peilaia ketersediaa sebagai dasar peetua pej … file1 peilaia ketersediaa sebagai dasar peetua pej...
TRANSCRIPT
1
PE�ILAIA� KETERSEDIAA� SEBAGAI DASAR PE�E�TUA� PE�JADWALA�
PERAWATA� U�IT PEMBA�GKIT LISTRIK TE�AGA DIESEL (STUDI KASUS
PLTD PESA�GGARA� U�IT 10 DA� 11)
Indra Wahyu Baskara, Dwi Priyanta, Ketut Buda Artana
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
Email: [email protected], [email protected], [email protected]
ABSTRAK Energi listrik merupakan suatu kebutuhan utama dalam dunia industri dan pariwisata. Denpasar sebagai
salah satu daerah dengan tingkat kebutuhan listrik yang cukup besar di Indonesia disuplai oleh beberapa
pembangkit listrik salah satunya adalah PLTD Pesanggaran.
Dalam suatu unit pembangkit listrik tenaga diesel, sistem pendukung motor diesel merupakan salah satu
bagian vital. Tidak dapat dipungkiri apabila sistem pendukung motor mengalami kegagalan maka proses
pembangkitan listrik akan terhenti dan menyebabkan gangguan dan kerugian.
Untuk itu, penilaian ketersediaan dirasa perlu dilakukan sebagai salah satu dasar pertimbangan untuk
melakukan perawatan demi menjaga kontinuitas operasional PLTD.
Pada penelitian ini dilakukan analisa ketersediaan sistem pendukung PLTD dan analisa komponen kritis
dari masing-masing kopmponen sistem. Analisa ketersediaan dilakukan pada sistem pendukung motor diesel
yang sesuai dengan process flow diagram pada PLTD pesanggaran unit 10 dan 11 dengan menggunakan data keandalan dari beberapa sumber baik sumber langsung dari data gangguan yang dimiliki perusahaan maupun
data dari bank data keandalan. Komponen kritis dari masing-masing sistem dianalisa menggunakan metode
kuantitaif Birnbaum importance measurement.
Berdasarkan hasil analisa tersebut komponen sistem dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sesuai
dengan tingkat kekritisannya untuk dijadikan dasar penentuan penjadwalan perawatan yang dalam hal ini berupa
rekomendasi prioritas dan jenis tindakan perawatan.
Kata kunci : Penilaian ketersediaan, komponen kritis, PLTD, sistem pendukung mesin
ABSTRACT Electricity is one of major needs in industrial and tourism. Denpasar, as one region with high level
demand of electricity in Indonesia, is supplied by several power plants which one of them is PLTD Pesanggaran.
In diesel power plant, engine supporting systems play important role. It is inevitable, if the engine
supporting system failure, the electricity generation process will halt and cause disruption and loss.
Therefore, availability assessment is considered to be done as one of the basis of maintenance task
selection in order to maintain operational continuity of diesel power plant.
In this research availability analysis of engine supporting system and criticality analysis of its
components are conducted. Analysis of availability held according to system’s process flow diagram by using
reliability data from several sources such as failure data from the corporation and another reliability handbook.
Critical component from each system is analyzed by using quantitative method Birnbaum’s importance
measurement.
As the result, the components of engine supporting system classified into three categories according to its criticality ranking as a basis of maintenacne schedule, priority and task determination.
Keywords: Availability assessment, critical component, diesel power plant, engine supporting systems
1 PE�DAHULUA�
Energi listrik merupakan suatu kebutuhan
utama dalam dunia industri dan pariwisata.
Denpasar sebagai salah satu daerah dengan tingkat kebutuhan listrik yang cukup besar di Indonesia
disuplai oleh beberapa sumber listrik termasuk
PLTD Pesanggaran.
Unit pembangkit listrik tenaga diesel PLTD
Pesanggaran seluruhnya menggunakan bahan bakar
minyak, yang berarti nilai rupiah per kWh yang
dihasilkan akan menjadi tinggi. Namun hal tersebut
tidak terlalu dipermasalahkan mengingat
kemandirian pasokan listrik untuk daerah Denpasar
menjadi alasan utama kontinuitas operasi unit
pembangkit listrik berbahan bakar minyak tersebut.
Dalam suatu unit pembangkit listrik tenaga diesel, sistem pendukung mesin diesel merupakan
salah satu bagian vital. Tidak dapat dipungkiri
apabila sistem pendukung mesin mengalami
kegagalan maka proses pembangkitan listrik akan
terhenti dan menyebabkan gangguan dan kerugian.
Mengingat pentingnya sistem pendukung dari suatu
PLTD, dirasa perlu untuk melakukan penilaian
2
ketersediaan dan analisa tentang perawatan dari
pembangkit listrik tersebut.
Dari total sebelas unit yang ada di PLTD
Pesanggaran, akan dianalisa dua unit yang identik
dengan kapasistas terpasang 12 MW. Analisa
dilakukan pada sistem sesuai dengan process flow
diagram milik perusahaan dengan inputan data
menggunakan bantuan bank data keandalan dan
sumber terkait.
Berdasarkan hasil penilaian ketersediaan ini
akan diprediksi dan ditinjau besarnya nilai ketersediaan unit pembangkit listrik pada PLTD
Pesanggaran serta komponen apa saja yang menjadi
komponen kritis pada PLTD tesebut. Hasil tersebut
nantinya digunakan untuk menentukan jadwal
perawatan yang meliputi prioritas tindakan
perawatan pada masing-masing komponen yang
dianalisa.
2 KO�SEP RAM
2.1 Keandalan Sistem Reliability atau keandalan adalah
kemampuan dari suatu kompnen atau sistem untuk
dapat menjalankan fungsinya pada kondisi operasi
dan lingkungan yang diberikan dalam jangka waktu
tertentu (1).
Keandalan erat hubungannya dengan time to
failure (TTF), dimana TTF adalah waktu untuk
transisi dari kondisi beroperasi menjadi kondisi
gagal. Indeks keandalan sebagai fungsi waktu
memiliki kisaran nilai mulai dari 0 (nol) hingga 1
(satu). Jika peluang sukses disimbolkan dengan P(s)
dan peluang gagal disimbolkan dengan P(f), maka :
���� + ���� = 1
Peluang sukses suatu komponen dapat
ditentukan dengan rumusan.
�� = � � [1]
Dimana
λ = laju kegagalan
= �
����
2.2 Kemampurawatan Sistem Kemampurawatan atau maintanability
adalah kemampuan dari suatu komponen atau
sistem dalam suatu kondisi tertentu untuk dapat
diperbaiki atau dikembalikan kepada suatu kondisi
dimana seharusnya komponen/ sistem tersebut
berfungsi (1).
Kemampurawatan berkorelasi dengan waktu
perbaikan atau time to repair. Time to repair
dipengaruhi oleh waktu penyediaan spare part dan
waktu pengerjaan perbaikan itu sendiri. Semakin
kecil waktu perbaikan maka akan semakin baik.
Kemampurawatan ini merupakan salah satu hal yang mendukung ketersediaan sistem/ komponen.
