potensi alternatif pengolahan leachate secara kimiawi
Upload: pusat-informasi-virtual-air-minum-dan-penyehatan-lingkungan-piv-ampl
Post on 10-Jul-2015
536 views
TRANSCRIPT
POTENSI ALTERNATIF PENGOLAHAN
LEACHATE SECARA KIMIAWI
Oleh:
Joni Hermana Jurusan Teknik Lingkungan ITS
Kampus ITS Sukolilo, SURABAYA-60111 Email: [email protected]
Workshop Inovasi Teknologi Pengolahan Sampah
Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Direktorat Jendral Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum
Jakarta, 30 Oktober 2007
1
I. LATAR BELAKANG Menurunnya kualitas pengelolaan sampah secara signifikan umumnya mulai terjadi
sejak krisis ekonomi yang berkepanjangan menimpa seluruh kota di Indonesia. Hal
tersebut berdampak pada penurunan kinerja sarana dan prasarana persampahan
terutama TPA, serta menurunnya kapasitas pembiayaan dan retribusi. Beberapa kasus
pencemaran TPA dengan mudah dapat dilihat di kota-kota yang menerapkan metode
pembuangan akhir dengan menggunakan metode open dumping. Kasus pencemaran
TPA yang secara potensial menimbulkan konflik sosial dan berakibat pada adanya
penolakan keberadaan TPA antara lain adalah adanya pencemaran leachate.
Lokasi TPA di hampir semua kota di Indonesia masih belum memperhatikan kaidah
teknis dan lingkungan, meskipun telah diterbitkan SNI. 03 – 3241 – 1994 tentang Tata
Cara Pemilihan Lokasi TPA. Pada kenyataannya lokasi TPA terlalu dekat dengan badan
air, sehingga efluen leachate dengan kandungan polutan tinggi (BOD leachate > 10.000
ppm) langsung mengotori badan air penerima.
Pengolahan leachate umumnya dilakukan dengan menggunakan proses sederhana,
yaitu pengolahan biologi yang mengandalkan kemampuan mikroorganisme untuk
mendegradasi polutan dengan kandungan organik kompleks menjadi organik sederhana
atau anorganik. Namun seringkali kemampuan pengolahan secara biologi tersebut tidak
dilakukan dengan baik (tanpa melalui proses seeding dan aklimatisasi) sehingga
efisiensi proses biasanya menjadi sangat rendah dan efluen yang dibuang ke badan air
masih mengandung BOD yang melebihi standar baku mutu lingkungan.
TPA Benowo Surabaya, telah mencoba suatu inovasi teknologi pengolahan leachate
dengan proses kimia yang menghasilkan efluen cukup baik dengan waktu yang relatif
lebih cepat, namun masih memerlukan upaya peningkatan yang lebih memadai.
Untuk itu diperlukan masukan teknis guna menyempurnakan proses pengolahan
leachate secara kimia di TPA Benowo yang hasilnya nanti dapat juga diterapkan
di kota-kota lain.
2
II. MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dilaksanakannya kegiatan ini adalah membantu pemerintah kota/kabupaten,
terutama kota Surabaya, dalam rangka meningkatkan kualitas pengolahan leachate.
Sedangkan tujuan dilaksanakannya kegiatan ini adalah mendapatkan model proses
pengolahan leachate dengan metode kimia guna meningkatkan efisiensi proses
pengolahan leachate dan membantu pengurangan pencemaran TPA.
III. KONDISI EKSISTING INSTALASI PENGOLAHAN LEACHATE DI TPA
BENOWO Lokasi studi dilakukan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo, Surabaya, berada
di tengah-tengah tambak, yang membutuhkan Instalasi pengolahan air sampah
(leachate) yang hasilnya tidak mencemari lingkungan.
Sistem Pengolahan Leachate di TPA Benowo yang ada pada awal tahun 2000an secara
skematis dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Dari sumber kolam leachate
Pembubuh bahan kimia
Flash Mixer
Baffle Mixer Sedimentasi
Sand filter
GAC Reservoir
effinf
Gambar 1. Skema Instalasi Pengolahan Leachate di TPA Benowo
Kondisi instalasi pengolahan leachate di TPA Benowo ini adalah sebagai berikut :
Kapasitas Rencana = 300 m3/hari Kapasitas Operasi = 100 m3/hari
3
Bahan kimia yang digunakan, terdiri dari: a. Kaporit b. Tawas c. HCl d. NaOH e. Polymer
Air sampah / leachate yang berwarna merah tua tersebut ditampung di kolam leachate yang sangat besar dengan waktu detensi 60 hari.
Gambaran Sistem pengolahan leachate di TPA Benowo pada saat kunjungan lapangan tahap awal dapat dilihat pada Gambar 2.
4
Jalan Menuju TPA Benowo, Terlihat tumpukan
sampah di TPA Benowo Jalan menuju Pengolahan Leachate di TPA
Benowo
Tangki Pembubuh Bahan Kimia Reaktor Flash Mixer dan Baffle Mixer
Ruang Reaktor Flash Mixer dan Baffle Mixer
(Warna Hijau) dan Laboratorium Kolam Aerasi dengan sistem difused aeration,
menggunakan blower
Lumpur hasil Pengolahan leachate. Dari jauh
terlihat kolam leachate Kolam aerasi pada sistem yang baru
dikembangkan (Surface aeration)
5
Gambar 2: Foto-foto Gambaran Sistem pengolahan leachate di TPA Benowo
IV. PRINSIP PENGOLAHAN LINDI (LEACHATE) Pengolahan leachate merupakan salah satu dari penanganan effluen leachate yang
dapat dilakukan. Alternatif lainnya yang dapat dilakukan antara lain:
− Memanfaatkan sifat-sifat hidrolis dengan pengaturan air tanah sehingga aliran
leachate tidak menuju air tanah
− Mengisolasi lahan urug landfill sehingga air eksternal tidak masuk dan
leachatenya tidak keluar
− Mencari lahan yang mempunyai tanah dasar dengan kemampuan yang baik
untuk menetralisir cemaran
− Mengembalikan (resirkulasi) leachate ke arah timbunan sampah
− Mengalirkan leachate menuju pengolahan air buangan domestik
− Mengolah leachate dengan unit pengolahan sendiri.
