ada atau menjelaskan

3. Teknik Penulisan

Dalam tekhnik penulisan, penulis mengacu kepada Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Desertasi) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

F. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, penulis membagi bab atas lima,

dengan perincian sebagai berikut:

Bab Pertama, berisi latar belakang penelitian, diuraikan mengenai

permasalahan (pembatasan dan perumusan masalah), tinjauan kepustakaan,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika

penulisan. Bab kedua, berisi tentang biografi dari tokok tersebut yaitu

biografi Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī dan karya-karya dari tokoh

tersebut. Bab ketiga, penulis menyajikan pembahasan mengenai Tauhid

Dalam Literatur Islam meliputi pengertian tauhid secara umum, tingkatan

dalam tauhid, tauhid menurut beberapa pandangan sufi, teolog, dan filsuf.

Page 25: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

14

Bab keempat, berisi analisa pemikiran Tauhid Syaikh Abdus Samad Al-

Palimbani dalam Kitab hidayatul salikin meliputi corak tauhid, sifat wajib,

penjelasan tauhid, tinjauan kritis. Kemudian yang terakhir Bab kelima, berisi

penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.

Page 26: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

15

BAB II

BIOGRAFI SYAIKH ‘ABDU AL- ṢOMAD AL-PALIMBĀNĪ

A. Latar Belakang Keluarga Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī

Berbicara mengenai khazanah intelektual Islam di Indonesia terdapat

banyak nama besar dengan berbagai pengaruh yang diwariskannya, salah

satunya adalah Syaikh ‘Abdu Al-Ṣomad Al-Palimbānī. Tak hanya di tanah

Nusantara, nama Al-Palimbānī juga memiliki reputasi “internasional”

terutama menyangkut otoritas keilmuan yang dimilikinya, di mana pada

zaman Melayu Klasik misalnya, Al-Palimbānī telah menjadi rujukan umat

Islam di dunia khususnya di Asia Tenggara, yang mana memang ia secara

intelektual bersentuhan langsung dengan jaringan Ulama Haramayn yang

kemudian mentransmisikan tradisi intelektual-keagamaan ke tanah

Nusantara.1

Terdapat perbedaan pendapat terkait biografi atau silsilah tentang Al-

Palimbānī, tetapi sumber-sumber dari Arab menyebutnya dengan Sayyid

‘Abdu Al-Ṣomad bin ‘Abdurrahman Al-Jawi. Menurut Tarikh Salasilah

Negeri Kedah, Al-Palimbānī dilahirkan sekitar 1116 H / 1704 M. Dalam

kajian yang populer ditemukan tentang silsilah beliau, dikatakan bahwa

ayahnya adalah Abdul Jalil bin Abdul Wahab bin Ahmad Al-Madanī, seorang

sufi di San’a (Yaman) dan pernah diberi mandat sebagai mufti besar di

Kerajaan Kedah, yang kemudian menikah dengan wanita Palembang bernama

1 Syamsu Rijal dan Umiarso, Rekontekstualisasi Konsep Ketuhanan Abd Sanad Al-

Palimbani, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol 8, Nomor 1, Juni 2018, hlm. 84

Page 27: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

16

Raden Ranti. Sebelum itu, ayah Al-Palimbānī pernah melakukan perjalanan

ke India dan Jawa, kemudian menikahi saudari perempuan Sultan Mahmud

Badaruddin I tersebut dan menetap di Palembang. 2

Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat perbedaan nama kunyah

(ayah) dari Al-Palimbānī yang kemudian memunculkan pendapat baru.

Pendapat baru tersebut datang dari Mal An Abdullah, di mana ia berhasil

menghadirkan dan meluruskan kerancuan yang ada terkait silsilah Al-

Palimbānī dalam penelitian terbarunya yang ditulis dalam surat kabar

Sumatera Ekspres. Ia menyebutkan bahwa dalam rentan waktu yang lama,

informasi yang beredar di masyarakat terkait waktu lahir dan ayah Al-

Palimbānī hanya berdasarkan perkiraan belaka. 3

Mal An menyimpulkan bahwa ayahnya bernama ‘Abd al-Rahmān.

Ditilik dari sumber lain, ‘Abd al-Rahmān merupakan anak dari ‘Abd al-Jalil

bin ‘Abd al-Wahāb bin Ahmad al-Mahdalī yang tercatat sebagai mufti

Kesultanan Kedah. Ibu dari ‘Abd al-Rahmān tercatat bernama Raden Ranti,

anak perempuan dari Pangeran Purbaya yang merupakan putera tertua dari

Muhammad Mansur, Sultan Palembang yang memerintah pada 1706-1714.

Dengan temuan tersebut, dari jalur nenek perempuannya, Al-Palimbānī

merupakan bagian dari kerabat utama Keraton Palembang yang garis

2 Arafah Pramasto, Kontribusi Syaikh Abdus Shamad Al-Palimbani pada Aspek Intelektual

Islam di Nusantara Abad ke-18, Jurnal Tsaqofah & Tarikh, Vol. 4, No. 2, Juli-Desember 2020,

hlm. 97 3 Ahmad Bagus Kazhimi, Konsep Sulūk ‘Abd Al-Ṣamad Al-Falimbānī: Studi Kitab Siyar

Al-Sālikīn Fī Ṭarīqah Al-Sādāt Al-Ṣūfiyah, Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 6, No.1, Juni

2020, hlm. 96.

Page 28: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

17

nasabnya terhubung lurus dengan Sultan. Pendapatnya didasarkan pada

manuskrip tentang manaqib-manaqibnya yang berjudul Fayḍ al-Ihsanī. Serta

dari manuskrip tersebut juga didapatkan perihal waktu kelahiran Al-

Palimbānī yakni tahun 1737 M/1150 H.4

Abdul Jalil yang merupakan kakek dari Al-Palimbānī adalah seorang

ulama beraliran Sufi yang berasal dari Yaman, sebagaimana dijelaskan

sebelumnya. Penjelasan mengenai dirinya menjadi begitu penting mengingat

perlunya kelengkapan dan kejelasan terkait silsilah dari Al-Palimbānī. Pada

sekitar abad ke 17 dan 18, Kesultanan Palembang Darussalam mencapai masa

puncak keemasannya, dan menjadi salah satu dari empat pusat pengkajian

Islam terbesar di Nusantara setelah Aceh mengalami kemunduran pada akhir

abad ke 17, dan Palembang mengambil alih status “Islamic Centre” (Pusat

Keislaman) di sekitar tahun 1750-1820, dan seterusnya masing-masing

beralih ke Banjarmasin dan Padang.16 Sementara itu, setelah kemunduran

Aceh, muncul Palembang sebagai pusat studi Islam dan sastra. Kebiasaan

memelihara “Ulama Keraton” telah dirintis sejak zaman Sultan Mahmud

Badaruddin I (1724-1757 M).5

Abdul Jalil datang ke Palembang kurang lebih pada awal abad ke-18.

Dikisahkan bahwa setelah Tengku Muhammad Jiwa berada di Palembang

selama enam bulan, Abdul Jalil kemudian berlayar ke Jawa. Tengku

Muhammad Jiwa merupakan seorang anak Sultan Kedah, karena merasa

4 Arafah Pramasto, Kontribusi Syaikh Abdus Shamad, hlm. 97. 5 Husni Rahim, Sistem Otoritas dan Administrasi Islam, (Jakarta: Logos, 1998), hlm. 92.

Page 29: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

18

mantap akan pelajaran yang diterimanya dari Abdul Jalil, ada rasa sedih

ketika ia berpisah dengan Ulama tersebut, sehingga akhirnya mengikuti

keberangkatan Abdul Jalil ke Jawa. Dari Jawa, Abdul Jalil berangkat ke India

dan Tengku Muhammad Jiwa terus mengikutinya. Abdul Jalil sendiri tidak

mengetahui bahwa muridnya itu adalah seorang anak raja. Banyak negeri

yang dikunjungi di India, barangkali sebelumnya Abdul Jalil adalah penyebar

Islam disana dan memiliki banyak murid. Salah seorang di antara murinya

yang berilmu adalah “Hapisap” (mungkin nama aslinya “Hafiz Sab”).

Terjalinlah persahabatan antara Tengku Muhammad Jiwa dan Hapisap yang

berkebangsaan India itu, keduanya bersama mengikuti dan mematuhi fatwa

dari gurunya yang mereka panggil “Syaikh” Abdul Jalil. Setelah sekian lama

meninggalkan negerinya, Tengku Muhammad Jiwa kemudian meminta

kesediaan gurunya untuk mengikutinya ke Keddah. Dengan menumpang

kapal layar kepunyaan orang “Maskat” (kemungkinan besar adalah “Muskat”

di Oman) berangkatlah ketiganya dari India, setelah banyak singgah akhirnya

mereka sampai di Murqui, daerah selatan Burma.6

Dalam suatu kesempatan yang tak disangka-sangka, Kesultanan Kedah

mengirim utusan bernama Dato‟ Seri Indera Mambang Senggara untuk

mencari Muhammad Jiwa, kapalnya berlabuh di sebelah kapal yang

ditumpangi oleh Muhammad Jiwa. Disana ia bertemu dengan putera rajanya

tersebut, Muhammad Jiwa merasa senang dengan pertemuannya dengan

Dato‟ Seri Indera Mambang Senggara, tapi saat itu juga ia mendengar bahwa

6 Arafah Pramasto, Kontribusi Syaikh Abdus Shamad, hlm. 98.

Page 30: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

19

ayahnya yakni Sultan Abdullah dan adiknya (saudara Muhammad Jiwa),

Dato‟ Seri Paduka Maharaja Sultan Ahmad Tajuddin sebagai pengganti

Sultan Abdullah, keduanya telah wafat. Berita itu membuat Muhammad Jiwa

menangis, dan di saat itulah Abdul Jalil mengetahui bahwa muridnya

merupakan seorang putra Sultan Kedah.7

Setibanya di Keddah, Muhammad Jiwa kemudian segera dinobatkan

sebagai Sultan (disebut Sultan Zainal Abidin Muazzam Shah II, memerintah

sampai 1778), ia juga mengangkat gurunya sebagai Mufti dan Hapisap

sebagai Qadhi. Ia juga menjodohkan Abdul Jalil dengan seorang keluarga

istana bernama Wan Zainab. Beberapa bulan setelah pernikahan itu, Abdul

Jalil kemudian didatangi oleh Raden Siran, yang merupakan salah seorang

muridnya semasa di Palembang yang memintanya berkenan mengunjungi

murid-muridnya di sana. Abdul Jalil lalu pergi ke Palembang untuk kali yang

kedua. Abdul Jalil diminta mengajar dan kemudian dijodohkan dengan Raden

Ranti dan dari penrikahan tersebutlah ia memperoleh anak bernama Abdur

Rahman, ayah dari Al-Palimbānī yang secara keliru ditulis Abdul Jalil dalam

Tarikh Salasilah Negeri Keddah.8

B. Latar Belakang Pendidikan Syaikh ‘Abdu Al-Ṣomad Al-Palimbānī

Sebagaimana telah disinggung sebelumya, ayah Al-Palimbānī yang

merupakan seorang mufti Kerajaan Kedah menjadi point penting kehidupan

intelektual Al-Palimbānī. Awal pendidikan agama Al-Palimbānī didapatkan

7 Hawash Abdullah, Perkembangan Ilmu Tasawuf & Tokoh-Tokohnya di Nusantara,

(Surabaya: Al-Ikhlas, 1980). 8 Arafah Pramasto, Kontribusi Syaikh Abdus Shamad, hlm. 98.

Page 31: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

20

dari ayahnya sendiri, kemudian sang ayah berinisiatif mengirim Al-Palimbānī

untuk belajar ke Arabia, tetapi tidak terdapat catatan tentang waktu

keberangkatan Al-Palimbānī ketika meninggalkan Nusantara menuju tanah

Arab.9

Tepatnya sebelum dikirim sang ayah ke tanah Arab, Al-Palimbānī

sudah mempunyai bekal agama yang cukup dan selain sang ayah yang

mengajarnya, kurang lebih pada umur sembilan tahun, Al-Palimbānī juga

mendapatkan pengajaran dari beberapa ulama di Palembang, seperti Sayyid

Hasan bin Umar Idrus, Hasanuddin bin Ja’far, dan Tuan Faqih Jalaluddin.

