pengujian predasi musuh alami serangga dan pengujian parasitasi

15
LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN HAYATI ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN Acara : Pengujian Predasi Musuh Alami Serangga Dan Pengujian Parasitasi Tanggal : 19 Maret 2015 Tempat : Laboratorium Hama Tumbuhan Tujuan : Mengetahui cara pengujian parasitasi dan predasi musuh alami pada hama serangga dan seberapa besar predator maupun memparasitoid memangsa serta memarasit inangnya pada hama serangga. Nama : M. NAZILUL MUTAQIN 131510501002 ELA FEBIANA SUDARYANTI 131510501008 RIZKI KHOLIDUL A.F 131510501020 AHZANUL LAILIYAH 131510501025 ACHMAD IRVAN BACHTIAR 131510501027

Upload: rizky-uchiha

Post on 12-Nov-2015

78 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Mengetahui cara pengujian parasitasi dan predasi musuh alami pada hama serangga dan seberapa besar predator maupun memparasitoid memangsa serta memarasit inangnya pada hama serangga.

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGENDALIAN HAYATI ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHANAcara: Pengujian Predasi Musuh Alami Serangga Dan Pengujian ParasitasiTanggal: 19 Maret 2015Tempat: Laboratorium Hama TumbuhanTujuan : Mengetahui cara pengujian parasitasi dan predasi musuh alami pada hama serangga dan seberapa besar predator maupun memparasitoid memangsa serta memarasit inangnya pada hama serangga.

Nama : M. NAZILUL MUTAQIN

131510501002ELA FEBIANA SUDARYANTI131510501008RIZKI KHOLIDUL A.F

131510501020

AHZANUL LAILIYAH

131510501025

ACHMAD IRVAN BACHTIAR131510501027

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap organisme berada dalam jumlah yang seimbang dengan organisme lain yang menjadi musuh atau pemangsanya, sehingga tidak ditemui organisme dengan populasi terlalu besar yang kemudian berubah menjadi hama. Serangan OPT dapat merugikan bagi tanaman dan petani. Solusi untuk mengatasi masalah tersebut sangat dibutuhkan dalam bidang pertanian. Solusi adanya masalah tersebut yaitu dengan pengendalian hama terpadu yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan. Pengendalian hama terpadu adalah pengendalian yang menggabungkan beberapa pengendalian seperti pengendalian mekanik, kimiawi, fisik, dan pengendalian hayatiPengendalian hayati merupakan salah sastu komponen utama dalam proses PHT (Pengendalian hama terpadu) yang pada dasarnya cukup memperhatikan ekologi, ekonomi dan sosial social. Prinsip dari pengendalian hama terpadu tersebut adalah proses pemberdayaan musuh alami dan monitoring serta petani sebagai ahli PHT agar dapat tercipta budidaya tanaman sehat. Musuh alami hama merupakan musuh hama yang berasal dari alam beupa parasitoid, predator dan patogen. Patogen merupakan suatu miikroorganisme yang dapat hidup dan makan (memarasit) pada atau di dalam suatu organisme inang lain yang lebih besar dan menyebabkan inangnya sakit atau mati. Predator merupakan hewan pemangsa atau memakan binatang lain sebagai mangsa. Sedangkan parasitoid merupakan suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga atau arthropoda lain inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh inangnya.Coccinella sp. Merupakan salah satu predator yang sangat potensial karena mempunyai kisaran mangsa yang luas, memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi, mempunyai siklus hidup yang lama dan tingkat pemangsa yang tinggi. Keberadaan predator Coccinella sp. semakin berkurang karena pengelolaan tanaman yang tidak tepat. Selain itu, perubahan iklim yang tidak stabil dan musim hujan yang terlalu lama sehingga dapat menyebabkan populasi kutu daun pada pertanaman menjadi berkurang bahkan tidak ada. Hal tersebut dapat mengancam kelangsungan hidup predator, khususnya Coccinella sp. yang memangsa kutu daun. Penambahan pakan buatan pada pertanaman diharapkan dapat menjaga kelangsungan hidup predator ini. Oleh karena itu diperlukan konservasi sebagai salah satu strategi dalam pemanfaatan dan pengembangan musuh alami termasuk Coccinella sp.Pengendalian hayati memiliki tiga tujuan, yaitu reduksi, pencegahan, dan penundaan. Reduksi populasi hama dilakukan setelah hama mencapai tingkat yang menimbulkan masalah. Reduksi akan membuat populasi hama berkurang ke tingkat yang cukup rendah sehingga hama tidak lagi menimbulkan masalah dalam jangka waktu yang lama. Pencegahan dalam pengendalian hayati dimaksudkan untuk menjaga populasi hama potensial agar tidak mencapai tingkat luka ekonomi (TLE). Pencegahan membutuhkan intervensi awal sebelum hama potensial berkembang mencapai atau melewati TLE. Pada penundaan, populasi hama dapat berkembang ke tingkat yang tinggi, tetapi terjadi ketika serangga tidak lagi dianggap sebagai hama karena berada di luar jendela waktu. Penundaan perkembangan hama membutuhkan intervensi awal sebelum populasi hama potensial mencapai atau melewati TLE.1.2 Tujuan Praktikum1. Mengetahui cara pengujian parasitasi dan predasi musuh alami pada hama serangga.2. Mengetahui seberapa besar predator maupun parasitoid memangsa serta memarasit inangnya pada hama serangga.