Pemilihan proses pengolahan leachate sangat ditentukan oleh berbagai faktor, yang
terpenting adalah; baku mutu (standar) efluen leachate, ketersediaan lahan,
kemampuan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi.
Berdasarkan karakteristiknya, leachate di Indonesia mempunyai karakteristik khas
karena tidak bersifat asam dan konsentrasi COD yang tinggi (Damanhuri, 1995). Berikut
ini karakteristik leachate di beberapa kota di Indonesia.
Tabel 1. Karakteristik leachate di beberapa kota di Indonesia
No Kota pH COD (mg/L) 1 Bogor 7,5 28723 8 4303 2 Cirebon 7 3648 7 13575 3 Jakarta 7,5 6839 7 413 8 1109 4 Bandung (Leuwigajah) 6 58661 7 7379 5 Bandung (Sukamiskin) 6,39 4426 8,6 9374 6 Solo 6 6166 7 Magelang 8,03 24770 8 Surabaya (Keputih) 8,26 3572 9 Surabaya (Benowo) - umur < 1 tahun 8,14 8580 - umur 2 tahun 7,87 6160 - umur > 3 tahun 8,14 2200
6
Untuk kapasitas perancangan unit pengolahannya, digunakan acuan sebagai berikut:
a. Debit pengumpul leachate
- Dihitung dari rata-rata hujan maksimum harian, dari data minimal 5 tahun
terakhir
- Dengan asumsi bahwa curah hujan akan terpusat selama 4 jam sebanyak
90% (Van Breen)
b. Debit pengolah leachate
- Dihitung dari rata-rata hujan maksimum bulanan, dari data minimal 5 tahun
- Dihitung dari neraca air, sehingga diperoleh besarnya perkolasi kumulasi
bulanan yang maksimum.
Sedangkan alternatif sistem pengolahan yang dapat digunakan untuk mengolah
leachate adalah sebagai berikut :
1. Pengolahan dengan Proses Biologis
a. Kombinasi Kolam Stabilisasi, untuk lokasi dengan ketersediaan lahan yang
memadai, dengan alternatif kombinasi sebagai berikut:
i. Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Biofilter (alternatif 1)
ii. Kolam Anaerobik, Fakultatif, Maturasi dan Landtreatment / Wetland
(alternatif 2)
c. Kombinasi Proses Pengolahan Anaerobik – Aerobik, untuk lokasi dengan
ketersediaan lahan yang lebih terbatas, yaitu kombinasi antara Anaerobic Baffled
Reactor (ABR) dengan Aerated Lagoon (alternatif 3)
2. Pengolahan dengan Proses Fisika-Kimia
Pengolahan ini tepat digunakan apabila dikehendaki kualitas efluen leachate yang
lebih baik sehingga dapat digunakan untuk proses penyiraman atau pembersihan
peralatan dalam lokasi TPA atau dibuang ke badan air Kelas II (PP No. 82 Tahun
2001). Kombinasi sistem pengolahan yang digunakan adalah sebagai berikut:
i. Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi, Kolam Anaerobik atau ABR
(alternatif 4)
ii. Proses Koagulasi - Flokulasi, Sedimentasi I, Aerated Lagoon, Sedimentasi II
(alternatif 5)
Kriteria teknis perencanaan unit pengolahan leachate dapat dilihat sebagai berikut.
7
Tabel 2. Kriteria Teknis Pengolahan Leachate (Alternatif 1)
Proses Pengolahan No
Kriteria
Anaerobik Fakultatif1 Maturasi Biofilter
1 Fungsi Removal BOD yang relatif tinggi (>1000 mg/L), sedimentasi, stabilisasi influen
Removal BOD
Removal mikroorganisme pathogen, nutrien
Menyaring effluen sebelum dibuang ke badan air
2 Kedalaman (m) 2,5 - 5 1 - 2 1 - 1,5 2 3 Removal BOD (%) 50 - 85 70 - 80 60 - 89 75 4 Waktu Detensi2
(hari) 20 - 50 5 - 30 7 - 20
3 - 5
5 Organic Loading Rate3 (kg/Ha hari) 224 - 560 56 - 135 ≤ 17 < 80
6 pH 6,5-7,2 6,5-8,5 6,5-10,5 - 7 Bahan Pasangan batu Pasangan
batu Pasangan batu Batu, Kerikil, Ijuk, Pasir
1 Fakultatif : kolam dengan aerasi tambahan; 2 tergantung pada kondisi iklim; 3 nilai tipikal, nilai yang lebih tinggi telah diterapkan pada beberapa lokasi
Tabel 3. Kriteria Teknis Pengolahan Leachate (Alternatif 2)
Proses Pengolahan No
Kriteria Anaerobik Fakultatif1 Maturasi Wetland
1 Fungsi Removal BOD yang relatif tinggi (>1000 mg/L), sedimentasi, stabilisasi influen
Removal BOD
Removal mikroorganisma pathogen, nutrien
Removal BOD, removal nutrien
2 Kedalaman (m) 2,5 - 5 1 - 2 1 - 1,5 0,1-0,6* 0,3-0,8**
3 Removal BOD % 50 - 85 70 - 80 60 - 89 - 4 Waktu Detensi2
(hari) 20 - 50 5 - 30 7 - 20
4-15
5 Organik Loading Rate3 (kg/Ha hari)
224 - 560 56 - 135 ≤ 17 < 67
6 pH 6,5-7,2 6,5-8,5 6,5-10,5 - 7 Bahan Pasangan batu Pasangan
batu Pasangan batu Tanah dengan
permeabilitas rendah***
* Kedalaman air untuk tipe FWS (Free Water Flow System); ** kedalaman air untuk tipe SFS (Subsurface Flow System); *** Tumbuhan yang bisa digunakan: A. microphylla, enceng gondok, cattail, rumput gajah.