2.3 Ketersediaan Sistem
2.3.1 Umum Ketersediaan atau availability adalah
probabilitas sistem untuk dapat melakukan fungsi
yang diperlukan pada poin waktu yang diberikan
(2). Nilai ketersediaan suatu komponen atau sistem
berhubungan dengan keandalan dan
kemampurawatan,
� = �����
������ ������� × 100% [2]
= !""#
!""# + !"" × 100%
2.3.2 Konsep dan Definisi Ketersediaan pada
Power Plant
Menurut Artana (3) dalam kasus Continuous
Operated System penilaian keandalan akan menjadi
kurang tepat karena COS bisa mentolerir kegagalan. Penilaian untuk sistem dengan karakter
COS adalah ketersediaan (availability) yakni
peluang sistem/komponen untuk berada pada
kondisi operasi (operating state) atau peluang
sistem ditemukan dalam kondisi operasi pada
waktu tertentu.
Pada sub bab sebelumnya dijelaskan bahwa
sistem pembangkit listrik merupakan sistem dengan
karakter operasi COS sehingga bentuk penilaian
dari kesuksesan sistem menggunakan konsep
ketersediaaan.
3 PERMODELA� RAM
Dalam analisa keandalan biasanya kita
memodelkan struktur sistem menggunakan fault
tree atau dengan menggunakan reliability block
diagram. Ketika fault tree hanya terbatas pada
gerbang logika “or” dan “and” saja, maka kedua
metode ini akan menghasilkan hasil yang sama dan
kita dapat mengkonversi fault tree ke dalam bentuk
reliability block diagram maupun sebaliknya (4).
Pada reliability block diagram atau RBD,
hubungan antar block menyatakan bahwa komponen direpresentasikan oleh bagaimana block
tersebut berfungsi. Hal tersebut juga berarti bahwa
satu atau sejumlah mode kegagalan tidak terjadi.
Pada fault tree kita dapat menyatakan suatu basic
event sebagai kemunculan dari satu atau sejumlah
mode kegagalan. Sehingga jalannya suatu basic
event pada fault tree yang dapat menyebabkan top
event terjadi dapat direpresentasikan menjadi
hubungan seri-paralel pada suatu block diagram
seperti dicontohkan pada Gambar 2.2.
3
Sumber : (4)
Gambar 3.1Korelasi hubungan seri – parallel pada
blok diagram dengan fault tree
Dalam analisa ketersediaan, model dapat
diinterpretasikan oleh ABD atau Availability Block
Diagram. Availability Block Diagram ini
merupakan model yang memiliki kesamaan logika
sistem dengan Reliability Block Diagram dengan
menambahkan kapasitas untuk masing – masing
block diagram (2)
Analia menggunakan ABD
merepresentasikan sub sistem dan kapasitas masing
- masing sub sistem akan diinterpretasikan oleh
beberapa komponen data keandalan, kemampurawatan, serta logika kegagalan
komponen yang memperhitungkan hubungan
seri,parallel ataupun standby.
Adapun contoh bentuk hubungan dalam
Availability Block Diagram komponen yang
tersusun seri dan paralel dicontohkan dalam
Gambar 2.3 berikut:
Gambar 3.2Availability Block Diagram
Sebagaimana yang diketahui, komponen
parallel adalah komponen yang apabila salah satu
mengalami kegagalan atau kerusakan tidak
mengentikan proses hanya menurunkan kapasitas.
Sedangkan komponen seri adalah kompnen yang apabila salah satu mengalami kegagalan maka akan
menghentikan proses/ mengakibatkan kegagalan
sistem.
4 KOMPO�E� KRITIS
Artana (5) menyatakan dalam menganalisa
keandalan dan menentukan model perawatan
penentuan komponen kritis tentunya juga penting
untuk dilakukan. Penentuan komponen kritis akan
berguna untuk memberikan informasi terhadap
engineer dan tim yang melakukan perawatan
tentang komponen mana yang akan berpotensi
meningkatkan ataupun berpotensi menurunkan
keandalan dari suatu sistem.
Sebagaimana yang diketahui, suatu sistem
dengan komponen yang tersusun secara seri atau
dengan satu cut set akan cenderung lebih mudah
gagal dan dikatakan penting dibandingkan sistem
dengan komponen yang tersusun paralel (4)
Analisa komponen kritis dapat dilakukan
secara kualitiatif maupun secara kuantitatif. Secara
kuantitaif, menurut Rausand & Arlnjot (4),
komponen kritis dapat dinilai dengan beberapa metode antara lain yaitu: Birnbaum’s Measure,
Criticality Importance dan Fussell-vesely’s
measure. Berdasarkan penilaian tersebut,
komponen dapat dirangking dan dikelompokkan
sesuai dengan tingkat kekritisannya terhadap
sistem.
5 METODOLOGI
Alur pengerjaan dimulai dari
mendeskripsikan sistem kemudian menentukan
mode kegagalan yang mungkin terjadi pada masing-masing komponen penyusun sistem.
Setelah mode kegagalan ditentukan, maka dapat
dibuat model dari sistem tersebut dengan
memasukkan masing-masing parameter yang
dibutuhkan.
Gambar 5.1Diagram Alir Pengerjaan Penelitian
4
Model kemudian dianalisa untuk
menentukan nilai ketersediaan dan komponen kritis
yang terdapat pada sistem tersebut. Dari hasil
analisa tersebut kemudian komponen dikategorikan
berdasarkan tingkat kekritisannya menjadi beberapa
kategori sesuai dengan tindakan perawatan yang
direkomendiasikan untuk dilakukan. Adapun alur
penelitian yang digambarkan dalam flowchart
metodologi penelitian dapat diihat pada Gambar
5.1
6 A�ALISA DATA DA� PEMBAHASA�
6.1 Deskripsi Sistem Pendukung PLTD
Dalam sebuah unit pembangkit listrik
terdapat sistem-sistem yang mendukung kerja
utama unit tersebut. Sistem pendukung tersebut
akan dijabarkan hingga ke level parts. Penjabaran
ini didasarkan pada fungsi peralatan sehingga
diharapkan lebih mudah untuk mengetahui mode-
mode kegagalan dan menentukan model perawatan
yang dilakukan.
Terdapat empat sistem utama pendukung
motor diesel PLTD Pesanggaran unit 10 dan 11
seperti yang digambarkan pada Gambar 6.1.
Keempat sistem tersebut antara lain sistem bahan
bakar, sistem minyak pelumas, sistem air pendingin
dan sistem udara bertekanan.
Gambar 6.1 PFD Sistem Pendukung Mesin Diesel
Sistem Bahan Bakar (Fuel Oil System)
Fungsi utama dari sistem bahan bakar adalah
menyuplai bahan bakar ke mesin. Bahan bakar
yang digunakan adalah High Speed Diesel Oil
(HSDO). Dalam hal ini sistem dianggap sukses jika
bahan bakar dapat disuplai dari tanki utama hingga
masuk ke dalam mesin melalui fuel oil final filter.
Tabel 6.1 Komponen Utama Penyusun Sistem
Bahan Bakar
�o Peralatan Status Jumlah
FO-1 FO Storage Tank Operasi 1 unit
FO-2 FO Tank Operasi 1 unit
FO-3 FO Separator Operasi 1 set
FO-4 FO Service Tank Operasi 1 unit
FO-5A FO Pressuring Pump
Operasi 1 set
FO-5B Standby 1 set
FO-6A FO Filter
Operasi 1 set
FO-6B Standby 1 set
FO-7 FO Final Filter Operasi 1 set
Sistem Pelumasan (Lubricating Oil System)
Sistem minyak pelumas atau lubricating
oil system pada PLTD unit 10 dan 11 memiliki
fungsi untuk menyuplai minyak pelumas ke
dalam mesin induk. Terdapat dua bagian utama
yang dilumasi yaitu komponen mesin bagian
bawah (poros engkol) dan komponen mesin
bagian atas (silinder). Dalam hal ini yang akan
dianalisa adalah suplai minyak pelumas untuk
bagian atas mesin (silinder). Sistem dianggap
sukses jika minyak pelumas dapat dialirkan dari
tanki hingga masuk ke dalam mesin.