BAB 2. BAHAN DAN METODE

3.1 Temapat dan WaktuPelaksanaan praktikum Pengendalian Hayati yang berjudul "pengujian predasi musuh alami serangga dan pengujian parasitasi" dilaksanakan pada hari Sabtu, 20 Maret 2015 pada pukul 15:00 - selesai. Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jember.3.2 Prosedur Praktikum3.2.1 Uji predasi Coccinella sp. pada serangga hama Aphid sp. Metode fungsional1.Menyiapkan 5 (lima) predator Coccinella sp, yang telah dipuasakan selama 24 jam.

2.Menyiapkan 30 serangga hama Aphid sp. sebagi calon makanan predator dengan ulang 1 sebanyak 5 aphid, ulangan 2 sebanyak 10 aphid, ulangan 3 sebanyak 15 aphid3.Memasukan dalam petridish dan menutupnya.4.Mengamati kemampuan predasi Coccinella sp. setelah 1, 2, 3 jam dan seterusnya setelah aplikasi sampai Aphid sp. Habis dan mencatat hasil pengamatan selama 24 jam.

5.Mencatat dan mengamati proses predasi pada Aphid sp. yang telah dimakan pada pengamatan 1, 2, 3 jam dan seterusnya sampai Aphid sp. habis. 3.3 Variable PengamatanBAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1 HasilBerdasarkan hasil praktikum perlindungan tanaman acara pengendalian hayati dengan menggunakan agen hayati berupa predator dan parasitoid. Predator yang digunakan pada praktikum kali adalah kumbang Coccinella dan parasitoid telur Trchogamma. Pada praktikum kali ini menggunakan interaksi antara kumbang Coccinella dengan kutu daun (Aphid sp.) yang diletakkan pada wadah petridish. Dalam praktikum ini dilakukan dengan berbagai metode pengujian yaitu metode pengujian Fungsional dan metode Numerik. Metode fungsional merupakan metode untuk melihat kemampuan/respon predator dimana jumlah kumbang koksik yang tetap dan jumlah inang yang diubah-ubah jumlahnya tiap perlakuan. Sedangkan metode Numerik merupakan metode pengujian predasi untuk melihat respon predator dengan pengujian dimana jumlah inang tetap dan jumlah predator berubah tiap perlakuan. Pada pengujian predasi metode fungsional, Petridish pertama yang akan digunakan berisi 20 kutu daun dan 1 kumbang koksik. Petridish kedua yang akan digunakan berisi 30 kutu daun dan 1 kumbang koksik. Pada interaksi antara kumbang dengan kutu daun hampir semua kelompok ulangan mempunyai persentase mortalitas sebesar 100% baik pada perlakuan 24 jam maupun pada perlakuan 48 jam. Interaksi antara kutu daun dan kumbang ini merupakan interaksi predator, dimana kumbang bertindak sebagai predator sedangkan kutu daun berindak sebagai mangsanya. Karena potensinya sebagai agens pengendali hayati hama kutu daun kedelai, kumbang koksik banya digunakan sebagai agens pengendalian hayati khususnya pada hama kutu daun. Selain itu, ternyata kemampuan makan imago betina Coccinella sp. lebih tinggi dibandingkan dengan imago jantan dan larva predator.Pada pengujian predasi metode numerik, Petridish pertama yang akan digunakan berisi 20 kutu daun dan 1 kumbang koksik. Petridish kedua yang akan digunakan berisi 30 kutu daun dan 2 kumbang koksik. Pada interaksi antara kumbang dengan kutu daun hampir semua kelompok ulangan mempunyai persentase mortalitas sebesar 100% baik pada perlakuan 24 jam maupun pada perlakuan 48 jam. Interaksi antara kutu daun dan kumbang ini merupakan interaksi predator, dimana kumbang bertindak sebagai predator sedangkan kutu daun berindak sebagai mangsanya. Karena potensinya sebagai agens pengendali hayati hama kutu daun kedelai, kumbang koksik banya digunakan sebagai agens pengendalian hayati khususnya pada hama kutu daun. Pada pengujian parasitasi, petridish yang digunakan berisi 3 ulat Penggulung daun pisang dan 5 ml cairan telur Trichogamma. Pengamatan dilakukan dengan perlakuan 24 jam dan 48 jam. Interaksi antara telur Trichogamma dengan Penggulung daun pisangmerupakan interaksi parasitoid dimana Trichogamma masuk kedalam tubuh inangnya atau pada tubuh ulat Penggulung daun pisangtersebut sehingga mengakibatkan ulat mati. Berdasarkan hasil pengamatan perlakuan pertama 24 jam persentase mortalitas tertinggi terjadi pada kelompok ulangan 1 sebesar 60%. Artinya, ulat yang diserang Trichogamma parasit mati sebanyak 60%. Pada perlakuan 48 jam persentase mortalitas tertinggi terjadi pada kelompok ulangan ke 4 dengan persentase mortalitas sebesar 100%. 