penyakit bulai pada tanaman jagung
DESCRIPTION
Rangkuman penyakit bulaiTRANSCRIPT
Penyakit Bulai Pada Tanaman Jagung
a. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit bulai di Indonesia ada tiga jenis spesis yaitu
Peronosclerospora maydis, P. phillipinensis dan P. sorghi (Gambar 1). Lokasi
penyebaran dan identifikasi sepsis Peronosclerospora spp. P. maydid umumnya
menyerang tanaman jagung di Pulau Jawa seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY.
P.philipinensis banyak menyerang tanaman jagung di Sulawesi Selatan, Kalimantan
Selatan sampai Sulawesi Utara, sedangkan p. sorghi banyak ditemukan di Tanah Karo
Sumatera Utara dan Bati-Malang.
b. Sifaf Patogen
Parasit fakultatif
c. Siklus Penyakit
Penyakit Polisiklik, dimana hanya dapat hidup dan berkembang pada tanaman
yang masih hidup, tidak dapat hidup di dalam tanah. Sehingga kalau tanaman sudah mati
atau panen maka jamur ini juga ikut mati atau tidak dapat lagi melanjutkan kehidupan
dan perkembangannya. Penyebarannya terjadi cepat karena dibantu oleh angin dalam
penyebaran dan dapat menyerang tumbuhan sekitar seperti gulma.
d. Cara Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode diagonal, Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara menempelkan selotip di bawah permukaan daun tanaman jagung
yang terserangbulai kemudian selotip tersebut ditempelkan ke glass slide dandiberi label
yang meliputi lokasi dan tanggal pengambilan sampel.Pengambilan sampel ini dilakukan
beberapa kali di setiap lokasi
e. Perhitungan Intensitas Penyakit
Skoring penyakit bulai dengan skala 1-5, di-amati pada umur 21, 28, dan 35 hari setelah
tanam.
f. Siklus Penyakit / Tahap Patogenesis
Proses sporulasi organ reproduksi P.maydis telah dilaporkan oleh Masdiar et al.
(1981), dimulai pada tengah malam yaitu ditandai dengan munculnya bakal tangkai
konidia dari mulut daun, kemudian tangkai-tangkai konidia tersebut semakin memanjang
dan membentuk cabang-cabang. Selanjutnya terbentuk bakal konidia pada masing-
masing ujung ranting konidia, akhirnya tangkai dan bakal konidia semakin membesar
sampai mencapai pertumbuhan maksimal, kemudian menjadi masak dan lepas dari
tangkai-tangkai konidianya.
Proses infeksi cendawan Peronosclerospora sp (Gambar 2) di mulai dari konidia
yang terlepas pada tangkai konidia (konidiofor), kemudian disebarkan oleh angin dan
jatuh pada permukaan daun jagung berumur muda. Selanjutnya konidia akan
berkecambah dengan membentuk apressoria, lalu masuk kedalam jaringan tanaman
melalui stomata. Kecepatan infeksi cendawan ini sangat ditentukan oleh tingkat
ketahanan varietas, ketersediaan sumber inokolum (konidia) bulai, kondisi lingkungan
terutama suhu dan kelembaban serta adanya air guttasi pada corong tanaman jagung.
Selanjutnya akan terjadi lesion lokal dan berkembang sampai pada titik tumbuh,
yang menyebabkan infeksi sistemik keseluruh bagian daun tanaman jagung, sehingga
terbentuk gejala khas yaitu terjadinya khlorotik dipermukaan dan bawah daun.
g. Lingkungan yang mendukung pada setiap tahap
Perkembangan penyakit bulai pada tanaman jagung sangat dipengaruhi oleh
adanya sumber inokulum dengan kondisi lingkungan yang sesuai terutama suhu
dankelembaban. Pelepasan konidia dari tangkainya biasanya terjadi di pagi hari,
kemudian oleh angin konidia bulai disebarkan kepertanaman jagung disekitarnya
sehingga terjadilah infeksi.
Konidia cendawan Peronosclerospora sp. berkembang pada permukaan daun
jagung menghendaki air guttasi, lingkungan gelap, suhu tertentu dan saat berkecambah
akan keluar melalui stomata daun jagung di malam hari. Menurut Wakman dan
Burhanuddin (2007) cendawan P.maydis P. phillipinesis, P.sorgi, P.sacchari, P.rayssiae,
S.graminicola dan S.macrospora menghendaki suhu untuk berkecambah masing-masing
240C, 21-260C, 24-260C, 20-250C, 20-220C, 17-340C dan 24-280C.