Tabel 6.2 Komponen Utama Penyusun Sistem Pelumas
�o Peralatan Status Jumlah
LO-1 LO Tank Operasi 1 set
LO-2 LO Seperator Operasi 1 set
LO-3A LO Main Pump
Operasi 1 set
LO-3B Standby 1 set
LO-4 LO Radiator Operasi 1 set
LO-5A LO Main Filter Operasi 1 set
5
LO-5B Standby 1 set
LO-6A LO Inlet Filter
Operasi 1 set
LO-6B Standby 1 set
Sistem air pendingin merupakan sistem yang
menyuplai air pendingin untuk menjaga performa
kerja main engine. Sistem air pendingin, sesuai
dengan Gambar 6.1 terdiri dari tiga sub sistem
yaitu
• Sistem Pendingin Mesin/ Jacket water
cooling system (JWC)
• Sistem Pendingin Udara Pembakaran/
Charge Air Water Cooling System
(CACW)
• Sistem Pendingin Injektor Bahan Bakar/
Noozle cooling water system (NCW)
Masing-masing sistem dianggap bersifat
independen, dimana memiliki komponen penyusun
sistem yang berbeda. Dikarenakan sistem
independen satu dengan lainnya maka dianggap
fungsi sistem akan sukses bilamana salah satu dari
sub sistem berhasil melakukan fungsinya. Pada
kenyataannya hal tersebut tidak demikian, namun
penyerdehanaan tersebut dilakukan demi
memudahkan analisa. Tabel 6.3 menunjukkan
komponen penyusun sistem air pendingin.
Tabel 6.3 Komponen Utama Penyusun Sistem Air
Pendingin
�o Peralatan Status Jumlah
JCW-1 Jacket Water Tank
JCW-2A Jacket Water Radiator
Operasi 1 set
JCW-2B Standby 1 set
JCW-3A Jacket Water Pump
Operasi 1 set
JCW-3B Standby 1 set
JCW-4 Jacket Water Inlet
Radiator Operasi 1 set
CACW-1 CACW Tank
CACW-2A CACW Radiator
Operasi 1 set
CACW-2B
CACW – 3 CACW Pump Operasi 1 set
CACW – 4 Charge Air Cooler Operasi 1 set
NCW – 1 Injector Cooling Water
Tank Operasi 1 set
NCW – 2 Injector Cooling Water
Pump Operasi 1 set
NCW – 3 Injector Cooling Water
Radiator Operasi 1 set
Sistem Udara Bertekanan (Compressed Air
System)
Sistem udara bertekanan berfungsi
menyuplai kebutuhan udara bertakanan untuk
mesin, baik untuk proses starting, untuk control
engine dan untuk emergency stop.
Sistem dikatakan akan sukses apabila udara
bertekanan bisa dihasilkan dan digunakan mesin.
Kinerja sistem udara bertekanan ini bersifat
intermitent atau bekerja pada saat tertentu saja,
selama kurang lebih satu kali satu hari untuk proses
start mesin.
Tabel 6.4 Komponen Utama Sistem Udara
Bertekanan
�o Peralatan Status Jumlah
CA-1 Air Compressors
Operasi 1 set
CA-2 Standby 1 set
CA-3 Air Receiver Operasi 1 set
CA-4 Air Filter for Control Operasi 1 set
CA-5 Air Filter for Starting Operasi 1 set
CA-6 Air Filter for Emergency Stop Operasi 1 set
6.2 Pemodelan Sistem Pendukung PLTD
6.2.1 Gambaran Awal Pemodelan dan Mode
Kegagalan
Pemodelan sistem pendukung PLTD
dilakukan dengan menjabarkan sistem hingga ke
level komponen berdasarkan pada mode kegagalan.
Pada dasarnya, mode kegagalan pada suatu
komponen sistem sangatlah bervariasi, salah
satunya pada tingkatan mode kegagalan. Terdapat
mode kegagalan yang tinggi, terdapat pula yang
rendah sesuai dengan standar yang digunakan.
Dalam penelitian ini, penentuan mode kegagalan
dari komponen mengacu pada OREDA-2002.
OREDA membagi tingkatan mode kegagalan
sebagaimana yang tertera pada Tabel 6.5 di bawah
ini.
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan
kegagalan dari suatu komponen adalah kegagalan
sepenuhnya atau complete failure. Hal tersebut
dilakukan untuk mempersempit pembahasan dan
analisa yang dilakukan. Maka pemodelan dilakukan
dengan jenis mode kegagalan yang kritis saja.
Tabel 6.5 Tingkatan Mode Kegagalan Menurut
OREDA-2002
Level Efek pada kinerja peralatan dan sistem
Critical
Kegagalan yang menyebabkan hilangnya
kemampuan sistem untuk menghasilkan output
secara keseluruhan yang berlangsung secara
cepat
Degraded
Kegagalan yang tidak kritis tetapi meyebabkan
sistem tidak dapan menghasilkan output sesuai
dengan yang diharapkan.
Incipent
Kegagalan yang tidak terjadi secara cepat dan
menghilankan kemampuan sistem menghasilkan
output, tetapi tidak ditangani akan terus
meningkat
Penjabaran sistem menjadi level kompon
sebagaimana dijelasakan sebelumnya dilakukan
6
berdasarkan mode kegagalan dan diambil untuk
mode kegagalan yang kritis. Namun tidak semua
mode kegagalan kritis dipilih untuk dimodelkan,
hanya diambil beberapa saja yang dirasa mungkin
untuk terjadi.
6.2.2 Penentuan Mode Kegagalan, �ilai Laju
Kegagalan dan �ilai Laju Perbaikan
Pada batasan masalah telah dijelaskan
bahwa data keandalan yang digunakan meliputi
mode kegagalan yang mungkin terjadi, nilai laju
kegagalan dan laju perbaikan untuk penelitian ini
menggunakan data dari bank data OREDA-2002
dan sumber lain yang terkait.
Sesuai dengan Process Flow Diagram dari
sistem pendukung mesin PLTD Pesanggaran unit
10 dan 11 masing-masing komponen penyusun
sistem dapat dikelompokkan menjadi 8 kelompok
besar komponen antara lain :
1. Tanki 2. Separator
3. Heat Exchanger/ Radiator
4. Centrifugal Oil Pump
5. Centrifugal Cooling Pump
6. Screw Compressor
7. Pressure Vessel (Air Receiver)
8. Filter
Berdasarkan OREDA-2002 (6) dan beberapa
hasil penelitian terkait (7), (8) dipilih beberapa
mode kegagalan yang mungkin terjadi pada
masing-masing komponen berikut nilai laju
kegagalan dan laju perawatan untuk komponen
tersebut sebagaimana yang ditampilkan pada table
Tabel 6.6 Mode Kegagalan, Nilai Laju Kegagalan
Dan Laju Perbaikan pada Komponen Sistem Bahan
Bakar
Komp. Mode
Kegagalan λ µ Ket.
