prediksi jumlah karbon yang tidak terserap oleh … · bantuan teknik penginderaan jauh. ......
TRANSCRIPT
1
PREDIKSI JUMLAH KARBON YANG TIDAK TERSERAP OLEH
PEPOHONAN AKIBAT PENEBANGAN HUTAN DAN EMISI
KENDARAAN PADA RENCANA RUAS JALAN TIMIKA-
ENAROTALI
PREDICTION OF THE UNABSORBED CARBON BY TREES AS AN
EFFECT FROM DEFORESTATION AND VEHICLE EMISSION AT
TIMIKA-ENAROTALI ROAD CONSTRUCTION PLAN
Nolasari, Inti Pramitha* and Syafei, Ari Dipareza
Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK
Pemanfaatan hutan tropis secara berlebihan akan mengganggu keberadaan hutan dan akan memberikan efek
negatif, salah satunya yaitu bertambahnya gas-gas pencemar di atmosfer. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung
prediksi jumlah karbon di atmosfer (CO2 dan CO) akibat pembangunan jalan. Jalan yang akan dibangun yaitu jalan
Trans Papua yang menghubungkan wilayah Timika-Enarotali. Panjang jalan yang akan diteliti yaitu hanya sepanjang
30 km dengan menggunakan bantuan Citra IKONOS dan menggunakan software ArcView GIS 3.3 untuk mengolah
hasil citra yang diperoleh.
Berdasarkan hasil perhitungan, jumlah CO2 yang tidak terserap oleh pepohonan akibat alih fungsi guna lahan
sebesar 5282,956 ton. Prediksi jumlah CO2 dan CO yang terlepas ke atmosfer akibat emisi kendaraan meningkat
sebesar 848 ton dan 26,7 ton dalam proyeksi 10 tahun ke depan.
ABSTRACT
The excessive use of tropical forest will disturb the forest existence and will give the negative effect, such as
the increasing of contaminant gasses into the atmosphere.The aim of this research is to predict the carbon quantity
(CO2 and CO) that can’t be absorbed by trees as the effect from deforestation and vehicle emission at Timika-
Enarotali road construction. This research only takes 30 km in to account, by means of IKONOS image and using
ArcView GIS 3.3 software to process the early gotten image
According to the calculation, the prediction of CO2 and CO value from vehicles emission increase up to 848
ton and 26,7 ton during ten years forward.
Kata kunci: CO2 , CO, ArcView GIS 3.3, penebangan hutan, emisi kendaraan.
2
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wilayah Papua dengan luas daratan lebih dari 42 juta Ha, memiliki luasan hutan
sebesar 75% dari luas daratannya dan 12% merupakan daratan yang bukan berupa hutan.
Wilayah hutan yang sangat luas ini memberikan kekayaan alam dan daya dukung
lingkungan yang baik untuk masyarakat Papua. Tetapi dengan laju deforestati tahunan
sebesar 117.523 ha/th (1985-1997), kemampuan hutan untuk memberikan daya dukung
lingkungan menjadi berkurang. Kemungkinan untuk dilakukannya pembukaan lahan hutan
untuk pemekaran wilayah dan untuk mempermudah akses transportasi antar wilayah
sangatlah besar. Pada tahun 2009, kerusakan hutan di Papua mencapai 5 juta Ha. Dari 5 juta
Ha areal hutan yang mengalami kerusakan dibagi dalam tiga kategori yaitu potensial kritis,
agak kritis dan sangat kritis. Sedangkan kondisi lahan yang masuk kategori sangat kritis
diperkirakan mencapai 3 juta Ha. Hal ini diduga akibat adanya pertambahan penduduk,
perkembangan ekonomi, konflik kepentingan dan kurangnya keterpaduan antar sektor dan
antar wilayah dari hulu hingga hilir dalam pengelolaan DAS. Pemanfaatan hutan yang
berlebihan ini akan memberikan dampak-dampak negatif seperti banjir, musnahnya vegetasi
ataupun spesies makhluk hidup lainnya dan mempengaruhi jumlah gas-gas pencemar di
atmosfer utamanya gas karbondioksida.