8
Tabel 3. Kriteria Teknis Pengolahan Leachate (Alternatif 3)
Proses Pengolahan No
Kriteria
ABR Aerated Lagoon Pemisah Padatan
1 Fungsi Removal BOD yang relatif tinggi (>1000 mg/L), sedimentasi padatan, stabilisasi influen
Removal BOD Removal solid
2 Kedalaman (m) 2 - 4 1,8 - 6 3-5
3 Removal BOD % 70 - 85 80 - 95 -
4 Waktu Detensi (hari) 1 - 2 3 - 10 0,06 - 0,125
5 Organic Loading Rate (kg/m3hari) 4 - 14 0,32 - 0,64 0,5-5 kg/m2 jam
6 Hydraulic Loading Rate (m3/m2hari) 16,8 – 38,4 - 8-16
7 pH 6,5 - 7,2 6,5-8,0 - 8 Bahan Beton Bertulang - Bata Pasangan batu Pasangan batu
Tabel 4. Kriteria Teknis Pengolahan Leachate (Alternatif 4)
Proses Pengolahan No
Kriteria Koagulasi-
Flokulasi Sedimentasi Anaerobik Pond ABR 1 Fungsi Pembentukan
flok padatan Removal flok padatan
Removal BOD yang relatif tinggi (>1000 mg/L), sedimentasi padatan,stabilisasi influen
Removal BOD (>1000 mg/L), sedimentasi padatan, stabilisasi
2 Kedalaman - 3 - 5 m 2,5 - 5 m 2 – 4 m 3 Removal BOD % - - 50 - 85 % 70 – 85 % 4 Waktu Detensi 0,5 jam 1,5 - 3 jam 20 - 50 hari 1 – 2 hari 5 Organic Loading Rate
- - 224 - 560 kg/Ha hari
4 – 14 kg/m3 hari
6 Hydraulic Loading Rate - 8-16 m3/m2 hari - 16,8 – 38,4
m3/m2 hari 7 pH - - 6,5-7,2 6,5 - 7,2 8 Dosis koagulan :
− Kapur (CaOH) (mg/L)
− Tawas (Al2SO4) (mg/L)
− Polimer kationik 1%
300-4500
100-5000
0,2 ml/L
9
Tabel 5. Kriteria Teknis Pengolahan Leachate (Alternatif 5)
Proses Pengolahan No
Kriteria Koagulasi-
Flokulasi Aerated Lagoon Sedimentasi I/II
1 Fungsi Pembentukan flok padatan Removal BOD Removal solid
2 Kedalaman (m) - 1,8 - 6 3-5
3 Removal BOD % - 80 - 95 - 4 Waktu Detensi (hari) 0,5 jam 3 - 10 1,5-3 jam
5 Organic Loading Rate (kg/m3hari) - 0,32 - 0,64 0,5-5 kg/m2 jam
6 Hydraulic Loading Rate (m3/m2hari) - - 8-16
7 pH - 6,5-8,0 - 8 Bahan Beton/ Baja Pasangan batu Pasangan batu 9 Dosis koagulan :
− Kapur (CaOH) (mg/L) − Tawas (Al2SO4)
(mg/L) − Polimer kationik 1%
300-4500 100-5000
0,2 ml/L leachate
- -
PENGOLAHAN LEACHATE DENGAN METODE KIMIA Prinsip utama pengolahan lindi dengan metode kimia adalah :
1. Transformasi polutan organik-anorganik terlarut- koloid dan tersuspensi menjadi
flok – flok berdiameter cukup besar dan memiliki kecepatan pengendapan yang
baik.
2. Oksidasi polutan organik – anorganik menjadi senyawa – senyawa sederhana
sehingga mudah untuk dipisahkan atau diproses lebih lanjut.
Prinsip utama proses transformasi metode kimia adalah melakukan proses
pembesaran ukuran polutan baik organik maupun anorganik yang terlarut dan
tersuspensi menjadi gumpalan polutan dengan ukuran yang lebih besar dengan
menggunakan koagulan kimia, agar dapat dipisahkan dari air leachate dengan metode
pengendapan dan penyaringan yang diikuti dengan penyerapan warna tersisa
menggunakan karbon aktif.
10
Proses konversi polutan menjadi bentuk yang mudah dipisahkan sering disebut sebagai
proses Koagulasi dan Flokulasi.
Koagulasi dan flokulasi adalah penambahan reagen kimia pembentuk flok pada air atau
air limbah untuk menangkap atau bergabung dengan padatan koloidal yang tidak
terendapkan dan padatan tersuspensi yang mengendap dengan sangat perlahan untuk
membentuk flok yang dapat mengendap lebih cepat
Koagulasi adalah proses penambahan dan pengadukan cepat dari suatu koagulan
yang menghasilkan destabilisasi dari padatan koloidal dan padatan tersuspensi yang
sangat halus dan pembentukan inti agregat dari partikel yang terdestabilisasi.
Flokulasi adalah pengadukan lambat untuk pembentukan agregat dari partikel yang
terdestabilisasi dan membentuk flok yang memiliki kecepatan pengendapan yang tinggi.
Colloidal particles
Colloidal particles electrically repel each other
(very stable)
��
� �
��
� �
��
Formation of coagulant polymer by addition of
coagulants
��
��
�� �
�
� �
� �
� �
� � �
�
� �
� �
Charge neutralization by absorption of coagulant
polymer
��
�� �
�
� �
� �
� �
� � �
�
� �
� �
� �
� �
�
�
��
�
�
Interparticle bridging by coagulant polymer
� �
� � �
�
� �
� �
� �
� � ��
��
�
��
�
� � � �
� �
� �
� �
� � � �
� �
� �
Synthetic polymer
Coagulant polymer
Reinforcement of flocs by synthetic polymer
Gambar 3. Prinsip Koagulasi – flokulasi.
11
Jenis – jenis koagulan : 1. Aluminum sulfate (solid): (Al2(SO4)3.18H2O) 2. Aluminum sulfate (liquid): (Al2(SO4)3) 3. Poly-aluminum chloride (PAC): ([Al2(OH)mCl6-m]n, m=2.4) 4. Iron (II) sulfate: (FeSO4.7H2O) 5. Iron (III) sulfate: (Fe2(SO4)3)
Jenis – jenis koagulan Aids 1. Calcium . Ca(OH)2 or CaO 2. Sodium carbonate. Na2CO3 3. Sodium hydroxide. NaOH 4. Calcium carbonate. CaCO3
Proses Pengendapan berfungsi untuk memisahkan padatan atau flok yang terbentuk
dari proses koagulasi – flokulasi secara gravitasi.
