pengaruh variasi konsentrasi nacl dan perubahan …
TRANSCRIPT
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI NaCl DAN PERUBAHAN FERITTE CONTENT TERHADAP KOROSI BAJA TAHAN KARAT DUA
FASA AUSTENITIK-FERITIK (DUPLEX) UNS 32205 PADA SUHU RUANG DENGAN METODE POLARISASI SIKLIK
Andi Rustandi., M Aviseina Rimandana
Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16436, Indonesia
Email: [email protected] ; [email protected]
Abstrak Korosi kerap menjadi masalah dalam pemipaan untuk industri minyak dan
gas bumi. Untuk mengatasi masalah tersebut diciptakanlah material yang dapat menahan laju korosi, salah satunya adalah baja tahan karat duplex. Namun, baja tahan karat duplex masih rentan terkena korosi lokal di lingkungan yang terdapat ion klorida. Selain itu, pipa-pipa yang digunakan untuk mengalirkan produk industri minyak dan gas bumi dirangkai menggunakan metode las yang dapat merubah konten ferit yang dapat mempengaruhi ketahanan pipa terhadap korosi.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh konsentrasi NaCl dan pengaruh perubahan konten ferit terhadap korosi duplex 2205 menggunakan metode polarisasi siklik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik konsentrasi NaCl dan perubahan konten ferit memberi pengaruh pada korosi duplex 2205. Konsentrasi NaCl yang memiliki korosi paling besar adalah konsentrasi 3,5% NaCl. Peningkatan fasa austenit pada baja akan memperkuat ketahanan korosi dari baja tahan karat duplex The Effect of NaCl Concentration And The Change Of Its Ferrite Content To
Corrosion Of Two Phased Stainless Steel Austenitic-Ferritic (Duplex) UNS 32205 At Room Temperature Using Cylcic Polarization Methods
Abstract
Corrosion is become the problem in pipeline for oil and gas industry. To handle this problem, materials that stainless was made, one of them is duplex stainless steel. However, duplex stainless steel can be corroded by localized corrosion in environment that contain chloride ion. More over, pipes which used to stream the product of oil and gas industry is joint by welding which can affect the ferric content that can change the pipe’s resistance of corrosion.
This study was conducted to study the effect of NaCl concentration and the effect of change of ferrite content to corrosion of duplex 2205. This study shows that both of NaCl concentration and change of ferrite content have affect the corrosion of duplex 22015. 3.5% NaCl is the most corrosive environment. The increase of austenite phase will increase the corrosion resistance of duplex stainless steel
1. Pendahuluan
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
Korosi adalah degradasi logam yang terjadi akibat reaksi redoks antara
logam dengan lingkungannya. Untuk mengatasi masalah korosi, diciptakan
berbagai material yang dapat menahan laju korosi, salah satunya adalah duplex
stainless steel yang menggabungkan sifat dari ferritic stainless steel dan austenitic
stainless steel sehingga material ini memiliki ketahanan yang baik akan stress
corrosion cracking dan korosi karena pengaruh lingkungan.
Namun duplex stainless steel masih rentan terkena jenis korosi lokal
seperti korosi sumuran pada lingkungan yang korosif, seperti lingkungan yang
terdapat ion klorida. Stainless steel 2205 adalah jenis dss yang sudah secara luas
digunakan untuk aplikasi pada bidang eksplorasi minyak dan gas atau industri-
industri yang memiliki lingkungan kerja mengandung ion klorida. Ketahan korosi
dari baja tahan karat adalah hasil dari terbentuknya lapisan pasif pada permukaan
logam sedangkan konsentrasi dari ion klorida akan mempengaruhi lapisan pasif
dari stainless steel.
Pada aplikasinya, duplex stainless steel akan berfungsi sebagai pipa yang
digunakan untuk mengalirkan fluida seperti minyak atau gas. Pipa-pipa tersebut
akan dirangkai dengan menggunakan metode las yang menggunakan temperatur
tinggi. Temperatur tinggi tersebut akan mempegaruhi ferrite content dan
ketahanan korosi dari pipa tersebut.