FO-1 - 0 0 Selalu
sukses
FO-2 - 0 0 Selalu
sukses
FO-3
External
Leakage 9.55 1.64E-07
OREDA-
2002
Plugged/
choked 4.05 1.09E-07
OREDA-
2002
FO-4 - 0 0 Selalu
sukses
FO-
5A/B
External
Leakage 19.98 1.46E-08
OREDA-
2002
Breakdown 6.17 2.03E-08 OREDA-
2002
Low Output 103.56 4.59E-08 OREDA-
2002
Vibration 7.28 2.81E-08 OREDA-
2002
FO-
6A/B Tersumbat 4.7 3.72E-07
MTBF
Calculator
FO-7 Tersumbat 4.7 3.72E-07 MTBF
Calculator
*nilai λ dan µ adalah nilai per106
Tabel 6.7 Mode Kegagalan, Nilai Laju Kegagalan
Dan Laju Perbaikan pada Komponen Sistem
Pelumasan
Komp. Mode
Kegagalan λ µ Ket.
LO-1 - 0 0 Selalu
sukses
LO-2
External
Leakage 9.55 1.64E-07
OREDA-
2002
Plugged/ch
oked 4.05 1.09E-07
OREDA-
2002
LO-3
Structural
deficiency 4.75 1.34E-08
OREDA-
2002
External
leakage 5.14 4.08E-08
OREDA-
2002
Plugged/
choked 0.64 1.89E-08
OREDA-
2002
LO-4A/B
External
Leakage 19.98 1.46E-08
OREDA-
2002
Breakdown 6.17 2.03E-08 OREDA-
2002
Low Output 103.56 4.59E-08 OREDA-
2002
Vibration 7.28 2.81E-08 OREDA-
2002
LO-5A/B Tersumbat 4.7 3.72E-07 MTBF
Calculator
LO-6 Tersumbat 4.7 3.72E-07 MTBF
Calculator
*nilai λ dan µ adalah nilai per106
Tabel 6.8 Mode Kegagalan, Nilai Laju Kegagalan Dan Laju Perbaikan pada Komponen Sistem Air
Pendingin
Komp. Mode
Kegagalan λ µ Ket.
Jacket Cooling Water System
JCW-1 - 0 - Selalu
sukses
JCW-2A/B
Structural
deficiency 4.75 1.34E-08
OREDA
-2002
External
leakage 5.14 4.08E-08
OREDA
-2002
Plugged/
choked 0.64 1.89E-08
OREDA
-2002
JCW-3
Low output 2.05 6.67E-07 OREDA
-2002
Noise 7.34 8.20E-09 OREDA
-2002
JCW-4
Structural
deficiency 4.75 1.34E-08
OREDA
-2002
External
leakage 5.14 4.08E-08
OREDA
-2002
Plugged/cho
ked 0.64 1.89E-08
OREDA
-2002
Charge Air Cooling Water System
CACW-1 - 0 Selalu
sukses
CACW-
2A/B
Structural
deficiency 4.75 1.34E-08
OREDA
-2002
External
leakage 5.14 4.08E-08
OREDA
-2002
7
Plugged/cho
ked 0.64 1.89E-08
OREDA
-2002
CACW-3
Low output 2.05 6.67E-07 OREDA
-2002
Noise 7.34 8.20E-09 OREDA
-2002
CACW-4
Structural
deficiency 4.75 1.34E-08
OREDA
-2002
External
leakage 5.14 4.08E-08
OREDA
-2002
Plugged
/choked 0.64 1.89E-08
OREDA
-2002
Injector Cooling Water System
NCW-1 - 0 Selalu
sukses
NCW-2
Low output 2.05 6.67E-07 OREDA
-2002
Noise 7.34 8.20E-09 OREDA
-2002
NCW-3
Structural
deficiency 4.75 1.34E-08
OREDA
-2002
External
leakage 5.14 4.08E-08
OREDA
-2002
Plugged/
choked 0.64 1.89E-08
OREDA
-2002
*nilai λ dan µ adalah nilai per106
Tabel 6.9 Mode Kegagalan, Nilai Laju Kegagalan Dan Laju Perbaikan pada Komponen Sistem Air
Pendingin
Komp. Mode Kegagalan λ µ Ket.
CA-1A/B - 0 - Selalu
sukses
CA-2 - 0 - Selalu
sukses
CA-3 - 0 - Selalu
sukses
CA-4 - 0 - Selalu
sukses
CA-5 - 0 - Selalu
sukses
Dari keseluruhan komponen yang terdapat
dalam sistem tidak seluruhnya dimodelkan
memiliki mode kegagalan, beberapa komponen
dianggap akan selalu sukses sehingga ada sistem
yang dapat dianggap untuk dianalisa (contoh :
sistem udara bertekanan). Penjelasan mengenai
komponen yang diabaikan nilai kegagalannya
antara lain :
Tanki
Tanki merupakan komponen yang statis,
bukan komponen yang bekerja seperti pompa,
kompresor dll. Sehingga dalam hal ini dianggal
tanki adalah komponen yang selalu sukses.
Air Compressor
Fungsi utama air compressor adalah untuk
menyuplai udara bertekanan untuk kebutuhan start
mesin. Pada operasional PLTD unit 10 dan 11,
mesin diesel beroperasi 12 jam sehari atau
dilakukan 1 kali start setiap harinya sehingga
dianggap beban kerja tidak kontinyu. Untuk itu,
dalam analisa ini komponen air compressor
dianggap selalu sukses.
Pressure Vessel (Air Receiver)
Fungsi utama air receiver adalah untuk
menampung udara bertekanan untuk kebutuhan
start mesin. Pada operasional PLTD unit 10 dan 11,
mesin diesel beroperasi 12 jam sehari atau
dilakukan 1 kali start setiap harinya sehingga
dianggap beban kerja tidak kontinyu. Untuk itu,
dalam analisa ini komponen air receiver dianggap
selalu sukses.
6.3 Blok Diagram Sistem Pendukung PLTD 10
dan 11
Berdasarkan penjabaran mengenai mode
kegagalan, maka dapat dibuat model dari sistem
tersebut sesuai dengan mode kegagagalan yang
mungkin muncul pada komponen penyusun sistem.
Dalam hal ini pemodelan dilakukan dengan bantuan
Relex2009 - Fault Tree Analysis dan OpSim. Pada
dasarnya kedua metode sebagaimana yang
dijelaskan pada tinjauan pustaka oleh Rausand &
Arlnjot (4) saling berkorelasi. Namun penggunaan
kedua metode ini dilakukan untuk mempermudah
penjabaran hubungan antar komponen dan mode
kegagalannya.
Sistem Bahan Bakar
Komponen tangki, sebagaimana yang telah
dijelaskan pada sub bab 6.2.2 merupakan
komponen statis yang dalam analisa dapat dianggap
akan selalu sukses. Sehingga kegagalan
kemungkinan dapat terjadi pada komponen selain
tangki. Pada sistem bahan bakar, munculnya salah
satu mode kegagalan pada salah satu komponen FO
Separator (FO-3) ataupun Final Filter (FO-7A/B)
akan menyebabkan sistem menjadi gagal. Sehingga
dalam sebuah fault tree hubungan antar mode
kegagalan dan antar komponen tersebut
menggunakan logical gate “or” dimana munculnya
salah satu basic event akan menyebabkan top event
terjadi.
