penggunaan cangkang bekicot sebagai katalis

19
PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA PEMBUATAN BIODIESEL Whindy Pradita Septiani NIM. 1214012 Muhammad Riski Alfi NIM. 1214013 Kresna Purnamasari NIM. 1214045 Adin Maulana Hakim NIM. 1314074

Upload: rizki-alfi-muhammad

Post on 06-Nov-2015

270 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Biodiesel

TRANSCRIPT

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA PEMBUATAN BIODIESEL

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI PADA PEMBUATAN BIODIESELWhindy Pradita SeptianiNIM. 1214012Muhammad Riski AlfiNIM. 1214013Kresna PurnamasariNIM. 1214045Adin Maulana HakimNIM. 1314074

Latar BelakangNegara Indonesia kaya sumber daya alam minyak bumi, batu bara, dan gas alam. Meningkatnya kebutuhan konsumen menyebabkan cadangan sumber daya alam semakin menipis sehingga tidak dapat diperbaharui dalam waktu relatif singkat dan harga yang tinggi.Shafiee (2009) melaporkan hasil perhitungan waktu penghabisan cadangan bahan bakar fosil untuk minyak sekitar 35 tahun, batubara 107 tahun dan gas 37 tahun. Cadangan batubara tersedia sampai sekitar tahun 2112, dan akan menjadi satu-satunya bahan bakar fosil setelah tahun 2042Semakin menipisnya cadangan minyak bumi, maka semakin banyak penelitian yang mengembangkan atau mencari sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable energy). Tujuan PenelitianPada penelitian ini cangkang bekicot digunakan sebagai alternatif sumber katalis CaO. Karakteristik cangkang siput dengan kulit kerang baik secara fisik maupun kimia relatif sama. Cangkang ini tersusun atas senyawa yang sama berupa kalsium karbonat yang mencapai 89-99% sehingga diharapkan dapat diperoleh suatu katalis. (Dharma, 1988).Cangkang bekicot mengalami dekomposisi termal melalui kalsinasi pada suhu tinggi. Variasi suhu kalsinasi dilakukan pada atau diatas suhu 700C karena CaCO3 akan terdekomposisi menjadi CaO pada atau diatas suhu tersebut (Viriya dkk, 2010; Boey dkk, 2009). Sehingga suhu kalsinasi cangkang bekicot dipilih pada suhu 900, 800, dan 700C.Sumber energi alternatif, seperti hidrogen dan biodiesel telah menjadi perhatian peneliti di seluruh dunia. Biodiesel adalah salah satu bahan bakar alternatif yang menarik yang dapat diproduksi dari sumber yang dapat diperbarui. Biodiesel adalah sejenis bahan bakar yang termasuk ke dalam kelompok bahan bakar nabati (BBN). Proses standar untuk pengolahan biodiesel adalah dengan proses transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi tanpa katalis memerlukan waktu yang lama dan suhu serta tekanan yang tinggi. Saat ini pembuatan biodiesel dilakukan menggunakan katalis homogen (asam/basa). Proses ini mempunyai kekurangan diantaranya penggunaan energi yang cukup tinggi, terbentuknya produk samping berupa sabun, rumitnya pemisahan produk samping dan katalis dengan biodiesel yang dihasilkan serta adanya limbah alkali yang memerlukan pemrosesan lebih lanjut (Zabeti dkk, 2009).

Penggunaan katalis heterogen atau katalis padatan (solid catalyst) telah banyak digunakan. Katalis heterogen ini meliputi jenis katalis padatan oksida logam yang diaplikasikan dalam reaksi transesterifikasi minyak nabati untuk menghasilkan biodiesel (Leung dkk, 2010).Di antara logam oksida alkali, kalsium oksida (CaO) banyak digunakan untuk reaksi transesterifikasi karena memiliki kekuatan basa yang relatif tinggi, ramah lingkungan, kelarutan yang rendah dalam metanol dan dapat disintesis dari sumber yang murah seperti batu kapur, kalsium hidroksida, batu gamping, dan lainnya yang mengandung kalsium karbonat (CaCO3) (Zabeti dkk, 2009; Oates, 1998).

Telah dipelajari penggunaan limbah sebagai bahan mentah untuk sintesis katalis dapat mengurangi sampah dan secara bersamaan memproduksi katalis dengan keefektifan biaya yang tinggi. Seperti beberapa sumber kalsium alam dari limbah seperti cangkang telur, moluska dan tulang. Wei dkk, (2009) dan Boey dkk, (2009) menyampaikan bahwa cangkang telur dan cangkang kepiting lumpur dapat digunakan sebagai katalis untuk memproduksi biodiesel. Katalis yang diperoleh dari limbah cangkang menunjukkan potensi yang baik sebagai katalis murah untuk produksi biodiesel. Bagian cangkang yang mencakup sekitar 83-85 % dari bobot utuh siput umumnya dibuang tanpa dimanfaatkan (Khalil, 2003). Alat dan bahanAlat Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain:cawan porselen mortal botol semprot ayakan oven Muffle furnace neraca analis penangas minyak labu bundar/ labu leher tiga 100 mL kondensor refluks