2. Dasar Teori
2.1. Korosi Sumuran
Gambar 1. Gambar korosi sumuran[1]
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
Korosi sumuran adalah jenis korosi lokal yang menghasilkan lubang pada
material. Walaupun menghasilkan material hilang dalam jumlah kecil. korosi
sumuran lebih berbahaya dibandingkan korosi umum karena ia lebih sulit untuk
dideteksi, diprediksi, dan diatasi. Korosi sumuran dapat disebabkan oleh:
• Kerusakan secara mekanikal ataupun kimia terhadap lapisan pasif pada
logam, oksigen terlarut yang sedikit yang membuat lapisan pasif kurang
stabil, kandungan ion klorin yang tinggi.
• Terdapat kerusakan yang terlokalisas akibat coating yang buruk.
• Kehadiran nonmetallic inclusion pada logam.
Mekanisme korosi sumuran terjadi secara dua tahap yaitu tahap inisiasi
dan propagasi. Tahap inisiasi dapat terjadi karena rusaknya lapisan pasif atapun
goresan pada coating. Tahap inisasi tak akan berlanjut menjadi tahap propagasi
apabila lapisan pasif terbentuk kembali ataupun lingkungan berkonsentrasi tinggi
dapat dihindarkan. Namun, apabila lapisan pasif tidak terbentuk kembali (karena
pengaruh lingkungan yang memiliki konsentrasi ion klorin tinggi) maka reaksi
sumuran akan terbentuk lebih cepat karena proses autokatalitik.
Berikut adalah proses autokatalitik. Pertama oksigen akan berkumpul
disekitar sumuran dan terjadi reduksi oksigen pada daerah sekitar sumuran.
Logam teroksidasi menjadi M+ dan Cl- akan masuk ke dalam sumuran untuk
menetralkan ion nya dan terjadi reaksi :
(M++Cl־) + H2O→MOH + H++ Cl ־
Terbentuknya ion H akan membuat larutan menjadi semakin asam. Setelah
itu ia akan memasuki tahap autokatalitik ketika reaksi yang terjadi sesuai dengan
rumus d = ktn dimana d adalah kedalaman sumuran, k adalah konstanta yang
bernilai antara 0.3 hingga 0.8, dan t adalah waktu[2]. Mekanisme dari korosi
sumuran dan grafik rumus kedalaman sumur dapat dilihat masing-masing pada
gambar 2 dan 3.
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
Gambar 2. Reaksi Autokatalitik [2]
Gambar 3. Mekanisme Korosi Siklik[3]
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi korosi sumuran[4]:
a. Cacat Permukaan:Inklusi, second phase dan heterogenitas dapat
menginisasi terjadinya korosi sumuran.
b. Pengerjaan Dingin: pengerjaan dingin yang tinggi dapat meningkatkan
terjadinya sumuran.
c. Sensitasi : temperatur yang memulai terbentuknya korosi intergranular
juga memicu terjadinya korosi sumuran karena melamahnya batas butir.
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
d. Kecepatan: korosi sumuran biasa terjadi pada lingkungan yang stagnan,
kecepatan tinggi akan menyebabkan pasivasi dari permukaan baja karena
dia dapat mengontrol oksigen lebih baik pada permukaanya.
e. Kontaminasi: lingkungan yang terkontaminasi dengan partikel debu akan lebih
mudah terkena korosi sumuran. Debu akan menyerap uap air dan menimbulkan
perbedaan aerasi dari logam.
2.2. Baja Tahan Karat Duplex
Baja tahan karat duplex merupakan baja yang memiliki mikrostruktur
austenit dan ferit [19] Komposisi dari baja ini harus diperhatikan secara ketat
karena kandungan dari element penstabil austenit dan elemen penstabil ferit harus
seimbang dimana perbandingan fasa yang ideal adalah 1:1.