Selain penebangan hutan, sektor transportasi juga berperan terhadap bertambahnya
gas-gas pencemar di udara. Kendaraan dengan sumber bahan bakarnya berupa bensin
memiliki nilai bilangan oktana yang rendah, selain menghasilkan gas buang CO2 juga
menghasilkan gas buang CO yang jumlahnya lebih sedikit. Gas CO ini meskipun jumlahnya
sedikit dan masa tinggal di atmosfer tergolong relatif singkat, tapi merupakan gas berbahaya
yang dapat mempengaruhi jumlah metana di atmosfer dengan bereaksi terhadap radikal
hidroksida. Sedangkan gas CO2, dengan masa tinggal di atmosfer yang lebih lama
3
dibandingkan CO, dengan akumulasi jumlah CO2 di atmosfer maka juga dapat
mempengaruhi kondisi atmosfer setempat.
Oleh karena itu, untuk membantu memonitor keadaan lingkupan utamanya hutan
yang lingkup wilayahnya terlalu luas dan tidak dimungkinkan untuk manusia melakukan
monitoring kualitas dan kuantitas lingkungan, maka monitoring dapat dilakukan dengan
bantuan teknik penginderaan jauh.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian tugas akhir ini adalah:
1. Bagaimana tata guna lahan yang akan diteliti.
2. Berapakah luasan hutan yang akan dialih fungsikan?
3. Berapakah jumlah CO2 yang tidak dapat terserap oleh pepohonan?
4. Berapakah jumlah CO2 dan CO yang tidak dapat terserap oleh pepohonan?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah:
1. Memprediksi jumlah CO2 yang tidak terserap oleh pepohonan akibat penebangan hutan di
wilayah rencana ruas jalan Timika-Enarotali.
2. Memprediksi jumlah CO dan CO2 akibat emisi kendaraan di rencana ruas jalan Timika-
Enarotali..
1.4 Landasan Teori
1.4.1 Penginderaan Jauh (Remote Sensing)
Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu
objek, daerah, atau fenomena melalui suatu analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
adanya kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang sedang dikaji
(Lillesand,1990).
4
Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera
atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Berbagai sensor pengumpul data dari jarak jauh,
umumnya dipasang pada wahana (platform) yang dapat berupa pesawat terbang, balon, satelit
maupun wahana lainnya (Purwadi,2001). Obyek yang diindera adalah obyek yang terletak di
permukaan bumi, di atmosfer, maupun yang ada di antariksa.
Satelit IKONOS merupakan satelit resolusi tinggi yang dioperasikan oleh Geoeye.
Aplikasi dari output satelit ini mencakup pemetaan sumber daya dan bencana alam di perkotaan
dan pedesaan, analisis pertanian dan kehutanan, pertambangan, rekayasa dan konstruksi, dan
deteksi perubahan.
Whitmore (1998) dalam Thenkabail dkk. (2003) menyebutkan bahwa karakteristik dari
satelit ini sesuai untuk mengetahui parameter kuantitatif dari perubahan komposisi spesies pada
gradien topografi area yang cukup kecil dengan resolusi yang cukup tajam
1.4.2 Perubahan Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan dan perubahan penggunaan lahan dan hutan memiliki dampak
terhadap siklus karbon global dan kegiatan ini dapat menambah ataupun memindahkan CO2
(atau lebih umumnya karbon) dari atmosfer yang berperan terhadap perubahan iklim
(Anonim,2009).
Dalam hal ini, teknik penginderaan jauh telah dibuktikan sebagai instrumen yang
berharga untuk mengumpulkan informasi ekosistem darat karena kemampuannya untuk
menyediakan data dalam lingkup skala yang luas. Teknik ini menawarkan kemungkinan untuk
memperkirakan beberapa parameter dasar seperti memperkirakan spesies, volume, ataupun
kepadatan area (Chiesi, M. et. al. 2005).