3.2 PembahasanPengendalian hayati adalah pengendalian serangga hama dengan cara biologi, yaitu dengan memanfaatkan musuh-musuh alaminya (agen pengendali biologi), seperti predator, parasit dan patogen. Pengendalian hayati adalah suatu teknik pengelolaan hama dengan sengaja dengan memanfaatkan/memanipulasikan musuh alami untuk kepentingan pengendalian, biasanya pengendalian hayati akan dilakukan perbanyakan musuh alami yang dilakukan dilaboratorium. Sedangkan Pengendalian alami merupakan Proses pengendalian yang berjalan sendiri tanpa campur tangan manusia tanpa proses perbanyakan musuh alami (Effendi, 2009). Aphis merupakan serangga yang mampu berkembang biak tanpa melalui proses perkawinan (parthenogenesis) maupun melalui proses perkawinan. Hama Aphis memiliki sifat kosmopolitis yaitu memakan berbagai macam tanaman. Hal ini yang merupakan alasan bahwa hama aphis tersebut harus dikendalikan dengan pengendalian hayati menggunakan predator yang memangsa larva aphis seperti Coccinella. Aphis merupakan makanan pokok dari serangga yang masuk dalam family Coleoptera, ordo Coccinellida. Coccinella dewasa lebih banyak memangsa aphis daripada tingkat larvanya, sedangkan berdasarkan jenis kelamin kumbang betina dewasa lebih banyak mengkonsumsi aphis dari pada jantan dewasa.

Hama Aphis sp. merupakan hama yang penting untuk dikendalikan pada beberapa tanaman terutama pada tanaman kedelai. Menurut Pitojo (2005), Aphis merupakan kutu daun yang berukuran kecil dan dapat berkembang biak secara cepat. Serangga betina mampu menghasilkan nimfa hingga 124. Siklus hidup hama ini terdiri dari 4 instar, setiap instar berlangsung selama 1-2 hari. Aphis dapat menghisap cairan sel pada tanaman kedelai sehingga tanaman kedelai menjadi kerdil. Selain itu, aphis juga dapat memasukkan toksin ke dalam daun sehingga menyebabkan warna daun kedelai menguning dan permukannya berkerut. Hama aphis juga berperan sebagai vector virus (virus belalang atau virus kerdil). Populasi hama aphis, pada umumnya lebih banyak pada musim kemarau dibandingkan pada musim penghujan.Predator dari famili Coccinellidae Ordo Coleoptera sangat potensial untuk mengendalikan beberapa jenis hama, terutama kutu daun. Salah satu jenisnya adalah predator Coccinella sp. yang sudah ada di pertanaman kedelai, namun populasinya relatif rendah karena kesalahan teknis budidaya tanaman yang dilakukan oleh manusia sehingga perlu dilakukan penambahan populasi (augmentasi) ke pertanaman. Potensi suatu predator dapat diketahui dari kemampuan predasinya pada mangsanya dan jenis makanan pada saat perbanyakannya juga akan berperan. Nurariaty (2007) mengemukakan bahwa seekor imago Coccinella sp. mampu menghabiskan 80 ekor Aphis glycines Mats. dalam waktu 21 jam sedangkan seekor larva hanya dalam waktu 15 jam. Dengan demikian, Coccinella sp. sangat potensial untuk dikembangkan dalam rangka mengendalikan hama kutu daun pada berbagai tanaman. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan praktikum pengujian untuk mengetahui kemampuan makan predator Coccinella sp. pada mangsa alami kutu daun. Coccinella sp. merupakan predator yang potensial sebagai agens pengendali hayati hama terutama kutu daun. Suatu kajian telah dilakukan di laboratorium Identifikasi OPT dan Pengendalian hayati untuk mengetahui kemampuan makan predator tersebut mangsa alami yakni kutu daun kedelai (Aphis glycines). Pengamatan dilakukan terhadap banyaknya telur yang diletakkan, lama peneluran dan kemampuan makan/memangsa predator. Kemampuan makan predator per hari diketahui setelah predator diberi makanan 100 ekor kutu daun kedelai. Kemampuan makan predator Coccinella sp. paling tinggi jika imago betina bersama-sama dengan jantan (9.43 mg), kemudian betina sendiri (7.53 mg), dan imago jantan sendiri (5.03 mg). Kemampuan memangsa predator terhadap A. glycines lebih tinggi pada imago betina (61,38%) dibanding imago jantan (49,78%) dan sepasang imago jantan dan betina (54,66 %). Kemampuan makan predator pada makanan buatan dilakukan dengan menghitung volume makanan yang dihabiskan per perlakuan setiap 24 jam, yang diketahui dengan cara menimbang berat makanan yang diberikan dikurangi dengan bobot pakan sisa. Sementara itu, kemampuan memangsa predator pada mangsa alami dilakukan setiap hari dengan interval waktu setiap 3 jam. Tingkat pemangsaan dihitung dengan rumus sebagai berikut : Jumlah Mangsa yang Dimakan