Sifat dari duplex merupakan perpaduan dari sifat baja austenit dan ferit
dimana ia memiliki ketahanan stress corrosion cracking dari ferit dan memiliki
ketangguhan dari austenit [5]. Baja duplex biasa digunakan pada lingkungan
dengan pembebanan dan kandungan klorida yang tinggi.
Secara umum, sifat dari baja tahan karat duplex adalah[5]:
• Memiliki ketahanan sangat baik pada korosi merata.
• Memiliki ketahanan baik pada korosi sumuran dan celah.
• Ketahanan tinggi pada korosi retak tegang.
• Kekuatan mekanis tinggi.
• Kekuatan abrasi dan erosi.
• Ketangguhan tinggi.
• Ekspansi termal rendah.
• Kemampulasan baik.
Aplikasi baja tahan karat duplex:
• Pulp dan industri kertas.
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
• Tank kargo dan system pemipaan.
• Sistem air laut.
• Jembatan.
• Disain stuktural.
• Bejana tekan.
• Heat exchanger.
• Pemanas air.
• Shafts.
• Penguat beton.
Unsur-unsur baja tahan karat berfungsi sebagai PREN (pitting resistance
equivalent number).
PREN = Cr + 3.3 (Mo + 0.5 W) + 16N[6]
Tabel 1: Sifat mekanis baja 2205 [7]
Kuat tarik
(MPa)
Kekuatan Luluh
(MPa)
Elongasi Kekerasan
(HB)
621 448 25 31
2.3. Pasivasi
Pasivasi merupakan bentuk ketahanan logam terhadap korosi karena
terbentuknya lapisan pasif di permukaan logam baja tahan karat. Pada gambar 4
dapat dilihat bahwa Fe dapat membentuk lapisan pasif Fe(OH)2 dan Fe(OH)3.
Reaksi tersebut berlangsung sebagai berikut:
Fe + 2H2O à Fe(OH)2 + 2H+ + 2e-
Atau
Fe + 3H2O à Fe(OH)3 + 3H+ + 3e-
Suatu logam berada pada lapisan pasif apabaila logam tersebut tahan
terhadap korosi dimana laju korosinya sangat lambat. Sebelumnya logam akan
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
terkorosi dengan laju yang tinggi hingga ia memasuki zona pasivasi dimana laju
korosi sangat lambat sehingga korosi dapat diabaikan.
Gambar 4. Diagram Pourbaix
Pasivasi bukan sifat atau karakteristik dari suatu material melainkan ia
merupakan reaksi suatu material terhadap lingkungannya. Lapisan pasif dapat
hancur akibat lingkungan yang mengandung ion hallida seperti klorida, bromida
dan iodida. Lapisan pasivasi melekat dengan kuat pada logam dengan tebal 1
sampai 10nm. Lapisan pasif dapat mengurangi laju korosi 104 hingga 106 kali
dibanding keadaan pasif nya. Lapisan pasif merupakan oksida metalik yang
terhidrasi seperti Fe2O3 menjadi FeOOH. Tanpa adanya ion klorida maka baja
akan terkorosi sesuai reaksi:
FeOOH + H2O à Fe+3 + OH-
Dengan adanya ion klorida maka terjadi pelarutan lapisan pasif yang
dipercepat dimana ion klorida berfungsi menjadi katalis seusai dengan reaksi:
FeOOH + Cl- à FeOCl + OH-
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
FeOCl + H2O à Fe+3 + Cl- + 2OH-
Bertambahnya ion Fe+3 pada celah akan menarik lebih banyak ion klorida
yang menyebabkan reaksi penghancurkan lapisan pasif akan semakin cepat
terjadi. Logam yang memiliki lapisan pasif yang baik adalah logam yang memiliki
arus korosi rendah dan potensial pasivasi yang rendah.