5
He et al. dalam Giannetti F., Gottero F., dan Terzuolo P.G. (2003) menyatakan bahwa
data satelit juga dapat digunakan untuk mengamati area yang sama berulang kali. Hal ini
menjadikan data satelit alternatif yang efektif untuk mengetahui apa saja yang ada di
permukaan bumi, pemetaan hutan dan untuk mengamati perubahan vegetasi.
1.4.3 Laju Serapan dan Luas Tajuk Tanaman
Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Thomas Pentury (2003), dapat diketahui
permodelan hampiran yang digunakan untuk mempelajari pola hubungan antara laju serapan
dan luas tajuk tanaman dengan formulasi matematika:
S = 0,2278 exp (0,0048xI)
Dimana:
S = Laju serapan CO2 persatuan luas daun
I = Intensitas cahaya
Exp= Bilangan pokok logaritma natural (e)
Pentury (2003) menyebutkan bahwa penelitian yang dilakukan menggunakan 17
jenis tanaman sampel. Sumber cahaya yang digunakan yaitu berasal dari cahaya matahari dan
pengukuran dilakukan menggunakan Photosyntesis Analyser di lapangan terbuka. Pengukuran
dilakukan pada kondisi penyinaran cerah dan tidak cerah dengan interval intensitas matahari
saat cerah sekitar 125 W/m2 hingga 275 W/m
2.
1.4.4 Faktor Emisi
Faktor emisi merupakan suatu nilai representatif yang menghubungkan antara
jumlah polutan yang dibuang ke atmosfer per satuan unit penghasil emisi. Faktor tersebut
6
biasanya dirumuskan dengan pembagian antara berat polutan dengan unit berat, volume, jarak
atau durasi aktifitas yang mengemisikan polutan.
Pola jalan-berhenti yang sering, kecepatan arus lalu-lintas yang rendah dan
seterusnya akan secara langsung mempengaruhi besarnya emisi pencemar udara yang
dikeluarkan kendaraan bermotor. Jenis dan karakteristik perangkat mesin, sistem pembakaran,
jenis bahan bakar merupakan faktor yang menetukan tingkat emisi pencemar udara yang keluar
dari setiap jenis kendaraan bermotor. Tabel berikut memperlihatkan faktor emisi
(miligram/meter/kendaraan) untuk masing-masing jenis kendaraan bermotor berdasarkan kelas
kecepatan kendaraan.
Tabel 1 Faktor Emisi Karbon Monoksida Untuk Masing-Masing Jenis Kendaraan
Bermotor dalam (miligram/meter/kendaraan)
Jenis
Kendaraan
Bermotor
(Km/ jam)
5-10 10-15 15-25 25-40 40-60 60-80
Sepeda
Motor 20,54 16,22 13,68 11,52 0 0
Mobil
Penumpang 41,68 26,98 18,71 13,42 10,45 8,87
Bus 33,22 24,46 18,65 13,70 9,79 9,26
Truk 31,41 22,82 17,98 14,87 13,15 12,23
Sumber: Wibowo, 2007
2. Metodologi
Dalam tugas akhir ini, permasalahan yang mendasari penelitian yaitu meningkatnya
jumlah karbon (CO2 dan CO) di atmosfer. Peningkatan jumlah karbon ini disebabkan oleh
aktifitas penebangan hutan di wilayah studi dan akibat dari emisi kendaraan.
7
Kota Timika di Kabupaten Mimika dan Kota Enarotali di Kabupaten Paniai
merupakan dua kota yang terletak di Provinsi Papua. Untuk memperlancar jalur transportasi
darat diantara kedua kota, maka direncanakan akan dibangun jalan penghubung dengan jenis
jalan berupa jalan Trans Papua.
Untuk mengetahui kondisi wilayah rencana pembangunan Timika–Enarotali secara
detail, tidak mungkin dengan menggunakan peta biasa, oleh karena itu dibutuhkan bantuan dari
wahana satelit untuk memperoleh hasil citra yang mewakili kondisi riil di area wilayah studi.