Gambar 6.2 Fault Tree Diagram Sistem Bahan Bakar
8
Berbeda dengan kelima komponen tersebut,
kegagalan pada salah satu komponen Pressuring
Pump (FO-5A/B) ataupun Fuel Filter (FO-6A/B)
tidak akan menyebabkan sistem menjadi gagal. Hal
tersebut wajar saja terjadi mengingat terdapat
masing - masing dua unit pompa bahan bakar dan
fuel filter yang terkonfigurasi secara parallel
standby, sehingga apabila salah satu komponen
pompa atau filter mengalami kegagalan maka
komponen yang standby akan menggantikan kerja
komponen pompa atau fuel filter yang rusak.
Kegagalan baru akan terjadi jika kedua komponen
pompa bahan bakar ataupun fuel filter mengalami
kegagalan. Untuk itu hubungan antar komponen
pompa ataupun fuel filter dimodelkan dengan
menggunakan logical gate “and”.
Berdasarkan penjabaran diatas tentang fault
tree diagram sistem bahan bakar sesuai Gambar
6.2 pemodelan sistem bahan bakar dengan
menggunakan block diagram adalah pada Gambar
6.3
Gambar 6.3 Blok Diagram Sistem Bahan Bakar
Sistem Pelumasan
Pada sistem pelumas terdapat 9 komponen
utama dengan rincian 1 komponen (LO Tank) yang
dianggap selalu sukses dan 8 komponen lain
memiliki potensi kegagalan dengan total 17 mode
kegagalan sebagaimana yang dituliskan pada Tabel
6.2
Dari 17 mode kegagalan yang ada tidak
seluruhnya menyebabkan sistem langsung menjadi
gagal. Munculnya mode-mode kegagalan pada
salah satu komponen LO Separator (LO-2) atau LO
Radiator (LO-3) saja yang akan menyebabkan
sistem langsung menjadi gagal sebagaimana yang
tergambar pada fault tree diagram sistem
pelumasan sesuai Gambar 6.4
Gambar 6.4 Fault Tree Diagram Sistem Minyak
Pelumas
Namun berbeda dengan komponen Pompa
LO (LO-4A/B), main filter (LO-5A/B) atau inlet
filter (LO-6A/B), kegagalan sistem akan terjadi jika
kedua komponen yang tersusun secara parallel
standby tersebut mengalami kegagalan.
Adapun model blok diagram dari sistem
pelumasan yang dikonversikan dari fault tree
diagram adalah sebagaimana Gambar 6.5 berikut :
Gambar 6.5 Blok Diagram Sistem Pelumasan
Sistem Air Pendingin Mesin (Jacket Cooling
Water System)
Gambar 6.5 adalah gambar pemodelan
kegagalan jacket cooling water system dengan fault
tree diagram. Terdapat 12 mode kegagalan dari
sistem tersebut. Logika gate “and” serta “or”
digunakan untuk mengkombinasikan penyebab
kegagalan sistem tersebut.
Sebagaimana yang ditampilkan pada fault
tree diagram tersebut jacket cooling water system
dapat gagal karena salah satu dari empat komponen
������
� �� �
�� �
��� �
������
� �� �
�� �
��� �
�������
������
� �� �
�� ����
��� �
������ � �� � ��
������
� �� �
�� !���
��� �
������
� �� �
�� �
��� �
��� ���"�
�������
� �� �#
�� $��%
��� �
&�" ���'��
�������
� �� �#
�� �����$
��� �
������ � �� � ��
�������
� �� �#
�� �!�!(
��� �
��� ���"�
�����$
� �� ��
�� $��%
��� �
&�" ���'��
�����%
� �� ��
�� �����$
��� �
������ � �� � ��
�����(
� �� ��
�� �!�!(
��� �
)*+� �*��
�������
� �� �#
�� %��(
��� �
)*+� �*��
�����!
� �� ��
�� %��(
��� �
,��-�.+ �
�������
� �� $#
�� ��%
��� �
,��-�.+ �
�������
� �� $�
�� ��%
��� �
,��-�.+ �
������$
� �� %
�� ��%
��� �
/� ��
���
��
�� /+
�� /+
�� /+
������
� &� �
�� �
��� �
�������
������
� &� �
�� ����
��� �
������ � �� � ��
������
� &� �
�� !���
��� �
/������� � ��0*�*����
������
� &� �
�� ��%�
��� �
�������
������
� &� �
�� ��$�
��� �
������ � �� � ��
�����$
� &� �
�� ����
��� �
&�" ���'��
�����%
�� �����$
� &� �#
��� �
��� ���"�
�����(
� &� �#
�� $��%
��� �
������ � �� � ��
�����!
� &� �#
�� �!�!(
��� �
&�" ���'��
�������
� &� ��
�� �����$
��� �
��� ���"�
�������
� &� ��
�� $��%
��� �
������ � �� � ��
�������
� &� ��
�� �!�!(
��� �
)*+� �*��
�������
�� %��(
� &� �#
��� �
)*+� �*��
�������
�� %��(
� &� ��
��� �
�������
�������
� &� �#
�� ��%
��� �
�������
������$
� &� ��
�� ��%
��� �
�������
������%
� &� $#
�� ��%
��� �
�������
������(
� &� $�
�� ��%
��� �
/� ��
���
���� /+
�� /+�� /+
9
yang dimiliki gagal. Namun kegagalan komponen
jacket water radiator (JCW-2A/B) berbeda dari
komponen yang lain, karena terpasang secara
paralel standby, maka jacket water radiator akan
menjadi sepenuhnya gagal jika kedua radiator
mengalami kegagalan.
Gambar 6.6 Fault Tree Sistem Air Pendingin Mesin
Di bawah ini adalah Gambar 6.7 yang
menjelaskan tentang model jacket cooling water
system dengan menggunakan block diagram yang
dikonversikan dari fault tree diagram
Gambar 6.7 Block Diagram Sistem Pendingin
Mesin
Sistem Air Pendingin Turbocharger
(Charge Air Cooling Water System)
Komponen penyusun charge air cooling
water (CACW) system identik dengan jacket
cooling water system. Pada sistem ini terdapat lima
komponen utama. Sebagaimana yang dijelaskan
sebelumnya, dalam sistem ini tanki air pendingin
dianggap selalu sukses.
Pada komponen selain tangki air pendingin,
kegagalan pada salah satu komponen CACW pump
(CACW-3) ataupun charge air radiator (CACW-4)
akan menyebabkan sistem menjadi gagal, namun
tidak pada salah satu CACW radiator (CACW-
2A/B).
Gambar 6.8 Fault Tree Sistem Air Pendingin
Turbocharger
Pada CACW system terdapat dua unit CACW
radiator yang terkonfigurasi secara standby
parallel dengan masing-masing komponen
memiliki 3 mode kegagalan. Hal ini berarti
kegagalan pada salah satu komponen tidak
menyebabkan kegagalan pada keseluruhan sistem,
Karena kerja radiator yang mengalami kegagalan
dapat digantikan oleh radiator yang standby. Oleh
karena itu pada fault tree hubungan antar kedua
radiator menggunakan logical gate “and” dan
apabila dikonversikan ke dalam blok diagram akan
setara dengan susunan parallel standby. Adapun
blok diagram dari keseluruhan sistem ini
digambarkan pada Gambar 6.9
Gambar 6.9 Blok Diagram Sistem Pendingin
Turbocharger
Sistem Air Pendingin Injektor Bahan
Bakar (Injector Cooling Water System)
Gambar 6.10 Fault Tree Sistem Air Pendingin
Injektor Bahan Bakar
Injector cooling water system berfungsi
untuk menjaga temperatur pada injektor bahan
bakar mesin diesel penggerak generator listrik.