Melalui bimbingan Sayyid Hasan bin Umar inilah Al-Palimbānī belajar tajwid

dan Al-Qur’an, bahkan ia sudah mampu menghafalkan Al-Qur’an ketika

berumur 10 Tahun.10

Pengembaraan keilmuan Al-Palimbānī berlanjut di Pattani dengan

Syaikh Abdurrahman Pauh Bok, yang mana merupakan murid dari Syaikh

Ibrāhīm al-Kuranī. Al-Palimbānī kemudian melanjutkan pengembaraan

intelektualnya menuju dua kota suci (haramain) yakni Makkah dan Madinah.

Pada masa itu, dua kota tersebut memang merupakan salah satu pusat

kelimuan. Sebagai sedikit gambaran, pada waktu itu perjalanan haji dari

Indonesia menuju Makkah ditempuh setidaknya enam bulan via kapal laut,

dan kapal laut tersebut juga tidak langsung menuju Makkah tetapi singgah

dari satu titik ke titik lainnya. Di mana salah satu rute yang biasa ditempuh

9 Azyumardi Azra, `Jaringan Ulama, hlm. 251. 10 Ahmad Bagus Kazhimi, Konsep Sulūk…, hlm. 96.

Page 32: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

21

ialah dari Aceh, menuju India, Hadramaut, berlanjut ke Yaman, dan akhirnya

berhenti di Jeddah.11

Sewaktu di Makkah, Al-Palimbānī belajar ilmu agama bersama-sama

dengan Muhamad Arsyad al-Banjari, Abdul Wahab Bugis dari Sulawesi

Selatan, dan Abdul Rahman Masri dari Jakarta. Keempat orang inilah yang

kemudian dikatakan sebagai “empat serangkai’ yang selanjutnya juga

bersama-sama belajar tariqah di Madinah kepada seorang sufi terkemuka

yakni Syeikh Muhammad al-Samman.12

Di Makkah Al-Palimbānī belajar kepada Syaikh ‘Aṭa’illāh bin Aḥmad

bin ‘Aṭa’illāh bin Aḥmad al-Azharī al-Makkī, seorang ulama yang pakar

dalam bidang fikih mazhab Syafi’i. Selain itu, Al-Palimbānī juga menimba

ilmu kepada Syaikh Ibrāhīm Rais Zamzami al-Makkī, serta Syaikh

Muḥammad bin Sulaiman al-Kurdī yang merupakan mufti mazhab Syafi’i di

Hijaz. Sedangkan ketika di Madinah ia belajar kepada Syaikh Aqib bin

Hasanuddin bin Ja’far al-Falimbānī yang merupakan salah satu ulama

Nusantara yang mengajar akidah, fikih, ushul fikih, nahwu, dan sharaf, di

sana. Ia juga belajar kepada ulama-ulama besar di sana di antaranya seperti

Syaikh Muḥammad bin ‘Abd al-Karim al-Samman, Syaikh Ṭayyib bin Ja’far

al-Falimbānī, Syaikh Ḥasan al-Dīn bin Ja’far, Syaikh Ṣalih bin Ḥasan al-Dīn

al-Falimbānī, Syaikh ‘Abdullāh bin Sālim al-Baṣrī, Syaikh Muḥammad bin

Sulaiman al-Kurdī, Ḥasan bin ‘Abd al-Rahmān al-Jabartī, Muḥammad Said

11 Ahmad Bagus Kazhimi, Konsep Sulūk…, hlm. 97. 12 Chatib, Mengenal Allah, hlm. 21.

Page 33: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

22

Sunbul, ‘Abd al-Rahmān bin Aḥmad al-Nakhlī, Syams bin Aqilah,

Muḥammad bin Sulṭan al-Walidī, ‘Abd al-Ḥāfiẓ bin Darwis al-Ujaimī, dan

Muḥammad bin Ḥasan al-Ujaimī.13

Syaikh Muḥammad bin ‘Abd al-Karim al-Samman mempunyai

pengaruh yang sangat besar bagi Al-Palimbānī, di mana hal itu terlihat dalam

banyak kitab yang ditulis oleh Al-Palimbānī dengan sering menyebut dan

merujuk pada sang guru yang ditulis oleh Al-Palimbānī dengan sering

menyebut dan merujuk pada sang guru. Syaikh Muḥammad bin ‘Abd al-

Karim al-Samman sendiri merupakan ahli tasawuf yan kompeten di dalam

beragam keilmuan serta beliau juga merawat tradisi tarekat dari banyak jalur,

seperti Qadariyah, Syadziliyah, dan Khalwatiyah, tidak hanya berhenti disitu,

beliau juga mendirikan tarekat Sammaniyah.14

Pengembaraan keilmuan Al-Palimbānī berlanjut menuju Zabid, salah

satu daerah yang melahirkan banyak ulama besar di Yaman. Di sana Al-

Palimbānī belajar kepada seorang ahli tasawuf yakni Syaikh Amrullāh bin

‘Abd al-Khaliq al-Mizjajī. Selain ahli dalam bidang sufistik, Syaikh Amrullāh

juga menguasai ilmu qirā’ah serta menulis kitab mengenai ilmu tersebut yang

berjudul Ithaf al-Basyar fi al-Qirā’ah al-Arba‘ah yar Asyar.15

Selanjutnya Al-Palimbānī menuju Damaskus, di sana ia memperdalam

keilmuan tentang hadis kepada Syamsuddin Muḥammad bin Aḥmad bin

13 Dzulkifli Hadi Imawan, The Intellectual Network of Syakh Abdussamad Al-Falimbani

and His Contribution in Grounding Islam in Indonesian Archipelago at 18th Centuty AD, Millah

18, no. 1, 2016, hlm. 36. 14 Ahmad Bagus Kazhimi, Konsep Sulūk…, hlm. 97. 15 Dzulkifli Hadi Imawan, The Intellectual Network, hlm. 37.

Page 34: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

23

Salim al-Safarinī al-Nabulsī al-Aṡari. Beliau merupakan ulama besar dari

Nablus yang menguasai ilmu fikih, ushul, hadis, sejarah, tasawuf, dan

sebagainya. Oleh karena itu beliau dijuluki sebagai mataharinya agama

(syams al-dīn). Selain kepada al-Safarinī, ia juga menimba ilmu kepada

muḥaddiṡīn yang bernama Syaikh Aḥmad bin ‘Abid al-‘Aṭtar al-Damasyqī. 16

Selesai dari Damaskus Al-Palimbānī kemudian menuju Mesir, di sana

ia menghadiri lingkar-lingkar (halaqah) yang diampu oleh ulama-ulama di

sana. Al-Palimbānī belajar kitab ‘Umdah al-Aḥkam dan Ṭabaqāt al-Syafi‘iyah

kepada Syaikh Sihab Aḥmad bin ‘Abd al-Fattaḥ al-Malawī. Ia juga

mempelajari dan menerima sanad Ṭabaqāt al-Ṣūfiyah karangan Syaikh ‘Abd

al-Wahāb al-Sya’ranī kepada Syaikh Aḥmad bin Ḥasan al-Jauharī. Selain dua

tokoh ulama besar di atas, ia juga belajar pada banyak guru seperti Syaikh

Muḥammad Murad al-Ansarī, Sayyid ‘Imad al-Dīn Yahyā bin ‘Umar Maqbul

al-Ahdal, Sayyid ‘Abd al-Razzaq al-Bakkarī, Sayyid ‘Umar bin Aḥmad bin

Aqil bin Yahyā bin Saqqaf al-Makkī, Syaikh Salim bin ‘Abdullāh al-Baṣrī,

Syaikh Siraj al-Dīn ‘Umar bin ‘Abd al-Qadir al-Halabī, dan Sayyid ‘Abd al-

Rahmān bin Muṣtafā al-Idrus.17

Dari berbagai riset dan penelitian yang tersedia, dapat dikatakan bahwa

al-Palimbānī berperan penting dalam jaringan intelektual ulama-ulama dunia

pada abad 18. Pengaruhnya dalam pengembangan keilmuan Islam tidak

hanya dilakukan di dunia Melayu, melainkan juga di tanah Arab, termasuk di

16 Ahmad Bagus Kazhimi, Konsep Sulūk…, hlm. 98. 17 Dzulkifli Hadi Imawan, The Intellectual Network, hlm. 39.

Page 35: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

24

Makkah dan Yaman. Pengakuan akan reputasi keilmuan al-Palimbānī dapat

dilacak, di antaranya ditulis oleh Siddiq al-Madanī dan ‘Abd al-Rahmān al-

Ahdal. Selain itu, banyak testimoni lain yang menggambarkan al-Palimbānī

dengan gambaran seperti al-‘allamah, al-walī, al-fahhamah, al-taqī, dan

wajīh al-Islām.18

Selain pendidikan formal sebagaimana yang telah disinggung

sebelumnya, menunjukkan proses panjang yang ditempuh oleh Al-Palimbānī

sehingga masyhur hingga saat kini. Al-Palimbānī semenjak dini sudah

menyenangi dunia sufistik, barangkali disebabkan oleh pengaruh lingkungan

spiritual di negerinya yang sangat antusias terhadap ajaran tasawuf. Polemik

serta pergulatan yang terus memanas antara penganut Hamzah Fansuri

dengan Nuruddin Ar-Raniri saat itu tampaknya ikut mewarnai dan mengiringi

pertumbuhan intelektual Al-Palimbānī.19

Selain faktor di atas, kecenderungan Al-Palimbānī pada dunia sufistik

juga dipengaruhi oleh gurunya al-Samman. Bahkan kemampuan Al-

Palimbānī dalam intelektua telah teruji, dimana ia telah dipercaya sang guru

untuk menggantikannya mengajar pada sebagian muridnya yang berasal dari

Arab. Dari hal ini, menjadi semakin terang bahwa Al-Palimbānī kemudian

dikenal sebagai penganut dan penyebar ajaran taerkat Sammānīyah. Serta

sebagai ulama yang yang berusaha mengembalikan kemurnian ajaran tasawuf

Al-Ghazali. Selain itu, yang menarik adalah di mana Al-Palimbānī dalam

18 Ahmad Bagus Kazhimi, Konsep Sulūk…, hlm. 98. 19 Khamami Zada, Intelektualisme Pesantren, hlm. 140.

Page 36: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

25

salah satu kajian dikatakan bahwa lebih mengikuti ajaran aliran tasawuf yang

dikembangkan oleh Ibn ‘Arabī dan al-Jīlī terutama yang terkait dengan

formulasi al-Insān al-Kāmil.20

Tetapi yang perlu menjadi catatan penting, meskipun Al-Palimbānī

mendalami dunia sufistik, bukan berarti ia tidak kritis, Al-Palimbānī

dikatakan kerap mengkritik kalangan yang mempraktikkan tarekat secara

berlebihan. Al-Palimbānī selalu mengingatkan akan bahaya kesesatan yang

diakibatkan oleh aliran-aliran tarekat tersebut, khususnya tarekat Wujudiyah

Mulhid yang terbukti telah membawa banyak kesesatan di Aceh. Untuk

mencegah apa yang diperingatkannya itu, Al-Palimbānī menulis intisari dua

kitab karangan ulama dan ahli falsafah abad pertengahan, Imam Al-Ghazālī,

yakni Bidāyah Al-Hidāyah (Awal Bagi Suatu Hidayah). Oleh Al-Palimbānī,

kitab ini di terjemahkan pada awal tahun 1778 M ke dalam bahasa Melayu

dengan menambahkan di dalamnya soal-soal yang dianggapnya sangat perlu

diketahui oleh setiap muslim. Selain itu Al-Palimbānī juga melakukan

penterjemahan pada kitab Lubab Ihya´ Ulumudīn (Intisari Ihya´ Ulumuddīn)

dengan judul Syar al-Sālikīn yang diselesaikan pada tahun 1788 H. Dua karya

Imam Al-Ghazālī tersebut, dinilainya secara ´moderat´ dan membantu

membimbing mereka yang mempraktikkan aliran sufi.21

Sebagaiman uraian di atas, ada beberapa catatan menarik terkait Al-

Palimbānī. Ketika dalam pengembaraan intelektual, meskipun ia jauh di

Makkah tetapi ia tetap konsisten dengan pemikiran-pemikiran keagamaan

20 Syamsu Rijal, Rekonstruksi Konsep Ketuhanan, h. 94 21Chatib, Mengenal Allah, h. 18

Page 37: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

26

yang terus menerus berkembang dan tersebar di Nusantara melalui karya-

karyanya. Selain itu, Al-Palimbānī memiliki hubungan yang baik dengan

ulama di Nusantara dan di antaranya berbentuk surat-menyuratnya kepada

Sultan Mataram (Hamengkubuwono I) dan juga kepada Susuhan Prabu Jaka

(Putra Amangkurat IV).22

Di dalam surat tersebut, Al-Palimbānī memuji para sultan dalam

melawan orang-orang kafir dan menjelaskan secara panjang lebar kedudukan

para syuhada di sisi Allah dengan mengutip beberap ayat suci al-Qur’an.