Tingkat serangan penyakit bulai juga dipengaruhi oleh waktu tanam. Menurut
Subandi et al. (1996), bahwa infeksi penyakit bulai sangat rendah bahkan sering tidak
ditemukan serangan pada jagung yang ditanam pada bulan Juli sampai September dan
serangan bulai yang berat terjadi pada jagung yang ditanam pada bulan Oktober sampai
Nopember. Demikian pula halnya dengan pada pananaman jagung setelah jagung atau
penanaman yang terlambat dari pertanaman jagung lainnya akan mendapat serangan bulai
yang tinggi (Triharso et al. 1976)
h. Pengendalian
Dengan diketahuinya bahwa telah terjadi resistensi P. Maydis terhadap
fungisdametalaksil di Bengkayang Kalimantan Barat maka perlu komponen pengendalian
lainnyauntuk mengatasi penyakit bulai di daerah tersebut. Alternatif komponen
pengendalian yangdapat dilakukanantara lain :
1. Menanam varietas unggul tahan bulai.
Menanam varietas unggul tahan bulai untuk mengendalikan penyakit bulai adalah
cara pengendalian yang mudah dilakukan, murah, dan ramah terhadap lingkungan.
Varietas jagung yang mempunyai ketahanan terhadap penyakit bulai lebih tinggi dari
varietas lainnya adalah : BISI 816, BMD 2, BIMA 3 Bantimurung, Lagaligo, Motor
GTO, dan BISMA (Wakman et al., 2009). Untuk menentukan varietas mana dari varietas
tersebut di atas yang paling beradaptasi baik dan memberikan hasil tertinggi di
Bengkayang Kalimantan Timur maka perlu diuji adaptasi terlebih dahulu.
2. Menanam pada waktu yang tepat.
Fase pertumbuhan tanaman jagung sangat peka terhadap serangan penyakit bulai
mulai saat berkecambah sampai umur empat minggu atau satu bulan setelah tanam.
Menurut Khaeruni (2009) penyakit bulai biasanya berkembang pada saat terjadi peralihan
musim, dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya dari musim hujan ke musim
kemarau. Oleh karena itu upayakan tanaman jagung yang ditanam telah berumur lebih
satu bulan pada saat terjadi peralihan musim.
3. Menanam secara serempak.
Jamur penyebab penyakit bulai hanya dapat hidup dan berkembang pada tanaman
yang masih hidup, tidak dapat hidup di dalam tanah. Sehingga kalau tanaman sudah mati
atau panen maka jamur ini juga ikut mati atau tidak dapat lagi melanjutkan kehidupan
dan perkembangannya. Oleh karena itu menanam jagung secara serempak pada areal
yang luas, maka serangan penyakit bulai dapat ditekan karena fase pertumbuhan tanaman
relatif sama (Khareuni, 2009). Namun menurut metode pengendalian dengan menanam
secara serempak pada areal yang luas agak sulit diterapkan di Kalimantan Barat karena
memiliki iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun (Wakman et al., 2009).
4. Eradikasi tanaman terinfeksi bulai
Eradikasi atau menghilangkan tanaman jagung yang terinfeksi bulai bertujuan
untuk menghilangkan sumber inokulum penyakit sehingga penyebaran penyakit dapat
ditekan. Apabila ditemukan tanaman yang memperlihatkan gejala penyakit bulai di antara
pertanaman jagung maka segera dicabut kemudian dibakar atau dibenamkan ke dalam
tanah. Jangan hanya dibuang saja disekitar pertanaman karena akan menjadi sumber
inokulum penyakit ke pertanaman yang masih ada. Menurut Wakman et al. (2009)
DAFTAR PUSTAKAHaris A. 2013. Status Penyekit Bulai Pada Tanaman Jagung dan Pengendaliannya.
Seminar nasional inovasi teknologi pertanian. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Khaeruni, A. 2009. Penyakit bulai sang penyebar terror hingga radius belasan kilometer. Majalah Pertanian Abdi Tani, Wahana Informasi Pertanian. Vol. 10 No. 3 Edisi XXXVI, Juli-September 2009. Hal. 12-14
Subandi, M. Sudjadi, dan D. Pasaribu. 1996. Laporan hasil pemantauan penyakit bulai dan benih palsu pada pertanaman jagung hibrida di Lampung
Triharso, T. Martorejo, and L. Kusdiarti. 1979. Recent problems and studies on downy mildew of maize in Indonesia. The Kasetsart Journal. Vol. 10, No.2:101-105. Thailand.
Wakman dan Burhanuddin. 2007. Jagung, Teknik Produksi dan Pengembangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Hlm.305-335.
Wakman, W., A.H. Talanca, Surtikanti, dan Azri. 2009. Efektifitas fungisida saromil yang berbahan aktif metalaksil dalam pengendalian penyakit bulai pada jagung di Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalbar. Laporan Hasil Penelitian Kelti Hama Penyakit. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros