pasak omega loop pada gigi sulung
DESCRIPTION
makalah seminar pedoTRANSCRIPT
BAB I
Pendahuluan
Masalah yang banyak dihadapi di klinik kedokteran gigi anak adalah
restorasi untuk gigi sulung insisif rahang atas yang telah rusak karena trauma atau
karies. Kebanyakan kasus diamati pada anak dengan nursing bottle caries. Pada
early childhood caries (ECC), banyak yang melibatkan gigi anterior rahang atas.
Tanggalnya gigi sulung insisif sebelum waktunya dapat mempengaruhi
bicara melalui gangguan pengucapan huruf konsonan dan labial, penurunan
efisiensi pengunyahan, kebiasaan buruk lidah, dan potensi terjadinya maloklusi.
Dapat juga mempengaruhi masalah psikologis jika masalah estetik terganggu.
Restorasi estetik untuk gigi sulung anterior yang telah rusak parah
menjadi tantangan untuk dokter gigi, tidak hanya karena ketersediaan bahan dan
teknik tetapi juga karena anak yang membutuhkan restorasi tersebut biasanya
pasien dengan usia sangat muda dan tidak kooperatif.
Teknik restorasi harus efisien, restorasi tahan lama dan fungsional,
mudah untuk dilakukan. Teknik yang dilakukan harus dapat membantu
meyakinkan kooperatif anak dan mengurangi kecemasan dalam perawatan
restoratif.
Laporan kasus ini mengenai perawatan pada anak usia 4 tahun dengan
karies pada gigi insisif rahang atas menggunakan resin komposit dengan pasak
yang dibuat sendiri, dibuat dengan kawat 0,7 mm untuk meningkatkan area
1
2
permukaan penempatan bahan restorasi dan meningkatkan stabilitas jangka
panjang untuk restorasi estetik.
BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1 Karies Gigi
Karies gigi merupakan penyakit jaringan keras gigi yang paling sering
ditemui, dapat melibatkan jaringan enamel, dentin, maupun sementum gigi.
Karies merupakan penyakit multifaktorial, yang dapat dipengaruhi oleh 4 faktor
utama yaitu:1
1. Plak gigi
Bakteri yang terdapat dalam plak dapat menghasilkan asam dan mampu
bertahan dalam kondisi pH rendah. S. mutans merupakan bakteri yang
berperan penting dalam menginisiasi terjadinya karies. Pada proses karies,
pH plak menurun pada level kritis (sekitar 5,5), asam yang terbentuk akan
memulai terjadinya demineralisasi enamel.1
2. Substrat
Bakteri dapat memfermentasikan karbohidrat untuk digunakan sebagai
energi dan hasil akhir dari metabolisme tersebut adalah asam. Sukrosa
merupakan karbohidrat yang dapat difermentasi bakteri, dan berperan
besar dalam terjadinya karies. Jumlah karbohidrat yang difermentasi tidak
begitu penting, karena meskipun dalam jumlah sedikit karbohidrat akan
segera difermentasi oleh bakteri.1
3
4
3. Faktor host
Biasanya karies dimulai pada bagian enamel.1 Enamel merupakan jaringan
keras gigi yang tersusun dari 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat,
fluor), air 1%, dan 2% bahan organik. Lapisan luar enamel mengalami
mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat,
sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan
kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka
kristal enamel padat dan enamel semakin resisten terhadap karies. Gigi
susu lebih mudah terserah karies dibandingkan gigi permanen, karena
lebih banyak mengandung bahan organik dan air dengan jumlah mineral
yang lebih sedikit.10 Saliva juga berperan dalam terjadinya karies. Saliva
berfungsi untuk membersihkan sisa makanan dan menetralkan asam pH,
ketika aliran saliva menurun maka resiko terjadinya karies akan
meningkat.1
4. Waktu
Karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia, berkembang dalam
beberapa bulan atau tahun. Hal ini berarti, pada gigi terjadi proses
demineralisasi dan remineralisasi yang berkelanjutan. Diperlukan waktu
remineralisasi yang cukup untuk menyeimbangkan proses demineralisasi.