Pada penjabaran menggunakan fault tree diagram
10
sebagaimana Gambar 6.11 diketahui terdapat 3
komponen dengan 2 komponen yang berpotensi
gagal dan 1 komponen yang diaggam selalu sukses
(9CW Tank). Dari 2 komponen yang berpotensi
gagal tersbut terdapat 5 mode kegagalan yang
mungkin terjadi. Munculnya satu mode kegagalan
saja pada komponen 9CW radiator atau 9CW
pump akan menyebabkan injector cooling water
system menjadi gagal. Sehingga hubungan antar
mode kegagalan dan antar komponen pada sistem
ini menggunakan logical gate “or”.
Berdasarkan analisa dengan fault tree dapat
dibuat model blok diagram dari sistem tersebut
dengan hubungan antar komponen dan mode
kegagalan secara seri sebagaimana Gambar 4.16 di
bawah ini.
Gambar 6.11 Blok Diagram Sistem Air Pendingin
Injektor Bahan Bakar
Sistem Udara Bertekanan
Fungsi utama sistem udara bertekanan
adalah menyuplai udara untuk start. Sebagaimana
yang diketahui, proses starting mesin pada PLTD
Pesanggaran kurang lebih dilakukan satu periode
setiap harinya. Hal tersebut memberikan pemikiran
bahwa sistem beroperasi secara intermiten atau
pada saat tertentu saja. Apabila pada jangka waktu
satu tahun terdapat 365 hari dan pengoperasian
sistem untuk starting mesin kurang dari 1 jam
setiap harinya, maka dapat dikatakan sistem
beroperasi tidak lebih dari 365 jam setiap tahunnya.
Gambar 6.12 Blok Diagram Sistem Udara
Bertekanan
Berdasarkan hal tersebut maka dianggap
komponen – komponen sistem udara bertekanan
akan selalu sukses dalam menjalankan misinya atau
memiliki nilai laju kegagalan nol sebagaimana
digambarkan pada Gambar 6.12. Sehingga analisa
mengenai ketersediaan sistem, komponen kritis
dalam sistem dan manajemen perawatan sistem
udara bertekanan tidak dibahas lebih lanjut.
6.4 Analisa Ketersediaan Ketersediaan adalah probabilitas suatu
sistem atau komponen ditemukan beroperasi dalam
jangka waktu tertentu. Pada kasus di PLTD
Pesanggaran. Unit PLTD no 10 dan 11 memiliki
jadwal pengoperasian 12 jam setiap harinya.
Sehingga dapat dikatakan setara dengan 4380 jam
operasi setiap tahunnya (asumsi 365 × 12 jam).
Namun pada kenyataannya PLTD unit 10 dan 11
tidak terus menerus beroperasi tanpa tindakan
perawatan. Perusahaan telah menerapkan jadwal
perawatan rutin preventive maintenance
sebagaimana yang dinyatakan oleh Baskara (8)
dalam laporan kerja praktek di PT.Indonesia Power
UBP Bali.
Berdasarkan sumber di atas dan
sebagaimana terdapat pada lampiran diketahui
bahwa pekerjaan preventive maintenance yang
berdampak pada terganggunya waktu operasi mesin,
termasuk sistem pendukungnya, hanya pekerjaan
pada saat overhaul saja yaitu setiap 6000 jam
operasi dengan lama pekerjaan setiap overhaul
(sesuai dengan data gangguan PLTD Unit 10 dan
11) 40 hari.
Gambar 6.13 Grafik Kondisi Operasi Sistem
Dengan Default Preventive Maintenance
Kondisi operasi sistem pendukung PLTD
unit 10 dan 11 yang dijelaskan diatas digambarkan
dalam Error! Reference source not
found.. Kondisi mesin beroperasi dinyatakan
dengan angka 1 (satu), sedangkan kondisi mesin
tidak beroperasi dinyatakan dengan angka 0 (nol).
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka
sesuai dengan persamaan 2 didapatkan ketersediaan
dari PLTD Pesanggaran unit 10 dan 11 adalah sebesar 0.925926.
�
�
� ��(� (%$� ����� �%��� ��!�� �$�(�
U'
/��
"�
J . �'�� -*
Kondisi Operasi Sistem dengan Preventive Maintenance
11
�
���
���
���
���
���
��$
��%
��(
��!
�
� (%$� �%��� �$�(� ����� ��(�� ���$� $���� %��(� %((�� (%$��
K�
�
� �
�
J . �'�� -*
Keandalan Sistem Pendukung Mesin PLTD 10 dan 11
�� &� JCW C#CW CW
Gambar 6.14 Kurva Keandalan Sistem Pendukung
Mesin PLTD Unit 10 Dan 11
Gambar 6.14 diatas adalah grafik
keandalan sistem pendukung PLTD unit 10 dan 11
hingga 87600 jam operasi atau setara dengan 20
tahun operasi tanpa dilakukan perbaikan
berdasarkan inputan data yang telah ditentukan
pada refrensi (9).
6.5 Analisa Komponen Kritis Berdasarkan pembahasan pada sub bab 4
diketahui bahwa nilai kekritisan komponen dapat
dihitung menggunakan beberapa metode, salah
satunya dengan metode birnbaum yaitu dengan cara
menurunkan secara parsial keandalan sistem
terhadap keandalan komponen yang dianalis
sebagaimana yang dituliskan dalam persamaan 3di
bawah ini.
$%�&'(� =)*+,+-�-�
)*��-� ; /0(/1 & = 1,2, … , 0 [3]
Penentuan tingkat kekritisan komponen pada
metode Birnbaum’s criticality measurement akan
relatif terhadap waktu. Sehingga dalam menentukan
nilai kritis suatu komponen terlebih dahulu harus
ditetapkan batasan waktu yang akan dianalisa.
Dalam penelitian ini analisa komponen kritis
dilakukan pada tahun pertama atau pada jam ke
4380 apabila dianggap rata-rata pengoperasian
PLTD Pesanggaran unit 10 dan 11 adalah 12 jam
setiap harinya. Pemilihan batas waktu tersebut juga
mempertimbangkan jadwal shutdown PLTD yang
telah ditentukan sebelumnya oleh perusahaan setiap
6000 jam operasi.