Tingkat Pemangsaan = X 100%

Jumlah Mangsa Yang Diamati

Jumlah mangsa yang dimakan dihitung berdasarkan jumlah mangsa yang diberikan dikurangi dengan jumlah mangsa yang tersisa. Menurut Prince (1975), perbedaan kemampuan makan predator Coccinella sp. dipengaruhi oleh rangsangan zat-zat kimia terutama yang menentukan rasa, warna, bau dan mutu gizi. Selanjutnya Cohen (2005) mengemukakan bahwa aspek fisik makanan seperti tekstur, viskositas dan homogenisitas berkaitan dengan komponen kimia makanan yang akhirnya berpengaruh terhadap aspek biologi serangga, termasuk peneluran, lama hidup dan lain-lain. Pada pengujian parasitasi, pada petridish yang berisi 3 ulat Ulat penggulung daun pisang dan 5 ml cairan Telur Tricogramma. Pengamatan dilakukan dengan perlakuan 24 jam dan 48 jam. Interaksi antara Telur Tricogramma dengan Plutella merupakan interaksi parasitoid dimana nematoda masuk kedalam tubuh inangnya atau pada tubuh ulat Plutella tersebut sehingga mengakibatkan ulat mati. Berdasarkan hasil pengamatan perlakuan pertama 24 jam persentase mortalitas tertinggi terjadi pada kelompok ulangan 1 sebesar 90%. Artinya, ulat yang diserang nematoda parasit mati sebanyak 90%. Pada perlakuan 48 jam persentase mortalitas tertinggi terjadi pada kelompok ulangan ke 4 dengan persentase mortalitas sebesar 100%.BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN5.1 Kesimpulan1. Konsep PHT (Pengendalian Hama Terpadu) merupakan kosep yang digunakan oleh petani saat ini untuk mengatasi serangan OPT (Organisme Pengganggu Tanaman).

2. Pengendalin hayati merupakan salah satu konsep pengendalian hama terpadu dengan menggunakan agen hayati atau musuh alami dari hama tersebut.

3. Telur tricogramma dapat dimanfaatkan sebagai agens pengendalian hayati dengan kemampuan menyerang hama atau serangga dengan cara berkembang didalam tubuh inang dan sebagian besar dari fase hidupnya ada didalam tubuh inangnya.

4. Predator kumbang Coccinela merupakan serangga yang memangsa atau memakan serangga lain yang bersifat merugikan pada tanaman, contohnya hama kutu daun.

5. Berdasarkan hasil praktikum perlindungan tanaman acara pengendalian hayati dengan menggunakan agen hayati berupa predator dan parasitoid.

5.2 SaranSebaiknya pada saat praktikum praktikan lebih mendengarkan apa yang disampaikan oleh asisten dosen sehingga pada saat praktikum berlangsung paraktikan tidak kebingungan tentang tahapan-tahapan yang harus dilakukan pada saat praktikum dimulai sehingga praktikum dapat berjalan secara efektif.

DAFTAR PUSTAKA