Jika terjadi penurunan aliran saliva maka akan lebih banyak terjadi
demineralsasi.1
Terdapat juga subfaktor yang berperan dalam proses terjadinya karies,
antara lain :
5
1. Penggunaan fluor
Pemberian fluor yang teratur secara sistemik maupun lokal merupakan hal
yang penting dalam menurunkan resiko terjadinya karies karena dapat
meningkatkan remineralisasi.10
2. Stasus sosio-ekonomi, pendidikan, pekerjaan
Karies banyak dijumpai pada kelompok sosial ekonomi rendah. Dua faktor
yang turut berperan yaitu faktor pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang
memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki pengetahuan dan
sikap yang lebih baik mengenai kesehatan gigi dan mulut, sehingga
mempengaruhi perilaku hidup sehat.2,10
3. Sikap
Sikap berhubungan dengan bagaimana peningkatan kesehatan gigi dan
mulut. Peningkatan kebersihan mulut dapat dilakukan dengan penyikatan
gigi, pembersihan sela-sela gigi dengan benang gigi, dan pemeriksaan
rutin. Pembersiha gigi yang tidak efektif dapat meningkatkan resiko
terjadinya karies gigi.2
Faktor resiko lainnya yaitu usia, jenis kelamin, saliva, pola makan.2, 10
6
Gambar 2.1. Etiologi Karies (Cappeli DP, et al. 2008)
Karies pada anak menunjukkan adanya karies pada gigi sulung. Nursing
bottle mouth atau rampant caries merupakan istilah yang digunakan untuk gigi
sulung insisif rahang atas atau gigi sulung molar yang rusak parah karena karies.9
2.2 Restorasi Gigi Sulung Anterior dengan Celluloid Crown
Gigi karies dirawat dengan penambalan. Bahan restorasi yang dapat
digunakan antara lain amalgam, komposit, glass ionomer, stainless-steel crown
(SSC).1 Salah satu restorasi yang dapat dilakukan pada gigi sulung anterior adalah
dengan menggunakan strip crown.8 Indikasi penggunaan strip crown antara lain
karies yang luas pada gigi insisif, malformasi kongenital gigi insisif sulung,
fraktur gigi insisif, amelogenesis imperfekta. Penggunaan composite resin-strip
crown dapat memberikan hasil estetik yang baik dan tahan lama.3
7
Teknik strip crown ini mudah, cepat, dan efektif untuk merestorasi gigi
sulung anterior. Prosedur yang dilakukan antara lain:3,1
1. Penyesuaian ukuran strip crown dengan mahkota gigi insisif. Mesio-distal
celluloid crown disesuaikan dengan ukuran gigi
Gambar 2.2. Penyesuaian ukuran celluoid crown dengan gigi (Duggal MS, et al. 2002)
2. Jaringan karies dihilangkan dengan bur bundar. Setelah jaringan karies
dibersihkan, dilanjutkan dengan pemilihan warna komposit yang sesuai.
3. Celluloid crown dipotong dan dibuat lubang pada sudut insisal, tujuannya
untuk mengeluarkan udara dan komposit yang berlebih.
4. Aplikasi etsa pada enamel selama 20 detik, dilanjutkan aplikasi bonding
agent dan penyinaran selama 20 detik.
5. Celluloid crown diisi dengan komposit.
Gambar 2.3. Pengisian celluloid crown dengan komposit (Duggal MS, et al. 2002)
8
6. Celluloid crown dipasangkan pada gigi insisif. Komposit yang berlebih
akan mengalir keluar. Penyinaran dilakukan pada bagian labial dan palatal.
7. Setelah mengeras celluoid dilepaskan, dan dilakukan finishing dan
pemolesan.
Gambar 2.4. Celluloid crown dilepaskan (Duggal MS, et al. 2002)
Gambar 2.5. Tampilan klinis setelah perawatan (Duggal MS, et al. 2002)
Manfaat dari penggunaan strip crown antara lain penyesuaian dengan
gigi asli mudah dilakukan, permukaan restorasi halus dan mengkilap, estetik,
mudah untuk diperbaiki. Tetapi teknik ini merupakan teknik sensitif.3
9
2.3 Perawatan Saluran Akar
2.3.1 Pulpotomi
Pulpotomi merupakan prosedur pengambilan jaringan pada kamar pulpa
yang terinflamasi atau terinfeksi karena karies yang dalam, dan meninggalkan
jaringan vital pada saluran akar. Indikasi dilakukannya pulpektomi antara lain:1,3
1. Karies yang luas disertai kehilangan sepertiga atau lebih marginal ridge
dan masih dapat direstorasi.