Proses Penyaringan dengan media dari pasir kwarsa berfungsi untuk partikel –
pertikel flok yang halus yang masih lolos setelah melewati proses pengendapan.
Proses Penyerapan dengan media karbon aktif berfungsi menyerap senyawa organik
yang tersisa yang masih menimbulkan warna pada air terolah.
VI. LANGKAH PENELITIAN PENGOLAHAN DENGAN KOAGULAN KIMIA Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu :
1. Penentuan jenis koagulan dan dosis dilakukan secara batch proses
menggunakan peralatan Jartest.
a) Penelitian pendahuluan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari leachate.
Analisa dilakukan terhadap parameter penting pH dan Total
Suspended Solid (TSS), BOD dan COD .
12
b) Penentuan variabel dan parameter penelitian
Pada penelitian ini akan dilakukan variasi terhadap jenis koagulan,
untuk mengetahui koagulan yang paling efektif untuk mengolah
leachate. Adapun jenis koagulan yang digunakan adalah:
Alumunium sulfat, Al2(SO4)3.14H2O,
Besi (III) klorida, FeCl3,
Besi (III) Sulfat, Fe2(SO4)3,
PAC (Poly Aluminium Chloride)
Variasi lain yang dilakukan adalah variasi dosis untuk menentukan
dosis optimum dari masing-masing koagulan.
2. Uji coba pilot plant dalam skala laboratorium.
Setelah didapatkan jenis koagulan dan dosis yang optimum untuk mengolah
leachate, maka percobaan dilanjutkan dengan menggunakan pilot plan.
Pilot plan ini terdiri dari proses koagulasi-flokulasi, sedimentasi dan filtrasi.
Langkah-langkah kegiatan meliputi :
a) Pengujian pendahuluan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari leachete.
Analisa dilakukan terhadap beberapa parameter penting yaitu: pH,
Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD),
dan Total Suspended Solid (TSS).
b) Proses Koagulasi-Flokulasi
Leachate ditambah dengan koagulan dengan jenis dan dosis optimum
yang telah ditentukan pada percobaan sebelumnya. Setelah itu
dilakukan pengadukan cepat dengan putaran 400 rpm selama 2 menit
untuk koagulasi, lalu diikuti dengan pengadukan lambat dengan
putaran 50 rpm selama 15 menit untuk tahap flokulasi.
c) Proses Sedimentasi
Tahap pertama sebelum melakukan proses sedimentasi, perlu untuk
mengetahui besarnya kecepatan mengendap partikel dalam leachate.
13
d) Proses Filtrasi dengan karbon aktif dengan parameter yang dianalisa
adalah: Kejernihan hasil filtrasi, BOD, COD dan TSS
Pengukuran parameter-parameter tersebut menggunakan metode
yang sesuai dengan Standard Methods (APHA, 1998).
VII. HASIL PENELITIAN PENGOLAHAN LINDI DENGAN KOAGULAN KIMIA A. Penelitian Pendahuluan Percobaan dilakukan dengan dua tahap yaitu dengan proses secara Batch
menggunakan alat Jar Test dan Proses secara kontinyu menggunakan pilot plan skala
laboratorium. Proses secara Batch ditujukan untuk menentukan dan memilih bahan
kimia dan dosis yang sesuai dengan efisiensi proses yang tertinggi.
Percobaan diawali dengan melakukan pengukuran fluktuasi kualitas lindi dalam kurun
waktu 6 hari berturut – turut, dimana data yang diperoleh disajikan dalam Tabel 6.
berikut.
Tabel 6. Hasil analisa karakteristik lindi selama 6 hari
Hari ke pH COD (mg/l) BOD (mg/l) TSS(mg/l)
1 8,52 2480 1560 320
2 8,41 2880 1420 308
3 8,28 3040 1340 380
4 8,45 3620 1600 326
5 8,46 3400 1500 342
6 8,17 3320 1580 350
Penelitian pendahuluan untuk pengolahan lindi TPA Benowo dengan Koagulasi –
Flokulasi dilakukan secara batch proses untuk mencari dosis optimum dengan berbagai
jenis koagulan, dan selanjutnya dilakukan penelitian secara kontinyu. Air lindi asli
diambil dari kolam penampungan lindi di TPA Benowo. Percobaan secara batch dengan
14
menggunakan alat jar tes, dilakukan sebanyak 9 (sembilan) kali dengan menggunakan
volume sampel lindi sebanyak 1 liter. Koagulan yang digunakan adalah tawas, FeCl3
dan H2O2 dan kaporit.
B. Penentuan Dosis dan Jenis Bahan Koagulan dengan Jartest.
Percobaan dengan Alum - Kapur Hasil penelitian dengan menggunakan koagulan tawas dan kapur dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 7. Hasil percobaan Jartest dengan koagulan tawas – kapur.
DATA PERCOBAAN JAR TES Asal Sampel : Lindi TPA Benowo pH Awal : 8,52 COD awal :2480 mg/L O2 BOD awal :1560 mg/L O2 TSS awal : 320 mg/L
Percobaan ke: Perlakuan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Volume Sampel (Liter) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Dosis Tawas (mg/L) 200 400 600 800 1000 1200 1000 1400 1200 Dosis Kapur (mg/L) 2000 4000 6000 8000 10000 10000 20000 10000 20000 Pengadukan cepat 100 rpm 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit Pengadukan lambat 40 rpm 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit Pengendapan 0 rpm 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit - pH 8,70 8,90 9,10 9,30 9,45 9,50 11,90 9,60 11,90 - COD 1920,00 1840,00 1600,00 1360,00 1120,00 1040,00 660,00 960,00 680,00 - BOD 842,00 810,00 702,00 598,00 490,00 460,00 290,00 420,00 300,00 - TSS 306 294 256 218 178 168 106 152 110
15
0,00
500,00
1000,00
1500,00
2000,00
2500,00
0 500 1000 1500
Dosis Tawas (mg/L)
- COD - BOD - TSS
(mg/L)
Gambar 4. Hasil Jar Tes dengan Koagulan Alum
Tampak dari hasil diatas, bahwa percobaan dengan menggunakan koagulan alum
mendapatkan hasil terbaik pada dosis 1000 mg/L. Pada dosis tersebut dihasilkan
COD, BOD dan TSS yang paling rendah dibandingkan pada dosis yang lebih
rendah maupun lebih tinggi dari 1000 mg/L. COD yang didapat adalah sebesar
660 mg/L, BOD sebesar 290 mg/L dan TSS sebesar 106 mg/L.