2.4. Polarisasi Siklik
Polarisasi siklik merupakan gabungan dari polarisasi anodik dan katodik
yang dilakukan dalam perlakuan siklik [8]. Teknik ini dilakukan untuk mengukur
tendensi sumuran dari spesimen. Pengujian ini dilakukan untuk menguji logam
atau paduan yang melakukan proteksi terhadap korosi dengan pembentukan
lapisan pasif.
Potensial dilakukan dengan satu siklus dan ukuran dari histerisis menjadi
indikasi terjadinya korosi sumuran. Ukuran dari loop menjadi indikasi banyaknya
korosi sumuran yang terjadi.
Material yang mempunyai nilai potensial sumuran dan potensial
repasivasi lebih baik akan lebih tahan terhadap korosi. Pada lingkungan yang yang
korosif, material yang dapat terkena korosi sumuran mempunyai grafik di atas
potensial sumuran. Di saat itu akan terbentuk korosi sumuran pada material
tersebut.
Penjelasan tentang grafik dapat dilihat pada gambar 5, Kurva polarisasi
dibagi menjadi 3 bagian:
1. Bagian pertama. Pada bagian pertama, logam imun terhadap korosi
sumuran karena potensial lebih negative daripada Epp (Protection
Potential). Pada bagian ini korosi sumuran tidak berpropagasi.
2. Bagian kedua. Pada bagian kedua, korosi baru tidak muncul, namun korosi
sumuran yang sudah terbentuk pada bagian ketida akan terus berpropagasi.
Arena ini adalah area propagasi dari sumuran.
3. Bagian ketiga. Pada bagian ketiga, sumuran mulai terbentuk dan propagasi
mulai berkalan pada potensial tertentu yang disebut Ep (Pitting Potential).
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
Gambar 5: Kurva Polarisasi Siklik [3]
2.5. Konten ferit
Dalam baja tahan karat duplex, terdapat faktor bernama ferrite content.
Ferrite content merupakan perbandingan fasa feritik dan austenitik pada baja.
Bertambahnya fasa feritic akan menambah kekuatan mekanis dari baja namun
mernurunkan kekuatan impak dari baja[9] Bertambahnya komposisi austenitik
dalam baja tahan karat duplex dapat meningkatkan ketahanan korosi dari logam [9].
Ferrite content dapat berubah apabila logam diberi perlakuan panas.
Pengaruhnya didapatkan bedasarkan pengaruh To. To adalah batas temperatur
dimana batas antara region austenitik dan feritik-austenitik bertemu. To dapat
dilihat pada gambar 6.
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
Gambar 6. Kurva Polarisasi Siklik [10]
Solution Treatment di atas atau di bawah To merubah komposisi dari
perbandingan tersebut. Dengan pemanasan di bawah To, ferit akan larut menjadi
austenit, Dengan pemanasan di atas To, fasa ferit akan terbentuk lebih banyak.
Gambar 7.Temperatur pengelasan[11]
Berikut adalah gambar temperatur suatu logam saat dikenakan
pengelasan. Dapat dilihat daerah Heat Affected Zone mempunyai temperatur
maksimalsebesar1200°C[12]
2.6. Konsentrasi NaCl
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
Konsentrasi dari larutan dan kandungan oksigen akan mempengaruhi laju
korosi. Logam dengan kandungan oksigen yang lebih tinggi cenderung
lebih mudah terkena korosi. Seperti pada larutan NaCl. Kelarutan oksigen
paling tinggi pada konsentrasi ion klorida 3.5% disaat itulah laju korosi
memuncak[13].
Gambar 8.. Pengaruh kadar ion Cl- terhadap laju korosi[14]
Logam yang berada di lingkungan 02 akan dibagi menjadi daerah
anodik dan katodik. Daerah anodik terbentuk pada daerah yang dengan
konsentrasi oksigen yang tinggi. Daerah katodik terbentuk pada daerah
dengan konsentrasi oksigen yang rendah.