2. Tidak ada riwayat sakit spontan.
3. Tidak ada abses
4. Tidak ada resorpsi internal resorpsi internal baik pada kamar pulpa
maupun saluran akar
5. Masih tersisa setidaknya 2/3 panjang akar gigi sulung
Tahapan perawatan pulpotomi yaitu:1,3
1. Pemberian anastesi lokal
2. Isolasi gigi dengan rubber dam
3. Pembuangan jaringan karies, dan atap kamar pulpa dibuka
4. Pengambilan jaringan pulpa di kamar pulpa menggunakan ekskavator.
5. Aplikasi formocresol dengan cotton pellet selama 4 menit, setelah
perdarahan berhenti formocresol dikeluarkan dari kamar pulpa
6. Pengisian kamar pulpa dengan zinc oxide eugenol, dilanjutkan dengan
penambalan permanen.
10
Gambar 2.6. Pulpotomi (Duggal MS, et al. 2002)
2.3.2 Pulpektomi
Pulpektomi merupakan prosedur yang dilakukan pada gigi sulung non
vital atau gigi sulung yang mengalami abses. Prosedur ini membuang semua
jaringan di kamar pulpa dan dilakukan pengisian saluran akar. Indikasi
pulpektomi antara lain gigi sulung dengan nekrosis pulpa, inflamasi ireversibel
yang meluas hingga saluran akar, terdapat resorpsi akar internal. Tahapan
pulpektomi antara lain:1,3
1. Gigi diisolasi dengan rubber dam
2. Jaringan karies dihilangkan, dan atap kamar pulpa dibuka jaringan pulpa
dibuang denga file Hedstrom, kemudian lakukan irigasi
3. Aplikasi obat antibakteri dengan formokresol atau CHKM dengan paper
point, kemudian beri tambalan sementara
4. Kunjungan kedua setelah 1 minggu, paper point dikeluarkan, lakukan
pengisian saluran akar dengan zinc oxide eugenol, dan penambalan
permanen.
11
Gambar 2.7. Pulpektomi (Carrote, P. V & P. J. Waterhouse, 2009)
2.4 Kawat Ortodonti Bentuk Omega Sebagai Retainer Intrakanal
Penempatan restorasi mahkota tidak selalu mudah jika sebagian besar
struktur mahkota telah hilang karena karies.4 Pasak digunakan untuk mendukung
restorasi mahkota, meningkatkan retensi, mendistribusikan tekanan, dan
meningkatkan resistensi fraktur akar. Pasak logam dan pasak fiber-reinforced
telah banyak digunakan. Jenis pasak yang juga digunakan untuk gigi sulung
adalah pasak Omega loop.8
Gambar 2.8. Pasak omega loop (Saha, R & P. Malik. 2012)
Pasak omega loop diperkenalkan oleh Mortada dan King. Pasak omega
loop dibuat dari kawat ortodonti dengan diameter 0,7mm, dan dibentuk dengan
12
tang no.130. Teknik ini mudah dilakukan, efisien, dan biaya yang dikeluarkan
lebih sedikit. Kawat omega loop dimasukan ke dalam saluran akar dengan
kedalaman 3-4 mm.4
Kawat tidak menimbulkan tekanan internal pada saluran akar, dan tidak
membutuhkan prosedur pengiriman ke laboratorium. Panjang kawat yang
dimasukkan ke dalam saluran akar sekitar 3 mm atau 1/3 servikal akar sehingga
tidak mengganggu resorpsi akar gigi sulung dan erupsi gigi permanen.4 Ikatan
antara kawat dan dentin adalah ikatan mekanik. Adaptasi kawat dengan dentin
tidak adekuat, dapat lepas, dan terjadi fraktur radikular ketika diberikan tekanan
kunyah yang berlebih. Retensi pasak omega loop lebih rendah dibawah glass
reinforced fiber composite (GFRC). GFRC memberikan ikatan yang lebih baik,
kekuatannya baik, resiko terhadap fraktur rendah, adaptasi terhadap saluran akar
baik, tetapi biayanya lebih mahal.5 Keberhasilan penggunaan jangka panjang, dan
bagaimana hasilnya pada anak yang memilik kebiasaan buruk seperti bruksism
memerlukan penelitian lebih lanjut.5,7
Gambar 2.9. Kawat bentuk Omega loop (Sahana, Suzana, et. al. 2010)
BAB III
Laporan Kasus
Pasien perempuan usia 4 tahun datang ke Departemen Kedokteran Gigi
Anak dan Pencegahan, Rumah Sakit Gigi dan Mulut Ragas, Chennai, dengan
keluhan kerusakan gigi yang parah. Anak tersebut pemalu, pendiam, dan tidak
kooperatif.