Pada penggunaan koagulan alum, juga ditambahkan kapur untuk mengatur pH
sehingga nilai pH akan cenderung basa. Gambar 4.3 berikut ini menunjukkan nilai
pH pada berbagai dosis penambahan kapur.
16
6,00 7,00 8,00 9,00
10,00
11,00
12,00
13,00
0 5000 10000 15000 20000 25000 Dosis penambahan kapur (mg/L)
nila
i pH
Gambar 5. Pengaruh Penambahan Kapur pada pH Akhir
Hasil percobaan dengan menggunakan dosis optimum koagulan sebesar 1000
mg/L tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses filtrasi, yaitu mengalirkan
efluen hasil koagulasi-flokulasi-sedimentasi melalui kolom dengan media karbon
aktif. Efluen dari proses tersebut dianalisis untuk parameter-parameter pH, COD,
BOD dan TSS yang hasilnya dapat diamati pada tabel dan gambar berikut :
Tabel 8. Hasil akhir kualitas koagulasi – flokulasi lindi dengan Tawas – kapur.
Parameter Satuan Nilai
pH 9,50
COD mg/l 260
BOD mg/l 124
TSS mg/l 46
Percobaan dengan penambahan tawas dan kapur juga dilakukan untuk
karakteristik pada saat musim kering, dimana lindi berwarna coklat pekat dengan
viskositas lebih tinggi dan konsentrasi COD mencapai 3681 mg/l. Adapun hasil
percobaan adalah sebagai berikut:
17
Tabel 9. Hasil percobaan Jartest dengan koagulan alum dan kapur
Koagulan Alum 10% - Kapur 10% Asal sampel Lindi TPA Benowo pH wal 9,02 COD awal (mg/) 3681 Volume sampel (mL) 1000 1000 1000 1000 1000 1000 Dosis Alum (mg/L) - 10% 2400 2800 3200 3600 4000 4400 Dosis Kapur (mg/L) - 10% 14000 14000 14000 14000 14000 14000 Pengadukan cepat 100 rpm 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit Pengadukan lambat 40 rpm 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit Pengendapan 0 rpm 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit pH 12,02 11,99 11,98 11,31 11,55 11,58 COD (mg/L) 1175 1165 981 859 1135 1288
Percobaan batch dengan Alum
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
0 2000 4000 6000 8000
Dosis Alum (mg/L)
Kad
ar C
OD (m
g/L)
COD
pH
Gambar 6. Pengaruh penambahan alum dan kapur terhadap nilai pH
pH setelah diolah dengan Alum
7
8
9
10
11
12
13
0 1000 2000 3000 4000 5000
Dosis Alum (mg/L)
pH
Gambar 7. Pengaruh penambahan alum dan kapur terhadap nilai pH
18
Dosis koagulan alum yang ditambahkan divariasikan dari 2400 mg/L sampai
4400 mg/L. Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi COD terendah
yang dihasilkan adalah 859 mg/L, yaitu pada dosis alum 3600 mg/L dengan
penambahan kapur 14000 mg/L.
Percobaan dengan Polimer – Alum dan Kapur Dosis optimum pada percobaan dengan penambahan alum dan kapur divariasikan
dengan polimer kationik (yang digunakan di TPA Benowo), untuk memperoleh
dosis optimum polimer kationik. Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin
banyak dosis polimer yang ditambahkan, maka akan didapat konsentrasi COD
yang semakin kecil, namun nilai pH menjadi semakin besar (basa). Adapun hasil
selengkapnya adalah sebagai berikut:
Tabel 10. Hasil percobaan Jartest dengan koagulan PAC, alum dan kapur
Koagulan Polimer 1% + Alum 10% + Kapur 10% Asal sampel Lindi TPA Benowo pH wal 9,02 COD awal (mg/) 3681 Konsentrasi Polimer (mg/L)
COD (mg/l) pH
COD setelah filter carbon aktif TSS mg/l)
Konsentrasi Kapur (mg/L)
Konsentrasi Alum (mg/l)
0 3681 9,02 434 0 0 30 845 10,82 98 14000 3600 36 845 11,24 97 14000 3600 39 794 11,09 94 14000 3600 45 613 11,55 165,24 72 14000 3600
19
Percobaan batch dengan Alum. Kapur dan PAC
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
0 10 20 30 40 50
Dosis PAC (mg/L)
Kad
ar C
OD
(mg/
L)
COD
pH
Gambar 8: Pengaruh penambahan PAC, alum dan kapur terhadap COD
pH setelah pada alum optimum ditambah dengan polimer
7
8
9
10
11
12
13
0 10 20 30 40 50
dosis polimer (mg/L)
pH
Gambar 9: Pengaruh penambahan PAC, alum dan kapur terhadap nilai pH
Pada percobaan diatas, tampak bahwa penambahan polimer kationik (PAC) tidak
memberikan efek yang signifikan pada penurunan COD lindi. Penambahan polimer
secara fisik akan memperbesar ukuran flok signifikan pada penurunan COD lindi.
Penambahan polimer secara fisik akan memperbesar ukuran flok dan
20
mempercepat sedimentasi, sehingga waktu detensi akan lebih kecil. Ukuran bak
pengendap akan menjadi lebih kecil.
Percobaan dengan Koagulan FeCl3 ( Feri khlorida) dan Oksidator H2O2 – Ca(OCl)2
Percobaan dengan menggunakan jenis koagulan yang lain, yaitu FeCl3, dilakukan
penambahan senyawa kimia H2O2 dan kaporit yang difungsikan sebagai oksidator
untuk memecah senyawa organik agar kemampuan koagulasi – flokulasi lebih
baik.