Gambar 9. Pengaruh oksigen terlarut pada korosi baja karbon rendah di air
destilasi (temperatur 25 ° C dan perendaman 48 jam) yang mengandung 165 ppm
CaCl2 [15]
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
3. Metodologi Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh perubahan konsentrasi dan perubahan
konten ferit terhadap korosi baja tahan karat duplex UNS 32205. Pengukuran dilakukan
menggunakan AUTOLAB potensiostat yang dijalankan dengan software NOVA 1.10.
Pengujian dilakukan dengan metode siklik. Perubahan konsentrasi dilakukan dengan merubah
kandungan NaCl pada larutan aquades. Kandungan NaCl yang digunakan adalah sebesar 1%,
2%, 3.5%, 4%, 5%.Larutaan dibuat bedasarkan ASTM G-61 [16] Perubahan konten ferit
dilakukan dengan cara memanaskan sampel pada temperatur 1100°C dan ditahan selama 20
menit dan dilanjutkan dengan quens pada media air pada suhu ruang. Perubahan konten
diamati dengan metode point count methods[17] menggunakan aplikasi Image prople. Pengaruh
dari perubahan konten tersebut diamati pada konsentrasi NaCl 3.5%.
4. Hasil Penelitian
4.1 Hasil Perubahan Ferit Content
Gambar 10. Metalografi Etsa Sampel Awal
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
Gambar 11. Metalografi Etsa Sampel Pemanasan
4.2. Hasil Pengujian Pengaruh Konsentrasi NaCl
Gambar 12. Pengaruh Konsentrasi NaCl Terhadap Korosi Sumuran
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
4.3 Hasil Pengujian Pengaruh Perlakuan Panas
Gambar 13. Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Korosi Sumuran
5. Pembahasan
5.1 Pembahasan Perubahan Konten Ferit Sampel dasar memiliki kandungan konten ferit dengan perbandingan 40% austenit dan
60% ferit. Sedangkan, sampel yang diberi perlakuan panas memiliki perbandingan 42%
austenit dan 58% ferit. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan pemanasan di atas To
akan meningkatkan kadar austenit [11]
5.2 Pembahasan Pengaruh Konsentrasi NaCl
Pengujian polarisasi siklik dilakukan untuk membandingkan pengaruh konsentrasi
larutan NaCl terhadap korosi sumuran duplex 2205. Konsentrasi NaCl yang dibandingkan
adalah larutan dengan konsentrasi 1%, 2%, 3.5% 4%, 5%. Konsentrasi NaCl tersebut
berpengaruh pada kelarutan oksigen. Urutan konsentrasi mulai dari yang paling tahan
terhadap korosi hingga paling tidak tahan terhadap korosi berturut-turut adalah: 1%, 5%, 2%,
4%,3.5% [3]. Hasil yang didapat dibandingkan pada gambar 12.
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
Bedasarkan grafik yang didapat, didapatkan bahwa data tidak sesuai dengan literature
ASTM G-61[16] dan Ec pada pada grafik. Menurut ASTM G-61, semakin positif potensial
akhir dari histerikal loop, maka ia akan semakin tahan dengan korosi lokal. Semakin positif
Ep dari suatu loop maka ia akan semakin tahan dengan korosi lokal. Dapat dilihat bahwa pada
konsentrasi 1% loop berakhir pada potensial -0.0079 V dan Ep pada 0.426 V pada konsentrasi
2% loop berakhir pada potensial -0.0082 V dan Ep pada 0.420 V, pada konsentrasi 3.5% loop
berakhir pada potensial -0.0077 V dan Ep pada 0.456 V pada konsentrasi 4% loop berakhir
pada potensial -0.143 V dan Ep pada 0.400 V, pada konsentrasi 5% loop berakhir pada
potensial -0.131 V dan Ep pada 0.233 V. Bedasarkan menurut ASTM G-61 tersebut
didapatkan bahwa urutan larutan mulai dari yang terkorosif hingga paling tidak korosif adalah
4%,5%,2%,1%,3.5%. Menurut Ep, didapatkan bahwa urutan larutan mulai dari yang
terkorosif hingga paling tidak korosif adalah 5%, 4%, 2%,1%, 3.5%. Kedua hasil tersebut
berbeda dengan jurnal yang mengatakan bahwa urutan dari yang terkorosif hingga paling
tidak korosif adalah 3.5%,4%,5%,2%,1%. Perbedaan ini disebabkan karena terjadinya
pengendapan garam pada larutan 3.5% dan 5% karena larutan yang disimpan terlalu lama, hal
ini juga dapat terjadi karena proses pengadukan yang tidak sempurna sehingga garam tidak
sepenuhnya larut.