Penentuan Komponen Kritis Sistem Bahan
Bakar
Pada sistem bahan bakar terdapat sembilan
komponen utama penyusun sistem antara lain:
FO-1 : FO Storage Tank
FO-2 : FO Tank
FO-3 : FO Separator
FO-4 : Daily Tank
FO-5A : Pressuring Pump A
FO-5B : Pressuring Pump B
FO-6A : Fuel Filter A
FO-6B : Fuel Filter B
FO-7 : Final Filter
Laju kegagalan komponen sistem bahan
bakar sesuai dengan Tabel 4.6 adalah sebagai
berikut:
λFO-1 = λFO-2 = λFO-4 = 0
λFO-6A = λFO-6B = λFO-7 = 4.7
λFO-3 = 9.55 + 4.05
= 13.6
λFO-5A = 19.98 + 6.17 + 103.56 + 7.28
= 136.99
λFO-5B = 19.98 + 6.17 + 103.56 + 7.28
= 136.99
Nilai keandalan komponen pada tahun
pertama operasi atau pada 4380 jam operasi yang
dihitung dengan menggunakan persamaan 1 adalah
sebagai berikut :
RFO1 = RFO2 = RFO4 = 1.000000
RFO3 = 0.942171
RFO5A = 0.548803
RFO5B = 0.548803
RFO6A = 0.979624
RFO6B = 0.979624
RFO7 = 0.979624
Dengan menggunakan Birnbaum’s
importance measurement didapatkan hasil sebagai
berikut
$%��'5678�
=9��:65�;< + ;% − ;<;% ��>< + >% − ><>%�?�
9�
$%�:'5678�
=9��:65�;< + ;% − ;<;% ��>< + >% − ><>%�?�
9:
$%�5'5678�
=9��:65�;< + ;% − ;<;% ��>< + >% − ><>%�?�
95
$%�6'5678�
=9��:65�;< + ;% − ;<;% ��>< + >% − ><>%�?�
96
= 0.779869
$%�;<'5678�
=9��:65�;< + ;% − ;<;% ��>< + >% − ><>%�?�
9;<
12
= 0.395628
$%�;%'5678�
=9��:65�;< + ;% − ;<;% ��>< + >% − ><>%�?�
9;%
= 0.395628
$%�><'5678�
=9��:65�;< + ;% − ;<;% ��>< + >% − ><>%�?�
9><
= 0.014977
$%�>%'5678�
=9��:65�;< + ;% − ;<;% ��>< + >% − ><>%�?�
9>%
= 0.014977
$%�?'5678�
=9��:65�;< + ;% − ;<;% ��>< + >% − ><>%�?�
9?
= 0.750053
�
�
�
�
�
�
$
�� � �� � �� � �� � �� �# �� �� �� $# �� $� �� %
�
��
�*�
�
K�.'����
Rangking Komponen Kritis Sistem Bahan Bakar
/��*�-�
Gambar 6.15 Grafik Rangking Komponen Kritis
Sistem Bahan Bakar
Dari hasil perhitungan nilai kritis komponen
penyusun sistem bahan bakar sebagaimana yang
disajikan pada Gambar 6.15 dapat diketahui
terdapat 5 rangking dari total 9 komponen yang
dimodelkan. Komponen FO separator (FO-3) dan
final filter (FO-7) menempati rangking pertama dan
kedua yang menunjukkan bahwa kedua komponen
tersebut memiliki nilai kritis yang lebih besar
dibandingkan dengan komponen yang lain. Hal
tersebut terjadi karena komponen separator dan
final filter merupakan komponen dengan jumlah
masing-masing 1 unit yang terletak pada
konfigurasi seri dalam sistem. Pernyataan tersebut
ditunjang oleh penjelasan Rausand dan Arlnjot
(2004) mengenai penentuan nilai kritis komponen
dengan metode Birnbaum dalam bukunya.
Komponen pressuring pump A dan
pressuring pump B masing-masing memiliki
rangking yang sama, begitu pula dengan komponen
fuel filter A dan B. Hal tersebut terjadi karena
komponen-komponen tersebut terkonfigurasi secara
paralel standby dengan nilai laju kegagalan yang
identik sehingga dalam hal ini komponen tersebut
tidak dianggap terlalu kritis dibandingkan dengan
komponen separator dan final filter, karena apablia
salah satu komponen tersebut mengalami kegagalan
akan digantikan dengan komponen lain yang
standby.
Sedangkan untuk komponen tangki,
dikarenakan komponen tanki (FO-1, FO-2, FO-4)
dimodelkan sebagai komponen yang selalu sukses,
maka dalam penentuan tingkat kekritisan,
perhitungan untuk komponen tersebut dapat
diabaikan dan diletakkan pada rangking terbawah.
Dengan cara yang sama, perhitungan
dilakukan terhadap masing-masing sistem
pendukung mesin yang lainnya.
Penentuan Komponen Kritis Sistem
Minyak Pelumas
Dengan menggunakan Birnbaum’s
importance measurement didapatkan hasil sebagai
berikut
�
�
�
�
�
�
$
&� � &� � &� � &� �# &� �� &� �# &� �� &� $# &� $�
�
���
*��
K�.'����
Rangking Komponen Kritis Sistem Minyak Pelumas
C�*�*� �*��
Gambar 6.16 Rangking Komponen Kritis Sistem
Minyak Pelumas
Gambar 6.16 diatas menunjukkan hasil
perangkingkan nilai kritis dari komponen penyusun
sistem minyak pelumas. Berdasarkan grafik
tersebut diketahui bahwa yang menjadi komponen
paling kritis adalah komponen LO-2 atau
komponen LO separator disusul dengan komponen
LO-3 atau komponen LO radiator. Secara sekilas
hal tersebut wajar terjadi karena kedua komponen
tersebut bekerja pada konfigurasi seri terhadap
sistem tanpa ada komponen yang menjadi cadangan.
Kesamaan rangking komponen pada sistem
ini terjadi pada main filter dan inlet filter serta pada
pompa. Hal tersebut disebabkan karena komponen
tersebut terkonfigurasi paralel standby dengan nilai
laju kegagalan yang sama (untuk main filter dan
inlet filter). Sebagaimana diketahui komponen yang
terkonfigurasi secara paralel standby memiliki nilai
keandalan yang lebih tinggi karena komponen yang
13
gagal akan segera digantikan oleh komponen yang
standby.
Pada sistem ini sebagaimana yang terjadi
pada sistem bahan bakar, komponen tanki memiliki
prioritas terkecil atau tidak kritis karena tangki
dimodelkan sebagai komponen yang selalu sukses.
Penentuan Komponen Kritis Sistem
Pendingin Mesin
Berdasarkan hasil perhitungan nilai kritis
komponen dengan metode Birnbaum, semakin
besar nilai kritis dari suatu komponen maka
semakin besar pula potensi komponen tersebut
berkontribusi dalam kegagalan sistem.
�
�
�
�
�
�
JCW� JCW�# JCW�� JCW� JCW�
� �
��*�
�
K�.'����
Rangking Komponen Kritis Sistem Pendingin Mesin
C�*�*� �*��
Gambar 6.17 Grafik Rangking Komponen Kritis
Sistem Pendingin Mesin
Setelah nilai kritis dari kelima komponen
penyusun sistem pendingin mesin dibandingkan,
maka didapatkan hasil komponen inlet radiator
menjadi komponen yang kritis dalam sistem,
disusul oleh komponen jacket water pump.
Sedangkan komponen jacket water radiator dan
tangki air pendingin tidak dianggap begitu kritis
dikarenakan jacket water radiator terkonfigurasi
secara standby paralel dan tangki dimodelkan
sebagai komponen yang selalu sukses.
Penentuan Komponen Kritis Sistem
Pendingin Injektor
�
�
�
�
�
�
C#CW � C#CW �# C#CW �� C#CW � C#CW �
� �
��*�
�
K�.'����
Rangking Komponen Kritis Sistem Pendingin Turbocharger
C�*�*� �*��
Gambar 6.18 Grafik Rangking Komponen Kritis
Sistem Pendingin Turbocharger
Gambar 6.18 diatas menunjukkan rangking
komponen kritis dari sistem pendingin turbocharger.
Hasil perangkingan serupa dengan hasil pada
sistem pendingin mesin. Hal ini dikarenakan kedua
sistem identik, sehingga berdasarkan perhitungan
didapatkan hasil yang serupa.