Dalam konsteks ini, dapat dikatakan bahwa Al-Palimbānī mempunyai

pengaruh yang besar terhadap laju perkembangan pemkiran keagamaan di

Nusantara. Al-Palimbānī dengan sistem terkodifikasi dalam karya-karyanya,

terus menerus menyebarkan paham neo-sufisme yang mencoba

menggabungkan dimensi syariat dan hakikat.23

C. Karya – Karya Syaikh ‘Abdu Al-Ṣomad Al-Palimbānī

Terlepas dari informasi terkait kehidupan Al-Palimbānī yang demikian

langka, namun warisan karyanya cukup menjadi saksi atas orientasi dan

otoritas sufistiknya. Sebagai riview, di mana ‘Abd Al-Mun’im Al-Damanhuri

mempunyai andil besar dalam dunia karya dan aktualisasi pemikiran Al-

Palimbānī. Pasalnya, berdasarkan catatan-catatan yang dibuat ketika

mengikuti kuliah-kuliahnya ia berhasil menulis karyanya yang pertama yakni

22 Syamsu Rijal, Rekonstruksi Konsep Ketuhanan, h. 94

23 Syamsu Rijal, Rekonstruksi Konsep Ketuhanan, hlm. 95.

Page 38: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

27

Zuhrat al-Murid fi Bayan Kalimat Tauhid. Sebuah karya dan sumbangan bagi

perkembangan keilmuan Nusantara dalam bidang logika (manthiq) dan

teologi (ushuluddīn).24 Serta Apabila Ahl Al-Sunnah wa Al-Jāma’ah dan

tasawuf Sunni kemudian berhasil memantapkan kedudukan dan pengaruhnya

di Nusantara, tokoh yang menjadi faktor penentu dalam keberhasilan tersebut

adalah Al-Palimbānī.25

Warisan intelektual Al-Palimbānī setidaknya berjumlah delapan buah

baik yang sudah dicetak maupun masih berbentuk naskah sebagai mana

berikut ini;26

1. Zuhrah Al-Murid fi bayan kalimah at tauhid Al-Murīd fī Bayān

Kalimah Al-Tauḥīd, sebuah kitab dalam bahasa Melayu yang ia tulis

di Mekkah pada tahun 1178 H/1764 M. Kitab ini berasal dari satu

kuliah yang diberikan oleh salah seorang ulama Mesir yang kemudian

kemudian menjadi guru di Al-Azhar, yaitu Ahmad al-Damanhuri. Isi

kitab ini menjelaskan tentang mantiq dan ushuluddīn.

2. Naşīhah al-Muslimīn wa Tadzkirah al-Mu’minīn fi Faḑāil al-Jīhād fī

Sabīlillah wa Karāmah al-Mujāhidīn fī Sabīlillah, karya ini ditulis

oleh Al-Palimbānī menggunakan Bahasa Arab. Kitab ini merupakan

risalah tentang perang suci yang mengilhami seorang penyair Aceh

untuk menulis sebuah syair dan kemudian dibacakan secara luas

24 Khamami Zada, Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh dan Cakrawala Pemikiran di

Era Pertumbuhan Pesantren, (Diva Pustaka, 2003), hlm. 142. 25 Alwi Shihab, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini, (Jakarta:

Mizan, 2001), hlm. 71. 26 M. Chatib Quzwain, Mengenal Allah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm. 22.

Page 39: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

28

dalam perjuangan melawan Belanda pada seperempat terakhir abad

ke-19.27

3. Al-‘Urwah Al-Wustqā wa Silsilah ulī Al-Tuqā, merupakan sebuah

kitab dari Bahasa Arab mengenai wirid-wirid yang harus dibaca pada

waktu-waktu tertentu. Kitab ini disebutkan dalam Hidayah Al-Salikin,

tetapi naskahnya belum ditemukan sampai saat ini.28

4. Rātib ‘Abd Al-Şamad, merupakan sebuah kitab kecil dalam Bahasa

Arab yang memuat bacaan-bacaan zikir, doa-doa, dan pujian-pujian

kepada Nabi Muhammad SAW. Bacaan zikir tersebut dilaksanakan

setelah sholat isya. Pada bagaian permulaanya, kitab ini menyebut

ayat-ayat Al-Quran yang harus dibaca di samping menyerukan

beberapa nama Allah dan rasul-Nya, yang kemudian disudahi oleh

doa-doa. Isi kitab ini, pada dasarnya sama dengan apa yang terdapat

dalam Ratib Samman.29

5. Tuḥfah al-Rāghibīn fī Bayān Ḩaqīqah Īmān al-Mu’minīn wa mā

Yufsiduh fī Riddah al-Murtaddīn. Kitab ini merupakan karya Al-

Palimbānī dalam Bahasa Melayu yang ditulis pada tahun 1188 H/1774

M. Kitab ini ditulis atas permintaan Sultan Palembang. Pada awal

tulisan kitab tersebut, Al-Palimbānī mengatakan bahwa ia diminta

oleh salah seorang pembesar pada masa itu.30 Berdasarkan uraian

27 Khamami Zada, Intelektualisme Pesantren, hlm. 142. 28 Alwi Shihab, Islam Sufistik, hlm. 71. 29 Chatib, Mengenal Allah, hlm. 27. 30 Chatib, Mengenal Allah, hlm. 27.

Page 40: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

29

Alwi Shihab, penulisan kitab ini ditujukan untuk membendung

pengaruh tasawuf yang menyimpang, yaitu para pengikut Hamzah

Fansuri yang difatwakan oleh Al-Raniri untuk dihukum mati.31 Di

dalam kitab itu, dijelaskan mengenai perbuatan ‘menyanggar’ (sesajen

syirik dalam Bahasa Melayu). Selain itu juga mengenai kaum “kaum

yang bersufi-sufi diri”, yang antara lain adalah kaum wujudiyah yang

mulhid (wahdatul wujud yang sesat) seperti yang dijelaskan oleh Ar-

Raniri dalam abad sebelumnya di Aceh.32

6. Syar Al-Sālikīn ilā Rabb Al-Alamīn, karya ini terdiri dari empat juz,

mulai ditulis pada tahun 1193 H/1779 M dan selesai pada tahun 1203

H/1788 M. Bagian pertama selesai di Makkah tahun 1194 H/1780 M;

bagian kedua selesai di Ta’if tanggal 19 Ramadan 1195 H/1781 M;

bagian ketiga selesai di Makkah tanggal 19 Shafar 1197 H/1783 M

dan bagain keempat selesai di Ta’if tanggal 20 Ramadan 1203 H/1788

M.33 Dalam kitab ini, menurut Al-Palimbānī, ia memasukan masalah-

masalah yang diambilnya dari kitab-kitab seperti Ihya’ ’Ulȗmuddīn,

Minhāj al-‘Abidīn, Al-Arba’in fi Ushȗl Al-Dīn, Bidāyah Al-

Hidāyah,75 An-Nafahtul Ilāhiyyah, beberapa kitab karangan Abdul

Qadir Al-‘Aidarus, beberapa kitab Musatafa Al-Bakri,78 beberapa

kitab karangan “Abdullah Al-Haddad, As-Sairu was Sulȗk, dan

31 Alwi Shihab, Islam Sufistik, hlm. 71. 32 Chatib, Mengenal Allah, hlm. 24. 33 Chatib, Mengenal Allah, hlm. 27.

Page 41: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

30

beberapa kitab yang ia sebutkan di dalam kitab ini sebelumnya.34

Selain menggunakan referensi dari beberapa karya Al-Ghazālī, Al-

Palimbānī juga memuat ungakapan-ungkapan beberapa sufi

terkemuka, seperti Abu Thalib Al-Makki, Al-Qusyairi, dan Ibnu

‘Atha’illah Al-Sakandari, serta di samping sufi aliran filsafat seperti

Syaikh Fadhlullah Al-Burhanfuri, pengarang Al-Tuhfāh Al-Mursālah

yang merupakan kesinambungan pemikiran Ibnu Arabi. Dalam kitab

Sayr al-Sālikīn ini, Al-Palimbānī berusaha memadukan inti ajaran

waḥdat al-wujȗd Ibnu ‘Arabi dengan prinsip-prinsip ajaran Al-

Ghazālī. Kedua ajaran tokoh sufi tersebut tidak dipandang sebagai dua

aliran tasawuf yang berbeda dan tidak mungkin disesuaikan, tetapi

sebagai ajaran yang dapat saling melengkapi.35

7. Zād Al-Muttaqīn fī Tauḥīd Rabb Al-‘Alamīn, bisa dibilang bahwa

kitab ini merupakan karya Al-Palimbānī yang hilang. Kitab ini disebut

dalam Sayr Al-Sālikīn pada dua tempat, pertama pada akhir fasal 2,

bab II, bagian ketiga. Kedua, dalam bab X, bagian ketiga diakhir

penjelasannya mengenai kitab-kitab tasawuf yang menurutnya hanya

boleh dibaca oleh orang yang sudah mencapai tempat penghabisan

(al-muntabi).36

8. Hidāyah Al-Sālikīn fī Sulȗk Maslak Al-Muttaqīn, merupakan sebuah

kitab Melayu yang selesai ditulis pada tahun 1192 H/1778 M. Kitab

34 Chatib, Mengenal Allah, hlm. 28. 35 Alwi Shihab, Islam Sufistik, hlm. 72. 36 Chatib, Mengenal Allah, hlm. 29.

Page 42: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

31

ini telah di cetak di banyak tempat seperti Makkah pada tahun 1870 M

dan kemudian dicetak kembali pada tahun 1885 M. Pada tahun 1895

di cetak di Bombay, di Kairo pada tahun 1922 M. Selanjutnya kitab

ini di cetak di Singapura (tanpa tahun) dan di Surabnaya pada tahun

1933-1934 M.37 Di Indonesia dan Singapura kitab ini telah mengalami

cetak ulang beberapa kali dan tersebar luas. Menurut Al-Palimbānī,

kitab ini merupakan terjemahan dari kitab Bidāyah Al-Hidāyah karya

Al-Ghazālī. Meski demikian, karya yang mulai ditulis pada tahun

1778 M ini bukan buku terjemahan dalam arti yang sesungguhnya.

Melainkan menurut Al-Palimbānī, dalam Hidāyah Al-Sālikīn, ia

membahas beberapa masalah dengan menggunakan bahasa Jawi dan

menambahkan beberapa masalah yang baik-baik yang tidak terdapat

dalam kitab Bidāyah Al-Hidāyah. Tidak hanya hal tersebut, susunan

bab dan fasal yang terdapat di dalamnya juga berbeda dengan yang

ada di dalam Bidāyah Al-Hidāyah.38 Selain itu Al-Palimbānī juga

menambahkan komentar dan keterangannya dari ungkapan dan

pernyataan dalam karya-karya Al-Ghazālī lainnya, seperti Ihya’

’Ulȗmuddīn, Minhāj al-‘Abidīn, serta kitab Al-Arba’in fi Ushȗl Al-

Dīn. Di samping itu, di dalam kitab tersebut Al-Palimbānī

menjelaskan pula tingkatan-tingkatan (maqamat) yang harus dilalui

oleh para seorang calon sufi.39

37 Chatib, Mengenal Allah, hlm. 25. 38 Chatib, Mengenal Allah, hlm. 26. 39 Chatib, Mengenal Allah, hlm. 26.

Page 43: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

32

BAB III

TAUHID DALAM LITERATUR ISLAM

A. Pengertian Tauhid

Tauhid merupakan bahasan yang fundamental dalam ajaran Islam,

karena pada dasarnya tauhid merupakan salah satu ajaran untuk meyakinkan

kita bahwa tiada Tuhan selan Allah yang patut untuk disembah. Serta

sesungguhnya baginda Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

Istilah ilmu tauhid pada dasarnya berasal dari bahasa Arab. Di mana

secara harfiah, tauhid adalah “mempersatukan” yang berasal dari kata wahid

yang berarti satu. Ditinjau dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata

tauhid merupakan kata benda yang berarti keesaan Allah; kuat kepercayaan

bahwa Allah hanya satu. Perkataan tauhid berasal dari bahasa Arab, masdar

dari kata (Wahhada) وحد (Yuwahhidu) يوحد (Tauhidan) 1.توحدا

Secara etimologis, tauhid berarti mengesakan. Di mana maksud dari

keesaan adalah keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa, tunggal, satu.