Hasil citra dari satelit IKONOS ini dapat digunakan setelah sebelumnya dikonversi oleh software
PCI Modeller.
Untuk mengetahui luas lahan total dari rencana ruas jalan yang akan dibangun, maka
diperlukan data pendukung berupa data rencana jalan. Data rencana jalan ini salah satunya berisi
tentang lebar dan panjang ruas jalan yang akan dibangun, sehingga dengan adanya data ini, dapat
diperkirakan luasan pohon yang akan ditebang.
Dengan menggunakan persamaan dari penelitian Thomas Pentury (2003) maka dapat
diketahui laju serapan CO2 (S) untuk tiap-tiap luasan daun.
S = 0,2278 exp (0,0048 . I)
Kemudian dapat dihitung berat karbon yang tidak dapat diserap tanaman (karbon
yang terlepas di udara). Dengan demikian, berat karbon akibat deforestati dapat diketahui.
Selanjutnya dengan menggunakan data proyeksi jumlah kendaraan, data rencana
kecepatan jalan dan faktor emisi, maka nantinya akan dapat diketahui jumlah karbon dari sektor
transportasi. Emisi CO kendaraan bermotor dapat dihitung dengan mengalikan panjang lintasan
dengan faktor emisi kendaraan dan dikalikan lagi dengan jumlah kendaraan ringan pada tahun
ke-1. Sehingga dapat diketahui jumlah emisi CO tiap tahunnya. Selain CO dapat dihitung emisi
8
CO2 oleh kendaraan ringan dan berat. Dengan menggunakan stoikiometri, maka dapat dihitung
emisi CO2 untuk setiap liter dari bahan bakar yang digunakan. Sehingga dapat diketahui
besarnya emisi kendaraan selama kurun waktu sepuluh tahun.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Area Wilayah Studi
Dari pengolahan data citra yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, diketahui
penampakan wilayah studi dan diperoleh data luasan area. Dapat dilihat lebih jelas contoh dari
penampakan area studi pada gambar 1 dan 2
Gambar 1 Tampilan Lahan dengan Dominasi Gambar 2 Tampilan Sungai Pada
Hutan di Area Studi Area Studi
Dari data-data citra yang telah diolah tersebut kemudian dapat diketahui hasil luas
area lahan yang berubah fungsi. Luasan area studi yang akan diteliti yaitu dengan bentang
rencana jalan sepanjang 30 km, memiliki luasan area seluas 609.780 m2 dengan rincian area;
590.644 m2 berupa lahan hutan dengan vegetasi dominan pepohonan; 7.723 m
2 berupa sungai
dan 11.413 m2 berupa lahan kosong dan padang rumput.
3.2 Luasan Area Hutan yang Ditebang
Perhitungan luas hutan diperoleh dari mengolah data citra IKONOS menggunakan
software ArcView - GIS 3.3. Berikut adalah tabel luas area yang berubah fungsi dari km 0-5
hingga km 26-30:
9
Tabel 2 Luas Area yang Berubah Fungsi
No. Segmen Jalan Luasan Area (m
2)
1 0-5 km 98.940
2 5-10 km 98.272
3 10-15 km 99.632
4 15-20 km 100.316
5 20-25 km 95.902
6 25-30 km 97.582
Total 590.644
Pembagian 30 km ruas jalan menjadi 5 segmen dengan masing-masing segmen jalan
sepanjang 5 km, dimaksudkan agar dapat dilihat perbedaan jumlah kandungan karbon yang
tidak dapat terserap oleh tanaman dan yang berasal dari emisi kendaraan, karena pada masing-
masing segmen terdapat luasan vegetasi yang berbeda.
3.3 Prediksi Jumlah Karbon Akibat Penebangan Hutan
Kemampuan penyerapan CO2 oleh tanaman bergantung pada intensitas penyinaran
matahari, dimana dalam kaitannya dengan proses fotosintesis yang memerlukan CO2. Karena
itu dibutuhkan data intensitas penyinaran pada lintang khatulistiwa untuk menghitung laju
serapan CO2 oleh tanaman. Alasan pemilihan lintang khatulistiwa ini dikarenakan wilayah
penelitian berada di sekitar lintang khatulistiwa.