5.3 Pembahasan Pengaruh Perubahan Konten Ferit
Untuk membuat perubahan feritte content maka logam diberi perlakuan panas.
Perlakuan panas dilakukan di muffle furnace pada temperatur 1100 °C ,ditahan selama 20
menit, dan diquench dengan air. Pengujian Feritte Content dilakukan dengan metode point
counting method[17] dari pengujian ,komposisi sampel adalah 42% austenit dan 58% ferit. Dari
hasil tersebut diketahui bahwa komposisi austenit bertambah. Hal ini sesuai dengan penelitian
Shilei Li dkk [18] Kandungan austenit yang bertambah akan membuat ketahanan korosi logam
bertambah[19]. Pengujian polarisasi siklik sampel dasar dan sampel yang diberi perlakuan
panas ditunjukan di gambar 13.
Pengujian polarisasi siklik dilakukan pada konsentrasi 3.5% di mana logam memiliki
ketahanan korosi yang paling rendah. Dari grafik tersebut didapatkan bahwa logam yang
diberi perlakuan panas memiliki ketahanan korosi yang lebih dibandingkan logam dasar.
Menurut ASTM G-61 loop berakhir pada potensial -0.0077 V dan Ep pada 0.456 V,
sedangkan sampel yang diberi perlakuan panas berakhir loop nya pada arus 0.154 V dan Ep
0.238. Hal ini bertentangan dengan literatur yang mengatakan bahwa semakin tinggi
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
kandungan austenit maka akan semakin baik ketahanan korosinya[20] .Hal ini dapat
disebabkan oleh terbentuknya fasa intermetalik pada duplex 2205 [21] Pada temperatur 600-
1000 °C, dapat terbentuk fasa σ , fasa γ dan kromium nitride. Untuk menaikan suhu furnace
hinga ke 1100 °C perlu dilakukan secara bertahap. Di saat itulah diperkirakan fasa
intermetalik terbentuk. Fasa tersebut dapat menurunkan ketahanan korosi dari suatu material.
6. Kesimpulan
1. Urutan konsentrasi NaCl mulai dari yang paling korosif hingga paling tidak korosif secara
berturut-turut adalah: 3.5%, 4%, 5%, 2%, 1% Hal ini bedasarkan kelarutan oksigen.
Semakin tinggi kelarutan oksigen maka laju korosi semakin tinggi.Pada konsentrasi 3.5%
kelarutan oksigen paling tingi. Hal ini yang menyebabkan ketahanan korosi pada
konsentrasi 3.5% paling buruk. Kesalahn yang terjadi pada pengujian disebabkan oleh
mengendapnya garam pada larutan atau proses pengadukan yang tidak sempurna sehingga
masih terdapat garam yang tidak larut.
2. Dengan pemberian perlakuan panas pada temperatur 1100 °C dan ditahan selama 20 menit
maka logam akan mengalami perubahan ferrite content dari 40% austenit dan 60% ferit
menjadi 42% austenit dan 58% ferit.
3. Dengan pemberian perlakuan panas pada temperatur 1100 °C dan ditahan selama 20 menit
maka logam akan mengalami penurunan ketahanan korosi. Hal ini disebabkan terbentuk
fasa intermetalik fasa σ , fasa γ dan kromium nitrida.