Gambar 3.1. Pasien sebelum perawatan
Pemeriksaan dan Prosedur Perawatan
Pemeriksaan intraoral dilakukan pada semua gigi sulung, dan karies
terdapat pada gigi 51, 52, 61, 62, 54, dan 64. Semua gigi insisif rusak berat, dan
pada hasil radiografi periapikal menunjukan adanya keterlibatan pulpa pada gigi
51, 61, 52, 62. Analisis pola makan, konseling dan profilaksis oral dilakukan.
Aplikasi fluor telah dilakukan Pulpektomi dilakukan pada gigi 51, 61, 52, 62,
dilanjutkan dengan pembuatan pasak bentuk setengah omega dibuat dari kawat
13
14
0,7 mm dengan gerigi untuk meningkatkan area permukaan penempatan bahan
restorasi dan meningkatkan stabilitas jangka panjang pada restorasi estetik.
Restorasi glass ionomer dilakukan pada gigi 54 dan 64.
Gambar 3.2. Karies pada 52, 51, 61, 62
Gambar 3.3. Foto periapikal setelah pulpektomi
Gambar 3.4. Pasak dari kawat yang dibentuk loop dengan gerigi
Gambar 3.5. Foto periapikal setelah penempatan pasak
15
Pulpektomi pada gigi 51, 61, 52, 62 dilanjutkan pengisian saluran akar
dengan zinc oxide eugenol. Sekitar 4 mm semen dihilangkan dari saluran akar dan
dimasukan 1mm zinc polycarboxylate. Kawat ortodonti diameter 0,7 mm
dibentuk dengan tang no 130 dalam bentuk setengah omega untuk membentuk inti
yang menahan bahan restorasi, dan dibuat gerigi pada kawat untuk menambah
retensi mekanis. Tepi insisal loop berada 2-3 mm dari struktur akar. Hal tersebut
untuk mendapatkan retensi mekanis dan dukungan untuk bahan restorasi.
Pemilihan warna kompsit dibawah lampu. Setelah semen poycarboxylate
mengeras, ruang saluran akar dipreparasi untuk mendapatkan ruangan sekitar 3
mm.
Saluran akar dan struktur mahkota dietsa dengan phosphoric acid 35%
selama 20 detik. Kemudian pemberian bonding, dan penyinaran selama 20 detik.
Bahan restorasi komposit yang telah dipilih ditempatkan didalam saluran akar.
Loop dimasukan ke dalam saluran akar dengan komposit. Light cured untuk
komposit selama 40 detik. Strip crown digunakan untuk memperbaiki mahkota.
Oklusi dicek, pemolesan restorasi menggunakan soflex tips. Setelah semua
perawatan selesai dilakukan pasien diminta untuk melakukan kontrol.
Gambar 3.6. Restorasi mahkota menggunakan strip crown
BAB IV
Pembahasan
Memperbaiki gigi sulung anterior yang telah rusak karena karies
merupakan tantangan bagi dokter gigi anak. Resiko kegagalan yang tinggi, tidak
hanya karena tidak adanya struktur gigi, adhesi dari agen bonding pada gigi
sulung yang buruk, keterbatasan bahan dan teknik, tetapi juga karena anak yang
membutuhkan restorasi tersebut biasanya masih berusia muda dan tidak
kooperatif. Untuk memperoleh bentuk, fungsi dan estetik, penggunaan retainer
intrakanal dapat digunakan. Setelah perawatan endodontik dan penempatan
retainer intrakanal, struktur koronal dapat direstorasi langsung atau tidak atau
menggunakan protesa, seperti celluloid strip crown, polycarboxylate crown, metal
plastic crown, porcelain veneer, polycarbonate crown, dan acrylic resin crown.