hotplate magnetik stirrer termometer Rotary Evaporator instrumen X-Ray Diffraction (XRD) Philips Expert FTIR Shimadzu Instrument Spectrum One 8400S Gas Liquid Cromathography (GLC) Clarus 500 Bahan Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah cangkang bekicot aquades aqua DM asam oksalat hidrat (C2H2O4.2H2O, Merck, 99,5-102,5%) kalsium asetat hidrat (Ca(CH3OO)2.H2O, Merck, 94%) Refined Palm Oil (RPO) metanol (CH3OH, Merck, 99,9%) asam klorida (HCl 2 M) diklorometana (CH2Cl, J.T. Beker, 99,9%) N-methyl-N-trimethysilyltri fluoroacetamides (MSTFA) n-Heptane 1,2,4 Butanetriol (internal standard No.1) 1,2,3-Tricaproylglycerol (tricaprin) sebagai internal standard No. 2 dalam GLC.

Metode PenelitianPreparasi dan Sintesis Katalis Cangkang bekicot dibersihkan dengan aquades untuk menghilangkan protein dan zat-zat lainnya yang mengganggu dan sesekali dibersihkan dengan air hangat.Dibilas dengan aqua DM dan dikeringkan. Cangkang dihancurkan dan dihaluskan dangan mortal dan mortil dari besi kemudian diayak dengan ayakan < 1 mm (150 m = 100 mesh). Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105C selama 24 jam dan disimpan dalam desikator sebelum dikalsinasi. Kalsinasi dilakukan dalam muffle furnace pada variasi suhu yaitu 700 C, 800C, dan 900C masing-masing selama 4 jam. Kalsinasi ini juga dilakukan terhadap kalsium asetat sintesis sebagai sampel referen. Sintesis katalis basa padat dari limbah cangkang bekicot yang mengandung CaCO3 dan akan didapatkan CaO.

Sintesa Katalis CaOKatalis CaO disintesis dari campuran Ca(CH3COO)2.H2O 0,1 M dan H2C2O4.2H2O 0.15 M dalam pelarut air deionisasi. Campuran diaduk dengan kecepatan 160 rpm selama 12 jam pada temperatur kamar. Produk padat dipisahkan dengan sentrifuse, diikuti pencucian dengan air deioniasi dan aseton serta dikeringkan dalam oven pada 120oC selama satu malam. Sebelum digunakan sebagai katalis, padatan dikalsinasi dalam furnace pada suhu 800oC selama 4 jam.

Reaksi Transesterifikasi Reaksi transesterifikasi dilakukan dalam labu bundar/ labu leher tiga. Refined Palm Oil dimasukkan dalam 100 ml labu bundar yang dilengkapi dengan kondensor refluks yang diaduk kuat dengan magnetik stirrer pada 65C dengan kecepatan 1000 rpm.Perbandingan rasio molar metanol dengan minyak adalah 30:1. Katalis CaO yang telah diaktivasi dengan dikalsinasi pada suhu katalis selama 1 jam dicampurkan kedalam metanol terlebih dahulu dan diaduk selama 10 menit. Katalis yang digunakan sekitar 3% berat dari berat minyak. Campuran methanol dan katalis yang diatur pada pemanasan 60C ditambahkan ke minyak dan transesterifikasi dilakukan pada waktu reaksi 3 jam. Kandungan katalis tercampur pada 10 persen berat sampai reaksi berjalan secara lengkap.Setelah waktu reaksi berhenti, sejumlah HCl ditambahkan beberapa tetes untuk menghentikan reaksi dan membersihkan produk. Katalis dipisahkan dari produk biodiesel melalui sentrifuse atau sedimentasi. Hasil reaksi yang mengandung produk (metil ester) beserta produk sampingan (gliserol, metanol) dimasukkan dalam corong pisah hingga terbentuk 3 lapisan.Lapisan atas merupakan fase aqueous yang merupakan metanol yang tidak bereaksi, lapisan tengah metil ester dan gliserol, dan di lapisan bawah sejumlah kecil katalis, minyak dan gliserol. Metanol diambil sehingga yang tertinggal adalah metil ester dan gliserol. Kemudian dimasukkan dalam corong pisah lagi. Diklorometana ditambahkan sekitar 5-10 mL untuk mengekstrak ester dan ditunggu sampai terbentuk 2 lapisan lagi. Lapisan atas merupakan metil ester yang mengandung sedikit metanol, diklorometana, katalis, dan mono,-di-, trigliserida. Lapisan atas diambil untuk dianalisa GC. Sejumlah methanol dan diklorometana berlebih diuapkan sebelum analisa hasil biodiesel. Metanol dan diklorometana dihilangkan dengan menggunakan rotary evaporator.