Percobaan ini dilakukan dilakukan untuk karakteristik pada saat musim kering,
dimana lindi berwarna coklat pekat dengan viskositas lebih tinggi dan
konsentrasi COD mencapai 3681 mg/l.
Variasi dosis untuk koagulan FeCl3 adalah 2700 mg/L, 3200 mg/L dan 3700 mg/L.
Untuk koagulan H2O2, dari beberapa variasi dosis yang ditambahkan, didapatkan
dosis optimum sebesar 1500 mg/L sedangkan untuk koagulan kaporit variasi dosis
yang digunakan adalah 4000 mg/L, 5000 mg/L dan 6000 mg/L. Hasil yang
diperoleh pada pengukuran parameter-parameter penelitiannya adalah sebagai
berikut:
Tabel 11. Hasil percobaan Jartest dengan koagulan FeCl3, H2O2 dan kaporit
DATA PERCOBAAN JAR TES
Volume Sampel (mL) 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000
Dosis FeCl3 (mg/L) 2700 3200 3700 -
Dosis H2O2 (mg/L) - - - 1500
Dosis Kaporit (mg/L) 4000 5000 6000
Pengadukan cepat 100 rpm 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit
Pengadukan lambat 40 rpm 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit
Pengendapan 0 rpm 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit
- pH 7,98 7,87 7,82 9,25 8,30 8,30 8,40
- COD 400 680 760 1480 1120 1080 960
- BOD 168 286 320 622 470 454 402
- TSS 96 82 68 112 280 228 120
21
Tampak pada hasil percobaan diatas bahwa pada penggunaan koagulan FeCl3
pada dosis 2700 mg/L menghasilkan COD dan BOD yang paling rendah
dibandingkan dengan dosis 3200 mg/L maupun 3700 mg/L, sedangkan hasil
analisis parameter TSS menunjukkan bahwa pada dosis tersebut nilai TSS lebih
besar dibandingkan dengan kedua dosis yang lain. Namun demikian COD, BOD
maupun TSS yang dihasilkan dari penggunaan koagulan FeCl3 tersebut masih
lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil koagulasi dengan menggunakan
koagulan alum pada dosis optimum.
Pada penggunaan koagulan kaporit, dosis terbesar yaitu 6000 mg/L
menghasilkan nilai COD, BOD dan TSS yang paling kecil dibandingkan dengan
dosis 4000 mg/L maupun 5000 mg/L. Sedangkan koagulasi dengan
menggunakan koagulan H2O2 menghasilkan COD dan BOD yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan hasil koagulasi dengan menggunakan koagulan
FeCl3 dan kaporit.
Pada percobaan dengan menggunakan koagulan FeCl3, H2O2 dan kaporit diatas,
belum didapatkan dosis optimum karena penambahan dosis koagulan yang
dilakukan hanya 3 variasi untuk koagulan FeCl3 dan kaporit serta 1 variasi dosis
untuk koagulan H2O2. Oleh karena itu, dilakukan percobaan lanjutan untuk
koagulan FeCl3 dan kaporit, dengan variasi dosis penambahan koagulan yang
lebih banyak sehingga diharapkan akan didapat dosis optimum. Hasil yang
didapat dari percobaan lanjutan tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 12. Hasil percobaan Jartest dengan variasi dosis penambahan koagulan FeCl3
yang lebih banyak DATA PERCOBAAN JAR TES
Koagulan FeCl3 - 20% Asal sample Lindi TPA Benowo pH wal 9,02 COD awal (mg/) 3681 Volume sampel (mL) 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 Dosis FeCl3 (mg/L) - 20% 2700 3200 3700 4200 4700 5200 5700 Pengadukan cepat 100 rpm 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit
Pengadukan lambat 40 rpm 15 menit 15
menit 15
menit 15
menit 15
menit 15
menit 15
menit
Pengendapan 0 rpm 15 menit 15
menit 15
menit 15
menit 15
menit 15
menit 15
menit pH 8,68 8,68 8,63 8,08 8,04 7,99 7,98 COD (mg/L) 1963,49 1840,78 1656,7 1227,18 1050,21 1228,54 1718,06 COD setelah melewati filter (mg/L) 425,31
22
Percobaan batch dengan FeCl3
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
0 2000 4000 6000 8000
Dosis FeCl3 (mg/L)
Kad
ar C
OD
(mg/
L)
COD
pH
Gambar 10. Grafik penentuan dosis koagulan FeCl3 untuk [COD] lindi = 3681 mg/l
pH setelah diolah dengan FeCl3
7
8
9
10
11
12
13
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Dosis FeCl3 (mg/L)
pH
Gambar 11. Pengaruh penambahan FeCl3 terhadap pH larutan
23
Tabel 13. Hasil percobaan Jartest dengan variasi dosis penambahan koagulan Kaporit yang lebih banyak
Koagulan Kaporit – 1% Asal sample Lindi TPA Benowo pH wal 9,02 COD awal (mg/) 3681 Volume sampel (mL) 1000 1000 1000 1000 1000 1000 Dosis Kaporit (mg/L) - 1% 4000 5000 6000 7000 8000 9000 Pengadukan cepat 100 rpm 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit Pengadukan lambat 40 rpm 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit Pengendapan 0 rpm 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit pH 8,62 8,61 8,56 8,45 8,2 8,08 COD (mg/L) 2577,09 2208,32 2699,81 2147,57 2208,93 2024,86
Percobaan Batch dengan Kaporit
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
0 2000 4000 6000 8000
Dosis Kaporit (mg/L)
Kad
ar C
OD
(mg/
L)
COD
pH
Gambar 12. Pengaruh penambahan Kaporit terhadap COD
pH setelah diolah dengan kaporit
7
8
9
10
11
12
13
0 2000 4000 6000 8000 10000
dosis kaporit (mg/L)
pH
Gambar 13. Pengaruh penambahan Kaporit terhadap nilai pH
24
Tampak dari data hasil percobaan diatas, dosis optimum untuk koagulan
FeCl3 adalah sebesar 4700 mg/L. Pada dosis tersebut, dihasilkan
konsentrasi COD terendah sebesar 1050 mg/L. Sedangkan untuk koagulan
kaporit, variasi dosis yang ditambahkan menghasilkan konsentrasi COD
yang berfluktuasi, dengan perbedaan yang sangat kecil, sehingga tidak
dapat ditentukan dosis optimum yang ditambahkan.