Hasil penelitian menunjukan bahwa retensi intrakanal pada gigi sulung
dapat diperoleh dengan membuat pasak resin komposit atau mempreparasi
undercut berbentuk seperti jamur terbalik pada saluran akar untuk menambah
resin.
Pilihan estetik lainnya dengan menggunakan pasak biologis. Kekurangan
dari teknik ini adalah diperlukannya ketersediaan gigi, pendonor dan kemampuan
penerima, dan kebijakan kontrol infeksi silang.
Dalam kasus ini, pasak yang dibuat sendiri digunakan pada gigi anterior
sebagaimana Mortada dan King, Usha M et al telah lakukan menunjukan
keberhasilan dengan penggunaan restorasi direct composite reinforced dengan
16
17
retensi mekanis kawat orotodontik tetapi pilihan lainnya tersedia seperti pasak
bergalur, pasak cor nikel-kromium, dan pasak cor logam juga dapat digunakan.
Bagaimanapun perawatan ini merupakan teknik yang sensitif dan membutuhkan
kerjasama dengan pasien. selain itu restorasi dapat lepas karena trauma atau
mengigit makanan yang keras, sehingga orang tua disarankan untuk
menghindarkan anaknya dari makanan yang keras. Anak sangat senang dan puas
dengan kembalinya semua fungsi gigi seperti pengunyaan, bicara, fungsi estetik,
dan lain-lain. Restorasi perlu dikontrol dalam jangka waktu 9 bulan untuk
pengecekan kekuatan pasak dan resopsi akar.
BAB V
Kesimpulan
Restorasi langsung resin komposit menggunakan pasak buatan sendiri
dengan kawat ortodonti yang digunakan dalam laporan kasus ini menunjukan
retensi yang baik dan estetik. Mudah dilakukan pada dental unit dan manfaatnya
membuat anak senang.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Cameron, A. C., and Richard P. Widmer. 2008. Handbook of Pediatric
Dentistry. 3rd ed. Mosby Elsevier; 55-56, 61-65, 84-88 pp
2. Cappelli DP, et al. 2008. Prevention in Clinical Oral health care. St. Louis
MO: Elsevier/Mosby; 48 pp
3. Duggal MS, et al. 2002. Restorative Techniques in Paediatric Dentistry 2nd
Ed. London: Martin Dunitz; 45, 50-74, 102 pp
4. Kumar, R, & Ashish. 2014. Restoration of Primary Anterior Teeth Affected
by Early Childhood Caries Using Modified Omega Loops-A Case
Report. Annals Dental Speciality, Vol. 2, Issue-1; 25pp
5. Rajesh, R. et al. 2014. Case Report Modified Anchor Shaped Post Core
Design for Primary Tooth Anterior. Hindawi Publishing
Corporation; 1-4 pp
6. Sahana, Suzan, et al. 2010. Esthetic Crown For Primary Teeth: A Review.
Annals and Essences of Dentistry, Vol.II; 89-92 pp
7. Saini, Sheeba, & Deepak Sharma. 2011. Functional and Esthetic
Rehabilitation during Deciduous Dentition Stage: A Case Report.
Dental Research Journal, Vol. 8 No.2, Spring 2011; 110-111 pp
8. Saha, R, & P Malik. 2012. Paediatric Aesthetic Dentistry: A Review.
European Journal of Pediatric Dentistry vol-13/1-2012; 11 pp
9. Welbury R, et al. 2005. Paediatric Dentistry-3rd Ed. Oxford University
Press; 131 pp
10. Pintauli, Sondang, & Taizo Hamada. 2008. Menuju Gigi dan Mulut Sehat,
Pencegahan dan Pemeliharaan. Medan: USU Press; 5-6 pp
(diakses dari http://usupress.usu.ac.id, November 2014)
11. Carrote, P. V & P. J. Waterhouse. 2009. A Clinical Guide to Endodotics-
upade part 2. British Dental Journal 206; 133-139 pp
19
20