Fluktuasi penyinaran matahari ini dapat dilihat pada grafik berikut:
Gambar 3 Grafik fluktuasi intensitas penyinaran lintang khatulistiwa (Watt/m2)
10
Menurut hasil penelitian Penturi (2003), untuk menghiutng laju serapan CO2,
digunakan model hampiran pola hubungan antara laju serapan dan luas tajuk tanaman dengan
formulasi matematika sebagai berikut:
S = 0,2278 exp (0,0048 . I)
Dengan menggunakan persamaan tersebut, maka dapat diperoleh laju serapan CO2
persatuan luas untuk tiap bulannya.
Tabel 3 Laju penyerapan CO2
Setelah data laju penyerapan diperoleh, maka selanjutnya yaitu menghitung
pelepasan CO2 tiap bulan. Untuk menghitung besarnya pelepasan CO2, digunakan data luasan
area tiap segmen yang berubah fungsi. Dengan asumsi bahwa penyinaran secara sempurna
hanya terjadi pada daun yang terletak di bagian paling atas (kanopi pohon), maka luas area
yang berubah fungsi ini mewakili luasan permukaan daun yang mendapatkan penyinaran
sempurna dari matahari .
Besarnya CO2 yang dilepaskan diperoleh dari nilai laju penyerapan dikalikan dengan
luas area yang berubah fungsi. Sehingga dapat dilihat grafik jumlah pelepasan CO2 selama
periode satu tahun jika dihitung untuk tiap segmennya seperti pada gambar 4 berikut:
Bulan
Intensitas
penyinaran Laju serapan CO2
(Watt/m2) (µg/cm2/menit)
Jan 409.30 1.625
Feb 467.01 2.143
Mar 425.79 1.759
Apr 424.82 1.750
Mei 389.42 1.477
Juni 389.42 1.477
Juli 384.08 1.440
Agt 397.66 1.536
Sept 432.09 1.813
Okt 419.97 1.710
Nop 423.36 1.738
Des 402.03 1.569
11
Gambar 4 Jumlah pelepasan CO2 selama periode 1 tahun
3.3 Prediksi Jumlah Karbon Akibat Emisi Kendaraan Bermotor
Dengan menggunakan data perencanaan teknis jalan, ruas jalan Enarotali-Timika
tahun 2003, dilakukan proyeksi jumlah kendaraan untuk 10 tahun. Diketahui tingkat
pertumbuhan dari data perencanaan teknis jalan sebesar 6% per tahun dan data awal pada
tahun 2003 menunjukkan jumlah kendaraan untuk jenis kendaraan ringan sebanyak 194 buah/
hari dan jenis kendaraan berat sebanyak 60 buah/ hari
Dengan menggunakan faktor emisi, dapat dihitung pelepasan emisi CO dari
kendaraan bermotor dengan mengalikan faktor emisi dengan jumlah kendaraan bermotor yang
telah diproyeksikan pada tahun tertentu dan juga panjang lintasan. Contoh perhitungan emisi CO
oleh kendaraan bermotor jenis kendaraan ringan dan berat dapat dilihat sebagai berikut:
Emisi kendaraan ringan = panjang lintasan x faktor emisi kendaraan ringan x jumlah kendaraan
ringan pada tahun ke-1
= 100 m x 8,87 mg/m/unit x 100445 unit = 0,089095 ton CO
Perhitungan seperti tampak pada tabel 4 di bawah dilakukan serupa untuk masing-masing
segmen selama sepuluh tahun.