Percobaan dengan Klor Aktif Jenis koagulan lain yang juga digunakan dalam percobaan lanjutan adalah klor
aktif. Percobaan ini dilakukan dilakukan untuk karakteristik pada saat musim
kering, dimana lindi berwarna coklat pekat dengan viskositas lebih tinggi
dan konsentrasi COD mencapai 3681 mg/l.
Variasi penambahan dosis koagulan klor aktif adalah pada rentang 1050 mg/L –
6300 mg/L dengan hasil yang didapat adalah sebagai berikut:
Tabel 14. Hasil percobaan Jartest dengan koagulan Klor aktif Koagulan Klor aktif Asal sampel Lindi TPA Benowo pH wal 9,02 COD awal (mg/) 3681 Volume sampel (mL) 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 1000 Dosis Klor aktif (mg/L) 1050 1575 2100 2625 3150 3675 4200 5250 6300 Pengadukan cepat 100 rpm 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit 1 menit Pengadukan lambat 40 rpm 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit Pengendapan 0 rpm 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit 15 menit pH 8,68 8,76 8,08 8,5 8,85 8,85 8,85 8,95 8,79 COD (mg/L) 2883,88 2822,52 2577,09 2515,73 2270,29 1840,78 1472,62 1227,18 613,59
25
Percobaan batch dengan Klorat
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
0 2000 4000 6000 8000
Konsentrasi klorin (mg/L)
Kad
ar C
OD
(mg/
L)
COD
pH
Gambar 14. Pengaruh penambahan Klor Aktif terhadap COD
pH setelah diolah dengan klorat
7
8
9
10
11
12
13
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
dosis klorat (mg/L)
pH
Gambar 15. Pengaruh penambahan Klor Aktif terhadap nilai pH
Proses pengolahan lindi dengan metode kimiawi koagulasi – flokulasi memberikan
produk samping berupa lumpur, dimana sekalipun proses koagulasi – flokulasi
berjalan dengan baik namun jika kinerja sistim pengendapan menurun dapat
berdampak pada memburuknya kualitas efluen hasil pengolahan. Oksidasi
menggunakan bahan pemutih atau ” bleaching compound” seperti senyawa –
senyawa khlorat (Kaporit dan Sodium hipokhlorit) diharapkan dapat memecah
senyawa – senyawa organik menjadi CO2 gas dan H2O, dan tidak dapat
26
mengurangi produksi lumpur atau bahkan produksi lumpur dapat ditekan serendah
mungkin.
Hasil oksidasi menggunakan sodium hipokhlori menunjukkan hasil yang sangat
baik yaitu mampu menurunkan kandungan COD dari 3681 menjadi 614 mg/l atau
turun sebesar 83 % dan Kadar TSS turun dari 434 mg/l menjadi 72 mg/l atau turun
sebesar 83 % juga. Warna hasil proses oksidasi sangat jernih dan tidak
menghasilkan endapan yang berarti.
Dosis bahan kimia yang paling optimum yaitu sebesar 6300 mg/l. Selama proses
berlangsung dihasilkan gas yang cukup besar dan timbul busa hal ini menunjukkan
bahwa telah terjadi konversi dari senyawa organik kompleks menjadi CO2 dan
H2O. Penggunaan filter karbon aktif mampu menurunkan COD dari 613 mg/l
menjadi 215 mg/l atau turun sebesar 65 %. Rendahnya penurunan ini disebabkan
adanya kandungan sisa khlor aktif yang cukup besar yang mereduksi kemampuan
penyerapan senyawa organik oleh karbon aktif.
Pemakaian Oksidator kimiawi belum dilakukan di IPAL lindi TPA Benowo, namun
hasil ini layak untuk diusulkan dengan tetap mempertimbangkan harga bahan
kimia.
Hasil penelitian beberapa percobaan diatas dalam menentukan dosis dan jenis bahan
koagulan dengan jartest dapat dilihat pada tabel berikut.
27
Tabel 15. Dosis Optimum percobaan untuk berbagai jenis koagulan dengan kondisi lindi paling pekat.
Konsentrasi COD lindi (mg/l) 3681 Konsentrasi TSS lindi (mg/l) 434
No Jenis Koagulan / bahan kimia
Dosis (mg/l)
COD akhir (mg/l)
% Penurunan
COD
TSS akhir (mg/l)
% Penurunsan
TSS 1 Tawas 3600 859 77% 100 77% Kapur 14000 2 FeCl3 5700 1718,06 53,3% 200 53,9% 3 Tawas 3600 613 83,3% 72 83,4% Kapur 14000 Polimer 45 4 Kaporit 7000 2147,57 42% 252 42% Sodium hipokhlorit 6300 613,59 83% 72 83%
B. Pengujian dengan Pilot Plan skala laboratorium . Percobaan dengan aliran kontinyu menggunakan pilot plan skala laboratorium dilakukan
dengan menggunakan dosis optimum yang telah diperoleh dari percobaan secara batch
proses. Peralatan percobaan pilot plan terdiri dari bak koagulasi, flokulasi dan
sedimentasi yang bentuknya dan dilengkapi dengan filter karboan aktif. Gambar pilot
plan adalah sebagai berikut :
Gambar 16. Unit pilot plant untuk percobaan secara kontinyu.
28
Percobaan dilakukan dengan variasi debit aliran sampai dicapai hasil yang dianggap
paling baik. Data pengukuran dilakukan untuk kualitas influen dan efluen dari proses
secara kontinyu, dimana parameter yang diukur adalah tetap yaitu konsentrasi TSS,
BOD dan COD dalam mg/l.
Gambar 17. Percobaan secara kontinyu dengan koagulan Tawas – Polimer - Kapur
Hasil percobaan dengan menggunakan dosis optimum koagulan sebesar 1000 mg/L
tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses filtrasi, yaitu mengalirkan efluen hasil
koagulasi-flokulasi-sedimentasi dan filtrasi dengan media karbon aktif.