Pengertian ini sejalan dengan pengertian tauhid yang digunakan dalam

Bahasa Indonesia yakni “keesaan Allah”. Mentauhidkan berarti “mengakui

akan keesaan Allah atau mengesakan Allah”.2

1 M. Yusran Asmuni dari tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Departemen P&K, Jakarta, 1989, dalam bukunya “Ilmu Tauhid” (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1993), hlm. 1. 2 Said Aqiel Siradj, Tauhid Dalam Perspektif Tasawuf, ISLAMICA, Vol 5, No. 1,

September 2010, hlm. 152.

Page 44: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

33

Sedangkan secara terminologis, sebagaimana yang telah dipaparkan

oleh Umar al-Arbawi bahwa tauhid berarti pengesaan Pencipta (Allah)

dengan ibadah, baik dzat, sifat maupun perbuatan. Artinya, tauhid memiliki

makna pengesaan Tuhan sebaagai pencipta alam semesta dengan segala

isinya. Sedangkan cara dari pengesaan itu sendiri adalah dengan

melaksanakan ibadah yang hanya khusus untuk-Nya.3

Secara umum, tauhid atau al-‘aqidah al-islamiyah merupakan suatu

sistem kepercayaan Islam yang mencakup di dalamnya keyakinan kepada

Allah dengan jalan memahami nama-nama dan sifat-sifat-Nya, keyakinan

terhadap malaikat, ruh, setan, iblis dan makhluq-makhluq gaib lainnya,

kepercayaan terhadap Nabi-nabi, Kitab-kitab Suci serta hal-hal eskatologis

lain seperti adanya hari kebangkitan (al-ba’th), hari kiamat, surga, neraka dan

sebagainya.4

Para fuqaha cenderung memberikan makna harfiyah (leterluk) dengan

mengartikan formula tauhid sebagai “tidak ada Tuhan yang wajib disembah

dengan haqq kecuali Allah”. Dengan pengertian seperti ini, para ahli

jurisprudensi Islam menegaskan kepada kita tentang status kehambaan

manusia di hadapan Sang Pencipta. Oleh karena itu, bagi mereka keyakinan

terhadap keesaan Allah harus diwujudkan dalam kesungguhan manusia untuk

hanya “menghamba” (beribadah) kepada-Nya. Dengan menegaskan status

kehambaannya itu di hadapan Allah, maka seseorang akan mencapai posisi

3 Said Aqiel, Tauhid Dalam Perspektif, hlm. 153. 4 Said Aqiel, Tauhid Dalam Perspektif, hlm. 153.

Page 45: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

34

yang lebih tinggi dalam derajat kemanusiannya, karena sesungguhnya

setinggi apapun status sosial manusia di dunia ini di mata Allah ia adalah

seorang hamba. Namun, jika seseorang menghambakan dirinya kepada selain

Allah, maka status kemanusiaannya akan jatuh di bawah apa saja yang

disembahnya, karena manusia merupakan ciptaan yang paling mulia di antara

ciptaan-ciptaan-Nya yang lain, bahkan bisa melebihi malaikat sekalipun.5

Dalam pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan oleh para

ulama sejak dahulu sampai saat ini, disimpulkan bahwa dalam tauhid terbagi

ke dalam tiga bagian yakni: tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid Al-

Asma Was Shifat, adapun penjelasan spesifiknya akan diuraikan pada bahasan

sub bab berikutnya.6 Sebagaimana definisi singkat di atas, sejarah telah

menunjukkan bahwa pengertian manusia tentang tauhid sudah sangat lama,

yakni semenjak utusannya nabi adam kepada anak cucunya. Tegasnya sejak

permulaan manusia mendiami bumi ini, sejak itu telah diketahui dan diyakini

adanya dan esanya Allah ta’ala, pencipta alam ini.7

B. Tingkatan dalam Tauhid

Dalam hal hubungan yang berhadapan dengan Allah SWT ( hablu

minnallah) manusia harus bersikap paling rendah hati, dan harus menunjukan

5 Said Aqiel, Tauhid Dalam Perspektif, hlm. 153. 6 Muhammad Bin Abdullah al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam, diterjemahkan

oleh Muhammad Anis Matta, (Jakarta: 1998), hlm. 141. 7 M. Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, (Jakarta: Bumirestu, 1986), hlm. 19.

Page 46: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

35

kerendahan hati itu. Sedangkan meyakini keesaan Allah Swt, terdapat banyak

tahap:8

1. Tauhid dalam wujud yang mesti. Tauhid ini diartikan bahwa tidak ada

satu wujud pun yang maujud oleh dirinya sendiri, kecuali Allah SWT,

dengan peristihan filsafat, tauhid ini adalah keyakinan terhadap

sebuah wujud yang keberadaannya bersifat mesti, wujud yang

demikian itu hanyalah Allah SWT, yang Maha Tinggi, yang

keberadaannya secara instink merupakan keharusan, dan yang dari-

Nya wujud-wujud yang lain maujud.

2. Tauhid dalam penciptaan. Tauhid ini diartikan bahwa tidak ada

pencipta kecuali Allah SWT.

3. Tauhid dalam rububiyah. Tahap ketiga ini adalah manajemen dan

rububiyyah genetik, artinya setelah mengakui bahwa Allah SWT,

merupakan satu-satunya pencipta alam semesta, kita harus mengetahui

siapa manajer dan direkturnya dan apakah ada orang lain yang

mengatur alam semesta ini tanpa ijin-Nya.9

4. Tauhid dalam rububuyyah legislatif genetik. Setelah mengetahui

bahwa pencipta kita adalah Allah SWT, dan bahwa keberadaan dan

manajemen kita hanya berada ditangannya, kita juga harus percaya

8 Muhammad Taqi Misbah Yazdi, Filsafat Tauhid; Mengenal Tuhan Melalui Nalar dan

Firman, (Bandung: Arasyi, 2003), hlm. 61. 9 Taqi Mizbah Yazdi, Filsafat Tauhid, hlm. 62.

Page 47: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

36

bahwa tak seorang pun selain Dia yang mempunyai hak untuk

memerintah kita dan membuat hukum bagi kita.

5. Tauhid dalam penyembahan. Dalam tahap ini, tauhid adalah kesatuan

ketuhanan dan penyembahan. Artinya, tak satupun kecuali Allah

SWT.

6. Tauhid dalam penyembahan. Ia berarti bahwa manusia tidak boleh

menyembah kepada selain Allah Swt. Tahap sebelumnya adalah

bahwa tak satupun yang berhak disembah kecuali Dia. Tahap ini

menuntut manusia harus secara praktis tidak menyembah kecuali

kepada Allah SWT.

7. Tauhid dalam meminta pertolongan. Ia berarti bahwa manusia secara

praktis tidak boleh meminta tolong kepada selain Allah Swt.

8. Tauhid dalam merasa takut. Tauhid ini berarti bahwa ketakutan

manusia hanya tertuju kepada Allah SWT saja.

9. Tauhid dalam berharap. Tauhid ini berarti bahwa kita tidak boleh

menempatkan harapan-harapan kita selain kepada Allah.

10. Tauhid dalam cinta. Dalam tahap ini jika orang menyakini bahwa

semua kesempurnaan dan keindahan asalnya adalah milik Allah Swt.

Page 48: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

37

C. Tauhid Menurut Pandangan Beberapa Teolog, Sufi, dan Failasuf

Tauhid, jika di dalam yurisprudensi Islam (fiqh) dipandang sebagai

bahwa kewajiban pertama yang harus dilakukan oleh seorang mu’min adalah

mengucapkan syahādah tauhid atas keesaan Tuhan, maka dalam tasawuf

kesaksian (syahādah) tauhid bukan sekedar formalitas dalam ucapan,

melainkan syahādah tauhid dalam tasawuf merupakan totalitas aktivitas nyata

dari kesaksian (syahādah) melalui refleksi dan perasaan.10

Di lain sisi, pergulatan tauhid dalam ilmu kalam (teologi) berjalan

sangat panjang dan alot, banyak hal yang menjadi perdebatan panjang oleh

aliran-aliran kalam salah satunya terkait sifat dan dzat Tuhan. Tetapi secara

garis besar pendapat-pendapat mengenai tauhid secara umum, telah

dirangkum sebagai berikut:

1. Abul Qasim Abdul Karim al-Qusyairi

Abul Qasim Abdul Karim al-Qusyairi merupakan seorang sufi

terkemuka ke-11 di Iran, yang akrab dengan literatur Islam seperti

fiqih, kalam, ushul fiqih, sastra Arab, dan lain sebagainya. Menurut

al-Qusyairi, tauhid dibagi kedalam tiga kategori: Pertama, Tauhid

Allah untuk Allah, yakni mengetahui bahwa Allah itu Esa. Kedua,

mengesakan Allah untuk makhluk, yaitu keputusan Allah bahwa

seorang hamba adalah yang mengesakan-Nya dan Allah

menciptakannya sebagai hamba yang mempunyai tauhid. Ketiga,

10 Muhamad Alif, Tauhid Dalam Tasawwuf, Antara Ittiĥād dan Ittişāl, Jurnal Aqlania, vol.

08, No. 02. 2017, hlm. 207.

Page 49: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

38

Tauhid makhluk untuk Allah, yaitu seorang hamba yang mengetahui

bahwa Allah adalah Esa. Dia memutuskan sekaligus menyampaikan

bahwa Allah itu Esa. Uraian ini merupakan penjelasan singkat

tentang makna tauhid.11

2. Hassan Hanafi

Sementara itu di lain sisi, Hassan Hanafi menawarkan suatu

gagasan-gagasannya tentang tauhid, di mana ia berusaha menarik

gagasan-gagasan sentral al-Qur’an yang selama ini banyak dipahami

serta diposisikan di atas untuk diturunkan ke bawah atau bersifat

antroposentris. Term-term sakral yang umumnya berkaitan dengan

ketuhanan, yang sebelumnya dimaknai dengan sesuatu yang

bertujuan menunjukkan dan menjaga kesucian, kebesaran serta

kekuasaan-Nya, ditarik dan dibumikan menjadi sebuah term material

duniawi. Oleh sebab itu, apa yang dimaksud Tauhid bukan lagi

konsep yang menegaskan tentang eksistensi dan keesaan Tuhan yang

bersifat monotheis, politheis, pantheis, deist, dan lain-lain, tetapi

lebih merupakan kesatuan pribadi manusia yang jauh dari perilaku

dualistik seperti opportunis, hipokrit, munafik dan perilaku-perilaku

madzmum yang lain. Semua deskripsi tentang Tuhan dan sifat-sifat-

Nya sebagaimana yang ada dalam al-Qur’an dan Sunnah, pada

11 Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi an-Naisaburi, Risalah Qusyairiyah, (Jakarta:

Pustaka Amani, 2002), hlm. 4.

Page 50: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

39

dasarnya lebih mengarah kepada pembentukan manusia yang baik,

manusia ideal, insan kamil.12

Menurut Hassan Hanafi, kalimat la ilaha illallaah, mencakup

dua hal. Pertama, negasi yang terdapat dalam kalimat la ilaha.

Kedua, afirmasi yang terdapat dalam kalimat illallah. Kalimat tauhid

mengandung dua tindakan: a. Tindakan negatif, yakni menegasikan

segala bentuk ketuhanan, Perasaan manusia yang mana melalui

tindakan negatif akan terbebas dari segala bentuk hegemoni,

penindasan, dan penghambaan kepada makhluk (segala sesuatu yang

bersifat temporer). b. Tindakan positif, yakni menempatkan perasaan

dan kesadaran sebagai contoh ideal dan paripurna. Dengan tindakan

positif manusia akan menjadi contoh ideal dan memproklamirkan

kesetiaannya terhadap prinsip sempurna, yang menempatkan seluruh

kelompok manusia pada derajat yang sama. Tindakan ini

membebaskan manusia untuk berekspresi serta mengembangkan diri.

Tindakan yang pertama membebaskan manusia dari subordinasi

penguasa, sedangkan tindakan kedua menjadikan manusia sebagai

pelaku tatanan nilai baru dan mengikat manusia dengan prinsip

universal.13

3. Muhammad Abduh

12 Riza Zahriyah Falah dan Irzum Farihah, Pemikiran Teologi Hassan Hanafi, Fikrah, Vol.

3, No. 1, Juni 2015, hlm. 212. 13 Hassan Hanafi, Islamologi 1: Dari Teologi Statis ke Anarkis, diterjemahkan oleh Miftah

Faqih, (Yogyakarta: Lkis, Cet ke-1, 2003), hlm. xxii.

Page 51: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

40

Nama besar seperti Muhammad Abduh juga memberikan

pemikirannya terkait tauhid. Bagi Abduh, tauhid adalah suatu ilmu

yang membahas tentang “wujud Allah”, tentang sifat-sifat yang

wajib kepada-Nya, sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya dan

tentang sifat-sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan dari-Nya,

serta ilmu yang membahas tentang Rasul-rasul Allah disertai

keyakinan kepada mereka, meyakinkan apa yang wajib ada pada diri

mereka, apa yang boleh dihubungkan (nisbah) kepada diri mereka

dan apa yang terlarang menghubungkannya pada diri mereka.14

Menurut Muhammad Abduh, asal makna tauhid adalah

meyakinkan (mengi’tikadkan) bahwa Allah adalah satu, tidak ada

sekutu bagi-Nya. Kenapa disebut ilmu tauhid karena posisinya yang

begitu penting, menetapkan sifat wahdah (satu) bagi Allah dalam zat

dan perbuatan-Nya yang telah menciptakan seluruh alam sekaligus

sebagai tempat kembali. Di dalam karyanya yang masyhur yakni

“Risalatu’t Tauhid”, Muhammad Abduh menguraikan banyak hal

tentang hakikat tauhid beserta perkembangannya yang saling

berkaitan satu sama lain, di mana ia tidak hanya menyinggung soal

dzat dan sifat Allah, tetapi ia juga menjabarkan perihal dalil-dalil

14 Syekh Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, diterjemahkan oleh K.H. Firdaus (Jakarta:

Bulan Bintang, Cet ke-VII, 1979), hlm. 36.

Page 52: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

41

tauhid, porsi akal manusia dalam tauhid, perbuatan-perbuatan Allah,

kebebasan manusia, dan lain sebagainya.15

Muhammad Abduh juga menyebutkan bahwa tauhid terkadang

juga dinamakan sebagai ilmu Kalam. Menurutnya, hal tersebut

disebabkan oleh persoalan yang paling terkenal, yang diperselisihkan

oleh para sarjana abad-abad pertama, apakah Kalam Tuhan yang

terbaca itu (Al-Qur’an) tercipta (hadits) atau tak tercipta (qadim).

Mungkin juga karena fondasi ilmu ini adalah pembuktian rasional

yang manifestasinya nampak pada setiap pembicara dalam bicara

(kalam)-Nya, dan sedikit sekali menggunakan naql (dalil teks atau

nash). Mungkin juga karena dalam menerangkan cara-cara

pembuktian tentang prinsip-prinsip agama, tauhid lebih mirip dengan

ilmu logika (manthiq) yang digunakan untuk menjelaskan liku-liku

argumentasi dalam ilmu-ilmu para ahli teori (ilmu-ilmu rasional).16

4. Murtadha Muthahhari

Di lain sisi, Murtadha Muthahhari yang mana juga dikenal

sebagai failasuf yang banyak menelurkan karya-karya besar

mempunyai pandangan tersendiri terkait tauhid. Bagi Murtadha

Muthahhari, tauhid dihadapkan dengan dunia nyata, dunia sosial, dan

dunia kultural manusia. Tauhid olehnya terklasifikasi ke dalam dua

bagian yakni: tauhid teoritis dan tauhid praktis. Tauhid teoritis

15 Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, hlm. 10-16. 16 Nurcholish Madjid, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm.

366.

Page 53: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

42

adalah tauhid yang membahas tentang keesaan zat, keesaan sifat, dan

keesaan perbuatan Tuhan. Dalam wilayah tauhid teoritis ini khusus

berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran

kita tentang Tuhan. Sedangkan tauhid praktis atau disebut juga

sebagai tauhid ibadah adalah berhubungan dengan kehidupan dunia

praktis manusia, tauhid ini merupakan penerapan dari tauhid

teoritis.17

Menurut Murtadha Muthahhari, suatu ilmu yang bersifat

teoritis, belum tentu akan memberikan pengaruh dalam kehidupan

praktis manusia. Sebagai contoh, para ahli zaman purba berpendapat

bahwa bumi merupakan pusat alam. Benda-benda langit, termasuk

matahari, beredar mengitari bumi. Tetapi kemudian teori ini

dibatalkan oleh para sarjana modern, mereka mengatakan bahwa

mataharilah yang sebenarnya menjadi pusat dari semua benda-benda

angkasa tersebut, dan planet-planet, termasuk juga bumi lah yang

sebenarnya mengelili matahari. Dari contoh ini kemudian Murtadha

Muthahhari mengemukakan pertanyaan, apakah dengan perubahan

teori ini lantas akan berpengaruh pada kehidupan dan budi pekerti

manusia? Jawabannya adalah tidak.18

17 Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi atas Pandangan Dunia Islam, (Bandung: Yayasan

Muthahhari, 1981) hlm. 82. 18 Zainun Kamal, Pemikiran Murtadha Muthahhari di Bidang Teologi, Jurnal al-Hikmah,

No.4 November 1991-Februari 1992), hlm. 102.

Page 54: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

43

Oleh sebab itu, bagi Murtadha Muthahhari, tauhid teoritis saja

yakni tauhid yang hanya percaya semata akan keesaan zat, sifat,

serta perbuatan Tuhan tidak dapat disebut sebagai orang yang sudah

bertauhid yang sempurna dan hakiki dalam pandangan Islam. Yang

disebut tauhid hakiki ialah kesatuan antara tauhid teoritis dan tauhid

praktis dalam diri dan kehidupan manusia. Di sinilah letak perbedaan

antara seseorang yang bertauhid (muwahhid) dengan seseorang yang

musyrik. Di mana secara teoritis bertauhid, tetapi dalam praktek

kehidupan sehari-hari patuh dan mengabdi kepada Tuhan-Tuhan

yang selain-Nya.19

D. Dalil-Dalil Tauhid dalam Al-Qur’an dan Hadits

Terkait dalil-dalil yang memuat tentang ajaran tauhid, sebagaimana

telah disinggung pada pembahasan sebelumnya bahwa tauhid merupakan

bagian paling penting, di mana bagian ini harus dipahami secara utuh agar

maknanya yang sekaligus mengandung klasifikasi jenis-jenisnya dapat

terealisasi dalam kehidupan, dalam kaitan ini tercakup dua hal yakni;

memahami ajaran tauhid secara teoritis berdasarkan dalil-dalil al-Qur’an,

Sunnah, dan akal sehat, serta pengimplementasian ajaran tauhid dalam

kenyataan sehingga ia menjadi fenomena yang tampak dalam kehidupan

19 Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi, hlm. 32.

Page 55: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

44

manusia. Secara teoritis, tauhid diklasifikasikan dalam tiga jenis yakni; a.

Tauhid Rububiyah, b. Tauhid Uluhiyah, c. Tauhid Asma’ Wa-shifat.

1. Tauhid Rububiyah

Rububiyah merupakan kata yang dinisbatkan kepada salah satu

nama Allah SWT, yakni Rabb. Nama ini mempuunyai beberapa arti

di antaranya seperti al-murabbi (pemelihara), an-nasir (penolong),

al-malik (pemilik), al-mushlih (yang memperbaiki), as-sayyid (tuan)

dan al-wali (wali).20

Dalam terminologi syari’at Islam, istilah tauhid rububiyyah

diartikan sebagai: “percaya bahwa hanya Allah-lah satu-satunya

pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan takdirnya-Nya

ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan

sunnah-sunnah-Nya”. Dalam pengertian ini, istilah tauhid rububiyah

bisa dikatakan belum terlepas dari akar makna bahasanya. Sebab

Allah adalah pemelihara makhluk, para Rasul dan wali-wali-Nya

dengan segala spesifikasi yang telah diberikannya kepada mereka.

Rezeki-Nya meliputi semua hamba-Nya. Dialah penolong rasul-

rasul-Nya dan wali-wali-Nya, pemilik bagi semua makhluk-Nya,

yang senantiasa memperbaiki keadaan mereka dengan pilar-pilar

kehidupan yang telah diberikannya kepada mereka, tuhan kepada

siapa derajat tertinggi dan kekuasaan itu berhenti, serta wali atau

pelindung yang tak terkalahkan yang mengendalikan urusan para

20 Abdullah al-Buraikan, Pengantar Studi Aqidah Islam, hlm. 141.

Page 56: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

45

wali dan rasul-Nya. Tauhid rububiyah mencakup dimensi-dimensi

keimanan berikut ini: Pertama, beriman kepada perbuatan-perbuatan

Allah yang bersifat umum. Misalnya, menciptakan, memberi rizki,

menghidupkan,mematikan, menguasai. Kedua, beriman kepada

takdir Allah. Ketiga, beriman kepada zat Allah. Adapun landasan

tauhid rububiyah adalah:21

لمين ٱلع رب ٱلحمد لله

Artinya: “Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.” (Q.S.

Al-Fatihah: 2).

أل له ٱلخلق وٱلمر

Artinya: “Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak

Allah.” (QS. al-A’raaf: 54).

ا لكم خلق لهذيٱ هو هنه لسهما ء ٱ إلى ستوى ٱ ثمه جميعا لرض ٱ في مه ى فسوه

ت سبع و عليم شيء بكل وهو سم

Artinya: “Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di

bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu

dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala

sesuatu.” (Q.S. al-Baqarah : 29).

يشفين فهو مرضت وإذا

Artinya: Dan apabila aku sakit, dialah yang menyembuhkan

Aku”. (Q.S. asy-Syu’ara: 80).

21 Abdullah al-Buraikan, Pengantar Aqidah, h. 142

Page 57: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

46

2. Shifat-Asma wa ash-Tauhid al

Definisi dari tauhid ini ialah pengakuan dan kesaksian yang

tegas atas atas semua nama dan sifat Allah yang sempurna dan

termaktub dalam ayat-ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW,

adapun landasannya adalah;

لبصير ٱ لسهميع ٱ وهو شيء ۦكمثله ليس

Artinya: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan dia, dan

dia maha mendengar lagi maha melihat.” (Q.S. asy-Syuura: 11).

Dalam firman tersebut, terlihat Allah SWT menetapkan sifat-

sifat bagi diri-Nya secara rinci, yakni dengan menyebut bagian-

bagian kesempurnaan itu satu persatu. Inilah sinyalemen dalam

bagian kedua ayat tersebut: “…dan Dia Maha Mendengar lagi Maha

Melihat”. Maka Allah Swt, menetapkan sifat mendengar dan melihat

bagi diri-Nya sendiri. Tetapi Allah Swt, juga menafikan sifat-sifat

kekurangan dari diri-Nya. Tetapi penafian tersebut bersifat umum.

Artinya, Allah menafikan semua bentuk sifat kekurangan bagi diri-

Nya yang bertentangan dengan kesempurnaan-Nya secara umum

tanpa merinci pada satuan-satuan dari sifat-sifat kekurangan tersebut.

Page 58: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

47

Selain itu, terkadang hal sebaliknya juga, di mana Allah

menetapkan sifat-sifat bagi diri-Nya secara global merinci sifat-sifat

kekurangan yang ingin dinafikan. Misalnya ayat berikut ini;

لحمد ٱ لمين ٱ رب لله لع

Artinya: “Segala Puji Bagi Allah Tuhan Semesta Alam.” (Q.S.

al-Fatihah: 2).

نوم ول سنة ۥتأخذه ل

Artinya: “...Tidak mengantuk dan tidak tidur…”. (Q.S. Al-

Baqarah: 255).

3. Tauhid Uluhiyah

Term Uluhiyah diambil dari akar kata ilah yang berarti

disembah dan yang dita’ati. Kata ini juga digunakan untuk menyebut

sembahan yang hak dan yang batil. Untuk sembahan yang haq

terlihat dalam firmannya:22

ٱ ه ل لله لقي وم ٱ لحي ٱ هو إله إل

22 Abdullah al-Buraikan, Pengantar Aqidah, hlm. 147

Page 59: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

48

Artinya: “Dialah Allah yang tiada tuhan selain dia, yang hidup

kekal lagi terus menerus mengurus urusan makhluknya…”. (Q.S. al-

Baqarah: 255).

هه تهخذ ٱ من أفرءيت ه ۥإل هوى

Artinya: “Apakah Engkau Telah Melihat Orang Yang

Menjadikan Hawa Nafsunya Sebagai Tuhannya?” (Q.S. al-Jaatsiyah:

23).

Tetapi kemudian pemakaian kata ilah lebih dominan

digunakan untuk menyebut sembahan yang haq, sehingga maknanya

berubah menjadi: Dzat yang disembah sebagai bukti kecintaan,

penggunaan, dan pengakuan atas kebesaran-Nya. Dengan demikian

maka kata ilah mengandung dua makna yakni: ibadah dan ketaatan.