12
Tabel 4 Pelepasan CO Akibat Emisi Kendaraan Pada Tahun ke-1 Segmen 0-5 KM
Segmen Jarak Kecepatan
Faktor Emisi Lintasan
(m)
Jumlah Emisi (ton)
Ringan Berat Ringan Berat Ringan Berat
0-5 KM 00.00-00+100 60 8,87 10,75 100 100445 31066 0,089095 0,033395
00+100-00+300 50 10,45 11,47 200 100445 31066 0,209931 0,071264
00+300-00+700 60 8,87 10,75 400 100445 31066 0,35638 0,133582
00+700-01+400 40 10,45 11,47 700 100445 31066 0,734758 0,249425
01+400-01+800 50 10,45 11,47 400 100445 31066 0,419862 0,142529
01+800-02+100 40 10,45 11,47 300 100445 31066 0,314896 0,106897
02+100-02+600 60 8,87 10,75 500 100445 31066 0,445475 0,166977
02+600-03+100 50 10,45 11,47 500 100445 31066 0,524827 0,178161
03+100-03+200 60 8,87 10,75 100 100445 31066 0,089095 0,033395
03+200-03+600 40 10,45 11,47 400 100445 31066 0,419862 0,142529
03+600-04.00 60 8,87 10,75 400 100445 31066 0,35638 0,133582
04+00-04+300 50 10,45 11,47 300 100445 31066 0,314896 0,106897
04+300-04+600 60 8,87 10,75 300 100445 31066 0,267285 0,100186
04+600-04+800 40 10,45 11,47 200 100445 31066 0,209931 0,071264
04+800-05.00 50 10,45 11,47 200 100445 31066 0,209931 0,071264
5000 4,962602 1,741349
Gambar 5 berikut menunjukkan grafik total jumlah pelepasan CO akibat emisi
kendaraan selama sepuluh tahun. Dari grafik tersebut tampak bahwa terjadi penambahan sekitar
20 ton CO ke atmosfer selama sepuluh tahun yang akan datang.
Gambar 5 Jumlah pelepasan CO selama 10 tahun
13
Selain emisi CO yang dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna pada saat
pembakaran bahan bakar, juga dapat dihitung emisi CO2 yang dihasilkan dari pembakaran
sempurna.
Reaksi kimia proses pembakaran bahan bakar bensin adalah sebagai berikut:
C8H18 + 12,5 O2 + 12,5 (3,76) N2 8 CO2 + 9 H2O + 47 N2
Dengan menggunakan prinsip stoikiometri, dapat dihitung berapakah berat emisi
CO2 yang dihasilkan dari 1 liter bensin.
Diketahui berat jenis bensin (ρ) = 0,68 x 103 gr/L
1 mol C8H18 = 114 gr
1 mol CO2 = 8x44 = 352 gr
ρ=
Dimana ρ = massa jenis
m = massa
V = volume zat
Sehingga volume bensin diketahui = 0,1676 L
Jumlah CO2 yang dihasilkan dalam 1 L bensin (C8H18)
= = 2.100,24 gr/L
= 2,1 kg/L
14
Jika diasumsikan untuk 1 liter bahan bakar bensin pada kendaraan penumpang
mampu menempuh jarak sepanjang 8 km, maka emisi CO2 sepanjang area studi dapat dihitung
sebagai berikut:
Emisi CO2 oleh 1 buah kendaraan penumpang
= (30/8)km x 2,1 kg CO2
= 7,875 kg CO2
Untuk kendaraan berat dengan bahan bakar berupa solar, reaksi kimia pembakaran
dapat dilihat sebagai berikut:
4C12H23 + 71O2 48CO2 + 46H2O
Dengan menggunakan prinsip stoikiometri sama seperti pada perhitungan bahan
bakar bensin di atas, dapat dihitung berapakah berat emisi CO2 yang dihasilkan dari 1 liter solar.