Aplikasi hasil percobaan secara batch untuk digunakan pada aliran secara kontinyu
dipilih dengan menggunakan bahan koagulan kombinasi Tawas – Alum dan Kapur.
Alasan penggunaan kombinasi bahan kimia ini adalah dari hasil kajian uji coba secara
Batch proses memberikan % penurunan terbaik dan bahan kimia tersebut yang selama
ini dipergunakan di IPAL lindi TPA Benowo. Unit pilot plant terdiri dari proses Koagulasi
– Flokulasi, Pengendapan dan penyaringan dengan filter karbon aktif.
Percobaan dilakukan pada variasi debit air limbah mulai dari 40 l/menit – 80 l/menit atau
dengan beban hidrolik pada proses pengendapan berkisar antara (0,6 – 1,2 )
29
m3/m2.menit. Hasil uji coba menunjukkan bahwa semakin besar debit diperoleh
peningkatan konsentrasi COD pada efluen atau terjadi penurunan efisiensi.
Konsentrasi efluen terbaik terjadi pada debit minimum yaitu pada debit 40 l/menit yang
menghasilkan konsentrasi COD sebesar 591 mg/l dan setelah melewati filter karbon
aktif konsentrasi COD menjadi 168 mg/l.
Hasil penelitian dari kedua percobaan yaitu percobaan secara batch dan percobaan
dengan menggunakan pilot plant skala laboratorium menunjukkan bahwa aplikasi dosis
koagulan dengan jumlah yang sama ternyata tidak memberikan perbedaan kualitas
efluen. Dimana untuk konsentrasi COD yang sama yaitu 3681 mg/l efisiensi untuk
proses secara batch sebesar 83 % dan efisiensi rata – rata pada proses kontinyu
sebesar 84 %, dan setelah dilewatkan filter karbon aktif efisiensi naik menjadi 95 %.
Sehingga untuk aplikasi proses dilapangan kita dapat menggunakan dosis yang sama
dengan hasil percobaan dalam skala laboratorium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas efluen sesuai masih berada pada ambang
batas baku mutu yang disyaratkan, oleh karenanya jika meng-inginkan hasil
pengolahan yang memenuhi baku mutu diperlukan biaya yang cukup besar. Terutama
untuk pengadaan bahan kimia dan penggantian media karbon aktif
Aplikasi dosis bahan kimia dan kombinasi proses biologis-kimia untuk mencapai Baku Mutu Efluen.
Lindi TPA umumnya memiliki karakteristik kandungan COD, BOD yang sangat tinggi
dan warna yang coklat pekat kehitaman, sehingga relatif sulit dan memerlukan biaya
besar untuk pengolahannya. Kombinasi proses pengolahan diharapkan dapat mereduksi
polutant sampai ambang batas baku mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah. Proses
pengolahan secara biologis (Biological Process) umumnya relatif murah dan mampu
menurunkan kandungan polutan sampai 90 %, namun memerlukan biaya investasi yang
cukup mahal karena diperlukan bioreaktor yang membutuhkan lahan dan biaya
konstrruksi tertentu. Hal ini disebabkan proses pengolahan secara biologis memerlukan
waktu yang relatif lama sehingga diperlukan lahan yang cukup besar. Proses
pengolahan secara kimiawi umumnya relatif cepat dan tidak memerlukan lahan yang
luas namun biaya bahan kimia yang relatif mahal.
30
Saat ini di IPAL lindi TPA Benowo telah dibangun pengolahan secara biologis yang
dilanjutkan dengan proses filtrasi secara seri dengan media dari pasir kwarsa dan media
karbon aktif. Sistim IPAL secara biologis terdiri dari Proses Anaerobik menggunakan
sistim ABR (Anaerobic Baffled Reactor ), dan proses aerobik memakai sistim Aerobic
Pond dan dilanjutkan dengan proses pengendapan yang diikuti proses filtrasi.
Kombinasi proses secara biologis dan dilanjutkan dengan proses secara kimiawi
diharapkan akan lebih meningkatkan kualitas efluen IPAL lindi tersebut. Jika
diperkirakan proses anaerobik dengan ABR mampu menurunkan COD sebesar 50 %
dan Aerobic Pond juga sebesar 50 %, maka untuk COD influen sebesar 3681 mg/l akan
diperoleh konsentrasi COD setelah proses biologis sebesar 920 mg/l, dan setelah
diproses secara filtrasi dimungkinkan hanya mampu menurunkan rata – rata sebesar
40 %, jadi kualitas efluen masih sebesar 550 mg/l. Implementasi proses yang baru
masih diperoleh konsentrasi COD yang cukup tinggi, sehingga masih diperlukan proses
lanjutan secara kimiawi dengan menggunakan sistim yang telah ada saat ini. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut.
LINDI
EFFLUEN
KOAGULASI – FLOKULASI •PENGENDAPAN •FILTRASI KARBON AKTIF
PROSES BIOLOGIS : • ANAEROBIK PROSES • AEROBIK PROSES
Gambar 18. Skema pengolahan lindi dengan kombinasi proses biologis-kimia
31
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
1. Proses pengolahan dengan metode kimiawi lebih baik menggunakan kombinasi
koagulan polimer – tawas – kapur.
2. Dosis bahan kimia untuk pengolahan lindi secara batch proses dengan konsentrasi
COD 3681 mg/l dan TSS 343 mg/l dibutuhkan dosis Tawas 3600 mg/l , kapur
14000 mg/l dan polimer 45 mg/l dengan efisiensi removal COD 83,3 % dan TSS
83,4 %.
3. Pengolahan secara kontinyu untuk konsentrasi COD lindi sebesar 3681 mg/l hasil
terbaik dilakukan dengan beban hidrolik pengendapan sebesar 0,6 m3/m2.hari dan
menghasilkan efisiensi sebesar 84 % dan jika menggunakan filter karbon aktif
efisiensi naik sebesar 95 %.
B. Saran 1. Kombinasi proses secara biologis dan kimiawi sangat dianjurkan untuk optimasi
biaya operasional dan agar dapat memenuhi standar baku mutu pembuangan air
limbah.
32