Sementara itu, pengertian tauhid uluhiyah dalam terminologi syari’at

Islam sebenarnya bisa dibilang tidak keluar dari kedua makna

tersebut. Maka definisinya adalah: “Mengesakan Allah dalam ibadah

dan ketaatan. Atau mengesakan Allah dalam perbuatan seperti

sholat, puasa, zakat, haji, nazar, menyembelih sembelihan, rasa

takut, rasa harap dan cinta. Dari hal-hal tersebut dimaksudkan bahwa

kita menjalankan perintah serta menjauhi larangan-Nya sebagai

bentuk ketaan dan semata-mata untuk mencari ridho Allah.23

23 Abdullah al-Buraikan, Pengantar Aqidah, hlm. 153.

Page 60: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

49

Page 61: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

48

BAB IV

ANALISA PEMIKIRAN TAUHID SYAIKH ‘ABDU AL- ṢOMAD AL-

PALIMBĀNĪ DALAM KITAB HIDĀYATU AL- SĀLIKĪN

Pada pembahasan sebelumnya, telah sedikit direview mengenai definisi

dan sedikit penjabarannya tentang tauhid oleh beberapa tokoh. Terkait hal ini,

uraian Al-Palimbānī tentang tauhid menjadi salah satu sumbangsih yang besar dalam

perpetaan akidah di Nusantara.

A. Corak Tauhid Menurut Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī

Al-Palimbānī mempunyai peran dan kontribusi besar dalam sketsa

intelektualisme Nusantara, sumbangan keilmuannya mencakup banyak sisi

terutama dalam bidang akidah Islam, Azyumardi Azra menyebut al-Palimbānī

sebagai penafsir paling berwibawa dan kreatif dalam tasawuf al-Ghazali.1

Jika dilihat dari riwayat skematik ulama-ulama besar yang pernah menjadi

guru al-Palimbānī, tampaknya hal tersebut bisa menjadi sebuah indikator

terkait proses pembentukan intelektualitas al-Palimbānī dalam menguasai

ilmu agama.

Pada sisi yang lain, dalam proses pematangan intelektualitas serta

legilitas keilmuannya, salah satunya dalam bidang tarekat, al-Palimbānī

pernah menjadi khalifah tarekat Sammānīyah berdasarkan kepercayaan syaikh

Samman yang beraliran sunni kepadanya di Madinah. Meski dalam konteks

ulama di Nusantara nama al-Palimbānī sangat otoritatif terkait mistisisme

1 Mal An Abdullah, Syaikh Abdus-Samad al-Palimbani: Biografi dan Warisan Keilmuan,

(Yogyakarta: Lkis, 2015), hlm. 2.

Page 62: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

49

Islam, al-Palimbānī menguasai berbagai disiplin ilmu agama yang

komprehensif

seperti hadīth, fiqh, sharī‘ah, kalām, tafsīr al-Qur’ān dan sebagainya,

sehingga al-Palimbānī benar-benar tumbuh dan berkembang dengan karakter

seorang ulama yang memiliki keluasan ilmu agama yang sempurna, sehingga

tidak heran jika pada akhirnya al-Palimbānī memiliki banyak murid yang

tersebar di seluruh pelosok Nusantara. 2

Tradisi intelektualitas al-Palimbānī dalam konteks Islam Melayu

Nusantara, bisa ditelisik dari posisi Palembang yang pernah dicatat sebagai

salah satu pusat peradaban yang penting. Di mana Kesultanan Palembang

setelah abad ke-18 berkembang menjadi tempat tumbuh suburnya

pengetahuan di bidang kesusastraan dan agama, sehingga hal tersebut dinilai

berhasil menggantikan posisi Aceh yang sejak akhir abad ke-17 mengalami

kemunduran. Selama kurun waktu abad ke-18 dan 19, Palembang

memunculkan ulama-ulama yang produktif berkarya yang memberi

kontribusi penting bagi lahirnya tradisi keilmuan di Palembang, dan

Nusantara. Mereka tidak hanya mengarang karya sendiri tetapi juga telah

menerjemahkan sejumlah kitab-kitab seputar khazanah intelektual Islam yang

penting. Lewat karya-karya penting mereka inilah, masyarakat muslim (yang

2 Syamsu Rijal & Umiarso, Rekontekstualisasi Konsep Ketuhanan Abd Samad al-

Palimbani, (Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol. 8, No. 1, Juni 2018), hlm. 93.

Page 63: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

50

tinggal di negeri-negeri melayu) dapat lebih mudah untuk mengakses

khazanah keislaman yang tersimpan dalam sumber-sumber Arab.3

Para ulama Palembang dari masa tersebut berhasil memelihara

kesinambungan pengkajian yang pernah berkembang di Aceh sekaligus

mampu mengembangkan kecenderungan keilmuannya yang khas. Dalam

aspek disiplin ilmu misalnya, naskah-naskah Palembang yang dipelajari oleh

Oman Fathurahman (filolog) masih mencerminkan tekanan pada bidang

tasawuf, demikian dengan yang dilakukan Aceh. Tetapi, berbeda dengan

Aceh yang mana untuk waktu yang lama pernah mengembangkan jenis

tasawuf falsafi dengan wahdat al-wujud sebagai wacana pokoknya, para

ulama Palembang sejak awal lebih memilih pada tasawuf Sunni yang

ortodoks, yang mana berusaha menekankan keterpaduan tasawuf sebagai ilmu

yang berfungsi mengolah batin manusia dengan fikih (ilmu untuk sisi lahir),

sebuah tradisi tasawuf yang rekonsiliatif dan kini juga dikenal sebagai neo-

sufisme.4

Dari sketsa tersebut, Palembang berhasil memunculkan karakteristik

baru nan khas dibandingkan dengan Aceh, tradisi Palembang memperlihatkan

pengaruh tasawuf Sunni al-Ghazali yang sangat kuat. Moris, seorang

sarjanawan dalam desertasinya bahkan menggambarkan Palembang abad ke-

18 sebagai the center for al-Ghazzali tradition sufism. Drewes dalam

temuannya juga menunjukkan bahwa karya tulis keagamaan yang beredar di

3 Mal An Abdullah, Syaikh Abdus-Samad, hlm. 98.

4 Mal An Abdullah, Syaikh Abdus-Samad, hlm. 99.

Page 64: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

51

Palembang pada kisaran abad ke-18 dan 19 tidak menunjukkan adanya karya

ulama yang beraliran seperti Hamzah Fansuri dan Syamsuddin al-Sumatrani

atau karya-karya ulama heteredoks lain. Tetapi sebaliknya, karya al-Raniri

dan al-Sinkili mendapatkan apresiasi yang luas.5

Sumbangan tradisi al-Palimbānī ialah kemampuannya

mengintegrasikan perspektif tasawuf falsafi Ibn ‘Arabi ke dalam kerangka

tasawuf akhlaqi al-Ghazali. Dengan pijakan pada al-Ghazali, tradisi

palimbani secara langsung atau tidak langsung sedang menggiring Ibn ‘Arabi

ke marginal, dalam artian karya-karya Ibn ‘Arabi dan para pengikutnya tidak

pernah ditolak, hanya saja disarankan bagi pejalan ruhani yang sudah berada

pada tingkat muntahi.6

Dalam sketsa ilmu ketuhanan yang beredar begitu kompleks, pada masa

al-Palimbāni sudah ada tiga ajaran mengenai ketuhanan yang dianggap benar

semuanya, meskipun terkadang di antara ketiganya tampak berlawanan,

yakni: pertama, ajaran ketuhanan dalam ilmu ushuluddin yang tidak

mengakui adanya Tuhan selainn Allah. Kedua, ajaran fana dalam tauhid yang

memandang bahwa yang ada hanya Allah. Ketiga, ajaran wahdatul wujud

yang menganggap bahwa alam semesta ini merupakan penampakan lahir

Allah. Ketiga pandangan tersebut bagi al-Palimbāni dipandang tidak

berlawanan, dan diuraikan dalam karya pokoknya Sairu-Salikin.7

5 Mal An Abdullah, Syaikh Abdus-Samad, hlm. 100. 6 Mal An Abdullah, Syaikh Abdus-Samad, hlm. 100. 7 Chatib Quzwain, Mengenal Allah Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh Abdus

Samad Al-Palimbani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 37

Page 65: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

52

Antara tauhid dan makrifah dalam bahasan al-Palimbāni masih saling

berkaitan. Pergulatan antara makrifah dan tauhid sudah menemui perjalanan

yang begitu panjang, dalam abad ketiga Hijri (19 M) di mana ketika tasawuf

mulai mendapatkan bentuknya yang jelas sebagai mistik Islam, para sufi telah

membicarakan makrifah dan tauhid dalam arti mengenal Allah secara

langsung, dengan pandangan batin yang telah mendapat pancaran sinar-Nya,

dan tenggelam dalam esaan-Nya yang mutlak itu sedemikan rupa, sehingga

yang dipandang ada hanya Dia.8

Makrifah dan tauhid di mana pada dasarnya merupakan suatu maqam

(tingkatan kerohanian) tertinggi dan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh para

sufi. Oleh sebab itu, semenjak abad ketiga Hijri, masalah ini merupakan

bagian inti dalam pembicaraan mistik Islam. Tetapi yang menjadi catatan

adalah, ajaran ini tidak mungkin bisa dipahami oleh orang-orang Islam yang

bukan sufi sebagai suatu hal yang tidak berlawanan dengan konsepsi

ketuhanan menurut akidah Islam pada umumnya. Para sufi abad ketiga Hijri

tersebut seperti Dzunnun Al-Mishri, Junaid al-Baghdadi sering dituduh kafir

atau zindiq, dan tuduhan tersebut juga dilancarkan pada al-Hallaj yang

akhirnya dijatuhi hukuman mati.9

8 Chatib Quzwain, Mengenal Allah, h. 32 9 Chatib Quzwain, Mengenal Allah, h. 34

Page 66: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

53

B. Sifat Wajib Tuhan Menurut Syaikh ‘Abdu Al-Ṣomad Al-Palimbānī

Terkait ajaran pertama dalam kitab hidāyatu al-sālikīn, al-Palimbāni

menjelaskan tentang akidah Ahlus-Sunnah Wal-Jamaah, di mana ia

menerangkan bahwasannya Allah itu:

1. “Wahidun lâ syarikalah, artinya: Esa tiada yang menyekutui bagi-

Nya.

2. Fardu lâ nadziru lahu, artinya: Tunggal tiada bagiNya banding.

3. Azaliyyu lâ bidâyatalah, artinya: sedia tiada baginya permulaan.

4. Sarmadiyyu lâ nihâyat, artinya: kekal tiada bagiNya kesudahan.

5. Munazzatu an musyâbahati al-makhluqâti, artinya: Maha suci dari

pada menyerupai akan segala makhluk.

6. Muqqodasu an mumâ tsalati al-muhdâtsati, artinya: Maha suci

daripada bersamaan dengan segala yang baharu.

7. Laysa kamitslihi syaiy’un wa huwa al-samiu al-bashir, artinya: tiada

sesuatu yang seumpama Allah taala dan yaitu yang mendengar dan

yang melihat.

8. Laysa bijismin mushowwarin, artinya: tiada Allah taala itu berjisim

yang berupa.

9. Ta’ala allahu an al-i’tiqâlati wa al-harakâti wa al-hululi wa al-aqtâri

wa al-jihâti, artinya: Maha suci Allah taala daripada berpindah dan

Page 67: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

54

bergerak dan mengambil tempat dan bertempat yang tertentu pada

sesuatu benua dan berpihak dengan pihak yang tertentu.

10. Lâ yahwiyhi makânu, Artinya: tiada meliputi akan Allah taala itu oleh

tempat.

11. Wa lâ yahshihi zamânu, artinya: tiada menentukan Allah taala oleh

zaman.

12. Kâna qabla an khalaqa al-zamâna wa al-makâna. Wa huwa al’âna

‘ala ma alayhi kâna, artinya: Allah taala itu dahulu daripada bahwa ia

menjadikan akan zaman dan tempat. Dan adalah Allah taala sekarang

atasnya, yaitu ada Ia sedia tiada berubah-ubah daripada sedianya.”10

Terkait sifat wajib Tuhan, al-Palimbāni dalam hidāyatu al-sālikīn

mewajibkan setiap muslim yang aqil baligh untuk mengetahui sifat-sifat yang

wajib pada Allah yakni:11

1. Wujud, artinya ada.

2. Qidam, artinya sedia.

3. Baqa’, artinya kekal.

4. Mukholafatuhu lil-hawadits, artinya (bersalahan) bagi segala yang

baharu.