Penentuan Komponen Kritis Sistem
Pendingin Injektor
�
�
�
�
�
�
CW� CW� CW�
� �
��*�
�
K�.'����
Rangking Komponen Kritis Sistem Pendingin Injektor
C�*�*� �*��
Gambar 6.19 Grafik Rangking Komponen Kritis
Sistem Pendingin Injektor
Pada sistem pendingin injektor bahan bakar,
dari tiga komponen penyusun sistem yang
keseluruhan tersusun secara seri, komponen nozzle
radiator (NCW-3) menjadi komponen yang paling
kritis sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 6.19.
Pada kondisi sistem ini (semua komponen
tersusun seri) nilai kritis komponen dipengaruhi
oleh nilai keandalan dari masing-masing komponen.
Tangki air pendingin dalam kasus ini dimodelkan
selalu sukses, sehingga tentu saja akan menempati
rangking terbawah dibandingkan komponen lain.
Diantara dua komponen yang tersisa, nilai
keandalan dari komponen nozzle cooling pump
(NCW-2) masih lebih tinggi dari komponen nozzle
radiator, hal tersebut yang menyebabkan nozzle
radiator menempati peringkat pertama.
6.6 Analisa Perawatan
Berdasarkan model yang telah dibuat
terdapat total 31 komponen penyusun kelima sistem
yang dianalisa. Pekerjaan perawatan tentunya tidak
langsung dilakukan terhadap keseluruhan
komponen, dengan maksud untuk mengefektifkan
perkerjaan perawatan yang dilakukan.
Berdasarkan analisa komponen kritis, telah
diketahui komponen-komponen apa saja yang
memiliki rangking teratas dalam sistemnya. Hal
tersebut dirasa cukup beralasan untuk dijadikan
dasar penentuan penjadwalan perawatan yang
dalam hal ini berupa rekomendasi prioritas
pelaksanaan.
14
Dari 31 komponen yang ada didapati tiga
pola nilai kritis dari komponen penyusun sistem
pendukung mesin yang kemudian diklasifikasikan
kedalam tiga kategori yaitu kategori 1, kategori 2
dan kategori 3. Kategori 1 adalah kategori
komponen yang memiliki rangking tertinggi dalam
sistem dan tidak memiliki komponen cadangan
(redundant). Komponen yang termasuk dalam
kategori 1 sesuai Tabel 6.10 memiliki prioritas
utama perlakuan perawatan rutin seperti preventive
maintenance minor dan major, serta condition
monitoring.
Tabel 6.10 Komponen Kategori 1
Komponen �ama Komponen
FO-3 FO Separator
FO-7 Final Filter
LO-2 LO Separator
LO-3 LO Radiator
NCW-3 NCW Radiator
NCW-2 NCW Pump
JCW-4 Inlet Radiator
JCW-3 JCW Pump
CACW-4 Charge Air
Radiator
CACW-3 CACW Pump
Kategori 2 adalah komponen yang memiliki
rangking dibawah komponen kategori 1 dan
memiliki komponen cadangan (redundant).
Komponen pada kategori 2 memiliki prioritas yang
tidak terlalu tinggi mengingat perbaikan tidak harus
langsung dilakukan ketika komponen mengalami
kegagalan. Contoh metode perawatan yang
dilakukan : corrective maintenance. Tabel 6.11
berikut ini adalah komponen yang diklasifikasikan
dalam kategori 2.
Tabel 6.11 Komponen Kategori 2
Komponen �ama Komponen
JCW2A JCW Radiator A
JCW2B JCW Radiator B
CACW-2A CACW Radiator A
CACW-2B CACW Radiator B
FO-5A FO Pressuring Pump A
FO-5B FO Pressuring Pump B
FO-6A Fuel Filter A
FO-6B Fuel Filter B
LO-4A LO Pump A
LO-4B LO Pump A
LO-5A Main Filter A
LO-5B Main Filter B
LO-6A Inlet Filter A
LO-6B Inlet Filter B
Sedangkan kategori 3 adalah komponen
yang dianggap selalu sukses, namun pada
kenyataannya tetap harus diberikan tindakan
perawatan (contoh : inspeksi).
Berikut ini, Tabel 6.12, adalah komponen
yang diklasifikasikan ke dalam kategori 3:
Tabel 6.12 Komponen Kategori 3
Komponen �ama Komponen
NCW-1 NCW Tank
JCW-1 JCW Tank
CACW-1 CACW Tank
FO-1 FO Storage Tank
FO-2 FO Tank
FO-4 FO Daily Tank
LO-1 LO Tank
7 KESIMPULA� DA� REKOME�DASI
Berdasarkan hasil dari penelitian yang dilakukan
mala dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Nilai ketersediaan PLTD berdasarkan jadwal
pengoperasian dan jadwal overhaul mesin
adalah 0.93
2. Berdasarkan hasil analisa menggunakan
metode Birnbaum’s Criticality Measure
pada masing-masing sistem PLTD.
Komponen penyusun sistem pendukung PLTD diklasifikasikan menjadi tiga kategori,
menurut urutan rangking nilai kritis dari
komponen tersebut.
3. Terdapat tiga jenis prioritas perawatan yang
dapat dilakukan berdasarkan hasil analisa
komponen kritis antara lain adalah :
a. Kategori 1 :
Preventive Maintenance minor
dan major secara rutin dan
condition monitoring
b. Kategori 2 : Corrective maintenance
c. Kategori 3 :
Inspeksi
Dalam penelitian ini penjadwalan perawatan
hanya mencakup pada tindakan perawatan apa yang
direkomendasikan sesuai dengan tingkat kekritisan
komponen, kedepan tinjauan tentang rekomendasi
waktu perawatan komponen dapat dikembangkan
lebih lanjut
15
8 DAFTAR PUSTAKA
1. Knezevic, Jezdimir.
RELIABILITY,MAINTAINABILITY AND
SUPPORTABILITY : A PROBABILISTIC
APPROACH. [pengar. buku] Dwi Priyanta.
Reading Materials 1 : ME 091325
MAI9TE9A9CE MA9AGEME9T. Surabaya :
s.n., 1993, hal. 3-12.
2. Ichwan, Amirul. Perencanaan Pemeliharaan
Jangka Panjang Berdasarkan Assesmen
Availabilitas Di PLTU Paiton Unit 7 dan 8. Surabaya : Master Theses, Program Magister
Manajemen Teknologi, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, 2007.
3. Artana, Ketut Buda. Modul Kuliah Keandalan
– Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS.
Surabaya : s.n., 2006.
4. Rausand, Marvin dan Arlnjot, Hyland. System
Reliability Theory. New Jersey : John Willey &
Sons Inc., 2004.
5. Artana, Ketut Buda. A Research on Marine
Machinery Selection Using Hybrid Method of Generalized Reduced Gradient and Decision
Matrix. Kobe : Kobe University of Mercantile
Marine, 2003.
6. OREDA-2002. Offshore Reliability Data
Handbook. Trondheim : Det Norske Veritas,
2002.
7. Darma, Yeddid Yonatan Eka. Optimasi
Penjadwalan Penyediaan Kebutuhan Suku
Cadang Sistem Penunjang Motor Induk di
Perusahaan Pelayaran 9usa Tenggara dengan
Metode Dinamika Sistem. Surabaya : Institut
Teknologi Sepuluh Nopember , 2010. 8. Kusuma, Putu Andhi Indira. Penjadwalan
Perawatan Sistem Penunjang Motor Induk
dengan Pemodelan Dinamika Sistem.
Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, 2010.
9. Baskara, Indra Wahyu. Laporan Kerja Praktek
PT.Indonesia Power UBP Bali. Surabaya :
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan FTK ITS,
2010.