7. Referensi
[1] Jones, Denny. 1992. “Principles and Prevention of Corrosion”. New York:
Macmillan Publishing Company
[2] M. Pourbaix, Atlas of Electrochemical Equilibria in Aqueous Solutions, National
Association of Corrosion
[3] Ahmad, Zaki.2006. Principles of Corrosion Engineering and Corrosion Control:
Elsevier Science and Technology Book
[4] Engineers (NACE), Houston, TX, and Centre Beige d'Etude de Ia Corrosion
(CEBELCOR), Brussels, 1974
[5] North American stainless. Flat Products Stainless Steel Grade Sheet. America: NAS
[6] Pierre R Roberge. (2008). Corrosion Engineering Principles and Practices. United
States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
[7] Outokumpu. 2013. Duplex Stainless Steel. Sweden: outokumpu oyj
[8] Baboian, Robert. 1995. Corrosion Test And Standards, Application and Interpretation:
Astm Int
[9] L.E Umoru, A.A Afonja, B Ademodi, “Corrosion Study of AISI 304, AISI 321 and
AISI 430 Stainless Steels in a Tar Sand Digester”, Journal of Minerals & Materials
Characterization & Engineering, November 2008 : pp 291 – 299
[10] Shilei Li, Yanli Wang, Xitao Wang, “Effects of ferrite content on the mechanical
properties of thermal aged duplex stainless steels”, Materials Science & Engineering
A, November 2014 : pp 186-193
[11] Harinadh Vemanaboina, Suresh Akella dan Ramesh Kumar Buddu . Welding Process
Simulation Model For Temperature and Residual Stress Analysis. Procedia Materials
Science, 2014: pp 1539-154
[12] Hidenori Fujii, Taichi Asano, Yoshiaki Matsuo ,Yosohiro Sugie, “Effect of Heat-
Treatment on Localized Corrosion Behavior of Duplex Stainless Steels in 3.5%
NaClSolution”, Journal of Materials Science and Engineering A 1, August 2011 : pp
899-906
[13] ASM Handbook Volume 13A, Corrosion : Fundamentals, Testing, and
Protection.USA : ASM International, 2003
[14] Iswahyudi. “Desain Sistem Proteksi Katodik Anoda Korban pada Jaringan Pipa
Pertamina UPms V” . Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS
[15] ASM Handbook Volume 13B, Corrosion : Materials (USA : ASM International, 2005)
[16] ASTM G-61, Standard Test Method For Conducting Cyclic Potentiodynamic
Polarization Measurements for Localized Corrosion Suspectibility of Iron-, Nickel-, or
Cobalt-Based Alloys, ASTM International, West Conshohocken, PA, 2003
[17] ASTM E562-11, Standard Test Method for Determining Volume Fraction by
Systematic Manual Point Count, ASTM International, West Conshohocken, PA,
2011
[18] Shilei Li, Yanli Wang, Xitao Wang, “Effects of ferrite content on the mechanical
properties of thermal aged duplex stainless steels”, Materials Science & Engineering
A, November 2014 : pp 186-193
[19] L Romo, et. al, December 2015, "A study on the effect of Co, Cr and Ti on the
corrosion of FE40AL intermetallic in molten NaCl–KCl mixture ". Intermetallics.
Volume 67, pp. 156-165
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016
[20] L.E Umoru, A.A Afonja, B Ademodi, “Corrosion Study of AISI 304, AISI 321 and
AISI 430 Stainless Steels in a Tar Sand Digester”, Journal of Minerals & Materials
Characterization & Engineering, November 2008 : pp 291 – 299
[21] Hidenori Fujii, Taichi Asano, Yoshiaki Matsuo ,Yosohiro Sugie, “Effect of Heat-
Treatment on Localized Corrosion Behavior of Duplex Stainless Steels in 3.5%
NaClSolution”, Journal of Materials Science and Engineering A 1, August 2011 : pp
899-906
Pengaruh variasi ..., Muhamad Aviseina Rimandana, FT UI, 2016