5. Qiyamuhu ta’ala binafsihi, artinya berdiri dengan sendiri-Nya.

6. Wahdaniat, artinya Esa.

10 Syekh Abdus-Shamad al-Falimbani, Hidayatus-Salikin Fi Suluki Maslakil-Muttaqin,

diterjemahkan oleh: KH. Ahmad Fahmi Bin Zamzam, (Kalimantan Selatan: Darussalam Yasin,

2019), hlm. 19. 11 Syaikh ‘abdu al-Somad al-Palimbānī, Hidayatus Salikin fi Suluki Maslakil Muttaqin,

ditahqiq oleh Ahmad Fahmi bin Zamzam (Kalimantan Selatan: TB. Darussalam Yasin, cet ke-VI,

2019), hlm. 20-21.

Page 68: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

55

7. Qudrat, artinya kuasa.

8. Iradat, artinya berkehendak.

9. Ilmu, artinya mengetahui.

10. Hayat, artinya hidup.

11. Sama’, artinya mendengar.

12. Bashar, artinya melihat.

13. Kalam, artinya berkata-kata.

14. Qaunuhu taala qadiran, artinya keadaan Allah yang kuasa.

15. Kaunuhu taala muridan, artinya keadaan Allah yang

berkehendak.

16. Kaunuhu taala ‘aliman, artinya: keadaan Allah yang mengetahui.

17. Kaunuhu taala hayyan, artinya: keadaan Allah taala yang hidup.

18. Kaunihu ta’ala sami’an, artinya keadaan Allah taala yang

mendengar.

19. Kaunuhu taala bashiran, artinya: keadaan Allah taala yang

melihat.

20. Kaunuhu taala mutakalliman, artinya keadaan Allah taala yang

berkata-kata.

Selanjutnya, selain sifat-sifat yang mesti ada pada Allah, ada juga sifat-

sifat yang mustahil pada hak Allah. Sifat-sifat tersebut juga berjumlah dua

puluh dan merupakan lawan dari sifa-sifat di atas. Adapun sifat jaiz Allah,

yakni sifat yang harus pada hak Allah taala, yakni perbuatan yang mumkin

atau meninggalkan. Selain itu, al-Palimbānī juga menyebutkan sifat-sifat

yang wajib ada pada Rasul yakni:12

1. Shidiq, artinya benar.

12 al-Palimbānī, Hidayatus Salikin, hlm. 21.

Page 69: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

56

2. Amanah, artinya kepercayaan.

3. Tabligh, artinya menyampaikan segala barang yang disuruhkan

mereka itu menyampaikan akan dia kepada segala makhluk.

Selain ketiga sifat di atas, ada juga sifat mustahil yang merupakan

lawan dari ketiga sifat Rasul yang harus ada, yakni:

1. al-Kidzb, artinya dusta

2. al-Khianat, artinya curang,

3. al-Kitman, artinya menyembunyikan.

Selanjutnya, menurut al-Palimbāni sifat yang harus ada bagi para rasul

yakni adanya sifat-sifat kemanusiaan (sakit, dll) yang mana pada dasarnya

tidaklah akan mengurangi martabat para rasul yang tinggi tersebut. Dengan

demikian, al-Palimbāni menekankan kepada mukallaf yang aqil baligh untuk

mengetahui dan mengi’tiqadkan bahwasannya Allah SWT membangkitkan

Nabi yang ummi (yang tidak bisa membaca dan menulis), daripada Quraisy,

dilahirkan di Makkah al-Mukarramah dan dimakamkan di Madinah al-

Munawwarah. Yakni Muhammad Ibn Abdullah Ibn Abdul Muttalib Ibn

Manaf Ibn Hasyim Ibn Manaf, yang diutus menjadi Rasul kepada sekalian

Arab, Ajam, jin, dan manusia. Dan kehadirannya menggantikan syariat atas

segala syariat nabi yang dahulu, dan Nabi Muhammad SAW adalah penghulu

segala manusia serta segala anbiya terdahulu.13

13 al-Palimbānī, Hidayatus Salikin, h. 21-22

Page 70: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

57

Bagi al-Palimbāni, selain perkara-perkara yang diwajibkan di atas,

diwajibkan pula pada setiap aqil baligh untuk menjalankan setiap khabar

Allah melalui Nabi Muhammad SAW. Serta tidak diterimanya iman

seseorang apabila ia menolak khabar yang dibawakan Nabi Muhammad

SAW serta juga menolak peristiwa eskatologisnya (peristiwa setelah

kematian) seperti:

1. Soal Munkar dan Nakir yang memberi pertanyaan pada mayit

tentang: Siapa Tuhanmu? Apa agamamu? Dan siapa nabimu?.

2. Akan adanya siksa kubur bagi ahli maksiat dan nikmat kubur bagi

ahli ibadah.

3. Akan adanya mizan atau neraca di dalam akhirat yang menimbang

segala amal manusia.

4. Akan adanya shirath, yakni titian di atas neraka jahanam yang mana

lebih halus (kecil) daripada rambut dan lebih tajam daripada

pedang, dimana bagi para munafiq dan kafir akan jatuh ke dalam

neraka. Tetapi tidak dengan kaki orang mukmin yang kemudian

akan masuk ke dalam surga, tetapi meski begitu tetap tergantung

pada amal dari mukmin tersebut, di mana setengah dari mereka

melalui perjalanan yang bagaikan kilat yang menyambar, sebagian

seperti burung yang terbang, sebagian lagi ada yang seperti kuda

yang lari, sebagian lagi ada yang berjalan, sebagian lagi ada yang

merangkak, sebagian lagi ada yang mengesot.

Page 71: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

58

5. Akan adanya telaga al-Kautsar, yakni telaga yang airnya lebih putih

dari susu serta lebih manis dari madu yang akan membuat orang-

orang mukmin yang meminumnya menjadi hilang dahaganya pada

mereka dalam perjalanan sebelum masuk surga.

6. Akan adanya hisab pada amal segala manusia.

7. Keyakinan bahwa setiap mukmin yang mengesakan Allah sedang ia

dalam siksa api neraka, pada akhirnya akan diangkat oleh Allah

karena anugerah-Nya.

8. Keyakinan akan adanya syafa’at segala anbiya.

9. Keyakinan bahwa segala sahabat Nabi Muhammad SAW semuanya

adil.

10. Maka barang siapa mengi’tiqadkan akan segala yang demikian itu

serta i’tiqad yang ta’yin (nyata) maka mereka termasuk pada ahlu

al-haq (orang yang berpegang pada kebenaran), yakni i’tikad

Ahlus-Sunnah wal-Jamaah.14

C. Penjelasan Tauhid Menurut Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī

Terkait pembahasan seputar tauhid, al-Palimbānī dalam hal ini

menerjemahkan penjelasan al-Ghazali mengenai empat tingkatan tauhid,

sebagaimana berikut:

Tingkat pertama adalah apabila seseorang mengucapkan la ilaha

illallah ia harus dimasukkan ke dalam golongan orang yang bertauhid, selain

14 al-Palimbānī, Hidayatus Salikin, hlm. 24-25.

Page 72: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

59

dari ucapannya, dikarenakan kita tidak mampu untuk mengetahui hatinya,

maka jika di dalam hatinya ia mengingkari makna kalimat tersebut menurut

al-Palimbānī ia adalah orang munafik, termasuk juga dengan orang yang

mengucapkan kalimat tauhid itu tanpa mengingat maknanya dalam hati.15

Setingkat di atasnya, yakni tauhid orang awam, yang mana

mengucapkan kalimat tauhid dengan mengingat serta mengimani maknanya

menurut yang biasa dikenal oleh orang-orang Islam, yakni “tiada Tuhan

selain Allah”. Tetapi yang menjadi catatan adalah, kata awam di sini bukan

merujuk pada orang yang tidak mendalami teologi Islam, melainkan standar

yang dibicarakan oleh para ahli fiqh dan ulama kalam.16

Selanjutnya pada tauhid tingkat ketiga, menurut al-Palimbānī ialah

tauhid yang di mana seseorang memandang dan menemukan keesaan Allah

SWT dengan hatinya, dan memandang alam serta kehidupan dengan berbagai

macam bentuk dan perbedaannya sebagai ciptaan-Nya yang mencerminkan

kebijaksanaan dan keadilan-Nya. 17 Tetapi hal ini tidak ditempuh melalui

hasil renungan reflektif mengenai Tuhan dan alam semesta ini, melainkan

sesuatu yang dicapai oleh orang-orang yang telah mendapatkan pancaran nur

al-haqq atau dibukanya ilmu laduni oleh Allah SWT serta tentunya melalui

15 Chatib Quzwain, Mengenal Allah, hlm. 41. 16 Chatib Quzwain, Mengenal Allah, hlm. 42. 17 Chatib Quzwain, Mengenal Allah, hlm. 43.

Page 73: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

60

pembinaan rohani dalam tarekat,18 tauhid ini menurut al-Palimbānī disebut

tauhidnya orang muqarrabin.

Tauhid tingkat keempat atau tertinggi, menurut al-Palimbānī ialah

tauhidnya orang shiddiqin (percaya penuh). Di mana seluruh kesadaran batin

telah terpusat pada Tuhan, tidak lagi memandang wujud yang lain, sehingga

mereka tidak menyadari lagi wujud diri mereka sendiri, yang menurut para

sufi adalah “tabir terbesar antara Tuhan dan manusia”. Orang yang sudah

mencapai tauhid titik ini sebagaiman penjelasan sebelumnya ialah orang yang

sudah tidak memandang lagi sesuatu selain esensi Tuhan yang Esa.19

D. Tinjaun Analisis Tauhid Syaikh ‘Abdu Al- Ṣomad Al-Palimbānī

Berdasarkan urain-uraian yang telah disampaikan pada bab-bab

sebelumnya, menurut analisis penulis, banyak pemikiran Al-Palimbānī

khususnya pada bidang akidah yang tidak dijelaskan atau diuraikan secara

rinci dalam satu kitab, melainkan terkadang masih disinggung atau bahkan

sedikit dibahas pada kitabnya yang lain, tetapi masalah yang lain adalah, tidak

semua karya-karya Al-Palimbānī dapat ditemukan sampai saat ini yang dapat

dipelajari oleh khalayak umum (diterbitkan dan diterjemahkan ulang), tetapi

masih banyak yang berupa (manuskrip) yang hanya disimpan di palembang

serta perpustakaan nasional, hal ini yang menurut hemat penulis menjadi

18 Ahmad Bagus Kazhimi, Konsep Suluk ‘Abd Al-Samad Al-Falimbani: Studi Kitab Siyar

Al-Salikin Fi Tariqah Al-Sadat Al-Sufiyah, (Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 6, No. 1, Juni

2020) hlm. 102. 19 Chatib Quzwain, Mengenal Allah, hlm. 43.

Page 74: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

61

salah satu sebab tidak terlalu banyak nya orang yang meneliti tentang Al-

Palimbānī ini.

Selain itu terkait ajaran tauhidnya, Al-Palimbānī lebih banyak

terinspirasi oleh al-Ghazali. Kitab Hidayatus-Salikin misalnya, di mana kitab

tersebut merupakan terjemah dari kitab Bidayatul Hidayah yang mana

merupakan sebuah ringkasan dari kita Ihya’ Ulumuddin, tetapi ia juga

sembari menambahkan argumen-argumen dan pandangannya. Selain itu,

ajaran al-Palimbānī tentang tauhid memang sangat kental dengan ajaran

tasawuf, yang sebagaimana kita ketahui bahwa bidang tersebut merupakan

keahliannya dan sangat otoritatif di sana. Adapun ajaran-ajaran yang

digaungkan olehnya termasuk tentang ajaran ketuhanan pada dasarnya

dibangun berdasarkan atau bahkan untuk menguatkan akidah ahlus sunnah

wa al-jamaah yang diyakininya.20 Tentu hal tersebut bukanlah sesuatu yang

aneh, di mana jika kita lihat track recordnya akan keakrabannya pada aliran

tersebut bahkan sampai guru-guru yang ditemuinya.

Jika diamati secara seksama, tujuan akhir yang ingin dicapai oleh para

mistikus Islam adalah makrifah dan tauhid, dalam artian ingin mengenal

Tuhan secara langsung dan tenggelam dalam keesaan-Nya itu. Selain itu

terkait hal ini, Al-Palimbānī sebagaimana para mistikus lain menunjukkan

akan adanya suatu jalan yang hatus ditempuh yang terdiri dari beberapa

tingkatan (maqamat) yang harus dilewati satu demi satu, dan di dalam

perjalanan yang panjang tersebut mereka juga mengalami berbagai keadaan

20 al-Palimbānī, Hidayatus Salikin, hlm. 5.