Diketahui berat jenis solar pada suhu 150 C = 0,815 x 10
3 gr/L
1 mol C12H23 = 167 gr
1 mol CO2 = 12x44 =528 gr
Sehingga volume solar diketahui = 0,205 L
Jumlah CO2 yang dihasilkan dalam 1 L bensin (C8H18)
= = 2.575 gr/L
= 2,6 kg/L
15
Jika diasumsikan untuk 1 liter bahan bakar solar pada kendaraan berat berupa truk mampu
untuk menempuh jarak sepanjang 7 km, maka emisi CO2 sepanjang area studi dapat dihitung
sebagai berikut:
Emisi CO2 oleh 1 buah mobil truk
= (30/7)km x 2,7 kg CO2
= 11,57 kg CO2
Tabel 5 Emisi CO2 untuk Kendaraan Ringan dan Kendaraan Berat Selama 10 tahun
Tahun ke-
Emisi CO2 Kendaraan (ton)
Total emisi CO2 per
tahun (ton) Ringan Berat
1 791,007 346,1592 1137,17
2 838,4675 366,9287 1205,40
3 888,7755 388,9445 1277,72
4 942,102 412,2811 1354,38
5 998,6282 437,018 1435,65
6 1058,546 463,2391 1521,78
7 1122,059 491,0334 1613,09
8 1189,382 520,4954 1709,88
9 1260,745 551,7252 1812,47
10 1336,39 584,8287 1921,22
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan, maka penelitian ini menyimpulkan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Prediksi CO2 yang tidak terserap oleh pepohonan dalam satu tahun akibat penebangan hutan
sebesar 5282,956 ton
2. Prediksi pelepasan CO akibat emisi kendaraan pada tahun pertama sebesar 38,59411 ton,
pada tahun kedua 40,9097 ton, pada tahun ketiga 43,3643 ton, pada tahun keempat 46,0689
16
ton, pada tahun kelima 48,7241 ton, pada tahun keenam 51,6476 ton, pada tahun ketujuh
54,7464 ton, pada tahun kedelapan 58,0312 ton, pada tahun kesembilan 61,513 ton, dan
pada tahun kesepuluh 65,2039 ton
3. Prediksi pelepasan CO2 akibat emisi kendaraan pada tahun pertama sebesar 1137,17 ton,
pada tahun kedua 1205,4 ton, pada tahun ketiga 1277,72 ton, pada tahun keempat 1354,38
ton, pada tahun kelima 1435,65 ton, pada tahun keenam 1521,78 ton, pada tahun ketujuh
1613,09 ton, pada tahun kedelapan 1709,88 ton, pada tahun kesembilan 1812,47 ton, dan
pada tahun kesepuluh 1921,22 ton
4 Alternatif pengurangan emisi CO2 dengan menggunakan lajur hijau pada median jalan
mampu mengurangi emisi CO2 sebesar 1113,3094 ton/tahun
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. IPCC Reports.
(http://www.ipcc.ch/ipccreports/tar/wg1/247.htm) diakses tanggal 24/01/10 pukul 14.33
Chiesi, M. Et. al., 2005. Modelling Carbon Budget of Mediterranean Forests Using
Ground and Remote Sensing Measurements. Agricultural and Forest
Meteorology, 135: 22-34
Giannetti F., Gottero F., dan Terzuolo P.G. 2003. Use of High Resolution Satelite Images
in the Forest Inventory and Mapping of Piemonte Region (Italy).
Lillesand, Thomas M. dan Kiefer, Ralph W. 1990. Remote Sensing and Image
Interpretation. John Wiley & Sons, Inc. New York
Pentury, Thomas. 2003. Konstruksi Model Matematika Tangkapan CO2 Pada Tanaman
Hutan Kota. Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.
17
Purwadhi, Sri Hardiyanti. 2001. Interpretasi Citra Digital. PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Jakarta.
Thenkabail, Prasad S., Hall, Jefferson, dkk. 2003. Detecting Floristic Structure and
Pattern Across Topographic and Moisture Gradients in a Mixed
Species Central African Forest Using IKONOS and Landsat-7 ETM +
Images. International Journal of Applied Earth Observation and
Geoinformation, 4: 255–270
Wibowo, Akhmad Agung. 2007. Aplikasi Model Penyebaran Polutan Udara (CO dan
SOx) di Jalan Brigjen Katamso Sidoarjo. Laporan Tugas Akhir. Jurusan
Teknik Lingkungan, FTSP-ITS. Surabaya