AnalisaKomposisi biodiesel berupa gliserol bebas, mono-, di-, tri-gliserida, dan total gliserol dianalisa dengan gas liquid kromatografi (GLC, Clarus 500) dengan kolom kapiler.HASIL DAN PEMBAHASANPada penelitian ini, katalis CaO diperoleh dari dekomposisi termal cangkang bekicot melalui kalsinasi suhu 900, 800, dan 700C pada muffle furnace (sampel BC 900, BC 800, dan BC 700). Sebagai pembanding, CaO juga disintesis dengan menggunakan prekursor kalsium oksalat (sampel CaO sint). Katalis dikarakterisasi dengan menggunakan teknik difraksi sinar-X dan spektroskopi inframerah. Selanjutnya, katalis diuji aktivitasnya pada reaksi transesterifikasi refined palm oil (RPO). Produk hasil reaksi transesterifikasi RPO dianalisa dengan menggunakan teknik kromatografi gas.

HASIL DAN PEMBAHASANPada penelitian ini, katalis CaO diperoleh dari dekomposisi termal cangkang bekicot melalui kalsinasi suhu 900, 800, dan 700C pada muffle furnace (sampel BC 900, BC 800, dan BC 700). Sebagai pembanding, CaO juga disintesis dengan menggunakan prekursor kalsium oksalat (sampel CaO sint). Kalsinasi bertujuan untuk menghilangkan permukaan karbonat dan gugus hidroksil (Granados dkk, 2007). Dekomposisi termal dari cangkang bekicot mengubah CaCO3 menjadi CaO dan hilangnya gas CO2. Reaksi dekomposisi termal yang terjadi adalah : CaCO3 (s) CaO (s)+ CO2(g)Selanjutnya, katalis diuji aktivitasnya pada reaksi transesterifikasi refined palm oil (RPO). Produk hasil reaksi transesterifikasi RPO dianalisa dengan menggunakan teknik kromatografi gas.Pada reaksi transesterifikasi, ada beberapa faktor yang berpengaruh yaitu suhu reaksi, perbandingan molar alkohol dan minyak, konsentrasi katalis, dan waktu reaksi. Pada penelitian ini, reaksi transesterifikasi refined palm oil (RPO) menggunakan katalis yang disiapkan dari cangkang bekicot (sampel BC 900, 800, dan 700 ) dan CaO sintesis (sampel CaO sint) dengan perbandingan molar metanol RPO 30:1 sesuai dengan penelitian yang dilaporkan oleh Tanaka dkk, (1981). Pertambahan metanol mendorong kesetimbangan bergeser ke arah kanan sehingga dapat mengakibatkan pertambahan hasil metil ester yang diperoleh (Demirbas, 2007). Selain itu, waktu reaksi dipilih selama 3 jam karena hasil metil ester akan mencapai nilai maksimum pada waktu reaksi selama 3 jam kemudian sedikit menurun ketika 4 jam. Hal ini terjadi karena lama waktu reaksi menyebabkan hidrolisis ester dan asam lemak membentuk sabun (Eevera dkk, 2009). Sedangkan untuk konsentrasi katalis, semakin rendah konsentrasinya akan tidak cukup untuk menyelesaikan reaksi. (Wei dkk, 2009; Yang dkk, 2009). Oleh karena itu, digunakan katalis sebanyak 3% berat dari minyak.Faktor lain dalam reaksi transesterifikasi adalah suhu reaksi. Dalam hal ini, suhu reaksi dijaga pada suhu 65C. Semakin tinggi suhu reaksi mempermudah kenaikan hasil metil ester. Semakin tinggi suhu reaksi, hasil metil ester yang diperoleh juga semakin besar. Akan tetapi, ketika suhu reaksi lebih tinggi dari titik didih metanol, maka akan terbentuk gelembung yang menghambat perpindahan massa pada permukaan fase (Tang dkk, 2011; Zabeti dkk, 2009). Komposisi hasil Ket.: Gli = gliserol bebasM-G = monogliserida, D-G = digliserida, T-G =trigliserida, tot gli = total gliserol, ME = metil ester

Kesimpulan dan saranSampel katalis yang disiapkan dari cangkang bekicot melalui dekomposisi termal dengan kalsinasi suhu tinggi menunjukkan aktivitas katalitik yang baik untuk reaksi transesterifikasi Refined Palm Oil dalam produksi metil ester (biodiesel). Nilai metil ester yang didapat dari tiap aktivitas sampel BC 900, 800, 700, dan CaO sintesis berturut-turut adalah 93,16%; 81,09%; 92,83% dan 96,48%. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut untuk sampel katalis yang berasal dari cangkang bekicot pada variasi selain suhu kalsinasi yaitu rasio molar methanol atau minyak, jumlah katalis, suhu reaksi, dan waktu reaksi.