Page 75: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

62

batin. Secara umum, terkait hal ini pendapat al-Palimbānī tidaklah berbeda

dengan para sufi lainnya misalnya seperti:21

1. Taubat

2. Takut dan Harap

3. Zuhud

4. Sabar

5. Syukur

6. Ikhlas

7. Tawakkal

8. Mahabbah

9. Ridha

10. Makrifah

11. Fana dan baka

12. Keesaan dalam keterbilangan

21 Firdaus, Meretas Jejak Sufisme di Nusantara, (Jurnal: Al-Adyan, Vol. 13, No. 1, 2018),

hlm. 328.

Page 76: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

62

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam peta perkembangan ajaran Islam, terdapat banyak tradisi

keilmuan yang bersumber oleh ajaran Islam itu sendiri dan kemudian

dikembangkan oleh para tokoh intelektual muslim. Tradisi keilmuan tersebut

meliputi berbagai aspek yang esensial, salah satunya adalah tauhid yang mana

merupakan fondasi penting yang juga memuat seputar ajaran ketuhanan yang

harus diketahui oleh semua muslim. Dalam hal ini, al-Palimbānī adalah salah

satu tokoh besar khususnya di Nusantara, juga mempunyai perhatian dan

peranan besar mengenai tauhid.

Bagi al-Palimbānī, tauhid merupakan tujuan dari manusia untuk

mengenali Tuhannya. Tuhan adalah Esa dan tiada sekutu bagi-Nya (Wahidun

lâ syarikalah), tunggal, kekal, dan tiada berjisim, tidak bertempat, dan tiada

yang meneyerupainya. Selain itu, menurut al-Palimbānī Allah mempunyai

dua puluh sifat wajib. Selanjutnya, al-Palimbānī menekankan terkait adanya

peristiwa setelah kematian merupakan bagian dari ajaran tauhidnya.

Al-Palimbānī sendiri pada dasarnya, memberikan uraian atau ajaran

yang sejalan dengan aliran ahlussunnah wa al-jamaah, selain faktor sosial

sedari kecil di tempat ia tiggal yang begitu erat dengan aliran tersebut, serta

dalam proses pengembaraan intelektualismenya yang berjumpa dengan

Page 77: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

63

banyak guru yang beraliran ahlu sunnah, pada dasarnya tanah Nusantara

sendiri memang sudah

menjadi mayoritas yang mengikuti aliran tersebut, maka bukan menjadi

hal aneh jika ajaran al-Palimbānī diterima luas pada kalangan masyarakat dan

mempunyai banyak murid di Nusantara.

Selain hal tersebut, pada kisaran waktu al-Palimbānī masih hidup dan

bahkan sampai sekarang, masyarakat Nusantara pada umumnya mempunyai

ketertarikan pada sisi mistisisme Islam (tasawuf), sedangkan al-Palimbānī

sendiri berada pada maqam sufi, yang begitu kuat dalam tarekat, dan bisa

dibilang mampu mendamaikan ajaran mistik Islam dengan syariat yang pada

waktu itu dipandang bermasalah yang di antaranya disebabkan oleh

penyimpangan orang yang bersufi-sufian dan bertasawuf yang sesat.

B. Saran

Dari hasil penelitian tersebut tentang konsep tauhid menurut al-

Palimbānī, kajian ini belum memetakan secara utuh dan rinci terkait segala

ajaran al-Palimbānī dalam berbagai sudut pembahasan. Oleh karena itu masih

diperlukan penelitian lebih lanjut untuk memetakan pengaruh pemikirannya.

Tujuan akhir dari sebuah pemikiran tidak hanya menjadi bahan diskusi secara

analisis, tetapi menjadi bukti praksis bagi kehidupan bermasyarakat.

Hal-hal yang telah dipaparkan dalam skripsi ini hanyalah sebagian dari

pemikiran al-Palimbānī. Skripsi ini bermaksud dan diharapkan sebagai salah

Page 78: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

64

satu usaha untuk menguak sedikit dari pemikiran al-Palimbānī. Penyusun

berharap penelitian yang sangat terbatas ini dilanjutkan, karena penyusun

merasa penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, kritik yang sekiranya

membangun sangat dinantikan. Semoga bermanfaat.

Page 79: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

65

DAFTAR PUSTAKA

Nasution, Harun. Teologi Islam aliran aliran sejarah analisa perbandingan,

Jakarta: UI-Press, 1986.

________, Teologi Islam aliran aliran sejarah analisa perbandingan, Jakarta: UI-

Press, 2002.

Hasan, Tholhah, Muhammad. Islam dalam persepektif Sosio-Kultural Cet, III;

Jakarta: Lantabora Prees, 2005.

Mansur, Laily. Pemikiran Kalam dalam Islam Cet, I; Jakarta: Pustaka Firdaus,

1994.

Muhyiddin, Muhammad Abdul Hamid, Prinsip-prinsip dasar Aliran Teologi

Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1998.

Palimbani, Abdus Samad, Hidayatus Fi Suluki Maslakil Musttqim, 1192 H.

Yusuf, M. Yunan. Corak Pemikaran Kalam Tafsir Al-Azhar sebuah Telaah Atas

pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, Cet.II; Jakarta: Penamadani,

2003.

Al fauzan, Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan, penjelasan matan al- Aqidah ath-

Thahawiyah aqidah ahlus sunnah wal jama’ah, (jakarta cet. VI juli

2014).

Al-Juwayni, Imam al-Haramayn, al-Syamil fi Ushul al-Din, ed. ‘Ali Sami al-

Nasysyar, Fayshal Budayr ‘Awn dan Suhayr Muhammad Mukhtar

(Iskandariyah: Mansya‘ah al-Ma‘arif, 1969).

Page 80: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

66

Al-Asy‘ari, Abu al-Hasan ‘Ali bin Ismail, Kitab al-Luma‘ fi al-Radd ‘ala Ahl al-

Zaygh wa al-Bida‘, ed. Hamudah Gharabah (ttp: Mathba‘ah Mishr

Syirkah Musahamah Mishriyah, 1955).

Khalim, Samidi, Tauhid Benteng Moral Umat Beriman, (Semarang: Robar

Bersama, 2011).

Ghazali, Abdul muqsith, pemikiran tasawuf ibnu atha’illah al-syakandari: kajian

terhadap kitab al-hikam al-‘aththa’iyah jurnal tashwirul afkar no 32

(2013)

Rahim, Husni, Sistem Otoritas dan Administrasi Islam, (Jakarta: Logos, 1998)

Abdullah, Hawash, Perkembangan Ilmu Tasawuf & Tokoh-Tokohnya di

Nusantara, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1980).

Imawan, Dzulkifli Hadi, The Intellectual Network of Syakh Abdussamad Al-

Falimbani and His Contribution in Grounding Islam in Indonesian

Archipelago at 18th Centuty AD, Millah 18, no. 1, 2016.

Zada Khamami, Intelektualisme Pesantren Potret Tokoh dan Cakrawala

Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren, Diva Pustaka, 2003.

Shihab, Alwi, Islam Sufistik: Islam Pertama dan Pengaruhnya Hingga Kini,

Jakarta; Mizan 2001.

Quzwain, Chatib, Mengenal Allah, Jakarta; Bulan Bintang, 1985.

Asmuni, M. Yusran, dari tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Departemen P&K, Jakarta, 1989, dalam bukunya “Ilmu Tauhid”

Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 1993)

Page 81: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

67

Siradj, Said Aqiel, Tauhid Dalam Perspektif Tasawuf, ISLAMICA, Vol 5, No. 1,

Septemer 2010.

Al-Buraikan, Muhammad Bin Abdullah, Pengantar Studi Aqidah Islam,

diterjemahkan oleh Muhammad Anis Matta (Jakarta: 1998)

Mu’in , M. Taib Thahir Abdul, Ilmu Kalam (Jakarta: Bumirestu, 1986).

Yazdi, Muhammad Taqi Misbah, Filsafat Tauhid; Mengenal Tuhan Melalui

Nalar dan Firman, (Bandung; Arasyi, 2003).

Alif, Muhamad, Tauhid Dalam Tasawwuf, Antara Ittiĥād dan Ittişāl, Jurnal

Aqlania, vol. 08, No. 02. 2017.

An-Naisaburi, Qasim Abdul Karim Hawazin al-Qusyairi, Risalah Qusyairiyah,

(Jakarta; Pustaka Amani, 2002).

Hanafi, Hassan, Islamologi 1: Dari Teologi Statis ke Anarkis, diterjemahkan oleh

Miftah Faqih, (Yogyakarta: Lkis, Cet ke-1, 2003).

Abduh, Syekh Muhammad, Risalah Tauhid, diterjemahkan oleh K.H. Firdaus

(Jakarta: Bulan Bintang, Cet ke-VII, 1979).

Madjid, Nurcholish, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984).

Muthahhari, Murtadha, Keadilan Ilahi atas Pandangan Dunia Islam, (Bandung:

Yayasan Muthahhari, 1981).

Abdullah, Mal An, Syaikh Abdus-Samad al-Palimbani: Biografi dan Warisan

Keilmuan, (Yogyakarta: Lkis, 2015).

Quzwain, Chatib, Mengenal Allah Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh

Abdus Samad Al-Palimbani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985).

Page 82: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

68

Al-Falimbani, Syekh Abdus-Shamad, Hidayatus-Salikin Fi Suluki Maslakil-

Muttaqin, diterjemahkan oleh: KH. Ahmad Fahmi Bin Zamzam,

(Kalimantan Selatan: Darussalam Yasin, 2019).

Sumber Jurnal :

Ahmad Bagus Kazhimi, KONSEP SULŪK ‘ABD AL-ṢAMAD AL-FALIMBĀNĪ:

STUDI KITAB SIYAR AL-SĀLIKĪN FĪ ṬARĪQAH AL-SĀDĀT AL-

ṢŪFIYAH, Ushuluna: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Vol. 6, No.1, Juni 2020.

Ahmad Bagus Kazhimi, Konsep Suluk ‘Abd Al-Samad Al-Falimbani: Studi Kitab

Siyar Al-Salikin Fi Tariqah Al-Sadat Al-Sufiyah, (Ushuluna: Jurnal

Ilmu Ushuluddin, Vol. 6, No. 1, Juni 2020).

Arafah Pramasto, Kontribusi Syaikh Abdus Shamad Al-Palimbani pada Aspek

Intelektual Islam di Nusantara Abad ke-18, Jurnal Tsaqofah & Tarikh,

Vol. 4, No. 2, Juli-Desember 2020.

Choiriyah, “pemikaran syeikh abdussomad al-palimbani dalam kitab faidhal

ihsani (tinjuan terhadap tyjuan dakwah)” (fakultas dakwah dan

komunikasi UIN raden fatah palembang), ghaidan 1, no 1 (2017).

Firdaus, Meretas Jejak Sufisme di Nusantara, (Jurnal: Al-Adyan, Vol. 13, No. 1,

2018).

Kastolani, “Internalisasi Nilai-Nilai Tauhid Dalam Kesehatan Mental”

Interdisciplinary jaournal of Communicatoin, Vol. 1, No. 1, Juni 2016.

Syafii, “dari ilmu tauhid atau ilmu kalam ke teologi: Analisis Epistimologis”

Jurnal Teologia XXIII, No 1 (januari 2012).

Page 83: PANDANGAN TAUHID SYEIKH ABDUS SOMAD AL-PALIMBANI …

69

Syamsu Rijal dan Umiarso, Rekontekstualisasi Konsep Ketuhanan Abd Sanad Al-

Palimbani, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol 8,

Nomor 1, Juni 2018.

Syamsu Rijal & Umiarso, Rekontekstualisasi Konsep Ketuhanan Abd Samad al-

Palimbani, (Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol. 8, No.

1, Juni 2018).

Riza Zahriyah Falah dan Irzum Farihah, Pemikiran Teologi Hassan Hanafi,

Fikrah, Vol. 3, No. 1, Juni 2015.

Laman Web :

Ms. Wikipedia. Org. /wiki/Tauhid diakses pada tanggal 27-5-2014.

https://www.kompasiana.com/doniarief/5d25e3fe0d82306f4436f2a3/hasan-

hanafi-revolusi-tauhid-dalam-konteks-transformasi-sosial?page=all

diakses pada tanggal 08-maret-2020.

https://www.kompasiana.com/doniarief/5d25e3fe0d82306f4436f2a3/hasan-

hanafi-revolusi-tauhid-dalam-konteks-transformasi-sosial?page=all

diakses pada tanggal 08 maret 2020.

https://islami.co/mewaspadai-gerakan-politisasi-kalimat-tauhid/ diakses pada

tangal 08 maret 2020.